Post on 27-Dec-2019
Master Plan dan Kajian Akademis Persampahan Provinsi DKI Jakarta (Sinkronisasi, 2015) I1- 1
BAB-2 KONSEP DAN KRITERIA PENYUSUNAN
MASTER PLAN 2.1. TINJAUAN MASTER PLAN EKSITING
2.1.1. Master Plan Pengelolaan Sampah 1987 – 2005 (JICA 1987)
Sejak 1987 Pengelolaan Sampah di Jakarta mempunyai arahan dari hasil studi
proyek Peningkatan Sistem Pengelolaan Sampah di DKI Jakarta (Study on Solid
Waste Management System Iprovement Project in The City of Jakarta in
Indonesia), yang berfungsi sebagai Rencana Induk (Master Plan) Pengelolaan
Sampah di Jakarta. Ini merupakan Master Plan pertama yang didanai dan
dipelopori penyusunannya oleh JICA.
Kala itu di tahun 1986 Dinas Kebersihan DKI Jakarta dan pihak Rukun Warga
(RW) telah sanggup melayani jasa pengumpulan sampah 62% dari luas wilayah
DKI Jakarta atau 410 km2. Jumlah penduduk tahun 1984 tercatat sebanyak 7,3
juta jiwa dengan kepadatan 111 jiwa/ha dan tingkat pertumbuhan 2,7% per
tahun. Kurang lebih 80% dari total wilayah kota sudah terbangun, dimana luas
wilayah DKI Jakarta berupa daratan adalah seluas 661,52 km2.
Wilayah administrasi pemerintahan di DKI Jakarta terbagi menjadi 5 wilayah
administrasi dan 1 kabupaten administratif yaitu Wilayah Administrasi Jakarta
Pusat, Wilayah Administrasi Jakarta Barat, Wilayah Administrasi Jakarta Selatan,
Wilayah Administrasi Jakarta Timur, Wilayah Administrasi Jakarta Utara dan
Kabupaten Administatif Kepulauan Seribu. Jumlah kecamatan dan kelurahan di
tahun 1987 sebesar 30 kecamatan dan 260 kelurahan dengan jumlah RW
sebesar 2.201 dan RT sebesar 28.000.
Permasalahan yang teridentifikasi pada saat penyusunan Master Plan 1987
adalah (1) pengumpulan yang tidak memadai; (2) peran serta (baik kesadaran
dan perilaku) masyarakat yang lemah dan; (3) pendanaan yang tidak memadai.
Jumlah pengumpulan per kendaraan rendah, sampah yang terkumpul tidak
ditimbang dan tidak ada pemeliharaan yang memadai terhadap kendaraan
Master Plan dan Kajian Akademis Persampahan Provinsi DKI Jakarta (Sinkronisasi, 2015) I1- 2
operasional lapangan. Personil yang kompeten terkonsentrasi di Kantor Dinas,
sedangkan Suku Dinas kekurangan baik personil maupun peran otonominya.
Saat itu DKI Jakarta mengoperasikan TPST di Cakung Cilincing, Srengseng dan
Kapuk Kamal. Sebuah landfill percontohan dimulai di tahun 1986 di daerah
Srengseng.
Status pada tahun 1986 terdapat 784 LPS (TPS) yang terdiri dari 66 dipo, 212
bak beton, 152 pool gerobak, 91 ruang terbuka, 263 kontainer, 113 lokasi
dengan sistem jali-jali dan 130 lokasi dengan sistem door to door (Sumber: tabel
1.4-3, Master Plan 1987). Ada 9 (sembilan) jenis kendaraan pengumpul
digunakan. Dengan total 752 kendaraan pengumpul yang terdiri dari 163
kendaraan kargo besar, 60 kendaraan kargo kecil, 42 truk tipper besar, 189 truk
tipper kecil, 39 truk arm roll besar, 29 truk arm roll kecil, 11 mobil crane, 101
truk compactor besar dan 118 truk compactor kecil. Penyapuan jalan
dilaksanakan hingga 751 km jalan protokol, jalan ekonomi dan jalan lainnya.
Timbulan, Komposisi dan Karakteristik Sampah
Timbulan Sampah
Data timbulan sampah hasil survey pada Master Plan 1987 seperti pada Tabel
2.1. berikut:
Tabel 2.1. Timbulan Sampah DKI Jakarta tahun 1985
Sumber Penghasil Sampah
Unit (ton/hari)
Sumber MP 1987 Nomor Tabel/Halaman
Pemukiman 2.430 Tabel 2.2-8/hal. S2-16
Pasar 810 Tabel 2.2-3/hal. S2-10
Perkantoran 420 Tabel 2.2-5/hal. S2-12
Pertokoan 390 Tabel 2.2-5/hal. S2-12
Hotel 50 Tabel 2.2-5/hal. S2-12
Industrial 780 Tabel 2.2-8/hal. S2-16
Penyapuan Jalan & Saluran 50 Tabel 2.2-8/hal. S2-16
Total 4.930 Tabel 2.2-8
Sumber: Laporan Master Plan 1987.
Master Plan dan Kajian Akademis Persampahan Provinsi DKI Jakarta (Sinkronisasi, 2015) I1- 3
Komposisi dan Karekteristik Sampah
Data komposisi dan karakteristik sampah dari Master Plan 1987 seperti pada
Tabel 2.2 dari sumber domestik (pemukiman) dan sumber komersial
(pertokoan, perkantoran, hotel) berikut:
Tabel 2.2. Komposisi dan Karakteristik Sampah dari Sumber Domestik dan Sumber Komersial
Komponen Domestik (Tahun 1985)
Komersial (Tahun 1984)
Komposisi Sampah
Plastik 10 % 13 %
Kertas 17 % 25 %
Tekstil 5 % 3 %
Kayu 12 % 7 %
Garbage 23 % 28 %
Lainnya 15 % 14 %
Logam 4 % 4 %
Gelas/Beling 4 % 5 %
Batu 10 % 1 %
Total 100 % 100 %
Karakteristik Sampah
Kadar Air 54 % 48 %
Volatile 28 % 36 %
Kadar Abu 18 % 17 %
Rasio C/N 31 35
Nilai Kalori Rendah 1.100 Kkal/Kg 1.600 Kkal/Kg
Tabel Sumber Data Tabel 2.2-16 Tabel 2.2-17
Sumber: Laporan Final Master Plan Sistem Manejemen Sampah 1987.
Konsepsi Master Plan 1987 – 2005 Aspek Regulasi
Upaya-upaya kebijakan hukum jangka panjang harus ditegakkan. Aspek hukum
harus dikembangkan untuk:
§ Pembagian tanggung jawab dalam pengelolaan sampah;
Master Plan dan Kajian Akademis Persampahan Provinsi DKI Jakarta (Sinkronisasi, 2015) I1- 4
§ Pengawasan terhadap pengumpulan sampah yang dilaksanakan pihak
swasta;
§ Pengawasan lokasi-lokasi TPST kecil;
§ Peraturan hukuman terhadap pembuangan sampah illegal.
Standar pengumpulan, pengolahan dan pemusnahan sampah akan dibuat untuk
mengklarifikasi bentuk-bentuk pembuangan sampah illegal dan ini harus
dilaksanakan secara ketat. Suku Dinas akan ditempatkan dibawah pengawasan
Dinas Kebersihan untuk memperbaiki ketidaktergantungannya.
Aspek Kelembagaan
Sampah domestik seluruhnya akan dikelola oleh Dinas Kebersihan dengan
bantuan masyarakat di tingkat RT/RW untuk pengambilan sampah dari tiap-tiap
pemukiman. Sampah rumah sakit diidentifikasi sebagai komponen terpisah yang
akan dikelola oleh rumah sakit yang bersangkutan. Pengangkutan sampah
komersial dipertimbangkan cocok dilakukan oleh sektor swasta dibawah
pengawasan Dinas Kebersihan, tetapi pengolahan sampah dan pemusnahannya
harus dilokasi yang telah ditentukan oleh Dinas Kebersihan. Pengelolaan sampah
pasar merupakan tanggung jawab PD Pasar Jaya. Dinas Pekerjaan Umum
bertanggung jawab sampah sungai dan drainase yang selanjutnya diangkut oleh
Dinas Kebersihan. Sampah industri yang berupa sampah domestik dan komersial
akan dikumpulkan oleh Dinas Kebersihan, sampah industri lainnya diangkut dan
dimusnahkan oleh penghasil sampah atau sektor swasta dibawah pengawasan
Dinas Kebersihan. Drainase mikro dirawat oleh RT/RW, tapi sampah dari saluran
akan diangkut dan dimusnahkan oleh Dinas Kebersihan.
Dinas Kebersihan dirubah menjadi sebuah perusahaan umum serupa dengan
Perusahaan Daerah Kebersihan (PDK) dengan struktur organisasi usulan adalah
1) pada tingkat Dinas Kebersihan diperlukan 3 Divisi dan 12 seksi, 2). Pada
tingkat suku dinas kebersihan diperlukan 5 divisi dan 25 seksi, 3). Jumlah staf
diperlukan 10.278 orang.
Aspek Pendanaan
Master Plan 1987 memperkirakan kebutuhan investasi pengelolaan sampah untuk
kurun waktu 25 tahun (1989 – 2014) sebesar Rp. 652,7 milyar. Investasi
Master Plan dan Kajian Akademis Persampahan Provinsi DKI Jakarta (Sinkronisasi, 2015) I1- 5
kumulatif sebesar Rp. 456 milyar diproyeksikan dalam 3 (tiga) tahapan rencana
investasi proyek mulai 1989 – 2005. Investasi tersebut mencakup perbaikan
pengumpulan sampah, pembangunan SPA dan pengembangan TPST, peralatan
penyapuan jalan dan bengkel. Ketiga tahapan investasi tersebut antara lain:
§ Tahap I (1989 – 1995), dibagi lagi menjadi Tahap A (1989-1992) dan Tahap
B (1993-1995). Pada Tahap A mengutamakan perbaikan sistem
pengumpulan sampah di Jakarta Pusat, pembangunan SPA besar dan
pengembangan lokasi TPST di Bekasi. Tahap B terdiri dari perbaikan
pengumpulan lebih lanjut di Jakarta Pusat dan sekitarnya, pembangunan
sebuah SPA besar, sebuah SPA kecil dan sebuah TPST di Tangerang.
Jumlah biaya Tahap I seluruhnya sebesar Rp. 167 milyar (Rp. 139,9 milyar
investasi instrumenal dan Rp. 27,1 milyar penggantian), semuanya
dinyatakan dalam harga konstan tahun 1987;
§ Tahap II (1996-2000), biaya untuk perbaikan pengumpulan di Wilayah DKI
Jakarta yang belum tercakup dalam Tahap I, pembangunan 10 SPA kecil dan
perluasan areal TPST Bekasi dan Tangerang. Total perkiraan baiaya sebesar
Rp. 117 milyar, dimana Rp. 83 milyar investasi baru dan Rp. 34,8 milyar
untuk penggantian.
§ Tahap III (2001-2005), biaya untuk pembangunan 3 SPA kecil tambahan,
perluasan area TPST Bekasi dan Tangerang. Total perkiraan biaya sebesar
Rp. 170,8 milyar, dimana Rp. 39,9 milyar investasi baru dan Rp. 130,9
investasi penggantian.
Sumber dana yang dinominasikan oleh JICA untuk pembiayaan Master Plan
selama 1989 – 2014 dan investasi proyek periode 1989 – 2005 adalah anggaran
tahunan (APBD) dan pinjaman dari luar dan dalam negri.
Solusi yang diusulkan untuk perbaikan efisiensi pengumpulan retribusi sampah
adalah pembebanan (surecharge) pada tagihan listrik.
Aspek Peran Serta Masyarakat
Tiap Suku Dinas akan memiliki loket pengaduan, satu unit hubungan masyarakat
dan unit penyuluhan masyarakat guna mempromosikan partisipasi masyarakat.
Penyuluhan akan diberikan kepada RT/RW dan perbaikan serta penyediaan
gerobak sampah. Beberapa hari dalam setahun akan ditetapkan sebagai hari
Master Plan dan Kajian Akademis Persampahan Provinsi DKI Jakarta (Sinkronisasi, 2015) I1- 6
kerja bakti kebersihan dimana Suku Dinas akan menyediakan pelayanan
angkutan sampah yang terkumpul. Kontainer untuk material sampah yang dapat
digunakan kembali (seperti beling, logam, dan kain) akan disediakan di tiap
RT/RW, yang selanjutnya akan menghasilkan dana untuk keperluan RT/RW.
Pedagangn barang bekas swasta akan diperkenalkan. Akhirnya penduduk harus
mau membayar retribusi dengan cara memberi tahu mereka bahwa untuk
pemeliharaan standar kesehatan lingkungan diperlukan sejumlah uang yang
besar/banyak.
Aspek Teknis Operasional
Master Plan 1987 memperkirakan pada tahun 2005 jumlah penduduk DKI Jakarta
akan mencapai 12 juta jiwa sehingga timbulan sampah akan mencapai angka
10.270 ton/hari (Sumber Tabel 2.2-10/hal. S2-17). Dengan timbulan sampah
pasar diproyeksikan meningkat dari 810 ton/hari tahun 1987 menjadi 1.710
ton/hari tahun 2005; timbulan sampah industri diproyeksikan meningkat dari 780
ton/hari menjadi 1.510 ton/hari tahun 2005; sampah yang dibuang ke sungai
dan saluran diperkirakan sebesar 130 ton/hari tahun 2005. Sehingga diagram
pola aliran sampah tahun 2005 seperti pada Gambar 2.1.
Master Plan dan Kajian Akademis Persampahan Provinsi DKI Jakarta (Sinkronisasi, 2015) I1- 7
Gambar 2.1. Rencana Pola Aliran Sampah Tahun 2005 – Master Plan 1987
Master Plan dan Kajian Akademis Persampahan Provinsi DKI Jakarta (Sinkronisasi, 2015) I1- 8
Master Plan 1987 mentargetkan sampah sebesar 9.290 ton/hari pada tahun 2005
akan dibuang ke TPST. Lokasi TPST diprioritaskan berada dalam wilayah kota
Jakarta. Wilayah-wilayah lain harus diberi prioritas untuk membangun Stasiun
Peralihan Antara (SPA) untuk melayani TPST yang jauh. Wilayah Jakarta Pusat
harus diberi prioritas utama dalam pembangunan stasiun peralihan, diikuti
Jakarta Selatan dan Jakarta Utara. Untuk melayani Jakarta Pusat/Selatan, stasiun
peralihan besar harus dibangun dalam jarak 15 km dari pusat kedua wilayah
tersebut.Untuk keperluan tersebut, harus digunakan sistem compactor-container.
Untuk wilayah Jakarta Utara, Jakarta Timur dan Jakarta Barat, stasiun peralihan
kecil harus dibangun tergantung dari penggunaan lokasi TPST jarak jauh.
Stasiun-stasiun ini harus menggunakan sistem datar dengan hopper. Master
Plan 1987 juga merekomendasikan 13 SPA kecil dengan kapasitas 400 ton/hari
dengan perkiraan luas SPA sebesar 0,75 ha dan 2 SPA besar dengan kapasitas
2.000 ton/hari dengan perkiraan kebutuhan luas 2 ha. Pola persebaran lokasi
SPA dapat dilihat pada Gambar 2.2 berikut.
Gambar 2.2 Pola Persebaran Lokasi SPA
Ada 2 lokasi TPST direncanakan akan menangani sampah dari DKI Jakarta yaitu
di Bekasi dan Tangerang. TPST di Bekasi akan melayani sampah dari wilayah
LEGENDA
JALAN EXISTING
RENCANA JALAN
JALAN TOLL
RENCANA JALAN TOLL
SPA SKALA BESAR
SPA SKALA KECIL
POLA PERSEBARANLOKASI SPA
SUMBER :
BEKASI
TANGERANG LEGENDA
JALAN EXISTING
RENCANA JALAN
JALAN TOLL
RENCANA JALAN TOLL
SPA SKALA BESAR
SPA SKALA KECIL
BEKASI
TANGERANG
Solid Waste Management SystemImprovement Study In The City of Jakarta
Master Plan dan Kajian Akademis Persampahan Provinsi DKI Jakarta (Sinkronisasi, 2015) I1- 9
Jakarta Utara, Jakarta Pusat dan Jakarta Timur. Sedangkan TPST di Tangerang
akan melayani wilayah Jakarta Barat dan Jakarta Selatan. Bantar Gebang
merupakan daerah rencana lokasi TPST di Bekasi dan Ciangir merupakan daerah
rencana TPST di Tangerang. Sanitary Landfill terpilih sebagai opsi penanganan
dan pemusnahan sampah di TPST.
Usulan Tahapan Pelaksanaan Program Master Plan 1987 Master Plan Pengelolaan Sampah DKI Jakarta 1987 dibagi dalam 3 tahap
pelaksanaan 5 tahunan sebagai berikut:
Tahap I (1989 – 1995)
a) Proyek-proyek perbaikan di Wilayah Jakarta Pusat
- Perbaikan sistem pengumpulan sampah
- Pembangunan SPA Sunter
- Pembangunan TPST Bekasi Tahap I
- Promosi pemungutan retribusi
b) Proyek-proyek perbaikan di Wilayah Jakarta Utara, Jakarta Barat, Jakarta
Selatan dan Jakarta Timur
- Perbaikan sistem pengumpulan sampah
- Pembangunan SPA Srengseng
- Pembangunan TPST Tangerang Tahap I
- Promosi pemungutan retribusi.
Tahap II (1996 – 2000)
§ Pembangunan SPA di Wilayah Jakarta Utara, Jakarta Barat dan Jakarta
Timur
§ Pembangunan TPST Bekasi Tahap 2
§ Pembangunan TPST Tangerang Tahap 2
Tahap III (2001 – 2005)
§ Peningkatan kapasitas pengumpulan sampah
§ Perkuatan kapasitas penanganan SPA Sunter dan Srengseng
Master Plan dan Kajian Akademis Persampahan Provinsi DKI Jakarta (Sinkronisasi, 2015) I1- 10
Identifikasi Kendala Realisasi Master Plan 1987 Berikut ini beberapa kendala merealisasi Master Plan 1987:
Aspek Regulasi
Upaya kebijakan jangka panjang harus diterapkan berdasarkan konsepsi Master
Plan, meliputi aspek hukum yang harus di kembangkan untuk :
1. Pembagian tanggung jawab dalam pengelolaan sampah;
2. Pengawasan terhadap pengumpulan sampah yang dilaksanakan pihak
swasta;
3. Pengawasan lokasi-lokasi TPST kecil;
4. Peraturan hukuman terhadap pembuangan sampah ilegal.
Sampah rumah tangga telah dikelola oleh Dinas Kebersihan sedangkan sampah
industri dan sampah berbahaya harus dikelola dan dimusnahkan oleh penghasil
sampah bersangkutan, yang akan diawasi oleh pemerintah pusat dan daerah.
Pemerintah pusat harus merumuskan pendekatan untuk pemusnahan sampah
regional dan menerbitkan undang-undang tentang pembentukan organisasi
untuk pemusnahan sampah gabungan.
Penegakan hukum tentang sampah selama ini masih lemah, untuk mendukung
sistem pengelolaan sampah yang baru diperlukan penataan kembali peraturan
yang telah ada dan penerbitan peraturan baru berupa Perda, SK Gubernur dan
Instruksi Gubernur yang disesuaikan menyangkut aspek institusi dan teknis
operasional.
Aspek Kelembagaan
Berdasarkan SK Gubernur DKI Jakarta No. 15 Tahun 2002 tentang Organisasi
dan Tata Kerja Dinas Kebersihan Provinsi DKI Jakarta, struktur organisasi Dinas
Kebersihan terdiri dari:
1. Pada tingkat Dinas, terdiri dari 6 Sub Dinas, 1 Bagian, 18 Seksi, 5 Sub-
bagian dan 1 Unit Pelaksana Teknis;
2. Pada tingkat Suku Dinas masing-masing terdiri dari 6 Seksi dan 1 Sub-
bagian.
Master Plan dan Kajian Akademis Persampahan Provinsi DKI Jakarta (Sinkronisasi, 2015) I1- 11
3. Jumlah petugas Dinas Kebersihan terdiri dari 3.633 orang pegawai dan 2.950
orang pegawai harian lepas (PHL). Disamping itu terdapat 6.656 orang
petugas gerobak swadaya masyarakat.
Aspek Pendanaan
a. Besar perhitungan investasi yang dilakukan dalam Master Plan 1987
dinyatakan dalam harga konstan tahun 1987. Sehingga nilainya pada tahun
2005 tidak relevan lagi. Bila jumlah investasi yang direncanakan untuk tiap
tahun dikonversikan ke harga nominal tahunan dengan memperhitungkan
inflasi GDP kumulatif maka nilai rencana investasi proyek 1989-2005 yang
mulanya sebesar Rp. 456 milyar dikonversi menjadi sebesar Rp. 3.165 milyar
nilai 2005.
b. Realisasi retribusi pengelolaan sampah yang dikumpulkan oleh PemProv DKI
Jakarta pada tahun 2005 adalah sebesar Rp. 8,78 milyar dan tahun 2003
sebesar Rp. 10,05 milyar. Sementara Master Plan 1987 penerimaan retribusi
tahun 2005 ditargetkan mencapai nilai yang cukup untuk menutup biaya
operasi dan pemeliharaan, yang diterima dan minimal 90% dari penduduk
yang wajib membayar retribusi. Secara khusus disini terlihat bahwa tidak
ada upaya serius yang telah dibuat oleh DKI Jakarta untuk merubah
pengelolaan sampah menjadi suatu kegiatan yang bersifat cost recovery dan
memperbaiki sistem pengumpulan retribusi.
c. Solusi usulan perbaikan efisiensi pengumpulan melalui pembebanan
(surecharge) pada tagihan listrik secara teoritis merupakan hal yang menarik
karena sebagian besar penduduk kota sudah mendapat layanan listrik.
Tetapi segala upaya untuk menegosiasi pengaturan ini dengan pihak PLN
telah gagal karena ketidakmauan PLN dan tidak adanya kekuatan dorongan
dari pihak pemerintah provinsi. Hal umum yang telah disetujui PLN adalah
memperbolehkan tagihan pengelolaan sampah secara terpisah dari tagihan
listrik, tapi hal ini secara umum tidak berhasil baik karena rumah tangga
membayar tagihan listrik dan mengabaikan tagihan pengelolaan sampah.
d. Master Plan 1987 tidak mengidentifikasi sumber-sumber pinjaman baik luar
maupun dalam negeri, sehingga cukup beralasan untuk menduga bahwa
Studi persampahan yang dilakukan oleh JICA berarti menetapkan araha
untuk sedikitnya sebagian pendanaan diperoleh dari Pemerintah Jepang
Master Plan dan Kajian Akademis Persampahan Provinsi DKI Jakarta (Sinkronisasi, 2015) I1- 12
yang telah diarahkan ke DKI Jakarta dalam bentuk subsidiary loan
agreements (SLA) melalui yang sebelumnya Regional Development Account
(RDA) di Departemen Keuangan. Pinjaman dalam negeri agaknya juga
dimaksudkan untuk didanai oleh Departemen Keuangan via saluran murni
Rekening Pembangunan Daerah (RPD). Alasan untuk menduga ini adalah
bahwa Bank Indonesia tidak pernah mau meminjamkan untuk jangka
panjang untuk prasarana kota, atau untuk investasi modal jangka panjang
kecuali untuk pinjaman perumahan yang diagunkan.
Aspek Peran Serta Masyarakat
Peran sektor swasta telah ikut berperan dalam pengelolaan sampah baik dalam
proses pengangkutan sampah, pengoperasian SPA dan juga pengoperasian
TPST, berdasarkan sistem kontrak kerja.
Aspek Teknis Operasional
1. Master Plan 1987 merencanakan pembangunan 2 TPST yaitu TPST di Bekasi
dan TPST Tangerang. TPST Bekasi akan melayani sampah dari wilayah
Jakarta Utara, Jakarta Pusat dan Jakarta Timur. Sedangkan TPST di
Tangerang akan melayani wilayah Jakarta Barat dan Jakarta Selatan. Bantar
Gebang merupakan daerah rencana lokasi TPST di Bekasi dan Ciangir
merupakan daerah rencana TPST di Tangerang. Namun dalam
pelaksanaannya TPST Ciangir di Tangerang tidak terealisasi, dikarenakan
adanya perubahan RUTR Kabupaten Tangerang yang mengubah peruntukan
untuk areal pemukiman sehingga pemerintah daerah setempat tidak
mengizinkan pembangunan TPST dilokasi tersebut dan masyarakat setempat
menolak rencana pembangunan TPST.
2. Dalam Master Plan 1987, estimasi timbulan sampah tahun 2005 sebesar
10.220 ton/hari, sedangkan hasil surveytimbulan sampah yang dilakukan
oleh konsultan WJEMP memberikan hasil sebesar 6.000 ton/hari. Terlalu
tingginya estimasi Master Plan tersebut disebabkan karena jumlah penduduk
DKI Jakarta untuk tahun 2005 diperkirakan akan mencapai 12 juta jiwa
sedangkan kenyataanya hanya 8,9 juta jiwa.
3. Master Plan 1987 merencanakan pembangunan 2 SPA besar, masing-masing
untuk wilayah barat dan wilayah timur Jakarta dan 13 SPA kecil yang
Master Plan dan Kajian Akademis Persampahan Provinsi DKI Jakarta (Sinkronisasi, 2015) I1- 13
tersebar di seluruh wilayah DKI Jakarta. Realisasinya baru dibuat 2 SPA
besar di Cakung dan Sunter, keduanya berlokasi di wilayah timur Jakarta,
sedangkan SPA kecil tidak dibangun. Selain terbatasnya ketersediaan lahan
dalam wilayah Jakarta, ternyata juga masyarakat atau warga Jakarta
menolak daerah disekitar mereka dibangun tempat/stasiun penanganan
sampah khususnya pada wilayah-wilayah pemukiman.
4. Master Plan 1987 merencanakan bahwa sistem pembuangan akhir sampah di
TPST Bantar Gebang menggunakan sistem Sanitary Landfill. Namun
realisasinya, persyaratan pelaksanaan Sanitary landfill tidak dilaksanakan
sepenuhnya.
2.1.2. Master Plan Review & Program Development 2005 - 2015 (WJEMP 2005) Master Plan Review & Program Development 2005 (DKI 3-11) merupakan hasil
kaji ulang Master Plan 1987. Master Plan Review 2005 bertujuan merumuskan
rencana menyeluruh (outline plan) pengelolaan sampah DKI Jakarta jangka
menengah yang realistik dan praktis (dapat diimplementasikan). Beberapa hal
yang mendorong pengkajian Master Plan 1987 adalah 1) kejadian-kejadian
perkembangan terbaru seperti perubahan jumlah penduduk Jakarta; 2)
kebutuhan untuk mempercepat partisipasi masyarakat dan sektor swasta; 3)
munculnya paradigma baru dalam pengelolaan sampah.
Beberapa rumusan tujuan pengembangan sistem dan teknologi pengelolaan
sampah DKI Jakarta adalah (1). DKI Jakarta ingin memiliki sistem pengelolaan
sampah yang tidak terlalu tergantung dari para stakeholder diluar wilayah DKI
Jakarta, seperti pemerintah daerah lainnya. Karena keterbatasan lahan didalam
kota, diperlukan teknologi yang memerlukan lahan yang tidak luas. (2).
Memaksimalkan efisiensi melalui dekonsentrasi sistem pengelolaan sampah,
khususnya untuk meminimalkan jarak pengangkutan. (3). Mereduksi jumlah
sampah yang harus ditangani sebesar mungkin. (4). Mewujudkan lingkungan
kota yang bersih, sehat dan estetis dengan upaya-upaya terpadu dengan
berbagai sektor seperti air bersih, drainase, air kotor dan transportasi. (5). Peran
serta masyarakat dan sektor swasta sangat penting untuk ditingkatkan. (6)
Master Plan dan Kajian Akademis Persampahan Provinsi DKI Jakarta (Sinkronisasi, 2015) I1- 14
Perubahan paradigma pemerintah sebagai regulator dan swasta sebagai
operator.
Jumlah penduduk DKI Jakarta tahun 2000 tercatat sebesar 8,4 juta jiwa dan
perkiraan menghasilkan sampah kurang lebih 25.600 m3 atau 6.400 ton per hari.
Sampah ini ditimbulkan dari berbagai kegiatan masyarakat yaitu 58% dari
pemukiman, 10% dari pasar, 15% dari daerah komersial, 15% dari daerah
industri, 2 % dari jalan, taman dan sungai.
Pada tahun 2001 perkiraan sampah terkumpul dan diangkut ke TPST Bantar
Gebang kurang lebih 70%, 16,5% ke lokasi-lokasi informal dan 13% tidak
terkelola (seperti dibuang ke sungai dan sepanjang pinggir jalan).
Berbeda dengan Master Plan 1987, Master Plan Review 2005 membahas
pengelolaan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) dan pra studi kelayakan
penanganan sampah pada sistem drainase DKI Jakarta, dan tidak membahas
penanganan sampah di kepulauan seribu dan pesisir.
Timbulan, Komposisi dan Karakteristik Sampah 2005 Timbulan Sampah
Studi timbulan sampah tahun 2005 memberikan hasil pehitungan perkiraan
timbulan sampah Jakarta sebesar 2,97 l/kapita/hari atau 0,64 kg/kapita/hari.
Data detail timbulan tiap jenis sampah disajikan pada Tabel 2.3 berikut.
Tabel 2.3. Timbulan Sampah DKI Jakarta Tahun 2005
Sumber Sampah Unit M3/hari Ton/hari
Pemukiman 10.141 2.535
Pasar 750 225
Sekolah 955 258
Perkantoran/Fasilitas Umum 8.520 1.278
Industri 1.899 437
Total Timbulan Sampah 22.265 4.733
Sumber: Data perhitungan konsultan WJEMP DKI 3-11, Januari 2005.
Master Plan dan Kajian Akademis Persampahan Provinsi DKI Jakarta (Sinkronisasi, 2015) I1- 15
Berat jenis sampah seperti pada tabel 3.1.3 Lap Akhir WJEMP DKI 2-11 hal. III-2
Komposisi & Karakteristik Sampah
Data komposisi sampah rata-rata di DKI Jakarta hasil survey tahun 2005
disajikan pada Tabel 2.4 berikut:
Tabel 2.4. Komposisi Sampah Rata-rata di DKI Jakarta Tahun 2005
No. Komponen % Total % Daur
Ulang
%
Dibuang
1. Organik 55,37 0,00 55,37 2. Anorganik 2.1 Kertas 20,57 7,32 13,15 2.2 Plastik 13,25 6,85 6,40 2.3 Kayu 0,07 0,07 0,00 2.4 Kain/Tekstil 0,61 0,61 0,00 2.5 Karet/Kulit Tiruan 0,19 0,19 0,00 2.6 Logam/Metal 1,06 1,06 0,00 2.7 Gelas/Kaca 1,91 1,91 0,00 2.8 Sampah Bongkahan 0,81 0,81 0,00 2.9 Sampah B3 1,52 0,00 1,52 2.10 Lain-lain (batu, pasir,dll) 4,65 0,00 4,65 Total 100,00 19,95 80,05
Sumber: hasil survey konsultan WJEMP DKI 3-11, Januari 2005.
Data karakteristik sampah meliputi nilai kalor, kadar air dan kadar abu dari
berbagai jenis sampah Jakarta tahun 2005 disajikan pada Tabel 2.5.
Tabel 2.5 Karakteristik Sampah Berbagai Sumber Sampah Jakarta
Tahun 2005
Sumber Sampah Karakteristik Sampah
Nilai Kalor (Kkal/Kg)
Kadar Air (%)
Kadar Abu (%)
Pemukiman Pendapatan Tinggi 2332 47,40 16,43
Pemukiman Pendapatan Menengah 2795 44,81 16,03
Pemukiman Pendapatan Rendah 2149 45,85 16,27
Pasar Modern 2102 36,59 17,13
Pasar 1778 56,58 10,26
Master Plan dan Kajian Akademis Persampahan Provinsi DKI Jakarta (Sinkronisasi, 2015) I1- 16
Sumber Sampah Karakteristik Sampah
Nilai Kalor (Kkal/Kg)
Kadar Air (%)
Kadar Abu (%)
Perkantoran 2434 23,17 17,60
Sekolah 3248 31,31 13,92
Industri 3553 23,73 11,93
Rata-rata 2531 36,22 14,51
Sumber: Hasil Analisa Laboratorium Balai Pelatihan Air Bersih dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman, Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia, Mei 2005.
Konsepsi Review Master Plan 2005 – 2015 Aspek Regulasi
Berkaitan dengan pengelolaan limbah B3 dalam wilayah DKI Jakarta, Master Plan
Review 2005 merumuskan konsepsi sebagai berikut:
1. Merumuskan perubahan hukum yang menempatkan institusi Dinas
Kebersihan dan atau BPLHD DKI Jakarta berkedudukan sebagai regulator,
supervisor dan fasilitator dalam pengelolaan B3. Untuk upaya pembenahan
institusi pengelolaan persampahan melalui produk hukum dengan cara
antara lain merevisi SK Gubernur No. 15 Tahun 2005, SK Gubernur No. 1281
Tahun 1988 pada poin 3.7.7. Aspek Hukum.
2. Merumuskan peraturan yang memuat aspek perangsangan ekonomi bagi
keharusan terlibatnya unsur swasta dalam pengelolaan B3;
3. Melaksanakan seleksi mitra kerja yang telah berkegiatan dalam bidang B3
selama ini dan menghimpunnya sebagai calon potensial untuk
pengembangan pengelolaan B3 selaku operator.
4. Mengusulkan kebijakan pemerintah dalam bentuk peraturan untuk konsep
pemungutan biaya pelayanan khusus sebagai pengganti retribusi kawasan
dan Konsep penerapan pola kawasan dalam pengelolaan sampah.
Aspek Kelembagaan
Merumuskan perubahan dasar hukum yang menempatkan institusi Dinas
Kebersihan DKI Jakarta berkedudukan sebagai regulator, supervisor dan
fasilitator dalam pengelolaan Kebersihan sampah di DKI Jakarta.
Master Plan dan Kajian Akademis Persampahan Provinsi DKI Jakarta (Sinkronisasi, 2015) I1- 17
Mengatur pelaksanaan perubahan tata laksana secara bertahap yakni dengan
secara berangsur Dinas Kebersihan melepas peran sebagai operator terutama
bagi pelayanan terhadap daerah cukup mampu. Daerah yang layak mendapat
layanan oleh Dinas Kebersihan sepantasnya hanya daerah yang tergolong kurang
mampu (atas dasar pertimbangan subsidi). Penetapan tata laksana antara lain
mencakup penetapan kriteria kualifikasi operator, cakupan/lingkup tugas yang
dimandatkan pada beroperasinya swasta sebagai operator dan kebijakan teknis
lainnya. Dalam kurun waktu 5 tahun sejak tahun 2007, proses perubahan
menjadi regulator semakin mantap.
Aspek Pendanaan
Mengacu pada aspek pendanaan yang terdapat pada Master Plan Review 2005
memberikan rekomendasi bahwa perlu dilakukan upaya-upaya perbaikan
pemasukan retribusi dengan menelusuri tata cara yang sedang berlangsung
sampai dengan saat ini. Upaya-upaya yang dapat ditempuh bukan hanya
memperbesar nilai retribusi tetapi juga dengan menggunakan sistem dan
mekanisme pengumpulan retribusi melalui aternatif sebagai berikut :
1. Ekstensifikasi dan intensifikasi upaya penarikan dari seluruh sumber yang
telah ditetapkan.
2. Pengumpulan pembayaran melalui kas PLN dengan memasukan nilai 3% dari
biaya PLN diluar 3% biaya PJU tertera dalam kwitansi PLN dan bukan
dengan melakukan pungutan di loket tersendiri sebelum membayar PLN
sebagai persyaratannya.
3. Dengan mengacu Undang-Undang No. 20 tahun 1997 tentang Penerimaan
Negara bukan Pajak, maka pada posisinya sebagai Badan Layanan Umum,
Dinas kebersihan dapat lebih meningkatkan kinerja pengumpulan retribusi
daripada kondisi sebelumnya; satu dan lain hal adalah karena lebih
leluasanya status dan mekanisme pengumpulan retribusi oleh unit atau sub
unit yang diwenangi untuk melaksanakan kegiatan itu.
4. Merubah sistem pembayaran layanan kebersihan sampah melalui pajak
Daerah yang dapat diperuntukan bagi APBD dalam pengelolaan
kebersihannya.
Master Plan dan Kajian Akademis Persampahan Provinsi DKI Jakarta (Sinkronisasi, 2015) I1- 18
Aspek Peran Serta Masyarakat
Master Plan Review 2005 merekomendasikan pendekatan sanitasi lingkungan
untuk meningkatkan partisipasi aktif dari sektor swasta dan lokal komunitas.
Melalui pendekatan sanitasi, komunitas lokal dalam hal ini tingkat kelurahan
dapat diberdayakan untuk pemenuhan: 1). pengertian tentang manajemen
lingkungan secara holistik dan 2). Pemenuhan tujuan mereka, keinginan dan
prioritas dalam proses perencanaan komunitas lokal secara bottom up.
Upaya peningkatan partisipasi masyarakat lebih mendasari perlu dilaksanakan
melalui jalur pendidikan formal dengan cara penyediaan muatan pendidikan bagi
anak usia sekolah untuk meningkatkan pemahaman tentang pengelolaan sampah
sejak dini.
Mempersiapkan masyarakat melalui pemasaran sosial, dimana konsep dasar
kebutuhan akan air dan sanitasi muncul dari para penggunannya/dari para yang
memerlukannya, yang disebar-luaskan melalui media masa dan kontak langsung.
Mendorong sektor swasta untuk investasi dalam pembangunan dan
pengoperasian fasilitas pengolahan sampah termasuk sarana dan prasarana
penunjangnya seperti ITF, SPA dan truk sampah. Melalui Izin Konsesi bagi Mitra
Swasta baik pada sektor pengumpulan dan pengangkutan sampah, sistem
pengolahan sampah, sistem pembuangan sampah dan penanganan limbah B3,
selain dari penyapuan jalan.
Aspek Teknis Operasional
Rencana penanganan sampah DKI Jakarta yang termuat dalam Master Plan 1987
atau rencana induk pengelolaan sampah DKI Jakarta direview pada tahun 2005
dan disusun dalam rencana aksi (action plan) 2005-2015, dimana berdasarkan
rencana aksi tersebut pola penanganan sampah di wilayah DKI Jakarta diubah
dari sentralisasi menjadi desentralisasi atau multi simpul dengan membagi
daerah pelayanan menjadi 4 daerah pelayanan, yaitu Daerah Pelayanan A, B, C, D
di daratan dan Daerah Pelayanan E untuk pantai dan kepulauan. Daerah Pelayanan
A melayani Jakarta bagian Barat, Daerah Pelayanan B melayani Jakarta bagian
Utara, Daerah Pelayanan C melayani Jakarta bagian Selatan dan Daerah Pelayanan
D melayani Jakarta bagian Timur (lihat Gambar 2.3.)
Master Plan dan Kajian Akademis Persampahan Provinsi DKI Jakarta (Sinkronisasi, 2015) I1- 19
Sumber: Laporan akhir WJEMP DKI 3-11, Juli 2005.
Gambar 2.3. Rencana Daerah Pelayanan
Dengan pola tersebut maka sampah dari wilayah DKI Jakarta akan diolah di
dalam wilayah DKI Jakarta dengan menggunakan teknologi pengolahan sampah
yang ramah lingkungan atau dengan memandang sampah sebagai sumberdaya
untuk beberapa pemanfaatan lebih lanjut seperti kompos dan energi (Waste to
Energy, WTE), yakni melalui pembangunan Intermediate Treatment Facility (ITF)
di setiap daerah pelayanan. Tujuan pengolahan ini adalah untuk mereduksi
volume sampah sebelum dibuang ke tempat pemrosesan akhir (TPST) dengan
mengubah bentuk komposisi dan karakteristik sampah, sehingga yang akan
dibuang ke TPST hanya residu dari ITF.
Ada 4 ITF yang direncanakan akan dibangun, satu unit untuk masing-masing
daerah pelayanan. Tujuan jangka menengah sampai tujuan jangka panjang
Master Plan dan Kajian Akademis Persampahan Provinsi DKI Jakarta (Sinkronisasi, 2015) I1- 20
adalah Dinas Kebersihan berfungsi sebagai regulator, sementara fungsi operator
dialihkan ke sektor swasta.
Tahapan Pelaksanaan Program Review Master Plan 2005 – 2015 Tahapan pelaksanaan program pengelolaan persampahan DKI Jakarta dibagi
dalam tiga tahap sebagai berikut:
§ Tahap I (2005 – 2007)
Tahap I difokuskan pada pembangunan fasilitas pengolahan sampah (ITF
teknologi tinggi dan kompos sampah pasar) serta prasarana dan sarana
pelengkapnya di Daerah Pelayanan A. Karena fasilitas tersebut diharapkan
dapat mulai beroperasi pada tahun 2008, maka konstruksinya harus selesai
paling lambat pada akhir tahun 2007. Proyeksi sistem pengelolaan sampah
pada tahun 2008 secara skematis disajikan pada Gambar 2.4 berikut.
Gambar 2.4. Skematis Proyeksi Sistem Pengelolaan Sampah DKI Jakarta Tahap I, 2008 (dalam ton/hari) - Master Plan Review 2005
Studi kelayakan, detail disain dan studi AMDAL serta sosialisasi ke masyarakat
diperlukan untuk pembangunan fasilitas ITF dan diperkirakan pelaksanaannya
selesai pada pertengahan tahun 2006 sehingga kegiatan kontruksi selesai pada
tahun 2007.Selain pembangunan fasilitas pengolahan sampah yang baru,
diperlukan juga peningkatan/perbaikan fasilitas yang ada seperti pewadahan,
TPS, SPA, dan TPST Bantar Gebang, serta pengaturan aspek hukum dan institusi.
ITF - Kompos-84% Sampah Pasar
ITF - Teknologi Tinggi (DP A)
TPST
Timbulan Sampah
6.200
Sampah : 3.281 53%
Residu: 286 (20%)
ITF - Daur Ulang (Pemilahan di SPA)
Master Plan dan Kajian Akademis Persampahan Provinsi DKI Jakarta (Sinkronisasi, 2015) I1- 21
Pada Tahap I dilakukan perumusan Master Plan yang bersifat komprehensif
meliputi seluruh wilayah DKI Jakarta termasuk Kabupaten Administrasi
Kepulauan Seribu dengan cakupan kerangka waktu perencanaan sampah tahun
2025.
Pembangunan prasarana dan sarana pengelolaan sampah drainase juga
diharapkan dimulai pada tahap ini yang terlebih dahulu dilakukan dengan studi
kelayakan dan detail desain.
§ Tahap II (2008 – 2010)
Di Tahap II fokus pada pembangunan fasilitas ITF teknologi tinggi dan
kompos pasar di Daerah Pelayanan B termasuk prasarana dan sarana
penunjangnya. Juga direncanakan pembangunan prasarana dan sarana
pengelolaan sampah drainase. Proyeksi pengelolaan sampah pada tahun
2010 disajikan pada Gambar 2.5 berikut:
Gambar 2.5. Skematis Proyeksi Sistem Pengelolaan Sampah DKI Jakarta Tahap II, 2010 (dalam ton/hari) - Master Plan Review 2005
§ Tahap III (2011 – 2015)
Tahap III fokus pada pembangunan fasilitas ITF teknologi tinggi, SPA dan
kompos sampah pasar di Daerah Pelayanan C atau B dan Daerah Pelayanan
D. Pembangunan prasarana dan sarana pengelolaan sampah drainase masih
3 R
Kompos
TPST
Timbulan Sampah
6.337
ITF - Daur Ulang
(Pemilahan di SPA)
ITF - Kompos-84% Sampah Pasar
ITF - Teknologi Tinggi (DP A, C)
Master Plan dan Kajian Akademis Persampahan Provinsi DKI Jakarta (Sinkronisasi, 2015) I1- 22
diperlukan pada tahap ini. Upaya penegakan hukum diharapkan telah
diwujudkan pada tahap ini. Dengan tersedianya fasilitas pengelolaan
sampah di semua Daerah Pelayanan, proyeksi sistem pengelolaan dan
sistem pengangkutan sampah pada tahun 2015 pada Gambar 2.6 sebagai
berikut:
Gambar 2.6. Skematis Proyeksi Sistem Pengelolaan Sampah DKI Jakarta Tahap III, 2015 (dalam ton/hari) - Master Plan Review 2005
Program-program pada Tahap II dan III hanya merupakan bahan masukan bagi
perumusan Master Plan 2025. Jika pada Tahap I sudah ada beberapa pihak
swasta yang berperan dengan berinvenstasi pada pembangunan dan
pengoperasian beberapa fasilitas ITF dan SPA serta kompos dengan sendirinya
struktur program selanjutnya akan berbeda.
Di akhir Tahap III, bagan aliran sistem pengangkutan sampah DKI Jakarta
diharapkan seperti disajikan pada Gambar 2.7 berikut;
3 R TPST Timbulan Sampah
6.678
ITF - Kompos-84% Sampah Pasar
ITF - Daur Ulang (Pemilahan di SPA) ITF -Teknologi
Tinggi (DP A, B, C, D)
Master Plan dan Kajian Akademis Persampahan Provinsi DKI Jakarta (Sinkronisasi, 2015) I1- 23
Gambar 2.7 Bagan Aliran Sistem Pengangkutan Sampah– Master Plan Review 2005
Sampah B3
Individual Langsung
SPA Sunter
)
TPSS TPST BANTARGEBANGBEKASI
PPLI
PT. WGI
PT. DONG WOO
Rumah Tangga
Pasar
Sekolah
Kantor
Industri
Lainnya
Timbulan Sampah:6595 ton/hari
DaurUlang
ITFCakungCilincing
Master Plan dan Kajian Akademis Persampahan Provinsi DKI Jakarta (Sinkronisasi, 2015) I1- 24
Identifikasi Kendala Dalam Implementasi Master Plan Review 2005 A. PERMASALAHAN ASPEK TEKNIS
Timbulan Sampah
Dalam Master Plan 1987, timbulan sampah tahun 2005 diestimasi sebesar
10.220 ton/hari, namun ternyata hasil survey Konsultan DKI 3-11 hanya
kurang lebih 6.000 ton/hari. Tapi karena sumberdaya dan waktu yang
tersedia untuk pelaksanaan survey tersebut sangat terbatas, maka
sebaiknya dilaksanakan survey lebih lanjut yang lebih lengkap untuk
digunakan sebagai dasar penyusunan Master Plan baru.
Penyimpanan/Pewadahan
Pada Tahapan ini dapat dilihat gambaran perilaku masyarakat dalam
mengelola sampah berkaitan dengan kepedulian masyarakat terhadap
kebersihan lingkungan.
Dari hasil pemantauan langsung konsultan dilapangan. Terlihat gambaran
kepedulian masyarakat terhadap kebersihan lingkungan. Masih banyak
masyarakat di DKI Jakarta yang membuang sampah sembarangan di jalan
raya, saluran drainase, sungai, tanah kosong, pinggir rel kereta api dan di
hutan kota. Selain itu juga ditemukan masih ada yang melakukan
pembakaran sampah baik dilingkungan rumah tinggalnya maupun di
pinggir luar wilayah pemukimannya.
Kendala lainnya adalah masih banyak warga masyarakat yang bertempat
tinggal berdekatan dengan jalan protokol/ekonomi belum membersihkan
lingkungannya sampai ke bahu jalan.
Secara umum, masyarakat kurang peduli terhadap kebersihan lingkungan
diluar pagar rumahnya dan beranggapan bahwa kebersihan lingkungan
diluar pagar rumahnya merupakan tanggungjawab pemerintah.
Saat ini tempat penyimpanan/pewadahan disediakan masing-masing
masyarakat. Umumnya tempat pewadahan sampah berupa tong sampah,
Master Plan dan Kajian Akademis Persampahan Provinsi DKI Jakarta (Sinkronisasi, 2015) I1- 25
bak sampah atau kantong plastik. Masih sangat jarang masyarakat yang
mau melakukan pemilahan dengan berbagai alasan.
Banyak sekali ditemukan masyarakat memiliki pewadahan berupa bak
sampah permanen yang ditempatkan diatas saluran drainase. Bak sampah
permanen ini sangat tidak higienis bagi petugas sampah, untuk itu jenis
pewadah ini dari aspek lingkungan tidak dianjurkan.
Pola pewadahan juga memberikan andil yang besar bagi kelancaran
pengumpulan sampah. Sampah dalam bak permanen akan menambah
pekerjaan dan waktu bagi petugas pengangkut sampah.
Kebanyakan sampah basah yang dibuang ke tempat pewadahan sudah
dimasukkan kedalam kantong plastik yang tertutup/terikat terlebih
dahulu. Hal ini dapat mengurangi berkembang biaknya lalat. Namun
seringkali ada keluhan dari masyarakat bahwa sampah yang sudah
terbungkus rapi dalam kantong plastik yang mereka buang ke tempat
sampah yang ada di depan rumah mereka masing-masing menjadi
berantakan karena diacak-acak oleh pemulung yang masuk kedalam
lingkungan perumahan. Hal ini bisa dihindari bila masyarakat sudah
memilah sampah dari awal.
Pengangkutan Sampah
- TPS-TPS yang berada didaerah sempit dengan mobilitas penduduk
cukup padat akan mempengaruhi kelancaran pengangkutan sampah.
- Umumnya truk sampah yang ada belum dilengkapi dengan penampung
lindi, sehingga kemungkinan lindi tercecer di sepanjang jalan sangat
memungkinkan sekali. Hal ini menimbulkan polusi bau dan mengotori
badan jalan, sehingga sangat mengganggu dari segi estetika. Selain itu
juga ditemukan truk sampah yang kondisi fisiknya sudah sangat buruk,
bak sampahnya sudah bolong dan kropos. Truk-truk ini masih
dioperasikan.
- Pengangkutan sampah masih kurang efisien karena terjadi antrian truk
baik di TPSTBantar Gebang maupun SPA Sunter dan Cakung, masing-
masing sampai kurang lebih dua jam. Jumlah ritasi truk yang masuk ke
Master Plan dan Kajian Akademis Persampahan Provinsi DKI Jakarta (Sinkronisasi, 2015) I1- 26
TPSTBantar Gebang rata-rata per hari ± 600 rit. Bagan alir sistem
pengangkutan sampah dari berbagai sumbernya ke TPS, SPA dan
TPST.
Pembuangan Akhir
- Dalam perjanjian kerja sama antara Pemda DKI Jakarta dengan Pemda
Kota Bekasi disebutkan bahwa pengoperasian TPST tersebut akan
dilaksanakan oleh suatu Badan Usaha yang harus terbentuk paling
lambat tahun 2006. Sampai saat ini Badan Usaha tersebut belum
terbentuk. Sambil menunggu terbentuknya badan usaha tersebut, saat
ini TPST Bantar Gebang dioperasikan oleh perusahaan swasta, yang
juga akan berakhir pada tahun 2006. Bagaimana pengelolaan TPST
Bantar Gebang setelah tahun 2006 masih belum jelas.
- Sehubungan dengan keterbatasan daya tampung TPST Bantar Gebang
dan ketidakpastian pengoperasiannya setelah tahun 2006, diperlukan
penyiapan TPST baru dan fasilitas pengolahan sampah yang baru di
wilayah DKI Jakarta dengan mengaplikasikan teknologi maju yang
hemat lahan dan ramah lingkungan.
Limbah B3
Sampai saat ini limbah B3 yang tercampur dalam sampah rumah tangga dan
rumah sakit, masih belum dikelola dengan baik.
Sampah Sungai
Pada saat ini masih banyak sampah yang terdapat di sungai dan saluran
drainase. Sampah tersebut bersumber dari masyarakat setempat kurang
lebih 921 m3/hari, dan juga sampah "kiriman" dari luar wilayah DKI Jakarta
kurang lebih 146 m3/hari.
B. PERMASALAHAN ASPEK NON TEKNIS
Aspek Institusi
Pada saat ini Dinas Kebersihan berfungsi sebagai regulator dan juga
operator bidang pengelolaan sampah. Untuk peningkatan efisiensi
pengelolaan dan peningkatan kualitas pelayanan kepada masyarakat,
Master Plan dan Kajian Akademis Persampahan Provinsi DKI Jakarta (Sinkronisasi, 2015) I1- 27
dipandang perlu adanya pemisahan fungsi regulator dan operator, sehingga
terbentuk dua instansi yang masing-masing berfungsi sebagai regulator dan
operator. Dengan meningkatnya peran serta sektor swasta, diharapkan
fungsi operator dapat dilaksanakan oleh pihak swasta. Disamping itu, pada
saat ini Dinas Kebersihan mempunyai tugas pengelolaan limbah B3, namun
tugas itu tersebut belum terlaksana secara efektif .
Aspek Finansial
Pemungutan retribusi pengelolaan sampah masih kurang efektif. Tahun 2004
hanya Rp diperoleh 8,97 milyar, sehingga dana yang terkumpul masih jauh
di bawah biaya operasi dan pemeliharaan (< 4 %).
Peran Serta Masyarakat dan Sektor Swasta
Peran serta masyarakat dalam proses pengumpulan sampah sudah cukup
besar, namun masih perlu ditingkatkan terutama untuk proses pemilahan
sampah organik dan anorganik, serta upaya pengurangan sampah di
sumbemya.
Sektor swasta telah berperanserta dalam pelaksanaan pengelolaan sampah
antara lain pengangkutan sampah, penyewaan truk sampah, pengoperasian
SPA Cakung dan pengoperasian TPST Bantar Gebang. Hal itu masih perlu
ditingkatkan terutama peranserta swasta berupa investasi untuk
pembangunan fasilitas pengelolaan sampah (SPA, TPST, insinerator atau
WTE) termasuk pengoperasiannya.
Aspek Hukum
Selama ini penegakan hukum tentang kebersihan (termasuk sampah) masih
lemah. Di saniping itu, untuk mendukung sistem pengelolaan sampah yang
baru, diperlukan penataan kembali peraturan yang telah ada, serta
penerbitan peraturan baru baik berupa Perda, SK Gubernur dan Instruksi
Gubernur sesuai kebutuhan, baik yang menyangkut aspek institusi maupun
teknis operasional.
Master Plan dan Kajian Akademis Persampahan Provinsi DKI Jakarta (Sinkronisasi, 2015) I1- 28
Aspek Lingkungan
- Pengelolaan sebagian TPS dan TPST Bantar Gebang kurang ramah
lingkungan sehingga terjadi dampak negatif baik terhadap komponen
lingkungan biogeofisik maupun sosial
- Keberadaan ribuan pemulung di TPST Bantar Gebang merupakan
masalah sosial yang cukup sensitif.
- Pengelolaan TPST Bantar Gebang yang kurang memenuhi persyaratan
Sanitary Landfill telah menimbulkan persepsi negatif masyarakat
terhadap TPST sehingga menimbulkan kesulitan mencari lahan untuk
TPST baru.
2.2. PERIODE PERENCANAAN Periode Perencanaan Master Plan dan Kajian Akademis Persampahan Provinsi
DKI Jakarta direncanakan yang akan dilaksanakan selama 20 tahun, dimana
periode tersebut dibagi menjadi 4 (empat) fase yaitu sebagai berikut:
§ Fase I : Tahun 2012 - 2017 (5 Tahun)
§ Fase II : Tahun 2017 – 2022 (5 Tahun)
§ Fase III : Tahun 2022 – 2027 (5 Tahun)
§ Fase IV : Tahun 2027 – 2032 (5 Tahun)
2.3. KRITERIA PERENCANAAN
2.3.1. Kriteria Umum
Rencana induk penyelenggaraan PSP disusun hanya untuk kota besar dan
metropolitan. Suatu sistem penanganan sampah harus direncanakan dan
dibangun sedemikian rupa, sehingga dapat memenuhi tujuan dibawah ini:
1. Tersedianya prasarana dan sarana persampahan sesuai kebutuhan
pelayanan dengan mengedepankan pemanfaatan sampah dan mening-
katkan kualitas TPA melalui penerapan teknologi ramah lingkungan.
2. Tersedianya pelayanan pengumpulan dan pengangkutan sampah bagi
masyarakat di wilayah pelayanan dengan biaya (retribusi) yang
terjangkau oleh masyarakat.
3. Tersedianya program kampanye dan edukasi secara berkesinambungan
Master Plan dan Kajian Akademis Persampahan Provinsi DKI Jakarta (Sinkronisasi, 2015) I1- 29
untuk meningkatkan peran masyarakat dalam kegiatan 3R.
4. Tersedianya program peningkatankelembagaan yang memisahkan peran
operator dan regulator.
Rencana Induk ini harusmemenuhi syarat sebagai berikut:
1. Berorientasi kedepan;
2. Mudah dilaksanakan atau realistis; dan
4. Mudah direvisi atau fleksibel.
2.3.2. Kriteria Teknis
a. Periode perencanaan minimal 10 (sepuluh) tahun
b. Sasaran dan prioritas penanganan
Sasaran pelayanan pada tahap awal prioritas harus ditujukan pada daerah
yang telah mendapatkan pelayanan saat ini, daerah berkepadatan tinggi
serta kawasan strategis. Setelah itu prioritas pelayanan di arahkan pada
daerah pengembangan sesuai dengan arahan dalam perencanaan induk
kota.
c. Strategi penanganan
- Kondisi pelayanan eksisting termasuk keberadaan TPA dan masalah
pencemaran yang ada.
- Urgensi masalah penutupan dan rehabilitasi TPA eksisting serta pemilihan
lokasi TPA baru baik untuk skala kota maupun lintas kabupaten/ kota atau
lintas provinsi.
- Komposisi dan karakteristik sampah.
- Mengurangi jumlah sampah yang diangkut dan ditimbun di TPA secara
bertahap (hanya residu yang dibuang di TPA).
- Potensi pemanfaatan sampah dengan kegiatan 3R yang melibatkan
masyarakat dalam penanganan sampah di sumber melalui “bank
sampah”.
- Potensi pemanfaatan gas bio dari sampah di TPA
- Pengembangan pelayanan penangan sampah
- Penegakkan peraturan (law enforcement)
- Peningkatan manajemen pengoperasian dan pemeliharaan.
Master Plan dan Kajian Akademis Persampahan Provinsi DKI Jakarta (Sinkronisasi, 2015) I1- 30
d. Kebutuhan pelayanan
- Proyeksi penduduk harus dilakukan untuk interval 5 tahun selama periode
perencanaan.
- Proyeksi timbulan sampah setiap interval 5 tahun.
- Kebutuhan lahan TPA
- Kebutuhan prasarana dan sarana persampahan (pemilahan,
pengangkutan, TPS, TPS 3R, SPA, FPSA, TPST, dan TPA)
2.4. METODOLOGI SURVEI
2.4.1. Survey dan Pengkajian Wilayah Studi dan Wilayah Pelayanan Data primer dilakukan dengan pengambilan data langsung di lapangan dan
masyarakat di 5 Wilayah Administrasi DKI Jakarta.
Data timbulan, komposisi dan karateristik sampah diperoleh dengan melakukan
pengambilan sampel sampah dari berbagai sumber penghasil sampah di DKI
Jakarta. Perolehan data ini dilakukan oleh tim Studi Komposisi Sampah DKI
Jakarta 2011.
Data kondisi eksisting penanganan sampah darat DKI Jakarta dari berbagai
sumber penghasil sampah dan pendapat masyarakat mengenai pengelolaan
sampah dilakukan dengan survey lapangan ke pemukiman dan non pemukiman
di 5 wilayah Administrasi DKI Jakarta.
DKI Jakarta adalah kota megapolitan dengan heterogenitas pendapatan
/pengeluaran penduduk yang beragam. Oleh sebab itu, untuk mendapatkan
sampel yang dapat mendekati mewakili pendapat dari warga DKI Jakarta, data
dari sumber pemukiman dibagi atas 3 strata pendapatan/pengeluaran
penduduknya yakni :
1) Strata Pendapatan/Pengeluaran Tinggi
2) Strata Pendapatan/Pengeluaran Menengah
3) Strata Pendapatan/Pengeluaran Rendah
Jumlah data per daerah studi dan per strata pendapatan/pengeluaran ditetapkan
sebesar minimal 30 sampel sehingga kebutuhan data pemukiman perwilayah
Master Plan dan Kajian Akademis Persampahan Provinsi DKI Jakarta (Sinkronisasi, 2015) I1- 31
sebesar 90 buah atau 450 sampel se DKI Jakarta. Menurut Ida Bagus Matra dan
Kasto, untuk suatu penelitian survai dengan teknis analisa korelasi atau statistik
parametrik, maka sampel yang harus diambil minimal atau lebih besar dari 30
kasus. Data pemukiman diambil pada penghuni rumah tangga dan apartemen.
Data dari Sumber Non Pemukiman terdiri dari sumber-sumber sampah sebagai
berikut:
1) Pusat Pertokoan seperti mall, ruko dan toko pribadi
2) Hotel, baik hotel berbintang dan melati;
3) Tempat rekreasi;
4) Rumah Makan
5) Pelabuhan Kapal Laut, Terminal Bus dan Stasiun Kereta Api
6) Rumah Sakit dan poliklinik/puskesmas;
7) Kantor atau perkantoran;
8) Sekolah seperti SD, SMP, SMA, TK, Mib, MTs, Mab dan sederajat)
9) Perguruan Tinggi seperti Universitas, Akademi dan sederajat;
10) Industri, baik kawasan industri dan industri rumahan;
11) Rumah Peribadatan;
12) Taman, jalan dan sungai.
13) Pasar, baik pasar tradisional dan modern seperti Carefour, Giant dsb.
Lokasi dan jumlah data yang disurvey per wilayah dapat dilihat pada Tabel 2.6.
berikut ini.
Tabel 2.6.Lokasi & Jumlah Data untuk Survai di Pemukiman
Wilayah Studi
Strata Atas Strata Menengah Strata Rendah
Lokasi Jml Data Lokasi Jml
Data Lokasi Jml Data
Jakarta
Pusat
Menteng 30 RW12
Kelurahan
Cempaka
Putih Barat
30 Kelurahan
Kemayoran
30
Jakarta
Utara
Kelurahan
Kelapa
30 Kelurahan
Kelapa
30 Kelurahan
Penjaringan
30
Master Plan dan Kajian Akademis Persampahan Provinsi DKI Jakarta (Sinkronisasi, 2015) I1- 32
Wilayah Studi
Strata Atas Strata Menengah Strata Rendah
Lokasi Jml Data Lokasi Jml
Data Lokasi Jml Data
Gading
Barat RW
07
Gading
Barat RW
03
Jakarta
Timur
Balai
Pustaka
30 Komp
Perhubunga
n Laut
30 Perkampunga
n, Kelurahan.
cakung
30
Jakarta
Selatan
Tebet Barat 30 Kel. Pasar
Minggu
30 Kelurahan
Jagakarsa
30
Jakarta
Barat
Kel.
Tanjung
Duren
30 Kel. Kebon
Jeruk
30 Kelurahan
Rawa Buaya
30
Sumber : Analisa Konsultan 2011
Wilayah Jakarta Pusat
Tabel 2.7.Lokasi dan Jumlah Data Non Pemukiman di Jakarta Pusat
No. Sumber Penghasil Sampah
Jumlah Data Lokasi
1 Apartemen 1 Graha Cempaka Mas Apartment
2 Condominium 1 Mitra Oasis
3 Rusunami, Rusun 1 Rusun Tanah Tinggi
4 Pasar Tradisional 3 Pasar Rawa kerbau, Pasar Senen,
Pasar Sumur Batu
5 Pasar Modern 3 Carefour, Alfamart, Indomart
6 Mall 2 Atrium Senen, ITC (Cempaka
Mas)
7 Pertokoan (Ruko) 1 Seputaran Atrium Senen
8 Tempat Rekreasi 2 Monas, Taman Ismail Marzuki
(TIM)
9 Sekolah 3 SD 1/2 Cemp Putih Timur, SMPN
71, SMAN 30
Master Plan dan Kajian Akademis Persampahan Provinsi DKI Jakarta (Sinkronisasi, 2015) I1- 33
No. Sumber Penghasil Sampah
Jumlah Data Lokasi
10 Perguruan Tinggi 1 STIManagemen Transportasi
Trisakti Manajemen
11 Rumah Sakit 2 Rs.Cipto Mangunkusumo
Rs. Kesdam Ridwan Maureksa
12 Puskesmas 1 Puskesmas Cempaka Putih
13 Poliklinik 1 Klinik Medisari
14 Industri Perumahan 1 Industri Keramik
15 Hotel Berbintang dan
Melati
2 Hotel Mitra Oasis, Hotel Gran
Cempaka, Hotel Cempaka sari
16 Perkantoran 1 Seputaran Jl Kwitang
17 Terminal Bus 1 Terminal Senen
20 Stasiun Kereta Api 1 Stasiun Senen
21 Rumah Ibadah 1 Gereja Paskalis Cempaka putih
22 Taman & Jalan 3 Taman Cempaka Putih, Taman
Menteng,Seputar Cempaka Putih
23 Rumah Makan (Restoran) 1 Pizza Hut Cempaka Putih
24 Sungai 1 Kali Sentiong
25 TPS yg dikelola swasta 1 TPS Kel Pegangsaan
Sumber : Analisa Konsultan 2011
Wilayah Jakarta Utara
Tabel 2.8.Lokasi dan Jumlah Data Non Pemukiman di Jakarta Utara
No. Sumber Penghasil
Sampah Jumlah
Data Lokasi
1 Apartemen 1 Apartemen Kharisma
2 Condominium 1 Gading Mediteranian Resindence
3 Rusunami, Rusun 2 Rusun Pluit atau Rusun DKI
Penjaringan
4 Pasar Tradisional 3 Pasar Inpres Kelapa Gading
Timur, pasar Kelapa Gading
Timur,
5 Pasar Modern 3 Lote Mart, Kelapa Gading, Alfa,
Master Plan dan Kajian Akademis Persampahan Provinsi DKI Jakarta (Sinkronisasi, 2015) I1- 34
No. Sumber Penghasil
Sampah Jumlah
Data Lokasi
Indomaret
6 Mall 1 Artha gading mall
7 Pertokoan (Ruko) 1 Ruko Permata Kelapa Gading
8 Tempat Rekreasi 1 Taman Impian Jaya Ancol
9 Sekolah 3 SD 03 Kelapa Gading Timur, SMP
123, Kelapa Gading Timur, SMA
45, Kelapa Gading Timur,
10 Perguruan Tinggi 1 STIE IBII
11 Rumah Sakit Kelas A 1 Mitra Keluarga Internasional,
12 Rumah Sakit Kelas B 1 RS Pelabuhan
13 Puskesmas 1 Puskesmas Kelapa Gading Timur 2
14 Kawasan Industri 1 Industrial Estate Ancol
15 Industri Besar 1 Indofood Success Makmur
16 Hotel Berbintang dan
Melati
3 Hotel Haris, Hotel Grand Ancol,
Hotel Alexis
17 Perkantoran 1 Sepanjang jalan Boulevard Barat
18 Pelabuhan Laut 1 Pelabuhan Tanjung Priok
19 Terminal Bus 1 Terminal Tanjung Priok
20 Stasiun Kereta Api 1 Stasiun kereta Api Kota
21 Rumah Ibadah 1 Masjid Musyawaroh
22 Taman & Jalan 3 Seputaran Penjaringan
23 Rumah Makan
(Restoran)
1 Seputaran Penjaringan
24 Sungai 1 Sungai Sunter
Sumber : Analisa Konsultan 2011
Wilayah Jakarta Timur
Tabel 2.9.Lokasi dan Jumlah Data Non Pemukiman di Jakarta Timur
No. Sumber Penghasil Sampah
Jumlah Data Lokasi
1 Apartemen 1 Patria Park Apart
2 Pasar Tradisional 1 Pasar Rawamangun
3 Pasar Modern 3 Tip Top, Alfamart, Indomart
4 Mall 1 Arion Mall
Master Plan dan Kajian Akademis Persampahan Provinsi DKI Jakarta (Sinkronisasi, 2015) I1- 35
No. Sumber Penghasil Sampah
Jumlah Data Lokasi
5 Pertokoan (Ruko) 1 Sepanjang jalan Pemuda
6 Tempat Rekreasi 1 Taman Mini Indonesia Indah
7 Sekolah 3 SD Rawamangun (balai pustaka
timur), SMPN 74, SMU
Muhammdiyah XI
8 Perguruan Tinggi 1 UNJ
9 Rumah Sakit Kelas A 1 Rs. Persahabatan
10 Puskesmas 1 Puskersmas Pisangan Timur I
11 Kawasan Industri 1 Pulo Gadung
12 Industri Perumahan Perkampungan Industri Kecil
(PIK) Penggilingan
13 Industri Besar 1 Industrial Gasess Indonesia
(I.G.I)
14 Hotel Berbintang dan
Melati
3 Hotel Grand Menteng, Hotel Alia
Matraman, Hotel Idola
15 Perkantoran 1 Seputaran Jln Pemuda
16 Terminal Bus 1 Rawamangun
17 Stasiun Kereta Api 1 Stasiun Jatinegara
18 Rumah Ibadah 1 Masjid Babussalam
19 Taman & Jalan 2 Seputaran Rawamangun,
20 Rumah Makan (Restoran) 1 Seputaran Rawamangun
21 Sungai 1 CiLiwung
Sumber : Analisa Konsultan 2011
Wilayah Jakarta Selatan
Tabel 2.10.Lokasi dan Jumlah Data Non Pemukiman di Jakarta Selatan
No. Sumber Penghasil Sampah
Jumlah Data Lokasi
1 Apartemen 1 The Lavande Suites
2 Rusunami, Rusun 1 Rumah Susun Tebet Harum
3 Pasar Tradisional 1 Pasar Tebet Barat
Master Plan dan Kajian Akademis Persampahan Provinsi DKI Jakarta (Sinkronisasi, 2015) I1- 36
No. Sumber Penghasil Sampah
Jumlah Data Lokasi
4 Pasar Modern 1 Carefour Pasar Festival
5 Mall 1 Mall Kalibata
6 Pertokoan (Ruko) 1 Seputaran Pasar minggu raya
7 Tempat Rekreasi 2 Kebon Binatang Ragunan
8 Sekolah 3 SDN 01/06 Tebet Timur, SMPN
115 Jakarta, Tebet Timur, SMUN
26 Jakarta, Tebet Barat
9 Perguruan Tinggi 1 Universitas Sahid
10 Rumah Sakit Kelas B 1 Rs. Tebet
11 Puskesmas 1 Puskesmas Tebet Timur
12 Poliklinik 1 Klinik An-Nur Medical Center
13 Kawasan Industri Jl. TB. Simatupang Kel.Cilandak
Timur
14 Industri Perumahan 1 Sekitar Jl. Supomo Kel. Tebet
Barat
15 Hotel Berbintang 1 Hotel Haris
16 Perkantoran 1 Seputaran Prof Dr Supomo
17 Terminal Bus 1 Terminal Manggarai
18 Stasiun Kereta Api 1 Stasiun Manggarai
19 Rumah Ibadah 1 Masjid Muhammaddiyah
20 Taman & Jalan 3 Seputaran Tebet
21 Rumah Makan (Restoran) 1 Seputaran Tebet
22 Sungai 1 Seputaran Tebet
Sumber : Analisa Konsultan 2011
Wilayah Jakarta Barat
Tabel 2.11.Lokasi dan Jumlah Data Non Pemukiman di Jakarta Barat
No. Sumber Penghasil Sampah
Jumlah Data Lokasi
1 Apartemen 2 Apartemen Mediterania,
Apartemen Central Park
Master Plan dan Kajian Akademis Persampahan Provinsi DKI Jakarta (Sinkronisasi, 2015) I1- 37
No. Sumber Penghasil Sampah
Jumlah Data Lokasi
2 Condominium 1 Taman Anggrek
3 Rusunami, Rusun 1 Tambora
3 Pasar Tradisional 2 Pasar Kota Grogol, Pasar Tomang
Barat
4 Pasar Modern 2 Hero Tomang Raya, Indomaret
5 Mall 2 Mall Ciputra, Mall Taman Anggrek
6 Pertokoan (Ruko) 1 ITC Roxy Mas
7 Tempat Rekreasi 2 Museum sejarah Jakarta, Hutan
Lindung Srengseng
8 Sekolah 3 SDN 16/18, SMPN 220, SMA BPK
Penabur 1
9 Perguruan Tinggi 1 Kampus Trisakti, Penabur,
Tarumanegara
10 Rumah Sakit Kelas B 1 Rs Sumber Waras
11 Puskesmas 1 Puskesmas Grogol 3
12 Poliklinik 1 Klinik Univ. Trisakti
13 Industri Perumahan 1 Perkampungan Industri Kecil
(PIK) Swakerta
14 Industri Besar 1 PT. Kedaung karton
15 Hotel Berbintang 3 Hotel Ciputra, Hotel Boutique (FM1)c, Hotel Twin Plaza
16 Perkantoran 1 Sepanjang Slipi / Tomang
17 Terminal Bus 1 Terminal Grogol,
18 Stasiun Kereta Api 1 Sta Grogol
19 Rumah Ibadah 1 Masjid Baiturahaman
20 Taman & Jalan 3 Taman Pelangi Tomang,
Sepanjang jalan S.Parman,
Sepanjang jalan Tomang Raya
21 Rumah Makan (Restoran) 1 Sepanjang Slipi / Tomang
22 Sungai 1 Kali Grogol
Sumber : Analisa Konsultan 2011
Data sekunder dilakukan dengan cara;
1) pencarian atau penelusuran informasi atau data melalui media internet;
Master Plan dan Kajian Akademis Persampahan Provinsi DKI Jakarta (Sinkronisasi, 2015) I1- 38
2) pencarian dengan mempelajari informasi atau data dari referensi atau studi-
studi yang ada terdahulu.
3) Pencarian data ke instansi terkait seperti Badan Pusat Statistik, Dinas
Kebersihan, Suku Dinas Kebersihan, Bapeda,
4) Koordinasi dengan pihak terkait.
Penelusuran Melalui Media Internet
Umumnya beberapa data atau informasi yang bersifat Ketentuan peraturan
Perundang-undangan, dan Tugas Pokok dan Fungsi suatu instansidapat diperoleh
melalui media internet, selain mendapatkan/memperoleh langsung dari instansi
terkait yang mengeluarkannya.
Penelusuran Referensi dan Studi-studi Terdahulu
Referensi dan studi-studi terdahulu dikaji atau dipelajari untuk memperoleh
informasi dan data:
1) Runutan dari tahun ke tahun (time serries) timbulan, komposisi dan
karakteristik sampah DKI Jakarta,
2) Pengalaman keberhasilan dan kendala pada konsep dan program-program
pelaksanaan terdahulu, dan
3) Data-data teknis prasarana dan sarana, alternatif teknologi pengolahan
terdahulu yang masih up to date,
4) Data peran serta masyarakat, lembaga swasta dan pihak swasta.
Referensi atau studi-studi terdahulu diperoleh baik dari Dinas Kebersihan, Bank
Dunia, perusahaan konsultan atau lembaga penelitian ataupun swadaya
masyarakat terkait dan dokument internal.
Penelusuran Data ke Instansi Terkait
Data yang diperlukan dan Instansi terkait yang dikunjungi antara lain:
Data populasi penduduk 5 tahun terakhir dari Badan Pusat Statistik Provinsi DKI
Jakarta dan Wilayah;
Data Rencana Tata Ruang dan Wilayah DKI Jakarta 20 tahun mendatang (2010 –
2030) dari Instansi Bapeda DKI Jakarta.
Master Plan dan Kajian Akademis Persampahan Provinsi DKI Jakarta (Sinkronisasi, 2015) I1- 39
Koordinasi dengan Pihak Terkait
Koordinasi dengan pihak-pihak terkait dilakukan mulai dari Sudin-sudin
Kebersihan, Kecamatan dan Kelurahan, RT/RW dan pengelola-pengelola di
kawasan pertokoan, hotel, perkantoran, sekolah, pasar modern, pasar
tradisional, restoran, jalan, taman, terminal bus dan stasiun kereta di 5 wilayah
Provinsi DKI Jakarta.
2.4.2. Survei dan Pengkajian Sumber Timbulan, Komposisi dan Karakteristik Sampah
2.4.2.1. Berat Jenis dan Timbulan Sampah Dari hasil Kajian Studi Komposisi dan Karakteristik Sampah Provinsi DKI Jakarta
yang dilakukan pada tahun 2011, melakukan pelaksanaan survey pada 3 (tiga)
sumber sampah perumahanyaitu perumahan pendapatan Tinggi, Menengah,
Rendah yang dilakukan selama 8 (delapan) hari di 5 (lima) wilayah DKI Jakarta
yaitu Jakarta Pusat, Jakarta Timur, Jakarta Barat, Jakarta Utara dan Jakarta
Selatan berturut-turut, didapatkan nilai berat jenis dan timbulan sampah, sebagai
berikut :
Tabel 2.12.Rekapitulasi Berat Jenis dan TimbulanSampah Perumahan DKI Jakarta
Sumber: Analisa Kajian Studi Komposisi dan Karakteristik Sampah Provinsi DKI
Jakarta, 2011
Dari Tabel 2.12. di atas dapat dilihat rata-rata timbulan sampah 0,7532
Kg/o/hari untuk perumahan strata tinggi (High Income) di DKI Jakarta. Rata-
ratatimbulan sampah 0,6055 Kg/o/hari untuk perumahan strata menengah
(Middle Income) di DKI Jakarta. Rata-rata timbulan sampah 0,6651 Kg/o/hari
BeratJenis Timbulan Timbulankg/L Kg/o/h l/o/h
1 HighIncome(HI) 0,2959 0,7532 2,21942 MiddleIncome(MI) 0,2334 0,6055 1,91423 LowIncome(LI) 0,2572 0,6651 2,0622
Rata-rata 0,2593 0,6688 2,0571
NoSampel Sumber
Master Plan dan Kajian Akademis Persampahan Provinsi DKI Jakarta (Sinkronisasi, 2015) I1- 40
untuk perumahan strata rendah (Low Income) di DKI Jakarta. Sedangkan rata-
rata berat jenis di sumber sampah perumahan DKI Jakarta adalah 0,2593 Kg/L.
Timbulan sampah di perumahan High Income lebih besar dibandingkan dengan
timbulan sampah di perumahan Middle dan Low Income. Jumlah penghuni yang
cukup banyak dalam satu rumah (paling sedikit adalah 5 orang) terdiri dari
keluarga inti, pembantu, dan supir serta luas bangunan/lahan yang dimiliki
berpotensi menyebabkan sampah yang dihasilkan cukup besar. Diketahui bahwa
meskipun keluarga inti jarang makan dirumah, namun sampah dapur yang
dihasilkan dari perumahan High Income tetap ditemukan karena kegiatan
memasak tetap dilakukan untuk kebutuhan penghuni lainnya. Besarnya timbulan
juga dipengaruhi dengan adanya sampah kertas (duplek, kardus, boncos), Plastik
dan styrofoam (pembungkus makanan) serta sampah yang berasal dari
kebun/halaman rumah tersebut. Timbulan sampah di perumahan Low income
lebih besar dibandingkan dengan perumahan Middle Income karena umumnya
sampah yang ditemukan di perumahan Low Income adalah sampah dapur, hal ini
karena setiap harinya mereka melakukan kegiatan memasak, selain itu tidak
dipungkiri bahwa jumlah penghuni di perumahan Low Income cukup banyak
dalam satu rumah (keluarga inti ditambah kerabat yang menumpang)
meskipun dengan kondisi bangunan yang kecil, jikadibandingkan dengan
jumlah penghuni di perumahan Middle Income yang umumnya lebih sedikit.
Penghuni perumahan Middle Income umumnya adalah keluarga inti, keadaan
ekonomi menengah dengan aktifitas padat diluar rumah.
Master Plan dan Kajian Akademis Persampahan Provinsi DKI Jakarta (Sinkronisasi, 2015) I1- 41
Tabel 2.13.Rekapitulasi Timbulan Sampah di DKI Jakarta Berdasarkan
Sumbernya
Sumber: Analisa Kajian Studi Komposisi dan Karakteristik Sampah Provinsi DKI Jakarta,
2011
Dari data di atas dapat dilihat total produksi sampah di 14 sumber sampah yang
di studi di DKI Jakarta adalah sebesar 32.531,8675 m3/hari. Dan perkiraan
timbulan sampah di DKI Jakarta berdasarkan hasil survey adalah 3,4004
liter/orang/hari.
Tabel 2.14.Rekapitulasi Berat Jenis Sampah di DKI Jakarta
Sumber: Analisa Kajian Studi Komposisi dan Karakteristik Sampah Provinsi DKI Jakarta, 2011
SumberSampah TimbulanTiapSumber Satuan JumlahTiap
sumber
TotalProduksiSampah
(liter/hari)
TotalProduksiSampah(m3/hari)
Perumahan(HML) 2,0571 l/o/hari 9.567.127,0000 19.680.536,9517 19.680,5370PasarModern 0,8550 l/m2/hari 504.967,5000 431.747,2125 431,7472PasarTradisional 0,6434 l/m2/hari 765.732,5714 492.672,3364 492,6723Sekolah 0,1143 l/siswa+guru/hari 578.974,0000 66.176,7282 66,1767Kantor 3,0766 l/pegawai/hari 2.377.257,0000 7.313.868,8862 7.313,8689Toko 3,5508 l/kary/hari 172.959,0000 614.142,8172 614,1428Restoran 3,3310 l/kursi/hari 108.700,0000 362.079,7000 362,0797Hotel 3,7509 l/kamar/hari 32.520,0000 121.979,2680 121,9793Jalan 0,4530 l/m/hari 7.208.537,0000 3.265.467,2610 3.265,4673Taman 0,0783 l/m2/hari 2.282.627,8900 178.729,7638 178,7298Stasiun 0,0128 l/m2/hari 57.791,0000 739,7248 0,7397Terminal 0,0778 l/m2/hari 47.902,0000 3.726,7756 3,7268
TotalProduksiSampah 32.531.867,4254 32.531,8675
No SumberSampah BeratJenis
1 Perumahan(HML) 0,25932 PasarModern 0,30623 PasarTradisional 0,36204 Sekolah 0,35475 Kantor 0,06586 Toko 0,12907 Restoran 0,30948 Hotel 0,32829 Jalan 0,139210 Taman 0,095811 Stasiun 0,101112 Terminal 0,1224
Rata-rata 0,2035
Master Plan dan Kajian Akademis Persampahan Provinsi DKI Jakarta (Sinkronisasi, 2015) I1- 42
Tabel 2.15.Rekapitulasi Komposisi Sampah di DKI Jakarta
Sumber: Analisa Kajian Studi Komposisi dan Karakteristik Sampah Provinsi DKI
Jakarta, 2011
Gambar 2.28. Rata-Rata (%) Komposisi Sampah di DKI Jakarta
Dari data diatas dapat dilihat bahwa rata-rata komponen Organik Sampah DKI
Jakarta 53,7501%, Anorganik 45,6909% dan Sampah B3 0,5590%. Sedangkan
berdasarkan sumber sampahnya, maka sumber sampah yang mempunyai
persentasi organik paling tinggi berasal dari Pasar Tradisional sebesar 80,4769%,
No SumberSampah Organik(%)
NonOrganik
SampahB3(%)
Jumlah(%)
1 Perumahan(HML) 69,5313 30,3075 0,1613 100,00002 PasarModern 50,4916 49,2871 0,2213 100,00003 PasarTradisional 80,4769 18,9705 0,5526 100,00004 Sekolah 47,4667 52,5333 0,0000 100,00005 Kantor 12,6047 85,3953 2,0000 100,00006 Toko 42,4500 57,5500 0,0000 100,00007 Restoran 77,6798 22,3202 0,0000 100,00008 Hotel 35,8168 64,1832 0,0000 100,00009 Jalan 46,9680 53,0320 0,0000 100,000010 Taman 63,1313 36,7845 0,0842 100,000011 Stasiun 45,2306 54,7694 0,0000 100,000012 Terminal 38,8047 61,1953 0,0000 100,0000
Rata-rata 53,7501 45,6909 0,5590 100,0000
Master Plan dan Kajian Akademis Persampahan Provinsi DKI Jakarta (Sinkronisasi, 2015) I1- 43
karena Pasar Tradisional merupakan tempat berjualan dari berbagai keperluan
rumah tangga khususnya bahan makanan yang antara lain sayur –sayuran, buah
-buahan, bunga segar dll. Persentasi organik yang tinggi ini disebabkan karena
adanya sisa -sisa dari sayuran maupun buah-buahan yang terbuang seperti
tangkai atau bagian sayur dan buah yang busuk atau tidak terpakai lagi ataupun
sisa-sisa dari bunga segar yang sudah layu. Sedangkan persentasi terendah
komposisi sampah organik berasal dari sampah Kantor yaitu sebesar 12,6047%.
Persentase tertinggi komponen sampah Anorganik berasal dari Kantor sebesar
85,3953% (sebagian besar merupakan sampah kertas 41,8219% dan sampah
plastik 21,9109%), komponen sampah anorganik tertinggi berikutnya dari Hotel
sebesar 64,1832% (komposisi tertinggi didalamnya Kertas 40,4633% dan Plastik
14,1810%). Komponen Plastik tertinggi berasal dari sampah Terminal yaitu
31,5067%. Sedangkan persentase komponen Anorganik terendah berasal dari
sampah Pasar Tradisional yakni sebesar 18,9705%.
Komponen sampah plastik dan kertas merupakan komponen sampah yang cukup
besar persentasenya setelah komponen sampah organik, hal ini disebabkan
karena perkembangan ekonomi maupun teknologi disegala bidang, sebagai
contoh kemasan atau pembungus makanan yang dapat terbuat dari plastik
maupun kertas, duplek maupun kardus. Komponen kertas yang paling banyak
ditemukan adalah kertas Boncos dan Duplek, sedangkan kertas HVS, Kertas
Koran dan Kardus tidak telalu banyak karena merupakan komponen yang dapat
dijual. Sedangkan komponen plastik yang paling banyak ditemukan adalah Plastik
Kemasan Makanan, Lembaran Keresek, Gelas/Botol Plastik Aqua.
2.4.2.2. Karakteristik Sampah Karakteristik sampah biasanya terdiri dari Nilai Kalor dalam Kkal/Kg, Kadar Air
dan Kadar Abu dalam % berat. Pada Studi ini Karakteristik yang diuji di
Laboratorium selain 3 parameter diatas juga mencakup Kadar Volatil dalam %
dan C/N Ratio. Karakteristik sampah merupakan salah satu data dasar yang
penting yang dapat digunakan dalam pemilihan teknolgi pengolahan sampah.
Master Plan dan Kajian Akademis Persampahan Provinsi DKI Jakarta (Sinkronisasi, 2015) I1- 44
Rekapitulasi hasil analisa Karakteristik sampah pada 14 sumber di 5 (lima)
wilayah DKI Jakarta disajikan pada tabel berikut :
Tabel 2.16. Rekapitulasi Karakteristik Sampah di DKI Jakarta
Sumber: Analisa Kajian Studi Komposisi dan Karakteristik Sampah Provinsi DKI Jakarta
(Hasil Laboratorium), 2011
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa rata-rata Kadar Air 47,97%, Kadar Abu
14,95%, Nilai Kalor 3424,63 KKal/Kg, Kadar Volatil 82,77% dan C/N ratio
74,81 : 1.
Sampah yang berasal dari Pasar Tradisional memiliki kadar air terbesar yaitu
74,12%, kemudian Restoran sebesar 65,49%. Hal ini disebabkan adanya
komponen sampah yang memiliki kandungan air yang cukup tinggi seperti dari
sayuran/buah yang sudah membusuk, sisa makanan dan sampah organik
lainnya. Hal ini juga dapat dilihat dari komposisi sampahnya maka terlihat
komponen organiknya tertinggi pertama dan kedua adalah Pasar Tradisional dan
Restoran. Sedangkan kadar air terendah adalah dari sampah Jalan yaitu 29,24%
karena merupakan sampah kering, plastik dan lain-lain.
Kadar Abu tertinggi berasal dari sampah Jalan yaitu sebesar 24,74% dan
terendah dari sampah Pasar Moderen yaitu 10,81%.
No Sumber C/NRation(C:1)
KadarAir(%)
KadarAbu(%)
NilaiKalori(KKal/Kg)
KadarVolatil(%)
1 PerumahanHighIncome 99,42 56,77 10,93 3373,91 85,932 PerumahanMidleIncome 77,47 53,45 13,90 3411,63 80,923 PerumahanLowIncome 68,76 57,21 15,92 3005,31 80,76
4 PasarModeren 104,40 48,32 10,81 3957,75 89,195 PasarTradisional 100,38 74,12 13,30 3839,00 86,706 Sekolah 85,05 41,02 13,79 3727,06 86,217 Perkantoran 64,82 33,63 12,71 3611,63 87,428 Pertokoan 96,01 35,04 19,37 3543,31 80,639 Restoran 74,93 65,49 17,16 3751,69 83,5910 Hotel 88,89 49,62 17,05 3548,94 82,9511 Jalan 60,80 29,24 24,74 3991,31 75,2712 Taman 44,83 32,81 18,70 4318,69 81,3013 StasiunKA 66,39 39,02 13,48 3666,00 86,5214 TerminalBus 62,92 41,97 15,38 3708,81 84,62
74,81 47,97 14,95 3424,63 82,77RATA-RATA
PARAMETER
Master Plan dan Kajian Akademis Persampahan Provinsi DKI Jakarta (Sinkronisasi, 2015) I1- 45
Nilai Kalor tertinggi berasal dari sampah Taman yaitu sebesar 4318,69 Kkal/Kg
karena terdiri dari sampah daun kering dan ranting. Nilai kalor terendah dari
sampah Perumahan Low Income yaitu 3005,31 Kkal/Kg karena umumnya
merupakan sampah basah.
Kadar Volatil sampah yang tertinggi berasal dari sampah Pasar Moderen yaitu
sebesar 89,19% karena jenis sampah memiliki kandungan polimer yang cukup
tinggi, dan terendah dari sampah Jalan yaitu 75,27%.
C/N Ratio tertinggi berasal dari sampah Pasar Moderen yaitu sebesar 104,40 : 1,
karena jenis sampahnya merupakan sampah sisa-sisa sayuran dan buah-buahan,
dan terendah dari sampah Taman yaitu 44,83 : 1 karena merupakan sampah
dedaunan.
2.4.3. Survei dan Pengkajian Demografi dan Ketatakotaan Perkembangan suatu wilayah sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor
pembentuk wilayah itu sendiri, faktor pembentuk yang bersifat non fisik dan fisik
seperti kondisi sosial, ekonomi, budaya dan kearifan lokal. Sedangkan faktor fisik
seperti ketersediaan lahan dan lingkungan pengembangan.Selain faktor
pembentuk wilayah tersebut, perkembangan wilayah sangat ditentukan oleh
kebijaksanaan pembangunan pemerintah daerah dan tata ruang, baik arah dan
maupun strategi yang akan dilakukan pemerintah ke depan untuk rencana
pembangunan jangka pendek, rencana pembangunan jangka menengah dan
rencana pembangunan jangka panjang.
Berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 1
Tahun 2008 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD)
Tahun 2007-2012, arah kebijakan umum pembangunan daerah dalam
penyelenggaraan urusan pekerjaan umum, menyebutkan masalah sampah yaitu
meningkatkan keterlibatan masyarakat dan swasta (dunia usaha) dalam
penerapan 3 R (Reduce, Reuse dan Recycle). Kemudian dalam penyelenggaraan
urusan Pekerjaan Umum dalam kaitannya dengan bangunan gedung Pemerintah
Provinsi DKI Jakarta, penanganan sampah diarahkan mengembangkan program
3 R di tingkat komunitas RW, membangun satu buah Intermediate Treatment
Master Plan dan Kajian Akademis Persampahan Provinsi DKI Jakarta (Sinkronisasi, 2015) I1- 46
Facilities (ITF). Memfasilitasi swasta untuk membangun dan mengoperasikan
ITF,memisahkan dan memperkuat fungsi operator pengelolaan sampah dan
meningkatkan fungsi regulator penanganan sampah. Sebagaimana di jelaskan
diatas,Penanganan dan pengelolaan masalah sampah di Provinsi DKI Jakarta
sudah masuk dalam kebijakan, strategi program, dan kegiatan pembangunan
daerah.Bahkan disebut teknologi pengolahan sampah yang direkomendasikan
dalam hal ini ITF pada tahun 2012.
Kondisi eksisting (tahun 2011) penggunaan lahan DKI Jakarta (ruang daratan) di
dominasi oleh penggunaan perumahan dan fasilitasnya, kemudian penggunaan
perkantoran, perdagangan,jasa dan taman, kemudian penggunaan lahan
kawasan industri,pergudangan dan lahan kosong, selanjutnya pengunaan lahan
kantor pemerintahan, pengunaan lahan kawasan terbuka hijau non lindung.
Kondisi penggunaan lahan tersebut akan sejalan dengan karekteristik sumber
timbulan sampah, komposisi dan sistem penanganannya.Hal ini terlihat dari data
timbulan Dinas Kebersihan tahun 2010 sebesar 58 % atau 16.185,51 m3
merupakan sampah rumah tangga.
Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistim jaringan
prasarana dan sarana, yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial
ekonomi masyarakat yang secara hirarkis memiliki hubungan fungsional.
Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi DKI Jakarta tahun
2011-2030, rencana struktur ruang daratan terbagi pusat kegiatan primer dan
pusat kegiatan sekunder. Dimana untuk pusat kegiatan primer terdiri dari 11
(sebelas) kawasan dan pusat kegiatan sekunder terdiri dari 8 (delapan) kawasan.
Untuk kawasan pusat kegiatan primer berpola mengelompok, walaupun sebagian
pusat kegiatan primer menyebar. Sedangkan untuk pusat kegiatan sekunder
berpola menyebar, dan sebagian berkelompok (berdekatan) lokasinya. Rencana
struktur ruang daratan merupakan suatu kawasan pusat aktivitas permukiman,
perkantoran, perdagangan dan jasa, kawasan ini berfungsi komersial yang
berpotensi menghasilkan timbulan sampah cukup tinggi.
Rencana pola ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah,
yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang
Master Plan dan Kajian Akademis Persampahan Provinsi DKI Jakarta (Sinkronisasi, 2015) I1- 47
untuk fungsi budidaya. Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)
Provinsi DKI Jakarta tahun 2011-2030, rencana pola ruang daratan terbagi
kawasan lindung dan kawasan budidaya. Untuk kawasan lindung dalam hal ini
kawasan terbuka hijau lindung hanya terdapat di Kecamatan Penjaringan dan
untuk kawasan berfungsi lindung berupa kawasan sepadan sungai,danau dan
taman kota. Sedangkan kawasan budidaya terdiri dari kawasan perumahan,
kawasan perkantoran,perkantoran dan jasa, kawasanpemerintahan, kawasan
industri dan pergudangan, pelayanan umum dan sosial, kawasan tambak dan
sawah. Rencana pola ruang daratan terutama untuk kegiatan komersial berpusat
di Jakarta Pusat dan sebagian Jakarta Utara, Jakarta Selatan, Jakarta Barat dan
Jakarta Timur. Kawasan perkantoran, perdagangan dan jasa. Sedangkan untuk
kawasan industri, pergudangan dan taman sebagaian besar di Jakarta Utara dan
Jakarta Timur.
Berdasarkan uraian dan penjelasan kebijakan pembangunan daerah (RPJMD
Provinsi DKI Jakarta tahun 2007-2012) dan tata ruang (RTRWP DKI Jakarta
tahun 2011-2030) di atas, maka untuk mengoptimalkan pengelolaan sampah
Provinsi DKI Jakarta dari tahun 2012-2032 adalah sebagai berikut.
1) Konsep menggambarkan back bone dari tata ruang adalah angkutan umum
massal yang membentang timur-barat,utara-selatan serta tenggara dan
barat daya dengan 3 jaringan berbentuk radial yaitu inner ring road, outer
ring road dan out outer ring road. Sistem jaringan transportasi ini
mendukung adanya pemusatan kegiatan dengan intensitas tinggi di pusat
kota terutama dalam loop line kereta api. Dan di sisi lain sistem transportasi
ini untuk mendukung pusat kegiatan primer Kawasan Medan Merdeka,
Kawasan Mangga Dua, Kawasan Bandar Kemayoran, Kawasan sentra primer
Tanah Abang, Kawasan Dukuh Atas, Kawasan Jati Negara, Kawasan
Marunda, Kawasan Segi Tiga Emas Setia Budi, Kawasan Manggarai, Kawasan
Sentra Primer Utara, Kawasan Sentra Primer Timur, Kawasan Tengah
Pantura, dan Kawasan Sentra Primer Ekonomi Strategis Marunda. Kemudian
pusat kegiatan sekunder Kawasan Glodok, Kawasan Harmoni, Kawasan
Senen, Kawasan Jatinegara, Kawasan Kelapa Dua, Kawasan Blok M,
Kawasan Grogol dan Kawasan Pramuka.
Master Plan dan Kajian Akademis Persampahan Provinsi DKI Jakarta (Sinkronisasi, 2015) I1- 48
Kawasan tersebut diatas pengelolaan sampahnya diarahkan ke ITF Cakung-
Cilincing dengan proses komposting dan ITF Sunter dengan proses
pengepresan untuk selanjutnya di buang ke TPST Bantar Gebang.
2) Konsep menggambarkan outer ring road tata ruang adalah untuk
mendukung pengembangan beberapa kawasan sentra 3R di sekitar
pinggiran Kota Jakarta khusus wilayahnya barat, selatan dan wilayah timur.
Kawasan setra 3R wilayah barat berpusat di Kecamatan Kembangan, dengan
areal pelayanan Kecamatan Cengkareng, Kecamatan Kalideres, Kecamatan
Pesangrahan dan Kecamatan Kebayoran Lama. Kemudian sentra 3R wilayah
selatan berpusat di Kecamatan Jagakarsa dengan areal pelayanan
Kecamatan Pasar Minggu dan Kecamatan Cilandak. Selanjutnya sentra 3R
wilayah Timur berpusat di Kecamatan Cipayung dengan areal pelayanan
Kecamatan Ciracas, Kecamatan Pasar Rebo, Kecamatan Kramat Jati dan
Kecamatan Makasar.
Berdasarkan hasil kuesioner checklist yang diberikan kepada responden di
pemukiman di DKI Jakarta meliputi kategori high, middle, dan low maka
diperoleh informasi sebagai berikut:
1. Karakteristik Penduduk
Tabel 2.17. Pendidikan
No Tingkat Pendidikan Jumlah Persentase
1 Tidak sekolah 3 3,33%
2 Tamat SD 3 3,33%
3 Tamat SMP 8 8,89%
4 Tamat SMA 33 36,67%
5 Tamat PT/Akademi 43 47,78%
Total 90 100,00% Sumber : Hasil Analisa Konsultan,2011
Master Plan dan Kajian Akademis Persampahan Provinsi DKI Jakarta (Sinkronisasi, 2015) I1- 49
3% 3%
9%
37%
48%
TingkatPendidikan
Tidaksekolah
TamatSD
TamatSMP
TamatSMA
TamatPT/Akademi
Tabel diatas menunjukkan bahwa tingkat pendidikan responden hampir
seluruhnya telah tamat PT/akademi yaitu 43%, kemudian hampir setengah
responden tamat SMA (36,67%), dan sangat sedikit dari responden yang
tamat SMP (8,89%), tamat SD (3,33%), dan tidak sekolah (3,33%). Hal
tersebut mengindikasikan tingkat pendidikan responden sebagian besar telah
tinggi, tetapi dilain pihak juga masih ada responden yang tidak sekolah.
Tabel 2.18. Pekerjaan
No Jenis Pekerjaan Jumlah Persentase
1 PNS 11 12,22%
2 Pegawai Swasta 43 47,78%
3 Petani 1 1,11%
4 Buruh Pabrik 2 2,22%
5 Pensiunan 7 7,78%
6 Ibu Rumah Tangga 7 7,78%
7 wiraswasta 19 21,11%
Total 90 100,00%
Sumber : Hasil Analisa Konsultan,2011
Master Plan dan Kajian Akademis Persampahan Provinsi DKI Jakarta (Sinkronisasi, 2015) I1- 50
Tabel diatas menunjukkan bahwa jenis pekerjaan responden hampir
setengahnya adalah pegawai swasta (47,78%), kemudian sangat sedikit
responden yang bekerja sebagai wiraswasta (21,11%) dan PNS (12,22%),
namun ada juga responden yang merupakan pensiunan (7,78%) dan ibu
rumah tangga (7,78%), sedangkan responden lain bekerja sebagai buruh
pabrik (2,22%) dan petani (1,11%).
Tabel 2.19. Status Kependudukan
No Status Kependudukan Jumlah Persentase
1 Asli 40 44,44%
2 Pendatang 50 55,56%
Total 90 100,00%
Sumber : Hasil Analisa Konsultan,2011
12%
48%
1%2%
8%
8%
21%
JenisPekerjaan
PNS
PegawaiSwasta
Petani
BuruhPabrik
Pensiunan
IbuRumahTangga
wiraswasta
Master Plan dan Kajian Akademis Persampahan Provinsi DKI Jakarta (Sinkronisasi, 2015) I1- 51
Tabel diatas menunjukkan bahwa status kependudukan responden sebagian
besar adalah pendatang dengan persentase 55,56% dan hanya sebagian
kecil dari responden merupakan penduduk asli dengan persentase 44,44%.
Tabel 2.20. Status Rumah
No Status Rumah Jumlah Persentase
1 Rumah Sendiri 82 91,11%
2 Rumah Kontrakan 6 6,67%
3 Rumah Dinas 1 1,11%
4 Lainnya 1 1,11%
Total 90 100,00%
Sumber : Hasil Analisa Konsultan,2011
Berdasarkan tabel status rumah responden, hampir seluruhnya adalah rumah
sendiri yaitu 91,11% kemudian sangat sedikit dari status rumah responden
yang merupakan rumah kontrakan dan rumah dinas masing-masing 6,67%
dan 1,11%.
2.4.4. Survei dan dan Pengkajian Biaya, Sumber Pendanaan dan Pendanaan Data primer dilakukan dengan pengambilan data langsung di lapangan dan
masyarakat di 5 Wilayah Administrasi DKI Jakarta.
91%
7%1% 1%
StatusRumah
RumahSendiri
RumahKontrakan
RumahDinas
Lainnya
Master Plan dan Kajian Akademis Persampahan Provinsi DKI Jakarta (Sinkronisasi, 2015) I1- 52
Data timbulan, komposisi dan karateristik sampah diperoleh dengan melakukan
pengambilan sampel sampah dari berbagai sumber penghasil sampah di DKI
Jakarta. Perolehan data ini dilakukan oleh tim Studi Komposisi Sampah DKI
Jakarta 2011.
Data kondisi eksisting penanganan sampah darat DKI Jakarta dari berbagai
sumber penghasil sampah dan pendapat masyarakat mengenai pengelolaan
sampah dilakukan dengan survey lapangan ke pemukiman dan non pemukiman
di 5 wilayah Administrasi DKI Jakarta.
DKI Jakarta adalah kota megapolitan dengan heterogenitas pendapatan
/pengeluaran penduduk yang beragam. Oleh sebab itu, untuk mendapatkan
sampel yang dapat mendekati mewakili pendapat dari warga DKI Jakarta, data
dari sumber pemukiman dibagi atas 3 strata pendapatan/pengeluaran
penduduknya yakni :
1) Strata Pendapatan/Pengeluaran Tinggi
2) Strata Pendapatan/Pengeluaran Menengah
3) Strata Pendapatan/Pengeluaran Rendah
Jumlah data per daerah studi dan per strata pendapatan/pengeluaran ditetapkan
sebesar minimal 30 sampel sehingga kebutuhan data pemukiman perwilayah
sebesar 90 buah atau 450 sampel se DKI Jakarta. Menurut Ida Bagus Matra dan
Kasto, untuk suatu penelitian survai dengan teknis analisa korelasi atau statistik
parametrik, maka sampel yang harus diambil minimal atau lebih besar dari 30
kasus. Data pemukiman diambil pada penghuni rumah tangga dan apartemen.
Lokasi dan jumlah data yang disurvey per wilayah dapat dilihat pada Tabel 2.21.
pada sub Bab 2.4.1
Data dari Sumber Non Pemukiman terdiri dari sumber-sumber sampah sebagai
berikut:
1) Pusat Pertokoan seperti mall, ruko dan toko pribadi
2) Hotel, baik hotel berbintang dan melati;
3) Tempat rekreasi;
4) Rumah Makan
5) Pelabuhan Kapal Laut, Terminal Bus dan Stasiun Kereta Api
Master Plan dan Kajian Akademis Persampahan Provinsi DKI Jakarta (Sinkronisasi, 2015) I1- 53
6) Rumah Sakit dan poliklinik/puskesmas;
7) Kantor atau perkantoran;
8) Sekolah seperti SD, SMP, SMA, TK, Mib, MTs, Mab dan sederajat)
9) Perguruan Tinggi seperti Universitas, Akademi dan sederajat;
10) Industri, baik kawasan industri dan industri rumahan;
11) Rumah Peribadatan;
12) Taman, jalan dan sungai.
13) Pasar, baik pasar tradisional dan modern seperti Carefour, Giant dsb.
Tabel 2.21. Pembayaran Iuran Kebersihan Setiap Bulan
No Pembayaran Iuran Kebersihan Setiap Bulan Jumlah Persentase
1 Membayar 88 97.78%
2 Tidak Membayar 2 2.22%
Total 90 100.00%
Sumber : Hasil Analisa Konsultan,2011
Tabel diatas menunjukan bahwa hampir seluruh responden membayar iuran
kebersihan setiap bulannya (97,78%), walaupun sangat sedikit responden yang
tidak membayar iuran kebersihan (2,22%).
Tabel 2.22. Besar Iuran Kebersihan Per Bulan
No Besar Iuran Kebersihan Per Bulan Jumlah Persentase
1 Rp. 3.000 - Rp. 6.000 per bulan 1 1.11%
2 Rp. 6.000 - Rp. 10.000 per bulan 0 0.00%
3 Rp. 10.000 - Rp. 15.000 per bulan 12 13.33%
98%
2%
PembayaranIuranKebersihanSetiapBulan
Membayar
TidakMembayar
Master Plan dan Kajian Akademis Persampahan Provinsi DKI Jakarta (Sinkronisasi, 2015) I1- 54
No Besar Iuran Kebersihan Per Bulan Jumlah Persentase
4 Rp. 15.000 - Rp. 25.000 per bulan 23 25.56%
5 Rp. 25.000 - Rp. 40.000 per bulan 23 25.56%
6 > Rp. 40.000 per bulan 31 34.44%
Total 90 100.00%
Sumber : Hasil Analisa Konsultan,2011
Tabel diatas mengenai besarnya iuran kebersihan perbulan. Hampir setengah
dari jumlah responden secara keseluruhan membayar iuran kebersihan lebih
besar dari Rp. 40.000 perbulannya (34,44%). Sedangkan sedikit responden
membayar iuran kebersihan perbulan berkisar antara Rp. 15.000 - Rp. 25.000
(25,56%) dan antara Rp. 25.000 - Rp. 40.000 (25,56%). Namun ada juga sedikit
responden yang membayar iuran kebersihan antara Rp. 10.000 - Rp. 15.000
(13,33%) dan Rp. 3.000 - Rp. 6.000 (1,11%).
Tabel 2.23. Alasan Membayar Iuran Kebersihan
No Alasan Membayar Iuran Kebersihan Jumlah Persentase
1 Memenuhi kewajiban 57 63.33%
2 Karena ingin lingkungan bersih 30 33.33%
3 Takut kena sanksi sosial 1 1.11%
Total 88 100.00%
Sumber : Hasil Analisa Konsultan, 2011
1%0%
13%
26%
26%
34%
BesarIuranKebersihanPerBulan
Rp.3.000- Rp.6.000perbulan
Rp.6.000- Rp.10.000perbulan
Rp.10.000- Rp.15.000perbulan
Rp.15.000- Rp.25.000perbulan
Rp.25.000- Rp.40.000perbulan
Master Plan dan Kajian Akademis Persampahan Provinsi DKI Jakarta (Sinkronisasi, 2015) I1- 55
Tabel tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar responden yang membayar
iuran kebersihan beralasan hal itu dilakukan untuk memenuhi kewajiban mereka
(63,33%). Sebagian kecil diantaranya melakukan pembayaran iuran kebersihan
karena menginginkan lingkungan yang bersih (33,33%), namun sangat sedikit
responden yang membayar iuran kebersihan karena takut adanya sanksi sosial
(1,11%).
Tabel 2.24. Kesediaan Membayar Iuran Kebersihan
No Kesediaan Membayar Iuran Kebersihan Jumlah Persentase
1 Bersedia 86 95.56%
2 Tidak bersedia 4 4.44%
Total 90 100.00%
Sumber : Hasil Analisa Konsultan,2011
65%
34%
1%
AlasanMembayarIuranKebersihan
Memenuhikewajiban
Karenainginlingkunganbersih
Takutkenasanksisosial
96%
4%
KesediaanMembayarIuranKebersihan
Bersedia
Tidakbersedia
Master Plan dan Kajian Akademis Persampahan Provinsi DKI Jakarta (Sinkronisasi, 2015) I1- 56
Tabel diatas menunjukkan bahwa untuk kebersihan lingkungan yang terjamin,
hampir seluruhnya bersedia membayar lebih (95,56%) dan sangat sedikit yang
tidak bersedia membayar lebih (4,44%).
Tabel 2.25. Kenaikan Maksimum Iuran Kebersihan Jika Bersedia
No Kenaikan Maksimum Iuran Kebersihan Jika Bersedia Jumlah Persentase
1 10% 57 66.28%
2 20% 15 17.44%
3 30% 2 2.33%
4 40% 0 0.00%
5 50% 3 3.49%
6 Lebih dari 50% 9 10.47%
Total 86 100.00%
Sumber : Hasil Analisa Konsultan,2011
Tabel diatas menunjukkan bahwa jika bersedia membayar lebih untuk kebersihan
lingkungan yang terjamin sebagian besar setuju membayar 10% kenaikan
maksimum iuran kebersihan (66,28%), kemudian sangat sedikit responden
bersedia membayar 20% (17,44%), namun ada pula responden yang bersedia
membayar lebih dari 50% (10,47%).
66%
17%
2%0%4%
11%
KenaikanMaksimumIuranKebersihanJikaBersedia
10%
20%
30%
40%
50%
Lebihdari50%
Master Plan dan Kajian Akademis Persampahan Provinsi DKI Jakarta (Sinkronisasi, 2015) I1- 57
Tabel 2.26. Alasan Tidak Bersedia Membayar Iuran Kebersihan
No Alasan Tidak Bersedia Membayar Iuran Kebersihan Jumlah Persentase
1 Tidak pernah ditagih 3 75%
2 Sia-sia 1 25%
Total 4 100.00%
Sumber : Hasil Analisa Konsultan,2011
Tabel diatas menunjukkan responden yang tidak bersedia membayar iuran
kebersihan dikarenakan tidak pernah ditagih (75%) dan merasa sia-sia jika
membayar iuran kebersihan sampah (25%).
2.5. KETERPADUAN PERENCANAAN DENGAN SEKTOR LAIN
2.5.1. Air Minum Identifikasi sumber air baku air minum dan identifikasi potensi pencemar badan
air yang digunakan sebagai air baku air minum seperti perlunya perlindungan air
baku air minum dari pencemaran sampah ke badan air terutama sungai serta
pengaliran leachate disekitar TPA ke badan air.
75%
25%
AlasanTidakBersediaMembayarIuranKebersihan
Tidakpernahditagih
Sia-sia
Master Plan dan Kajian Akademis Persampahan Provinsi DKI Jakarta (Sinkronisasi, 2015) I1- 58
2.5.2. Drainase Perkotaan Identifikasi saluran drainase di sekitar TPA/TPST seperti perlunya perlindungan
dari pencemaran sampah (pengaliran leachate disekitar TPA) ke saluran
drainase.
2.5.3. Air Limbah Identifikasi lokasi IPAL/IPLT seperti perlunya meminimalkan dampak negatif dan
dampak sosial yang timbul akibat keberadaan TPA, sehingga penentuan lokasi
TPA hendaknya juga memperhitungkan lokasi IPAL atau IPLT.
2.6. KONTRIBUSI SISTEM PENGELOLAAN SAMPAH DALAM PROGRAM PERUBAHAN IKLIM Sampah memiliki potensi untuk memberi sumbangan terhadap meningkatnya
emisi gas rumah kaca, peristiwa ini terjadi pada penumpukan sampah tanpa
diolah yang melepaskan gas metan/methane (CH4).Manusia dalam setiap
kegiatannya hampir selalu menghasilkan sampah.Sampah memiliki daya dukung
yang besar terhadap emisi gas rumah kaca yaitu gas metan (CH4). Setiap 1 ton
sampah padat menghasilkan 50 kg gas CH4.Dengan jumlah timbulan sampah
Provinsi DKI Jakarta yang dihasilkan pada tahun 2014 yaitu sekitar 6500 ton/hari
atau 2.372.500 ton/tahun. Maka, pada tahun tersebut Provinsi DKI Jakarta
mengemisikan gas CH4 ke atmosfer sebanyak 118.625ton.Dari uraian tersebut
menunjukkan bahwa sampah adalah salah satu penyumbang gas rumah kaca
dalam bentuk CH4.Hal ini terjadi utamanya pada pembuangan sampah terbuka di
TPA (Tempat Pembuangan Akhir) mengakibatkan sampah organik yang
tertimbun mengalami dekomposisi secara anaerobik. Proses itu menghasilkan
gas CH4 (methane). Dengan metode regresi linear 2 variabel, diperoleh
konstanta untuk menghitung nilai produksi gas methana yang terbentuk untuk
setiap tahun produksi sampah (ton). Lebih lanjut, setelah ditemukan persamaan
ini maka dapat diestimasi pembentukan produksi gas methana di tahun-tahun
yang akan datang secara linear. Kemudian, dilakukan prediksi jumlah kandungan
CO2 yang terbentuk dari produksi sampah di TPA. Potensi pembentukan gas CO2
ini akan memengaruhi pembentukan gas rumah kaca. Pembentukan gas rumah
Master Plan dan Kajian Akademis Persampahan Provinsi DKI Jakarta (Sinkronisasi, 2015) I1- 59
kaca dapat dicegah dengan mereduksi gas CH4 dan pembakaran melalui
pemanfaatan kompos dan biogas.