Post on 09-Mar-2019
ANALISA TERHADAP APLIKASI PEMBIAYAAN IJARAH
MULTIJASA PADA BMT AL-MUNAWWARAH
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Ekonomi Islam (SEI)
Oleh:
INDAH DELIYANI
NIM : 204046102926
KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH
PROGRAM STUDI MUAMALAT
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1429 H / 2008 M
ANALISA TERHADAP APLIKASI PEMBIAYAAN IJARAH
MULTIJASA PADA BMT AL-MUNAWWARAH
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum
untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Ekonomi Islam (SEI)
Oleh :
Indah Deliyani
NIM : 204046102926
Di Bawah Bimbingan
Pembimbing I Pembimbing II
Drs. H. Husni Thoyyar, M.Ag Dr. Yayan Sofyan, M.Ag
NIP : 150 050 919 NIP : 150 228 413
KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH
PROGRAM STUDI MUAMALAT
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1429 H / 2008 M
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi berjudul ANALISA TERHADAP APLIKASI PEMBIAYAAN IJARAH
MULTIJASA PADA BMT AL-MUNAWWARAH telah diujikan dalam Sidang
Munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta pada November 2008. Skripsi ini telah diterima sebagai salah
satu syarat memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Islam (SHI) pada Program Studi
Muamalat (Ekonomi Islam).
Jakarta, 09 Desember 2008
Mengesahkan,
Dekan Fakultas Syariah dan Hukum
Prof.DR.H Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM
NIP. 150 210 422
PANITIA UJIAN
1. Ketua : Drs. Djawahir Hejazziey, SH., MA (……………………)
NIP. 130 789 745
2. Sekretaris : Drs. H. Ahmad Yani, MA (……………………)
NIP. 150 269 678
3. Pembimbing I : Drs.H. Husni Thoyyar, M.Ag (……………………)
NIP. 150 050 919
4. Pembimbing II : Dr. Yayan Sofyan, M.Ag (……………………)
NIP. 150 228 413
5. Penguji I : Drs. Djawahir Hejazziey, SH., MA (……………………)
NIP. 130 789 745
6. Penguji II : Drs. Heldi, M.Pd (……………………)
NIP. 150 262 877
KATA PENGANTAR
��� ا ا�� �� ا�� ���
Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya yang
telah dilimpahkan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan tugas penyusunan
skripsi ini. Shalawat dan salam semoga tetap dilimpahkan kepada Nabi Muhammad
saw., rasul paling mulia dan penutup para Nabi, serta iringan doa untuk keluarga,
sahabat dan seluruh pengikutnya.
Penulis sampaikan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH., MA., MM., Dekan Fakultas
Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta beserta syaf-stafnya.
2. Dr. Euis Amalia, M.Ag dan Drs. Djawahir Hejazziey, SH., MA, masing-
masing sebagai ketua Program Studi Muamalat dan Koordinator Teknis
Program Non Reguler, serta H. Ah. Azharudin Latief, M.Ag., MH dan Drs. H.
Ahmad Yani, MA, masing-masing selaku Sekretaris Program Studi Muamalat
dan Sekretaris Program Non Reguler Fakultas Syariah dan Hukum
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Drs. H. Husni Thoyyar, M.Ag dan Dr. H. Yayan Sofyan, M.Ag, selaku dosen
pembimbing skripsi yang telah memberikan perhatian, bimbingan, kritik,
saran dan motivasi dalam proses penulisan skripsi ini.
4. BMT al-Munawwarah BPI, pihak Dewan Syariah Nasional MUI, dan Drs.
Agustianto, M.Ag, sebagai nara sumber yang telah menyediakan waktunya
dan banyak membantu dalam memberikan informasi untuk penelitian ini.
5. Pimpinan dan staf Syariah dan perpustakaan utama UIN Syarif Hidayatullah,
Perpustakaan UI Salemba yang telah membantu dalam memberikan
kemudahan fasilitas dalam melakukan kajian kepustakaan selama penyusunan
skripsi ini.
6. Ayahanda Alm. Ayah dan ibunda tercinta yang dengan besar hati mendidik
dan menanamkan nilai-nilai kehidupan serta kakak dan adikku, Widyana, SS
dan Kamelia yang selalu memberikan semangat untuk penulis agar dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan segera.
7. Dosen-dosen UIN, Pak Jaka, Pak Gustian, Pak Zainul Arifin, Bu Isnawati, Bu
Najma dan dosen yang lain yang selama ini telah memberikan bimbingan dan
ilmu yang bermanfaat bagi penulis.
8. Teman-temanku, Latifa, Naras, Neng, Ita, Eva, Daris, Ervin, Rozik dan yang
lain (maaf tidak dapat disebutkan semua) yang selama ini telah memberikan
inspirasi dan bantuannya. Terima kasih banyak untuk Mas Joko atas
keikhlasannya selama ini menemani penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Bagi teman-teman yang lain, tetap semangat yakinlah bahwa kalian bias.
9. Pak Yafiz, Pak Ridwan, Mbak Ranti, Mbak Desti, yang telah memberikan
arahan dan bantuan yang berguna bagi penulis.
Terima kasih kepada semua pihak yang telah banyak membantu, baik dalam
bentuk dukungan, semangat dalam menyelesaikan tugas ini. Semoga skripsi ini dapat
bermanfaat bagi semua kalangan.
Jakarta, Desember 2008
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ...................................................................................... iv
DAFTAR ISI .................................................................................................... vii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .............................................................................. 1
B. Pembatasan dan Perumusan ........................................................... 5
C. Tujuan dan Manfaat ....................................................................... 6
D. Review Studi Terdahulu ................................................................ 7
E. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian dan Pendekatan ............................................... 9
2. Teknik Pengumpulan Data ....................................................... 9
3. Teknik Pengolahan Data .......................................................... 10
4. Teknik Analisis Data ................................................................ 11
F. Subjek Penelitian ........................................................................... 11
G. Sistematika Penulisan .................................................................... 12
BAB II KAJIAN TEORITIS TENTANG PEMBIAYAAN MULTIJASA
A. Pembiayaan
1. Pengertian Pembiayaan ............................................................ 15
2. Tujuan Pembiayaan .................................................................. 17
3. Sumber Dana Pembiayaan ....................................................... 19
4. Jenis-jenis Pembiayaan ............................................................ 22
5. Pelaksanaan Pemberian Pembiayaan ........................................ 23
6. Analisis Pembiayaan ................................................................ 25
7. Pengamanan Pembiayaan ......................................................... 26
B. Pembiayaan Multijasa
1. Pengertian Pembiayaan Multijasa ............................................. 27
2. Dasar Hukum Pembiayaan Multijasa ........................................ 28
3. Fatwa DSN-MUI Pembiayaan Multijasa .................................. 29
C. Ketentuan Fikih Muamalat Mengenai Ijarah ................................... 30
BAB III GAMBARAN UMUM OBJEK DAN LOKASI PENELITIAN
A. BMT al-Munawwarah
1. Sejarah Singkat Pendirian BMT al-Munawwarah ..................... 35
2. Visi, Misi dan Tujuan BMT al-Munawwarah ........................... 37
3. Motto dan Budaya Kerja .......................................................... 38
4. Legalitas Hukum ...................................................................... 38
5. Jenis Produk yang Dikeluarkan BMT al-Munawwarah ............. 39
B. Produk Pembiayaan Ijarah Multijasa
1. Latar Belakang Produk Pembiayaan Ijarah Multijasa ............... 44
2. Syarat-syarat Pembiayaan Ijarah Multijasa .............................. 45
3. Contoh Kasus Pembiayaan Ijarah Multijasa ............................. 46
BAB IV ANALISIS
A. Aplikasi Pembiayaan Ijarah Multijasa .......................................... 48
B. Penggunaan Akad Ijarah dalam Aplikasi Pembiayaan Multijasa .... 54
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................. 59
B. Saran .......................................................................................... 60
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 63
LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam adalah suatu agama yang mengatur cara hidup manusia dalam
segala aspek, termasuk aspek ekonomi seperti mencari nafkah. Kegiatan ekonomi
adalah wajib dan pada zaman modern ini kegiatan perekonomian tidak akan
sempurna tanpa adanya lembaga perbankan, maka lembaga perbankan ini pun
wajib diadakan.1 Hal ini sesuai dengan kaidah dalam ushul fiqh yang menyatakan
bahwa “maa laa yatimm al-wajib illa bihi fa huwa wajib”, yakni sesuatu yang
harus ada untuk menyempurnakan yang wajib, maka ia wajib diadakan.2
Selama ini orang muslim mendambakan lembaga jasa keuangan yang
membantu masyarakat dalam memenuhi kebutuhan sehari-harinya dengan
menggunakan prinsip syariat. Dalam hal ini maka lahirlah lembaga keuangan
syariah, antara lain BMT yang terdiri dari kata baitul maal (rumah harta) yaitu
lembaga yang mengelola dana zakat, infaq dan Sedekah (ZIS) dan baitul tamwil
(rumah pembiayaan) yaitu lembaga yang mengelola dana nasabah.
1 Adiwarman A. Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, (Jakarta: PT. RajaGrafindo
Persada, 2007), Edisi ketiga, h.15
2 Ibid, h.14-15
BMT adalah lembaga keuangan mikro yang dalam operasionalnya dengan
menggunakan prinsip bagi hasil, menumbuh kembangkan bisnis usaha mikro
dalam rangka mengangkat derajat dan martabat serta membela kepentingan kaum
fakir miskin. Lembaga ini ditumbuhkan atas prakarsa dan modal awal dari tokoh-
tokoh masyarakat setempat dengan berlandaskan pada sistem ekonomi syariah.
Secara legal formal BMT sebagai lembaga keuangan mikro berbentuk
badan hukum koperasi dan secara operasional BMT mengadaptasi sistem
perbankan syariah. Kehadiran BMT adalah untuk membantu masyarakat kalangan
menengah ke bawah yang tidak terjangkau oleh bank. Firman Allah SWT dalam
al-Qur’an surat al-Maidah (5) ayat 2:
) 2:5/ا�"�!�ة.(���وان واو���و���� ا����وا�����ى�����و��ا�� ا��� ..
Artinya: “… Dan tolong-menolonglah dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa,
dan janganlah tolong-menolong dalam (mengerjakan) dosa dan pelanggaran.”
Dalam operasionalnya, BMT bukan hanya sekedar lembaga keuangan
yang bersifat sosial, melainkan juga sebagai lembaga yang harus menjalankan
amanah dari nasabah yang telah memberikan kepercayaannya untuk dapat
mengelola dana yang dititipkan dengan baik. Oleh karena itu, BMT juga
berorientasi kepada keuntungan (profit), di mana keuntungan ini bukan hanya
untuk pemilik dan pendiri, tetapi juga untuk pengembangan BMT itu sendiri.
Di Indonesia telah banyak berdiri BMT yang berguna membantu
masyarakat kecil. Salah satu yang ada dan telah tumbuh di Indonesia adalah BMT
al-Munawwarah yang berdiri pada tanggal 26 Mei 1996. Ide dan inisiatif
pendirian BMT Al Munawwarah bermula dari keprihatinan bersama beberapa
jama’ah dan pengurus Yayasan Al Munawwarah-BPI, ICMI orsat Pamulang dan
beberapa tokoh lingkungan sekitar Pamulang terhadap kondisi pengusaha mikro-
kecil yang seringkali kesulitan mengakses permodalan guna mengembangkan
usahanya sehingga mereka mencari alternatif termudah dalam mengakses
permodalan yaitu rentenir.
Dalam menghadapi persaingan yang semakin ketat, menuntut BMT untuk
melakukan pengelolaan dana secara efektif dan efisien, baik atas dana yang
dikumpulkan dari masyarakat maupun dari pemilik atau pendiri BMT. Dana yang
terkumpul kemudian dikelola dalam bentuk produk pembiayaan. BMT juga harus
memperhatikan kebutuhan para nasabahnya dalam mengeluarkan produk-
produknya. BMT dituntut untuk lebih memperhatikan upaya pemberian kualitas
jasa yang terbaik kepada nasabah supaya tercapai customer satisfaction (Berry, et.
al 1994).
Salah satu produk jasa yang dikeluarkan BMT al-Munawwarah adalah
pembiayaan multijasa, yaitu pembiayaan yang diberikan oleh Lembaga Keuangan
Syariah (LKS) kepada nasabah dalam memperoleh manfaat atas suatu jasa.3 BMT
3 Dewan Syariah Nasional (DSN), Himpunan Fatwa Dewan Syari’ah Nasional MUI,
(Ciputat: CV. Gaung Persada, 2006), Edisi. Revisi, h.324.
al-Munawwarah memberikan nama produk tersebut dengan nama Pembiayaan
Ijarah Multijasa yang dikeluarkan pada April 2006.
BMT al-Munawwarah mengeluarkan produk ini setelah Dewan Syariah
Nasional (DSN) MUI mengeluarkan fatwa tentang produk pembiayaan multijasa,
yaitu fatwa No. 44/DSN-MUI/VII/2004. Fatwa DSN ini dikeluarkan pada tahun
2004 atas permohonan dari Bank Rakyat Indonesia tanggal 28 April 2004 dan
Hasil Rapat Pleno DSN-MUI tanggal 11 Agustus 2004. DSN mengeluarkan fatwa
ini dengan mempertimbangkan bahwa LKS perlu merespons kebutuhan
masyarakat yang berkaitan dengan jasa.
Produk pembiayaan multijasa ini dikeluarkan untuk memberikan solusi
kepada LKS. Melihat dana sosial (maal) yang ada tidak mencukupi dan tidak
memungkinkan menggunakan akad qardhul hasan karena dana yang ada adalah
dana yang harus memberikan bagi hasil untuk penyimpan dana, maka dapat
menggunakan akad ijarah sebagai solusi.
Dalam menjalankan setiap kegiatannya LKS harus mengikuti prinsip-
prinsip syariah. Dalam prinsip Hukum Muamalat disebutkan bahwa segala bentuk
muamalat dibolehkan kecuali yang dilarang oleh syari. Seperti halnya dengan
penggunaan akad. Setiap produk yang dikeluarkan oleh LKS harus menggunakan
akad yang tepat. Dalam penggunaan akad ijarah pada aplikasi produk
pembiayaan multijasa terdapat keganjalan atau keanehan yang terlihat, adanya
perbedaan antara fatwa dan fikih muamalat. Akad yang digunakan seperti hanya
sebuah rekayasa untuk menguntungkan lembaga keuangan syariah yang
menjalankan pembiayaan tersebut.
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis bermaksud untuk mengadakan
penelitian lebih dalam tentang masalah tersebut dengan judul “Analisa Terhadap
Aplikasi Pembiayaan Ijarah Multijasa Pada BMT al-Munawwarah.”
B. Pembatasan dan Perumusan
1. Pembatasan Masalah
Penulis dalam penelitian ini membatasi masalah pada beberapa hal, yaitu:
a. Pembiayaan yang dibahas adalah pembiayaan multijasa, yaitu pembiayaan
atas dasar prinsip jasa, disalurkan untuk berbagai jenis kebutuhan halal,
seperti pembayaran biaya pendidikan, pengobatan, sewa tempat, dan lain-
lain.4
b. Penelitian dilakukan di BMT al-Munawwarah yang beralamat di Komplek
Masjid al-Muhajirin Bukit Pamulang Indah Blok A-18A/02 Pamulang
Timur, Tangerang, Banten. Telp. (021) 7499865, 32921063, 32921641,
32921079.
c. Penelitian berdasarkan dari fatwa DSN mengenai pembiayaan multijasa
No.44/DSN-MUI/VII/2004.
4 BMT Al-Munawwarah, “Sharia Microfinance”, artikel diakses pada 03 Maret 2008 dari
www.bmtalmunawwarah.com
d. Penelitian berdasarkan dari fatwa DSN tentang pembiayaan ijarah
No.09/DSN-MUI/IV/2000 dan fikih muamalat.
2. Perumusan Masalah
Adapun yang menjadi perumusan masalah dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
a. Bagaimana aplikasi pembiayaan ijarah multijasa di BMT al-
Munawwarah?
b. Bagaimana akad ijarah yang digunakan dalam aplikasi pembiayaan
multijasa dari segi fikih muamalat?
C. Tujuan dan Manfaat
1. Tujuan Penelitian
a. aplikasi pembiayaan ijarah multijasa di BMT al-Munawwarah.
b. Mengetahui ketentuan segi fikih muamalat dalam penggunaan akad ijarah
pada aplikasi pembiayaan multijasa.
2. Manfaat Penelitian
a. Bagi peneliti untuk menambah pengetahuan dan wawasan mengenai
perbankan syariah khususnya mengenai permasalahan di atas.
b. Bagi institusi sebagai pertimbangan dalam rangka perbaikan dan
penyempurnaan sistem yang telah dilakukan.
c. Bagi perpustakaan diharapkan dapat dipergunakan untuk memperkaya
koleksi dalam ruang lingkup karya-karya penelitian lapangan.
d. Bagi masyarakat memberikan informasi tentang sistem dan teknik
penerapan pembiayaan multijasa.
D. Review Studi Terdahulu
Berdasarkan penelitian dilakukan beberapa sumber kepustakaan, yaitu:
No Nama penulis/Judul/ Tahun Substansi Keterangan
1. Siti Hajar. BMT al-
Munawwarah dan
Pemberdayaan Ekonomi
Umat (studi kasus BMT al-
Munawwarah Pamulang).
2005. Fakultas Syariah dan
Hukum
Menjelaskan sasaran
pemberdayaan umat adalah
kelompok usaha kecil dan
menengah yang
berdomisili di wilayah
Pamulang Barat, Pamulang
Timur, dan Pamulang
Estate. Kehadirannya
sangat membantu
masyarakat dalam
mengakses modal.
Disini sasaran
pembiayaan adalah
kelompok nasabah
menengah yang
berdomisili di
wilayah BMT al-
Munawwarah.
Fungsinya untuk
memenuhi
kebutuhan yang tak
terduga.
2. Puspita Sari Juniati. Konsep
dan Aplikasi Ijarah dan
IMBT (studi kasus di BPRS
Harta Insan Karimah,
Ciledug). 2006. Fakultas
Syariah dan Hukum
Menjelaskan unsur yang
disewakan adalah suatu
barang sesuai dengan
kebutuhan. Pada akhir
periode, pada akad ijarah
nasabah mengembalikan
objek tersebut, sedangkan
Disini unsur yang
disewakan yaitu
pemanfaatan atas
tenaga orang.
Sehingga pada
akhir periode tidak
ada barang
pada IMBT objek menjadi
milik nasabah.
dikembalikan.
3. Suhaemah. Ijarah dalam
Sistem Perbankan Syari’ah
di Indonesia dan Malaysia
(suatu studi perbandingan).
2006. Fakultas Syariah dan
Hukum
Menjelaskan persamaan
ijarah di Indonesia dan di
Malaysia terdapat pada
pengertian, macam-macam,
objek dan aplikasinya.
Perbedaannya pada segi
pemberian nama atau
istilah yang dipakai.
Disini akad ijarah
yang digunakan
pada pembiayaan
multijasa adalah
jasa BMT al-
Munawwarah
dalam membiayai
kebutuhan nasabah.
4. Zahruddien. Aplikasi Konsep
Ijarah Terhadap Jasa
Pelayanan pada Koperasi
Maju Bersama Kec. Bekasi
Selatan Kab. Bekasi. 2007.
Fakultas Syariah dan Hukum
Menjelaskan pembagian
ijarah, yaitu pemanfaatan
pada barang dan
pemanfaatan pada manusia
(jasa) seperti pembayaran
listrik dan telepon.
Disini pada jasa
yang dilayani
adalah pembayaran
yang memerlukan
dana yang cukup
banyak.
Dari beberapa judul skripsi di atas, sudah jelas berbeda pembahasannya
dengan skripsi yang akan dibahas oleh penulis. Penulis akan mencoba membahas
tentang pembiayaan multijasa yang ada di BMT al-Munawwarah dan mencari
apakah aplikasi yang dilakukan di BMT tersebut sudah sesuai dengan fatwa yang
disusun oleh DSN dan juga untuk melihat apakah pembiayaan multijasa
memberikan keuntungan kepada BMT al-Munawwarah.
E. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian dan Pendekatan
Jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian deskriptif, yaitu
penelitian yang menggambarkan data dan informasi di lapangan berdasarkan fakta
yang diperoleh di lapangan secara mendalam.5 Dalam metode ini penelitian yang
dimaksudkan untuk membuat pencandraan (deskripsi) mengenai situasi-situasi
atau kejadian-kejadian.6 Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan empiris,
yaitu subjek kajian dengan melakukan pengamatan langsung ke lapangan.
2. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini terbagi menjadi tiga, yaitu
sebagai berikut:
a. Wawancara
Wawancara merupakan suatu proses interaksi dan komunikasi.7 Tujuan
wawancara adalah untuk memperoleh informasi data yang valid dan
akurat dari pihak-pihak yang dijadikan sebagai informan. Dalam
wawancara ini menggunakan alat wawancara berupa interview guide
(panduan wawancara).
b. Studi Kepustakaan
5 Suharsimi Arikunto, Managemen Penelitian, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1993), Cet. Kedua,
h.309
6 Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, (Jakarta: PT. RajaGrafindo, 2004), Cet. Enam
Belas, Edisi. Kedua, h.76
7 Masri Singarimbun dan Sofian Effendi, Metode Penelitian Survai, (Jakarta: LP3ES, 1989),
Edisi Revisi, h.192
Studi kepustakaan berarti melakukan penelusuran kepustakaan dan
menelaahnya.8 Sumber berupa buku, majalah, koran, internet, dan lain-
lain. Selain itu juga berupa dokumen dari BMT al-Munawwarah, yaitu
kontrak akad yang digunakan dan skim formulir pengajuan pembiayaan
multijasa.
3. Teknik Pengolahan Data
a. Editing
Editing adalah meneliti kembali cacatan para pencari data itu untuk
mengetahui apakah cacatan itu cukup baik dan dapat segera disiapkan
untuk keperluan proses berikutnya.9 Editing dilakukan terhadap rekaman
jawaban yang telah dituliskan.
b. Koding
Koding adalah usaha mengklasifikasikan jawaban-jawaban para
responden menurut macamnya.10
Klasifikasi itu dilakukan dengan jalan
manandai masing-masing jawaban itu dengan tanda kode tertentu.
4. Teknik Analisis Data
8 Ibid, h.70
9 Koentjaraningrat, Metode-metode Penelitian Masyarakat, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama, 1997), Cet.keempatbelas, ed. Ketiga, h.270
10 Ibid, h.272
Teknik analisis yang digunakan adalah deskriptif analitis yaitu sebuah
studi untuk menemukan fakta dan interpretasi yang tepat dan menganalisis lebih
dalam tentang hubungan-hubungannya.11
F. Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini bersumber dari beberapa data, yaitu:
1. Data primer, wawancara langsung kepada pengelola operasional BMT al-
Munawwarah dan beberapa pihak yang berkompeten dalam penelitian ini.
Data primer ini juga bersumber dari jurnal BMT al-Munawwarah dan fatwa
MUI mengenai pembiayaan multijasa.
2. Data sekunder, sumber data pendukung dan pelengkap data penelitian berupa
buku, majalah, jurnal pendapatan ujrah dari produk pembiayaan ijaroh
multijasa, surat kabar, dan lain-lain.
Dalam penelitian ini penulis berpedoman pada buku “Pedoman Penulisan
Skripsi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Fakultas
Syariah dan Hukum” tahun 2007 yang diterbitkan oleh Jakarta Press.
G. Sistematika Penulisan
11 Muhammad Nazir, Metode Penelitian, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1998), Cet. Ketiga, h.325
Penulis mengklasifikasikan skripsi ini ke dalam beberapa bab dengan
sistematika penulisan sebagai berikut:
Bab I, menyajikan Pendahuluan, yang mamaparkan latar belakang, pembatasan
dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, review studi terdahulu,
metode penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab II, menyajikan Kajian Kepustakaan. Akan dibahas mengenai teori
pembiayaan secara umum dan penjelasan mengenai pembiayaan ijarah multijasa
serta teori fikih muamalah tentang ijarah.
Bab III, berisikan tentang kajian objek penelitian yang dilakukan, yaitu informasi
seputar BMT al-Munawwarah. Baik tentang profil BMT maupun tentang
Pembiayaan Ijarah Multijasa yang diterbitkan.
Bab IV, analisis terhadap data penelitian yang didapatkan guna menjawab
masalah penelitian dengan memodifikasikan teori yang ada. Masalah yang akan
dianalisis adalah tentang analisis akad ijarah pada fikih muamalat, serta ketepatan
akad yang digunakan BMT al-Munawwarah dalam aplikasi produk pembiayaan
ijarah multijasa
Bab V, kesimpulan yang ditarik dari uraian yang telah ditulis terdahulu dan
jawaban masalah berdasarkan data yang diperoleh dan berisi saran yang bertujuan
sebagai pertimbangan dalam rangka perbaikan dan penyempurnaan sistem yang
telah ada.
BAB II
KAJIAN TEORITIS
TENTANG PEMBIAYAAN MULTIJASA
A. Pembiayaan
Dengan semakin berkembangnya perekonomian suatu negara, semakin
meningkat permintaan atau kebutuhan masyarakat. Dalam memenuhi hal tersebut
maka perbankan nasional memegang peranan penting dan strategis dalam
penyediaan dana dikarenakan kemampuan finansial lembaga negara dan swasta
yang terbatas.
Bank sebagai lembaga perantara jasa keuangan mempunyai fungsi utama
yaitu sebagai penghimpun dana dan penyalur dana masyarakat. Bank
menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan untuk selanjutnya
akan disalurkan kepada pihak-pihak yang membutuhkan dalam bentuk penyaluran
dana. Dengan penyaluran dana tersebut dapat memenuhi kebutuhan dana yang
tidak disediakan oleh dua lembaga tersebut.
Dalam kegiatan operasionalnya baik lembaga keuangan konvensional
maupun syariah menjalankan kegiatan penyaluran dana. Perbedaan antara
keduanya adalah dalam penggunaan istilah dan sistem. Dalam penyediaan dana
pada konvensional menggunakan istilah kredit dengan sistem bunga, sedangkan
pada syariah menggunakan istilah pembiayaan dengan sistem bagi hasil.
Dalam pelaksanaan pembiayaan, LKS harus memenuhi aspek syar’i dan
aspek ekonomi. Maksudnya adalah dalam setiap realisasi pembiayaan kepada
nasabah dan setiap menjalankan aktivitas ekonomi, Lembaga Keuangan Syariah
harus tetap berpedoman pada aturan yang telah dibuat dalam syariat Islam.
Seperti yang dijelaskan dalam hadits Rasulullah Saw.
���1 آ�67 ب- . 2���1 أب���م� ا����ي. 2���1 ا�0/- ب- �, ا�+*ل29��ا�> ب- �"�و ب- ��ف ا�"=ب, �- أب6>، �- :�� : <أن رس�ل ا�
F :�!= ب6- ا�"/"6-، إ: "�Cل. م.صGا� H2�0 2�م 2*� أوأ� ص". 2*�أوأH2 �2ام�2�م وا�"/"�ن �� �Kو�LJ، إ�J�K�. �2ام�
12)ا���مMي روا9(
Artinya: Telah dibicarakan dari Hasan bin Ali al-Khallal, Abu Amir al-‘Aqadi,
Katsir bin ‘Abdullah bin ‘Amr bin ‘Auf al-Muzbi dari bapaknya, dari kakeknya;
bahwa Rasulullah SAW bersabda: Perjanjian boleh dilakukan di antara kaum
muslimin kecuali perjanjian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan
yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali
syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram. (HR. al-
Tirmidzi).
Selain memperhatikan dan mematuhi prinsip-prinsip syariah, setiap
lembaga keuangan syariah juga harus memperhatikan aspek ekonomi yaitu
pendapatan bagi lembaga tersebut yang diperoleh dari para nasabahnya dan
dipergunakan untuk operasional lembaga. Namun keuntungan tersebut jangan
sampai memberatkan atau menzalimi nasabah.
12 Abu Isa Muhammad bin Isa bin Saurah, Sunan al-Tirmidzi, (Bairut: Darul Fikr, 1994), h.73
Gambar 1.
Prinsip-prinsip Syariat Islam
1. Pengertian Pembiayaan
Sebelum membahas tentang pengertian pembiayaan, akan lebih baik
dibahas tentang pengertian kredit terlebih dahulu. Kredit menurut etimologi
berarti kepercayaan.13
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kredit adalah
13 Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia Ditinjau Menurut Undang-undang
No. 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan Sebagaimana Telah Diubah dengan Undang-undang No. 10
Tahun 1998, dan Undang-undang No. 23 Tahun 1999 jo. Undang-undang No. 3 Tahun 2004 Tentang
Bank Indonesia (Jakarta: Kencana, 2007), Cet. Ketiga, Edisi Revisi, h.57
PPRRIINNSSIIPP
HHUUKKUUMM
MMUUAAMMAALLAATT
1. Pada dasarnya segala bentuk muamalat adalah
boleh kecuali yang dilarang oleh nash.
Tidak melanggar prinsip-prinsip MAGHRIB
Tidak melanggar nash yang mengharamkan
2. Muamalat dilakukan atas pertimbangan
maslahah.
3. Muamalat dilaksanakan untuk memelihara nilai
keadilan
4. Tasyrik hukum ekonomi Islam bersifat tadarruj,
seperti revenue sharing dan bonus
pinjaman uang dengan pembayaran pengembalian secara mengangsur atau
pinjaman sampai batas jumlah tertentu yang diizinkan oleh bank atau badan lain.
Menurut Undang-undang No. 10 tahun 1998 dalam pasal 1 ayat 11
tentang perbankan, kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat
dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam
meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam
untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.
Bank sebagai pemberi kredit percaya kepada nasabahnya bahwa dalam kurung
waktu yang telah disepakati akan membayar lunas semua pinjamannya dan
ditambah dengan bunganya sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati
sebelumnya.
Sedangkan pengertian pembiayaan dalam perbankan syariah atau istilah
teknisnya aktiva produktif menurut ketentuan Bank Indonesia adalah penanaman
dana Bank Syariah baik dalam rupiah maupun valuta asing dalam bentuk
pembiayaan, piutang, qardh, surat berharga syariah, penempatan, penyertaan
modal, penyertaan modal sementara, komitmen dan kontinjensi pada rekening
administratif serta sertifikat wadiah Bank Indonesia.14
Menurut UU No. 10 tahun 1998 dalam pasal 1 ayat 12 dijelaskan bahwa
pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah penyediaan uang atau tagihan
14 Muhammad, Manajemen Dana Bank Syariah, (Yogyakarta: Ekonisia, 2005), Cet. Kedua,
Edisi pertama, h.196
yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara
bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk
mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan
imbalan atau bagi hasil.
2. Tujuan Pembiayaan
Tujuan akad adalah tujuan dan hukum suatu akad yang disyariatkan untuk
tujuan tersebut. Dalam hukum Islam, tujuan akad tidak boleh bertentangan
dengan syariat. Berbedanya akad maka berbeda pula tujuan akad. Seperti tujuan
akad jual beli berbeda dengan tujuan akad ijarah, yaitu dalam jual beli tujuannya
ialah memindahkan barang dari penjual ke pembeli sedangkan ijarah bertujuan
untuk memberikan manfaat dengan adanya pengganti. Beberapa syarat dalam
tujuan akad, yaitu:
a. Tujuan akad tidak merupakan kewajiban yang telah ada atas pihak-pihak
yang bersangkutan tanpa akad yang diadakan
b. Tujuan harus berlangsung adanya hingga berakhirnya pelaksanaan akad
c. Tujuan akad harus dibenarkan syara’.15
Pembiayaan merupakan sumber pendapatan bagi lembaga keuangan.
Tujuannya dibagi dalam beberapa hal, yaitu:
15 Gemala Dewi, SH. LL.M., dkk., Hukum Perikatan Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana,
2006), Cet. Kedua, Edisi pertama, h.63
1) Pemilik
Pemilik mengharapkan memperoleh penghasilan atas dana yang
ditanamkan pada bank tersebut.
2) Pegawai
Pegawai mengharapkan dapat memperoleh kesejahteraan dari bank yang
dikelolanya.
3) Masyarakat
Masyarakat di sini dibagi dalam beberapa kelompok:
a) Pemilik dana
Mereka mengharapkan dana yang diinvestasikan akan memperoleh
keuntungan.
b) Debitur yang bersangkutan
Dengan penyediaan dana bagi debitur, diharapkan mereka dapat
terbantu guna menjalankan usahanya (sektor produktif) atau terbantu
untuk pengadaan barang yang diinginkannya (pembiayaan konsumtif).
c) Masyarakat umumnya (konsumen)
Konsumen akan memperoleh barang-barang yang dibutuhkan.
Pembiayaan yang diberikan sebagai sumber dana untuk memenuhi
kebutuhannya.
4) Pemerintah
Dapat membantu dalam pembangunan negara, memperoleh pajak (berupa
pajak penghasilan atas keuntungan yang diperoleh bank dan juga
perusahaan).
5) Bank atau lembaga lain
Bagi bank yang bersangkutan mendapatkan kemudahan dalam mengelola
likuiditasnya karena dapat menyalurkan pembiayaan dengan memenuhi
kebutuhan nasabah yang sesuai dengan syariat Islam. Hasil dari
penyaluran pembiayaan diharapkan dapat meneruskan dan
mengembangkan usahanya agar tetap survival dan meluas jaringan
usahanya, sehingga semakin banyak masyarakat yang dapat dilayani.
3. Sumber Dana Pembiayaan
Pertumbuhan dan perkembangan lembaga keuangan sangat dipengaruhi
oleh perkembangan kemampuannya menghimpun dana masyarakat. Sehingga
dana merupakan masalah bank yang paling utama. Tanpa dana yang cukup, maka
suatu bank menjadi tidak berfungsi.
Dana merupakan uang tunai yang dimiliki oleh lembaga keuangan dalam
bentuk tunai atau aktiva lain yang dapat segera diubah menjadi uang tunai.16
Dana
yang dikuasai lembaga keuangan berasal dari para pemilik lembaga tersebut, dari
16 Muhammad, Manajemen Dana Bank Syariah, (Yogyakarta: Ekonisia, 2005), Cet. Kedua,
Edisi pertama, h.49
titipan atau penyertaan dana orang lain (pihak ketiga) yang sewaktu-waktu akan
ditarik kembali, dan juga berasal dari akumulasi keuntungan yang ditanam
kembali pada bank.
Dalam konsep konvensional di mana “uang mengembangbiakkan uang”,
tidak peduli uang dipakai dalam kegiatan produktif atau tidak. Hal ini berbeda
dengan syariat Islam, uang bukan suatu komoditi melainkan hanya sebagai alat
untuk mencapai pertambahan nilai ekonomis. Dalam menghasilkan keuntungan
harus dikaitkan dengan kegiatan ekonomi baik secara langsung melalui transaksi
seperti perdagangan, indutri manufaktur, sewa menyewa dan lain-lain. Dapat pula
secara tidak langsung seperti penyertaan modal.17
Berdasarkan prinsip tersebut, maka lembaga keuangan syariah dapat
memperoleh dana pihak ketiga dalam beberapa bentuk, yaitu sebagai berikut:
a. Titipan (wadiah) simpanan yang dijamin keamanan dan pengembaliannya
(guaranteed deposit) tetapi tanpa memperoleh imbalan atau keuntungan.
b. Partisipasi modal berbagi hasil dan berbagi risiko (non guaranteed
account) untuk investasi umum (general investment account/mudharabah
mutlaqah) di mana bank akan membayar bagian keuntungan secara
proporsional dengan portofolio yang didanai dengan modal tersebut.
c. Investasi khusus (special investment account/mudharabah muqayyadah)
di mana bank bertindak sebagai manajer investasi untuk memperoleh fee.
17 Ibid
Jadi bank tidak ikut berinvestasi sedangkan investor sepenuhnya
mengambil risiko atas investasi tersebut.18
Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa sumber dana berasal dari modal
inti (core capital), kuasi ekuitas (mudharabah account) dan titipan (wadiah) atau
simpanan tanpa imbalan (non remunerated deposit).19
Lebih jelasnya
digambarkan di bawah ini:
Gambar 2
Sumber Dana di Lembaga Keuangan Syariah
18 Ibid, h.50
19 Ibid
LEMBAGA
KEUANGAN
SYARIAH
MODAL
TITIPAN (WADIAH)
INVESTASI MUDHARABAH
INVESTASI KHUSUS MUDHARABAH
MUQAYYADAH
4. Jenis-jenis Pembiayaan
Jenis pembiayaan dapat dikelompokkan ke dalam beberapa aspek,
diantaranya:
a. Pembiayaan Menurut Tujuan
1) Pembiayaan Produktif
Pembiayaan ini ditujukan untuk memenuhi kebutuhan produksi, yaitu
untuk peningkatan usaha baik usaha produksi, perdagangan, maupun
investasi. Dalam pembiayaan produktif dibedakan lagi menjadi dua
jenis, yaitu pembiayaan modal kerja, digunakan untuk memenuhi
kebutuhan dalam meningkatkan produksi secara kuantitatif (jumlah
hasil produksi) dan secara kualitatif maupun hasil produksi. Serta
pembiayaan investasi, digunakan untuk memenuhi kebutuhan barang-
barang modal (capital goods) serta fasilitas-fasilitas yang erat
kaitannya dengan itu.20
2) Pembiayaan Konsumtif
Pembiayaan ini ditujukan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi yang
akan habis digunakan untuk memenuhi kebutuhan. Kebutuhan
konsumsi dibedakan atas kebutuhan primer (pokok atau dasar) dan
kebutuhan sekunder (tambahan). Kebutuhan primer yang berupa
20 Muhammad Syafi’I Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, (Jakarta: Gema Insani
Press, 2001), cet. Pertama h. 160
barang seperti makanan, minuman, pakaian, tempat tinggal.
Sedangkan yang berupa jasa seperti pendidikan dasar dan pengobatan.
Kebutuhan sekunder yang berupa barang seperti makanan, minuman,
pakaian, perhiasan, bangunan rumah, kendaraan. Sedangkan yang
berupa jasa seperti pendidikan, pelayanan kesehatan, pariwisata,
hiburan.21
b. Pembiayaan Menurut Jangka Waktu
1) Pembiayaan jangka waktu pendek, yaitu pembiayaan yang dilakukan
dengan waktu 1 bulan sampai dengan 1 tahun.
2) Pembiayaan jangka waktu menengah, yaitu pembiayaan yang
dilakukan dengan waktu 1 tahun sampai dengan 5 tahun.
3) Pembiayaan jangka waktu panjang, yaitu pembiayaan yang dilakukan
dengan waktu lebih dari 5 tahun.
5. Pelaksanaan Pemberian Pembiayaan
Prosedur pengajuan pembiayaan adalah cara-cara yang harus dilakukan
dalam rangka pelaksanaan pemberian pembiayaan, setiap pemberian pembiayaan
harus dibuatkan suatu perjanjian (akad) antara lembaga keuangan syariah sebagai
pemberi pembiayaan dan nasabah sebagai pemohon. Dalam perjanjian (kontrak)
pembiayaan dicantumkan segala hak dan kewajiban kedua belah pihak.
Proses pembiayaan terdiri dari beberapa tahap, yaitu
21 Ibid., h.168
a. Surat Permohonan Pembiayaan
Pengajuan pembiayaan berisikan jenis pembiayaan yang diminta nasabah,
waktu pembiayaan, besar limit atau plafon yang diminta, dan sumber
pendapatan untuk pelunasan pembiayaan serta disertai dengan dokumen
pendukung seperti identitas pemohon, legalitas, bukti kepemilikan agunan
(jika diperlukan). Biasanya untuk pengajuan pembiayaan bukan berbentuk
proposal tetapi secarik dokumen biasa. Hal ini dimaksudkan untuk
memudahkan masyarakat dalam mengakses.
b. Proses Evaluasi
Setelah pengajuan masuk, kemudian dilakukan survey dengan standarisasi
yang telah ditentukan sebelumnya. Survey dapat selesai standarnya dalam
3 hari. Dalam menilai, bank syariah tetap berpegang pada prinsip kehati-
hatian serta aspek lain sehingga diharapkan diperoleh hasil analisis yang
cermat dan akurat. Dalam UU No. 10 pasal 8 ayat 1 dijelaskan bahwa
dalam pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah,
Bank Umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang
mendalam atas iktikad dan kemampuan serta kesanggupan nasabah
debitor untuk melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan
dimaksud sesuai dengan yang diperjanjikan. Pada ayat 2 juga dijelaskan
bahwa Bank Umum wjib memiliki dan menerapkan pedoman perkreditan
dan pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, sesuai dengan ketentuan
yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Proses penilaian meliputi:
1) Didasarkan pada kelengkapan dokumen surat permohonan.
2) Proses penilaian oleh pejabat pembiayaan.
3) Format memo atau nota penilaian yang meliputi informasi umum,
aspek legalitas, manajemen, pemasaran, sosial ekonomi, teknis,
keuangan, komersiil, agunan atau jaminan, risiko, pertimbangan,
kesimpulan, saran dan keputusan
6. Analisis Pembiayaan
Analisis pembiayaan merupakan langkah untuk realisasi pembiayaan di
lembaga keuangan. Beberapa pendekatan analisis pembiayaan yang dapat
diterapkan oleh pengelola LKS, yaitu sebagai berikut:
a. Pendekatan jaminan, yaitu bank dalam memberikan pembiayaan selalu
memperhatikan kuantitas dan kualitas jaminan yang dimiliki oleh
peminjam
b. Pendekatan karakter, yaitu bank mencermati secara sungguh-sungguh
terkait dengan karakter nasabah
c. Pendekatan kemampuan pelunasan, yaitu bank menganalisis kemampuan
nasabah untuk melunasi jumlah pembiayaan yang telah diambil
d. Pendekatan dengan studi kelayakan, yaitu bank memperhatikan kelayakan
usaha yang dijalankan oleh nasabah peminjam
e. Pendekatan fungsi-fungsi bank, yaitu bank memperhatikan fungsinya
sebagai lembaga intermediary keuangan, yaitu mengatur mekanisme dana
yang dikumpulkan dengan dana yang disalurkan.22
Analisis pembiayaan yang dilakukan oleh pejabat pembiayaan di lembaga
keuangan syariah dimaksudkan untuk menilai kelayakan calon peminjam, menilai
seberapa besar kemampuan dan kesediaan peminjam mengembalikan pembiayaan
yang dipinjam, menekan risiko akibat tidak terbayarnya pembiayaan dan
menghitung kebutuhan pembiayaan yang layak. Setelah tujuan analisis
pembiayaan dirumuskan maka selanjutnya dapat menentukan pendekatan-
pendekatan yang akan digunakan untuk menganalisis pembiayaan.
7. Pengamanan Pembiayaan
Langkah yang dilakukan untuk mengendalikan terjadinya pembiayaan
bermasalah adalah sebagai berikut:
a. Sebelum Realisasi
Dalam tahap ini sesuai dengan persetujuan nasabah, bank menutup
asuransi dan atau pengikatan agunan (jika diperlukan). Setelah itu baru
pembiayaan dapat dicairkan.
b. Setelah Realisasi
Setelah tahap ini, bank selanjutnya memelihara dan memantau
pembiayaan. Pada awal pencairan, bank mengarahkan pada pembiayaan
22 Ibid
yang diajukan nasabah dalam permohonannya dan jangan sampai lari dan
terjadi hal-hal di luar kesepakatan.23
C. Pembiayaan Multijasa
4. Pengertian Pembiayaan Multijasa
Seperti yang sudah dijelaskan diawal bahwa pembiayaan merupakan
fasilitator pinjaman yang diberikan oleh lembaga keuangan syariah, dalam hal ini
BMT kepada pihak-pihak yang memerlukan dana (deficit unit). Dalam hal ini
masyarakat yang membutuhkan dana diperoleh dari masyarakat pula, yaitu
masyarakat yang menitipkan uangnya atau dana di lembaga keuangan syariah.
Multijasa terdiri dari dua kata, yaitu kata multi yang berarti banyak,
bermacam-macam dan kata jasa yang berarti perbuatan yang berguna atau bernilai
bagi orang lain, manfaat. Jadi multijasa adalah suatu perbuatan atau manfaat yang
bermacam-macam gunanya bagi orang lain.
Pembiayaan multijasa adalah pembiayaan yang diberikan oleh Lembaga
Keuangan Syariah, baik perbankan atau nonperbankan kepada nasabah dalam
memperoleh manfaat atas suatu jasa.24
Pembiayaan multijasa merupakan fasilitas
23 Ibid
24 Serambi Indonesia, ”Hukum Transaksi Pembiayaan Multijasa”, artikel diakses pada 4
September 2008 dari www.serambinews.com
pembiayaan konsumtif yang tidak bertentangan dengan syariah seperti biaya
pendidikan, kesehatan, pernikahan, naik haji dan umrah.25
5. Dasar Hukum Pembiayaan Multijasa
Pada zaman Rasulullah telah diperbolehkan peminjaman atas jasa
seseorang, seperti yang terdapat dalam surat al-Qur’an surat al-Baqarah (2) ayat
233.
N��O��/� وإن أرد�� أن*Q �6��� أو�دآNRم ��"�:�1ح �T6� إذس�6Gن ب�)233: 2/ا����ة.(ب��"��وف،وا����اا�>،وا�"�Nأن� ا�> ب"���"
Artinya: “...Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak
ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut.
Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang
kamu kerjakan.”
Menurut Ibnu Katsir sebagaimana dikutip dalam Kitab Undang-undang
Hukum Perbankan dan Ekonomi Syariah, dikatakan bahwa jika kedua orang tua
sepakat untuk menyusukan anaknya kepada orang lain, maka diperbolehkan
sepanjang mereka mau untuk menunaikan upah atau pembayaran yang baik atau
patut kepada orang tersebut. Hal ini menunjukan adanya jasa yang diberikan dan
adanya kewajiban melakukan pembayaran yang patut atas jasa yang diterima.26
25 ISM, “BNI Syariah Luncurkan Multijasa iB”, artikel diakses pada 4 September 2008 dari
www.niriah.com.
26 Ahmad Kamil dan M. Fauzan, Kitab Undang-undang Hukum Perbankan dan Ekonomi
Syariah, (Jakarta: Kencana, 2007), cet. Pertama, edisi pertama, h.843
6. Fatwa DSN-MUI Pembiayaan Multijasa
Menurut fatwa DSN-MUI, pembiayaan multijasa adalah pembiayaan yang
diberikan oleh lembaga keuangan syariah (LKS) kepada nasabah dalam
memperoleh manfaat atas suatu jasa. DSN-MUI memandang perlu menetapkan
membuat fatwa tentang pembiayaan multijasa sebagai pedoman pelaksanaan
transaksi tersebut agar sesuai dengan prinsip syariah dalam memenuhi kebutuhan
masyarakat yang berkaitan dengan jasa.
Fatwa ini ditetapkan dari Hasil Rapat Pleno DSN-MUI pada tanggal 11
Agustus 2004 dan dibuat karena datangnya surat permohonan dari Bank Rakyat
Indonesia pada tanggal 28 April 2004 dan dari Bank Danamon. Fatwa ini
substansi dari fatwa DSN No. 09/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Ijarah
dan No. 11/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Kafalah.
Dalam fatwa No. 44/DSN-MUI/VII/2004 tentang pembiayaan multijasa,
terdapat beberapa ketentuan, yaitu sebagai berikut:
a. Ketentuan Umum
1) Pembiayaan Multijasa hukumnya boleh (jaiz) dengan menggunakan
akad ijarah atau kafalah.
2) Dalam hal LKS menggunakan akad ijarah, maka harus mengikuti
semua ketentuan yang ada dalam Fatwa Ijarah.
3) Dalam hal LKS menggunakan akad kafalah, maka harus mengikuti
semua ketentuan yang ada dalam Fatwa Kafalah.
4) Dalam kedua pembiayaan multijasa tersebut, LKS dapat memperoleh
imbalan jasa (ujrah) atau fee.
5) Besar ujrah atau fee harus disepakati di awal dan dinyatakan dalam
bentuk nominal bukan dalam bentuk prosentase.
b. Penyelesaian Perselisihan
Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau terjadi
perselisihan di antara kedua belah pihak, maka penyelesaiaannya
dilakukan melalui Badan Arbitrase Syari’ah setelah tidak tercapai
kesepakatan melalui musyawarah.
c. Ketentuan Penutup
Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan, jika di
kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diubah dan
disempurnakan sebagaimana mestinya.
D. Ketentuan Fikih Muamalat Mengenai Ijarah
Ijarah berarti upah, sewa, jasa, imbalan.27
Menurut Fatwa Dewan Syariah
Nasional, ijarah adalah akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang
atau jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa atau upah, tanpa diikuti
dengan pemindahan kepemilikan barang itu sendiri. Dengan demikian, dalam
27 AH. Azharudin Lathif, Fiqh Muamalat, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005), h.120
akad ijarah tidak ada perubahan kepemilikan, tetapi hanya perpindahan hak guna
saja dari yang menyewakan kepada penyewa.28
Transaksi ijarah dilandasi adanya perpindahaan manfaat. Jadi pada
dasarnya prinsip ijarah sama saja dengan prinsip jual beli, namun perbedaannya
terletak pada objek transaksinya. Bila pada jual beli objek transaksinya adalah
barang, maka pada ijarah objek transaksinya adalah manfaat jasa. Penggunaan
akad ijarah pada pembiayaan multijasa karena pembiayaan ini dimaksudkan
untuk memenuhi kebutuhan akan jasa. Menurut Syaikh asy-Syairazy sebagaimana
dikutif dalam bukunya al-Muhadzdzab (jilid 1, h. 394) menyatakan “Boleh
melakukan akad ijarah (sewa menyewa) atas manfaat yang dibolehkan karena
keperluan terhadap manfaat sama dengan keperluan terhadap benda. Oleh karena
akad jual beli atas benda dibolehkan, maka sudah seharusnya boleh pula akad
ijarah atas manfaat”.29
Fatwa DSN-MUI No. 09/DSN-MUI/IV/2000 mengenai pembiayaan
ijarah:
a. Rukun dan Syarat Ijarah
1) Sighat ijarah, yaitu ijab dan qabul berupa pernyataan dari kedua belah
pihak yang berkontrak, baik secara verbal atau dalam bentuk lain.
28 Muhammad, Manajemen Pembiayaan Bank Syariah, (Yogyakarta: UPP AMP YKPN,
t.th.), h.147-148
29 Serambi Indonesia, ”Hukum Transaksi Pembiayaan Multijasa”, artikel diakses pada 4
September 2008 dari www.serambinews.com
2) Pihak-pihak yang berakad (berkontrak): terdiri atas pemberi
sewa/pemberi jasa, dan penyewa atau pengguna jasa.
3) Obyek akad ijarah, yaitu:
1) manfaat barang dan sewa; atau
2) manfaat jasa dan upah.
b. Ketentuan Obyek Ijarah
1) Obyek ijarah adalah manfaat dari penggunaan barang dan atau jasa.
2) Manfaat barang atau jasa harus bisa dinilai dan dapat dilaksanakan
dalam kontrak.
3) Manfaat barang atau jasa harus yang bersifat dibolehkan (tidak
diharamkan).
4) Kesanggupan memenuhi manfaat harus nyata dan sesuai dengan
syariah.
5) Manfaat harus dikenali secara spesifik sedemikian rupa untuk
menghilangkan jahalah (ketidaktahuan) yang akan mengakibatkan
sengketa.
6) Spesifikasi manfaat harus dinyatakan dengan jelas, termasuk jangka
waktunya. Bisa juga dikenali dengan spesifikasi atau identifikasi fisik.
7) Sewa atau upah adalah sesuatu yang dijanjikan dan dibayar nasabah
kepada LKS sebagai pembayaran manfaat. Sesuatu yang dapat
dijadikan harga (tsaman) dalam jual beli dapat pula dijadikan sewa
atau upah dalam ijarah.
8) Pembayaran sewa atau upah boleh berbentuk jasa (manfaat lain) dari
jenis yang sama dengan obyek kontrak.
9) Kelenturan (flexibility) dalam menentukan sewa atau upah dapat
diwujudkan dalam ukuran waktu, tempat dan jarak.
c. Kewajiban LKS dan Nasabah dalam Pembiayaan Ijarah
1) Kewajiban LKS sebagai pemberi manfaat barang atau jasa:
a) Menyediakan barang yang disewakan atau jasa yang diberikan
b) Menanggung biaya pemeliharaan barang.
c) Menjamin bila terdapat cacat pada barang yang disewakan.
2) Kewajiban nasabah sebagai penerima manfaat barang atau jasa:
a) Membayar sewa atau upah dan bertanggung jawab untuk menjaga
keutuhan barang serta menggunakannya sesuai akad (kontrak).
b) Menanggung biaya pemeliharaan barang yang sifatnya ringan
(tidak materiil).
c) Jika barang yang disewa rusak, bukan karena pelanggaran dari
penggunaan yang dibolehkan, juga bukan karena kelalaian pihak
penerima manfaat dalam menjaganya, ia tidak bertanggung jawab
atas kerusakan tersebut.
d. Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi
perselisihan di antara para pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui
Badan Arbitrasi Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui
musyawarah.
Dalam pembiayaan ijarah, lembaga keuangan syariah dapat memperoleh
ujrah. Ujrah adalah imbalan yang diberikan atau yang diminta atas suatu
pekerjaan yang dilakukan.30
Dalam ujrah disyaratkan diketahui jumlahnya oleh
kedua belah pihak, baik dalam sewa-menyewa maupun dalam upah-mengupah.31
Skema ijarah adalah sebagai berikut:
Gambar 3.
Skema Ijarah
Keterangan:
1) Nasabah mengajukan Pembiayaan Ijarah ke bank.
2) Bank memberi atau menyewa barang yang diinginkan pleh nasabah sebagai
objek ijarah dari supplier/pemilik.
3) Setelah dicapai kesepakatan antara nasabah dan bank mengenai barang objek,
tarif, periode, dan biaya, maka akad ijarah ditandatangani. Nasabah
diwajibkan menyerahkan jaminan yang dimiliki.
30 Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2008), edisi
kedua, h.110
31 Dr.H. Hendi Suhendi, M.Si., Fiqh Mualamah membahas Ekonomi Islam Kedudukan Harta,
Hak Milik, Jual Beli, Bunga Bank dan Riba, Musyarakah, Ijarah, Mudayanah, Koperasi, Asuransi,
Etika Bisnis dan lain-lain, (Jakarta: PT. RajaGrafindo, 2007), Ed. Ketiga, h.118
Menyewa Jasa
BANK NASABAH Bayar Cicilan
BAB III
GAMBARAN UMUM LOKASI
DAN OBJEK PENELITIAN
A. BMT al-Munawwarah
1. Sejarah Singkat Pendirian BMT al-Munawwarah
Sistem dan praktek ekonomi yang berlaku di masyarakat seringkali tidak
sejalan dengan prinsip-prinsip ekonomi berkeadilan yang menaruh perhatian pada
kepentingan kesejahteraan rakyat kecil. Tidak terdistribusi atau meratanya
ekonomi seringkali terjadi pemupukan kekayaan di kalangan menengah ke atas
sementara dalam ajaran Islam dilarang hal tersebut bahkan sangat diharamkan
sehingga terciptanya kenyataan bahwa yang kaya makin jaya dan miskin makin
terpuruk.
Hal ini telah lama terjadi sehingga umat Islam mendambakan sistem dan
praktek ekonomi yang menjamin pemerataan ekonomi, kesejahteraan dan
keadilan sosial. Namun keberadaan lembaga perbankan syariah yang telah ada
saat ini pun ternyata kurang dapat mengatasi kesulitan pengusaha mikro kecil
yang jumlahnya puluhan juta unit. Lembaga perbankan kurang dapat menjangkau
kelompok tersebut sehingga terkadang memaksa mereka mencari jalan keluar
yang praktis yang mereka piker dapat membantu dan menjadi “Dewa Penolong”
bagi mereka, yaitu rentenir, padahal merekalah yang dapat membuat usaha para
pengusaha terpuruk.
Oleh karena itu diperlukan lembaga yang dapat menjangkau kelompok
usaha menengah ke bawah tersebut yaitu BMT (Baitul Maal wat Tamwil). BMT
terdiri atas baitul maal (rumah harta), yang mengelola dana zakat, infaq dan
Sedekah (ZIS) dan baitul tamwil (rumah pembiayaan). BMT adalah lembaga
keuangan mikro yang dioperasikan dengan prinsip bagi hasil,
menumbuhkembangkan bisnis usaha mikro dalam rangka mengangkat derajat dan
martabat serta membela kepentingan kaum fakir miskin, ditumbuhkan atas
prakarsa dan modal awal dari tokoh-tokoh masyarakat setempat dengan
berlandaskan pada sistem ekonomi yang salaam: keselamatan (berintikan
keadilan), kedamaian, dan kesejahteraan.32
Tiga jenis aktivitas yang terdapat
dalam BMT adalah sebagai jasa keuangan, sosial atau pengelolaan ZIS dan sektor
riil.
Melihat situasi yang cukup memprihatinkan terjadi di sekitar Pamulang
maka pengurus Yayasan al-Munawwarah-BPI, ICMI orsat Pamulang dan
beberapa tokoh lingkungan berinisiatif untuk membangun suatu BMT yang dapat
mengatasi masalah tersebut. Setelah mengumpulkan dana berupa SPK (Simpanan
Pokok Khusus) sebagai modal awal, maka pada tanggal 26 Mei 1996 berdirilah
32 Pusat Komunikasi Ekonomi Syariah (PKES), Materi Dakwah Ekonomi Syariah, (Jakarta:
PKES (Pusat Komunikasi Ekonomi Syariah), t.th), h.167
BMT dengan nama BMT al-Munawwarah dalam bentuk KSM (Kelompok
Swadaya Masyarakat) sebagai legalitas dan status hukum awal operasionalnya.
Pendirian BMT ini bermaksud untuk mendorong tumbuhnya kegiatan usaha
produktif di masyarakat dalam rangka mengefektifkan potensi umat Islam di
wilayah Pemulang dan sekitarnya.
Diharapkan keberadaan BMT al-Munawwarah dapat menjalankan
beberapa peran di bawah ini:
a. Menjauhkan masyarakat dari praktek ekonomi non-syariah dengan
pelatihan-pelatihan mengenai cara-cara bertransaksi yang Islami seperti
dilarang curang dalam menimbang barang.
b. Melakukan pembinaan dan pendanaan usaha kecil dengan jalan
pendampingan, pembinaan, penyuluhan, dan pengawasan terhadap usaha-
usaha nasabah atau masyarakat umum.
c. Melepaskan ketergantungan pada rentenir dengan cara mampu melayani
masyarakat dengan baik seperti selalu tersedianya dana setiap saat,
birokrasi yang sederhana.
d. Menjaga keadilan ekonomi masyarakat dengan distribusi yang merata
dengan cara berhadapan langsung dengan masyarakat.
2. Visi, Misi dan Tujuan BMT al-Munawwarah
a. Visi: Terwujudnya BMT yang terdepan, tangguh dan profesional dalam
membangun ekonomi ummat
b. Misi
1) Memberikan layanan usaha yang prima kepada seluruh mitra BMT.
2) Mencapai pertumbuhan dan hasil usaha BMT yang layak serta
proporsional untuk kesejahteraan bersama
3) Memperkuat permodalan sendiri dalam rangka memperluas jaringan
layanan BMT
4) Turut berperan serta dalam gerakan pengembangan ekonomi syari’ah
c. Tujuan: Meningkatkan kesejahteraan bersama melalui kegiatan ekonomi
yang menaruh perhatian pada nilai-nilai dan kaidah-kaidah muamalah
syar’iyyah yang memegang teguh keadilan, keterbukaan dan kehati-hatian
3. Motto dan Budaya Kerja
Motto: “ Bersama Menebar Manfaat Meraih Maslahat ”
Budaya kerja:
a) Siddiq (Menjaga martabat dan Integritas)
b) Amanah (Terpercaya dengan penuh tanggung-jawab)
c) Fathonah (Profesional dan Expert dalam bekerja)
d) Tabligh (Bekerja dengan penuh keterbukaan)
e) Istiqomah (Konsisten menuju kesuksesan)
4. Legalitas Hukum
BHS : No. 1014009/PINBUK/III/98
AKTE : No. 518/26/BH/Dis KUK
DOMISILI : No. 517/34-DPT/2004
NPWP : No. 02.289.745.8-411.000
SIUP : No. 503.1/0796/30-30/PK/VIII/2004
TDP : No. 30.03.2.52.00723
5. Jenis Produk yang Dikeluarkan BMT al-Munawwarah
Dalam mengembangkan BMT al-Munawwarah, maka diusahakan dapat
mengeluarkan produk-produk yang dapat memenuhi segala macam kebutuhan
para Mitranya. Dalam mengeluarkan produk, BMT juga diwajibkan untuk
memperhatikan prinsip-prinsip yang digunakan agar tidak melanggar syariat
Islam. Produk pembiayaan diperuntukan bagi para Mitra yang mengutamakan
prinsip syariah disertai kenyamanan, keamanan, keleluasaan dan kemudahan
bertransaksi. Berbagai produk BMT Al Munawwarah adalah:
a. PENGHIMPUNAN DANA (FUNDING)
1) Simpanan/Tabungan INSANI (Investasi Syariah Non-Ribawi)
Simpanan/Tabungan INSANI BMT al-Munawwarah merupakan tabungan
berbagi hasil dengan memberikan keleluasaan berinvestasi dengan
transaksi yang mudah, cepat, aman dan insya Allah menguntungkan.
Dengan prinsip Mudharabah Al-Mutlaqah, simpanan Anda diperlakukan
sebagai investasi dengan memberi kebebasan penuh pada BMT untuk
mengelola dana dalam bentuk pembiayaan yang sesuai dengan prinsip
syariah.
Keuntungan investasi akan dibagihasilkan antara Anda dan BMT sesuai
dengan nisbah yang disepakati sebelumnya. BMT telah mengemas
tabungan INSANI dalam beberapa bentuk yaitu:
a) SIMAPAN (Simpanan Amanah untuk Masa Depan)
b) SAHAJA (Simpanan Haji Al Munawwarah)
c) TAFAQUR (Tabungan Fasilitas Qurban)
d) SAPITRI (Simpanan Pendidikan untuk Puter-Puteri)
e) TAFADDAL (Simpanan Fasilitas Debet Al Munawwarah)
f) SAHARA (Simpanan Hari Raya)
g) TAZKIAH (Tabungan Zakat-Infaq-Shodaqoh)
2) Deposito BERKAH (Berjangka Mudharabah)
Deposito BERKAH merupakan investasi dengan nisbah bagi hasil
kompetitif dalam jumlah dan jangka waktu tertentu. Dengan prinsip
Mudharabah Muthlaqah di mana Anda memberi kebebasan penuh kepada
BMT untuk mengelola dana sesuai dengan prinsip syariah. Keuntungan
dari pengelolaan dana tersebut akan dibagihasilkan sesuai dengan nisbah
yang telah disepakati sebelumnya.
Manfaat dan Kelebihan:
a) Bagi hasil keuntungan atas pengelolaan dana Anda
b) Jangka waktu yang fleksibel yaitu 2, 3, 6, 9 dan 12 bulan sesuai
rencana Anda.
c) Dapat dijadikan jaminan pembiayaan
d) Hasil investasi Anda dapat diambil secara tunai, otomatis dikreditkan
ke rekening tabungan atau ditambahkan ke pokok deposito, sesuai
dengan keinginan Anda
3) Pembiayaan/Pinjaman Dari Pihak Lain
Adalah kewajiban BMT kepada pihak lain dalam bentuk hutang
pembiayaan atau investasi dengan jangka waktu tertentu. Investor akan
mendapatkan bagi-hasil sesuai kesepakatan nisbah yang dimusyawarahkan
diawal. BMT menerima pembiayaan dari pihak lain dalam bentuk akad
mudharabah mutlaqah maupun muqayyadah
4) Penanaman/Penyertaan Modal
Penyertaan modal adalah penyertaan yang bertujuan investasi untuk
memupuk penguatan modal BMT. Untuk tahap awal produk ini
ditawarkan bagi pendiri BMT yang berminat. Penyerta modal akan
mendapatkan imbalan berupa dividen tahunan yang ditentukan oleh RAT-
BMT
b. PENANAMAN MODAL (FINANCING)
1) Sistem Bagi-Hasil (Mudharabah dan Musyarakah)
a) Mudharabah
Pembiayaan mudharabah adalah perjanjian antara penanam dana dan
pengelola dana untuk melakukan kegiatan usaha tertentu, dengan
pembagian keuntungan antara kedua belah pihak berdasarkan nisbah
yang telah disepakati sebelumnya. Pembiayaan ini total dana berasal
dari BMT dan disalurkan untuk berbagai jenis usaha halal seperti
industri rumah tangga, perdagangan, jasa dan Pertanian.
b) Musyarakah
Pembiayaan musyarakah adalah perjanjian di antara pemilik dana atau
modal untuk dicampurkan pada usaha tertentu, dengan pembagian
keuntungan di antara mereka berdasarkan nisbah yang disepakati
sebelumnya. Pembiayaan ini diperuntukan bagi Mitra yang telah
memiliki usaha produktif halal dan bermaksud menambah atau
menyertakan modal usahanya. Dalam hal ini BMT dapat dilibatkan
dalam manajemen usaha tersebut.
2) Sistem Jual-Beli (Murabahah)
Pembiayaan murabahah adalah perjanjian jual beli antara LKS dan Mitra
di mana LKS membeli barang yang diperlukan oleh Mitra dan kemudian
menjualnya kepada Mitra yang bersangkutan sebesar harga perolehan
ditambah dengan margin atau keuntungan yang disepakati antara LKS dan
Mitra. Pembiayaan ini diperuntukan bagi Mitra untuk pembelian aset yang
diperlukan berupa barang untuk proses produksi usaha maupun barang
konsumtif. Margin keuntungan ditentukan oleh BMT dari selisih harga
jual dan harga belinya. Pembayaran dilakukan secara cicilan.
3) Sistem Jasa (Ijarah Multijasa, Hiwalah, Pembiayaan Pembayaran
Rekening Telepon)
a) Ijarah Multijasa
Pembiayaan ijarah multijasa adalah perjanjian antara LKS dan Mitra
dalam memenuhi kebutuhan Mitra dalam bentuk sewa. Pembiayaan ini
dalam bentuk sewa barang maupun jasa seperti untuk biaya
pendidikan, pengobatan, sewa tempat, dan lain-lain.
b) Hiwalah: pembiayaan untuk anjak hutang-piutang.
c) Pembiayaan Tagihan Rekening Rekening Telepon
4) Sistem Pinjaman (Alqard)
Alqard adalah penyediaan dana pinjaman berdasarkan kesepakatan antara
BMT dan Mitra peminjam yang mewajibkan mitra peminjam melunasi
hutangnya setelah jangka waktu tertentu sesuai perjanjian. Dalam sistem
ini Mitra peminjam diperkenankan memberi imbalan kepada BMT tanpa
dipersyaratkan sebelumnya oleh BMT.
5) Sistem Jasa Layanan (Jasa Layanan Pembayaran Rekening Listrik PLN
dan Jasa Layanan Sosial Baitul-Maal dan layanan Waserda)
Jasa layanan BMT merupakan kegiatan usaha BMT dalam rangka
meningkatkan pendapatan BMT berupa fee base income dari layanan jasa
listrik, CSR (Corporate Social Responsibility) dari pelayanan baitul-maal
maupun keuntungan dari usaha Waserda.
B. Produk Pembiayaan Ijarah Multijasa
1. Latar Belakang Produk Pembiayaan Ijarah Multijasa
BMT al-Munawwarah mengeluarkan pembiayaan multijasa dengan nama
Pembiayaan Ijarah Multijasa pada tanggal 28 April 2008. Pembiayaan ijarah
multijasa adalah produk pembiayaan dalam memenuhi kebutuhan atas manfaat
akan suatu jasa. Jadi tujuan dari produk ini adalah untuk memenuhi kebutuhan
Mitra.
Sumber dana untuk pembiayaan ijarah multijasa adalah berasal dari
beberapa pihak, yaitu para nasabah, partisipasi modal berbagi hasil dan berbagi
risiko dan investasi khusus. Jenis produk ini adalah pembiayaan konsumtif yang
berjangka waktu pendek, yaitu berkisar antara 1 bulan sampai dengan 1 tahun.
Alasan BMT al-Munawwarah mengeluarkan produk tersebut adalah
sebagai berikut, yaitu:
a. Melihat kebutuhan pasar, dalam hal ini yaitu kebutuhan Mitra BMT al-
Munawwarah. Banyak Mitra yang datang ke BMT meminta pembiayaan
untuk membiayai sekolah anaknya, membiayai perawatan rumah sakit,
biaya sewa rumah, dan hal lain yang berkaitan dengan manfaat atas jasa.
b. Terbitnya fatwa mengenai pembiayaan multijasa. Dengan fatwa ini maka
BMT dapat melihat pedoman yang sesuai dengan syariat.33
33 Sutanto, SE., Kepala Bagian Operasional, Wawancara Pribadi, Pamulang, 15 September
2008
2. Syarat-syarat Pembiayaan Ijarah Multijasa
Persyaratan yang dimaksud adalah semua hal yang harus dipenuhi yang
menjadi dasar bagi lembaga keuangan, baik yang berbasis konvensional maupun
yang berbasis syariah dalam memberikan suatu nilai layak tidaknya permohonan
pembiayaan calon nasabah diterima. Penilaian tersebut dilihat dari lengkap atau
tidaknya syarat yang diajukan, apabila persyaratan tersebut tidak dipenuhi maka
akan berakibat permohonan yang diajukan nasabah akan ditolak oleh lembaga
keuangan tersebut.
Persyaratan yang diajukan oleh BMT al-Munawwarah kepada calon Mitra
pembiayaan ijarah multijasa adalah sebagai berikut:
a. Fotokopi KTP pemohon suami-isteri yang masih berlaku sebanyak 2
lembar
b. Fotokopi Kartu Keluarga dan Surat Nikah
c. Fotokopi SPPT PBB atau lainnya
d. Pasphoto berukuran 3 X 4 suami-isteri sebanyak 2 lembar
e. Fotokopi rekening listrik atau telepon bulan terakhir
f. Nasabah memiliki sumber penghasilan yang layak (yang ditunjukkan
dengan slip gaji atau data usaha)
g. Membuka tabungan kemitraan, premi asuransi dan membayar biaya
administrasi
h. Bersedia di survey ke rumah atau tempat usaha
i. Bersedia menyerahkan bukti atau kwitansi pembayaran kebutuhan anda
3. Contoh Kasus Pembiayaan Ijarah Multijasa
Awal tahun ajaran baru ibu Juwariah membutuhkan dana pendidikan
untuk mendaftarkan anaknya sekolah di SMP Bina Insan Mulia. Untuk kebutuhan
ini ibu Juwariah datang ke BMT untuk mengajukan fasilitas pembiayaan. Untuk
melaksanakan akad tersebut BMT membuat akad Wakalah (akad mewakilkan)
terlebih dahulu kepada ibu Juwariah dengan menyerahkan sejumlah dana yang
dibutuhkan ibu Juwariah untuk biaya pendidikan anaknya tersebut. Setelah bukti-
bukti pembayaran diperoleh dan kedua pihak sepakat, selanjutnya BMT membuat
akad Ijaroh Multijasa sebagai berikut:
a. Jumlah Pembiayaan Ijarah : Rp. 5.000.000,-
b. Kesepakatan Ujroh/Fee : Rp. 750.000,-
c. Jangka Waktu : 10 Bulan
d. Biaya Administrasi : Rp. 50.000,-
e. Cara Pembayaran : Angsuran Bulanan
f. Angsuran Pokok Ijarah : Rp. 500.000,-
g. Angsuran Ujroh (Fee) : Rp. 75.000,-
Dari contoh di atas, maka dapat dilihat proses pembiayaan ijaroh
multijasa di lapangan, yaitu:
1. Ketika Mitra membutuhkan bantuan dana maka Mitra akan mendatangi BMT
al-Munawwarah dan mengajukan permohonan dana talangan untuk
memperoleh suatu manfaat, kemudian memenuhi persyaratan yang diajukan.
Jika peryaratan terpenuhi maka pihak BMT akan melaksanakan uji kelayakan
bagi Mitra. Dalam menganalisis kelayakan Mitra pada pembiayaan ini sama
halnya dengan pembiayaan yang lain.34
Dalam tahap ini terjadi negosiasi
mengenai spesifikasi jasa, harga, besarnya ujrah, jumlah cicilan dan jangka
waktu pembayaran.
2. Setelah pihak BMT memutuskan membantu Mitra maka kedua pihak
mengadakan suatu akad.
Dalam proses pembiayaan multijasa, kebanyakan Mitra belum mengetahui
produk apa yang akan Mitra ajukan. Pada saat Mitra datang kepada BMT al-
Munawwarah untuk mengajukan pembiayaan untuk sekolah, maka pihak BMT
memberikan produk pembiayaan ijarah multijasa. Dengan kata lain, Mitra belum
mengenal produk tersebut sebelumnya.
34 ibid
BAB IV
ANALISIS
A. Aplikasi Pembiayaan Ijarah Multijasa
Dalam skim pembiayaan multijasa di BMT al-Munawwarah
menggunakan akad ijarah, yaitu akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu
barang atau jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa. Dengan
menggunakan akad ijarah, Mitra (nasabah) memberikan imbalan sebagai
kompensasi atas pelayanan berupa pembayaran yang dilakukan oleh LKS kepada
pihak ketiga. Setelah itu Mitra membayar kepada LKS dengan cara mengangsur
atau sekaligus sesuai dengan kesepakatan dalam perjanjian.
Angsuran yang disepakati pada tahap awal pembiayaan tidak akan
berubah selama jangka waktu pembiayaan. Dengan demikian, angsuran
pembiayaan multijasa ini besarnya tetap kendati terjadi fluktuasi suku bunga di
pasar konvensional. Adapun penetapan ujrah keuntungan bagi bank dilakukan
berdasarkan kesepakatan antara bank dengan nasabah.
Dalam aplikasinya, BMT al-Munawwarah melaksanakan dua kali akad.
Akad yang pertama adalah akad wakalah pada pembiayaan multijasa, artinya
BMT tidak membayar sendiri manfaat akan jasa yang Mitra butuhkan. BMT al-
Munawwarah hanya memberikan sejumlah uang dan menyerahkan kuasa kepada
Mitra untuk membayarkan atau membeli jasa manfaat yang Mitra ajukan. Dengan
demikian Mitra sendiri yang melakukan jasa pembayaran.
Dalam kontrak akad wakalah, menyatakan dalam beberapa hal, yaitu:
1. BMT al-Munawwarah sebagai pihak yang mewakilkan kepada Mitra.
2. Mitra sebagai pihak yang mewakili BMT al-Munawwarah.
3. BMT memberikan sejumlah uang kepada Mitra sekaligus memberikan
kuasa penuh kepada Mitra untuk membayar kepada pihak ketiga
sebagaimana yang dinyatakan dalam surat keterangan dan bukti-bukti
yang terlampir.
4. Mitra menerima sejumlah uang dan kuasa yang diberikan kepada untuk
membayar kebutuhannya sesuai dengan keterangan yang di atas.
5. Mitra bersedia menyerahkan bukti-bukti pembayaran.
6. Mitra tidak diperkenankan menggunakan uang tersebut untuk keperluan di
luar kesepakatan.
Setelah bukti-bukti sudah diserahkan oleh Mitra kepada pihak BMT, maka
dibuat akad ijarah. Dalam hal ini menyatakan BMT memberikan jasanya untuk
memenuhi kebutuhan Mitra. Pada akad ini mencantumkan 10 pasal, yaitu
a. Pasal 1. Pada pasal ini berisi tentang cara realisasi dan droping
pembiayaan, bahwa kesepakatan kedua belah pihak yang didasari dengan
kepercayaan, ketakwaan dan amanah.
b. Pasal 2. Pasal ini membahas tentang harga dan jasa yang disewakan.
Biaya yang diberikan oleh BMT diperuntukan untuk apa oleh Mitra.
c. Pasal 3. Pasal mengenai jangka waktu pembiayaan. Mitra memilih waktu
yang diperlukan untuk melunasi pembiayaannya yang terdiri dari angsuran
harian, mingguan atau bulanan.
d. Pasal 4. Pasal tentang cara dan jumlah pembayaran. Berapa jumlah tiap
angsuran yang dibayarkan oleh Mitra dan bagaimana caranya, bias
dibayarkan secara tunai di BMT atau dana dijemput oleh petugas yang
menangani pembiayaan dari BMT.
e. Pasal 5. Pasal tentang simpanan pembiayaan yang diberikan (PYD) dan
infaq. Dalam pasal ini Mitra diwajibkan membuka simpanan pembiayaan
yang diberikan dengan dengan setoran awal yang disepakati dan menyetor
secara rutin setiap angsuran dan bersedia secara sukarela memberikan
infaq melalui Baitul-Maal.
f. Pasal 6. Berisi tentang premi asuransi pembiayaan. Premi asuransi ini juga
sebagai jaminan jika terjadi tidak tertagihnya pengembalian pembiayaan
yang disebabkan Mitra meninggal dunia. Di mana BMT al-Munawwarah
bekerja sama dengan PT. Asuransi Takaful Indonesia dengan membayar
satu kali premi. Kegunaan dari premi ini juga untuk membebaskan ahli
waris Mitra dari kewajiban mengembalikan pembiayaan kepada BMT.
g. Pasal 7. Berisikan tentang jaminan pembiayaan. Jaminan ini untuk
menjaga amanah di mana spesifikasi bentuk jaminan dilampirkan.
h. Pasal 8. Mengenai cidera janji dan sanksi. Menjelaskan tentang situasi
Mitra yang dinyatakan cidera janji dan menjelaskan tentang sanksi yang
akan diterima Mitra.
i. Pasal 9. Berisikan tentang biaya administrasi yang dibebankan pada Mitra.
j. Pasal 10. Berisi mengenai penyelesaian jika suatu saat terjadi perselisihan,
yakni kedua belah pihak sepakat menyelesaikannya melalui
BASYARNAS (Badan Arbitrase Syariah Nasional).
Dalam penjelasan di atas, maka dapat dilihat dengan jelas dari hasil
penelitian. Dalam prakteknya, pembiayaan multijasa pada BMT al-Munawwarah
melakukan dua kali perjanjian.
Gambar 4
Skema Pembiayaan Ijarah Multijasa
MITRA BMT
PIHAK KE-3
1) Spesifikasi jasa
6) Akad Ijarah
2) Memberikan uang tunai
3) Akad Wakalah
4) Membayar tunai
5) Menyerahkan Bukti&Bayar Cicilan
Keterangan:
1) Mitra mengajukan permohonan pembiayaan pada pihak BMT dengan
memberikan spesifikasi jasa yang dibutuhkan Mitra dan kelengkapan
seluruh persyaratan yang ditentukan oleh pihak BMT.
2) Setelah terjadi kesepakatan kedua belah pihak, maka pihak BMT
melakukan akad ijarah dengan Mitra sesuai dengan kebutuhan Mitra akan
manfaat jasa.
3) Pihak BMT memberikan uang tunai kepada Mitra sebesar pembiayaan
yang diajukan Mitra.
4) Pihak BMT memberikan akad wakalah kepada Mitra membayar
kebutuhannya dan memperoleh manfaatnya yang sesuai dengan
spesifikasi. Akad wakalah ini atas nama Mitra.
5) Mitra melaksanakan kewajiban finansialnya untuk membayar tunai kepada
Pihak ketiga.
6) Mitra membayar cicilan kepada pihak BMT.
Dalam hal ini pihak BMT al-Munawwarah mempunyai alasan tersendiri
mereka menggunakan akad wakalah di dalamnya. Menurut hasil wawancara
dengan Sutanto, SE., hal tersebut disebabkan oleh beberapa hal, yaitu;
a) Masih kurangnya sumber daya manusia yang terdapat pada BMT al-
Munawwarah
b) Kurangnya jaringan kerjasama dengan pihak lain
c) Belum meluasnya BMT di masyarakat luas tidak seperti bank.35
Dalam proses pembayaran angsuran, Mitra dapat memilih dengan 3
pilihan sesuai dengan kemampuannya, yaitu secara harian, mingguan atau
bulanan. Bersama pembayaran angsuran pembiayaan dan ujrah, secara rutin Mitra
diwajibkan menyetorkan simpanan PYD (Pembiayaan yang Diberikan) dan
bersedia dengan sukarela memberikan infaq melalui Baitul-Maal.
Dalam pelunasan pembiayaan, terdapat Mitra yang membayarnya lebih
cepat maupun lebih lama, tergantung kepada kebutuhan dan kemampuan Mitra
dalam membayarnya. Menurut Dr. Hasanudin, M.Ag, bagi nasabah yang
mempercepat pembayaran pelunasannya tidak ada pemotongan, tetap membayar
100% dari angsurannya. Hanya saja terkadang terdapat lembaga keuangan syariah
yang memberikan pemotongan untuk nasabahnya sesuai dengan kebijakan
perusahaan. Dalam hal ini dibolehkan.36
Nasabah yang melakukan pelunasan pembayaran tepat waktu atau lebih
cepat dari waktu yang telah disepakati sering meminta kepada lembaga keuangan
syariah untuk memberikan potongan dari total kewajiban pembayarannya.
Potongan pelunasan ini tidak disepakati diawal akad dan besarnya diserahkan
kepada kebijakan dan pertimbangan LKS.
35 Sutanto, SE., Kepala Bagian Operasional, Wawancara Pribadi, Pamulang, 15 September
2008
36 Dr. Hasanudin, M.Ag, Wakil Sekretaris DSN MUI Badan Pelaksana Harian, Wawancara
Pribadi, Jakarta, 19 November 2008
B. Ketepatan Penggunaan Akad dalam Pembiayaan Multijasa
Sejalan dengan berkembangnya lembaga keuangan syariah di Indonesia,
maka diperlukan suatu lembaga yang dapat mengontrol dan mengawasi jalannya
lembaga keuangan syariah tersebut. Oleh karena itu MUI (Majelis Ulama
Indonesia) membentuk DSN (Dewan Syariah Nasional) pada tahun 1997.
Fungsi utama Dewan Syariah Nasional adalah mengawasi produk-produk
lembaga keuangan syariah agar sesuai dengan syariat Islam.37
Dalam
menjalankan fungsinya DSN membuat fatwa bagi produk-produk yang
dikembangkan oleh lembaga keuangan syariah, baik bank syariah, maupun
lembaga-lembaga lain.
Dalam memenuhi kebutuhan nasabah, terkadang terjadi kesulitan bagi
lembaga keuangan syariah. Seperti kasus bila ada seorang nasabah mengajukan
pembiayaan untuk menutupi biaya kebutuhan yang mendesak karena pada saat itu
nasabah belum mempunyai dana. melihat dana sosial di BMT tidak
memungkinkan untuk menggunakan akad Qardhul Hasan, karena dana yang ada
tinggal dana tamwil yang harus memberikan bagi hasil untuk para penyimpan
dana. Sementara jika tidak diberi pinjaman, maka persoalan Mitra tidak akan
37 Muhammad Syafi’I Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, Jakarta: Gema Insani
Press, 2001) Cet. Pertama, h.32
terpecahkan. Sehingga dalam kondisi demikian beberapa BMT menggunakan
akad ijarah.
Melihat hal tersebut, maka perlu ditetapkan suatu fatwa untuk
menyelesaikan persoalan tersebut. Pada tahun 2004, DSN menetapkan fatwa
tentang pembiayaan multijasa dengan No. 44/DSN-MUI/VII/2004. Meski sudah
sekitar satu tahun diluncurkan Dewan Syariah Nasional (DSN) namun masih
belum banyak praktisi baitulmal wattamwil (BMT) mengenal fatwa tersebut dan
belum berani mengeluarkan pembiayaan tersebut. Anggota DSN, Mohamad
Hidayat, mengakui DSN memang lebih banyak membina bank syariah sehingga
sosialisasi ke BMT kurang. Namun dia meyakinkan bahwa bank-bank syariah
sudah mengetahui fatwa itu.38
Hal itu mengakibatkan BMT amat berhati-hati menyalurkan pembiayaan
yang sifatnya personal tersebut. Akad ijarah berarti nasabah memberikan komisi
pada BMT atas jasa pembayaran. Namun yang terjadi biasanya nasabah sendiri
yang melakukan jasa pembayaran. Karena itu perlu dipikirkan untuk
menggunakan akad wakalah (perwakilan). BMT yang memberikan pembiayaan
multijasa dengan ijtihad beberapa BMT.
Dalam aplikasinya seperti yang sudah dijelaskan bahwa BMT al-
Munawwarah selain menggunakan akad ijarah, BMT juga menggunakan akad
38 Republika Online, “Fatwa Akad Multijasa Perlu Disosialisasikan”, artikel diakses pada 3
Maret 2008 dari www.detail_headline.com
wakalah sebagai solusi agar tetap dapat melayani kebutuhan para Mitranya.
Wakalah adalah penyerahan, pendelegasian atau pemberian mandat.39
Dengan
demikian, pembayaran dilakukan sendiri oleh Mitra kepada pihak ketiga dan
dananya berasal dari BMT.
Dari penggunaan akad wakalah, menurut Drs. Agustianto, M.Ag,
mekanisme proses akad di BMT dengan produk multijasa yang mengunakan akad
wakalah sangat tidak tepat. Karena obyek yang diwakilkan bertolak belakang
dengan kedaaan riil yang terjadi. Jika BMT mewakilkan kepada nasabah, berarti
BMT itu yang ingin kuliah. Jika akad wakalah ingin digunakan dalam transaksi
tersebut, harus ada akad yang mendahuluinya, seperti akad ijarah. Namun akad
wakalah tidak dapat digunakan dalam akad ijarah yang di mana objeknya adalah
manfaat atas jasa. Ijarah dalam pembiayaan multijasa adalah jasa BMT dalam
pelayanan menalangi pelunasan biaya kuliah sejumlah tententu. Oleh karena
BMT berjasa menyelesaikan biaya kuliah nasabah, maka nasabah diminta untuk
membayar fee atas jasa yang dilakukan BMT yang telah menyelesaikan paket
pembayaran uang kuliah. Menurut beliau, seharusnya BMT hanya menggunakan
akad ijarah saja, tidak perlu diwakilkan, karena tidak jelas apa objek yang
diwakilkan.40
39 Syafi’I Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, h.120
40 Agustianto, Sekjen IAEI (Ikatan Ahli Ekonomi Islam) Jakarta, Wawancara Pribadi,
Ciputat, 27 Oktober 2008
Hanya saja menurut Drs. Agustianto, M.Ag, akad ijarah ini rawan kepada
praktik riba, karena bentuk pembiayaan tersebut bersifat sosial. Seharusnya di
masa depan, pembiayaan untuk jasa dananya berasal dari zakat, infaq sedeqah
atau waqaf yang kesemuanya merupakan akad tabarru’, bukan akad bisnis, yang
tujuannya untuk mencari keuntungan. Adanya pembebanan ujrah (fee) dalam
transaksi itu, meskipun tidak didasarkan persentase, tetapi kenyataannya biaya
tersebut menjadi keuntungan (pendapatan) LKS. Dengan demikian, yang menjadi
solusi ideal di masa depan untuk pembiayaan multijasa ialah akad qardh yang
sumber dananya dari ZISWAF. Bukan akad ijarah yang penuh rekayasa.41
Objek ijarah dibagi menjadi dua, yaitu
1. Ijarah benda, yaitu sewa-menyewa rumah, toko, dan lain-lain yang sesuai
dengan syara’.
2. Ijarah pekerjaan, yaitu dengan cara memperkerjakan seseorang untuk
melakukan suatu pekerjaan. Seperti buruh bangunan, tukang jahit, tukang
sepatu, dan lain-lain yang bersifat kelompok serikat.
Menurut para ulama fikih, objek ijarah terhadap nilai tukar atau uang
karena menyewakan hal tersebut berarti menghabiskan materinya. Menyewakan
uang cenderung kepada adanya kelebihan pada barang ribawi yang cenderung
kepada riba yang jelas diharamkan.
41 Ibid
Dengan demikian, aplikasi dalam pembiayaan multijasa dengan akad
ijarah seperti yang sudah dijelaskan di atas yang dilakukan oleh BMT al-
Munawwarah tidak tepat karena hal ini rawan dengan praktek riba, penuh
rekayasa. Objek yang digunakan pada BMT al-Munawwarah dalam hal ini adalah
uang karena pihak BMT memberikan dana tersebut kepada nasabah untuk
dibayarkan sendiri dengan menggunakan akad wakalah. Jika akad wakalah ingin
digunakan pada objek sewa jasa, maka BMT harus menggunakan jasa orang lain,
bukan nasabah itu sendiri.
Jika hal tersebut dilakukan sama halnya dengan konvensional di mana
“uang mengembangbiakkan uang” sedangkan dalam syariat Islam uang bukan
suatu komoditi melainkan hanya alat untuk mencapai pertambahan nilai
ekonomis. Selain itu juga dalam fikih muamalah dijelaskan bahwa objek dalam
akad ijarah adalah manfaat atas barang atau jasa. Jasa di sini seperti jasa seorang
karyawan yang telah bekerja pada suatu perusahaan sehingga mereka berhak
memperoleh upah (gaji).
Akad yang sebaiknya digunakan dalam pembiayaan multijasa adalah akad
qardh yaitu LKS memberikan pinjaman kepada nasabah tanpa memungut
imbalan. Jika tidak memungkinkan maka dapat menggunakan akad ijarah. Hanya
saja akad ijarah yang seharusnya dilakukan oleh BMT al-Munawwarah adalah
BMT tidak menyerahkan sejumlah uang kepada nasabah melainkan BMT
memberikan jasa dalam menanggung terlebih dahulu beban nasabah yang
langsung dibayarkan kepada pihak ketiga. Oleh karena itu akad wakalah tidak
dapat digunakan dalam pembiayaan multijasa karena objek pembiayaan multijasa
adalah sewa jasa bukan barang.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dan didukung dengan teori-
teori yang dijadikan landasan dalam memahami permasalahan-permasalahan,
maka kesimpulan yang penulis buat adalah sebagai berikut:
1. Pembiayaan multijasa adalah pembiayaan dalam memenuhi kebutuhan akan
manfaat atas suatu jasa. Dalam prakteknya, produk Pembiayaan Ijarah
Multijasa menggunakan dua akad yaitu akad ijarah dan wakalah, artinya
BMT al-Munawwarah memberikan jasa dalam memenuhi kebutuhan para
Mitra dan memberikan kuasa kepada Mitra (nasabah) untuk membayar kepada
pihak ketiga. Sehingga antara BMT dan pihak ketiga tidak terjadi transaksi
apapun. Dalam proses membayar, Mitra dapat menyicil dengan cara harian,
mingguan atau bulanan yang sesuai dengan kemampuan Mitra. Dari produk
ini BMT al-Munawwarah berhak mendapatkan imbalan dari Mitra (nasabah)
atas jasa yang diberikan dengan kesepakatan diawal dan dinyatakan dalam
bentuk nominal bukan prosentase karena pembiayaan ini bukan ditujukan
untuk pembiayaan produktif, melainkan pembiayaan konsumsi. Ujrah yang
dikenakan pada BMT lebih besar dibandingkan pada bank syariah karena
BMT memerlukan lebih banyak dana untuk menutupi biaya operasionalnya.
2. Pedoman mengenai pembiayaan multijasa yang dibuat oleh Dewan Syariah
Nasional tertuang pada fatwa No. 44/DSN-MUI/VII/2004 yang menjelaskan
bahwa akad yang dapat digunakan adalah akad ijarah atau kafalah. Dalam
aplikasinya di BMT al-Munawwarah, akad ijarah yang diikuti dengan akad
wakalah tidak tepat karena objek pada akad ijarah di sini adalah sewa jasa
namun pada aplikasinya di BMT al-Munawwarah yang dipakai adalah uang
seperti yang sudah dijelaskan di atas. Hal ini tidak sesuai dengan ketentuan
fikih muamalah dan juga fatwa DSN tentang pembiayaan ijarah. Dalam hal
ini akad yang digunakan hanya untuk menghalalkan yang haram dan
mengharamkan yang halal dengan menggunakan akad Islami sedangkan hal
ini tidak ada bedanya dengan konvensional di mana uang dikembangbiakkan
yang mengandung unsur riba. Penggunaan akad ijarah seperti direkayasa
untuk lembaga keuangan memperoleh keuntungan dari nasabahnya mengingat
banyak masyarakat yang membutuhkan pembiayaan ini untuk memenuhi
kebutuhan mereka atas jasa seperti halnya untuk pendidikan.
B. Saran
Setelah penjelasan-penjelasan di atas, maka penulis memberikan beberapa
saran, yaitu:
1. Pada pembiayaan multijasa akad yang sebaiknya digunakan adalah akad
qardh, yaitu transaksi pinjaman murni berupa uang tunai atau alat tukar
lainnya dari pemilik dana (dalam hal ini LKS) dan peminjam hanya
berkewajiban mengembalikan pokok utangnya saja pada waktu tertentu di
masa datang. Pemberi pinjaman juga dibolehkan untuk membebani biaya jasa
pengadaan pinjaman namun biaya ini bukan merupakan keuntungan bagi LKS
melainkan hanya sebagai biaya aktual yang dikeluarkan seperti biaya sewa
gedung, biaya gaji karyawan dan peralatan kantor dan biaya ini tidak boleh
dibuat proporsional terhadap jumlah pinjaman. Besarnya biaya tersebut tidak
lebih dari 2,5 persen.
2. BMT al-Munawwarah lebih meningkatkan dana sosial agar Mitra yang tidak
mampu sekalipun dapat mengajukan pembiayaan yang sama namun tidak
dipungut imbalan apapun. Sehingga tidak hanya nasabah yang mampu saja
yang dapat menikmati produk ini. Hal ini dapat menciptakan keadilan bagi
setiap lapisan masyarakat.
3. BMT al-Munawwarah lebih memperluas jaringannya ke lembaga-lembaga
seperti lembaga pendidikan, lembaga kesehatan dan lembaga lain sehingga
BMT dalam memenuhi kebutuhan Mitra (nasabah) atas suatu jasa dapat
menggunakan akad kafalah yaitu penanggung (dalam hal ini BMT) memenuhi
kewajiban pihak kedua (nasabah) kepada pihak ketiga.
4. Dewan Syariah Nasional lebih meningkatkan perhatian kepada lembaga
keuangan syariah selain bank. Dalam membuat pedoman harus juga melihat
kemampuan semua LKS. Hal ini agar semua LKS baik bank maupun non
bank dapat mengikuti pedoman tersebut tanpa merasa terbebani.
5. Dewan Syariah Nasional mempertimbangkan lagi akad ijarah dalam fatwa
pembiayaan multijasa karena hal ini tidak sesuai dengan fikih muamalat.
6. Fatwa Dewan Syariah Nasional harus lebih mensosialisasikan atau
memperkenalkan pada semua pihak, baik LKS maupun masyarakat luas agar
tidak ada pihak yang dibohongi akibat ketidaktahuan mereka.
DAFTAR PUSTAKA
al-Quran dan terjemahan
Buku-buku
Antonio, Muhammad Syafi’i. Bank Syariah dari Teori ke Praktik, cet.I. Jakarta:
Gema Insani Press, 2001.
Anwar, Syamsul. Hukum Perjanjian Syariah Studi Tentang Teori akad dalam Fikih
Muamalat, ed.I. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2007.
Arifin, Zainul. Dasar-dasar Manajemen Bank Syariah, cet.IV, ed.IV. Jakarta:
Pustaka Alvabet, 2006.
Ascarya. Akad dan Produk Bank Syariah, ed.I. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada,
2008.
Ash Shiddieqy, Teungku Muhammad Hasbi. Hukum-hukum Fiqh Islam Tinjauan
Antar Mazhab, cet.II. Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 2001.
Dewi, Gemala, dkk. Hukum Perikatan Islam di Indonesia, cet.II, ed.I. Jakarta:
Kencana, 2006.
Hasan, M. Ali. Berbagai Macam Transaksi dalam Islam (Fiqh Muamalat), cet.II,
ed.I. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. 2004.
Hermansyah. Hukum Perbankan Nasional Indonesia Ditinjau Menurut Undang-
undang No. 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan Sebagaimana Telah Diubah
dengan Undang-undang No. 10 Tahun 1998, dan Undang-undang No. 23
Tahun 1999 jo. Undang-undang No. 3 Tahun 2004 Tentang Bank Indonesia,
cet.III, ed. Revisi. Jakarta: Kencana, 2007.
Isa bin Saurah, Abu Isa Muhammad. Sunan al-Tirmidzi. Bairut: Darul Fikr, 1994.
Kamil, Ahmad dan Fauzan, M. Kitab Undang-undang Hukum Perbankan dan
Ekonomi Syariah, cet.I, ed.I. Jakarta: Kencana, 2007.
Karim, Adiwarman A. Bank Islam Analisia Fiqih dan Keuangan, cet.I, ed.I. Jakarta:
IIIT Indonesia, 2003.
Koentjaraningrat. Metode-metode Penelitian Masyarakat, cet.XIV, ed.III. Jakarta:
PT. Gramedia Pustaka Utama, 1997.
. Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, ed.III. Jakarta: PT. RajaGrafindo
Persada, 2007.
Lathif, Ah. Azharudin. Fiqh Muamalat. Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005.
Mas’adi, Ghufron A. Fiqh Muamalah Kontekstual, cet.I, ed.I. Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada, 2002.
Muhammad, Manajemen Pembiayaan Bank Syariah. Yogyakarta: UPP AMP YKPN,
T.tn.
. Manajemen Dana Bank Syariah, cet.V, ed.I. Yogyakarta: Ekonisia, 2005.
Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif, cet.XV. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2001.
Nazir, Muhammad. Metode Penelitian, cet.III. Jakarta: Ghalia Indonesia, 1998.
Porwadarminto, W.J.S. Kamus Umum Bahasa Indonesia, cet.V. Jakarta: Balai
Pustaka, 1987.
Rifai, Moh. Konsep Perbankan syari’ah. Semarang: CV. Wicaksana, 2002.
Sabiq, Sayyid. Fiqh Sunnah 13, cet.VI. Penerjemah Kamaluddin A. Marzuki.
Bandung: PT. al-Ma’arif, 1999.
Singarimbun, Masri dan Effendi, Sofian. Metode Penelitian Survai, ed.revisi. Jakarta:
LP3ES, 1989.
Suhendi, Hendi. Fiqh Muamalah Membahas Ekonomi Islam Kedudukan Harta, Hak
Milik, Jual Beli, Bunga Bank dan Riba, Musyarakah, Ijarah, Mudayanah,
Koperasi, Asuransi, Etika Bisnis dan Lain-lain, ed.III. Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada, 2007.
Suryabrata, Sumadi. Metodologi Penelitian, cet.XVI, ed.II. Jakarta: PT.
RajaGrafindo, 2004.
Institusi
Briefcase Book Edukasi Profesional Syariah. Sistem dan Mekanisme Pengawasan
Syariah, cet.I. Jakarta: Renaisan, 2005.
Dewan Syariah Nasional (DSN) Majelis Ulama Indonesia (MUI). Himpunan Fatwa
Dewan Syari’ah Nasional MUI, ed.revisi. Ciputat: CV. Gaung Persada, 2006.
Pusat Komunikasi Ekonomi Syariah (PKES). Materi Dakwah Ekonomi Syariah,
Jakarta: PKES (Pusat Komunikasi Ekonomi Syariah), t.th.
Tim Pengembangan Perbankan Syariah Institut Bankir Indonesia.Konsep, Produk dan
Implementasi Operasional bank Syariah. Jakarta: Djambatan, 2001.
Internet
Anshori, Isa. “Kafalah, Jaminan dalam Konsep Fikih dan Aplikasinya dalam
Perbankan Syariah”. Artikel diakses pada 4 September 2008 dari
www.fai.uhamka.ac.id
Bank Indonesia. “Kodifikasi Produk Perbankan Syariah”. Artikel diakses pada 22
Maret 2008 dari www.d-bes.net
BMT Al-Munawwarah. “Sharia Microfinance”. Artikel diakses pada 03 Maret 2008
dari www.bmtalmunawwarah.com
ISM. “BNI Syariah Luncurkan Multijasa iB”. Artikel diakses pada 4 September 2008
dari www.niriah.com
Republika Online, “Fatwa Akad Multijasa Perlu Disosialisasikan”, artikel diakses
pada 3 Maret 2008 dari www.detail_headline.com
Serambi Indonesia. “Hukum Transaksi Pembiayaan Multijasa”. Artikel diakses pada
4 September 2008 dari www.serambinews.com
Wawancara
Wawancara Pribadi dengan Sutanto. Pamulang. 15 September 2008.
Wawancara Pribadi dengan Agustianto. Ciputat. 27 Oktober 2008.
Karya Ilmiah
Hajar, Siti. “BMT al-Munawwarah dan Pemberdayaan Ekonomi Umat (studi kasus
BMT al-Munawwarah Pamulang).” Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum
Universitas Islam Negeri Jakarta, 2005.
Hasana, Nurul. “Praktek Pembiayaan Murabahah pada Perbankan Syariah (Studi
Kasus BSM dan BMI cabang Bogor).” Tesis S2 Fakultas Studi Ekonomi
Islam, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2007.
Isnaini, Desi. “Aplikasi Produk Gadai di Perbankan Syariah (Studi Tentang Akad
Rahn dan Ijarah Pada Bank Syariah Mandiri).” Tesis S2 Fakultas Studi
Ekonomi Islam, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2004.
Sari Juniati, Puspita. “Konsep dan Aplikasi Ijarah dan IMBT (studi kasus di BPRS
Harta Insan Karimah, Ciledug).” Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum
Universitas Islam Negeri Jakarta, 2006.
Suhaemah. “Ijarah dalam Sistem Perbankan Syari’ah di Indonesia dan Malaysia
(Suatu Studi Perbandingan).” Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum
Universitas Islam Negeri Jakarta, 2006.
Wijaya, Yudho Adi. “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembiayaan pada Lembaga
Keuangan Mikro Syariah (Studi Kasus: BMT Daarut Tauhid).” Tesis S2
Fakultas Ekonomi Timur Tengah Universitas Indonesia Jakarta, 2007.
Zahruddien. “Aplikasi Konsep Ijarah Terhadap Jasa Pelayanan pada Koperasi Maju
Bersama Kec. Bekasi Selatan Kab. Bekasi.” Skripsi S1 Fakultas Syariah dan
Hukum Universitas Islam Negeri Jakarta, 2007.
BERITA WAWANCARA
Nama : Sutanto, S.E.
Jabatan : Kepala Bagian Operasional
Tempat : BMT al-Munawwarah
Tanggal : 15 September 2008
1. Apa itu produk pembiayaan ijaroh multijasa dan diperuntukan untuk kebutuhan
apa?
Pembiayaan ijaroh multijasa adalah produk pembiayaan dalam memenuhi
kebutuhan akan manfaat akan suatu jasa. Produk ini diperuntukan bagi Mitra
yang terkendala dalam membayar biaya pendidikan, biaya sewa tempat usaha
atau tinggal atau biaya pengobatan karena keterbatasan dana jika dibayarkan
sekaligus.
2. Kapan pembiayaan ijaroh multijasa diluncurkan?
Pembiayaan ijaroh multijasa diluncurkan pada tanggal 28 April 2006.
3. Apa yang melatarbelakangi diluncurkannya pembiayaan ijaroh multijasa?
Pembiayaan ijaroh multijasa dilatarbelakangi oleh kebutuhan Mitra akan
manfaat akan suatu jasa. Seringnya Mitra yang datang meminta pembiayaan
untuk biaya pendidikan maupun biaya lainnya yang berupa jasa. Oleh sebab itu
BMT al-Munawwarah mengeluarkan produk pembiayaan ini disamping telah
keluarnya fatwa DSN tentang Pembiayaan Multijasa.
4. Berapa jumlah Mitra pembiayaan ijaroh multijasa sampai saat ini?
Sampai saat ini jumlah Mitra pembiayaan multijasa adalah sebanyak 78 orang
dengan jumlah rekeningnya 107. Hal ini karena ada sebagian Mitra yang
menggunakan pembiayaan multijasa lebih dari satu kali.
5. Bagaimana BMT al-Munawwarah menganalisis Mitra yang mengajukan
pembiayaan ijaroh multijasa?
Sama saja dengan menganalisis pembiayaan yang lain, yang berbeda hanya
pada saat realisasi BMT meminta kwitansi bukti pembayaran Mitra kepada
suatu lembaga yang sesuai dengan kesepakatan.
6. Bagaimana aplikasi pembiayaan ijaroh multijasa di BMT al-Munawwarah?
Aplikasi pembiayaan multijasa yaitu BMT menyerahkan uang sebesar yang
dibutuhkan Mitra dan memberikan kuasa kepada Mitra untuk membayar kepada
pihak ketiga yang dalam hal ini adalah lembaga yang diajukan Mitra. Setelah itu
maka Mitra harus menyerahkan kwitansi atau bukti pembayaran tersebut kepada
BMT karena itulah pegangan bagi BMT. Dalam hal ini akad yang digunakan
adalah akad wakalah dan akad ijarah, yaitu Mitra mewakili BMT untuk
membayar kebutuhan Mitra dengan didasari kepercayaan. Atas pembiayaan
tersebut BMT menerima ujrah atau upah dari Mitra. Penggunaan akad wakalah
ini disebabkan karena keterbatasan sumber daya manusia dimiliki oleh BMT,
kurangnya jaringan kerja sama dengan pihak lain tidak seperti halnya dengan
Bank yang sudah dikenal luas di kalangan masyarakat sehingga untuk
menggunakan akad kafalah cukup sulit.
7. Bagaimana cara pembayaran atau pelunasan Mitra ijaroh pembiayaan multijasa?
Dalam pembayarannya secara angguran dalam tiga pilihan, yaitu perhari,
perminggu atau perbulan. Jumlah pembayaran angguran yang dibayarkan Mitra
ditambah dengan setoran simpanan Pembiayaan yang Diberikan (PYD), infaq
melalui baitul-maal dan ujrah.
8. Bagaimana perkembangan pembiayaan ijaroh multijasa pada awal
peluncurannya?
Perkembangan pembiayaan multijasa selama bulan april 2006 sampai 2008
mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Dilihat dari jumlah Mitra yang
semakin bertambah.
9. Apakah pembiayaan ijaroh multijasa memberikan pengaruh terhadap
pendapatan BMT al-Munawwarah?
Jelas pembiayaan multijasa cukup memberikan pengaruh terhadap pendapatan
BMT dari ujrah atau upah yang dihasilkan. Tiap tahun jumlah ujrah yang
diterima dari pembiayaan multijasa mengalami peningkatan.
Pamulang, 29 Oktober 2008
Pihak BMT al-Munawwarah
Sutanto, S.E.
BERITA WAWANCARA
Nama : Drs. Agustianto, M.Ag
Jabatan : Sekjen IAEI (Ikatan Ahli Ekonomi Islam) Jakarta,
Dosen Fiqh Muamalah Ekonomi Islam Program Pasca Sarjana
(S2) di Universitas Indonesia, Universitas Azzahra, Universitas
Trisakti, Universitas Paramadina, serta Dosen Program Sarjana
(S1) di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Tempat : Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tanggal : 27 Oktober 2008
1. Bagaimana menurut Bapak tentang aplikasi pembiayaan multijasa yang
dilakukan oleh BMT al-Munawwarah yang menggunakan akad wakalah dan
ijarah?
Mekanisme proses akad di BMT dengan produk multijasa dengan menggunakan
akad wakalah sangat tidak tepat. Karena obyek yang diwakilkan bertolak
belakang dengan kedaaan riil yang terjadi. Jika BMT mewakilkan kepada
nasabah, berarti BMT itu yang ingin kuliah. Jika akad wakalah ingin digunakan
dalam transaski tersebut, seharusnya ada akad yang mendahuluinya, seperti
akad ijarah. Ijarah dalam hal ini adalah jasa BMT dalam menalangi pelunasan
biaya kuliah sejumlah tententu, Oleh karena BMT berjasa menyelesaikan biaya
kuliah nasabah, maka nasabah diminta untuk membayar fee atas jasa yang
dilakukan BMT yang telah menyelesaikan paket pembayaran uang kuliah.
2. Apa solusi untuk BMT al-Munawwarah dalam menjalankan pembiayaan
multijasa?
BMT al-Munawwarah seharusnya menggunakan akad ijarah saja dalam
mekanisme pada produk pembiayaan multijasa, tidak perlu diwakilkan sebab
dalam penggunaan akad wakalah tidak tepat. Dalam akad wakalah, objek apa
yang diwakilkan dalam akad ijarah.
Hanya saja akad ijarah ini rawan kepada praktik riba, karena bentuk
pembiayaan tersebut bersifat sosial. Seharusnya di masa depan, pembiayaan
untuk jasa dananya berasal dari zakat, infaq sedeqah atau waqaf yang
kesemuanya merupakan akad tabarru’, bukan akad bisnis, yang tujuannya
untuk mencari keuntungan. Adanya pembebanan ujrah (fee) dalam transaksi itu,
meskipun tidak didasarkan persentase, tetapi kenyataannya biaya tersebut
menjadi keuntungan (pendapatan) LKS. Dengan demikian, yang menjadi solusi
ideal di masa depan untuk pembiayaan multijasa ialah akad qardh yang sumber
dananya dari ZISWAF. Bukan akad ijarah yang penuh rekayasa.
Namun jika dana ZISWAF yang ada tidak dapat memenuhi kebutuhan nasabah,
maka alternatifnya adalah nasabah meminjam terlebih dulu sejumlah dana ke
BMT untuk keperluannya seperti biaya kuliah, selanjutnya nasabah membayar
cicilan tersebut kepada BMT. Alternatif lain adalah BMT menalangi terlebih
dahulu kewajiban nasabah kepada pihak ketiga, lalu kemudian nasabah
membayar secara menyicil kepada BMT sebesar kewajibannya tersebut dengan
tambahan imbalan yang diberikan kepada BMT karena BMT telah berjasa
menyelesaikan kewajibannya.
Ciputat, 30 Oktober 2008
Drs. Agustianto, M.A