Post on 26-Apr-2018
iv
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur dan sembah sujud penulis panjatkan ke hadirat Allah,
Tuhan Yang Maha Esa, yang selalu melindungi dan melimpahkan rahmat dan
hidayahNya sehingga penulis dapat menyusun skripsi ini dengan judul “Pengaruh
Tehnik Relaksasi Autogenik Terhadap Pemenuhan Kebutuhan Tidur Pada Pasien
Post Operasi di Ruang Teratai RSUD dr Soehadi Prijonegoro Sragen”.
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis banyak mengalami kesulitan dan
hambatan, namun berkat bantuan dari berbagai pihak, maka penulis dapat
menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Untuk itu penulis ingin mengucapkan
terima kasih kepada :
1. Ns. Wahyu Rima Agustin, M.Kep, selaku Ketua STIKes Kusuma Husada
Surakarta yang telah memberikan ijin penyusunan skripsi ini.
2. Ns. Atiek Murharyati, M.Kep selaku Ketua Program Studi S-1 Keperawatan
STIKes Kusuma Husada Surakarta yang telah memberikan ijin penyusunan
skripsi ini.
3. Ns. Anita Istiningtyas, M.Kep selaku Pembimbing Utama yang telah
membimbing dan membantu peneliti dalam menyusun skripsi ini.
4. Ns. Joko Kismanto, S.Kep, selaku Pembimbing Pendamping yang telah
banyak membimbing dan membantu peneliti dalam menyusun skripsi ini.
5. Ns. Wahyuningsih Safitri, M.Kep selaku Penguji yang telah meluangkan
waktu membimbing dan membantu peneliti dalam menyusun skripsi ini.
v
6. dr. Joko Sugeng P, M.Kes selaku Direktur RSUD dr Soehadi Prijonegoro
Sragen yang telah memberikan ijin penyusunan skripsi ini.
7. Seluruh staf pengajar Program Studi S-1 Keperawatan STIKes Kusuma
Husada Surakarta yang telah membantu dan membimbing penulis dalam
penyusunan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih kurang
sempurna. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun
dari pembaca guna kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi
para pembaca, khususnya bagi penulis.
Surakarta, Januari 2016
Penulis
vi
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL i
LEMBAR PENGESAHAN ii
SURAT PERNYATAAN iii
KATA PENGANTAR iv
DAFTAR ISI vi
DAFTAR TABEL viii
DAFTAR GAMBAR ix
DAFTAR LAMPIRAN x
ABSTRAK xi
ABSTRACT xii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 5
1.3 Tujuan Penelitian 6
1.4 Manfaat Penelitian 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Teori 9
2.2 Keaslian Penelitian 30
2.3 Kerangka Teori Penelitian 31
2.4 Kerangka Konsep Penelitian 32
vii
2.5 Hipotesis 32
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian 33
3.2 Populasi dan Sampel 33
3.3 Tempat dan Waktu Penelitian 35
3.4 Variabel, Definisi Operasional dan Skala Pengukuran 35
3.5 Alat Penelitian dan Cara Pengumpulan Data 35
3.6 Teknik Pengolahan Data dan Analisa Data 40
3.7 Etika Penulisan 44
BAB IV HASIL PENELITIAN
4.1 Gambaran Umum RSUD Sragen 46
4.2 Hasil Penelitian 47
BAB V PEMBAHASAN
5.1 Karakteristik Responden 53
5.2 Kebutuhan Tidur Sebelum Teknik Relaksasi 57
5.3 Kebutuhan Tidur Sesudah Teknik Relaksasi 59
5.4 Pengaruh Teknik Relaksasi 61
BAB VI PENUTUP
6.1 Simpulan 66
6.2 Saran 67
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
viii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Keaslian Penelitian 30
Tabel 3.1 Variabel, Definisi Operasional, dan Skala Pengukuran 35
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin 48
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Umur 48
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Pendidikan 49
Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Pekerjaan 49
Tabel 4.5 Kebutuhan Tidur Sebelum Teknik Relaksasi 50
Tabel 4.6 Kebutuhan Tidur Sesudah Teknik Relaksasi 50
Tabel 4.7 Pengaruh Teknik Relaksasi 51
ix
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Kerangka Teori 31
Gambar 2.2 Kerangka konsep Penelitian 32
x
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Keterangan
1. Surat Ijin Studi Pendahuluan
2. Surat Ijin Penelitian
3. Surat Keterangan Penelitian
4. Surat Keterangan Penggunaan Kuesioner Penelitian
5. Surat Permohonan Menjadi Responden
6. Surat Pernyataan Menjadi Responden
7. Kuesioner Penelitian
8. Hasil Penelitian
9. Jadwal Penelitian
10. Lembar Konsultasi
PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN
STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA
2016
xi
Agus Supriyanto
Pengaruh Tehnik Relaksasi Autogenik Terhadap Pemenuhan
Kebutuhan Tidur Pada Pasien Post Operasi di Ruang
Teratai RSUD dr Soehadi Prijonegoro Sragen
Abstrak
Pasien post operasi sebagian besar kebutuhan tidurnya tidak terpenuhi
dengan baik. Langkah awal yang diambil perawat kolaborasi dengan dokter.
Perawat dapat melakukan intervensi mandiri untuk mengatasi gangguan tidur
tersebut. Salah satunya dengan tehnik relaksasi autogenik. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui pengaruh tehnik relaksasi autogenik terhadap
pemenuhan kebutuhan tidur pada pasien post operasi.
Metode dalam penelitian ini adalah pre eksperimen dengan one group
pretest and post test design. Sampel yang digunakan 32 pasien post operasi di
Ruang Teratai RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen. Analisis data
menggunakan uji korelasi Wilcoxon.
Hasil dari penelitian ini kebutuhan tidur pasien post operasi sebelum
dilakukan teknik relaksasi autogenik, sebagian besar tidak terpenuhi yaitu
sebanyak 20 responden (62,5%). Sesudah dilakukan teknik relaksasi autogenik,
sebagian besar kebutuhan tidur pasien post operasi berada dalam kategori
terpenuhi yaitu sebanyak 21 responden (65,6%). Hasil uji bivariate
menunjukkan p value = 0,000.
Penelitian ini menyimpulkan bahwa ada pengaruh antara tehnik relaksasi
autogenik terhadap pemenuhan kebutuhan tidur pada pasien post operasi di
Ruang Teratai RSUD dr Soehadi Prijonegoro Sragen.
Kata kunci: tehnik relaksasi autogenik, kebutuhan tidur, post operasi.
Daftar pustaka: 41 (2004-2015).
BACHELOR OF NURSING PROGRAM
SCHOOL OF HEALTH SCIENCES OF KUSUMA HUSADA SURAKARTA
2016
xii
Agus Supriyanto
The Effect of Autogenic Relaxation Technique on the Fulfillment of the Need
to Sleep in Post-Surgical Patients in Teratai Ward at Dr. Soehadi Prijonegoro
Regional Public Hospital of Sragen
Abstract
Most of the need to sleep of post-surgical patients is not well fulfilled. The
initial treatment given by a nurse is collaborating with physician. A nurse is allowed
to carry out self-directed intervention to cope with patients’ sleep disorders and
one of which is using autogenic relaxation technique. This research aims at
investigating the effect of autogenic relaxation technique on the fulfillment of the
need to sleep of post-surgical patients.
This study applied pre-experimental method with one group pre-test and post-
test design. The samples comprised 32 post-surgical patients in Teratai Ward in dr.
Soehadi Prijonegoro Regional Public Hospital of Sragen. The data were analyzed
using Wilcoxon correlational test.
The findings indicate that the need to sleep of most of post-surgical the
patients (20 respondents or 62.5%) before given treatment with autogenic
relaxation technique is mostly unfulfilled. Meanwhile, after given treatment with
autogenic relaxation technique, the need of most of the post-surgical patients (21
respondents or 65.6%) is categorized ‘fulfilled’. The bivariate test results in p
value=0.000.
In conclusion, autogenic relaxation technique contributes to the fulfillment of
the need to sleep in post-surgical patients in Teratai Ward at dr. Soehadi
Prijonegoro Regional Public Hospital of Sragen.
Keywords : autogenic relaxation technique, need to sleep, post-surgical.
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Data World Health Organization (WHO) menunjukkan bahwa selama
lebih dari satu abad perawatan bedah telah menjadi komponen penting dari
perawatan kesehatan di seluruh dunia. Diperkirakan setiap tahun ada 230 juta
operasi utama dilakukan di seluruh dunia, satu untuk setiap 25 orang hidup.
Penelitian di 56 negara dari 192 negara anggota WHO tahun 2004
diperkirakan 234,2 juta prosedur pembedahan dilakukan setiap tahun
berpotensi komplikasi dan kematian. Data WHO menunjukkan komplikasi
utama pembedahan adalah kecacatan dan rawat inap yang berkepanjangan 3-
16% pasien bedah terjadi di negara-negara berkembang. Secara global angka
kematian kasar berbagai operasi sebesar 0,2-10%. Diperkirakan hingga 50%
dari komplikasi dan kematian dapat dicegah di negara berkembang jika
standar dasar tertentu perawatan diikuti. (Hasri, 2012).
Pembedahan atau operasi merupakan suatu tindakan pengobatan yang
menggunakan cara invasif dengan membuka dan menampilkan bagian tubuh
yang akan ditangani (Sjamsuhidayat & Win, 2005). Tindakan operasi banyak
menimbulkan dampak baik biopsikososial maupun spiritual, salah satunya
adalah gangguan tidur. Gangguan tidur merupakan ketidakmampuan pasien
untuk mencukupi kebutuhan tidur baik secara kualitas maupun kuantitas
(Asmadi, 2008). Pasien apabila tidak terpenuhi kebutuhan tidurnya, maka
2
dapat menimbulkan penurunan kemampuan untuk berkonsentrasi, membuat
keputusan, dan berpartisipasi dalam melakukan aktivitas harian, serta
menyebabkan terjadinya peningkatan kepekaan (iritabilitas) (Potter & Perry,
2006).
Data mengenai stimulus yang paling banyak mengganggu tidur pasien di
ruang medikal bedah berdasarkan penelitian Reimer, M.A adalah kesulitan
menemukan posisi yang nyaman (62%) dan rasa sakit atau nyeri (58%),
sedangkan menurut penelitian Nuraini, dkk gangguan tidur pada pasien pasca
operasi disebabkan oleh nyeri (34,5%) (Fahmi,2012). Data pemenuhan
kebutuhan tidur pada pasien post operasi di Ruang Mawar RSUD dr Soehadi
Prijonegoro Sragen sebagian besar terpenuhi yaitu sebanyak (75%).
Sedangkan yang tidak terpenuhi sebanyak (25%) (Sulastri, 2014).
Perawat hadir 24 jam bersama pasien dan memiliki hubungan yang
lebih dekat dengan pasien dibandingkan tenaga kesehatan lain sehingga
perawat tahu betul tentang kondisi pasien. Perawat dapat melakukan
intervensi keperawatan secara mandiri untuk mengatasi gangguan tidur yang
dialami pasien. Intervensi yang dapat dilakukan pada pasien dengan
gangguan tidur antara lain modifikasi lingkungan (menurut preferensi
individu), menggunakan relaksasi, membangun ritual tidur, mengatasi stress
dan kekhawatiran, intervensi farmakologis dan strategi tambahan (Vaughans,
2011). Perawat dapat membantu pasien mengatasi gangguan tidur melalui
pendidikan kesehatan, menciptakan lingkungan yang nyaman, melatih pasien
relaksasi, dan tindakan lainnya. Teknik relaksasi banyak jenisnya, salah
3
satunya adalah teknik relaksasi autogenik. Relaksasi ini mudah dilakukan dan
tidak beresiko. Prinsipnya pasien mampu berkonsentrasi sambil membaca
mantra/doa/dzikir dalam hati seiring dengan ekspirasi udara paru (Asmadi,
2008).
Teknik relaksasi autogenik memberikan efek menenangkan pada tubuh
dan pikiran, dengan mengalihkkan perhatian pasien kepada relaksasi yang
bersumber dari diri sendiri sehingga dapat membuat pasien tidak fokus
merasakan nyeri (Aryanti, 2007). Teknik relaksasi autogenik didasarkan
kepada keyakinan bahwa tubuh berespon pada ansietas yang merangsang
pikiran karena nyeri. Hal utama yang diperlukan dalam pelaksanaan teknik ini
adalah klien dengan posisi yang nyaman, klien dengan pikiran yang
beristirahat, dan lingkungan yang tenang (Asmadi, 2008).
Relaksasi autogenik akan membantu tubuh untuk membawa perintah
melalui autosugesti untuk rileks sehingga dapat mengendalikan pernafasan,
tekanan darah, denyut jantung serta suhu tubuh. Tubuh merasakan
kehangatan, merupakan akibat dari arteri perifer yang mengalami vasodilatasi
sedangkan ketegangan otot tubuh yang menurun mengakibatkan munculnya
sensasi ringan. Perubahan-perubahan yang terjadi selama maupun setelah
relaksasi mempengaruhi kerja saraf otonom. Respon emosi dan efek
menenangkan yang ditimbulkan oleh relaksasi ini mengubah fisiologi
dominan simpatis menjadi dominan sistem parasimpatis (Oberg, 2009).
Penelitian tentang pengaruh teknik relaksasi terhadap intensitas nyeri
pada pasien post operasi fraktur di ruang Irina A BLU RSUP Prof. Dr. R. D.
4
Kandou Manado, menunjukan ada pengaruh teknik relaksasi terhadap
intensitas nyeri pada pasien post operasi fraktur (Nurdin, 2013). Penelitian
tentang pengaruh autogenic training terhadap peningkatan umum pasien
dengan Irritable Bowel Syndrome (IBS) melaporkan bahwa teknik relaksasi
autogenik efektif dalam peningkatan emosi dan kesehatan pasien dengan
Irritable Bowel Syndrome (IBS) (Shinozaki et al, 2009).
Penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas tidur
pasien post operasi laparotomy di ruang rawat inap Rumah Sakit PKU
Muhammadiyah Gombong didapatkan hasil terdapat hubungan antara kualitas
tidur dengan faktor fisiologis, terdapat hubungan antara kualitas tidur dengan
faktor psikologis, dan terdapat hubungan antara kualitas tidur dengan faktor
lingkungan. Faktor psikologi merupakan faktor dominan yang mempengaruhi
kualitas tidur (Nurlela, 2009).
Hasil studi pendahuluan tanggal 11 - 12 Juni 2015 peneliti memperoleh
data dari bagian Rekam Medis RSUD dr Soehadi Prijonegoro Sragen jumlah
operasi tahun 2014 sebanyak 3296 pasien. Jumlah pasien operasi di Ruang
Teratai dari bulan Januari sampai April 2015 sebanyak 99 pasien (Data
Rekam Medik RSUD Sragen, 2015). Hasil wawancara dengan pasien post
operasi di Ruang Teratai didapatkan 3 dari 5 pasien post operasi, kebutuhan
tidurnya tidak terpenuhi dengan baik. Seorang pasien mengatakan semalaman
tidak bisa tidur dan sulit untuk memulai tidur. Seorang pasien juga
mengatakan setelah bangun tidur badan terasa letih dan tidak merasa segar
karena semalaman sebentar sebentar terbangun. Ada juga yang mengatakan
5
ketika tidur sering terbangun dan tidak dapat tidur kembali. Dari hasil
observasi pada pagi hari ditemukan beberapa dari pasien terlihat masih sering
menguap, mata tampak memerah, dan pasien terlihat letih dan tidak
bersemangat. Hasil wawancara dengan beberapa perawat yang bertugas di
Ruang Teratai didapatkan fenomena bahwa perawat jaga ketika dihadapkan
dengan keluhan pasien yang tidak dapat tidur pada pasien post operasi selama
ini kebanyakan langkah awal yang diambil adalah kolaborasi dengan dokter
untuk pemberian obat penenang, masih jarang yang menggunakan teknik
relaksasi. Hal ini dilakukan karena sudah rutinitas sejak lama dan biar pasien
cepat tidur.
Berdasarkan beberapa fenomena diatas maka peneliti merasa tertarik
untuk mengadakan penelitian tentang “ Pengaruh tehnik relaksasi autogenik
terhadap pemenuhan kebutuhan tidur pada pasien post operasi di Ruang
Teratai RSUD dr Soehadi Prijonegoro Sragen.”
1.2 Rumusan Masalah
Pasien post operasi sebagian besar kebutuhan tidurnya tidak terpenuhi
dengan baik. Kebanyakan langkah awal yang diambil perawat kolaborasi
dengan dokter untuk pemberian obat penenang. Padahal perawat dapat
melakukan intervensi keperawatan mandiri untuk mengatasi gangguan tidur
tersebut. Salah satunya dengan tehnik relaksasi autogenik. Berdasarkan uraian
diatas maka rumusan masalah dari penelitian ini adalah “Adakah pengaruh
6
tehnik relaksasi autogenik terhadap pemenuhan kebutuhan tidur pada pasien
post operasi di Ruang Teratai RSUD dr Soehadi Prijonegoro Sragen?”
1.3 Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh
tehnik relaksasi autogenik terhadap pemenuhan kebutuhan tidur pada
pasien post operasi di Ruang Teratai RSUD dr Soehadi Prijonegoro
Sragen.
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dalam penelitian ini adalah untuk:
a. Mendiskripsikan karakteristik responden pada pasien post operasi di
Ruang Teratai RSUD dr Soehadi Prijonegoro Sragen.
b. Mendiskripsikan pemenuhan kebutuhan tidur pada pasien post operasi
sebelum dilakukan tehnik relaksasi autogenik di Ruang Teratai RSUD
dr Soehadi Prijonegoro Sragen
c. Mendiskripsikan pemenuhan kebutuhan tidur pada pasien post operasi
sesudah dilakukan tehnik relaksasi autogenik di Ruang Teratai RSUD
dr Soehadi Prijonegoro Sragen.
d. Menganalisis pengaruh tehnik relaksasi autogenik terhadap pemenuhan
kebutuhan tidur pada pasien post operasi di Ruang Teratai RSUD dr
Soehadi Prijonegoro Sragen.
7
1.4 Manfaat Penelitian
1. Bagi pasien
Hasil penelitian ini diharapkan dapat diterapkan oleh pasien sendiri untuk
mengatasi masalah tidur post operasi sehingga dapat mempersingkat hari
perawatan dan menghemat biaya perawatan.
2. Bagi perawat Ruang Teratai RSUD dr Soehadi Prijonegoro
Hasil penelitian ini diharapkan menjadi pedoman bagi perawat Ruang
Teratai untuk mengatasi masalah tidur pada pasien post operasi dengan
menggunakan teknik relaksasi autogenik.
3. Bagi institusi pendidikan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk menambah
kepustakaan dan pengetahuan tentang teknik relaksasi autogenik yang
merupakan salah satu tindakan mandiri perawat untuk mengatasi
permasalahan tidur pada pasien post operasi.
4. Bagi peneliti lain
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai data dasar
bagi peneliti-peneliti selanjutnya, terkait dengan topik yang masih
berhubungan dengan tehnik relaksasi autogenik dan pemenuhan kebutuhan
tidur pada pasien post operasi.
8
5. Bagi peneliti
Peneliti mendapatkan pengalaman serta keterampilan baru untuk
melaksanakan sebuah penelitian eksperimen sederhana mengenai pengaruh
teknik relaksasi autogenik terhadap pemenuhan kebutuhan tidur pada
pasien post operasi.
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Teori
2.1.1 Teknik Relaksasi
2.1.1.1 Pengertian
Relaksasi merupakan suatu keadaan dimana seseorang merasakan
bebas mental dan fisik dari ketegangan dan stres. Teknik relaksasi
bertujuan agar individu dapat mengontrol diri ketika terjadi rasa
ketegangan dan stres yang membuat individu merasa dalam kondisi yang
tidak nyaman (Potter & Perry, 2006). Relaksasi merupakan langkah
pertama untuk belajar menggunakan perumpamaan, pikiran, dan perasaan
dengan baik (Goldberg, 2007). Relaksasi merupakan kegiatan untuk
mengendurkan ketegangan, pertama-tama ketegangan jasmaniah yang
nantinya akan berdampak pada penurunan ketegangan jiwa (Wiramihardja,
2006).
2.1.1.2 Macam-macam Teknik Relaksasi
Macam-macam teknik relaksasi antara lain:
1. Autogenic Training
Yaitu suatu prosedur relaksasi dengan membayangkan sensasi-sensasi
yang meyenangkan pada bagian-bagian tubuh seperti kepala, dada,
lengan, punggung, ibu jari kaki atau tangan, pantan, pergelangan
tangan. Sensasi-sensasi yang dibayangkan itu sepert rasa hangat, lemas
10
atau rileks pada bagian tubuh tertentu, juga rasa lega karena nafas yang
dalam dan pelan. Sensasi yang dirasakan ini diiringi dengan imajinasi
yang meyenangkan misalnya tentang pemandangan yang indah, danau,
yang tenang dan sebagainya.
2. Progressive Training
Adalah prosedur teknik relaksasi dengan melatih otot-otot yang tegang
agar lebih rileks, terasa lebih lemas dan tidak kaku. Efek yang
diharapkan adalah proses neurologis akan berjalan dengan lebih baik.
Beberapa pendapat ada yang melihat terdapat hubungan tegangan otot
dengan kecemasan, sehingga dengan mengendurkan otot-otot yang
tegang diharapkan tegangan emosi menurun dan demikian sebaliknya.
3. Meditation
Adalah prosedur klasik relaksasi dengan melatih konsentrasi atau
perhatian pada stimulus yang monoton dan berulang (memusatkan
pikiran pada kata atau frase tertentu sebagai fokus perhatiannya),
biasanya dilakukan dengan menutup mata sambil duduk, mengambil
posisi yang pasif dan berkonsentrasi dengan pernafasan yang teratur
dan dalam. Ketenangan diri dan perasaan dalam kesunyian yang
tercipta pada waktu meditasi harus menyisakan suatu kesadaran diri
yang tetap terjaga, meskipun nampaknya orang yang melakukan
meditasi sedang berdiam diri atau terlihat pasif dan tidak bereaksi
terhadap lingkungannya. Relaksasi selain ketiga jenis diatas, juga
dapat menggunakan media aroma, suara, cita rasa makanan, minuman,
11
keindahan panorama alam dan air. Semua itu merupakan teknik
relaksasi fisik/tubuh. (Luthfi Fauzan, 2009).
2.1.2 Teknik Relaksasi Autogenik
Teknik relaksasi autogenik merupakan teknik relaksasi yang
mudah dilakukan dan tidak berisiko. Prinsipnya pasien mampu
berkonsentrasi sambil membaca mantra/doa/dzikir dalam hati seiring
dengan ekspirasi udara paru (Asmadi, 2008).
Relaksasi autogenik merupakan relaksasi yang bersumber dari diri
sendiri dengan menggunakan kata-kata atau kalimat pendek yang bisa
membuat pikiran menjadi tenang (Aryanti, 2007). Luthe mendefinisikan
relaksasi autogenik sebagai teknik atau usaha yang disengaja diarahkan
pada kehidupan individu baik psikologis maupun somatik menyebabkan
perubahan dalam kesadaran melalui autosugesti sehingga tercapailah
keadaan rileks (Kang et al, 2009).
2.1.1.2 Manfaat Teknik Relaksasi Autogenik
Teknik relaksasi dikatakan efektif apabila setiap individu dapat
merasakan perubahan pada respon fisiologis tubuh seperti penurunan
tekanan darah, penurunan ketegangan otot, denyut nadi menurun,
perubahan kadar lemak dalam tubuh, serta penurunan proses inflamasi.
Teknik relaksasi memiliki manfaat bagi pikiran kita, salah satunya untuk
meningkatkan gelombang alfa (α) di otak sehingga tercapailah keadaan
12
rileks, peningkatan konsentrasi serta peningkatan rasa bugar dalam tubuh
(Potter & Perry, 2006).
Teknik relaksasi autogenik mengacu pada konsep baru. Selama ini,
fungsi-fungsi tubuh yang spesifik dianggap berjalan secara terpisah dari
pikiran yang tertuju pada diri sendiri. Teknik relaksasi ini membantu
individu dalam mengalihkan secara sadar perintah dari diri individu
tersebut. Hal ini dapat membantu melawan efek akibat stress yang
berbahaya bagi tubuh. Teknik relaksasi autogenik memiliki ide dasar
yakni untuk mempelajari cara mengalihkan pikiran berdasarkan anjuran
sehingga individu dapat menyingkirkan respon stres yang mengganggu
pikiran (Widyastuti, 2004).
2.1.1.3 Pengaruh Teknik Relaksasi Autogenik Bagi Tubuh
Relaksasi autogenik akan membantu tubuh untuk membawa perintah
melalui autosugesti untuk rileks sehingga dapat mengendalikan
pernafasan, tekanan darah, denyut jantung serta suhu tubuh. Imajinasi
visual dan mantra-mantra verbal yang membuat tubuh merasa hangat,
berat dan santai merupakan standar latihan relaksasi autogenik (Varvogli,
2011).
Sensasi tenang, ringan dan hangat yang menyebar ke seluruh tubuh
merupakan efek yang bisa dirasakan dari relaksasi autogenik. Tubuh
merasakan kehangatan, merupakan akibat dari arteri perifer yang
mengalami vasodilatasi, sedangkan ketegangan otot tubuh yang menurun
mengakibatkan munculnya sensasi ringan. Perubahan perubahan yang
13
terjadi selama maupun setelah relaksasi mempengaruhi kerja saraf
otonom. Respon emosi dan efek menenangkan yang ditimbulkan oleh
relaksasi ini mengubah fisiologi dominan simpatis menjadi dominan
sistem parasimpatis (Oberg, 2009).
2.1.1.4 Hal yang perlu diperhatikan dalam Teknik Relaksasi Autogenik
1. Tidak dianjurkan untuk anak di bawah umur 5 tahun.
2. Tidak dianjurkan untuk individu yang kurang motivasi atau yang
memiliki masalah mental dan emosional yang berat.
3. Individu dengan masalah serius misalnya DM dan atau masalah jantung
harus di bawah pengawasan dokter atau perawat ketika melakukannya.
4. Beberapa pasien dapat mengalami kenaikan tekanan darah atau bahkan
ada yang mengalami penurunan tekanan darah secara tajam, jika merasa
gelisah atau cemas selama atau setelah latihan, atau mengalami efek
samping tidak bias diam, maka harus dihentikan (Setyawati, 2010).
2.1.1.5 Langkah-langkah Teknik Relaksasi Autogenik
Langkah-langkah pelaksanaan teknik relaksasi autogenik sebagai berikut.
1. Persiapan sebelum memulai latihan
a. Tubuh berbaring, kepala disanggah dengan bantal, dan mata terpejam
b. Atur napas hingga napas menjadi lebih lentur
14
c. Tarik napas sekuat-kuatnya lalu buang secara perlahan-lahan sambil
katakan dalam hati “ aku merasa damai dan tenang “
2. Langkah pertama: Merasakan berat
a. Fokuskan perhatian pada lengan dan bayangkan kedua lengan terasa
berat. Selanjutnya, secara perlahan-lahan bayangkan kedua lengan
terasa kendur, ringan hingga terasa sangat ringan sekali sambil
katakan “ aku merasa damai dan tenang sepenuhnya”.
b. Lakukan hal yang sama pada bahu, punggung, leher dan kaki
3. Langkah kedua: Merasakan kehangatan
Bayangkan darah mengalir ke seluruh tubuh dan rasakan hangatnya
aliran darah, seperti merasakan minuman yang hangat, sambil
mengatakan dalam diri “aku merasa tenang dan hangat”
4. Langkah ketiga: Merasakan denyut jantung
a. Tempelkan tangan kanan pada dada kiri dan tangan kiri pada perut
b. Bayangkan dan rasakan jantung berdenyut dengan teratur dan tenang
sambil katakan “jantungku berdenyut dengan teratur dan tenang”
c. Ulangi 6 kali
d. Katakan dalam hati “aku merasa damai dan tenang “
15
5. Langkah keempat: Latihan pernapasan
a. Posisi kedua tangan tidak berubah
b. Katakan dalam diri “napasku longgar dan tenang”
c. Ulangi 6 kali
d. Katakan dalam hati “aku merasa damai dan tenang”
6. Langkah kelima: Latihan Abdomen
a. Posisi kedua tangan tidak berubah
b. Rasakan pembuluh darah dalam perut mengalir dengan teratur dan
terasa hangat
c. Katakan dalam diri “darah yang mengalir dalam perut terasa hangat”
d. Ulangi 6 kali
e. Katakan dalam hati “aku merasa damai dan tenang”
7. Langkah keenam: Latihan Kepala
a. Kedua tangan kembali pada posisi awal
b. Katakan dalam hati “kepalaku terasa benar-benar dingin”
16
8. Langkah ketujuh: Akhir latihan
Mengakhiri latihan relaksasi autogenik dengan melekatkan
(mengepalkan lengan bersamaan dengan napas dalam, lalu buang napas
pelan-pelan sambil membuka mata (Asmadi, 2008).
2.1.2 Konsep Tidur
2.1.2.1 Pengertian
Tidur dikarakteristikkan dengan aktifitas fisik yang minimal, tingkat
kesadaran yang bervariasi, perubahan proses fisiologis tubuh, dan
penurunan respons terhadap stimulus eksternal. Hampir sepertiga dari
waktu kita, kita gunakan untuk tidur. Hal tersebut didasarkan pada
keyakinan bahwa tidur dapat memulihkan atau mengistirahatkan fisik
setelah seharian beraktivitas, mengurangi stress dan kecemasan, serta
dapat meningkatkan kemampuan dan konsenterasi saat hendak
melakukan aktivitas sehari-hari (Perry & Potter, 2006).
Tidur merupakan kondisi tidak sadar dimana individu dapat
dibangunkan oleh sesuatu atau sensoris yang sesuai atau juga dapat di
katakan sebagai keadaan tidak sadarkan diri yang relatif, bukan hanya
keadaan penuh ketenangan tanpa kegiatan, tetapi lebih merupakan suatu
urutan siklus berulang, dengan ciri adanya dengan aktivitas yang minim,
memiliki kesadaran yang bervariasi, terdapat perubahan proses fisiologis
17
dan terjadi penurunan respon terhadap rangsangan dari luar (Hidayat,
2008).
Tidur merupakan suatu keadaan tidak sadar dimana persepsi dan
reaksi individu terhadap lingkungan menurun atau hilang, dan dapat
dibangunkan kembali dengan indera atau rangsangan yang cukup. Tidur
ditandai dengan aktivitas fisik minimal, tingkat kesadaran yang
bervariasi, terjadi perubahan proses fisiologis tubuh serta penurunan
respon terhadap rangsangan dari luar (Asmadi, 2008).
2.1.2.2 Fisiologi Tidur
Fisiologi tidur merupakan pengaturan kegiatan tidur oleh adanya
hubungan mekanisme serebral yang secara bergantian mengaktifkan dan
menekan pusat otak agar dapat tidur dan bangun. Salah satu aktivitas tidur
ini diatur oleh sistem pengaktivasi retikularis yang merupakan sistem yang
mengatur seluruh tingkatan kegiatan susunan saraf pusat termasuk
pengaturan kewaspadaan dan tidur (Hidayat, 2008).
Pusat pengaturan aktivitas kewaspadaan dan tidur terletak dalam
mesensefalon dan bagian atas pons. Reticular Activating System (RAS)
berlokasi pada batang otak teratas. RAS dipercayai terdiri dari sel khusus
yang mempertahankan kewaspadaan dan tidur. RAS juga dapat
memberikan rangsangan visual, pendengaran, nyeri, dan perabaan juga
dapat menerima stimulasi dari korteks serebri termasuk rangsangan emosi
dan proses pikir. Neuron dalam RAS akan melepaskan katekolamin
seperti norepineprin ketika dalam keadaan sadar Demikian juga pada saat
18
tidur, kemungkinan disebabkan adanya pelepasan serum serotonin dari sel
khusus yang berada di pons dan batang otak tengah, yaitu Bulbar
Synchronizing Regional (BSR), sedangkan bangun tergantung dari
keseimbangan impuls yang diterima di pusat otak dan sistem limbik.
Dengan demikian, sistem pada batang otak yang mengatur siklus atau
perubahan dalam tidur adalah RAS dan BSR (Hidayat, 2008).
Orang yang mencoba untuk tertidur akan menutup mata dan berada
dalam posisi relaks. Stimulus ke RAS menurun. Aktivasi RAS akan
menurun jika ruangan gelap dan tenang, sehingga beberapa bagian BSR
mengambil alih yang dapat menyebabkan tidur (Potter&Perry, 2006).
2.1.2.3 Klasifikasi Tidur
Tidur dapat diklasifikasikan ke dalam dua kategori yaitu tidur dengan
gerakan bola mata cepat (Rapid Eye Movement – REM), dan tidur dengan
gerakan bola mata lambat (Non-Rapid Eye Movement – NREM) (Asmadi,
2008).
1. Tidur REM
Tidur REM merupakan tidur dalam kondisi aktif atau tidur paradoksial.
Hal tersebut berarti tidur REM ini sifatnya nyenyak sekali, namun
fisiknya yaitu gerakan kedua bola matanya bersifat sangat aktif. Tidur
REM ditandai dengan mimpi, otot–otot kendur, tekanan darah
bertambah, garakan mata cepat (mata cenderung bergerak bolak–balik),
sekresi lambung meningkat, ereksi penis pada laki–laki, gerakan otot
19
tidak teratur, kecepatan jantung dan pernapasan tidak teratur sering
lebih cepat, serta suhu dan metabolisme meningkat.
Seseorang yang mengalami kehilangan tidur REM akan
menunjukkan gejala – gejala cenderung hiperaktif, kurang dapat
mengendalikan diri dan emosi (emosinya labil), nafsu makan
bertambah, bingung dan curiga.
2. Tidur NREM
Tidur NREM merupakan tidur yang nyaman dan dalam. Pada tidur
NREM gelombang otak lebih lambat dibandingkan pada orang yang
sabar atau tidak tidur. Tanda – tanda tidur NREM antara lain : mimpi
berkurang, keadaan istirahat, tekanan darah turun, kecepatan
pernapasan turun, metabolisme turun, dan gerakan bola mata lambat.
Tidur NREM memiliki empat tahap yang masing – masing tahap
ditandai dengan pola perubahan aktivitas gelombang otak.Keempat
tahap tersebut yaitu :
a. Tahap I
Tahap I merupakan tahap transisi dimana seseorang beralih dari
sadar menjadi tidur. Tahap I tidur NREM ditandai dengan seseorang
merasa kabur dan rileks, seluruh otot menjadi lemas, kelopak mata
menutup mata, kedua bola mata bergerak ke kiri dan ke kanan,
kecepatan jantung dan pernapasan menurun secara jelas, pada EEG
terlihat terjadi penurunan voltasi gelombang – gelombang alfa.
20
Seseorang yang tidur pada tahap I ini dapat dibangunkan dengan
mudah.
b. Tahap II
Merupakan tahap tidur ringan dan proses tubuh terus menurun.
Tahap II ini ditandai dengan kedua bola mata berhenti bergerak, suhu
tubuh menurun, tonus otot berlahan – lahan berkurang, serta
kecepatan jantung dan pernapasan turun dengan jelas. Hasil EEG
memperlihatkan timbul gelombang beta yang berfrekuensi 14 – 18
siklus/detik. Gelombang – gelombang ini disebut dengan gelombang
tidur. Tahap II berlangsung sekitar 10 – 15 menit.
c. Tahap III
Tahap III dari tidur NREM ditandai dengan keadaan fisik lemah
lunglai karena tonus otot lenyap secara menyeluruh. Kecepatan
jantung, pernapasan, dan proses tubuh berlanjut mengalami
penurunan akibat dominasi sistem saraf parasimpatis. Hasil EEG
memperlihatkan perubahan gelombang beta menjadi 1 – 2
siklus/detik. Seseorang yang tidur pada tahap III ini sulit untuk
dibangunkan.
d. Tahap IV
Tahap IV merupakan tahap tidur dimana seseorang berada dalam
keadaan rileks, jarang bergerak karena keadaan fisik yang sudah
lemah lunglai dan sulit dibangunkan. Hasil EEG tampak hanya
terlihat gelombang delta yang lambat dengan frekuensi 1 – 2
21
siklus/detik. Denyut jantung dan pernapasan menurun sekitar 20 –
30%. Pada tahap ini dapat terjadi mimpi. Tahap IV ini dapat
memulihkan keadaan tubuh.
Satu tahap lagi selain keempat tahap diatas yakni tahap V. Tahap
kelima ini merupakan tidur REM dimana setelah tahap IV seseorang
masuk ke tahap V. Hal tersebut ditandai dengan kembali bergeraknya
kedua bola mata yang berkecepatan lebih tinggi dari tahap – tahap
sebelumnya. Tahap V ini berlangsung sekitar 10 menit, dapat pula
terjadi mimpi (Asmadi, 2008).
Seseorang yang mengalami kehilangan tidur NREM akan
menunjukkan gejala – gejala menarik diri, apatis dan respons menurun,
merasa tidak enak badan, ekspresi wajah layu, malas bicara, dan kantuk
yang berlebihan. Seseorang yang kehilangan tidur kedua-duanya, yakni
tidur REM dan NREM akan menunjukkan manifestasi sebagai berikut:
kemampuan memberikan keputusan atau pertimbangan menurun, tidak
mampu untuk konsentrasi (kurang perhatian), terlihat tanda – tanda
keletihan seperti penglihatan kabur, mual dan pusing, sulit melakukan
aktivitas sehari – hari, daya ingat berkurang, bingung, timbul halusinasi,
dan ilusi penglihatan atau pendengaran (Asmadi, 2008).
2.1.2.4 Siklus Tidur
Selama tidur, individu mengalami siklus tidur yang didalamnya terdapat
pergantian antara tahap tidur NREM dan REM secara berulang. Siklus
tidur pada individu dapat diringkas sebagai berikut:
22
1. Pergeseran dari tidur NREM tahap I-III selama 30 menit.
2. Pergeseran dari tidur NREM tahap III ke tahap IV berlangsung selama
20 menit.
3. Individu kembali mengalami tidur NREM tahap III dan tahap II yang
berlangsung selama 20 menit.
4. Pergeseran dari tidur NREM tahap II ke tidur REM. Tidur REM ini
berlangsung selama 10 menit.
5. Pergeseran dari tidur REM ke tidur NREM tahap II.
6. Siklus tidurpun dimulai, tidur NREM terjadi bergantian dengan tidur
REM. Siklus ini normalnya berlangsung selama 1,5 jam dan setiap
orang umumnya melalui 4-5 siklus selama 7-8 jam tidur. (Saputra,
2013).
2.1.2.5 Faktor-faktor yang mempengaruhi tidur
Seseorang bisa tidur maupun tidak dipengaruhi oleh beberapa faktor,
di antaranya sebagai berikut:
1. Penyakit
Seseorang yang mengalami sakit memerlukan waktu tidur lebih
banyak dari normal. Orang yang sedang sakit menjadi kurang tidur
atau tidak dapat tidur.
2. Lingkungan
Pasien yang biasa tidur pada lingkungan yang tenang dan nyaman,
kemudian terjadi perubahan suasana seperti gaduh maka akan
menghambat tidurnya.
23
3. Motivasi
Motivasi dapat mempengaruhi tidur dan dapat menimbulkan keinginan
untuuk tetap bangun dan waspada menahan kantuk.
4. Kelelahan
Seseorang yang mengalami kelelahan dapat memperpendek periode
pertama dari tahap REM.
5. Kecemasan
Pada keadaan cemas seseorang mungkin meningkatkan saraf simpatis
sehingga menganggu tidurnya.
6. Alkohol
Alkohol menekan REM secara normal, seseorang yang tahan minum
alkohol dapat mengakibatkan insomnia dan lekas marah.
7. Obat-obatan
Beberapa jenis obat yang dapat menimbulkan gangguan tidur antara
lain diuretik, anti depresan, kafein, beta bloker, dan narkotika
(Tarwoto dan Wartonah, 2015).
2.1.2.6 Kebutuhan Tidur pada Setiap Tahap Perkembangan
Kebutuhan tidur setiap tahap perkembangan/usia adalah sebagai
berikut:
1. Bayi Baru Lahir (Umur 0-1 bulan).
Tidur 14–18 jam sehari, pernapasan teratur, gerak tubuh sedikit, 50%
tidur NREM, banyak waktu tidurnya dilewatkan pada tahap III dan IV
tidur NREM. Setiap siklus sekitar 45-60 menit.
24
2. Bayi (Umur 1-12 Bulan).
Tidur 12-14 jam sehari, 20-30% tidur REM, tidur lebih lama pada
malam hari dan punya pola terbangun sebentar.
3. Toddler (Umur 1-3 tahun).
Tidur sekitar 10-11 jam sehari, 25% tidur REM, banyak tidur pada
malam hari, terbangun dini hari berkurang, siklus bangun tidur normal
sudah menetap pada umur 2-3 tahun.
4. Pra Sekolah (Umur 3-6 tahun).
Tidur sekitar 11 jam sehari, 20% tidur REM, periode terbangun kedua
hilang pada umur 3 tahun. Pada umur 5 tahun, tidur siang tidak ada
kecuali kebiasaan tidur sore hari.
5. Usia Sekolah (Umur 6-12 tahun).
Tidur sekitar 10 jam sehari, 18,5% tidur REM. Sisa waktu tidur relatif
konstan.
6. Remaja (Umur 12-18 tahun).
Tidur sekitar 8,5 jam sehari, 20% tidur REM
7. Dewasa Muda (Umur 18-40 tahun).
Tidur sekitar 7-9 jam sehari, 20-25% tidur REM, 5-10% tidur tahap I,
50% tidur tahap II, dan 10-20% tidur tahap III – IV.
8. Dewasa Pertengahan (Umur 40-60 tahun).
Tidur sekitar 7 jam sehari, 20% tidur REM, mungkin mengalami
insomnia dan sulit untuk dapat tidur.
25
9. Dewasa Tua (Umur 60 tahun keatas).
Tidur sekitar 6 jam sehari, 20-25% tidur REM, tidur tahap IV nyata
berkurang kadang–kadang tidak ada. Tahap ini mengalami insomnia
dan sering terbangun waktu tidur malam hari. (Asmadi, 2008).
2.1.2.7 Tindakan Keperawatan Pemenuhan Kebutuhan Tidur
Secara umum tindakan keperawatan untuk memenuhi kebutuhan tidur
pasien antara lain:
1. Tindakan keperawatan mandiri
1) Mengidentifikasi faktor yang mempengaruhi tidur
Faktor yang menyebabkan gangguan tidur bermacam-macam.
Dengan mengidentifikasi faktor tersebut, dapat dilakukan tindakan
untuk mengatasinya sehingga kebutuhan tidur terpenuhi. Contoh
faktor yang mengganggu kebutuhan tidur dan tindakan
keperawatannya adalah sebagai berikut.
a) Perubahan lingkungan
Libatkan pasien dalam pembuatan jadwal aktivitas, berikan
lingkungan yang dapat membuat pasien tenang dan nyaman,
jelaskan dan berikan dukungan kepada pasien agar tidak takut
dan cemas.
b) Insomnia
Kembangkan pola tidur-istirahat yang efektif, anjurkan pasien
untuk mengonsumsi makanan berprotein tinggi sebelum tidur
misal susu, anjurkan pasien untuk tidur pada waktu yang sama,
26
anjurkan pasien hanya tidur pada saat ngantuk, anjurkan pasien
untuk melakukan teknik relaksasi sebelum tidur.
c) Somnambulisme
Berikan keamanan pada pasien dengan melindunginya dari
lingkunga yang tidak aman, misalnya memasang kunci pintu
yang baik, cegah timbulnya cidera misal biarkan keluarga untuk
mendampingi pasien.
d) Enuresia
Anjurkan pasien untuk mengurangi minum beberapa jam
sebelum tidur, anjurkan pasien untuk melakukan pengosongan
kandung kemih sebelem tidur, bangunkan pasien pada malam
hari untuk buang air kecil.
2) Kurangi distraksi lingkungan dan hal-hal yang dapat mengganggu
tidur. Tindakan keperawatannya antara lain tutup pintu kamar pasien,
redupkan atau matikan lampu, pasang gorden/penutup kamar tidur,
anjurkan teman sekamar (misal satu kamar dengan kapasitas pasien
lebih dari satu) untuk dapat juga tidur, anjurkan agar pasien tidak
mengobrol di malam hari, pasang pengaman tempat tidur.
3) Berikan aktivitas pada siang hari dengan memperhatikan kondisi
pasien. Tindakan keperawatannya antara lain buat jadwal aktivitas
yang dapat menolong pasien dan jadwal harus disesuaikan dengan
status kesehatan pasien atau sesuai dengan kebutuhan istirahat dan
27
tidur, usahakan pasien tidak banyak tidur pada siang hari karena jika
banyak tidur pada siang hari, malamnya tidak bisa tidur.
4) Bantu pasien untuk memicu tidur.
Tindakan keperawatannya antara lain bantu pasien melakukan
rutinitas sebelum tidur semaksimal mungkin, anjurkan pasien untuk
membersihkan tempat tidurnya sebelum tidur, anjurkan pasien untuk
melakukan relaksasi sebelum tidur.
5) Kurangi kemungkinan cedera selama tidur
Tindakan keperawatannya antara lain gunakan cahaya lampu malam,
posisikan tempat tidur yang rendah, letakan bel dekat pasien dan
ajarkan pasien bagaimana cara meminta bantuan, jika pasien
terpasang selang drainase, gantungkan di tempat tidur dan ajarkan
bagaimana cara memindahkannya
6) Berikan pendidikan kesehatan dan lakukan rujukan bila diperlukan.
Tindakan keperawatannya antara lain ajarkan rutinitas jadwal tidur di
rumah dengan cara mengatur jadwal bekerja, istirahat, tidur, dan
bangun pada waktunya, ajarkan pentingnya latihan regular kurang
lebih setengah jam tiap tiga kali seminggu untuk menurunkan stress,
jelaskan bahwa obat hipnotik tidak boleh digunakan untuk jangka
waktu yang lama karena berisiko terhadap terjadinya toleransi obat,
apabila gangguan tidur kronis lakukan rujukan segera (Saputra,
2013).
28
2. Tindakan kolaboratif dengan dokter untuk pemberian obat
1) Sedatif hipnotik hanya untuk penggunaan jangka pendek,
penggunaan jangka panjang dapat membuat masalah tidur
memburuk.
2) Benzodiazepines (lebih aman dibandingkan hipnotik dan sedatif)
(Vaughans, 2013).
2.1.3 Kebutuhan tidur pasien post operasi
2.1.3.1 Pengertian
Tidur merupakan kebutuhan yang sangat penting pada pasien post
operasi. Proses biokomia dan biofisika tubuh manusia mempunyai irama
dengan puncak fungsi atau aktifitas yang terjadi dengan pola yang
konsisten dalam siklus sehari-hari. Irama ini apabila terganggu seperti
gangguan pola tidur pada pasien post operasi, maka dapat mempengaruhi
proses biokomia dan biofisika yang dapat menyebabkan penyimpangan
dari norma kehidupan (Hidayat, 2008).
2.1.3.2 Kriteria kebutuhan tidur cukup
Seseorang dikatakan kebutuhan tidurnya sudah cukup apabila sudah
dapat tidur 6-8 jam setiap hari, secara verbal mengatakan dapat lebih rileks
dan lebih segar, serta tidak ada tanda-tanda kekurangan tidur. Tanda-tanda
seseorang mengalami kekurangan tidur antara lain perubahan penampilan
dan perilaku, iritabilitas atau letargi, sering menguap, lingkaran hitam di
sekitar mata, perubahan tingkat aktivitas, kelelahan, mata merah, perasaan
29
mengantuk pada siang hari, tidak konsentrasi, tremor pada tangan, dan
gangguan persepsi (Tarwoto dan Wartonah, 2015). Evaluasi terhadap
masalah kebutuhan tidur dapat dinilai dari kemampuan dalam memenuhi
kebutuhan tidur, baik kuantitatif maupun kualitatif serta kemampuan
dalam melakukan teknik-teknik yang dapat dilakukan untuk mengatasi
gangguan tidur (Saputra, 2013).
Seseorang yang memperoleh periode tidur yang cukup, mereka
merasa tenaganya telah pulih, hal ini diyakini bahwa tidur memberikan
waktu untuk perbaikan dan penyembuhan system tubuh untuk periode
keterjagaan yang berikutnya (Perry & Potter, 2006). Tidur diyakini dapat
memulihkan atau mengistirahatkan fisik setelah seharian beraktivitas.
Tidur juga diyakini dapat mengurangi stres dan menjaga keseimbangan
mental serta emosional, serta meningkatkan kemampuan dan konsentrasi
saat melakukan berbagai aktivitas (Saputra, 2013).
2.1.3.3 Tanda dan gejala kebutuhan tidur tidak terpenuhi
Seseorang yang kebutuhan tidurnya tidak terpenuhi memperlihatkan
tanda atau gejala antara lain perubahan penampilan dan perilaku,
iritabilitas atau letargi, sering menguap, lingkaran hitam di sekitar mata,
perubahan tingkat aktivitas, kelelahan, mata merah, perasaan mengantuk
pada siang hari, tidak konsentrasi, tremor pada tangan, dan gangguan
persepsi (Tarwoto dan Wartonah, 2015). Pengaruh yang dapat terjadi
akibat tidak terpenuhinya kebutuhan tidur, antara lain individu sering kali
30
iritabel, dan mempunyai kemampuan pengendalian yang buruk terhadap
emosinya (Kozier, 2009).
2.2 Keaslian penelitian
Table 2.1 Keaslian Penelitian
Nama Peneliti Judul Penelitian Metode Hasil Penelitian
Suhartini
Nurdin (2013)
Pengaruh teknik relaksasi
terhadap intensitas nyeri pada
pasien post operasi fraktur di
Ruang Irina A BLU Prof.
Kandou Manado
Metode
Quasi
experiment
dengan uji
paired
sample t-test
Hasil penelitian menunjukan ada
pengaruh teknik relaksasi terhadap
intensitas nyeri pada pasien post
operasi fraktur di ruang Irina A BLU
RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou
Manado. Hasil analisi diperoleh nilai
p = 0,000
(p<0,05).
Ummami
Vanesa Indri
(2014)
Hubungan hubungan antara
nyeri, kecemasan dan
lingkungan dengan kualitas tidur
pasien post operasi apendisitis di
ruang Dahlia RSUD Arifin
Achmad Provinsi Riau.
Metode cross
sectional
dengan uji
chi- square
Hasil uji statistik dengan
menggunakan uji chisquare
diperoleh nilai p value = 0,000 yang
berarti nilai (p ) sehingga Ho
ditolak yang artinya ada hubungan
yang bermakna antara kecemasan
dengan kualitas tidur pada pasien
post operasi apendisitis.
Siti Nurlela
(2009)
Faktor - faktor yang
mempengaruhi kualitas tidur
pasien post operasi laparatomi di
RS PKU Muhammadiyah
Gombong.
Metode
survey
dengan
pendekatan
cross
sectional
Adanya hubungan antara faktor
fisiologis, psikologis, dan
lingkungan dengan kualitas tidur
pasien post operasi laparatomi di
ruang rawat inap RS PKU
Muhammadiyah Gombong .
31
2.3 Kerangka Teori
Berdasarkan tinjauan pustaka, dapat dibuat kerangka teori yang dapat
dilihat dibawah.
Gambar 2.1 Kerangka Teori
Sumber: Asmadi (2008), Saputra (2013), Vaughans (2013), Oberg (2009) .
Dampak psikososial
dan spiritual
Gangguan tidur Tindakan keperawatan
Post operasi mayor
Tindakan Mandiri:
· Kaji faktor penyebab
· Distraksi lingkungan
· Aktivitas siang hari
· Teknik relaksasi
autogenic
· Kurangi kemungkinan
cedera
· Berikan penkes
Kolaborasi Dokter
(Pemberian obat)
· Sedatif Hipnotik
· Benzodiazepines
Factor-faktor yang
mempengaruhi
tidur:
· Penyakit
· Lingkungan
· Motivasi
· Kelelahan
· Kecemasan
· Alkohol
· Obat-obatan
· Teknik relaksasi
autogenik
32
2.4 Kerangka Konsep Penelitian
Gambar 2.2
Kerangka konsep penelitian
2.5 Hipotesis
Hipotesis adalah suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap
permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul
(Arikunto, 2013).
Hipotesa Nol (H0) adalah tidak ada pengaruh tehnik relaksasi autogenik
terhadap pemenuhan kebutuhan tidur pada pasien post operasi di
Ruang Teratai RSUD dr Soehadi Prijonegoro Sragen.
Hipotesa alternative (Ha) adalah ada pengaruh tehnik relaksasi autogenik
terhadap pemenuhan kebutuhan tidur pada pasien post operasi di
Ruang Teratai RSUD dr Soehadi Prijonegoro Sragen.
Teknik relaksasi autogenik Pemenuhan kebutuhan tidur
Variabel independen Varibel dependen
33
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian
Desain penelitian ini adalah penelitian pre eksperimen dengan one group
pretest and post test design yaitu dilakukannya pretest terlebih dahulu
sebelum diberikan intervensi kepada responden yang kemudian setelah diberi
intervensi lalu dilakukan post test. Disebut pre eksperimen dengan one group
pretest and post test design karena penelitian ini bertujuan untuk
mengungkapkan hubungan sebab akibat dengan cara melibatkan satu
kelompok subjek yang telah ditentukan. Kelompok subjek diobservasi
sebelum dilakukan intervensi, kemudian diobservasi lagi setelah intervensi
(Nursalam, 2013).
3.2 Populasi dan Sampel
3.2.1 Populasi
Populasi dalam penelitian adalah subjek (misalnya manusia; klien)
yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan (Nursalam, 2013). Populasi
penelitian ini adalah seluruh pasien post operasi di Ruang Teratai RSUD
dr Soehadi Prijonegoro Sragen. Jumlah pasien operasi di Ruang Teratai
dari bulan April sampai Juni 2015 sebanyak 95 kasus. Rata – rata tiap
bulan di Ruang Teratai terdapat 32 pasien post operasi. Berdasarkan hal
tersebut maka jumlah populasi penelitian ini sebanyak 32 responden.
34
3.2.2 Sampel
Sampel terdiri atas bagian populasi terjangkau yang dapat dipergunakan
sebagai subjek penelitian melalui sampling (Nursalam, 2013). Berdasarkan
rata – rata tiap bulan di Ruang Teratai terdapat 32 pasien post operasi,
maka jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini 32 responden.
Dengan penetapan kriteria pengambilan sampel sebagai berikut:
1. Kriteria inklusi :
a. Pasien operasi mayor
b. Kondisi pasien sadar.
c. Umur pasien di atas 14 tahun (batas usia kategori pasien anak di
RSUD dr Soehadi Prijonegoro Sragen adalah 14 tahun).
2. Kriteria eksklusi:
a. Pasien yang tidak dapat membaca dan menulis.
b. Pasien yang mengalami komplikasi post operasi.
c. Pasien yang sudah operasi lebih dari satu kali.
Sampling adalah suatu cara yang ditempuh dengan pengambilan
sampel yang benar-benar sesuai dengan keseluruhan obyek penelitian
(Nursalam, 2013). Tehnik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah
consecutive sampling (non probability sampling) adalah teknik penetapan
sampel dengan menetapkan subjek yang memenuhi kriteria penelitian
dimasukkan dalam penelitian sampai kurun waktu tertentu, sehingga
jumlah sampel yang diperlukan terpenuhi (Nursalam, 2013).
35
3.3 Tempat dan Waktu Penelitian
3.3.1 Waktu Penelitian
Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Oktober sampai November
2015.
3.3.2 Tempat penelitian
Penelitian ini telah dilaksanakan di Ruang Teratai RSUD dr. Soehadi
Prijonegoro Sragen.
3.4 Variabel, Definisi Operasional, dan Skala Pengukuran
Tabel 3.1 Variabel, Definisi Operasional, dan Skala Pengukuran
Variabel Definisi Alat ukur Parameter Skala
Teknik
relaksasi
autogenik
Relaksasi yang bersumber dari
diri sendiri dengan
menggunakan kata-kata atau
kalimat pendek yang bisa
membuat pikiran menjadi
tenang
- - -
Pemenuhan
kebutuhan
tidur
Suatu keadaan dimana
seseorang setelah menjalani
operasi terpenuhi kebutuhan
tidurnya baik secara kualitas
maupun kuantitasnya.
Kuesioner Skor 5-11 =
kebutuhan tidur
tidak terpenuhi,
skor 12-17 =
kebutuhan tidur
terpenuhi.
Ordinal
3.5 Alat Penelitian dan Cara Pengumpulan Data
3.5.1 Alat Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan peneliti
dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya
lebih baik (Arikunto, 2013).
36
1. Instrumen untuk teknik relaksasi autogenik
Instrumen untuk teknik relaksasi autogenik tidak memerlukan
kuesioner karena teknik relaksasi autogenik merupakan suatu
perlakuan.
2. Instrumen untuk pemenuhan kebutuhan tidur.
Instrumen yang digunakan untuk pemenuhan kebutuhan tidur adalah
kuesioner berisi 20 item pertanyaan tertutup jenis dichotomy question.
Kuesioner terdiri dari 20 pertanyaan yang menggambarkan pemenuhan
kebutuhan tidur pasien. Masing-masing pertanyaan ada 2 pilihan
jawaban yaitu “Ya” atau “Tidak”, untuk jawaban “Ya” diberi skor 0
dan untuk jawaban “Tidak” diberi skor 1. Responden disuruh mengisi
jawaban sesuai dengan pertanyaan yang sudah ada. Dari hasil
kuesioner ini akan menghasilkan dua kemungkinan yaitu kebutuhan
tidur terpenuhi dan kebutuhan tidur tidak terpenuhi.
Menurut Sudjana (2005) untuk menentukan skor dapat dihitung
dengan cara:
1. Tentukan rentang, yaitu data terbesar dikurangi data terkecil.
2. Tentukan banyak kelas interval yang diperlukan. Banyak kelas
dipilih menurut keperluan.
3. Tentukan panjang kelas interval (p) yaitu rentang dibagi banyak
kelas.
37
Hasil kuesioner sebelum dilakukan teknik relaksasi autogenik skor
tertinggi 17, skor terendah 5 dan kelas interval yang diperlukan 2
sehingga panjang kelas interval = ÷øö
çèæ -
2
517
= 6
Dengan demikian maka dapat ditentukan kriteria untuk menilai
kebutuhan tidur pasien yaitu dengan rentang 6, maka penulis
menentukan sebagai berikut:
1. Nilai 12-17 untuk kriteria “Kebutuhan tidur terpenuhi”
2. Nilai 5-11 untuk kriteria “Kebutuhan tidur tidak terpenuhi”
Hasil kuesioner sesudah dilakukan teknik relaksasi autogenik skor
tertinggi 19, skor terendah 7 dan kelas interval yang diperlukan 2
sehingga panjang kelas interval = ÷øö
çèæ -
2
719
= 6
Dengan demikian maka dapat ditentukan kriteria untuk menilai
kebutuhan tidur pasien yaitu dengan rentang 6, maka penulis
menentukan sebagai berikut:
1. Nilai 13-19 untuk kriteria “Kebutuhan tidur terpenuhi”
2. Nilai 7-12 untuk kriteria “Kebutuhan tidur tidak terpenuhi”
Instrumen penelitian pemenuhan kebutuhan tidur ini pernah digunakan
oleh Sulastri (2014) di Ruang Mawar RSUD dr Soehadi Prijonegoro
Sragen.
38
3.5.2 Uji Validitas dan Reabilitas
3.5.2.1 Uji Validitas
Menurut Nursalam (2013), validitas (kesahihan) menyatakan apa
adalah yang seharusnya diukur. Untuk uji validitas butir kuesioner
pemenuhan kebutuhan tidur, digunakan tekhnik korelasi pearson product
moment, dengan rumus :
( )( )( ){ } ( ){ }2222 .. YYNXXN
YXXYNrxy
å-åå-å
åå-å=
Dimana :
rxy = koefisien korelasi
∑X = jumlah skor item
∑Y = jumlah skor total (item)
N = jumlah responden
Untuk mengetahui validitasnya adalah dengan membandingkan hasil
rhitung dengn tabel product moment. Bila rhitung lebih besar dari rtabel, maka
pertanyaan tersebut valid dan dapat digunakan sebagai alat ukur. Bila
rhitung lebih kecil dari rtabel, maka pertanyaan tersebut tidak valid dan harus
diganti, diperbaiki atau dihilangkan.
Instrumen penelitian pemenuhan kebutuhan tidur ini pernah digunakan
oleh Sulastri (2014) di Ruang Mawar RSUD dr Soehadi Prijonegoro
Sragen, dengan hasil uji validitas yang sudah dilakukan pada 20 orang
responden post operasi di Ruang Teratai RSUD dr Soehadi Prijonegoro
Sragen dengan r hitung 0,494-0,931 dan r tabel 0,444 dalam taraf
39
signifikan 0,05 sehingga menunjukkan seluruh butir soal r hitung lebih
besar dari r tabel, maka butir soal kebutuhan tidur dapat dinyatakan valid.
3.5.2.2 Uji Reliabilitas
Reliabilitas (keandalan) adanya suatu kesamaan hasil apabila
pengukuran dilakukan oleh orang yang berbeda ataupun waktu yang
berbeda (Nursalam, 2013). Untuk menguji reliabilitas butir angket
kuesioner pemenuhan kebutuhan tidur digunakan rumus alpha cronbach
yaitu :
r11 = ÷÷ø
öççè
æ S-÷øö
çèæ
- 2
22
1t
t b
k
k
sss
Dimana :
r11 = reliabilitas
k = banyaknya butir pertanyaan
∑ s2b = jumlah varian butir
s2t = varian total
Menurut Riwidikdo (2013), instrumen dianggap reliabel jika nilai alpha
minimal 0,70.
Instrumen penelitian pemenuhan kebutuhan tidur ini pernah digunakan
oleh Sulastri (2014) di Ruang Mawar RSUD dr Soehadi Prijonegoro
Sragen, dengan hasil uji reliabilitas yang sudah dilakukan pada 20 orang
responden post operasi di Ruang Teratai RSUD dr Soehadi Prijonegoro
Sragen diperoleh hasil nilai alpha 0,964 menunjukkan bahwa nilai alpha
lebih besar dari 0,70, maka instrumen penelitian tersebut reliabel.
40
Instrumen penelitian teknik relaksasi autogenik tidak memerlukan
uji validitas dan uji reliabilitas, karena merupakan suatu perlakuan yang
sudah diakui.
3.5.3 Cara Pengumpulan Data
Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subjek dan
proses pengumpulan karakteristik subjek yang diperlukan dalam suatu
penelitian (Nursalam, 2013). Peneliti terlebih dahulu memberikan
penjelasan dan mengajarkan teknik relaksasi pada pasien dan
menganjurkan pasien untuk mempraktikannya, kemudian pagi harinya
baru diukur pemenuhan kebutuhan tidurnya. Kuesioner pemenuhan
kebutuhan tidur, sebelum dilakukan pengumpulan data, peneliti memberi
penjelasan tentang cara-cara pengisisan kuesioner kemudian membagikan
kepada responden dan diisi saat itu juga sehingga data yang diperoleh
adalah data primer.
Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu
dengan menggunakan :
1. Data primer yaitu data yang didapatkan secara langsung diambil dari
obyek atau subyek penelitian oleh peneliti (Riwidikdo, 2013). Data
primer dalam penelitian ini adalah kuesioner pemenuhan kebutuhan
tidur pasien. Data ini diperoleh peneliti sebelum melakukan teknik
relaksasi autogenik dan sesudah peneliti melakukan teknik relaksasi
autogenik. Data ini berdasarkan yang diisikan atau dituliskan oleh
responden pada lembar kuesioner.
41
2. Data sekunder yaitu data yang didapatkan secara tidak langsung dari
obyek atau subyek penelitian (Riwidikdo, 2013). Data sekunder dalam
penelitian ini diperoleh dari data di rekam medik dan data dari status
pasien yang relevan yang mendukung penelitian ini. Peneliti
menanyakan sendiri data yang peneliti butuhkan ke bagian rekam
medik dan mengambil data dari status pasien yang peneliti butuhkan.
3.6 Teknik Pengolahan dan Analisa Data
3.6.1 Teknik Pengolahan Data
Menurut Narbuko, C. (2007), setelah data-data hasil dari kuesioner
dikumpulkan kemudian diolah melalui tahap-tahap :
1. Editing
Meneliti kuesioner yang telah diberikan, kelengkapan jawabannya untuk
mengetahui apakah ada kesesuaian antara semua pertanyaan yang
diberikan dengan jawaban. Peneliti mengoreksi / memeriksa kembali data-
data yang sudah terkumpul sehingga hasil yang diperoleh tidak bias atau
error dengan cara mengecek nama dan kelengkapan identitas responden
serta mengecek kelengkapan data.
2. Coding
Memberikan kode angka pada alat penelitian atau kuesioner untuk
memudahkan dalam analisis data. Data untuk kebutuhan tidur pasien post
operasi sebelum dilakukan teknik relaksasi autogenik diberi kode (01),
sedangkan untuk kebutuhan tidur pasien post operasi sesudah dilakukan
42
teknik relaksasi autogenik diberi kode (02). Pada kuesioner sebelum
pendidikan kesehatan, untuk kategori kebutuhan tidur terpenuhi diberi
kode 1, kategori kebutuhan tidur tidak terpenuhi diberi kode 2, begitu juga
untuk kuesioner sesudah pendidikan kesehatan.
3. Transfering
Memindahkan jawaban atau kode jawaban ke dalam media tertentu. Dalam
hal ini memindahkan data dari kuesioner kedalam komputer dengan
program excel.
4. Tabulating
Merupakan kegiatan menyusun data dalam bentuk tabel. Pada tahap ini,
data dimasukkan kedalam lembaran tabel kerja sesuai kriteria guna
mempermudah pembacaan.
5. Entry data
Memasukkan data dengan cara manual atau melalui pengolahan program
komputer, baik menggunakan program excel maupun program spss.
3.6.2 Analisa Data
Analisa data hasil penelitian ini dilakukan dengan 2 cara yaitu sebagai
berikut:
a. Analisa univariat
Analisa univariat adalah analisa yang dilakukan terhadap tiap variabel
yang bertujuan untuk menjelaskan atau mendiskripsikan karakteristik
setiap variabel penelitian. Analisa ini hanya menghasilkan distribusi
frekuensi dan prosentase dari tiap variabel (Notoatmodjo, 2012). Analisa
43
univariat dalam penelitian ini adalah pemenuhan kebutuhan tidur pasien
post operasi sebelum dilakukan teknik relaksasi autogenik dan pemenuhan
kebutuhan tidur pasien post operasi sesudah dilakukan teknik relaksasi
autogenik.
b. Analisa bivariate.
Analisa bivariate adalah analisis yang dilakukan untuk mengetahui
keterkaitan dua variabel (Notoatmojo, 2012). Data yang digunakan untuk
pengujian hipotesis ini berasal dari variabel teknik relaksasi autogenik dan
pemenuhan kebutuhan tidur pasien post operasi yang pengukurannya
menggunakan skala ordinal. Adapun uji statistik yang digunakan adalah
dengan uji wilcoxon. Uji wilcoxon digunakan untuk menguji hipotesis dua
sampel yang berkorelasi bila datanya berbentuk ordinal (Sugiyono, 2014).
Adapun rumus uji wilcoxon yaitu :
24
)12)(1(
4
)1(
++
úûù
êëé +
-=
nnn
nnT
z
Keterangan :
T = jumlah jenjang / ranking yang kecil
n = jumlah sampel populasi
z = nilai distribusi normal
Karena jumlah sampel lebih dari 25 maka rumus yang digunakan
menggunakan faktor koreksi yaitu :
48
3å å- tt
44
Kemudian faktor ini dikurangkan terhadap besaran dibawah tanda akar,
karena itu bila menjumpai sejumlah angka sama, kita menggantikan
denominator (penyebut) pada statistik uji aproksimal sampel besar dengan
rumus :
4824
)12)(1(3å å-
-++ tnnn t
maka rumus jadi untuk wilcoxon dengan ada koreksian dan sampel besar
dengan didekatkan pada distribusi z adalah sebagai berikut :
4824
)12)(1(
4
)1(
3
*
å å--
++
úûù
êëé +
-=
tnnn
nnT
tT
Ketentuan pengujian berdasarkan tingkat kemaknaan 95 % (alpha
0,05), digunakan nilai probabilitas, apabila p value uji wilcoxon < 0,05
maka hipotesis nol di tolak dan hipotesis alternatif di terima; artinya
terdapat perbedaan bermakna antara sebelum dan sesudah perlakuan
(Yamin, S dan Kurniawan, H, 2014). Untuk memudahkan perhitungan dan
menghindari kesalahan maka dipergunakan program SPSS.
3.7 Etika Penelitian
Secara umum prinsip etika dalam penelitian atau pengumpulan data dapat
dibedakan menjadi tiga bagian yaitu prinsip manfaat, prinsip menghargai hak-
hak subjek, dan prinsip keadilan (Nursalam, 2013). Dalam penelitian ini
45
untuk mendapatkan data dilakukan dengan menekankan etika yang mengacu
pada:
1. Lembar persetujan menjadi responden (inform consent).
Lembar persetujuan diberikan kepada subyek yang akan diteliti. Peneliti
menjelaskan maksud dan tujuan penelitian jika calon responden bersedia
untuk diteliti, maka mereka harus mengisi lembar persetujuan tersebut,
namun apabila responden menolak untuk diteliti maka peneliti tidak boleh
memaksakan dan tetap menghormati hak-hak responden.
2. Tanpa nama (Anonimity)
Untuk menjaga kerahasiaan responden maka peneliti tidak mencantumkan
nama responden pada lembar pengumpulan data (lembar kuesioner) cukup
dengan memberikan kode pada masing-masing lembar kuesioner tersebut.
3. Kerahasiaan (Confidentiality)
Kerahasiaan informasi responden dijamin oleh peneliti karena hanya
kelompok data tertentu saja yang akan disajikan atau dilaporkan sebagai
hasil riset atau hasil dari penelitian.
46
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1 Gambaran Umum RSUD dr Soehadi Prijonegoro Sragen
RSUD Sragen didirikan pada tahun 1958 berklasifikasi type D. pada
tahun 1995 RSUD Sragen menjadi tipe C yang tertuang dalam SK Bupati
Sragen Nomor: 445/461/011/1995 dan pada tahun 1999 menjadi RSUD
Swadana yang tertuang dalam Perda Nomor 7 Tahun 1999. Pada tahun 2011
telah menyelesaikan akreditasi 12 pokja pelayanan menjadi type B rujukan.
Saat ini sedang mempersiapkan untuk akreditasi versi tahun 2012.
Jenis pelayanan di RSUD dr Soehadi Prijonegoro Sragen meliputi:
rawat jalan (IGD 24 jam, poliklinik), rawat inap, kegawat daruratan, rawat
intensif (ICU dan ICCU), pelayanan operasi (one day care), pelayanan
penunjang medis (Rehabilitasi Medik/ Fisioterapi, Laboratorium 24 jam,
Radiologi 24 jam, Apotik 24 jam), dan haemodialisa.
Pelayanan rawat jalan meliputi Poliklinik Gigi dan Mulut, Poliklinik
PKBRS, Spesialisasi: Penyakit Anak, Penyakit Dalam, Penyakit Kebidanan
dan Kandungan, Penyakit Kulit dan Kelamin, Penyakit Bedah, Penyakit
Mata, Penyakit Saraf, Penyakit THT, Paru, Orthopedi, Anestesi, Jantung dan
Onkologi serta Konsultasi Gizi. Pelayanaan rawat inap meliputi Bangsal
Wijaya Kusuma (Bangsal VIP dan SVIP), Teratai, Mawar, Tulip, Aster,
Sakura, Anggrek, Melati dan Cempaka. Selain itu juga terdapat bangsal ICU,
ICCU serta bangsal khusus untuk Perinatologi.
47
Pelayanan penunjang medis meliputi Instalasi Gizi, Instalasi Farmasi,
Instalasi Laboratorium Klinik, Instalasi Bedah Sentral (IBS), Instalasi
Pemeliharaan Sarana Rumah sakit (IPSRS), Instalasi Rehabilitasi Medik,
Instalasi Radiologi, Instalasi Rawat Inap, Instalasi Rawat jalan, Instalasi
Gawat Darurat, Instalasi Pemulasaraan Jenazah
RSUD Kabupaten Sragen tahun 1953 dengan jumlah tempat tidur
sekitar 75. Sejak tahun 1960, merupakan tipe D dengan tempat tidur sekitar
100. Tahun 1993 ditingkatkan tipenya menjadi tipe C dengan jumlah tempat
tidur 174 dan pada tahun 2007 rumah sakit ini sudah memiliki 199 tempat
tidur. Seiring dengan meningkatnya jumlah pasien, ada penambahan jumlah
tempat tidur sehingga sampai sekarang menjadi 319 tempat tidur.
Ruang Teratai merupakan ruang rawat inap yang merawat pasien kelas I
dan kelas VIP. Kapasitas tempat tidur sebanyak 23 buah. Perawat berjumlah
17 orang dan tenaga administrasi 1 orang.
4.2 Hasil Penelitian
4.2.1 Hasil Uji Univariat
Hasil uji univariat memberikan deskripsi karakteristik responden
berdasarkan jenis kelamin, umur, pendidikan, pekerjaan, kebutuhan tidur
sebelum teknik relaksasi dan kebutuhan tidur sesudah teknik relaksasi.
48
4.2.1.1 Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin
Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin yaitu sebagai berikut:
Tabel 4.1
Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Pasien Post Operasi di Ruang Teratai
Bulan Desember 2015 (n = 32)
No Jenis kelamin Jml %
1.
2.
Laki-laki
Perempuan
15
17
46,9%
53,1%
Total 32 100%
Sumber : Data Primer
Berdasarkan tabel 4.1 dapat dilihat bahwa jumlah responden perempuan
lebih banyak dibandingkan dengan jumlah responden laki-laki yaitu
sebesar 17 responden (53,1%).
4.2.1.2 Karakteristik responden berdasarkan umur
Karakteristik responden berdasarkan umur terdapat dalam tabel berikut ini.
Tabel 4.2
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Umur Pasien Post Operasi di Ruang
Teratai Bulan Desember 2015 (n = 32)
No Umur Jml %
1.
2.
3.
4.
5.
16 - 25 Thn
26 – 35 Thn
36 – 45 Thn
46 – 55 Thn
56 – 65 Thn
5
7
8
6
6
15,6%
21,9%
25,0%
18,8%
18,8%
Total 32 100%
Sumber: Data Primer
Berdasarkan tabel 4.2 dapat diketahui bahwa jumlah responden paling
banyak berumur 36-45 tahun yaitu sebanyak 8 responden (25,0%).
49
4.2.1.3 Karakteristik responden berdasarkan pendidikan
Karakteristik responden berdasarkan pendidikan yaitu :
Tabel 4.3
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pendidikan Pasien Post Operasi di
Ruang Teratai Bulan Desember 2015 (n = 32)
No Pendidikan Jml %
1.
2.
3.
4.
5.
SD
SMP
SMA
DIII
S1
7
15
7
1
2
21,9%
46,9%
21,9%
3,1%
6,3%
Total 32 100%
Sumber: Data Primer
Berdasarkan tabel 4.3 mengenai tingkat pendidikan terlihat bahwa
pendidikan responden terbanyak adalah SMP yaitu sebesar 15 responden
(46,9%).
4.2.1.4 Karakteristik responden berdasarkan pekerjaan
Karakteristik responden berdasarkan pekerjaan yaitu:
Tabel 4.4
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pekerjaan Pasien Post Operasi di Ruang
Teratai Bulan Desember 2015 (n = 32)
No Pekerjaan Jml %
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Petani
Ibu Rumah Tangga
Pelajar
PNS
Pedagang
Swasta
11
5
2
3
3
8
34,4%
15,6%
6,3%
9,4%
9,4%
25,0%
Total 32 100%
Sumber : Data Primer
Berdasarkan tabel 4.4 dapat diketahui bahwa pekerjaan responden paling
banyak adalah petani yaitu sebesar 11 responden (34,4%).
50
4.2.1.5 Kebutuhan tidur pasien sebelum teknik relaksasi
Kebutuhan tidur pasien sebelum teknik relaksasi dapat dilihat pada tabel
berikut:
Tabel 4.5
Distribusi Frekuensi Kebutuhan Tidur Pasien Post Operasi Sebelum
Diberikan Teknik Relaksasi Autogenik di Ruang Teratai
Bulan Desember 2015 (n = 32)
No Perilaku Jml %
1.
2.
Tidak terpenuhi
Terpenuhi
20
12
62,5%
37,5%
Total 32 100%
Sumber : Data Primer
Berdasarkan tabel 4.5 diketahui bahwa sebelum dilakukan teknik relaksasi,
kebutuhan tidur pasien post operasi paling banyak kategori tidak terpenuhi
yaitu sebanyak 20 responden (62,5%).
4.2.1.6 Kebutuhan tidur pasien sesudah teknik relaksasi
Kebutuhan tidur pasien sesudah teknik relaksasi dapat dilihat pada tabel
berikut:
Tabel 4.6
Distribusi Frekuensi Kebutuhan Tidur Pasien Post Operasi Sesudah
Diberikan Teknik Relaksasi Autogenik di Ruang Teratai
Bulan Desember 2015 (n = 32)
No Perilaku Jml %
1.
2.
Tidak terpenuhi
Terpenuhi
11
21
34,4%
65,6%
Total 32 100%
Sumber : Data Primer
Berdasarkan tabel 4.6 diketahui bahwa sesudah dilakukan teknik relaksasi,
kebutuhan tidur pasien post operasi paling banyak adalah kategori
terpenuhi yaitu sebanyak 21 responden (65,6%).
51
4.2.2 Hasil Uji Bivariat Pengaruh Tehnik Relaksasi Autogenik Terhadap
Pemenuhan Kebutuhan Tidur Pasien Post Operasi di Ruang Teratai
RSUD dr Soehadi Prijonegoro Sragen
Pengaruh tehnik relaksasi autogenik terhadap pemenuhan kebutuhan
tidur pada pasien post operasi di Ruang Teratai RSUD dr Soehadi
Prijonegoro Sragen di analisa dengan menggunakan uji wilcoxon yang
hasilnya dalam tabel sebagai berikut:
Table 4.7
Hasil Uji Pengaruh Tehnik Relaksasi Autogenik Terhadap Pemenuhan
Kebutuhan Tidur Pasien Post Operasi di Ruang Teratai
RSUD dr Soehadi Prijonegoro Sragen
Test Statisticsa
sesudah - sebelum
Z -4.799b
Asymp. Sig. (2-tailed) .000
Ketentuan pengujian berdasarkan tingkat kemaknaan 95 % (alpha
0,05), digunakan nilai probabilitas, apabila p value uji wilcoxon < 0,05
maka hipotesis nol di tolak dan hipotesis alternatif di terima; artinya
terdapat perbedaan bermakna antara sebelum dan sesudah perlakuan
(Yamin, S dan Kurniawan, H, 2014).
Hasil analisa data menggunakan uji wilcoxon didapatkan hasil nilai
Z sebesar -4.799, jika level signifikansi 0.05 dan menggunakan uji dua
sisi. Nilai Z kritis antara -1.96 dan 1.96, yang berarti berada di daerah
penerimaan Ha. Begitu juga dengan nilai signifikansi p-value (2-tailed)
52
sebesar 0,000 yang berarti < 0,05 maka Ho ditolak dan Ha diterima
sehingga dapat dikatakan ada pengaruh tehnik relaksasi autogenik
terhadap pemenuhan kebutuhan tidur pada pasien post operasi di Ruang
Teratai RSUD dr Soehadi Prijonegoro Sragen.
53
BAB V
PEMBAHASAN
5.1 Karakteristik Responden di Ruang Teratai RSUD dr Soehadi
Prijonegoro Sragen
5.1.1 Jenis Kelamin
Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah responden perempuan
lebih banyak dibandingkan dengan jumlah laki-laki, dimana perempuan
17 responden (53,1%), sedangkan laki-laki 15 responden (46,9%). Dari
pemenuhan kebutuhan tidur sebelum dilakukan teknik relaksasi
autogenik, jumlah responden yang kebutuhan tidurnya tidak terpenuhi
perempuan lebih banyak dibandingkan dengan laki-laki. Responden
perempuan yang kebutuhan tidurnya tidak terpenuhi sebanyak 11
responden (34,4%), sedangkan laki-laki 9 responden (28,1%).
Hal ini sesuai dengan pendapat Myers (2012) yang mengatakan
bahwa perempuan lebih cemas akan ketidakmampuannya dibanding
dengan laki-laki, laki-laki lebih aktif, eksploratif, sedangkan perempuan
lebih sensitif. Laki-laki lebih rileks dibanding perempuan. Kecemasan
dapat mempengaruhi pemenuhan kebutuhan tidur seseorang. Peneliti
berpendapat bahwa perempuan lebih menggunakan emosinya
dibandingkan akal, sehingga ketika menjalani operasi maka perempuan
54
cenderung lebih cemas, takut sehingga akan mempengaruhi kebutuhan
tidurnya.
5.1.2 Umur
Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah responden yang
paling banyak berusia 36-45 tahun sebanyak 8 responden (25,0%).
Umur 36-45 tahun dalam penelitian ini lebih banyak dibandingkan
yang lain karena umur ini termasuk kategori usia kerja
(Permenakertrans No 1 Tahun 2014). Seseorang pada umur 36-45
tahun sedang giat-giatnya dalam bekerja maupun mengejar karier.
Seseorang yang masih usia kerja atau usia produktif apabila menderita
suatu penyakit maka akan segera mencari penyembuhan agar tidak
mengganggu aktivitas maupun pekerjaannya, sehingga tidak akan
terlalu menganggu perekonomian keluarganya.
Umur merupakan faktor yang mempengaruhi pengetahuan dari
seseorang. Pengetahuan seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor
salah satunya adalah faktor umur. Meningkatnya umur seseorang, akan
meningkat pula kebijaksaan dan kemampuan seseorang dalam
mengambil keputusan dan berpikir rasional. Seseorang yang
bertambah umurnya akan mengalami perubahan fisik dan psikologis
(mental). Perubahan pada aspek psikologis yaitu taraf berfikir
seseorang menjadi semakin matang dan dewasa (Mubarok, 2011).
Semakin tinggi umur seseorang semakin bertambah pula ilmu atau
55
pengetahuan yang dimiliki (Notoatmodjo, 2012). Peneliti berpendapat
bahwa semakin dewasa umur seseorang, makin tinggi tingkat
pengalamannya sehingga akan mempengaruhi responden dalam
menerima teknik relaksasi yang telah diajarkan oleh peneliti.
5.1.3 Tingkat Pendidikan
Hasil penelitian mengenai tingkat pendidikan terlihat bahwa
sebagian besar tingkat pendidikan adalah SMP yaitu sebanyak 15
responden (46,9%). Pengetahuan sangat erat kaitannya dengan
pendidikan, dengan pendidikan tinggi maka individu tersebut akan
semakin luas pengetahuannya. (Notoatmodjo, 2012). Pendidikan
berarti bimbingan yang diberikan seseorang kepada orang lain agar
dapat memahami sesuatu hal. Semakin tinggi pendidikan seseorang,
semakin mudah pula menerima informasi, pengetahuan yang
dimilikinya akan semakin banyak. Pendidikan yang rendah akan
menghambat perkembangan terhadap informasi (Mubarok, 2011).
Pendidikan merupakan salah satu cara meningkatkan pengetahuan
seseorang. Pendidikan yang dimiliki oleh sebagian besar responden
adalah SMP (Sekolah Menengah Pertama). Pendidikan ini masih
tergolong rendah yang dimiliki oleh responden. Pendidikan yang
rendah umumnya akan mengakibatkan kurangnya pengetahuan
seseorang terutama tentang cara yang tepat mengatasi pemenuhan
kebutuhan tidurnya post operasi. Tetapi pendidikan seseorang
56
bukanlah jaminan satunya indikator dalam pengetahuan seseorang. Hal
ini sesuai dengan pendapat Notoatmodjo (2012) pendidikan akan
mempengaruhi kognitif seseorang dalam peningkatan pengetahuan.
Karena pengetahuan sebenarnya tidak dibentuk hanya satu sub saja
yaitu pendidikan tetapi ada sub bidang lain yang akan juga akan
mempengaruhi pengetahuan seseorang misalnya pengalaman,
informasi, keperibadian dan lainya.
Peneliti berpendapat bahwa diperlukan program latihan teknik
relaksasi autogenik bagi pasien post operasi dalam rangka
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan responden dalam
mengatasi gangguan tidur yang dialaminya post operasi.
5.1.4 Pekerjaan
Hasil penelitian mengenai pekerjaan terlihat bahwa sebagian besar
pekerjaan responden adalah petani yaitu 11 responden (34,4%).
Bekerja dikaitkan dalam masalah ekonomi. Simamora (2006)
menyatakan bahwa ekonomi adalah kegiatan menghasilkan uang di
masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidup, termasuk dalam
pembiayaan perawatan selama sakit dan di rawat di rumah sakit.
Peneliti berpendapat bahwa sebagian besar pekerjaan responden
sebagai petani mempengaruhi kebutuhan tidur pasien. Hal ini
dikarenakan sebagai petani, selama menjalani operasi dan di rawat di
rumah sakit pasien tidak dapat melaksanakan pekerjaannya dalam
57
waktu yang agak lama. Kondisi ini dapat membuat sawahnya
terbengkalai yang berakibat tidak dapat panen tepat waktu. Biaya
untuk perawatan sawahnya juga meningkat. Keadaan tersebut
membuat responden bertambah cemas. Kecemasan tersebut
berpengaruh terhadap kebutuhan tidur responden sebelum dilakukan
teknik relaksasi.
5.2 Kebutuhan tidur pasien post operasi sebelum diberikan teknik relaksasi
autogenik.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebelum dilakukan teknik relaksasi
autogenik, sebagian besar kebutuhan tidur pasien post operasi dalam kategori
tidak terpenuhi yaitu sebanyak 20 responden (62,5%).
Tidur adalah pengalaman subjektif, hanya klien yang dapat melaporkan
apakah tidurnya cukup dan nyenyak atau tidak. Tidur merupakan kondisi
tidak sadar, individu dapat dibangunkan oleh stimulus atau sensoris yang
sesuai, atau juga dapat dikatakan sebagai keadaan tidak sadarkan diri yang
relatif, bukan hanya keadaan penuh ketenangan tanpa kegiatan, tapi lebih
merupakan suatu urutan siklus yang berulang, dengan ciri adanya aktifitas
yang minim, memiliki kesadaran yang bervariasi, terdapat perubahan proses
fisiologis, dan terjadi penurunan respons terhadap rangsangan dari luar
(Alimul, 2006).
Orang dewasa dalam keadaan normal tidur pada malam hari rata-rata 6
sampai 8½ jam, tetapi hal ini bervariasi. Orang dewasa juga jarang sekali
58
tidur siang. Orang dewasa yang sehat membutuhkan cukup tidur untuk dapat
tetap berpartisipasi dalam kesibukan aktifitas yang mengisi hari-hari mereka.
Perubahan status kesehatan, stres fisik dan psikologis, perubahan lingkungan,
stres pekerjaan, perubahan hubungan keluarga, dan aktifitas sosial dapat
menyebabkan seseorang kesulitan memulai dan atau mempertahankan tidur
(Potter & Perry, 2006).
Hasil penelitian ini sesuai dengan teori yang mengatakan seseorang yang
menderita penyakit tertentu dan dirawat di rumah sakit mempunyai masalah
kesulitan tertidur atau tetap tertidur. Rasa sakit yang dialami, kesulitan
memperoleh posisi yang nyaman, penggunaan obat-obatan, kecemasan,
motivasi, kelelahan serta perubahan lingkungan fisik adalah beberapa faktor
yang mengganggu terpenuhinya kebutuhan tidur pasien (Tarwoto dan
Wartonah, 2015). Hal ini diperkuat dengan penelitian yang dilakukan oleh
Indri (2014) tentang hubungan antara nyeri, lingkungan dan kecemasan
terhadap kualitas tidur pasien post operasi apendisitis di RSUD AA
Pekanbaru dengan hasil penelitian yang menyatakan bahwa mayoritas
responden post operasi appendicitis memiliki kualitas tidur buruk yaitu
sebanyak 37 responden (68,5%).
Hasil observasi dari peneliti, faktor – faktor yang mempengaruhi pasien
post operasi mengalami gangguan dalam pemenuhan kebutuhan tidurnya di
Ruang Teratai antara lain perubahan status kesehatan yaitu nyeri karena luka
post operasi, stress psikologis karena memikirkan kondisi sakitnya dan
memikirkan pekerjaannya sehingga membuat pasien tidak dapat rileks.
59
Faktor lain yang ikut mempengaruhi kebutuhan tidur pasien yang tidak dapat
terpenuhi dengan baik adalah terpasangnya beberapa alat invasive seperti
terpasang infus dan kateter yang membuat pasien merasa tidak nyaman.
Peneliti berpendapat bahwa pada pasien post operasi yang dirawat di
rumah sakit dapat mengalami gangguan dalam pemenuhan kebutuhan
tidurnya. Gangguan tidur yang dialami pada pasien post operasi dapat berupa
kesulitan memulai tidur, gangguan dalam mempertahankan diri untuk tetap
tertidur serta gangguan dalam kuantitas dan kualitas tidur. Gangguan
pemenuhan kebutuhan tidur ini terjadi sebagai akibat perubahan status
kesehatan, kondisi nyeri post operasi yang dialami serta perubahan
lingkungan rumah sakit. Hasil observasi peneliti didapatkan bahwa
kebutuhan tidur pasien post operasi tidak terpenuhi dikarenakan sebagian
besar pasien belum bisa relaks masih memikirkan kondisi tubuhnya setelah
menjalani operasi.
5.3 Kebutuhan tidur pasien sesudah diberikan teknik relaksasi autogenik.
Hasil penelitian menunjukan bahwa sesudah dilakukan teknik relaksasi
autogenik, responden yang kebutuhan tidurnya terpenuhi mengalami
peningkatan. Responden yang kebutuhan tidurnya terpenuhi prosentasenya
meningkat dari 37,5% menjadi 65,6%, sedangkan responden yang kebutuhan
tidurnya tidak terpenuhi prosentasenya turun dari 62,5% menjadi 34,4%.
Kebutuhan tidur yang kurang terpenuhi dapat diatasi dengan distraksi,
relaksasi, stimulasi kulit, mengatur posisi tidur yang nyaman untuk klien,
60
masase punggung, pengelolaan psikologis (pikiran lebih kuat dari pada
tubuh), mendengarkan musik lembut, serta mengkaji kebiasaan pasien
sebelum tidur (Prihardjo, 2008).
Hasil penelitian ini didukung oleh teori yang yang menyatakan bahwa
relaksasi merupakan suatu keadaan dimana seseorang merasakan bebas
mental dan fisik dari ketegangan dan stres. Teknik relaksasi bertujuan agar
individu dapat mengontrol diri ketika terjadi rasa ketegangan dan stres yang
membuat individu merasa dalam kondisi yang tidak nyaman (Potter & Perry,
2006). Relaksasi merupakan kegiatan untuk mengendurkan ketegangan,
pertama-tama ketegangan jasmaniah yang nantinya akan berdampak pada
penurunan ketegangan jiwa (Wiramihardja, 2006).
Teori lain menyatakan bahwa, seseorang akan tertidur hanya jika ia telah
merasa nyaman dan relaks. Perawat dapat menganjurkan dan menggunakan
beberapa tindakan untuk meningkatkan rasa nyaman seperti menganjurkan
klien memakai pakaian malam yang longgar, menjaga tempat tidur agar tetap
bersih dan kering, mengatur posisi dan menopang bagian tubuh yang
menggantung untuk melindungi titik tekan dan membantu relaksasi otot,
mengajarkan tehnik relaksasi, serta memberikan masase otot sesaat sebelum
klien tidur (Potter & Perry, 2006).
Berdasarkan uraian secara teoritis di atas dan dikaitkan dengan hasil
penelitian, peneliti berpendapat bahwa pemenuhan kebutuhan tidur pada
pasien post operasi di Ruang Teratai RSUD dr Soehadi Prijonegoro Sragen
setelah pemberian tehnik relaksasi autogenik mengalami peningkatan. Hal ini
61
disebabkan pemberian tehnik relaksasi autogenik yang dilakukan dengan baik
akan memberikan manfaat berupa kondisi relaks dan peningkatan
kenyamanan sehingga dengan mudah pasien dapat tertidur dan kebutuhan
tidurnya terpenuhi. Teknik relaksasi autogenik juga membantu
meminimalkan gejala fisik akibat stres pasien post operasi yang mengganggu
kebutuhan tidurnya. Teknik relaksasi autogenik dapat mengembalikan tubuh
ke kondisi yang tenang. Teknik relaksasi ini selain memberikan efek yang
menenangkan fisik juga dapat menenangkan pikiran, sehingga dapat
membuat tidur menjadi lebih baik.
5.4 Pengaruh tehnik relaksasi autogenik terhadap pemenuhan kebutuhan
tidur pada pasien post operasi di Ruang Teratai RSUD dr Soehadi
Prijonegoro Sragen.
Hasil analisa data menggunakan uji wilcoxon didapatkan hasil nilai Sig.
(2-tailed) = 0,000 yang berarti < 0,05 maka Ho ditolak dan Ha diterima
sehingga dapat dikatakan ada pengaruh tehnik relaksasi autogenik terhadap
pemenuhan kebutuhan tidur pada pasien post operasi di Ruang Teratai RSUD
dr Soehadi Prijonegoro Sragen.
Hasil penelitian ini sesuai pendapat yang mengatakan teknik relaksasi
dikatakan efektif apabila setiap individu dapat merasakan perubahan pada
respon fisiologis tubuh seperti penurunan tekanan darah, penurunan
ketegangan otot, denyut nadi menurun, perubahan kadar lemak dalam tubuh,
serta penurunan proses inflamasi. Teknik relaksasi memiliki manfaat bagi
62
pikiran kita, salah satunya untuk meningkatkan gelombang alfa (α) di otak
sehingga tercapailah keadaan rileks, peningkatan konsentrasi serta
peningkatan rasa bugar dalam tubuh (Potter & Perry, 2006).
Peneliti berpendapat bahwa seseorang untuk dapat relaks bergantung
pada kemampuan individu sendiri. Teknik relaksasi dapat membantu
mencegah atau meminimalkan gejala fisik akibat stres ketika tubuh bekerja
terlalu berlebihan, sehingga mengganggu kebutuhan tidur. Dengan teknik
relaksasi dapat mengembalikan tubuh ke kondisi yang tenang. Beberapa
teknik relaksasi selain menyebabkan efek yang menenangkan fisik juga dapat
menenangkan pikiran. Teknik relaksasi dapat membuat tidur menjadi lebih
baik.
Teknik relaksasi autogenik mengacu pada konsep baru. Selama ini,
fungsi-fungsi tubuh yang spesifik dianggap berjalan secara terpisah dari
pikiran yang tertuju pada diri sendiri. Teknik relaksasi ini membantu individu
dalam mengalihkan secara sadar perintah dari diri individu tersebut. Hal ini
dapat membantu melawan efek akibat stress yang berbahaya bagi tubuh.
Teknik relaksasi autogenik memiliki ide dasar yakni untuk mempelajari cara
mengalihkan pikiran berdasarkan anjuran sehingga individu dapat
menyingkirkan respon stres yang mengganggu pikiran (Widyastuti, 2004).
Teknik relaksasi autogenik merupakan teknik relaksasi dengan gerakan
dan instruksi yang lebih sederhana dengan waktu yang lebih efisien daripada
teknik relaksasi lainnya. Teknik relaksasi autogenik ini mempunyai keunikan
tersendiri dibandingkan teknik relaksasi lainnya yaitu teknik relaksasi yang
63
mudah dilakukan dan tidak berisiko. Prinsipnya pasien mampu
berkonsentrasi sambil membaca mantra/doa/dzikir dalam hati seiring dengan
ekspirasi udara paru (Asmadi, 2008). Teknik relaksasi ini merupakan teknik
relaksasi yang bersumber dari diri sendiri dengan menggunakan kata-kata
atau kalimat pendek yang bisa membuat pikiran menjadi tenang (Aryanti,
2007).
Peneliti berpendapat untuk mendapatkan hasil yang optimal dalam
pemberian teknik relaksasi, ada 3 hal yang harus diperhatikan, yaitu: posisi
yang nyaman, pikiran yang tenang, lingkungan yang nyaman, sehingga
relaksasi autogenik yang diberikan pada pasien mampu meningkatkan
relaksasi otot-otot besar yang memberikan kenyamanan pada pasien sehingga
pasien mendapatkan pemenuhan kebutuhan istirahat tidurnya sesuai kualitas
dan kuantitas kebutuhannya.
Relaksasi autogenik akan membantu tubuh untuk membawa perintah
melalui autosugesti untuk rileks sehingga dapat mengendalikan pernafasan,
tekanan darah, denyut jantung serta suhu tubuh. Imajinasi visual dan mantra-
mantra verbal yang membuat tubuh merasa hangat, berat dan santai
merupakan standar latihan relaksasi autogenik (Varvogli, 2011).
Sensasi tenang, ringan dan hangat yang menyebar ke seluruh tubuh
merupakan efek yang bisa dirasakan dari relaksasi autogenik. Tubuh
merasakan kehangatan, merupakan akibat dari arteri perifer yang mengalami
vasodilatasi, sedangkan ketegangan otot tubuh yang menurun mengakibatkan
munculnya sensasi ringan. Perubahan perubahan yang terjadi selama maupun
64
setelah relaksasi mempengaruhi kerja saraf otonom. Respon emosi dan efek
menenangkan yang ditimbulkan oleh relaksasi ini mengubah fisiologi
dominan simpatis menjadi dominan sistem parasimpatis (Oberg, 2009).
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Haris
(2011) bahwa pemenuhan kebutuhan istirahat-tidur klien sebelum diberikan
tehnik relaksasi progresif didapatkan bahwa 100% responden dengan
kategori tidur kurang. Terjadi peningkatan pemenuhan kebutuhan istirahat-
tidur klien setelah pemberian tehnik relaksasi progresif, 12 orang (60%)
responden dengan kategori tidur cukup dan sebanyak 8 orang (40%)
responden dengan tidur baik atau terpenuhi kebutuhan istirahat tidurnya
sedangkan yang tidur kurang tidak ada (0%).
Hasil penelitian ini juga sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan
oleh Dewi (2015) yang menyimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang
signifikan antara mean insomnia sebelum dan sesudah pemberian teknik
relaksasi otot progresif pada kelompok eksperimen. Penelitian lain juga
menunjukkan bahwa adanya pengaruh teknik relaksasi imajinasi terbimbing
terhadap pemenuhan kebutuhan tidur anak usia sekolah dengan rata-rata
peningkatan durasi tidur adalah 8,42, p=0,000 dan standar deviasi 0,474
(Hikmah, 2014).
Berdasarkan uraian berbagai teori di atas dan dikaitkan dengan hasil
penelitian bahwa tehnik relaksasi autogenik terbukti efektif dalam membantu
memenuhi kebutuhan tidur pasien post operasi. Hasil pengukuran tingkat
pemenuhan kebutuhan tidur pasien sebelum dan sesudah diberikan tehnik
65
relaksasi autogenik mengalami perubahan yang bermakna. Peneliti
berpendapat tehnik relaksasi autogenik dapat dijadikan sebagai salah satu
alaternatif tindakan keperawatan mandiri bagi pasien yang mengalami
gangguan pemenuhan kebutuhan tidur khususnya pasien post operasi
sehingga kebutuhan tidur pasien dapat terpenuhi baik secara kualitas maupun
kuantitasnya.
66
BAB VI
PENUTUP
6.1 Simpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di Ruang Teratai RSUD dr
Soehadi Prijonegoro Sragen, dapat disimpulkan hasil penelitian sebagai
berikut :
1. Karakteristik responden di Ruang Teratai RSUD dr Soehadi Prijonegoro
Sragen, jumlah perempuan lebih banyak dibandingkan laki-laki yaitu 17
responden (53,1%), umur paling banyak umur 36-45 tahun sebanyak 8
responden (25,0%), tingkat pendidikan paling banyak SMP sebanyak 15
responden (46,9%), dan sebagian besar responden bekerja sebagai petani
yaitu sebanyak 11 responden (34,4%).
2. Sebagian besar kebutuhan tidur pasien post operasi sebelum dilakukan
teknik relaksasi autogenik, berada dalam kategori tidak terpenuhi yaitu
sebanyak 20 responden (62,5%).
3. Sebagian besar kebutuhan tidur pasien post operasi sesudah dilakukan
teknik relaksasi autogenik, berada dalam kategori terpenuhi yaitu sebanyak
21 responden (65,6%).
4. Adanya pengaruh tehnik relaksasi autogenik terhadap pemenuhan
kebutuhan tidur pada pasien post operasi di Ruang Teratai RSUD dr
Soehadi Prijonegoro Sragen.
67
6.2 Saran
1. Bagi pasien
Hasil penelitian ini diharapkan dapat diterapkan oleh pasien sendiri untuk
mengatasi masalah tidur post operasi sehingga dapat mempersingkat hari
perawatan dan menghemat biaya perawatan.
2. Bagi RSUD dr Soehadi Prijonegoro
Hasil penelitian ini diharapkan dapat sebagai acuan bagi manajemen
bidang keperawatan rumah sakit dalam menetapkan SPO tentang teknik
relaksasi autogenik yang pada akhirnya dapat digunakan sebagai pedoman
bagi perawat Ruang Teratai untuk mengatasi masalah tidur pada pasien
post operasi dengan menggunakan teknik relaksasi autogenik.
3. Bagi institusi pendidikan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk menambah
kepustakaan dan pengetahuan tentang teknik relaksasi autogenik yang
merupakan salah satu tindakan mandiri perawat untuk mengatasi
permasalahan tidur pada pasien post operasi, dan instansi pendidikan
sebaiknya dapat menyediakan buku bacaan yang berhubungan dengan
teknik relaksasi autogenik dan kebutuhan tidur pada pasien post operasi.
4. Bagi peneliti lain
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai data dasar
bagi peneliti-peneliti selanjutnya dan dapat melakukan penelitian dengan
perluasan sampel dengan menggunakan kelompok kontrol serta melakukan
68
penelitian pengaruh teknik relaksasi autogenik pada pasien dengan
penyakit dalam.
5. Bagi peneliti
Diharapkan dapat melakuan penelitian yang lebih luas lagi megenai teknik
relaksasi autogenik dan pemenuhan kebutuhan tidur pada pasien post
operasi dengan variabel yang lebih luas dan berbeda.
DAFTAR PUSTAKA
Alimul, A. 2006. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia : Aplikasi Konsep dan
Proses Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika
Arikunto, 2013, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta: Rineka
Cipta.
Aryanti, N.P. 2007. Terapi Modalitas Keperawatan. Jakarta : Balai Penerbit
FKUI.
Asmadi, 2008, Tehnik Prosedural Keperawatan: Konsep dan Aplikasi Kebutuhan
Dasar klien, Jakarta : Salemba Medika.
Dewi, S. 2015. Pengaruh Relaksasi Otot Progresif Terhadap Insomnia Pada
Penderita Congestive Heart Failure di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru.
JOM VOL 2 NO 1. FEBRUARI 2015.
Fahmi. 2012. Pengaruh Terapi Musik terhadap Tingkat Gangguan Tidur pada
pasien pasca operasi Laparotomy di Irna B (Teratai) dan Irna Ambun
Pagi RSUP Dr. M. Djamil, Padang. Skripsi. Universitas Andalas Padang.
Goldbert, Bruce. 2007. Self Hypnosis Bebas Masalah Dengan Hypnosis.
Yogyakarta : B-First.
Haris, 2011. Pengaruh Tehnik Relaksasi Progresif Terhadap Pemenuhan
Kebutuhan Istirahat–Tidur Klien di Ruangan VIP-B Rumah Sakit Umum
Daerah Bima. Jurnal Kesehatan Prima Vol. 5 No.1, Februari 2011.
Hasri, 2012. Praktek Keselamatan Pasien Bedah di RSUD X, Tesis, Universitas
Gajah Mada Yogyakarta.
Hidayat, A. aziz. 2008. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia : Aplikasi Konsep
dan Proses Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika
Hikmah, U. 2014. Pengaruh Teknik Relaksasi Imajinasi Terbimbing (Guided
Imagery) Terhadap Pemenuhan Kebutuhan Tidur Anak Usia Sekolah di
Ruang Rawat Inap Anak RSUD Prof. Dr. Ma. Hanafiah SM Batusangkar.
Ners Jurnal Keperawatan Volume 10. No 1, Oktober 2014 : 110 – 117.
Indri. 2014. Hubungan Antara Nyeri, Lingkungan dan Kecemasan Terhadap
Kualitas Tidur Pasien Post Operasi Apendisitis di RSUD AA Pekanbaru.
Skripsi.
Kang, E., Park, J., Chung, C., Yu, B. 2009. Effect of biofeedback assisted
autogenic training on headache activity and mood states in korean female
migraine patients. Journal Korean Medicine Sciences, 24: 936-940.
Kozier Barbara ERD, Glenora, Berman Audrey & Snyder Shirlee, J. 2009.
Fundamental of nursing consept proses end praktice, (Seven Edition).
New Jersey: Pearson Prectice Hail Upper Saddel River.
Luthfi, F. 2009. Teknik Relaksasi. Makalah. Malang: Universitas Negeri Malang.
Mario, TP dan Sujarweni, VW. 2006. SPSS untuk paramedis. Yogyakarta: Ardana
Media.
Myers G, David. 2012. Psikologi Sosial, edisi 10. Jakarta : penerbit Salemba
Humanika.
Mubarak,Wahid Iqbal, et al. 2011. Pomosi Kesehatan: Sebuah Pengantar Proses
Belajar Mengajar dalam Pendidikan. Edisi pertama. Yogyakarta: Graha
Ilmu
Narbuko, C, 2007, Metodologi Penelitian. Jakarta: Bumi Aksara.
Notoatmodjo, 2012, Metodologi Penelitian Kesehatan, Jakarta: Rineka Cipta.
Notoatmodjo, 2012, Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan, Jakarta: Rineka
Cipta.
Nurdin, S. 2013. Pengaruh teknik relaksasi terhadap intensitas nyeri pada pasien
post operasi fraktur di Ruang Irina A BLU Prof. Kandou Manado. Skripsi.
Nurlela, S. 2009. Faktor - faktor yang mempengaruhi kualitas tidur pasien post
operasi laparatomi di RS PKU Muhammadiyah Gombong. Skripsi.
Nursalam, 2013. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu
Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.
Oberg, E. 2009. Mind-body techniques to reduce hypertension's chronic effects
integrative medicine.
Permenakertrans No 1 Tahun 2014. Perubahan Atas Keputusan Menteri Tenaga
Kerja dan Transmigrasi Nomor KEP.250/MEN/XII/2008 Tentang
Klasifikasi Dan Karakteristik Data Dari jenis Informasi Ketenagakerjaan.
Perry Anne Griffin, Potter Patricia A. 2006. Fundamental keperawatan, konsep,
klinis dan praktek, Ed 4, Vol 2, alih bahasa: Renata Komalasari, Dian
Evriyani, Enie Novieastari, Alfrina Hany dan Sari Kurnianingsih. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran, EGC.
Priyatno, D, 2009, Mandiri Belajar SPSS, Mediakom, Yogyakarta.
Priharjo, R. 2008. Konsep & Prespektif Praktik Keperawatan Profesional.
Jakarta: EGC
Riwidikdo. H, 2013, Statistik Kesehatan Belajar Mudah Teknik Analisa Data
Dalam Penelitian Kesehatan (Plus aplikasi sofeware SPSS), Yogyakarta :
Citra Cendikia Press.
Saputra, L. 2013. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia. Tangerang: Binarupa
Aksara.
Setyawati, A. 2010. Buku Panduan Relaksasi Otogenik. Jakarta: Fakultas Ilmu
Keperawatan Universitas Indonesia.
Shinozaki, M., et.,al. 2009. Effect of autogenic training on general improvement
in patients with irritable bowel syndrome: a randomized controlled trial.
Appl Psychophysiol Biofeedback Springer Science+Business Media.
Sjamsuhidajat, R & Jong de Wim. 2005. Buku ajar ilmu bedah. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran, EGC.
Sudjana. 2005. Metode Statistika. Bandung: Tarsito.
Sulastri, 2014. Hubungan intensitas nyeri dengan pemenuhan kebutuhan tidur
pada pasien post operasi di Ruang Mawar RSUD dr Soehadi Prijonegoro
Sragen. Skripsi. Universitas Sahid Surakarta.
Tarwoto dan Wartonah, 2015. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses
keperawatan, Jakarta : Salemba Medika.
Varvogli, L., & Parviri, C. 2011. Stress management techniques: evidence-based
procedurs that reduce stress and promote health. Health Science Journal 5,
Issue 2.
Vaughans, BW. 2013. Keperawatan Dasar. Yogyakarta: Rapha Publishing.
Widyastuti, P. 2004, Manajemen Stres, Jakarta: EGC.
Wiramihardja, S.A. 2006. Pengantar Psikologi Klinis. Bandung: P.T. Refika
Aditama.