Post on 18-Aug-2018
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Mesir merupakan sebuah negara yang menciptakan sejarah dan kisah
yang beraneka ragam, mulai dari kisah cinta hingga kuasa, mulai dari kisah
ilmu pengetahuan hingga peradaban kemanusiaan. Oleh karena itu, negara ini
dijuluki sebagai Ibu Dunia (ummu ad-dunya>) karena dianggap sebagai tolak
ukur peradaban dunia yang menyimpan ribuan cerita di dalamnya (Sholeh,
2013: 213). Akan tetapi, pada tahun 2011–2013 Mesir diguncang dengan
adanya sebuah transisi menuju demokrasi yang memicu terjadinya sebuah
revolusi.
Sebelum revolusi terjadi di Mesir, Negara Tunisia merupakan negara
pertama yang menjadi tempat lahirnya revolusi di wilayah Timur Tengah.
Gelombang revolusi yang terjadi di Dunia Arab inilah yang kemudian sering
disebut sebagai Arab Spring. Istilah tersebut jika diartikan secara literal
bermakna pemberontakan Arab, sedangkan pendapat lain mengemukakan
bahwa Arab Spring merupakan istilah untuk kebangkitan Dunia Arab atau
pemberontakan yang dimulai di Tunisia pada musim semi, Desember 2010
(Kompasiana, 2012).
Sejak saat itu Arab Spring tidak hanya terjadi di Tunisia dan Mesir,
melainkan semakin meluas hingga ke negara-negara lain, seperti Libya,
2
Yaman, Bahrain, Suriah, Oman, Aljazair, Irak, Yordania, Maroko, Kuwait,
Lebanon, Arab Saudi, Sudan, dan Sahara Barat. Pemberontakan demi
pemberontakan yang terjadi di negara-negara Arab tersebut memiliki tujuan
yang hampir sama, yaitu ingin menggulingkan diktator yang berkuasa di
negara Timur Tengah (Agastya, 2013: 11).
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa Arab Spring adalah
sebentuk protes massa yang bertujuan menggulingkan, menurunkan,
melengserkan, serta mengkudeta para pemimpin negara karena telah bertindak
diktator, otoriter, korup, dan menindas rakyat dalam memimpin (Agastya,
2013: 12). Hal tersebut sesuai dengan keadaan yang dialami Negara Mesir
karena awal mula terjadinya revolusi bersumber dari keinginan masyarakat
Mesir yang menuntut agar kepemimpinan diktator dan otoriter segera dihapus.
Dilihat dari sejarah Arab Spring, Mesir adalah satu-satunya negara
Timur Tengah yang mengalami revolusi dua kali dalam dua tahun. Hingga
penelitian ini selesai dilakukan, peristiwa tersebut belum pernah terjadi di
negara mana pun dalam konteks Arab Spring. Kedua revolusi tersebut
mengakibatkan munculnya aksi demonstrasi secara besar-besaran di Negara
Mesir (Agastya, 2013: 42).
Demonstrasi pertama terjadi pada tanggal 25 Januari 2011. Hampir
seperempat juta rakyat Mesir memenuhi alun-alun Tah}ri>r Square di Kairo
untuk menuntut agar Presiden Muḥammad Ḥusni Sa‘i>d Muba>rak yang telah
3
memerintah negara tersebut sejak 14 Oktober 1981 segera turun dari
jabatannya. Tuntutan rakyat terpenuhi dengan mundurnya Presiden Muba>rak
pada tanggal 11 Februari 2011 (Tamburaka, 2011: 66–76).
Adapun demonstrasi kedua terjadi pada 30 Juni 2012, tepat satu tahun
setelah dilantiknya presiden baru Mesir, Muḥammad Muḥammad Mursī ʻĪsa
al-‘Ayyāṭ yang merupakan pimpinan organisasi Ikhwa>nul Muslimi>n. Salah
satu yang melatarbelakangi revolusi Mesir kedua ini ialah Mursī dianggap
tidak mampu memberikan harapan dalam pemulihan stabilitas ekonomi. Hal
lain yang mendorong terciptanya revolusi Mesir ialah adanya tiga kekuatan
besar yang mencoba untuk mengkudeta kepemimpinan Mursī, yakni kekuatan
liberal, nasionalis, dan sekuler. Mereka menganggap bahwa kekuatan
Ikhwa>nul Muslimīn menjadi kekuatan yang ditakuti oleh Barat, sehingga
organisasi ini harus segera dihapus dan orang-orang yang berada di dalamnya
harus dilengserkan (Agastya, 2013: 70).
Selama revolusi Mesir berlangsung, secara khusus demonstran
mengecam tindakan yang dilakukan oleh pemerintah dengan menggunakan
kalimat berupa sindiran, ancaman, dan harapan. Mereka menggunakan media
pamflet, brosur, baliho, spanduk, dan poster yang bertujuan untuk
menggambarkan ekpresi protes mereka terhadap pemerintah melalui bahasa.
Salah satu media yang efektif dan efisien adalah pamflet. Pamflet
dinilai lebih efektif karena demonstran dapat menuliskan gagasan atau ide
4
yang ada di pikiran mereka secara spontan tanpa perlu memikirkan unsur seni
tulis maupun unsur seni rupanya, sedangkan dinilai lebih efisien karena tidak
memakan banyak tempat dan biaya. Adapun dalam pembuatannya, informasi
dalam pamflet ditulis dalam bahasa yang ringkas dan dimaksudkan agar
mudah dipahami dalam waktu singkat (Slametrianto, 2009: 1).
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Tim Penyusun, 2013: 1006)
disebutkan bahwa pamflet adalah surat selebaran. Namun menurut Riski
(2012), pamflet diartikan sebagai tulisan yang dapat disertai dengan gambar
atau tidak disertai gambar, tanpa penyampulan maupun penjilidan, yang
dicantumkan pada selembar kertas di satu sisi atau kedua sisinya yang
bertujuan untuk mempengaruhi massa. Adapun menurut arti yang negatif
(peyoratif), pamflet adalah surat selebaran untuk menyerang seseorang atau
mitra tutur dengan cara membusuk-busukkan atau menghinanya. Pamflet juga
telah menjadi alat penting bagi protes politik dan kampanye.
Bahasa yang digunakan dalam pamflet dapat berupa kata, kalimat,
maupun frasa yang berbentuk sindiran, kecaman, protes, atau bahkan
ungkapan rasa kecewa yang disampaikan oleh para demonstran. Bahasa yang
dipahami sebagai kekhasan tersebut memunculkan beberapa spekulasi yang
tentu saja harus saling berkaitan. Kemudian dari fenomena-fenomena tersebut
muncul praanggapan yang dapat dibuktikan dengan melihat realita yang ada.
Inilah yang disebut dengan praanggapan dalam ranah kajian pragmatik atau
biasa disebut dengan presuposisi. Candrawati (2011: 8) menyebutkan bahwa
5
presuposisi dibutuhkan dalam melakukan interaksi percakapan yang efektif
dan efisien (seperti yang terdapat dalam pamflet), karena semakin banyak
presuposisi yang dibagi bersama oleh penutur dan mitra tuturnya, diasumsikan
akan semakin efektif dan efisien komunikasi yang berlangsung.
Berdasarkan pendapat tersebut, maka pamflet demonstrasi Arab
Spring yang terjadi di Negara Mesir, dapat diteliti berdasarkan sudut pandang
analisis presuposisinya dengan menitikberatkan pada jenis-jenis presuposisi
serta pengklasifikasian pamflet demonstrasi Arab Spring di Negara Mesir
berdasarkan modus kalimatnya. Adapun objek material dalam penelitian ini
adalah pamflet-pamflet yang digunakan dalam demonstrasi Arab Spring,
khususnya saat revolusi yang terjadi dua kali dalam dua tahun di Mesir,
sedangkan objek formalnya adalah bahasa yang terdapat dalam objek material
dan kemudian dianalisis menggunakan presuposisi.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya, maka
permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. apa saja jenis presuposisi yang digunakan dalam pamflet
demonstrasi Arab Spring di Negara Mesir,
b. apa saja modus kalimat yang digunakan pada presuposisi dalam
pamflet demonstrasi Arab Spring di Negara Mesir,
c. apa maksud dari pamflet-pamflet tersebut.
6
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian tentang presuposisi dalam pamflet demonstrasi Arab Spring
di Negara Mesir memiliki tiga tujuan utama, yaitu :
a. mengetahui jenis-jenis presuposisi yang digunakan dalam pamflet
demonstrasi Arab Spring di Negara Mesir,
b. mendeskripsikan berbagai bentuk modus kalimat yang mengacu
pada presuposisi menurut kajian yang digunakan dan sesuai
dengan objek materialnya,
c. mendeskripsikan maksud dari pamflet-pamflet tersebut.
1.4 Tinjauan Pustaka
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh peneliti saat ini, berkaitan
dengan beberapa penelitian yang sudah pernah dilakukan sebelumnya.
Penelitian yang terkait dengan dunia politik, pernah diteliti oleh Rahayu
(2002) dalam tesisnya yang berjudul “Analisis Wacana Kampanye Politik”.
Salah satu pembahasan dalam penelitian tersebut ialah penggunaan bahasa
dalam kampanye politik, di mana bahasa merupakan ruang pergelaran kuasa-
kuasa tertentu yang dapat menggeser praktik-praktik sehingga menyebabkan
punahnya suatu orde tatanan sosial lama dan menciptakan orde tata sosial
baru, dengan bahasa sebagai rezim yang berkuasa. Jadi, dalam hal ini bahasa
dijadikan sebagai alat komunikasi politik. Komunikasi politik tidak bisa
dilepaskan dari adanya bahasa yang mengarah pada penyampaian pesan,
7
himbauan, harapan, dan permintaan yang dikemas dengan menggunakan
lambang-lambang atau pesan-pesan yang dapat mewakili ide atau pikiran para
penuturnya.
Penelitian presuposisi/praanggapan pernah dilakukan oleh Paramytha
(2009), mahasiswa Prodi Indonesia, UI Jakarta dalam skripsinya
“Praanggapan dalam Film Janji Joni”. Penelitian tersebut menghasilkan
kesimpulan tentang pendeskripsian praanggapan-praanggapan yang muncul
dalam adegan film dan juga pengklasifikasian jenis-jenis praanggapan yang
didukung oleh konteks situasi, partisipan, dan pengetahuan bersama. Film
tersebut memunculkan lima jenis praanggapan sesuai dengan teori Yule
(2006: 46), di antaranya praanggapan eksistensial, praanggapan faktual/faktif,
praanggapan non-faktual/non-faktif, praanggapan leksikal, dan praanggapan
berkebalikan/konterfaktual. Hanya jenis praanggapan struktural-lah yang tidak
muncul dalam adegan film tersebut.
Berkaitan dengan objek material yang digunakan, penelitian terhadap
pamflet pun sudah pernah dilakukan sebelumnya dalam skripsi yang berjudul
“Jenis Tindak Tutur Perintah Mematikan Handphone dalam Pamflet-Pamflet
pada Masjid-Masjid di Kota Isma>‘iliyyah” yang ditulis oleh Maulani tahun
2010. Penelitiannya menghasilkan kesimpulan bahwa pragmatik merupakan
studi bahasa tentang pengungkapan maksud penutur dalam suatu bahasa yang
8
dipengaruhi oleh konteks yang mendukungnya. Konteks yang dimaksudkan
adalah konteks sosial dan konteks sosietal.
Konteks tersebut dapat dipahami melalui tulisan yang terdapat dalam
pamflet-pamflet perintah mematikan handphone di masjid-masjid yang ada di
Kota Ismā‘iliyyah, Mesir. Berdasarkan konteksnya, maka dapat ditentukan
jenis tindak tutur yang digunakan. Sesuai dengan tujuan penggunaannya,
pamflet-pamflet pada masjid-masjid di Kota Ismā‘iliyyah dimaksudkan untuk
memerintahkan kepada mitra tutur agar mematikan handphone ketika
memasuki masjid agar tidak mengganggu kekhusyu’an sholat.
Sementara itu, penelitian yang berkaitan dengan presuposisi juga telah
dilakukan pada jenjang Strata 2 prodi Linguistik oleh Candrawati pada tahun
2011. Adapun judul penelitiannya “Implikatur dan Presuposisi dalam
Interaksi Berbahasa (Studi Kasus terhadap Tuturan Tokoh Utama dalam
Dwilogi Film Before Sunrise dan Before Sunset)”. Penelitian ini
menyimpulkan bahwa dalam film Before Sunrise dan Before Sunset terdapat
dua kelompok besar mengenai presuposisi, yaitu: presuposisi yang berhasil
diidentifikasi melalui pemicu presuposisinya, dan kegagalan presuposisi yang
dibuat oleh pelaku tutur (penutur).
Penelitian yang berkaitan dengan presuposisi dengan objek material
berbeda, dilakukan oleh Lestari (2012), salah satu mahasiswa Prodi Jerman,
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya UI Jakarta, dalam skripsinya berjudul
“Analisis Wacana Die Kofferbombe: Tinjauan Terhadap Gaya Bahasa, Prinsip
9
Kerja Sama, Presuposisi, dan Pemarkah Kohesi”. Hasil penelitian tersebut
ialah teks satire Die Kofferbombe menggunakan beberapa gaya bahasa,
terutama ironi dan hiperbola. Pelanggaran prinsip kerja sama yang terdapat
dalam teks ini digunakan satiris untuk menciptakan humor dan
menyampaikan kritiknya. Presuposisi muncul ketika salah satu tokoh (A)
menjadi salah tingkah karena ia dititipi sebuah koper oleh tokoh lain (B) yang
menurutnya adalah seorang teroris. Oleh karenanya, tokoh A menganggap
bahwa isi tas koper tokoh B adalah bom. Adapun pemarkah kohesi dalam teks
ini berfungsi untuk mengaitkan tema dengan isi cerita.
Senada dengan penelitian mengenai demonstrasi yang terjadi di
wilayah Timur Tengah (Arab Spring), juga telah dibahas sebelumnya oleh
Rokhman (2013) dalam skripsi “Wacana dalam Poster Demonstrasi
Pelengseran Presiden Suriah, Basysyār al-Asad”. Dalam penelitian tersebut
disimpulkan bahwa poster demonstrasi merupakan bentuk ungkapan kritik
seorang demonstran terhadap berbagai masalah yang berkembang di tengah-
tengah masyarakat. Umumnya subjek berupa kritikan terhadap kondisi sosial,
ekonomi, budaya, dan politik.
Mengacu pada hasil pengamatan di atas, penelitian mengenai keadaan
politik di negara Timur Tengah dengan menggunakan kajian pragmatik,
khususnya presuposisi, menarik untuk diteliti lebih lanjut. Oleh karena itu,
peneliti merasa terdorong dan termotivasi untuk melakukan penelitian tentang
10
hal yang berkenaan dengan presuposisi dalam pamflet demonstrasi Arab
Spring di Negara Mesir dengan analisis pragmatik.
1.5 Landasan Teori
A. Pragmatik
Penelitian ini menggunakan pendekatan pragmatik dengan konsep dasar
analisisnya berupa presuposisi atau lebih dikenal dengan sebutan
praanggapan. Parker (1986: 11) mendefinisikan pragmatik sebagai berikut:
Pragmatics is the study of how language is used to communicate.
Pragmatics is distinct from grammar, which is the study of the internal
structure of language. Pragmatics is the study of how language is used
to communicate.
‘Pragmatik merupakan sebuah ilmu yang mempelajari bagaimana
sebuah bahasa digunakan untuk berkomunikasi. Pragmatik berbeda
dengan tata bahasa yang merupakan kajian struktur bahasa secara
internal. Pragmatik adalah studi tentang bagaimana bahasa digunakan
dalam komunikasi.’
Hal serupa juga diutarakan oleh Wijana (1996: 1) yang memberikan
penjelasan bahwa pragmatik ialah cabang ilmu bahasa yang mempelajari
struktur bahasa secara eksternal, yakni bagaimana satuan kebahasaan itu
digunakan di dalam komunikasi. Leech (1993: ix) menambahkan bahwa
pragmatik dapat didefinisikan sebagai studi mengenai makna ujaran dalam
situasi-situasi tertentu. Oleh karenanya, pragmatik berbeda dengan tata bahasa
karena pragmatik pada intinya bersifat evaluatif dan berorientasikan tujuan.
11
Adapun pengertian pragmatik menurut Verhaar (2010: 14) ialah cabang
ilmu linguistik yang membahas tentang apa yang termasuk struktur bahasa
sebagai alat komunikasi antara penutur dan pendengar, dan sebagai pengacuan
tanda-tanda bahasa pada hal-hal “ekstralingual” yang dibicarakan.
Berkaitan dengan pragmatik sebagai pengacuan tanda-tanda bahasa
tersebut, Nah}lah (2011: 9) berpendapat bahwa pragmatik memfokuskan
kajiannya tentang hubungan tanda-tanda dengan penafsirannya.
Berdasarkan definisi yang telah dijelaskan, dapatlah diketahui bahwa
pragmatik adalah salah satu cabang linguistik yang mempelajari tentang
maksud ujaran sesuai dengan tanda-tanda bahasa, sehingga dapat dipahami
oleh penutur maupun mitra tutur sesuai konteks yang terdapat dalam tuturan
tersebut.
B. Presuposisi
Chaer dan Leoni (1995: 74) membagi empat fenomena dalam ranah
kajian pragmatik, yaitu: tindak tutur, deiksis, presuposisi, dan implikatur
percakapan. Adapun penelitian dalam pamflet demonstrasi Arab Spring di
Negara Mesir dilakukan menggunakan fenomena presuposisi. Presuposisi
(dalam tindak tutur) adalah makna atau informasi “tambahan” yang terdapat
dalam ujaran yang digunakan secara tersirat.
Di samping itu, pengertian presuposisi ialah sesuatu yang diasumsikan
oleh penutur sebagai kejadian sebelum menghasilkan suatu tuturan, karena
12
yang memiliki presuposisi adalah penutur, bukan kalimat (Yule, 2006: 43).
Sementara Cummings (1999: 42) menerangkan presuposisi merupakan
asumsi-asumsi atau inferensi-inferensi yang tersirat dalam ungkapan-
ungkapan linguistik tertentu. Namun tidak semua inferensi yang tersirat dalam
ungkapan-ungkapan linguistik tertentu merupakan praanggapan-praanggapan
yang tepat terhadap suatu ujaran. Oleh karena itu, dapat dipahami bahwa
presuposisi berarti suatu kesimpulan awal penutur sebelum melakukan
tuturan, dengan syarat apa yang akan disampaikan oleh penutur tersebut juga
dapat dipahami oleh mitra tutur.
Levinson (1983: 204–205) menyimpulkan bahwa definisi mengenai
presuposisi pragmatik mengandung dua hal pokok, yakni kesesuaian atau
kepuasan, dan pengetahuan bersama atau kesamaan/asumsi bersama.
Berkaitan dengan kegiatan tutur, Levinson (1983: 167) juga menyatakan
bahwa pada dasarnya presuposisi dalam pengambilan sejumlah kesimpulan
tidak didasarkan pada faktor semantik dalam arti sempit, tetapi lebih pada
faktor-faktor kontekstual yang sangat sensitif.
Menurut Wijana (2011: 37), sebuah kalimat dapat mempresuposisikan
dan mengimplikasikan kalimat yang lain. Sebuah kalimat dikatakan
mempresuposisikan kalimat yang lain jika ketidakbenaran kalimat yang kedua
(jika dipresuposisikan) mengakibatkan kalimat yang pertama (yang
mempresuposisikan) tidak dapat dikatakan benar atau salah.
13
Dengan demikian, secara singkat presuposisi dapat dikatakan sebagai
suatu ungkapan yang mempunyai nilai benar atau salah yang dibuktikan
ketika melihat realita yang ada, sehingga memunculkan makna tersirat yang
sama-sama dipahami oleh penutur dan mitra tutur. Pernyataan itu lebih lanjut
dapat dipertimbangkan melalui tuturan berikut:
a. Dia berhenti merokok = p
b. Dulu dia biasa merokok = q
c. p >> q
Rumus tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: Simbol ‘>>’ berarti ‘yang
dipra-anggapkan’. Pernyataan di atas diartikan bahwa p dianggap sebagai
kenyataan dan q sebagai presuposisi (Yule, 2006: 44).
Karena penelitian ini mengambil pamflet demonstrasi sebagai objek
materialnya dan presuposisi sebagai objek formalnya, maka penelitian ini
memfokuskan pada jenis presuposisi dan modus kalimat yang digunakan.
Menurut Yule (2006: 46–51), ada enam jenis presuposisi/praanggapan, yaitu :
a. Presuposisi Eksistensial : suatu praanggapan yang menunjukkan
eksistensi/keberadaan/jati diri referen yang diungkapkan dengan kata
yang definit (langsung). Contoh : Anjing Mary itu cantik (>> Mary
mempunyai seekor anjing).
b. Presuposisi Faktif : suatu praanggapan di mana informasi yang
dipraanggapkan mengikuti kata kerja dan dapat dianggap sebagai
14
kenyataan. Contoh : Kami menyesal mengatakan padanya (>> Kami
mengatakan padanya).
c. Presuposisi Leksikal : suatu praanggapan di mana makna yang
dinyatakan secara konvensional ditafsirkan dengan praanggapan
bahwa suatu makna lain dapat dipahami. Contoh : Anda terlambat lagi
(>> Sebelumnya Anda terlambat).
d. Presuposisi Non-Faktif : suatu praanggapan yang diasumsikan tidak
benar. Contoh : Saya bermimpi bahwa saya kaya (>> Saya tidak kaya).
e. Presuposisi Struktural : mengacu pada struktur kalimat-kalimat
tertentu dan telah dianalisis sebagai praanggapan secara tetap dan
konvensional bahwa bagian struktur itu sudah diasumsikan
kebenarannya. Hal ini tampak dalam kalimat tanya, secara
konvensional diinterpretasikan dengan kata tanya (kapan dan di mana)
sudah diketahui sebagai masalah. Contoh : Kapan dia berangkat? (>>
Dia berangkat).
f. Presuposisi Konterfaktual : berarti bahwa yang dipraanggapkan tidak
hanya tidak benar, tetapi juga merupakan kebalikan (lawan) dari benar
atau bertolakbelakang dengan kenyataan. Contoh : Andaikata Anda
temanku, Anda akan menolongku (>> Anda bukan temanku).
15
Dalam memahami suatu bahasa yang akan dikaji menurut penuturnya,
tidak cukup hanya diklasifikasikan berdasarkan jenis praanggapannya saja,
tetapi juga harus bisa dipahami berdasarkan modus kalimat yang digunakan
dalam pamflet tersebut. Tujuannya agar diketahui latar belakang terjadinya
tuturan tersebut. Modus merupakan pengungkapan atau penggambaran
suasana psikologis perbuatan, menurut tafsiran si pembicara atau sikap si
pembicara tentang apa yang diucapkannya (Chaer, 1994: 258). Adapun
macam-macam modus kalimat adalah sebagai berikut :
a. Modus indikatif atau modus deklaratif : modus yang menunjukkan sifat
obyektif atau netral. Contoh : Dia sudah berangkat. (Verhaar, 2010: 248)
b. Modus optatif : modus yang menunjukkan harapan atau keinginan. Di
dalam bahasa Indonesia, modus optatif menggunakan unsur leksikal,
seperti moga-moga, semoga¸ atau hendaknya. Contoh : Semoga ia
berhasil. (Verhaar, 2010: 254)
c. Modus imperatif : modus yang menyatakan perintah atau larangan.
Contoh : Pergilah ! (Verhaar, 2010: 257)
d. Modus interogatif : modus yang menyatakan pertanyaan.
Contoh : Apakah mereka datang terlambat? (Verhaar, 2010: 250)
e. Modus obligatif : modus yang menyatakan keharusan.
Contoh : Dia harus pergi. (Alwi, 1992: 115)
f. Modus desideratif : modus yang menyatakan keinginan/kemauan.
Contoh : Kami ingin belajar linguistik. (Verhaar, 2010: 254)
16
g. Modus kondisional : modus yang menyatakan persyaratan.
Contoh : Kalau nenek pergi, kakek pun akan pergi. (Chaer, 1994: 244)
Selain menjelaskan jenis presuposisi dan modus kalimat, penelitian ini
juga akan memaparkan maksud yang terkandung dalam bahasa pamflet
demonstrasi di Negara Mesir. Pengertian maksud menurut KBBI ialah: (1)
sesuatu yang dikehendaki, atau dapat diartikan pula sebagai tujuan; (2) arti;
makna (dari suatu perbuatan, perkataan, peristiwa) (Tim Penyusun, 2013:
865). Sehubungan dengan pragmatik, salah satu hal yang dikaji ialah maksud
penutur (speaker meaning) atau (speaker sense), sehingga maksud yang
diutarakan oleh penutur terikat dengan situsasi tutur (Wijana, 1996: 3).
Wijana (1996: 10–11) juga menyatakan bahwa terdapat sejumlah aspek yang
senantiasa harus dipertimbangkan dalam studi pragmatik yang dikemukakan
oleh Leech (1993: 20), di antaranya ialah aspek mengenai tujuan tuturan.
Bentuk-bentuk tuturan yang diutarakan oleh penutur dilatarbelakangi oleh
maksud dan tujuan tertentu, sehingga di dalam pragmatik, berbicara
merupakan aktivitas yang berorientasi pada tujuan (goal oriented activities).
Adapun bentuk-bentuk tuturan yang bermacam-macam dapat digunakan untuk
menyatakan maksud yang sama, atau bahkan sebaliknya. Oleh karena itu,
mitra tutur harus mampu memahami maksud yang disampaikan penutur guna
mencapai tujuan tersebut. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa maksud
adalah apa yang dikehendaki penutur.
17
Sebagaimana disebutkan dalam (1.3, c), bahwasanya salah satu tujuan
dalam penelitian ini ialah agar mengetahui maksud tuturan yang terdapat
dalam pamflet demonstrasi revolusi Mesir. Maksud tersebut dapat
tersampaikan jika antara penutur dan mitra tutur memiliki pemahaman dan
pengetahuan yang sama yang melatarbelakangi sebuah tuturan serta konteks
situasi yang terjadi dalam tuturan, sehingga apabila tidak terjadi
kesinambungan di dalamnya, maka maksud dari tuturan tersebut tidak akan
tersampaikan sebagaimana mestinya (Wijana, 2011: 15–16).
1.6 Metode Penelitian
Sebelum melakukan penelitian, peneliti harus dapat memilih dan
menentukan metode yang tepat dan mungkin dilaksanakan (feasible) guna
mencapai tujuan penelitian (Azwar, 2014: 19), sehingga metode juga harus
disesuaikan dengan teori yang digunakan. Bagian ini menjelaskan cara
penelitian yang akan dilakukan, yang di dalamnya mencakup bahan atau
materi penelitian, alat, jalan penelitian, variabel dan data yang hendak
disediakan dan analisis data (Mahsun, 2012: 72). Dalam penelitian ini akan
ditempuh tiga tahapan strategis, yaitu tahap penyediaan data, tahap analisis
data, dan tahap penyajian hasil analisis data (Sudaryanto, 1993: 5).
Pada tahap awal, peneliti melakukan pengamatan dan menyimak
penggunaan bahasa yang terdapat dalam pamflet-pamflet demonstrasi revolusi
Mesir. Adapun metode simak dilakukan dengan menyimak gambar-gambar
18
atau foto-foto pamflet yang diperoleh dari beberapa sumber yang berbeda,
yaitu: pertama, media elektronik berupa internet; www.almasryalyoum.com,
www.arrahmah.com, www.eramuslim.com, www.islamtimes.org, http://media.
elwatannews.com, www.muslimina.blogspot.com, www.republika.co.id, www.
sinaimesir.net. Kedua, media cetak berupa surat kabar harian yang terdapat di
Mesir; al-Ahra>m. Ketiga, berupa photostream yang diambil dari buku
dokumenter berjudul S|aurah ʻala> D{ifa>f an-Ni>l (A Presentation of Revolution
on the Nile - 25 January) cetakan tahun 2011.
Setelah dilakukan tahapan awal, maka dilanjutkan dengan teknik sadap
sebagai teknik dasarnya dan teknik catat sebagai teknik lanjutannya. Peneliti
menyadap penggunaan bahasa yang ada di dalam pamflet-pamflet tersebut,
lalu dilanjutkan dengan mencatat data yang diperoleh. Data yang dimaksud
berupa kata, frasa, kalimat (ujaran) yang dijadikan sebagai objek sasaran
penelitian. Dalam teknik catat, data yang telah diperoleh dicatat pada kartu
data. Setelah terkumpul, data yang terdapat pada kartu data diklasifikasikan
berdasarkan jenis dan bentuknya.
Pada tahap kedua, yakni tahap analisis data, terlebih dahulu dilakukan
pengelompokan data sesuai dengan jenisnya. Menurut Mahsun (2012: 117),
tahapan analisis data merupakan tahapan yang sangat menentukan, karena
kaidah yang mengatur keberadaan objek penelitian harus sudah diperoleh.
Metode yang digunakan pada tahap ini ialah metode kontekstual. Adapun
19
Wijana (1996: 10–11) menyatakan konteks yang demikian itu dapat disebut
dengan konteks situasi tutur (speech situational contex) yang dimiliki bersama
oleh penutur dan mitra tutur serta yang mendasari atau yang mewadahi sebuah
pertuturan.
Tahap akhir dari rangkaian penelitian ialah tahap penyajian hasil
analisis data. Sudaryanto (1986: 62) mengemukakan bahwa salah satu tahap
penyajian hasil analisis data dilakukan secara informal, yakni
mendeskripsikan hasil analisis dengan menggunakan perumusan yang
dituangkan dalam bentuk tulisan dengan menggunakan kata-kata biasa.
1.7 Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah pembaca mengetahui bagian-bagian penting
dalam penelitian, maka berikut akan dipaparkan mengenai sistematika
penulisan penelitian yang tersususun tiga bab, yaitu sebagai berikut :
Bab I berisi pendahuluan yang memuat 8 (delapan) sub-bab, yakni:
latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, landasan
teori, metode penelitian, sistematika penulisan, dan pedoman transliterasi
Arab-Latin.
Bab II berisi tentang analisis jenis-jenis presuposisi, modus kalimat,
dan maksud tuturan yang terdapat dalam pamflet demonstrasi Arab Spring di
Negara Mesir. Tentu saja jenis-jenis tersebut disesuaikan dengan analisis data
20
yang telah dilakukan sebelumnya guna mengetahui persamaan dan perbedaan
antar jenis presuposisi yang terdapat pada ranah kajian pragmatik.
Bab III berisi kesimpulan dari seluruh rangkaian penelitian.
1.8 Pedoman Transliterasi Arab-Latin
Pedoman transliterasi Arab-Latin yang digunakan dalam penelitian ini
berdasarkan Surat Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia No.: 158/1987 dan 0543
b/U/1987. Secara garis besar pedoman transliterasi Arab-Latin adalah sebagai
berikut.
1. Konsonan
Konsonan bahasa Arab yang dilambangkan dengan huruf hijaiyyah,
dalam transliterasi sebagian dilambangkan dengan huruf, sebagian dengan
tanda, dan sebagian lagi dengan huruf dan tanda sekaligus.
No Huruf Arab Nama Huruf Latin
Alif tidak dilambangkan ا 1
Ba Be ب 2
Ta Te ت 3
S|a Es (dengan titik di atas) ث 4
Jim Je ج 5
H{a Ha (dengan titik di bawah) ح 6
Kha Ka dan Ha خ 7
Dal De د 8
21
Z|al Zet (dengan titik di atas) ذ 9
Ra Er ر 10
Za Zet ز 11
Sin Es س 12
Syin Es dan Ye ش 13
S{ad Es (dengan titik di bawah) ص 14
D{ad De (dengan titik di bawah) ض 15
T}a Te (dengan titik di bawah) ط 16
Z}a Zet (dengan titik di bawah) ظ 17
ain ‘ (koma terbalik di atas)‘ ع 18
Gain Ge غ 19
Fa Ef ف 20
Qaf Qi ق 21
Kaf Ka ك 22
Lam El ل 23
Mim Em م 24
Nun En ن 25
Wawu We و 26
Ha Ha ه 27
Hamzah ’ (apostrof) ء 28
Ya Ye ي 29
22
2. Vokal
Vokal dalam bahasa arab terdiri atas vokal pendek, diftong, dan vokal
panjang. Adapun transliterasinya sebagai berikut.
Contoh: ب ت ك /kataba/ ان م /na>ma/ ف ي ك /kaifa/
/zaujun/ ز و ج /yasi>ru/ ي سي ر /su’ila/ سئل
ه ب /yaqu>lu/ ي قو ل /yaz\habu/ ي ذ
3. Ta’ Marbu>t}ah
a. Ta’ marbu>t}ah pada suku kata terbuka transliterasinya adalah /t/, contoh:
’raud}atul-at}fa>l‘ ال ف ط ل ا ة ض و ر
b. Ta’ marbu>t}ah pada suku kata tertutup transliterasinya adalah /h/, contoh:
ئنة ’nafsul-mut}mainnah‘ ن ف س ال مط م
Vokal Pendek Vokal Panjang Diftong
Arab Latin Arab Latin Arab Latin
...ى a ـ ai ...ي <a ...ا
...يـ i ـ i> و... au
... و u ـ u>
23
4. Syaddah (Tasydi>d)
Syaddah atau /tasydi>d/ ditransliterasikan dengan huruf yang sama dengan
yang mendapatkan syaddah itu. Contoh: huruf ‘Ba’ syaddah fath{ah{ pada
kata نا ب ر ‘rabbanā’
5. Kata Sandang
a. Kata sandang yang diikuti oleh huruf syamsiyyah ditransliterasikan
dengan huruf yang sama dengan huruf yang langsung mengikuti kata
sandang itu. Contoh:
اء س الن /an-nisā’u/
b. Kata sandang yang diikuti oleh huruf qamariyyah ditransliterasikan sesuai
dengan aturan yang digariskan sesuai dengan bunyinya. Contoh:
م ل الق /al-qalamu/
6. Hamzah
Hamzah ditransliterasikan dengan apostrof bagi hamzah yang terletak di
tengah ( ن و ذ خ ت ) “ta’khużūna” dan di akhir kata ( ء ي ش ) “syai’un”. Adapun
hamzah yang terletak di awal kata tidak dilambangkan ( إن) “inna”.
24
7. Penulisan Kata
Pada dasarnya setiap kata, baik fi‘l, ism, maupun h}arf, ditulis terpisah.
Hanya kata-kata tertentu yang penulisannya dengan huruf Arab sudah lazim
dirangkaikan dengan kata lain karena ada huruf atau harakat yang
dihilangkan, transliterasinya dirangkaikan dengan kata lain yang
mengikutinya. Contoh:
ي ق از الر ر ي خ و ل للا ن إ و
‘Wa innallāha lahuwa khair ar-rāziqīna’ atau
‘Wa innallāha lahuwa khairur-rāziqīna’.
Adapun dalam penelitian ini digunakan bentuk transliterasi yang
penulisannya dirangkaikan dengan kata lain, sehingga mengikuti contoh yang
kedua.
8. Huruf Kapital
Meskipun dalam sistem tulisan Arab huruf kapital tidak dikenal, dalam
transliterasinya huruf kapital digunakan dengan ketentuan Ejaan Yang
Disempurnakan. Contoh: ل و س ر ل إ د م م ام و ‘Wa mā Muh }ammadun illā rasūlun’