Post on 08-Mar-2016
description
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
World Health Organization (WHO) melaporkan pada tahun 2005 terdapat
536.000 wanita hamil meninggal akibat komplikasi kehamilan dan persalinan di
seluruh dunia. Angka Kematian Ibu (AKI) di Sub Sahara Afrika 270/100.000
kelahiran hidup, Asia Selatan 188/100.000 kelahiran hidup dan di negara-negara
ASEAN seperti Singapura 14/100.000 kelahiran hidup, Malaysia 62/100.000
kelahiran hidup, Thailand 110/100.000 kelahiran hidup, Vietnam 150/100.000
kelahiran hidup, Filipina 230/100.000 kelahiran hidup dan Myanmar 380/100.000
kelahiran hidup. Angka kematian ibu di Indonesia yaitu 420/100.000
kelahiranhidup, angka ini lebih tinggi dibandingkan negara-negara ASEAN
lainnya. Kematian ibu akibat komplikasi dari kehamilan dan persalinan tersebut
terjadi pada wanita usia 15-49 tahun diseluruh dunia.1
Dalam Kesepakatan Millenium Development Goals (MDGs) tahun 2000
Indonesia menetapkan target untuk menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI)
menjadi 102 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2015. Faktanya, sampai saat
ini bahwa kematian ibu dan angka kematian perinatal di Indonesia masih sangat
tinggi.2
Rasio kematian ibu di negara-negara berkembang pada tahun 2015 adalah
239 per 100 000 kelahiran hidup versus 12 per 100 000 kelahiran hidup di negara
maju. Ada perbedaan besar antara negara, dan antara perempuan dengan
penghasilan tinggi dan rendah dan mereka yang tinggal di pedesaan perempuan
dibandingkan daerah perkotaan.3
2
Risiko kematian ibu tertinggi untuk remaja perempuan berusia di bawah
15 tahun dan komplikasi pada kehamilan dan persalinan merupakan penyebab
utama kematian di kalangan remaja perempuan di negara-negara berkembang.4,5
Perempuan di negara-negara berkembang memiliki, rata-rata, lebih banyak
kehamilan daripada wanita di negara maju, dan risiko hidup mereka dari kematian
karena kehamilan lebih tinggi. Risiko seumur hidup seorang wanita kematian ibu
- probabilitas bahwa seorang wanita berusia 15 tahun akhirnya akan mati dari
penyebab ibu - adalah 1 di 4900 di negara-negara maju, dibandingkan 1 di 180
negara berkembang. Di negara-negara yang ditunjuk sebagai negara yang rapuh,
risikonya adalah 1 di 54; menunjukkan konsekuensi dari kerusakan dalam sistem
kesehatan.3
Kematian wanita merupakan akibat komplikasi selama dan setelah
kehamilan dan persalinan. Sebagian besar komplikasi ini berkembang selama
kehamilan dan kebanyakan dapat dicegah atau diobati. Komplikasi lain mungkin
ada sebelum kehamilan tetapi memburuk selama kehamilan, terutama jika tidak
dikelola sebagai bagian dari perawatan wanita. Komplikasi utama yang terhitung
hampir 75% dari semua kematian ibu adalah:6
- Pendarahan berat (kebanyakan perdarahan setelah melahirkan)
- Infeksi (biasanya setelah melahirkan)
- Tekanan darah tinggi selama kehamilan (pre-eklampsia dan eklampsia)
- Komplikasi dari persalinan
- Aborsi yang tidak aman.
Sisanya disebabkan oleh atau berhubungan dengan penyakit seperti
malaria, dan AIDS selama kehamilan.
Pre-eklampsia adalah gangguan multisistem dengan etiologi yang tidak
diketahui, khas pada kehamilan. Wanita dengan pre-eklampsia biasanya disertai
peningkatan tekanan darah dan proteinuria, tetapi kondisi ini juga berhubungan
dengan kelainan sistem koagulasi, gangguan fungsi hati, gagal ginjal dan
3
iskemia serebral.7 Komplikasi ini diperkirakan terjadi pada 3-8% kehamilan dan
merupakan penyebab utama morbiditas maternal, kematian perinatal dan
kelahiran prematur, meskipun hasilnya baik bagi kebanyakan wanita.8 Eklampsia,
adalah terjadinya satu atau lebih kejang yang disertai dengan sindrom pre
eklampsia, terjadi lebih jarang, merupakan penyulit pada 1 di 100-1700 kehamilan
di negara berkembang dan sekitar 1 dari 2.000 kehamilan di Eropa dan negara-
negara maju lainnya.7 Eklampsia merupakan kondisi yang serius dan mengancam
jiwa. Dibandingkan dengan pre-eklampsia, eklampsia membawa risiko yang lebih
tinggi terhadap kematian dan morbiditas serius bagi wanita dan bayinya. Di
Inggris, misalnya, 1 di 50 wanita dengan eklampsia mengalami kematian.9 Secara
keseluruhan, 10% -15% dari kematian ibu secara langsung berhubungan dengan
pre-eklampsia dan eklampsia.8
Pre-eklampsia adalah sindrom yang ditandai dengan hipertensi dan
proteinuria yang terjadi pada trimester kedua dan ketiga kehamilan. Hal ini dapat
menyebabkan disseminated intravascular coagulation (DIC), vasospasme, retensi
sodium, dan kejang; terjadinya kejang pada wanita pre-eklampsia menandai
timbulnya eklampsia.10
Etiologi dan patogenesis pre-eklampsia masih sulit dimengerti. Pre-
eklampsia ditandai dengan vasospasme, peningkatan resistensi pembuluh darah
perifer, dan penurunan perfusi organ. Terdapat beberapa bukti yang menyatakan
bahwamanifestasi pre-eklampsia yang bermacam- macam, termasuk perubahan
reaktivitas vaskular, vasospasme, dan kelainan berbagai sistem organ, berasal dari
perubahan patologis pada endotel vaskuler maternal.11,12
Pre-eklampsia harus dideteksi dan dikelola secara tepat sebelum timbulnya
kejang (eklampsia) dan komplikasi yang mengancam jiwa lainnya. Pemberian
obat-obatan seperti magnesium sulfat untuk pre-eklampsia dapat menurunkan
risiko wanita terkena eklampsia.3
4
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1 Definisi
Preeklamsia adalah suatu keadaan dimana terdapatnya peningkatan
tekanan cdarah, proteinuria yang terjadi pada usia kehamilan lebih dari 20
minggu. Peningkatan tekanan darah pada preeklamsia dimana tekanan darah
diastolik minimal 90 mmHg dan tekanan darah sistolik minimal 140 mmHg atau
terjadi peningkatan tekanan darah diastolik minimal 15 mmHg atau peningkatan
tekanan sistolik minimal sebesar 30 mmHg. Disebut hipertensi yaitu bila kenaikan
tekanan darah sistolik 30 mmHg dan kenaikan darah diastolik 15 mmHg dan
atau tekanan darah diastolik 90 mmHg atau tekanan sistolik 140 mmHg.
Tekanan darah diastolik penting sebagai indikator dalam pengelolaan preeklamsia
oleh karena tekanan diastolik mengukur tahanan perifer dan tidak tergantung
keadaan emosional pasien.13,14
Proteinuria yang menyertai gejala preeklamsia didefinisikan sebagai
keadaan terdapatnya 300 mg atau lebih protein di dalam urin selama 24 jam atau
100 mg/dL pada sekurang-kurangnya dua contoh urin yang diambil dengan
selang waktu 6 jam.13
Preeklamsia merupakan sindroma penurunan perfusi organ akibat
vasospasme dan aktivasi endotel yang spesifik pada kehamilan. Klasifikasi
gangguan hipertensi pada kehamilan yang direkomendasikan oleh National
Institutes of Health (NIH) Working Group on High Blood Pressure in Pregnancy
menyatakan kriteria diagnosis untuk preeklamsia adalah keadaan hipertensi dalam
kehamilan yang didiagnosis setelah umur kehamilan 20 minggu dan disertai
dengan proteinuria. Pada preeklamsia tanda proteinuria yang sangat penting.13,14,15
5
Edema sekarang tidak lagi menjadi tanda yang sahih untuk menegakkan
preeklamsia, karena edema bisa dijumpai pada wanita hamil. Sepertiga wanita
hamil timbul edema pada usia kehamilan 38 minggu dan tidak ada korelasi
statistik antara edema dan hipertensi.15
2.2 Epidemiologi
Pre-eklampsia adalah gangguan multisistem yang mempersulit 3% -8%
kehamilan di negara-negara Barat dan merupakan sumber utama morbiditas dan
mortalitas di seluruh dunia. Secara keseluruhan, 10% -15% dari kematian ibu
secara langsung berhubungan dengan preeklamsia dan eklamsia. Beberapa
temuan epidemiologi mendukung hipotesis dari etiologi genetik dan imunologi. 8
2.3 Faktor Risiko
Pre-eklampsia adalah gangguan utama pada kehamilan pertama
(primigravida). Faktor risiko lainnya termasuk multiple pregnancy, riwayat
preeklamsia pada kehamilan sebelumnya, hipertensi kronik, diabetes
pregestasional, penyakit vaskular dan jaringan ikat, nefropati, antiphospholipid
antibody syndrome, obesitas, umur 35 tahun, ras Amerika-Afrika, mola
hidatidosa, hidrops fetalis dan kelainan bawaan pada janin. Risiko pre-eklampsia
dari 2 kali lipat menjadi 5 kali lipat lebih tinggi pada wanita hamil dengan riwayat
ibu dengan gangguan ini. Tergantung pada etnis, kejadian pre-eklampsia berkisar
antara 3% sampai 7% pada nulipara sehat dan 1% sampai 3% pada multipara.
Selain itu, nulipara dan pasangan baru terbukti menjadi faktor risiko penting
(Tabel 1).8
Dataran tinggi juga telah terbukti meningkatkan kejadian pre-eklampsia,
dan dikaitkan dengan plasenta hipoksia yang lebih besar, diameter arteri uterina
yang lebih kecil, dan rendahnya aliran darah arteri rahim. Pre-eklampsia dapat
mengancam nyawa ibu dan janin, meningkatkan baik morbiditas dan mortalitas
6
janin dan ibu. Pada ibu, pre-eklampsia dapat menyebabkan penyakit
kardiovaskular prematur, seperti hipertensi kronis, penyakit jantung iskemik, dan
stroke di kemudian hari, sementara anak-anak yang lahir setelah kehamilan
preeklampsia dan yang relatif kecil saat lahir, memiliki peningkatan risiko stroke,
penyakit jantung koroner, dan sindrom metabolik dalam kehidupan dewasa.
Pengobatan kuratif satunya satunya adalah saat persalinan, manajemen harus terus
menyeimbangkan rasio risiko dan manfaat dari kelahiran prematur diinduksi dan
komplikasi ibu-janin. Skrining perempuan berisiko tinggi dan pencegahan
kekambuhan juga isu-isu kunci dalam pengelolaan pre-eklampsia.8
Tabel 1. Faktor resiko utama pre-eklampsia16
Faktor Resiko OR atau RR (95% CI)
Antiphospholipid antibody syndrome
Penyakit ginjal
Riwayat pre-eklampsia
Systemic lupus erythematosus
Nulipara
Hipertensi kronis
Diabetes Mellitus
Dataran tinggi
Kehamilan kembar
Riwayat keluarga : penyakit
kardiovaskular (penyakit jantung atau
stroke pada 2 kerabat tingkat pertama)
Obesitas
Riwayat keluarga: pre-eklampsia pada
kerabat tingkat pertama.
Usia lanjut saat hamil (>40 tahun)
9.7 (4.3-21.7)
7.8 (2.2-28.2)
7.2 (5.8-8.8)
5.7 (2.0-16.2)
5.4 (2.8-10.3)
3.8 (3.4-4.3)
3.6 (2.5-5.0)
3.6 (1.1-11.9)
3.5 (3.0-4.2)
3.2 (1.4-7.7)
2.5 (1.7-3.7)
2.3-2.6 (1.8-3.6)
1.68 (1.23-2.29) untuk nulipara
1.96 (1.34-2.87) untuk multipara
Park dan Brewster (2007) mengemukakan bahwa paternal-specific
antigen, peningkatan kadar testosteron, dan peningkatan kadar homosistein darah
juga merupakan faktor risiko terjadinya preeklamsia.17
7
2.4 Klasifikasi
Berikut ini merupakan klasifikasi dari preeclampsia (Tabel 2):
Tabel 2. Klasifikasi pre-eklampsia.18
Pre-eklampsia
Ringan Berat
- Tekanan darah 140/90 mmHg
- Kenaikan 30/15 mmHg sistolik-
diastolik
- BB naik melebihi batas normal
kg/minggu
- Proteinuria minimal: 300 mg/24
jam atau 1+ dipstik (
8
Disebut impending eclampsia bila pre-eclampsia berat disertai dengan gejala-
gejala subjektif berupa nyeri kepala hebat, gangguan visus, muntah-muntah, nyeri
epigastrium, dan kenaikan progresif tekanan darah.19
2.5 Patofisiologi
Penyebab hipertensi dalam kehamilan termasuk preeklamsia hingga kini
belum diketahui dengan jelas. Banyak teori telah dikemukakan tentang terjadinya
hipertensi dalam kehamilan, tetapi tidak ada satu pun teori tersebut yang dianggap
mutlak benar. Oleh karena banyaknya teori yang diajukan untuk mencari etiologi
dan patofisiologi maka oleh Zweifel (1922) penyakit ini disebut dengan the
disease of theories. Karena banyaknya teori dan tidak satupun dari teori
tersebut dapat menerangkan berbagai gejala yang timbul.8
Beberapa landasan teori dikemukakan sebagai berikut.8
1. Teori genetik
2. Teori imunologik
3. Teori iskemia uteroplasenter
4. Teori kerusakan endotek pembuluh darah
5. Teori radikal bebas
6. Teori trombosit
7. Teori diet
Secara singkat, teori teori tersebut dijabarkan sebagai berikut.
1. Teori Genetik8
Berdasarkan teori ini, komplikasi hipertensi pada kehamilan dapat
diturunkan pada anak perempuannya sehingga sering terjadi hipertensi
sebagai komplikasi kehamilannya. Sifat herediternya adalah resesif
sehingga tidak atau jarang terjadi pada menentunya.
9
Kejadian hipertensi pada kehamilan berikutnya atau ketiga akan makin
berkurang.
2. Teori imunologis8
Hasil konsepsi merupakan allegraf atau benda asing tidak murni karena
sebagian genetiknya berasal dari sel maternal, sehingga sebagian besar
kehamilan berhasil dengan baik sampai aterm dan mencapai ell health
mother dan well born baby.
Unsur benda asing hanya berasal dari pihak suami sehingga terdapat
beberapa kemungkinan terhadap hasil konsepsi:
- Terjadi adaptasi sempurna:
a. Janin bukan benda asing murni sehingga dapat diterima dalam
bentuk kehamilan sempurna.
b. Uterus tidak dipengaruhi oleh system imunologis umum sehingga
bersifat autonom dalam pengaturan imunologisnya.
c. Terjadi modifikasi respons imnunologis lokal uterus sehingga janin
dapat tumbuh kembang dengan sempurna.
- Terjadi penolakan total terhadap hasil konsepsi.8
a. Terjadi abortus berulang/habitualis dengan sebab yang sulit
diterangkan dengan baik.
b. Mungkin perlu dipertimbangkan terdapat antifosfolipid sebagai
bentuk penolakan hasil konsepsi tersebut.
- Proses pembentukan dan invasi sel trofoblas.8
a. Sel trofoblas berimigrasi menuju arterial spiralis dalam bentuk se
interstistialis dan sel endothelial sampai terjadi pembentukan
plasenta lengkap.
b. Tempat migrasi sel interstistial dan endothelial trofoblas pada
trimester pertama/plasenta lengkap hanya mencapai artria spiralis
pada desidua.
10
c. Sekitar 100-150, arteria spiralis mengalami invasi sel trofoblas
sehingga terjadi beberapa perubahan sebagai berikut.
- Resistensi arteri spiralis menurun.
- Lumen pembuluh darahnya menjadi lebih lebat.
- Tahanan pembuluh darah semakin rendah sehingga aliran
darah menuju placenta bed semakin besar seiring dengan
tumbuh kembangnya janin dalam uterus.
- Sistem retroplasenter sirkulasi sangat menguntungkan
pertukaran dan fungsi plasenta.
d. Pada kasus hipertensi dalam kehamilan dan IUGR, terdapat
kegagalan invasi-migrasi sel trofoblas masuk jauh dari arteria
miometrium.
3. Teori Iskemia region uteroplasenter8
J. Whitridge Williams, 1903, melaporkam dan mengemukakan hipotesis
tentang hipertensi pada kehamilan yang menyatakan bahwa terdapat toksin
yang menyebabkan terjadinya gejala pre-eklampsia dan eklampsia.
Dugaan tersebut ada benarnya mengingat saat itu belum dilakukan
penelitian yang menemukan penyebab pastinya.
Gambar 1. Kerusakan Pembuluh Darah pada Preeklampsia.13
11
Demikianlah Zweifel, 1922, menyebutkan preeklampsia/eklampsia
sebagai penyakit teoritis karena tidak dijumpai satu teori yang dapat
menerangkan semua gejala yang ditimbulkan secara kompleks.8
Hertig, 1945, melaporkan bahwa dijumpai timbunan lipid yang kaya akan
sel bergelembung yang ole Zeek dan Assali, 1950, disebut terjadi acute
atherosis. Ternyata bahwa bentuk yang diketemukan itu adalah perlukaan
pada dinding arterioli.8
4. Teori radikal bebas
Etiologi preeklamsia dan eklamsia masih belum jelas. Salah satu teori
yang dianut sebagai penyebab preeklamsia adalah teori iskemia plasenta,
radikal bebas, dan disfungsi endotel. Disfungsi sel endotel tampak sebagai
fitur sentral dalam patogenesis-fisiologi preeklamsia.
Kenaikan dari
penanda stres oksidatif telah terlibat merusak endotel pembuluh darah ibu
yang memicu terjadinya kenaikan tekanan diastolik yang selanjutnya
memperburuk kondisi pasien preeklamsia.
Ketidakseimbangan antara
kerusakan oksidatif dan pertahanan antioksidan dalam preeklamsia
menyebabkan disfungsi sel endotel.
Radikal bebas menyebabkan
terjadinya cedera seluler dikarenakan oleh peroksidase lemak, inaktivasi
enzim, kerusakan DNA dan degradasi dari protein struktural.8
Pada hipertensi dalam kehamilan terjadi kegagalan remodeling arteri
spiralis, yang mengakibatkan plasenta mengalami iskemia. Plasenta yang
mengalami iskemia dan hipoksia akan menghasilkan oksidan yang biasa
dikenal dengan radikal bebas.8
5. Teori Trombosit8
Agregasi sel-sel trombosit pada daerah endotel yang mengalami
kerusakan. Agregasi trombosit memproduksi tromboksan (TXA2) yaitu
suatu vasokonstriktor kuat. Dalam keadaan normal kadar prostasiklin lebih
banyak dari pada tromboksan. Sedangkan pada pre eklamsia kadar
12
tromboksan lebih banyak dari pada prostasiklin, sehingga menyebabkan
peningkatan tekanan darah.8
6. Teori diet proses terjadinya hipertensi dalam kehamilan8
Peranan kalium dalam hipertensi kehamilan sangat penting diperhatikan
karena kekurangan kalsium dalam diet dapat memicu terjadinya
hipertensi. Ibu hamil memerlukan sekitar 2-2 gram kalsium setiap hari.
Hal itu bertujuan untuk memenuhi kebutuhan kalsium. Kalsium berfungsi
untuk membantu pertumbuhan tulang janin, mempertahankan konsentrasi
dalam darah pada aktivitas kontraksi otot. Kontraksi otot pembuluh darah
sangat penting karena dapat mempertahankan tekanan darah.
Gambaran peranan kalsium dalam kontraksi otot dapat diuraikan
sebagai berikut.
Kekurangan kalsium berkepanjangan akan menyebabkan
ditariknya kalsium dari tulang dan otot untuk dapat memenuhi kebutuhan
kalsium janin.
Keluarnya kalsium dari otot dapat menimbulkan kelemahan:
1. Otot jantung yang melemahkan stroke volume.
2. Otot pembuluh darah yang menimbulkan vasokontriksi sehingga
terjadi hipertensi dalam kehamilan.
Beberapa hasil penelitian juga menunjukkan bahwa defisiensi gizi
berperan dalam terjadinya hipertensi dalam kehamilan. Penelitian terakhir
membuktikan bahwa konsumsi minyak ikan dapat mengurangi resiko pre
eklamsia. Minyak ikan banyak mengandung asam lemak tidak jenuh yang
dapat menghambat produksi tromboksan, menghambat aktivasi trombosit,
dan mencegah vasokonstriksi pembuluh darah.
13
Gambar 2. Patofisiologi hipertensi dalam kehamilan.18
14
2.6 Early Onset Pre-eklampsia
Usia gestasi tidak dimasukkan dalam sistem klasifikasi yang ada saat ini,
dan hal ini menjadi masalah besar. Usia gestasi merupakan variabel klinis
terpenting dalam memprediksi keluaran maternal dan perinatal. Early-onset
preeklamsia merupakan keadaan dimana terjadi peningkatan risiko maternal,
dengan mortalitas maternal meningkat 20 kali lipat pada usia kehamilan kurang
dari 32 minggu dibandingkan preeklamsia yang terjadi saat aterm. Sebagai
tambahan, data mengindikasikan bahwa early onset preeklamsia merupakan suatu
penyakit yang berbeda secara kualitatif. Hal ini didukung oleh pengamatan bahwa
terdapat perbedaan pada patofisiologi early onset preeklamsia dalam hal fungsi
netrofil dankadar sitokin. Selain itu, terdapat bukti epidemiologis yang
meyakinkan bahwa early onset preeklamsia (dengan onset didefinisikan
15
edema serebral; oliguria untuk gagal ginjal akut; kontraksi uterus, perdarahan
vagina untuk solusio plasenta; muntah hingga HELLP syndrome; mirip nyeri
epigastrium ke subkapsular hematoma hati; dan dyspnea hingga gagal jantung.
Eklampsia, komplikasi utama neurologis pre-eklampsia, didefinisikan sebagai
episode kejang atau tanda-tanda lain dari kesadaran diubah timbul di pengaturan
pre-eklampsia, dan yang tidak dapat dikaitkan dengan kondisi neurologis yang
sudah ada. Pemeriksaan klinis harus mencakup pengukuran tekanan darah
istirahat menggunakan sebuah manset yang tepat, dan skrining untuk penambahan
berat badan, edema (termasuk tanda-tanda edema paru akut dan otak edema),
kardiomiopati, dan gagal ginjal akut. Janin harus dinilai oleh kardiotokografi
elektro. Tes laboratorium meliputi: hitung darah lengkap dengan trombosit,
haptoglobin, dan laktat dehidrogenase; apusan darah untuk menguji skistosit;
bilirubin, transaminase aspartat, alanin transaminase dan untuk mengidentifikasi
potensi HELPP syndrome; elektrolit, urea, dan penilaian kreatinin untuk
memeriksa gagal ginjal akut atau uremia; proteinuria 24 jam; protrombin,
diaktifkan waktu trombin, dan fibrinogen (mikroangiopati anemia hemolitik);
golongan darah; dan antibodi penyaringan tidak teratur. Pemeriksaan lainnya
termasuk USG janin dengan Doppler velocimetry dari pusar, otak, dan arteri
rahim, estimasi berat janin, penilaian kesejahteraan janin dengan skor Manning,
dan pemeriksaan placenta.22
Meskipun definisi pre-eklampsia berat bervariasi, beberapa komponen dari
definisi ini biasanya: tekanan darah sistolik ibu 160 mmHg atau tekanan darah
diastolik 110 mmHg; gangguan neurologis ibu seperti sakit kepala terus-
menerus, sinyal fosfin, tinnitus, dan cepat, menyebar, poli refleks tendon kinetik,
eklampsia, edema paru akut, proteinuria 5 g/hari, oliguria, 500 cc/hari, kreatinin
0,120 umol/L, HELLP syndrome, trombositopenia
16
tekanan darah diastolik 90 mmHg diukur pada dua kesempatan setidaknya 6 jam
terpisah, dikombinasikan dengan proteinuria (dua atau lebih kejadian dari protein
pada dipstick, >300 mg protein total dalam koleksi urin 24 jam,
atau kreatinin protein rasio >30 mg / mmol).1
2.8 Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan di Puskesmas24
Mengingat terbatasnya fasilitas yang tersedia di puskesmas, maka secara
prinsip, kasus-kasus preeklampsia berat dan eklampsia harus dirujuk ke
tempat pelayanan kesehatan dengan fasilitas yang lebih lengkap. Persiapan-
persiapan yang dilakukan dalam merujuk penderita adalah sebagai berikut:
- Menyiapkan surat rujukan yang berisikan riwayat penderita.
- Menyiapkan partus set dan tongue spatel (sudip lidah).
- Menyiapkan obat-obatan antara lain: valium injeksi,antihipertensi,
oksigen, cairan infus dextrose/ringer laktat.
- Pada penderita terpasang infus dengan blood set.
- Pada penderita eklampsia, sebelum berangkat diinjeksi Valium 20 mg/iv,
dalam perjalanan diinfus drip valium 10 mg/500 cc dextrose dalam
maintenance drops.
- Selain itu diberikan oksigen, terutama saat kejang, dan terpasang tongue
spatel.
2. Penatalaksanaan di Rumah Sakit13,18,25
a) Penanganan umum.
Jika tekanan diastolik > 110 mmHg, berikan antihipertensi, sampai
tekanan diastolik diantara 90-100 mmHg.
Pasang infus RL (Ringer Laktat).
17
Ukur keseimbangan cairan, jangan sapai terjadi overload.
Kateterisasi urin untuk pengeluaran volume dan proteinuria.
Jika jumlah urin < 30 ml perjam.
- Infus cairan dipertahankan 1 1/8 jam.
- Pantau kemungkinan edema paru.
Jangan tinggalkan pasien sendirian. Kejang disertai aspirasi dapat
mengakibatkan kematian ibu dan janin.
Observasi tanda vital, refleks, dan denyut jantung janin setiap jam.
Auskultasi paru untuk mencari tanda edema paru. Krepitasi merupakan
tanda edema paru. Jika terjadi edema paru, stop pemberian cairan dan
berikan diuretik misalnya furosemid 40 mg intravena.
Nilai pembekuan darah dengan uji pembekuan bedside. Jika pembekuan
tidak terjadi sesudah 7 menit, kemungkinan terdapat koagulapati.
b) Antikonvulsan.
Pada kasus preeklampsia yang berat dan eklampsia, magnesium sulfat yang
diberikan secara parenteral adalah obat anti kejang yang efektif tanpa
menimbulkan depresi susunan syaraf pusat baik bagi ibu maupun janinnya. Obat
ini dapat diberikan secara intravena melalui infus kontinu atau intramuskular
dengan injeksi intermiten. Infus intravena kontinu
Berikan dosis bolus 4 6 gram MgSO4 yang diencerkan dalam 100 ml
cairan dan diberikan dalam 15-20 menit.
Mulai infus rumatan dengan dosis 2 g/jam dalam 100 ml cairan intravena.
Ukur kadar MgSO4 pada 4-6 jam setelah pemberian dan disesuaikan
kecepatan infus untuk mempertahankan kadar antara 4 dan 7 mEg/l (4,8-
8,4 mg/l).
MgSO4 dihentikan 24 jam setelah bayi lahir.
18
Injeksi intramuskular intermiten:
Berikan 4 gram MgSO4 sebagai larutan 20% secara intravena dengan
kecepatan tidak melebihi 1 g/menit.
Lanjutkan segera dengan 10 gram MgSO4 50%, sebahagian (5%)
disuntikan dalam di kuadran lateral atas bokong (penambahan 1 ml
lidokain 2 % dapat mengurangi nyeri). Apabila kejang menetap setelah 15
menit, berikan MgSO4 sampai 2 gram dalam bentuk larutan 20% secara
intravena dengan kecepatan tidak melebihi 1g/menit. Apabila wanita
tersebut bertubuh besar, MgSo4 dapat diberikan sampai 4 gram perlahan.
Setiap 4 jam sesudahnya, berikan 5 gram larutan MgSO4 50% yang
disuntikan dalam ke kuadran lateral atas bokong bergantian kiri-kanan,
tetapi setelah dipastikan bahwa:
Refleks patela (+)
Tidak terdapat depresi pernapasan
Pengeluaran urin selama 4 jam sebelumnya melebihi 100 ml
MgSO4 dihentikan 24 jam setelah bayi lahir.
Siapkan antidotum
Jika terjadi henti napas, berikan bantuan dengan ventilator atau berikan
kalsium glukonat 2 g (20 ml dalam larutan 10%) secara intravena
perlahan-lahan sampai pernapasan mulai lagi.
c) Antihipertensi.
Obat pilihan adalah hidralazin, yang diberikan 5 mg intravena pelan-pelan
selama 5 menit sampai tekanan darah turun.
Jika perlu, pemberian hidralazin dapat diulang setiap jam, atau 12,5
intramuskular setiap 2 jam.
Jika hidralazin tidak tersedia, dapat diberikan:
19
o Nifedipine dosis oral 10 mg yang diulang tiap 30 menit.
o Labetalol 10 mg intravena sebagai dosis awal, jika tekanan darah tidak
membaik dalam 10 menit, maka dosis dapat ditingkatkan sampai 20 mg
intravena.6
d) Persalinan.
Pada preeklampsia berat, persalinan harus terjadi dalam 24 jam. Jika
seksio sesarea akan dilakukan, perhatikan bahwa tidak terdapat
koagulopati. Anestesi yang aman/terpilih adalah anastesia umum. Jangan
lakukan anastesia lokal, sedangkan anestesia spinal berhubungan dengan
hipotensi. (Lampiran 1. Terminasi kehamilan pada preeklamsia)
2.9 Pencegahan13
Berbagai strategi pernah digunakan untuk mencegah timbulnya
preeklampsia. Strategi-strategi ini biasanya berupa manipulasi diet dan upaya
farmakologis untuk memodifikasi mekanisme patofisiologis yang diduga berperan
menimbulkan preeclampsia. Hal yang terakhir mencakup pemberian aspirin dosis-
rendah dan antioksidan.
Manipulasi Diet
Salah satu upaya awal untuk mencegah preeklampsia adalah pembatasan asupan
garam selama kehamilan. Hal ini terbukti tidak efektif. Demikian juga,
suplementasi kalsium terbukti tidak dapat mencegah terjadinya gangguan
hipertensif akibat kehamilan. Manipulasi diet lain yang juga telah terbukti tidak
efektif adalah pemberian minyak ikan setiap hari. Suplemen diet ini dipilih
sebagai upaya memodifikasi keseimbangan prostaglandin yang diduga berperan
dalam patofisiologi preeklampsia.6
Aspirin Dosis-Rendah
20
Aspirin dosis-rendah, dengan menekan sintesis tromboksan trombosit dan tidak
mengganggu pembentukan prostasiklin oleh endotel, diperkirakan berpotensi
mencegah preeklampsia. Banyak penelitian acak belum membuktikan hal ini, dan
terapi tersebut saat ini belum direkomendasikan.
Antioksidan
Serum dari wanita hamil normal mengandung mekanisme antioksidan yang
berfungsi mengendalikan peroksidasi lemak yang diperkirakan berperan dalam
disfungsi sel endotel pada preeklampsia. Serum dari wanita preeklampsia
dilaporkan memiliki aktivitas antioksidan yang rendah secara bermakna. Selain
itu, terapi antioksidan secara bermakna mengurangi pengaktifan sel endotel yang
mengisyaratkan bahwa terapi semacam ini mungkin bermanfaat untuk mencegah
preeklampsia.
21
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dalam rangka menurunkan angka kematian maternal dan perinatal akibat
preeklampsia-eklampsia deteksi dini dan penanganan yang adekuat terhadap
kasus preeklampsia ringan harus senantiasa diupayakan. Hal tersebut hanya dapat
dilakukan dengan mempertajam kemampuan diagnosa para penyelenggara
pelayanan ibu hamil dari tingkat terendah sampai teratas, dan melakukan
pemeriksaan ibu hamil secara teratur.
Pre-eklampsia adalah gangguan utama pada kehamilan pertama
(primigravida). Faktor risiko lainnya termasuk multiple pregnancy, riwayat
preeklamsia pada kehamilan sebelumnya, hipertensi kronik, diabetes
pregestasional, penyakit vaskular dan jaringan ikat, nefropati, antiphospholipid
antibody syndrome, obesitas, umur 35 tahun, ras Amerika-Afrika, mola
hidatidosa, hidrops fetalis dan kelainan bawaan pada janin. Risiko pre-eklampsia
dari 2 kali lipat menjadi 5 kali lipat lebih tinggi pada wanita hamil dengan riwayat
ibu dengan gangguan ini.
Mengingat komplikasi terhadap ibu dan bayi pada kasus-kasus
preeklampsia berat, maka sudah selayaknyalah semua kasus-kasus tersebut
dirujuk ke pusat pelayanan kesehatan yang memiliki fasilitas penanganan
kegawatdaruratan ibu dan neonatal.
22
Daftar Pustaka
1. WHO. 2007. Maternal Mortality in 2005. [cited 2016 January 21] available at
http:// www.who.int
2. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Republik Indonesia, 2010.
Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar): Jakarta.
3. WHO. 2015. Maternal Morality. [cited 2016 January 21] available at
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs348/en/
4. Conde-Agudelo A, Belizan JM, Lammers C. Maternal-perinatal morbidity and
mortality associated with adolescent pregnancy in Latin America: Cross-
sectional study. American Journal of Obstetrics and Gynecology, 2004,
192:342349.
5. Patton GC, Coffey C, Sawyer SM, Viner RM, Haller DM, Bose K, Vos T,
Ferguson J, Mathers CD. Global patterns of mortality in young people: a
systematic analysis of population health data. Lancet, 2009, 374:881892.
6. Say L, Chou D, Gemmill A, Tunalp , Moller AB, Daniels JD, et al. Global
Causes of Maternal Death: A WHO Systematic Analysis. Lancet Global
Health. 2014;2(6): e323-e333.
7. Duley L. Pre-eclampsia and the hypertensive disorders of pregnancy. British
Medical Bulletin 2003; 67: 161176
8. Uzan J, Carbonnel M, Piconne O, Asmar R, Ayoubi JM. Pre-eclampsia:
pathophysiology, diagnosis, and management. Vascular Health and Risk
Management 2011:7 467474
9. Douglas KA, Redman CW. Eclampsia in the United Kingdom. BMJ 1994;
309: 1395400.
10. Roberts J.M., Pearson G, Cutler J, et al; NHLBI Working Group on Research
on Hypertension During Pregnancy. Summary of the NHLBI Working Group
23
on Research on Hypertension During Pregnancy. Hypertension 2003; 41:437
45.
11. Hubel C.A. Oxidative Stress in the pathogenesis of preeclampsia. Magee-
Women Research Institute and the Department of Obstetrics and Gynecology
and Reproductive Sciences, University of Pittsburg, Pennsylvania, 1999.
12. Scholl T.O et al. Oxidative stress, diet, and the etiology of preeclampsia.
American Society for Clinical Nutrition. Am J Clin Nutr 2005;81:1390-6.
13. Cunningham F.G., Leveno K.J., Bloom S.L., Hauth J.C., Gilstrap L.C.,
Wenstrom K.D. Hypertensive Disorder in Pregnancy. Williams Obstetrics,
22nd ed, McGraw-Hill, 2005: 761 808.
14. Brooks M.D. Pregnancy, Preeclampsia, [cited 2016 January 21] Available at:
http://www.emedicine.com, Department of Emergency Medicine, St Mary-
Corwin Medical Center, 2005.
15. Warden M. Preeclampsia (Toxemia of Pregnancy), [cited 2016 January 21]
Available at: http://www.emedicine.com, Department of Emergency
Medicine, Metrowest Physicians, 2005.
16. Maynard SE, Karumanchi SA, Thadhani R. Hypertension and kidney disease
in pregnancy. In: Brenner BM, editor. Brenner and Rectors The Kidney. 8th
ed. Philadelphia, PA: WB Saunders; 2007.
17. Park M, Brewster U.C. Management of preeclampsia. Hospital Physician,
November 2007: pp 25-32.
18. Manuaba, I.B.G., I.A. Chandranita Manuaba, dan I.B.G. Fajar Manuaba.
Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2007
19. Angsar M.D. Hipertensi dalam Kehamilan. Ilmu Kebidanan Sarwono
Prawirohardjo edisi keempat. Jakarta, 2011, hal. 530-61.
20. Dadelszen et al. Subclassification of Preeclampsia. Hypertension In
Pregnancy Vol. 22, No. 2, pp. 143148, 2003
24
21. Tranquilli A.L. et al. The definition of severe and early-onset preeclampsia.
Statements from the International Society for the Study of Hypertension in
Pregnancy (ISSHP). Pregnancy Hypertension: An International Journal of
Womens Cardiovascular Health 3 (2013) 4447)
22. [No authors listed]. Report of the National High Blood Pressure Education
Program Working Group on high blood pressure in pregnancy. Am J Obstet
Gynecol. 2000;133:S1S22.
23. Sibai B, Dekker G, Kupferminc M. Pre-eclampsia. Lancet. 2005;365:785
799.
24. Sudhaberata, K. 2001. Penanganan Preeklampsia Berat dan Eklampsia.
Cermin Dunia Kedokteran. (133): 26-30.
25. Trijatmo, R. 2007, Ilmu Kebidanan, Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawiroharjo, Jakarta.