BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Nyeri Pinggang Bawah atau Low ... II.pdfmengurangi nyeri dan...

23
1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Nyeri Pinggang Bawah atau Low Back Pain (LBP) Nyeri Pinggang Bawah merupakan penyakit yang banyak terjadi pada populasi dunia. Mengenai baik itu laki-laki atau perempuan, semua umur (namun umumnya berkisar dari umur 35-55 tahun), etnik dan berbagai tingkatan sosioekonomi (Slikker Ill et al,2012). 75-85% populasi pernah menderita nyeri pinggang bawah, minimal sekali sepanjang hidupnya. Dalam setahun insiden terjadinya nyeri pinggang bawah adalah 15% pada orang dewasa. Umumnya pasien akan membaik dengan cepat tanpa kehilangan fungsinya, walaupun kekambuhan adalah bagian dari perjalanan alamiahnya. Gejala kronik berkembang 5-10% pada penderita nyeri pinggang bawah. Nyeri Pinggang Bawah adalah penyebab utama dari disabilitas pada seseorang yang umurnya lebih kecil dari 50 tahun. Sumber nyeri terutama berasal dari diskus intervertebralis, sendi facet, vertebrae, struktur saraf, otot, ligamen dan fascia. Pada kebanyakan pasien, tidak ada patonatomi sebagai penyebab dasar yang diketahui. Namun bila patologinya diketahui, pengobatan bisa dilakukan lebih spesifik pada penyebabnya. Umumnya pengobatan langsung ditujukan pada mengurangi nyeri dan meningkatkan fungsi. Penanganan nyeri pinggang bawah masih merupakan tantangan bagi para klinisi, terutama bidang orthopaedi. Berbagai variasi pengobatan dari nonintervensi hingga intervensi dikembangkan. Umumnya modalitas yang dipilih

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Nyeri Pinggang Bawah atau Low ... II.pdfmengurangi nyeri dan...

1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Nyeri Pinggang Bawah atau Low Back Pain (LBP)

Nyeri Pinggang Bawah merupakan penyakit yang banyak terjadi pada

populasi dunia. Mengenai baik itu laki-laki atau perempuan, semua umur (namun

umumnya berkisar dari umur 35-55 tahun), etnik dan berbagai tingkatan

sosioekonomi (Slikker Ill et al,2012). 75-85% populasi pernah menderita nyeri

pinggang bawah, minimal sekali sepanjang hidupnya. Dalam setahun insiden

terjadinya nyeri pinggang bawah adalah 15% pada orang dewasa. Umumnya

pasien akan membaik dengan cepat tanpa kehilangan fungsinya, walaupun

kekambuhan adalah bagian dari perjalanan alamiahnya. Gejala kronik

berkembang 5-10% pada penderita nyeri pinggang bawah.

Nyeri Pinggang Bawah adalah penyebab utama dari disabilitas pada

seseorang yang umurnya lebih kecil dari 50 tahun. Sumber nyeri terutama berasal

dari diskus intervertebralis, sendi facet, vertebrae, struktur saraf, otot, ligamen dan

fascia. Pada kebanyakan pasien, tidak ada patonatomi sebagai penyebab dasar

yang diketahui. Namun bila patologinya diketahui, pengobatan bisa dilakukan

lebih spesifik pada penyebabnya. Umumnya pengobatan langsung ditujukan pada

mengurangi nyeri dan meningkatkan fungsi.

Penanganan nyeri pinggang bawah masih merupakan tantangan bagi para

klinisi, terutama bidang orthopaedi. Berbagai variasi pengobatan dari

nonintervensi hingga intervensi dikembangkan. Umumnya modalitas yang dipilih

2

adalah kombinasi, dan evaluasinya tergantung dari penyebab nyeri, individualnya,

sosial dan faktor pekerjaan. Adapun patofisiologi dari nyeri pinggang bawah

masih belum sepenuhnya diketahui. Namun berbagai teori mengembangkan

bahwa terjadinya nyeri pinggang bawah merupakan akibat proses degenerasi

diskus intervertebralis, akan tetapi hubungan pasti keduanya belum jelas. Dengan

berjalannya waktu, ketidakseimbangan produksi dan degradasi komponen matriks

ekstraseluler dapat menyebabkan gangguan keseimbangan mekanik antara

Nucleus Pulposus (NP) dan Annulus Fibrosus (AF), memberikan gambaran

degenerasi IVD. Dengan adanya penuaan dan degenerasi, diskus intervertebralis

dimana merupakan penyerap tekanan yang efisien, berubah menjadi jaringan ikat

yang inkompeten, retak dan terbentuk fisura yang berkembang menjadi berbagai

penyakit. Perubahan degenerasi pada diskus intervertebralis dapat menghasilkan

nyeri diskogenik pada nyeri pinggang bawah.

2.2 Sendi Facet Lumbal

2.2.1 Anatomi Sendi Facet Lumbal

Sendi facet merupakan sendi zygoapophiseal yang terdiri dari facet

artikularis inferior dari vertebra yang berada lebih diatas dan facet artikularis

superior pada vertebra dibawahnya. Setiap facet dilapisi oleh cartilage hialin dan

sendi dibungkus oleh kapsul fibrous. Setiap sendi kapsul juga mengandung cairan

synovial yang membuat struktur sendi ini adalah sendi synovial. Cartilage

artikularis terdiri dari kondrosit, matrix ekstraseluler, air dan kolagen tipe II. Sama

3

seperti diskus intervertebralis, proteoglikan merupakan komponen penting dari

cartilage artikularis dan mempertahankan hidrasi matriks.

Sel synovial melapisi cartilage artikularis. Sel ini mensekresikan cairan

synovial, yang menyebabkan pergerakan dengan gesekan minimal yang terjadi

pada sendi dan juga untuk menyediakan nutrisi dari kondrosit. Sel synovial tipe A

menyerupai makrofag, sedangkan tipe B menyerupai fibroblast. Makrofag secara

normal terdapat pada sendi synovial. Ketika sendi mengalami kerusakan respon

inflamasi dipicu dan makrofag synovial jumlahnya mencapai 30-40% dari

keseluruhan isi sendi. Bersamaan dengan makrofag dan monosit, sitokin

proinflamasi juga mengalami regulasi. Makrofag synovial melepaskan IL-1 β dan

TGFα, yang menstimulasi angiogenesis, rekruitmen leukosit dan limfosit,

proliferasi fibroblast dan sekresi protease.selain itu makrofag juga berinteraksi

dengan sel T yang meningkatkan ekspresi mediator proinflamasi seperti IL-1α,

IL-1 β, TGFα dan MMPs. Hal ini akan merangsang kaskade katabolic pada sendi

dengan degradasi matriks, cedera kondrosit dan hilangnya proses homeostatic

normal. Lebih lanjut, IL-1 β dan TGFα akan menstimulasi produksinya sendiri

seperti menginduksi sel synovial dan kondrosit untuk mensekresikan IL-6, IL-8,

faktor inhibisi leukosit dan menstimulasi produksi protease dan prostaglandin.

Makrofag synovial ditemukan dengan jumlah yang lebih banyak pada pasien yang

terinduksi. Sehingga makrofag synovial merupakan target unutk terapi biologis

untuk mengurangi kaskade inflamasi pada sendi facet.

Sendi facet juga memiliki peranan penting pada respon inflamasi dan

nyeri. Ketika diskus intervertebralis mengabsorpsi tekanan kompresif, sendi facet

4

juga memiliki peranan penting untuk menahan beban. Beban berlebih secara

kronis pada sendi facet dapat menyebabkan osteosrthritis dan osteofit dengan

merusak cartilage artikularis. Ketika sendi facet mengalami stres, itu akan menjadi

bentuk C atau biplanar dengan orientasi koronal. Perubahan pada sudut sendi

meningkatkan absorpsi strain biomekanik baik pada sendi facet dan diskus

intervertrebalis. Sedangkan diskus tidak lagi tegak lurus terhadap arah tekanan

kompresif. Peningkatan tekanan diabsorpsi oleh diskus dan sendi facet akan

menginduksi perubahan degeneratif.

Inflamasi akan menyebabkan degradasi proteogikan dan juga konten air

yang berkontribusi terhadap berkurangnya tinggi diskus dan kemampuan unutk

mengabsorpsi tekanan. Rangkaian ini menyebabkan peningkatan tekanan pada

sendi facet yang memiliki efek pada kaskade inflamasi yang mengubah cartilage

hialin yang halus menjadi fibrokartilage. Fibrikartilage yang dihasilkan tidak

memiliki kapasitas mekanik yang sama dan lebih sering mengalami degenerasi

dengan tekanan. Sebagai tambahan, hilangnya cartilage artikular dan degenerasi

sendi facet juga mengakibatkan kelemahan kapsul dan kejadian spondylolisthesis.

Tulang subkondral normal, periosteum, synovium, otot dan tendon

merupakan struktur dengan suplai vascular dan neural. Cartilage artikulr yang

sehat pada facet adalah avaskular. Dengan degenerasi sendi dan rangkaian status

katabolic, baik angiogenesis dan neurogenesis terjadi pada cartilage artikular

avaskular secara normal. Hal yang sama juga terjadi pada diskus intervertebralis.

Pada akhirnya serat saraf yang tidak terselubung myelin dan pembuluh darah

berjalan bersama dari tulang subkondral hingga cartilage artikular. Penemuan

5

klinis pada perubahan ini mungkin menjelaskan kenapa pasien dengan penyakit

sendi yang berat akan mengeluh nyeri terbakar, yang secara khusus ditemukan

pada serat saraf yang tidak terselubung. Lebih lanjut, sitokin inflamasi seperti IL-

1 β dan TNFα meningkatkan sensitisasi serat saraf meningkatkan transmisi nyeri

dan hiperalgesia. IL-1 β ditemukan dengan konsentrasi tinggi pada kapsul sendi

facet mengimplikasikan faktor penting pada nyeri sendi facet.

Gambar.2.1 Gambar sendi facet lumbal.

IAP, inferior articular process; SAP, superior articular process; cart, articular

cartilage; men, meniscus (Kalichman & Hunter, 2007)

2.2.2 Prinsip Biomekanik

Sebuah unit fungsional spinal terdiri dari 2 vertebrae, 1 IVD, sendi facet

superior dan inferior dan ligamen penghubung. Unit spinal membentuk kompleks

yang memungkinkan gerakan multiaksial dan tahanan dari tulang belakang,

termasuk distribusi stress dari tekanan kompresi axial dan ekstrinsik. IVD

6

bertanggung jawab pada tahanan berat (load-bearing), absorpsi goncangan (shock

absorption), dan mobilitas antar corpus vertebrae. IVD bertanggung jawab pada

sepertiga tinggi tulang belakang. Sendi facet merupakan true synovial joint

dengan fitur serupa sendi synovial. Sedangkan IVD merupakan struktur penahan

beban dengan karakteristik unik berdasar komposisi dan organisasi AF dan NP.

AF mengelilingi NP dan didesain menahan tekanan dan tarikan karena

struktur fibrousnya. AF mengandung sel yang memproduksi kolage tipe I yang

tersusun dalam lamellae konsentris. Fibril lolagen pada tiap lapisan berjalan

parallel satu sama lain, dengan lapisan alternative berjalan pada arah berlawanan.

Susunan ini memungkinkan diskus mengubah beban aksial ke stress tarikan

sambil melakukan gerakan pada segmen vertebral.

NP terletak di dalam AF dan didesain menahan beban kompresif. Adanya

kandungan air pada NP memberikan media antara endplate dengan AF yang

dinamik tetapi tidak dapat ditekan atau incompressible. Dengan cara ini, NP dapat

berperan sebagai penyerap goncangan atau shock absorber. NP dapat melakukan

hal tersebut dengan menciptakan tekanan hidrostatik karena kandungan

proteoglikan dan tekanan negatifnya dapat menyerap dan menahan air. Hal ini

menciptakan tekanan intradiskus positif dan dapat mendistribusikan tekanan pada

saat beban diberikan pada NP melalui end plate tulang subkondral. Akan tetapi,

AF berperan dalam menahan NP pada sat terkompresi dan mengubah peningkatan

tekanan NP menjadi stress tarikan pada AF. Jikan beban konstan diberikan pada

NP, terjadi pengeluaran cairan pada NP dan ketinggian NP semakin berkurang

dengan berjalannya waktu. Jika beban dilepas, tinggi NP akan kembali perlahan.

7

Tekanan osmotic yang terbentuk dalam NP menyebabkan influx cairan dari

jaringan sekitar. Fenomena keluarnya cairan atau disebut creep phenomenon

menyebabkan variasi diurnal regular pada tinggi IVD.

2.2.3 Nyeri yang dimediasi proses Inflamasi

Nyeri pada tulang belakang berasal dari interverebral diskus, sendi facet,

serat saraf, korpus vertebra, ligament, dan otot paraspinal. Diperkirakan 40%

nyeri berasal dari masalah pada intervertebral diskus (Battie,2004). Pada proses

degenerative pada diskus akan terjadi penurunan jumlah cairan pada nucleus

pulposus yang memicu robekan annulus fibrosus. Robekan pada annulus fibrosus

memicu pertumbuhan pembuluh darah dan nociceptor pada bagian luar dan dalam

annulus. Stimulasi dari nociceptor dan stimulasi cytokine inflamasi akan

menyebabkan hiperalgesia yan g umum terjadi pada nyeri punggung belakang.

Mediator inflamasi memicu adanya nyeri melalui jalur biokimia. Adapun

mediator yang terlibat antara lain IFN gamma, IL-1β dan TNF α. Mediator

tersebut ditemukan pada pasien dengan keluhan nyeri punggung bawah walaupun

dalam pemeriksaan radiologi ditemukan sedikit kelainan. Keluhan nyeri bahkan

ditemukan sangat minimal pada pasien dengan nyeri punggung bawah yang telah

mengalami degenerasi berat.

2.2.4 Pathogenesis Kaskade Inflamasi

Produksi proteoglikan akan berkurang karena umur dan degenerasi,

menyebabkan penurunan dari konten air, tinggi diskus, dan kemampuan menahan

8

beban kompresif. Konten Aggrecan ditemukan menurun secara spesifik pada

tahap awal penyakit diskus intervertebral. Inflamasi yang dipicu oleh perubahan

degeneratif juga menyebabkan kaskade katabolik dalam diskus yang nantinya

mengurangi proteoglikan dan disorganisasi matriks kartilago artikular end plate.

Matriks metalloproteinase (MMPs), ADAMTs disintegrin, dan

metalloproteinase dengan trombospondin adalah enzim degradatif mayor dari

proteoglikan dan kolagen diskus, dan juga sebagai kontributor utama dalam

degenerasi diskus intervertebralis. Protein-protein ini diproduksi oleh sel

menyerupai kondrosit di dalam nukleus pulposus dan bagian dalam annulus

fibrosus (William,2002). Inhibitor dari metalloproteinase (TIMPs) meregulasi

aktifitas dari enzim degradatif ini untuk menjaga keseimbangan homeostatik dari

matriks. Tetapi, disregulasi dari level MMPs, ADAMTs, dan TIMPs dan

menghasilkan net katabolisme dan degenerasi diskus.

Cedera pada diskus intervertebralis dapat menginduksi sel diskus

memproduksi mediator inflamasi interleukin 1β (IL-1β) dan TNFα. IL-1β adalah

sitokin utama yang bertanggung jawab memperluas respon inflamasi dari diskus,

dan telah ditunjukkan bahwa peningkatan dari level IL-1β meningkat dengan

keparahan dari degenerasi diskus (Julio,1997). IL-1β menyebabkan katabolisme

dengan meningkatkan ekspresi gen matriks metalloproteinase 3 (MMP-3), MMP-

13 dan ADAMTS-4 dan menurunkan gen anabolik untuk homeostasis matriks

(seperti aggrecan, kolagen tipe II, dan kolagen tipe I). Selain itu IL-1β juga

menginduksi nitrit oksida (NO), IL-6 dan Prostaglandin E2 (PGF2), yang nantinya

mempercepat kaskade inflamasi menuju net katabolisme dan mempercepat

9

kaskade inflamasi. IL-6 secara spesifik ditemukan menurunkan kolagen dan RNA

aggrecan, juga sintesis dari proteoglikan. IL 6 juga meningkatkan ekspresi gen

dari MMP-3 dan TNFα.

TNF-α adalah sitokin utama yang lain yang bertanggung jawab untuk

peningkatan kaskade katabolik. Sama seperti IL-1β, TNF-α juga mengubah

keseimbangan homeostatis dari protein matriks. TNF-α menurunkan ekspresi gen

dari aggrecan dan kolagen tipe II tetapi meningkatkan ekspresi MMP-1, MMP-3

dan MMP-13 dan juga ADAMTS-4 dan ADAMTS-5. TNF-α juga menstimulasi

IL-6, IL-8 dan PGE2. TNF-α juga ditemukan meningkat pada pasien dengan

degenerasi diskus intervertebralis

2.2.5 Respon terhadap Kaskade Inflamasi

Cedera pada diskus seperti robekan pada annulus fibrosus, mengubah

karakteristik histologis dari diskus. Studi histologis dari pasien dengan nyeri

diskogenik menunjukkan jaringan granulasi bervaskular di sepanjang robekan

annular. Jaringan bervaskular ini meluas dari bagian luar annulus, melalui bagian

dalam annulus sampai ke nukleus pulposus. Jaringan granulasi yang baru

mengandung peningkatan jumlah dari Vascular Endothelial Growth Factor

(VEGF), Fibroblast Growth Factor (FGF) dan Transforming Growth Factor 1β

(TGF-1β) jika dibandingkan dengan diskus yang tidak cedera. Vaskularisasi yang

baru dari diskus membiarkan penghantaran dari makrofag dan sel mast sebagai

sitokin inflamasi tambahan. Selain untuk aktifitas katabolik primer, makrofag juga

menginduksi peningkatan ekspresi dari sitokin inflamasi terutama IL-6 dan IL-8.

10

Sebuah jalur yang rumit menghubungkan sitokin-sitokin ini mencapai puncak

progresi dari respon inflamasi dan katabolik di dalam diskus tersebut.

Neurogenesis terjadi bersamaan dengan angiogenesis pada diskus yang

cedera. IL-1β dan TNF-α dilepaskan oleh sel annular yang cedera dan

menyebabkan peningkatan regulasi Nerve Growth Factor (NGF) dan Brain-

derived Neurotrophic Factor (BNP) dalam nukleus pulposus. Molekul-molekul

ini menginduksi pertumbuhan dari axon sensoris dan neuron sensori nosiseptif,

dan peningkatan kelangsungan hidup neural. Neuron yang baru akan

menginnervasi diskus intervertebralis, dan berkontribusi terhadap nyeri

diskogenik. Selain menstimulasi pertumbuhan dari serat saraf, NGF juga

mensensitisasi nosiseptor yang menyebabkan hiperalgesia. Nyeri ini akan

diperburuk oleh mediator inflamasi yang mengiritasi ujung saraf yang baru,

sehingga meningkatkan gejala hiperalgesia.

Tabel 2.1 Molekul Inflamasi yang terlibat dalam Degenerasi Diskus

Molekul

Inflamasi

Molekul Inflamasi Mekanisme Aksi

IL-1β Interleukin 1 Beta Molekul inflamasi mayor dalam

degenerasi spinal

Meningkatkan katabolisme dengan

meningktakan ekspresi untuk MMP,

ADAMTS, NO, IL-6, PGE2, IL-1β

Menurunkan anabolisme dengan cara

11

menurunkan proteoglikan dan RNA

kolagen

Up-regulasi NFG, BDGF, VEGF,

sensitisasi serat saraf

TNF-α Tumor Necrosis Factor

Alpha

Molekul inflamasi mayor dalam

degenerasi spinal

Meningkatkan katabolisme dengan

meningktakan ekspresi untuk MMP,

ADAMTS, NO, PGE2, IL-6, IL-8

Menurunkan anabolisme dengan cara

menurunkan proteoglikan dan RNA

kolagen

Up-regulasi NFG, BDGF, VEGF,

sensitisasi serat saraf, memicu

ossifikasi ligamentum flavum

IL-6 IL-6 Menurunkan sintesis kolagen dan

proteoglikan

INOS Inducible Nitric Oxide

Synthase

Mengkatalisis sintesis dari NO yang

bereaksi dengan superoksida untuk

membuat oxidant yang merusak sel,

mengurangi produksi proteoglikan,

dan memicu ossifikasi ligamentum

flavum

12

PGE2 Prostaglandin 2 Menurunkan sintesis proteoglikan,

mensensitisasi serat saraf, memicu

fibrosis dan ossifikasi ligamentum

flavum

MMP Matrix Metalloproteinases Protease yang mendegradasi satu dari

beberapa komponen matriks

ekstraseluler

ADAMTs A Disintegrin-like and

Metalloprotease with

Thrombospondin Tipe 1

motifs

Metalloproteinase spesifik yang

memerintahkan degradasi

proteoglikan

Tabel 2.2 Protein Katabolik yang terlibat dalam Degenerasi Diskus

Protein

Katabolik

Inhibitor Mekanisme Aksi dari Inhibitor

IL-1β IL-1 receptor antagonist

(IL1-Ra)

Soluble IL-1 receptor

(Domain ekstraselular

dari reseptor IL-1 tipe

II)

Produksi inhibitor IL-1 disekresi oleh

sel imun, epitel, sel stromal, adiposit, dan

hepatosit

IL-1R menghambat IL-1β dalam 2 tahap

mencegah pemrosesan dari propeptid dan

memblok interaksi IL-1β matur dengan

reseptor IL-1 Tipe 1

13

TNF-α TNF-α monoclonal

antibody

Inhibitor dari TNF-α

convertase enzyme

(TACE)

Reseptor TNF-α terlarut atau berikatan

dengan reseptor TNF-α transmembran

Menghambat TACE mencegah aktivasi

dari TNF-α dan molekul proinflamasi lain

IL-6 IL-6 receptor antibody Antibodi monoclonal yang melawan

reseptor IL-6

MMP Tissue inhibitors of

Metalloproteinase

(TIMP)

Secara natural terlarut dan inhibitor yang

berikatan dengan membran dari

metalloproteinase

ADAMTs Tissue inhibitors of

Metalloproteinase

(TIMP)

Secara natural terlarut dan inhibitor yang

berikatan dengan membran dari

metalloproteinase

PGE2 Cyclooxygenase (COX)

inhibitors

Menghambat konversi dari asam

arachidonat menjadi prostaglandin

Cedera pada diskus mengganggu homeostasis normal diskus dan

menyebabkan perubahan mekanis dari tulang belakang. Hal ini menggambarkan

tahap disfungsi dari klasifikasi Kirkaldy-Willis dan Farfan. Perubahan dalam

pembebanan meningkatkan kebutuhan dalam jaringan musculoskeletal dan

menurunkan stabilitas seluruh tulang belakang. Diskus intervertebralis merespon

peningkatan beban mekanis dengan remodeling arsitektur yaitu dengan sklerosis

14

ditambah dengan osteofit dalam upaya untuk menstabilkan kembali, jadi

berprogesi ke tahap akhir dari klasifikasi Kirkaldy-Willis dan Farfan. Kehilangan

dari proteoglikan menyebabkan penurunan tinggi diskus dan penurunan resistensi

terhadap kompresi. Pembebanan abnormal dari tulang belakang menyebabkan

kehilangan organisasi dari matriks normal dan meningkatkan kematian sel dalam

annulus dan end plate kartilagenus.

2.3 Osteoarthritis (OA) Lumbal

2.3.1 Karakteristik OA

Karateristik OA adalah rusaknya tulang rawan dan perubahan dari

subchondral bone. OA lumbal adalah proses degenerasi tulang belakang pada

daerah lumbal yang melibatkan three joint complex, yang ditandai dengan

penyempitan diskus intervertebralis, terbentuknya osteofit dan degenerasi pada

facet joint.Ketiga komponen ini saling mempengaruhi dan menimbulkan keluhan

nyeri pinggang. Kirkaldy – Willis dan Parfan (1983) mengajukan 3 tanda klinis

dan stadium biomekanik pada degenerasi tulang belakang yaitu : discdysfunction,

instability dan stability. Degenerasi tulang belakang meliputi Disc Degeneration

(DD), facet joint OA (OA Facet joint), perubahan komponen otot dan proses

degenerasi pada ligament (Fujiwara et all, 2000)

2.3.2 Patofisiologi OA lumbal

Proses OA diawali dengan adanya abnormalitas pada biomekanik dan/atau

tulang rawan. Setelah itu banyak faktor yang akan mempengaruhi terjadinya OA

15

yaitu : mechanotransduction, adanya peranan dari protease, protease inhibitor dan

sitokin dalam terjadinya degradasi tulang rawan dan mekanisme perbaikan tulang

rawan, serta adanya kontribusi berbagi faktor risiko seperti obesitas, usia, deposisi

mineral, hormonal dan kontrol neurogenik abnormal.

OA lumbal merupakan proses yang sama dengan OA pada sendi

diarthrodial lainnya. Degenerasi tulang rawan akan berujung menjadi

pembentukan erosi yang awalnya fokal hingga difus, dengan sklerosis dari tulang

subkondral. Hipertrofi facet, malalignment apopyseal, dan pembentukan osteofit

dapat menyebabkan penyempitan pada canalis spinalis atau foramen

intervertebralis dan dapat menyebabkan stenosis central atau lateral. Destabilisasi

dari three joint complex (diskus intervertebralis dan dua sendi facet) dapat

menyebabkan intabilitas spondilolistesis degeneratif dan skoliosis.

Beberapa penelitian menyebutkan adanya perubahan degeneratif yang

lebih sering pada sendi facet superior daripada sendi facet inferior. Kerusakan

tulang rawan terjadi terutama pada margin permukaan sendi, bagian sentral

umumnya tetap baik. Facet superior sering menunjukkan kerusakan pada kutub

superior, dimana saat gerakan flexi facet inferior akan menyebabkan tekanan

maksimal. Facet bagian inferior menunjukkan kerusakan tulang rawan baik pada

superior maupun kutub inferior, dimana kontak tulang antara kutub inferior dari

facet inferior dan lengkungan dari facet superior dapat terjadi pada gerakan

ekstensi.

DePalma dkk menemukan bahwa pembentukan osteofit lebih jarang pada

sendi facet daripada defek tulang rawan. Dan lebih sering terbentuk pada facet

16

superior pada margin lateral dimana kapsul dorsal menempel (DePalma,2006).

Kapsul cenderung menjadi lebih kecil dan tipis dengan adanya perubahan

degeneratif pada sendi facet lumbal, gerakan sendi kemungkinan akan terbatas

oleh karena perubahan struktur pada kapsul tersebut.

Kista sinovial, suatu pengantongan dari membran sinovial dari sendi facet,

awalnya didefinisikan sebagai suatu kista para-artikular sekunder dari proses yang

terjadi akibat proses degeneratif (Barry,1997). Kista sinovial terutama ditemukan

pada sendi facet L4-L5 (65%), juga pada L5-S1 (31%) dan L3-L4 (4%). Kista ini

dapat membentuk suatu struktur kistik berbatas tegas dengan kalsifikasi pada

dinding kista. Pada penelitian oleh Doyle dan Merriles terhadap 303 MRI pada

populasi yang simptomatik, ditemukan adanya kista sinovial yang secara

independen berhubungan dengan meningkatnya grade dan frekuensi OA sendi

facet (Doyle,2004). Mereka juga mendapatkan tidak adanya hubungan antara

terjadinya kista sinovial dengan beratnya derajat diskus.

Hipertrofi dari prosesus artikularis juga telah disebutkan dalam beberapa

penelitian sebagai tanda dari OA sendi facet, dimana sering disebut hipertrofi

sendi facet. Namun Barry dan Lievesley pada penelitian terhadap CT dari 100

pasien, menemukan bahwa dari 13 pasien dengan sendi facet degeneratif dan

dengan diskus yang normal tidak ditemukan adanya pembesaran pada sendi facet

dibandingkan dengan 35 pasien dengan penyakit diskus. Mereka menyimpulkan

bahwa istilah hipertrofi sendi facet tidak digunakan bila ditemukan kelainan OA

pada CT, oleh karena sendi ini tidak lebih besar daripada sendi facet normal

(Barry,1997).

17

2.3.3 Imaging Pada OA lumbal

Metode diagnostik standar yang digunakan untuk mengevaluasi degenerasi

lumbal adalah dengan foto polos, CT scan dan MRI. Foto polos, bila tidak disertai

dengan gambaran oblik tidak banyak membantu dalam menegakkan degenerasi

lumbal. Gambaran oblik mempunyai sensitivitas 55% dan spesifisitas 69% dalam

membedakan ada atau tidaknya gambaran penyakit pada sendi facet. Untuk

membedakan gambaran penyakit yang ringan, sedang dan berat, gambaran oblik

mempunyai spesifisitas yang lebih tinggi yaitu 94%, tetapi memiliki sensitivitas

yang lebih rendah, yaitu 23%. Oleh karena sendi facet terletak dalam posisi oblik

dan memiliki konfigurasi melengkung hanya bagian yang paralel dengan sinar x

yang tampak. Foto polos juga memiliki keterbatasan yang signifikan dalam

mendeteksi OA Lumbal pada fase awal. Oleh karena itu foto polos selain mudah

didapatkan, murah dan relatif tidak berbahaya, sangat baik digunakan untuk

skrining awal dari OA Lumbal (Pathria,1987).

Pemeriksaan radiografi awal pada pasien dengan keluhan nyeri yang

disebabkan oleh kelainan pada sendi facet lumbal adalah foto polos yang meliputi

gambaran AP. Lateral dan Oblik. Konfigurasi yang melengkung dan orientasi

sagital dari sendi facet lumbal mengurangi kegunaan dari proyeksi lateral dan

frontal. Namun dari proyeksi lateral, pemeriksa bisa mendapatkan informasi yang

berguna dari profi isthmus seperti defek dari pars interartikularis, dan juga dapat

menunjukkan angulasi pada sendi facet. Proyeksi oblik 45 derajat yang dilakukan

dengan mengarahkan sinar paralel terhadap sendi facet cukup untuk mendiagnosis

kelainan pada sendi facet lumbal (Varlotta,2010).

18

Gambar 2.2 Gambaran foto polos oblik tulang belakang lumbal.

Sendi facet tampak tervisualisasi secara jelas pada view ini. Level L3-L4

menunjukkan gambaran sendi facet yang normal (panah tebal). L4-L5

menunjukkan gambaran sendi facet yang menyempit dan mengalami proses

degenerasi (panah tipis). (Varlotta et al., 2010).

Dibandingkan dengan foto polos, CT scan meningkatkan kemampuan

diagnostik dari sendi facet karena kemampuannya untuk menggambarkan sendi

facet pada potongan aksial dan dengan kontras yang tinggi antara struktur tulang

dan jaringan lunak sekitarnya. Kelainan-kelainan yang dapat dievaluasi dari CT

antara lain adalah pembentukan osteofit,hipertrofi prosesus artikularis, penipisan

tulang rawan, fenomena sendi vakum, kista sinovial dan subkondral, dan

kalsifikasi dari kapsul sendi. Oleh karena CT menggambarkan detail dari tulang

19

lebih jelas dan relatif murah, CT merupakan metode pilihan untuk imaging dari

OA lumbal.

Beberapa penelitian telah menggambarkan bahwa MRI kurang akurat

untuk mengevaluasi OA sendi facet dibandingkan dengan CT. Fujiwara dan

kawan-kawan mendapatkan bahwa MRI cenderung lebih merendahkan derajat

keparahan OA dibandingkan dengan CT (Fujiwara,1999). MRI kurang sensitif

dalam menggambarkan batas korteks dari tulang, dan penipisan dari tulang rawan

tidak dapat diukur secara akurat dengan MRI oleh karena efek volume parsial dan

artifak pergeseran kimia. Leone dan kawan-kawan menemukan bahwa CT secara

jelas menggambarkan tanda karakteristik dari arthropati, walaupun tidak bisa

menilai kerusakan tulang rawan pada fase awal proses degeneratif.

2.4 Hubungan antara Osteoarthritis, Usia dan Jenis Kelamin

Usia merupakan salah satu faktor risiko terjadinya OA, terutama usia tua.

Baik itu pada laki-laki maupun pada perempuan. Namun perempuan, terutama

perempuan menopause, memiliki risiko yang lebih tinggi dikarenakan faktor

hormonal, yang hingga saat ini masih banyak diteliti. Menopause berasal dari kata

men dan pauseis yang berasal dari bahasa Yunani yang pertama kali digunakan

untuk menggambarkan berhentinya haid (Prawirodihardjo,2003). Menopause

adalah terhentinya siklus menstruasi secara permanen oleh karena penurunan

sekresi hormon oleh ovarium yang dapat terjadi secara natural atau disebabkan

karena operasi, kemoterapi atau radiasi. Menopause dapat dikatakan natural bila

20

seseorang mengalami amenorrhea (tidak mengalami siklus haid) selama 12 bulan

dan tidak terdapat kelainan patologis (Nelson,2005).

Menopause dibagi menjadi 3 tahapan. Fase pra menopause berawal antara

usia 40 tahun dan merupakan jangka waktu sebelum terjadi fase peri menopause.

Fase peri menopause merupakan saat berlangsungnya perubahan siklus menstruasi

dan endokrin, namun belum mencapai 12 bulan amenorrhea. Fase terakhir adalah

post menopause yang dimulai saat menstruasi terakhir, tetapi baru disadari setelah

terjadi amenorrhea selama 12 bulan (Prawirodihardjo,2003; Nelson,2005).

Prevalensi OA pada perempuan dan laki-laki adalah mirip hingga usia 50

tahun, tetapi setelah itu lebih banyak terjadi pada perempuan (Sniekers,2010).

Kellgren dan Moore mendeskripsikan sebagai menopausal arthritis pada

kelompok perempuan dengan Heberden’s node yang karakteristik timbulnya

gejala dan keterlibatan pada sendi-sendi dengan onset yang cepat. Dinamakan

Primary Generalised Osteoarthritis. Pada penelitian berbasis populasi, kelompok

perempuan dengan umur pertengahan, kejadian OA lebih banyak terjadi pada fase

peri dan post menopause. Dari beberapa penelitian tersebut menyimpulkan bahwa

adanya hubungan antara onset terjadinya OA dan menopause (Sniekers,2010).

Terjadinya OA pada kebanyakan perempuan dengan umur pertengahan

masih belum dapat diketahui secara pasti penyebabnya. Namun beberapa sumber

mengaitkan dengan perubahan hormon saat terjadinya menopause. Salah satunya

yaitu estrogen. Estrogen memiliki efek langsung pada jaringan sendi, karena

adanya reseptor estrogen pada kondrosit tulang rawan manusia.

21

2.5 Osteoarthritis dan IL-6

2.5.1 IL-6

IL-6 dahulu dikenal dengan sebagai IFN-β2, hepatocyte stimulating factor

dan plasmacytoma growth factor merupakan sitokin yang berfungsi pada imunitas

bawaan maupun didapat. IL-6 dibentuk oleh banyak sel dan mempengaruhi

banyak sasaran. Sumber utama dari IL-6 adalah makrofag dan limfosit didaerah

inflamasi. IL-6 dapat juga diproduksi oleh sel tulang dibawah pengaruh hormone

osteotropik (PTH, 1,25- Dihidroksi vitamin D3) dan Interleukin-1. Selain

berperan dalam proses imunologi dan inflamasi, IL-6 juga berperan penting

dalam metabolisme tulang melalui induksi osteoklastogenesis dan merangsang

aktifitas osteoklas. IL-6 meningkatkan pembentukan sel osteoklas, terutama

apabila kadar hormone estrogen menurun (Hashizume,2011). IL-6 menstimulasi

pembentukan precursor osteoklas dari unit pembentuk koloni granulosit makrofag

dan meningkatkan jumlah osteoklas in vivo, yang menyebabkan peningkatan

resorpsi tulang, yang berkontribusi pada perubahan spondiloarthrosis dan

degenerasi diskus intervertebralis (Hoy S et al, 2012). Demikian pula Ershler,

Harman & Keller (2002) menemukan peningkatan IL-6 pada penuaan dan

penderita menopause. Sehingga diduga bahwa IL-6 merupakan salah satu sitokin

yang memegang peranan penting dalam proses penyerapan tulang, melalui

pengaruh aktivitas sel osteoklas, termasuk pada tulang subchondral.

Pada OA membran sinovial, sitokin yang memiliki peranan penting adalah

interleukin (IL)-1β, Tumor Necrosis Factor (TNF)-α, IL-6, Leucemic Inhibitor

Factor (LIF) dan IL-17. IL-6 berperan dalam patofisiologi terjadinya OA melalui

22

tiga cara yaitu meningkatkan jumlah sel inflamasi pada jaringan synovial,

menstimulasi proliferasi kondrosit, dan meningkatkan efek IL-1 dalam

peningkatan sintesis Matrix Metalloproteinase (MMP) serta penghambatan

produksi proteoglikan.

2.5.2 Hubungan antara IL-6 dan OA

Sitokin mempunyai peranan yang penting di dalam degenerasi tulang

rawan sendi (Tsuchida,2012). Beberapa sitokin memiliki peranan di dalam

patogenesis terjadinya OA. Studi dari Kaneko dkk serta Sohn dkk yang mana

mengobservasi peningkatan kadar IL-6 dan IL-8 dalam serum dan cairan sendi

menghasilkan kesimpulan bahwa terjadinya peningkatan kadar sitokin dalam

darah dan cairan sendi pada penderita OA (Livshits, et al, 2009). Pada penelitian

lainya, peningkatan mediator inflamasi, termasuk IL-6, ditemukan pada serum dan

cairan synovial pada pasien OA (tsuchida,2012). Peranan IL-6 pada OA masih

merupakan kontroversi. Peningkatan IL-6 saat proses inflamasi, mengaktifkan sel

B, sel T dan memediasi inflammatory cells menuju lokasi terjadinya inflamasi. Di

sisi yang lain, blokade pada reseptor IL-6 sangat efektif di dalam pengobatan

Rheumatoid Arthritis (Jones et al, 2010). Namun pada zymosan-induced model

dari sendi yang terjadi inflamasi, diteliti bahwa IL-6 memiliki peranan ganda yaitu

mengurangi kehilangan proteoglycan pada fase akut, tetapi menimbulkan

terjadinya osteofit pada fase kronik (Van de Loo et al, 1997). Pada penelitian

lainnya, ditemukan pada tikus dengan defisiensi IL-6 menunjukkan peningkatan

23

kadar kerusakan tulang rawan pada spontaneus aging model (de Hooge et al,

2005).

Cedera pada diskus intervertebralis dapat menginduksi sel diskus

memproduksi mediator inflamasi : IL-1β, dan TNF-α. IL-1β adalah sitokin utama

yang bertanggung jawab memperluas respon inflamasi dari diskus, dan telah

ditunjukkan bahwa peningkatan dari level IL-1β meningkat sesuai dengan

keparahan degenerasi diskus. Selain itu IL-1β juga menginduksi nitrit oksida

(NO), IL-6 (IL-6) dan Prostaglandin E2 (PGF2) yang nantinya akan mempercepat

kaskade inflamasi.