Post on 11-May-2018
Analisis Privatisasi BUMN Dalam Rangka Pembiayaan APBN Syahrir Ika dan Agunan P. Samosir
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN, Vol. 6, No. 4 Desember 2002
1
ANALISIS PRIVATISASI BUMN DALAM RANGKA PEMBIAYAAN APBN
Oleh: Syahrir Ika1 dan Agunan P. Samosir2
Abstraksi
Kebijakan privatisasi BUMN di Indonesia semakin menjadi bagian penting dari kebijakan ekonomi pemerintah. Privatisasi dipandang sebagai langkah untuk mengurangi intervensi pemerintah dalam bidang ekonomi yang seharusnya dilaksanakan oleh sektor swasta. Privatisasi diharapkan dapat meningkatkan daya saing dan efisiensi perusahaan yang selanjutnya mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia. Namun, privatisasi yang dilakukan pemerintah saat ini bukan dalam tujuan diantas, melainkan untuk menutup defisit APBN. Karena sektor-sektor penerimaan dan pembiayaan lainnya tidak mencukupi dalam keseimbangan anggaran yang telah ditetapkan. Dalam perjalanannya, privatisasi yang telah berjalan dan yang akan dilakukan menjadi dilematis seperti yang telah terjadi pada privatisasi Indosat baru-baru ini.
Untuk itu, tulisan ini mencoba memberikan pemikiran baru bagaimana sebenarnya privatisai harus dilakukan. Disamping itu, tujuan privatisasi ini sebenarnya ditujukan kemana, sehingga masyarakat dan DPR bisa mengerti maksud dan tujuan privatisasi saat ini. Tentunya kita berharap bahwa kedepan privatisasi tidak lagi ditujukan untuk menutup defisit APBN semata, tetapi juga mengurangi campur tangan pemerintah terhadap sektor-sektor kegiatan ekonomi yang dapat dilakukan oleh swasta dan pada akhirnya pemerintah dapat berkonsentrasi kepada bidang yang semestinya dilakukan. Sumber penerimaan dari BUMN selayaknya hanya diutamakan dari pajak yang dihasilkan oleh BUMN.
I. Latar Belakang
Selama masa pemerintahan Orde Baru, kebijakan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) menganut sistem berimbang
(balanced budget), Sejak tahun anggaran (TA) 2000, kebijakan APBN
menganut sistem defisit (deficit buidget) direncanakan defisit sebesar Rp44,1
1 Ahli Peneliti Muda pada Pusat Statistik dan Penelitian Keuangan (PSPK), BAF, Departemen Keuangan RI. 2 Peneliti pada PSPK, BAF, Departemen Keuangan RI.
Analisis Privatisasi BUMN Dalam Rangka Pembiayaan APBN Syahrir Ika dan Agunan P. Samosir
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN, Vol. 6, No. 4 Desember 2002
2
trilyun atau 4,8% terhadap PDB. Kebijakan ini ditempuh dalam rangka
pemulihan ekonomi nasional. Untuk menutup defisit anggaran tersebut
pemerintah mengupayakan program financing melalui pembiayaan dalam
negeri dan luar negeri. Pembiayaan dalam negeri bersumber dari program
privatisasi BUMN dan penjualan aset program retsrukturisasi perbankan,
yang dalam TA 2000 masing-masing ditargetkan sebesar Rp6,5 trilyun dan
Rp18,9 trilyun. Namun, realisasi kedua sumber financing dalam negeri ini (1
April s/d 31 Desember) hanya mencapai Rp18,9 trilyun, yang kesemuanya
bersumber dari penjualan aset program restrukturisasi perbankan,
sementara dari sumber privatisasi nihil. Sumber pembiayaan luar negeri
(penarikan pinjaman luar negeri dikurangi pembayaran cicilan pokok utang
luar negeri) ditargetkan sebesar Rp18,7 trilyun, akan tetapi realisasinya
hanya mencapai Rp9,55 trilyun (51%). Dengan demikian, pada tahun
anggaran 2000, pembiayaan defisit APBN yang bersumber dari privatisasi
BUMN tidak mencapai target (Tabel 1-1).
Pada APBN Tahun 2001, pemerintah merencanakan kebijakan fiskal
yang ekspansif, yaitu dengan manargetkan anggaran defisit sebesar Rp52,5
triliun. Defisit anggaran 2001 dibiayai dengan tiga sumber pembiayaan, yang
masih sama dengan tahun 2000, masing-masing melalui privatisasi BUMN
sebesar Rp6,5 triliun, penjualan aset program restrukturisasi perbankan
sebesar Rp27 trilyun dan pembiayaan luar negeri (ne o) sebesar Rp19,0
triliun. Realisasi sampai dengan 31 Desember 2001 menunjukkan bahwa dari
privatisasi BUMN sebesar Rp3,465 triliun, sementara dari penjualan aset
program restrukturisasi perbankan dan pembiayaan luar negeri Rp29,58
triliun dan Rp20,77 triliun (lihat Tabel A-1). Dengan demikian, pembiayaan
dari penjualan aset-aset program restrukturisasi perbankan dan utang luar
negeri bisa melampau target APBN, akan tetapi pembiayaan yang bersumber
dari program privatisasi BUMN tidak mencapai target.
tt
Analisis Privatisasi BUMN Dalam Rangka Pembiayaan APBN Syahrir Ika dan Agunan P. Samosir
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN, Vol. 6, No. 4 Desember 2002
3
Tabel 1.1 Ringkasan APBN Tahun Anggaran 2000, 2001, 2002 & 2003
(dalam triliun rupiah)
TA 2000 TA 2001 TA 2002 TA 2003*) Pendapatan Negara & Hibah 152.90 263.20 301.87 327.83 Belanja Negara 197.00 315.80 344.01 354.09 Surplus Defisit Diluar Pembayaran Bunga 10.50 24.00 46.35 54.62
Surplus Defisit (44.10) (52.60) (42.14) (26.26)
Pembiayaan Dalam Negeri 44.10 52.60 42.14 26.26 Privatisasi BUMN 6.50 6.50 3.95 8.00
Penjualan aset program restrukturisasi 18.90 27.00 19.54 12.00
Obligasi Negara - - 3.93 7.00 Pembiayaan Luar Negeri 18.70 19.00 18.63 9.41
Sumber : BAF, Departemen Keuangan, 2002 (diolah). *) Sebelum Direvisi
Selanjutnya pada tahun 2002, APBN direncanakan defisit sebesar
Rp42,18 trilyun (2,5% dari PDB). Defisit ini akan dibiayai dari privatisasi
BUMN sebesar Rp3,95 trilyun, penjualan aset program restrukurisasi
perbankan dan pembiayaan luar negeri sebesar Rp19,5 trilyun dan Rp18,63
trilyun. Rencana anggaran ini sesuai dengan Program Pembangunan Nasional
(Propenas) dan Rencana Pembangunan Tahunan (Repeta). Pemerintah telah
mengambil kebijakan untuk menerapkan anggaran defisit mulai TA 2000
sampai dengan tahun 2004. Bahkan bila tetap mengacu pada Propenas dan
Repeta, kebijakan ini akan berlanjut hingga tahun 2005 akibat dari peristiwa
bom Bali.
Dalam TA 2002, sisi pembiayaan anggaran menghadapi tantangan
yang makin berat. Apabila pemerintah tidak mengambil kebijakan yang
tepat, maka pembiayaan luar negeri bersih dalam tahun 2002 diperkirakan
akan negatif, yang berarti total penarikan pinjaman luar negeri diperkirakan
tidak akan cukup untuk menutupi kebutuhan pembiayaan untuk pembayaran
cicilan pokok utang luar negeri, meskipun pemerintah masih akan
Analisis Privatisasi BUMN Dalam Rangka Pembiayaan APBN Syahrir Ika dan Agunan P. Samosir
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN, Vol. 6, No. 4 Desember 2002
4
memperoleh penjadwalan kembali (rescheduling) utang luar negeri melalui
forum Paris Club atas kewajiban tahun 2002 sekitar US$0,7 miliar.
Pembiayaan luar negeri yang negatif ini akan mengurangi kemampuan
pembiayaan luar negeri untuk menutup defisit anggaran. Konsekuensinya,
pemerintah harus mencari pinjaman baru dan atau melakukan rescheduling
atas utang yang jatuh tempo.
Selain itu pemerintah juga mengupayakan pembiayaan anggaran yang
bersumber dari privatisasi BUMN dan penjualan aset program restrukturisasi
perbankan serta menerbitkan obligasi baru untuk menutup kebutuhan
pembiayaan APBN3. Program privatisasi BUMN akan tetap dilanjutkan dalam
TA 2003 dengan mengembangkan berbagai metode privatisasi seperti
strategic sales, ini ial public offering (IPO) yang didukung dengan langkah-
langkah sosialisasi program privatisasi, peningkatan koordinasi dengan
departemen/instansi terkait dan mempelajari kemungkinan berbagai
alternatif metode privatisasi. Dari gambaran perkembangan pelaksanaan
APBN tahun 2000, 2001, 2002 dan 2003 di atas, dapat dilihat bahwa BUMN
menjadi salah satu tumpuan harapan pemerintah untuk mengatasi kesulitan
APBN.
t
Sebagaimana perusahaan pada umumnya, BUMN beroperasi menurut
norma-norma bisnis yang tunduk pada Undang-undang Perseroan Terbatas
dan berbagai aturan hukum dan perundangan lainnya yang berlaku di
Indonesia. Selaku pemegang saham, pemerintah mestinya berkepentingan
mendorong pengembangan usaha BUMN agar bisa memperoleh laba BUMN
yang cukup besar serta kontribusi pajak yang dihasilkan. Kedua sumber
pendapatan inilah yang masuk dari pintu penerimaan dalam menghitung
penerimaan perpajakan dalam APBN.
3 Uraian Lengkap lihat Nota Keuangan dan UU Nomor 19 tahun 2002 Tentang RAPBN Tahun 2002, Bab IV, halaman 46-48.
Analisis Privatisasi BUMN Dalam Rangka Pembiayaan APBN Syahrir Ika dan Agunan P. Samosir
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN, Vol. 6, No. 4 Desember 2002
5
Logika ini mungkin hanya “reliable” bila perekonomian dalam keadaan
nomal. Sementara dalam kondisi perekonomian yang sedang dilanda krisis,
dimana ada tekanan APBN yang cukup berat yang mendorong pemerintah
menetapkan anggaran defisit, maka pemerintah kemudian mengambil
langkah taktis antara lain dengan cara menjual aset-aset yang dikuasai
pemerintah. Secara prinsip manajemen, kebijakan privatisasi BUMN perlu
dilakukan dengan tujuan meningkatkan transparansi, akuntabilitas, efisiensi,
dan kompetitif. Sementara kebijakan privatisasi BUMN yang antara lain
bertujuan menutup defisit APBN adalah konsep jangka pendek, dan
misleading apabila dipaksakan untuk dijual murah di saat krisis.
1.1. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka perumusan masalah dapat
disusun sebagai berikut: Pertama, metode apa yang paling tepat dan reliable
untuk melakukan privatisasi BUMN, baik dalam rangka memenuhi kebutuhan
pembiayaan APBN tahun anggaran 2003 dan 2004 maupun dalam rangka
meningkatkan kinerja BUMN dalam jangka panjang. Kedua, BUMN-BUMN
mana saja yang berpeluang besar untuk diprivatisasikan dalam tahun
anggaran 2003. Ketiga, seberapa besar perkiraan hasil privatisasi BUMN yang
mungkin diperoleh pemerintah untuk tahun anggaran 2003.
1.2. Metode Penelitian
Dalam penyusunan laporan penelitian ini, penyajian materi tulisan
berpedoman kepada metode penelitian descriptive analysis yang berdasarkan
pada penelitian lapangan (field research), yaitu penelitian yang bertujuan
untuk mendapatkan gambaran yang benar mengenai suatu obyek. Penelitian
deskriftif ini sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan
menggambarkan/melukiskan keadaan subyek dan obyek variabel-variabel
penelitian berdasarkan fakta yang tampak atau sebagaimana adanya.
Analisis Privatisasi BUMN Dalam Rangka Pembiayaan APBN Syahrir Ika dan Agunan P. Samosir
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN, Vol. 6, No. 4 Desember 2002
6
Sebagai penelitian deskriptif, pelaksanaan penelitian ini tidak terbatas
kepada pengumpulan data semata-mata, tetapi meliputi analisis dan
interpretasi data, informasi dan fakta. Adapun analisis yang digunakan dalam
penelitian ini adalah analisis kualitatif yaitu suatu proses penyelidikan dalam
menganalisis fenomena-fenomena yang terjadi dengan cara
membandingkan, merefleksikan, mengkategorikan, mengklasifikasi,
menyajikan dan melaksanakan verfikasi data yang secara keseluruhan
bertujuan menemukan keseragaman pola dan sifat umum obyek yang diteliti.
Pengolahan data dilakukan melalui langkah-langkah yang
mengandung pengertian sebagai usaha untuk menyederhanakan dan
menjelaskan bagian dari keseluruhan data melalui langkah-langkah klasifikasi
dan kategorisasi sehingga dapat tersusun suatu rangkaian deskripsi yang
sistematis. Proses klasifikasi dan kategorisasi data dilakukan secara bertahap
atas informasi para informan dan jawaban responden serta hasil observasi
ketika berada di lapangan, kemudian dilakukan interpretasi data dalam
kerangka teori serta pandangan konseptual yang telah ditentukan sesuai
dengan rencana sebelumnya.
II. Kerangka Analisis
Untuk memilih metode privatisasi yang paling tepat dilakukan dengan
menggunakan kerangka berfikir seperti pada gambar 2.1. dan 2.2. Pengujian
terhadap metode yang sudah ditempuh pemerintah terhadap tujuh BUMN
terpilih secara purposive dari 24 BUMN yang dicanangkan pemerintah untuk
diprivatisasi tahun 2002 yaitu: PT. Kertas Padalarang, PT. Cambrics
Primisima, PT. IGLAS, PT. Cipta Niaga, PT. Angkasa Pura I, PT. Yodia Karya,
dan PT. Indra Karya.
Penilaian tapat tidaknya metode privatisasi BUMN tersebut,
dibutuhkan beberapa informasi penting seperti:
Kontribusi saham pemerintah pada masing-masing BUMN
Analisis Privatisasi BUMN Dalam Rangka Pembiayaan APBN Syahrir Ika dan Agunan P. Samosir
Nilai saham pemerintah;
Nilai Ekuitas;
Laba sebelum pajak;
Besarnya laba ditahan;
Tingkat kesehatan;
Ada atau tidaknya rencana ekspansi;
Status go publik, dan
Rencana jumlah saham yang akan dilepas ke publik.
Sementara metode yang dipakai untuk memperkirakan angka
privatisasi dalam rangka pembiayaan APBN adalah: (i) pendekatan makro
ekonomi, dengan terlebih dahulu menetapkan sasaran indikatif hasil
privatisasi BUMN untuk menutup defisit anggaran yaitu sebesar 0,4% dari
PDB. Perhitungannya diawali dengan memperkirakan pertumbuhan PDB
dalam empat tahun terakhir (2000 – 2003). (ii) menghitung persentase
realisasi hasil privatisasi dalam setiap tahun anggaran dan dibandingkan
dengan sasaran yang ditetapkan dalam Propenas, serta (iii) menghitung
perkiraan hasil privatisasi BUMN dengan formula sebagai berikut:
Perkiraan Optimis : HP-BUMN2003 = (( PDBt-1 + PDB) *0,4))
(Propenas)
Perkiraan Konservatif : HP-BUMN2003 = (( PDBt-1 + PDB) *0,2))
(APBN)
Pendekatan Mikro. Selain pendekatan Makro (yang telah dibahas di
depan), penelitian ini juga mencoba menggunakan pendekatan mikro
(analisis karakteristik industri dan fundamental perusahaan) untuk
menentukan skala prioritas BUMN yang akan diprivatisasikan dan
mengestimasi nilai privatisasi BUMN yang bisa diharapkan pemerintah untuk KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN, Vol. 6, No. 4 Desember 2002
7
Analisis Privatisasi BUMN Dalam Rangka Pembiayaan APBN Syahrir Ika dan Agunan P. Samosir
TA 2002. Adapun model yang dipakai sebagaimana digambarkan dalam
gambar 2.1. dibawah ini:
Gambar 2.1. Model Perhitungan Skala Prioritas Pemilihan BUMN
Pendekatan mikro ini memfokuskan perhatian pada kondisi
permintaan dan penawaran suatu unit usaha serta porsi saham pemerintah
yang akan dilepas ke publik. Ada 2 (dua) tahap yang perlu dilakukan, yaitu :
(1) mengidentifikasi posisi BUMN yang akan diprivatisasikan, dan (2)
menghitung proyeksi nilai privatisasi.
PERMINTAANN
PENAWARAN
ROA (1-5)
ROE (1-5)
Profitabiltas BUMN
(A)
Sangat Kompetitif
(4)
Kompetitif (3)
Public Utilities level sedang
(2)
Karakteristik Industri
(B)
Skala Prioritas A + B 9
+ ó µ
1
Public Utilities level tinggi
(1)
x 100
- σ
4 2 3
Skala PrioritasPertama : > µ + ó (80 –100) Kedua : µ + ó (60 -79) Ketiga : µ - ó (40 -59) Keempat : < µ - σ (20 – 39)
Skor ROA dan ROE (Penawaran) berdasarkan: SK MENEG PENDAYAGUNAAN BUMN, NOMOR : 215/M-PBUMN/1999, TANGGAL : 27 SEPTEMBER 1999. Skor Permintaan : berdasarkan kepentingan public utilities
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN, Vol. 6, No. 4 Desember 2002
8
Analisis Privatisasi BUMN Dalam Rangka Pembiayaan APBN Syahrir Ika dan Agunan P. Samosir
Pada tahap per ama, tujuannya untuk mengetahui peluang
keberhasilan privatisasi. Peluang ini sangat ditentukan oleh posisi penawaran
yang dicerminkan oleh tingkat profitabilitas BUMN dengan posisi permintaan
yang dicerminkan oleh “tingkat penyediaan barang dan jasa” (public utilities).
t
Sedangkan pilihan metode privatisasi dapat dilakukan dengan
mempertimbangkan faktor-faktor seperti pada tabel 2.1.
Gambar 2.2. KERANGKA BERPIKIR PEMILIHAN METODE PRIVATISASI
Tidak
Besar
Panjang
Pendek
Kecil
Kecil
Sudah
Belum
RI/SS/OT
IPO/SS/O
SS/OTH
SS/OTH
Restrukturisas
Sehat
Metode Privatisa
Go Public/
Jangka Waktu
Nilai Peluang
Kinerja Keu Manajeman
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN, Vol. 6, No. 4 Desember 2002
9
Analisis Privatisasi BUMN Dalam Rangka Pembiayaan APBN Syahrir Ika dan Agunan P. Samosir
KAJIAN EKON
Tabel 2.1. Pilihan Metode Privatisasi
PILIHAN METODE PRIVATISASI INVESTOR
PUBLIK INVESTOR INDIVIDUFAKTOR-FAKTOR
IPO RI SS OTHERS Nilai privatisasi
• Kecil √ √ • Besar √ √ √ √
Kondisi Keuangan • Sehat √ √ √ √ • Tidak Sehat √ √
Kinerja Manajemen BUMN • Baik √ √ √ √ • Kurang baik √ √
Kondisi Pasar Modal • Sudah ada pasar modal
o Likuiditas memadai √ √ o Likuiditas kurang √ √
• Belum ada pasar modal √ √ Waktu yang tersedia
• Panjang √ √ √ √ • Pendek √ √
X %
Saham Pemerintah
Gambar 2.3. NILAI PELUANG PRIVATISASIOMI DAN KEUANGAN, Vol. 6, No. 4 Desember 2002
10
=Rp Rp Rata-
EBT Nilai Peluang Investasi
Rata- Besar/Ke
KECI
BESA
Analisis Privatisasi BUMN Dalam Rangka Pembiayaan APBN Syahrir Ika dan Agunan P. Samosir
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN, Vol. 6, No. 4 Desember 2002
11
Setelah mengidentifikasi nama-nama BUMN menurut skala prioritas
dan nilai privatisasi masing-masing BUMN tersebut, kemudian dilakukan
estimasi nilai privatisasi BUMN berdasarkan “lima skenario pelepasan saham”
yang kemungkinan dilakukan pemerintah, masing-masing 20%, 30%, 40%,
50% dan 60%, dengan catatan bahwa 20% merupakan estimasi pesimis,
40% merupakan estimasi moderat (konservatif) dan 60% merupakan
estimasi optimis.
III. Tinjauan Pustaka
3.1. Aspek Ekonomi Privatisasi
Isu efisiensi kepemilikan (ownership) antara pemerintah di satu sisi
dengan swasta di sisi yang lain pada prinsipnya berakar dari teori sistem
harga pada pasar persaingan sempurna (the theory of perfectly competi ive
price sys em). Efisiensi ini jabarkan dalam tiga perspektif, yaitu: (1). Efisiensi
pertukaran (efficiency in exchange); (2). Efisiensi produksi (efficiency in
production); (3). Eefisiensi bauran produk efficiency in product mix).
Efisiensi pertukaran tercapai, dalam kasus yang paling sederhana, jika
tingkat substitusi marjinal (marginal rate of substitution, MRS
t
t
(
4) antara
individual pertama = dengan MRS individual kedua atau MRS1 = MRS2.
Sedangkan efisiensi produksi menurut Nicholson (1985) merujuk ke
tiga kaedah alokasi. Kaedah alokasi pertama mensyaratkan suatu
perusahaan memiliki tingkat substitusi teknis (rate of technical
substitution,RTS5) yang sama untuk seluruh produk (output) yang
dihasilkannya. Kaedah alokasi kedua mensyaratkan bahwa produksi marjinal
4 Ruffin (1998), misalnya, mendefinisikan MRS sebagai “the rate at which a consumer is just willing to substitute good Y for another unit of good X, holding the level of satisfaction constant.” 5 Ruffin (1998, loc cit). Misalnya, mendefinisikan RTS sebagai “the rate at which a unit of capital can be substituted for a unit of labor and still keep output constant.”
Analisis Privatisasi BUMN Dalam Rangka Pembiayaan APBN Syahrir Ika dan Agunan P. Samosir
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN, Vol. 6, No. 4 Desember 2002
12
TK (marginal p oduc ivities o labor, MPLr t f
f
t
6) adalah sama dalam artian tingkat
gaji tenaga kerja adalah sama dengan nilai marjinal produk (marginal value
product). Kaedah alokasi ketiga mensyaratkan bahwa tingkat transformasi
produk (rate of product trans ormation, RPT7) antara dua jenis barang
adalah sama untuk seluruh perusahaan.
Nicholson (1985) menyatakan bahwa efisiensi dalam bauran produk
adalah otomatis akan tercapai dalam pasar yang bersaing, dalam kaitannya
antara produksi dan preferensi-preferensi. Hal ini disebabkan karena rasio-
rasio harga yang dihadapi oleh konsumen adalah sama dengan yang
dihadapi oleh perusahaan-perusahaan, MRS individual = RPT perusahaan..
Pembuktian secara matematis tentang efisiensi pasar persaingan sempurna
umumya dilakukan dengan program optimisasi. Optimisasi ini dapat
dilakukan dari dua sisi. Pertama, dilakukan dengan teori keseimbangan
pasar: sisi konsumen (maksimalisasi kegunaan “utility”) dan sisi produsen
(maksimalisasi laba atau profit) (lihat, misalnya, Ruffin (1988). Kedua,
dilakukan dengan optimisasi pertukaran. Nicholson (1985), misalnya,
memaparkan proses terjadinya efisiensi pada pasar yang bersaing
(competi ive market). Dalam kaitannya dengan issu-issu privatisasi,
pertanyaan klasik yang mendasar, yaitu, peran-peran apakah yang
seharusnya dan yang tidak seharusnya dilakukan oleh pemerintah untuk
mencapai efisiensi ekonomi. Jawabannya terletak pada apakah suatu barang
atau jasa itu mengandung unsur eksternalitas dalam produksi dan atau
konsumsi.
Dalam hal tidak ada unsur eksternalitas, maka intervensi pemerintah
tidak diperlukan, efisiensi akan tercapai jika alokasi sumber-sumber
6 Ruffin (1998, op cit), misalnya, mendefinisikan MPL sebagai “ 7 RPT adalah “The rate at which one output can be traded for another in the productive process while holding the total quantities of inputs constant.”
Analisis Privatisasi BUMN Dalam Rangka Pembiayaan APBN Syahrir Ika dan Agunan P. Samosir
diserahkan kepada pasar.8 Sebaliknya, hadirnya unsur eksternalitas dalam
produksi dan atau konsumsi akan membawa implikasi tidak tercapainya
efisiensi. Pasar gagal untuk mencapai efisiensi ekonomi. Pemerintah perlu
melakukan intervensi agar tercapainya efisiensi dalam penyediaan barang
dan jasa tersebut. Intervensi ini pada waktu-waktu terdahulu banyak
dimanifestasikan dengan kepemilikan pemerintah pada BUMN-BUMN (state-
owned enterprises, SOEs). Privatisasi, sebaliknya, cenderung merupakan
respons dari kegagalan-kegagalan BUMN. (lihat, misalnya, Megginson9 dan
Netter10 (2001).
Gambar 2.4
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN, Vol. 6, No. 4 Desember 2002
13
C*
C
Y1’
Y*
Y1
P
ESlope = -Px/Py
C
Slope = -Px*/
Py*
X1’PX*
Kuantitas X
Kuantitas Y
X1
Penjelasan Grafik
Dengan rasio harga Px/Py perusahaan akan berproduksi X1, Y1; kendala
anggaran masyarakat adalah C. Dengan kendala anggaran ini, individu-
individu membeli (demand) X1’, dan Y1’; terjadi excess demand untuk barang
8 Lihat, misalnya, Ruffin (1988). 9 William L. Megginson adalah Chair in Finance, Michael F. Price Clloge of Business, University of Oklahoma, USA. 10 Jeffry M. Netter adalah Professor di Department of Banking and Finance, Terry College of Business, University of Georgia.
Analisis Privatisasi BUMN Dalam Rangka Pembiayaan APBN Syahrir Ika dan Agunan P. Samosir
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN, Vol. 6, No. 4 Desember 2002
14
X sejumlah (X1’ – X1) dan excess supply untuk barang Y sebanyak (Y1 – Y1’).
Mekanisme pasar akan mendorong harga-harga ini ke arah titik-titik
keseimbangan (equlibrium levels), Px* dan Py
*. pada tingkat harga-harga
tersebut, kendala anggaran masyarakat diwakili oleh garis lurus C*, dan
supply dan demand akan berada pada posisi equilibrium. Kombinasi X* dan
Y* akan dipilih dan alokasi ini adalah efisien.
Nuansa yang sama dipaparkan oleh Shirley11 dan Walsh12 (sekitar
2001), “Public versus Private Ownership: The Current State of Debate,”.
Kedua penulis ini mencoba menjawab tiga pertanyaan, yaitu: (i) apakah
kompetisi (competition) lebih penting dibandingkan dengan kepemilikan
(ownership), (ii) apakah intervensi pemerintah terhadap BUMN terkait
dengan resiko penurunan kesejahteraan yang lebih tinggi dibandingkan
dengan jika intervensi ke sektor swasta; dan (iii) apakah BUMN mengalami
permasalahan corpora e governance yang lebih parah dibandingkan dengan
yang ada di perusahaan swasta.
t
Kemudian kedua penulis ini mengemukakan argumen bahwa
walaupun jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tersebut adalah ya maka
proses privatisasinya harus diperhatikan. Jika proses tersebut terdistorsi,
maka kinerja perusahaan yang diprivatisasi akan jauh lebih buruk dari kinerja
BUMN. Kesimpulan studi kedua penulis ini adalah bahwa perusahaan swasta
akan berkinerja lebih baik dibandingkan dengan BUMN jika mereka berada
dalam struktur pasar yang bersaing. Kesimpulan yang tidak konklusif terjadi
jika BUMN berada di struktur pasar monopoli.
11 Mary M. Shirley adalah Reseacher (Peneliti) Bank Dunia, Washington, DC, USA. 12 Patrick Walsh adalah Research Manager dan Consultant Development Research Group Bank Dunia, Washington, DC, USA.
Analisis Privatisasi BUMN Dalam Rangka Pembiayaan APBN Syahrir Ika dan Agunan P. Samosir
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN, Vol. 6, No. 4 Desember 2002
15
3.2. Makna, Tujuan, Kriteria dan Metode Privatisasi
3.2.1. Makna Privatisasi
Para ekonom dan pengambil kebijakan pada prinsipnya sependapat
tentang hakekat atau makna dari privatisasi. Basri (2002)13, misalnya,
berpendapat bahwa hakekat atau makna privatisasi adalah mengurangi
keterlibatan atau intervensi pemerintah ke ekonomi secara langsung.
Pemerintah cukup melaksanakan tugas-tugas yang tidak dapat dilaksanakan
oleh pasar termasuk pertahanan dan keamanan serta redistribusi
pendapatan. Dalam kata-katanya “Dalam keadaan yang ideal, negara hanya
bertindak sebagai pengatur, penata, penegak rule of law, dan penjamin rasa
aman.”
Pendapat ini mendapat dukungan yang luas dari para pengambil
kebijakan nasional. Deputi Menteri BUMN Bidang Restrukturisasi dan
Privatisasi, Mahmud Yasin (2002)14, berpendapat bahwa makna privatisasi
adalah perubahan peran pemerintah dari pemilik dan pelaksana menjadi
sebagai regulator dan promotor. Dengan kata lain, kepemilikan pemerintah
pada badan-badan usaha perlu dikurangi sampai pada posisi yang minoritas.
Pelepasan kepemilikan pemerintah tersebut lebih diprioritaskan untuk BUMN-
BUMN yang berada pada pasar kompetitif dan atau bukan melakukan tugas-
tugas pelayanan dasar yang penting (bukan public service obligations, PSO).
13 Basri, Faisal H., (2002), “Konsep Privatisasi”, makalah yang disampaikan dalam Seminar Terbatas: Privatisasi Ditinjau dari Aspek Ekonomi Makro, yang diselenggarakan oleh Kantor Badan Usaha Milik Negara, Graha sawala, Gedung Utama Departemen Keuangan, Jakarta, 21 Mei 2002. 14 Yasin, Mahmud (2002), “Restrukturisasi dan Privatisasi” pointers seminar/rapat koordinasi direksi/komisaris BUMN di Jakarta, 17 April 2002.
Analisis Privatisasi BUMN Dalam Rangka Pembiayaan APBN Syahrir Ika dan Agunan P. Samosir
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN, Vol. 6, No. 4 Desember 2002
16
3.2.2. Tujuan Privatisasi
a. Pengalaman Internasional
Pengalaman internasional memperlihatkan bahwa tujuan utama
privatisasi ada dua, yaitu: pertama, untuk mengurangi defisit fiskal dan atau
menutupi kewajiban-kewajiban (hutang-hutang) pemerintah yang jatuh
tempo, dan kedua, untuk mendorong kinerja ekonomi makro atau efisiensi
makro. Tujuan pertama umumnya diadopsi oleh negara-negara maju
(industri) dan tujuan kedua umumnya diadopsi oleh negara-negara
berkembang utamanya dalam kerangka tujuan jangka pendek
Negara-negara maju yang menggulirkan program privatisasi dengan
tujuan utama adalah efisiensi makroekonomi termasuk: Inggeris (1979,
1984, dan 1997); Perancis (1986, 1988, dan 1997); dan Jepang (1980, 1987,
dan 1988). State owned enterprises, SOEs, yang mereka privatisasi
umumnya dimulai dari sektor telekomunikasi: British Telcom (Inggeris);
French Telkom (Perancis); dan Nippon Telegraph and Telephone, NTT,
(Jepang). Sedangkan negara-negara berkembang yang mengadopsi program
privatisasi dengan tujuan utama untuk menutupi defisit fiskal dan atau untuk
menutupi kewajiban-kewajiban (hutang-hutang) pemerintah yang jatuh
tempo, termasuk: RRC (1999); Chile (Telefones de Chile) (1990); Mexico
(1982, 1992); Brazil (1998); Bolivia (1998); dan Afrika Selatan (1995). Lihat,
Megginson dan Netter (2001)15.
b. Privatisasi di Indonesia
Privatisasi di Indonesia pada prinsipnya tidak berbeda dengan
hakekat dan tujuan privatisasi secara internasional. Pengalaman-pengalaman
15 Megginson, William L. dan Netter, Jeffry M. “From State to Market: A Survey of Empirical Studies On Privatization,” Forthcoming, Journal of Economic Literature (June 2001), www. worldbank.org
Analisis Privatisasi BUMN Dalam Rangka Pembiayaan APBN Syahrir Ika dan Agunan P. Samosir
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN, Vol. 6, No. 4 Desember 2002
17
banyak negara berkembang yang terpaksa harus melakukan program
privatisasi untuk tujuan menutupi defisit fiskal dan kewajiban pemerintah
yang jatuh tempo juga terjadi di Indonesia dewasa ini. Walaupun demikian,
Indonesia dalam perspektif jangka panjangnya menetapkan bahwa tujuan
privatisasi adalah untuk tujuan efisiensi makroekonomi, yang sejalan dengan
prinsip yang diadopsi dari negara maju seperti Inggris, Perancis, dan Jepang,
yang sudah dipaparkan terdahulu. Hakekat dan tujuan Privatisasi di
Indonesia tersebut dapat dilihat di berbagai dokumen negara seperti pada
UU APBN 2001, UU APBN 2002, dan Keppres No. 7 tahun 2002 tentang
Kebijakan Privatisasi BUMN.
3.3. Metode dan Prosedur Privatisasi
Privatisasi BUMN dapat dilaksanakan dengan memilih strategi yang
paling cocok, sesuai dengan tujuan privatisasi, jenis BUMN, kondisi BUMN,
serta situasi sosial politik dari suatu negara. Beberapa strategi yang dapat
dipilih, antara lain public offering, private sale, new private investment, sale
of assets, fragmenta ion, managemen / employee buy out, kontrak
manajemen, kontrak/sewa aset, atau likuidasi.
t t
16
1. Public Offering
Pada strategi public offering, pemerintah menjual kepada publik
semua atau sebagian saham yang dimiliki atas BUMN tertentu kepada publik
melalui pasar modal. Umumnya, pemerintah hanya menjual sebagian dari
saham yang dimiliki atas BUMN tersebut. Strategi ini akan menghasilkan
suatu perusahaan yang dimiliki bersama antara pemerintah dan swasta.
Proporsi kepemilikan pemerintah atas BUMN ini akan menurun.
16 Nankani, Helen, “Techniques of Privatization of State-owned Enterprises”, The
International Bank for Reconstructive and Development / The World Bank, 1989
Analisis Privatisasi BUMN Dalam Rangka Pembiayaan APBN Syahrir Ika dan Agunan P. Samosir
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN, Vol. 6, No. 4 Desember 2002
18
Public offering ini cocok untuk memprivatisasi BUMN yang cukup
besar, memiliki potensi keuntungan yang memadai dalam waktu dekat dapat
direalisasi. BUMN harus bisa memberikan informasi lengkap tentang
keuangan, manajemen, dan informasi lainnya, yang diperlukan masyarakat
sebagai calon investor. Public offering ini akan dapat terealisasi apabila telah
tersedia pasar modal, atau suatu badan formal yang dibentuk dalam rangka
menginformasikan, menarik, dan menjaring publik. Di samping itu harus
cukup tersedia likuiditas di pasar modal tersebut. Metode public offering
telah dipilih dalam rangka privatisasi beberapa BUMN di Indonesia, antara
lain PT. Semen Gresik, PT. Indosat, PT. Timah, PT. Telkom, PT. Aneka
Tambang, dan Bank BNI.17
2. Private Sale
Pada strategi ini, pemerintah menjual semua atau sebagian saham
yang dimiliki atas BUMN tertentu kepada satu atau sekelompok investor
tertentu. Calon investor pada umumnya sudah diidentifikasi terlebih dulu,
sehingga pemerintah dapat memilih investor mana yang paling cocok untuk
dijadikan partner usahanya. Strategi private sale ini fleksibel, tidak harus
melalui pasar modal. Cocok untuk privatisasi BUMN yang memiliki kinerja
rendah, yang belum layak untuk melakukan public offering. BUMN ini
memerlukan investor yang memiliki usaha di bidang industri yang sama,
memiliki posisi keuangan yang kuat, dan memiliki kinerja dan teknologi yang
baik. Strategi ini juga cocok untuk negara-negara yang belum memiliki pasar
modal, atau belum memiliki badan formal yang mampu menjaring investor
17 Artjan, M. Faisal, “IPO Sebagai Alternatif Privatisasi BUMN”, Majalah Usahawan No.
02 Th. XXIX, Februari 2000
Analisis Privatisasi BUMN Dalam Rangka Pembiayaan APBN Syahrir Ika dan Agunan P. Samosir
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN, Vol. 6, No. 4 Desember 2002
19
publik. Metode private sale telah dipakai oleh Bangladesh untuk
memprivatisasi lebih dari 30 pabrik tekstil yang dimiliki oleh pemerintah.18
3. New Private Investment
New private investment dapat ditempuh oleh pemerintah apabila
pemerintah atau BUMN menghadapi keterbatasan untuk mengembangkan
usaha BUMN tersebut. Dalam hal ini, pemerintah tidak menjual saham yang
dimiliki atas BUMN, tetapi mengundang investor untuk menyertakan modal,
sehingga modal BUMN akan bertambah. Penambahan modal tersebut
sepenuhnya masuk ke BUMN, dan tidak ada dana yang diterima oleh
pemerintah secara langsung. Kebijakan ini akan menyebabkan proporsi
kepemilikan saham pemerintah atas BUMN tersebut menjadi berkurang.
New private investment cocok untuk mengembangkan BUMN, namun
BUMN mengalami kekurangan dana, misalnya dalam rangka meningkatkan
kapasitas produksi atau menyediakan infrastruktur dalam rangka
peningkatan produksi. Jadi, sasaran utamanya bukan untuk menjual BUMN.
Metode ini telah diimplementasikan oleh pemerintah Gambia untuk
memprivatisasi Senegambia Hotel, dan pemerintah Zambia untuk
memprivatisasi Zambia Breweries19
4. Sale of Assets
Pada strategi ini pemerintah tidak menjual saham yang dimiliki atas
saham BUMN tertentu, tetapi menjual aset BUMN secara langsung kepada
pihak swasta. Alternatif lain, pemerintah tidak menjual aset BUMN secara
langsung, tetapi menggunakannya sebagai kontribusi pemerintah dalam
pembentukan perusahaan baru, bekerjasama dengan pihak swasta. Dalam
18 Nankani, Helen, “Techniques of Privatization of State-owned Enterprises”, The International Bank for Reconstructive and Development / The World Bank, 1989 19 ibid
Analisis Privatisasi BUMN Dalam Rangka Pembiayaan APBN Syahrir Ika dan Agunan P. Samosir
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN, Vol. 6, No. 4 Desember 2002
20
memilih mitra usaha, tentunya pemerintah akan memilih pihak-pihak yang
telah dikenal sebelumnya.
Kebijakan penjualan aset ini lebih fleksibel dan lebih mudah
dilaksanakan, dibandingkan menjual perusahaan secara keseluruhan.
Kebiajakan ini cocok untuk dilaksanakan apabila menjual perusahaan secara
keseluruhan merupakan target yang sulit dicapai. Pemerintah dapat menjual
seluruh aset yang dimiliki BUMN, write off semua utang, dan melikuidasi
BUMN tersebut.
Metode sale of assets ini dipakai oleh pemerintah Australia pada
waktu memprivatisasi Bellconen Mall, pemerintah Togo pada waktu
memprivatisasi Sodeto, serta pemerintah Gabon pada waktu memprivatisasi
Societe de Bois Piza.20
5. Fragmentation
Dalam strategi fragmentation, BUMN direorganisasi atau dipecah-
pecah menjadi beberapa perusahaan, atau dibuat suatu holding company
dengan beberapa anak perusahaan. Salah satu atau beberapa anak cabang
kemudian dijual kepada pihak swasta. Kebijakan ini akan menghasilkan
beberapa pemilik baru atas satu BUMN, sehingga diharapkan dapat
menciptakan suasana bisnis yang lebih kompetitif. Strategi ini cocok untuk
menjual BUMN yang besar, dengan harga yang mahal. Karena mahalnya,
biasanya tidak banyak calon investor yan tertarik untuk membeli. Dengan
dipecah-pecah, harganya menjadi lebih murah, dan alternatif untuk seorang
investor menjadi lebih banyak. Ia dapat memilih bagian mana yang paling
menarik untuk dibeli.
Suatu BUMN yang besar dapat menjadi perusahaan monopoli.
Dengan dipecah-pecah, BUMN bisa menjadi beberapa perusahaan yang
20 Nankani, Helen, “Techniques of Privatization of State-owned Enterprises”, The International Bank for Reconstructive and Development / The World Bank, 1989
Analisis Privatisasi BUMN Dalam Rangka Pembiayaan APBN Syahrir Ika dan Agunan P. Samosir
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN, Vol. 6, No. 4 Desember 2002
21
saling bersinergi, dan dapat menimbulkan suatu persaingan yang sehat.
Indonesia telah menerapkan metode fragmenta ion pada saat memprivatisasi
PT. Krakatau Steel. Metode ini juga telah dipakai oleh pemerintah Singapura
pada saat memprivatisasi Port of Singapore, dan pemerintah Malaysia pada
saat memprivatisasi Port Kelong.
t
t
21
6. Management/Employee Buy Out
Pada strategi ini, Pemerintah mengalokasikan sejumlah saham untuk
dibeli oleh para manajer dan karyawan BUMN, atau koperasi karyawan
BUMN. Strategi ini cocok untuk transfer kepemilikan BUMN dari pemerintah
kepada para manajer dan karyawan BUMN. Dengan memiliki saham, para
manajer dan karyawan BUMN diharapkan akan bekerja lebih serius, sehingga
kinerja BUMN akan meningkat. Strategi ini juga cocok untuk BUMN yang
akan diprivatisasi, namun belum layak untuk melakukan publik offering
karena kinerjanya yang kurang baik. Daripada BUMN dilikuidasi, maka
strategi ini merupakan alternatif yang lebih baik. Strategi
Managemen /employee buy out dipilih oleh pemerintah Iceland untuk
memprivatisasi Icelandair. Pemerintah Inggris juga menerapkan metode
yang sama untuk memprivatisasi National Bus Company dan British Ship
Builder.22
7. Kontrak manajemen
Dalam strategi kontrak manajemen, pemerintah mengundang
perusahaan swasta untuk "mengelola" BUMN selama periode tertentu,
dengan memberikan imbalan tertentu (dituangkan dalam kontrak
kerjasama). Perusahaan tersebut harus bergerak dibidang yang sama,
21 ibid 22 Nankani, Helen, “Techniques of Privatization of State-owned Enterprises”, The International Bank for Reconstructive and Development / The World Bank, 1989
Analisis Privatisasi BUMN Dalam Rangka Pembiayaan APBN Syahrir Ika dan Agunan P. Samosir
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN, Vol. 6, No. 4 Desember 2002
22
memiliki pengalaman yang cukup, memiliki teknologi dan sumber daya
manusia yang lebih baik. Strategi kontrak manajemen dimaksudkan untuk
(1) meningkatkan kinerja BUMN, melalui peningkatan efisiensi dan atau
efektifitas penggunaan aset BUMN, (2) memperoleh keuntungan yang
optimal, (3) transfer manajemen, budaya kerja, skill, dan teknologi. Tidak
ada transfer kepemilikan dalam strategi ini. Privatisasi yang dilakukan hanya
bersifat privatisasi pengelolaan, bukan privatisasi kepemilikan. Strategi
kontrak manajemen dapat dipakai sebagai strategi antara sebelum privatisasi
kepemimpinan dilaksanakan. Kontrak manajemen merupakan strategi yang
baik apabila kondisi BUMN belum layak untuk dijual. Strategi ini dapat
dipakai untuk meningkatkan kinerja BUMN, baik untuk BUMN yang
memberikan pelayanan umum kepada masyarakat, maupun BUMN yang
akan diprivatisasi kepemilikannya.
Pemerintah Malaysia menerapkan metode kontrak manajemen dalam
rangka privatisasi North Kelong Bypass dan Labuan Water Supply.
Pemerintah Srilanka menerapkan metode yang sama dalam rangka
memprivatisasi Airlanka dan Sugar Corporation. Sementara itu, pemerintah
Fiji juga menerapkan metode ini dalam rangka privatisasi Air Pacific.23
8. Kontrak/sewa aset
Kontrak/sewa aset adalah strategi di mana pemerintah mengundang
perusahaan swasta untuk menyewa aset atau fasilitas yang dimiliki BUMN
selama periode tertentu. Pemerintah/BUMN dengan segera akan
mendapatkan uang sewa dari perusahaan penyewa, tanpa melihat apakah
perusahaan tersebut memperoleh keuntungan atau tidak. Perusahaan
penyewa berkewajiban untuk memelihara aset atau fasilitas yang disewanya.
Aset atau fasilitas yang disewa bisa termasuk SDM yang mengelola fasilitas
23 ibid
Analisis Privatisasi BUMN Dalam Rangka Pembiayaan APBN Syahrir Ika dan Agunan P. Samosir
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN, Vol. 6, No. 4 Desember 2002
23
atau aset tersebut. Strategi ini cocok untuk meningkatkan return on assets
(ROA), sehingga aset BUMN bisa dimanfaatkan secara optimal.
PT. Tambang Timah (Indonesia) telah menerapkan metode ini.
Demikian pula Port Kelang dan National Park Facilities dari Malaysia, serta
Port of Singapore dari Singapura. BUMN-BUMN tersebut telah menyewakan
asset yang dimiliki dalam rangka meningkatkan ROA.24
9. Likuidasi
Likuidasi merupakan alternatif terakhir yang dapat dilakukan
pemerintah terhadap BUMN. Alternatif ini dapat dipilih apabila BUMN
tersebut adalah BUMN komersial, bukan BUMN public utilities atau
memberikan public services, tetapi dalam kenyataannya tidak pernah
mendapatkan keuntungan dan selalu menjadi beban negara.
10. Initial Public Offering (IPO)
Initial Public offering merupakan strategi privatisasi BUMN dengan
cara menjual sebagian saham yang dikuasai pemerintah kepada investor
publik untuk yang pertama kalinya. Artinya, saham BUMN tersebut belum
pernah dijual melalui pasar modal pada waktu sebelumnya. Metode IPO
dapat menghasilkan dana segar dalam jumlah yang besar bagi pemerintah,
tanpa harus kehilangan kendali atas BUMN tersebut. Investor publik pada
umumnya membeli saham untuk tujuan investasi, dengan persentase
kepemilikan yang relatif kecil. Pada umumnya mereka tidak bermaksud untuk
ikut serta dalam kegiatan operasional perusahaan. Dengan demikian IPO ini
cocok untuk dipilih apabila nilai saham yang akan diprivatisasi jumlahnya
cukup besar, BUMN memiliki kondisi keuangan yang baik, memiliki kinerja
24 Nankani, Helen, “Techniques of Privatization of State-owned Enterprises”, The International Bank for Reconstructive and Development / The World Bank, 1989
Analisis Privatisasi BUMN Dalam Rangka Pembiayaan APBN Syahrir Ika dan Agunan P. Samosir
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN, Vol. 6, No. 4 Desember 2002
24
manajemen yang baik, tersedia cukup waktu untuk melaksanakan IPO, serta
cukup tersedia likuiditas dana di pasar modal.
11. Right Issue (RI)
Right Issue adalah strategi privatisasi BUMN dengan cara menjual
sebagian saham yang dikuasai pemerintah kepada publik, di mana BUMN
tersebut telah melakukan penjualan saham melalui pasar modal pada waktu
sebelumnya. Pada dasarnya metode Right Issue tidak jauh berbeda dengan
metode Ini ial Public Offering. Metode Right Issue tidak menyebabkan
pemerintah, apabila masih menjadi pemegang saham mayoritas, kehilangan
kendali atas BUMN yang diprivatisasi.
t
r t r t t
t
Right issue cocok untuk dipilih apabila nilai saham yang akan
diprivatisasi jumlahnya cukup besar, BUMN pernah melakukan penawaran
saham melalui IPO, memiliki kondisi keuangan yang baik, memiliki kinerja
manajemen yang baik, tersedia cukup waktu untuk melaksanakan IPO, serta
tersedia likuiditas dana di pasar modal.
12. Strategic Sale (SS)
Strategic Sale merupakan strategi privatisasi untuk menjual saham
BUMN yang dikuasai pemerintah kepada investor tunggal, atau sekelompok
investor tertentu. Beberapa metode yang termasuk dalam kelompok strategic
sale, antara lain strategi p iva e sale, new p iva e investmen ,
managemen /employee buy out, dan frangmentation. Pada dasarnya,
strategic sale dimaksudkan untuk mendatangkan dan melibatkan investor
baru dalam pengelolaan BUMN. Disamping membawa dana segar,
diharapkan investor baru juga membawa sesuatu yang strategis untuk
meningkatkan kinerja BUMN, misalnya teknologi baru, budaya dan metode
kerja yang efektif dan efisien, perluasan penguasaan pasar, dsb. Dengan
demikian, pemilihan investor baru harus dilakukan dengan selektif, dikaitkan
Analisis Privatisasi BUMN Dalam Rangka Pembiayaan APBN Syahrir Ika dan Agunan P. Samosir
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN, Vol. 6, No. 4 Desember 2002
25
dengan permasalahan BUMN yang diprivatisasi. Strategic sale merupakan
pilihan yang baik, apabila BUMN yang diprivatisasi memiliki kinerja yang
kurang baik, atau memiliki kondisi keuangan yang kurang sehat. Strategi ini
dapat dilaksanakan dalam tempo yang relatif lebih cepat, dengan biaya yang
lebih kecil dibandingkan strategi penjualan saham kepada publik, sehingga
cocok untuk diimplementasikan apabila waktu yang diperlukan untuk
privatisasi sangat terbatas atau nilai saham yang diprivatisasi kecil. Strategic
sale juga merupakan pilihan yang baik apabila likuiditas pasar modal kurang
memadai.
13. Other Private Offering
Other private offering merupakan strategi privatisasi dengan target
individual investor atau sekelompok investor tertentu, melalui strategi selain
yang disebutkan dalam metode strategic sale. Beberapa metode yang dapat
diterapkan dalam strategi ini antara lain metode sale of assets, management
con ract, sewa asset, dan likuidasi. Metode ini pada dasarnya tidak
dimaksudkan untuk menjual saham BUMN yang dikuasai oleh pemerintah,
melainkan untuk mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya BUMN yang
dinilai masih di bawah standar.
t
IV. Hasil Studi Lapang
4.1. Peluang Privatisasi 7 BUMN Sampel
Dalam penelitian ini, ada tujuh BUMN yang dipilih sebagai sampel
untuk mengkaji apakah BUMN-BUMN tersebut memiliki peluang yang cukup
besar untuk mengikuti program privatisasi dan memberikan hasil yang
signifikan. Ketujuh BUMN tersebut adalah PT Kertas Padalarang, PT
Primissima, PT IGLAS, PT Cipta Niaga, PT Angkasa Pura I, PT Yodyakarya,
dan PT Indrakarya. Berdasarkan hasil kajian terhadap laporan tahunan tiga
tahun terakhir diperoleh gambaran sebagai berikut:
Analisis Privatisasi BUMN Dalam Rangka Pembiayaan APBN Syahrir Ika dan Agunan P. Samosir
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN, Vol. 6, No. 4 Desember 2002
26
1. Rata-rata kontribusi saham pemerintah pada BUMN berkisar antara 48%
hingga 100%. Lebih dari 60% BUMN responden kontribusi saham
pemerintahnya mencapai 100%. Artinya bila dilihat dari porsi kemeplikan
saham pada BUMN, maka ada peluang yang relatif besar bagi pemerintah
untuk melakukan privatisasi dengan melepaskan kepemilikan terutama
pada BUMN-BUMN yang keseluruhan modalnya merupakan modal
pemerintah.
2. Nilai ekuitas dari ke 7 BUMN responden tersebut ternyata relatif kecil
(dibawah Rp 60 miliar) bahkan 28% BUMN mempunyai nilai ekuitas
kurang dari Rp 10 milyar dan hanya 14 % BUMN yang mempunyai nilai
ekuitas lebih dari Rp 1 trilyun. Data ini memberikan gambaran bahwa
apabila concern pemerintah dalam kebijakan privatisasi hanya
dimaksudkan untuk menutup defisit APBN maka jumlah BUMN yang bisa
diprivatisasikan relatif sedikit, hanya sekitar 14 %.
3. Dari segi pendapatan bersih BUMN, laba sebelum pajak (EBT) ketujuh
BUMN responden tersebut relatif kecil, dimana sekitar 77 persen BUMN
tersebut memiliki EBT kurang dari Rp 20 miliar dan hanya 1 dari 7 BUMN
(14%) yang memiliki EBT diatas Rp500 milyar, walaupun semua BUMN
tersebut (100%) dalam kondisi sehat.
4. Dari 7 BUMN tersebut , hanya 5 BUMN (71%) yang tidak memiliki
rencana untuk melakukan ekspansi, karena itu BUMN-BUMN ini belum
merencanakan untuk go public. Walaupun 2 diantara BUMN tersebut
memiliki rencana ekspansi akan tetapi tidak memiliki rencana untuk
privatisasi. Dengan demikian apabila dalam mengambil kebijakan
privatisasi, pemerintah tetap mempertimbangkan pengamanan rencana
ekspansi perseroan, maka peluang privatisasi hanya sekitar 29% ( 2 dari
7 BUMN). Sebaliknya bila pemerintah memaksa BUMN untuk
diprivatisasikan maka potensi konflik manajemennya diperkirakan cukup
Analisis Privatisasi BUMN Dalam Rangka Pembiayaan APBN Syahrir Ika dan Agunan P. Samosir
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN, Vol. 6, No. 4 Desember 2002
27
tinggi (sekitar 71%) yang bisa jadi menghambat pelaksanaan privatisasi
BUMN.
5. Dari pertimbangan-pertimbangan tesebut pada butir 1 s.d 4 di atas,
maka pilihan metode privatisasi ketujuh BUMN tersebut adalah sebagai
berikut:
Tabel 4.1. menunjukkan bahwa pendekatan dalam menentukan
metode privatisasi yang dilakukan Kantor Meneg BUMN dan penelitian ini
berbeda akan tetapi hasilnya hampir sama (khususnya dalam memilih
metode SS). Hasil penelitian menunjukkan tidak ada pilihan metode IPO
untuk 7 BUMN. Berbeda dengan hasil penelitian ini, Kantor Meneg BUMN
memilih 2 (dua) BUMN yaitu PT Cipta Niaga dan PT Angkasa Pura I bisa
melakukan SS atau IPO. Koreksi metode hasil penelitian terhadap kedua
BUMN tersebut adalah pilihan metode IPO tidak memiliki arguman yang
mendasar, karena pada PT Cipta Niaga, nilai peluang privatisasinya relatif
kecil, sementara PT Angkasa Pura I walaupun peluang privatisasinya besar
akan tetapi metode privatisasi yang lebih tepat adalah SS atau metode
lainnya (others), bukan IPO karena beberapa persyaratan go public belum
terpenuhi.
Tabel 4.1 Peluang Privatisasi 7 BUMN Sampel
Nama BUMN MP yang dipilih
Pemerintah saat iniMP yang Ideal Ukuran Peluang
Privatisasi PT Kertas Padalarang
SS SS/OTH Kecil
PT Primissima SS SS/OTH Kecil PT IGLAS SS SS/OTH Kecil PT Cipta Niaga SS/IPO SS/OTH Kecil PT Angkasa Pura I SS/IPO SS/OTH Kecil PT Yodyakarya SS/EMBO SS/OTH Kecil PT Indrakarya SS/EMBO SS/OTH Kecil Keterangan : MP = Metode Privatisasi SS = Strategic Sale, OTH = Others (Non Strategic Sale dan Non Public Offering) IPO = Initial Public Offering, EMBO = Employee Buy Out
Analisis Privatisasi BUMN Dalam Rangka Pembiayaan APBN Syahrir Ika dan Agunan P. Samosir
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN, Vol. 6, No. 4 Desember 2002
28
4.2 Skala Prioritas dan Estimasi Nilai Privatisasi BUMN
4.2.1 Pendekatan Makro
1. Perkiraan Angka Privatisasi untuk APBN 2003
Dalam propenas telah ditetapkan angka perkiraan anggaran negara
hingga tahun anggaran 2005, dimana perkiraan tersebut masih berupa
persentase terhadap PDB. Pada tahun anggaran 2003, pembiayaan defisit
yang berasal dari dalam negeri yaitu dari privatisasi BUMN diperkirakan
sebesar 0,4% dari PDB, lebih rendah dari perkiraan yang ditetapkan dalam
APBN 2002 (0,2% terhadap PDB) .
Untuk mengetahui perkiraan angka nominal hasil privatisasi untuk
membiayai defisit APBN 2003, maka dibutuhkan angka absolut perkiraan PDB
tahun tersebut. Untuk mengetahui angka absolut perkiraan PDB Tahun 2003
telah dilakukan analisis terhadap data perkembangan PDB nominal sejak
tahun 1999-2001. Dari hasil analisis, terlihat bahwa rata-rata kenaikan PDB
selama 3 tahun tersebut adalah sebesar 10 – 15 persen. Dengan angka
pertumbuhan tersebut, maka diperkirakan angka PDB tahun 2003 berada
pada kisaran Rp1.853,9 trilyun – Rp1938,2 trilyun (naik sebesar 10-15% dari
PDB 2002) sebagaimana ditunjukkan dalam Tabel 4.2. di bawah ini.
Tabel 4.2
PDB Tahun 1999-2000 dan Perkiraan PDB Tahun 2003 (miliar rupiah)
Tahun PDB 1999 1.099.731,6 2000 1.282.017,6 2001 1.468.100,0 2002 1.685.378,0
2003* 1.853.915,8 2003** 1.938.184,7
* Diperkirakan naik 10% dari tahun 2002 ** Diperkirakan naik 15% dari tahun 2002
Analisis Privatisasi BUMN Dalam Rangka Pembiayaan APBN Syahrir Ika dan Agunan P. Samosir
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN, Vol. 6, No. 4 Desember 2002
29
2. Perkiraan Angka Privatisasi Untuk APBN 2003 Berdasarkan
Propenas
Jika diasumsikan pertumbuhan PDB naik sekitar 10% per tahun atau
diperkirakan menjadi Rp1.853.915,8 milyar pada tahun 2003, sedangkan
proyeksi Propenas terhadap angka privatisasi sekitar 0,4% terhadap PDB,
maka angka privatisasi diperkirakan sebesar Rp7.415,7 milyar (lihat tabel
4.3.).
Tabel 4.3 Proyeksi Pembiayaan Defisit Anggaran Berdasarkan Propenas
Tahun 2003-2005 (% PDB)
Proyeksi Uraian 2003 2004 2005
Pembiayaan 1. Dalam Negeri
- Perbankan - Non Perbankan - Penjualan asset perbankan - Privatisasi - Penerbitan obligasi - Amortisasi
2. Luar Negeri (netto) - Perbankan - Non Perbankan
1,8 2,1
- 2,1 2,4 0,4
- (0,7) (0,3)
1,7 (2,0)
0,4 0,8
- 0,8 1,7 0,3
- (1,2) (0,5)
1,4 (1,8)
(1,2) (0,6)
- (0,6)
- 0,3
- (1,0) (0,5)
1,1 (1,7)
Tabel 4.4
Hasil Privatisasi Tahun 2000-2002 dan Perkiraan Tahun 2003 (miliar rupiah)
Tahun Hasil Privatisasi 20001) - 20012) 3.465,0 20023) 3.952,2 20034) 7.415,7
Ket: 1) Angka PAN, 2) Angka realisasi APBN-P 3) APBN, 4) Berdasarkan proyeksi Propenas dan asumsi
pertumbuhan PDB Tahun 2003 naik 10% dari tahun 2002
Dengan menggunakan perkiraan prosentase angka PDB nominal
tahun 2003 sebesar 15% per tahun (Rp1.938.184,7 milyar) dan berdasarkan
Analisis Privatisasi BUMN Dalam Rangka Pembiayaan APBN Syahrir Ika dan Agunan P. Samosir
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN, Vol. 6, No. 4 Desember 2002
30
proyeksi propenas terhadap angka privatisasi sebesar 0,4% terhadap PDB,
maka besarnya angka privatisasi berada pada kisaran Rp7.752,7 milyar (lihat
tabel 4.5.).
Tabel 4.5 Hasil Privatisasi Tahun 2000-2002 dan Perkiraan Tahun 2003
(miliar rupiah) Tahun Hasil Privatisasi 20001) - 20012) 3.465,0 20023) 3.952,2 20034) 7.752,7
Ket: 1) Angka PAN, 2) Angka realisasi APBN-P 3) APBN, 4) Berdasarkan proyeksi Propenas dan asumsi
pertumbuhan PDB Tahun 2003 naik 15% dari tahun 2002
Tabel 4.6 Perkembangan Persentase Privatisasi BUMN terhadap PDB
Tahun % tehadap PDB Jumlah
(Milyar Rp) 20001) 0.5 6.500,0 20012) 0.5 6.500,0 20023) 0.2 3.952,2 20034) 0.2 3.876,4 20035) 0.2 3.707,8 Ket: 1) APBN , 2) APBN, 3) APBN 4) Proyeksi berdasarkan PDB Nominal (Rp1.938.184,7/naik
15% dari PDB tahun 2002), 5) Proyeksi berdasarkan PDB Nominal (Rp1.853.915,8/naik 10% dari PDB tahun 2002)
3. Perkiraan Privatisasi APBN 2003 Berdasarkan Berdasarkan
Persentase BUMN
Diasumsikan Privatisasi BUMN terhadap PDB pada tahun 2002
sebesar 0,2%, dengan menggunakan angka pertumbuhan PDB nominal
Rp1.938,18 trilyun (naik 15% dari PDB tahun 2002) dan angka privatisasi
Analisis Privatisasi BUMN Dalam Rangka Pembiayaan APBN Syahrir Ika dan Agunan P. Samosir
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN, Vol. 6, No. 4 Desember 2002
31
sebagai salah satu sumber pembiayaan berada dikisaran Rp3.876,4 milyar.
Sedangkan, menggunakan angka pertumbuhan PDB nominal Rp1.853,92
trilyun (naik 10% dari PDB tahun 2002), angka privatisasi sebagai salah satu
sumber pembiayaan berada dikisaran Rp3.707,8 milyar.
4. Realisasi Hasil Privatisasi BUMN
Realisasi hasil privatisasi BUMN dipengaruhi beberapa faktor
diantaranya adalah; kondusif tidaknya pasar modal domestik dan
internasional untuk melakukan initial public offering (IPO), persepsi pemodal
internasional mengenai risiko negara (country risk), tuntutan masyarakat
dalam kaitannya dengan otonomi daerah yang dapat mengganggu program
privatisasi terhadap BUMN yang berlokasi di daerah tertentu, masalah
internal BUMN, kecenderungan investor untuk mengejar saham BUMN yang
mempunyai prospek cerah, serta kestabilan perekonomian dalam negeri.
Faktor lain yang turut mempengaruhi pencapaian realisasi privatisasi BUMN
adalah perkembangan situasi politik dan keamanan, perubahan tuntutan
masyarakat terhadap reformasi, serta kurang cepatnya melakukan
penawaran di pasar, karena BUMN yang akan diprivatisasi harus
direstrukturisasi terlebih dahulu, sehingga proses privatisasi mengalami
kelambatan.
Pada TA 1998/1999 pembiayaan anggaran yang bersumber dari
privatisasi BUMN ditargetkan sebesar Rp15.000 milyar, dari target tersebut
yang dapat direalisasikan hanya sebesar Rp1.634 milyar atau dengan nilai
capaian sebesar 10,89%. Rendahnya realisasi privatisasi BUMN pada tahun
1998/1999 tersebut mengakibatkan pemerintah menurunkan target
privatisasi BUMN untuk TA 1999/2000 menjadi sebesar Rp13.000 milyar,
namun dalam pelaksanaannya yang dapat terealisir hanya sebesar Rp3.727,2
milyar atau dengan nilai capaian sebesar 28,67 persen.
Analisis Privatisasi BUMN Dalam Rangka Pembiayaan APBN Syahrir Ika dan Agunan P. Samosir
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN, Vol. 6, No. 4 Desember 2002
32
Pada tahun anggaran 2000, target privatisasi BUMN turun sebesar
50% dari target tahun 1999/2000, menjadi Rp6.500 milyar. Dari target
tersebut, tidak diperoleh realisasi. Sementara dalam APBN 2001, sumber
pembiayaan dalam negeri melalui privatisasi BUMN ditargetkan sebesar
Rp6,5 triliun (0,4% dari PDB), sampai dengan 31 Desember 2001 realiasasi
privatisasi BUMN untuk TA 2001 sebesar Rp3,465 triliun atau 53,3% dari
target yang ditetapkan. Untuk APBN 2002, target privatisasi BUMN
ditetapkan sebesar Rp3,952 trilyun (0,2% dari PDB).
Secara rerata, realisasi privatisasi BUMN dari tahun anggaran
1998/1999 sampai dengan 2001 sebesar 23,22%, dengan rerata penerimaan
sebesar Rp2.206,55 milyar. Apabila dilihat dari pertumbuhan target yang
telah ditetapkan dari tahun anggaran 1998/1999 sampai dengan TA 2002,
diperoleh rata-rata pertumbuhan yang negatif sebesar 25,6%. Dari dua
indikator tersebut dapat dilihat bahwa dalam kurun waktu TA 1998/1999
sampai dengan TA 2002, target privatisasi yang ditetapkan dalam APBN
terlalu optimis. Target tersebut dari tahun ke tahun telah disesuaikan,
sehingga nilai capaian target menunjukkan trend yang membaik, kecuali
pada TA 2000. Salah satu yang perlu mendapat perhatian untuk
meningkatkan capaian target privatisasi adalah menentukan skala prioritas
BUMN yang akan diprivatisasi dengan mempertimbangkan kondisi pasar
(demand) dan kondisi kesehatan BUMN itu sendiri (supply).
Tabel 4.7 Target dan Realisasi Penerimaan Privatisasi BUMN
(Rp. Miliar) TA Target
(APBN) Pertumbuhan Realiasasi Capaian Target
(%) 98/99 15.000 1.634 10,89 99/00 13.000 -13,3% 3.727,2 28,67 2000 6.500 -50,0% 0 0 2001 6.500 0,0% 3.465 53,31 2002 3.952,2 -39,2% *) Rerata -25,6% 2.206,55 23,2% Sumber : NK 2001 & PSPK * ) = sampai dengan April 2002, data belum tersedia
Analisis Privatisasi BUMN Dalam Rangka Pembiayaan APBN Syahrir Ika dan Agunan P. Samosir
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN, Vol. 6, No. 4 Desember 2002
33
4.2.2 Pendekatan Mikro
Dengan menggunakan pendekatan di atas, maka berikut ini akan
ditunjukkan hasil perhitungannya. Estimasi privatisasi BUMN dilakukan
terhadap 145 BUMN pada meliputi bidang-bidang usaha sebagaimana
ditunjukkan dalam Tabel 4.8. di bawah ini:
1. Pendekatan Indeks Karateristik Industri
Apakah profitabilitas BUMN signifikan dilihat dari sisi karakteristik
Industri ? Data diatas menunjukkan bahwa berdasarkan skor karakteristik
industri berada pada kisaran 2 hingga 4 atau rata-rata 3.54. Nilai
karakteristik industri 1 berarti industri bersifat public utulities level tinggi,
dimana pemerintah masih memandang perlu untuk menguasai seluruh
saham perusahaan-perusahaan yang berada di Industri ini mengingat adanya
keharusan untuk melindungi kepentingan umum masyarakat.
Karena profitabilitas pelepasan saham sangat kecil bahkan bisa
mencapai nol persen, sementara nilai karakteristik industri yang berada pada
kisaran 2 menunjukkan industri tersebut bersifat public utilities level sedang,
dimana walaupun secara umum ada kecenderungan pemerintah masih ingin
menguasai saham pada BUMN tersebut tetapi pemerintah menyadari bahwa
pelepasan sebagian kecil saham pemerintah merupakan langkah yang paling
tepat. Karakteristik industri = 3 menunjukkan industri tersebut bersifat
oligopoli, dimana perusahaan-perusahaan yang berada di Industri ini
memiliki peluang yang moderat untuk dilakukan pelepasan saham ke publik.
Sedangkan nilai karakteristik industri 4 berarti industri tersebut bersifat
sangat kompetitif, dimana perusahaan yang berada di industri ini memiliki
probabilitas yang paling tinggi bagi pemerintah untuk melepaskan sahamnya
ke publik.
Dengan demikian bila rata-rata karakeristik industri dari 145 BUMN
tersebut berada pada posisi 3 54 atau mendekati 4 maka indeks ini
menunjukkan bahwa karakteristik industri dari sebagian besar BUMN bersifa
.
t
Analisis Privatisasi BUMN Dalam Rangka Pembiayaan APBN Syahrir Ika dan Agunan P. Samosir
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN, Vol. 6, No. 4 Desember 2002
34
kompetitif. Dari 35 sektor usaha BUMN terdapat sekitar 25 sektor (71.43%)
merupakan industri yang sangat kompetitif, 6 sektor (17.14%) merupakan
industri Oligopoli dan 4 sektor (11.43%) merupakan public utilities sedang,
dan tidak satupun industri yang tergantung public utilities tinggi (lihat tabel
4.8.)
Tabel 4.8
Nilai Karakteristik Industri dan Profitabilitas BUMN
No Bidang Usaha Jumlah BUMN
Karakteristik Industri *)
Rata-rata Profitabilitas
ROA ROE1 Perbankan 5 3 1.77 19.672 Asuransi 9 4 6.71 25.643 Jasa Pembiayaan 6 4 (23.78) (32.03)4 Jasa Konstruksi 9 4 1.51 1.885 Konsultan Konstruksi 7 4 7.34 22.116 Jasa Penilai 6 2 5.92 4.837 Jasa lainnya 2 4 14.54 15.768 Pelabuhan 4 2 15.34 20.579 Pelayanan 4 2 4.76 10.5110 Kebandar-udaraan 2 3 13.58 20.2711 Angkutan Darat 3 4 10.39 (57.44)12 Logistik 3 4 5.17 4.2713 Perdagangan 5 4 5.93 16.6514 Pengerukan 1 4 (10.55) (14.11)15 Industri Informasi 3 4 25.53 37.5716 Pariwisata 3 4 13.07 19.8417 Kawasan Industri 7 3 14.42 16.5318 Usaha Penerbangan 2 4 (3.93) 5.3719 Dok & Perkapalan 4 4 6.19 (103.96)20 Perkebunan 15 4 2.87 2.5721 Pertanian 2 4 (0.85) (5.00)22 Perikanan 4 4 (8.13) 9.5223 Pupuk 2 3 6.84 13.2024 Kehutanan 6 3 (1.63) (3.44)25 Kertas 2 4 7.67 (26.51)26 Percetakan & Penerbitan 4 4 5.52 9.6427 Pertambangan 2 4 10.86 15.3428 Energi 4 4 5.73 21.6529 Industri Basis Teknologi 5 3 0.21 4.7530 Baja 3 4 (26.31) (58.83)
Analisis Privatisasi BUMN Dalam Rangka Pembiayaan APBN Syahrir Ika dan Agunan P. Samosir
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN, Vol. 6, No. 4 Desember 2002
35
Lanjutan Tabel 4.8 Nilai Karakteristik Industri dan Profitabilitas BUMN
No Bidang Usaha Jumlah
BUMN Karakteristik Industri *)
Rata-rata Profitabilitas
31 Telekomunikasi 3 2 8.75 32.1232 Industri Pertahanan 2 4 8.93 21.9333 Semen 3 4 2.96 8.8134 Industri Sandang 2 4 8.69 20.6535 Aneka Industri 3 4 10.56 105.18
Jumlah 145 Sumber: Kantor Meneg BUMN, 2001, diolah. *) 1 = public utilities level tinggi, 2 = public utilities level sedang 3 = Oligopoli, 4 = sangat kompetitif
Apabila skenario pelepasan saham menggunakan pendekatan nilai
karakteristik industri, maka nilai peluang pelepasan saham yang optimis
adalah 71.43% dan pesimis sebesar 28.57%, dan pemerintah bersungguh-
sungguh untuk melakukan privatisasi, maka dengan asumsi faktor-faktor
eksternal konstan, peluang keberhasilan privatisasi bisa dinilai “cukup tinggi”.
Tabel 4.9 Peluang Privatisasi berdasarkan Indeks Nilai Karakteristik Industri
NKI Posisi
Persaingan Peluang
Pelepasan Saham
Jumlah Sektor
% Peluang Privatisasi
4 Sangat Kompetitif
Sangat Tinggi 25 71.43 tinggi
3 Oligopoli Tinggi 6 17.14 Rendah 2 Public Utilities
Sedang Rendah 4 11.43 Rendah
1 Puiblic utilities tinggi
Sangat Rendah 0
0
0
N.K.I = Nilai Karakteristik Industri Sumber : Hasil Analisis
Analisis Privatisasi BUMN Dalam Rangka Pembiayaan APBN Syahrir Ika dan Agunan P. Samosir
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN, Vol. 6, No. 4 Desember 2002
36
2. Pendekatan Indeks Profitabilitas
Berapa banyak BUMN yang memiliki peluang besar untuk dilakukan
privatisasi? Tabel 4.10. di bawah ini memberikan penjelasan terhadap
pertanyaan tersebut. Indikator yang dipakai adalah indeks profitabilitas, yang
ditransformasi kedalam bentuk skor mulai dari sangat sehat (skor = 4))
hingga sehat (skor = 3), kurang sehat (skor = 2) dan tidak sehat (skor = 1).
Berdasarkan skala tersebut maka nilai skor profitabilitas BUMN dapat dilihat
pada tabel D-11 dan rinciannya dapat dilihat dari lampiran.
Tabel 4.10. menunjukkan bahwa apabila menggunakan pendekatan
profitabilitas (ROA & ROE) maka sebagian besar BUMN memiliki ROE dan
ROA yang tidak sehat dan kurang sehat, masing-masing untuk 80 BUMN
dan 15 BUMN untuk ROA serta 70 BUMN dan 23 BUMN untuk ROE.
Sementara jumlah BUMN yang sehat dan sangat sehat masing-masing 21
BUMN dan 29 BUMN untuk ROA serta 23 BUMN dan 29 BUMN untuk ROE.
Dengan demikian terdapat sekitar 38-42 BUMN yang sanga sehat dan sehat
yang dapat diprioritaskan pemerintah untuk diprivatisasikan karena memiliki
skor profitabilitasnya tinggi yang diharapkan dapat menjadi daya tarik
investor.
t
Tabel 4.10 Skor Profitabilitas BUMN
ROA ROE
Tingkat Kesehatan Skor Jumlah BUMN Skor Jumlah BUMN Tidak sehat 0 80 0 70
1 8 1 8 Kurang sehat 2 7 2 15 3 8 3 14 Sehat 4 13 4 9
Sangat sehat 5 29 5 29
Analisis Privatisasi BUMN Dalam Rangka Pembiayaan APBN Syahrir Ika dan Agunan P. Samosir
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN, Vol. 6, No. 4 Desember 2002
37
3. Pendekatan Gabungan: Karakteristik Industri + Profitabilitas
Dari dua pendekatan ini, yaitu skor industri dan skor profitabilitas, menunjukkan adanya perbedaan dalam menentukan jumlah BUMN yang menduduki prioritas tinggi untuk diprivatisasikan sehingga untuk meminimalkan varians tersebut diperlukan suatu pendekatan gabungan antara skor karakteristik Industri dan skor profitabilitas. Berdasarkan pendekatan ini maka skala prioritas BUMN yang akan diprioritaskan ditunjukkan dalam Tabel 4.11. di bawah ini :
Tabel 4.11
Skala Prioritas Privatisasi BUMN
Distribusi Skala Nilai Prioritas Jumlah BUMN 80-100 Pertama 25 60-79 Kedua 37 40-59 Ketiga 66 20-39 Keempat 17
Sumber : Hasil Analisis, diolah.
Tabel 4.12. Skala Prioritas Privatisasi BUMN berdasarkan
Distribusi Saham Pemerintah
No Distribusi Saham Pemerintah
Skala Prioritas Jumlah BUMN
1 80-100 Pertama 25 2 60-79 Kedua 39 3 40-59 Ketiga 62 4 < 39 Keempat 19
Sumber : Hasil Analisis, diolah.
Apabila privatisasi BUMN dilakukan dengan mempertimbangkan porsi
kepemilikan saham pemerintah, maka jumlah BUMN yang berpeluang
diprivatisasi menurut peringkat peluang sedikit berbeda dengan pendekatan
di atas (lihat Tabel 4.12.). Tabel tersebut dapat dilihat bahwa skala prioritas I
(tinggi) meliputi 25 BUMN dan skala prioritas II (sedang) meliputi 39 BUMN,
sementara skala prioritas III dan IV (rendah) meliputi 62 dan 19 BUMN. Akan
tetapi pendekatan ini memiliki tingkat presisi yang rendah karena hasiil
Analisis Privatisasi BUMN Dalam Rangka Pembiayaan APBN Syahrir Ika dan Agunan P. Samosir
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN, Vol. 6, No. 4 Desember 2002
38
wawancana mendalam dengan para fund manager, investor tidak selalu
menjadikan faktor kepemilikan saham pemerintah pada suatu BUMN sebagai
bahan pertimbangan untuk membeli/tidak membeli saham BUMN. Karena itu
untuk menetapkan skala prioritas diperlukan tambahan indeks lain, yaitu
indeks profitabilitas, baik ROE maupun ROA.
Berdasarkan uji metode gabungan, antara indeks karateristik industri
dan indeks profitabilitas, maka jumlah BUMN yang menduduki prioritas
pertama untuk diprivatisasikan pada tahun 2002 sebanyak 25 BUMN. Jumlah
ini diluar dugaan ternyata persis sama dengan jumlah BUMN yang
direncanakan pemerintah untuk diprivatisasikan dalam TA 2002, termasuk
carry over tahun 2001, walaupun nama-nama BUMN tidak semuanya sama
sebagaimana tercermin dalam tabel 4.13 di bawah ini.
Dari 25 BUMN yang direncanakan oleh kantor Meneg BUMN untuk
diprivatisasikan pada tahun 2002, hanya 8 diantaranya yang sesuai dengan
hasil penelitian BAF (lihat perbandingan pada tabel 4.13. dan 4.14.). Dengan
demikian pada pendekatan yang berbeda dalam menentukan kebijakan
privatisasi ternyata menghasilkan rekomendasi yang berbeda dengan adanya
ranking nilai privatisasi tersebut. Kebijakan privatisasi hendaknya harus juga
memperhitungkan nilai peluang privatisasi. Hal ini disebabkan ranking
prioritas tinggi akan te api nilai peluang priva isasinya rendah maka apabila
BUMN tersebut terpaksa didorong untuk diprivatisasikan hanya akan
diperoleh hasil yang tidak signifikan dan tentu sulit diharapkan untuk
menutup defisit APBN.
t t
Berdasarkan hasil penelitian ini, diperoleh gambaran bahwa pada
prinsipnya privatisasi BUMN dapat dijadikan salah satu sumber financing
APBN sepanjang dilakukan dengan metode yang benar sehingga upaya
tersebut tidak mengganggu kelangsungan usaha BUMN yang bersangkutan.
Penelitian ini mencatat sebanyak 25 BUMN yang mestinya diprivatisasikan
pada tahun anggaran 2002 dan bisa juga dijadikan pedoman pada tahun
Analisis Privatisasi BUMN Dalam Rangka Pembiayaan APBN Syahrir Ika dan Agunan P. Samosir
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN, Vol. 6, No. 4 Desember 2002
39
2003 karena belum ada perubahan yang fundamental pada masing-masing
BUMN tersebut. Ke 25 BUMN tersebut adalah : PT PLN, BNI, Bank Mandiri,
Indosat, Pupuk Sriwijaya, Telkom, BRI, Krakatau Steel, Bank Ekspor
Indonesia AP-II KAIm Pelabuhan Indonesia II, Pelabuhan Indonesia III,
Garuda Indonesia Semen Gresik, Jasa Marga, AP-I, Batu Bara Bukit Asam,
Aneka Tambang, Hutama Karya, PT PAL, Danareksa, PT Timah, Pelabuhan I,
Perusahaan Gas Negara, PT PN III dan Rawajali Nusantara Indonesia.
, ,
,
Sedangkan nilai privatisasi yang mungkin dihasilkan dari privatisasi ke
25 BUMN tersebut berada pada kisaran Rp3,068 trilyun (asumsi pelesapasan
saham 20 peresen) dan Rp9,205 trilyun (bila asumsi pelepasan saham 60
persen) atau dengan angka yang konservatif sekitar Rp6,136 trilyun (asumsi
pelepasan saham 40 persen) sebagaimana terlihat pada tabel 4.15.
Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa beberapa BUMN
memiliki nilai privatisasi yang cukup tinggi, akan tetapi dalam model yang
dipakai (kombinasi antara indeks kharateristik industri dan indeks
provitabilitas), berada pada prioritas kedua, ketiga dan keempat,
sebagaimana terlihat pada tabel 4.16.
Tabel 4.13 Nama-nama BUMN yang masuk
Prioritas Privatisasi untuk Tahun Anggaran 2002
No Versi Hasil Penelitian BAF Versi Kebijakan Kantor Meneg BUMN 1 PT Yodya Karya PT Yodya Karya 2 PT Indra Karya PT Indra Karya 3 PT Indo Farma PT Indo Farma 4 PT Bio Farma PT Bio Farma 5 PT Batu Bara Bukit Asam PT Batu Bara Bukit Asam 6 PT Semen Gresik Tbk PT Semen Gresik Tbk 7 PT Primisima PT Primisima 8 PT Iglas PT Iglas 9 PT Bahana Graha Reksa Wisma Nusantara Internasional 10 PT Sarinah Indosat 11 PT Kimia Farma Bank Mandiri
Analisis Privatisasi BUMN Dalam Rangka Pembiayaan APBN Syahrir Ika dan Agunan P. Samosir
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN, Vol. 6, No. 4 Desember 2002
40
Lanjutan Tabel 4.13 Nama-nama BUMN yang masuk
Prioritas Privatisasi untuk Tahun Anggaran 2002
No Versi Hasil Penelitian BAF Versi Kebijakan Kantor Meneg BUMN 12 Perum Jasa Tirta I Indocement 13 PT Bali Tourism & Devel Corp PT Angkasa Pura II 14 PT Kawasan Berikat Nusantara Atmindo 15 PT PDI Pulau Batam PT Cipta Niaga 16 PTPN-III Intirup 17 PTPN X Rekayasa Industri 18 PT PSB Indah Karya 19 PT Perhutani Jakarta Intl Hotel 20 PT Balai Pustaka Kertas Blabak 21 PT Aneka Tambang Tbk Kertas Padalarang 22 Perusahaan Gas Negara Kertas Basuki Rahmat
23 PT Telkom Tbk Rukindo 24 PT Asuransi Kesehatan Indonesia PT Danareksa 25 PT Industri Soda Indonesia Angkasa Pura I
Sumber: Hasil Analisis, diolah.
V. Kesimpulan dan Rekomendasi
5.1. Kesimpulan
1. Pada umumnya ada 2 metode privatisasi BUMN yang dipraktekkan di
beberapa negara, yakni public offering dan private offering. Metode
public offering meliputi dua sub metode, yaitu penawaran perdana
saham BUMN ke publik (IPO) dan penawaran saham terbatas (right
issue). Sementara metode private offering, meliputi dua pilihan sub
metode yaitu SS dan metode-metode lain yang tidak tergolong ke
dalam SS seperti private sale, new private investment, EMBO dan
fragmenta ion. Sedangkan pemilihan terhadap metode privatisasi
tersebut perlu mempertimbangkan paling tidak 9 aspek, yaitu porsi
saham pemerintah pada masing-masing BUMN, nilai saham
pemerintah, nilai ekuitas, laba sebelum pajak, laba ditahan, tingkat
kesehatan BUMN, rencana ekspansi, status go public, dan porsi saham
yang bersedia bisa dilepas pemerintah. Hasil penelitian terhadap 7
t
Analisis Privatisasi BUMN Dalam Rangka Pembiayaan APBN Syahrir Ika dan Agunan P. Samosir
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN, Vol. 6, No. 4 Desember 2002
41
BUMN secara sampling menunjukkan bahwa pilihan metode privatisasi
yang seharusnya adalah SS atau strategic private offering lainnya.
Sementara itu, pemerintah juga menentukan metode yang sama
terhadap ketujuh BUMN tersebut, sehingga ada kesamaan antara hasil
penelitian BAF dan kebijakan yang telah ditempuh pemerintah. Dengan
kata lain, ketidakberhasilan pencapaian sasaran hasil privatisasi BUMN
bukan disebabkan oleh kesalahan metode privatisasi yang dipilih.
2. Estimasi hasil privatisasi BUMN dengan pendekatan makro untuk tahun
anggaran 2003 adalah sebagai berikut:
1) Dihitung dengan asumsi rata-rata pertumbuhan PDB 3 (tiga) tahun
terakhir (1999-2001) sebesar 10-15 persen. Apabila diasumsikan
pertumbuhan PDB rata-rata 10% per tahun, maka PDB tahun 2003
akan menjadi Rp1.853,92 trilyun dan menggunakan sasaran
indikatif yang dipakai dalam Propenas sebesar 0,4% dari PDB,
maka diperkirakan hasil privatisasi tahun 2003 sebesar Rp7.415,7
trilyun. Apabila diasumsikan rata-rata pertumbuhan PDB sebesar
15% per tahun, maka dengan cara yang sama diperkirakan hasil
privatisasi BUMN pada tahun 2003 sebesar Rp7.752,7 trilyun.
2) Apabila memperhatikan realisasi hasil privatisasi BUMN pada tahun
anggaran 2001 yang hanya sebesar 0,2% dari PDB, maka dengan
asumsi pertumbuhan rata-rata PDB 10 persen dan 15 persen per
tahun diperkirakan hasil privatisasi BUMN tahun 2003 hanya
sebesar Rp3.707,8 milyar dan Rp3.876,4 milyar.
3) Secara rerata, realisasi privatisasi BUMN dalam peroide tahun
1998/1999 hingga tahun 2001 hanya sebesar 23,22% dengan
rerata penerimaan sebesar Rp2.206,55 milyar, dan mengalami
pertumbuhan yang negatif sebesar 25,6%. Sehingga dari kedua
indikator di atas dapat disimpulkan bahwa selama kurun waktu
antara tahun 1998/99 hingga tahun 2002, target privatisasi yang
Analisis Privatisasi BUMN Dalam Rangka Pembiayaan APBN Syahrir Ika dan Agunan P. Samosir
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN, Vol. 6, No. 4 Desember 2002
42
ditetapkan dalam APBN “terlalu optimis”. Kondisi ini memberikan
citra kurang baik dari publik terhadap penyusunan dan kinerja
pencapaian anggaran negara.
3. Estimasi Dengan Pendekatan Mikro ada beberapa kesimpulan penting
yaitu :
(1) hanya ada 25 BUMN yang tergolong berpeluang besar untuk
diprivatisasi pada tahun anggaran 2003. Ke 25 BUMN tersebut
adalah (bukan ranking): PT Yodhia Karya, PT Indra Karya, PT
Indofarma, PT Bio Farma, PT Batu Bara Bukit Asam, PT Semen
Gresik Tbk, PT Primissima, PT Iglas, PT Bahana Graha Reksa, PT
Sarinah, PT Kimia Farma, Perum Jasa Tirta I, PT Bali Tourism &
Devel. Corp, PT Kawasan Berikiat Nusantara, PT PDI Pulau Batam,
PTPN III, PTPN X, PT PSB, PT Perhutani, PT Balai Pustaka, PT
AnekaTambang Tbk, Perusahaan Gas Negara, PT Telkom, PT
Asuransi Kesehatan Indonesia, dan PT Industri Soda Indonesia.
(2) Bila diasumsikan 100 persen kepemilikan saham pemerintah di
lepas ke publik, maka nilai peluang privatisasi yang diharapkan
dari ke 25 BUMN tersebut hanya sebesar Rp15.340 milyar. Bila
dibagi dalam 3 skenario pelepasan saham pemerintah, maka
skenario pesimis (20 persen) estimasi hasil privatisasi sebesar
Rp3.068 milyar, skenario konservatif (40%) sebesar Rp6.136
milyar dan skenario optimis (60%) sebesar Rp9.205,2 milyar.
5.2. Rekomendasi
1. Pemerintah dapat memilih dua pendekatan untuk mengestimasi nilai
privatisasi BUMN yang lebih realisitis untuk tahun anggaran 2003,
yaitu:
Analisis Privatisasi BUMN Dalam Rangka Pembiayaan APBN Syahrir Ika dan Agunan P. Samosir
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN, Vol. 6, No. 4 Desember 2002
43
Pendekatan Makro.
Asumsi yang dipakai Perkiraan Hasil Privatisasi
BUMN
(Rp milyar)
0,4% PDB dan Pertumbuhan
PDB 2003 sebesar 10% dari
2002.
0,4% PDB dan Pertumbuhan
PDB 2003 sebesar 15% dari
2002.
7.415,7
7.752,7
Pendekatan Mikro.
Skenario Pelepasan
Saham Pemerintah
Perkiraan Hasil Privatisasi
BUMN
(Rp milyar)
Skenario Pesimis (20%)
Skenario Konservatif (40%)
Skenario Optimis (60%)
3.068,0
6.136,0
9.205,2
2. Hasil privatisasi tersebut di atas hanya dapat dicapai apabilka prioritas
pertama BUMN yang dipilih pemerintah adalah 25 BUMN yaitu : PT
Yodhia Karya, PT Indra Karya, PT Indofarma, PT Bio Farma, PT Batu
Bara Bukit Asam, PT Semen Gresik Tbk, PT Primissima, PT Iglas, PT
Bahana Graha Reksa, PT Sarinah, PT Kimia Farma, Perum Jasa Tirta I,
PT Bali Tourism & Devel. Corp, PT Kawasan Berikiat Nusantara, PT PDI
Pulau Batam, PTPN III, PTPN X, PT PSB, PT Perhutani, PT Balai
Pustaka, PT AnekaTambang Tbk, Perusahaan Gas Negara, PT Telkom,
PT Asuransi Kesehatan Indonesia, dan PT Industri Soda Indonesia.
Metode privatisasi yang dipakai umumnya IPO, dua diantaranya (PT
Analisis Privatisasi BUMN Dalam Rangka Pembiayaan APBN Syahrir Ika dan Agunan P. Samosir
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN, Vol. 6, No. 4 Desember 2002
44
Telkom dan PT Antam) Right Issue dan sebagian lagi bisa memilih
Strrtegic Sale.
3. BUMN-BUMN tertentu yang berada di prioritas kedua dan memiliki nilai
privatisasi yang cukup besar seperti: PLN, BNI, Bank Mandiri, Pupuk
Sriwijaya, Indosat dan BRI serta Krarkatau Steel, bisa saja disertakan
dalam program privatisasi. Namun, mengingat beberapa kelemahan
yang ada diperusahaa-perusahaan tersebut sebaiknya dalam tahun
2003 tidak boleh dipaksakan untuk diprivatisasi. Bila dipaksakan akan
menghadapi benturan kepentingan dengan kelangsungan bisnis BUMN
yang bersangkutan dan memberikan citra kurang baik dimata publik.
Tabel 4.14 Daftar BUMN yang akan diprivatisasi pada tahun 2002
No BUMN Bidang Usaha Kepemilikan
Pemerintah (%)
Metode Privatisasi
Prioritas Hasil
Penelitian Carry Over Tahun
2001
1 Indo Farma Farmasi 80.93 SS Pertama 2 Kimia Farma Farmasi 90.30 SS Pertama 3 Wisma Nusantara Int Hotel/Kantor 41.99 SS NA 4 Indosat Telekomunikasi 65 SS/AGT Kedua 5 Bank Mandiri Perbankan 100 IPO Kedua 6 Indocement Semen 16.87 Second Offer NA 7 Tambang Bukit Asam Batubara 100 SS/IPO Pertama 8 Band Sukarno hatta Manajemen
Bandara 100 SS Kedua
9 Semen Gresik Semen NA SS Pertama Tahun 2002 1 Angkasa Pura I Manajemen
Bandara 100 SS/IPO Kedua
2 Atmindo Permesinan 36.60 SS NA 3 Cambrics Primmisima Tekstil 52.79 SS Pertama 4 Cipta Niaga Perdagangan 100 SS/IPO Kedua 5 Danareksa Jasa Keuangan 100 SS/IPO/EMB
O Ketiga
6 Industri Gelas Gelas 64 SS Pertama
Analisis Privatisasi BUMN Dalam Rangka Pembiayaan APBN Syahrir Ika dan Agunan P. Samosir
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN, Vol. 6, No. 4 Desember 2002
45
Lanjutan Tabel 4.14 Daftar BUMN yang akan diprivatisasi pada tahun 2002
No BUMN Bidang Usaha Kepemilikan
Pemerintah (%)
Metode Privatisasi
Prioritas Hasil
Penelitian 7 Intirup Ban 9.9 SS Kedua 8 Rekayasa Industri Perekayasaan 4.97 SS NA 9 Indah Karya Konsultan 100 EMBO/SS Ketiga 10 Indra Karya Konsultan 100 EMBO/SS Pertama 11 Yodhia Karya Konsultan 100 EMBO/SS Pertama 12 Jakarta Int Hotel Hotel 3.30 Second Offer NA 13 Kertas Blabak Kertas 1.60 SS NA 14 Kertas Padalarang Kertas 40 SS NA 15 Kertas Basuki
Rahmat Kertas 2 SS NA
16 Rukindo Pengerukan 100 SS NA AGT = Acceleration Global Tender EMBO = Employee Management Buy Out Sumber : Kantor Meneg BUMN, 2002, Diolah dan Hasil Penelitian.
Tabel 4.15 Nilai Privatisasi BUMN 25 BUMN Skala Prioritas Pertama
(Rp milyar)
Skenario Pelepasan Saham No Nama BUMN Total Nilai Privatisasi 20% 30% 40% 50% 60%
1 PT. Aneka Tambang Tbk.
1.216 243,2 364,8 486,4 608,0 729,6
2 PT. Balai Pustaka
21 4,2 6,3 8,4 10,5 12,6
3 PT. Bali Tourism & Devl. Corp.
111 22,2 33,3 44,4 55,5 66,6
4 PT. Batubara Bukit Asam
1.290 258,0 387,0 516,0 645,0 774,0
5 PT. Bhanda Ghara Reksa
54 10,8 16,2 21,6 27,0 32,4
6 PT. Biofarma 274 54,8 82,2 109,6 137,0 164,47 PT. Iglas 10 2,0 3,0 4,0 5,0 6,08 PT. Indofarma 513 102,6 153,9 205,2 256,5 307,89 PT. Industri
Soda Indonesia 32 6,4 9,6 12,8 16,0 19,2
10 PT. Kimia Farma 768 153,6 230,4 307,2 384,0 460,811 PT. Primisima 21 4,2 6,3 8,4 10,5 12,612 PT. Telkom Tbk. 5.506 1.101,2 1.651,8 2.202,4 2.753,0 3.303,6
Analisis Privatisasi BUMN Dalam Rangka Pembiayaan APBN Syahrir Ika dan Agunan P. Samosir
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN, Vol. 6, No. 4 Desember 2002
46
Lanjutan Tabel 4.15 Nilai Privatisasi BUMN 25 BUMN Skala Prioritas Pertama
(Rp milyar)
Skenario Pelepasan Saham No Nama BUMN Total Nilai Privatisasi 20% 30% 40% 50% 60%
13 PTPN X 590 118 177 236 295 35414 PT. Indra Karya 6 1,2 1,8 2,4 3,0 3,615 PT. Yodya Karya 7 1,4 2,1 2,8 3,5 4,216 Perum Jasa Tirta
I 29 5,8 8,7 11,6 14,5 17,4
17 PT. Perhutani 724 144,8 217,2 289,6 362 334,418 PT. Perusahaan
Gas Negara 845 169,0 253,5 338,0 422,5 507,0
19 PT. Semen Gresik Tbk.
1.720 344 516 688 860 1.033
20 PT. Asuransi Jasa Indonesia
326 65,2 97,8 130,4 163,0 195,6
21 PT. Kawasan Berikat Nusantara
311 62,2 93,3 124,4 155,5 186,6
22 PT. PDI Pulau Batam
35 7,0 10,5 14,0 17,5 21,0
23 PT. PSB 24 4,8 7,2 9,6 12,0 14,424 PT. Sarinah 51 10,2 15,3 20,4 25,5 30,625 PTPN III 858 171,6 257,4 343,2 429,0 514,8
Jumlah 15.340 3.068 4.602,6 6.136 7.670 9.205,2
Sumber : Hasil Penelitian
Tabel 4.16 Beberapa BUMN Non Prioritas Tetapi Nilai Privatisasi Tinggi
No. Nama BUMN Nilai Privatisasi
(RP Milyar) Prioritas Ke
1 PT Pupuk Sriwijaya 6.361 Kedua 2 PT Pelindo I 908 Kedua 3. PTPN V 555 Kedua 4 PT Angkasa Pura I 1.438 Kedua 5 PT Angkasa Pura II 3.011 Kedua 6 PT Indosat 7.369 Kedua 7 PT Pelindo III 1.814 Kedua 8 PTPN VII 591 Kedua 9 PTPN VIII 685 Kedua 10 PT Bank Mandiri 9.128 Kedua
Analisis Privatisasi BUMN Dalam Rangka Pembiayaan APBN Syahrir Ika dan Agunan P. Samosir
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN, Vol. 6, No. 4 Desember 2002
47
Lanjutan Tabel 4.16 Beberapa BUMN Non Prioritas Tetapi Nilai Privatisasi Tinggi
No. Nama BUMN Nilai Privatisasi
(RP Milyar) Prioritas Ke
11 PTPN IV 1.033 Kedua 12 PTPN XII 577 Kedua 13 PT PLN 23.311 Ketiga 14 PT Timah 985 Ketiga 15 PT BRI 5.414 Ketiga 16 PT Jasa Marga 1.488 Ketiga 17 PT BNI 11.214 Ketiga 18. PT Danareksa 1.004 Ketiga 19 PT Dok Kodja Bahari 2.268 Ketiga 20 PT Garuda Indonesia 1.910 Ketiga 21 PT Krakatau Steel 4.697 Ketiga 22 PT PAL 1.068 Ketiga 23 PT Pelindo II 2.047 Ketiga 24 PT Radjawali Nusantara 863 Ketiga 25 PTPN II 749 Ketiga 26 PT BTN 782 Ketiga 27 PT Bank Ekspor Indonesia 3.382 Keempat 28 PT Kereta Api Indonesia 2.314 Keempat 29 PT Pelni 4.271 Keempat
Sumber : Hasil Analisis
VI. Daftar Pustaka
_____________,Nota Keuangan dan UU Nomor 19 Tahun 2002 tentang RAPBN Tahun 2002.
_____________, UU Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (Propenas) 2000 - 2004.
_____________, Master Plan 2000 Reformasi Badan Usaha Milik Negara, Kantor Menteri Negara Pendayagunaan BUMN, Mei 2000
_____________, Master Plan Badan Usaha Milik Negara Tahun 2002 - 2006, Kementrian BUMN, Februari 2002.
_____________, Laporan Perkembangan Kinerja Badan Usaha Milik Negara, Direktorat Jenderal Pemibanaan Negara, Departemen Keuangan, April 2001.
Analisis Privatisasi BUMN Dalam Rangka Pembiayaan APBN Syahrir Ika dan Agunan P. Samosir
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN, Vol. 6, No. 4 Desember 2002
48
_____________, Laporan Perkembangan Badan Usaha Milik Negara Tahun 1997 - 1998, Kantor Menteri Negara Pendayagunaan BUMN, 1999.
_____________, Keputusan Presiden Nomor 7 Tahun 2002 tentang Perubahan atas Keppres Nomor 122 Tahun 2001 tentang Tim Kebijakan Privatisasi BUMN.
_____________, Jurnal Reformasi Ekonomi, Vol. 3. No. 2. Juli-Desember 2002, LSPEU, Jakarta.
Artjan, M. Faisal., IPO Sebagai Alternatif Privatisasi BUMN, Majalah Usahawan No. 02 Thn. XXIX, Februari 2000.
Basri, Faisal H, Konsep Privatisasi: Privatisasi Ditinjau dari Aspek Ekonomi Makro, Dalam Seminar Terbatas Kantor Meneg BUMN, Graha Sawala Departemen Keuangan, Jakarta 21 Mei 2002.
Bastian, Indra. Privatisasi di Indonesia: Teori dan Implementasi. Edisi pertama, cetakan pertama, Penerbit Salemba Empat, 2002.
Edi Swasono, Sri, Refleksi Sosial Politik dan Sosial Kultural (Go Public vs Privatisasi: Seminar dan Lokakarya Strategi Reformasi BUMN, Harian Ekonomi Bisnis Bekerjasama dengan Universitas Gadjah Mada, Jakarta 27 Maret 2002.