Post on 11-Dec-2020
L BADAN KEBIJAKAN FISKAL
aporan Ekonomi dan Keuangan Mingguan 11—17 Januari 2016
Dokumen ini disusun hanya sebatas sebagai informasi bagi pihak penerima dan tidak untuk direproduksi, disalin, maupun disebarluaskan kepada pihak lain. Semua hal yang relevan telah dipertimbangkan untuk memastikan informasi ini benar, tetapi tidak
ada jaminan bahwa informasi tersebut akurat dan lengkap serta tidak ada kewajiban yang timbul terhadap kerugian yang terjadi atas tindakan yang dilakukan dengan mendasarkan pada laporan ini. Hak cipta Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan.
Su
mb
er: B
loo
mb
erg
, Reu
ters, C
NB
C, T
he S
treet, In
vestin
g, W
SJ, C
NN
Mo
ney, C
han
nel N
ew
s Asia
, BB
C, N
ew
Yo
rk T
imes, B
PS, K
on
tan
, Ko
mp
as, M
ed
ia In
do
nesia
, Tem
po
, An
tara
New
s, Bisn
is Ind
on
esia
, Vib
iznew
s.
Indikator* 15 Jan ‘16 Perubahan (%)
WoW YoY Ytd
---- Nilai Tukar/USD ---- Rupiah 13.910,00 (0,13) (10,41) (0,58) Yen 117,65 1,18 0,59 2,41 Yuan 6,57 (0,87) (5,95) (1,22)
---- Pasar Modal ---- IHSG 4.512,53 (0,99) (13,02) (1,75) Nikkei 17.218,96 (6,29) 0,12 (9,53) STI 2.691,78 (5,03) (19,53) (6,62) Hangseng 19.711,76 (6,97) (17,96) (10,05) Shanghai 3.022,86 (8,06) (6,39) (14,59) KOSPI 1.890,86 (2,05) (1,57) (3,59) DJIA 16.516,2 (3,74) (6,38) (5,22) S&P500 1.938,6 (3,87) (4,42) (5,15)
---- Surat Berharga Negara ---- Yield FR56 8,48 1 bps 102bps 1 bps Kep, Asing** 38,29 (31 bps) 16 bps (7 bps)
---- Komoditas ----
Oil 30,86 (16,10) (48,25) (17,48) CPO 2.412,00 (0,94) 1,86 (0,99) Gold 1.186,56 0,82 (11,90) 42,4 Coal 47,35 0,42 (19,27) (0,73) Nickel 8.395,00 (2.95) (43,39) (1,29)
---- Rilis Data Minggu Ini ----
Indikator Negara Current Previous
Inflasi Tiongkok Des: 1,60 Nov: 1,6 Brazil Des: 10,67 Nov: 10,48 India Des: 5,61 Nov: 5,41 Neraca Perdagangan
Tiongkok Des: USD541 M
Nov: USD600,93 M
Neraca Transaksi Berjalan
Jepang Nov: Surplus ¥1,42 M
Okt: Surplus ¥1,49 M
Tingkat Pengangguran
AS Des: 5 Nov: 5
Jobless Claims AS 284 ribu 277 ribu Produksi Sektor Industri
Eropa Nov: 1,1 Okt: 1,9
Penjualan Ritel AS Des: (0,1) Nov: 0,2
Brazil Nov: 1,5 mom
Okt: 0,6 mom
Suku Bunga Inggris Jan: 0,5 Des: 0,5 Korsel Des: 1,5 Nov: 1,5 Produksi Manufaktur
Inggris Nov: (0,4) Okt: (0,4)
Indeks Harga Produsen
AS Des: (0,2) Nov: 0,3
*) Visual grafik terlampir **) Data kepemilikan asing per ( 7 Januari 2016 )
---- Agenda/Rilis Data Pekan Depan ---- - Statistik Utang Luar Negeri Indonesia November 2015 (18/01)
- GDP China (18/01)
- Inflasi Inggris (19/01)
- Suku Bunga Kawasan Eropa (20/01)
- PMI Jerman (22/01)
Perekonomian Negara Maju
Tren pelemahan harga minyak dunia dan perkembangan ekonomi Tiongkok yang ditandai
dengan perlambatan laju pertumbuhannya dan kekhawatiran terhadap pelemahan yuan
dan turbulensi pasar modalnya yang diperkirakan masih berlanjut menjadi sumber
tekanan perekonomian global di awal 2016.
Pasar tenaga kerja AS mengalami perkembangan yang moderat (lihat: unemployment rate, nonfarm payrolls, dan jobless claims) dan adanya peningkatan kepercayaan
masyarakat terhadap ekonomi AS. Namun demikian, penjualan ritel dan output industri
mengalami penurunan dan pertumbuhan ekonomi AS diperkirakan berada di trek untuk
tumbuh 0,6% pada kuartal keempat atau melambat dibandingkan dengan kuartal ketiga.
Dari Eurozone, perkembangan ekonomi kawasan juga tertekan yang ditunjukan oleh
penurunan aktivitas produksi dan industri manufaktur pada negara-negara utama seperti
Inggris, Jerman, dan Belanda yang masih melanjutkan tren perlambatan (lihat: industrial production dan manufacturing production).
Perekonomian Negara Emerging
Aktivitas ekspor impor Tiongkok yang mulai menunjukkan perbaikan (lihat: tabel rilis data
minggu ini) diperkirakan masih belum menjadi indikator yang kuat bagi rebound pertumbuhan ekonomi Tiongkok di tengah upaya Pemerintah setempat untuk menggeser
sumber pertumbuhan dari export led investment menjadi consumption driven.
Perekonomian Nasional
Sentimen positif dari kebijakan BI untuk menurunkan suku bunga acuannya sebesar 25
bps mampu meredam sentimen negatif dari tekanan global, perlambatan ekonomi
Tiongkok dan teror bom Thamrin pada pertengahan pekan. Namun demikian, ke
depannya, pemerintah dan BI perlu mempertimbangan perkembangan Fed Fund Rate (FFR), pelemahan yuan dan perkembangan perekonomian Tiongkok.
Perkembangan Komoditas Global
Tren pelemahan harga minyak global masih terus berlanjut, bahkan Brent crude futures
sempat menyentuh $ 28 per barel. Sejak awal tahun, penurunan harga minyak telah
mencapai 21% yang merupakan penurunan terburuk sejak krisis keuangan tahun 2008
atau untuk pertama kalinya dalam 12 tahun terakhir. Melimpahnya persediaan, terutama
di AS karena kebutuhan musim dingin yang di bawah ekspektasi, kenaikan produksi shale
oil AS dan keputusan OPEC yang tetap mempertahankan level produksinya, menjadi isu
utama yang mendorong penurunan harga di tengah konflik geopolitik di Timur Tengah
antara Iran dengan Arab Saudi. Selain itu, dicabutnya sanksi internasional terhadap Iran,
memungkinkan Teheran untuk memasok minyaknya ke pasar global yang dapat
menambah pasokan minyak global. Namun, kenaikan pasokan tidak diikuti oleh kenaikan
permintaan yang disebabkan aktivitas perekonomian global masih belum pulih dan
perlambatan ekonomi Tiongkok. Dengan kondisi tersebut, penurunan harga minyak dunia
diperkirakan akan terus berlanjut. Lebih lanjut, Morgan Stanley memperkirakan penguatan
dolar AS dapat menekan harga minyak hingga di bawah level USD20 per barrel.
Penurunan harga minyak mendorong kenaikan harga emas seiring meningkatnya
permintaan terhadap logam mulia tersebut sebagai safe haven. Di samping itu, kenaikan
harga juga didorong oleh spekulasi investor bahwa the Fed akan memperlambat tahapan
kenaikan suku bunga acuan.
Tren harga CPO masih mengalami penurunan didorong oleh kontraksi volume permintaan
dari negara tujuan eskpor, isu sustainable palm oil sourching, serta rencana Tiongkok dan
Korea Selatan untuk mulai masuk dalam sektor industri kelapa sawit.
Harga nikel menyentuh level terendah sejak 2003 seiring terus melemahnya harga minyak
dunia dan tekanan yang masih dihadapi perekonomian Tiongkok. Harga diperkirakan
akan kembali naik di akhir tahun seiring dengan meningkatnya permintaan industri
infrastruktur sementara volume produksi diperkirakan turun karena ditutupnya salah satu
tambang nikel di Australia dan pemangkasan produksi nikel oleh Tiongkok untuk tahun
2016. Kondisi ini dapat menjadi momentum untuk mendukung pembangunan smelter
bijih emas dan nikel sehingga pasokan pasar yang berkurang dari Australia dapat diisi
oleh Indonesia.
Pengarah: Kepala Badan Kebijakan Fiskal
Penanggung Jawab: Kepala Pusat Kebijakan Sektor Keuangan, Kepala Pusat
Kebijakan Ekonomi Makro
Penyusun: Syaifullah, Ronald Yusuf, Munafsin Al Arif, Alfan Mansur, Haryadi,
Priska Amalia, Nurul Fatimah
Kontributor: Syahrir Ika, Suparman Zen Kemu, Dalyono, Ahmad Ali Rifan,
Taufan, Bramantyo, Innes, Dhoni, Rizki
Laporan Ekonomi dan Keuangan Miingguan
ISU UTAMA 1: Penurunan BI Rate untuk Pertumbuhan
Ekonomi
Melalui Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI pada 13-14 Januari 2016, BI akhirnya menurunkan suku
bunga acuannya sebesar 25 bps untuk pertama kalinya dalam 11 bulan terakhir menjadi 7.25%.
Berkurangnya ketidakpastian pasar keuangan global, pertumbuhan ekonomi domestik yang
tertahan, rendahnya inflasi dan terjaganya kestabilan sistem keuangan dan perbankan menjadi
faktor-faktor yang mendorong turunnya BI rate.
Penurunan BI rate berdampak positif terhadap penguatan IHSG dan Rupiah serta dapat
mempercepat penyaluran kredit di 2016.
Bank-bank dengan skema pinjaman bunga tetap dan yang memiliki tingkat ketergantungan tinggi
pada DPK menjadi pihak yang mendapatkan manfaat paling tinggi.
Ruang untuk penurunan BI rate lebih lanjut masih terbuka.
Faktor – faktor yang mendorong penurunan BI rate
Ketidakpastian pasar keuangan global telah berkurang pascakenaikan Fed Funds Rate (FFR) pada
Desember lalu. Kenaikan FFR terbukti tidak diikuti oleh capital outflows sebagaimana kekhawatiran
BI sebelumnya. Dari sisi domestik, selama 2015, pertumbuhan PDB hingga Q3 2015 tidak pernah
mencapai 5% dan merupakan yang terendah sejak 2009. Inflasi juga tercatat hanya mencapai 3.35%
pada Desember atau masih dalam kisaran target BI. Lesunya aktivitas perekonomian 2015 juga
terlihat dari turunnya penjualan sepeda motor baru yang mencapai angka 18%.
Dampak positif penurunan BI rate
Rupiah dan IHSG berhasil rebound pada hari Kamis (14/01) menyusul penurunan BI rate.
Sebelumnya, Rupiah baik di onshore maupun offshore market dan IHSG sempat mengalami
pelemahan cukup dalam beberapa saat setelah kejadian bom Thamrin. Selain itu, penyaluran kredit
perbankan juga dapat tumbuh lebih cepat di 2016. Berdasarkan proyeksi BI, pertumbuhan
penyaluran kredit akan mencapai 12% yoy. Penurunan BI rate juga diharapkan akan meningkatkan
konsumsi sehingga dapat menutupi lemahnya ekspor akibat perlambatan Tiongkok dan pada
akhirnya kebijakan ini akan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih baik.
Sektor perbankan paling diuntungkan dari penurunan BI rate
Penurunan BI rate pada hari Kamis (14/01) diikuti oleh penguatan harga saham-saham terutama
sektor perbankan. Sebagai contoh, Bank Danamon (+2.0%), BRI (+0.9%) dan BNI (+0.8%). Seiring
turunnya suku bunga kredit, CoF perbankan akan mengalami penurunan sehingga NIM perbankan
cenderung akan terjaga pada level yang stabil. Bank-bank dengan skema pinjaman bunga tetap,
misalnya skema mikro kredit dan KPR, akan merasakan dampak secara langsung. Bank – bank dengan
tingkat ketergantungan tinggi atas DPK juga akan menikmati keuntungan yang lebih tinggi dipicu
oleh turunnya CoF.
Pelonggaran kebijakan moneter yang lebih agresif masih diperlukan
Penurunan BI rate lebih lanjut masih diperlukan guna mencapai target pertumbuhan di atas 5%.
Stimulus fiskal dari Pemerintah dan pelonggaran kebijakan makroprudensial dari BI terbukti belum
cukup untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi di 2015. Berdasarkan forecast Bloomberg
(15/01), BI rate akan turun sampai pada level 7.10% di akhir 2016. Dengan level suku bunga yang
lebih rendah, walaupun masih ada risiko tekanan global terutama dari gejolak sektor keuangan dan
perlambatan perekonomian Tiongkok, pertumbuhan PDB Indonesia di 2016 diperkirakan akan
mencapai 5.2% - 5.6% seiring mulai terealisasinya proyek infrastruktur pemerintah.
Perkembangan Pasar Keuangan
Sektor keuangan Asia mengalami tekanan akibat sentimen pelemahan bursa AS dan regional terutama Tiongkok, penurunan harga komoditas
terutama harga minyak. Untuk pasar keuangan domestik, aksi teror Thamrin menambah tekanan domestik. Namun, pelemahan lanjutan IHSG
tertahan oleh penurunan suku bunga acuan BI. Sampai dengan Jumat (15/1), meskipun IHSG mengalami kenaikan sebesar 0.24% pada perdagangan
hari terakhir namun dibandingkan pada pekan sebelumnya, IHSG telah terkoreksi sebesar 0,49% ke posisi 4.523,976. Investor asing masih
mencatatkan nilai jual bersih di pasar saham dengan nilai Rp 1,94 triliun (Rp2,55t, ytd) dan rata-rata nilai transaksi harian pekan ini mengalami
kenaikan sebesar 1,73% menjadi Rp 5,04 triliun, namun rata-rata volume transaksi harian mengalami penurunan 14,00%.
Nilai tukar rupiah mengalami penguatan mingguan walaupun sempat melemah mendekati level empat belas ribu pasca kejadian ledakan Sarinah.
Selanjutnya, nilai tukar rupiah bergerak sideway dan menguat pada akhir pekan dibandingkan pekan sebelumnya. Namun demikian, tekanan
terhadap nilai tukar mengalami peningkatan pasca peristiwa peledakan Sarinah sebagaimana tercermin dari spread antara non deliverable forward rupiah dengan spot rate yang menunjukkan tren meningkat dalam dua hari terakhir pekan ini.
IHSG ditututup sideway setelah mengalami beberapa tekanan sepanjang pekan dengan investor asing mencatatkan net sell.
Kinerja obligasi Pemerintah pekan ini menunjukkan penguatan di mana yield SUN untuk semua seri benchmark secara serempak mengalami
penurunan di tengah meningkatnya porsi kepemilikan investor nonresiden.
H 2
Laporan Ekonomi dan Keuangan Miingguan
ISU UTAMA 2: Dampak Bom Sarinah Terhadap Kinerja
Sektor Keuangan
Meskipun hanya bersifat temporer, kejadian teror bom telah menyebabkan
penurunan IHSG dan pelemahan rupiah.
Investor asing lebih sensitif dengan kejadian yang menyebabkan ketidakpastian di
dalam negeri.
Dampak teror bom Thamrin tertutupi oleh penurunan BI rate.
Pelemahan di pasar saham, pasar uang dan pasar obligasi
Rupiah turun 0.9% ke level 13,958 per dolar AS pada pukul 12:09 WIB, sesaat setelah
terjadi ledakan bom di kawasan Sarinah Thamrin. IHSG sempat melemah hingga 1.7%,
sementara SBN dengan tenor 10 tahun sempat mengalami pelemahan ke level 8.58%.
Meskipun demikian, penurunan ini juga telah terjadi sejak pembukaan pasar yang dipicu
sentiment penurunan bursa AS yang cukup dalam.
Aksi terror bom yang terjadi di depan Sarinah bukan merupakan aksi terror bom yang
pertama, dimana aksi terror juga pernah terjadi di Jakarta, tepatnya di JW Marriot pada
tahun 2003 dan 2009 serta kedutaan Australia tahun 2004.
Berdaarkan perbandingan dengan kejadian bom-bom sebelumnya yang terjadi di
Jakarta menunjukan tekanan pada sector keuangan mengalami pelemahan serupa yang
hanya sementara. Sebagai contoh, kejadian bom JW Marriot tahun 2003 dan 2009 serta
bom kedutaan Australia tahun 2004. Returns aset harian secara rata-rata baik di pasar
saham, pasar uang dan pasar obligasi tercatat lebih rendah dibandingkan hari-hari
lainnya baik sebelum maupun beberapa hari sesudah kejadian. Namun demikian,
dampaknya terlihat hanya bersifat sementara.
Investor asing lebih sensitif dengan kejadian bom di dalam negeri
Di offshore FX market, one-month non-deliverable forwards sempat mengalami
pelemahan hingga 1.1% ke level 14,085 per dolar AS pada hari Kamis (14/01). Hal ini
menunjukkan bahwa investor asing lebih sensitif terhadap kejadian yang menyebabkan
ketidakpastian di dalam negeri. Oleh karena itu, terjaganya kestabilan keamanan di
dalam negeri sedikit banyak akan membantu kestabilan sistem keuangan.
Persepsi terhadap Teror Bom Sarinah
Bank Indonesia mengakui memang sempat terjadi gejolak di pasar valuta asing dan
bursa saham pasca pengeboman di Sarinah. Namun, dampak terror bom tersebut di
pasar hanya bersifat sementara mengingat kondisi fundamental Indonesia saat ini
cukup baik. Sejalan dengan itu, BPS memperkirakan kejadian tersebut tidak akan
memberikan tekanan kepada perdagangan Indonesia, khususnya kinerja ekspor impor.
Lebih lanjut, BPS menyatakan meskipun beberapa indikator ekonomi domestik
mengalami penurunan, namun trendnya itu hanya bersifat sementara.
Perkembangan Nilai Tukar, Indeks Harga Saham, dan
Harga Komoditas
H 3
Tabel 1. Average Daily Asset Returns
Day Stocks FX
10-year Govt
Bond
H-1 -0.08% 0.29% 0.81%
H (Bomb day) -1.24% -0.64% -0.68%
H+1 1.32% 0.09% 0.56%
H+2 1.08% 0.53% 0.74%
H+3 0.63% 0.44% 0.23%
H+4 0.25% 0.20% 0.52%
H+5 0.53% 0.67% 2.07%
Source: Thomson-Reuters, diolah
Laporan Ekonomi dan Keuangan Miingguan
PEREKONOMIAN GLOBAL
PEREKONOMIAN DOMESTIK
H 4