Post on 02-Mar-2019
ANALISIS EKONOMI USAHATANI PADI SEMI ORGANIK
DAN ANORGANIK PADA PETANI PENGGARAP (Studi Kasus Desa Ciburuy dan Desa Cisalada, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor)
INAYAH NURMALA SARI
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
RINGKASAN
INAYAH NURMALA SARI. Analisis Ekonomi Usahatani Padi Semi Organik
dan Anorganik pada Petani Penggarap (Studi Kasus: Desa Ciburuy dan Desa
Cisalada, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor). Dibimbing Oleh RIZAL
BAHTIAR.
Sistem pertanian berkelanjutan sangat penting untuk direalisasikan agar
tidak terjadi penurunan tingkat produksi hasil pertanian pada masa mendatang.
Penurunan produksi tersebut bisa diakibatkan karena menurunnya tingkat
kesuburan lahan dari penggunaan bahan-bahan kimia secara terus menerus dan
tidak menyertai penambahan bahan organik pada lahan usahatani. Usahatani semi
organik menerapkan inovasi pengurangan pemakaian pupuk kimia dan
mensubtitusikannya dengan menggunakan pupuk organik, serta membebaskan
lahan usahataninya dari pemakaian pestisida kimia. Pada masa mendatang
diharapkan penggunaan pupuk kimia ini dapat dilepaskan seutuhnya. Penerapan
sistem pertanian semi organik akan ditelaah dengan studi kasus petani Desa
Ciburuy dan akan dibandingkan dengan petani anorganik yang beberapa
respondennya juga berasal dari Desa Cisalada. Penelitian ini dilakukan untuk
memberikan informasi perbedaan antara usahatani padi semi organik dan
anorganik. Tujuan penelitian secara khusus adalah: 1) Menganalisis kelayakan
sistem usahatani padi semi organik dan anorganik petani penggarap 2) Mengkaji
tingkat biaya dan pendapatan usahatani padi semi organik dan anorganik petani
penggarap 3) Mengidentifikasi faktor-faktor yang mendorong petani untuk
mengurangi pemakaian pupuk kimia.
Hasil yang diperoleh dalam analisis kelayakan yaitu bahwa usahatani padi
semi organik lebih layak dijalankan dibandingkan anorganik karena menghasilkan
NPV dan gross B/C ratio yang lebih tinggi. Total biaya rata-rata per hektar dan per
kilogram output per musim tanam usahatani padi semi organik lebih tinggi
dibandingkan usahatani padi anorganik, biaya tertinggi untuk kedua usahatani yaitu
bagi hasil. Pendapatan rata-rata dan R/C ratio yang dihasilkan menyimpulkan
bahwa usahatani padi semi organik akan menghasilkan nilai yang lebih besar
dibandingkan usahatani padi anorganik, maka usahatani padi semi organik lebih
menguntungkan untuk dijalankan. Hasil uji nilai tengah dengan SPSS 16 pada
pendapatan usahatani padi semi organik dan anorganik menyatakan bahwa
pendapatan kedua usahatani berbeda nyata secara statistik. Analisis regresi logistik
mengenai faktor-faktor yang mendorong petani untuk mengurangi pemakaian
pupuk kimia diperoleh hasil bahwa yang secara nyata mempengaruhi keputusan
adalah informasi pada taraf nyata lima persen. Sedangkan, variabel yang tidak
signifikan yaitu pendidikan, luas lahan, umur, pendapatan dan biaya pupuk.
Usahatani semi organik dan sistem usahatani lainnya yang ramah lingkungan lebih
disarankan untuk dilakukan karena dapat mengkonservasi lahan pertanian dan akan
berdampak pada perbaikan produktivitas pertanian. Koordinasi antara pihak terkait
baik petani, pemerintah dan swasta sangat dibutuhkan untuk mempermudah
pencapaian tujuan sistem pertanian yang berkelanjutan.
Kata Kunci: Kelayakan, Pendapatan Usahatani, Padi Semi Organik dan Anorganik.
ANALISIS EKONOMI USAHATANI PADI SEMI ORGANIK
DAN ANORGANIK PADA PETANI PENGGARAP (Studi Kasus Desa Ciburuy dan Desa Cisalada, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor)
INAYAH NURMALA SARI
H44070056
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada
Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
Judul Skripsi : Analisis Ekonomi Usahatani Padi Semi Organik dan Anorganik
pada Petani Penggarap (Studi Kasus: Desa Ciburuy dan Desa
Cisalada, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor)
Nama : Inayah Nurmala Sari
NIM : H44070056
Menyetujui
Dosen Pembimbing,
Rizal Bahtiar S.Pi, M.Si
NIP. 19800603 200912 1 006
Mengetahui
Ketua Departemen,
Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT
NIP. 19660717 199203 1 003
Tanggal Lulus:
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Analisis Ekonomi Usahatani Padi Semi
Organik dan Anorganik pada Petani Penggarap, Studi Kasus: Desa Ciburuy dan
Desa Cisalada, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor adalah karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun
pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari
karya diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, November 2011
Inayah Nurmala Sari
H44070056
UCAPAN TERIMA KASIH
Penyusunan skripsi ini banyak dibantu oleh berbagai pihak baik secara
moril maupun materil. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada:
1. Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya dan Rasulullah Muhammad SAW
sebagai penuntun jejak dalam kehidupan ini.
2. Bapakku (Bpk. Djumilanto), Ibuku (Ibu Lailiah), kakakku (Mas Lutfi), adikku
(Tia), dan seluruh keluargaku, titipan terindah dari Allah, atas semua kasih
sayang, inspirasi hidup serta doa yang sangat tulus.
3. Bapak Rizal Bahtiar, S.Pi, M.Si, sebagai dosen pembimbing skripsi yang selama
ini telah meluangkan begitu banyak waktunya dan kebaikannya untuk
memberikan bimbingan, ilmu yang bermanfaat, dan pengarahan kepada penulis.
4. Bapak Ir. Ujang Sehabudin dan Bapak Novindra S.P, M.Si sebagai dosen
penguji dan Ibu Meti Ekayani S.Hut, M.Sc sebagai dosen pembimbing akademik
atas semua saran dan pengarahan kepada penulis.
5. Bapak H. Zakaria, Bapak Sukri, Keluarga Bapak Suherman dan Bapak Puji,
Bapak Bambang, dan Bapak Karsono dalam memberikan informasi, perizinan
penelitian dan motivasi kepada penulis selama penelitian.
6. Seluruh staf pengajar, karyawan/wati, mahasiswa/i di Departemen Ekonomi
Sumberdaya dan Lingkungan, FEM IPB.
7. Sahabat-sahabatku Nanda, Icha, Hani, Tia, Ashna, Eny, Tyen, Pupil, Puty,
Nurul, Hana, Ery, Emil, yang telah menjadi cahaya dalam kehidupan penulis.
Semua pihak yang telah membantu penulisan skripsi ini. Semoga Allah SWT
memberikan pahala dan kebaikan yang berlipat. Amin.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat serta
hidayah-Nya. Salawat serta salam tercurahkan kepada Nabi besar Muhammad
SAW, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis
Ekonomi Usahatani Padi Semi Organik dan Anorganik pada Petani Penggarap
(Studi Kasus: Desa Ciburuy dan Desa Cisalada, Kecamatan Cigombong, Kabupaten
Bogor)”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan studi dan
memperoleh gelar Sarjana Ekonomi di Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut
Pertanian Bogor.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh usahatani padi semi
organik dan anorganik terhadap kelayakan, struktur biaya dan pendapatan serta
mengetahui faktor-faktor yang mendorong petani untuk mengurangi pemakaian
pupuk kimia.
Akhir kata semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan semua
pihak yang membutuhkan sebagai bahan rujukan untuk penelitian selanjutnya.
Penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan karena keterbatasan yang
dihadapi, sehingga penulis mengharapkan saran serta kritik yang bersifat
membangun untuk penyempurnaan skripsi ini.
Bogor, November 2011
Penulis
ix
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ............................................................................................. xi
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ xiii
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xiv
I. PENDAHULUAN .................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ................................................................................... 1
1.2. Perumusan Masalah ............................................................................ 6
1.3. Tujuan Penelitian................................................................................ 9
1.4. Manfaat Penelitian .............................................................................. 10
1.5. Ruang Lingkup Penelitian .................................................................. 10
II. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 11
2.1. Pengertian Pertanian .......................................................................... 11
2.2. Usahatani .......................................................................................... 12
2.1.1. Usahatani Semi Organik............................................................. 13
2.1.2. Usahatani Anorganik................................................................... 14
2.3. Perbedaan Pupuk Organik dan Anorganik........................................... 15
2.4. Usahatani Padi Sawah ........................................................................ 16
2.5. Hasil Penelitian Terdahulu..................................................................... 18
III. KERANGKA PEMIKIRAN ...................................................................... 19
3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis .............................................................. 19
3.1.1. Analisis Kelayakan ................................................................... 19
3.1.2. Biaya dan Penerimaan Usahatani .............................................. 20
3.1.3. Inovasi Pengurangan Pemakaian Pupuk Kimia ......................... 20
3.2. Kerangka Pemikiran Operasional........................................................ 22
IV. METODE PENELITIAN .......................................................................... 24
4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian .............................................................. 24
4.2. Jenis dan Sumber Data ....................................................................... 24
4.3. Metode Pengambilan Data .................................................................. 25
4.4. Metode Analisis Data ......................................................................... 26
4.4.1. Analisis Kelayakan Usahatani Padi Semi Organik dan
Anorganik ................................................................................ 26
4.4.2. Tingkat Biaya dan Pendapatan Usahatani Padi Semi Organik
dan Anorganik .......................................................................... 27
4.4.3. Estimasi Faktor-Faktor yang Mendorong Petani untuk
Mengurangi Pemakaian Pupuk Kimia......................................... 31
V. GAMBARAN UMUM ............................................................................. 35
5.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ................................................... 35
5.1.1. Gambaran Umum Desa Ciburuy ............................................... 35
5.1.2. Gambaran Umum Desa Cisalada .............................................. 37
x
5.2. Gambaran Umum Budidaya Padi Semi Organik dan Anorganik.......... 40
5.3. Karakteristik Responden ..................................................................... 49
5.2.1. Jenis Kelamin dan Usia ............................................................ 50
5.2.2. Tingkat Pendidikan, Status Kepemilikan dan Luas Lahan ......... 51
5.2.3. Jumlah Tanggungan Keluarga .................................................. 52
5.2.4. Pengalaman Usahatani .............................................................. 53
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................. 54
6.1. Analisis Kelayakan Usahatani Padi Semi Organik dan Anorganik
Petani Penggarap.................................................................................... 54
6.2. Analisis Biaya dan Pendapatan Usahatani Padi Semi Organik dan
Anorganik Petani Penggarap ............................................................... 60
6.2.1. Analisis Perbandingan Struktur Biaya Usahatani Padi Semi
Organik dan Anorganik Petani Penggarap ................................ 61
6.2.2. Analisis Pendapatan dan R/C Ratio Usahatani Padi Semi
Organik dan Anorganik Petani Penggarap................................ 64
6.3. Estimasi Faktor-Faktor yang Mendorong Petani untuk Mengurangi
Pemakaian Pupuk Kimia........................................................................ 71
VII. SIMPULAN DAN SARAN ....................................................................... 77
7.1. Simpulan ............................................................................................ 77
7.2. Saran .................................................................................................. 78
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 80
LAMPIRAN ...................................................................................................... 82
xi
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Produksi Padi Sawah (Ton) di Pulau Jawa, Indonesia 2006-2010 ................ 2
2. Jumlah Produksi Padi Sawah Kecamatan Cigombong Tahun 2008 ............. 8
3. Perbedaan Sifat Pupuk Organik (Kompos) dan Pupuk Anorganik................. 16
4. Perbedaan Pendapatan Rata-Rata Usahatani Padi Organik dan Anorganik
dari Penelitian Terdahulu................................................................................ 18
5. Matrik Metode Analisis Data ...................................................................... 26
6. Struktur Biaya Usahatani Padi Sawah ......................................................... 28
7. Luas Wilayah Menurut Penggunaan di Desa Ciburuy Tahun 2010 .............. 36
8. Luas Wilayah Menurut Penggunaan di Desa Cisalada Tahun 2010 ............. 38
9. Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan Desa Cisalada Tahun 2010 ............ 39
10. Penduduk Menurut Pekerjaan Desa Cisalada Tahun 2010 ........................... 40
11. Perbandingan Penggunaan Benih pada Usahatani Padi Semi Organik dan
Anorganik Petani Penggarap........................................................................... 42
12. Perbandingan Penggunaan Rata-Rata Pupuk Kimia pada Usahatani Padi
Semi Organik dan Anorganik Petani Penggarap............................................ 47
13. Perbandingan Produksi, Produktivitas, dan Harga Jual Rata-Rata pada
Usahatani Padi Semi Organik dan Anorganik Petani Penggarap.................. 49
14. Responden Berdasarkan Tingkat Usia ........................................................ 50
15. Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan .............................................. 51
16. Luas Lahan yang Diusahakan Responden .................................................. 52
17. Jumlah Tanggungan Keluarga Responden .................................................. 52
18. Responden Berdasarkan Pengalaman Melakukan Usahatani Padi ............... 53
19. Responden Berdasarkan Pengalaman Melakukan Usahatani Padi Semi
Organik ..................................................................................................... 53
20. Perbandingan PV dan B/C Ratio Usahatani Padi Semi Organik dan
Anorganik per Hektar dengan Suku Bunga Pinjaman Rata-Rata ................ 56
21. Perbandingan PV dan B/C Ratio Usahatani Padi Semi Organik dan
Anorganik per Hektar dengan Suku Bunga Deposito Rata-Rata ................. 57
22. Kriteria Kelayakan Usahatani Padi Semi Organik dan Anorganik per Hektar
dengan Suku Bunga Pinjaman Rata-Rata .................................................... 58
23. Kriteria Kelayakan Usahatani Padi Semi Organik dan Anorganik per Hektar
dengan Suku Bunga Deposito Rata-Rata .................................................... 59
xii
24. Struktur Biaya Usahatani Padi Semi Organik dan Anorganik Petani
Penggarap per Hektar per Musim Tanam ................................................... 61
25. Struktur Biaya Usahatani Padi Semi Organik dan Anorganik Petani
Penggarap per Kilogram Output per Musim Tanam ................................... 63
26. Analisis Pendapatan dan R/C Ratio Usahatani Padi Semi Organik dan
Anorganik Petani Penggarap per Hektar per Musim Tanam ....................... 65
27. Hasil Uji Nilai Tengah Pendapatan Usahatani Padi Semi Organik dan
Anorganik Petani Penggarap per Hektar per MusimTanam............................ 66
28. Analisis Pendapatan dan R/C Ratio Usahatani Padi Semi Organik dan
Anorganik Petani Penggarap per Kilogram Output per Musim Tanam ....... 66
29. Hasil Uji Nilai Tengah Pendapatan Usahatani Padi Semi Organik dan
Anorganik Petani Penggarap per Kilogram Output per Musim Tanam........ 67
30. Analisis Pendapatan dan R/C Ratio Usahatani Padi Semi Organik dan
Anorganik per Hektar per Musim Tanam pada Tingkat Harga yang Sama.. 71
31. Hasil Estimasi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Petani untuk Mengurangi
Pemakaian Pupuk Kimia ............................................................................ 72
xiii
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Alur Kerangka Pemikiran Operasional ........................................................ 23
2. Peta Desa Ciburuy, Kecamatan Cigombong, Bogor .................................... 35
3. Lahan Persemaian Benih Padi........................................................................ 42
4. Tahapan Proses Pengolahan Tanah yaitu Mengatur Jarak Tanam (Kiri) dan
Perataan Permukaan Sawah atau Nyorongan (Kanan)................................... 44
5. Sistem Tanam Acak pada Usahatani Padi Anorganik (Kiri) dan Sistem
Tanam Legowo pada Usahatani Padi Semi Organik (Kanan)........................ 45
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Cashflow Usahatani Padi Semi Organik Petani Penggarap dengan Suku
Bunga Pinjaman Rata-Rata Sebesar 14 % ................................................... 83
2. Cashflow Usahatani Padi Anorganik Petani Penggarap dengan Suku Bunga
Pinjaman Rata-Rata Sebesar 14 % .............................................................. 85
3. Cashflow Usahatani Padi Semi Organik Petani Penggarap dengan Suku
Bunga Deposito Rata-Rata Sebesar 6,75 % ................................................. 87
4. Cashflow Usahatani Padi Anorganik Petani Penggarap dengan Suku Bunga
Deposito Rata-Rata Sebesar 6,75 %.. .......................................................... 89
5. Rincian Biaya Usahatani Padi Semi Organik Petani Penggarap per Hektar
per Musim Tanam ....................................................................................... 91
6. Rincian Biaya Usahatani Padi Anorganik Petani Penggarap per Hektar
per Musim Tanam............................................................................................ 92
7. Rincian Biaya Usahatani Padi Semi Organik Petani Penggarap per Kilogram
Output per Musim Tanam .......................................................................... 93
8. Rincian Biaya Usahatani Padi Anorganik Petani Penggarap per Kilogram
Output per Musim Tanam .......................................................................... 94
9. Pendapatan Petani Penggarap Usahatani Padi Semi Organik dan Anorganik
per Hektar Lahan serta per Kilogram Output .............................................. 95
10. Uji Beda Pendapatan Usahatani Padi Semi Organik dan Anorganik Petani
Penggarap per Hektar Per Musim Tanam....................................................... 96
11. Uji Beda Pendapatan Usahatani Padi Semi Organik dan Anorganik Petani
Penggarap per Kilogram Output Per Musim Tanam....................................... 97
12. Estimasi Hasil Output Regresi Logistik dengan Minitab Release 14 ........... 98
13. Dokumentasi Kegiatan Usahatani Padi Sawah Tahun 2011 ........................ 99
1
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pangan merupakan kebutuhan pokok terpenting bagi manusia yang harus
dipenuhi agar bisa bertahan hidup. Perkembangan pertanian sangat dibutuhkan
untuk memenuhi kebutuhan manusia akan pangan dan menunjang berbagai
aktivitas industri yang juga ditujukan untuk melengkapi kebutuhan sehari-hari
manusia. Pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat terutama pada negara
berkembang menjadikan penerapan berbagai teknologi dan inovasi pertanian
menjadi suatu keharusan, agar produksi dapat menunjang permintaan pangan yang
tinggi. Peningkatan produktivitas pertanian menjadi target kegiatan pertanian pada
berbagai negara. Namun, penggunaan teknologi dan inovasi pada kegiatan
pertanian terkadang sering mengenyampingkan aspek lingkungan. Lingkungan
seharusnya menjadi kunci keberlanjutan pertanian agar peningkatan produktivitas
pertanian masih dapat dirasakan pada generasi mendatang.
Feder (1998) dalam Herry (2006), pertanian dunia abad 21 akan
berlangsung dalam tekanan tantangan yang terus meningkat. Salah satu penyebab
utamanya adalah pertumbuhan penduduk, yang pada tahun 2025 diperkirakan
akan mencapai 8,5 milyar. Sebagian besar dari jumlah tersebut berada di negara-
negara berkembang. Pertumbuhan penduduk yang besar memerlukan produksi
pangan dengan kenaikan yang sangat memadai.
Hubungan tekanan penduduk dengan upaya pemenuhan kebutuhan pangan
dibahas dalam teori Malthus, disebutkan bahwa pertumbuhan penduduk
menyerupai sebuah deret ukur sementara peningkatan produksi menyerupai deret
hitung artinya pertumbuhan penduduk jauh lebih cepat dibandingkan
2
pertumbuhan produksi. Pada setiap tahunnya jumlah penduduk Indonesia juga
mengalami peningkatan, hal ini sangat berpengaruh pada jumlah permintaan
pangan yang semakin tinggi, terutama padi atau beras yang merupakan makanan
pokok masyarakat.
Tabel 1. Produksi Padi Sawah (Ton) di Pulau Jawa, Indonesia 2006-2010 Provinsi Tahun
2006 2007 2008 2009 2010*
DKI Jakarta 6.197 8.002 8.352 11.013 11.760
Jawa Barat 9.103.490 9.562.990 9.757.168 10.924.508 11.192.812
Jawa Tengah 8.551.232 8.443.250 8.946.784 9.380.495 9.828.016
DI Yogyakarta 559.890 570.991 628.321 662.368 653.696
Jawa Timur 8.999.771 9.029.176 10.071.560 10.758.398 10.864.321
Banten 1.659.640 1.727.047 1.710.894 1.740.951 1.916.231
Sumber : Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, 2010
* : Angka Ramalan
Tabel di atas menunjukkan jumlah produksi padi sawah di Pulau Jawa.
DKI Jakarta memiliki angka produksi yang paling kecil, hal ini dikarenakan lahan
pertanian di Jakarta yang sempit. Jika dilihat pada tabel dari tahun 2006 hingga
2009 produksi padi sawah Provinsi DKI Jakarta mengalami peningkatan, selisih
peningkatannya yaitu 4.816 ton (77,71 %) dan angka ramalan pada tahun 2010
juga menunjukkan peningkatan produksi padi yaitu 6,78 % dari produksi 2009.
Produksi terbesar dihasilkan Provinsi Jawa Barat, tabel tersebut menunjukkan
bahwa pada setiap tahunnya produksi padi sawah juga mengalami peningkatan,
jumlah peningkatan dari tahun 2006 hingga 2009 yaitu 1.821.018 ton (20 %),
sedangkan angka ramalan 2010 menunjukkan angka produksi 11.192.812 atau
meningkat 2,46 % dari produksi 2009.
Keseluruhan data produksi padi sawah di Pulau Jawa diatas mengalami
peningkatan kecuali pada Provinsi Jawa Tengah yang mengalami penurunan
produksi pada tahun 2007, Provinsi Banten di tahun 2008 dan angka ramalan
3
2010 pada Daerah Istimewa Yogyakarta. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik
dan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan tahun 2010, keseluruhan produksi padi
sawah di Indonesia mengalami peningkatan yaitu mencapai angka 61.171.223 ton
pada tahun 2009 atau meningkat sekitar 18,44 % dari tahun 2006, dan angka
ramalan 2010 menunjukkan produksi sebesar 62.576.347 ton atau meningkat
sekitar 2,3 % dari tahun 2009. Namun, pertumbuhan produksi tersebut tentu saja
juga diiringi dengan pertumbuhan penduduk Indonesia yang berdasarkan data
Badan Pusat Statistik mencapai angka 237.641.326 jiwa (angka sementara) pada
tahun 2010 atau meningkat sekitar 15,21 % dari jumlah penduduk tahun 2000.
Dampak dari pertumbuhan penduduk tersebut adalah meningkatnya jumlah
peningkatan permintaan pangan pada masyarakat, terutama padi atau beras yang
masih menjadi makanan pokok sebagian masyarakat Indonesia.
Berbagai tahapan kegiatan pertanian akan menentukan kualitas output
yang akan dihasilkan. Oleh karena itu seharusnya penerapan teknologi dan inovasi
diperhatikan agar setiap kegiatan yang dilakukan tidak akan menimbulkan
dampak negatif baik pada lingkungan maupun kesehatan manusia. Tahapan yang
tidak bisa ditinggalkan dari kegiatan pertanian yaitu proses pemupukan, kegiatan
ini dilakukan untuk memenuhi kebutuhan unsur hara pada tanaman. Dewasa ini
pertanian organik menjadi wacana yang mulai dikembangkan pada pertanian di
Indonesia. Sumber bahan pembuatan pupuk pada pertanian organik yang terbuat
dari limbah pertanian atau peternakan menjadikan keunggulan bagi penggunaan
pupuk organik dibandingkan pupuk kimia karena dapat mengurangi dampak
pencemaran limbah-limbah terhadap lingkungan. Selain itu menurut Sutanto
(2002), tanah yang dibenahi dengan pupuk organik mempunyai struktur yang baik
4
dan tanah yang berkecukupan bahan organik mempunyai kemampuan mengikat
air yang lebih besar daripada tanah yang kandungan bahan organiknya rendah.
Limbah adalah bahan yang terbuang atau dibuang dari suatu aktivitas
manusia atau proses alam yang tidak atau belum mempunyai nilai ekonomi, tetapi
justru memiliki dampak negatif. Dampak negatif yang dimaksud adalah proses
pembuangan dan pembersihannya memerlukan biaya serta efeknya dapat
mencemari lingkungan. Pengomposan berarti mengubah bahan organik yang
kurang atau tidak bermanfaat menjadi lebih berguna. Salah satu keuntungannya
adalah kompos yaitu bisa dikomersilkan. Alasan inilah yang menarik perhatian
peternak, pengolah limbah, departemen teknis, dan ahli lingkungan dalam
memanfaatkan kompos (Djaja, 2008).
Output yang dihasikan dari kegiatan pertanian yang mengarah pada
pertanian organik dipercaya memiliki kualitas yang lebih baik dari sisi kesehatan
dibandingkan pertanian anorganik. Sedangkan pada tanaman, menurut Djuarnani,
dkk, (2005), pupuk organik memiliki beberapa keunggulan dibandingkan pupuk
anorganik diantaranya adalah mengandung unsur hara makro dan mikro yang
lengkap walaupun jumlahnya sedikit, dapat memperbaiki struktur tanah, beberapa
tanaman yang menggunakan kompos lebih tahan terhadap serangan penyakit,
menurunkan aktivitas mikroorganisme tanah yang merugikan.
Penerapan kegiatan pertanian organik memerlukan adaptasi, baik terhadap
perilaku petani yang telah terbiasa menggunakan pupuk atau bahan kimia lainnya
pada kegiatan pertanian, maupun adaptasi pada kondisi lahan pertanian. Petani
yang telah terbiasa menerapkan suatu sistem tertentu pada kegiatan pertanian
biasanya akan sulit untuk mengubah pola perilakunya mereka, termasuk jika harus
5
mengubah kebiasaannya menggunakan bahan-bahan kimia untuk beralih
menggunakan bahan organik secara utuh. Kondisi lahan yang telah terbiasa
menggunakan pupuk kimia juga tidak secara langsung bisa beradaptasi
menggunakan pupuk organik secara utuh. Menurut Sutanto (2002), pada tahap
awal penerapan pertanian organik masih perlu dilengkapi pupuk kimia atau pupuk
mineral, terutama pada tanah yang miskin hara. Pupuk kimia masih sangat
diperlukan agar supaya takaran pupuk organik tidak terlalu banyak yang nantinya
akan menyulitkan pada pengelolaannya. Sejalan dengan proses pembangunan
kesuburan tanah menggunakan pupuk organik, secara berangsur kebutuhan pupuk
kimia yang berkadar tinggi dapat dikurangi.
Berdasarkan teori diatas maka dapat dilihat nilai positif dari pemanfaatan
pupuk organik dan bahan organik lainnya bagi kegiatan pertanian. Namun, harga
output yang cenderung lebih tinggi dibandingkan output pertanian anorganik
menjadikan output dari pertanian organik ini belum dapat diterima oleh seluruh
lapisan masyarakat, hingga saat ini hasil pertanian organik hanya masih menarik
minat sebagian masyarakat pada lapisan menengah ke atas. Pada beberapa daerah
penerapan pertanian organik belum bisa dilakukan secara utuh dengan alasan daya
adaptasi lahan yang masih harus disesuaikan jika harus menggunakan bahan
organik sepenuhnya dan secara umum mayoritas status petani di beberapa daerah
masih sebagai petani penggarap yang diharuskan untuk membagi hasil kepada
pemilik lahan sehingga belum mampu mengarahkan pertaniannya pada sistem
pertanian organik secara utuh karena takut mengalami kerugian akibat penurunan
produksi hasil pertanian. Hal tersebut menjadikan pertanian organik belum dapat
diterima secara menyeluruh oleh petani di Indonesia. Pada tahap awal banyak
6
petani yang mulai mencari jalan tengah dari persoalan tersebut yaitu menerapkan
sistem pertanian yang mengurangi pemakaian pupuk kimia, kemudian
mensubtitusikannya dengan menggunakan pupuk organik dan membebaskan
lahan pertanian mereka dari pemakaian pestisida kimia. Harapannya bahwa di
masa mendatang pemakaian pupuk kimia dapat dilepaskan seutuhnya dan terjadi
peningkatan tingkat kesuburan tanah.
Pendapatan merupakan unsur yang terpenting untuk dipertimbangkan
dalam berbagai kegiatan termasuk pertanian. Oleh karena itu, penelitian ini
mencoba menelaah kelayakan dan besarnya nilai perbedaan pendapatan antara
petani anorganik dengan petani semi organik atau petani yang telah mengurangi
pemakaian pupuk kimia dan mensubtitusikannya menggunakan pupuk organik.
Penelitian ini juga akan melihat faktor-faktor yang mendorong petani untuk
mengurangi pemakaian pupuk kimia dan menggunakan pupuk organik tersebut.
1.2. Perumusan Masalah
Pertumbuhan permintaan pertanian organik dunia mencapai 15 - 20 %
pertahun, namun pangsa pasar yang mampu dipenuhi hanya berkisar 0,5 - 2 %
dari keseluruhan produk pertanian. Meskipun di Eropa penambahan luas areal
pertanian organik terus meningkat dari rata-rata dibawah 1 % (dari total lahan
pertanian) pada tahun 1987 menjadi 2 - 7 % di tahun 1997, namun tetap saja
belum mampu memenuhi pesatnya permintaan. Inilah kemudian yang memacu
permintaan produk pertanian organik dari negara-negara berkembang (Suyono
dan Hermawan, 2006).
Indonesia memiliki kekayaan sumberdaya hayati tropika yang unik,
kelimpahan sinar matahari, air dan tanah, serta budaya masyarakat yang
7
menghormati alam, potensi pertanian organik sangat besar. Pasar produk
pertanian organik dunia meningkat 20 % per tahun, oleh karena itu pengembangan
budidaya pertanian organik perlu diprioritaskan pada tanaman bernilai ekonomis
tinggi untuk memenuhi kebutuhan pasar domestik dan ekspor.1
Perkembangan pertanian organik sedang mendapat perhatian yang besar
dari masyarakat. Banyak masyarakat yang sengaja beralih untuk mengkonsumsi
pangan yang diproduksi menggunakan sistem pertanian organik. Perkembangan
informasi mengenai pertanian organik juga sedang ditingkatkan diantara para
petani di Indonesia, agar pertanian Indonesia bisa menerapkan sistem pertanian
yang berkelanjutan dan tetap menghasilkan produksi yang baik pada masa
mendatang. Kecamatan Cigombong merupakan daerah di Kabupaten Bogor yang
memiliki luas lahan pertanian cukup besar. Hasil komoditasnya berupa padi,
palawija, sayur-sayuran dan buah-buahan. Pertanian yang mengarah kepada
pertanian berkelanjutan mulai diterapkan pada Desa Ciburuy, Kecamatan
Cigombong. Usahatani padi sawah pada desa ini masih ditunjang oleh pemakaian
pupuk kimia, namun kadar pemakaiannya dalam proses produksi dikurangi secara
bertahap dan memasukkan input pupuk organik pada usahatani tersebut untuk
memperbaiki unsur hara dalam tanah, diharapkan kedepannya ketergantungan
lahan pada pupuk kimia dapat dihilangkan sepenuhnya. Penggunaan berbagai
pestisida yang membahayakan dilarang pada usahatani ini dan digantikan dengan
penggunaan pestisida nabati. Komoditas padi di desa ini telah menghasilkan
produk dengan merk SAE (Sehat, Aman, Enak). Jumlah komoditas padi sawah
1 Litbang Pertanian. http://www.litbang.deptan.go.id/berita/one/17/. Diakses 26 Mei 2011
8
yang dihasilkan pada Kecamatan Cigombong selengkapnya dapat dilihat pada
tabel berikut ini:
Tabel 2. Jumlah Produksi Padi Sawah Kecamatan Cigombong tahun 2008 No Desa Luas Panen (Ha) Hasil per Hektar (Ton/Ha) Produksi (Ton)
1. Tugu Jaya 190 5,20 1.244
2. Cigombong 27 5,10 183
3. Wates Jaya 13 5,00 92
4. Srogol 37 5,00 247
5. Ciburuy 88 4,90 555
6. Cisalada 197 5,10 1.256
7. Pasir Jaya 86 4,50 468
8. Ciburayut 146 4,50 798
9. Ciadeg 324 4,00 1.667
Jumlah 1.108 5,88 6.510
Sumber: BPS Kabupaten Bogor, 2009
Tabel diatas menggambarkan jumlah produksi padi sawah yang dihasilkan
Kecamatan Cigombong tahun 2008. Total kesuluruhan produksi dari seluruh desa
pada tahun tersebut yaitu 6.510 ton. Produksi terbesar dihasilkan oleh Desa
Ciadeg dengan total produksi 1.667 ton dengan luas panen 324 ha dan produksi
terendah yaitu 92 ton pada Desa Wates Jaya dengan luas panen 13 ha. Desa
Ciburuy dengan luas panen sebesar 88 ha mampu menghasilkan produksi padi
sawah sebesar 555 ton, sedangkan Desa Cisalada dengan luas panen sebesar 197
ha menghasilkan produksi padi sawah sebesar 1.256 ton.
Peralihan sistem pertanian yang digunakan petani dari sistem anorganik
menjadi semi organik juga mempengaruhi besaran pendapatan yang dihasilkan
oleh petani. Berdasarkan hal tersebut, tujuan penelitian ini mengkaji apakah
penerapan usahatani semi organik dapat meningkatkan keuntungan yang dilihat
dari indikator pendapatan yang dihasilkan para petani. Menurut Sutanto (2002),
sistem usahatani yang berkelanjutan dapat diukur berdasarkan keuntungan yang
diperoleh dan resiko yang mungkin terjadi dapat ditekan seminimal mungkin.
9
Dalam sistem usahatani, tanah dapat ditingkatkan produktivitasnya melalui
penggunaan bahan organik yang berasal dari tumbuhan maupun hewan,
konservasi sumberdaya tanah dan air serta dihindarkan dari terjadinya
pencemaran. Sistem usahatani harus direncanakan dan disusun sesuai dengan
kebutuhan unsur hara dan selanjutnya akan membantu dalam mempertahankan
produktivitas tanah.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka perumusan masalah dari penelitian
ini adalah:
1) Apakah sistem usahatani padi semi organik atau anorganik petani penggarap
yang lebih layak diusahakan petani?
2) Bagaimana tingkat biaya dan pendapatan usahatani padi semi organik dan
anorganik petani penggarap?
3) Apa faktor-faktor yang mendorong petani untuk mengurangi pemakaian
pupuk kimia?
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan, maka tujuan
penelitian ini adalah:
1) Menganalisis kelayakan sistem usahatani padi semi organik dan anorganik
petani penggarap.
2) Mengkaji tingkat biaya dan pendapatan usahatani padi semi organik dan
anorganik petani penggarap.
3) Mengestimasi faktor-faktor yang mendorong petani untuk mengurangi
pemakaian pupuk kimia.
10
1.4. Manfaat penelitian
Manfaat yang diharapkan penulis dalam penelitian ini adalah:
1. Bagi peneliti, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk menambah
ilmu pengetahuan.
2. Bagi pembaca, sebagai informasi tambahan mengenai perbedaan sistem
pertanian semi organik dan anorganik untuk bahan pembanding penelitian
berikutnya.
3. Bagi petani dan pemerintah, sebagai informasi perbandingan antara sistem
usahatani semi organik dan anorganik.
1.5. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Desa Ciburuy dan Desa Cisalada, Kecamatan
Cigombong, Kabupaten Bogor. Analisis usahatani pada petani semi organik dan
anorganik dengan komoditas padi sawah. Ruang lingkup penelitian yaitu:
1) Petani yang diwawancarai adalah petani yang lahan usahataninya
menggunakan sistem usahatani semi organik dan anorganik.
2) Komoditas yang dianalisis terbatas yaitu hanya padi sawah.
3) Suku bunga yang digunakan adalah suku bunga pinjaman dan deposito rata-
rata.
4) Biaya yang diperhitungkan yaitu hanya biaya yang termasuk biaya tunai atau
biaya yang dikeluarkan oleh petani.
11
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Pertanian
Menurut Mubyarto (1995), pertanian dalam arti luas mencakup pertanian
rakyat atau pertanian dalam arti sempit disebut perkebunan (termasuk didalamnya
perkebunan rakyat dan perkebunan besar), kehutanan, peternakan, dan perikanan
(dalam perikanan dikenal pembagian lebih lanjut yaitu perikanan darat dan
perikanan laut). Indonesia masih merupakan negara pertanian, artinya pertanian
memegang peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional. Hal ini
dapat ditunjukkan dari banyaknya penduduk yang hidup atau bekerja pada sektor
pertanian atau dari produk nasional yang berasal dari pertanian.
Kerisauan umat manusia mengenai ketersediaan bahan pangan dan ledakan
jumlah penduduk dunia serta ketersediaan sumberdaya alam yang terbatas
melahirkan ajaran Malthusianisme dan Neomalthusianisme serta tumbuhnya
kesadaran pada pelestarian fungsi lingkungan dan sumberdaya alam sehingga
melahirkan pemikiran baru pembangunan berwawasan lingkungan dan konsep
pembangunan berkelanjutan (Herry, 2006).
Menurut Nasution (1995) dalam Salikin (2003), pertanian berkelanjutan
merupakan kegiatan pertanian yang berupaya untuk memaksimalkan manfaat
sosial dari pengelolaan sumberdaya biologis dengan syarat memelihara
produktivitas dan efisiensi produksi komoditas pertanian, memelihara kualitas
lingkungan hidup dan produktivitas sumberdaya sepanjang masa. Menurut
Soekartawi (1995) dalam Salikin (2003), terdapat tiga alasan mengapa
pembangunan pertanian Indonesia harus berkelanjutan yaitu: sebagai negara
agraris, peranan sektor pertanian Indonesia dalam sistem perekonomian nasional
12
masih dominan. Kontibusi sektor pertanian terhadap produk domestik bruto
adalah sekitar 20 % dan menyerap 50 % lebih tenaga kerja di pedesaan. Kedua,
agrobisnis dan agroindustri memiliki peranan yang sangat vital dalam mendukung
pembangunan sektor lainnya. Ketiga, pembangunan pertanian berkelanjutan
menjadi keharusan agar sumberdaya alam yang ada sekarang ini dapat terus
dimanfaatkan untuk waktu yang relatif lama. Sektor pertanian tetap menduduki
peran vital yang mendukung kelangsungan kehidupan bangsa Indonesia.
2.2. Usahatani
Pertanian merupakan kegiatan yang dilakukan oleh manusia pada suatu
lahan tertentu, dalam hubungannya antara manusia dengan lahan yang disertai
pertimbangan tertentu. Ilmu yang mempelajari segala sesuatu yang berhubungan
dengan kegiatan manusia dalam melakukan pertanian disebut ilmu usahatani
(Suratiyah, 2006).
Menurut Mubyarto (1995), dalam ilmu ekonomi dikatakan bahwa petani
membandingkan antara hasil yang diharapkan diterima pada hasil panen
(penerimaan/revenue) dengan biaya (cost) yang harus dikeluarkannya. Hasil yang
diperoleh petani pada saat panen disebut produksi dan biaya yang dikeluarkan
disebut biaya produksi. Usahatani yang baik biasa disebut sebagai usahatani yang
produktif atau efisien. Usahatani yang produktif berarti memiliki produktivitas
tinggi. Pengertian produktivitas ini sebenarnya merupakan penggabungan antara
konsepsi efisiensi usaha (fisik) dengan kapasitas tanah. Efisiensi fisik mengukur
banyaknya hasil produksi (output) yang dapat diperoleh dari satu kesatuan input.
Secara teknis produktivitas merupakan perkalian antara efisiensi (usaha) dan
kapasitas (tanah). Jika dua usahatani mempunyai produktivitas fisik yang sama,
13
maka usahatani yang lebih dekat dengan pasar mempunyai nilai lebih tinggi
karena produktivitas ekonominya lebih besar.
2.2.1. Usahatani Semi Organik
Von Uexkull (1984) dalam Sutanto (2002), memberikan istilah
membangun kesuburan tanah. Strategi pertanian organik adalah memindahkan
hara secepatnya dari sisa tanaman, kompos dan pupuk kandang menjadi biomassa
tanah yang selanjutnya setelah mengalami proses mineralisasi akan menjadi hara
dalam larutan tanah. Unsur hara didaur ulang melalui satu atau lebih tahapan
bentuk senyawa organik sebelum diserap tanaman. Hal ini berbeda dengan
pertanian anorganik yang memberikan unsur hara secara cepat dan langsung
dalam bentuk larutan sehingga segera diserap dengan takaran dan waktu
pemberian yang sesuai dengan kebutuhan tanaman.
Akhir-akhir ini isu pertanian organik mencuat ke permukaan. Sebagian
orang mendukung gagasan pengembangan pertanian organik dan sebagian lainnya
tidak setuju, masing-masing dengan argumentasi yang sama-sama rasional.
Argumentasi kelompok pro pertanian organik bertitik tolak dari keprihatinannya
terhadap keamanan pangan, kondisi lingkungan pertanian dan kesejahteraan
petani secara mikro. Sementara kelompok yang kontra bertitik tolak dari
kekhawatirannya terhadap keberlanjutan ketahanan pangan nasional dan
kesejahteraan petani secara menyeluruh2.
Menurut Sutanto (2002), pada tahap awal penerapan pertanian organik
masih perlu dilengkapi pupuk kimia atau pupuk mineral, terutama pada tanah
yang miskin hara. Pupuk kimia masih sangat diperlukan agar supaya takaran
2 Litbang Pertanian. http://pustaka.litbang.deptan.go.id/publikasi/wr273052.pdf. Diakses 28 Mei 2011
14
pupuk organik tidak terlalu banyak yang nantinya akan menyulitkan pada
pengelolaannya. Sejalan dengan proses pembangunan kesuburan tanah
menggunakan pupuk organik, secara berangsur kebutuhan pupuk kimia yang
berkadar tinggi dapat dikurangi.
Menurut Salikin (2003), sistem pertanian berkelanjutan dilakasanakan
dengan beberapa model sistem, salah satu diantaranya yaitu dengan menggunakan
sistem LEISA (Low External Input Sustainable Agriculture), prinsipnya yaitu
bahwa hasil produksi yang keluar dari sistem harus diimbangi dengan tambahan
unsur hara yang dimasukkan kedalam sistem tersebut. Dengan model LEISA,
kekhawatiran penurunan produktivitas secara drastis dapat dihindari, sebab
penggunaan input luar masih diperkenankan dan masih menjaga toleransi
keseimbangan antara pemakaian input internal dan eksternal, misalnya
penggunaan pupuk organik diimbangi dengan pupuk TSP.
Pertanian organik meliputi dua definisi, yaitu pertanian organik dalam
definisi sempit dan pertanian organik dalam definisi luas. Dalam pengertian
sempit, pertanian organik adalah pertanian yang tidak menggunakan pupuk kimia
ataupun pestisida kimia, yang digunakan adalah pupuk organik, mineral dan
material alami. Sedangkan pertanian organik dalam arti luas adalah usahatani
yang menggunakan pupuk kimia pada tingkat minimum, dan dikombinasikan
dengan penggunaan pupuk organik dan bahan-bahan alami (Hong, 1994).
2.2.2. Usahatani Anorganik
Schaller (1993) dalam Winangun (2005), memberikan penjelasan
mengenai beberapa dampak negatif dari sistem pertanian anorganik yaitu sebagai
berikut:
15
1. Pencemaran air tanah dan air permukaan oleh bahan kimia sintesis dan
sedimen.
2. Ancaman bahaya bagi kesehatan manusia dan hewan, baik karena pestisida
maupun bahan aditif pakan.
3. Pengaruh negatif aditif senyawa kimia sintetis tersebut pada mutu dan
kesehatan pangan.
4. Penurunan keanekaragaman hayati termasuk sumber genetik flora dan fauna
yang merupakan modal utama pertanian berkelanjutan.
5. Perusakan dan pembunuhan satwa liar, lebah madu dan jasad berguna lainnya.
6. Peningkatan daya tahan organisme pengganggu terhadap pestisida.
7. Peningkatan daya produktivitas lahan erosi, pemadatan lahan dan
berkurangnya bahan organik.
8. Ketergantungan yang semakin kuat terhadap sumberdaya alam tidak terbaruhi.
9. Munculnya resiko kesehatan dan keamanan manusia pelaku pekerjaan
pertanian.
2.3. Perbedaan Pupuk Organik dan Anorganik
Nilai positif yang dapat diterima dari penggunaan pupuk organik sangat
banyak. Namun menurut Sutanto (2002), penggunaan pupuk organik mempunyai
kelemahan diantaranya adalah: diperlukan dalam jumlah yang sangat banyak
untuk memenuhi kebutuhan unsur hara dari suatu pertanaman, bersifat ruah baik
dalam pengangkutan dan penggunaannya di lapangan dan kemungkinan akan
menimbulkan kekahatan unsur hara apabila bahan organik yang digunakan belum
cukup matang. Apabila pemurnian dalam proses pembuatan pupuk organik tidak
cukup baik, limbah cair, dan komponen padat yang berasal dari limbah perkotaan
16
dan bahan organik lainnya mempunyai potensi yang tinggi dalam meracuni
kesehatan manusia.
Pupuk organik atau kompos memiliki beberapa keunggulan dibandingkan
dengan pupuk anorganik. Berikut ini merupakan beberapa perbedaan antara pupuk
organik (kompos) dan pupuk anorganik (Djuarnani, dkk, 2005):
Tabel 3. Perbedaan Sifat Pupuk Organik (Kompos) dan Pupuk Anorganik
No. Sifat Pupuk Organik atau Kompos Sifat Pupuk Anorganik
1 Mengandung unsur hara makro
dan mikro yang lengkap walaupun
jumlahnya sedikit
Hanya mengandung satu atau
beberapa unsur hara tetapi dalam
jumlah banyak
2 Dapat memperbaiki struktur tanah Tidak dapat memperbaiki struktur
tanah tetapi justru penggunaan dalam
jangka waktu panjang dapat
membuat tanah menjadi keras
3 Beberapa tanaman yang
menggunakan kompos lebih tahan
terhadap serangan penyakit dan
menurunkan aktivitas
mikroorganisme tanah yang
merugikan
Sering membuat tanaman manja
sehingga rentan terhadap penyakit
2.4. Usahatani Padi Sawah
Irawan (2004), secara nasional, sekitar 55 % konsumsi kalori dan 45 %
konsumsi protein di tingkat rumah tangga berasal dari beras. Hal tesebut
menunjukkan peningkatan produksi beras berperan penting dalam pemenuhan
kecukupan konsumsi gizi rumah tangga dan ketahanan pangan nasional. Sekitar
90 % produksi beras nasional dihasilkan dari sawah terutama di Jawa.
Peningkatan produktivitas padi terutama disebabkan oleh peningkatan
produktivitas usahatani yang dilakukan melalui berbagai program intensifikasi.
Sebagian besar petani mengusahakan padi, maka program intensifikasi tersebut
tidak hanya bertujuan meningkatkan produksi padi tetapi juga pendapatan petani.
17
Akhir-akhir ini laju peningkatan produktivitas padi semakin lambat sehingga
pertumbuhan produksi padi juga menurun, kondisi ini menyebabkan kekurangan
beras di masa yang akan datang. Secara agronomis, peningkatan produktivitas
padi disebabkan oleh dua faktor yaitu meningkatnya penggunaan varietas padi
berdaya hasil hasil tinggi dan semakin membaiknya mutu usahatani yang
dilakukan petani seperti cara pengolahan tanah, penanaman dan pemupukan.
Menurut Prasetiyo (2002) bahwa proses pencapaian swasembada beras
tidak lepas dari penerapan dan inovasi teknologi yang dikembangkan pemerintah,
misalnya dalam penggunaan benih unggul, teknologi pemupukan, pengendalian
organisme pengganggu, pengolahan tanah, dan lain sebagainya. Akhir-akhir ini
proses produksi beras menghadapi berbagai kendala yang cukup serius, antara
lain:
1. Cuaca atau iklim makin sulit diramal dengan tepat, misalnya mundurnya musim
hujan, musim kemarau yang panjang, dan bencana kekeringan.
2. Eksplosi serangga hama akibat belum sepenuhnya diterapkan teknik budidaya
yang baik, seperti tanam serempak.
3. Semakin langkanya budidaya tenaga kerja dalam budidaya padi sawah,
misalnya tenaga pengolah lahan.
4. Sektor industri yang tumbuh pesat tampak lebih menarik untuk digeluti serta
memberikan harapan lebih baik daripada menjadi buruh mencangkul.
5. Tenaga kerja sektor pertanian berpindah ke sektor industri atau sektor lainnya,
sehingga ongkos tenaga kerja pengolah tanah semakin mahal dan biaya
produksi meningkat.
18
6. Alternatif pengolahan tanah yang menggunakan traktor belum dapat dijangkau
seluruh petani.
2.5. Hasil Penelitian Terdahulu
Hasil penelitian Herdiansyah (2005) menunjukkan bahwa kegiatan
usahatani padi organik memiliki perbedaan dengan usahatani padi anorganik.
Hasilnya perhitungannya dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 4. Perbedaan Pendapatan Rata-Rata Usahatani Padi Organik dan
Anorganik per Musim Tanam per Hektar dari Penelitian
Terdahulu
Uraian Petani Pemilik
Penggarap
(Rp)
Petani
Penyakap
(Rp)
Petani
Penyewa
(Rp)
Usahatani Padi Organik
- Pendapatan atas biaya tunai 1.542.665,8 1.740.738,5 1.796.242,8
- Pendapatan atas biaya non tunai -1.982.334,2 695.738,5 -68.757,2
Usahatani Padi Anorganik
- Pendapatan atas biaya tunai 4.441.071,4 -12.441,2 1.131.261,4
- Pendapatan atas biaya non tunai -83.928,6 -1.857.441,2 -968.738,6
Pendapatan atas biaya tunai petani padi organik dengan petani pemilik
penggarap Rp 1.542.665,8 dan pendapatan non tunai yaitu Rp -1.982.334,2. Pada
petani padi anorganik pendapatan non tunai yang diperoleh Rp -83.928,6 dan
pendapatan tunai yaitu Rp 4.441.071,4. Pendapatan atas biaya non tunai petani
penyakap padi organik yaitu Rp 695.738,5, sedangkan pendapatan atas biaya tunai
yaitu Rp 1.740.738,5. Pada padi anorganik pendapatan tunai sebesar Rp -12.441,2
dan pendapatan bersih atau atas biaya non tunai yaitu Rp -1.857.441,2.
Pendapatan petani penyewa non tunai Rp -68.757,2 dan pendapatan tunai yaitu
sebesar Rp 1.796.242,8. Sedangkan pendapatan bersih padi anorganik atas biaya
non tunai yaitu Rp -968.738,6 dan pendapatan tunai yaitu sebesar Rp 1.131.261,4.
19
III. KERANGKA PEMIKIRAN
3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis
3.1.1. Analisis Kelayakan
Merret (1989) dalam Sutojo (2006), mengungkapkan bahwa NPV adalah
jumlah present value seluruh net cash flows tahunan selama masa tertentu dan
salvage value proyek, dikurangi jumlah investasi proyek. Dengan demikian, suatu
proyek dikatakan layak atau bermanfaat untuk dilaksanakan jika NPV proyek
tersebut sama atau lebih besar dari nol. NPV sama dengan nol, maka proyek akan
mendapat modalnya kembali setelah diperhitungkan discount rate yang berlaku.
Apabila NPV proyek tersebut lebih besar dari nol maka proyek dapat
dilaksanakan dengan memperoleh keuntungan sebesar nilai NPV, sedangkan
apabila NPV lebih kecil dari nol maka sebaiknya proyek tersebut tidak
dilaksanakan dan mencari alternatif proyek lain yang pasti menguntungkan.
Gray (1985), menyebutkan terdapat dua cara perhitungan yang digunakan
untuk menentukan B/C ratio yaitu net benefit cost ratio (Net B/C) yang dihitung
dengan membandingkan jumlah semua NPVB-C yang bernilai positif dengan
jumlah semua NPVB-C yang bernilai negatif dan gross benefit cost ratio (Gross
B/C ratio) dimana nilainya merupakan perbandingan NPV manfaat dan NPV
biaya sepanjang umur proyek. Kegiatan investasi layak jika mempunyai nilai B/C
ratio lebih besar atau sama dengan satu, sedangkan jika B/C ratio lebih kecil dari
satu maka proyek tidak layak untuk dilaksanakan.
20
3.1.2. Biaya dan Penerimaan Usahatani
Menurut Lipsey (1995), biaya produksi merupakan semua pengeluaran
yang dilakukan oleh perusahaan untuk memperoleh faktor-faktor produksi dan
bahan-bahan mentah yang akan digunakan untuk menciptakan barang-barang
yang diproduksinya. Apabila jumlah suatu faktor produksi yang digunakan selalu
berubah-ubah, maka biaya produksi yang dikeluarkan juga berubah-ubah nilainya.
Namun, apabila jumlah suatu faktor produksi yang digunakan adalah tetap, maka
biaya produksi yang dikeluarkan untuk memperolehnya tidak berubah nilainya.
Dengan demikian keseluruhan jumlah biaya produksi yang dikeluarkan produsen
dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu biaya tetap dan biaya variabel (biaya
yang berubah-ubah).
Menurut Soekartawi (1995), penerimaan usahatani merupakan perkalian
antara produksi dan harga jual. Macam penerimaan usahatani bisa lebih dari satu
tergantung tanaman yang diusahakan. Oleh karena itu, dalam menghitung total
penerimaan usahatani perlu dipisahkan antara analisis parsial usahatani dengan
analisis keseluruhan usahatani.
3.1.3. Inovasi Pengurangan Pemakaian Pupuk Kimia
Perkembangan sistem usahatani baik dalam bentuk teknologi maupun
inovasi sangat diperlukan untuk memajukan pertanian dalam hal peningkatan
produktivitas nasional dan pendapatan pada petani. Tidak semua perkembangan
pertanian dapat diterima dengan mudah oleh petani, mereka membutuhkan
adaptasi atas sistem usahatani yang baru mereka terima karena kebiasaan mereka
dalam menerapkan sistem pertanian yang telah terbiasa mereka lakukan.
Pengurangan pupuk kimia dan menambahkan input pupuk organik kedalam
21
sistem usahatani sangat baik dilakukan untuk membangun tingkat kesuburan
tanah. Namun, tidak semua petani bersedia melakukan kegiatan tersebut,
meskipun dalam jangka panjang hal ini akan berdampak positif bagi lahan
pertanian mereka dan diharapkan pupuk kimia dapat dikurangi penggunaanya
secara bertahap hingga lahan bisa meninggalkan pemakaian pupuk kimia
seutuhya.
Pembuatan model dalam situasi adopsi dan difusi inovasi adalah beragam
sekali tergantung dari permasalahan yang diteliti, perlu dilakukan identifikasi
permasalahan yang ada dan tujuan akhir bagi petani dalam melakukan
pengambilan keputusan adopsi dan difusi inovasi (Soekartawi, 2005).
Jones (1975) dalam Soekartawi (2005), lima kategori aspek penting yang perlu
diperhatikan dalam identifikasi permasalahan yang ada yaitu aspek-aspek seperti
situasi lokal (luas usahatani), personal (umur, tingkat pendidikan, pendapatan),
psikologis (sikap, motivasi), sosiologis (norma, kepercayaan, status sosial), aspek
makro (kebijaksanaan pemerintah tentang pertanian, situasi ekonomi).
Y= Ln 𝑃𝑖
1−𝑃𝑖 = 𝛽0+𝛽1𝑋1+𝛽2𝑋2 + ⋯+ 𝛽𝑘𝑋𝑘
Faktor-faktor yang diduga berpengaruh akan diregresikan menggunakan
regresi logit persamaan diatas merupakan persamaan logistik atau logit, dimana P
merupakan kemungkinan bahwa Y=1. X1, X2 serta Xk adalah variabel
independen dan β adalah koefisien regresi, metode estimasinya adalah Maximum
Likelihood Estimation (MLE) dan koefisien yang didapatkan konsisten.
22
3.2. Kerangka Pemikiran Operasional
Aktivitas pertanian pada petani sangat berpengaruh terhadap ketahanan
pangan masyarakat, maka pertanian berkelanjutan sangat perlu direalisasikan agar
produktivitas pertanian mampu dipertahankan atau ditingkatkan mengingat
semakin meningkatnya jumlah penduduk di Indonesia dari tahun ke tahun.
Penduduk yang meningkat akan menyebabkan permintaan pangan bertambah
besar. Pertanian anorganik yang diterapkan pada petani di Indonesia menimbulkan
keprihatinan karena dampak negatif jangka panjang yang ditimbulkan dari
pemakaian zat-zat kimia pada lahan pertanian. Atas dasar keprihatinan tersebut
pertanian organik mulai disosialisasikan pada petani di Indonesia, bahkan
Kementerian Pertanian telah membuat program “Go Organic 2010”. Proses
sosialisasi ini membutuhkan kesabaran mengingat sulitnya mengubah pola
perilaku petani dalam menjalani kegiatan pertaniannya.
Petani di Desa Ciburuy, Kecamatan Cigombong, Bogor, telah mencoba
menerapkan sistem pertanian yang mengarah pada pertanian organik pada
komoditas padi sawahnya meskipun tidak secara penuh. Sistem usahatani padi
yang dijalankan yaitu dengan mengurangi pemakaian pupuk kimia, menambahkan
input pupuk organik pada usahatani dan bebas pestisida kimia. Berdasarkan studi
kasus tersebut maka penelitian ini mencoba menelaah perbedaan usahatani semi
organik tersebut dengan anorganik, hasil kedua nilai pendapatan pada sistem
pertanian semi organik dan anorganik akan dibandingkan dan ditelaah, jenis
sistem pertanian apa yang bisa menghasilkan pendapatan lebih menguntungkan
dan layak dilaksanakan.
23
Keputusan petani untuk mengurangi pemakaian pupuk kimia dan
mengkonversinya dengan pemakaian pupuk organik akan dinalisis menggunakan
regresi logistik. Sistem usahatani yang telah diterapkan pada beberapa wilayah di
Indonesia ini dipercaya mampu mewujudkan pertanian yang sejalan dengan
prinsip-prinsip konservasi lingkungan dan diharapkan dalam jangka mendatang
pertanian organik bisa benar-benar diterapkan agar kondisi kesuburan lahan dapat
dikonservasi lebih baik lagi.
Gambar 1. Alur Kerangka Pemikiran Operasional
Usahatani Padi
Anorganik
Usahatani Padi Semi
Organik
Implikasi Kebijakan
Kecamatan
Cigombong yang
Memiliki Potensi
Pertanian
Usahatani Padi
Sawah Desa
Ciburuy
Kelayakan Usahatani
Padi Semi Organik dan
Anorganik Petani
Penggarap
Usahatani Padi
Sawah Desa
Cisalada
Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Keputusan
Pengurangan Penggunaan
Pupuk Kimia
Struktur Biaya dan
Pendapatan Usahatani
Padi Semi Organik dan
Anorganik Petani
Penggarap
24
IV. METODE PENELITIAN
4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Desa Ciburuy dan Desa Cisalada, Kecamatan
Cigombong, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Lokasi penelitian dipilih
secara tertuju (purposive) berdasarkan pertimbangan bahwa Desa Ciburuy
merupakan daerah yang telah mencoba melakukan penerapan usahatani padi
sawah dengan mengurangi pemakaian pupuk kimia, menggunakan pupuk organik
dan bebas pestisida kimia. Petani di desa ini telah menghasilkan produk padi
sawah dengan merk SAE (Sehat, Aman, Enak). Usahatani padi semi organik ini
akan dibandingkan dengan beberapa petani padi anorganik di Desa Cisalada. Desa
ini dipilih karena terdapat dalam satu wilayah serta memiliki karakteristik yang
hampir sama dengan Desa Ciburuy. Khusus untuk pengambilan data primer di
lapang dilaksanakan di bulan Juni - Juli 2011.
4.2. Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian meliputi data time series dan
cross section. Sumber data yang digunakan dalam penelitian meliputi data primer
dan sekunder. Data primer merupakan data yang didapat dari sumber pertama
seperti hasil wawancara atau hasil pengisian kuesioner yang biasanya dilakukan
oleh peneliti (Umar, 2005). Data primer diperoleh dari hasil wawancara dengan
responden yang dilakukan pada petani, baik yang menerapkan sistem usahatani
semi organik maupun anorganik. Wawancara dilakukan menggunakan kuesioner
yang telah dipersiapkan meliputi berbagai pertanyaan mengenai pelaksanaan
kegiatan (input dan output) pertanian sesuai dengan tujuan penelitian. Data
25
sekunder merupakan data primer yang telah diolah lebih lanjut dan disajikan baik
oleh pihak pengumpul data primer atau oleh pihak lain misalnya dalam bentuk
tabel-tabel atau diagram-diagram (Umar, 2005). Data sekunder diperoleh dari
instansi dan literatur yang terkait dengan penelitian seperti Badan Pusat Statistik,
Kementerian Pertanian, Kantor Desa dan literatur lain yang terkait dengan
penelitian.
4.3. Metode Pengambilan Data
Pengambilan responden dilakukan melalui teknik purposive sampling
(dilakukan secara tertuju). Banyaknya jumlah respoden atau petani yang akan
diwawancarai untuk analisis pendapatan dan logit yaitu 30 orang, terdiri dari 15
petani semi organik dan 15 petani padi anorganik. Penentuan pengambilan
responden berdasarkan jumlah standar minimal penelitian survei yaitu 30 orang
pada populasi menyebar normal. Pengambilan beberapa responden usahatani
anorganik diambil dari Desa Cisalada karena jumlah petani anorganik di Desa
Ciburuy sangat sedikit dan tidak mencukupi jumlah responden yang diinginkan.
Pengambilan responden untuk analisis kelayakan diwakili oleh satu orang petani
baik semi organik dan anorganik. Pemilihannya didasarkan bahwa petani tersebut
menanam varietas padi yang sama dan telah menjalani usahataninya dengan baik.
Responden dipilih berdasarkan keterangan awal dari ketua kelompok tani
mengenai jumlah petani yang terdapat dalam desa, selanjutnya dipilih secara
tertuju (purposive) petani yang akan diwawancarai untuk mendapatkan informasi
dalam penelitian.
26
4.4. Metode Analisis Data
Pada tabel 5 akan diuraikan matrik analisis data yang digunakan untuk
menjawab tujuan-tujuan dalam penelitian ini. Data yang diperoleh dalam
penelitian ini akan dianalisis secara deskriptif dan kuantitatif. Pengolahan data
dilakukan secara manual dan komputer yaitu menggunakan software Microsoft
office Excel 2007, SPSS 16 dan Minitab Release 14.
Tabel 5. Matrik Metode Analisis Data
4.4.1. Analisis Kelayakan Usahatani Semi Organik dan Anorganik
Analisis NPV, Gross B/C ratio dapat dituliskan untuk menjelaskan kriteria
layak atau tidaknya suatu usahatani. Menurut Soeharto (2001), NPV didasarkan
atas konsep pendiskontoan seluruh arus kas ke nilai sekarang, dengan
mendiskontokan semua arus kas masuk dan keluar selama umur investasi ke nilai
sekarang kemudian menghitung angka bersihnya dan akan diketahui selisihnya
dengan memakai dasar yang sama. Berarti sekaligus dua hal telah diperhatikan
yaitu faktor nilai waktu dari uang dan selisih besarnya arus kas masuk dan keluar.
Suatu proyek dinyatakan layak jika NPV > 0, yang artinya proyek tidak rugi.
Menurut Soekartawi (1995), secara matematis NPV dituliskan sebagai berikut:
No. Tujuan penelitian Sumber data Analisis data
1 Menganalisis kelayakan
sistem usahatani padi semi
organik dan anorganik
petani penggarap.
Data primer atau
wawancara
dengan petani
Analisis deskriptif dan
kuantitatif dengan
Microsoft Office Excel
2007
2 Mengkaji tingkat biaya dan
pendapatan usahatani padi
semi organik dan anorganik
petani penggarap
Data primer atau
wawancara
dengan petani
Analisis deskriptif dan
kuantitatif dengan
Microsoft Office Excel
2007 dan SPSS 16
3 Mengestimasi faktor-faktor
yang mendorong petani
untuk mengurangi
pemakaian pupuk kimia.
Data primer atau
wawancara
dengan petani
Metode regresi logistik
dan analisis deskriptif
dengan Minitab
Release 14
27
n
i i
CBNPV
t
tt
1 )1(
)(
Analisis Gross Benefit-cost ratio (B/C) yaitu perbandingan (nisbah) antara
penerimaan dengan biaya. Gross B/C ratio dalam kegiatan investasi dikatakan
layak apabila bernilai ≥ 1 dan tidak layak jika bernilai < 1. Secara matematis
dapat dituliskan sebagai berikut:
n
i i
Cn
i i
BCGrossB
t
t
t
t
1 1/
1 1/
Keterangan :
B = manfaat usahatani pada tahun ke-t
C = biaya usahatani pada tahun ke-t
i = suku bunga (%)
t = tahun kegiatan usahatani (t= 0,1,2,…,n)
n = umur usahatani
4.4.2. Tingkat Biaya dan Pendapatan Usahatani Semi Organik dan
Anorganik
Biaya usahatani adalah semua pengeluaran yang dipergunakan dalam
usahatani, diklasifikasikan menjadi dua yaitu biaya tetap yang didefinisikan
sebagai biaya yang relatif tetap jumlahnya dan terus dikeluarkan walaupun
produksi yang diperoleh banyak atau sedikit, jadi besarnya biaya tetap ini tidak
tergantung pada besar kecilnya produksi yang diperoleh. Biaya variabel yang
didefinisikan sebagai biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh produksi yang
diperoleh. Contohnya biaya produksi, jika menginginkan produksi yang tinggi
maka tenaga kerja perlu ditambah, pupuk juga perlu ditambah, dan lain
sebagainya (Soekartawi, 1995).
28
Tabel 6. Struktur Biaya Usahatani Padi Sawah
No. Biaya Rincian Biaya Biaya (Rp)
1 Biaya Tetap Iuran pengairan/irigasi, alat pertanian,
sewa traktor/kerbau.
2 Biaya Variabel Bibit/benih, pupuk, obat-obatan, biaya
panen, tenaga kerja, bagi hasil.
Total Biaya
Biaya total merupakan penjumlahan antara biaya tetap dan biaya variabel,
maka berdasarkan pernyataan tersebut rumus total cost dapat dituliskan sebagai
berikut:
TC = TFC + TVC
Keterangan:
TC = Total biaya (Rp)
TFC = Total biaya tetap (Rp)
TVC = Total biaya variabel (Rp)
Soekartawi (1995) mengatakan bahwa pendapatan usahatani adalah selisih
antara penerimaan dan semua biaya, perumusuannya adalah sebagai berikut:
Pd = TR – TC
Keterangan:
Pd = Pendapatan Usahatani (Rp)
TR = Total Penerimaan (Rp)
TC = Total biaya (Rp)
Total penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi dengan harga
jual. Rumus penerimaan kegiatan pertanian adalah sebagai berikut:
TR = P × Q
29
Keterangan:
TR = Penerimaan usahatani (Rp)
Q = Hasil produksi (kg)
P = Harga jual produk per unit (Rp/kg)
Besarnya pendapatan yang diperoleh dalam perhitungan akan diuji
menggunakan statistika dengan menggunakan SPSS 16. Uji beda pendapatan
dilakukan dengan uji nilai tengah rata-rata pendapatan usahatani padi semi
organik dan anorganik per hektar per musim tanam dan pendapatan per kilogram
output per musim tanamnya. Asumsi yang digunakan pada pengujian ini adalah
sampel menyebar secara normal. Hipotesis H0 akan ditolak apabila P value < α,
sehingga dapat dikatakan bahwa pendapatan usahatani padi semi organik lebih
tinggi dibandingkan dengan pendapatan usahatani padi anorganik. Hipotesis yang
dirumuskan dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut:
H0 : Pendapatan petani padi organik = Pendapatan petani padi anorganik
H1 : Pendapatan petani padi organik > Pendapatan petani padi anorganik
Menurut Lipsey (1995), biaya total rata-rata adalah biaya total untuk
menghasilkan sejumlah output tertentu dibagi dengan jumlah output tersebut.
Biaya total rata-rata dibagi menjadi dua, yaitu biaya tetap rata-rata dan biaya
variabel rata-rata. Biaya tetap rata-rata sama dengan biaya total per satuan produk
yang dapat diperoleh dengan cara membagi biaya tetap dengan kuantitas produksi,
sedangkan biaya variabel rata-rata menggambarkan besarnya biaya variabel per
satuan produk dan dapat diperoleh dengan membagi biaya variabel total dengan
kuantitas produksinya. Biaya total rata-rata dapat dihitung dengan rumus:
ATC = AFC + AVC
30
Keterangan:
ATC = Biaya total rata-rata (Rp/kg)
AFC = Biaya tetap rata-rata (Rp/kg)
AVC = Biaya variabel rata-rata (Rp/kg)
Biaya rata-rata menggambarkan besarnya biaya per satuan produk. Biaya
tetap rata-rata ini akan semakin menurun dengan semakin banyaknya output yang
dihasilkan. Besarnya biaya tetap rata-rata per satuan produk (AFC) dapat dihitung
dengan rumus:
AFC = TFC / Q
Keterangan:
AFC = Biaya tetap rata-rata (Rp/kg)
TFC = Biaya tetap total (Rp)
Q = Output yang dihasilkan (kg)
Biaya variabel rata-rata yang akan semakin menurun nilainya dengan
semakin banyaknya output yang dihasilkan. Biaya variabel rata-rata adalah
sebagai berikut:
AVC = TVC / Q
Keterangan:
AVC = Biaya variabel rata-rata (Rp/kg)
TVC = Biaya variabel total (Rp)
Q = Output yang dihasilkan (kg)
31
4.4.3. Estimasi Faktor-Faktor yang Mendorong Petani untuk Mengurangi
Pemakaian Pupuk Kimia
Faktor-faktor yang mendorong penerapan sistem usahatani organik akan
ditentukan dalam penelitian ini. Tingkat pendidikan akan berpengaruh pada
keputusan inovasi pertanian pengurangan pupuk kimia ini, dimungkinkan bahwa
hubungannya berpengaruh positif artinya semakin tinggi pendidikan petani maka
respon penerimaan informasi oleh petani akan manfaat pengurangan pupuk kimia
juga semakin baik. Hal tersebut akan mendorong petani untuk mengurangi
pemakaian pupuk kimia. Luas usahatani dimungkinkan akan berpengaruh positif
terhadap keputusan petani untuk mengurangi pemakaian pupuk kimia, semakin
besar luasan lahan yang dimiliki petani maka semakin mudah bagi petani untuk
menerima inovasi ini.
Semakin muda petani biasanya mempunyai semangat untuk mencari
informasi apa yang belum mereka ketahui, sehingga dengan demikian mereka
berusaha untuk lebih cepat melakukan adopsi inovasi, maka diharapkan umur
memberikan pengaruh yang negatif. Pendapatan merupakan faktor yang penting
untuk penerimaan inovasi baru bagi petani. Nilai pendapatan yang tinggi akan
memudahkan petani untuk mengadopsi inovasi pertanian untuk mengurangi
pemakaian pupuk kimia karena ketersediaan modal yang mereka miliki, maka
diharapkan faktor ini akan berpengaruh positif.
Faktor berikutnya yaitu biaya pupuk, petani biasanya lebih mengarah pada
usahatani yang memberikan nilai pupuk lebih efisien dari segi biaya. Oleh karena
itu besaran biaya pupuk diduga akan mempengaruhi keputusan petani menerapkan
pengurangan pemakaian pupuk kimia. Keberadaan informasi diperlukan untuk
memberikan pengetahuan bagi petani akan manfaat pupuk organik dan
32
pengurangan pemakaian pupuk kimia sehingga memberikan peluang kepada
mereka untuk mengadopsi sistem tersebut. Pemberian informasi diidentifikasi dari
pernah atau tidak petani mengikuti penyuluhan tentang manfaat pengurangan
bahan kimia termasuk pupuk kimia dan penambahan input pupuk organik dalam
lahan pertanian.
Berdasarkan faktor-faktor tersebut maka model logit yang digunakan
adalah sebagai berikut (Juanda, 2009):
IFRMdBPKPDPTUMRLLHNPDDKNP
PZ
i
ii 1654321
1ln
Keterangan:
Pi = peluang kesediaan petani mengurangi pemakaian pupuk kimia
1-Pi = peluang ketidaksediaan petani mengurangi pemakaian pupuk kimia
Zi = keputusan petani
β1 = intersep
βi = parameter peubah Xi
PDDKN = lama pendidikan formal (tahun)
LLHN = luas lahan (ha)
UMR = umur petani (tahun)
PDPT = pendapatan petani (Rp/ha)
BPK = biaya pupuk (Rp/ha)
IFRM = variabel dummy yaitu ada informasi (1) dan tidak ada informasi (0)
ε = galat/error
Peubah p i
(1−p i ) dalam persamaan diatas disebut odds, yang sering
diistilahkan dengan resiko atau kemungkinan, yaitu rasio atau peluang terjadi
33
pilihan-1 (mengurangi pemakaian pupuk kimia) dan pilihan-0 (tidak mengurangi
pemakaian pupuk kimia).
1. Uji Likelihood Ratio
Setelah dugaan model diperoleh, langkah selanjutnya adalah menguji
apakah model logit tersebut secara keseluruhan dapat menjelaskan keputusan
pilihan kualitatif (Juanda, 2009). Hipotesis statistik yang diuji dalam hal ini
adalah :
H0: k ...32 (model tidak dapat menjelaskan)
H1: minimal ada 0j , untuk j = 2, 3,…, k (model dapat menjelaskan)
Statistik uji yang digunakan adalah dengan likelihood ratio, yaitu rasio
fungsi kemungkinan modelUR (lengkap) terhadap fungsi kemungkinan modelR (H0
benar). Statistik uji-G dibawah ini menyebar menurut sebaran Khi-kuadrat dengan
derajat bebas (k-1).
G = −2 ln 𝑙𝑖𝑘𝑒𝑙𝑖ℎ𝑜𝑜𝑑_𝑀𝑜𝑑𝑒𝑙𝑅𝑙𝑖𝑘𝑒𝑙𝑖ℎ𝑜𝑜𝑑_𝑀𝑜𝑑𝑒𝑙𝑈𝑅
= 2 ln 𝑙𝑖𝑘𝑒𝑙𝑖ℎ𝑜𝑜𝑑_𝑀𝑜𝑑𝑒𝑙UR
𝑙𝑖𝑘𝑒𝑙𝑖ℎ𝑜𝑜𝑑_𝑀𝑜𝑑𝑒𝑙𝑅 ≈ χ2
(k−1)
= 2 [ln(likelihood_ModelUR) – ln (likelihood_ModelR)]
Jika menggunakan taraf nyata α, hipotesis H0 ditolak (model signifikan),
jika statistik G > χ2
α,k-1. Jika H0 ditolak maka dapat disimpulkan bahwa minimal
ada 0j .
2. Uji Wald
Untuk menguji faktor mana ( 0j ) yang berpengaruh nyata terhadap
pilihannya, perlu uji statistik lanjut. Dalam hal ini kita dapat menguji signifikansi
dari parameter koefisien secara parsial dengan statistik uji wald (Juanda, 2009).
Hipotesis statistik uji yang digunakan adalah:
34
H0: 0j , untuk j = 2, 3,…, k (peubah Xj tidak berpengaruh nyata)
H1: 0j (peubah Xj berpengaruh nyata)
Statistik uji yang digunakan adalah : W =β j
𝑠𝑒 𝛽𝑗
Keterangan:
𝛽𝑗 = koefisien regresi
𝑠𝑒 𝛽𝑗 = standard error of β (galat kesalahan dari β)
3. Odds Ratio
Setelah diperoleh dugaan model logit yang dianggap cocok dan dugaan
koefisiennya (pengaruh peubahnya) signifikan secara statistik, maka kita dapat
menarik kesimpulan-kesimpulan praktis dari koefisien dalam model. Salah satu
ukuran asosiasi yang dapat diperoleh melalui analisis regresi logistik adalah odds
ratio (Juanda, 2009). Secara matematis dapat dilihat seperti di bawah ini:
𝑂𝑑𝑑𝑠 𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜 =𝑝𝑖
(1−𝑝𝑖 )
Keterangan:
Pi = peluang kejadian yang terjadi
1-Pi = peluang kejadian yang tidak terjadi
35
V. GAMBARAN UMUM
5.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di Desa Ciburuy dan Desa Cisalada, kedua desa
tersebut merupakan desa yang terdapat di Kecamatan Cigombong, Kabupaten
Bogor, Provinsi Jawa Barat. Potensi pertanian kedua desa cukup besar, hal ini
dapat dilihat dari luas sawah yang mereka usahakan untuk usahatani padi dan
menjadikan sektor tersebut sebagai mata pencaharian masyarakat.
Gambar 2. Peta Desa Ciburuy, Kecamatan Cigombong, Bogor
Gambaran umum Desa Ciburuy dan Desa Cisalada akan dijelaskan
meliputi topografi, kependudukan, mata pencaharian masyarakat dan fasilitas-
fasilitas penunjang kegiatan masyarakat. Gambaran umum lokasi penelitian di dua
desa tersebut adalah sebagai berikut:
5.1.1. Gambaran Umum Desa Ciburuy
Desa Ciburuy merupakan salah satu desa yang termasuk dalam wilayah
Kecamatan Cigombong dengan luas wilayah sebesar 200,67 ha. Batas wilayah
Desa Ciburuy yaitu sebagai berikut: sebelah utara berbatasan dengan Desa
Ciadeg, sebelah selatan berbatasan dengan Desa Cigombong, sebelah timur
36
berbatasan dengan Desa Srogol, dan sebelah barat berbatasan dengan Desa
Cisalada. Desa Ciburuy merupakan wilayah yang termasuk dataran rendah,
berbukit-bukit dan terletak di daerah bantaran sungai. Tingkat kemiringan tanah di
desa Ciburuy yaitu 16 derajat. Tabel berikut menjelaskan luas wilayah menurut
penggunaannya:
Tabel 7. Luas Wilayah Menurut Penggunaan di Desa Ciburuy Tahun 2010
Peruntukan Lahan Luas wilayah (ha)
Luas permukiman 50
Luas persawahan 75
Luas kuburan 0,08
Luas taman 0,03
Perkantoran 0,06
Luas prasarana umum lainnya
Tanah kering
0,05
55,7
Tanah perkebunan negara 13
Tanah fasilitas umum 6,75
Total luas 200,67
Sumber: Monografi Desa Ciburuy, 2010
Jumlah penduduk Desa Ciburuy secara keseluruhan yaitu berjumlah
12.005 jiwa. Penduduk di desa ini didominasi oleh penduduk berjenis kelamin
laki-laki yaitu berjumlah 6.153 jiwa (51,25 %) sedangkan jumlah penduduk yang
berjenis kelamin perempuan yaitu 5.852 jiwa (48,75 %) dari total penduduk.
Jumlah kepala keluarga di Desa Ciburuy yaitu 2.480 kepala keluarga dengan
kepadatan penduduk 75,03 per km.
Penduduk di wilayah ini yang memiliki mata pencaharian pada sektor
pertanian berjumlah total 415 jiwa yang terdiri dari 135 jiwa petani dan 280 jiwa
sebagai buruh tani. Mayoritas mata pencaharian penduduk yaitu sebagai karyawan
perusahaan swasta sebanyak 550 jiwa. Karyawan perusahaan pemerintah
berjumlah berjumlah 48 jiwa, pegawai negeri sipil berjumlah 35 jiwa, peternak
37
sebanyak 47 jiwa dan sisanya sebagai pengrajin, pedagang, pensiunan, TNI, Polri,
pertukangan, bidan dan dokter.
Fasilitas dibangun untuk menunjang kegiatan masyarakat desa. Adapun
salah satu fasilitas yang terdapat dalam desa ini yaitu ruang terbuka publik yang
terdiri dari taman bermain seluas 2.000 m2, taman desa seluas 1.000 m
2, taman
kas desa seluas 2.000 m2. Prasarana kesehatan terdiri dari puskesmas pembantu
sebanyak satu unit, poliklinik sebanyak empat unit, posyandu sebanyak 10 unit,
rumah bersalin sebanyak sebanyak dua unit dan balai kesehatan ibu dan anak
sebanyak satu unit. Prasarana terpenting di Desa Ciburuy yaitu sarana pendidikan
yang terdiri dari gedung SLTA sebanyak dua buah, gedung SLTP sebanyak empat
buah, gedung SD sebanyak delapan buah, gedung TK sebanyak tiga buah dengan
status lahan sewa dan jumlah lembaga pendidikan agama sebanyak tujuh buah,
dua buah sewa dan yang lainnya dalam status milik. Selain itu dalam desa ini juga
terdapat sarana dan prasarana wisata, olahraga serta kebersihan.
5.1.2. Gambaran Umum Desa Cisalada
Desa Cisalada merupakan desa yang terletak di Kecamatan Cigombong
dan memiliki luas wilayah sebesar 168,75 ha. Adapun batas wilayah desa ini yaitu
sebelah utara berbatasan dengan Desa Pasir Jaya, sebelah selatan berbatasan
dengan Desa Tugu Jaya, sebelah barat berbatasan dengan Desa Pasir Jaya, sebelah
timur berbatasan dengan Desa Ciburuy. Wilayah administratif Desa Cisalada
terdiri dari empat dusun, 10 rukun warga dan 26 rukun tetangga. Tabel luas
wilayah menurut penggunaan dapat dilihat di bawah ini:
38
Tabel 8. Luas Wilayah Menurut Penggunaan di Desa Cisalada Tahun 2010
Peruntukan Lahan Luas wilayah (ha)
Luas permukiman 32,25
Luas persawahan 105
Luas kuburan 5
Luas perkarangan 2,5
Perkantoran 0,25
Luas prasarana umum lainnya 15,25
Tanah fasilitas umum 8,5
Total luas 168,75
Sumber: Monografi Desa Cisalada, 2010
Jumlah penduduk Desa Cisalada secara keseluruhan berjumlah 7.019 jiwa,
dengan penduduk terbanyak berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 3.586 jiwa
atau sekitar 51,09 % dari total penduduk, sedangkan penduduk berjenis kelamin
perempuan berjumlah 3.433 jiwa atau sekitar 48,91 % dari total penduduk Desa
Cisalada. Mayoritas agama penduduk Desa Cisalada beragama islam, hanya dua
jiwa penduduk yang berkeyakinan lain yaitu menganut agama protestan. Terdapat
tiga jiwa yang berwarga negara asing, sedangkan sisanya yaitu 7.016 jiwa
penduduk berwarga negara Indonesia. Jumlah penduduk yang produktif yaitu
4.126 jiwa, rata-rata kepadatan penduduk yaitu 300 jiwa/km2
dan rata-rata
penyebaran penduduk yaitu 500 jiwa/km2.
Tingkat pendidikan penduduk Desa Cisalada bervariasi yaitu mulai dari
tingkat SD hingga S3, pada desa ini juga masih terdapat penduduk yang buta
huruf. Tingkat pendidikan akhir penduduk didominasi oleh tamatan sekolah dasar
yaitu berjumlah 3.168 jiwa atau sekitar 45,99 %. Pada Desa Cisalada terdapat
penduduk dengan lulusan sarjana, yaitu 98 jiwa (1,42 %) lulusan S1, tiga jiwa
(0,04 %) penduduk lulusan S2, dan satu jiwa (0,01 %) penduduk lulusan S3.
Penduduk yang berpendidikan akhir diploma berjumlah 389 jiwa yaitu lulusan D1
sebanyak 163 jiwa (2,37 %), lulusan D2 sebanyak 139 jiwa (2,02 %) dan lulusan
39
D3 sebanyak 87 jiwa (1,26 %). Keterangan selengkapnya mengenai kategori
penduduk berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 9. Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan Desa Cisalada Tahun 2010
Tingkat Pendidikan Jumlah (Jiwa) Persentase (%)
Buta huruf 116 1,68
Belum sekolah 587 8,52
Tidak tamat SD 102 1,48
Tamat SD 3.168 45,99
Tamat SLTP 1.319 19,15
Tamat SMU 1.106 16,05
Tamat D1 163 2,37
Tamat D2 139 2,02
Tamat D3 87 1,26
Tamat S1 98 1,42
Tamat S2 3 0,04
Tamat S3 1 0,01
Jumlah 6889 100 Sumber: Monografi Desa Cisalada, 2010
Mata pencaharian penduduk Desa Cisalada didominasi pada sektor
pertanian, jumah penduduk yang bekerja sebagai petani yaitu sebanyak 3.462 jiwa
(60,17 %) yang terdiri dari 2.150 jiwa petani pemilik, 285 jiwa petani penggarap,
dan 1.027 jiwa buruh tani. Mayoritas mata pencaharian penduduk berikutnya yaitu
buruh sejumlah 1.255 (21,81 %). Pekerjaan pada sektor tersebut sering menjadi
pemicu kelangkaan generasi penerus pertanian karena kebanyakan remaja lebih
memilih bekerja di pabrik-pabrik sebagai buruh daripada menjalani aktivitas
sebagai petani. Sektor pertanian akan semakin sulit untuk mencari tenaga kerja di
masa yang akan datang jika masalah ini tidak diperhatikan. Jenis mata
pencaharian penduduk lainnya dapat dilihat pada tabel berikut:
40
Tabel 10. Penduduk Menurut Pekerjaan Desa Cisalada Tahun 2010
Jenis Pekerjaan Jumlah (Jiwa) Persentase(%)
Petani 3.462 60,17
Pengusaha kecil menengah 47 0,82
Pengrajin 3 0,05
Buruh 1.255 21,81
Bengkel/pencucian mobil dan motor 7 0,12
Penjahit 8 0,14
Pedagang 161 2,79
Pengemudi 36 0,63
Tukang ojek 315 5,47
Pertukangan 284 4,94
Pegawai negeri 144 2,50
Dokter 2 0,03
Bidan 1 0,02
Dukun 6 0,10
TNI/POLRI 9 0,16
Pensiunan TNI/POLRI/PNS 13 0,23
Anggota DPRD Kabupaten 1 0,02
Jumlah 5.754 100 Sumber: Monografi Desa Cisalada, 2010
Fasilitas yang terdapat dalam Desa Cisalada terdiri dari beberapa sarana
dan dibangun untuk memudahkan penduduk menjalani aktivitas keseharian
mereka. Sarana terpenting dalam Desa Cisalada yaitu sarana pendidikan yang
merupakan tempat penduduk usia pelajar untuk menuntut ilmu. Pertanian di Desa
Cisalada ini didukung oleh keberadaan dua buah prasarana irigasi. Sarana lainnya
yang terdapat di Desa Cisalada yaitu sarana keagamaan, sarana wilayah, sarana
perekonomian, sarana perhubungan, sarana air bersih, sarana kesehatan dan sarana
aparatur desa.
5.2. Gambaran Umum Budidaya Padi Semi Organik dan Anorganik
Pada dasarnya budidaya tanaman padi dilakukan dengan beberapa tahapan
yaitu antara lain: persiapan benih dan persemaian, persiapan lahan, penanaman,
perawatan dan pemeliharaan, serta pemanenan. Budidaya padi semi organik
membutuhkan tambahan pupuk kompos untuk meningkatkan tingkat kesuburan
41
lahan. Pengurangan dosis pemakaian pupuk kimia dilakukan secara bertahap, hal
itu dilakukan untuk menghilangi ketergantungan petani terhadap pupuk kimia
dalam melakukan kegiatan usahatani mereka. Pemakaian pestisida kimia pada
lahan pertanian padi semi organik sudah tidak diperkenankan lagi. Petani yang
tergabung dalam keanggotaan Gapoktan Silih Asih di Desa Ciburuy diharuskan
mematuhi aturan yang terdapat dalam SOP gapoktan seperti jenis varietas dan
jumlah benih yang akan ditanam, cara pembuatan dan pemakaian pupuk organik
serta pestisida nabati, aturan tanam, pemakaian pupuk kimia, serta penjualan dan
pembinaan petani oleh Lembaga Pertanian Sehat, Dinas Pertanian dan Gapoktan
itu sendiri. Adapun proses budidaya pada kedua usahatani baik semi organik
maupun anorganik akan diuraikan sebagai berikut:
1. Persiapan Benih dan Persemaian
Pemilihan jenis varietas yang akan digunakan pada kedua usahatani padi
sangat diperhatikan. Pertimbangannya yaitu memilih varietas atas dasar ketahanan
benih terhadap serangan hama dan penyakit tanaman padi. Varietas yang
digunakan biasanya telah diuji mutu dan produksinya dari pemerintah. Mayoritas
petani menggunakan benih berlabel biru yang tahan terahadap penyakit tungro,
contohnya yaitu Ciherang, Bondoyudo, Situbagendit dan Inpari. Benih yang
dipilih yang bersifat bernas, pemilihannya dengan menggunakan bahan
desinfektan (larutan garam atau abu dapur). Benih yang ada direndam dalam
larutan garam atau abu dan dilanjutkan proses pemeraman, dengan dosis setiap
satu liter air harus dicampur dengan satu sendok garam atau tiga sendok abu.
Benih yang dipilih adalah benih yang tenggelam. Setelah hal tersebut dilakukan
maka perendaman dilakukan lagi dengan menggunakan air bersih. Perlakuan
42
tersebut bertujuan menekan penyakit dan merangsang pengecambahan benih
secara merata pada tanaman padi. Setelah benih yang bernas telah terpilih,
langkah selanjutnya yaitu membuat lahan persemaian.
Gambar 3. Lahan Persemaian Benih Padi
Beberapa petani juga menyediakan benih sendiri dengan cara memilih
benih yang bernas dari lahan pertanian mereka, hal ini dapat menghemat
pengeluaran biaya produksi pertanian. Lahan yang dipilih untuk persemaian
merupakan lahan yang aman dan mudah pemeliharaannya. Bibit yang akan
ditanam merupakan bibit yang telah berumur 12-20 hari dan telah siap ditanam
pada lahan yang telah melalui proses pengolahan lahan. Petani semi organik
menambahkan pupuk kompos untuk melengkapi proses pembibitan benih padi.
Tabel 11. Perbandingan Penggunaan Benih pada Usahatani Padi Semi
Organik dan Anorganik Petani Penggarap
No Usahatani Padi Jumlah Benih (kg/ha)
1. Semi Organik 40,86
2. Anorganik 49,79 Sumber : Data primer, 2011
Jumlah benih yang digunakan pada usahatani padi anorganik lebih besar
yaitu sejumlah 49,79 kg/ha dibandingkan usahatani padi semi organik yang hanya
berkisar 40,84 kg/ha, maka dalam usahatani padi semi organik terjadi
penghematan penggunaan benih.
43
2. Pengolahan Lahan
Tujuan pengolahan lahan pada dasarnya agar gulma yang ada bisa mati
dan membusuk, menggemburkan tanah, memperbaiki aerasi tanah, memudahkan
pengaturan air dan mengatur jarak tanam. Pengolahan lahan dibagi menjadi
beberapa tahapan, diantaranya yaitu:
- Mopokan (perbaikan pematang), yaitu melakukan pembongkaran pematang
sampai dasar lahan dengan menggunakan cangkul, kemudian dilakukan
penimbunan kembali dengan tanah yang sudah diolah sehingga pematang
kembali rapi. Hal tersebut mencegah kebocoran saluran air dan menutup
lubang hama yang ada.
- Ngongkolongan, yaitu mencangkul batas petakan yang berbatasan dengan
petakan sebelah atas, posisi mencangkul membujur dengan petakan tanah
dicangkul dan dipindahkan ke bagian tengah petakan. Hal tersebut dilakukan
agar kegiatan membajak lebih mudah dilakukan.
- Bajak, yaitu melakukan pembajakan sawah yang biasa dilakukan dengan
bantuan traktor atau kerbau. Hal ini tergantung dimana posisi lahan petani,
jika lahannya mudah dijangkau oleh traktor maka petani biasanya melakukan
proses pembajakan ini dengan bantuan alat tersebut. Jika sulit dijangkau
maka alternatif bantuannya yaitu menggunakan bantuan kerbau. Bajak akan
mempercepat proses pembusukan sisa tanaman.
- Nampingan dan mengaru, yaitu melakukan perapian pada pematang bagian
dalam petakan untuk memperluas areal tanam, serta melakukan penghalusan
tanah olahan agar sistem perakaran sempurna dan kedap air.
- Nguyab, yaitu melakukan pembersihan sisa tanaman dan dibenamkan.
44
- Nyorongan, yaitu melakukan perataan permukaan sawah agar sistem
pengairan usahatani merata. Prosesnya dengan menggunakan bantuan alat
pertanian berupa sorongan.
- Pembuatan drainase, yaitu membuat parit pengaturan air dalam petakan agar
memudahkan proses pengaturan air.
Tahapan pengolahan tanah diatas diperoleh dari informasi standar
operasional prosedur budidaya padi sehat (semi organik) pada Gapoktan Desa
Ciburuy. Pada dasarnya pengolahan lahan pada budidaya padi anorganik hampir
sama dengan tahapan proses pengolahan lahan padi semi organik ini,
perbedaannya hanya terletak pada pemberian pupuk kompos yang diberikan
dengan dosis kurang lebih dua ton/ha, dan petani semi organik biasanya juga
melakukan penyebaran jerami sebelum pengolahan lahan yang nantinya akan
mengalami proses pembusukan dengan sendirinya di lahan.
Gambar 4. Tahapan Proses Pengolahan Tanah yaitu Mengatur Jarak Tanam
(Kiri) dan Perataan Permukaan Sawah atau Nyorongan (Kanan)
3. Penanaman
Bibit yang akan ditanam dalam proses ini berumur sekitar 12-20 hari.
Langkah awal yang dilakukan adalah menyaplak, dengan bantuan alat yang
disebut garokan. Jarak tanam pada usahatani semi organik umumnya berkisar
antara 12,5 cm setiap tanaman dalam barisan, 25 cm antar tanaman di lain barisan
45
dan 50 cm pada setiap kelompok barisan. Sistem tanam seperti itu disebut legowo
yang manfaatnya antara lain yaitu memudahkan dan mengefisienkan penggunaan
pupuk pada lahan, serta mendapatkan jumlah anakan yang lebih banyak pada
tanaman padi. Penggunaan sistem tanam dengan teknik legowo mulai di adopsi
oleh petani anorganik, walaupun masih sangat sedikit petani anorganik yang
mengunakan cara tanam ini. Bibit yang telah disemai sebelumnya akan dipindah
tanamkan pada lahan yang telah melalui proses pengolahan lahan. Bibit padi
ditanam secara dangkal dan tunggal pada setiap titik temu garis caplak. Jumlah
bibit yang ditanam pada usahatani semi organik mayoritasnya berkisar antara dua
hingga tiga rumpun, sedangkan usahatani anorganik umumnya berkisar antara tiga
hingga lima rumpun padi.
Gambar 5. Sistem Tanam Acak Usahatani Padi Anorganik (Kiri) dan Sistem
Tanam Legowo Usahatani Padi Semi Organik (Kanan)
4. Perawatan dan Pemeliharaan
Proses perawatan dan pemeliharaan tanaman padi terdiri dari penyiangan
dan penyulaman, pemupukan, pengendalian hama dan penyakit tanaman, babad
pematang dan pengaturan air atau irigasi.
- Penyiangan dan penyulaman, yaitu menyiangi rumput pengganggu disekitar
tanaman padi, kemudian rumput tersebut dibenamkan kedalam tanah yang
ada diantara barisan tanaman. Keadaan air pada saat penyiangan dalam
46
keadaan macak-macak dan saluran air dalam petakan sawah juga ditutup. Hal
ini dilakukan untuk menekan pertumbuhan gulma, laju kompetisi
pemanfaatan unsur hara tanaman, penyinaran matahari yang merata pada
tanaman padi. Penyulaman merupakan penanaman kembali bibit dalam
barisan tanaman yang hilang agar populasi tanaman tetap optimal. Adapun
pada usahatani semi organik proses penyiangan dan penyulaman biasanya
dilakukan dua kali yaitu saat padi berumur 20-25 HST dan 35-40 HST.
- Pemupukan tanaman padi pada usahatani semi organik dilakukan sebanyak
tiga kali. Pemupukan dasar dilakukan dengan menggunakan pupuk kompos,
dosisnya kurang lebih dua ton/ha. Petani menyediakan pupuk kompos dengan
cara membelinya dari toko pertanian atau koperasi, atau petani juga bisa
memproduksinya sendiri dengan menggunakan limbah peternakan dan
pertanian yang melimpah di daerah pertanian mereka. Pemupukan selanjutnya
yaitu dengan memberikan tunjangan unsur hara yang diperoleh dari
kombinasi pemakaian pupuk kimia seperti TSP, Urea, NPK, KCL dan
Ponska. Biasanya petani mengkombinasikan dua hingga tiga jenis pupuk
tersebut atau hanya menggunakan pupuk NPK saja, hal itu tergantung
kebutuhan dan kebiasaan petani dalam menjalani usahataninya. Pemupukan
susulan pertama dilakukan pada saat umur padi sekitar 20-25 HST.
Pemupukan susulan kedua dilakukan pada umur 45-50 HST atau pada waktu
yang disebut masa pramoria (umur varietas padi dikurangi 65 hari). Pada
usahatani anorganik pemupukan hanya dilakukan dua kali dengan
menggunakan pupuk kimia saja, dosisnya lebih banyak dibandingkan dengan
47
usahatani semi organik. Adapun jumlah pemakaian pupuk kimia petani
penggarap pada kedua usahatani dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 12. Perbandingan Penggunaan Rata-Rata Pupuk Kimia pada
Usahatani Padi Semi Organik dan Anorganik Petani
Penggarap No. Jenis Pupuk Usahatani Padi Semi Organik
(Kg/Ha)
Usahatani Padi Anorganik
(Kg/Ha)
1 TSP 75,79 194,13
2 Urea 99,64 253,57
3 Ponska 0 25
Sumber : Data primer, 2011
Berdasarkan tabel di atas maka dapat terlihat penggunaan pupuk kimia pada
usahatani padi semi organik lebih sedikit dibandingkan anorganik. Hal
tersebut dikarenakan usahatani padi semi organik telah melakukan
pengurangan penggunaan pupuk kimia pada usahataninya.
- Pengendalian hama dan penyakit pada usahatani semi organik meliputi empat
kultur yaitu: kultur teknis merupakan pengendalian hama dan penyakit
dengan cara perbaikan teknis dalam melakukan usahatani, seperti bertanam
dengan teknik legowo. Hal tersebut memiliki banyak manfaat diantaranya
mengefisienkan pemberian pupuk saat pemupukan, memudahkan petani
melakukan kontrol tanpa menginjak-injak tanaman padi mereka, pergerakan
hama seperti tikus dapat terlihat sehingga menciptakan lingkungan yang tidak
cocok untuk perkembangan OPT (Organisme Pengganggu tanaman). Kultur
yang kedua yaitu kultur mekanis, merupakan pengendalian hama dengan
menggunanakan agency hayati. Kultur selanjutnya adalah kultur biologis,
yaitu contohnya dengan menggunakan varietas padi yang tahan penyakit
tungro. Terakhir yaitu kultur kimia dengan pestisida nabati, baik yang dibeli
dari toko pertanian atau Koperasi, ataupun petani bisa membuatnya sendiri
48
dengan bahan alami yang bisa didapat dari alam seperti daun picung, daun
mimba, kacang babi, daun tuba dan lain sebagainya. Hal ini berbeda dengan
cara pengendalian hama yang dilakukan petani anorganik. Mereka cenderung
memanfaatkan pestisida kimia seperti Decis, Furadan, Dusban, dan lainnya.
Pada dasarnya pengendalian hama dan penyakit secara alami lebih
diperkenankan karena tidak menimbulkan dampak negatif pada
penggunaannya.
- Babad pematang merupakan kegiatan pembersihan rumput yang terdapat di
pinggir petakan sawah. Biasanya dilakukan bersamaan pada setiap
penyiangan yaitu dua kali setiap satu musim tanam.
- Pada dasarnya pengairan yang dilakukan kedua usahatani adalah sama.
Tanaman padi membutuhkan pengaturan air pada saat tanam, penyiangan,
pemupukan dan panen. Pada saat tanam, air tergenang di saluran tengah dan
pinggir petakan. Kegiatan penyiangan dan pemupukan mengharuskan
pengeringan air atau kondisi air dalam keadaan macak-macak, saluran masuk
keluarnya air harus ditutup. Kapasitas air sebaiknya diperbanyak pada saat
tanaman padi sedang dalam masa bunting. Terakhir yaitu panen, air
diusahakan dalam keadaan kering terhitung dari masa 20 hari sebelum panen.
5. Pemanenan
Pemanenan padi pada kedua usahatani dapat dilakukan sebanyak lima kali
setiap dua tahun. Pemanenan dilakukan pada waktu yang tepat sesuai dengan
umur masing-masing varietas beras agar kualitas beras yang dihasilkan baik.
Panen dilakukan setelah padi menguning 90 persen. Biasanya menggunakan alat
perontok dengan alas yang lebar agar gabah tidak berserakan dan menggunakan
49
karung yang baik agar tidak bocor saat memasukkan gabah hasil panen. Hal
tersebut dilakukan untuk mengurangi resiko kerugian saat panen, diakibatkan dari
berat gabah yang berkurang karena terbuang saat proses ini dilakukan. Pada petani
semi organik, penjemuran gabah hingga prosesnya menjadi padi dilakukan oleh
Koperasi, bahkan proses packaging juga dilakukan dengan baik oleh Koperasi
yang dikelola di Desa Ciburuy ini. Adapun produksi, produktivitas dan harga jual
rata-rata yang dihasilkan kedua usahatani yaitu:
Tabel 13. Perbandingan Produksi, Produktivitas dan Harga Jual Rata-Rata
pada Usahatani Padi Semi Organik dan Anorganik Petani
Penggarap
Usahatani Padi Produksi
(kg)
Produktivitas
(kg/ha)
Harga Output Rata-Rata
(Rp)
Semi Organik 2313,33 5960,84 2489,29
Anorganik 1876,67 5448,89 2220 Sumber : Data primer, 2011
Jumlah produksi atau produktivitas usahatani padi semi organik lebih
tinggi dari anorganik. Nilai harga jual output pada usahatani padi semi organik
juga sedikit lebih besar dari anorganik. Kedua hal tersebut nantinya akan
mempengaruhi tingkat penerimaan usahatani padi ini.
5.2. Karakteristik responden
Karakteristik responden akan dijelaskan menurut usahatani yang mereka
usahakan yaitu usahatani padi semi organik dan anorganik. Jumlah keseluruhan
responden yaitu 30 orang, yang terdiri dari 15 orang petani padi semi organik dan
15 orang petani anorganik. Karakteristik umum responden dijelaskan dari
beberapa karakteristik yaitu: jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, status
kepemilikan lahan yang digunakan untuk kegiatan usahataninya, luas lahan yang
diusahakan, jumlah tanggungan keluarga dan lama pengalaman usahatani.
50
5.2.1. Jenis Kelamin dan Usia
Responden petani padi semi organik dalam penelitian ini berasal dari Desa
Ciburuy. Jumlah keseluruhan petani padi semi organik yaitu 15 responden.
Responden didominasi oleh petani berjenis kelamin laki-laki yaitu 14 responden
(93,33 %) dan perempuan sejumlah satu responden (6,67 %). Responden memiliki
tingkat usia bervariasi, usia termuda responden yaitu 30 tahun dan usia tertua
responden yaitu 64 tahun. Tingkat umur responden didominasi oleh petani yang
memiliki rentang umur antara 43 - 55 tahun yaitu sejumlah 9 responden (60 %).
Akibat keterbatasan jumlah petani padi anorganik di Desa tersebut maka
pengambilan responden petani padi anorganik dilakukan pada Desa Cisalada, desa
ini dipilih karena lokasi yang berdekatan dengan Desa Ciburuy sehingga memiliki
karakteristik yang hampir sama dan mayoritas petani yang masih menerapkan
sistem usahatani anorganik. Jumlah responden petani padi anorganik yaitu 15
orang, enam responden (40 %) dari Desa Ciburuy dan sembilan responden (60 %)
berasal dari Desa Cisalada. Keseluruhan responden petani padi anorganik berjenis
kelamin laki-laki. Usia termuda petani padi anorganik yaitu 40 tahun dan usia
tertua yaitu 80 tahun. Usia mayoritas responden petani padi anorganik yaitu
berkisar antara 56 - 68 tahun berjumlah delapan responden (53,33 %).
Tabel 14. Responden Berdasarkan Tingkat Usia
Rentang Umur
(Tahun)
Usahatani Padi Semi Organik Usahatani Padi Anorganik
Jumlah
(Jiwa)
Persentase
(%)
Jumlah
(Jiwa)
Persentase
(%)
30-42 2 13,33 2 13,33
43-55 9 60 3 20,00
56-68 4 26,67 8 53,33
69-81 0 0 2 13,33
Jumlah 15 100 15 100 Sumber: Data Primer, 2011
51
5.2.2. Tingkat Pendidikan, Status Kepemilikan dan Luas Lahan
Tingkat pendidikan responden dibedakan menjadi empat kategori. Tingkat
pendidikan responden petani padi semi organik cukup beragam, secara umum
responden petani semi organik lulusan sekolah dasar yaitu sebanyak 10 responden
(66,67 %). Mayoritas responden petani padi anorganik juga masih berpendidikan
rendah, jumlah petani yang memiliki tingkat pendidikan akhir sekolah dasar sama
seperti petani semi organik yaitu berjumlah 10 responden (66,67 %). Responden
berdasarkan tingkat pendidikan selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 15. Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Tingkat Pendidikan Usahatani
Padi Semi Organik
Usahatani Padi
Anorganik
Jumlah
(Jiwa)
Persentase
(%)
Jumlah
(Jiwa)
Persentase
(%)
Tidak Sekolah 0 0 2 13,33
Tidak tamat SD 2 13,33 3 20
SD 10 66,67 10 66,67
SLTP 3 20 0 0
Jumlah 0 100 15 100 Sumber: Data Primer, 2011
Seluruh petani yang diambil sebagai responden adalah petani penggarap,
petani tersebut harus membagi hasil panen padi sawahnya kepada pemilik lahan,
besarnya jumlah bagi hasil tersebut mayoritasnya berkisar yaitu antara 50 - 50 %
atau 60 % petani dan 40 % pemilik lahan. Akibat pembagian hasil ini maka secara
umum pendapatan petani penggarap di kedua desa menjadi kecil pada setiap
musim tanamnya.
Luas lahan yang diusahakan responden pada umumnya masih dalam skala
yang kecil. Mayoritas luas lahan yang diusahakan kedua petani padi semi organik
yaitu sejumlah 7 responden (46,67 %) pada luas lahan < 0,3 hektar dan rentang
0,3 - 0,6 hektar. Mayoritas petani padi anorganik menjalani usahataninya pada
52
rentang 0,3 - 0,6 hektar yaitu sejumlah 8 responden (53,33 %). Luas lahan yang
diusahakan petani selengkapnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 16. Luas Lahan yang Diusahakan Responden
Rentang
Luas Lahan
(ha)
Usahatani
Padi Semi Organik
Usahatani Padi
Anorganik
Jumlah (Jiwa) Persentase (%) Jumlah (Jiwa) Persentase (%)
< 0,3 7 46,67 5 33,33
0,3-0,6 7 46,67 8 53,33
> 0,6 1 6,67 2 13,33
Jumlah 15 100 15 100 Sumber: Data Primer, 2011
5.2.3. Jumlah Tanggungan Keluarga
Setiap responden menanggung penghidupan beberapa anggota
keluarganya. Mayoritas jumlah tanggungan keluarga dari responden petani padi
semi organik yaitu antara 5 - 7 jiwa yaitu tujuh responden (46,67 %). Anggota
keluarga yang menjadi tanggungan petani biasanya terdiri dari keluarga inti dan
tambahan yang menetap di rumah responden. Jumlah tanggungan yang dimiliki
responden petani padi anorganik mayoritas berada pada rentang jumlah 2-4 jiwa
tanggungan keluarga yaitu 10 responden (66,67 %). Jumlah tanggungan keluarga
responden selengkapnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 17. Jumlah Tanggungan Keluarga Responden
Rentang
Tanggungan
Keluarga
(Jiwa)
Usahatani
Padi Semi Organik
Usahatani Padi
Anorganik
Jumlah (Jiwa) Persentase (%) Jumlah (Jiwa) Persentase (%)
2-4 6 40 10 66,67
5-7 7 46,67 4 26,67
7-9 1 6,67 1 6,67
10-12 1 6,67 0 0
Jumlah 15 100 15 100 Sumber: Data Primer, 2011
53
5.2.4. Pengalaman Usahatani Padi
Petani padi semi organik pada dasarnya telah cukup lama menekuni
kegiatan pertaniannya. Namun, sebelumnya responden hanya menerapkan
kegiatan pertanian anorganik pada lahan yang mereka usahakan. Kerjasama
dengan Lembaga Pertanian Sehat membawa mereka kepada keputusan untuk
mulai menerapkan sistem pertanian semi organik ini. Adapun pengalaman
usahatani responden akan dijelaskan pada tabel berikut ini:
Tabel 18. Responden Berdasarkan Pengalaman Melakukan Usahatani Padi
Pengalaman
Usahatani (tahun)
Usahatani Padi
Semi Organik
Usahatani Padi
Anorganik
Jumlah
(Jiwa)
Persentase
(%)
Jumlah
(Jiwa)
Persentase
(%)
3-16 9 60 8 53,33
17-30 4 26,67 3 20
31-44 2 13,33 2 13,33
45-58 0 0 2 13,33
Jumlah 15 100 15 100 Sumber: Data Primer, 2011
Mayoritas pengalaman usahatani responden kedua usahatani petani
berkisar antara tiga hingga 16 tahun yaitu sejumlah sembilan responden (60 %)
pada usahatani padi semi organik, sedangkan usahatani padi anorganik yaitu
sebanyak delapan responden (53,33 %). Mayoritas petani Desa Ciburuy mulai
melakukan usahatani semi organik selama 7-8 tahun yaitu 12 responden (80 %).
Adapun rinciannya dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 19. Responden Berdasarkan Pengalaman Melakukan Usahatani Padi
Semi Organik
Pengalaman Usahatani (tahun) Jumlah (Jiwa) Persentase (%)
5-6 2 13,33
7-8 12 80
9-10 1 6,67
11-12 0 0
Jumlah 15 100 Sumber: Data Primer, 201
54
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN
6.1. Analisis Kelayakan Usahatani Padi Semi Organik dan Anorganik
Petani Penggarap
Salah satu aspek yang digunakan dalam menganalisis kelayakan usaha
adalah menganalisis aspek finansialnya. Terdapat dua kriteria yang digunakan
dalam pembahasan ini yaitu net present value (NPV) dan gross benefit cost ratio
(gross B/C ratio). Dua arus kas yang diperhatikan dalam analisis yaitu
penerimaan dan pengeluaran. Penerimaan merupakan arus kas masuk bagi suatu
usaha atau merupakan pendapatan dari suatu usaha. Komponen penerimaan yang
dimasukkan dalam analisis yaitu penjualan hasil usahatani padi sawah dalam
bentuk gabah basah yang dijual per tahunnya. Pengeluaran merupakan aliran kas
yang dikeluarkan untuk kegiatan suatu usaha saat dijalankan. Pengeluaran yang
dimaksud meliputi biaya tetap dan variabel.
Biaya tetap yaitu biaya yang jumlahnya tidak ditentukan oleh banyaknya
output, sedangkan biaya variabel yaitu biaya yang dikeluarkan berdasarkan
banyaknya output, semakin banyak output maka akan semakin banyak biaya yang
dikeluarkan. Biaya tetap terdiri dari pembelian alat pertanian, iuran irigasi dan
sewa traktor. Pembelian alat pertanian akan mengalami reinvestasi sesuai dengan
daya tahan masing-masing alat. Biaya berikutnya yaitu biaya variabel yang terdiri
dari biaya benih, biaya panen, biaya pupuk, biaya pestisida, biaya tenaga kerja dan
biaya bagi hasil.
Varietas yang dipakai kedua usahatani adalah sama yaitu Ciherang. Petani
padi semi organik yang dianalisis ini membutuhkan jumlah benih yang lebih
sedikit yaitu sejumlah 33 kg/ha, sedangkan petani anorganik membutuhkan 60
55
kg/ha benih padi. Hal tersebut dikarenakan keperluan rumpun padi usahatani semi
organik untuk satu lubang tanamnya lebih sedikit dibandingkan usahatani
anorganik. Biaya panen merupakan biaya yang harus dikeluarkan kedua petani
untuk melakukan proses pemanenan. Biaya yang dikeluarkan bukan berdasarkan
perhitungan banyaknya tenaga kerja yang dipakai, namun berdasarkan jumlah
output yang dihasilkan kemudian dikalikan dengan biaya panen yaitu Rp 250 per
kg output yang dihasilkan. Biaya tersebut sudah termasuk biaya pengangkutan
gabah ke jalan besar, yang nantinya akan diangkut oleh pembeli yaitu Koperasi
atau tengkulak.
Perbedaan komponen biaya kedua usahatani yaitu bahwa petani semi
organik harus mengeluarkan komponen biaya pemakaian pupuk organik yang
total pemakaiannya sejumlah dua ton/ha. Proporsi biaya pupuk kimia usahatani
anorganik lebih besar dibandingkan usahatani semi organik, karena petani semi
organik telah melakukan pengurangan penggunaan pupuk kimia pada
usahataninya. Petani anorganik juga memanfaatkan pestisida kimia yang dibeli
dari toko pertanian, sedangkan petani semi organik membuat pestisida dengan
meramunya dari bahan-bahan alami seperti daun picung, daun mimba, kacang
babi, daun tuba dan lain sebagainya yang bisa didapatkan secara gratis dari alam.
Biaya berikutnya yaitu biaya bagi hasil yang merupakan suatu kewajiban
bagi petani penggarap kepada pemilik lahan untuk membagi hasil output
usahatani mereka. Besarnya persentase bagi hasil masing-masing petani yaitu
60% untuk petani penggarap dan 40% untuk pemilik lahan. Adapun berdasarkan
perhitungan present value dan B/C ratio kedua usahatani per tahunnya dapat
dilihat pada tabel berikut ini:
56
Tabel 20. Perbandingan PV dan B/C Ratio Usahatani Padi Semi Organik dan
Anorganik per Hektar dengan Suku Bunga Pinjaman Rata-Rata
Tahun Usahatani Padi Semi Organik Usahatani Padi Konvesional
PV (Rp) B/C Ratio PV (Rp) B/C Ratio
1 1.345.439,31 1,049 -1.410.911,36 0,943
2 11.528.604,27 1,436 7.700.605,85 1,334
3 1.237.763,31 1,059 -883.159,02 0,953
4 8.870.886,63 1,436 5.925.366,15 1,334
5 952.418,68 1,059 -679.562,19 0,953
6 6.689.183,25 1,423 4.422.700,88 1,321
7 732.855,25 1,059 -522.901,04 0,953
8 5.252.277,02 1,436 3.508.292,44 1,334
9 563.908,31 1,059 -402.355,37 0,953
10 4.041.456,62 1,436 2.699.517,11 1,334
NPV/Gross B/C Ratio 41.214.792,64 1,242 20.357.593,45 1,135
Keterangan : Diskon Faktor 14 %
Sumber : Data Primer, 2011
Tabel 20 menggambarkan present value dan B/C ratio usahatani padi
pertahunnya dengan suku bunga pinjaman rata-rata. Nilai keduanya menunjukkan
bahwa pada tahun ganjil hasil NPV dan B/C ratio lebih kecil dari tahun genap, hal
ini dikarenakan usahatani padi pada keduanya hanya dapat memanen sebanyak
lima kali setiap dua tahun. Pada tahun ganjil, padi dapat dipanen dua kali dengan
perhitungan bahwa dalam tahun tersebut proses penanaman dilakukan tiga kali,
sedangkan pada tahun genap padi dapat dipanen tiga kali dengan proses
penanaman sebanyak dua kali. Selain itu perhitungan present value dan B/C ratio
juga dihitung dengan menggunakan diskon faktor suku bunga deposito rata-rata
yang hasilnya digambarkan pada tabel di bawah ini:
57
Tabel 21. Perbandingan PV dan B/C Ratio Usahatani Padi Semi Organik dan
Anorganik per Hektar dengan Suku Bunga Deposito Rata-Rata
Tahun
Usahatani Padi Semi Organik Usahatani Padi Konvesional
PV (Rp) B/C Ratio PV (Rp) B/C Ratio
1 1.436.815,75 1,049 -1.506.734,38 0,943
2 13.147.726,68 1,436 8.782.109,15 1,334
3 1.507.469,41 1,059 -1.075.597,57 0,953
4 11.537.584,63 1,436 7.706.604,34 1,334
5 1.322.856,52 1,059 -943.874,05 0,953
6 9.921.901,23 1,423 6.560.083,60 1,321
7 1.160.852,32 1,059 -828.282,11 0,953
8 8.884.712,21 1,436 5.934.601,04 1,334
9 1.018.688,04 1,059 -726.846,18 0,953
10 7.796.642,08 1,436 5.207.817,55 1,334
NPV/Gross B/C Ratio 57.735.248,86 1,248 29.109.881,39 1,141
Keterangan : Diskon Faktor 6,75 %
Sumber : Data Primer, 2011
Kesimpulan tabel 20 dan 21 yaitu bahwa present value dan B/C ratio yang
dihitung dengan menggunakan diskon faktor suku bunga pinjaman dan deposito
rata-rata, nilainya menunjukkan bahwa usahatani padi semi organik lebih
menguntungkan dari anorganik. Pada tahun ganjil akan dihasilkan Present value
dan B/C ratio yang lebih kecil dari tahun genap pada kedua usahatani karena
panen hanya dilakukan dua kali dengan tiga kali proses penanaman, sedangkan
pada tahun genap panen dilakukan tiga sebanyak kali dengan dua kali proses
penanaman. Setiap tahunnya present value usahatani padi semi organik
menghasilkan angka yang positif dan B/C ratio menghasilkan nilai yang lebih dari
satu, maka menunjukkan bahwa usahatani tersebut layak dijalankan. Pada
usahatani padi anorganik di tahun ganjil, present value menghasilkan angka
negatif dan B/C ratio menunjukkan angka yang lebih kecil dari satu, hal tersebut
dikarenakan penghitungan didasarkan pada kegiatan yang dilakukan di tahun
ganjil yaitu penghitungan penerimaan dilakukan sebanyak dua kali dengan biaya
proses penanaman sebanyak tiga kali. Besarnya penerimaan yang dihasilkan di
58
tahun tersebut lebih kecil dari biaya yang dikeluarkan. Namun, di tahun genap
dihasilkan present value usahatani padi anorganik dengan angka yang positif dan
B/C ratio menghasilkan nilai yang lebih dari satu.
Present value pertahunnya menunjukkan nilai yang lebih besar pada
usahatani padi semi organik yang disebabkan dari besarnya penerimaan karena
total produksi dan harga penjualan output yang sedikit lebih tinggi dari usahatani
padi anorganik. Nilai B/C ratio pertahunnya juga menggambarkan hal yang sama
bahwa perbandingan penerimaan dengan biaya pada usahatani padi semi organik
menghasilkan rasio yang tinggi dibandingkan anorganik, hal ini menunjukkan
usahatani padi semi organik lebih banyak menerima penerimaan dibandingkan
anorganik dan artinya usahatani padi semi organik yang lebih layak untuk
dilaksanakan.
Tabel 22. Kriteria Kelayakan Usahatani Padi Semi Organik dan Anorganik
per Hektar dengan Suku Bunga Pinjaman Rata-Rata Kriteria Kelayakan Usahatani Padi Semi Organik Usahatani Padi Konvesional
Nilai Nilai
Net Present Value (NPV) Rp 41.214.792,64 Rp 20.357.593,45
Benefit Cost Ratio (B/C rasio) 1,242 1,135
Keterangan : Diskon Faktor 14 %
Sumber : Data Primer, 2011
Berdasarkan tabel tersebut, nilai NPV keduanya merupakan nilai positif
(NPV > 0) maka hal ini menunjukkan kedua usahatani baik semi organik dan
anorganik layak untuk dijalankan. NPV semi organik nominalnya yaitu sebesar
Rp 41.214.792,64, usahatani akan memberikan keuntungan sejumlah nominal
tersebut selama 10 tahun dengan tingkat diskonto yang berlaku. NPV usahatani
padi semi organik lebih besar dari anorganik yaitu hanya Rp 20.357.593,45, maka
usahatani padi semi organik lebih menguntungkan untuk dilakukan. Nilai NPV
tersebut diperoleh dengan menjumlahkan selisih total penerimaan dan total biaya
59
usahatani padi yang telah didiskontokan dari tahun pertama hingga kesepuluh.
Gross B/C ratio yang dihasilkan usahatani padi semi organik ≥ 1 yaitu sebesar
1,242 artinya setiap pengeluaran Rp 1 dapat menghasilkan penerimaan yaitu
sebesar Rp 1,242 selama 10 tahun usahatani dijalankan dengan tingkat diskonto
yang berlaku. Nilai tersebut menunjukkan nominal yang lebih besar dibandingkan
usahatani padi anorganik yaitu 1,135, namun juga dikatakan layak karena nilainya
≥ 1, artinya untuk setiap pengeluaran modal Rp 1 pada usahatani maka akan
menghasilkan penerimaan sebesar Rp 1,135.
Tabel 23. Kriteria Kelayakan Usahatani Padi Semi Organik dan Anorganik
per Hektar dengan Suku Bunga Deposito Rata-Rata Kriteria Kelayakan
Usahatani Padi Semi Organik Usahatani Padi Konvesional
Nilai Nilai
Net Present Value (NPV) Rp 57.735.248,86 Rp 29.109.881,39
Benefit Cost Ratio (B/C rasio) 1,248 1,141
Keterangan : Diskon Faktor 6,75 %
Sumber : Data Primer, 2011
Tabel 23 merupakan hasil perhitungan analisis kelayakan dengan suku
bunga deposito rata-rata. Nilai NPV keduanya merupakan nilai positif (NPV > 0)
yaitu usahatani padi semi organik sebesar Rp 57.735.248,86 dan usahatani padi
anorganik Rp 29.109.881,39. Usahatani akan memberikan keuntungan sejumlah
nominal tersebut selama 10 tahun dengan tingkat diskonto yang berlaku, maka
usahatani semi organik lebih menguntungkan untuk dilakukan karena nominal
NPV nya menunjukkan angka yang lebih tinggi. Gross B/C ratio yang dihasilkan
kedua usahatani ≥ 1 yaitu sebesar 1,248 untuk usahatani padi semi organik dan
1,141 untuk usahatani padi anorganik, artinya jika selama 10 tahun usahatani
dijalankan dengan tingkat diskonto yang berlaku maka setiap pengeluaran Rp 1
dapat menghasilkan penerimaan sebesar Rp 1,248 untuk usahatani padi semi
organik dan Rp 1,141 pada usahatani padi anorganik.
60
Hasil analisis kelayakan pada tingkat suku bunga yang berbeda
menunjukkan bahwa besarnya NPV dan gross B/C ratio dipengaruhi oleh
tingginya diskon faktor yang dipakai, makin tinggi diskon faktor maka makin
kecil nominal NPV dan gross B/C ratio yang dihasilkan dan sebaliknya semakin
rendah diskon faktor yang digunakan maka menyebabkan NPV dan gross B/C
ratio yang semakin tinggi.
6.2. Analisis Biaya dan Pendapatan Usahatani Padi Semi Organik dan
Anorganik Petani Penggarap
Sistem pertanian yang dijalankan petani di Desa Ciburuy telah mengarah
pada sistem pertanian berkelanjutan, namun kebutuhan pupuk untuk lahan
pertanian belum bisa terlepas dari pemakaian pupuk kimia, petani masih
mengurangi pemakaiannya secara bertahap. Hal yang menjadi alasan petani tidak
dapat langsung menerapkan sistem pertanian organik secara penuh karena kondisi
lahan mereka belum mampu melepaskan pemakaian pupuk kimia seutuhnya. Hal
ini seperti apa yang diterangkan Sutanto (2002), bahwa pada tahap awal
penerapan pertanian organik masih perlu dilengkapi pupuk kimia atau pupuk
mineral, terutama pada tanah yang miskin hara. Pupuk kimia masih sangat
diperlukan agar supaya takaran pupuk organik tidak terlalu banyak yang nantinya
akan menyulitkan pada pengelolaannya. Sejalan dengan proses pembangunan
kesuburan tanah menggunakan pupuk organik, secara berangsur kebutuhan pupuk
kimia yang berkadar tinggi dapat dikurangi. Keadaan ini memungkinkan lahan
dapat beradaptasi lebih baik lagi terhadap perubahan input hara yang digunakan.
61
6.2.1. Analisis Perbandingan Struktur Biaya Usahatani Padi Semi Organik
dan Anorganik Petani Penggarap
Total biaya merupakan penjumlahan secara keseluruhan biaya-biaya yang
digunakan selama proses usahatani dijalankan pada setiap periode musim tanam.
Biaya tersebut terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap yang akan
dianalisis pada pembahasan ini yaitu irigasi, sewa traktor atau kerbau dan
pembelian alat pertanian, sedangkan biaya variabel yang akan dianalisis yaitu
biaya benih, kompos, pestisida nabati, pupuk kimia, pestisida kimia, biaya tenaga
kerja, biaya panen dan bagi hasil.
Tabel 24. Struktur Biaya Usahatani Padi Semi Organik dan Anorganik
Petani Penggarap per Hektar per Musim Tanam Komponen Biaya Usahatani Padi Semi Organik Usahatani Padi Anorganik
Nilai Persentase Nilai Persentase
1) biaya tetap
-irigasi 138.000 1,21 138.000 1,37
-sewa traktor/kerbau 600.000 5,28 600.000 5,97
-alat pertanian 137.000 1,20 137.000 1,36
sub total 875.000 7,70 875.000 8,70
2) biaya variabel
-benih 156.333,33 1,37 222.977,78 2,22
-kompos 568.737,37 5,00 0 0,00
-pestisida nabati 36.040,40 0,32 0 0,00
-pupuk kimia 388.749,16 3,42 1.054.960,32 10,49
-pestisida kimia 0 0,00 21.186,03 0,21
-tenaga kerja 983.989,23 8,65 1.130.028,57 11,23
-biaya panen 1.501.321,55 13,20 1.362.222,222 13,54
-bagi hasil 6.859.594,81 60,33 5.392.133,333 53,61
sub total 10.494.765,86 92,30 9.183.508,25 91,30
total biaya 11.369.765,86 100,00 10.058.508,25 100,00
Sumber : Data Primer, 2011
Berdasarkan perhitungan dari data yang di dapat di lapang, biaya dari
usahatani padi semi organik memiliki nominal yang lebih besar dibandingkan
usahatani padi anorganik yaitu Rp 11.369.765,86 dengan komponen biaya tetap
Rp 875.000 (7,70 %) dan biaya variabel sebesar Rp 10.494.765,86 (92,30 %) dari
total biaya usahatani semi organik. Biaya dari padi anorganik yaitu dengan
nominal Rp 10.058.508,25, komponen biayanya adalah biaya tetap Rp 875.000
62
(8,70 %) dan biaya variabel sebesar Rp 9.183.508,25 (91,30 %) dari total biaya
padi anorganik. Hasil perhitungan tersebut menghasilkan kesimpulan bahwa
dalam komponen biaya kedua usahatani, biaya variabel memiki nilai yang besar
dibandingkan biaya tetap.
Persentase biaya terbesar yang dihasilkan oleh kedua usahatani yaitu bagi
hasil sebesar 60,33 % untuk usahatani padi yang telah mengurangi pemakaian
pupuk kimianya atau semi organik dan 53,61 % untuk usahatani padi anorganik.
Bagi hasil merupakan kewajiban bagi para petani penggarap untuk menyerahkan
atau membagi hasil panen mereka kepada pemilik lahan yang mereka garap
sebanyak kesepakatan bersama kedua belah pihak atau antara petani penggarap
dan pemilik lahan, umumnya berkisar yaitu antara 50 % petani – 50 % pemilik
dan 60 % petani – 40 % pemilik. Komponen terbesar kedua yaitu biaya panen
dengan persentase 13,20 % bagi usahatani padi semi organik dan 13,54 % bagi
usahatani padi anorganik. Komponen biaya terbesar berikutnya adalah biaya
tenaga kerja. Usahatani padi semi organik mengeluarkan biaya 8,65 % dari total
biaya usahataninya, sedangkan persentase untuk usahatani padi anorganik yaitu
11,23 % dari total biaya usahataninya. Biaya panen merupakan biaya yang harus
dikeluarkan petani untuk menggebot padi yang telah dipanen hingga
pengangkutan ke jalan besar yang nantinya diangkut oleh Koperasi atau tengkulak
yang akan membeli padi dalam bentuk gabah basah dari petani-petani tersebut.
Rincian biaya pada tabel diatas menggambarkan bahwa terdapat perbedaan
dalam proporsi biaya pupuk kimia antara usahatani semi organik dan anorganik.
Dalam usahatani semi organik persentase biaya yang digunakan untuk
menyediakan input pupuk kimia yaitu sebesar Rp 388.749,16 (3,42 %), sedangkan
63
pada usahatani padi anorganik besarnya biaya pupuk kimia yaitu Rp. 1.054.960,32
(10,49 %). Biaya pupuk kimia usahatani semi organik lebih kecil dibandingkan
anorganik. Pengurangan biaya pupuk kimia pada usahatani semi organik di
konversikan dengan penggunaan pupuk kompos yang memerlukan biaya sebesar
Rp 568.737,37 atau 5,00 % dari total biaya usahatani semi organik.
Analisis struktur biaya usahatani padi baik semi organik maupun organik
juga dapat dilihat dari besarnya biaya yang harus dikeluarkan per kilogram
outputnya. Berdasarkan hasil perhitungan, struktur biaya per kilogram output
usahatani padi semi organik dan anorganik adalah sebagai berikut:
Tabel 25. Struktur Biaya Usahatani Padi Semi Organik dan Anorganik
Petani Penggarap per Kilogram Output per Musim Tanam Komponen Biaya Padi Semi Organik Padi Anorganik
Nilai Persentase Nilai Persentase
1) biaya tetap
-irigasi 24,40 1,27 24,40 1,29
-sewa traktor/kerbau 106,10 5,51 106,10 5,61
-alat pertanian 24,23 1,26 24,23 1,28
sub total 154,73 8,04 154,73 8,18
2) biaya variabel
-benih 27,47 1,43 40,28 2,13
-kompos 98,71 5,13 0 0,00
-pestisida nabati 6,83 0,35 0 0,00
-pupuk kimia 66,67 3,46 192,30 10,16
-pestisida kimia 0 0,00 3,56 0,19
-tenaga kerja 175,57 9,12 215,83 11,40
-biaya panen 250 12,99 250 13,21
-bagi hasil 1.145,07 59,48 1.036 54,74
sub total 1.770,33 91,96 1.737,97 91,82
total biaya 1.925,07 100,00 1.892,70 100,00
Sumber : Data Primer, 2011
Biaya total per kilogram output pada usahatani semi organik yaitu sebesar
Rp 1.925,07, dengan komponen biaya tetap Rp 154,73 (8,04 %) dan biaya
variabel sebesar Rp 1.770,33 (91,96 %). Usahatani padi anorganik mengeluarkan
biaya sebesar Rp 1.892,70 per kilogram outputnya, dengan komponen biaya tetap
yaitu Rp 154,73 (8,18 %) dan biaya variabel yaitu sebesar Rp 1.737,97 (91,82 %).
64
Hasil perhitungan tersebut menggambarkan bahwa biaya usahatani padi semi
organik per kilogram outputnya lebih besar dibandingkan biaya usahatani padi
anorganik.
Jika dilihat dari biaya per kilogram output, komponen biaya pupuk kimia
usahatani padi semi organik sebesar Rp 66,67 (3,46 %). Biaya tersebut lebih kecil
dibandingkan biaya pupuk kimia usahatani padi anorganik yaitu Rp 192,30
(10,16 %). Namun, usahatani padi semi organik harus mengeluarkan biaya
sebesar Rp. 98,71 (5,13 %) untuk menyediakan pupuk kompos sebagai input yang
memberikan unsur hara alami pada lahan pertaniannya, baik dengan cara
memproduksinya sendiri dan bisa juga dengan membelinya di koperasi atau toko
pertanian.
6.2.2. Analisis Perbandingan Pendapatan dan R/C Ratio Usahatani Padi
Semi Organik dan Anorganik Petani Penggarap
Pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan yang didapatkan
dari penjualan output dan semua biaya yang dikeluarkan untuk menunjang
kegiatan usahatani. Pendapatan dikatakan mengalami keuntungan jika nominal
penerimaan lebih besar dari biaya usahatani. Pendapatan juga biasa dijadikan
sebagai indikator keberhasilan usahatani.
Tabel 26. Analisis Pendapatan dan R/C Ratio Usahatani Padi Semi Organik
dan Anorganik Petani Penggarap per Hektar per Musim Tanam No. Uraian Usahatani Padi Semi Organik Usahatani Padi Anorganik
1 Penerimaan Rp 14.838.263,76 Rp 12.096.533,33
2 Biaya
- Biaya tetap Rp 875.000,00 Rp 875.000,00
- Biaya variabel Rp 10.494.765,86 Rp 9.183.508,25
3 Biaya total Rp 11.369.765,86 Rp 10.058.508,25
4 Pendapatan Rp 3.468.497,91 Rp 2.038.025,08
5 R/C ratio 1,31 1,20
Sumber : Data Primer, 2011
65
Tabel di atas menggambarkan jumlah penerimaan dan pendapatan
usahatani semi organik dan anorganik. Pendapatan biasanya dijadikan indikator
keberhasilan dari suatu usahatani. Usahatani semi organik menghasilkan
penerimaan sebesar Rp 14.838.263,76 dan usahatani padi anorganik yaitu sebesar
Rp 12.096.533,33. Penerimaan usahatani padi anorganik menghasilkan nilai yang
lebih kecil dibandingkan penerimaan pada usahatani padi semi organik.
Penerimaan dipengaruhi oleh total produksi dan harga output dari usahatani,
penerimaan semi organik lebih besar karena harga rata-rata produksi yang lebih
besar yaitu sebesar Rp 2.489,29 dibandingkan harga rata-rata output padi
anorganik yaitu sebesar Rp 2.220, rata-rata total produksi yang dihasilkan
usahatani semi organik yaitu 5960,84 kg/ha yang sedikit lebih besar dibandingkan
usahatani padi anorganik yaitu hanya 5448,89 kg/ha.
Penerimaan usahatani akan mempengaruhi besarnya pendapatan petani
semi organik dan anorganik. Besarnya pendapatan usahatani semi organik yaitu
sebesar Rp 3.468.497,91, sedangkan pada usahatani padi anorganik pendapatan
yang dihasilkan yaitu sebesar Rp 2.038.025,08. Hal ini menunjukkan bahwa
usahatani padi semi organik lebih menguntungkan dibandingkan anorganik.
Berdasarkan analisis R/C ratio maka terlihat kedua usahatani merupakan kegiatan
yang layak untuk dijalankan. Nilai R/C ratio atau perbandingan penerimaan
dengan biaya pada usahatani padi semi organik yaitu 1,31. Rasio tersebut lebih
besar dibandingkan usahatani padi anorganik yang hanya 1,20. Petani padi semi
organik akan mendapatkan penerimaan yaitu dengan nominal Rp 1.310.000 dan
petani padi anorganik akan mendapatkan Rp 1.200.000 untuk setiap biaya sebesar
Rp 1.000.000 yang dikeluarkan untuk permodalan usahatani mereka.
66
Perbedaan pendapatan antara usahatani padi semi organik dan anorganik
akan diuji menggunakan uji nilai tengah untuk melihat signifikansi perbedaanya
secara statistik. Hipotesis yang digunakan H0 yaitu pendapatan usahatani padi
semi organik tidak berbeda nyata dengan usahatani padi anorganik, sedangkan H1
dengan hipotesis bahwa pendapatan usahatani padi semi organik lebih besar
dibandingkan dengan pendapatan usahatani padi anorganik. Hasil uji nilai tengah
pendapatan usahatani padi semi organik dan anorganik per hektar per musim
tanam dapat terlihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 27. Hasil Uji Nilai Tengah Pendapatan Usahatani Padi Semi Organik
dan Anorganik Petani Penggarap per Hektar per Musim Tanam Usahatani Padi Mean Std. Deviation Std. Error Mean Sig. (2-tailed)
Semi Organik 3.468.497,9053 1.570.395,81669 405.474,45633 .024 Anorganik 2.038.025,0800 1.712.910,44680 442.271,57560 .024
Sumber : Data Primer, 2011
Nilai signifikansi (2-tailed) adalah sebesar 0,024 dan 0,024, nilai sig. (2-
tailed) tersebut lebih kecil dari taraf nyata (𝛼) sebesar sepuluh persen. Kesimpulan
yang dapat diambil yaitu tolak H0 atau terima H1, artinya bahwa terdapat
perbedaan nilai tengah antara pendapatan usahatani padi semi organik dan
anorganik. Dalam hal ini berarti pendapatan usahatani padi semi organik lebih
besar dibandingkan dengan pendapatan usahatani padi anorganik.
Tabel 28. Analisis Pendapatan dan R/C Ratio Usahatani Padi Semi Organik
dan Anorganik Petani Penggarap per Kilogram Output per
Musim Tanam No. Uraian Usahatani Padi Semi Organik Usahatani Padi Anorganik
1 Penerimaan Rp 2.489,29 Rp 2.220
2 Biaya
- Biaya tetap Rp 154,73 Rp 154,73
- Biaya variabel Rp 1.770,33 Rp 1.737,97
3 Biaya total Rp 1.925,07 Rp 1.892,70
4 Pendapatan Rp 564,22 Rp 327,30
5 R/C ratio 1,29 1,17
Sumber : Data Primer, 2011
67
Kesimpulan analisis pendapatan usahatani padi semi organik dan
anorganik per kilogram outputnya sama dengan analisis per hektar per musim
tanam bahwa usahatani padi semi organik akan menghasilkan pendapatan dan R/C
ratio yang lebih tinggi dibandingkan usahatani padi anorganik. Nilai pendapatan
yang didapatkan usahatani padi semi organik yaitu sebesar Rp 564,22, sedangkan
usahatani padi anorganik yaitu Rp 327,30. R/C ratio dari usahatani padi semi
organik yaitu 1,29 dan usahatani padi anorganik 1,17. Ratio tersebut mengartikan
bahwa berdasarkan hasil analisis usahatani padi per kilogram outputnya, petani
padi semi organik akan mendapatkan penerimaan yaitu sebesar Rp 1.290.000 dan
petani padi anorganik akan mendapatkan Rp 1.170.000 untuk setiap biaya yaitu
sebesar Rp 1.000.000 yang dikeluarkan untuk permodalan usahatani mereka.
Perbedaan pendapatan antara usahatani padi semi organik dan anorganik
per kilogram output juga akan diuji menggunakan uji nilai tengah untuk melihat
signifikansi perbedaanya secara statistik. Hipotesis yang digunakan sama yaitu H0
bahwa pendapatan usahatani padi semi organik tidak berbeda nyata dengan
usahatani padi anorganik per kilogram outputnya, sedangkan H1 dengan hipotesis
bahwa pendapatan per kilogram output usahatani padi semi organik lebih besar
dibandingkan dengan pendapatan per kilogram output usahatani padi anorganik.
Hasil uji nilai tengah pendapatan per kilogram output usahatani padi semi organik
dan anorganik dapat terlihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 29. Hasil Uji Nilai Tengah Pendapatan Usahatani Padi Semi Organik
dan Anorganik Petani penggarap per Kilogram per Musim Tanam Usahatani Padi Mean Std. Deviation Std. Error Mean Sig. (2-tailed)
Semi Organik 564,22467 130,35577 33,65771 .000
Anorganik 327,29867 147,78966 38,15913 .000
Sumber : Data Primer, 2011
68
Dari hasil olahan data di atas terlihat bahwa nilai signifikansi (2-tailed)
adalah sebesar 0,000 dan 0,000. Nilai sig. (2-tailed) tersebut lebih kecil dari taraf
nyata (𝛼) yang digunakan yaitu lima persen. Kesimpulan yang dapat diambil yaitu
tolak H0 atau terima H1, artinya bahwa terdapat perbedaan nilai tengah antara
pendapatan per kilogram output usahatani padi semi organik dan anorganik.
Pendapatan per kilogram output usahatani padi semi organik lebih besar
dibandingkan dengan pendapatan per kilogram output usahatani padi anorganik.
Berdasarkan wawancara di lapang, beberapa petani yang masih
menggunakan sistem pertanian anorganik mengaku enggan untuk beralih menjadi
sistem pertanian yang mengarah pada organik karena kerumitan proses yang harus
dihadapi mereka nantinya, terutama saat proses pemupukan. Namun bagi petani
semi organik, hal itu sudah menjadi rutinitas yang sudah menjadi hal biasa yang
dilakukan mereka. Jika penyediaan pupuk organik diproduksi sendiri oleh petani,
secara umum pengurangan pupuk kimia tersebut dan penambahan pupuk organik
bisa menghemat proporsi biaya pupuk yang harus dikeluarkan petani untuk
usahataninya.
Berdasarkan teori, pada dasarnya penerapan sistem pertanian ke arah
organik akan membutuhkan pengorbanan yang besar terutama pada tenaga kerja
karena biasanya hal itu berpengaruh pada rentannya tumbuhan terhadap hama,
sehingga perlu perlakuan yang menyita tenaga kerja yang lebih besar dari
usahatani anorganik. Saat penggunaan sistem usahatani semi organik pada petani
di Desa Ciburuy, lahan usahatani mereka tidak pernah terserang wabah hama
dalam skala besar yang mungkin nantinya akan merugikan petani. Hama tikus
menyerang Desa Ciburuy pada tahun 1958, 1985 dan 1991, hama wereng di tahun
69
1978 dan ulat garayak di tahun 1983. Namun, semenjak saat itu lahan usahatani di
desa ini sudah tidak diserang lagi oleh hama tersebut dalam skala besar. Oleh
karena itu penggunaan tenaga kerja tidak terlalu tinggi atas perubahan sistem
pertanian ini. Pengeluaran biaya usahatani sebenarnya sangat bisa untuk
diminimalkan jika petani bisa mengeluarkan biaya dengan efektif serta efisien,
dan keuntungan yang optimal pun bisa didapatkan.
Harga hasil output semi organik di Desa Ciburuy mendapatkan harga jual
yang sedikit lebih tinggi dari output anorganik. Hal itu sangat beralasan
mengingat padi semi organik ini sudah memiliki pemasaran yang cukup baik.
Beras semi organik akan dibeli dari para petani dan dikumpulkan oleh Koperasi
yang dikelola oleh desa, nantinya padi tersebut akan mengalami pengolahan pasca
panen hingga menjadi beras yang siap dikonsumsi. Koperasi juga akan melakukan
proses packaging hingga beras terlihat menarik untuk dijual nantinya. Pemasaran
beras semi organik ini sudah mencapai target beberapa daerah perumahan,
perkantoran bahkan rumah sakit. Oleh karena itu padi sawah semi organik ini
dihargai sedikit lebih tinggi karena sistem pemasaran yang sudah cukup baik.
Keunggulan yang didapat dari penerapan sistem pertanian semi organik
yaitu akan mendapatkan bahan pangan yang lebih baik dari sisi kesehatan karena
telah menghindari pemakaian pestisida berbahaya, bahkan beras produksi Desa
Ciburuy ini telah dinyatakan bebas residu pestisida kimia oleh Departeman
Kesehatan. Kondisi tanah perlahan juga mulai diperbaiki tingkat kesuburannya,
pada jangka panjang diharapkan kondisi tanah berada pada tingkat kesuburan
yang sudah tidak membutuhkan pemakaian pupuk kimia.
70
Berdasarkan teori, produksi pertanian dengan menggunakan input organik
biasanya lebih rendah dibandingkan dengan pertanian anorganik. Berdasarkan
hasil penelitian yang dilakukan Departemen Agronomi di Filiphina tahun 2002,
output padi yang dihasilkan pada kawasan Infanta, Quezeon dengan menggunakan
sistem pertanian organik yaitu 1.253 kg/ha dan 1.489 kg/ha dengan anorganik.
Output padi yang dihasilkan pada kawasan Baco Oriental, Mindoro dengan
menggunakan sistem pertanian organik yaitu 1.175 kg/ha dan 1.706 kg/ha dengan
anorganik. Sedangkan, Output padi yang dihasilkan pada kawasan Infanta,
Quezeon dengan menggunakan sistem pertanian LEISA yaitu 1445 kg/ha dan
kawasan Baco Oriental, Mindoro sebesar 1378 kg/ha. Jadi dapat disimpulkan
output yang dihasilkan dari sistem pertanian organik lebih rendah dari anorganik
dan LEISA (Department of Agronomy, College of Agriculture, 2002).
Teori tersebut tidak terjadi pada sistem pertanian semi organik, perubahan
sistem pertanian ini tidak menyebabkan penurunan hasil produksi mereka karena
usahataninya masih tetap menggunakan tunjangan pupuk kimia, walaupun
kadarnya dikurangi namun sepertinya hal itu tetap menjaga daya produktivitas
lahan sehingga produksi tidak menurun. Penggunaan sistem pertanian semi
organik ini juga telah berlangsung sekitar tujuh tahun yang lalu, sehingga
kesuburan lahan secara perlahan mulai diperbaiki dengan penggunaan kompos
pada lahan pertanian dan berpengaruh terhadap daya produktivitasnya.
71
Tabel 30. Analisis Pendapatan dan R/C Ratio Usahatani Padi Semi Organik
dan Anorganik Petani Penggarap per Hektar per Musim Tanam
dengan Harga Output yang Sama No. Uraian Usahatani Padi Semi Organik Usahatani Padi Anorganik
1 Penerimaan Rp 13.233.068,69 Rp 12.096.533,33
2 Biaya
- Biaya tetap Rp 875.000,00 Rp 875.000,00
- Biaya variabel Rp 10.494.765,86 Rp 9.183.508,25
3 Biaya total Rp 11.369.765,86 Rp 10.058.508,25
4 Pendapatan Rp 1.863.302,83 Rp 2.038.025,08
5 R/C ratio 1,16 1,20
Sumber : Data Primer, 2011
Tidak semua produk dihasilkan usahatani yang mengarah pada sistem
organik dapat diterima dengan harga yang baik oleh pasar. Pemasaran pada output
produk beras semi organik Desa Ciburuy telah menerima harga yang sedikit lebih
tinggi dari output anorganik. Namun, jika perhitungan penerimaan menggunakan
harga output yang sama maka usahatani padi semi organik akan menghasilkan
pendapatan sebesar Rp 1.863.302,83 dan usahatani padi anorganik menghasilkan
pendapatan sebesar Rp 2.038.025,08. Nilai pendapatan usahatani padi semi
organik lebih kecil dari usahatani padi anorganik. Oleh karena itu pemasaran hasil
pertanian sangat perlu diperhatikan agar kesejahteraan petani bisa ditingkatkan
lagi dengan sistem penjualan output pertanian yang baik.
6.3. Estimasi Faktor-Faktor yang Mendorong Petani untuk Mengurangi
Pemakaian Pupuk Kimia
Model regresi logit akan diduga untuk menganalisis pengaruh variabel-
variabel penjelas terhadap peluang petani dalam mengurangi pemakaian pupuk
kimia. Variabel independen yang diduga mempengaruhi keputusan tersebut antara
lain: lama pendidikan formal (PDDKN), luas lahan (LLHN), umur petani (UMR),
pendapatan petani (PDPT), biaya pupuk (BPK), dan informasi (IFRM). Variabel
dependen dalam model ini merupakan output pilihan kualitatif yaitu keputusan
72
petani dalam mengurangi pemakaian pupuk kimia pada usahataninya (satu) dan
keputusan petani untuk tidak mengurangi pemakaian pupuk kimia pada
usahataninya (nol). Pengolahan data akan dilakukan dengan menggunakan
Minitab Release 14. Adapun hasil estimasi regresi logistik dapat dilihat pada tabel
30 berikut ini:
Tabel 31. Hasil Estimasi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Petani untuk
Mengurangi Pemakaian Pupuk Kimia
Predictor Coef P Odss Ratio
Constant -2,84352 0,504
Lama Pendidikan 0,457851 0,060 1,58
Luas Lahan 1,87424 0,315 6,52
Umur -0,0507959 0,396 0,95
Pendapatan 0,0000002 0,408 1,00
Biaya Pupuk -0,0000011 0,221 1,00
Informasi 3,41488 *0,004 30,41
Log-Likelihood = -8,837
Test that all slopes are zero: G = 23,915, DF = 6, P-Value = 0,001
Goodness-of-fit test
Method Chi-Square DF P
Pearson 12,7640 23 0,957
Deviance 17,6738 23 0,775
Hosmer-Lemeshow 6,6654 8 0,573
Measures of Association
(Between the Response Variable and Predicted Probabilities)
Pairs Number Percent Summary Measures
Concordant 214 95,1 Somers’D 0,90
Discordant 11 4,9 Goodman-Kruskal Gamma 0,90
Ties 0 0,0 Kendall’s Tau-a 0,47
Total 225 100,0 Sumber : Data primer, 2011
Keterangan : * signifikan pada taraf nyata (𝛼) 5 persen
Dari hasil uji ternyata hanya terdapat satu variabel yang berpengaruh nyata
terhadap kesediaan petani dalam mengurangi pemakaian pupuk kimia yaitu
keberadaan informasi, variabel ini berpengaruh nyata dengan arah positif. Hasil
pengolahan model regresi tersebut tertera dalam Lampiran 12, dengan taraf nyata
(𝛼) yang digunakan dalam pengujian ini yaitu lima persen. Model regresi logit
berdasarkan hasil pengolahan data yaitu:
73
ln 𝑝𝑖
1−𝑝𝑖 = 𝑍𝑖 = -2,84352 + 3,41488 IFRM+ 𝜀𝑖
Pengujian keseluruhan model logit dilakukan dengan statistik uji G. Hasil
output diatas menunjukkan nilai Log-Likelihood yaitu -8,837 dengan nilai G yaitu
sebesar 23,915 dan P-Value yaitu 0,001. Nilai P berada dibawah taraf nyata 5
persen sehingga dapat disimpulkan bahwa model regresi logistik secara
keseluruhan dapat memprediksi keputusan responden atau petani dalam dalam
mengurangi pemakaian pupuk kimia pada usahataninya (𝑍𝑖) atau minimal
terdapat 𝛽𝑗 ≠ 0. Uji kebaikan model pada regresi logit diatas dapat dilihat pada
nilai P dari Goodness of fit test. Pearson menunjukkan nilai 0,957, Deviance
menghasilkan nilai 0,775 dan nilai dari Hosmer-Lemeshow yaitu 0,573. Ketiganya
menunjukkan nilai p yang lebih besar dari taraf nyata 5 persen sehingga model
dapat dikatakan layak untuk digunakan.
Dalam output minitab diatas juga ditampilkan ukuran hubungan (asosiasi)
antara nilai aktual peubah respon (Y) dengan dugaan peluangnya P(X). Hal
tersebut dapat dilihat pada nilai Concordant, Discordant, dan Ties. Nilai
Concordant sebesar 95,1 persen artinya bahwa 95,1 persen pengamatan pada data
dengan kategori menerapkan pengurangan penggunaan pupuk kimia mempunyai
peluang lebih besar pada data dengan kategori menerapkan inovasi tersebut. Nilai
Discordant dan Ties yang kecil menandakan terjadinya hubungan yang kuat (daya
prediksi model yang baik). Daya prediksi model juga dapat dikatakan cukup baik
karena hasil regresi di atas menunjukkan nilai Somers’D sebesar 0,90, nilai
Goodman-Kruskal Gamma sebesar 0,90 dan nilai Kendall’s Tau-a yaitu 0,47. Jika
nilai tersebut semakin mendekati nilai satu maka akan semakin baik daya prediksi
dari model dugaan yang diperoleh.
74
a. Variabel yang Signifikan
Uji untuk menentukan faktor (𝛽𝑗 ≠ 0) apa saja yang berpengaruh nyata
terhadap keputusan petani untuk menerapkan pengurangan pemakaian pupuk
kimia dapat menggunakan uji signifikansi dari parameter koefisien secara parsial,
dengan uji yang digunakan yaitu uji Wald. Hasil output olahan data menggunakan
Minitab diatas menunjukkan bahwa faktor yang mempengaruhi keputusan petani
mengurangi pemakaian pupuk kimia yaitu keberadaan informasi.
Informasi merupakan variabel yang signifikan secara statistik, informasi
yang dimaksud dalam model ini yaitu pernah atau tidaknya petani dalam
mengikuti penyuluhan tentang manfaat pengurangan pemakaian pupuk kimia dan
penambahan input pupuk organik dalam pertanian yang diselenggarakan oleh
dinas atau LSM terkait. Input data yang dimasukkan berbentuk variabel dummy
yaitu satu untuk petani yang telah mengikuti penyuluhan dan nol untuk petani
yang belum pernah sama sekali mengikuti penyuluhan. Penyuluhan dari dinas
atau LSM dipilih sebagai syarat dari variabel informasi karena dari penyuluhan
tersebut petani akan mendapatkan keterangan secara pasti mengenai informasi dan
diduga akan memotivasi keputusan petani dalam mengurangi pemakaian pupuk
kimia pada lahan mereka.
Hasil output menunjukkan bahwa nilai p sebesar 0,004, nilai tersebut lebih
kecil dari taraf nyata 5 persen dan mengartikan bahwa variabel signifikan secara
statistik. Variabel informasi bertanda positif artinya keikutsertaan petani dalam
suatu penyuluhan untuk mendapatkan informasi akan memotivasi mereka dalam
mengadopsi pengurangan pemakaian pupuk kimia, sehingga peluang menerapkan
informasi tersebut menjadi besar. Nilai odds ratio variabel informasi yaitu 30,41
75
berarti peluang petani yang pernah mengikuti penyuluhan atau mendapatkan
informasi 30,41 kali lebih besar untuk mengurangi pemakaian pupuk kimia
dibandingkan petani yang belum pernah mengikuti penyuluhan atau mendapatkan
informasi. Hal tersebut didukung pada data wawancara responden atau petani
yang ada di lapang. Petani semi organik di Desa Ciburuy sudah sangat sering
mengikuti penyuluhan mengenai manfaat pengurangan pemakaian pupuk kimia
dan menambah input pupuk organik dalam pertanian, baik yang diselenggarakan
oleh LSM seperti Lembaga Pertanian Sehat (LPS), Dinas Pertanian atau Instansi
lainnya.
b. Variabel yang Tidak Signifikan
Variabel lain yang diduga berpengaruh pada output keputusan petani
diantaranya lama pendidikan, luas lahan, umur, pendapatan dan biaya pupuk.
Namun, hasil uji statistik menunjukkan bahwa variabel tersebut ternyata tidak
berpengaruh nyata terhadap pengambilan keputusan petani untuk menerapkan
atau tidak menerapkan pengurangan pupuk kimia.
Variabel lama pendidikan formal memiliki nilai p sebesar 0,060, artinya
nilainya lebih besar dari taraf nyata 5 persen dan diabaikan secara statistik. Hal
tersebut beralasan karena data yang didapatkan dilapang menunjukkan bahwa
mayoritas tingkat pendidikan petani kedua sistem pertanian adalah tamatan
sekolah dasar atau menjalani pendidikan formal selama enam tahun. Variabel luas
lahan juga tidak signifikan secara statistik karena pada hasil output Minitab
tersebut menghasilkan nilai p yang menunjukkan angka 0,315 yang nilainya lebih
besar dari taraf nyata 5 persen. Pada keadaan di lapang, mayoritas luas lahan yang
diusahakan petani padi semi organik dan anorganik berada pada luasan yang
76
relatif kecil yaitu hanya berkisar antara 0,3 hektar hingga 0,6 hektar. Hal ini
menunjukkan bahwa luas lahan bukan merupakan faktor yang menentukan
keputusan petani. Variabel umur juga tidak signifikan secara statistik dalam
mempengaruhi keputusan petani dalam untuk mengurangi pemakaian pupuk
kimia karena menghasilkan output dengan nilai p sebesar 0,396 dan menunjukkan
nilai yang lebih besar dari taraf nyata 5 persen. Kenyataan yang ada di lapang
bahwa mayoritas umur petani pada kedua usahatani berada pada rentang umur
yang sama yaitu 40 hingga 60 tahun dan tidak ada kecendrungan umur petani
dalam mempengaruhi keputusan petani.
Variabel berikutnya yang tidak signifikan secara statistik yaitu pendapatan
karena pada output olahan data diatas nilai p lebih besar dari taraf nyata 5 persen
yaitu 0,408, sehingga diabaikan secara statistik. Nilai pendapatan kedua sistem
usahatani tidak mempunyai kecenderungan terhadap keputusan petani dalam
menerapkan pengurangan pupuk kimia. Nilai p pada biaya pupuk sebesar 0,221
dan menunjukkan nilai yang lebih besar dari taraf nyata 5 persen. Biaya pupuk
tidak mempunyai kecenderungan pada penerapan inovasi pengurangan pupuk
kimia karena biaya pupuk pada usahatani semi organik umumnya juga besar pada
sebagian petani. Sebagian petani semi organik tersebut mendapatkan pupuk
organik yang mereka gunakan dengan cara membeli bukan dengan
mengkomposkannya sendiri, sehingga tidak terjadi penghematan biaya pupuk
untuk petani yang telah melakukan pengurangan penggunaan pupuk kimia.
77
VII. SIMPULAN DAN SARAN
7.1. Simpulan
Adapun simpulan yang dapat diambil berdasarkan uraian hasil dan
pembahasan antara lain:
1. Usahatani semi organik dan anorganik layak untuk dijalankan jika dilihat dari
kriteria NPV dan gross B/C ratio yaitu menghasilkan NPV > 0 dan gross B/C
ratio ≥ 1. Namun, usahatani padi semi organik lebih layak untuk dijalankan
karena menghasilkan nilai NPV dan gross B/C ratio yang lebih besar
dibandingkan usahatani padi anorganik, baik pada perhitungan yang
menggunakan suku bunga pinjaman atau deposito rata-rata.
2. Total biaya rata-rata per hektar dan per kilogram output per musim tanam
usahatani padi semi organik lebih tinggi dibandingkan usahatani padi
anorganik, biaya tertinggi untuk kedua usahatani yaitu bagi hasil. Tingginya
nilai penerimaan akan mempengaruhi besaran R/C ratio, R/C ratio yang
dihasilkan usahatani padi semi organik lebih besar dibandingkan usahatani
padi anorganik. Hal ini mengartikan bahwa usahatani padi semi organik akan
menghasilkan penerimaan yang lebih besar dari anorganik pada setiap
pengeluaran biaya yang sama. Pendapatan rata-rata yang dihasilkan dari
perhitungan baik per hektar lahan atau per kilogram output menyimpulkan
bahwa usahatani padi semi organik akan menghasilkan nilai pendapatan yang
lebih besar dibandingkan usahatani padi anorganik.
3. Faktor yang signifikan mempengaruhi petani dalam mengurangi pemakaian
pupuk kimia adalah informasi. Petani yang mendapatkan informasi akan
semakin mempunyai peluang untuk menerapkan inovasi pengurangan pupuk
78
kimia dibandingkan petani yang tidak mendapatkan informasi secara pasti
melalui lembaga pertanian. Faktor yang tidak signifikan mempengaruhi
keputusan petani menerapkan inovasi pengurangan pupuk kimia yaitu
pendidikan, luas lahan, umur, pendapatan dan biaya pupuk.
7.2. Saran
Saran yang dapat dirumuskan berdasarkan hasil pengamatan selama di
lapang serta uraian hasil dan pembahasan yaitu meliputi:
1. Penerapan sistem pertanian berkelanjutan sebaiknya diterapkan pada petani,
baik dengan menggunakan sistem pertanian organik atau melalui proses
pengurangan pupuk kimia secara bertahap, menambahkan input pupuk
organik, dan tetap membebaskan lahan pertaniannya dari pestisida kimia.
Selain berdampak baik pada lingkungan, sistem pertanian ini juga dapat
meningkatkan pendapatan petani jika sistem pemasaran output pertaniannya
baik. Kerjasama dengan pihak swasta ataupun pemerintah mencari pangsa
pasar yang baik untuk penjualan output pertanian sangat dibutuhkan agar
tercipta harga yang menguntungkan petani. Kerjasama juga bisa dilakukan
untuk memberikan pengarahan mengenai sistem pertanian yang berkelanjutan
kepada petani melalui pembentukan lembaga pertanian di setiap desa.
2. Kadar pemakaian pupuk kimia perlu dikontrol setiap musim tanamnya, jika
produktivitas tanah sudah mulai pulih dengan pemakaian pupuk organik
maka pengurangan pupuk kimia harus dilakukan dengan bertahap dan
konsisten. Petani juga seharusnya dapat menyediakan kompos produksi
mereka sendiri walaupun prosesnya sedikit rumit, namun hal itu dapat
menghemat pengeluaran biaya pupuk.
79
3. Kesejahteraan petani penggarap sebaiknya lebih diperhatikan oleh pemerintah
mengingat tingkat pendapatan yang rendah akibat pembagian hasil yang besar
dilakukan pada setiap musim tanamnya. Perlu adanya program pemberdayaan
tersendiri bagi petani penggarap agar tercipta usahatani yang lebih mandiri
diantara petani penggarap tersebut.
80
DAFTAR PUSTAKA
Badan Litbang Pertanian. 2002. Prospek Pertanian Organik di Indonesia.
http://www.litbang.deptan.go.id/berita/one/17/. Diakses 26 Mei, 2011.
. 2010. Sudah Perlukah Padi Organik.
http://pustaka.litbang.deptan.go.id/publikasi/wr273052.pdf. Diakses 28
Mei, 2011.
Badan Pusat Statistik dan Departemen Pertanian. 2010. Statistik Pertanian.
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, Jakarta.
Badan Pusat Statistik. 2009. Kecamatan Cigombong dalam Angka. Badan Pusat
Statistik Kabupaten Bogor, Bogor.
Department of Agronomy, College of Agriculture. 2002. Comparative
Produktivity, Profitability and Energy Use in Organic, LEISA and
Conventional Rice Production in The Philippines, IFOAM Organic World
Congress Held at Victoria 21-24, Canada.
Djaja, W. 2008. Langkah Jitu Membuat Kompos dari Kotoran Ternak dan
Sampah. PT. Agro Media Pustaka, Jakarta.
Djuarnani, N. , dkk. 2005. Cara Cepat Membuat Kompos. PT. Agro Media
Pustaka, Jakarta.
Gray, C. , et al. 1985. Pengantar Evaluasi Proyek. Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.
Herdiansyah, I. 2005. Analisis Aspek Ekonomi dan Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Adopsi Sistem Usahatani Padi Organik (Studi Kasus di
Kelurahan Situgede, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor, Provinsi Jawa
Barat). Skripsi. Program Studi Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian.
Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Herry, W. S. 2006. Swasembada Pangan dan Pertanian Berkelanjutan Tantangan
Abad Dua Satu : Pendekatan Ilmu Tanah Tanaman dan Pemanfaatan
IPTEK Nuklir. Badan Tenaga Nuklir Nasional, Tangerang.
Hong, C. W. 1994. Organic Farming and The Sustainability of Agriculture in
Korea. Papers Delivered at 12th Meeting of The Technical Advisory
Committee of The Food and Fertilizer Technology Center for The Asian
and Pacific Region, Taiwan.
Irawan, B. 2004. Ekonomi Padi dan Beras Indonesia. Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian, Jakarta.
Juanda, B. 2009. Ekonometrika Pemodelan dan Pendugaan. IPB Press, Bogor.
81
Lipsey, et al. 1995. Pengantar Mikroekonomi. Binarupa Aksara, Jakarta.
Mubyarto. 1995. Pengantar Ekonomi Pertanian. PT. Pustaka LP3ES Indonesia,
Jakarta.
Prasetiyo, Y. T. 2002. Budi Daya Padi Sawah Tanpa Olah Tanah. Kanisius Media,
Yogyakarta.
Salikin, K. 2003. Sistem Pertanian Berkelanjutan. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
Soeharto, I. 2001. Studi Kelayakan Proyek Industri. Erlangga, Jakarta.
Soekartawi. 1995. Analisis Usahatani. Universitas Indonesia Press, Jakarta.
. 2005. Prinsip Dasar Komunikasi Pertanian. Universitas Indonesia
Press, Jakarta.
Suratiyah, K. 2006. Ilmu Usahatani. Penebar Swadaya, Jakarta.
Sutanto, R. 2002. Penerapan Pertanian Organik : Pemasyarakatan dan
Pengembangannya. Kanisius Media, Yogyakarta.
Sutojo, S. 2006. Project Feasibility Study (Studi Kelayakan Proyek: Konsep,
Teknik dan Kasus). Damar Mulia Pustaka, Jakarta.
Suyono, A. dan Hermawan. 2006. Analisis Kelayakan Usahatani Padi pada Sistem
Pertanian Organik di Kabupaten Bantul. Jurnal Ilmu-ilmu Pertanian.
Jurusan Penyuluhan Pertanian. Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian
Magelang, Yogyakarta.
Umar, H. 2005. Metode Penelitian untuk Skripsi dan Tesis Bisnis. PT Raja
Grafindo Persada, Jakarta.
Winangun, Y. W. 2005. Membangun Karakter Petani Organik dalam Era
Globalisasi. Kanisius Media, Yogyakarta.
82
LAMPIRAN
83
Lampiran 1. Cashflow Usahatani Padi Semi Organik Petani Penggarap dengan Suku Bunga Pinjaman Rata-Rata Sebesar 14 %
No. penerimaan Harga
satuan Jumlah Frekuensi
Penerimaan
(Rp/ha)
TAHUN
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 penjualan gabah basah 2.489,29 6.610 kg 1 musim tanam 16.454.206,90 32.908.413,80 49.362.620,70 32.908.413,80 49.362.620,70 32.908.413,80 49.362.620,70 32.908.413,80 49.362.620,70 32.908.413,80 49.362.620,70
TOTAL
PENERIMAAN 32.908.413,80 49.362.620,70 32.908.413,80 49.362.620,70 32.908.413,80 49.362.620,70 32.908.413,80 49.362.620,70 32.908.413,80 49.362.620,70
Pengeluaran
Harga
satuan
Frekuensi
Pengeluaran
(Rp/ha)
Biaya Tetap
1 peralatan pertanian
cangkul 50.000 5 buah 2 tahun 250.000 250.000 0 250.000 0 250.000 0 250.000 0 250.000 0
garokan 25.000 2 buah 2 tahun 50.000 50.000 0 50.000 0 50.000 0 50.000 0 50.000 0
parang 25.000 5 buah 2 tahun 125.000 125.000 0 125.000 0 125.000 0 125.000 0 125.000 0
garpu 35.000 1 buah 2 tahun 35.000 35.000 0 35.000 0 35.000 0 35.000 0 35.000 0
semprotan 300.000 1 buah 5 tahun 300.000 300.000 0 0 0 0 300.000 0 0 0 0
sorongan 25.000 2 buah 1 tahun 50.000 50.000 50.000 50.000 50.000 50.000 50.000 50.000 50.000 50.000 50.000
2 iuran irigasi 138.000 1 kali 1 musim tanam 138.000 276.000 414.000 276.000 414.000 276.000 414.000 276.000 414.000 276.000 414.000
3 sewa traktor 150.000 4 hari 1 musim tanam 600.000 1.800.000 1.200.000 1.800.000 1.200.000 1.800.000 1.200.000 1.800.000 1.200.000 1.800.000 1.200.000
Biaya Variabel
1 biaya benih 7.000 33 kg 1 musim tanam 231.000 693.000 462.000 693.000 462.000 693.000 462.000 693.000 462.000 693.000 462.000
2 biaya panen 250 6.610 kg 1 musim tanam 1.652.500 3.305.000 4.957.500 3.305.000 4.957.500 3.305.000 4.957.500 3.305.000 4.957.500 3.305.000 4.957.500
3 biaya pupuk
kompos 500 2.000 kg 1 musim tanam 1.000.000 3.000.000 2.000.000 3.000.000 2.000.000 3.000.000 2.000.000 3.000.000 2.000.000 3.000.000 2.000.000
TSP 2500 75,7878 kg 1 musim tanam 189.469,70 568.409,09 378.939,39 568.409,09 378.939,39 568.409,09 378.939,39 568.409,09 378.939,39 568.409,09 378.939,39
Urea 2000 99,6397 kg 1 musim tanam 199.279,46 597.838,38 398.558,92 597.838,38 398.558,92 597.838,38 398.558,92 597.838,38 398.558,92 597.838,38 398.558,92
4 tenaga kerja
persiapan lahan 25.000 22 HOK 1 musim tanam 550.000 1.650.000 1.100.000 1.650.000 1.100.000 1.650.000 1.100.000 1.650.000 1.100.000 1.650.000 1.100.000
persemaian+perataan
lahan 25.000 3 HOK 1 musim tanam 75.000 225.000 150.000 225.000 150.000 225.000 150.000 225.000 150.000 225.000 150.000
menyaplak+pengangkutan
bibit 25.000 3 HOK 1 musim tanam 75.000 225.000 150.000 225.000 150.000 225.000 150.000 225.000 150.000 225.000 150.000
pembuatan pestisida
alami dan penyemprotan 25.000 6 HOK 1 musim tanam 150.000 450.000 300.000 450.000 300.000 450.000 300.000 450.000 300.000 450.000 300.000
penanaman 17.000 33 HOK 1 musim tanam 561.000 1.683.000 1.122.000 1.683.000 1.122.000 1.683.000 1.122.000 1.683.000 1.122.000 1.683.000 1.122.000
84
pemupukan 25.000 8 HOK 1 musim tanam 200.000 600.000 400.000 600.000 400.000 600.000 400.000 600.000 400.000 600.000 400.000
penyiangan dan
penyulaman (2 kali) 17.000 28 HOK 1 musim tanam 476.000 1.428.000 952.000 1.428.000 952.000 1.428.000 952.000 1.428.000 952.000 1.428.000 952.000
pemeliharaan 25.000 12 HOK 1 musim tanam 300.000 900.000 600.000 900.000 600.000 900.000 600.000 900.000 600.000 900.000 600.000
5
bagi hasil
(40% penggarap - 60%
pemilik lahan)
2.489,29
2.644 kg
1 musim tanam
6.581.682,76
13.163.365,52
19.745.048,28
13.163.365,52
19.745.048,28
13.163.365,52
19.745.048,28
13.163.365,52
19.745.048,28
13.163.365,52
19.745.048,28
Total Pengeluaran 31.374.612,99 34.380.046,59 31.074.612,99 34.380.046,59 31.074.612,99 34.680.046,59 31.074.612,99 34.380.046,59 31.074.612,99 34.380.046,59
Total
Pendapatan 1.533.800,81 14.982.574,11 1.833.800,81 14.982.574,11 1.833.800,81 14.682.574,11 1.833.800,81 14.982.574,11 1.833.800,81 14.982.574,11
DF 14% 0,877 0,769 0,675 0,592 0,519 0,456 0,400 0,351 0,308 0,270
Total
Pendapatan
DF 14% 1.345.439,31 11.528.604,27 1.237.763,31 8.870.886,63 952.418,68 6.689.183,25 732.855,25 5.252.277,02 563.908,31 4.041.456,62
Total
Penerimaan
DF 14% 28.867.029,65 37.982.933,75 22.212.241,96 29.226.634,16 17.091.598,92 22.488.945,95 13.151.430,38 17.304.513,66 10.119.598,63 13.315.261,36
Total
Pengeluaran
DF 14% 27.521.590,34 26.454.329,48 20.974.478,65 20.355.747,52 16.139.180,24 15.799.762,70 12.418.575,13 12.052.236,64 9.555.690,32 9.273.804,74
B/C 1,049 1,436 1,059 1,436 1,059 1,423 1,059 1,436 1,059 1,436
NPV 41.214.792,64
Gross B/C 1,242
85
Lampiran 2. Cashflow Usahatani Padi Anorganik Petani Penggarap dengan Suku Bunga Pinjaman Rata-Rata Sebesar 14 %
No. penerimaan Harga
satuan Jumlah Frekuensi
Penerimaan
(Rp/ha)
TAHUN
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 penjualan gabah basah 2.220 6.000 kg 1 musim tanam 13.320.000 26.640.000 39.960.000 26.640.000 39.960.000 26.640.000 39.960.000 26.640.000 39.960.000 26.640.000 39.960.000
TOTAL
PENERIMAAN 26.640.000 39.960.000 26.640.000 39.960.000 26.640.000 39.960.000 26.640.000 39.960.000 26.640.000 39.960.000
Pengeluaran
Harga
satuan
Daya Tahan Pengeluaran
(Rp/ha)
Biaya Tetap
1 peralatan pertanian
cangkul 50.000 5 buah 2 tahun 250.000 250.000 0 250.000 0 250.000 0 250.000 0 250.000 0
garokan 25.000 2 buah 2 tahun 50.000 50.000 0 50.000 0 50.000 0 50.000 0 50.000 0
parang 25.000 5 buah 2 tahun 125.000 125.000 0 125.000 0 125.000 0 125.000 0 125.000 0
garpu 35.000 1 buah 2 tahun 35.000 35.000 0 35.000 0 35.000 0 35.000 0 35.000 0
semprotan 300.000 1 buah 5 tahun 300.000 300.000 0 0 0 0 300.000 0 0 0 0
sorongan 25.000 2 buah 1 tahun 50.000 50.000 50.000 50.000 50.000 50.000 50.000 50.000 50.000 50.000 50.000
2 iuran irigasi 138.000 1 kali 1 musim tanam 138.000 276.000 414.000 276.000 414.000 276.000 414.000 276.000 414.000 276.000 414.000
3 sewa traktor 150.000 4 hari 1 musim tanam 600.000 1.800.000 1.200.000 1.800.000 1.200.000 1.800.000 1.200.000 1.800.000 1.200.000 1.800.000 1.200.000
Biaya Variabel
1 biaya benih 7.000 60 kg 1 musim tanam 420.000 1.260.000 840.000 1.260.000 840.000 1.260.000 840.000 1.260.000 840.000 1.260.000 840.000
2 biaya panen 250 6.000 kg 1 musim tanam 1.500.000 3.000.000 4.500.000 3.000.000 4.500.000 3.000.000 4.500.000 3.000.000 4.500.000 3.000.000 4.500.000
3 biaya pupuk
TSP 2.500 194,13 kg 1 musim tanam 485.317,46 1.455.952,38 970.634,92 1.455.952,38 970.634,92 1.455.952,38 970.634,92 1.455.952,38 970.634,92 1.455.952,38 970.634,92
UREA 2.000 253,57 kg 1 musim tanam 507.142,86 1.521.428,57 1.014.285,71 1.521.428,57 1.014.285,71 1.521.428,57 1.014.285,71 1.521.428,57 1.014.285,71 1.521.428,57 1.014.285,71
KCL 2.500 25 kg 1 musim tanam 62.500 187.500 125.000 187.500 125.000 187.500 125.000 187.500 125.000 187.500 125.000
4 biaya pestisida 20.000 1,0593 kg 1 musim tanam 21.186 63.558 42.372 63.558 42.372 63.558 42.372 63.558 42.372 63.558 42.372
5 tenaga kerja
persiapan lahan 25.000 30 HOK 1 musim tanam 750.000 2.250.000 1.500.000 2.250.000 1.500.000 2.250.000 1.500.000 2.250.000 1.500.000 2.250.000 1.500.000
86
persemaian+perataan
lahan 25.000 3 HOK 1 musim tanam 75.000 225.000 150.000 225.000 150.000 225.000 150.000 225.000 150.000 225.000 150.000
menyaplak+pengangkutan
bibit 25.000 3 HOK 1 musim tanam 75.000 225.000 150.000 225.000 150.000 225.000 150.000 225.000 150.000 225.000 150.000
penanaman 17.000 52 HOK 1 musim tanam 884.000 2.652.000 1.768.000 2.652.000 1.768.000 2.652.000 1.768.000 2.652.000 1.768.000 2.652.000 1.768.000
pemupukan 25.000 2 HOK 1 musim tanam 50.000 150.000 100.000 150.000 100.000 150.000 100.000 150.000 100.000 150.000 100.000
penyiangan dan
penyulaman 17.000 16 HOK 1 musim tanam 272.000 816.000 544.000 816.000 544.000 816.000 544.000 816.000 544.000 816.000 544.000
pemeliharaan 25.000 12 HOK 1 musim tanam 300.000 900.000 600.000 900.000 600.000 900.000 600.000 900.000 600.000 900.000 600.000
6
bagi hasil
(40% penggarap - 60%
pemilik lahan) 2.220 2.400 kg 1 musim tanam 5.328.000 10.656.000 15.984.000 10.656.000 15.984.000 10.656.000 15.984.000 10.656.000 15.984.000 10.656.000 15.984.000
Total Pengeluaran 28.248.438,95 29.952.292,63 27.948.438,95 29.952.292,63 27.948.438,95 30.252.292,63 27.948.438,95 29.952.292,63 27.948.438,95 29.952.292,63
Total
Pendapatan -1.608.438,95 10.007.707,37 -1.308.438,95 10.007.707,37 -1.308.438,95 9.707.707,37 -1.308.438,95 10.007.707,37 -1.308.438,95 10.007.707,37
DF 0,877 0,769 0,675 0,592 0,519 0,456 0,400 0,351 0,308 0,270
Total
Pendapatan
DF 14% -1.410.911,36 7.700.605,85 -883.159,02 5.925.366,15 -679.562,19 4.422.700,88 -522.901,04 3.508.292,44 -402.355,37 2.699.517,11
Total
Penerimaan
DF 14% 23.368.421,05 30.747.922,44 17.981.241,19 23.659.527,88 13.835.981,22 18.205.238,45 10.646.338,27 14.008.339,83 8.192.011,60 10.778.962,63
Total
Pengeluaran
DF 14% 24.779.332,41 23.047.316,59 18.864.400,22 17.734.161,73 14.515.543,41 13.782.537,56 11.169.239,31 10.500.047,40 8.594.366,97 8.079.445,52
B/C 0,943 1,334 0,953 1,334 0,953 1,321 0,953 1,334 0,953 1,334
NPV 20.357.593,45
Gross B/C 1,135
87
Lampiran 3. Cashflow Usahatani Padi Semi Organik Petani Penggarap dengan Suku Bunga Deposito Rata-Rata Sebesar 6,75 %
No. penerimaan Harga
satuan Jumlah Frekuensi
Penerimaan
(Rp/ha)
TAHUN
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 penjualan gabah basah 2.489,29 6.610 kg 1 musim tanam 16.454.206,90 32.908.413,80 49.362.620,70 32.908.413,80 49.362.620,70 32.908.413,80 49.362.620,70 32.908.413,80 49.362.620,70 32.908.413,80 49.362.620,70
TOTAL
PENERIMAAN 32.908.413,80 49.362.620,70 32.908.413,80 49.362.620,70 32.908.413,80 49.362.620,70 32.908.413,80 49.362.620,70 32.908.413,80 49.362.620,70
Pengeluaran
Harga
satuan
Frekuensi
Pengeluaran
(Rp/ha)
Biaya Tetap
1 peralatan pertanian
cangkul 50.000 5 buah 2 tahun 250.000 250.000 0 250.000 0 250.000 0 250.000 0 250.000 0
garokan 25.000 2 buah 2 tahun 50.000 50.000 0 50.000 0 50.000 0 50.000 0 50.000 0
parang 25.000 5 buah 2 tahun 125.000 125.000 0 125.000 0 125.000 0 125.000 0 125.000 0
garpu 35.000 1 buah 2 tahun 35.000 35.000 0 35.000 0 35.000 0 35.000 0 35.000 0
semprotan 300.000 1 buah 5 tahun 300.000 300.000 0 0 0 0 300.000 0 0 0 0
sorongan 25.000 2 buah 1 tahun 50.000 50.000 50.000 50.000 50.000 50.000 50.000 50.000 50.000 50.000 50.000
2 iuran irigasi 138.000 1 kali 1 musim tanam 138.000 276.000 414.000 276.000 414.000 276.000 414.000 276.000 414.000 276.000 414.000
3 sewa traktor 150.000 4 hari 1 musim tanam 600.000 1.800.000 1.200.000 1.800.000 1.200.000 1.800.000 1.200.000 1.800.000 1.200.000 1.800.000 1.200.000
Biaya Variabel
1 biaya benih 7.000 33 kg 1 musim tanam 231.000 693.000 462.000 693.000 462.000 693.000 462.000 693.000 462.000 693.000 462.000
2 biaya panen 250 6.610 kg 1 musim tanam 1.652.500 3.305.000 4.957.500 3.305.000 4.957.500 3.305.000 4.957.500 3.305.000 4.957.500 3.305.000 4.957.500
3 biaya pupuk
kompos 500 2.000 kg 1 musim tanam 1.000.000 3.000.000 2.000.000 3.000.000 2.000.000 3.000.000 2.000.000 3.000.000 2.000.000 3.000.000 2.000.000
TSP 2500 75,7878 kg 1 musim tanam 189.469,70 568.409,09 378.939,39 568.409,09 378.939,39 568.409,09 378.939,39 568.409,09 378.939,39 568.409,09 378.939,39
Urea 2000 99,6397 kg 1 musim tanam 199.279,46 597.838,38 398.558,92 597.838,38 398.558,92 597.838,38 398.558,92 597.838,38 398.558,92 597.838,38 398.558,92
4 tenaga kerja
persiapan lahan 25.000 22 HOK 1 musim tanam 550.000 1.650.000 1.100.000 1.650.000 1.100.000 1.650.000 1.100.000 1.650.000 1.100.000 1.650.000 1.100.000
persemaian+perataan
lahan 25.000 3 HOK 1 musim tanam 75.000 225.000 150.000 225.000 150.000 225.000 150.000 225.000 150.000 225.000 150.000
menyaplak+pengangkutan
bibit 25.000 3 HOK 1 musim tanam 75.000 225.000 150.000 225.000 150.000 225.000 150.000 225.000 150.000 225.000 150.000
pembuatan pestisida
alami dan penyemprotan 25.000 6 HOK 1 musim tanam 150.000 450.000 300.000 450.000 300.000 450.000 300.000 450.000 300.000 450.000 300.000
penanaman 17.000 33 HOK 1 musim tanam 561.000 1.683.000 1.122.000 1.683.000 1.122.000 1.683.000 1.122.000 1.683.000 1.122.000 1.683.000 1.122.000
88
pemupukan 25.000 8 HOK 1 musim tanam 200.000 600.000 400.000 600.000 400.000 600.000 400.000 600.000 400.000 600.000 400.000
penyiangan dan
penyulaman (2 kali) 17.000 28 HOK 1 musim tanam 476.000 1.428.000 952.000 1.428.000 952.000 1.428.000 952.000 1.428.000 952.000 1.428.000 952.000
pemeliharaan 25.000 12 HOK 1 musim tanam 300.000 900.000 600.000 900.000 600.000 900.000 600.000 900.000 600.000 900.000 600.000
5
bagi hasil
(40% penggarap - 60%
pemilik lahan) 2.489,29 2.644 kg 1 musim tanam 6.581.682,76 13.163.365,52 19.745.048,28 13.163.365,52 19.745.048,28 13.163.365,52 19.745.048,28 13.163.365,52 19.745.048,28 13.163.365,52 19.745.048,28
Total Pengeluaran 31.374.612,99 34.380.046,59 31.074.612,99 34.380.046,59 31.074.612,99 34.680.046,59 31.074.612,99 34.380.046,59 31.074.612,99 34.380.046,59
Total
Pendapatan 1.533.800,81 14.982.574,11 1.833.800,81 14.982.574,11 1.833.800,81 14.682.574,11 1.833.800,81 14.982.574,11 1.833.800,81 14.982.574,11
DF 6,75% 0,937 0,878 0,822 0,770 0,721 0,676 0,633 0,593 0,556 0,520
Total
Pendapatan
DF 6,75% 1.436.815,75 13.147.726,68 1.507.469,41 11.537.584,63 1.322.856,52 9.921.901,23 1.160.852,32 8.884.712,21 1.018.688,04 7.796.642,08
Total
Penerimaan
DF 6,75% 30.827.553,91 43.317.405,96 27.052.244,16 38.012.521,07 23.739.279,36 33.357.301,20 20.832.038,22 29.272.184,86 18.280.833,63 25.687.354,05
Total
Pengeluaran
DF 6,75% 29.390.738,16 30.169.679,29 25.544.774,75 26.474.936,44 22.416.422,84 23.435.399,98 19.671.185,90 20.387.472,65 17.262.145,60 17.890.711,97
B/C 1,049 1,436 1,059 1,436 1,059 1,423 1,059 1,436 1,059 1,436
NPV 57.735.248,86
Gross B/C 1,248
89
Lampiran 4. Cashflow Usahatani Padi Anorganik Petani Penggarap dengan Suku Bunga Deposito Rata-Rata Sebesar 6,75 %
No. penerimaan Harga
satuan Jumlah Frekuensi
Penerimaan
(Rp/ha)
TAHUN
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 penjualan gabah basah 2.220 6.000 kg 1 musim tanam 13.320.000 26.640.000 39.960.000 26.640.000 39.960.000 26.640.000 39.960.000 26.640.000 39.960.000 26.640.000 39.960.000
TOTAL
PENERIMAAN 26.640.000 39.960.000 26.640.000 39.960.000 26.640.000 39.960.000 26.640.000 39.960.000 26.640.000 39.960.000
Pengeluaran
Harga
satuan
Daya Tahan Pengeluaran
(Rp/ha)
Biaya Tetap
1 peralatan pertanian
Cangkul 50.000 5 buah 2 tahun 250.000 250.000 0 250.000 0 250.000 0 250.000 0 250.000 0
Garokan 25.000 2 buah 2 tahun 50.000 50.000 0 50.000 0 50.000 0 50.000 0 50.000 0
Parang 25.000 5 buah 2 tahun 125.000 125.000 0 125.000 0 125.000 0 125.000 0 125.000 0
Garpu 35.000 1 buah 2 tahun 35.000 35.000 0 35.000 0 35.000 0 35.000 0 35.000 0
semprotan 300.000 1 buah 5 tahun 300.000 300.000 0 0 0 0 300.000 0 0 0 0
sorongan 25.000 2 buah 1 tahun 50.000 50.000 50.000 50.000 50.000 50.000 50.000 50.000 50.000 50.000 50.000
2 iuran irigasi 138.000 1 kali 1 musim tanam 138.000 276.000 414.000 276.000 414.000 276.000 414.000 276.000 414.000 276.000 414.000
3 sewa traktor 150.000 4 hari 1 musim tanam 600.000 1.800.000 1.200.000 1.800.000 1.200.000 1.800.000 1.200.000 1.800.000 1.200.000 1.800.000 1.200.000
Biaya Variabel
1 biaya benih 7.000 60 kg 1 musim tanam 420.000 1.260.000 840.000 1.260.000 840.000 1.260.000 840.000 1.260.000 840.000 1.260.000 840.000
2 biaya panen 250 6.000 kg 1 musim tanam 1.500.000 3.000.000 4.500.000 3.000.000 4.500.000 3.000.000 4.500.000 3.000.000 4.500.000 3.000.000 4.500.000
3 biaya pupuk
TSP 2.500 194,13 kg 1 musim tanam 485.317,46 1.455.952,38 970.634,92 1.455.952,38 970.634,92 1.455.952,38 970.634,92 1.455.952,38 970.634,92 1.455.952,38 970.634,92
UREA 2.000 253,57 kg 1 musim tanam 507.142,86 1.521.428,57 1.014.285,71 1.521.428,57 1.014.285,71 1.521.428,57 1.014.285,71 1.521.428,57 1.014.285,71 1.521.428,57 1.014.285,71
KCL 2.500 25 kg 1 musim tanam 62.500 187.500 125.000 187.500 125.000 187.500 125.000 187.500 125.000 187.500 125.000
4 biaya pestisida 20.000 1,0593 kg 1 musim tanam 21.186 63.558 42.372 63.558 42.372 63.558 42.372 63.558 42.372 63.558 42.372
5 tenaga kerja
persiapan lahan 25.000 30 HOK 1 musim tanam 750.000 2.250.000 1.500.000 2.250.000 1.500.000 2.250.000 1.500.000 2.250.000 1.500.000 2.250.000 1.500.000
90
persemaian+perataan
lahan 25.000 3 HOK 1 musim tanam 75.000 225.000 150.000 225.000 150.000 225.000 150.000 225.000 150.000 225.000 150.000
menyaplak+pengangkutan
bibit 25.000 3 HOK 1 musim tanam 75.000 225.000 150.000 225.000 150.000 225.000 150.000 225.000 150.000 225.000 150.000
penanaman 17.000 52 HOK 1 musim tanam 884.000 2.652.000 1.768.000 2.652.000 1.768.000 2.652.000 1.768.000 2.652.000 1.768.000 2.652.000 1.768.000
pemupukan 25.000 2 HOK 1 musim tanam 50.000 150.000 100.000 150.000 100.000 150.000 100.000 150.000 100.000 150.000 100.000
penyiangan dan
penyulaman 17.000 16 HOK 1 musim tanam 272.000 816.000 544.000 816.000 544.000 816.000 544.000 816.000 544.000 816.000 544.000
pemeliharaan 25.000 12 HOK 1 musim tanam 300.000 900.000 600.000 900.000 600.000 900.000 600.000 900.000 600.000 900.000 600.000
6
bagi hasil
(40% penggarap - 60%
pemilik lahan) 2.220 2.400 kg 1 musim tanam 5.328.000 10.656.000 15.984.000 10.656.000 15.984.000 10.656.000 15.984.000 10.656.000 15.984.000 10.656.000 15.984.000
Total Pengeluaran 28.248.438,95 29.952.292,63 27.948.438,95 29.952.292,63 27.948.438,95 30.252.292,63 27.948.438,95 29.952.292,63 27.948.438,95 29.952.292,63
Total
Pendapatan -1.608.438,95 10.007.707,37 -1.308.438,95 10.007.707,37 -1.308.438,95 9.707.707,37 -1.308.438,95 10.007.707,37 -1.308.438,95 10.007.707,37
DF 6,75% 0,937 0,878 0,822 0,770 0,721 0,676 0,633 0,593 0,556 0,520
Total
Pendapatan
DF 6,75% -1.506.734,38 8.782.109,15 -1.075.597,57 7.706.604,34 -943.874,05 6.560.083,60 -828.282,11 5.934.601,04 -726.846,18 5.207.817,55
Total
Penerimaan
DF 6,75% 24.955.503,51 35.066.281,28 21.899.316,96 30.771.873,95 19.217.407,62 27.003.383,07 16.863.939,47 23.696.402,06 14.798.689,81 20.794.411,91
Total
Pengeluaran
DF 6,75% 26.462.237,89 26.284.172,14 22.974.914,53 23.065.269,61 20.161.281,67 20.443.299,47 17.692.221,57 17.761.801,02 15.525.535,99 15.586.594,36
B/C 0,943 1,334 0,953 1,334 0,953 1,321 0,953 1,334 0,953 1,334
NPV 29.109.881,39
Gross B/C 1,141
91
Lampiran 5. Rincian Biaya Usahatani Padi Semi Organik Petani Penggarap per Hektar per Musim Tanam
No. Irigasi sewa traktor/kerbau alat pertanian benih kompos pestisida nabati pupuk kimia tenaga kerja biaya panen bagi hasil Jumlah
1 138.000 600.000 137.000 0 225.000 0 512.500 635.000 2.125.000 8.463.586 12.836.086
2 138.000 600.000 137.000 280.000 600.000 60.000 425.000 354.000 1.400.000 6.970.012 10.964.012
3 138.000 600.000 137.000 280.000 1.272.727,27 27.272,73 368.181,82 832.727,27 1.704.545,45 8.486.216 13.846.671
4 138.000 600.000 137.000 0 283.333,33 75.000 541.666,67 578.333,33 1.666.666,67 8.297.633,33 12.317.633
5 138.000 600.000 137.000 0 180.000 60.000 310.000 1.248.000 1.300.000 6.472.154 10.445.154
6 138.000 600.000 137.000 350.000 1.500.000 75.000 387.500 1.305.000 1.416.666,67 4.978.580 10.887.746,67
7 138.000 600.000 137.000 350.000 1.500.000 0 383.333,33 1.040.000 1.416.666,67 5.642.390,67 11.207.390,67
8 138.000 600.000 137.000 175.000 1.000.000 0 400.000 657.000 1.650.000 8.214.657 12.971.657
9 138.000 600.000 137.000 0 100.000 33.333,33 88.888,89 751.111,11 1.277.777,78 6.361.518,89 9.487.630
10 138.000 600.000 137.000 0 180.000 60.000 360.000 1.698.000 1.200.000 4.779.436,80 9.152.436,80
11 138.000 600.000 137.000 175.000 225.000 75.000 450.000 1.175.000 1.125.000 4.480.722 8.580.722
12 138.000 600.000 137.000 175.000 225.000 0 275.000 925.000 1.875.000 9.334.837,50 13.684.837,50
13 138.000 600.000 137.000 0 150.000 0 366.666,67 1.626.666,67 1.500.000 7.467.870 11.986.203,33
14 138.000 600.000 137.000 350.000 1.000.000 75.000 612.500 1.180.000 1.312.500 5.227.509 10.632.509
15 138.000 600.000 137.000 210.000 90.000 0 350.000 754.000 1.550.000 7.716.799 11.545.799
rata-rata 138.000 600.000 137.000 156.333,33 568.737,37 36.040,40 388.749,16 983.989,23 1.501.321,55 6.859.594,81
11.369.765,86 Jumlah
875.000 10.494.765,86
11.369.765,86
92
Lampiran 6. Rincian Biaya Usahatani Padi Anorganik Petani Penggarap per Hektar per Musim Tanam
No. irigasi sewa traktor/kerbau alat pertanian Benih pupuk kimia pestisida kimia tenaga kerja biaya panen bagi hasil Jumlah
1 138.000 600.000 137.000 0 1.016.666,67 0 396.666,67 1.166.666,67 3.108.000 6.563.000
2 138.000 600.000 137.000 175.000 800.000 40.000 1.487.000 1.375.000 6.105.000 10.857.000
3 138.000 600.000 137.000 168.000 650.000 0 908.000 1.100.000 4.884.000 8.585.000,00
4 138.000 600.000 137.000 140.000 1.100.000 21.600 644.000 1.500.000 6.660.000 10.940.600
5 138.000 600.000 137.000 163.333,33 750.000 13.333,33 846.666,67 833.333,33 3.700.000 7.181.666,67
6 138.000 600.000 137.000 583.333,33 1.083.333,33 0 733.333,33 1.000.000,00 4.440.000 8.715.000
7 138.000 600.000 137.000 0 900.000 66.666,67 2.920.000 1.166.666,67 4.144.000 10.072.333,33
8 138.000 600.000 137.000 400.000 1.928.571,43 142.857,14 971.428,57 2.500.000 8.880.000 15.697.857,14
9 138.000 600.000 137.000 210.000 487.500 0 510.000 1.250.000 5.550.000 8.882.500
10 138.000 600.000 137.000 466.666,67 2.333.333,33 0 1.813.333,33 1.666.666,67 5.920.000 13.075.000
11 138.000 600.000 137.000 560.000 1.100.000 0 1.190.000 1.750.000 6.216.000 11.691.000
12 138.000 600.000 137.000 0 558.333,33 33.333,33 793.333,33 833.333 3.700.000 6.793.333,33
13 138.000 600.000 137.000 245.000 600.000 0 425.000 1.250.000 5.550.000 8.945.000
14 138.000 600.000 137.000 233.333,33 1.291.666,67 0 1.916.666,67 1.666.666,67 5.920.000 11.903.333,33
15 138.000 600.000 137.000 0 1.225.000 0 1.395.000 1.375.000 6.105.000 10.975.000
rata-rata 138.000 600.000 137.000,00 222.977,78 1.054.960,32 21.186,03 1.130.028,57 1.362.222,22 5.392.133,33
10.058.508,25 jumlah
875.000,00 9.183.508,25
10.058.508,25
93
Lampiran 7. Rincian Biaya Usahatani Padi Semi Organik Petani Penggarap per Kilogram Output per Musim Tanam
No. irigasi sewa traktor/kerbau alat pertanian benih Kompos pestisida nabati pupuk kimia tenaga kerja biaya panen bagi hasil Jumlah
1 24,40 106,10 24,23 0 26,47 0 60,29 74,71 250 995,72 1.561,92
2 24,40 106,10 24,23 50 107,14 10,71 75,89 63,21 250 1.244,64 1.956,34
3 24,40 106,10 24,23 41,067 186,67 4,00 54 122,13 250 1.244,64 2.057,25
4 24,40 106,10 24,23 0 42,50 11,25 81,25 86,75 250 1.244,64 1.871,13
5 24,40 106,10 24,23 0 34,62 11,54 59,62 240 250 1.244,64 1.995,15
6 24,40 106,10 24,23 70 300 15 77,50 261 250 995,72 2.123,95
7 24,40 106,10 24,23 61,765 264,71 0 67,65 183,53 250 995,72 1.978,10
8 24,40 106,10 24,23 26,515 151,52 0 60,61 99,55 250 1.244,64 1.987,56
9 24,40 106,10 24,23 0 19,57 6,52 17,39 146,96 250 1.244,64 1.839,81
10 24,40 106,10 24,23 0 37,50 12,50 75 353,75 250 995,72 1.879,20
11 24,40 106,10 24,23 38,889 50 16,67 100 261,11 250 995,72 1.867,12
12 24,40 106,10 24,23 23,333 30 0 36,67 123,33 250 1.244,64 1.862,71
13 24,40 106,10 24,23 0 25 0 61,11 271,11 250 1.244,64 2.006,60
14 24,40 106,10 24,23 66,667 190,48 14,29 116,67 224,76 250 995,72 2.013,31
15 24,40 106,10 24,23 33,871 14,52 0 56,45 121,61 250 1.244,64 1.875,83
rata-rata 24,40 106,10 24,23 27,47 98,71 6,83 66,67 175,57 250 1.145,07
1.925,07 jumlah
154,73 1.770,33
1.925,07
94
Lampiran 8. Rincian Biaya Usahatani Padi Anorganik Petani Penggarap per Kilogram Output per Musim Tanam
No. irigasi sewa traktor/kerbau alat pertanian Benih pupuk kimia pestisida kimia tenaga kerja biaya panen bagi hasil jumlah
1 24,40 106,10 24,23 0 217,86 0 85 250 1.110 1.817,59
2 24,40 106,10 24,23 31,82 145,45 7,27 270,36 250 1.110 1.969,64
3 24,40 106,10 24,23 38,18 147,73 0 206,36 250 1.110 1.907,01
4 24,40 106,10 24,23 23,33 183,33 3,6 107,33 250 1.110 1.832,33
5 24,40 106,10 24,23 49 225 4 254 250 1.110 2.046,73
6 24,40 106,10 24,23 145,83 270,83 0 183,33 250 1.110 2.114,73
7 24,40 106,10 24,23 0 192,86 14,29 625,71 250 888 2.125,59
8 24,40 106,10 24,23 40 192,86 14,29 97,14 250 888 1.637,02
9 24,40 106,10 24,23 42 97,50 0 102 250 1.110 1.756,23
10 24,40 106,10 24,23 70 350 0 272 250 888 1.984,73
11 24,40 106,10 24,23 80 157,14 0 170 250 888 1.699,88
12 24,40 106,10 24,23 0 167,50 10 238 250 1.110 1.930,23
13 24,40 106,10 24,23 49 120 0 85 250 1.110 1.768,73
14 24,40 106,10 24,23 35 193,75 0 287,50 250 888 1.808,98
15 24,40 106,10 24,23 0 222,73 0 253,64 250 1.110 1.991,10
rata-rata 24,40 106,10 24,23 40,28 192,30 3,56 215,83 250 1.036 1.892,70
jumlah 154,73 1.737,97
1.892,70
95
Lampiran 9. Pendapatan Petani Penggarap Usahatani Padi Semi Organik dan Anorganik per Hektar Lahan serta per Kilogram Output
No.
usahatani padi semi organik usahatani padi anorganik
per hektar lahan per kilogram output per hektar lahan per kilogram output
penerimaan pengeluaran pendapatan penerimaan pengeluaran Pendapatan penerimaan Pengeluaran pendapatan penerimaan pengeluaran pendapatan
1 21.158.965 12.836.086 8.322.879 2.489,29 1.561,92 927,37 10.360.000 6.563.000 3.797.000 2.220 1.817,59 402,41
2 13.940.024 10.964.012 2.976.012 2.489,29 1.956,34 532,95 12.210.000 10.857.000 1.353.000 2.220 1.969,64 250,36
3 16.972.431,82 13.846.670,55 3.125.761,27 2.489,29 2.057,25 432,04 9.768.000 8.585.000 1.183.000 2.220 1.907,01 312,99
4 16.595.266,67 12.317.633,33 4.277.633,33 2.489,29 1.871,13 618,16 13.320.000 10.940.600 2.379.400 2.220 1.832,33 387,67
5 12.944.308 10.445.154 2.499.154 2.489,29 1.995,15 494,14 7.400.000 7.181.666,67 218.333,33 2.220 2.046,73 173,27
6 12.446.450 10.887.747 1.558.703 2.489,29 2.123,95 365,34 8.880.000 8.715.000 165.000,00 2.220 2.114,73 105,27
7 14.105.976,67 11.207.390,67 2.898.586 2.489,29 1.978,10 511,19 10.360.000 10.072.333,33 287.666,67 2.220 2.125,59 94,41
8 16.429.314 12.971.657 3.457.657 2.489,29 1.987,56 501,73 22.200.000 15.697.857,14 6.502.142,86 2.220 1.637,02 582,98
9 12.723.037,78 9.487.630 3.235.407,78 2.489,29 1.839,81 649,48 11.100.000 8.882.500 2.217.500 2.220 1.756,23 463,77
10 11.948.592 9.152.436,80 2.796.155,20 2.489,29 1.879,20 610,09 14.800.000 13.075.000 1.725.000 2.220 1.984,73 235,27
11 11.201.805 8.580.722 2.621.083 2.489,29 1.867,12 622,17 15.540.000 11.691.000 3.849.000 2.220 1.699,88 520,12
12 18.669.675 13.684.837,50 4.984.837,50 2.489,29 1.862,71 626,58 7.400.000 6.793.333 606.667 2.220 1.930,23 289,77
13 14.935.740 11.986.203,33 2.949.536,67 2.489,29 2.006,60 482,69 11.100.000 8.945.000 2.155.000 2.220 1.768,73 451,27
14 13.068.772,50 10.632.509 2.436.263,50 2.489,29 2.013,31 475,98 14.800.000 11.903.333,33 2.896.666,67 2.220 1.808,98 411,02
15 15.433.598 11.545.799 3.887.799 2.489,29 1.875,83 613,46 12.210.000 10.975.000 1.235.000 2.220 1.991,10 228,90
rata-rata 14.838.263,76 11.369.765,86 3.468.497,91 2.489,29 1.925,07 564,22 12.096.533,33 10.058.508,25 2.038.025,08 2.220,00 1.892,70 327,30
96
Lampiran 10. Uji Beda Pendapatan Usahatani Padi Semi Organik dan Anorganik per Hektar Per
Musim Tanam
Independent Samples Test
Levene's
Test for
Equality of
Variances t-test for Equality of Means
F Sig. t df
Sig.
(2-tailed) Mean Difference
Std. Error
Difference
90% Confidence Interval of the
Difference
Lower Upper
Pendapatan Equal
variances
assumed
.387 .539 2.384 28 .024 1430472.82533 600011.40099 409774.87019 2451170.78048
Equal
variances
not
assumed
2.384 27.791 .024 1430472.82533 600011.40099 409512.70953 2451432.94114
Group Statistics
JenisPertanian N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
Pendapatan semi organik 15 3468497.9053 1570395.81669 405474.45633
Anorganik 15 2038025.0800 1712910.44680 442271.57560
97
Lampiran 11. Uji Beda Pendapatan Usahatani Padi Semi Organik dan Anorganik per Kilogram
Output Per Musim Tanam
Group Statistics
JenisPertanian N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
Pendapatan semi organik 15 564.22467 130.35577 33.65771
Anorganik 15 327.29867 147.78966 38.15913
Independent Samples Test
Levene's Test for
Equality of
Variances t-test for Equality of Means
F Sig. t df
Sig.
(2-tailed)
Mean
Difference
Std. Error
Difference
95% Confidence Interval of the
Difference
Lower Upper
Pendapatan Equal
variances
assumed
.936 .342 4.656 28 .000 236.92600 50.88183 132.69930 341.15270
Equal
variances
not
assumed
4.656 27.570 .000 236.92600 50.88183 132.62603 341.22597
98
Lampiran 12. Estimasi Hasil Output Regresi Logistik dengan Minitab Release 14
Binary Logistic Regression: Y versus PDDKN; LLHN; UMR; PDPT; BPK; IFRM
Link Function: Logit
Response Information
Variable Value Count
Y 1 15 (Event)
0 15
Total 30
Logistic Regression Table
Odds 95% CI
Predictor Coef SE Coef Z P Ratio Lower Upper
Constant -2,84352 4,25976 -0,67 0,504
PDDKN 0,457851 0,243392 1,88 0,060 1,58 0,98 2,55
LLHN 1,87424 1,86471 1,01 0,315 6,52 0,17 251,91
UMR -0,0507959 0,0598076 -0,85 0,396 0,95 0,85 1,07
PDPT 0,0000002 0,0000003 0,83 0,408 1,00 1,00 1,00
BPK -0,0000011 0,0000009 -1,22 0,221 1,00 1,00 1,00
IFRM 3,41488 1,18527 2,88 0,004 30,41 2,98 310,45
Log-Likelihood = -8,837
Test that all slopes are zero: G = 23,915, DF = 6, P-Value = 0,001
Goodness-of-Fit Tests
Method Chi-Square DF P
Pearson 12,7640 23 0,957
Deviance 17,6738 23 0,775
Hosmer-Lemeshow 6,6654 8 0,573
Table of Observed and Expected Frequencies:
(See Hosmer-Lemeshow Test for the Pearson Chi-Square Statistic)
Group
Value 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Total
1
Obs 0 0 0 0 3 1 2 3 3 3 15
Exp 0,0 0,1 0,4 0,9 1,7 1,9 2,1 2,5 2,7 2,8
0
Obs 3 3 3 3 0 2 1 0 0 0 15
Exp 3,0 2,9 2,6 2,1 1,3 1,1 0,9 0,5 0,3 0,2
Total 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 30
Measures of Association:
(Between the Response Variable and Predicted Probabilities)
Pairs Number Percent Summary Measures
Concordant 214 95,1 Somers' D 0,90
Discordant 11 4,9 Goodman-Kruskal Gamma 0,90
Ties 0 0,0 Kendall's Tau-a 0,47
Total 225 100,0
99
Lampiran 13. Dokumentasi Kegiatan Usahatani Padi Sawah Tahun 2011
Gambar 1. Pembuatan Pupuk Kompos yang Dilakukan Petani
Gambar 2. Usaha Pembuatan Pupuk Kompos yang Dilakukan Desa Ciburuy
Gambar 3. Padi Siap Panen dan Proses Pengeringan Padi
100
Gambar 4. Bahan Organik (Kanan) dan Bahan Kimia (Kiri) untuk Usahatani Padi
Gambar 5. Beras SAE dalam Kemasan dan Analisa Konsentrasi Residu
Gambar 6. Bagan Warna Daun (BWD) yang Digunakan Saat Pemupukan
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 9 November 1989 dari pasangan
Bapak (Djumilanto) dan Ibu (Lailiah). Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di
MI Darunnajah pada tahun 2001. Selanjutnya penulis meneruskan pendidikan
menengah pertama di SLTP Negeri 48 Jakarta sampai tahun 2004. Pada tahun
2007, lulus dari SLTA Negeri 47 Jakarta dan pada tahun tersebut juga diterima di
Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui program Undangan Seleksi Masuk IPB
(USMI), dan mendapatkan Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Departemen
Ekonomi Sumberdaya Lingkungan sebagai program studi yang dijalankan.
Selama masa perkuliahan, penulis mencoba aktif pada beberapa organisasi
kemahasiswaan seperti menjadi anggota Perisai Diri, anggota BEM Muda FEM,
anggota BEM FEM divisi Soslingmas dan anggota Resources and Environmental
Economics Student Association (REESA) divisi CSR.