Aspek PPN Pasal 16C Dan 16D

Post on 04-Nov-2015

68 views 3 download

description

aspek ppn 16c dan 16d

Transcript of Aspek PPN Pasal 16C Dan 16D

Aspek PPN Pasal 16C dan 16DPPN Pasal 16DAdanya perubahan mendasar terhadap UU Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang menyatakan bahwa penyerahan aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Hal ini terjadi melalui Pasal 16D UU Nomor 11 Tahun 1994 1983 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (UU PPN 1984) yang mengatur bahwa penyerahan aktiva oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, dikenakan pajak, sepanjang PPN yang dibayar pada waktu perolehan aktiva tersebut dapat dikreditkan.Dalam memori penjelasan Pasal 16D UU PPN 1984, dikatakan bahwa penyerahan mesin, peralatan, perabotan atau aktiva lain yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan oleh PKP, dikenakan pajak sepanjang memenuhi persyaratan, yaitu bahwa PPN yang dibayar pada saat perolehannya, sesuai ketentuan UU PPN 1984, dapat dikreditkan. Sebaliknya apabila PPN yang dimaksud tidak dapat dikreditkan menurut ketentuan undang-undang, maka atas penyerahan aktiva tersebut tidak dikenakan PPN, kecuali jika hal tidak dapat dikreditkannya PPN ini karena bukti pengkreditannya tidak memenuhi persyaratan administratif, misalnya faktur pajaknya cacat karena tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 13 ayat (5) UU PPN 1984.Berdasarkan penjelasan tersebut, ada 2 (dua) persyaratan yang harus dipenuhi sehingga penyerahan aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan dapat dikenakan PPN, yaitu:1. Yang melakukan penyerahan atau pemindahtanganan adalah PKP;2. PPN yang dibayar pada saat perolehan aktiva tersebut menurut ketentuan dapat dikreditkan.Kata dapat pada syarat yang kedua tersebut menimbulkan indikasi bahwa ketentuan tersebut bersifat normatif. Apakah PPN tersebut benar-benar sudah dikreditkan atau belum, bukan merupakan faktor yang relevan. Menurut Pasal 8 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 143 Tahun 2000 atas penyerahan aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, Dasar Pengenaan Pajak (DPP) yang digunakan adalah harga jual aktiva tersebut.PPN Pasal 16CSalah satu perolehan aktiva tetap adalah pelaksanaan Kegiatan Membangun Sendiri (KMS) yaitu kegiatan membangun suatu bangunan yang dilaksanakan dengan usaha sendiri tanpa jasa pemborong atau kontraktor. Berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-27/PJ/2010 tentang Tata Cara Pengisian Surat Setoran Pajak, Pelaporan, dan Pengawasan Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai Atas Kegiatan Membangun Sendiri pada Pasal 1 ayat (3) pengertian KMS adalah kegiatan membangun bangunan yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan orang lain.Pengenaan PPN atas KMS ini diatur dalam Pasal 16C UU PPN yang dipertegas dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 163/PMK.03/2012 tentang Batasan dan Tata Cara Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai Atas Kegiatan Membangun Sendiri bahwa suatu kegiatan membangun sendiri dikenakan PPN apabila memenuhi syarat:1. Dilakukan tidak dalam kegiatan usaha;2. Berupa satu atau lebih konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan pada satu kesatuan tanah dan/atau perairan;3. Konstruksi utama terdiri dari kayu, beton, pasangan batu bata atau bahan sejenis, dan/atau baja;4. Diperuntukkan bagi tempat tinggal atau tempat kegiatan usaha;5. Luas keseluruhan paling sedikit 200m2 (dua ratus meter persegi)Namun pengenaan PPN KMS ini menimbulkan suatu pertentangan mengenai objek pengenaan PPN. Menurut Sukardji (2005:116) mengemukakan bahwa salah satu prinsip dasar PPN adalah bahwa suatu penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajak (JKP) dapat dikenakan pajak apabila dilakukan dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaan (kegiatan usaha atau pekerjaan) PKP.Hal tersebut selanjutnya dipertegas oleh Pasal 8 jo Pasal 1 huruf h Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1985 yang menentukan bahwa penyerahan jasa pemborong dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaannya melakukan pembangunan, perbaikan, atau pemugaran bangunan atau barang tidak bergerak lainnya, baik untuk kepentingan sendiri ataupun atas suruhan pihak lain, dengan atau tanpa perjanjian tertulis dikenakan PPN. Namun sebaliknya, apabila penyerahan jasa pembangunan kepada diri sendiri tersebut dilakukan tidak dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaannya, maka tidak dikenakan PPN.Berdasarkan penjelasan tersebut, maka pelaksanaan pengenaan PPN KMS Pasal 16C UU PPN perlu dikaji ulang, karena dalam KMS tidak terdapat unsur penyerahan BKP atau JKP dalam kegiatan usahan PKP sesuai dengan Pasal 4 UU PPN. Oleh karena itu untuk mencegah ketidakpastian hukum dalam pelaksanaan pengenaan Pasal 16C UU PPN perlu adanya harmonisasi dengan Pasal 4 UU PPN sehingga tidak menimbulkan ketidakjelasan bagi Wajib Pajak.