Post on 08-Sep-2019
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Nyeri Pinggang Bawah atau Low Back Pain (LBP)
Nyeri Pinggang Bawah merupakan penyakit yang banyak terjadi pada
populasi dunia. Mengenai baik itu laki-laki atau perempuan, semua umur (namun
umumnya berkisar dari umur 35-55 tahun), etnik dan berbagai tingkatan
sosioekonomi (Slikker Ill et al,2012). 75-85% populasi pernah menderita nyeri
pinggang bawah, minimal sekali sepanjang hidupnya. Dalam setahun insiden
terjadinya nyeri pinggang bawah adalah 15% pada orang dewasa. Umumnya
pasien akan membaik dengan cepat tanpa kehilangan fungsinya, walaupun
kekambuhan adalah bagian dari perjalanan alamiahnya. Gejala kronik
berkembang 5-10% pada penderita nyeri pinggang bawah.
Nyeri Pinggang Bawah adalah penyebab utama dari disabilitas pada
seseorang yang umurnya lebih kecil dari 50 tahun. Sumber nyeri terutama berasal
dari diskus intervertebralis, sendi facet, vertebrae, struktur saraf, otot, ligamen dan
fascia. Pada kebanyakan pasien, tidak ada patonatomi sebagai penyebab dasar
yang diketahui. Namun bila patologinya diketahui, pengobatan bisa dilakukan
lebih spesifik pada penyebabnya. Umumnya pengobatan langsung ditujukan pada
mengurangi nyeri dan meningkatkan fungsi.
Penanganan nyeri pinggang bawah masih merupakan tantangan bagi para
klinisi, terutama bidang orthopaedi. Berbagai variasi pengobatan dari
nonintervensi hingga intervensi dikembangkan. Umumnya modalitas yang dipilih
2
adalah kombinasi, dan evaluasinya tergantung dari penyebab nyeri, individualnya,
sosial dan faktor pekerjaan. Adapun patofisiologi dari nyeri pinggang bawah
masih belum sepenuhnya diketahui. Namun berbagai teori mengembangkan
bahwa terjadinya nyeri pinggang bawah merupakan akibat proses degenerasi
diskus intervertebralis, akan tetapi hubungan pasti keduanya belum jelas. Dengan
berjalannya waktu, ketidakseimbangan produksi dan degradasi komponen matriks
ekstraseluler dapat menyebabkan gangguan keseimbangan mekanik antara
Nucleus Pulposus (NP) dan Annulus Fibrosus (AF), memberikan gambaran
degenerasi IVD. Dengan adanya penuaan dan degenerasi, diskus intervertebralis
dimana merupakan penyerap tekanan yang efisien, berubah menjadi jaringan ikat
yang inkompeten, retak dan terbentuk fisura yang berkembang menjadi berbagai
penyakit. Perubahan degenerasi pada diskus intervertebralis dapat menghasilkan
nyeri diskogenik pada nyeri pinggang bawah.
2.2 Sendi Facet Lumbal
2.2.1 Anatomi Sendi Facet Lumbal
Sendi facet merupakan sendi zygoapophiseal yang terdiri dari facet
artikularis inferior dari vertebra yang berada lebih diatas dan facet artikularis
superior pada vertebra dibawahnya. Setiap facet dilapisi oleh cartilage hialin dan
sendi dibungkus oleh kapsul fibrous. Setiap sendi kapsul juga mengandung cairan
synovial yang membuat struktur sendi ini adalah sendi synovial. Cartilage
artikularis terdiri dari kondrosit, matrix ekstraseluler, air dan kolagen tipe II. Sama
3
seperti diskus intervertebralis, proteoglikan merupakan komponen penting dari
cartilage artikularis dan mempertahankan hidrasi matriks.
Sel synovial melapisi cartilage artikularis. Sel ini mensekresikan cairan
synovial, yang menyebabkan pergerakan dengan gesekan minimal yang terjadi
pada sendi dan juga untuk menyediakan nutrisi dari kondrosit. Sel synovial tipe A
menyerupai makrofag, sedangkan tipe B menyerupai fibroblast. Makrofag secara
normal terdapat pada sendi synovial. Ketika sendi mengalami kerusakan respon
inflamasi dipicu dan makrofag synovial jumlahnya mencapai 30-40% dari
keseluruhan isi sendi. Bersamaan dengan makrofag dan monosit, sitokin
proinflamasi juga mengalami regulasi. Makrofag synovial melepaskan IL-1 β dan
TGFα, yang menstimulasi angiogenesis, rekruitmen leukosit dan limfosit,
proliferasi fibroblast dan sekresi protease.selain itu makrofag juga berinteraksi
dengan sel T yang meningkatkan ekspresi mediator proinflamasi seperti IL-1α,
IL-1 β, TGFα dan MMPs. Hal ini akan merangsang kaskade katabolic pada sendi
dengan degradasi matriks, cedera kondrosit dan hilangnya proses homeostatic
normal. Lebih lanjut, IL-1 β dan TGFα akan menstimulasi produksinya sendiri
seperti menginduksi sel synovial dan kondrosit untuk mensekresikan IL-6, IL-8,
faktor inhibisi leukosit dan menstimulasi produksi protease dan prostaglandin.
Makrofag synovial ditemukan dengan jumlah yang lebih banyak pada pasien yang
terinduksi. Sehingga makrofag synovial merupakan target unutk terapi biologis
untuk mengurangi kaskade inflamasi pada sendi facet.
Sendi facet juga memiliki peranan penting pada respon inflamasi dan
nyeri. Ketika diskus intervertebralis mengabsorpsi tekanan kompresif, sendi facet
4
juga memiliki peranan penting untuk menahan beban. Beban berlebih secara
kronis pada sendi facet dapat menyebabkan osteosrthritis dan osteofit dengan
merusak cartilage artikularis. Ketika sendi facet mengalami stres, itu akan menjadi
bentuk C atau biplanar dengan orientasi koronal. Perubahan pada sudut sendi
meningkatkan absorpsi strain biomekanik baik pada sendi facet dan diskus
intervertrebalis. Sedangkan diskus tidak lagi tegak lurus terhadap arah tekanan
kompresif. Peningkatan tekanan diabsorpsi oleh diskus dan sendi facet akan
menginduksi perubahan degeneratif.
Inflamasi akan menyebabkan degradasi proteogikan dan juga konten air
yang berkontribusi terhadap berkurangnya tinggi diskus dan kemampuan unutk
mengabsorpsi tekanan. Rangkaian ini menyebabkan peningkatan tekanan pada
sendi facet yang memiliki efek pada kaskade inflamasi yang mengubah cartilage
hialin yang halus menjadi fibrokartilage. Fibrikartilage yang dihasilkan tidak
memiliki kapasitas mekanik yang sama dan lebih sering mengalami degenerasi
dengan tekanan. Sebagai tambahan, hilangnya cartilage artikular dan degenerasi
sendi facet juga mengakibatkan kelemahan kapsul dan kejadian spondylolisthesis.
Tulang subkondral normal, periosteum, synovium, otot dan tendon
merupakan struktur dengan suplai vascular dan neural. Cartilage artikulr yang
sehat pada facet adalah avaskular. Dengan degenerasi sendi dan rangkaian status
katabolic, baik angiogenesis dan neurogenesis terjadi pada cartilage artikular
avaskular secara normal. Hal yang sama juga terjadi pada diskus intervertebralis.
Pada akhirnya serat saraf yang tidak terselubung myelin dan pembuluh darah
berjalan bersama dari tulang subkondral hingga cartilage artikular. Penemuan
5
klinis pada perubahan ini mungkin menjelaskan kenapa pasien dengan penyakit
sendi yang berat akan mengeluh nyeri terbakar, yang secara khusus ditemukan
pada serat saraf yang tidak terselubung. Lebih lanjut, sitokin inflamasi seperti IL-
1 β dan TNFα meningkatkan sensitisasi serat saraf meningkatkan transmisi nyeri
dan hiperalgesia. IL-1 β ditemukan dengan konsentrasi tinggi pada kapsul sendi
facet mengimplikasikan faktor penting pada nyeri sendi facet.
Gambar.2.1 Gambar sendi facet lumbal.
IAP, inferior articular process; SAP, superior articular process; cart, articular
cartilage; men, meniscus (Kalichman & Hunter, 2007)
2.2.2 Prinsip Biomekanik
Sebuah unit fungsional spinal terdiri dari 2 vertebrae, 1 IVD, sendi facet
superior dan inferior dan ligamen penghubung. Unit spinal membentuk kompleks
yang memungkinkan gerakan multiaksial dan tahanan dari tulang belakang,
termasuk distribusi stress dari tekanan kompresi axial dan ekstrinsik. IVD
6
bertanggung jawab pada tahanan berat (load-bearing), absorpsi goncangan (shock
absorption), dan mobilitas antar corpus vertebrae. IVD bertanggung jawab pada
sepertiga tinggi tulang belakang. Sendi facet merupakan true synovial joint
dengan fitur serupa sendi synovial. Sedangkan IVD merupakan struktur penahan
beban dengan karakteristik unik berdasar komposisi dan organisasi AF dan NP.
AF mengelilingi NP dan didesain menahan tekanan dan tarikan karena
struktur fibrousnya. AF mengandung sel yang memproduksi kolage tipe I yang
tersusun dalam lamellae konsentris. Fibril lolagen pada tiap lapisan berjalan
parallel satu sama lain, dengan lapisan alternative berjalan pada arah berlawanan.
Susunan ini memungkinkan diskus mengubah beban aksial ke stress tarikan
sambil melakukan gerakan pada segmen vertebral.
NP terletak di dalam AF dan didesain menahan beban kompresif. Adanya
kandungan air pada NP memberikan media antara endplate dengan AF yang
dinamik tetapi tidak dapat ditekan atau incompressible. Dengan cara ini, NP dapat
berperan sebagai penyerap goncangan atau shock absorber. NP dapat melakukan
hal tersebut dengan menciptakan tekanan hidrostatik karena kandungan
proteoglikan dan tekanan negatifnya dapat menyerap dan menahan air. Hal ini
menciptakan tekanan intradiskus positif dan dapat mendistribusikan tekanan pada
saat beban diberikan pada NP melalui end plate tulang subkondral. Akan tetapi,
AF berperan dalam menahan NP pada sat terkompresi dan mengubah peningkatan
tekanan NP menjadi stress tarikan pada AF. Jikan beban konstan diberikan pada
NP, terjadi pengeluaran cairan pada NP dan ketinggian NP semakin berkurang
dengan berjalannya waktu. Jika beban dilepas, tinggi NP akan kembali perlahan.
7
Tekanan osmotic yang terbentuk dalam NP menyebabkan influx cairan dari
jaringan sekitar. Fenomena keluarnya cairan atau disebut creep phenomenon
menyebabkan variasi diurnal regular pada tinggi IVD.
2.2.3 Nyeri yang dimediasi proses Inflamasi
Nyeri pada tulang belakang berasal dari interverebral diskus, sendi facet,
serat saraf, korpus vertebra, ligament, dan otot paraspinal. Diperkirakan 40%
nyeri berasal dari masalah pada intervertebral diskus (Battie,2004). Pada proses
degenerative pada diskus akan terjadi penurunan jumlah cairan pada nucleus
pulposus yang memicu robekan annulus fibrosus. Robekan pada annulus fibrosus
memicu pertumbuhan pembuluh darah dan nociceptor pada bagian luar dan dalam
annulus. Stimulasi dari nociceptor dan stimulasi cytokine inflamasi akan
menyebabkan hiperalgesia yan g umum terjadi pada nyeri punggung belakang.
Mediator inflamasi memicu adanya nyeri melalui jalur biokimia. Adapun
mediator yang terlibat antara lain IFN gamma, IL-1β dan TNF α. Mediator
tersebut ditemukan pada pasien dengan keluhan nyeri punggung bawah walaupun
dalam pemeriksaan radiologi ditemukan sedikit kelainan. Keluhan nyeri bahkan
ditemukan sangat minimal pada pasien dengan nyeri punggung bawah yang telah
mengalami degenerasi berat.
2.2.4 Pathogenesis Kaskade Inflamasi
Produksi proteoglikan akan berkurang karena umur dan degenerasi,
menyebabkan penurunan dari konten air, tinggi diskus, dan kemampuan menahan
8
beban kompresif. Konten Aggrecan ditemukan menurun secara spesifik pada
tahap awal penyakit diskus intervertebral. Inflamasi yang dipicu oleh perubahan
degeneratif juga menyebabkan kaskade katabolik dalam diskus yang nantinya
mengurangi proteoglikan dan disorganisasi matriks kartilago artikular end plate.
Matriks metalloproteinase (MMPs), ADAMTs disintegrin, dan
metalloproteinase dengan trombospondin adalah enzim degradatif mayor dari
proteoglikan dan kolagen diskus, dan juga sebagai kontributor utama dalam
degenerasi diskus intervertebralis. Protein-protein ini diproduksi oleh sel
menyerupai kondrosit di dalam nukleus pulposus dan bagian dalam annulus
fibrosus (William,2002). Inhibitor dari metalloproteinase (TIMPs) meregulasi
aktifitas dari enzim degradatif ini untuk menjaga keseimbangan homeostatik dari
matriks. Tetapi, disregulasi dari level MMPs, ADAMTs, dan TIMPs dan
menghasilkan net katabolisme dan degenerasi diskus.
Cedera pada diskus intervertebralis dapat menginduksi sel diskus
memproduksi mediator inflamasi interleukin 1β (IL-1β) dan TNFα. IL-1β adalah
sitokin utama yang bertanggung jawab memperluas respon inflamasi dari diskus,
dan telah ditunjukkan bahwa peningkatan dari level IL-1β meningkat dengan
keparahan dari degenerasi diskus (Julio,1997). IL-1β menyebabkan katabolisme
dengan meningkatkan ekspresi gen matriks metalloproteinase 3 (MMP-3), MMP-
13 dan ADAMTS-4 dan menurunkan gen anabolik untuk homeostasis matriks
(seperti aggrecan, kolagen tipe II, dan kolagen tipe I). Selain itu IL-1β juga
menginduksi nitrit oksida (NO), IL-6 dan Prostaglandin E2 (PGF2), yang nantinya
mempercepat kaskade inflamasi menuju net katabolisme dan mempercepat
9
kaskade inflamasi. IL-6 secara spesifik ditemukan menurunkan kolagen dan RNA
aggrecan, juga sintesis dari proteoglikan. IL 6 juga meningkatkan ekspresi gen
dari MMP-3 dan TNFα.
TNF-α adalah sitokin utama yang lain yang bertanggung jawab untuk
peningkatan kaskade katabolik. Sama seperti IL-1β, TNF-α juga mengubah
keseimbangan homeostatis dari protein matriks. TNF-α menurunkan ekspresi gen
dari aggrecan dan kolagen tipe II tetapi meningkatkan ekspresi MMP-1, MMP-3
dan MMP-13 dan juga ADAMTS-4 dan ADAMTS-5. TNF-α juga menstimulasi
IL-6, IL-8 dan PGE2. TNF-α juga ditemukan meningkat pada pasien dengan
degenerasi diskus intervertebralis
2.2.5 Respon terhadap Kaskade Inflamasi
Cedera pada diskus seperti robekan pada annulus fibrosus, mengubah
karakteristik histologis dari diskus. Studi histologis dari pasien dengan nyeri
diskogenik menunjukkan jaringan granulasi bervaskular di sepanjang robekan
annular. Jaringan bervaskular ini meluas dari bagian luar annulus, melalui bagian
dalam annulus sampai ke nukleus pulposus. Jaringan granulasi yang baru
mengandung peningkatan jumlah dari Vascular Endothelial Growth Factor
(VEGF), Fibroblast Growth Factor (FGF) dan Transforming Growth Factor 1β
(TGF-1β) jika dibandingkan dengan diskus yang tidak cedera. Vaskularisasi yang
baru dari diskus membiarkan penghantaran dari makrofag dan sel mast sebagai
sitokin inflamasi tambahan. Selain untuk aktifitas katabolik primer, makrofag juga
menginduksi peningkatan ekspresi dari sitokin inflamasi terutama IL-6 dan IL-8.
10
Sebuah jalur yang rumit menghubungkan sitokin-sitokin ini mencapai puncak
progresi dari respon inflamasi dan katabolik di dalam diskus tersebut.
Neurogenesis terjadi bersamaan dengan angiogenesis pada diskus yang
cedera. IL-1β dan TNF-α dilepaskan oleh sel annular yang cedera dan
menyebabkan peningkatan regulasi Nerve Growth Factor (NGF) dan Brain-
derived Neurotrophic Factor (BNP) dalam nukleus pulposus. Molekul-molekul
ini menginduksi pertumbuhan dari axon sensoris dan neuron sensori nosiseptif,
dan peningkatan kelangsungan hidup neural. Neuron yang baru akan
menginnervasi diskus intervertebralis, dan berkontribusi terhadap nyeri
diskogenik. Selain menstimulasi pertumbuhan dari serat saraf, NGF juga
mensensitisasi nosiseptor yang menyebabkan hiperalgesia. Nyeri ini akan
diperburuk oleh mediator inflamasi yang mengiritasi ujung saraf yang baru,
sehingga meningkatkan gejala hiperalgesia.
Tabel 2.1 Molekul Inflamasi yang terlibat dalam Degenerasi Diskus
Molekul
Inflamasi
Molekul Inflamasi Mekanisme Aksi
IL-1β Interleukin 1 Beta Molekul inflamasi mayor dalam
degenerasi spinal
Meningkatkan katabolisme dengan
meningktakan ekspresi untuk MMP,
ADAMTS, NO, IL-6, PGE2, IL-1β
Menurunkan anabolisme dengan cara
11
menurunkan proteoglikan dan RNA
kolagen
Up-regulasi NFG, BDGF, VEGF,
sensitisasi serat saraf
TNF-α Tumor Necrosis Factor
Alpha
Molekul inflamasi mayor dalam
degenerasi spinal
Meningkatkan katabolisme dengan
meningktakan ekspresi untuk MMP,
ADAMTS, NO, PGE2, IL-6, IL-8
Menurunkan anabolisme dengan cara
menurunkan proteoglikan dan RNA
kolagen
Up-regulasi NFG, BDGF, VEGF,
sensitisasi serat saraf, memicu
ossifikasi ligamentum flavum
IL-6 IL-6 Menurunkan sintesis kolagen dan
proteoglikan
INOS Inducible Nitric Oxide
Synthase
Mengkatalisis sintesis dari NO yang
bereaksi dengan superoksida untuk
membuat oxidant yang merusak sel,
mengurangi produksi proteoglikan,
dan memicu ossifikasi ligamentum
flavum
12
PGE2 Prostaglandin 2 Menurunkan sintesis proteoglikan,
mensensitisasi serat saraf, memicu
fibrosis dan ossifikasi ligamentum
flavum
MMP Matrix Metalloproteinases Protease yang mendegradasi satu dari
beberapa komponen matriks
ekstraseluler
ADAMTs A Disintegrin-like and
Metalloprotease with
Thrombospondin Tipe 1
motifs
Metalloproteinase spesifik yang
memerintahkan degradasi
proteoglikan
Tabel 2.2 Protein Katabolik yang terlibat dalam Degenerasi Diskus
Protein
Katabolik
Inhibitor Mekanisme Aksi dari Inhibitor
IL-1β IL-1 receptor antagonist
(IL1-Ra)
Soluble IL-1 receptor
(Domain ekstraselular
dari reseptor IL-1 tipe
II)
Produksi inhibitor IL-1 disekresi oleh
sel imun, epitel, sel stromal, adiposit, dan
hepatosit
IL-1R menghambat IL-1β dalam 2 tahap
mencegah pemrosesan dari propeptid dan
memblok interaksi IL-1β matur dengan
reseptor IL-1 Tipe 1
13
TNF-α TNF-α monoclonal
antibody
Inhibitor dari TNF-α
convertase enzyme
(TACE)
Reseptor TNF-α terlarut atau berikatan
dengan reseptor TNF-α transmembran
Menghambat TACE mencegah aktivasi
dari TNF-α dan molekul proinflamasi lain
IL-6 IL-6 receptor antibody Antibodi monoclonal yang melawan
reseptor IL-6
MMP Tissue inhibitors of
Metalloproteinase
(TIMP)
Secara natural terlarut dan inhibitor yang
berikatan dengan membran dari
metalloproteinase
ADAMTs Tissue inhibitors of
Metalloproteinase
(TIMP)
Secara natural terlarut dan inhibitor yang
berikatan dengan membran dari
metalloproteinase
PGE2 Cyclooxygenase (COX)
inhibitors
Menghambat konversi dari asam
arachidonat menjadi prostaglandin
Cedera pada diskus mengganggu homeostasis normal diskus dan
menyebabkan perubahan mekanis dari tulang belakang. Hal ini menggambarkan
tahap disfungsi dari klasifikasi Kirkaldy-Willis dan Farfan. Perubahan dalam
pembebanan meningkatkan kebutuhan dalam jaringan musculoskeletal dan
menurunkan stabilitas seluruh tulang belakang. Diskus intervertebralis merespon
peningkatan beban mekanis dengan remodeling arsitektur yaitu dengan sklerosis
14
ditambah dengan osteofit dalam upaya untuk menstabilkan kembali, jadi
berprogesi ke tahap akhir dari klasifikasi Kirkaldy-Willis dan Farfan. Kehilangan
dari proteoglikan menyebabkan penurunan tinggi diskus dan penurunan resistensi
terhadap kompresi. Pembebanan abnormal dari tulang belakang menyebabkan
kehilangan organisasi dari matriks normal dan meningkatkan kematian sel dalam
annulus dan end plate kartilagenus.
2.3 Osteoarthritis (OA) Lumbal
2.3.1 Karakteristik OA
Karateristik OA adalah rusaknya tulang rawan dan perubahan dari
subchondral bone. OA lumbal adalah proses degenerasi tulang belakang pada
daerah lumbal yang melibatkan three joint complex, yang ditandai dengan
penyempitan diskus intervertebralis, terbentuknya osteofit dan degenerasi pada
facet joint.Ketiga komponen ini saling mempengaruhi dan menimbulkan keluhan
nyeri pinggang. Kirkaldy – Willis dan Parfan (1983) mengajukan 3 tanda klinis
dan stadium biomekanik pada degenerasi tulang belakang yaitu : discdysfunction,
instability dan stability. Degenerasi tulang belakang meliputi Disc Degeneration
(DD), facet joint OA (OA Facet joint), perubahan komponen otot dan proses
degenerasi pada ligament (Fujiwara et all, 2000)
2.3.2 Patofisiologi OA lumbal
Proses OA diawali dengan adanya abnormalitas pada biomekanik dan/atau
tulang rawan. Setelah itu banyak faktor yang akan mempengaruhi terjadinya OA
15
yaitu : mechanotransduction, adanya peranan dari protease, protease inhibitor dan
sitokin dalam terjadinya degradasi tulang rawan dan mekanisme perbaikan tulang
rawan, serta adanya kontribusi berbagi faktor risiko seperti obesitas, usia, deposisi
mineral, hormonal dan kontrol neurogenik abnormal.
OA lumbal merupakan proses yang sama dengan OA pada sendi
diarthrodial lainnya. Degenerasi tulang rawan akan berujung menjadi
pembentukan erosi yang awalnya fokal hingga difus, dengan sklerosis dari tulang
subkondral. Hipertrofi facet, malalignment apopyseal, dan pembentukan osteofit
dapat menyebabkan penyempitan pada canalis spinalis atau foramen
intervertebralis dan dapat menyebabkan stenosis central atau lateral. Destabilisasi
dari three joint complex (diskus intervertebralis dan dua sendi facet) dapat
menyebabkan intabilitas spondilolistesis degeneratif dan skoliosis.
Beberapa penelitian menyebutkan adanya perubahan degeneratif yang
lebih sering pada sendi facet superior daripada sendi facet inferior. Kerusakan
tulang rawan terjadi terutama pada margin permukaan sendi, bagian sentral
umumnya tetap baik. Facet superior sering menunjukkan kerusakan pada kutub
superior, dimana saat gerakan flexi facet inferior akan menyebabkan tekanan
maksimal. Facet bagian inferior menunjukkan kerusakan tulang rawan baik pada
superior maupun kutub inferior, dimana kontak tulang antara kutub inferior dari
facet inferior dan lengkungan dari facet superior dapat terjadi pada gerakan
ekstensi.
DePalma dkk menemukan bahwa pembentukan osteofit lebih jarang pada
sendi facet daripada defek tulang rawan. Dan lebih sering terbentuk pada facet
16
superior pada margin lateral dimana kapsul dorsal menempel (DePalma,2006).
Kapsul cenderung menjadi lebih kecil dan tipis dengan adanya perubahan
degeneratif pada sendi facet lumbal, gerakan sendi kemungkinan akan terbatas
oleh karena perubahan struktur pada kapsul tersebut.
Kista sinovial, suatu pengantongan dari membran sinovial dari sendi facet,
awalnya didefinisikan sebagai suatu kista para-artikular sekunder dari proses yang
terjadi akibat proses degeneratif (Barry,1997). Kista sinovial terutama ditemukan
pada sendi facet L4-L5 (65%), juga pada L5-S1 (31%) dan L3-L4 (4%). Kista ini
dapat membentuk suatu struktur kistik berbatas tegas dengan kalsifikasi pada
dinding kista. Pada penelitian oleh Doyle dan Merriles terhadap 303 MRI pada
populasi yang simptomatik, ditemukan adanya kista sinovial yang secara
independen berhubungan dengan meningkatnya grade dan frekuensi OA sendi
facet (Doyle,2004). Mereka juga mendapatkan tidak adanya hubungan antara
terjadinya kista sinovial dengan beratnya derajat diskus.
Hipertrofi dari prosesus artikularis juga telah disebutkan dalam beberapa
penelitian sebagai tanda dari OA sendi facet, dimana sering disebut hipertrofi
sendi facet. Namun Barry dan Lievesley pada penelitian terhadap CT dari 100
pasien, menemukan bahwa dari 13 pasien dengan sendi facet degeneratif dan
dengan diskus yang normal tidak ditemukan adanya pembesaran pada sendi facet
dibandingkan dengan 35 pasien dengan penyakit diskus. Mereka menyimpulkan
bahwa istilah hipertrofi sendi facet tidak digunakan bila ditemukan kelainan OA
pada CT, oleh karena sendi ini tidak lebih besar daripada sendi facet normal
(Barry,1997).
17
2.3.3 Imaging Pada OA lumbal
Metode diagnostik standar yang digunakan untuk mengevaluasi degenerasi
lumbal adalah dengan foto polos, CT scan dan MRI. Foto polos, bila tidak disertai
dengan gambaran oblik tidak banyak membantu dalam menegakkan degenerasi
lumbal. Gambaran oblik mempunyai sensitivitas 55% dan spesifisitas 69% dalam
membedakan ada atau tidaknya gambaran penyakit pada sendi facet. Untuk
membedakan gambaran penyakit yang ringan, sedang dan berat, gambaran oblik
mempunyai spesifisitas yang lebih tinggi yaitu 94%, tetapi memiliki sensitivitas
yang lebih rendah, yaitu 23%. Oleh karena sendi facet terletak dalam posisi oblik
dan memiliki konfigurasi melengkung hanya bagian yang paralel dengan sinar x
yang tampak. Foto polos juga memiliki keterbatasan yang signifikan dalam
mendeteksi OA Lumbal pada fase awal. Oleh karena itu foto polos selain mudah
didapatkan, murah dan relatif tidak berbahaya, sangat baik digunakan untuk
skrining awal dari OA Lumbal (Pathria,1987).
Pemeriksaan radiografi awal pada pasien dengan keluhan nyeri yang
disebabkan oleh kelainan pada sendi facet lumbal adalah foto polos yang meliputi
gambaran AP. Lateral dan Oblik. Konfigurasi yang melengkung dan orientasi
sagital dari sendi facet lumbal mengurangi kegunaan dari proyeksi lateral dan
frontal. Namun dari proyeksi lateral, pemeriksa bisa mendapatkan informasi yang
berguna dari profi isthmus seperti defek dari pars interartikularis, dan juga dapat
menunjukkan angulasi pada sendi facet. Proyeksi oblik 45 derajat yang dilakukan
dengan mengarahkan sinar paralel terhadap sendi facet cukup untuk mendiagnosis
kelainan pada sendi facet lumbal (Varlotta,2010).
18
Gambar 2.2 Gambaran foto polos oblik tulang belakang lumbal.
Sendi facet tampak tervisualisasi secara jelas pada view ini. Level L3-L4
menunjukkan gambaran sendi facet yang normal (panah tebal). L4-L5
menunjukkan gambaran sendi facet yang menyempit dan mengalami proses
degenerasi (panah tipis). (Varlotta et al., 2010).
Dibandingkan dengan foto polos, CT scan meningkatkan kemampuan
diagnostik dari sendi facet karena kemampuannya untuk menggambarkan sendi
facet pada potongan aksial dan dengan kontras yang tinggi antara struktur tulang
dan jaringan lunak sekitarnya. Kelainan-kelainan yang dapat dievaluasi dari CT
antara lain adalah pembentukan osteofit,hipertrofi prosesus artikularis, penipisan
tulang rawan, fenomena sendi vakum, kista sinovial dan subkondral, dan
kalsifikasi dari kapsul sendi. Oleh karena CT menggambarkan detail dari tulang
19
lebih jelas dan relatif murah, CT merupakan metode pilihan untuk imaging dari
OA lumbal.
Beberapa penelitian telah menggambarkan bahwa MRI kurang akurat
untuk mengevaluasi OA sendi facet dibandingkan dengan CT. Fujiwara dan
kawan-kawan mendapatkan bahwa MRI cenderung lebih merendahkan derajat
keparahan OA dibandingkan dengan CT (Fujiwara,1999). MRI kurang sensitif
dalam menggambarkan batas korteks dari tulang, dan penipisan dari tulang rawan
tidak dapat diukur secara akurat dengan MRI oleh karena efek volume parsial dan
artifak pergeseran kimia. Leone dan kawan-kawan menemukan bahwa CT secara
jelas menggambarkan tanda karakteristik dari arthropati, walaupun tidak bisa
menilai kerusakan tulang rawan pada fase awal proses degeneratif.
2.4 Hubungan antara Osteoarthritis, Usia dan Jenis Kelamin
Usia merupakan salah satu faktor risiko terjadinya OA, terutama usia tua.
Baik itu pada laki-laki maupun pada perempuan. Namun perempuan, terutama
perempuan menopause, memiliki risiko yang lebih tinggi dikarenakan faktor
hormonal, yang hingga saat ini masih banyak diteliti. Menopause berasal dari kata
men dan pauseis yang berasal dari bahasa Yunani yang pertama kali digunakan
untuk menggambarkan berhentinya haid (Prawirodihardjo,2003). Menopause
adalah terhentinya siklus menstruasi secara permanen oleh karena penurunan
sekresi hormon oleh ovarium yang dapat terjadi secara natural atau disebabkan
karena operasi, kemoterapi atau radiasi. Menopause dapat dikatakan natural bila
20
seseorang mengalami amenorrhea (tidak mengalami siklus haid) selama 12 bulan
dan tidak terdapat kelainan patologis (Nelson,2005).
Menopause dibagi menjadi 3 tahapan. Fase pra menopause berawal antara
usia 40 tahun dan merupakan jangka waktu sebelum terjadi fase peri menopause.
Fase peri menopause merupakan saat berlangsungnya perubahan siklus menstruasi
dan endokrin, namun belum mencapai 12 bulan amenorrhea. Fase terakhir adalah
post menopause yang dimulai saat menstruasi terakhir, tetapi baru disadari setelah
terjadi amenorrhea selama 12 bulan (Prawirodihardjo,2003; Nelson,2005).
Prevalensi OA pada perempuan dan laki-laki adalah mirip hingga usia 50
tahun, tetapi setelah itu lebih banyak terjadi pada perempuan (Sniekers,2010).
Kellgren dan Moore mendeskripsikan sebagai menopausal arthritis pada
kelompok perempuan dengan Heberden’s node yang karakteristik timbulnya
gejala dan keterlibatan pada sendi-sendi dengan onset yang cepat. Dinamakan
Primary Generalised Osteoarthritis. Pada penelitian berbasis populasi, kelompok
perempuan dengan umur pertengahan, kejadian OA lebih banyak terjadi pada fase
peri dan post menopause. Dari beberapa penelitian tersebut menyimpulkan bahwa
adanya hubungan antara onset terjadinya OA dan menopause (Sniekers,2010).
Terjadinya OA pada kebanyakan perempuan dengan umur pertengahan
masih belum dapat diketahui secara pasti penyebabnya. Namun beberapa sumber
mengaitkan dengan perubahan hormon saat terjadinya menopause. Salah satunya
yaitu estrogen. Estrogen memiliki efek langsung pada jaringan sendi, karena
adanya reseptor estrogen pada kondrosit tulang rawan manusia.
21
2.5 Osteoarthritis dan IL-6
2.5.1 IL-6
IL-6 dahulu dikenal dengan sebagai IFN-β2, hepatocyte stimulating factor
dan plasmacytoma growth factor merupakan sitokin yang berfungsi pada imunitas
bawaan maupun didapat. IL-6 dibentuk oleh banyak sel dan mempengaruhi
banyak sasaran. Sumber utama dari IL-6 adalah makrofag dan limfosit didaerah
inflamasi. IL-6 dapat juga diproduksi oleh sel tulang dibawah pengaruh hormone
osteotropik (PTH, 1,25- Dihidroksi vitamin D3) dan Interleukin-1. Selain
berperan dalam proses imunologi dan inflamasi, IL-6 juga berperan penting
dalam metabolisme tulang melalui induksi osteoklastogenesis dan merangsang
aktifitas osteoklas. IL-6 meningkatkan pembentukan sel osteoklas, terutama
apabila kadar hormone estrogen menurun (Hashizume,2011). IL-6 menstimulasi
pembentukan precursor osteoklas dari unit pembentuk koloni granulosit makrofag
dan meningkatkan jumlah osteoklas in vivo, yang menyebabkan peningkatan
resorpsi tulang, yang berkontribusi pada perubahan spondiloarthrosis dan
degenerasi diskus intervertebralis (Hoy S et al, 2012). Demikian pula Ershler,
Harman & Keller (2002) menemukan peningkatan IL-6 pada penuaan dan
penderita menopause. Sehingga diduga bahwa IL-6 merupakan salah satu sitokin
yang memegang peranan penting dalam proses penyerapan tulang, melalui
pengaruh aktivitas sel osteoklas, termasuk pada tulang subchondral.
Pada OA membran sinovial, sitokin yang memiliki peranan penting adalah
interleukin (IL)-1β, Tumor Necrosis Factor (TNF)-α, IL-6, Leucemic Inhibitor
Factor (LIF) dan IL-17. IL-6 berperan dalam patofisiologi terjadinya OA melalui
22
tiga cara yaitu meningkatkan jumlah sel inflamasi pada jaringan synovial,
menstimulasi proliferasi kondrosit, dan meningkatkan efek IL-1 dalam
peningkatan sintesis Matrix Metalloproteinase (MMP) serta penghambatan
produksi proteoglikan.
2.5.2 Hubungan antara IL-6 dan OA
Sitokin mempunyai peranan yang penting di dalam degenerasi tulang
rawan sendi (Tsuchida,2012). Beberapa sitokin memiliki peranan di dalam
patogenesis terjadinya OA. Studi dari Kaneko dkk serta Sohn dkk yang mana
mengobservasi peningkatan kadar IL-6 dan IL-8 dalam serum dan cairan sendi
menghasilkan kesimpulan bahwa terjadinya peningkatan kadar sitokin dalam
darah dan cairan sendi pada penderita OA (Livshits, et al, 2009). Pada penelitian
lainya, peningkatan mediator inflamasi, termasuk IL-6, ditemukan pada serum dan
cairan synovial pada pasien OA (tsuchida,2012). Peranan IL-6 pada OA masih
merupakan kontroversi. Peningkatan IL-6 saat proses inflamasi, mengaktifkan sel
B, sel T dan memediasi inflammatory cells menuju lokasi terjadinya inflamasi. Di
sisi yang lain, blokade pada reseptor IL-6 sangat efektif di dalam pengobatan
Rheumatoid Arthritis (Jones et al, 2010). Namun pada zymosan-induced model
dari sendi yang terjadi inflamasi, diteliti bahwa IL-6 memiliki peranan ganda yaitu
mengurangi kehilangan proteoglycan pada fase akut, tetapi menimbulkan
terjadinya osteofit pada fase kronik (Van de Loo et al, 1997). Pada penelitian
lainnya, ditemukan pada tikus dengan defisiensi IL-6 menunjukkan peningkatan
23
kadar kerusakan tulang rawan pada spontaneus aging model (de Hooge et al,
2005).
Cedera pada diskus intervertebralis dapat menginduksi sel diskus
memproduksi mediator inflamasi : IL-1β, dan TNF-α. IL-1β adalah sitokin utama
yang bertanggung jawab memperluas respon inflamasi dari diskus, dan telah
ditunjukkan bahwa peningkatan dari level IL-1β meningkat sesuai dengan
keparahan degenerasi diskus. Selain itu IL-1β juga menginduksi nitrit oksida
(NO), IL-6 (IL-6) dan Prostaglandin E2 (PGF2) yang nantinya akan mempercepat
kaskade inflamasi.