Post on 17-Jan-2016
description
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perkembangan teknologi telah mempengaruhi kemajuan di berbagai
bidang guna pemenuhan kebutuhan akan keselamatan kerja, salah satunya
pada bangunan gedung. Salah satu aspek penting dalam penyelenggaraan
bangunan gedung adalah pengamanan terhadap bahaya kebakaran. Kebakaran
merupakan suatu insiden akibat dari api yang bekerja tidak pada tempatnya.
Api dapat terbentuk apabila adanya kontak antara sumber panas, bahan
bakar, dan oksigen (Hargiyarto : 2003). Pengertian kebakaran secara
umum adalah kejadian yang bermula dari proses secara cepat dari
oksigen dengan unsur-unsur lainnya yang ditandai dengan panas cahaya
secara nyata (Darwis : 1959). Reaksi kimia dari terjadinya kontak tersebut
yaitu api, yang kemudian dapat menimbulkan kebakaran apabila tidak
dapat dikendalikan dengan baik dan akan mengeluarkan panas yang
merupakan ancaman bagi kehidupan manusia.
Berdasarkan data yang dikumpulkan oleh Dinas Pemadam Kebakaran
Propinsi DKI Jakarta, terdapat 5 jenis kebakaran yang kerap terjadi, yaitu
kebakaran pemukiman, bangunan, industri, kendaraan bermotor, dan lain-lain.
Data yang ada menunjukkan angka kejadian kebakaran yang fluktuatif sejak
tahun 2006 sampai dengan 2010. Meskipun demikian, kecenderungan
jumlahnya naik dalam kurun waktu tersebut. Bahkan terjadi lonjakan pada
tahun 2011 dengan 953 kejadian dibanding pada tahun 2010 dengan 698
kejadian. Jika diambil angk rata-rata, kejadian pertahun mencapai lebih dari
800 kejadian kebakaran. Di tahun 2011, angka kejadian meningkat mencapai
puncaknya pada bulan Agustus yakni 141 kejadian
(http://dc380.4shared.com/doc/LFMHEF1f/preview.html).
Salah satu kendala dalam mengatasi kasus kebakaran yaitu
dilakukannya tindakan pemadaman setelah adanya kebakaran besar.
Kemajuan teknologi menghasilkan suatu rekayasa sistem deteksi dan alarm
kebakaran yang secara otomatis akan bekerja dan memberitahukan kepada
operator dalam bentuk cahaya lampu ataupun bel sehingga awal kebakaran
dapat diketahui dan segera dapat diambil langkah penanganan secara cepat
dan tepat. Pada umumnya alat ini biasa dinamakan dengan detektor yang
fungsinya mendeteksi secara dini adanya suatu kebakaran awal, yang terdiri
dari detektor asap, detektor panas, detektor nyala api dan detektor gas.
Detektor merupakan sarana pemadam yang dapat mendeteksi terjadinya
bahaya kebakaran dan menyampaikan isyarat sedini mungkin hingga dapat
segara dilakukan penanganan, penanggulangan serta pemadaman secepatnya.
Sistem detektor kebakaran ini dihubungkan dengan suatu sistem alarm yang
bertujuan untuk memberitahukan kepada penghuni gedung atau fasilitas
umum bahwa telah terjadi kebakaran. Apabila terjadi kebakaran detektor dan
alarm akan bekerja secara otomatis dan memberi tahukan kepada operator
dalam bentuk cahaya lampu ataupun bel sehingga awal kebakaran dapat
diketahui dengan secepatnya dan dapat diambil langkah penanganan
pemadaman kebakaran.
Pentingnya melaksanakan upaya pencegahan dan penanggulangan
kebakaran khususnya dengan menggunakan “Detektor dan Alarm”
sebagaimana tersebut di atas perlu diterapkan pada area “Gedung
Laboratorium FMIPA Universitas Justiar Jakarta”, dikarenakan belum
terpenuhinya sistem deteksi dan alarm kebakaran. Dengan pemasangan dan
penempatan “Detektor dan Alarm” sesuai persyaratan yang berlaku
diharapkan mampu mendeteksi terjadinya bahaya kebakaran dan
menyampaikan isyarat sedini mungkin hingga dapat segara dilakukan
penanganan, penanggulangan serta pemadaman secepatnya.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang dapat diambil dari latar belakang di atas yaitu :
1. Bagaimana cara menentukan jenis dan jumlah detektor dan alarm pada
Gedung Laboratorium FMIPA Universitas Justiar Jakarta ?
2. Bagaimana merencanakan suatu tata letak penempatan atau
pemasangan detektor dan alarm pada Gedung Laboratorium FMIPA
Universitas Justiar Jakarta yang efektif dan efisien ?
1.3 Tujuan
Tujuan perencanaan sistem pencegahan dan penanggulangan
kebakaran dengan menggunakan Sistem Deteksi dan Alarm Kebakaran pada
Gedung Laboratorium FMIPA Universitas Justiar Jakarta yaitu :
1. Mampu merencanakan sistem deteksi dan alarm kebakaran pada
Gedung Laboratorium FMIPA Universitas Justiar Jakarta.
2. Mampu merencanakan suatu tata letak penempatan atau pemasangan
detektor dan alarm pada Gedung Laboratorium FMIPA Universitas
Justiar Jakarta yang efektif dan efisien.
3. Mampu menerapkan aturan dan standart sistem detektor dan alarm
pada sebuah bangunan atau gedung.
1.4 Manfaat
Manfaat yang dapat diperoleh dalam perencanaan sistem pencegahan dan
penanggulangan kebakaran dengan menggunakan Sistem Deteksi dan Alarm
Kebakaran pada Gedung Laboratorium FMIPA Universitas Justiar Jakarta
yaitu :
1. Dapat menembah wawasan dan pengetahuan mengenai sistem deteksi
dan alarm kebakaran.
2. Dapat merencanakan sistem deteksi dan alarm pada Gedung
Laboratorium FMIPA Universitas Justiar Jakarta.
3. Dapat merencanakan suatu tata letak penempatan atau pemasangan
detektor dan alarm pada Gedung Laboratorium FMIPA Universitas
Justiar Jakarta yang efektif dan efisien.
4. Dapat menerapkan aturan dan standart sistem detektor dan alarm pada
sebuah bangunan atau gedung.
1.5 Batasan Masalah
Batasan masalah mengenai tata cara perencanaan sistem pencegahan dan
penanggulangan kebakaran dengan menggunakan Sistem Deteksi dan Alarm
Kebakaran pada Gedung Laboratorium FMIPA Universitas Justiar Jakarta
yaitu :
1. Perancangan detektor dan alarm dilakukan pada dilaksanakan untuk area
Gedung Laboratorium FMIPA Universitas Justiar Jakarta, Jl. Rayung
Wulan No. 140 Jakarta Pusat (3 lantai).
2. Standar yang digunakan dalam perancangan ini adalah:
a. SNI 03-3985-2000 tentang tata cara perencanaan, pemasangan
dan pengujian sistem deteksi dan alarm kebakaran untuk
pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan gedung.
b. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. PER 02/MEN/1983 tentang
Instalasi Alarm Kebakaran Automatik.
c. NFPA 101 tahun 2000, Life Safety Code.
BAB II
DASAR TEORI
2.1 Pengertian Kebakaran
Penyebab dasar terjadinya kecelakaan ( Accident atau incident ) adalah
adanya “ketimpangan manajemen“, sedang unsafe acts dan unsafe
conditions hanya merupakan gejala saja, teori “Frank E. Bird Jr”.
Rasio segitiga kecelakaan menurut “Frank E. Bird Jr”
Gambar 2.1 Rasio Segitiga Api
Sedangkan nyala api terjadi karena adanya reaksi dari tiga unsur, yaitu
bahan bakar, panas dan oksigen yang berjalan cepat dan seimbang.
2.1.1 Bahaya Kebakaran
Bahaya kebakaran adalah bahaya yang ditimbulkan oleh adanya
nyala api yang tidak terkendali. Sebab-sebab kebakaran sangatlah
beragam, seperti :
1. Karena kelalaian, misalnya :
a. kurang pengertian dalam hal pencegahan kebakaran
b. kurang hati-hati dalam menggunakan alat atau bahan
c. kurang kesadaran atau tidak disiplin
2. Karena peristiwa alam, misalnya :
a. sinar matahari
b. letusan gunung berapi
c. gempa bumi
d. petir / halilintar
e. angin topan
3. Karena penyalaan sendiri (auto-ignition)
4. Karena unsur kesengajaan dengan tujuan sabotase, mencari
keuntungan pribadi, menghilangkan jejak, dsb.
Kebakaran yang terjadi sering mengakibatkan kecelakaan
berkelanjutan, hal ini disebabkan pada peristiwa kebakaran yang
dihasilkan : asap, panas, nyala dan gas-gas beracun yang dapat
menyebar kesegala arah dan tempat.
2.1.1.1 Asap
Asap adalah partikel zat karbon ukurannya kurang dari 0,5
mikron, sebagai hasil dari pembakaran tak sempurna dari bahan-
bahan yang mengandung unsur karbon. Bahaya asap bagi manusia
adalah menyebabkan iritasi/rangsangan terhadap mata, selaput lendir
pada hidung dan kerongkongan.
2.1.1.2 Panas
Panas adalah suatu bentuk energi yang pada temperatur 3000 F
dikatakan sebagai temperatur tertinggi dimana manusia dapat
bertahan (bernafas) dalam waktu yang singkat. Bahaya dari terpapar
panas menyebabkan manusia menderita kehabisan tenaga,
kehilangan cairan tubuh, terbakar atau luka bakar pada pernafasan
dan mematikan kerja jantung.
2.1.1.3 Nyala/ Flame
Nyala/ Flame biasa timbul dari proses pembakaran yang
sempurna dan membentuk cahaya yang berkilauan.
2.1.1.4 Gas-gas Bearcun
Peristiwa kebakaran banyak menghasilkan gas-gas beracun yang
berasal dari bahan terbakar (khususnya baha-bahan kimia). Macam-
macam gas yang dihasilkan dalam proses terjadinya kebakaran
adalah :
Gas CO
Sulfur dioksida (SO2)
Hidrogen Sulfida (H2S)
Ammonia (NH3)
Hidrogen Sianida (HCn)
Acrolerin (C3H4O)
Sedangkan untuk bahan-bahan lainnya masih banyak gas-gas yang
beracun yang dihasilkan, oleh karena itu pada peristiwa kebakaran
tidak jarang korban yang meninggal akibat kercunan gas beracun.
2.1.2 Pemadaman api
Pemadaman api pada dasarnya adalah cara untuk merusak
keseimbangan reaksi api. Hal ini dapat dilakukan dengan 3 cara,
yaitu :
1. Cara penguraian, yaitu dengan memisahkan atau
menyingkirkan bahan-bahan yang mudah terbakar.
2. Cara pendinginan, yaitu dengan menurunkan panas sehingga
temperature bahan yang terbakar turun sampai dibawah titik
nyalanya.
3. Cara isolasi, yaitu dengan menurunkan kadar oksigen sampai di
bawah 12% untuk mencegah reaksi dengan oksigen.
2.1.3 Reaksi Terjadinya Kebakaran
Proses terjadinya kebakaran disebabkan oleh 3 komponen
Pertama, harus tersedia bahan bakar yang dapat terbakar. Selain itu,
panas yang cukup, yang digunakan untuk menaikkan temperatur
bahan bakar hingga ke titik penyalaan. Dan akhirnya, harus terdapat
pula cukup udara untuk menyuplai oksigen yang diperlukan. Oksigen
diperlukan untuk menjaga proses pembakaran agar tetap berjalan dan
untuk mempertahankan suplai panas yang cukup sehingga
memungkinkan terjadinya penyalaan bahan bakar yang sulit
terbakar. Ketiga unsur itu, yaitu bahan bakar, panas, dan oksigen,
yang memungkinkan timbulnya api disebut dengan segitiga api (fire
triangle). Prinsip dasar dalam usaha pencegahan atau pengendalian
terjadinya kebakaran hutan dilakukan dengan cara memutuskan salah
satu dari ketiga komponen tersebut. Hal yang umum dilakukan
adalah dengan cara mengurangi peran komponen bahan bakar dan
panas yang dapat dilakukan dengan berbagai macam teknik.
2.2 Alat Pengindera Otomatis (Detektor)
Detektor kebakaran adalah alat yang dirancang untuk mendeteksi
adanya kebakaran dan mengawali suatu tindakan. Alat dipasang pada langit-
langit atau plafon suatu bangunan dan akan bekerja apabila ada panas, asap,
atau radiasi. Kondisi ini akan dapat diidentifikasi dengan cepat, karena
adanya perkembangan lebih lanjut sebagai akibat terjadinya kebakaran,
seperti :
1. setelah penyalaan terjadi dan terlepasnya hasil pembakaran
2. jika asap kebakaran telah mulai timbul
3. jika kebakaran telah menghasilkan nyala api
4. jika suhu akibat kebakaran meningkat dengan cepat
gambaran umum secara sederhana terhadap lingkup menyeluruh dari
suatu sistem deteksi dan alarm kebakaran sehingga dapat terlihat
komponen/bagian-bagian dari sistem, dan ini ditunjukkan pada gambar 2.2.
Gambar 2.2 Gambaran umum suatu sistem deteksi dan alarm kebakaran
Pembagian klasifikasi detektor kebakaran, yaitu :
1. Berdasarkan jenis (model) detektor, terbagi menjadi :
a. Detektor panas yaitu alat yang mendeteksi temperature tinggi
atau laju kenaikan temperature yang tidak normal. Detektor ini
bekerja berdasarkan pengaruh panas (temperatur) tertentu. Ada
dua tipe detektor panas yaitu :
i. Detektor bertemperatur tetap yang bekerja pada suatu
batas panas tertentu (fixed temperatur).
ii. Detektor yang bekerjanya berdasarkan kecepatan
naiknya temperatur (Rate Of Rise).
iii. Detektor kombinasi yang bekerjanya berdasarkan
kenaikan temperatur dan batas temperatur maksimum
yang ditetapkan.
b. Detektor asap yaitu alat yang mendeteksi partikel yang terlihat
atau yang tidak terlihat dari suatu pembakaran. Detektor ini
bekerja berdasarkan terjadinya akumulasi asap dalam jumlah
tertentu. Ada dua tipe detektor asap yaitu :
i. Detektor asap optik
ii. Detektor asap ionisasi
c. Detektor nyala api yaitu alat yang mendeteksi sinar infra
merah, ultra violet, atau radiasi yang terlihat yang ditimbulkan
oleh suatu kebakaran. Detektor ini bekerja berdasarkan radiasi
nyala api. Ada dua tipe detektor nyala api yaitu :
i. Detektor nyala api Ultra Violet
ii. Detektor nyala api Infra Merah
d. Detektor gas kebakaran yaitu alat yang mendeteksi gas-gas
yang terbentuk oleh suatu kebakaran. Detektor ini bekerja
berdasarkan kenaikan konsentrasi gas yang timbul akibat
kebakaran ataupun gas-gas lain yang mudah terbakar.
e. Detektor kebakaran lainnya yaitu alat yang mendeteksi suatu
gejala selain panas, asap, nyala api, atau gas yang ditimbulkan
oleh kebakaran.
2. Berdasarkan tipe detektor, terbagi menjadi :
a. Detektor tipe garis (“line type detektor”) yaitu alat yang
pendeteksiannya secara terus-menerus sepanjang suatu jalur.
b. Detektor tipe titik (“spot type detektor”) yaitu alat yang elemen
pendeteksiannya terkonsentrasi pada suatu lokasi tertentu.
c. Detektor tipe sample udara (“air sampling type detektor”) yaitu
alat yang terdiri atas pemipaan distribusi dari unit detektor ke
daerah yang diproteksi.
3. Berdasarkan cara operasi, terbagi menjadi :
a. Detektor tidak dapat diperbaiki (“non restorable detektor”)
yaitu alat dimana elemen penginderaannya dirancang untuk
rusak oleh proses pendeteksian kebakaran.
b. Detektor dapat diperbaiki (“restorable detektor”) yaitu alat
dimana elemen penginderaannya tidak rusak oleh proses
pendeteksian kebakaran.
Pemilihan alat detektor kebakaran tergantung pada resiko bahaya
kebakaran yang terjadi, sehingga detektor yang digunakan harus dapat
diandalkan, kuat dan ekonomis. Pada umumnya detektor kebakaran
berdasarkan jenis (model) yang sering dipakai adalah jenis detektor asap,
detektor, detektor panas dan detektor radiasi.
2.2.1 Bentuk langit-langit
Bentuk langit-langit diklasifikasikan sebagai berikut:
Langit-langit datar yaitu langit-langit yang secara nyata datar
atau mempunyai kemiringan kurang dari 1 : 8.
Langit-langit miring yaitu langit-langit yang mempunyai
kemiringan lebih dari 1 : 8. Langit-langit miring selanjutnya
diklasifikasikan sebagai berikut:
a) Tipe kemiringan berpuncak (“sloping peaked type”)
Langit-langit yang mempunyai kemiringan kedua arah dari
titik puncak langit-langit melengkung berkubah dapat
dianggap berpuncak dengan kemiringan digambarkan sebagai
kemiringan dari tali busur dari puncak ke titik terendah. Lihat
Gb-2.2.3
Gambar 2.3 Detektor panas-denah jarak antara langit-langit yang
dimiringkan
b) Tipe kemiringan satu arah (“sloping shed type”)
Langit-langit dimana titik puncak ada pada satu sisi dengan
kemiringan menuju ke arah sisi berlawanan. Lihat Gb-2.2.4
Gambar 2.4 Detektor panas – denah jarak antara – langit-langit yang
dimiringkan
2.2.2 Permukaan langit-langit
Permukaan langit-langit diacu dalam hubungannya dengan
peletakan detektor kebakaran adalah:
Konstruksi balok (“beam construction”) yaitu langit-langit
yang mempunyai komponen struktural atau tidak struktural
yang pejal menonjol ke bawah dari permukaan langit-langit
lebih dari 100 mm (4 inchi) dan berjarak 0.9 m (3 ft) dari
sumbu ke sumbu.
Gelagar (“girders”) yaitu palang penunjang balok atau balok
melintang, dipasangkan dengan bersudut terhadap balok atau
balok melintang. Bila gelagar berada 100 mm (4 inchi) dari
langit-langit maka merupakan faktor dalam menentukan
jumlah detektor dan dianggap sebagai balok. Bila puncak atas
dari gelagar lebih dari 100 mm (4 inchi) dari langit-langit,
bukan merupakan faktor di dalam peletakan detektor.
Konstruksi balok melintang padat (“solid joist construction”)
yaitu langit-langit yang mempunyai komponen struktural atau
tidak struktural yang pejal menonjol ke bawah dari
permukaan langit-langit dengan jarak lebih dari 100 mm (4
inchi) dan berjarak 0.9 m (3 ft) atau kurang dari sumbu ke
sumbu.
Langit-langit rata yaitu sebuah permukaan tidak terganggu
oleh tonjolan yang menerus, seperti gelagar yang padat,
balok, “ducting”, perpanjangan lebih dari 100 mm (4 inchi) di
bawah permukaan langit-langit.
2.2.3 Lokasi dan jarak
Detektor asap jenis titik
Detektor asap jenis titik harus diletakkan pada langit-langit
tidak kurang dari 100 mm (4 inchi) dari dinding sampai ke
ujung terdekat, atau bila dipasang pada suatu dinding
samping, antara 100 mm (4 inchi) dan 300 mm (12 inchi)
turun dari langit-langit ke puncak dari detektor (lihat Gb-2.5).
Gambar 2.5 Detektor jenis titik
Jarak maksimum pada langit-langit rata untuk detektor panas jenis
titik ditentukan dengan pengetesan secara skala penuh. Pengetesan
ini mengasumsi bahwa detektor akan dipasangkan mengikuti pola
satu persegi atau beberapa persegi, setiap sisi darinya sama dengan
maksimum jarak yang ditentukan pada pengetesan. Ini
digambarkan pada gambar 2.6.. Detektor yang akan ditest
ditempatkan pada suatu pojok dari daerah persegi ini, yang
merupakan titik dengan jarak terjauh yang dimungkinkan dari api
selama masih berada di dalam daerah persegi. Jadi jarak dari
detektor “D” ke api “F” adalah selalu jarak pengetesan dikalikan
dengan 0,7 dan dapat disusun pada tabel 2.1 berikut :
Tabel 2.1. Jarak maksimum pada langit-langit rata.
Jarak
pengetesan
Jarak maksimum dari api ke detektor
( 0,7 x D )
15 m x 15 m 10 m
12 m x 12 m 8 m
9 m x 9 m 6 m
7,5 m x 7,5 m 5 m
6 m x 6 m 4 m
4,5 m x 4,5 m 3 m
Gambar 2.6 Detektor panas – denah jarak antara – langit-langit yang
dimiringkan
30 cm
10 cm
Daerah yang
dijinkan
2.3 Prosedur Perencanaan Sistem Detektor
Dalam pemasangan detektor tidak bisa dilakukan secara sembarangan
mamun memiliki aturan-aturan yang harus hilakukan. Aturan-aturan tersebut
dilaksanakan guna mendapatkan keefektifan kerja dari detektor itu sendiri.
Pemasangan komponen-komponen detektor harus memiliki merk dagang,
terdaftar sebagai pengesahan kualitas standart, memperoler rekomendasi dari
instansi yang berwenang, dan harus dilengkapi dengan sertifikat dari
laboratorium.
2.3.1 Smoke Detektor
Kriteria desain dalam pemasangan smoke detektor (detekto
asap) adalah harus memenuhi aturan-aturan sebagai berikut :
1. Detektor asap optic digunakan untuk mendeteksi kebakaran
yang menghasilkan asap tebal, seperti kebakaran PVC.
2. Detektor asap ionisasi digunakan untuk mendeteksi asap
kebakaran yang terdiri dari partikel-partikel kecil yang
biasanya berupa pembakaran sempurna.
3. Penempatan detektor asap harus sesuai dengan fungsi ruangan.
4. Pada atap datar, detektor asap tidak boleh dipasang pada jarak
kurang dari 10 cm dari dinding dan tidak boleh lebih dari 30
cm dari langit-langit.
Gambar 2.7 Batas Pemasangan Detektor Asap
S / 2
90 cm
S
Daerah pemasangan detektor pertama
S S / 2
Detektor
> 1,5 m
Lubang uadara masuk
Detektor
Detektor
Lubang uadara masuk
> 1,5 m
5. Balok-balok pada langit-langit dengan tebal dan tingginya
sama atau kurang dari 20 cm maka dapat dianggap sebagai
langit-langit rata.
6. Untuk atap pelana, deretan detertor dipasang didaerah atap
yang berjarak 90 cm dari puncak atap yang diukur mendatar.
Deretan detektor asap yang lain dipasang sesuai dengan jarak
yang diperbolehkan.
Gambar 2.8 Zona Pemasangan untuk Atap Pelana
7. Penempatan dan jarak pemasangan detektor asap harus
disesuaikan denagan : Bentuk dan pemukaan langit-langit,
tinggi langit-langit, dan sistem ventilasi ruangan.
8. Detektor asap tidak boleh dipasang dalam jarak kurang dari 1,5
meter dari lubang udara masuk.
< 1,5 mDetektor
Lubang uadara Balik Detektor
Lubang uadara Balik
< 1,5 m
< 0,6 m
Detektor
> 0,6 mDetektor
Benar
Salah
Detektor pada dasar balokBalok-balok
S
½ S
½ S
½ S½ S ¼ S
Gambar 2.9 Batas Detektor Asap dengan Lubang Udara Masuk
9. Detektor asap harus dipasang pada daerah dekat lubang udara
balik, dengan jarak kurang dari 1,5 meter.
Gambar 2.10 Jarak Detektor Asap dengan Lubang Udara Balik
10. Pada setiap luas lantai 92 m2 dengan tinggi langit-langit 3 m,
harus dipasang sebuah alat detektor.
11. Untuk langit-langit yang terbagi-bagi dalam balok-balok,
pemasangan detektor sesuai dengan ketentuan sebagai berikut :
Gambar 2.10 Jarak Untuk Langit Yang Terbagi-bagi
12. Zona detektor harus dibatasi maksimal 20 detektor asap yang
dapat melindung area seluas 1000 m2 luas lantai.
13. Penentuan zona dan jumlah zona untuk suatu bangunan
dipengaruhi oleh luas ruangan dan bentuk bangunan.
2.3.2 Radiation Detector (Flame Detector)
Kriteria desain dalam pemasangan Radiation detector (detektor
radiasi) adalah harus memenuhi aturan-aturan sebagai berikut:
1. Penempatan detector radiasi harus sesuai dengan fungsi ruangan.
2. Zona detector harus dibatasi maksimal 20 detector asap yang dapat
melindung area seluas 1000 m2 luas lantai.
3. Untuk atap pelana, deretan detertor dipasang didaerah atap yang
berjarak 90 cm dari puncak atap yang diukur mendatar. Deretan
detector asap yang lain dipasang sesuai dengan jarak yang
diperbolehkan.
4. Untuk langit-langit yang terbagi-bagi dalam balok-balok,
pemasangan detector harus pada bagian bawah balok.
5. Detector tidak boleh dipasang terhalang oleh sesuatu pada daerah
yang akan diproteksi.
6. Detector harus dilindungi terhadap gangguan sinar yang tidak
dikehendaki (yang mungkin dapat menyebabkan alarm palsu).
2.3.3 Heat Detector
Kriteria desain dalam pemasangan Heat detector (Detector
panas) adalah harus memenuhi aturan-aturan sebagai berikut:
1. Detector harus dipilih berdasarkan temperatur kerja, dimana
pembagian detector panas.
2. Penempatan detektor panas harus sesuai fungsi ruangan.
3. Pada atap atau langil-langit yang datar, pemenpatan detector tidak
boleh kurang dari 30 cm dari dinding dan tidak boleh lebih dari 30
cm dari langit-langit.
4. Detektor panas harus dipasang seperti table.
5. Jarak antara detektor (s) tidak boleh lebih besar dari yang
ditentukan pada gambar dan jarak detektor kedinding tidak boleh
lebih besar dari yang ditentukan tersebut.
6. Jarak antara detektor harus sesuai dengan tinggi langit-langit.
7. Detektor tidak boleh dipasang dalam jarak kurang dari 1,5 meter
dari lubang udara masuk.
8. Detector panas harus dipasang pada daerah dekat lubang udara
balik, dengan jarak kurang dari 1,5 meter
9. Untuk atap pelana, deretan detertor dipasang didaerah atap yang
berjarak 10 cm dari puncak atap yang diukur mendatar. Deretan
detector panas yang lain dipasang sesuai dengan jarak yang
diperbolehkan
10. Bila ada, balok-balok dengan ketinggian dari langit-langit tidak
lebih dari 10 cm dapat dianggap sebagai langit-langit rata.
11. Bila tinggi balok lebih dari 10 cm maka jarak antara detector panas
yang tegak lurus dari balok beton tersebut harus 2/3 S.
12. Bila ada balok yang tingginya lebih besar dari 46 cm dan letaknya
lebih besar dari 2,5 meter dari tengah-tengah ruangan yang dibatasi
oleh balok tadi, harus dianggap sebagai ruangan terpisah.
13. Untuk langit-langit tang terbagi oleh balok-balok pemasangannya
sama dengan detetktor asap.
14. Untuk ketinggian langit-langit antara 3-9 meter, jarak antara
detector harus dikalikan, sesuai dengan table.
Tabel 2.2 Pemilihan ruang efektif dan ruang sirkulasi
Jarak Detektor
(Maks)
Ruang
Efektif
Ruang
Sirkulasi
Panas 7 m 10 m
Asap 12 m 18 m
Gas 12 m 12 m
Sumber : NFPA 101, 2000
Tabel 2.3 Tabel Jarak antar Detektor Panas
Ketinggian Langit-langit Faktor Pengali (%)
0 - 3,0 100
3,0 - 3,6 91
3,6 - 4,2 84
4,2 - 4,8 77
4,8 - 5,4 71
5,4 - 6,0 64
6,0 - 6,7 58
6,7 - 7,3 52
7,3 - 7,9 46
7,9 - 8,5 40
8,5 - 9,1 34
Sumber : NFPA 101, 2000
15. Pemasangan detektor panas harus mengikuti persyaratan:
a. Pada suatu kelompok detektor, tidak boleh dipasang lebih dari
40 buah detektor.
b. Untuk setiap ruangan dengan luas 46 m2 dan tinggi langit-langit
3 meter harus dipasang satu alat detektor panas.
c. Jarak antara detektor panas tidak boleh lebih dari 7 m. untuk
setiap ruangan efektif dan tidak boleh lebih dari 10 m. untuk
ruangan sirkulasi.
d. Jarak detektor panas dengan dinding pembatas paling jauh 3 m.
pada ruang efektif dan 6 m pada ruang sirkulasi serta paling
dekat 30 cm dari dinding pembatas.
e. Dipuncak lekukan langit-langit, pada ruangan tersembunyi
harus dipasang sebuah detector panas untuk setiap jarak
memanjang 9 m.
2.3.4 Rumus Perhitungan Jumlah dan Jarak Antar Detektor
Untuk merancang jumlah dan jarak detektor, ada beberapa tahapan
yang perlu dilakukan , diantaranya :
1. Menentukan jenis detektor untuk setiap ruangan,sesuai dengan fungsi
ruangan dan bahan yang mudah terbakar di dalamnya,
2. Menentukan faktor pengali sesuai dengan tinggi ruangan,
3. Menghitung jarak maksimal antar detektor di setiap ruangan,
4. Menghitung jarak penempatan detektor dari dinding,
5. Menghitung jumlah detektor di setiap ruangan,
6. Menentukan besarnya biaya pemasangan instalasi detektor.
Jarak detektor dengan dinding dan antar detektor, dapat dihitung
dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
S = JD x fs (factor pengali) ……………………………………..(2.1)
Jumlah detektor memanjang = pS
…………………...………...(2.2)
Jarak detector dari dinding arah memanjang = S2 ………......…(2.3)
Jumlah detektor melintang = lS
…………………………..…(2.4)
Jarak detector dari dinding arah melintag = S2
……..………(2.5)
Keterangan:
S : Jarak
JD : Jarak Detector (m)
P : Panjang (m)
l : Lebar (m)
2.4 Alarm
Alarm adalah komponen dari sistem yang memberikan isyarat/tanda
setelah kebakaran terdeteksi, sehingga alarm semua bagian ruangan dalam
banguanan harus dapat dijangkau oleh isyarat alarm kebakaran dengan
tingkat kekerasan bunyi alarm yang khusus untuk ruangan tersebut. Isyarat
alarm dapat berupa:
Alarm kebakaran yang memberikan tanda/isyarat berupa bunyi
khusus (Audible Alarm).
Alarm kebakaran yang memberikan tanda/isyarat yang tertangkap
oleh pandangan mata secara jelas (Visible Alarm).
Beberapa peralatan signal devices yaitu :
alarm bell / siren / horn
alarm lamp
alarm pada fire-voice-communication system
firefighter phone, untuk komunikasi dengan fire brigade
graphic display, untuk mengetahui lokasi kebakaran secara tepat
Alarm suara harus memenuhi syarat sebagai berikut :
Mempunyai bunyi serta irama yang khas hingga mudah dikenal
sebagai alarm kebakaran.
Bunyi alarm tersebut mempunyai frekuensi kerja antara 500 ~ 1000
Hz dengan tingkat kekerasan suara minimal 65 dB (A).
Selain memberikan isyarat alarm dapat digunakan sebagai penuntun
cara masuk bagi anggota pemadam kebakaran dari luar karena itu alarm luar
harus dipasang dengan benar. Dan semua bagian ruangan dalam bangunan
harus dapat dijangkau oleh sistem alarm kebakaran dengan tingkat
kekerasan bunyi alarm yang khusus untuk ruangan tersebut. Dan untuk
alarm visual harus dipasang pada ruang khusus, seperti tempat perawatan
orang tuli dan sejenisnya. semua lokasi panel kontrol dan panel bantu harus
terpasang alarm kebakaran.
Panel kontrol harus bisa menunjukkan asal lokasi kebakaran dan
mampu membantu kerja detektor dan alarm kebakaran serta komponennya
secara keseluruhan jadi penempatan panel kontrol harus ditempatkan dalam
bangunan di tempat yang aman, mudah terlihat dan mudah dicapai dari
ruang utama dan harus mempunyai minimum ruang bebas 1 meter di
depannya. Panel kontrol harus dilengkapi dengan peralatan-peralatan,
sehingga operator dapat mengetahui kondisi instalasi baik pada saat normal
maupun pada saat terdapat gangguan. Peralatan-peralatan tersebut sekurang-
kurangnya terdiri dari :
a. Perlengkapan untuk pengujian terhadap bekerjanya sistem
secara keseluruhan.
b. Perlengkapan pengujian untuk mengetahui apabila terjadi
kerusakan pada sistem yaitu buzzer dan lampu indikator.
c. Perlengkapan pemberitahuan apabila terjadi sinyal palsu.
d. Perlengkapan pemantau sistem catu daya.
e. Perlengkapan lampu indikator yang menunjukkan suatu
keadaan di mana detektor/alarm kebakaran dalam suatu zona
sedang bekerja.
f. Fasilitas yang menunjukkan bahwa catu daya dalam keadaan
ada/tidak ada, berasal dari PLN, batere atau pembangkit listrik
darurat yang dilengkapi dengan alat ukur tegangan (voltmeter).
g. Pengalihan operasi harus secara otomatik yang disertai dengan
bunyi buzzer.
h. Lampu tanda suatu sirkit zona) terbuka atau dalam keadaan
hubung singkat lengkap dengan sakelar pilih (selector switch).
i. Fasilitas pengujian sirkit detektor/alarm kebakaran zona dalam
keadaan normal atau ada gangguan (berupa sirkit terbuka atau
sirkit tergubung singkat), dimana simulasi yang dilakukan tidak
mempengaruhi kerja zona yang lainnya dalam sistem tersebut.
j. Fasilitas uji lampu indikator yang berfungsi untuk memeriksa
apakah lampu-lampu indikator masih hidup atau mati.
k. Buzzer untuk keperluan operator yang disertai lampu kedip dan
sakelar untuk mematikan alarm.
2.5 Persyaratan umum
1. Peralatan serta komponen yang akan dipasang harus mempunyai merek
dagang, terdaftar sebagai pengesyahan kualitas standar dan memperoleh
rekomendasi dari instansi yang berwenang.
2. Hal tersebut harus dilengkapi sertifikat dari laboratorium.
3. Pemilihan jenis detektor harus sesuai dengan fungsi ruangan (lihat tabel
di bawah):
Tabel 2.4 jenis detektor harus sesuai dengan fungsi ruangan
BT-1)
KNT-2)/KOMBINASI
AsapNyala
ApiGas
(Fixed
Temperature)
ROR-3)
KOMBINASI
FIXED
TEMP.&ROR
Dapur Ruang
perjamuan
Garasi mobil
Restoran
Ruang sidang
Kamar tidur
Ruang
generator &
transformator
Laboratoriu
m kimia
Studio
televisi
Ruang
peralatan
kontrol
bangunan
Ruang
resepsionis
Ruang tamu
Ruang mesin
Ruang lift
Ruang
pompa
Ruang AC
Tangga
Koridor
Gudang
materia
l yang
mudah
terbaka
r
Ruang
kontrol
instalas
i
peralata
n vital
Ruang
transformator/dies
el
Ruang yang berisi
bahan yang
mudah
menimbulkan gas
yang mudah
terbakar
Lobby
Aula
Shaft
Perpustakaan
R. PABX
Gudang
Keterangan : BT = Detektor bertemperatur tetap
KNT = Detektor berdasarkan kecepatan
naiknya temperatur
ROR = Rate-of Rise Detektor
Pemilihan sistem menurut fungsi, jumlah dan luas lantai bangunan.
Tabel 2.5 Pemilihan sistem menurut fungsi, jumlah dan luas lantai
bangunan
Kel.
FungsiNama Kel.
Fungsi
Bangunan &
Bagiannya
Jumlah
Lantai
Jumlah
Luas
Minimum
Tiap Lantai
(m2)
Sistem
1 2 3 4 5 6
I
II
III
Rumah *)
sederhana
Perumahan
lainnya
Institusional
Rumah
bertingkat
Rumah sakit
& perawatan
1
2-4
>4
1
2-4
>4
t.d.
375
t.a.b.
t.a.b.
t.a.b.
t.a.b.
t.d.
Manual
Otomatik
& manual
Manual
Otomatik
& manual
Otomatik
& manual
IV
V
VI
VII
Perkantoran
Pertokoan
Pabrik *)
Bangunan
umum
Sekolah
Asrama
Perkantoran
Pertokoan &
pasar
Hotel
Tempat
ibadah
1
2-4
>4
1
2-4
>4
1
2-4
>4
1
2-4
>4
1
2-4
>4
1
2-4
t.d.
375
t.a.b.
t.d.
t.a.b.
t.a.b.
185
t.a.b.
t.a.b.
185
t.a.b.
t.a.b.
185
t.a.b.
t.a.b.
t.d.
375
t.d.
Otomatik
& manual
Otomatik
& manual
t.d.
Manual
Otomatik
& manual
Manual
Otomatik
& manual
Otomatik
& manual
Manual
Otomatik
& manual
t.d.
Manual
Otomatik
& manual
t.d.
Manual
Otomatik
& manual
Tempat
liburan &
musium
>4
1
2-4
>4
t.a.b.
t.a.b.
t.a.b.
t.a.b.
Otomatik
& manual
Manual
Otomatik
& manual
Otomatik
& manual
1. Keterangan: t.d. = Tidak dipersyaratkan
t.a.b. = Tidak ada batasan luas
*) = Tidak diatur dalam panduan
2.6 Perencanaan Konsep
Untuk merencanakan instalasi sistem pencegahan kebakaran harus
diperhatikan beberapa faktor yang menentukan antara lain:
1. Klasifikasi gedung menurut tinggi dan jumlah lantai, yaitu:
Klasifikasi Bangunan Ketinggian dan Jumlah Lantai
A
Tidak Bertingkat
B
Tidak Bertingkat
C
Bertingkat Rendah
D
Bertingkat Tinggi
E
Bertingkat Tinggi
Ketinggian sampai dengan 8 meter atau
(satu) lantai (lapis)
Ketinggian lebih dari 8 meter atau 2 (dua)
lantai (lapis)
Ketinggian sampai dengan 14 meter atau 4
(empat) lantai (lapis)
Ketinggian sampai dengan 40 meter atau 8
(delapan) lantai (lapis)
Ketinggian lebih dari 40 meter atau diats 8
(delapan) lantai (lapis)
2. Klasifikasi sifat hunian.
Klasifikasi sifat hunian ditentukan berdasarkan jenis kegiatan, bahan-
bahan yang digunakan konstruksi bangunan dan jumlah serta sifat penghuni.
a. Bahaya kebakaran ringan ialah hunian yang mempunyai nilai
kemudahan terbakar rendah dan apabila terjadi kebakaran melepaskan
panas rendah, serta menjalarnya api lambat.
Yang termasuk hunian bahaya kebakaran ringan antara lain:
Ibadat
Klub
Tempat Pendidikan
Tempat Perawatan
Lembaga
Perpustakaan
Museum
Perkantoran
Perumahan
Rumah Makan
Hotel
Rumah Sakit
Penjara
b. Bahaya kebakaran sedang kelompok I, yakni hunian yang mempunyai
kemudahan terbakar rendah penimbunan bahan yang mudah terbakar
sedang dengan tinggi tidak lebih dari 2,5 meter dan apabila terjadi
kebakaran melepaskan panas sedang.
Yang termasuk hunian bahaya kebakaran sedang kelompok I antara lain:
Parkir Mobil
Pabrik Roti
Pabrik Minuman
Pengalengan
Binatu
Pabrik Susu
Pabrik Elektronika
Pabrik Barang Gelas
Pabrik Permata
c. Bahaya kebakaran sedang kelompok II, yakni hunian yang mempunyai
nilai kemudahan terbakar sedang, penimbunan bahan yang mudah
terbakar dengan tinggi tidak lebih dari 4 meter dan apabila terjadi
kebakaran melepaskan panas sedang, sehingga menjalarnya api sedang.
Yang termasuk hunian bahaya kebakaran sedang kelompok II antara
lain:
Penggilingan Gandum atau Beras
Pabrik Bahan Makanan
Pabrik Kimia
Pertokoan Dengan Pramuniaga Kurang Dari 50 Orang
d. Bahaya kebakaran sedang kelompok III, yakni hunian yang mempunyai
nilai kemudahan terbakar tinggi dan apabila terjadi kebakaran,
melepaskan panas tinggi, sehingga menjalarnya api cepat.
Yang termasuk hunian bahaya kebakaran sedang kelompok III antara
lain:
Pameran
Pabrik Ban
Pabrik Permadani
Bengkel Mobil
Studio Pemancar
Gudang (Cat, Minuman Keras)
Pertokoan Yang Pramuniaga lebih dari 50 orang
Penggergajian Kayu
Pabrik Pengolahan Tepung
e. Bahaya kebakaran berat, yakni hunian yang mempunyai nilai
kemudahan terbakar tinggi dan apabila terjadi kebakaran melepaskan
panas tinggi dan penjalaran api cepat.
Yang termasuk hunian bahaya kebakaran berat:
Pabrik Kimia, Bahan Peledak dan Cat
Pabrik Korek Api, Kembang Api
Pemintalan Benang, Pabrik Korek Api, Kembang Api
Studio Film dan Televisi
Pabrik Karet Busa, Plastik Busa
2.7 Identifikasi Lapangan
Identifikasi lapangan yang Saya lakukan berfungsi untuk
mengidentifikasi semua potensi bahaya khususnya yang berkaitan dengan
timbulnya bahaya kebakaran dan menganalisa bagaimana cara untuk
menghilangkan atau untuk mengurangi bahaya yang ada, dan salah satu cara
yang kami rekomendasikan adalah tentang perancangan Alarm dan Detektor
pada gedung Pemerintah Kabupaten Ponorogo Dinas Permukiman
Pengembangan Sarana dan Prasarana Wilayah.
Dari analisa potensi didapat bahwa sumber bahaya yang
menyebabkan bahaya kebakaran gedung Pemerintah Kabupaten Ponorogo
Dinas Permukiman Pengembangan Sarana dan Prasarana Wilayah adalah :
Meledaknya tabung gas atau kompor yang ada di dapur, meledaknya
kompor/tabung gas ini bisa disebabkan karena rusak, bocor, peletakan
yang salah ataupun kesalahan pada desain awal.
Human error, human error adalah kesalahan-kesalahan yang menyebabkan
terjadinya kebakaran yang telah diperbuat oleh manusia dengan tidak
sengaja. Adapun contoh dari human error antara lain merokok dan
kesalahan pada prosedur kerja.
Hubung singkat (konsleting), salah satu sebab terjadinya kebakaran adalah
listrik, kesalahan yang menyebabkan hubung singkat antara lain :
pemasangan instalasi yang tidak sesuai, terkelupasnya kabel, kabel yang
aus, dan karena overload (beban berlebih).
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Pengerjaan tugas perencanaan Sistem Pencegahan dan Penanggulangan
Kebakaran dengan menggunakan Sistem Deteksi dan Alarm Kebakaran pada
Gedung Laboratorium FMIPA Universitas Justiar Jakarta ini memerlukan proses
pengerjaan yang terstruktur sehingga diperlukan langkah-langkah yang sistematik
dalam pelaksanaannya, yaitu melalui metode penelitian. Metode penelitian ini
merupakan suatu proses yang terdiri dari tahap-tahap yang saling terkait satu sama
lainnya. Hal ini dimaksudkan agar proses perencanaan nanti dapat dipahami,
diikuti oleh pihak lain secara sistematik dan dapat mendapatkan hasil yang
komprehensif. Adapun tahapan-tahapan yang dilakukan dalam tugas perencanaan
ini adalah :
3.1 Identifikasi Awal
Tahap identifikasi awal merupakan langkah awal dalam pelaksanaan
tugas perencanaan dan tahap ini merupakan tahap yang sangat penting di
mana pada tahap inilah penetapan tujuan dan identifikasi permasalahan
dilakukan. Adapun isi dari tahap ini digambarkan sebagai berikut :
3.1.1 Identifikasi Masalah
Pada bagian ini dilakukan peninjauan awal mengenai
permasalahan melalui “latar belakang” yang terjadi pada seluruh
area “Gedung Laboratorium FMIPA Universitas Justiar Jakarta”
memiliki resiko terhadap terjadinya kebakaran. Identifikasi kondisi
awal ini akan digunakan untuk menentukan rumusan perasalahan
dengan jelas dan menetapkan tujuan tugas perencanaan yang akan
dicapai.
3.1.2 Perumusan Masalah, Penetapan Tujuan, Manfaat dan Batasan
Masalah
Pada tahap ini merupakan pengembangan dari langkah
identifikasi masalah, di mana pada tahap ini penulis menentukan
rumusan masalah, tujuan, manfaat dan batasan masalah apa saja
yang ingin direncanakan. Tahap ini merupakan acuan untuk
melakukan pengumpulan data supaya penulis bisa mendapatkan
target (tujuan) yang telah ditentukan.
3.2 Tahap Tinjauan Pustaka
Studi Literatur
Setelah dilakukan identifikasi terhadap permasalahan maka perlu
adanya studi literatur dari literatur yang terkait dengan tugas perencanaan
untuk memudahkan proses analisis dalam menyelesaikan permasalahan
yang didapat. Adapun literatur yang digunakan dalam tugas perencanaan ini
meliputi :
d. SNI 03-3985-2000 tentang tata cara perencanaan, pemasangan
dan pengujian sistem deteksi dan alarm kebakaran untuk
pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan gedung.
e. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. PER 02/MEN/1983 tentang
Instalasi Alarm Kebakaran Otomatik.
f. NFPA 101 tahun 2000, Life Safety Code.
3.3 Tahap Pengumpulan Data
Setelah tahap tinjauan pustaka melalui studi literatur dilaksanakan,
selanjutnya melakukan pengumpulan data. Adapun data-data yang harus
dikumpulkan meliputi data gambar denah/ layout bangunan, yaitu Gedung
Laboratorium FMIPA Universitas Justiar Jakarta beserta ukuran layoutnya.
3.4 Tahap Pengolahan Data
Pada tahap ini merupakan fokus dari tugas perencanaan untuk
mendapatkan hasil dan analisa, yang dilakukan melalui beberapa tahapan
seperti di bawah ini :
1. Menentukan jenis detector yang digunakan.
2. Mengidentifikasi tinggi ruangan.
3. Menentukan factor pengali berdasarkan tinggi ruangan.
4. Mengidentifikasi dan menentukan jarak detector maksimal berdasarkan
jenis detector pada ruang efektif atau ruang sirkulasi.
5. Menghitung jarak antar detector (S).
6. Menghitung jarak antara detector dengan dinding (maks = ½ S).
7. Menghitung jumlah detector (arah memanjang maupun melintang).
8. Menentukan peletakan detector pada atap ruangan.
9. Menghitung jarak antara detector dengan dinding (sebenarnya).
3.5 Tahap Analisa dan Kesimpulan
Setelah melakukan analisa secara menyeluruh maka dapat ditarik
kesimpulan dari tugas perencanaan yang dilakukan. Selanjutnya penulis
dapat memberikan saran sebagai tindak lanjut dari kesimpulan yang
diperoleh.
3.5.1 Analisa
Pada tahap ini merupakan analisa dari pengolahan data Sistem
Deteksi dan Alarm Kebakaran pada Gedung Laboratorium FMIPA
Mulai
Identifikasi AwalIdentifikasi Masalah (Latar Belakang)
Perumusan MasalahPenetapan Tujuan
ManfaatBatasan Masalah
Tinjauan Pustaka Studi Literatur
Pengumpulan DataGambar denah/ layout bangunan
Ukuran layout
B
Universitas Justiar Jakarta sebagai suatu sistem yang mudah dicapai
pada saat tahap awal pengenalan terhadap bahaya kebakaran secara
dini, namun disesuaikan dengan dasar hukum dan standart.
3.5.2 Kesimpulan dan Saran
Setelah melakukan analisa secara menyeluruh maka dapat
mengambil kesimpulan dari tugas perencanaan yang telah dilakukan.
Selain itu dapat memberikan saran-saran guna menunjang tugas
perencanaan SPPK selanjutnya agar lebih baik.
3.6 Skema Metodologi Penelitian
Secara ringkas metode dan langkah-langkah yang dilakukan dalam
tugas perencanaan ini digambarkan dalam diagram alir sebagai berikut :
DIAGRAM ALIR
Pengolahan DataMenentukan jenis detector yang digunakan.Mengidentifikasi tinggi ruangan.Menentukan factor pengali berdasarkan tinggi ruangan.Mengidentifikasi dan menentukan jarak detector maksimal berdasarkan jenis detector pada ruang efektif atau ruang sirkulasi.Menghitung jarak antar detector (S).Menghitung jarak antara detector dengan dinding (maks = ½ S).Menghitung jumlah detector (arah memanjang maupun melintang).Menentukan peletakan detector pada atap ruangan.Menghitung jarak antara detector dengan dinding (sebenarnya).
Analisa
Kesimpulan dan Saran
Selesai
B
BAB IV
ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum
4.1.1 Detail Gedung
Gedung Laboratorium FMIPA Universitas Justiar Jakarta
memiliki 3 lantai dengan luas 682,5 m2 (panjang 42 m; lebar 16,25 m;
dan tinggi 4 m) pada masing-masing lantai dengan detail ruang
sebagai berikut :
1. Lantai 1
Terdapat 15 ruang meliputi :
- Gudang (Ruang Arsip)
- Laboratorium Unit Kesehatan
- Ruang Kasub
- Musholla
- Ruang Perlengkapan
- Ruang Staff
- Koridor
- Tangga
- Cafetaria
- Ruang Loker Pria
- Ruang Loker Wanita
- Ruang Resepsionis
- Ruang Instruktur
- 2 Toilet (WC) Pria dan Wanita
2. Lantai 2
Terdapat 12 ruang meliputi :
- R. Lab. Fisika Bahan Material
- R. Sterilisasi Alat I
- R. Sterilisasi Alat II
- R. Lab. Biologi Anatomi Manusia
- Koridor
- Tangga
- R. Lab. Kimia Fisika
- R. Lab. Kimia Anorganik
- R. Lab. Kimia Organik
- R. Lab. Fisika Non Bahan
- 2 Toilet (WC) Pria dan Wanita
3. Lantai 3
Terdapat 9 ruang meliputi :
- Perpustakaan
- R. Multimedia (Display Buku)
- Koridor
- Tangga
- R. Lab. Biologi Mikroorganisme dan Hewan
- R. Lab. Biologi Kultur Jaringan Tanaman
- Convention Center Hall
- 2 Toilet (WC) Pria dan Wanita
4.1.2 Potensi Sumber Bahaya
Gedung Laboratorium FMIPA Universitas Justiar Jakarta
memiliki potensi bahaya yang dapat menimbulkan keadaan darurat
(Emergency) seperti kebakaran karena arus pendek, kesalahan
penggunaan/penempatan bahan-bahan kimia yang bersifat
flammable/explosive dan adanya bencana alam misalnya gempa bumi.
Menurut Keputusan Menteri (Kepmen) Tenaga Kerja Republik
Indonesia No. KEP.186/MEN/1999 tentang Unit Penanggulangan
Kebakaran di Tempat Kerja, Gedung Laboratorium FMIPA
Universitas Justiar Jakarta ini termasuk dalam klasifikasi tingkat
resiko “Bahaya Kebakaran Ringan”, karena mempunyai jumlah dan
kemudahan terbakar rendah, dan apabila terjadi kebakaran melepaskan
panas rendah sehingga menjalarnya api lambat. Sehingga untuk resiko
atau klasifikasi bahaya hunian “Ringan”, lama waktu keluar maksimal
sebesar 3 menit (dengan jarak tempuh 30 m) (Sumber : Training
Material Keselamatan dan Kesehatan Kerja Bidang Penanggulangan
Kebakaran).
4.2 Perhitungan Detektor pada Setiap Ruangan
Perhitungan detektor terdiri dari penentuan jenis detektor yang
dibutuhkan sesuai dengan jenis ruangannya, perhitungan jumlah detektor
yang dibutuhkan, serta perhitungan jarak maksimum antar detektor dan
jarak maksimum ke dinding yang akan digunakan untuk peletakan
detektor. Untuk perhitungan detektor adalah sebagai berikut :
Misalnya untuk ruang Gudang (Ruang Arsip) yang memiliki panjang
ruangan 12 m, lebar ruangan 3 m, dan tinggi ruangan 4 m, di mana
detektor yang sesuai dengan Gudang (Ruang Arsip) adalah detektor asap
yang memiliki jarak antar detektor maksimum 12 m karena ruang Gudang
(Ruang Arsip) merupakan ruang efektif dan faktor pengali untuk Gudang
(Ruang Arsip) sebesar 84 % (0,84) karena memiliki tinggi ruangan 4 m.
a. Jarak antar detektor (S)
¿84 %×12 m
¿0,84 × 12m
¿10,08 ≈ 10 m
b. Jumlah detektor yang dibutuhkan
Untuk arah memanjang (sumbu x)
¿ 12m10 m
= 1,2 ≈ 2 buah
Untuk arah melintang (sumbu y)
¿ 3 m10 m
= 0,3 ≈ 1 buah
Jadi total jumlah detektor yang dibutuhkan adalah 1 buah
c. Jarak maksimum dinding ke detektor
¿ S2
¿ 10 m2 m
¿5 m
Jarak dinding ke detektor untuk arah memanjang (sumbu x)
¿(12−10)m
2
¿1 m
Jarak dinding ke detektor untuk arah melintang (sumbu y)
¿ 3 m2
¿1,5 m
Dan seterusnya dengan cara yang sama untuk semua ruangan (kecuali
Toilet/WC) pada setiap lantai.
Tabel 4.1 Perhitungan Detektor pada Lantai 1
RuangPanjang
(m)Lebar
(m)Faktor Pengali
(fp)Jenis
Detektor
Jarak Detektor
Maksimum R.Efektif/R.
Sirkulasi (m)
Jarak Detektor(S = Jarak Detektor
Maksimum R.Efektif/R.Sirkulasi
x fp)
Gudang (Ruang Arsip) 18 3 0,84 Detektor Asap 12 10,08 m ≈ 10 mLaboratorium Unit Kesehatan 6 3 0,84 Detektor Panas 7 5,88 m ≈ 6 mRuang Kasub 6 3 0,84 Detektor Asap 12 10,08 m ≈ 10 mMusholla 6 5 0,84 Detektor Asap 12 10,08 m ≈ 10 mRuang Perlengkapan 6 5 0,84 Detektor Asap 12 10,08 m ≈ 10 m
Ruang Staff12 5 0,84 Detektor Asap 12 10,08 m ≈ 10 m6 3 0,84 Detektor Asap 12 10,08 m ≈ 10 m
Koridor42 3 0,84 Detektor Asap 18 15,12 m ≈ 15 m6 5 0,84 Detektor Asap 18 15,12 m ≈ 15 m6 3 0,84 Detektor Asap 18 15,12 m ≈ 15 m
Tangga 6 5 0,84 Detektor Asap 18 15,12 m ≈ 15 mCafetaria 6 5,25 0,84 Detektor Panas 7 5,88 m ≈ 6 mRuang Loker Pria 3 5,25 0,84 Detektor Asap 12 10,08 m ≈ 10 mRuang Loker Wanita 3 5,25 0,84 Detektor Asap 12 10,08 m ≈ 10 mRuang Resepsionis 18 5,25 0,84 Detektor Asap 12 10,08 m ≈ 10 mRuang Instruktur 12 5,25 0,84 Detektor Asap 12 10,08 m ≈ 10 m
Lanjutan Tabel 4.1 Perhitungan Detektor pada Lantai 1
Ruang Jumlah Detektor Arah Memanjang
(sumbu x) =
Jumlah Detektor Arah Melintang
(sumbu y)=
Jarak Antar DindingMaksimum = S/2
(m)Memanjang Sebenarnya (sumbu x)
Melintang Sebenarnya (sumbu y)
PanjangJarak Detektor
LebarJarak Detektor
(m) (m)
Gudang (Ruang Arsip) 1,8 ≈ 2 buah 0,3 ≈ 1 buah 5 4 1,5Laboratorium Unit Kesehatan 1 ≈ 1 buah 0,5 ≈ 1 buah 3 3 1,5Ruang Kasub 0,6 ≈ 1 buah 0,3 ≈ 1 buah 5 3 1,5Musholla 0,6 ≈ 1 buah 0,5 ≈ 1 buah 5 3 2,5Ruang Perlengkapan 0,6 ≈ 1 buah 0,5 ≈ 1 buah 5 3 2,5
Ruang Staff1,2 ≈ 2 buah 0,5 ≈ 1 buah 5 1 2,51 ≈ 1 buah 0,3 ≈ 1 buah 5 3 1,5
Koridor2,8 ≈ 3 buah 0,2 ≈ 1 buah 7,5 6 1,50,4 ≈ 1 buah 0,33 ≈ 1 buah 7,5 3 2,50,4 ≈ 1 buah 0,2 ≈ 1 buah 7,5 3 1,5
Tangga 0,4 ≈ 1 buah 0,33 ≈ 1 buah 7,5 3 2,5Cafetaria 1 ≈ 1 buah 0,875 ≈ 1 buah 3 3 2,625Ruang Loker Pria 0,3 ≈ 1 buah 0,525 ≈ 1 buah 5 1,5 2,625Ruang Loker Wanita 0,3 ≈ 1 buah 0,525 ≈ 1 buah 5 1,5 2,625Ruang Resepsionis 1,8 ≈ 2 buah 0,525 ≈ 1 buah 5 4 2,625Ruang Instruktur 1,2 ≈ 2 buah 0,525 ≈ 1 buah 5 1 2,625
Tabel 4.2 Perhitungan Detektor pada Lantai 2
Ruang Panjang(m)
Lebar(m)
Faktor Pengali
Jenis Detektor
Jarak Detektor
Jarak Detektor(S = Jarak Detektor
(fp) Maksimum R.Efektif/R.
Maksimum R.Efektif/R.Sirkula
R. Lab. Fisika Bahan Material 12 8 0,84 Detektor Panas 7 5,88 m ≈ 6 mR. Sterilisasi Alat I 6 3 0,84 Detektor Asap 12 10,08 m ≈ 10 mR. Sterilisasi Alat II 6 3 0,84 Detektor Asap 12 10,08 m ≈ 10 mR. Lab. Biologi Anatomi Manusia 12 8 0,84 Detektor Panas 7 5,88 m ≈ 6 m
Koridor30 3 0,84 Detektor Asap 18 15,12 m ≈ 15 m6 5 0,84 Detektor Asap 18 15,12 m ≈ 15 m6 3 0,84 Detektor Asap 18 15,12 m ≈ 15 m
Tangga 6 5 0,84 Detektor Asap 18 15,12 m ≈ 15 mR. Lab. Kimia Fisika 12 5,25 0,84 Detektor Panas 7 5,88 m ≈ 6 mR. Lab. Kimia Anorganik 9 5,25 0,84 Detektor Panas 7 5,88 m ≈ 6 mR. Lab. Kimia Organik 9 5,25 0,84 Detektor Panas 7 5,88 m ≈ 6 mR. Lab. Fisika Non Bahan 12 8,25 0,84 Detektor Panas 7 5,88 m ≈ 6 m
Lanjutan Tabel 4.2 Perhitungan Detektor pada Lantai 2
Ruang
Jumlah Detektor Arah Memanjang
(sumbu x) = Panjang
Jarak Detektor
Jumlah Detektor Arah Melintang
(sumbu y)=
LebarJarak Detektor
Jarak Antar Dinding
Maksimum = S/2 (m)
Memanjang Sebenarnya (sumbu x)
(m)
Melintang Sebenarnya (sumbu y)
(m)
R. Lab. Fisika Bahan Material 2 ≈ 2 buah 1,33 ≈ 2 buah 3 3 1R. Sterilisasi Alat I 0,6 ≈ 1 buah 0,3 ≈ 1 buah 5 3 1,5R. Sterilisasi Alat II 0,6 ≈ 1 buah 0,3 ≈ 1 buah 5 3 1,5R. Lab. Biologi Anatomi Manusia 2 ≈ 2 buah 1,33 ≈ 2 buah 3 3 1
Koridor2 ≈ 2 buah 0,2 ≈ 1 buah 7,5 7,5 1,5
0,4 ≈ 1 buah 0,33 ≈ 1 buah 7,5 3 2,50,4 ≈ 1 buah 0,2 ≈ 1 buah 7,5 3 1,5
Tangga 0,4 ≈ 1 buah 0,33 ≈ 1 buah 7,5 3 2,5R. Lab. Kimia Fisika 2 ≈ 2 buah 0,875 ≈ 1 buah 3 3 2,625R. Lab. Kimia Anorganik 1,5 ≈ 2 buah 0,875 ≈ 1 buah 3 1,5 2,625R. Lab. Kimia Organik 1,5 ≈ 2 buah 0,875 ≈ 1 buah 3 1,5 2,625R. Lab. Fisika Non Bahan 2 ≈ 2 buah 1,375 ≈ 2 buah 3 3 1,125
Tabel 4.3 Perhitungan Detektor pada Lantai 3
RuangPanjang
(m)Lebar
(m)
Faktor Pengali
(fp)
Jenis Detektor
Jarak Detektor
Maksimum R.Efektif/R.Sirkulasi (m)
Jarak Detektor(S = Jarak Detektor
Maksimum R.Efektif/R.Sirkula
si x fp)Perpustakaan 12 8 0,84 Detektor Asap 12 10,08 m ≈ 10 mR. Multimedia (Display Buku) 12 3 0,84 Detektor Asap 12 10,08 m ≈ 10 m
Koridor30 3 0,84 Detektor Asap 18 15,12 m ≈ 15 m6 5 0,84 Detektor Asap 18 15,12 m ≈ 15 m6 3 0,84 Detektor Asap 18 15,12 m ≈ 15 m
Tangga 6 5 0,84 Detektor Asap 18 15,12 m ≈ 15 mR. Lab. Biologi Mikroorganisme dan 15 5,25 0,84 Detektor Panas 7 5,88 m ≈ 6 m
HewanR. Lab. Biologi Kultur Jaringan Tanaman
15 5,25 0,84 Detektor Panas 7 5,88 m ≈ 6 m
Convention Center Hall 12 16,25 0,84 Detektor Asap 12 10,08 m ≈ 10 m
Lanjutan Tabel 4.3 Perhitungan Detektor pada Lantai 3
Ruang
Jumlah Detektor Arah Memanjang
(sumbu x) = Panjang
Jarak Detektor
Jumlah Detektor Arah Melintang
(sumbu y)=
LebarJarak Detektor
Jarak Antar Dinding
Maksimum = S/2 (m)
Memanjang Sebenarnya (sumbu x)
(m)
Melintang Sebenarnya (sumbu y)
(m)
Perpustakaan 1,2 ≈ 2 buah 0,8 ≈ 1 buah 5 1 4R. Multimedia (Display Buku) 1,2 ≈ 2 buah 0,3 ≈ 1 buah 5 1 1,5
Koridor2 ≈ 2 buah 0,2 ≈ 1 buah 7,5 7,5 1,5
0,4 ≈ 1 buah 0,33 ≈ 1 buah 7,5 3 2,50,4 ≈ 1 buah 0,2 ≈ 1 buah 7,5 3 1,5
Tangga 0,4 ≈ 1 buah 0,33 ≈ 1 buah 7,5 3 2,5R. Lab. Biologi Mikroorganisme dan Hewan
2,5 ≈ 3 buah 0,875 ≈ 1 buah 3 1,5 2,625
R. Lab. Biologi Kultur Jaringan Tanaman
2,5 ≈ 3 buah 0,875 ≈ 1 buah 3 1,5 2,625
Convention Center Hall 1,2 ≈ 2 buah 1,625 ≈ 2 buah 5 1 3,125
4.3 Perancangan Alarm
Berdasarkan SNI 03-3985-2000, pengertian alarm kebakaran adalah
komponen dari sistem yang memberikan isyarat/ tanda setelah kebakaran
terdeteksi, sehingga alarm semua bagian ruangan dalam bangunan harus
dapat dijangkau oleh isyarat alarm kebakaran dengan tingkat kekerasan bunyi
alarm yang khusus untuk Gedung Laboratorium FMIPA Universitas Justiar
Jakarta 3 lantai tersebut. Isyarat alarm dapat berupa alarm kebakaran yang
memberikan tanda/ isyarat berupa suara atau bunyi khusus (Audible Alarm).
Bunyi alarm tersebut mempunyai frekuensi kerja antara 500 ~ 1000 Hz
dengan tingkat kekerasan suara minimal 65 dB.
Jenis ruangan menurut tingkat kebisingan pada Gedung Laboratorium
FMIPA Universitas Justiar Jakarta hampir sama pada tiap lantainya, yaitu
normal, oleh karena itu alarm yang sesuai untuk gedung ini dengan tingkat
kebisingan normal yang tinggi, maka tingkat kekerasan suara minimal 5dB
lebih tinggi dari kebisingan normal dan dipasang pada tiap lantai sehingga
total alarm yang dibutuhkan untuk Gedung Laboratorium FMIPA Universitas
Justiar Jakarta sebanyak 3 alarm (sesuai dengan Peraturan Menteri Tenaga
Kerja No. PER 02/MEN/1983 tentang Instalasi Alarm Kebakaran Automatik
Pasal 34 bahwa “Setiap kelompok alarm harus dapat melindungi maximum
1000 (seribu) m2 luas lantai”, sementara luas tiap lantai Gedung Laboratorium
FMIPA Universitas Justiar Jakarta sebesar 682,5 m2).
4.4 Estimasi Biaya
Berikut ini adalah daftar harga peralatan untuk pemasangan sistem
Detektor dan Alarm yang bersumber dari website pemadamapi-bbi@telkom.
net :
Tabel 4.4 Harga Sistem Detektor dan Alarm
Jenis Barang Harga Rupiah / Pcs
Rate Of Rise Heat Detector HC – 306 Harga per pcs.................... Rp. 68.650,-
Fixed Temperatur Head Detector HC -
407Harga per pcs.................... Rp. 68.300,-
Ionization Smoke Detector HC - 202 DHarga per pcs....................
Rp. 321.700,-
Photo Electric Smoke DetectorHarga per pcs....................
Rp. 378.950,-
Smoke Detector Independent HC – 208Harga per pcs....................
Rp. 393.250,-
Gas Detector HC - 54 DHarga per pcs....................
Rp. 770.000,-
Manual Push Button HC - 2 WHarga per pcs....................
Rp. 162.200,-
Manual Push Button HC - 1 W Harga per pcs.................... Rp. 96.800,-
Alarm Bell 6" 24 Volt DC HC - 624 BHarga per pcs....................
Rp. 203.000,-
Indicating Lamp HC - 300 L Harga per pcs.................... Rp. 57.750,-
Terminal Box 12 pilarHarga per pcs....................
Rp. 325.000,-
Terminal Box 24 pilarHarga per pcs................... Rp.
550.000,-
Annunciator Panel 5 ZoneHarga per pcs................ Rp.
5.997.850,-
Annunciator Panel 15 ZoneHarga per pcs................ Rp.
5.863.000,-
Annunciator Panel 25 ZoneHarga per pcs................ Rp.
7.493.200,-
Annunciator Panel 40 ZoneHarga per pcs.............. Rp.
12.012.000,-
Master Control Panel 1 ZoneHarga per pcs................ Rp.
5.150.000,-
Master Control Panel 10 ZoneHarga per pcs................ Rp.
8.696.600,-
Master Control Panel 20 Zone Harga per pcs...............
Rp. 11.840.400,-
Master Control Panel 30 ZoneHarga per pcs................. Rp.
5.301.000,-
Master Control Panel 50 ZoneHarga per pcs...............
Rp. 25.682.800,-
Annunciator Panel 10 Zone Harga per pcs................. Rp. 5.434.000,-
Annunciator Panel 20 Zone Harga per pcs................. Rp. 6.864.000,-
Annunciator Panel 30 Zone Harga per pcs................. Rp. 8.580.000,-
Annunciator Panel 50 Zone Harga per pcs............... Rp. 13.513.500,-
Master Control Panel 5 Zone Harga per pcs................. Rp. 8.759.500,-
Master Control Panel 15 Zone Harga per pcs............... Rp. 10.445.750,-
Master Control Panel 25 Zone Harga per pcs............... Rp. 13.456.200,-
Master Control Panel 40 Zone Harga per pcs................Rp. 19.333.000,-
Sumber : pemadamapi-bbi@telkom.net
Keterangan : = Detektor dan Alarm yang dipilih atau digunakan.
Berikut ini adalah estimasi biaya yang diperlukan untuk pemasangan
sistem Detektor dan Alarm pada Gedung Laboratorium FMIPA Universitas
Justiar Jakarta yaitu sebagai berikut :
Tabel 4.5 Jumlah dan Total Anggaran Biaya Detektor dan Alarm
No. Gedung Jumlah
1. Lantai 1 Detektor Asap 20 pcs
2. Lantai 1 Detektor Panas 2 pcs
3. Lantai 2 Detektor Asap 7 pcs
4. Lantai 2 Detektor Panas 18 pcs
5. Lantai 3 Detektor Asap 13 pcs
6. Lantai 3 Detektor Panas 6 pcs
7 Alarm (per Lantai 1 Alarm) 3 pcs
TOTAL BIAYA PEMASANGAN SISTEM DETEKTOR DAN ALARM
No. Peralatan Jumlah Harga
Satuan Jumlah
1.Fixed Temperatur Head
Detector HC – 40726 pcs Rp 68.300,00 Rp 1.775.800,00
2.Photo Electric Smoke
Detector40 pcs Rp 378.950,00
Rp
15.158.000,00
3.Alarm Bell 6" 24 Volt DC
HC - 624 B3 pcs Rp 203.000,00 Rp 609.000,00
TotalRp
17.542.800,00
Sumber : Hasil Penentuan Biaya Sistem detektor dan Alarm, 2014
Jadi total biaya yang dibutuhkan untuk pemasangan sistem detektor
dan alarm pada Gedung Laboratorium FMIPA Universitas Justiar Jakarta
adalah sebesar Rp 17.542.800,00 (tujuh belas juta lima ratus empat puluh dua
ribu delapan ratus rupiah).
Estimasi biaya pada Gedung Laboratorium FMIPA Universitas Justiar
Jakarta ini hanya untuk jumlah Detektor dan Alarm saja, tanpa ada anggaran
biaya pemasangan, jumlah panjang pipa PVC, kabel (NYY/NYM/NYM),
saklar, batere, paku payung, step, cat warna, listrik dan anggaran penunjang
lainnya.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari perancangan Sistem Deteksi dan
Alarm Kebakaran pada Gedung Laboratorium FMIPA Universitas Justiar
Jakarta ini adalah sebagai berikut :
1. Sistem deteksi kebakaran adalah suatu alat yang digunakan untuk
mendeteksi awal terjadinya kebakaran dan menyampaikan isyarat
secepat mungkin agar dapat dilakukan penanggulangan kebakaran.
Sedangkan sistem alarm kebakaran adalah komponen dari sistem yang
memberikan isyarat atau tanda bahaya ketika terjadi kebakaran.
Adapun jenis detektor yang digunakan pada Gedung Laboratorium
FMIPA Universitas Justiar Jakarta yaitu detektor asap dan detektor
panas, dengan cara penentuan jenis, jumlah dan peletakan detektor dan
alarm menggunakan dasar SNI 03-3985-2000 dan Peraturan Menteri
Tenaga Kerja No. PER 02/MEN/1983.
2. Adapun jenis detektor yang dapat digunakan sebagai proteksi
kebakaran pada Gedung Laboratorium FMIPA Universitas Justiar
Jakarta yaitu detektor asap jenis photo electric dan detektor panas jenis
fixed temperature yang ditempatkan pada ruangan yang memenuhi
standart pemasangannya masing-masing, serta alarm jenis Alarm Bell
6" 24 Volt DC HC - 624 B yang ditempatkan pada setiap lantai.
3. Jumlah detektor yang digunakan untuk perancangan Sistem Deteksi
dan Alarm Kebakaran Gedung Laboratorium FMIPA Universitas
Justiar Jakarta sebanyak 40 detektor asap dan 26 detektor panas
dengan 3 alarm kebakaran. Perhitungan dan perancangan sistem
detektor panas (heat detector) dan detektor asap (smoke detector)
disesuaikan dengan SNI 03-3985-2000.
4. Total biaya yang digunakan untuk pemasangan sistem detektor dan
alarm pada gedung berlantai tiga ini membutuhkan biaya sebesar Rp
17.542.800,00 (tujuh belas juta lima ratus empat puluh dua ribu
delapan ratus rupiah).
5.2 Saran
Saran yang dapat diberikan untuk digunakan dalam perbaikan tugas ini
adalah sebagai berikut :
1. Dalam perencanaan dan perancangan sistem detektor dan alarm
kebakaran, harus lebih teliti dalam menentukan jenis detektor, faktor
pengali dan dalam perhitungan jumlah dan peletakan detektor dan
alarm.
2. Perencanaan sistem detektor dan alarm seharusnya memperhitungkan
efisiensi biaya dan mengoptimalkan rancangan teknik tata letaknya. Hal
ini sangat penting karena mahalnya biaya pembelian dan pemasangan
detektor dan alarm, sehingga tidak memakan biaya yang besar atau
berlebih.
3. Perencanaan sistem detektor dan alarm sebaiknya diikuti dengan adanya
perawatan dan pengujian terhadap keandalan dari detektor untuk
mendeteksi pada awal terjadinya penyebab kebakaran. Perhatikan juga
jenis detektor yang akan dipasang dengan fungsi dari masing-masing
ruangan.
DAFTAR PUSTAKA
Tugas Akhir “PERANCANGAN SISTIM SPRINGKLER DAN PEMASANGAN
DETEKTOR SERTA PELETAKAN APAR PADA VAK (PALET)
GUDANG COUNTAINER FREIGHT STATION (CFS) (Studi Kasus PT.
Terminal Petikemas Surabaya)” oleh : WEDA SAPUTRA NRP. 6508
040 512 Program Studi Diploma IV Teknik Keselamatan dan Kesehatan
Kerja Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya, Institut Teknologi Sepuluh
Nopember Surabaya, 2010.
SNI 03-3985-2000 tentang tata cara perencanaan, pemasangan dan pengujian
sistem deteksi dan alarm kebakaran untuk pencegahan bahaya kebakaran
pada bangunan gedung.
Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. PER 02/MEN/1983 tentang Instalasi Alarm
Kebakaran Automatik.
Handoko, Lukman, (2005), Modul Tugas Perencanaan System Pencegahan dan
Penanggulangan Kebakaran, Lab Automatic Fire Extinguisher, Safety
Engineering, Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya – ITS.
Bagian Pemadam Kebakaran PT. Petrokimia Gresik, (2004), Pencegahan dan
Penanggulangan Bahaya Kebakaran, Politeknik Perkapalan Negeri
Surabaya – ITS.
Bagian Pemadam Kebakaran PT. Petrokimia Gresik, (2004), Alat Pengindera
Otomatis dan Sistem Alarm Kebakaran (Automatic Detectors and Fire
Alarm System), Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya – ITS.
Bagian Pemadam Kebakaran PT. Petrokimia Gresik, (2004), Training Material
Keselamatan dan Kesehatan Bidang Penanggulangan Kebakaran,
Petrokimia Gresik.
Life Safety Code, NFPA No. 101, 2000.
http://dc380.4shared.com/doc/LFMHEF1f/preview.html diakses pada tanggal 16
Nopember 2014 pukul 19.05 WIB.
pemadamapi-bbi@telkom. net diakses pada tanggal 27 Nopember 2014 pukul
19.25 WIB.
Lampiran-lampiran :
Lampiran 1
Gambar Denah Lantai 1 Gedung Laboratorium FMIPA Universitas Justiar Jakarta
Lampiran 2
Gambar Denah Lantai 2 Gedung Laboratorium FMIPA Universitas Justiar Jakarta
Lampiran 3
Gambar Denah Lantai 3 Gedung Laboratorium FMIPA Universitas Justiar Jakarta
Lampiran 4
Ket. : = Detektor; = Alarm
Gambar Denah Penempatan Detektor dan Alarm pada Lantai 1 Gedung Laboratorium FMIPA Universitas Justiar Jakarta
Lampiran 5
Ket. : = Detektor; = Alarm
Gambar Denah Penempatan Detektor dan Alarm pada Lantai 2 Gedung Laboratorium FMIPA Universitas Justiar Jakarta
Lampiran 6
Ket. : = Detektor; = Alarm
Gambar Denah Penempatan Detektor dan Alarm pada Lantai 3 Gedung Laboratorium FMIPA Universitas Justiar Jakarta