Post on 30-Nov-2015
description
5
BAB II
VULKANOLOGI DAN Q-FACTOR
2.1 Profil Gunung Sinabung
Gunung Sinabung terletak di kabupaten Tanah Karo Provinsi Sumatera
Utara dan merupakan tipe strato Vulkano. Posisi geografisnya terletak pada
3o10’LU dan 98o23,5 BT dengan ketinggian 2460 m di atas permukaan laut.
Aktivitas terakhir dari gunung Sinabung adalah letusan tanggal 29
agustus 2010. Letusan tersebut langsung meningkatkan status gunung Sinabung
Gambar 2.1 Peta lokasi gunung Sinabung (Eureka,2010)
5
6
yang tadinya berupa gunungapi tipe B mejadi tipe A. Sampai saat ini masih
diadakan penyelidikan pasca letusan di gunung Sinabung.
Aktivitas gunung Sinabung ini merupakan satu rangkaian dengan
gunungapi Sibayak dan celah danau Toba yang terkenal dengan erupsi besar.
Gunung Sinabung memiliki 4 kawah, dengan aktivitas kegiatan diantaranya
adalah:
- Kawah I, sepanjang kawah tua, terdiri dari leleran lava, terletak pada arah
Selatan-Timur, sepanjang 50 m
- Kawah II dan III, merupakan kawah kembar (Twin crater) terletak di sebelah
Selatannya, atau di Tengah-Selatan
- Kawah IV terletak di bagian Utara-Barat atau di bagian Tengah Barat
Dilihat dari bentuk tubuhnya yang relatif lebih mulus, menunjukkan
bahwa gunung Sinabung relatif lebih muda daripada gunung Sibayak yang
terletak di sebelah Barat lautnya. Gunung Sinabung merupakan gunungapi Strato
dengan kerucut bagus, secara morfologi dapat dibagi menjadi tiga satuan, yaitu:
satuan morfologi puncak, satuan morfologi lereng dan satuan morfologi kaki.
Secara geologi, satuan batuan gunung Sinabung terdiri dari lava
piroklastik dan batuan sedimen, hal ini dapat dilihat dari peta geologi gunung
Sinabung dibawah ini :
7
Stratigrafi gunungapi daerah pemetaan berturut-turut dari tua ke muda, dapat
dirinci sebagai berikut:
1. Endapan Batu gamping (Pgp)
2. Endapan Aliran Piroklastik Toba (QTb)
3. Aliran Piroklastik Sinabung 1 (QsP1)
4. Aliran Lava Sinabung 1 (QsL1)
5. Aliran Lava Sinabung 2 (QsL2)
6. Endapan Lahar Sinabung (QsLh)
7. Aliran Piroklastik Sinabung 2 (QsP2)
8. Aliran Lava Sinabung 3 (QsL3)
Gambar 2.2 Peta Geologi gunungapi Sinabung (Prambada,dkk.2010)
8
9. Aliran Lava Sinabung 4 (QsL4)
10. Aliran Lava Sinabung 5 (QsL5)
11. Aliran Piroklastik Sinabung 3 (QsP3)
12. Aliran Lava Sinabung 6 (QsL6)
13. Aliran Lava Sinabung 7 (QsL7)
14. Aliran Lava Sinabung 8 (QsL8)
15. Aliran Lava Sinabung 9 (QsL9)
16. Aliran Piroklastik Sinabung 4 (QsP4)
17. Aliran Lava Sinabung 10 (QsL10)
18. Aliran Lava Sinabung 11 (QsL11)
19. Aliran Lava Sinabung 12 (QsL12)
20. Aliran Piroklastik Sinabung 5 (QsP5)
21. Aliran Lava Sinabung 13 (QsL13)
22. Aliran Lava Sinabung 14 (QsL14)
23. Aliran Piroklastik Sinabung 6 (QsP6)
24. Aliran Lava Sinabung 15 (QsL15)
25. Aliran Piroklastik Sinabung 7 (QsP7)
26. Aliran Lava Sinabung 16 (QsL16)
27. Aliran Lava Sinabung 17 (QsL17)
28. Aliran Piroklastik Sinabung 8 (QsP8)
29. Endapan Alluvium (Qa)
2.2 Jenis-Jenis Batuan Penyusun Gunungapi
Secara bentang alam, gunungapi yang berbentuk kerucut dapat dibagi
menjadi daerah puncak, lereng, kaki, dan dataran di sekelingnya. Pemahaman ini
kemudian dikembangkan oleh William dan McBirney (1979) (dalam
Bronto,2006) untuk membagi sebuah kerucut gunungapi komposit menjadi 3 zone,
yakni Central zone, Proximal zone, dan Distal zone. Central zone disetarakan
9
dengan daerah puncak kerucut gunungapi, dan Distal Zone sama dengan daerah
kaki serta dataran sekeliling gunungapi. Namun di dalam uraiannya kedua penulis
tersebut sering menyebut zone dengan fasies, sehingga menjadi Central
fasies,Proximal fasies, dan Distal fasies.
Pembagian fasies gunungapi tersebut kemudian dikembangkan oleh
Vesel dan Darvies (1981) serta Bogie dan Mackenzie (1988) menjadi empat
kelompok, yaitu Central/Vent Fasies/Proximal Fasies, dan Distal Fasies
(Bronto,2006).
2.3 Gempa Bumi Vulkanik
2.3.1 Definisi gempa bumi Vulkanik
Gempa bumi vulkanik (gunungapi), yaitu gempa bumi yang
disebabkan oleh kegiatan magma dekat permukaan bumi atau disebabkan oleh
letusan gunung berapi. Gempa vulkanik biasanya mempunyai intensitas lemah
dan terjadi pada sekitar gunung meletus. Gempa-gempa vulkanik dengan
Gambar 2.3 Pembagian fasies gunungapi menjadi fasies sentral,fasies proximal, fasies medial, dan fasies distal beserta komposisi batuanpenyusunnya (Bronto,2006)
10
frekuensi rendah memiliki frekuensi antara 1 sampai 5 Hz, sedangkan gempa
vulkanik yang berfrekunsi tinggi memiliki frekuensi dominan pada rentang 5-15
Hz.
2.3.2 jenis-jenis gempa vulkanik
Berikut ini klasifikasi gempa vulkanik berdasarkan klasifikasi T.Minakami:
a. Gempa Vulkanik Dalam (tipe A)
Sumber dari tipe gempa ini terletak di bawah gunungapi pada kedalaman 1
sampai 20 km, bisaanya muncul pada gunungapi yang aktif. Gempa tipe A
dapat disebabkan adanya tekanan dari bawah atau ke atas sebelum terjadi
letusan dan adanya penurunan tekanan sesudah letusan berlangsung. Untuk
membedakan gempa tie A dengan jenis gempa lain dapat diketahui ciri-ciri
lainnya, yaitu : selisih waktu tiba gelombang Primer (P) dan Sekunder (S)
sampai 5 detik, kedalaman sumbernya 1-20 km di bawah kerucut gunungapi.
b. Gempa Vulkanik Dangkal (tipe B)
Gempa Vulkanik tipe B, yaitu gempa yang dapat terjadi pada gunungapi yang
mempunyai tipe letusan vulkano. Gempa tipe B memiliki cirri-ciri lain yaitu :
gelombang P tidak tegas sedangkan gelombang S sulit dikenal atau tidak
Gambar 2.4 Contoh rekaman seismik gempa tipe A (PVMBG,2010)
11
muncul sehingga ilai S-P sulit ditentukan, kedalaman sumbernya tidak lebih
dari 1 km.
c. Gempa Letusan
Gempa Letusan yaitu gempa yang berasosiasi atau terjadi karena
letusan/erupsi gunungapi yang umumnya berlangsung di kawah.
d. Tremor Gunungapi
Tremor Gunungapi adalah getaran menerus di sekitar gunungapi, dapat
dibedakan dalam 2 jenis, yaitu getaran yang menerus dengan frekuensi kuasi
harmonik (tremor harmonic) dan tremor yang terbentuk karena gempa
gunungapi yang saling bertumpukan (tremor spasmodic).
Gambar 2.5 Contoh rekaman seismik gempa vulkanik tipe B (PVMBG,2010)
Gambar 2.6 Contoh rekaman seismik gempa Letusan (PVMBG,2010)
12
2.3.3 Jenis Gelombang Seismik
2.3.3.1. Gelombang body
Gelombang body yaitu gelombang yang menjalar di dalam bumi, gelombang
ini dibagi 2 :
a. Gelombang Primer (P)
Merupakan gelombang body yang memiliki kecepatan paling tinggi dari
pada gelombang S. Gelombang ini merupakan gelombang longitudinal
partikel yang merambat bolak balik dengan arah rambatnya. Gelombang
ini terjadi karena adanya tekanan. Karena memiliki kecepatan tinggi
gelombang ini memiliki waktu tiba terlebih dahulu dari pada gelombang S.
Kecepatan gelombang P (VP) adalah ±5 – 7 km/s di kerak bumi, > 8 km/s
di dalam mantel dan inti bumi, ±1,5 km/s di dalam air, dan ± 0,3 km/s di
udara. Di udara gelombang P merupakan gelombang bunyi.
Gambar 2.7 Contoh rekaman seismik gempa tremor Harmonik (a) dan tremor Spasmodik (b) ( PVMBG,2010)
(a)
(b)
13
b. Gelombang Sekunder (S)
Adalah salah satu gelombang body yang memiliki gerak partikel tegak
lurus terhadap arah rambatnya serta waktu tibanya setelah gelombang P.
Gelombang ini tidak dapat merambat pada fluida sehingga pada inti bumi
bagian luar tidak dapat terdeteksi sedangkan pada inti bumi bagian dalam
mampu dilewati. Kecepatan gelombang S (VS) adalah ± 3 – 4 km/s di
kerak bumi, > 4,5 km/s di dalam mantel bumi, dan 2,5 – 3,0 km/s di
dalam inti bumi.
2.3.3.2. Gelombang Permukaan (surface wave)
a. Gelombang Love
Gelombang ini merupakan gelombang permukaan. Arah rambatnya
partikelnya bergetar melintang terhadap arah penjalarannya. Gelombang
Love merupakan gelombang transversal, kecepatan gelombang ini di
permukaan bumi (VL) adalah ± 2,0 – 4,4 km/s.
c. Gelombang Reyleigh
Merupakan jenis gelombang permukaan yang lain, memiliki kecepatan
(VR) adalah ± 2,0 – 4,2 km/s di dalam bumi. Arah rambatnya bergerak
tegak lurus terhadap arah rambat dan searah bidang datar
2.3.4 Parameter Fisis gelombang gempa bumi
Adapun parameter fisis gelombang gempa bumi, yaitu sebagai berikut :
14
a. (S-P) yaitu beda waktu antara gelombang Primer (P) dan Sekunder (S)
pada seismograf yang dinyatakan dalam detik.
b. Amplitudo maksimum yaitu simpangan terbesar pada suatu getaran gempa
(A)
c. Durasi gempa, yaitu waktu yang diperlukan oleh suatu kejadian gempa
dari saat mulai bergetar sampai berhenti sama sekali yang dinyatakan
dalam detik.
d. Waktu terjadinya gempa (to) adalah waktu tiba gelombang P pada
seismograf dikuragi hasi perhitungan waktu yang diperlukan oleh getaran
untuk mencapai seismograf dari sumber
2.4 Atenuasi Gelombang Seismik dan Q-factor (Q-Factor)
Dalam perambatannya, gelombang seismik mengalami refleksi,
refraksi, transmisi, serta atenuasi atau peredaman oleh medium batuan yang
dilewatinya. Atenuasi atau pengurangan energi gelombang diakibatkan oleh
penyerapan dan penyebaran energi. Pengaruh atenuasi terhadap sinyal seismik
dapat dilihat pada penurunan amplitudo dan melebarnya sinyal (panjang
Gambar 2.8 Parameter fisis gelombang gempa bumi (Andrayana,2009)
15
gelombang). Hal ini menunjukkan bahwa atenuasi merupakan gabungan antara
pengurangan energi dan penyerapan frekuensi secara simultan, karena medium
yang dilewati gelombang seismik memiliki tingkat redaman berbeda-beda maka
penyerapan frekuensi oleh medium tersebut tidak sama.Di dalam kajian ilmu
tekhnik, atenuasi biasanya diukur dalam satuan desibel per satuan panjang
medium (dB/cm atau dB/km).
Sifat elastik suatu batuan dapat diterangkan dari modulus elastiknya
dan juga kecepatan gelombang P dan S merambat di dalamnya. Dalam hal ini,
terdapat pula suatu pelemahan (atenuasi) sinyal/amplitudo yang disebabkan oleh
adanya penyerapan energi oleh medium, yang bergantung pula pada sifat
elastiknya sehingga kedua parameter ini dapat dihubungkan untuk
menggambarkan pelemahan sinyal yang terjadi.
Atenuasi yang terjadi dapat dirumuskan sebagai berikut :
���� � ���� ………...………………(2.1)
Dengan α merupakan koefisisen atenuasi dan didefinisikan sebagai :
� � � ���
����� � � �
� ln���� …..……………………(2.2)
Atenuasi dapat juga dilambangkan sebagai Q, dimana 1/Q adalah
fraksi dari energi gelombang yang hilang setiap siklus saat gelombang tersebut
merambat. Sehingga bila Q rendah, berarti gelombang telah banyak teratenuasi,
dan jika Q tinggi, maka gelombang sedikit teratenuasi.
16
1���� � � ∆�
2�� …………………………….(2.3)
Dimana E adalah energi tegangan (strain) maksimum dalam volum dan –∆E
adalah energi yang hilang disetiap siklus karena ketidaksempurnaan elastisitas
material (medium).
Untuk medium yang memiliki hubungan tegangan-regangan yang linier,
Amplitudo gelombang A sebanding dengan E1/2. (sebagai contoh, A akan
merepresentasikan kecepatan maksimum partikel, atau sebagai komponen
tegangan dalam gelombang. Kita juga mengaumsikan Q>> 1, sehingga secara
berturut-turut, memiliki puncak yang hampir sama dengan energi regangan.)
sehingga :
1���� � � 1
�∆�� ……………………………..(2.4)
Sehingga kita bisa memperoleh fluktuasi amplitudo berkaitan dengan atenuasi.
Jika A=A(t), A mula-mula = A0 dan A berkurang sebesar π/Q secara berturut-turut
pada rentag 2π/ω, 4π/ω,…., 2nπ/ω
���� � ���1 � ���� untuk t=2nπ/ω
Gunakan definisi exp��� � lim#$∞ &1 ' �#(
# ,
���� � �� )1 � *+,��-
� $ �� ��/ )� *+
,�- ………………….(2.5)
17
Untuk atenuasi sepanjang sumbu x, ∆A=(dA/dx)λ, dimana λ adalah panjang
gelombang yang diberikan dalam ω dan kecepatan fase. λ=2πc/ω. Sehingga
persamaan 2.4 menjadi :
0�0� � � & �
21�( � ...…………………(2.6)
Sehingga, solusi peluruhan eksponensialnya :
���� � ����/ )� *,2�- ………………….(2.7)
Rumusan yang dipakai dalan penentuan nilai Q-factor (Q_Factor) adalah
rumusan yang berhubungan langsung dengan proses peluruhan sinyal seismik,
yaitu sebagai berikut :
���� � ����&3456(
……………………….……(2.8)
� � 7��8 ……………………….…….(2.9)
� � 7�8 ……………………...….....(2.10)
Dimana:
α = koefisien dari pangkat eksponensial suatu persamaan garis, dan v adalah
kecepatan gelombang seismik primer dalam medium gunung Sinabung.
f = frekuensi gelombang seismik (Hz)
v = cepat rambat gelombang (km/s)
Q = Q-factor
18
Dari persamaan 2.8 dapat diketahui bahwa peluruhan terjadi secara
eksponensial, sehingga persamaan garis yang dipilih adalah persamaan garis
eksponensial. Penentuan nilai Q-factor akan didasarkan pada analisa grafik
hubungan antara pucak-puncak suatu event gempa dengan waktu kejadiannya (t).
Berdasarkan persamaan 2.10, Q-factor dapat didefinisikan sebagai
perbandingan antara frekuensi dominan gelombang seismik terhadap koefisien
atenuasinya, sehingga Q-factor bergantung terhadap faktor atenuasi medium. Jadi
dapat disimpulkan bahwa Q-factor merupakan ukuran kemampuan medium untuk
meloloskan gelombang yang melaluinya.
Gempa periode panjang merupakan sinyal seismik paling penting yang
berhubungan dengan system internal dari gunungapi. Sinyal ini diduga berasal
dari system beresonansi dari cairan yang terjebak dalam padatan, misalnya saluran
magma penuh dalam batuan vulkanik elastis. Semua fenomena seperti sinyal
seismik, hamburan gelombang, peluruhan amplitudo dan lainnya memiliki
parameter, yaitu Q (Q-factor) yang nilai keseluruhannya untuk peluruhan energi
terhadap fungsi jarak. Q-factor mengasumsikan perbedaan nilai, bergantung pada
fase gelombang yang dianalisis. Dan atau karakter geologi dari daerah yang
diteliti.
Secara umum, Q-factor akan meningkat seiring membesarnya densitas
suatu material (batuan) dan juga kecepatan intrinsik batuan (cepat rambat sinyal
seismik batuan) tersebut. Tabel 2.1 di bawah ini memberikan beberapa nilai Q-
factor beberapa jenis batuan.
19
Tabel 2.1 Q-factor berbagai jenis batuan (Sheriff dan Geldart,1955 dalam
Wahyudi P,1999)
Jenis batuan Q (λ/dB)
Batuan Sedimen 20-200
Batu Pasir 70-130
Batu lempung 20-70
Batu gamping 50-200
Batu kapur 135
Dolomite 190
Batuan dan rongga
berisi gas 5-50
Batuan metamorf 200-400
Batuan beku 75-300
Dalam perambatannya, gelombang seismik dapat teratenuasi ataupun
menurun amplitudonya karena disebabkan oleh ke-anelastisitasan atau deviasi dari
elastisitas. Begitu pula dengan proses refleksi dan transmitansi dari gelombang
dapat menurunkan amplitudo. Empat proses lain yang menjadi perhatian lebih
dalam hal penurunan ampitudo gelombang seismik adalah geometric spreading,
scattering, multipathing, dan juga kean-elastisitasan itu sendiri (Seith Stein,2003
dalam Andrayana K,2009).
20
2.5 Kecepatan Gelombang Seismik Dalam Batuan
Cepat rambat gelombang di dalam bumi tidak bisa dijelaskan tanpa
membuat pemodelan dari struktur dalam bumi. Untuk tinjauan seimologi, akan
tepat sekali jika kita mendefinisikan bahwa bumi terdiri dari kerak,mantel, dan
inti. Batas antara kerak-mantel dan mantel-inti memiliki perbedaan dalam cepat
rambat gelombang serta dalam memantulkan/membisakan gelombang seismik.
Batas Mantel-kerak yang dipisahkan oleh batuan di dasar kerak
memiliki kecepatan gelombang kompresi sebesar 6,5 km/s, sedangkan batuan di
bawahnya, yaitu batuan mantle memiliki kecepatan gelombang kompresi 8 km/s.
ketebalan rata-rata dari kerak bumi adalah sekitar 25-40 km di bawah benua dan
berkisar antara 60-70 km di bawah pegunungan/gunung (Kulhanek,1990).
Banyak dari batuan api atau batuan gunungapi atau batuan beku dan
juga batuan metamorf memiliki porositas yang kecil, atau bahkan tidak poros, dan
kecepatan rambat dari gelombang seismik bergantung secara langsung dengan
sifat elastik dari mineral itu sendiri. Batuan pasir dan berbagai jenis batuan
gamping lainnya, pada satu sisi mempunyai struktur mikro yang lebih rumit,
dimana jarak antara pori-pori diantara grainnya bisa saja tersisihkan oleh berbagai
macam fluida. Dalam hal ini, untuk berbagai jenis batuan, kecepatan dipengaruhi
oleh porositas dan juga material yang mengisi pori-pori itu sendiri.
Secara umum, batuan beku memiliki variasi kecepatan gelombang
dengan range yang lebih sempit daripada batuan sedimen ataupun batuan
21
metamorfik. Rata-rata kecepatan ini lebih besar bila dibandingkan dengan jenis
batuan lainnya (Dobrin,hal 49,1976 dalam Andrayana kartika,2009).
2.6 Sistem Penerima Seismograf
Untuk memperoleh data seismik instrumentasi yang digunakan adalah
seismograf, dan untuk saat ini hampir seluruh Pos Gunungapi di Indonesia
menggunakan seismograf yang bekerja dengan sistim RTS (Radio telemetry
sistem) baik digital maupun analog, Data ditransmitkan ke Pos pengamatan
dengan teknik propagasi gelombang radio. Di Pos data diterima Receiver,
didemodulasikan oleh diskriminator menjadi tegangan analog kembali, dan
direkam ke seismogram dengan galvanometer, ini adalah prinsip RTS analog,
untuk RTS Digital prinsipnya hampir sama, hanya pada trasmitter, data yang
dimodulasikan sudah berupa data-data digital. Dengan mengubah data analog dari
seismometer menjadi digital menggunakan ADC.
Berbeda dengan seismograf analog yang amplitdo rekaman
gelombangnya dalam satuan millimeter (mm), amplitudo rekaman gelombang
seismik digital tidak memiliki satuan. Namun untuk memperoleh satuan dari
amplitdo rekaman seismik digital maka perlu dilakukan konversi terlebih dahulu.
Konversi yang dilakukan bergantung spesifikasi alat yang di gunakan.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam konversi amplitudo rekaman
seismik digital adalah :
1. Sensitivitas alat
22
Setiap seismograf memiliki sensitivitas yang berbeda-beda, tergantung pada
jenis dan tipenya. Contoh :
• LS-1 Ranger memiliki sensitivitas 345 V/(m/s) dan fre kuensi alami alat 1
Hz
• L4-C memiliki sensitivitas 300 V/(m/s) dan frekuensi alami alat 1 Hz
• L 22 memiliki sensitivitas 77 V/(m/s) dan frekuensi alami alat 2 Hz
2. Perbesaran alat
3. Nilai digital dari rekaman data marak LS 7000
Pada data mark LS 7000, 1 digit = 2.4445 x 10-6 V m/s.
Jadi, harga konversi amplitdo digital adalah :
1 09:9� � 2.4445>? � @A�@B+B8B+C@ DAEA@CFC� G/I ……….…….(2.11)
2.7 Fast Fourier Transform (FFT)
Pada tahun 1822, Joseph Fourier, ahli matematika dai Prancis
menemukan bahwa: setiap fungsi periodik (sinyal) dapat dibentuk dari
penjumlahan gelombang-gelombang sinus/cosines. Apabila semua sinyal periodik
dapat dinyatakan dalam penjumlahan fungsi-fungsi sinus-cosinus, maka frekuensi
dominan dari sinyal-sinyal tersebut dapat ditentukan dengan cara menghitung
nilai F(u) dari sinyal tersebut. Dari nilai F(u) kemuian dapat diperoleh kembali
sinyal awal dengan menghitug f(x), menggunakan rumus :
• Rumus FFT kontinu 1 dimensi
23
∫
∫∞
∞−
∞
∞−
=
−=
duuxjuFxf
dxuxjxfuF
]2exp[)()(
]2exp[)()(
π
π
Persamaan Euler : uxjuxuxj πππ 2sin2cos]2exp[ −=−
• Rumus FFT diskret 1 dimensi
∑
∑−
=
−
=
=
=
1
1
0
]/2exp[)(1
)(
]/2exp[)(1
)(
N
oN
N
N
NuxjuFN
xf
NuxjuFN
uF
π
π
Contoh pengolahan data FFT
Misalnya kita memiliki sinyal x(t) dengan rumus sebagai berikut :
)502cos()202cos()102cos()52cos()( tttttx ππππ +++=
Sinyal ini memiliki 4 komponen frekuensi yaitu 5,10,20,50. Gambar dari sinyal 1
dimensi diatas adalah :
Transformasi Fourier dari sinyal tersebut adalah :
………………………….(2.12)
………………………...(2.14)
……………....(2.13)
Gambar 2.9 Contoh sinyal gelombang 1 dimensi dengan 4 komponen frekuensi(Zulkaryanto,2010)
Gambar 2.10 Contoh transformasi Fourier sinyal gelombang 1 dimensi dengan 4 komponen frekuensi (Zulkaryanto,2010)
24
Terlihat bahwa transformai fourier dapat menangkap frekuensi-frekuensi yang
dominan dalam sinyal tersebut yaitu 5,10,20,50.
2.8 Penentuan Hiposenter Gempa
Menentukan hiposenter dari gempa bumi adalah aspek yang paling
dasar untuk menjelaskan mekanisme sumber terjadinya gempa. Metode yang
digunakan dalam menentukan hiposenter gempa adalah metode Geiger. Metode
ini menggunakan data waktu tiba gelombang P ataupun gelombang S yang
pertama, dan disini media bumi tidak lagi harus diandaikan homogen, tetapi
diandaikan terdiri dari perlapisan horizontal.
Pada umumnya lapisan batuan di daerah gunungapi tidak teratur
seperti di daerah sedimen sehingga sebagai pendekatannya dalam pehitungan
digunakan tiga lapisan kecepatan . dalam setiap lapisan digunakan asumsi uniform
half space atau homogen isotropik.
Perhitungan hiposenter merupakan problem non-linear least square
karena fungsi waktu tempuh T(x,y,z) tidak linier, sehingga pendekatan linier
dilakukan melalui prosedur iteratif yang hanya melibatkan 4 persamaan linier.
Sedangkan optimasi dilakukan dengan cara meminimumkan kesalahan antara
waktu tiba gelombang P hasil pengamatan (tobs) dengan waktu tiba gelombang P
hasil perhitungan (tcal) dari semua stasiun (Kristianto,2005)
25
p
iiif
ical V
zzyyxxtt
20
20
2
0
)()()()(
−+−+−+=
icalicalobserror ttttt )()( −=−=
Sb-Z
Sb-X
Sb-Y
Si ( Xi,Yi,Zi,ti )
Fi ( X,Y,Z, t)
Di
Vp
Gambar 2.11 Penjalaran gelombang seismik dari hiposenter F ke stasiun perekam gempa dalam koordinat kartesian (Kristianto,2005)
…………………...(2.15)
…………………...(2.16)