Post on 14-Aug-2015
TUGAS SISTEM PERKEMIHAN
GAGAL GINJAL AKUT DAN GAGAL GINJAL KRONIK
Disusun oleh:
NUR DWI INDIANA
NITA BACHRI
RENI SARI SEPTIANA NENGSIH
SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN MUHAMMADIYAH
PONTIANAK
TAHUN 2012
Asuhan Keperawatan Gagal Ginjal Akut
A. Definisi
Gagal ginjal akut adalah suatu keadaan penurunan fungsi ginjal secara mendadak akibat
kegagalan sirkulasi renal atau ginjal serta gangguan fungsi tubulus dan glomerulus dengan
manifestasi penurunan produksi urine dan terjadi azotemia ( peningkatan kadar nitrogen
darah, peningkatan kreatinin serum dan retensi produk metabolik yang harus di ekskresikan
oleh ginjal.
Gagal Ginjal Akut adalah kemunduran yang cepat dari kemampuan ginjal dalam
membersihkan darah dari bahan-bahan racun, yang menyebabkan penimbunan limbah
metabolik di dalam darah (misalnya urea).
B. Etiologi
Sampai saat ini para praktisi klinik masih membagi etiologi gagal ginjal akut dengan tiga
kategori meliputi :
1. Prarenal
Kondisi prarenal adalah masalah aliran darah akibat hipoperpusi ginjal dan turunnya
laju filtrasi glomeruls. Kondisi ini meliputi hal-hal sebagai berikut :
a. Hipovolemik ( perdarahan postpartum, luka bakar, kehilangan cairan dari
gastrointestinal pankreatitis, pemakaian diuretik yang berlebih )
b. Fasodilatasi ( sepsis atau anafilaksis )
c. Penurunan curah jantung ( disaritmia, infark miokard, gagal jantung, syok
kardioenik dn emboli paru )
d. Obstruksi pembuluh darah ginjal bilateral ( emboli, trombosis )
2. Renal
Kondisi renal ginjal akut adalah akibat dari kerusakan struktur glomerulus atau
tubulus ginjal. Kondisi yang umum adalah sebagai berikut :
a. Trauma langsung pada ginjal dan cedera akibat terbakar
b. Iskemia ( pemakaian NSAIB, kondisi syok pasca bedah )
c. Reaksi tranfusi ( DIC akibat tranfusi tidak cocok )
d. Penyakit glomerovaskular ginjal : glumerulonefritis, hipertensi maligna.
e. Nefritis interstitial akut : infeksi berat, induksi obat-obatan nefrotoksin.
3. Pascarenal
Etiologi pascarenal terutama obstruksi aliran urine pada bagian distal ginjal, seperti
pada kondisi berikut ini :
a. Obstruksi muara vesika urinaria : hipertropi prostat< karsinoma
b. Obstruksi ureter bilateral oleh obstruksi batu saluran kemih, bekuan darah atau
sumbatan dari tumor.
Gejala - gejala yang ditemukan pada gagal ginjal akut: -
Berkurangnya produksi air kemih (oliguria = volume air kemih berkurang atau anuria =
sama sekali tidak terbentuk air kemih)
Nokturia (berkemih di malam hari)
Pembengkakan tungkai, kaki atau pergelangan kaki
Pembengkakan yang menyeluruh (karena terjadi penimbunan cairan)
Berkurangnya rasa, terutama di tangan atau kaki
Perubahan mental atau suasana hati
Kejang
Tremor tangan
Mual, muntah
Demam
Kelainan Urin: Protein, Darah / Eritrosit, Sel Darah Putih / Lekosit, Bakteri.
E. Penatalaksanaan
1. Dialisis : Dialisis dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi gagal ginjal akut yang
serius, seperti hiperkalemia, perikarditis dan kejang. Perikarditis memperbaiki abnormalitas
biokimia ; menyebabkan caiarn, protein dan natrium dapat dikonsumsi secara bebas ;
menghilangkan kecendurungan perdarahan dan membantu penyembuhan luka.
2. Penanganan hiperkalemia : Keseimbangan cairan dan elektrolit merupakan masalah utama
pada gagal ginjal akut ; hiperkalemia merupakan kondisi yang paling mengancam jiwa pada
gangguan ini. Oleh karena itu pasien dipantau akan adanya hiperkalemia melalui serangkaian
pemeriksaan kadar elektrolit serum ( nilai kalium > 5.5 mEq/L ; SI : 5.5 mmol/L), perubahan
EKG (tinggi puncak gelombang T rendah atau sangat tinggi), dan perubahan status klinis.
Pningkatan kadar kalium dapat dikurangi dengan pemberian ion pengganti resin (Natrium
polistriren sulfonat [kayexalatel]), secara oral atau melalui retensi enema.
3. Mempertahankan keseimbangan cairan : Penatalaksanaan keseimbanagan cairan
didasarkan pada berat badan harian, pengukuran tekanan vena sentral, konsentrasi urin dan
serum, cairan yang hilang, tekanan darah dan status klinis pasien. Masukkan dan haluaran
oral dan parentral dari urine, drainase lambung, feses, drainase luka dan perspirasi dihitung
dan digunakan sebagai dasar untuk terapi penggantia cairan.
F. Pemeriksaan Laboratorium Gagal Ginjal Akut :
1) Darah : ureum, kreatinin, elektrolit, serta osmolaritas
2) Urin : ureum, kreatinin, elektrolit, osmolaritas, dan berat jenis.
3) Kenaikan sisa metabolisme proteinureum kreatinin dan asam urat.
4) Gangguan keseimbangan asam basa : asidosis metabolik.
5) Gangguan keseimbangan elektrolit : hiperkalemia, hipernatremia atau hiponatremia,
hipokalsemia dan hiperfosfatemia.
6) Volume urine biasanya kurang dari 400 ml/24 jam yang terjadi dalam 24 jam setelah
ginjal rusak.
7) Warna urine : kotor, sedimen kecoklatan menunjukan adanya darah, Hb, Mioglobin,
porfirin.
8) Berat jenis urine : kurang dari 1,020 menunjukan penyakit ginjal, contoh :
glomerulonefritis, piolonefritis dengan kehilangankemampuan untuk memekatkan;
menetap pada 1,010menunjukan kerusakan ginjal berat.
9) PH. Urine : lebih dari 7 ditemukan pada ISK., nekrosis tubular ginjal, dan gagal ginjal
kronik.
10) Osmolaritas urine : kurang dari 350 mOsm/kg menunjukan kerusakan ginjal, dan ratio
urine/serum sering.
11) Klierens kreatinin urine : mungkin secara bermakna menurun sebelum BUN dan
kreatinin serum menunjukan peningkatan bermakna.
12) Natrium Urine : Biasanya menurun tetapi dapat lebih dari 40 mEq/L bila ginjal tidak
mampu mengabsorbsi natrium.
13) Bikarbonat urine : Meningkat bila ada asidosis metabolik.
14) SDM urine : mungkin ada karena infeksi, batu, trauma, tumor, atau peningkatan GF.
15) Protein : protenuria derajat tinggi (3-4+) sangat menunjukan kerusakan glomerulus
bila SDM dan warna tambahan juga ada. Proteinuria derajat rendah (1-2+) dan SDM
menunjukan infeksi atau nefritis interstisial. Pada NTA biasanya ada proteinuria
minimal.
16) Warna tambahan : Biasanya tanpa penyakit ginjal ataui infeksi. Warna tambahan
selular dengan pigmen kecoklatan dan sejumlah sel epitel tubular ginjal terdiagnostik
pada NTA. Tambahan warna merah diduga nefritis glomular.
Darah :
1) Hb. : menurun pada adanya anemia.
2) Sel Darah Merah : Sering menurun mengikuti peningkatan kerapuhan/penurunan
hidup.
3) PH : Asidosis metabolik (kurang dari 7,2) dapat terjadi karena penurunan kemampuan
ginjal untuk mengeksresikan hidrogen dan hasil akhir metabolisme.
4) BUN/Kreatinin : biasanya meningkat pada proporsi ratio 10:1
5) Osmolaritas serum : lebih beras dari 285 mOsm/kg; sering sama dengan urine.
6) Kalium : meningkat sehubungan dengan retensi seiring dengan perpindahan selular
( asidosis) atau pengeluaran jaringan (hemolisis sel darah merah).
7) Natrium : Biasanya meningkat tetapi dengan bervariasi.
8) Ph; kalium, dan bikarbonat menurun.
9) Klorida, fosfat dan magnesium meningkat.
10) Protein : penurunan pada kadar serum dapat menunjukan kehilangan protein melalui
urine, perpindahan cairan, penurunan pemasukan, dan penurunan sintesis,karena
kekurangan asam amino esensial
11) CT.Skan
12) MRI
13) EKG mungkin abnormal menunjukan ketidakseimbangan elektrolit dan asam/basa.
G. Diagosa keperawatan
1. Defisit volume cairan b/d fase diuresis dari gagal ginjal akut
Tujuan : setelah dilakukannya asuhan keperawatan defisit volume caira dapat teratasi
Kriteria evauasi : klien tidak mengeluh pusing, membran muosa lembab, turgor kulit
normal, ttv normal, CRT < 3 detik, urine >600 ml/hari
Laboratorium : nilai hematokrit dan protein serum meningkat, BUN / kreatinin
menurun
Intervensi :
a. Moitoring status cairan ( turgor kulit, membran mukosa, urine output
b. Auskultasi TD dan timbang BB
c. Programkan untuk dialisis
d. Kaji warna kulit, suhu, sianosis, nadi perifer, dan diaforesis secara teratur
e. Kolaborasi : pertahankan pemberian cairan secara IV
2. Resiko tinggi pola nafas tidak efektif b/d retensi cairan interstitial dari edema paru
dan respon asidosis metabolik
Tujuan : setelah diberikn asuhan keperwatan tidak terjadi perubahan pola nafas
Kriteria evaluasi : klien tidak sesah nafas, RR dalam batas normal 16-20 kali /menit
Intervensi :
a. Kaji faktor penyebab asidosis metabolik
b. Monitor ketat TTV
c. Istirahatkan klien denan posisi fouler
d. Ukur intake dan outpu
e. Manajemen lingkungan dengan tenang dan batasi pengunjung
f. Kolaborasi : berikan cairan RL secara IV, berikan bikarbonate, pantau data
laboratorium analisa gas darah.
3. Resiko tinggi aritmia b/d gangguan konduksi elektrikal sekuder dari hiperkalemia
Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan tidak terjadi aritmea
Kriteria evaluasi :
a. Klien tdak gelisah
b. GCS 4,5,6 dan TTV dalam batas normal
Intervensi :
a. Kai faktor penyebab dari situasi/ keadaan individu dan faktor-faktor hiperkalemia
b. Manajemen pencegahan hipokalemia :
Beri diet rendah kalium
Monitor TTV tiap 4 jam
Monitoring ketat kadar kalium darah dan EKG
Monitoring klien yang beresiko terjadi hipokalemia
Monitor klien yang mendapat infus cepat yang mengandung kalium
c. Manajemen kolaboratif
Pemberian kalsium glukonad
Pemberian glukosa 10 %
Pemberian NACL
Asuhan Keperawatan Gagal Ginjal Kronik
A. Definisi
Gagal ginjal kronik adalah penurunan faal ginjal yang menahun, yang
umumnya tidak reversible dan cukup lanjut. (Soeparman, hal. 351, jilid 2).
Kegagalan ginjal kronis terjadi bila ginjal sudah tidak mampu
mempertahankan lingkungan internal yang konsisten dengan kehidupan dan
pemulihan fungsi sudah tidak dimulai. (Barbara, C. Long, hal. 368).
Chronic Renal Failure (CRF) yaitu kerusakan pada nefron dalam kedua ginjal
yang bersifat progresif dan irreversible. (Lewis, 2000, hal. 1306).
Chronic Renal Failure (CRF) merupakan gangguan fungsi ginjal yang
berlangsung secara progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal
untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit
menyebabkan uremia (retensi urin dan sampah nitrogen lain dalam tubuh).
(Brunner and Suddarth, 1997, hal. 1448).
CRF adalah penurunan fungsi ginjal yang progresif dalam ginjal tidak
berfungsi dalam memelihara bagian internal tubuh. (Luckman, 1993, hal. 1504).
Anatomi Fisiologi
Ginjal terletak pada dinding posterior abdomen, di luar rongga peritoneum
setinggi thorakal 12 dan lumbal 3. Berat ginjal dewasa 120-170 gram, panjang 12
cm, lebar 6 cm, dan tebal 2,5 cm. Ginjal dilindungi oleh tulang iga, otot, fasia,
lemak, perineal dan kapsula ginjal yang melindungi tiap ginjal.
Fungsi ginjal diantaranya :
a. Ultrafiltrasi
Membuang volume cairan dari daerah sirkulasi, bahan-bahan yang terlarut
dalam cairan juga turut dibuang.
b. Pengendalian cairan
Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit-elektrolit yang tepat
dalam batas ekresi yang normal, dalam sekresi dan reabsorbsi.
c. Keseimbangan asam basa tubuh
Mempertahankan asam basa cairan tubuh.
d. Ekresi produk sisa
Pembuangan langsung produk metabolisme yang terdapat pada filtrat
glomerular seperti urea, asam urat dan kreatinin.
e. Mengatur tekanan
Mengatur tekanan darah dengan mengendalikan volume sirkulasi dan sekresi
renin angiotensin.
f. Memproduksi eritrosit
Eritropoetin yang disekresi oleh ginjal merangsang sumsum tulang agar
membuat sel-sel eritrosit.
g. Mengatur metabolisme
Mengaktifkan vitamin D yang diatur oleh kalsium fosfat ginjal.
Ginjal memiliki 2 bagian yaitu korteks (bagian luar) dan medula (bagian
dalam). Bagian korteks berisi glomerulus, tubulus proximal, tubulus distal yang
berdekatan dengan peritubular kapiler. Medula menyerupai piramid. Setiap ginjal
tersusun oleh 1 juta nefron yang merupakan unit fungsional dari ginjal. Setiap
nefron terdiri dari komponen vascular dan komponen tubular.
Komponen tubulus meliputi :
a. Arterial aferen, yang mengangkut daerah ke glomerulus.
b. Glomerulus, berkas kapiler berbentuk bila tempat filtrasi sebagian air dan
zat-zat terlarut dari darah yang melewatinya. Cairan yang sudah terfiltrasi ini
yang komposisinya nyaris identik dengan plasma. Kemudian mengalir ke
komponen tubulus distal.
c. Arterial aferen, yang mengangkut darah dari glomerulus.
d. Kapiler peri tubulus, yang memperdarahi jaringan ginjal dan penting dalam
pertukaran antara sistem tubulus dan darah selama perubahan cairan yang
difiltrasi menjadi urine.
Komponen tubulus meliputi :
a. Kapsula Bowman, yang mengumpulkan cairan yang difiltrasi oleh kapiler
glomerulus.
b. Tubulus proximal
Cairan yang sudah difiltrasi dari kapsula Bowman akan mengalir ke dalam
tubulus proximal. Glukosa, asam amino dan ion-ion kalium diserap kembali.
c. Ansa Henle
Berbentuk lengkung, arah desenden cairan kembali diabsorbsi dan diteruskan
arah ascenden, terjadi sekresi air dan elektrolit dan semakin pekat pada
dasarnya.
d. Tubulus distal
Pada tubulus distal terjadi proses reabsorbsi NaCl, air dan urea berdifusi dari
tubulus distal.
Sekitar 2/3% dari urea yang difiltrasi diekresikan ke dalam urine dan respon
hormon aldosteron dan angiotensin II menstimulasi sel tubulus untuk
mengabsorbsi gula dan air.
Urea berasal dari darah yang dibawa arteri renalis masuk ke dalam ginjal.
Ada 3 tahap pembentukan urine :
a. Proses filtrasi
Pada proses ini terjadi di glomerulus, cairan yang tersaring ditampung oleh
kapsula Bowman dan diteruskan ke tubulus ginjal.
b. Proses reabsorbsi
Pada proses ini terjadi penyerapan kembali dari sebagian hasil filtrasi. Proses
ini terjadi selama pasif-aktif.
c. Proses sekresi
Sisa penyerapan kembali yang terjadi pada tubulus diteruskan ke pelvis ginjal
selanjutnya diteruskan ke uretra dan dibuang melalui ginjal.
B. Klasifikasi
a. Penurunan cadangan ginjal.
Dengan Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) 40 – 70 %. Tanpa leluhan faal eklusi dan
regulasi masih dapat dipertahankankadar BUN dan kreatinin serum normal.
b. Insufisiensi ginjal.
Dengan Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) 20 – 50 %. BUN dan kreatinin serum
meningkat. Pasien mengeluh mudah lelah dan lemah. Pada keadaan lebih lanjut
timbul sakit kepala, mual dan pruritus. Terjadi nokturia dan poliuri karena ginjal
tidak mampu memekatkan urine.
c. Gagal ginjal.
Dengan Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) 5 – 25 %. Gambaran klinis dan
laboratorium semakin nyata. Peningkatan kadar ueum (reat dan anemia).
d. ESRD (end-stage renal disease) atau uremia.
Dengan Laju Filtrasi Glomerulis (LFG) < 5 %. Merupakan stadium akhir dari
gagal ginjal kronis, kreatinin clearance 5-10 ml/menit, kreatinin serum dan BUN
meningkat.
C. Etiologi
a. Pielonefritis kronik
b. Glomerulonefritis
c. Penyakit vascular hipertensi
d. SLE menyebabkan nefropati lupus.
e. Diabetes mellitus, gout, hiperparatiroid.
f. Nefropati toksik; penyalahgunaan analgetik.
g. Nefropati obstruktif; kalkuli, neoplasma, hipertropi prostat, struktur uretra.
D. Patofisiologi
Penurunan fungsi ginjal, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya
diekresikan dalam urine) terkumpul dalam darah sehingga berkembang menjadi
uremia dan mempengaruhi setiap sistem dalam tubuh. Penurunan laju filtrasi
glomerulus (GFR) terjadi akibat tidak berfungsinya glomerulus, kreatinin clearance
akan menurun dan kreatinin serum meningkat. Selain itu kadar BUN biasanya
meningkat.
Ginjal juga tidak mampu mengencerkan urine secara normal. Tidak terjadi respon
ginjal yang sesuai terhadap perubahan masukan cairan dan elektrolit. Terjadi
retensi natrium dan cairan yang menyebabkan edema, gagal jantung dan hipertensi.
Pada hal tertentu juga mempunyai kecenderungan untuk kehilangan garam,
mencetuskan resiko hipotensi dan hipovolemia, muntah dan diare.
Dengan berkembangnya penyakit renal terjadi asidosis metabolik seiring dengan
ketidakmampuan ginjal mengekresi H+ yang berlebihan.
Penurunan sekresi asam terutama akibat ketidakmampuan tubulus untuk
mengekresi amonia (NH3) dan mengabsorbsi natrium bikarbonat (HCO 3-).
Penurunan ekresi fosfat dan asam organik lain juga terjadi. Anemia terjadi akibat
produksi eritropoetin yang tidak adekuat, memendeknya usia sel darah merah.
Defisiensi nutrisi dan kecenderungan mengalami perdarahan akibat status uremik
pasien, terutama dari saluran gastrointestinal. Anemia berat yang terjadi disertai
dengan keletihan.
Pada gagal ginjal kronik juga terjadi gangguan metabolisme kalsium dan fosfat.
Kadar serum kalsium dan fosfat memiliki hubungan timbal balik jika salah satunya
meningkat yang lain akan turun. Dengan menurunnya filtrasi melalui glomerulus
ginjal, terjadi peningkatan kadar fosfat serum dan sebaliknya penurunan kadar
kalsium serum. Penurunan kadar kalsium serum menyebabkan sekresi parathormon
dari kelenjar paratiroid. Namun demikian pada gagal ginjal, tubuh tidak berespon
terhadap peningkatan sekresi parathormon, menyebabkan perubahan pada tulang
dan penyakit tulang. Selain itu metabolik aktif vitamin D yang secara normal
dibuat di ginjal menurun.
E. Tanda dan Gejala
a. Sistem gastrointestinal
- Anemia
- Mual
- Muntah
- Nafas berbau amonia
- Ulcerasi mukosa, stomatitis
- Perdarahan gastrointestinal
b. Kulit
- Kulit berwarna pucat karena anemi
- Gatal-gatal akibat uremi dan pengendapan kalsium.
- Urea frost.
c. Sistem hematologi
- Anemia yang disebabkan
- Berkurangnya produksi eritropoetin
- Hemolisis
- Defisiensi besi dan asam folat.
d. Sistem kardiovaskuler
- Hipertensi
- Gagal jantung
- Edema pulmonal
- Nyeri dada dan sesak nafas akibat pericarditis.
e. Sistem neurologi
- Kelelahan dan ketelitian
- Perubahan tingkat kesadaran
- Disorientasi
- Kejang
- Sakit kepala
- Gelisah, apatis.
f. Sistem muskuloskeletal
- Penurunan kekuatan otot
- Fraktur tulang.
g. Sistem reproduksi
- Gangguan seksual
- Amenorhea
- Impoten
- Penurunan kesuburan/infertility.
h. Perubahan psikologis
- Menarik diri, depresi
- Emosi labil
- Anxietas
- Perubahan body image.
F. Test Diagnostik
a. Laboratorium darah
Hb menurun, Ht menurun, ureum meningkat, kreatinin meningkat, hiponatremia,
hiperkalemia (pada gagal ginjal lanjut), hipokalsemia, hiperfosfatemia,
hipoalbuminemia, hipo albumin.
AGD : asidosis metabolik.
b. Urine
- Volume urine < 400 cc/24j, oliguri/anuri
- Warna keruh
- Berat jenis < 10,5
- Na > 40 Meq/L
- Protein meningkat.
c. USG : menilai bentuk dan besarnya ginjal.
d. Pyelografi intravena (WP)
Untuk menilai pelviokalises dan ureter.
e. Biopsi ginjal : dilakukan bila ada keraguan diagnostik CRF.
f. Renogram : menilai fungsi ginjal kiri dan kanan, lokasi gangguan serta bisa fungsi
ginjal.
G. Komplikasi
a. Perikarditis, efusi perikardial dan temponade jantung akibat produk sampah
uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
b. Hipertensi akibat retensi natrium dan cairan dan malfungsi dari sistem renin -
angiotensin - aldosteron.
c. Anemia akibat penurunan eritropoetin, menurunnya usia sel darah merah,
perdarahan gastrointestinal akibat iritasi oleh toksin dan kehilangan darah selama
haemodialisa.
d. Penyakit tulang dan kalsifikasi metastatik akibat retensi fospor, kalsium serum
yang rendah, metabolisme vitamin D yang abnormal.
H. Terapi dan Penatalaksanaan Medik
a. Diet : rendah protein, tinggi kalori, rendah kalium, rendah natrium.
b. Batasan cairan 500-600 me/24 jam.
c. Suplemen vitamin/zat besi.
d. Therapi :
- Anti hipertensi
- Diuretik
- Suplemen Na Bicarbonat
- Anti Convulsan
- Antasid.
e. Haemodialisa
Untuk mengoreksi asidosis metabolik, membersihkan produk sampah, mengurangi
hipervolemia, mengembalikan keseimbangan elektrolit.
f. Transplantasi ginjal
Merupakan alternatif lain selain dialisis pada penyakit ginjal tahap akhir.
I. Konsep Asuhan Keperawatan
1) Pengkajian
a. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
- Riwayat penyakit hipertensi dan penyakit ginjal.
- Riwayat infeksi saluran kemih
- Penyakit DM.
- Pemakaian obat-obat analgetik.
b. Pola nutrisi metabolik
- Mual, muntah, stomatitis
- Anoreksia
- Penurunan BB.
- Edema.
c. Pola eliminasi
- Oliguri, anuria; CRF lanjut.
- Poliuri, nokturia; CRF awal
- Napas berbau amonia.
d. Pola aktivitas dan latihan
- Kelelahan, kelemahan
- Sakit pada tulang
- Sakit kepala
- Nyeri dada, sesak napas.
e. Pola tidur dan istirahat
- Insomnia
- Sering mengantuk
- Sering terbangun saat tidur.
f. Pola persepsi kognitif
- Sakit kepala, penglihatan kabur.
- Disorientasi
- Kemampuan berpikir menurun
- Nyeri
g. Pola persepsi dan konsep diri
- Perasaan tidak berdaya
- Mudah marah, cemas
- Menarik diri, depresi.
h. Pola peran dan hubungan dengan sesama
- Tidak mampu bekerja
- Kurang sosialisasi.
i. Pola reproduksi
- Penurunan libido
- Amenorrhoe.
2) Diagnosa Keperawatan
a. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan fungsi ginjal, diet
berlebihan, retensi cairan dan natrium.
b. Kerusakan integritas kulit b.d peregangan yang berlebihan, uremic frost.
c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia, mual, muntah, pembatasan diet, dan perubahan membran mukosa
mulut.
d. Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan ketidak-seimbangan
elektrolit, akumulasi toksik.
e. Kurang pengetahuan tentang kondisi dan program penanganan.
f. Intoleransi beraktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik, anemia dan
retensi produk sampah (uremia).
g. Gangguan harga diri berhubungan dengan ketergantungan, perubahan peran,
perubahan citra diri dan disfungsi seksual.
h. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan penurunan imunitas, acses HD dan
malnutrisi akibat dialysis dan uremia.
i. Kecemasan b.d penyakit kronis dan masa depan yang tidak pasti.
3) Perencanaan Keperawatan
Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan fungsi ginjal, diet
berlebihan, retensi cairan dan natrium.
Ktiteria Hasil :
Mempertahankan berat badan ideal tanpa kelebihan cairan.
Turgor kulit normal tanpa edema.
Edema berkurang sampai hilang.
Intervensi:
1. Kaji status cairan, timbang BB harian, balance cairan, turgor
kulit dan adanya edema, tekanan darah dan nadi.
Rasional: Pengkajian merupakan data dasar berkelanjutan untuk memantau
perubahan dan mengevaluasi.
2. Batasi cairan yang masuk dalam 24 jam.
Rasional: Pembatasan cairan akan menentukan BB ideal dan keluaran
urine.
3. Klasifikasi sumber potensial cairan oral dan IV.
Rasional: Sumber kelebihan cairan yang tidak diketahui dapat
diidentifikasi.
4. Jelaskan kepada keluarga tentang pembatasan cairan.
Rasional: Meningkatkan kerjasama dengan keluarga untuk pembatasan
cairan.
5. Bantu pasien dalam memahami kendali kenyamanan akibat
pembatasan cairan.
Rasional: Kenyamanan pasien akan meningkatkan kepatuhan terhadap
pembatasan diet.
6. Laksanakan program medik dalam pemberian anti diuretik.
Kerusakan integritas kulit b.d sirkulasi dan sensasi, gangguan turgor kulit,
penurunan aktivitas.
Kriteria Hasil :
Tidak ada kerusakan/cedera kulit.
Tidak ada gatal-gatal.
Intervensi :
1. Inspeksi kulit terhadap perubahan warna, turgor, vaskular,
perhatikan kemerahan, eksoriasi.
Rasional : Menandakan area sirkulasi buruk.
2. Pantau masukan cairan dan hidrasi kulit dan membran mukosa.
Rasional : Mendeteksi adanya dehidrasi atau hidrasi.
3. Berikan perawatan kulit, batasi penggunaan sabun, berikan
salep atau krim (misal: lanolin, aquaphor).
Rasional : Soda kue, mandi dengan tepung mengurangi gatal, lotion dan
salep untuk mengurangi kering.
4. Pertahankan linen kering, bebas keriput.
Rasional : Menurunkan iritasi dermal dan risiko kerusakan kulit.
5. Anjurkan menggunakan pakaian katun longgar.
Rasional : Mencegah iritasi dermal langsung.
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia, mual, muntah, pembatasan diet, dan perubahan membran mukosa
mulut.
Kriteria Hasil :
Adanya peningkatan nafsu makan.
BB naik sampai normal
Turgor kulit normal tanpa edema.
Intervensi :
1. Kaji status nutrisi, timbang BB, pemeriksaan laboratorium BUN, kreatinin,
protein.
Rasional: Data dasar untuk memantau perubahan dan mengevaluasi
intervensi.
2. Beri makanan porsi kecil tapi sering takaran diet.
Rasional: Porsi kecil mencegah mual, dan meningkatkan selera makan.
3. Kaji pola diet nutrisi pasien, riwayat diet dan makanan kesukaan.
Rasional: Pola diet dahulu dan sekarang dapat dipertimbangkan dalam
menyusun menu.
4. Beri perawatan mulut sebelum dan sesudah makan.
Rasional: Agar meningkatkan nafsu makan.
5. Timbang BB dalam waktu yang sama bila kondisi pasien memungkinkan.
Rasional: Memantau status nutrisi dan cairan.
6. Laksanakan program medik.
Rasional: Mengurangi rasa mual.
Resti penurunan curah jantung berhubungan dengan ketidak-seimbangan
elektrolit, akumulasi toksik.
Kriteria Hasil : pasien dapat mempertahankan curah jantung yang adekuat ditandai
dengan TD dan frekuensi jantung dalam batas normal.
Intervensi:
1. Auskultasi bunyi jantung dan paru, evaluasi adanya edema.
Rasional: Takikardia, tachypnea, dispnea, menunjukkan adanya kelebihan
volume cairan.
2. Kaji peningkatan tekanan darah perubahan postural.
Rasional: Hipertensi terjadi karena gangguan sistem aldosteron-angiotensin,
hipotensi ortostatik dapat terjadi terhadap respon anti hipertensi.
3. Kaji tingkat aktivitas pasien dan respon terhadap pelaksanaan aktivitas.
Rasional: Penurunan curah jantung dapat menyebabkan kelelahan dalam
beraktivitas.
4. Monitor hasil pemeriksaan laboratorium mencakup : natrium, kalium, kalsium,
BUN.
Kurang pengetahuan tentang kondisi dan penanganan penyakit berhubungan
dengan kurangnya informasi.
Kriteria Hasil : Pasien mengerti penyebab ginjal dan komplikasinya.
Intervensi :
1. Kaji pemahaman pasien, keluarga mengenai penyebab gagal ginjal dan
penanganannya.
Rasional: Instruksi dasar untuk penyuluhan lebih lanjut.
2. Jelaskan fungsi renal dan konsekuensinya sesuai dengan tingkat pemahaman
klien.
Rasional: Menambah pengetahuan pasien.
3. Bantu pasien untuk mengidentifikasi cara-cara memahami perubahan akibat
penyakit.
Rasional: Pasien dapat melihat bahwa kehidupannya tidak harus berubah.
Intoleransi beraktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik, anemia dan
retensi produk sampah (uremia).
Kriteria Hasil : Pasien dapat beraktivitas secara bertahap hingga mandiri.
Intervensi :
1. Kaji tingkat kemampuan dalam beraktivitas.
Rasional: Memberikan tindakan keperawatan.
2. Kaji faktor yang menimbulkan kelelahan.
Rasional: Untuk menentukan fase mobilisasi.
3. Anjurkan untuk istirahat baring dan dekatkan kebutuhan pasien.
Rasional: Mengurangi kelelahan.
4. Monitor Hb dan hematokrit.
Rasional: Berhubungan erat dengan oksigenasi.
5. Kolaborasi medik untuk terapi suplemen pasien.
Rasional: Untuk meningkatkan daya tahan tubuh.
6. Hindari pemberian folic acid sebelum HD.
Rasional: Folic acid akan terbuang saat HD.
Gangguan harga diri berhubungan dengan ketergantungan, perubahan peran,
perubahan citra diri dan disfungsi seksual.
Kriteria Hasil : Klien dapat percaya diri dengan keadaan penyakitnya.
Intervensi :
1. Kaji respon, reaksi keluarga dan pasien terhadap penyakit dan penanganannya.
Rasional: Untuk mempermudah dalam proses pendekatan.
2. Kaji hubungan antara pasien dan anggota keluarga dekat.
Rasional: Support keluarga membantu dalam proses penyembuhan.
3. Libatkan semua orang terdekat dalam pendidikan dan perencanaan perawatan
di rumah.
Rasional: Dapat memudahkan beban terhadap penanganan dan adaptasi di
rumah.
4. Berikan waktu/dengarkan hal-hal yang menjadi keluhan.
Rasional: Dukungan yang terus menerus akan memudahkan dalam proses
adaptasi.
Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan penurunan imunitas, acses HD dan
malnutrisi akibat dialysis dan uremia.
Kriteria Hasil :
Tidak terjadi infeksi.
WBC dalam batas normal (5.000-10.000u/l).
Intervensi:
1. Kaji adanya panas, takikardia : kemerahan, pembiakan atau aliran pada area
kulit yang menunjukkan tanda infeksi.
Rasional: Memberikan intervensi yang tepat.
2. Anjurkan pasien untuk menghindari orang yang terinfeksi.
Rasional: Memberikan intervensi yang tepat.
3. Perhatikan gejala infeksi lokal atau sistemik.
Rasional: Memudahkan memberi intervensi yang tepat.
4. Jaga teknik aseptik ketika dialysis.
Rasional: Mencegah masuknya mikroorganisme.
5. Hindarkan tindakan invasif seperti catheter.
Rasional: Mencegah infeksi dan masuknya mikroorganisme.
Kecemasan berhubungan dengan penyakit kronis dan masa depan yang
tidak pasti.
Kriteria Hasil : Kecemasan berkurang.
Intervensi :
1. Mendengarkan keluhan klien dengan sabar.
Rasional : Menghadapi isu pasien dan perlu dijelaskan dan membuka cara
penyelesaiannya.
2. Menjawab pertanyaan klien dan keluarga dengan ramah.
Rasional : Membuat pasien yakin dan percaya.
3. Mendorong klien dan keluarga mencurahkan isi hati.
Rasional : Membuat kepercayaan dan menurunkan kesalahan persepsi.
4. Menggunakan teknik komunikasi terapeutik.
Rasional : Menjalin hubungan saling percaya pasien.
5. Berikan kenyamanan fisik pasien.
Rasional : Ini sulit untuk menerima dengan isu emosi bila pengalaman
ekstrem/ketidaknyamanan fisik menetap.
J. Discharge Planning
a. Berikan penjelasan mengenai medikasi mencakup tujuan, efek samping, efek
yang diharapkan, dosis dan jadwal pemberian.
b. Tekankan pentingnya membaca semua label produk baik obat dan makanan,
tidak minum obat tanpa menanyakan pada tenaga kesehatan yang ada.
c. Beri penjelasan dan alasan pentingnya mengikuti program diet seperti
makanan yang rendah kalium, rendah natrium, dan pembatasan cairan yang
diberikan untuk dijalankan di rumah dan dampak yang timbul jika tidak
mematuhinya karena dapat memperburuk keadaan ginjal.
d. Anjurkan klien minum obat secara teratur.
e. Anjurkan konsul ke dokter jika ada keluhan.
K. Pembahasan Kasus
Kasus I
Tn. S umur 28 tahun dirawat di RSDS dengan keluhan BAK sedikit sesak nafas
udem, konjungtiva anemis, klien tampak gelisah. Klien bekerjas sebagai buruh
bangunan. Sering minum jamu, minum dua gelas sehari (400 cc). Dari hasil
pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 150/100 mmHg. Pulse 120x/menit.
RR=30x/menit irama irreguler. Suhu 36C. Edema derajad +2. Pemeriksaan
laboratorium Ureum 100mg/dl. Creatinin 5mg/dl, Hb 5gr/dl. Eritrosit 2.000.000UL.
1. jelaskan fisiologi ginjal
2. jelaskan konsep penyakit gagal ginjal akut dan kronik
3. data apa yang perlu dikaji lebih lanjut berkaitan dengan kasus diatas.
4. jelaskan fatofisiologi terjadinya anemia, edema, dan sesak nafas.
5. komplikasi apa yang mungkin terjadi berkaitan dengan kasus tersebut.
6. pemeriksaan diagnostik pakah yang diperlukan dalam kasus ini
7. rumusan diagnosa keperawatan pada kasus tersebut berdasarkan prioritas.
8. uraikan intervensi keperawatan dari diagnosa pada kasus.
Penjelasan kasus:
1. (Terlampir pada pembahasan)
2. (Terlampir pada pembahasan)
3. Data yang perlu dikaji pada kasus diatas:
Urine output (jumlah, warna, bau)
Keluhan mual muntah, anoreksia (penurunan intake nutrisi)
Riwayat kesehatan dahulu
Status mental, penurunan tingkat kesadaran (azotemia, ketidakseimbangan
elektrolit/asam/basa)
4. Edema: Pada kelainan Gagal Ginjal, ginjal tidak mampu mengencerkan urine secara
normal. Tidak terjadi respon ginjal yang sesuai terhadap perubahan masukan cairan
dan elektrolit. Terjadi retensi natrium dan cairan yang menyebabkan edema.
Anemia: Ginjal berfungsi menghasilkan eritropoetin yang bekerja sama dengan sum-
sum tulang belakang untuk menghasilkan eritrosit. apabila ginjal mengalami gangguan
maka produksi eritrosit menurun yang dapat menyebabkan anemia.
Sesak Nafas:
5. (Terlampir pada pembahasan)
6. Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan:
BUN
Elektrolit
PH
Osmolaritas
AGD : asidosis metabolik.
USG : menilai bentuk dan besarnya ginjal.
Pyelografi intravena (WP): Untuk menilai pelviokalises dan ureter.
Biopsi ginjal : dilakukan bila ada keraguan diagnostik CRF.
Renogram : menilai fungsi ginjal kiri dan kanan, lokasi gangguan serta bisa
fungsi ginjal.
7. Diagnosa prioritas berdasarkan kasus:
Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan fungsi ginjal.
8. Intervensi diagnosa prioritas pada kasus:
1. Kaji status cairan, timbang BB harian, balance cairan, turgor
kulit dan adanya edema, tekanan darah dan nadi.
Rasional: Pengkajian merupakan data dasar berkelanjutan untuk memantau
perubahan dan mengevaluasi.
2. Batasi cairan yang masuk dalam 24 jam.
Rasional: Pembatasan cairan akan menentukan BB ideal dan keluaran
urine.
3. Klasifikasi sumber potensial cairan oral dan IV.
Rasional: Sumber kelebihan cairan yang tidak diketahui dapat
diidentifikasi.
4. Jelaskan kepada keluarga tentang pembatasan cairan.
Rasional: Meningkatkan kerjasama dengan keluarga untuk pembatasan
cairan.
5. Bantu pasien dalam memahami kendali kenyamanan akibat
pembatasan cairan.
Rasional: Kenyamanan pasien akan meningkatkan kepatuhan terhadap
pembatasan diet.
6. Laksanakan program medik dalam pemberian anti diuretik.
DAFTAR PUSTAKA
Muttaqin, Arief. (2011). Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta :
Salemba Medika