Post on 10-Dec-2015
description
BAB 2
TINJAUAN TEORI
2.1 Konsep Dasar Asma Bronchial
2.1.1 Definisi Asma Bronchial
Asma adalah obstruksi jalan nafas akut, episodik yang diakibatkan oleh
rangsangan yang tidak menimbulkan respon pada orang sehat. Asma didefinisikan
sebagai gangguan yang di karakteristikkan oleh paroksisme rekurens mengi dan
dispnea yang tidak disertai oleh penyakit jantung atau penyakit lainnya.
(Tambayong, 2000).
Asma ialah penyakit paru dengan ciri khas yakni saluran nafas sangat
mudah berekasi terhadap berbagai rangsangan atau pencetus dengan manifestasi
berupa serangan asma. Kelainan yang didapatkan adalah otot bronkus akan
mengerut ( terjadi penyempitan), selaput lendir bronkus edema, produksi lendir
makin banyak lengket dan kental sehingga ketiga hal tersebut menyebabkan
saluran lobang bronkus menjadi sempit dan anak akan batuk atau bahkan sesak.
(Ngastiyah, 1997)
Asma adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon trakea dan
bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan
jalan napas yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah, baik secara spontan
maupun sebagai hasil pengobatan (Muttaqin, 2008).
2.1.2 Anatomi Sistem Pernafasan
Sistem Pernafasan meliputi saluran sebagai berikut:
Rongga Hidung →Faring → Laring →Trakhea→ Bronkus→ Bronkiolus→
Alveolus (paru-paru)
Organ Pernafasan :
a. Hidung
Hidung merupakan saluran udara yang pertama, mempunyai dua lubang
dan dipisahkan oleh sekat hidung. Didalamnya terdapat bulu-bulu yang berguna
untuk menyaring udara, debu, dan kotoran yang masuk ke dalamlubang hidung.
3
b. Faring
Faring atau tekak merupakan tempat persimpangan antara jalan pernafasan
dan jalan makanan, terdapat dibelakang rongga hidung dan mulut sebelah depan
ruas tulang leher.
c. Laring
Laring atau pangkal tenggorokan merupakan saluran udara dan bertindak
sebagai pembentukan suara. Terletak dibagian depan faring. Pangkal tenggorokan
ini dapat ditutup oleh epiglottis yang terdiri dari tulang-tulang rawan yang
berfungsi menutupi laring pada waktu kita menelan makanan.
d. Trakea
Trakea atau batang tenggorokan merupakan lanjutan dari laring yang
dibentuk oleh 16-20 cincin tulang rawan. Panjang trakea 9-11 cm.
e. Bronkus
Bronkus atau cabang tenggorokan merupakan lanjutan dari trakea.
Bronkus kanan lebih pendek dan lebih besar daripada bronkus kiri, terdiri dari 6-8
cincin, mempunyai 3 cabang. Bronkus kiri lebih panjang dan lebih ramping,
terdiri dari 9-12 cincin dan mempunyai 2 cabang. Bronkus bercabang-cabang lagi
menjadi lebih kecil disebut bronkiolus. Pada bronkiolus tidak terdapat cincin lagi
dan pada ujung bronkiolus terdapat gelembung paru atau alveoli.
f. Paru-paru
Paru-
paru
4
merupakan sebuah alat tubuh yang berfungsi untuk pertukaran gas O2 dan CO2.
Paru-paru dibagi dua yaitu paru-paru kanan yang terdiri dari 3 lobus dan paru-
paru kiri yang terdiri dari 2 lobus. Letak paru-paru dirongga dada menghadap ke
tengah rongga dada (kavum mediastinum). Paru-paru dibungkus oleh selaput yang
disebut pleura.
Fisiologi Sistem pernafasan
Fungsi paru-paru ialah pertukaran gas oksigen dan
karbon dioksida.Pada pernapasan melalui paru-paru atau pernapasan externa,
oksigen berasal dari udara yang masuk melalui hidung dan mulut, pada waktu
bernapas, oksigen masuk melaui trakhea dan pipa bronkhial ke alveoli dan
mempunyai hubungan yang erat dengan darah di dalam
kapilerpulmonalis.Hanya satu lapisan membran yaitu membran alveoli-kapiler,
yang memisahkan oksigen dari darah. Oksigen menembus membran ini dan
diangkut oleh haemoglobin sel darah merah dan dibawa ke jantung kemudian
dipompa oleh arteri ke seluruh bagian tubuh. Darah meninggalkan paru-paru pada
tekanan oksigen 100 mmHg dan pada tingkat ini hemoglobinnya 95% jenuh
oksigen
Di dalam paru-paru, karbon dioksida menembus membran alveoli-kapiler
dari kapiler darah ke alveoli dan setelah melalui pipa bronkhial dan trakhea,
dikeluarkan melalui hidung dan mulut. Pernapasan jaringan atau pernapasan
interna, darah yang telah menjenuhkan hemoglobinnya dengan oksige, mengitari
seluruh tubuh dan akhirnya mencapai kapiler, di mana darah bergerak sangat
lambat. Sel jaringan mengangkut oksigen dari hemoglobin untuk memungkinkan
oksigen berlangsung dan darah menerima, sebagai gantinya, hasil buangan
oksidasi, yaitu karbon dioksida.
2.1.3 Etiologi Asma Bronchial
Menurut Ngastiyah, penyebab asma belum diketahui dengan jelas. Diduga
yang memegang peranan utama adalah reaksi berlebihan dari trakea dan bronkus
(hiperrektivitas bronkus), yang belum jelas diketahui penyebabnya. Diduga karena
5
adanya hambatan dari sebagian sistem adrenergik, kurangnya enzim adenilsiklase
dan meningginya tonus sistem parasimpatis, sehingga mudah terjadinya kelebihan
tonus parasimpatik kalau ada rangsangan yang menyebabkan terjadinya spasme
bronkus.
Dari sudut etiologik, asma merupakan penyakit heterogenosa. Klasifikasi
asma dibuat berdasarkan rangsangan utama yang membangkitkan atau rangsangan
yang berkaitan dengan episode akut. Berdasarkan stimuli yang menyebabkan
asma, dua kategori timbal balik dapat dipisahkan :
1) Asma ekstrinsik imunologik
Ditemukan kurang dari 10% dari semua kasus. Biasanya terlihat pada
anak-anak, umumnya tidak berat dan lebih mudah ditangani daripada bentuk
intrinsik. Kebanyakan penderita adalah atopik dan mempunyai riwayat keluarga
yang jelas dari semua bentuk alergi dan mungkin asma bronkial. Ditandai dengan
reaksi alergik yang disebabkan oleh faktor-faktor pencetus yang spesifik, seperti
debu, serbuk bunga, bulu binatang, dan spora jamur. Asma ekstrinsik sering
dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi genetik terhadap alergi.
2) Asma intrinsik imunologik
Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap pencetus
yang tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti aspirin dan obat-obat sejenisnya,
latihan jasmani, emosi, cuaca/ udara dingin atau bisa juga disebabkan oleh adanya
infeksi saluran pernafasan dan emosi. Serangan asma ini menjadi lebih berat dan
sering sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi bronkhitis
kronik dan emfisema. Beberapa pasien akan mengalami asma gabungan. Dapat
terjadi pada segala usia dan ada kecenderungan untuk lebih sering kambuh dan
berat. Lebih sering berkembang ke status asmatikus.
2.1.4 Faktor Resiko
Secara umum faktor risiko asma dibedakan menjadi 2 kelompok faktor
genetik dan faktor lingkungan.
1) Faktor genetik
Hipereaktivitas
Atopi/alergi bronkus
6
Faktor yang memodifikasi penyakit genetik
Jenis kelamin
Ras/etnik
2) Faktor lingkungan
Alergen di dalam ruangan (tungau, debu rumah, kucing,
alternaria/jamur dll)
Alergen diluar ruangan (alternaria, tepung sari)
Makanan (bahan penyedap, pengawet, pewarna makanan, kacang,
makanan laut, susu sapi, telur)
Obat-obatan tertentu (misalnya golongan aspirin, NSAID, β bloker
dll)
Bahan yang mengiritasi (misalnya parfum, household spray, dan
lain-lain)
Ekpresi emosi berlebih
Asap rokok dari perokok aktif dan pasif
Polusi udara di luar dan di dalam ruangan
Exercise induced asthma, mereka yang kambuh asmanya ketika
melakukan aktifitas tertentu
Perubahan cuaca
Menurut Ngastiyah, ada banyak aktor yang ikut menentukan derajat
reaktivitas atau iritabilitas tersebut di antaranya faktor genetik, biokimiawi, saraf
7
autonom, imunologis, infeksi, endokrin, faktor psikologis. Oleh karena itu asma
disebut multiaktorial.
2.1.5 Klasifikasi Asma Bronchial
Asma dapat diklasifikasikan berdasarkan etiologi, berat penyakit dan pola
keterbatasan aliran udara. Klasifikasi berdasarkan berat penyakit penting bagi
pengobatan dan perencanaan penatalaksanaan jangka panjang, semakin berat asma
semakin tinggi tingkat pengobatan.
Tabel klasifikasi derajat berat asma berdasarkan gambaran klinis
Derajat
asma
Gejala Gejala
malam
Faal paru
Intermitten Bulanan
Gejala < 1x/minggu
Tanpa gejala diluar
serangan
Serangan singkat
≤ 2x/bulan APE ≥ 80%
VEP1 ≥ 80% nilai
prediksi APE ≥
80% nilai terbaik
Variabilitas APE <
20%
Persisten
ringan
Mingguan
Gejala > 1x/minggu
tetapi < 1x/hari
Serangan dpt
mengganggu aktivitas
dan tidur
> 2x/bulan APE > 80%
VEP1 ≥ 80%
nilai prediksi APE
≥ 80% nilai terbaik
Variabilitas
APE 20-30%
Persisten
sedang
Harian
Gejala setiap hari
Serangan mengganggu
aktivitas dan tidur
membutuhkan
bronkodilator setiap hari
>
1x/minggu
APE 60-80%
VEP1 60-80% nilai
prediksi APE 60-
80% nilai terbaik
Variabilitas APE >
30%
Persisten
berat
Kontinua
Gejala terus menerus
Sering kambuh
Sering APE ≤ 60%
VEp1 ≤ 60% nilai
prediksi ≤ 60%
8
Aktivitas fisik terbatas nilai terbaik
Variabilitas APE >
30%
Pembagian asma pada anak :
a. Asma episodic yang jarang
Biasanya terdapat pada anak umur 3-8 tahun. Serangan umumnya
dicetuskan oleh infeksi virus saluran nafas bagian atas. Banyaknya serangan 3-4
kali dalam satu tahun. Lamanya serangan paling lama beberapa hari saja dan
jarang merupakan serangan yang berat. Gejala yang timbul lebih menonjol pada
malam hari. Mengi dapat berlangsung 3-4 hari. Sedangkan batuk dapat
berlangsung 10-14 hari. Manifestasi alergi lainnya misalnya eksim jarang
didapatkan pada golongan ini.
b. Asma episodic sering
Biasanya serangan pertama terjadi pada usia sebelum 3 tahun,
berhubungan dengan infeksi saluran nafas akut. Pada umur 5-6 tahun dapat terjadi
serangan tanpa infeksi yang jelas. Nbanyaknya serangan 3-4 kali dalam satu tahun
dan tiap kali serangan beberapa hari sampai beberap minggu. Frekuensi serangan
paling sering pada umur 8-13 tahun.
c. Asma kronik atau persisten
Lima puluh persen anak terdapat mengi yang lama pada 2 tahun pertama
dan 50 % sisanya serangan episodic. Pada umur 5-6 tahun akan lebih jelas
terjadinya obstruksi saluran nafas yang persisten. Pada malam hari sering
terganggu oleh batuk dan mengi. Obstruksi jalan nafas mencapai puncaknya pada
umur 8-14 tahun.
2.1.6 Manifestasi klinis Asma Bronchial
a) dispnea
b) ortopnea
c) batuk
d) wheezing / mengi
e) sesak dada / rasa berat di dada
f) peningkatan nadi paradoksis
9
g) penurunan bising nafas
h) hipoksia
i) hiperesonans
j) takikardi
k) lapar udara
l) sputum kental
m) spasme bronkus
n) gelisah / takut / panik
o) Nyeri abdomen karena terlibatnya otot abdomen dalam pernapasan
p) Fatigue (kelelahan)
q) Perubahan tingkat kesadaran.
2.1.7 Patofisiologi
Perubahan jaringan pada asma tanpa komplikasi terbatas pada bronkus dan
terdiri dari spasme otot polos, edema mukosa, dan infiltrasi sel-sel Radang yang
menetap dan hipersekresi mucus yang kental. Keadaan ini pada orang-orang yang
rentan terkena asma mudah ditimbulkan oleh berbagai rangsangan, yang
menandakan suatu keadaan hiveraktivitas bronkus yang khas.
Orang yang menderita asma memilki ketidakmampuan mendasar dalam
mencapai angka aliran uadara normal selama pernapasan (terutama pada
ekspirasi). Ketidakmampuan ini tercermin dengan rendahnya usaha ekspirasi
paksa pada detik pertama, dan berdasrkan parameter yang berhubungan aliran.
Asma ditandai dengan kontraksi spastik dari otot polos bronkus yang
menyebabkan sukar bernafas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas
bronkhioulus terhadap benda-benda asing di udara. Reaksi yang timbul pada asma
tipe alergi diduga terjadi dengan cara sebagai berikut : seorang yang alergi
mempunyai kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibody IgE abnormal
dalam jumlah besar dan antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila reaksi dengan
antigen spesifikasinya. Pada asma, antibody ini terutama melekat pada sel mast
yang terdapat pada interstisial paru yang berhubungan erat dengan brokhiolus dan
bronkhus kecil.
10
Bila seseorang menghirup alergen maka antibody IgE orang tersebut
meningkat, alergen bereaksi dengan antibodi yang telah terlekat pada sel mast dan
menyebabkan sel ini akan mengeluarkan berbagai macam zat, diantaranya
histamin, zat anafilaksis yang bereaksi lambat (yang merupakan leukotrient),
faktor kemotaktik eosinofilik dan bradikinin. Histamine yang dihasilkan
menyebabkan kontraksi otot polos bronkiolus. Apabila respon histaminnya
berlebihan, maka dapat timbul spasme asmatik. Karena histamine juga
merangsang pembentukan mucus dan meningkatkan permeabilitas kapiler, maka
juga akan terjadi kongesti dan pembengkakan ruang intestinum paru, sehingga
menyebabkan tahanan saluran napas menjadi sangat meningkat. Selain itu
olahraga juga dapat berlaku sebagai suatu iritan, karena terjadi aliran udara keluar
masuk paru dalam jumlah beasr dan cepat. Udara ini belum mendapat
perlembaban (humidifikasi), penghangatan, atau pembersihan dari partikel-
partikel debu secara adekuat sehingga dapat mencetuskan asma.
Pada asma, diameter bronkhiolus menjadi semakin berkurang selama
ekspirasi dari pada selama inspirasi. Hal ini dikarenakan bahwa peningkatan
tekanan dalam intrapulmoner selama usaha ekspirasi tak hanya menekan udara
dalam alveolus tetapi juga menekan sisi luar bronkiolus. Oleh karena itu pendeita
asma biasanya dapat menarik nafas cukup memadai tetapi mengalami kesulitan
besar dalam ekspirasi. Ini menyebabkan dispnea, atau ”kelaparan udara”. Kapsitas
sisa fungsional paru dan volume paru menjadi sangat meningkat selama serangan
asma karena kesulitan mengeluarkan udara dari paru-paru. Setelah suatu jangka
waktu yang panjang, sangkar dada menjadi membesar secara permanent, sehingga
menyebabkan suatu ”barrel chest” (dada seperti tong).
2.1.9 Pemeriksaan Diagnostik
11
Diagnosis asma didasari oleh gejala yang bersifat episodik, gejala berupa
batuk, sesak napas, mengi, rasa berat di dada dan variabilitas yang berkaitan
dengan cuaca. Anamnesis yang baik cukup untuk menegakkan diagnosis,
ditambah dengan pemeriksaan jasmani dan pengukuran faal paru terutama
reversibiltas kelainan faal paru akan lebih meningkatkan nilai diagnostic
1) Riwayat penyakit atau gejala :
a) Bersifat episodik, seringkali reversibel dengan atau tanpa
pengobatan.
b) Gejala berupa batuk berdahak, sesak napas, rasa berat di dada.
c) Gejala timbul/memburuk terutama malam/dini hari.
d) Diawali oleh factor pencetus yang bersifat individu.
e) Responsif terhadap pemberian bronkodilator.
2) Hal lain yang perlu dipertimbangkan dalam riwayat penyakit
a) Riwayat keluarga (atopi).
b) Riwayat alergi/atopi.
c) Penyakit lain yang memberatkan.
d) Perkembangan penyakit dan pengobatan.
Serangan batuk dan mengi yang berulang lebih nyata pada malam hari atau
bila ada beban fisik sangat karakteristik untuk asma. Walaupun demikian cukup
banyak asma anak dengan batuk kronik berulang, terutama terjadi pada malam
hari ketika hendak tidur, disertai sesak, tetapi tidak jelas mengi dan sering
didiagnosis bronkitis kronik. Pada anak yang demikian, yang sudah dapat
dilakukan uji faal paru (provokasi bronkus) sebagian besar akan terbukti adanya
sifat-sifat asma.
Batuk malam yang menetap dan yang tidak tidak berhasil diobati dengan
obat batuk biasa dan kemudian cepat menghilang setelah mendapat bronkodilator,
sangat mungkin merupakan bentuk asma.
3) Pemeriksaan fisik
a) Gejala asma bervariasi sepanjang hari sehingga pada asma ringan dan
sedang tidak ditemukan kelainan fisik di luar serangan.
b) Pada inspeksi terlihat pernapasan cepat dan sukar, disertai batuk-batuk
paroksismal, kadang-kadang terdengar suara mengi, ekspirasi memanjang,
12
terlihat retraksi daerah supraklavikular, suprasternal, epigastrium dan sela
iga. Pada asma kronik bentuk toraks emfisematous, bongkok ke depan,
sela iga melebar, diameter anteroposterior toraks bertambah.
c) Pada perkusi terdengar hipersonor seluruh toraks, terutama bagian bawah
posterior. Daerah pekak jantung dan hati mengecil.
d) Pada auskultasi bunyi napas kasar/mengeras, pada stadium lanjut suara
napas melemah atau hampir tidak terdengar karena aliran udara sangat
lemah. Terdengar juga ronkhi kering dan ronkhi basah serta suara lender
bila sekresi bronkus banyak.
e) Pada serangan ringan, mengi hanya terdengar pada waktu ekspirasi paksa.
Mengi dapat tidak terdengar (silent chest) pada serangan yang sangat berat
disertai gejala sianosis, gelisah, sukar bicara, takikardi, hiperinflasi dan
penggunaan obat bantu napas.
f) Tinggi dan berat badan perlu diperhatikan dan bila mungkin bila
hubungannya dengan tinggi badan kedua orang tua. Asma sendiri
merupakan penyakit yang dapat menghambat perkembangan anak.
Gangguan pertumbuhan biasanya terdapat pada asma yang sangat berat.
Anak perlu diukur tinggi dan berat badannya pada tiap kali kunjungan,
karena akibat pengobatan sering dapat dinilai dari perbaikan
pertumbuhannya.
4) Uji faal paru
Berguna untuk menilai asma meliputi diagnosis dan penatalaksanaannya.
Pengukuran faal paru digunakan untuk menilai :
a) Derajat obstruksi bronkus
b) Menilai hasil provokasi bronkus
c) Menilai hasil pengobatan dan mengikuti perjalanan penyakit.
Pemeriksaan faal paru yang penting pada asma adalah PEFR, FEV1, PVC,
FEV1/FVC. Sebaiknya tiap anak dengan asma di uji faal parunya pada tiap
kunjungan. “peak flow meter” adalah yang paling sederhana, sedangkan dengan
spirometer memberikan data yang lebih lengkap. Volume kapasitas paksa (FVC),
aliran puncak ekspirasi (PEFR) dan rasio FEV1/FVC berkurang > 15% dari nilai
normalnya. Perpanjangan waktu ekspirasi paksa biasanya ditemukan, walaupun
13
PEFR dan FEV1/FVC hanya berkurang sedikit. Inflasi yang berlebihan biasanya
terlihat secara klinis, akan digambarkan dengan meningginya isi total paru (TLC),
isi kapasitas residu fungsional dan isi residu. Di luar serangan faal paru tersebut
umumnya akan normal kecuali pada asma yang berat. Uji provokasi bronkus
dilakukan bila diagnosis masih diragukan. Tujuannya untuk menunjukkan adanya
hiperreaktivitas bronkus. Uji Provokasi bronkus dapat dilakukan dengan :
d) Histamin
e) Metakolin
f) Beban lari
g) Udara dingin
h) Uap air
i) Alergen
Yang sering dilakukan adalah cara nomor 1, 2 dan 3. Hiperreaktivitas
positif bila PEFR, FEV1 turun > 15% dari nilai sebelum uji provokasi dan setelah
diberi bronkodilator nilai normal akan tercapai lagi. Bila PEFR dan FEV1 sudah
rendah dan setelah diberi bronkodilator naik > 15% yang berarti hiperreaktivitas
bronkus positif dan uji provokasi tidak perlu dilakukan.
5) Foto rontgen toraks
Tampak corakan paru yang meningkat. Atelektasis juga sering ditemukan.
Hiperinflasi terdapat pada serangan akut dan pada asma kronik. Rontgen foto
sinus paranasalis perlu juga bila asmanya sulit dikontrol.
6) Pemeriksaan darah eosinofil dan uji tuberkulin
Pemeriksaan eosinofil dalam darah, sekret hidung dan dahak dapat
menunjang diagnosis asma. Dalam sputum dapat ditemukan kristal Charcot-
Leyden dan spiral Curshman. Bila ada infeksi mungkin akan didapatkan
leukositosis polimormonuklear.
7) Uji kulit alergi dan imunologi
a) Komponen alergi pada asma dapat diidentifikasi melalui pemeriksaan uji
kulit atau pengukuran IgE spesifik serum.
b) Uji kulit adalah cara utama untuk mendignosis status alergi/atopi,
umumnya dilakukan dengan prick test. Alergen yang digunakan adalah
alergen yang banyak didapat di daerahnya. Walaupun uji kulit merupakan
14
cara yang tepat untuk diagnosis atopi, dapat juga mendapatkan hasil positif
palsu maupun negative palsu. Sehingga konfirmasi terhadap pajanan
alergen yang relevan dan hubungannya dengan gejala klinik harus selalu
dilakukan. Untuk menentukan hal itu, sebenarnya ada pemeriksaan yang
lebih tepat, yaitu uji provokasi bronkus dengan alergen yang bersangkutan.
Reaksi uji kulit alergi dapat ditekan dengan pemberian antihistamin
Pemeriksaan IgE spesifik dapat memperkuat diagnosis dan menentukan
penatalaksaannya. Pengukuran IgE spesifik dilakukan pada keadaan uji
kulit tidak dapat dilakukan (antara lain dermatophagoism,
dermatitis/kelainan kulit pada lengan tempat uji kulit dan lain-lain).
Pemeriksaan kadar IgE total tidak mempunyai nilai dalam diagnosis
alergi/atopi.
8) Spirometri
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversible, cara yang
paling cepat dan sederhana diagnosis asma adalah melihat respon pengobatan
dengan bronkodilator. Pemeriksaan spirometer dilakukan sebelum dan sesudah
pamberian bronkodilator aerosol (inhaler atau nebulizer).
9) BGA
Menunjukan proses penyakit kronik, sering kali PO2 menurun dan PCO2
normal atau meningkat (bronchitis kronis dan emfisema). Sering kali menurun
pada asma dengan pH normal atau asidosis, alkalosis respiratori ringan sekunder
terhadap hiperventilasi (emfisema sedang atau asma).
2.1.10 Komplikasi
Berbagai komplikasi menurut Arief Mansjoer (2000: 477) yang mungkin
timbul adalah :
a) Pneumo thoraks
Pneumothoraks adalah keadaan adanya udara di dalam rongga pleura yang
dicurigai bila terdapat benturan atau tusukan dada. Keadaan ini dapat
menyebabkan kolaps paru yang lebih lanjut lagi dapat menyebabkan kegagalan
nafas.Kerja pernapasan meningkat, kebutuhan O2 meningkat. Orang asma tidak
sanggup memenuhi kebutuhan O2 yang sangat tinggi yang dibutuhkan untuk
15
bernapas melawan spasme bronkhiolus, pembengkakan bronkhiolus, dan m ukus
yang kental.
b) Status Asmatikus
Status asmatikus adalah suatu serangan asma yang sangat berat,
berlangsung dalam beberapa jam smapai beberapa hari yang tidak memberikan
perbaikan pada pengobatan yang lazim dan dapat mengakibatkan kematian.
Factor penyebab :
- Infeksi saluran nafas
- Pencetus serangan ( allergen, obat- obatan, infeksi)
- Kontraksi otot polos
- Edema mukosa
- Hipersekresi
c) Emfisema kronik
Adanya pengisian udara berlebih dengan obstruksi terjadi akibat dari
obstruksi sebagian yang mengenai suatu bronkus atau bronkiolus dimana
pengeluaran udara dari dalam alveolus menjadi lebih sukar dari pada
pemasukannya.
d) Ateleltaksis
Atelektasis adalah pengkerutan sebagian atau seluruh paru-paru akibat
penyumbatan saluran udara ( bronkus maupun bronkiolus ) atau akibat pernafasan
yang sangat dangkal.
e) Aspergilosis
Aspergilosis merupakan penyakit pernafasan yang disebabkan oleh jamur
dan tersifat oleh adanya gangguan pernafasan yang berat. Penyakit ini juga dapat
menimbulkan lesi pada berbagai organ lainnya, misalnya pada otak dan mata.
Istilah Aspergilosis dipakai untuk menunjukkan adanya infeksi Aspergillus
sp.Aspergilosis Bronkopulmoner Alergika (ABPA) adalah suatu reaksi alergi
terhadap jamur yang disebut aspergillus, yang menyebabkan peradangan pada
saluran pernafasan dan kantong udara.
f) Gagal nafas
16
g) Bronchitis
Bronkhitis adalah kondisi di mana lapisan bagian dalam di paru-paru yang
kecil mengalami bengkak dan terjadi peningkatan produksi dahak. Akibatnya
penderita merasa perlu batuk berulang-ulang dalam upaya mengeluarkan lendir
yang berlebihan.
2.1.11 Penatalaksanaan
Penderita asma dengan serangan ringan tidak perlu dirawat inap. Rawat
inap diperlukan bila serangan berat, dengan tindakan awal tidak teratasi dan ada
tanda-tanda komplikasi. Penanggulangan asma pada anak meliputi:
a. Mencegah serangan dengan menghindari faktor pencetus
b. Mencegah serta mengatasi proses inflamasi dengan obat antiinflamasi
c. Penanggulangan edema mukosa saluran napas dengan obat antiinflamasi
inhalasi secara oral/parenteral
d. Penanggulangan sumbatan lendir dengan banyak minum, mukolitik serta
lendir encer dan mudah dikeluarkan.
e. Menciptakan kondisi jasmani yang baik meliputi kebugaran dan ketahanan
fisik dengan latihan jasmani atau senam pernapasan.
Tindakan penanggulangan :
a. Serangan akut dengan oksigen nasal/ masker
b. Terapi cairan parenteral
c. Terapi pengobatan :
Pengobatan pada asma bronkhial terbagi 2 yaitu :
1) Pengobatan non farmakologik
- Memberikan penyuluhan
- Menghindari faktor pencetus
- Pemberian cairan. Beri O2 bila perlu.
2) Pengobatan farmakologik
- Bronkodilator : obat yang melebarkan saluran nafas.
Terbagi dalam 2 golongan:
a) Simpatomimetik/andrenergik (adrenalin dan efedrin) Nama obat:
Orsiprenalin (Alupent), fenoterol (berotec), terbutalin (bricasma).
17
b) Santin (teofilin)Nama obat: Aminofilin (Amicam supp), Aminofilin
(Euphilin Retard), Teofilin(Amilex)Penderita dengan penyakit
lambung sebaiknya berhati-hati bila minum obat ini.
- Kromalin bukan bronkodilator tetapi merupakan tetapi merupakan
obat pencegahserangan asma. Kromalin biasanya diberikan bersama-
sama obat anti asma yanglain dan efeknya baru terlihat setelah
pemakaian 1 bulan.
- Ketolifen, mempunyai efek pencegahan terhadap asma seperti
kromalin. Biasanya diberikandosis 2 kali 1 mg/hari. Keuntungan
obat ini adalah dapat diberikan secara oral.
2.2 Asuhan Keperawatan pada Asma Bronchial secara teori
2.2.1 Pengkajian Keperawatan
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan (Gaffar, 1999).
Pada tahap ini akan dilaksanakan pengumpulan, pengelompokan dan
penganalisaan data. Pada pengumpulan data akan diperoleh data subyektif yaitu
data yang diperoleh dari keterangan pasien atau orang tua pasien. Data obyektif
diperoleh dari pemeriksaan fisik. Dari data subyektif pada pasien asma biasanya
diperoleh data anak dikeluhkan sesak nafas, batuk, pilek, nafsu makan menurun,
lemah, kelelahan dan gelisah. Dari data obyektif diperoleh data mengi/wheezing
berulang, ronchi, dada terasa tertekan atau sesak, pernapasan cepat (takipnea),
sianosis, nafas cuping hidung dan retraksi otot dada.
2.2.2 Diagnosa Keperawatan
a) Bersihan jalan nafas tak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi
sputum/sekret.
b) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
peningkatan kebutuhan metabolik sekunder terhadap anoreksia akibat
rasa dan bau sputum
c) Kerusakan pertukaran gas berubungan dengan perubahan membran
alveolar kapiler
d) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum,
18
ketidakseimbangan antara suplay dan kebutuhan oksigen.
e) Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi parenkim paru, batuk
menetap
f) Ansietas orang tua berhubungan dengan perubahan status kesehatan,
kurangnya informasi.
2.2.3 Intervensi Keperawatan
a) Bersihan jalan nafas tak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi
sputum/sekret.
N
o
Diagnosa
KeperawatanTujuan Dan Criteria
HasilIntervensi
1 Bersihan Jalan Nafas
tidak Efektif
Definisi :
Ketidakmampuan
untuk membersihkan
sekresi atau obstruksi
dari saluran pernafasan
untuk
mempertahankan
kebersihan jalan nafas.
Batasan Karakteristik :
Dispneu, Penurunan
suara nafas
Orthopneu
Cyanosis
Kelainan suara nafas
(rales, wheezing)
Kesulitan berbicara
Batuk, tidak efekotif
atau tidak ada
Mata melebar
Produksi sputum
Gelisah
Perubahan frekuensi
NOC :
Respiratory status :
Ventilation
Respiratory status :
Airway patency
Aspiration Control
Kriteria Hasil :
Mendemonstrasikan
batuk efektif dan suara
nafas yang bersih, tidak
ada sianosis dan dyspneu
(mampu mengeluarkan
sputum, mampu bernafas
dengan mudah, tidak ada
pursed lips)
Menunjukkan jalan
nafas yang paten (klien
tidak merasa tercekik,
irama nafas, frekuensi
pernafasan dalam
rentang normal, tidak
ada suara nafas
abnormal)
Mampu
mengidentifikasikan dan
NIC :
Airway suction
Pastikan kebutuhan oral / tracheal
suctioning
Auskultasi suara nafas sebelum dan
sesudah suctioning.
Informasikan pada klien dan
keluarga tentang suctioning
Minta klien nafas dalam sebelum
suction dilakukan.
Berikan O2 dengan menggunakan
nasal untuk memfasilitasi suksion
nasotrakeal
Gunakan alat yang steril sitiap
melakukan tindakan
Anjurkan pasien untuk istirahat dan
napas dalam setelah kateter
dikeluarkan dari nasotrakeal
Monitor status oksigen pasien
Ajarkan keluarga bagaimana cara
melakukan suksion
Hentikan suksion dan berikan
oksigen apabila pasien menunjukkan
bradikardi, peningkatan saturasi O2,
dll.
19
dan irama nafas
Faktor-faktor yang
berhubungan:
Lingkungan :
merokok, menghirup
asap rokok, perokok
pasif-POK, infeksi
Fisiologis : disfungsi
neuromuskular,
hiperplasia dinding
bronkus, alergi jalan
nafas, asma.
Obstruksi jalan nafas :
spasme jalan nafas,
sekresi tertahan,
banyaknya mukus,
adanya jalan nafas
buatan, sekresi
bronkus, adanya
eksudat di alveolus,
adanya benda asing di
jalan nafas.
mencegah factor yang
dapat menghambat jalan
nafas
Airway Management
Buka jalan nafas, guanakan
teknik chin lift atau jaw thrust bila
perlu
Posisikan pasien untuk
memaksimalkan ventilasi
Identifikasi pasien perlunya
pemasangan alat jalan nafas buatan
Pasang mayo bila perlu
Lakukan fisioterapi dada jika
perlu
Keluarkan sekret dengan batuk
atau suction
Auskultasi suara nafas, catat
adanya suara tambahan
Lakukan suction pada mayo
Berikan bronkodilator bila perlu
Berikan pelembab udara Kassa
basah NaCl Lembab
Atur intake untuk cairan
mengoptimalkan keseimbangan.
Monitor respirasi dan status O2
b) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
peningkatan kebutuhan metabolik sekunder terhadap anoreksia akibat rasa dan
bau sputum
No Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi
2 Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
Definisi : Intake nutrisi
tidak cukup untuk
keperluan metabolisme
tubuh.
Batasan karakteristik :
- Berat badan 20 %
NOC :
v Nutritional Status :
food and Fluid Intake
Kriteria Hasil :
v Adanya peningkatan
berat badan sesuai
dengan tujuan
v Berat badan ideal
sesuai dengan tinggi
badan
v Mampu
NIC :
Nutrition Management
§ Kaji adanya alergi makanan
§ Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan nutrisi
yang dibutuhkan pasien.
§ Anjurkan pasien untuk
meningkatkan intake Fe
§ Anjurkan pasien untuk
meningkatkan protein dan vitamin C
§ Berikan substansi gula
20
atau lebih di bawah
ideal
- Dilaporkan adanya
intake makanan yang
kurang dari RDA
(Recomended Daily
Allowance)
- Membran mukosa
dan konjungtiva pucat
- Kelemahan otot yang
digunakan untuk
menelan/mengunyah
- Luka, inflamasi pada
rongga mulut
- Mudah merasa
kenyang, sesaat setelah
mengunyah makanan
- Dilaporkan atau fakta
adanya kekurangan
makanan
- Dilaporkan adanya
perubahan sensasi rasa
- Perasaan
ketidakmampuan untuk
mengunyah makanan
- Miskonsepsi
- Kehilangan BB
dengan makanan cukup
- Keengganan untuk
makan
- Kram pada abdomen
- Tonus otot jelek
- Nyeri abdominal
dengan atau tanpa
patologi
- Kurang berminat
terhadap makanan
- Pembuluh darah
kapiler mulai rapuh
- Diare dan atau
steatorrhea
mengidentifikasi
kebutuhan nutrisi
v Tidak ada tanda tanda
malnutrisi
v Tidak terjadi
penurunan berat badan
yang berarti
§ Yakinkan diet yang dimakan
mengandung tinggi serat untuk
mencegah konstipasi
§ Berikan makanan yang terpilih
( sudah dikonsultasikan dengan ahli
gizi)
§ Ajarkan pasien bagaimana
membuat catatan makanan harian.
§ Monitor jumlah nutrisi dan
kandungan kalori
§ Berikan informasi tentang
kebutuhan nutrisi
§ Kaji kemampuan pasien untuk
mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan
Nutrition Monitoring
§ BB pasien dalam batas normal
§ Monitor adanya penurunan berat
badan
§ Monitor tipe dan jumlah aktivitas
yang biasa dilakukan
§ Monitor interaksi anak atau
orangtua selama makan
§ Monitor lingkungan selama makan
§ Jadwalkan pengobatan dan
tindakan tidak selama jam makan
§ Monitor kulit kering dan perubahan
pigmentasi
§ Monitor turgor kulit
§ Monitor kekeringan, rambut kusam,
dan mudah patah
§ Monitor mual dan muntah
§ Monitor kadar albumin, total
protein, Hb, dan kadar Ht
§ Monitor makanan kesukaan
§ Monitor pertumbuhan dan
perkembangan
§ Monitor pucat, kemerahan, dan
kekeringan jaringan konjungtiva
§ Monitor kalori dan intake nuntrisi
§ Catat adanya edema, hiperemik,
21
- Kehilangan rambut
yang cukup banyak
(rontok)
- Suara usus hiperaktif
- Kurangnya informasi,
misinformasi
Faktor-faktor yang
berhubungan :
Ketidakmampuan
pemasukan atau
mencerna makanan
atau mengabsorpsi zat-
zat gizi berhubungan
dengan faktor biologis,
psikologis atau
ekonomi.
hipertonik papila lidah dan cavitas
oral.
§ Catat jika lidah berwarna magenta,
scarlet
c) Kerusakan pertukaran gas berubungan dengan perubahan membran
alveolar kapiler
No Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi
3 Gangguan Pertukaran
gas
Definisi : Kelebihan
atau kekurangan dalam
oksigenasi dan atau
pengeluaran
karbondioksida di
dalam membran kapiler
alveoli
Batasan karakteristik :
è Gangguan
penglihatan
è Penurunan CO2
è Takikardi
è Hiperkapnia
è Keletihan
è somnolen
NOC :
v Respiratory Status : Gas
exchange
v Respiratory Status :
ventilation
v Vital Sign Status
Kriteria Hasil :
v Mendemonstrasikan
peningkatan ventilasi dan
oksigenasi yang adekuat
v Memelihara kebersihan
paru paru dan bebas dari
tanda tanda distress
pernafasan
v Mendemonstrasikan
batuk efektif dan suara
nafas yang bersih, tidak
ada sianosis dan dyspneu
(mampu mengeluarkan
NIC :
Airway Management
· Buka jalan nafas, guanakan
teknik chin lift atau jaw thrust bila
perlu
· Posisikan pasien untuk
memaksimalkan ventilasi
· Identifikasi pasien perlunya
pemasangan alat jalan nafas buatan
· Pasang mayo bila perlu
· Lakukan fisioterapi dada jika
perlu
· Keluarkan sekret dengan
batuk atau suction
· Auskultasi suara nafas, catat
adanya suara tambahan
· Lakukan suction pada mayo
· Berika bronkodilator bial
perlu
22
è Iritabilitas
è Hypoxia
è kebingungan
è Dyspnoe
è nasal faring
è AGD Normal
è sianosis
è warna kulit abnormal
(pucat, kehitaman)
è Hipoksemia
è hiperkarbia
è sakit kepala ketika
bangun
èfrekuensi dan
kedalaman nafas
abnormal
Faktor faktor yang
berhubungan :
è ketidakseimbangan
perfusi ventilasi
è perubahan membran
kapiler-alveolar
sputum, mampu bernafas
dengan mudah, tidak ada
pursed lips)
v Tanda tanda vital
dalam rentang normal
· Barikan pelembab udara
· Atur intake untuk cairan
mengoptimalkan keseimbangan.
· Monitor respirasi dan status
O2
Respiratory Monitoring
· Monitor rata – rata,
kedalaman, irama dan usaha
respirasi
· Catat pergerakan dada,amati
kesimetrisan, penggunaan otot
tambahan, retraksi otot
supraclavicular dan intercostal
· Monitor suara nafas, seperti
dengkur
· Monitor pola nafas :
bradipena, takipenia, kussmaul,
hiperventilasi, cheyne stokes, biot
· Catat lokasi trakea
· Monitor kelelahan otot
diagfragma (gerakan paradoksis)
· Auskultasi suara nafas, catat
area penurunan / tidak adanya
ventilasi dan suara tambahan
· Tentukan kebutuhan suction
dengan mengauskultasi crakles dan
ronkhi pada jalan napas utama
· auskultasi suara paru setelah
tindakan untuk mengetahui hasilnya
23
BAB 3
TINJAUAN KASUS
3.1 Pengkajian
3.1.1 Biodata
A. Identitas Pasien
1) Nama/Nama panggilan : An Z
2) Tempat tanggal lahir/Usia : Surabaya, 20 Sept 2007 / 8 thn
3) Jenis Kelamin : Perempuan
4) Agama : Islam
5) Pendidikan : -
6) Alamat : Surabaya
7) Tanggal Masuk : 11 Sept 2015 jam 09.00
8) Tanggal pengkajian : 11 Sept 2015 jam 13.00
9) Diagnosa Medik : Asma Bronchial
Identitas Orang tua
1) Ayah
a. Nama : Tn. A
b. Usia : 40 tahun
c. Pendidikan : SMA
d. Pekerjaan/sumber penghasilan : Swasta
e. Agama : ISlam
f. Alamat : Surabaya
2) Ibu
a. Nama : Ny. N
b. Usia : 36 tahun
c. Pendidikan : SMA
24
d. Pekerjaan/sumber penghasilan : Ibu rumah tangga
e. Agama : Islam
f. Alamat : Surabaya
3) Identitas Saudara Kandung
No Nama Usia Hubungan Status Kesehatan
1
2.
An. M
An. B
17 tahun
6 tahun
Kakak
kandung
Adik
kandung
Baik
Baik
3.1.2 Keluhan Utama/Alasan Masuk Rumah Sakit
Sesak nafas
3.1.3 Riwayat Kesehatan
A. Riwayat Kesehatan Sekarang
Ibu pasien mengeluh pasien sesak nafas mulai tanggal 11 Sept 2015 pukul
04.00 dini hari, pasien batuk , ada rasa ingin mengeluarkan dahak namun dahak
tidak keluar. Keluarga pasien mengatakan malamnya pasien makan nasi goreng
seafood pemberian pamannya. Di rumah pasien tidak diberi obat apapun oleh
keluarga, pasien langsung di bawa ke IGD RS. Sutomo. Pasien diperiksa oleh dr.
V pada pukul 06.30 pagi dengan keadaan umum lemah, jari kaki dan tangan
hipoksia, wajah pucat, sesak nafas, terdapat retraksi otot dinding dada, terdapat
cuping hidung, RR : 35 x/mnt, nadi : 100 x/mnt, TD : 110/70 mmHg, suhu 37oC,
suara nafas mengi. Saat dilakukan pengkajian didapatkan keadaan umum lemah,
jari kaki dan tangan hipoksia, wajah pucat, sesak nafas, terdapat retraksi otot
dinding dada, terdapat cuping hidung, RR : 32 x/mnt, nadi : 96 x/mnt, TD :
110/70 mmHg, suhu 36,8oC, suara nafas mengi.
B. Riwayat Kesehatan Lalu
25
- Penyakit yang pernah dialami : Pasien pernah menderita diare saat usia 4
tahun
- Kecelakaan yang dialami : pasien tidak punya riwayat jatuh, kecelakaan,
keracunan, tenggelam dll.
- Pernah di rawat : Pasien pernah dirawat di RS William Booth saat usia 4
tahun dengan diare
- Allergi : pasien tidak punya riwayat alergi terhadap makanan, obat-obatan,
susu, plester dll.
- Konsumsi obat-obatan bebas : Pasien tidak mengonsumsi obat bebas
- Perkembangan anak dibanding saudara-saudaranya: Anak bertumbuh dan
berkembang sesuai dengan usia.
C. Riwayat Kesehatan Keluarga
- Penyakit anggota keluarga : Anggota keluarga tidak sedang menderita
penyakit saat ini. Anggota keluarga tidak menderita penyakit menular seperti
TBC, Hepatitis, HIV saat ini. Ibu mempunyai riwayat asma sejak usia 18 tahun.
3.1.4 Riwayat Immunisasi
No Jenis
Immunisasi
Waktu Pemberian Reaksi setelah pemberian
1. BCG
2. DPT (I,II,III)
3. Polio
(I,II,III,IV)
4. Campak 9 tahun Baik
5. Hepatitis
3.1.5. Riwayat tumbuh Kembang
26
A. Pertumbuhan Fisik
1. Berat Badan : 20 kg
2. Tinggi Badan : 125 cm
3. Waktu tumbuh gigi 7 bulan
B. Perkembangan tiap tahap
Usia anak saat :
1. Berguling : 4 bulan
2. Duduk : 1 tahun
3. Merangkak : 9 bulan
4. Berdiri : 7 bulan
5. Berjalan : 14 bulan
6. Bicara pertama kali : 2 tahun
7. Berpakaian tanpa Bantuan : 2,5 tahun
3.1.6 Riwayat Nutrisi
A. Pemberian ASI
1. Pertama kali disusui : sejak lahir
2. Cara pemberian: setiap kali menangis
3. Lama pemberian 2 tahun
B. Pemberian susu formula
1. Alasan pemberian : anak tumbuh besar
2. Jumlah pemberian : 3x sehari
3. Cara memberikan : Dengan dot
C. Pemberian makanan tambahan
a. Pertama kali diberikan usia 11 bulan
b. Jenis : Bubur susu dan pisang
D. Pola perubahan nutrisi tiap tahapan usia sampai nutrisi saat ini
27
Usia Jenis Nutrisi Lama pemberian
1. 0 – 4 Bulan
2. 4 – 12 bulan
3. Saat Ini
ASI, bubur susu dan pisang
ASI , bubur susu dan pisang,
nasi, sayur, daging yang
dilumatkan
Nasi, lauk, sayur, buah.
3.1.7 Riwayat Psichososial
- Apakah anak tinggal di : rumah
- Lingkungan berada di : kota
- Apakah rumah dekat: rumah dekat dengan sekolah, anak tidur bersama
adiknya yang 6 tahun.
- Hubungan antar anggota keluarga : Hubungan antar anggota keluarga baik
dan harmonis
- Pengasuh anak: Orang tua, nenek, budhe.
3.1.8 Riwayat Spiritual
- Support system dalam keluarga :
- Kegiatan keagamaan : Sholat 5 waktu sehari
3.1.9 Reaksi Hospitalisasi
A. Pemahaman keluarga tentang sakit dan rawat inap
- Mengapa ibu membawa anaknya ke RS: ibu mengetahui bahwa anaknya
sesak , langsung dibawa ke rumah sakit
- Apakah dokter menceritakan tentang kondisi anak: Ya
- Bagaimana perasaan orang tua saat ini: Cemas
- Apakah orang tua akan selalu berkunjung : Ya
- Siapa yang akan tinggal dengan anak : ibu
B. Pemahanan anak tentang sakit dan rawat inap
- Mengapa Keluarga/orang tua membawa kamu ke Rumah sakit ? karena
pasien sesak nafas.
28
- Menurutmu apa penyebab kamu sakit : pasien mengatakan mungkin karena
nasi goreng
- Apakah dokter menceritakan keadaanmu : Tidak
- Bagaimana rasanya dirawat di RS : Bosan
3.1.10 Aktivitas Sehari-hari
A. Nutrisi
Kondisi Sebelum sakit Saat Sakit
1. Selera makan
2. Menu makan
3. Frekwensi makan
4. Makanan yang
disukai
5. Makanan pantangan
6. Pembatasan pola
makan
7. Cara makan
8. Ritual saat makan
Baik
Nasi, lauk, sayur, buah
3 x sehari, satu porsi
habis
Nasi goreng
Tidak ada
Tidak ada
Dengan sendok, sambil
duduk
Sambil menonton tv
Kurang baik
Nasi , lauk, sayur, buah
3 x sehari, ¼ - ½ porsi
Tidak ada
Seafood
Tidak ada
Dengan disuap, dan
sambil berbaring
Tidak ada
B. Cairan
Kondisi Sebelum sakit Saat Sakit
1. Jenis minuman
2. Frekwensi minum
Air putih, teh, nutrisari
+ 8 gelas sehari
Air putih, teh, kacang
hijau
+ 6 gelas sehari
C. Eliminasi (BAB & BAK)
Kondisi Sebelum sakit Saat Sakit
1. Tempat pembuangan
2. Frekwensi (Waktu)
Toilet
BAK : 5 kali sehari
Toilet
BAK : 5 kali sehari
29
3. Konsistensi
4. Kesulitan
5. Obat pencahar
BAB : 1 x sehari
BAK : kuning jernih
BAB : padat, kuning
kecoklatan
Tidak ada
Tidak ada
BAB : belum
BAK : jernih
BAB : -
Belum BAB
Tidak ada
D. Istirahat Tidur
Kondisi Sebelum sakit Saat Sakit
1. Jam tidur
- Siang
- Malam
2. Pola tidur
3. Kebiasaan sebelum
tidur
4. Kesulitan tidur
12.00 – 15.00
20.00 – 05.00
Nyenyak, tidak rewel
Tidak ada
Tidak ada
11.00 – 13.00
20.00 – 05.00
Sering terbangun karena
sesak
Tidak ada
Tidak ada
E. Olah Raga
Kondisi Sebelum sakit Saat Sakit
1. Program Olah raga
2. Jenis dan frekwensi
3. Kondisi setelah olah
raga
-
-
-
-
-
-
F. Personal Hygiene
Kondisi Sebelum sakit Saat Sakit
1. Mandi
a. Cara
b. Frekwensi
c. Alat mandi
2. Cuci rambut
Mandi sendiri
2x sehari
Dengan gayung
Diseka
2 x sehari
Easycare
30
a. Frekwensi
b. Cara
3. Gunting kuku
a. Frekwensi
b. Cara
4. Gosok gigi
a. Frekwensi
b. Cara
2 hari sekali
Di cucikan
2 minggu sekali
Di guntingkan
2 kali sehari tiap
mandi
Gosok gigi sendiri
Belum cuci rambut
-
-
-
-
-
G. Aktivitas/Mobilitas Fisik
Kondisi Sebelum sakit Saat Sakit
1. Kegiatan sehari-hari
2. Pengaturan jadual harian
3. Penggunaan alat Bantu
aktivitas
4. Kesulitan pergerakan tubuh
Bermain, sekolah
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Hanya berbaring di
tempat tidur
-
-
-
H. Rekreasi
Kondisi Sebelum sakit Saat Sakit
1. Perasaan saat sekolah
2. Waktu luang
3. Perasaan setelah
rekreasi/bermain
4. Waktu senggang keluarga
5. Kegiatan hari libur
Senang
Bermain dengan
teman
Senang
Malam hari
Main sepeda bersama
ke taman
Sedih tidak sekolah
Tidur, nonton tv
Bosan
-
-
3.1.11 Pemeriksaan Fisik
A. Keadaan Umum Klien
31
Badan pasien nampak lemah, pasien mengeluh sesak bila bergerak. Pasien hanya
berbaring di tempat tidur dengan posisi semi fowler.
B. Tanda tanda Vital
- Suhu : 36,8oC
- Nadi : 96 x/mnt
- Respirasi : 32 x/mnt
- Tekanan Darah: 110/70 mmHg
C. Antropometri
- Tinggi Badan : 125 cm
- Berat badan : 20 kg
D. Sistem Pernafasan
- Hidung : simetris , terdapat pernafasan cuping hidung, ada secret , tidak
ada polip, tidak epistaksis
- Leher : tidak ada tumor, tidak ada pembesaran kelenjar.
- Dada
Bentuk dada Normal
Gerakan dada : simetris, terdapat retraksi otot dinding dada, Otot Bantu
pernafasan supraklavikula
Suara nafas : wheezing +
- Apakah ada clubbling finger : tidak
E. Sistem Cardio Vaskuler
- Conjunctiva :anemia, bibir cyanosis,
- Ukuran jantung : Normal
- Suara jantung : normal
F. System Pencernaan
32
- Sklera : tidak ikterus, Bibir : kering
- Mulut : tidak stomatitis, tidak palato skizis, jumlah gigi 24 , kemampuan
menelan: Baik, lidah kotor.
- Gaster : tidak nyeri, gerakan peristaltis 25 x/mnt
- Abdomen: perkusi hepar pekak, palpasi tidak teraba massa
- Anus : tidak iritasi, tidak ada hemoroid
G. System Indra
1. Mata
- sklera tidak ikterus, tidak hordeolum
- konjungtiva anemis, pupil isokhor diameter 3 mm/ 3 mm, lapang pandang luas,
reflex cahaya positif
- tidak ada nyeri tekan pada palpebra
2. Hidung
- Penciuman kurang baik karena ada sekret sedikit, tidak perih di
hidung, tidak epistaksis
- Sekret yang menghalangi penciuman , tidak terlalu
3. Telinga
- Keadaan daun telinga simetris, Kanal auditoris: Serumen sedikit warna
kuning
- Fungsi pendengaran baik
I. System Muskulo Skeletal
1. Vertebrae : tidak skoliosis atau lordosis atau kifosis.
2 Kaki : tidak bengkak, tidak sindaktil, tidak polidaktil, reflex fisiologis positif
3. Tangan : tidak bengkak, tidak sindaktil atau polidaktil, tangan kiri terpasang
infus
J. System Integumen
- Rambut : Warna hitam, tidak mudah dicabut
33
- Kulit : Warna kuning, temperatur 36,8 derajat, tidak ada ruam, tekstur
kenyal, turgor kulit kembali 3 detik.
- Kuku : Warna sianosis, permukaan kuku licin , tidak mudah patah,bersih
K. System Endokrin
- Kelenjar Thyroid : tidak ada pembesaran kelanjar tyroid
3.1.12 Test Diagnostik
- Laboratorium : Hb : 12gr/dl
- Leukosit : 7.000/mm3
- Trombosit : 150.000/mm3
- Hematokrit : 37 %
- Ro Photo : tidak dilakukan foto rontgen
- CT Scan : tidak dilakukan ct scan
3.1.13 Analisa Data
No Data Etiologi Masalah
1 Ds : Ibu pasien mengeluh pasien
sesak nafas mulai tanggal 11
Sept 2015 pukul 04.00 dini hari,
pasien batuk , ada rasa ingin
mengeluarkan dahak namun
dahak tidak keluar.
Do : wajah pucat, sesak nafas,
terdapat retraksi otot dinding
dada, terdapat cuping hidung,
RR : 32 x/mnt, nadi : 96 x/mnt,
TD : 110/70 mmHg, suhu
36,8oC, suara nafas mengi.
Peningkatan produksi
sputum
Bersihan jalan
nafas inefektif
2 Ds : pasien mengeluh sesak, rasa
berat di dada. Pasien mengeluh
Ketidakseimbangan
perfusi ventilasi
Resiko
Kerusakan
34
letih, badan nampak lemah
Do : wajah pucat, sesak nafas,
terdapat retraksi otot dinding
dada, terdapat cuping hidung,
RR : 32 x/mnt, nadi : 96 x/mnt,
TD : 110/70 mmHg, suhu
36,8oC, suara nafas mengi,
badan pasien nampak lemah dan
letih
pertukaran gas
3 Ds : pasien mengeluh lelah dan
lemas, pasien mengeluh sesak
bila bergerak
Do : pasien hanya berbaring di
tempat tidur, pasien nampak
lemas, terdapat pernafasan
cuping hidung, terdapat retraksi
otot dinding dada.
Kelemahan umum;
ketidakseimbangan
suplai oksigen
Intoleransi
aktivitas
3.2 Diagnosa Keperawatan
1) Bersihan jalan nafas inefektif berhubungan dengan Peningkatan produksi
sputum yang ditandai dengan Ibu pasien mengeluh pasien sesak nafas mulai
tanggal 11 Sept 2015 pukul 04.00 dini hari, pasien batuk , ada rasa ingin
mengeluarkan dahak namun dahak tidak keluar, wajah pucat, sesak nafas, terdapat
retraksi otot dinding dada, terdapat cuping hidung, RR : 32 x/mnt, nadi : 96 x/mnt,
TD : 110/70 mmHg, suhu 36,8oC, suara nafas mengi.
2) Resiko kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan Ketidakseimbangan
perfusi ventilasi yang ditandai dengan pasien mengeluh sesak, rasa berat di dada.
Pasien mengeluh letih, badan nampak lemah, wajah pucat, sesak nafas, terdapat
retraksi otot dinding dada, terdapat cuping hidung, RR : 32 x/mnt, nadi : 96 x/mnt,
TD : 110/70 mmHg, suhu 36,8oC, suara nafas mengi, badan pasien nampak lemah
dan letih.
35
3) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan Kelemahan umum;
ketidakseimbangan suplai oksigen yang ditandai dengan pasien mengeluh lelah
dan lemas, pasien mengeluh sesak bila bergerak, pasien hanya berbaring di tempat
tidur, pasien nampak lemas, terdapat pernafasan cuping hidung, terdapat retraksi
otot dinding dada.
3.3 Intervensi Keperawatan
N
o
Diagnosa
KeperawatanTujuan Dan Criteria
HasilIntervensi
1 Bersihan jalan nafas
inefektif berhubungan
dengan Peningkatan
produksi sputum yang
ditandai dengan Ibu
pasien mengeluh
pasien sesak nafas
mulai tanggal 11 Sept
2015 pukul 04.00 dini
hari, pasien batuk , ada
rasa ingin
mengeluarkan dahak
namun dahak tidak
keluar, wajah pucat,
sesak nafas, terdapat
retraksi otot dinding
dada, terdapat cuping
hidung, RR : 32 x/mnt,
nadi : 96 x/mnt, TD :
110/70 mmHg, suhu
36,8oC, suara nafas
mengi.
NOC :
Respiratory status :
Ventilation
Respiratory status :
Airway patency
Aspiration Control
Kriteria Hasil :
Mendemonstrasikan
batuk efektif dan suara
nafas yang bersih, tidak
ada sianosis dan dyspneu
(mampu mengeluarkan
sputum, mampu bernafas
dengan mudah, tidak ada
pursed lips)
Menunjukkan jalan
nafas yang paten (klien
tidak merasa tercekik,
irama nafas, frekuensi
pernafasan dalam
rentang normal, tidak
ada suara nafas
abnormal)
Mampu
mengidentifikasikan dan
mencegah factor yang
dapat menghambat jalan
NIC :
Airway suction
Pastikan kebutuhan oral / tracheal
suctioning
Auskultasi suara nafas sebelum dan
sesudah suctioning.
Informasikan pada klien dan
keluarga tentang suctioning
Minta klien nafas dalam sebelum
suction dilakukan.
Berikan O2 dengan menggunakan
nasal untuk memfasilitasi suksion
nasotrakeal
Gunakan alat yang steril sitiap
melakukan tindakan
Anjurkan pasien untuk istirahat dan
napas dalam setelah kateter
dikeluarkan dari nasotrakeal
Monitor status oksigen pasien
Ajarkan keluarga bagaimana cara
melakukan suksion
Hentikan suksion dan berikan
oksigen apabila pasien menunjukkan
bradikardi, peningkatan saturasi O2,
dll.
Airway Management
Buka jalan nafas, guanakan
36
nafas teknik chin lift atau jaw thrust bila
perlu
Posisikan pasien untuk
memaksimalkan ventilasi
Identifikasi pasien perlunya
pemasangan alat jalan nafas buatan
Pasang mayo bila perlu
Lakukan fisioterapi dada jika
perlu
Keluarkan sekret dengan batuk
atau suction
Auskultasi suara nafas, catat
adanya suara tambahan
Lakukan suction pada mayo
Berikan bronkodilator bila perlu
Berikan pelembab udara Kassa
basah NaCl Lembab
Atur intake untuk cairan
mengoptimalkan keseimbangan.
Monitor respirasi dan status O2
No Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi
2 Resiko kerusakan
pertukaran gas
berhubungan dengan
Ketidakseimbangan
perfusi ventilasi yang
ditandai dengan pasien
mengeluh sesak, rasa
berat di dada. Pasien
mengeluh letih, badan
nampak lemah, wajah
pucat, sesak nafas,
terdapat retraksi otot
dinding dada, terdapat
cuping hidung, RR : 32
x/mnt, nadi : 96 x/mnt,
NOC :
v Respiratory Status : Gas
exchange
v Respiratory Status :
ventilation
v Vital Sign Status
Kriteria Hasil :
v Mendemonstrasikan
peningkatan ventilasi dan
oksigenasi yang adekuat
v Memelihara kebersihan
paru paru dan bebas dari
tanda tanda distress
pernafasan
v Mendemonstrasikan
batuk efektif dan suara
nafas yang bersih, tidak
ada sianosis dan dyspneu
NIC :
Airway Management
· Buka jalan nafas, guanakan
teknik chin lift atau jaw thrust bila
perlu
· Posisikan pasien untuk
memaksimalkan ventilasi
· Identifikasi pasien perlunya
pemasangan alat jalan nafas buatan
· Pasang mayo bila perlu
· Lakukan fisioterapi dada jika
perlu
· Keluarkan sekret dengan
batuk atau suction
· Auskultasi suara nafas, catat
adanya suara tambahan
· Lakukan suction pada mayo
· Berika bronkodilator bial
37
TD : 110/70 mmHg,
suhu 36,8oC, suara
nafas mengi, badan
pasien nampak lemah
dan letih.
(mampu mengeluarkan
sputum, mampu bernafas
dengan mudah, tidak ada
pursed lips)
v Tanda tanda vital
dalam rentang normal
perlu
· Barikan pelembab udara
· Atur intake untuk cairan
mengoptimalkan keseimbangan.
· Monitor respirasi dan status
O2
Respiratory Monitoring
· Monitor rata – rata,
kedalaman, irama dan usaha
respirasi
· Catat pergerakan dada,amati
kesimetrisan, penggunaan otot
tambahan, retraksi otot
supraclavicular dan intercostal
· Monitor suara nafas, seperti
dengkur
· Monitor pola nafas :
bradipena, takipenia, kussmaul,
hiperventilasi, cheyne stokes, biot
· Catat lokasi trakea
· Monitor kelelahan otot
diagfragma (gerakan paradoksis)
· Auskultasi suara nafas, catat
area penurunan / tidak adanya
ventilasi dan suara tambahan
· Tentukan kebutuhan suction
dengan mengauskultasi crakles dan
ronkhi pada jalan napas utama
· auskultasi suara paru setelah
tindakan untuk mengetahui hasilnya
No Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi
3 Intoleransi aktivitas
berhubungan dengan
Kelemahan umum;
ketidakseimbangan
suplai oksigen yang
ditandai dengan
NOC :
Energy conservation
Self Care : ADLs
Kriteria Hasil :
Berpartisipasi dalam
aktivitas fisik tanpa
disertai peningkatan
tekanan darah, nadi dan
NIC :
Energy Management
Observasi adanya pembatasan
klien dalam melakukan aktivitas
Dorong anal untuk
mengungkapkan perasaan
terhadap keterbatasan
Kaji adanya factor yang
38
pasien mengeluh
lelah dan lemas,
pasien mengeluh
sesak bila bergerak,
pasien hanya
berbaring di tempat
tidur, pasien nampak
lemas, terdapat
pernafasan cuping
hidung, terdapat
retraksi otot dinding
dada.
RR
Mampu melakukan
aktivitas sehari hari
(ADLs) secara mandiri
menyebabkan kelelahan
Monitor nutrisi dan sumber energi
tangadekuat
Monitor pasien akan adanya
kelelahan fisik dan emosi secara
berlebihan
Monitor respon kardivaskuler
terhadap aktivitas
Monitor pola tidur dan lamanya
tidur/istirahat pasien
Activity Therapy
Kolaborasikan dengan Tenaga
Rehabilitasi Medik
dalammerencanakan progran
terapi yang tepat.
Bantu klien untuk mengidentifikasi
aktivitas yang mampu dilakukan
Bantu untuk memilih aktivitas
konsisten yangsesuai dengan
kemampuan fisik, psikologi dan
social
Bantu untuk mengidentifikasi dan
mendapatkan sumber yang
diperlukan untuk aktivitas yang
diinginkan
Bantu untuk mendpatkan alat
bantuan aktivitas seperti kursi
roda, krek
Bantu untu mengidentifikasi
aktivitas yang disukai
Bantu klien untuk membuat jadwal
latihan diwaktu luang
Bantu pasien/keluarga untuk
mengidentifikasi kekurangan
dalam beraktivitas
Sediakan penguatan positif bagi
yang aktif beraktivitas
Bantu pasien untuk
mengembangkan motivasi diri
dan penguatan
39
Monitor respon fisik, emoi, social
dan spiritual
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Karakteristik yang ditemukan pada anak dengan asma bronchial antara lain
wajah pucat, sesak nafas, terdapat retraksi otot dinding dada, terdapat pernafasan
cuping hidung, suara nafas wheezing, tachypnea, takikardi, pasien mengeluh sesak
nafas, batuk, namun dahak susah keluar, hipoksia, badan nampak lemas.
Diagnosa keperawatan yang muncul pada anak dengan asma antara lain
Bersihan jalan nafas inefektif berhubungan dengan Peningkatan produksi sputum,
Resiko kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan Ketidakseimbangan perfusi
ventilasi, Intoleransi aktivitas berhubungan dengan Kelemahan umum;
ketidakseimbangan suplai oksigen.
Intervensi yang dapat dilakukan pada pasien dengan masalah bersihan
jalan nafas inefektif Airway suction, Pastikan kebutuhan oral / tracheal suctioning,
Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah suctioning, Informasikan pada klien
dan keluarga tentang suctioning, Minta klien nafas dalam sebelum suction
dilakukan, Berikan O2 dengan menggunakan nasal untuk memfasilitasi suksion
nasotrakeal, Gunakan alat yang steril sitiap melakukan tindakan, Anjurkan pasien
untuk istirahat dan napas dalam setelah kateter dikeluarkan dari nasotrakeal,
Monitor status oksigen pasien, Ajarkan keluarga bagaimana cara melakukan
40
suksion, Hentikan suksion dan berikan oksigen apabila pasien menunjukkan
bradikardi, peningkatan saturasi O2, dll, Airway Management, Buka jalan nafas,
guanakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu, Posisikan pasien untuk
memaksimalkan ventilasi, Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan
nafas buatan, Pasang mayo bila perlu, Lakukan fisioterapi dada jika perlu,
Keluarkan sekret dengan batuk atau suction, Auskultasi suara nafas, catat adanya
suara tambahan, Lakukan suction pada mayo, Berikan bronkodilator bila perlu,
Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab, Atur intake untuk cairan
mengoptimalkan keseimbangan, Monitor respirasi dan status O2.
4.2 Saran
Sebaiknya mahasiswa mampu melakukan asuhan keperawatan pada anak
dengan Asma Bronchial dengan baik dan benar dan bekerja sama dengan orang
tua agar lebih kooperatif dan membantu proses perawatan.
41