Post on 06-Mar-2019
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. ALASAN PEMILIHAN JUDUL
Energi listrik merupakan salah satu sumber daya energi yang dibutuhkan
manusia untuk menompang kinerja dari seluruh aktivitas yang dilakukan.
Keberlangsungan berbagai macam aktivitas sangat bergantung kepada tersedianya
energi listrik. Namun seiring dengan meningkatnya pertumbuhan penduduk dan
pesatnya pertumbuhan ekonomi, kebutuhan akan energi listrik semakin
meningkat. Pada tahun 2010, pertumbuhan permintaan listrik Jawa Tengah baru
mencapai 6,5%, namun saat ini pertumbuhan permintaan listrik terus meningkat
hingga mencapai rata-rata 7-8% per tahun, sementara beberapa pembangkit yang
ada di Jawa Tengah, seperti Tanjung Jati, Rembang, Cilacap dan Tambak Lorok
belum mampu mencukupi permintaan pasokan kelistrikan untuk Pulau Jawa saat
ini,1 sehingga dirasa perlu untuk melakukan penambahan pembangkit listrik
dalam rangka memenuhi pasokan energi listrik di Pulau Jawa, khususnya di
Provinsi Jawa Tengah, selain itu juga diharapkan pembangunan pembangkit listrik
yang baru dapat memenuhi kebutuhan energi listrik di masa mendatang.
Namun pihak PT. PLN memiliki keterbatasan dalam berinvestasi di sektor
kelistrikan sehingga rencana pembangunan Pembangkit Listrik dengan Tenaga
1 Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. 2012. Antisipasi Peningkatan Kebutuhan, PLN
Segera Proses PLTU Jawa Tengah. http://www.esdm.go.id/berita/39-listrik/3380-antisipasi-
peningkatan-kebutuhan-pln-segera-proses-pltu-jawa-tengah.html. 7 September 2012.
2
Uap (PLTU) berkapasitas 2x1000 MW dirancang dengan pola Kerjasama
Pemerintah Swasta (KPS)2, yaitu dengan PT.Bhimasena Power Indonesia
(perusahaan patungan antara J-Power, Adaro, Itochu) selaku perusahaan
pemenang tender proyek pembangunan PLTU yang akan membiayai
pembangunan PLTU di Kabupaten Batang, Jawa Tengah.3
Rencana Pembangunan PLTU di Kabupaten Batang akan memanfaatkan
wilayah daratan dan wilayah lautan. Wilayah darat akan menempati Desa
Karanggeneng, Kecamatan Kandeman, Kabupaten Batang, sementara wilayah
lautan akan menempati daerah Kawasan Laut Ujungnegoro-Roban. Padahal
daerah Kawasan Laut Ujungnegoro-Roban telah ditetapkan sebagai kawasan
lindung nasional berupa Taman Wisata Alam Laut (TWAL) berdasarkan
Lampiran VIII Nomor 311 Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 dan
Pasal 46 ayat (2) Perda Jateng Nomor 6 Tahun 2010, dan juga sebagai Kawasan
Konservasi Laut Daerah (KKLD) berupa kawasan perlindungan terumbu karang
berdasarkan Pasal 36 ayat (3) Perda Kabupaten Batang Nomor 7 Tahun 2011.
Dengan demikian apabila konstruksi pembangunan PLTU tetap
ditempatkan di kawasan tersebut, maka lokasi pembangunan tersebut tidak sesuai
dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) baik di tingkat nasional, provinsi,
2 Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor.13 Tahun 2010 Tentang Perubahan atas Peraturan
Presiden Nomor 67 Tahun 2005 Tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha Dalam
Penyediaan infrastruktur.
Pasal 1 ayat (5): Proyek Kerjasama adalah Penyediaan Infrastruktur yang dilakukan melalui
Perjanjian Kerjasama atau pemberian Izin Pengusahaan antara Menteri/Kepala Lembaga/Kepala
Daerah dengan Badan Usaha.
Pasal 1 ayat (6): Perjanjian Kerjasama adalah kesepakatan tertulis untuk Penyediaan Infrastruktur
antara Menteri/Kepala Lembaga/ Kepala Daerah dengan Badan Usaha yang ditetapkan melalui
pelelangan umum.
3 PT.PLN (Persero). 2011. Proyek PLTU Jawa Tengah 2×1000 MW.
http://www.pln.co.id/?p=3878. 3 September 2012.
3
maupun kabupaten. Untuk itu dalam rangka memberikan kepastian hukum atas
pelaksanaan rencana tersebut, maka persoalan terkait calon lokasi rencana
pembangunan PLTU ini perlu dikaji lebih lanjut sehingga dapat diketahui apakah
calon lokasi rencana pembangunan ini telah tepat atau justru bertentangan dengan
Peraturan Perundang-undangan sebagaimana diuraikan diatas, sebab hal ini terkait
erat dengan izin akan pembangunan PLTU tersebut.
Atas penjelasan sebagaimana dipaparkan diatas, penulis tertarik untuk
melakukan penelitian dengan judul “Kajian Yuridis Terhadap Rencana
Pembangunan PLTU di Kabupaten Batang (Ditinjau Dari Rencana Tata
Ruang Wilayah Nasional, Provinsi Jawa Tengah, dan Kabupaten Batang)”
B. LATAR BELAKANG MASALAH
Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang
udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat
manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara
kelangsungan hidupnya.4
Dalam kehidupan sehari-hari, penggunaan ruang dalam kehidupan
manusia merupakan hal yang tidak dapat dihindari. Ruang merupakan suatu
kebutuhan yang sangat penting dalam rangka menunjang kehidupan manusia di
seluruh sektor. Kebutuhan akan ruang semakin lama semakin meningkat, hal ini
disebabkan oleh beberapa faktor, diantarnya adalah pesatnya pertambahan
4 Pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
4
penduduk, industrialisasi, urbanisasi, serta kerakusan manusia dalam
memanfaatkan ruang.5 Namun perlu diketahui bahwa ketersediaan ruang tidak tak
terbatas sementara kebutuhan akan ruang tak terbatas.6 Untuk itu sangat penting
dilakukan penataan ruang secara bijaksana sehingga ruang yang ada dapat
dimanfaatkan dengan maksimal untuk kebutuhan saat ini dan generasi mendatang.
Dalam rangka mewujudkan penataan ruang7 yang baik, maka rencana tata
ruang memegang peranan yang sangat penting. Untuk itu, setiap kegiatan
pemanfaatan ruang tentunya harus sesuai dengan rencana tata ruang yang telah
ditetapkan, termasuk rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap
(selanjutnya disebut PLTU) yang akan didirikan di Desa Karanggeneng,
Kecamatan Kandeman, Kabupaten Batang.
Desa Karanggeneng merupakan salah satu desa dari empat desa (Desa
Ponowareng, Ujungnegoro, Wonorekso dan Roban) yang dijadikan sebagai
wilayah pembangunan PLTU, dimana nantinya konstruksi bangunan PLTU akan
menempati posisi darat dan laut. Lokasi di darat yakni di Desa Karanggeneng,
sementara lokasi di laut akan menempati lokasi Pantai Ujungnegoro-Roban.
Lokasi tempat rencana pembangunan PLTU inilah yang kemudian
menimbulkan persoalan terkait ruang. Pertama, lokasi pembangunan di darat akan
5 Kustadi. 2011. Pengembangan Hukum Tata Ruang dan Prospeknya di Masa Mendatang. Jurnal
Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Kristen Satya Wacana, hlm. 265.
6 Penjelasan Undang-undang No 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang.
7 Menurut Pasal 1 angka 5 Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang., yang
dimaksud dengan penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan
ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.
5
mengenai tanah sawah irigasi teknis (sawah subur makmur) seluas 124,5 hektar di
Desa Karanggeneng, hal ini jelas mempengaruhi perekonomian masyarakat
sekitar, mengingat bahwa mata pencaharian terbesar bagi sebagian besar
masyarakat di Desa Karanggeneng adalah bertani.8 Kedua, penetapan lokasi di
kawasan laut Ujungnegoro-Roban tidak sesuai dengan RTRW, sebab Kawasan
Laut Ujungnegoro-Roban telah ditetapkan sebagai Kawasan Lindung Nasional9
berupa Taman Wisata Alam Laut Daerah Pantai Ujungnegoro-Roban berdasarkan
Lampiran VIII Nomor 311 Peraturan Pemerintah Nomor 26 tahun 2008 dan Pasal
46 ayat (2) huruf e Perda Jawa Tengah Nomor 6 Tahun 2010, sekaligus ditetapkan
sebagai kawasan Konservasi Laut Daerah perlindungan terumbu karang
berdasarkan Pasal 36 ayat 3 Perda Kabupaten Batang Nomor 07 Tahun 2011.
8Analisis Dampak PLTU Terhadap Ekonomi Masyarakat Buruh Tani di Desa Karanggeneng,
Kecamatan Kaandeman, Kabupaten Batang 2012.
9 Berdasarkan Pasal 1 angka 21 Undang-undang Nomor 27 Tahun 2007 jo. Pasal 1 angka 1
Keputusan Presiden Nomor 32 tahun 1990, yang dimaksud dengan kawasan lindung adalah
wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang
mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan.
Penetapan Kawasan Laut Ujungnegoro-Roban Sebagai Kawasan Lindung
Perda Kabupaten
Batang No. 7 Tahun
2011 tentang tentang
RTRW Kab. Batang
Batang
PP No. 26 Tahun
2008 tentang RTRW
Nasional
Perda Jateng No. 6
Tahun 2010 tentang
RTRW Provinsi Jateng
Taman Wisata Alam Kawasan Konservasi Laut
Daerah
Taman Wisata Alam
6
Terkait lokasi darat, berdasarkan surat Menteri Pekerjaan Umum Nomor
TR.03 03-MN/23710
telah disampaikan bahwa rencana pembangunan PLTU di
lokasi daratan wilayah Kabupaten Batang telah sesuai dengan arahan pemanfaatan
ruang sebagaimana diatur dalam PP Nomor 26 Tahun 2008 Tentang RTRWN,
Perda Jawa Tengah Nomor 6 Tahun 2010 Tentang RTRW Provinsi Jawa Tengah,
dan Perda Kabupaten Batang Nomor 7 Tahun 2011 Tentang RTRW Kabupaten
Batang.
Terkait lokasi laut perlu memperhatikan RTRW yang telah menetapkan
kawasan laut Ujungnegoro-Roban sebagai kawasan lindung nasional. Penetapan
kawasan ini sebagai kawasan lindung didasarkan pada hasil penelitian pakar
kelautan dan perikanan UNDIP Semarang yang kemudian ditetapkan dalam
Keputusan Bupati Batang Nomor 523/283/2005 tentang Penetapan Kawasan
Konservasi Laut Daerah Pantai Ujungnegoro-Roban Kabupaten Batang.
Setelah diterbitkannya Keputusan Bupati Batang Nomor 523/283/2005,
diterbitkanlah PP Nomor 26 Tahun 2008 dan Perda Jateng Nomor 6 Tahun 2010,
yang menetapkan Kawasan Pantai Ujungnegoro-Roban sebagai Taman Wisata
Alam Laut (TWAL) Ujungnegoro-Roban.
Kemudian pada tahun 2011, melalui Perda Kabupaten Batang Nomor 7 Tahun
2011, daerah Pantai Ujungnegoro-Roban juga ditetapkan sebagai Kawasan
Konservasi Laut Daerah (KKLD) berupa kawasan perlindungan terumbu karang.
10
Dalam hal ini, Menteri Pekerjaan Umum bertindak selaku ketua tim pelaksana Badan
Koordinasi Penataan Ruang Nasional (BKPRN) Nomor TR.03 03 MN/237.
7
Namun dalam perkembangannya, Keputusan Bupati Batang Nomor 523/283/2005
kemudian dirubah dengan Keputusan Bupati Batang Nomor 523/306/2011 tentang
Penetapan Kawasan Konservasi Laut Daerah Pantai Ujungnegoro-Roban dengan
merubah titik koordinat batas terluar Kawasan Konservasi Perairan Daerah
(KKPD) menjadi dari Ujung Negoro Kecamatan Kandeman- Karangasem Utara
Kecamatan Batang.
Setelah Keputusan Bupati Batang Nomor 523/306/2011 diberlakukan, tidak lama
setelahya dilakukan perubahan kembali, sebab keputusan tersebut masih
menggunakan istilah KKLD. Istilah KKLD tidak dikenal dalam regulasi kawasan
konservasi di Indonesia sehingga selain menimbulkan ketidakpastian hukum, juga
akan mempersulit implementasi dari keputusan tersebut.11
Selain itu keputusan ini
juga belum disesuaikan dengan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang
Pengelolaan Kawasan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dan Peraturan Menteri
Kelautan dan Perikanan Nomor 17 Tahun 2008 tentang Kawasan Konservasi di
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.12
Berdasarkan pertimbangan tersebut,
maka pada tahun 2012 dilakukan perubahan kembali dengan ditetapkannya
Keputusan Bupati Batang Nomor 523/194/2012 tentang Percadangan Kawasan
Taman Pesisir Ujungnegoro-Roban.
Dengan diberlakukannya Keputusan Bupati Batang Nomor 523/194/2012 tentang
Percadangan Kawasan Taman Pesisir Ujungnegoro-Roban, maka Keputusan
11
Adji Samekto dkk., Pendapat hukum Rencana Perubahan dari KKLD menjadi Taman Pesisir.
Semarang 4 Mei 2012.
12
Ibid.
8
Bupati Batang Nomor 523/283/2005 yang kemudian dirubah dengan Keputusan
Bupati Batang Nomor 523/306/2011 dinyatakan tidak berlaku.
Setelah perubahan tersebut dilakukan, Pemerintah Kabupaten Batang kemudian
menyampaikan usulan kepada Menteri Kelautan dan Perikanan untuk menetapkan
kawasan konservasi pesisir di Kabupaten Batang.
Menanggapi usulan tersebut, kemudian Menteri Kelautan dan Perikanan
mengeluarkan Keputusan Nomor KEP.29/MEN/2012 tentang Penetapan Kawasan
Konservasi Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil Ujung Negoro-Roban Kabupaten
Batang di Provinsi Jawa Tengah.
Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor KEP.29/MEN/2012 yang
kemudian dijadikan dasar hukum oleh PT. Bhimasena Power Indonesia
(selanjutnya disebut PT.BPI) untuk memantapkan rencana pembangunan PLTU di
wilayah Kawasan Laut Ujungnegoro. Dengan adanya keputusan yang dikeluarkan
oleh Menteri Kelautan dan Perikanan, maka rencana pembangunan PLTU jelas
tidak melanggar peraturan terkait RTRW sebab melihat dari titik koordinat yang
ditetapkan dalam keputusan tersebut, konstruksi pembangunan PLTU tidak
mengenai Kawasan Lindung sebagaimana ditetapkan dalam 3 Peraturan terkait
RTRW sebagaimana diuraikan diatas.
Padahal keputusan ini justru bertentangan dengan PP No. 26 Tahun 2008, Perda
Jawa Tengah No. 6 Tahun 2010, dan Perda Kabupaten Batang Nomor 7 Tahun
2011 sebab keputusan tersebut telah menggeser wilayah teritorial kawasan
9
lindung Daerah Pantai Ujungnegoro-Roban. Berdasarkan asas ‘lex superiori
derogat lex inferiori’13
, ketentuan yang lebih tinggi mengenyampingkan
ketentuan-ketentuan yang lebih rendah. Dalam hal ini Keputusan Menteri
Kelautan dan Perikanan Nomor KEP.29/MEN/2012 bertentangan dengan
Undang-undang yang lebih tinggi yaitu PP Nomor 26 Tahun 2008, Perda Jawa
Tengah No. 6 Tahun 2010, dan Perda Kabupaten Batang Nomor 7 Tahun 2011,
dan sebagai akibatnya keputusan menteri tersebut tidak mengikat serta tidak dapat
dijadikan dasar hukum yang memberi kewenangan terkait penentuan lokasi
rencana pembangunan PLTU.
13
Denny Indrayana, Negara Antara Ada dan Tiada, PT. Kompas Media Antara, Jakarta, 2008,
hlm. 169.
10
Gambaran singkat terkait penetapan kawasan Laut Ujungnegoro-Roban
sebagai kawasan Lindung.
Merubah
Kawasan Laut Ujungnegoro-Roban Merupakan Kawasan Lindung
Tahun 2005
PP No. 26 Tahun
2008 � Taman
Wisata Alam Laut
Perda Jateng No.
6 Tahun 2010 �
Taman Wisata
Alam Laut
Tahun 2010
Tahun 2008
Tahun 2012
Tahun 2011
Keputusan Menteri Kelautan dan
Perikanan No. KEP.29/MEN/2012
Keputusan Bupati Batang 523/283/2005 �
KKLD
Keputusan Bupati Batang 523/306/2011 �
KKLD
Batasan Terluar Kawasan Konservasi
Perairan Daerah
Dirubah
Keputusan Bupati Batang 523/194/2012 �
Percadangan Kawasan Taman Pesisir
1. Istilah KKLD tidak dikenal dalam regulasi
kawasan konservasi di Indonesia.
2. belum disesuaikan dengan UU No. 27
Tahun 2007 dan Permen Kelautan dan
Perikanan No. 17 Tahun 2008.
Menggeser wilayah teritorial kawasan
lindung (3 RTRW)
11
Fokus penelitian pada skripsi ini akan membahas 2 isu. Pertama, terkait dengan
Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor KEP.29/MEN/2012, apakah
dapat dijadikan dasar yang menentukan lokasi rencana pembangunan PLTU.
Kedua, terkait dengan lokasi rencana pembangunan PLTU Batang di darat dan
laut, apakah telah sesuai dengan RTRW Nasional, Provinsi Jawa Tengah, dan
Kabupaten Batang.
C. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas maka penulis akan
merumuskan masalah yang akan menjadi dasar dan fokus dari penulisan ini, yaitu:
1. Apakah lokasi rencana pembangunan PLTU Batang sesuai dengan rencana
tata ruang wilayah yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun
2008, Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2010 dan Peraturan Daerah Nomor 7
Tahun 2011 ?
2. Apakah keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor
KEP.29/MEN/2012 dapat dijadikan dasar yang memberi kewenangan untuk
menentukan lokasi rencana pembangunan PLTU ?
12
D. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui apakah rencana
pembangunan PLTU di Kabupaten Batang telah sesuai dengan rencana
tata ruang wilayah.
E. KEGUNAAN PENELITIAN
1. Kegunaan teoritis
Dengan penelitian ini, diharapkan dapat menambah pengetahuan
masyarakat luas, serta diharapkan hasil penelitian ini dapat
menyadarkan masyarakat akan pentingnya pelaksanaan kegiatan dan
pembangunan yang sesuai dengan rencana tata ruang, sehingga
nantinya pembangunan serta kegiatan yang dilaksanakan dapat
memberikan kesejahteraan dan tidak hanya dapat dimanfaatkan
generasi ini, tetapi berlanjut untuk generasi mendatang.
2. Kegunaan Praktis
Dengan penelitian ini, diharapkan dapat memberikan masukan bagi
pelaksanaan pembangunan PLTU di Batang.
13
F. METODE PENELITIAN
1. JENIS PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan dalam mengkaji permasalahan
hukum dalam penelitian ini adalah penelitian hukum. Dalam penelitian
hukum ini pendekatan yang penulis gunakan adalah statute approach,
yaitu dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang
bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani.14
2. BAHAN HUKUM
Bahan hukum dalam penelitian ini terdiri dari :
1. Bahan-bahan hukum primer, yaitu berupa peraturan perundang
undangan yang berkaitan dengan penataan ruang, yaitu :
a) Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945
b) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang
Penataan ruang
c) Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 Tentang
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
d) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 Tentang
Ketenagalistrikan
14
Peter Mahmud Marzuki. Penelitian Hukum. Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2006, hlm.
93.
14
e) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang
Pemerintah Daerah
f) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
g) Peraturan Pemerintah Nomor 26 tahun 2008 Tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional
h) Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 Tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah,
Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah
Kabupaten/Kota
i) Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 6 Tahun
2010 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Jawa tengah
Tahun 2009-2029
j) Peraturan Daerah Kabupaten Batang Nomor 07 Tahun
2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten
Batang Tahun 2011-2031
k) Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 17
Tahun 2008 Tentang Kawasan Konservasi di Wilayah
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
2. Bahan hukum sekunder, yaitu berupa tulisan-tulisan para ahli
dibidang hukum dalam bentuk karya ilmiah, buku teks, hasil
15
penelitian, jurnal-jurnal hukum, majalah-majalah dan artikel-
artikel.
3. UNIT AMATAN DAN ANALISIS
a. Unit Amatan
Yang menjadi unit amatan dalam penelitian ini adalah lokasi rencana
pembangunan PLTU.
b. Unit Analisis
Yang menjadi unit analisa dalam penelitian ini adalah Peraturan
Perundang-undangan yang berkaitan dengan penataan ruang.