Post on 27-Jul-2021
ANALISIS PENUTUPAN LAHAN PADA DUA KAWASAN PERUMAHAN
DENGAN EKOSISTEM BERBEDA DI KOTA MAKASSAR
NUR ILHAM
G 111 09 315
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2013
ANALISIS PENUTUPAN LAHAN PADA DUA KAWASAN PERUMAHAN
DENGAN EKOSISTEM BERBEDA DI KOTA MAKASSAR
SKRIPSI
Diajukan untuk menempuh Ujian Sarjana
Pada Program Studi Agroteknologi Jurusan Budidaya Pertanian
Fakultas Pertanian
Universitas Hasanuddin
NUR ILHAM
G 111 09 315
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2013
ANALISIS PENUTUPAN LAHAN PADA DUA KAWASAN PERUMAHAN
DENGAN EKOSISTEM BERBEDA DI KOTA MAKASSAR
NUR ILHAM
G111 09 315
Makassar, Agustus 2013
Menyetujui :
Pembimbing I Pembimbing II
(Prof. Dr. Ir. Laode Asrul, MP) (Nurfaida, SP, M.Si)
NIP. 19630307 198812 1 001 NIP. 19730223 200501 2 001
Mengetahui :
Ketua Jurusan Budidaya Pertanian
Fakultas Pertanian
(Prof. Dr. Ir. Elkawakib Syam’un, MP.)
NIP. 19560318 198503 1 001
PENGESAHAN
JUDUL : ANALISIS PENUTUPAN LAHAN PADA DUA KAWASAN
PERUMAHAN DENGAN EKOSISTEM BERBEDA DI KOTA
MAKASSAR
NAMA : NUR ILHAM
NIM : G 111 09 315
Skripsi ini telah diterima dan dipertahankan pada Hari Senin, Tanggal 29 Bulan
Juli Tahun 2013 dihadapan pembimbing/penguji berdasarkan Surat Keputusan
No. 765/UN4.11.5.1/PP.27/PB/2013, dengan susunan sebagai berikut :
Prof. Dr. Ir. Kaimuddin, M.Si (Ketua) _________________
Dr.Ir. Hernusye Husni, M.Sc (Sekretaris) _________________
Prof. Dr. Ir. Laode Asrul, MP (Anggota) _________________
Nurfaida, SP., M.Si (Anggota) _________________
Dr. Ir. Abdul Haris Bahrun, M.Si (Anggota) _________________
Cri Wahyuni Brahmi Yanti, SP., M.Si (Anggota) _________________
Tigin Dariati, SP., MES (Anggota) _________________
ABSTRAK
NUR ILHAM (G11109315). Analisis Penutupan Lahan Pada Dua Kawasan
Perumahan Dengan Ekosistem Berbeda Di Kota Makassar. Dibimbing oleh
LAODE ASRUL dan NURFAIDA.
Penelitian ini bertujuan untuk membedakan jenis penutupan lahan pada
dua kawasan perumahan di Kota Makassar yang memiliki jenis ekosistem yang
berbeda. Penelitian ini dilaksanakan pada dua kawasan perumahan di Kota
Makassar yaitu Perumahan Anging Mammiri dan Perumahan Taman Toraja.
Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Februari hingga April 2013. Penelitian ini
menggunakan metode Tzoulas dan James meliputi : (1) Pengenalan kondisi lahan,
(2) Pengukuran tingkat penutupan lahan oleh struktur vegetasi dan keragaman
tanaman vaskular, (3) Penggabungan indikator menjadi nilai keanekaragaman
hayati. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Perumahan Anging Mammiri dan
Perumahan Taman Toraja didominasi oleh area terbangun. Keanekaragaman
genera tanaman vaskular yang terdapat di Perumahan Taman Toraja dengan rata-
rata 27 lebih tinggi dibanding Perumahan Anging Mammiri dengan rata-rata 25.
Nilai keanekaragaman hayati yang terdapat di Perumahan Taman Toraja dengan
jumlah nilai 36 lebih tinggi dibanding Perumahan Anging Mammiri dengan
jumlah nilai keanekaragaman hayati 33. Pada Perumahan Anging Mammiri dan
Taman Toraja tidak terdapat perbedaan yang signifikan jika dilihat dari segi
pemilihan tanaman pada kawasan perumahan meskipun berada pada jenis
ekosistem yang berbeda.
Kata kunci : keanekaragaman hayati, metode Tzoulas dan James, perumahan,
penutupan lahan
UCAPAN TERIMA KASIH
Bismillahirrahmanirahim
Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kepada sang pemilik hidup Allah
SWT karena dengan izin-Nya penulis masih diberikan kesehatan dan kesempatan
berada di dunia ini serta atas ridha-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini
sebagai syarat memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Pertanian Universitas
Hasanuddin, Makassar.
Penulis menyadari bahwa pelaksanaan penelitian hingga penyusunan
skripsi ini tidak akan selesai tanpa adanya bantuan dan dorongan dari berbagai
pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada :
1. Ayahanda Ilyas, SP dan Ibunda Sitti Hasnah yang penuh kesabaran dan
ketabahan dalam mendidik dan membesarkan ananda dengan segala
pengorbanan dan doa restu yang diberikan selama ini. Untaian doa penulis
panjatkan untuk kebahagiaan mereka berdua di dunia dan akhirat.
2. Prof. Dr. Ir. Laode Asrul, MP dan Nurfaida, SP, MSi selaku pembimbing,
atas segala bimbingan dan dorongan sejak rencana penelitian hingga
penyusunan laporan ini.
3. Prof. Dr. Ir Elkawakib Syam’un, MP selaku ketua jurusan, dan seluruh staf
pengajar yang telah memberikan bekal ilmu, bimbingan dan arahan selama
menuntut ilmu di Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin.
4. Terima kasih kepada sahabat-sahabatku (I Komang Tri W.P, Ramli Bin
Rusman, Nahruddin A, Dwi Julian, Muh. Naim, Fahrina Faharuddin,
Wakifatul Hisani, Resky Nurawalia, A. Safitri Sacita, Rasni) serta
keluarga besar Klimakterik 09 dan segenap warga HIMAGRO yang tidak
sempat penulis sebutkan satu persatu, terima kasih atas bantuan, doa,
kebersamaan, dan dorongannya.
5. Saudara Rismang, Fahri Aryadin, dan semua yang tak sempat penulis
sebutkan satu persatu terima kasih atas bantuannya di lapangan mulai dari
awal hingga penelitian ini selesai.
6. Kepada segenap pihak-pihak yang tidak sempat penulis sebutkan satu
persatu yang telah banyak berjasa dan senantiasa membantu penulis dalam
menyelesaikan studi di Jurusan Budidaya Pertanian Universitas
Hasanuddin.
Teriring harapan dan doa semoga Allah SWT memberikan rahmat dan
ridho-Nya atas budi baik serta ketulusan yang mereka berikan selama ini kepada
penulis. Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan.
Namun, harapan penulis semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca dalam
upaya pengembangan pertanian terutama Jurusan Budidaya Pertanian. Amin.
Makassar, Agustus 2013
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ................................................................................... i
PENGESAHAN ........................................................................................... ii
ABSTRAK ................................................................................................... iii
UCAPAN TERIMA KASIH ...................................................................... iv
DAFTAR ISI ................................................................................................ vi
DAFTAR TABEL ........................................................................................ viii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................... ix
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................... 1
1.2 Tujuan dan Kegunaan ................................................................ 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................. 5
2.1 Keanekaragaman Hayati ............................................................ 5
2.2 Ruang Terbuka Hijau .................................................................. 7
2.3 Penutupan Lahan ........................................................................ 9
2.4 Struktur Vegetasi ....................................................................... 10
2.5 Kawasan Perumahan .................................................................. 11
BAB III METODOLOGI ........................................................................... 15
3.1 Tempat dan Waktu ..................................................................... 15
3.2 Metode Penelitian ...................................................................... 15
3.2.1 Pengenalan Kondisi Lapangan ....................................... 15
3.2.2 Mengukur Tingkat Penutupan Lahan oleh Struktur
Vegetasi dan Keragaman Tanaman Vaskular ................ 16
3.2.3 Menggabungkan Indikator Menjadi Nilai
Keanekaragaman Hayati ................................................. 18
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................... 21
4.1 Kondisi Umum ........................................................................... 21
4.1.1 Perumahan Anging Mammiri ............................................ 22
4.1.2 Perumahan Taman Toraja ................................................. 24
4.2 Keragaman Penutupan Lahan .................................................... 25
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................... 35
5.1 Kesimpulan ................................................................................ 35
5.2 Saran .......................................................................................... 35
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 36
LAMPIRAN ................................................................................................. 39
DAFTAR TABEL
Nomor Teks Halaman
1. Prosedur menggabungkan elemen struktural dan keragaman dari
tanaman vaskular ke dalam skor keanekaragaman ................................ 18
2. Perhitungan skor keanekaragaman Perumahan Anging Mammiri dan
Taman Toraja ......................................................................................... 25
3. Ringkasan hasil indikator keanekaragaman dan skor keanekaragaman
pada dua lokasi penelitian ...................................................................... 27
Nomor Lampiran Halaman
1. Lembar catatan lapangan ....................................................................... 40
2. Contoh perhitungan skor keanekaragaman hayati ................................. 41
3. Pengamatan genera tanaman vaskular di Perumahan Anging Mammiri 43
4. Pengamatan genera tanaman vaskular di Perumahan Taman Toraja ..... 47
DAFTAR GAMBAR
Nomor Teks Halaman
1. Ukuran daerah sampel ............................................................................ 16
2. Lokasi titik sampel di Perumahan Anging Mammiri ............................. 19
3. Lokasi titik sampel di Perumahan Taman Toraja .................................. 20
4. Dominasi penutupan lahan oleh struktur vegetasi ................................. 29
Nomor Lampiran Halaman
1. Foto panorama titik sampel 1 di Perumahan Anging Mammiri ............. 51
2. Foto panorama titik sampel 2 di Perumahan Anging Mammiri ............. 51
3. Foto panorama titik sampel 3 di Perumahan Anging Mammiri ............. 51
4. Foto panorama titik sampel 1 di Perumahan Taman Toraja ................... 52
5. Foto panorama titik sampel 2 di Perumahan Taman Toraja ................... 52
6. Foto panorama titik sampel 3 di Perumahan Taman Toraja ................... 52
7. Foto jalur hijau jalan Perumahan Anging Mammiri .............................. 53
8. Foto taman yang ada di Perumahan Anging Mammiri .......................... 53
9. Foto proses pembangunan Perumahan Anging Mammiri ...................... 54
10. Foto jalur hijau jalan Perumahan Taman Toraja .................................... 54
11. Foto taman yang ada di Perumahan Taman Toraja ................................ 55
12. Foto keadaan Perumahan Taman Toraja ................................................ 56
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan negara dengan tingkat keanekaragaman hayati yang
sangat tinggi, yang ditandai dengan jumlah ekosistem, jenis tumbuhan dalam
ekosistem, dan plasma nutfah (genetik) yang berada di dalam setiap jenisnya.
Dengan demikian, Indonesia menjadi salah satu pusat keanekaragaman hayati
dunia dan dikenal sebagai negara mega-biodiversity (Tzoulas dan James, 2010).
Keanekaragaman hayati yang tinggi tersebut merupakan kekayaan alam yang
dapat memberikan manfaat serba guna, dan mempunyai manfaat yang vital dan
strategis, sebagai modal dasar pembangunan nasional, serta merupakan paru-paru
dunia yang mutlak dibutuhkan, baik di masa kini maupun yang akan datang.
Perubahan orientasi pembangunan suatu negara dari sektor pertanian
menuju ke sektor perindustrian merupakan salah satu pemicu utama
perkembangan dan pembangunan dari kota-kota tersebut. Secara fisik,
pembangunan dan pengembangan kota bersifat horizontal yang umumnya
memanfaatkan lahan-lahan yang alami (seperti lapangan olahraga, persawahan,
rawa, dan lain-lain). Perubahan tata guna lahan ini menyebabkan terjadinya
gangguan terhadap keseimbangan lingkungan dalam wilayah kota (Nurisjah,
2005).
Pembangunan memberikan dampak terhadap kualitas lingkungan atau
kondisi lingkungan hidup (Inoguchi et al, 2003), antara lain, menyebabkan
menurunnya kualitas air tanah, dan meningkatkan polusi udara serta kebisingan di
perkotaan, baik secara langsung maupun tidak langsung terkait dengan
keberadaan ruang terbuka hijau secara ekologis. Secara ekonomis, penurunan
kualitas lingkungan juga dapat menurunkan tingkat produktivitas, dan dari aspek
kesehatan dapat menurunkan tingkat kesehatan serta tingkat harapan hidup
masyarakat, bahkan menyebabkan kelainan genetik dan menurunkan tingkat
kecerdasan anak-anak pada generasi mendatang akibat polusi udara yang
berlebihan. Hal ini disebabkan oleh proses pembangunan. Jumlah penduduk yang
besar dan terus bertambah menyebabkan kebutuhan dasar pun semakin besar,
sehingga sering terjadi perubahan fungsi lahan.
Laju pertumbuhan penduduk yang tinggi dan keterbatasan lahan yang
dimiliki menjadi penyebab pertumbuhan pembangunan fisik di area perkotaan
dilakukan dengan mengkonversi lahan pertanian, hutan dan ruang terbuka lainnya
menjadi lahan terbangun dengan struktur perkerasan dan bangunan. Hal ini
menyebabkan berkurangnya luasan ruang terbuka hijau (RTH) sehingga ruang
resapan air berkurang, lingkungan menjadi gersang dan panas serta hilangnya
keanekaragaman flora dan fauna.
Kota Makassar merupakan salah satu kota yang memiliki jumlah
penduduk paling banyak di Sulawesi Selatan dengan jumlah penduduk sebanyak
1.338.663 jiwa, pertumbuhan penduduk yang semakin tinggi maka kebutuhan
akan perumahan dan permukiman juga semakin tinggi. Pembangunan perumahan
di Kota Makassar berkembang ke arah barat, contohnya Perumahan Taman
Metropolitan, Perumahan Taman Masamba, serta Perumahan Taman Toraja, juga
ke arah timur sebagai daerah pengembangan kota, contohnya Perumahan Citra
Land dan Perumahan Anging Mammiri. Pembangunan perumahan di Kota
Makassar umumnya memanfaatkan lahan-lahan yang alami (seperti area pantai,
persawahan, rawa, dan lain-lain).
Pengembang perumahan di Kota Makassar masih banyak yang kurang
menyadari perlunya ruang terbuka hijau (RTH). Perumahan Anging Mammiri
yang terletak di Jalan Hertasning Baru merupakan perumahan yang dibangun
pada lahan alami berupa rawa yang berada di sebelah timur Kota Makassar dan
kemudian dilakukan penimbunan sehingga merubah ekosistem alami menjadi
ekosistem buatan. Tidak jauh berbeda, Perumahan Taman Toraja juga merupakan
perumahan yang dibangun pada area reklamasi yang berada di sebelah barat Kota
Makassar yang merubah ekosistem empang. Kedua kawasan ini dipilih agar dapat
membandingkan penutupan lahan oleh struktur vegetasi dan pemilihan jenis
tanaman untuk kedua kawasan yang berbeda, sehingga dapat mengetahui jenis
tanaman apa yang sesuai untuk area bekas rawa dan area bekas empang/pantai.
Perubahan tata guna lahan ini dapat menyebabkan terjadinya gangguan terhadap
keseimbangan lingkungan dalam wilayah kota. Adapun akibat yang dapat
ditimbulkan oleh terjadinya gangguan keseimbangan lingkungan yaitu banjir,
kemarau panjang, dan lain-lain.
Berdasarkan beberapa uraian di atas, ruang terbuka hijau kemudian
menjadi salah satu solusi yang dapat mengatasi berbagai permasalahan di daerah
perkotaan, tidak terkecuali di Kota Makassar. Untuk mendukung hal tersebut,
perlu dilakukan analisis jenis penutupan lahan pada dua kawasan perumahan di
Kota Makassar yang dibangun di atas dua jenis ekosistem yang berbeda.
1.2 Tujuan dan Kegunaan
Tujuan penelitian ini adalah untuk membedakan jenis penutupan lahan
pada dua kawasan perumahan di Kota Makassar yang memiliki jenis ekosistem
yang berbeda. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam
membangun dan mengembangkan daerah permukiman di perkotaan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Keanekaragaman Hayati
Keanekaragaman hayati (biodiversitas) adalah keanekaragaman
organisme yang menunjukkan keseluruhan variasi gen, jenis, dan ekosistem pada
suatu daerah. Keanekaragaman hayati melingkupi berbagai perbedaan atau variasi
bentuk, penampilan, jumlah, dan sifat-sifat yang terlihat pada berbagai tingkatan,
baik tingkatan gen, tingkatan spesies, maupun tingkatan ekosistem.
Keanekaragaman alami atau keanekaragaman hayati, atau biodiversitas,
adalah semua kehidupan di atas bumi ini seperti tumbuhan, hewan, jamur dan
mikroorganisme serta berbagai materi genetik yang dikandungnya dan
keanekaragaman sistem ekologi di mana mereka hidup. Termasuk didalamnya
kelimpahan dan keanekaragaman genetik relatif dari organisme-organisme yang
berasal dari semua habitat baik yang ada di darat, laut maupun sistem-sistem
perairan lainnya (Baiquni, 2007).
Kehidupan manusia bergantung pada sistem-sistem dan proses-proses
biologi untuk keberlangsungan, kesehatan, kesejahteraan serta kesenangan
hidupnya. Keanekaragaman hayati merupakan dasar bagi berbagai layanan
ekosistem yang menjaga agar lingkungan alami tetap hidup, mulai dari menjaga
daerah aliran sungai yang menyediakan air bersih, hingga polinasi dan siklus-
siklus nutrisi, serta menjaga kebersihan udara dan gas di atmosfer. Semua
makanan, obat-obatan dan produk lainnya yang kita konsumsi berasal dari
komponen keanekaragaman hayati yang masih liar maupun yang sudah
dibudidayakan. Keanekaragaman hayati juga memiliki nilai bagi kepentingan-
kepentingan estetika, budaya, rekreasi dan ilmu pengetahuan (Baiquni, 2007).
Keanekaragaman hayati melingkupi berbagai perbedaan atau variasi
bentuk, penampilan, jumlah, dan sifat-sifat yang terlihat pada berbagai tingkatan,
baik tingkatan gen, tingkatan spesies maupun tingkatan ekosistem. Berdasarkan
hal tersebut, para pakar membedakan keanekaragaman hayati menjadi tiga
tingkatan, yaitu (1) keanekaragaman gen, (2) keanekaragaman jenis, dan (3)
keanekaragaman ekosistem. Keanekaragaman gen adalah segala perbedaan yang
ditemui pada makhluk hidup dalam satu spesies. Keanekaragaman jenis adalah
segala perbedaan yang ditemui pada makhluk hidup antar jenis atau antar spesies.
Perbedaan antar spesies organisme dalam satu keluarga lebih mencolok sehingga
lebih mudah diamati daripada perbedaan antar individu dalam satu spesies
(keanekaragaman gen). Keanekaragaman ekosistem adalah segala perbedaan yang
terdapat antar ekosistem. Keanekaragaman ekosistem ini terjadi karena adanya
keanekaragaman gen dan keanekaragaman jenis (spesies) (Anonim, 2013).
Keanekaragaman hayati juga memiliki ancaman kepunahan. Adapun ancaman
utama bagi keanekaragaman hayati di Indonesia akibat perbuatan manusia yaitu,
penebangan hutan dijadikan lahan pertanian atau permukiman dan akhirnya
tumbuh menjadi perkotaan. Hal ini menyebabkan kerusakan habitat yang
mengakibatkan menurunnya keanekaragaman ekosistem, jenis, dan gen. Polusi,
bahan pencemar dapat membunuh mikroba, jamur, hewan dan tumbuhan.
Penggunaan spesies yang berlebihan untuk kepentingan manusia. Meningkatnya
jumlah penduduk, sehingga keperluannya pun meningkat pula, hal ini didukung
dengan pengembangan teknologi, pemanfaatan sehingga menngonsumsi
keanekaragaman dengan cepat. Introduksi spesies eksotik, hal ini mengakibatkan
spesies tertentu tersisihkan, sehingga spesies tertentu tersebut jarang digunakan,
yang akhirnya terlupakan. Pestisida yang sebenarnya hanya untuk membunuh
organisme pengganggu atau penyakit suatu tanaman, pada kenyataanya menyebar
ke lingkungan dan menjadi zat pencemar (Anonim, 2013).
2.2 Ruang Terbuka Hijau
Ruang terbuka hijau (RTH) adalah ruang-ruang dalam kota atau wilayah
yang luas, baik dalam bentuk area/kawasan maupun dalam bentuk area
memanjang/jalur yang dalam penggunaannya lebih bersifat terbuka. Pemanfaatan
ruang hijau lebih bersifat pengisian hijau tanaman seperti lahan pertanian,
pertamanan, perkebunan, dan sebagainya (Budihardjo, 1998 dalam Fatta, 2001).
Secara umum ruang terbuka publik di perkotaan terdiri atas ruang terbuka
hijau dan ruang terbuka non-hijau. Ruang terbuka hijau perkotaan adalah bagian
dari ruang-ruang terbuka suatu wilayah perkotaan yang diisi oleh tumbuhan,
tanaman, dan vegetasi (endemik atau introduksi) guna mendukung manfaat
ekologis, sosial-budaya, dan arsitektural yang dapat memberikan manfaat
ekonomi (kesejahteraan) bagi masyarakatnya. Ruang terbuka non-hijau dapat
berupa ruang terbuka yang diperkeras dan ruang terbuka biru yang berupa
permukaan sungai, danau, dan areal-areal yang diperuntukkan sebagai genangan
retensi (Hakim, 1993).
Berdasarkan Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang, perencanaan tata ruang wilayah kota harus memuat rencana penyediaan
dan pemanfaatan ruang terbuka hijau yang luas minimalnya sebesar 30% dari luas
wilayah kota. Secara fisik, RTH dapat dibedakan menjadi RTH alami yang berupa
habitat liar alami, kawasan lindung, dan taman-taman nasional, dan RTH non-
alami atau binaan yang seperti taman, lapangan olah raga, dan kebun bunga. Dari
segi fungsi, RTH dapat berfungsi secara ekologis, sosial/budaya, arsitektural, dan
ekonomi (Nawawi, 1995).
Bentuk-bentuk RTH perkotaan yang berfungsi ekologis, antara lain, sabuk
hijau kota, hutan kota, taman botani, dan sempadan sungai. Secara sosial-budaya
keberadaan RTH dapat memberikan fungsi sebagai ruang interaksi sosial, sarana
rekreasi, dan sebagai landmark khas kota yang berbudaya. Bentuk RTH yang
berfungsi sosial-budaya, antara lain, taman-taman kota, lapangan olah raga, kebun
raya dan taman pemakaman umum. Secara arsitektural RTH dapat meningkatkan
nilai keindahan dan kenyamanan kota melalui keberadaan taman-taman kota,
kebun bunga-bunga dan jalur-jalur hijau di jalan kota (Hakim, 1993).
Fungsi dan manfaat RTH dalam suatu kawasan perkotaan, berdasarkan
Permendagri No. 1 Tahun 2007 adalah: (1) pengamanan keberadaan kawasan
lindung perkotaan, (2) pengendali pencemaran dan kerusakan tanah, air dan
udara, (3) tempat perlindungan plasma nutfah dan keanekaragaman hayati, (4)
pengendali tata air, (5) sarana estetika kota, (6) sarana untuk mencerminkan
identitas daerah, (7) sarana penelitian, pendidikan dan penyuluhan, (8) sarana
rekreasi aktif dan pasif serta interaksi sosial, (9) meningkatkan nilai ekonomi
lahan perkotaan, (10) menumbuhkan rasa bangga dan meningkatkan prestise
daerah, (11) sarana aktivitas sosial bagi anak-anak, remaja, dewasa dan manula,
(12) sarana ruang evakuasi untuk keadaan darurat, (13) memperbaiki iklim mikro,
dan (14) meningkatkan cadangan oksigen di perkotaan.
Ruang terbuka hijau juga memiliki fungsi ekonomi, baik secara langsung
maupun tidak langsung seperti pengusahaan lahan-lahan kosong menjadi lahan
pertanian atau perkebunan (urban agriculture) dan pengembangan sarana wisata
hijau perkotaan yang dapat mendatangkan wisatawan. Secara struktur, bentuk dan
susunan RTH dapat merupakan konfigurasi ekologis dan konfigurasi planologis.
RTH dengan konfigurasi ekologis merupakan RTH yang berbasis bentang alam
seperti, kawasan lindung, perbukitan, sempadan sungai, sempadan danau, dan
pesisir. RTH dengan konfigurasi planologis dapat berupa ruang-ruang yang
dibentuk mengikuti pola struktur kota seperti RTH perumahan, RTH kelurahan,
RTH kecamatan, RTH kota dan taman-taman nasional. Dari segi kepemilikan,
RTH dapat berupa RTH publik yang dimiliki oleh umum dan terbuka bagi
masyarakat luas, dan RTH pribadi yang berupa taman-taman yang berada pada
lahan-lahan pribadi (Hakim, 1993).
2.3 Penutupan Lahan
Lahan adalah suatu lingkungan fisik yang meliputi tanah, iklim, relief,
hidrologi, dan vegetasi, dimana faktor-faktor tersebut mempengaruhi potensi
penggunaannya. Termasuk di dalamnya adalah akibat-akibat kegiatan manusia,
baik pada masa lalu maupun sekarang, seperti reklamasi daerah-daerah pantai,
penebangan hutan, dan akibat-akibat yang merugikan seperti erosi dan akumulasi
garam (Hardjowigeno et al., 2001 dalam Haryani, 2011).
Lillesand dan Kiefer (1993) dalam Haryani (2011) mendefinisikan bahwa
penggunaan lahan berhubungan dengan kegiatan manusia pada suatu bidang
lahan, sedangkan penutupan lahan lebih merupakan perwujudan fisik obyek-obyek
yang menutupi lahan tanpa mempersoalkan kegiatan manusia terhadap obyek-
obyek tersebut. Sebagai contoh pada penggunaan lahan untuk permukiman yang
terdiri atas permukiman, rerumputan, pepohonan, air, dan sebagainya.
2.4 Struktur Vegetasi
Lingkungan kota berkembang secara ekonomis, namun menurun secara
ekologis. Perkembangan kota di Indonesia dewasa ini cenderung ke arah
perkembangan fisik yang lebih banyak ditentukan oleh banyaknya sarana dan
prasarana yang ada. Akibatnya, ruang terbuka hijau terabaikan, bahkan
menghilangkan wajah alam yang asri. Kawasan hijau sering kali dikalahkan atau
dialih fungsikan menjadi kawasan perdagangan, permukiman, perindustrian, serta
untuk sarana dan prasarana kota lainnya (Eva, 2005).
Struktur vegetasi merupakan susunan anggota komunitas vegetasi pada
suatu area yang dapat dinilai dari tingkat densitas (kerapatan) individu dan
diversitas (keanekaragaman) jenis. Komposisi dan struktur suatu vegetasi
merupakan fungsi dari beberapa faktor seperti, flora setempat, habitat, (iklim dan
tanah), waktu, dan kesempatan. Komposisi dan struktur vegetasi tumbuhan tidak
dapat dilepaskan dari pentingnya mengetahui air tanah dan ketersediaan air tanah
bagi tumbuhan di sekitarnya (Hijrah, 2008).
Pengendalian iklim mikro kota dapat dilakukan dengan vegetasi dan
infrastruktur lainnya seperti jalan, lapangan terbuka dan lain-lain. Dengan
demikian berubahnya lingkungan termal tidak dapat dianggap sebagai fenomena
pemanasan global saja, karena terbukti dalam skala lingkungan mikro (kawasan
kota) aspek karakteristik fisik permukaan seperti kualitas vegetasi dan tutupan
lahan sangat berpengaruh pada temperatur udara (Wonorahardjo et al., 2010).
Kehadiran pohon dalam lingkungan kehidupan manusia, khususnya di
perkotaan, memberikan nuansa kelembutan tersendiri. Perkembangan kota yang
lazimnya diwarnai dengan aneka tindak kekerasan, dalam arti harfiah ataupun
kiasan, sedikit banyak dapat dilunakkan dengan elemen alamiah seperti air (baik
yang diam-tenang maupun yang bergerak-mengalir) dan aneka tanaman (mulai
dari rumput, semak sampai pohon) (Budihardjo dan Hardjohubojo, 1993).
2.5 Kawasan Perumahan
Salah satu kebutuhan dasar (basic needs) manusia selain sandang dan
pangan adalah rumah. Rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat
tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga. Berdasarkan Undang-undang
No. 4 tahun 1992 tentang perumahan dan permukiman, perumahan adalah
sekelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau
lingkungan hunian yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana lingkungannya.
Watson et.al, 2004 dalam Yuniarti (2010) mengatakan bahwa perumahan
merupakan tempat hunian perpindahan penduduk dalam satu kawasan (urban
neighborhood unit) dimana setiap rumah memiliki fungsi yang berbeda‐beda dan
pada umumnya terbentuk secara sengaja maupun tidak disengaja. Ada rumah
yang digunakan sebagai warung, tempat praktek dokter, salon, dan lain-lain.
Mereka dapat memenuhi kebutuhannya sendiri tanpa harus mencari di luar
kawasan perumahan tersebut. Fasilitas sosial yang umumnya terdapat dalam
perumahan itu antara lain: sekolah dasar, taman kecil, toko/warung, yang secara
lengkap perbandingan pemanfaatannya.
Perumahan berwawasan lingkungan sebaiknya selaras dengan lingkungan
asli di sekitar perumahan. Keasrian suasana lingkungan perumahan dapat dilihat
dan dirasakan pada saat penghuni melintasi dan memasuki kawasan perumahan
tersebut. Suasana ini hanya dapat tercipta dengan kerindangan pepohonan besar
yang tumbuh optimal, bentuk topografi lahan yang mengikuti topografi alam di
sekitar perumahan, dan tersedianya ruang terbuka hijau yang didesain dengan
menarik (Jacky, 2011 dalam Irawan, 2012).
Bentuk-bentuk kegiatan yang mendukung pembangunan kota yang
bersahabat dengan lingkungan ini, misalnya penghijauan kota, pembentukan desa
ekologi (eco-villages), permukiman dengan sistem pendaurulangan limbah,
penggunaan energi matahari, penggunaan bahan bangunan yang dapat didaur
ulang, konservasi lahan kritis, teknologi bersih limbah, perlindungan ekosistem,
pola pemukiman dengan pedestrianisasi dan sepedanisasi, dan lain sebagainya
(Budihardjo dan Hardjohubojo, 1993).
Lingkungan perumahan merupakan faktor yang sangat potensial dari ruang
terbuka hijau untuk didayagunakan sebagai cermin identitas suatu kawasan
perumahan. Penataan ruang terbuka hijau yang alami dengan penggunaan bahan
lokal dan tanaman khas setempat akan menciptakan suasana yang unik dan
berkepribadian (Arifin dan Nurhayati, 1993).
Bermukim pada hakekatnya adalah menetap yang pada intinya mengacu
pada adanya ketenangan. Ketenangan ruang dalam ruang membawa pula
ketenangan rohani bagi manusia. Namun, karena manusia adalah mahluk sosial
yang selalu bersama dengan orang lain muncullah suatu kelompok rumah-rumah
yang kemudian disebut dengan permukiman (Budihardjo, 1998).
Permukiman yang berkelompok merupakan suatu bentuk rumah perkotaan
(urban house) yang disesuaikan dengan berbagai skala masyarakat yang berbeda-
beda serta memiliki hierarki ruang-ruang pribadi, semi pribadi, dan publik.
Permukiman yang berkelompok tersebut merupakan suatu kesatuan yang lebih
besar dan lebih kompleks dimana unit-unit dikelompokkan membentuk sebuah
komunitas kecil dimana bagian-bagian ini saling membagi ruang-ruang terbuka,
jalur hijau, tempat parkir, kotak pos, bak sampah, dan tempat bermain anak-anak
(Budihardjo, 1998).
Penentuan lokasi permukiman harus dapat memperhatikan kondisi dan
tempat peruntukannya. Menurut Budihardjo (1998), untuk menetapkan lokasi
permukiman yang baik perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a) Daerah bebas banjir, daerah bebas gempa, daerah bebas angin ribut, daerah
bebas rayap.
b) Mudah dicapai tanpa hambatan yang berarti.
c) Sejauh mungkin dipertahankan tanah yang berfungsi sebagai reservoir air
tanah, penampungan air hujan dan penahan air laut.
d) Jauh dari lokasi pabrik yang mendatangkan polusi.
e) Lokasi sebaiknya dipilih yang udaranya masih sehat.
f) Lokasi sebaiknya tidak terlalu terganggu oleh kebisingan.
g) Dapat mempertahankan suatu contoh bagi masyarakat sekelilingnya untuk
membangun rumah dan lingkungan yang sehat, layak, dan indah.
Lingkungan permukiman terdiri atas ruang terbangun dan ruang terbuka.
Ruang terbuka meliputi seluruh bidang tanah yang tidak ditempati oleh bangunan.
Ruang-ruang terbuka juga mencakup ruang-ruang umum seperti lapangan parkir
dan halaman bermain juga jalur-jalur hijau kendaraan, jalan setapak, taman
pribadi. Bentuk-bentuk dari ruang terbuka ini sangat tergantung pada pola dan
susunan bangunannya (Hakim, 1993).
Permukiman berwawasan lingkungan diwujudkan dengan berbagai usaha
yang mengarah pada peningkatan kualitas dan kepedulian terhadap lingkungan
seperti melakukan konservasi tanah agar dalam kondisi tetap, baik, dan penerapan
desain hunian menekankan konsep hijau. Hal ini sangat ditekankan oleh para
developer karena mengingat sekarang ini kecenderungan orang
mempertimbangkan soal lingkungan dalam memilih suatu hunian. Kriteria yang
dipertimbangkan adalah lingkungan permukiman yang asri dan relatif memiliki
halaman yang lebih luas dari hunian (Utami, 1997).
BAB III
METODOLOGI
3.1 Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilakukan pada dua kawasan perumahan di Kota Makassar,
yaitu Perumahan Anging Mammiri yang memiliki luas areal sekitar 15,23 ha =
152.300 m2
10% = 15.230 m2, terletak di Kelurahan Kassi-Kassi, Kecamatan
Rappocini, dan Perumahan Taman Toraja yang memiliki luas areal sekitar 13,8 ha
= 138.000 m2 10% = 13.800 m
2, terletak di Kelurahan Tanjung Mardeka,
Kecamatan Tamalate. Penelitian ini berlangsung pada bulan Februari hingga April
2013.
3.2 Metode Penelitian
Penelitian mengenai keanekaragaman hayati ini dilakukan dengan
menggunakan metode Tzoulas dan James (2010). Pelaksanaan metode ini
dilakukan dengan tahap sebagai berikut.
3.2.1 Pengenalan Kondisi Lapangan
Untuk pengenalan kondisi lapangan dilakukan dengan cara melihat dari
foto udara dan kunjungan langsung ke lapangan. Hal ini bertujuan untuk
mengenal lebih jauh kondisi lapangan.
10 m
3.2.2 Pengukuran Tingkat Penutupan Lahan oleh Struktur Vegetasi dan
Keragaman Tanaman Vaskular
a) Penentuan ukuran daerah sampel
Ukuran daerah sampel yang dipilih harus dianggap cukup untuk mewakili
variabilitas jenis dan struktur vegetasi serta ukuran sampel harus seragam
untuk satu paket studi. Jari-jari tiap titik sampel adalah 60 m dari titik
tengah (Gambar 1).
60 m
Titik
Gambar 1. Ukuran daerah sampel
b) Penentuan jumlah titik sampel
Titik sampel pada setiap perumahan terdiri atas tiga titik sampel dengan
jari-jari 60 m atau seluas 11304 m2 per titik sampel yang dianggap mewakili
10% (Tzoulas dan James, 2010) dari ukuran lokasi studi serta menangkap
variabilitas dalam area tersebut. Lokasi titik sampel pada masing-masing
perumahan dapat dilihat pada Gambar 2 dan 3.
c) Pencatatan struktur vegetasi (dengan teknik Isovist Tandy)
1) Penentuan cakrawala visual
Dalam studi ini cakrawala visual masing-masing plot sampling melingkar
dengan radius 60 m. Untuk menggambarkan masing-masing plot
sampling, sebuah tali rafia digunakan untuk membuat jari-jari 60 m dari
pusat landmark. Dari masing-masing titik tengah, empat radius jari-jari
diukur dari utara ke selatan dan dari timur ke barat serta dari barat daya ke
timur laut dan dari tenggara ke barat laut. Ujung jari-jari masing-masing
ditandai dan tanda-tanda ini digunakan untuk menunjukkan batas-batas
plot sampling.
2) Pencatatan dominasi penutupan lahan oleh struktur vegetasi yang berbeda
Proporsi tutupan lahan struktur vegetasi yang berbeda secara visual
diperkirakan dan dicatat pada lembar catatan lapangan (Tabel Lampiran 1)
baik dari titik pusat (jika diperoleh pandangan yang tidak terhalangi dari
plot sampling keseluruhan) atau dengan berjalan sekitar sampling area
(jika ada struktur vegetasi atau bangunan tinggi mengganggu pandangan).
3) Mengidentifikasi dan merekam genera tanaman vaskular
Keempat jari-jari yang dibuat sebelumnya untuk menggambarkan plot
sampling digunakan sebagai transek lebar 10 meter dimana dilakukan
identifikasi tumbuhan vaskular (Gambar 1). Setiap transek dijalani empat
kali untuk mengidentifikasi dan mencatat rumput, ground cover, semak,
dan pohon secara bergiliran. Tumbuhan vaskular yang menjadi komponen
utama dari struktur vegetasi, dan yang menonjol secara visual
diidentifikasi.
3.2.3 Menggabungkan Indikator Menjadi Nilai Keanekaragaman Hayati
Data yang diperoleh selanjutnya digabungkan menjadi nilai
keanekaragaman hayati dengan cara menggabungkan elemen struktural dan
keragaman dari tanaman vaskular ke dalam skor keanekaragaman. Prosedur yang
dikembangkan di sini terdiri dari empat langkah dan diuraikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Prosedur menggabungkan elemen struktural dan keragaman dari tanaman
vaskular ke dalam skor keanekaragaman
Langkah 1: Untuk setiap struktur vegetasi yang ditemukan
+ 1 poin (tanpa melihat skala penutupan dominan dari setiap elemen struktural)
Langkah 2: tambahan poin dengan mengacu pada hasil skor nilai dominasi daerah terbangun
-1 poin untuk nilai dominasi daerah terbangun 6
-2 poin untuk nilai dominasi daerah terbangun 7
-3 poin untuk nilai dominasi daerah terbangun 8
-4 poin untuk nilai dominasi daerah terbangun 9
-5 poin untuk nilai dominasi daerah terbangun 10
+1 poin untuk nilai dominasi daerah terbangun 5
+2 poin untuk nilai dominasi daerah terbangun 4
+3 poin untuk nilai dominasi daerah terbangun 3
+4 poin untuk nilai dominasi daerah terbangun 2
+5 poin untuk nilai dominasi daerah terbangun 1
Langkah 3: tambahan poin dengan mengacu pada jumlah genera tanaman vaskular yang
ditemukan
+1 poin untuk setiap 6 genera tanaman vaskular yang ditemukan
+0 poin jika tidak ada tanaman vaskular yang
ditemukan
+8 poin jika terdapat 43 - 48 genera tanaman
vaskular yang ditemukan
+1 poin jika terdapat ≤ 6 genera tanaman
vaskular yang ditemukan
+9 poin jika terdapat 49 - 54 genera tanaman
vaskular yang ditemukan
+2 poin jika terdapat 7 - 12 genera tanaman
vaskular yang ditemukan
+10 poin jika terdapat 55 - 60 genera tanaman
vaskular yang ditemukan
+3 poin jika terdapat 13 - 18 genera tanaman
vaskular yang ditemukan
+11 poin jika terdapat 61 - 66 genera tanaman
vaskular yang ditemukan
+4 poin jika terdapat 19 - 24 genera tanaman
vaskular yang ditemukan
+12 poin jika terdapat 67 - 72 genera tanaman
vaskular yang ditemukan
+5 poin jika terdapat 25 - 30 genera tanaman
vaskular yang ditemukan
+13 poin jika terdapat 73 - 78 genera tanaman
vaskular yang ditemukan
+6 poin jika terdapat 31 - 36 genera tanaman
vaskular yang ditemukan
+14 poin jika terdapat 79 - 84 genera tanaman
vaskular yang ditemukan
+7 poin jika terdapat 37 - 42 genera tanaman
vaskular yang ditemukan
(dan seterusnya)
Langkah 4: Jumlahkan nilai keanekaragaman
yaitu menjumlahkan poin dari langkah 1 sampai 3
Gambar 2. Lokasi titik sampel di Perumahan Anging Mammiri
Titik Sampel 3
Titik Sampel 1
Titik Sampel 2
Titik Sampel 1
Gambar 3. Lokasi titik sampel di Perumahan Taman Toraja
Titik Sampel 1
Titik Sampel 2
Titik Sampel 3
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Kondisi Umum
Perumahan Anging Mammiri dan Taman Toraja merupakan perumahan
yang terletak di Kota Makassar, Provinsi Sulawesi Selatan. Kota Makassar
terletak antara 05°03’18” - 05°13’6,5” LS dan 119°18’28” - 119°32’03” BT
dengan ketinggian yang bervariasi antara 1 - 25 meter dari permukaan laut. Kota
Makassar merupakan daerah pantai yang datar dengan kemiringan 0 – 5 derajat ke
arah barat, diapit dua muara sungai yakni sungai Tallo yang bermuara di bagian
utara kota dan sungai Jeneberang yang bermuara di selatan kota.
Berdasarkan data pencatatan Stasiun Meteorologi Maritim Paotere, secara
umum iklim Perumahan Anging Mammiri dan Taman Toraja sama dengan iklim
Kota Makassar. Iklim Kota Makassar yaitu beriklim tropis dengan suhu rata-rata
setiap tahunnya berkisar 26,2oC – 29,3
oC. Suhu rata-rata ini masih termasuk
dalam suhu yang nyaman bagi manusia. Menurut Laurie (1986), suhu yang
nyaman bagi manusia adalah 23,4oC – 30,5
oC. Kelembaban relatif rata-rata Kota
Makassar setiap bulannya sekitar 77%. Curah hujan tahunan berkisar 2000 -3000
mm tahun-1
(BPS, 2011).
Jenis-jenis tanah yang ada di wilayah Kota Makassar terdiri dari tanah
inceptisol dan tanah ultisol. Jenis tanah inceptisol terdapat hampir di seluruh
wilayah Kota Makassar, merupakan tanah yang tergolong sebagai tanah muda
dengan tingkat perkembangan lemah yang dicirikan oleh horison penciri kambik
(Anonim, 2009).
4.1.1 Perumahan Anging Mammiri
Perumahan Anging Mammiri terletak di Kelurahan Kassi-Kassi,
Kecamatan Rappocini, Kota Makassar. Perumahan Anging Mammiri di sebelah
utara berbatasan dengan Jalan Aroeppala, sebelah selatan berbatasan dengan SMP
Negeri 21 Makassar dan BTN Minasa Upa Makassar, sebelah barat berbatasan
dengan SMA Negeri 9 Makassar, dan sebelah timur berbatasan dengan
Perumahan Bosowa. Perumahan Anging Mammiri memiliki luas areal sekitar
15,23 ha dan menurut pihak pengelola, perumahan ini menyediakan ruang terbuka
hijau sekitar 30% dari luas areal perumahan karena pembangunan perumahan ini
berlandaskan pada Undang-undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang,
dan perencanaan tata ruang wilayah kota. Perumahan Anging Mammiri juga
memiliki beberapa fasilitas umum (fasum) berupa jalan, taman dan fasilitas sosial
(fasos) seperti rumah ibadah. Wilayah Perumahan Anging Mammiri memiliki
ketinggian tempat sekitar 1 – 7 meter dpl.
Perumahan Anging Mammiri dikembangkan oleh PT. Nusa Sembada
Bangunindo pada tahun 2006 dengan konsep lingkungan yang hijau dan teduh,
area terbuka yang luas, serta terdapat beberapa taman di area perumahan seperti
taman bundaran, jalur hijau jalan, taman kantor, dan lain-lain. Perumahan Anging
Mammiri dikembangkan di atas lahan yang sebelumnya adalah daerah rawa dan
persawahan yang kemudian dilakukan penimbunan dengan ketinggian timbunan
pada areal perumahan mencapai sekitar 1 - 2 meter. Tanah timbunan yang
digunakan berasal dari Kabupaten Gowa yang jenis tanahnya merupakan tanah
litosol atau biasa juga disebut sebagai tanah inceptisol. Penimbunan itu dapat
mengakibatkan terjadinya banjir di daerah yang lebih rendah pada musim hujan
dan kekeringan pada musim kemarau. Kekeringan pada saat musim kemarau tiba
menyebabkan tanaman sulit tumbuh karena kurangnya ketersediaan air tanah.
Oleh karena kawasan perumahan awalnya daerah rawa dan persawahan,
memungkinkan ketersediaan air dapat terpenuhi pada musim hujan, tetapi akan
terjadi kekeringan pada saat musim kemarau tiba sehingga kebutuhan tanaman
akan air tidak dapat terpenuhi. Menurut Anonim (2012), kerusakan rawa atau
penimbunan rawa untuk dijadikan lahan pemukiman dapat menimbulkan banjir di
musim hujan dan kekeringan sumur pada musim kemarau, karena keseimbangan
air tanah tidak berjalan dari rawa sebagai pengisi. Selain air, unsur hara juga dapat
menjadi pengahambat pertumbuhan tanaman karena tanah litosol merupakan jenis
tanah yang rendah unsur hara, semakin merah tanah maka semakin rendah pula
unsur hara yang terkandung didalamnya sehingga dalam penanaman harus disertai
dengan pemupukan untuk memenuhi kebutuhan tanaman akan unsur hara.
Perumahan Anging Mammiri menyediakan berbagai pilihan tipe hunian
(36/98, 46/112, 70/126, 90/144, 112/160). Tipe hunian ini merupakan tipe hunian
untuk kalangan menengah ke atas dengan harga jual berkisar antara Rp
395.000.000 – Rp 1.200.000.000. Perumahan ini termasuk perumahan yang baru
karena masih banyaknya tanah kosong yang belum dibangun meskipun
sebagiannya lagi sementara dalam proses pembangunan, hal ini juga dapat dilihat
dengan masih kurangnya rumah yang terhuni yaitu sebanyak 273 unit atau sekitar
40,8% dari jumlah keseluruhan unit (670 unit) yang akan dibangun.
4.1.2 Perumahan Taman Toraja
Perumahan Taman Toraja terletak di Kelurahan Tanjung Mardeka,
Kecamatan Tamalate. Perumahan Taman Toraja di sebelah utara berbatasan
dengan Perumahan Taman Masamba, sebelah selatan berbatasan dengan
Perumahan Taman Metropolitan, sebelah barat berbatasan dengan Sekolah Dian
Harapan, dan sebelah timur berbatasan dengan Grand Orchid Tanjung Bunga.
Luas Perumahan Taman Toraja sekitar 13,8 ha dan memiliki ruang terbuka hijau
sekitar 20% - 30% dari luas areal perumahan. Wilayah Perumahan Taman Toraja
memiliki ketinggian tempat sekitar 1 – 5 meter dpl.
Perumahan Taman Toraja dikembangkan oleh PT. Gowa Makassar
Tourism Development Tbk. pada tahun 1997 dengan konsep membangun dengan
tetap memperhatikan lingkungan. Perumahan Taman Toraja dikembangkan di
atas lahan yang dulunya adalah daerah empang yang di sekitarnya terdapat pantai.
Kondisi lahan yang cukup miring menyebabkan Perumahan Taman Toraja dapat
terhindar dari banjir.
Perumahan Taman Toraja merupakan perumahan yang sudah lama
dibangun yaitu sejak tahun 1997, jika dibandingkan dengan Perumahan Anging
Mammiri yang baru dibangun pada tahun 2006. Perumahan Taman Toraja
merupakan perumahan jenis hunian untuk kalangan menengah dan tersedia
beberapa tipe rumah yaitu tipe 36, 40, dan 50 dengan harga jual berkisar antara
Rp 250.000.000 – Rp 500.000.000. Jumlah rumah keseluruhan sebanyak 718 unit,
480 unit diantaranya sudah dihuni dan sebanyak 238 unit yang tidak terhuni.
Kondisi rumah pada perumahan ini pun sudah banyak yang rusak namun masih
ada upaya dari pihak pengelola untuk melakukan perbaikan kerusakan sehingga
rumah dapat kembali menjadi layak jual (Gambar Lampiran 12). Perumahan
Taman Toraja juga merupakan perumahan yang kurang akan fasilitas sosial,
misalnya saja taman dan tempat ibadah. Namun, letak perumahan ini termasuk
strategis karena dekat dengan tempat wisata pantai Akarena, pusat perbelanjaan
GTC, dan sebagainya.
4.2 Keragaman Penutupan Lahan
Berdasarkan data dari lapangan, dilakukan perhitungan skor
keanekaragaman (Tabel 2). Contoh perhitungan untuk mendapatkan hasil Tabel 2
dapat dilihat pada Tabel Lampiran 2.
Tabel 2. Perhitungan skor keanekaragaman perumahan Anging Mammiri dan
Taman Toraja
Struktur Vegetasi
Nilai Dominasi Pada Masing-masing Titik Sampel
Anging Mammiri Taman Toraja
1 2 3 1 2 3
Pohon Tinggi 2 2 0 1 2 6
Pohon Rendah 3 3 1 4 7 5
Semak/Perdu 3 5 2 6 6 4
Rumput Tinggi 2 0 0 0 0 0
Rumput Rendah 5 5 2 7 3 3
Penutup Tanah 6 6 4 8 5 5
Tanaman Air 1 0 1 0 0 0
Daerah Terbangun 8 8 8 8 8 8
Jumlah genera
tanaman 59 44 21 53 52 51
Langkah 1 8 6 6 6 6 6
Langkah 2 -3 -3 -3 -3 -3 -3
Langkah 3 10 8 4 9 9 9
Langkah 4 15 11 7 12 12 12
Sumber: Data Primer Setelah Diolah (2013)
Keterangan :
Langkah 1 : tambahkan 1 poin untuk jumlah jenis struktur vegetasi yang
ditemukan di lokasi
Langkah 2 : beri poin dengan mengacu pada hasil skor nilai dominasi daerah
terbangun.
Langkah 3 : beri poin dengan mengacu pada jumlah genera tanaman vaskular
yang ditemukan
Langkah 4 : Penjumlahan nilai keanekaragaman
Berdasarkan perhitungan pada Tabel 2, jumlah nilai keanekaragaman di
Perumahan Anging Mammiri pada titik sampel 1 adalah 15, titik sampel 2 adalah
11, dan titik sampel 3 adalah 7. Jumlah nilai keanekaragaman di Perumahan
Taman Toraja pada titik sampel 1 adalah 12, titik sampel 2 adalah 12, dan titik
sampel 3 adalah 12.
Jumlah nilai keanekaragaman tertinggi di Perumahan Anging Mammiri
terdapat pada titik sampel 1 dengan nilai keanekaragaman 15, sedangkan di
Perumahan Taman Toraja memiliki jumlah nilai keanekaragaman yang sama
antara titik sampel 1, 2 dengan titik sampel 3 yaitu 12. Adapun jenis-jenis RTH
yang ditemui pada Perumahan Anging Mammiri yaitu, taman, tanah kosong, dan
jalur hijau jalan, sedangkan pada Perumahan Taman Toraja yaitu, jalur hijau,
taman, dan tanah kosong. Ruang terbuka hijau yang luas memungkinkan
tumbuhnya genera tanaman yang banyak, sedangkan areal terbangun
memungkinkan tumbuhnya genera tanaman lebih sedikit bahkan tidak sama
sekali. Ruang terbuka hijau dapat dibangun untuk mengelola lingkungan
perkotaan untuk menurunkan suhu pada waktu siang hari dan sebaliknya pada
malam hari dapat lebih hangat karena tajuk pohon dapat menahan radiasi balik
(reradiasi) dari bumi. Ruang terbuka hijau juga dapat berfungsi sebagai habitat
berbagai jenis hidupan liar dengan keanekaragaman hayati yang cukup tinggi.
Ruang terbuka hijau dapat menciptakan lingkungan alami dan keanekaragaman
tumbuhan dapat menciptakan ekosistem lokal yang akan menyediakan tempat dan
makanan untuk burung dan binatang lainnya (Anonim, 2010).
Tabel 3. Ringkasan hasil indikator keanekaragaman dan skor keanekaragaman
pada dua lokasi penelitian
Struktur Vegetasi Anging Mammiri Taman Toraja
Rata-rata nilai dominasi
Pohon tinggi 1 3
Pohon rendah 2 5
Semak/perdu 3 5
Rumput tinggi 1 0
Rumput rendah 4 4
Penutup tanah 5 6
Tanaman air 1 0
Daerah terbangun 8 8
Keanekaragaman Genera Jumlah genera tanaman vascular
Max 59 53
Min 21 51
Jumlah jenis genera 75 82
Rata-rata 25 27
Skor Keanekaragaman Skor keanekaragaman keseluruhan
Max 15 12
Min 7 12
Rata-rata 11 12
Jumlah skor 33 36
Sumber: Data Primer Setelah Diolah (2013)
Keanekaragaman genera tanaman vaskular di Perumahan Taman Toraja
dengan rata-rata 12 jumlah genera lebih tinggi dari Perumahan Anging Mammiri
yang hanya memiliki rata-rata 11 jumlah genera. Jumlah genera tanaman di
Perumahan Taman Toraja lebih tinggi daripada Perumahan Anging Mammiri
karena perumahan ini merupakan perumahan yang sudah cukup lama dibangun
yaitu sejak tahun 1997 sehingga memiliki ruang terbuka hijau yang lebih luas,
sedangkan Perumahan Anging Mammiri termasuk perumahan yang baru karena
mulai dibangun pada tahun 2006 hingga sampai sekarang perumahan ini masih
dalam tahap proses pembangunan sehingga jumlah genera yang terdapat lebih
rendah daripada Perumahan Taman Toraja meskipun Perumahan Anging
Mammiri memiliki areal yang lebih luas. Menurut Hakim (2011), ruang terbuka
hijau dapat ditanami dengan berbagai jenis tanaman langka dan menjadikan
tempat koleksi keanekaragaman hayati yang tersebar di seluruh Indonesia,
sehingga dapat juga berguna sebagai kawasan konservasi, karena pada areal
tersebut dapat dilestarikan dengan flora dan fauna.
Total keanekaragaman hayati pada Perumahan Taman Toraja lebih besar
dibanding Perumahan Anging Mammiri dengan jumlah skor 36 yang berarti
terdapat banyak ragam jenis tanaman pada Perumahan Taman Toraja dengan luas
areal yang hanya 13,8 ha dan tidak menunjukkan adanya pengaruh yang
signifikan dari ekologi pantai di sekitarnya, sedangkan jumlah skor pada
Perumahan Anging Mammiri adalah 33 namun tidak terlalu jauh berbeda dengan
keanekaragaman hayati yang terdapat pada Perumahan Taman Toraja. Perumahan
Taman Toraja memiliki total nilai keanekaragaman hayati yang tinggi karena
pengelola perumahan ini ingin menciptakan lingkungan yang asri dan sejuk
sehingga warga pun merasa nyaman. Selain itu, hal ini juga dikarenakan
Perumahan Taman Toraja jauh lebih dulu dibangun daripada Perumahan Anging
Mammri. Menurut Tzoulas dan James (2010), potensi keanekaragaman hayati
dari daerah terbangun tidak sebanding dengan permukaan tanpa bangunan.
Proporsi daerah terbangun yang tinggi pada area sampling akan mengurangi
keanekaragaman hayati.
Penutupan lahan di Perumahan Anging Mammiri didominasi oleh daerah
terbangun dengan rata-rata nilai dominasi 8 yang berarti bahwa pada titik sampel
ini lebih besar persentase ruang terbangun daripada ruang terbuka hijaunya,
sedangkan penutupan lahan di Perumahan Taman Toraja juga didominasi oleh
daerah terbangun dengan rata-rata nilai dominasi 8. Penutupan lahan oleh struktur
vegetasi pada dua lokasi disajikan dalam Gambar 4.
Gambar 4. Dominasi penutupan lahan oleh struktur vegetasi
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Rat
a-ra
ta N
ilai D
om
inas
i
Struktur Vegetasi
Anging Mammiri
Taman Toraja
Banyaknya vegetasi yang terdapat pada lingkungan perumahan dapat
menimbulkan suhu lingkungan menjadi sejuk sehingga penghuni dapat tinggal
dengan nyaman tanpa adanya polusi, kebisingan, juga dapat memperlambat air
jatuh ke tanah sehingga mengurangi terjadinya aliran permukaan (run-off). Hal ini
sesuai dengan pendapat Hakim (2011), bahwa salah satu masalah yang cukup
merisaukan masyarakat adalah berkurangnya kenyamanan akibat meningkatnya
suhu udara. Untuk mengatasi itu, ruang terbuka hijau dibangun (dengan pola
penghijauan tanaman pohon) agar pada siang hari tidak terlalu panas akibat
banyaknya perkerasan seperti jalan, jembatan, bangunan. Menurut Wonorahardjo
et al (2010), pengendalian iklim mikro kota dapat dilakukan dengan vegetasi dan
infrastruktur lainnya seperti jalan, lapangan terbuka, dan lain-lain.
Perumahan yang baik dan nyaman sebagai hunian hendaknya menerapkan
konsep hijau yang memiliki ruang terbuka hijau yang luas karena dapat menjaga
keseimbangan lingkungan. Hal ini sesuai dengan pendapat Hakim (2011) yang
menyatakan bahwa salah satu permasalahan dalam pembangunan perumahan di
suatu kawasan adalah faktor lingkungan terutama keberadaan RTH, yang selalu
menjadi bagian terkecil dari keberadaannya di dalam lokasi perumahan. Banyak
pemikiran bahwa keberadaan ruang terbuka hijau tersebut hanya bagian dari suatu
sistem keindahan dan estetika belaka. Padahal, fungsi RTH dalam suatu kawasan
memberikan kontribusi menjaga keseimbangan lingkungan dan justru akan
menambah nilai eksternalitas kawasan yang berdampak pada harga riel produk
rumah yang semakin tinggi.
Penutupan lahan di Perumahan Anging Mammiri dan Taman Toraja
didominasi oleh areal terbangun. Keadaan yang didominasi oleh bangunan
menyebabkan kemungkinan terjadinya banjir pada perumahan tersebut karena
kurangnya vegetasi yang dapat mengikat air dan mengurangi terjadinya aliran
permukaan tanah pada saat musim hujan. Hal ini sesuai dengan pendapat Joga dan
Ismaun (2011), yang menyatakan bahwa berkurangnya RTH dan bertambahnya
dominasi lahan terbangun (hutan beton) kota berdampak pada keseimbangan
ekosistem kota dengan indikasi penurunan kualitas lingkungan perkotaan seperti
banjir pada musim hujan, fenomena pulau panas kota (urban heat island) pada
musim kemarau, dan meningkatnya pencemaran udara kota.
Jenis tanaman yang mendominasi Perumahan Anging Mammiri adalah ki
hujan (Samanea saman), sedangkan pada Perumahan Taman Toraja didominasi
oleh tanaman tanjung (Mimusops elengi). Ki hujan yang terdapat pada Perumahan
Anging Mammiri berfungsi sebagai tanaman peneduh di sepanjang jalan. Pohon
tanjung yang terdapat pada Perumahan Taman Toraja memiliki fungsi yang
hampir sama dengan pohon ki hujan, yaitu sebagai tanaman peneduh. Hal ini
dapat dilihat dari kedua pohon yang memiliki tajuk yang lebar dan kepadatan
daun yang rapat. Keberadaan pohon pada area perumahaan juga dapat
meningkatkan kualitas udara, mencegah erosi, meningkatkan kualitas air, dan
dapat memodifikasi iklim. Hal ini sesuai dengan pendapat Hakim (2006), yang
menyatakan bahwa pohon sangat berfungsi dalam mengendalikan iklim mikro,
membatasi fisik, mengontrol pandangan, mereduksi kebisingan dan polutan udara,
mengontrol angin, mencegah erosi, merupakan habitat satwa, dan meningkatkan
nilai estetika lingkungan. Jenis-jenis penutupan struktur vegetasi dari tiap titik
sampel pada dua lokasi perumahan dapat dilihat langsung dari foto panorama.
Jenis-jenis vegetasi yang ditemukan pada dua lokasi perumahan dapat dilihat pada
Tabel Lampiran 3 dan 4, sedangkan panorama tiap titik sampel dapat dilihat pada
Gambar Lampiran 1 sampai 6.
Perumahan Anging Mammiri dan Taman Toraja merupakan jenis
perumahan yang ada di kota Makassar dan dikembangkan oleh pengembang
swasta yang memiliki ruang terbuka hijau dan jumlah genera yang tergolong
rendah. Perumahan Anging Mammiri dan Taman Toraja memiliki jumlah jenis
genera sebanyak 75 dan 82 dengan skor keanekaragaman sebesar 33 dan 36. Jika
dibandingkan dengan Perumahan Bumi Tamalanrea Permai (BTP), berdasarkan
hasil penelitian Irawan (2012) jumlah jenis genera di Perumahan BTP sebanyak
82 dengan skor keanekaragaman sebesar 52, dan juga memiliki luasan ruang
terbuka hijau sebesar 60,5 ha atau 24,14% dari luas perumahan yang terdiri atas
tanah kosong, persawahan, dan sebagainya. Perumahan BTP juga dilengkapi
dengan beberapa fasilitas seperti lapangan bola, sekolah, kantor polisi, mesjid,
dan lain-lain. Perumahan BTP memiliki jenis ekosistem yang mirip dengan
Perumahan Anging Mammiri serta jumlah jenis genera yang hampir sama.
Namun, Perumahan Taman Toraja memiliki jumlah jenis genera yang sama
dengan Perumahan BTP yaitu sebanyak 82 meskipun memiliki jenis ekosistem
yang berbeda. Dari segi fasilitas, Perumahan BTP juga memiliki fasilitas yang
lebih lengkap dari Perumahan Anging Mammiri dan Taman Toraja. Disini dapat
dilihat peran pengembang swasta dengan pemerintah dalam menyediakan
perumahan untuk berbagai kalangan masyarakat. Pengembang pihak pemerintah
tidak berbeda dengan pengembang swasta yang membangun properti guna untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat dan lebih menekankan pada pembangunan fisik.
Namun, dari segi harga, perumahan yang dikembangkan oleh pihak pemerintah
tergolong relatif lebih murah dibandingkan dengan perumahan milik perusahaan
swasta. Dari segi target pemasaran pun berbeda, karena pemerintah lebih
mengarah pada masyarakat kalangan menengah ke bawah sedangkan perusahaan
swasta lebih mengarah pada kalangan menengah ke atas guna untuk memperoleh
keuntungan yang tinggi bagi perusahaan.
Perumahan Anging Mammiri dan Perumahan Taman Toraja berasal dari
jenis ekosistem yang berbeda yaitu bekas area rawa/persawahan (sebelah timur
kota) dan bekas area empang (sebelah barat kota). Adapun karakteristik dari area
rawa/persawahan, yaitu terjadi genangan saat musim hujan, banjir, tanah retak
saat kemarau panjang, suhu relatif lebih rendah, dan lain-lain. Sedangkan
karakteristik dari area empang/pantai, yaitu anginnya lebih kencang, suhu di
sekitarnya relatif tinggi, dan memiliki tanah yang salinitasnya cukup tinggi karena
terjadi intrusi air laut. Selain itu, ada beberapa dampak negatif yang mengancam
penghuni yang tinggal dekat dengan pantai, misalnya banjir, erosi pantai,
gelombang pasang, dan sebagainya. Berdasarkan hasil survei yang dilakukan di
lapangan, keduanya tidak memiliki perbedaan yang signifikan jika ditinjau dari
segi pemilihan tanaman pada lokasi perumahan. Jenis tanaman yang terdapat pada
kedua perumahan ini merupakan jenis tanaman yang umum digunakan. Tanaman
yang terdapat pada Perumahan Anging Mammiri juga ditemukan pada Perumahan
Taman Toraja serta dapat juga ditemukan di tempat lain, misalnya saja tanaman
kembang kertas, kamboja jepang, mangga, palem-paleman, ketapang, dan
sebagainya. Pada perumahan Taman Toraja terdapat beberapa tanaman yang
sesuai dengan jenis ekologi pantai, yaitu ketapang dan kelapa karena kedua
tanaman ini mampu tumbuh dengan baik meskipun pada tanah dengan salinitas
cukup tinggi.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, dapat disimpulkan
sebagai berikut:
1. Perumahan Anging Mammiri dan Perumahan Taman Toraja didominasi
oleh daerah terbangun dengan rata-rata nilai dominasi 8.
2. Nilai keanekaragaman hayati di Perumahan Taman Toraja dengan jumlah
nilai 36 lebih tinggi dibanding Perumahan Anging Mammiri yang sebesar
33. Keanekaragaman genera tanaman vaskular di Perumahan Taman
Toraja dengan rata-rata 27 lebih tinggi dari Perumahan Anging Mammiri
dengan rata-rata 25.
3. Dari segi pemilihan jenis tanaman, Perumahan Anging Mammiri dan
Perumahan Taman Toraja tidak memiliki perbedaan yang signifikan
meskipun berasal dari jenis ekosistem yang berbeda.
5.2 Saran
Sebaiknya dalam pembangunan perumahan dan sebagainya harus
lebih memperhatikan lingkungan kawasan tersebut dan menyediakan ruang
terbuka hijau dengan jumlah genera dan keanekaragaman hayati yang tinggi
karena ruang terbuka hijau itu sendiri dapat berdampak baik pada penghuni
perumahan.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2009. Geografis Makassar. http://bahasa.makassarkota.go.id/index.php?
option=com_content&view=article&id=85. Diakses pada tanggal 24
Februari 2013
_______. 2010. Ruang Terbuka Hijau Kota Bandung. https://sites.google.com/
site/tamanbandung/fun-facts/untuk-apa-rth. Diakses pada tanggal 24
Februari 2013.
_______. 2012. Air. http://blhbu.net/index.php?option=com_content&view=
article&id=47%3 Aair&catid=10&Itemid=18.html. Diakses pada tanggal
29 Maret 2012.
_______. 2013. Kegiatan Manusia Yang Mempengaruhi Keanekaragaman
Hayati. http://berbagi-segala.blogspot.com/2013/01/kegiatan-manusia-
yang-mempengaruhi.html. Diakses pada tanggal 6 Mei 2013.
Arifin, H.S., Nurhayati. 1993. Pemeliharaan Tanaman. Jakarta: Penebar
Swadaya.
Baiquni, H. 2007. Pengelolaan Keanekaragaman Hayati. Persemakmuran.
[BPS] Badan Pusat Statistik, 2011. Makassar Dalam Angka. Makassar. BPS.
Budihardjo, E., S. Hardjohubojo. 1993. Kota Berwawasan Lingkungan. Bandung:
Penerbit Alumni.
Budihardjo, E. 1998. Sejumlah Masalah Pemukiman Kota. Bandung. Penerbit
Alumni.
Eva S.S. 2005. Studi Untuk Menentukan Fungsi Hutan Kota Dalam Masalah
Lingkungan Perkotaan. http://puslit2.petra.ac.id/ejournal/index.php/pwk/
article/download/17764/17728. Diakses pada tanggal 20 Desember 2012.
Fatta H.A. 2001. Pengelolaan Ruang Hijau Kota Pinrang [Tesis]. Makassar:
Program Pascasarjana Program Lingkungan Hidup Universitas
Hasanuddin.
Hakim, R. 1993. Unsur Perancangan dalam Lanskap. Jakarta: Bumi Aksara.
_______. 2011. Aspek Keberadaan Ruang Terbuka Hijau Sebagai Nilai Tambah
pada Kawasan Perumahan Perkotaan. Jakarta: Program Studi Arsitektur
Lansekap, FALTL, Universitas Trisakti.
Haryani P. 2011. Perubahan Penutupan/Penggunaan Lahan dan Perubahan
Garis Pantai di DAS Cipunagara dan Sekitarnya, Jawa Barat [Skripsi].
Bogor: Program Studi Manajemen Sumber Daya Lahan, Fakultas
Pertanian, IPB.
Hijrah, K. 2008. Analisis Struktur Vegetasi Tumbuhan Hubungannya Dengan
Ketersediaan Air Tanah di Kecamatan Jaten Kabupaten Karanganyar.
http://etd.eprints.ums.ac.id/2051/1/A420030175.pdf. Diakses pada
tanggal 22 Desember 2012.
Inoguchi T., Newman., Edward., Paoletto. 2003. Kota dan Lingkungan:
Pendekatan Baru Masyarakat Berwawasan Ekologi. Jakarta: LP3ES.
Irawan E. 2012. Analisis Keragaman Penutupan Lahan Tiga Kawasan
Perumahan di Kota Makassar [Skripsi]. Makassar: Jurusan Budidaya
Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin.
Joga, N., I. Ismaun. 2011. RTH 30% Revolusi (Hijau) Kota. Jakarta: PT.Gramedia
Pustaka Utama.
Laurie, M. 1986. Pengantar Kepada Arsitektur Pertamanan. Bandung:
Intermatra.
Nawawi M. 1995. Fungsi Ekologis, Estetika, Sosial dan Lahan Terbuka Hijau
dalam Menunjang Pembangunan Kota. Malang: IKIP Negeri.
Nurisjah, S.2005. Penilaian Masyarakat terhadap Ruang Terbuka Hijau Wilayah
Perkotaan: Kasus Kotamadya Bogor [Disertasi]. Bogor: Program Studi
Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Fakultas Pertanian
Institut Pertanian Bogor.
Tzoulas, K., P. James. 2010. Making Biodiversity Measures Accessible to Non-
Specialists: An Innovative Method for Rapid Assessment of Urban
Biodiversity. Manchester: School of Environment and Life Sciences, Peel
Building, University of Salford.
Utami, K. P. 1997. Pemukiman Berwawasan Lingkungan. Jakarta: Trubus, Edisi
Juli TH XXVIII.
Wonorahardjo, S., S. Tedja., B. Edward.2010. Studi Pengaruh Kualitas Vegetasi
pada Lingkungan Termal Kawasan Kota di Bandung Menggunakan Data
Citra Satelit. http ://sappk.itb.ac.id/tb/templates/kk-tb/images/
Fullpaper%20Green%20Infrastructure%20a%5B1%5D.n.%20Surjamant
o%20ITB.pdf. Diakses pada tanggal 12 Desember 2012.
Yuniarti A. 2010. Preferensi Penghuni Kawasan Perumahan Kota Wisata
Cibubur dan Limus Pratama Regency Terhadap Fasilitas Pendidikan
[Tesis]. Semarang: Program Pascasarjana Magister Teknik Pembangunan
Wilayah dan Kota, Universitas Diponegoro.
LAMPIRAN
Tabel Lampiran 1. Lembar catatan lapangan
Nomor lembar :
Hari/Tanggal :
Waktu :
Nama surveyor :
Lokasi :
No. Titik sampel :
Koordinat Titik Sampel :
Struktur vegetasi
Tinggi
tanaman
Nilai Dominasi
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Pohon tinggi ≥ 10 m Pohon rendah 5 - ≤ 10 m
Semak/perdu 1 - ≤ 5 m
Rumput tinggi 20 cm - ≤ 1 m
Rumput rendah 5 cm - ≤ 20 cm
Penutup tanah ≤ 5 cm
Tanaman air
Daerah terbangun
Keterangan :
1 : < 4% penutupan dengan jumlah individu sedikit;
2 : < 4% dengan jumlah individu sedang;
3 : < 4% dengan jumlah individu banyak;
4 : 4-10%;
5 : 11-25%;
6 : 26-33%;
7 : 34-50%;
8 : 51-75%;
9 : 76-90%;
10 : 91-100%
Tabel Lampiran 2. Contoh perhitungan skor keanekaragaman hayati :
Lembar catatan lapangan pada titik sampel 1 di Perumahan Anging Mammiri
No lembar 1
Hari/Tanggal Senin, 11 Februari 2013
Waktu 13.30 WITA
Nama surveyor Nur Ilham, Rismang
Lokasi Perumahan Anging Mammiri
No titik sampling 1
Koordinat titik sampling
Struktur
vegetasi
Tinggi
tanaman
Nilai Dominasi
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Pohon tinggi ≥ 10 m √
Pohon rendah 5 - ≤ 10 m
√
Semak/perdu 1 - ≤ 5 m
√
Rumput tinggi 20 cm - ≤ 1 m √
Rumput rendah
5 cm - ≤ 20
cm
√
Penutup tanah ≤ 5 cm
√
Tanaman air √
Daerah terbangun
√
Nilai dominasi=
1= <4% penutupan dengan jumlah individu sedikit;
6= 26-33%;
2= <4% dengan jumlah individu sedang;
7= 34-50%;
3= <4% dengan jumlah individu banyak;
8= 51-75%;
4= 4-10%;
9= 76-90%;
5= 11-25%;
10= 91-100%
Nilai dominasi struktur vegetasi pada titik sampel 1 di Perumahan Anging
Mammiri yaitu: pohon tinggi 2, pohon rendah 3, semak/perdu 3, rumput tinggi 2,
rumput rendah 5, penutup tanah 6, tanaman air 1, dan daerah terbangun 8. Jumlah
genera tanaman yang terdapat di titik sampel ini sebanyak 59 jenis (Lampiran 3).
Perhitungan skor nilai keanekaragaman hayati:
Langkah 1 : Tambahkan 1 poin pada langkah 1 karena terdapat 7 jenis struktur
vegetasi yaitu pohon tinggi, pohon rendah, semak/perdu, rumput
tinggi, rumput rendah, penutup tanah, dan daerah terbangun maka
nilainya 8.
Langkah 2 : Beri poin -3 karena terdapat nilai dominasi daerah terbangun
sebesar 8.
Langkah 3 : Beri poin 10 karena terdapat 59 jenis genera tanaman
Langkah 4 : Langkah 1 + Langkah 2 + Langkah 3
= 8 + (-3) + 10
= 15
Tabel Lampiran 3. Pengamatan genera tanaman vaskular di Perumahan Anging Mammiri
No. Jenis/Genus Tanaman Titik sampel
Indonesia Latin 1 2 3
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
Pohon Tinggi
1 Bambu cina Bambusa multiplex (Lour) Raeuschel √ √ √
2 Belimbing wuluh Averrhoa bilimbi L. √
3 Beringin Ficus benjamuna L. √
4 Beringin karet Ficus elastic √ 5 Cemara norflok Araucaria heterophylla √
6 Durian Durio zibethinus √
7 Glodogan Tiang Polyalthia longifolia √ √
8 Kelapa Cocos nucifera L. √
9 Ki Hujan Samanea saman √ √ √
10 Mangga Mangifera indica √ √ √
11 Nangka Artocarpus heterophyllus √
12 Rambutan Nephelium lappaceum √
Pohon Rendah
13 Cemara Kipas Thujavorientalis √ √ √
14 Cemara Udang Casuarina equisetifolia √ √ √
15 Jambu Biji Psidium guajava √
16 Jeruk nipis Citrus aurantifolia sp. √
17 Kamboja Plumeria sp. √ √
18 Kelor Moringa oleifera √
19 Mengkudu Morinda citrifolia L. √
20 Palem Botol Mascarena lagenicaulis √
21 Palem Ekor Tupai Wodyetia bifurcata √ √
22 Palem Kipas Livistona spp. √
Tabel Lampiran 3. Lanjutan
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
23 Palem Kuning Chrysalidocarpus lutescens √ √ √
24 Palem Merah Cyrtostachis renda √ √
25 Palem Putri Veitchia merilii √
26 Pepaya Carica papaya √ √ √
27 Sirsak Annona muricata L. √
Semak/Perdu
28 Bakung Crinum sp. √ √
29 Bandotan Ageratum conyzoides L. √
30 Batavia Jatropha pandurifolia √
31 Bunga Terkini Euphorbia milii √
32 Cabai Capsicum annum √ √
33 Cocor Bebek Kalanchoe pinnata L. √
34 Daun Bahagia Dieffenbachia sp. √ √
35 Dracaena/Song of India Dracaena reflexa √ √ √
36 Gandarusa Justicia gendarussa Burm.f. √
37 Hanjuang Codyline fruticosa L. √ √ √
38 Iris Iris germanica √ √
39 Jagung Zea mays L. √
40 Jarak Pagar Jatropha curcas √ √
41 Kamboja Jepang Adenium sp. √ √ √
42 Keladi hias Anthurium crystallinum √
43 Kemangi Ocimum sp. √
44 Kembang Kertas Bougainvillae sp. √
45 Kembang Sepatu Hibiscus rosasinensis √
46 Kersen Muntingia calabura L. √ √
47 Mawar Merah Rosa canina √ √
48 Mawar Putih Rosa alba √
49 Meniran Phyllanthus amarus √
Tabel Lampiran 3. Lanjutan
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
50 Nanas hias Ananas comosus √
51 Palem Hijau Ptychosperma macarthurii √ √
52 Palem Wregu Rhapis excels √ √
53 Pandan Bali Dracaena draco √ √
54 Pandan Wangi Pandanus amaryllifolius Roxb. √
55 Pangkas Kuning Duranta sp. √
56 Patah tulang Pedilanthus tithymaloides √
57 Pisang Hias Heliconia sp. √ √
58 Pucuk Merah Syzygium oleana √ √ √
59 Puring Cidiaeum variegatum √ √
60 Sereh Cymbopogon nardus √ √
61 Sikas Cycas revolute √ √ √
62 Soka Ixora stricta √
63 Srikaya Annona squamosa √
64 Tebu Saccharum officinarum √
65 Tomat Lycopersicum esculentum √
66 Ubi Kayu Manihot utilissima √ √
Rumput Tinggi
67 Alang-alang Imperata cylindrica L. √ √ √
Rumput Rendah
68 Rumput Gajah Mini Pennisetum purpureum schamach √
69 Rumput Teki Cyperus rotundus √
Penutup Tanah
70 Adam Hawa Rhoeo discolor L. √ √
71 Daun Dollar Ficus pumila √ √
72 Kucai Carex morrowii √
73 Lidah Mertua Sansiviera sp. √ √ √
74 Putri Malu Mimosa pudica √ √
Tabel Lampiran 3. Lanjutan
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
Tanaman Air
75 Kangkung Air Ipomoea aquatica Forsk √
Jumlah genera tanaman 59 44 21
Jumlah genera secara keseluruhan = 75
Tabel Lampiran 4. Pengamatan genera tanaman vaskular di Perumahan Taman Toraja
No. Jenis/Genus Tanaman Titik sampel
Indonesia Latin 1 2 3
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
Pohon Tinggi
1 Bambu cina Bambusa multiplex (Lour) Raeuschel √ √ √
2 Belimbing wuluh Averrhoa bilimbi L. √ √
3 Beringin Ficus benjamuna L. √ √ √
4 Beringin karet Ficus elastic √ √
5 Cemara norflok Araucaria heterophylla √ √
6 Glodogan Tiang Polyalthia longifolia √ √
7 Jati Tectona grandis √
8 Kelapa Cocos nucifera L. √ √
9 Ketapang Terminalia catappa L. √ √
10 Kiara Payung Filicium decipiens √ √
11 Lamtoro Leucaena leucocephala √
12 Mangga Mangifera indica √ √ √
13 Melinjo Gnetum gnemon L. √
14 Nangka Artocarpus heterophyllus √
15 Palem Raja Roystonea regia √ √ √
16 Rambutan Nephelium lappaceum √ √
17 Tammate √ √
18 Tanjung Mimusops elengi √ √ √
Pohon Rendah
19 Cemara Kipas Thujavorientalis √ √
20 Cemara Lilin Cupressus sempervirens √
21 Jambu air Eugenia aquea Burm.F √
22 Jambu Biji Psidium guajava √ √ √
23 Jeruk nipis Citrus aurantifolia sp. √ √ √
24 Kamboja Plumeria sp. √ √
Tabel Lampiran 4. Lanjutan
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
25 Mengkudu Morinda citrifolia L. √ √
26 Palem Botol Mascarena lagenicaulis √
27 Palem Ekor Tupai Wodyetia bifurcata √
28 Palem Merah Cyrtostachis renda √ √ √
29 Palem Putri Veitchia merilii √ √
30 Pepaya Carica papaya √ √ √
31 Pisang Musa paradisiaca sp. √ √
32 Sirsak Annona muricata L. √
Semak/Perdu
33 Agave Kuning Furcrea gigantea √
34 Alamanda Allamanda cathartica √
35 Anggrek Bulan Phalaenopsis amabilis √
36 Anggrek Kalajengking Arachins sp. √
37 Bakung Crinum sp. √ √
38 Bandotan Ageratum conyzoides L. √
39 Batavia Jatropha pandurifolia √
40 Bunga Terkini Euphorbia milii √ √ √
41 Cabai Capsicum annum √ √ √
42 Cocor Bebek Kalanchoe pinnata L. √
43 Daun Bahagia Dieffenbachia sp. √ √
44 Kembang kertas Bougainvillae sp. √ √
45 Gandarusa Justicia gendarussa Burm.f. √ √ √
46 Hanjuang Codyline fruticosa L. √ √
47 Iris Iris germanica √ √
48 Kaktus Opuntia spp √
49 Kamboja Jepang Adenium sp. √ √ √
50 Kedondong laut Nothopanax fruticosum (L.) √
51 Keladi hias Anthurium crystallinum √
Tabel Lampiran 4. Lanjutan
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
52 Kemangi Ocimum sp. √
53 Kembang sepatu Hibiscus rosasinensis √
54 Kersen Muntingia calabura L. √ √ √
55 Kuping Gajah Anthurium crystallinum √
56 Lantana Lantana camara √
57 Miana Coleus atropurpureus Benth. √
58 Nanas hias Ananas comosus √ √
59 Palem Hijau Ptychosperma macarthurii √ √
60 Palem Kuning Chrysalidocarpus lutescens √ √ √
61 Palem Wregu Rhapis excelsa √ √ √
62 Pandan Bali Dracaena draco √
63 Pandan Wangi Pandanus amaryllifolius Roxb. √ √
64 Pangkas kuning Duranta sp. √ √
65 Patah tulang Pedilanthus tithymaloides √ √
66 Pisang Hias Heliconia sp. √ √ √
67 Pucuk Merah Syzygium oleana √ √
68 Puring Cidiaeum variegatum √ √
69 Sereh Cymbopogon nardus √ √
70 Soka Ixora stricta √ √
71 Srikaya Annona squamosa √ √ √
72 Tebu Saccharum officinarum √ √ √
73 Terong Solanum lycopersicum L. √
74 Ubi Kayu Manihot utilissima √
Rumput Rendah
75 Rumput Gajah Mini Pennisetum purpureum schamach √ √
76 Rumput Manila Zoysia matrella √
77 Rumput Teki Cyperus rotundus √ √
Tabel Lampiran 4. Lanjutan
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
Penutup Tanah
78 Adam Hawa Rhoeo discolor L. √ √
79 Bunga Pukul Empat Mirabilis jalava √
80 Daun Dollar Ficus pumila √ √
81 Lidah Buaya Aloe barbadensis Miller √ √
82 Lidah Mertua Sansiviera sp. √ √ √
Jumlah genera tanaman 53 52 51
Jumlah genera secara keseluruhan = 82
Gambar Lampiran 1. Foto panorama titik sampel 1 di Perumahan Anging Mammiri
Gambar Lampiran 2. Foto panorama titik sampel 2 di Perumahan Anging Mammiri
Gambar Lampiran 3. Foto panorama titik sampel 3 di Perumahan Anging Mammiri
Gambar Lampiran 4. Foto panorama titik sampel 1 di Perumahan Taman Toraja
Gambar Lampiran 5. Foto panorama titik sampel 2 di Perumahan Taman Toraja
Gambar Lampiran 6. Foto panorama titik sampel 3 di Perumahan Taman Toraja
Gambar Lampiran 7. Foto jalur hijau jalan Perumahan Anging Mammiri
Gambar Lampiran 8. Foto Taman yang ada di Perumahan Anging Mammiri
Gambar Lampiran 9. Foto proses pembangunan Perumahan Anging Mammiri
Gambar Lampiran 10. Foto jalur hijau jalan Perumahan Taman Toraja
Gambar Lampiran 11. Foto Taman yang ada di Perumahan Taman Toraja
Gambar Lampiran 12. Foto keadaan Perumahan Taman Toraja