Atenuasi

21
5 BAB II VULKANOLOGI DAN Q-FACTOR 2.1 Profil Gunung Sinabung Gunung Sinabung terletak di kabupaten Tanah Karo Provinsi Sumatera Utara dan merupakan tipe strato Vulkano. Posisi geografisnya terletak pada 3 o 10’LU dan 98 o 23,5 BT dengan ketinggian 2460 m di atas permukaan laut. Aktivitas terakhir dari gunung Sinabung adalah letusan tanggal 29 agustus 2010. Letusan tersebut langsung meningkatkan status gunung Sinabung Gambar 2.1 Peta lokasi gunung Sinabung (Eureka,2010) 5

description

atenuasi

Transcript of Atenuasi

Page 1: Atenuasi

5

BAB II

VULKANOLOGI DAN Q-FACTOR

2.1 Profil Gunung Sinabung

Gunung Sinabung terletak di kabupaten Tanah Karo Provinsi Sumatera

Utara dan merupakan tipe strato Vulkano. Posisi geografisnya terletak pada

3o10’LU dan 98o23,5 BT dengan ketinggian 2460 m di atas permukaan laut.

Aktivitas terakhir dari gunung Sinabung adalah letusan tanggal 29

agustus 2010. Letusan tersebut langsung meningkatkan status gunung Sinabung

Gambar 2.1 Peta lokasi gunung Sinabung (Eureka,2010)

5

Page 2: Atenuasi

6

yang tadinya berupa gunungapi tipe B mejadi tipe A. Sampai saat ini masih

diadakan penyelidikan pasca letusan di gunung Sinabung.

Aktivitas gunung Sinabung ini merupakan satu rangkaian dengan

gunungapi Sibayak dan celah danau Toba yang terkenal dengan erupsi besar.

Gunung Sinabung memiliki 4 kawah, dengan aktivitas kegiatan diantaranya

adalah:

- Kawah I, sepanjang kawah tua, terdiri dari leleran lava, terletak pada arah

Selatan-Timur, sepanjang 50 m

- Kawah II dan III, merupakan kawah kembar (Twin crater) terletak di sebelah

Selatannya, atau di Tengah-Selatan

- Kawah IV terletak di bagian Utara-Barat atau di bagian Tengah Barat

Dilihat dari bentuk tubuhnya yang relatif lebih mulus, menunjukkan

bahwa gunung Sinabung relatif lebih muda daripada gunung Sibayak yang

terletak di sebelah Barat lautnya. Gunung Sinabung merupakan gunungapi Strato

dengan kerucut bagus, secara morfologi dapat dibagi menjadi tiga satuan, yaitu:

satuan morfologi puncak, satuan morfologi lereng dan satuan morfologi kaki.

Secara geologi, satuan batuan gunung Sinabung terdiri dari lava

piroklastik dan batuan sedimen, hal ini dapat dilihat dari peta geologi gunung

Sinabung dibawah ini :

Page 3: Atenuasi

7

Stratigrafi gunungapi daerah pemetaan berturut-turut dari tua ke muda, dapat

dirinci sebagai berikut:

1. Endapan Batu gamping (Pgp)

2. Endapan Aliran Piroklastik Toba (QTb)

3. Aliran Piroklastik Sinabung 1 (QsP1)

4. Aliran Lava Sinabung 1 (QsL1)

5. Aliran Lava Sinabung 2 (QsL2)

6. Endapan Lahar Sinabung (QsLh)

7. Aliran Piroklastik Sinabung 2 (QsP2)

8. Aliran Lava Sinabung 3 (QsL3)

Gambar 2.2 Peta Geologi gunungapi Sinabung (Prambada,dkk.2010)

Page 4: Atenuasi

8

9. Aliran Lava Sinabung 4 (QsL4)

10. Aliran Lava Sinabung 5 (QsL5)

11. Aliran Piroklastik Sinabung 3 (QsP3)

12. Aliran Lava Sinabung 6 (QsL6)

13. Aliran Lava Sinabung 7 (QsL7)

14. Aliran Lava Sinabung 8 (QsL8)

15. Aliran Lava Sinabung 9 (QsL9)

16. Aliran Piroklastik Sinabung 4 (QsP4)

17. Aliran Lava Sinabung 10 (QsL10)

18. Aliran Lava Sinabung 11 (QsL11)

19. Aliran Lava Sinabung 12 (QsL12)

20. Aliran Piroklastik Sinabung 5 (QsP5)

21. Aliran Lava Sinabung 13 (QsL13)

22. Aliran Lava Sinabung 14 (QsL14)

23. Aliran Piroklastik Sinabung 6 (QsP6)

24. Aliran Lava Sinabung 15 (QsL15)

25. Aliran Piroklastik Sinabung 7 (QsP7)

26. Aliran Lava Sinabung 16 (QsL16)

27. Aliran Lava Sinabung 17 (QsL17)

28. Aliran Piroklastik Sinabung 8 (QsP8)

29. Endapan Alluvium (Qa)

2.2 Jenis-Jenis Batuan Penyusun Gunungapi

Secara bentang alam, gunungapi yang berbentuk kerucut dapat dibagi

menjadi daerah puncak, lereng, kaki, dan dataran di sekelingnya. Pemahaman ini

kemudian dikembangkan oleh William dan McBirney (1979) (dalam

Bronto,2006) untuk membagi sebuah kerucut gunungapi komposit menjadi 3 zone,

yakni Central zone, Proximal zone, dan Distal zone. Central zone disetarakan

Page 5: Atenuasi

9

dengan daerah puncak kerucut gunungapi, dan Distal Zone sama dengan daerah

kaki serta dataran sekeliling gunungapi. Namun di dalam uraiannya kedua penulis

tersebut sering menyebut zone dengan fasies, sehingga menjadi Central

fasies,Proximal fasies, dan Distal fasies.

Pembagian fasies gunungapi tersebut kemudian dikembangkan oleh

Vesel dan Darvies (1981) serta Bogie dan Mackenzie (1988) menjadi empat

kelompok, yaitu Central/Vent Fasies/Proximal Fasies, dan Distal Fasies

(Bronto,2006).

2.3 Gempa Bumi Vulkanik

2.3.1 Definisi gempa bumi Vulkanik

Gempa bumi vulkanik (gunungapi), yaitu gempa bumi yang

disebabkan oleh kegiatan magma dekat permukaan bumi atau disebabkan oleh

letusan gunung berapi. Gempa vulkanik biasanya mempunyai intensitas lemah

dan terjadi pada sekitar gunung meletus. Gempa-gempa vulkanik dengan

Gambar 2.3 Pembagian fasies gunungapi menjadi fasies sentral,fasies proximal, fasies medial, dan fasies distal beserta komposisi batuanpenyusunnya (Bronto,2006)

Page 6: Atenuasi

10

frekuensi rendah memiliki frekuensi antara 1 sampai 5 Hz, sedangkan gempa

vulkanik yang berfrekunsi tinggi memiliki frekuensi dominan pada rentang 5-15

Hz.

2.3.2 jenis-jenis gempa vulkanik

Berikut ini klasifikasi gempa vulkanik berdasarkan klasifikasi T.Minakami:

a. Gempa Vulkanik Dalam (tipe A)

Sumber dari tipe gempa ini terletak di bawah gunungapi pada kedalaman 1

sampai 20 km, bisaanya muncul pada gunungapi yang aktif. Gempa tipe A

dapat disebabkan adanya tekanan dari bawah atau ke atas sebelum terjadi

letusan dan adanya penurunan tekanan sesudah letusan berlangsung. Untuk

membedakan gempa tie A dengan jenis gempa lain dapat diketahui ciri-ciri

lainnya, yaitu : selisih waktu tiba gelombang Primer (P) dan Sekunder (S)

sampai 5 detik, kedalaman sumbernya 1-20 km di bawah kerucut gunungapi.

b. Gempa Vulkanik Dangkal (tipe B)

Gempa Vulkanik tipe B, yaitu gempa yang dapat terjadi pada gunungapi yang

mempunyai tipe letusan vulkano. Gempa tipe B memiliki cirri-ciri lain yaitu :

gelombang P tidak tegas sedangkan gelombang S sulit dikenal atau tidak

Gambar 2.4 Contoh rekaman seismik gempa tipe A (PVMBG,2010)

Page 7: Atenuasi

11

muncul sehingga ilai S-P sulit ditentukan, kedalaman sumbernya tidak lebih

dari 1 km.

c. Gempa Letusan

Gempa Letusan yaitu gempa yang berasosiasi atau terjadi karena

letusan/erupsi gunungapi yang umumnya berlangsung di kawah.

d. Tremor Gunungapi

Tremor Gunungapi adalah getaran menerus di sekitar gunungapi, dapat

dibedakan dalam 2 jenis, yaitu getaran yang menerus dengan frekuensi kuasi

harmonik (tremor harmonic) dan tremor yang terbentuk karena gempa

gunungapi yang saling bertumpukan (tremor spasmodic).

Gambar 2.5 Contoh rekaman seismik gempa vulkanik tipe B (PVMBG,2010)

Gambar 2.6 Contoh rekaman seismik gempa Letusan (PVMBG,2010)

Page 8: Atenuasi

12

2.3.3 Jenis Gelombang Seismik

2.3.3.1. Gelombang body

Gelombang body yaitu gelombang yang menjalar di dalam bumi, gelombang

ini dibagi 2 :

a. Gelombang Primer (P)

Merupakan gelombang body yang memiliki kecepatan paling tinggi dari

pada gelombang S. Gelombang ini merupakan gelombang longitudinal

partikel yang merambat bolak balik dengan arah rambatnya. Gelombang

ini terjadi karena adanya tekanan. Karena memiliki kecepatan tinggi

gelombang ini memiliki waktu tiba terlebih dahulu dari pada gelombang S.

Kecepatan gelombang P (VP) adalah ±5 – 7 km/s di kerak bumi, > 8 km/s

di dalam mantel dan inti bumi, ±1,5 km/s di dalam air, dan ± 0,3 km/s di

udara. Di udara gelombang P merupakan gelombang bunyi.

Gambar 2.7 Contoh rekaman seismik gempa tremor Harmonik (a) dan tremor Spasmodik (b) ( PVMBG,2010)

(a)

(b)

Page 9: Atenuasi

13

b. Gelombang Sekunder (S)

Adalah salah satu gelombang body yang memiliki gerak partikel tegak

lurus terhadap arah rambatnya serta waktu tibanya setelah gelombang P.

Gelombang ini tidak dapat merambat pada fluida sehingga pada inti bumi

bagian luar tidak dapat terdeteksi sedangkan pada inti bumi bagian dalam

mampu dilewati. Kecepatan gelombang S (VS) adalah ± 3 – 4 km/s di

kerak bumi, > 4,5 km/s di dalam mantel bumi, dan 2,5 – 3,0 km/s di

dalam inti bumi.

2.3.3.2. Gelombang Permukaan (surface wave)

a. Gelombang Love

Gelombang ini merupakan gelombang permukaan. Arah rambatnya

partikelnya bergetar melintang terhadap arah penjalarannya. Gelombang

Love merupakan gelombang transversal, kecepatan gelombang ini di

permukaan bumi (VL) adalah ± 2,0 – 4,4 km/s.

c. Gelombang Reyleigh

Merupakan jenis gelombang permukaan yang lain, memiliki kecepatan

(VR) adalah ± 2,0 – 4,2 km/s di dalam bumi. Arah rambatnya bergerak

tegak lurus terhadap arah rambat dan searah bidang datar

2.3.4 Parameter Fisis gelombang gempa bumi

Adapun parameter fisis gelombang gempa bumi, yaitu sebagai berikut :

Page 10: Atenuasi

14

a. (S-P) yaitu beda waktu antara gelombang Primer (P) dan Sekunder (S)

pada seismograf yang dinyatakan dalam detik.

b. Amplitudo maksimum yaitu simpangan terbesar pada suatu getaran gempa

(A)

c. Durasi gempa, yaitu waktu yang diperlukan oleh suatu kejadian gempa

dari saat mulai bergetar sampai berhenti sama sekali yang dinyatakan

dalam detik.

d. Waktu terjadinya gempa (to) adalah waktu tiba gelombang P pada

seismograf dikuragi hasi perhitungan waktu yang diperlukan oleh getaran

untuk mencapai seismograf dari sumber

2.4 Atenuasi Gelombang Seismik dan Q-factor (Q-Factor)

Dalam perambatannya, gelombang seismik mengalami refleksi,

refraksi, transmisi, serta atenuasi atau peredaman oleh medium batuan yang

dilewatinya. Atenuasi atau pengurangan energi gelombang diakibatkan oleh

penyerapan dan penyebaran energi. Pengaruh atenuasi terhadap sinyal seismik

dapat dilihat pada penurunan amplitudo dan melebarnya sinyal (panjang

Gambar 2.8 Parameter fisis gelombang gempa bumi (Andrayana,2009)

Page 11: Atenuasi

15

gelombang). Hal ini menunjukkan bahwa atenuasi merupakan gabungan antara

pengurangan energi dan penyerapan frekuensi secara simultan, karena medium

yang dilewati gelombang seismik memiliki tingkat redaman berbeda-beda maka

penyerapan frekuensi oleh medium tersebut tidak sama.Di dalam kajian ilmu

tekhnik, atenuasi biasanya diukur dalam satuan desibel per satuan panjang

medium (dB/cm atau dB/km).

Sifat elastik suatu batuan dapat diterangkan dari modulus elastiknya

dan juga kecepatan gelombang P dan S merambat di dalamnya. Dalam hal ini,

terdapat pula suatu pelemahan (atenuasi) sinyal/amplitudo yang disebabkan oleh

adanya penyerapan energi oleh medium, yang bergantung pula pada sifat

elastiknya sehingga kedua parameter ini dapat dihubungkan untuk

menggambarkan pelemahan sinyal yang terjadi.

Atenuasi yang terjadi dapat dirumuskan sebagai berikut :

���� � ���� ………...………………(2.1)

Dengan α merupakan koefisisen atenuasi dan didefinisikan sebagai :

� � � ���

����� � � �

� ln���� …..……………………(2.2)

Atenuasi dapat juga dilambangkan sebagai Q, dimana 1/Q adalah

fraksi dari energi gelombang yang hilang setiap siklus saat gelombang tersebut

merambat. Sehingga bila Q rendah, berarti gelombang telah banyak teratenuasi,

dan jika Q tinggi, maka gelombang sedikit teratenuasi.

Page 12: Atenuasi

16

1���� � � ∆�

2�� …………………………….(2.3)

Dimana E adalah energi tegangan (strain) maksimum dalam volum dan –∆E

adalah energi yang hilang disetiap siklus karena ketidaksempurnaan elastisitas

material (medium).

Untuk medium yang memiliki hubungan tegangan-regangan yang linier,

Amplitudo gelombang A sebanding dengan E1/2. (sebagai contoh, A akan

merepresentasikan kecepatan maksimum partikel, atau sebagai komponen

tegangan dalam gelombang. Kita juga mengaumsikan Q>> 1, sehingga secara

berturut-turut, memiliki puncak yang hampir sama dengan energi regangan.)

sehingga :

1���� � � 1

�∆�� ……………………………..(2.4)

Sehingga kita bisa memperoleh fluktuasi amplitudo berkaitan dengan atenuasi.

Jika A=A(t), A mula-mula = A0 dan A berkurang sebesar π/Q secara berturut-turut

pada rentag 2π/ω, 4π/ω,…., 2nπ/ω

���� � ���1 � ���� untuk t=2nπ/ω

Gunakan definisi exp��� � lim#$∞ &1 ' �#(

# ,

���� � �� )1 � *+,��-

� $ �� ��/ )� *+

,�- ………………….(2.5)

Page 13: Atenuasi

17

Untuk atenuasi sepanjang sumbu x, ∆A=(dA/dx)λ, dimana λ adalah panjang

gelombang yang diberikan dalam ω dan kecepatan fase. λ=2πc/ω. Sehingga

persamaan 2.4 menjadi :

0�0� � � & �

21�( � ...…………………(2.6)

Sehingga, solusi peluruhan eksponensialnya :

���� � ����/ )� *,2�- ………………….(2.7)

Rumusan yang dipakai dalan penentuan nilai Q-factor (Q_Factor) adalah

rumusan yang berhubungan langsung dengan proses peluruhan sinyal seismik,

yaitu sebagai berikut :

���� � ����&3456(

……………………….……(2.8)

� � 7��8 ……………………….…….(2.9)

� � 7�8 ……………………...….....(2.10)

Dimana:

α = koefisien dari pangkat eksponensial suatu persamaan garis, dan v adalah

kecepatan gelombang seismik primer dalam medium gunung Sinabung.

f = frekuensi gelombang seismik (Hz)

v = cepat rambat gelombang (km/s)

Q = Q-factor

Page 14: Atenuasi

18

Dari persamaan 2.8 dapat diketahui bahwa peluruhan terjadi secara

eksponensial, sehingga persamaan garis yang dipilih adalah persamaan garis

eksponensial. Penentuan nilai Q-factor akan didasarkan pada analisa grafik

hubungan antara pucak-puncak suatu event gempa dengan waktu kejadiannya (t).

Berdasarkan persamaan 2.10, Q-factor dapat didefinisikan sebagai

perbandingan antara frekuensi dominan gelombang seismik terhadap koefisien

atenuasinya, sehingga Q-factor bergantung terhadap faktor atenuasi medium. Jadi

dapat disimpulkan bahwa Q-factor merupakan ukuran kemampuan medium untuk

meloloskan gelombang yang melaluinya.

Gempa periode panjang merupakan sinyal seismik paling penting yang

berhubungan dengan system internal dari gunungapi. Sinyal ini diduga berasal

dari system beresonansi dari cairan yang terjebak dalam padatan, misalnya saluran

magma penuh dalam batuan vulkanik elastis. Semua fenomena seperti sinyal

seismik, hamburan gelombang, peluruhan amplitudo dan lainnya memiliki

parameter, yaitu Q (Q-factor) yang nilai keseluruhannya untuk peluruhan energi

terhadap fungsi jarak. Q-factor mengasumsikan perbedaan nilai, bergantung pada

fase gelombang yang dianalisis. Dan atau karakter geologi dari daerah yang

diteliti.

Secara umum, Q-factor akan meningkat seiring membesarnya densitas

suatu material (batuan) dan juga kecepatan intrinsik batuan (cepat rambat sinyal

seismik batuan) tersebut. Tabel 2.1 di bawah ini memberikan beberapa nilai Q-

factor beberapa jenis batuan.

Page 15: Atenuasi

19

Tabel 2.1 Q-factor berbagai jenis batuan (Sheriff dan Geldart,1955 dalam

Wahyudi P,1999)

Jenis batuan Q (λ/dB)

Batuan Sedimen 20-200

Batu Pasir 70-130

Batu lempung 20-70

Batu gamping 50-200

Batu kapur 135

Dolomite 190

Batuan dan rongga

berisi gas 5-50

Batuan metamorf 200-400

Batuan beku 75-300

Dalam perambatannya, gelombang seismik dapat teratenuasi ataupun

menurun amplitudonya karena disebabkan oleh ke-anelastisitasan atau deviasi dari

elastisitas. Begitu pula dengan proses refleksi dan transmitansi dari gelombang

dapat menurunkan amplitudo. Empat proses lain yang menjadi perhatian lebih

dalam hal penurunan ampitudo gelombang seismik adalah geometric spreading,

scattering, multipathing, dan juga kean-elastisitasan itu sendiri (Seith Stein,2003

dalam Andrayana K,2009).

Page 16: Atenuasi

20

2.5 Kecepatan Gelombang Seismik Dalam Batuan

Cepat rambat gelombang di dalam bumi tidak bisa dijelaskan tanpa

membuat pemodelan dari struktur dalam bumi. Untuk tinjauan seimologi, akan

tepat sekali jika kita mendefinisikan bahwa bumi terdiri dari kerak,mantel, dan

inti. Batas antara kerak-mantel dan mantel-inti memiliki perbedaan dalam cepat

rambat gelombang serta dalam memantulkan/membisakan gelombang seismik.

Batas Mantel-kerak yang dipisahkan oleh batuan di dasar kerak

memiliki kecepatan gelombang kompresi sebesar 6,5 km/s, sedangkan batuan di

bawahnya, yaitu batuan mantle memiliki kecepatan gelombang kompresi 8 km/s.

ketebalan rata-rata dari kerak bumi adalah sekitar 25-40 km di bawah benua dan

berkisar antara 60-70 km di bawah pegunungan/gunung (Kulhanek,1990).

Banyak dari batuan api atau batuan gunungapi atau batuan beku dan

juga batuan metamorf memiliki porositas yang kecil, atau bahkan tidak poros, dan

kecepatan rambat dari gelombang seismik bergantung secara langsung dengan

sifat elastik dari mineral itu sendiri. Batuan pasir dan berbagai jenis batuan

gamping lainnya, pada satu sisi mempunyai struktur mikro yang lebih rumit,

dimana jarak antara pori-pori diantara grainnya bisa saja tersisihkan oleh berbagai

macam fluida. Dalam hal ini, untuk berbagai jenis batuan, kecepatan dipengaruhi

oleh porositas dan juga material yang mengisi pori-pori itu sendiri.

Secara umum, batuan beku memiliki variasi kecepatan gelombang

dengan range yang lebih sempit daripada batuan sedimen ataupun batuan

Page 17: Atenuasi

21

metamorfik. Rata-rata kecepatan ini lebih besar bila dibandingkan dengan jenis

batuan lainnya (Dobrin,hal 49,1976 dalam Andrayana kartika,2009).

2.6 Sistem Penerima Seismograf

Untuk memperoleh data seismik instrumentasi yang digunakan adalah

seismograf, dan untuk saat ini hampir seluruh Pos Gunungapi di Indonesia

menggunakan seismograf yang bekerja dengan sistim RTS (Radio telemetry

sistem) baik digital maupun analog, Data ditransmitkan ke Pos pengamatan

dengan teknik propagasi gelombang radio. Di Pos data diterima Receiver,

didemodulasikan oleh diskriminator menjadi tegangan analog kembali, dan

direkam ke seismogram dengan galvanometer, ini adalah prinsip RTS analog,

untuk RTS Digital prinsipnya hampir sama, hanya pada trasmitter, data yang

dimodulasikan sudah berupa data-data digital. Dengan mengubah data analog dari

seismometer menjadi digital menggunakan ADC.

Berbeda dengan seismograf analog yang amplitdo rekaman

gelombangnya dalam satuan millimeter (mm), amplitudo rekaman gelombang

seismik digital tidak memiliki satuan. Namun untuk memperoleh satuan dari

amplitdo rekaman seismik digital maka perlu dilakukan konversi terlebih dahulu.

Konversi yang dilakukan bergantung spesifikasi alat yang di gunakan.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam konversi amplitudo rekaman

seismik digital adalah :

1. Sensitivitas alat

Page 18: Atenuasi

22

Setiap seismograf memiliki sensitivitas yang berbeda-beda, tergantung pada

jenis dan tipenya. Contoh :

• LS-1 Ranger memiliki sensitivitas 345 V/(m/s) dan fre kuensi alami alat 1

Hz

• L4-C memiliki sensitivitas 300 V/(m/s) dan frekuensi alami alat 1 Hz

• L 22 memiliki sensitivitas 77 V/(m/s) dan frekuensi alami alat 2 Hz

2. Perbesaran alat

3. Nilai digital dari rekaman data marak LS 7000

Pada data mark LS 7000, 1 digit = 2.4445 x 10-6 V m/s.

Jadi, harga konversi amplitdo digital adalah :

1 09:9� � 2.4445>? � @A�@B+B8B+C@ DAEA@CFC� G/I ……….…….(2.11)

2.7 Fast Fourier Transform (FFT)

Pada tahun 1822, Joseph Fourier, ahli matematika dai Prancis

menemukan bahwa: setiap fungsi periodik (sinyal) dapat dibentuk dari

penjumlahan gelombang-gelombang sinus/cosines. Apabila semua sinyal periodik

dapat dinyatakan dalam penjumlahan fungsi-fungsi sinus-cosinus, maka frekuensi

dominan dari sinyal-sinyal tersebut dapat ditentukan dengan cara menghitung

nilai F(u) dari sinyal tersebut. Dari nilai F(u) kemuian dapat diperoleh kembali

sinyal awal dengan menghitug f(x), menggunakan rumus :

• Rumus FFT kontinu 1 dimensi

Page 19: Atenuasi

23

∫∞

∞−

∞−

=

−=

duuxjuFxf

dxuxjxfuF

]2exp[)()(

]2exp[)()(

π

π

Persamaan Euler : uxjuxuxj πππ 2sin2cos]2exp[ −=−

• Rumus FFT diskret 1 dimensi

∑−

=

=

=

=

1

1

0

]/2exp[)(1

)(

]/2exp[)(1

)(

N

oN

N

N

NuxjuFN

xf

NuxjuFN

uF

π

π

Contoh pengolahan data FFT

Misalnya kita memiliki sinyal x(t) dengan rumus sebagai berikut :

)502cos()202cos()102cos()52cos()( tttttx ππππ +++=

Sinyal ini memiliki 4 komponen frekuensi yaitu 5,10,20,50. Gambar dari sinyal 1

dimensi diatas adalah :

Transformasi Fourier dari sinyal tersebut adalah :

………………………….(2.12)

………………………...(2.14)

……………....(2.13)

Gambar 2.9 Contoh sinyal gelombang 1 dimensi dengan 4 komponen frekuensi(Zulkaryanto,2010)

Gambar 2.10 Contoh transformasi Fourier sinyal gelombang 1 dimensi dengan 4 komponen frekuensi (Zulkaryanto,2010)

Page 20: Atenuasi

24

Terlihat bahwa transformai fourier dapat menangkap frekuensi-frekuensi yang

dominan dalam sinyal tersebut yaitu 5,10,20,50.

2.8 Penentuan Hiposenter Gempa

Menentukan hiposenter dari gempa bumi adalah aspek yang paling

dasar untuk menjelaskan mekanisme sumber terjadinya gempa. Metode yang

digunakan dalam menentukan hiposenter gempa adalah metode Geiger. Metode

ini menggunakan data waktu tiba gelombang P ataupun gelombang S yang

pertama, dan disini media bumi tidak lagi harus diandaikan homogen, tetapi

diandaikan terdiri dari perlapisan horizontal.

Pada umumnya lapisan batuan di daerah gunungapi tidak teratur

seperti di daerah sedimen sehingga sebagai pendekatannya dalam pehitungan

digunakan tiga lapisan kecepatan . dalam setiap lapisan digunakan asumsi uniform

half space atau homogen isotropik.

Perhitungan hiposenter merupakan problem non-linear least square

karena fungsi waktu tempuh T(x,y,z) tidak linier, sehingga pendekatan linier

dilakukan melalui prosedur iteratif yang hanya melibatkan 4 persamaan linier.

Sedangkan optimasi dilakukan dengan cara meminimumkan kesalahan antara

waktu tiba gelombang P hasil pengamatan (tobs) dengan waktu tiba gelombang P

hasil perhitungan (tcal) dari semua stasiun (Kristianto,2005)

Page 21: Atenuasi

25

p

iiif

ical V

zzyyxxtt

20

20

2

0

)()()()(

−+−+−+=

icalicalobserror ttttt )()( −=−=

Sb-Z

Sb-X

Sb-Y

Si ( Xi,Yi,Zi,ti )

Fi ( X,Y,Z, t)

Di

Vp

Gambar 2.11 Penjalaran gelombang seismik dari hiposenter F ke stasiun perekam gempa dalam koordinat kartesian (Kristianto,2005)

…………………...(2.15)

…………………...(2.16)