Post on 17-Jul-2016
description
4Tension Type Headache (TTH)
A.Definisi Tension Type Headache (TTH)
Definisi nyeri kepala tipe tegang menurut kriteria Internatinal
Headache Society (IHS) adalah episode yang berulang dari nyeri kepala
yang berlangsung bermenit menit sampai berhari-hari. Nyerinya khas,
menekan atau ketat dalam kualitas, ringan atau sedang intensitasnya,
umumnya bilateral lokasinya dan tidak memberat dengan aktivitas fisik
rutin, nausea biasanya tidak ada, tetapi fotofobi bisa ditemukan.
Istilah lain yang pernah digunakan untuk menyingkatkan gambaran
klinis dari tension headache adalah psychomyogenic headache, stress
headache, ordinary headache, idiopathic headache, dan psychogenic
headache(
Tension-type Headache (TTH) merupakan suatu keadaan yang
melibatkan sensasi nyeri atau rasa tidak nyaman di daerah kepala bilateral
yang menekan (pressing/squeezing), mengikat, tidak berdenyut, tidak
dipengaruhi dan tidak diperburuk oleh aktivitas fisik, bersifat ringan
hingga sedang, tidak disertai (atau minimal) mual dan atau muntah, serta
disertai fotofobia atau fonofobia. Tension type headache memiliki
multisinonim yaitu psychomyogenic headache, strees headache, ordinary
headache, idiopathic headache, dan psychogenic hadache.
B.Etiologi dan Faktor Resiko Tension Type Headache (TTH)
Etiologi dan Faktor Resiko Tension Type Headache (TTH) adalah
stress dan kecemasan, depresi, bekerja dalam posisi yang menetap dalam waktu
lama, kelelahan mata, kontraksi otot yang berlebihan, berkurangnya aliran darah,
dan ketidakseimbangan neurotransmitter seperti dopamin, serotonin, noerpinefrin,
dan enkephalin.
Stres dan konflik emosional adalah pemicu tersering TTH. Faktor
resiko tension type headache yaitu:
Seorang wanita
Satu studi menemukan bahwa hampir 90% wanita dan sekitar
70% pria mengalami nyeri kepala type tension sepanjang hidup mereka.
Pada suatu penelitian dengan PET Scan, ternyata membuktikan bahwa
kecepatan biosintesa serotonin pada pria jauh lebih cepat 52%
dibandingkan dengan wanita. Dengan bukti tersebut diasumsikan bahwa
memang terbukti angka kejadian depresi pada wanita lebih tinggi 2-3
kali dari pada pria.
Usia setengah baya
Kejadian nyeri kepala type tension memuncak pada usia 40an,
meskipun orang-orang dari segala usia dapat terkena sakit kepala ini.
C.Epidemiologi Tension Type Headache (TTH)
Sekitar 93% laki-laki dan 99% perempuan pernah mengalami nyeri
kepala. TTH adalah bentuk paling umum nyeri kepala primer yang
mempengaruhi hingga dua pertiga populasi. Sekitar 78% orang dewasa
pernah mengalami TTH setidaknya sekali dalam hidupnya. TTH episodik
adalah nyeri kepala primer yang paling umum terjadi, dengan prevalensi 1
tahun sekitar 38–74%. Rata-rata prevalensi TTH 11-93%. Satu studi
menyebutkan prevalensi TTH sebesar 87%.
Prevalensi TTH di Korea sebesar 16,2% sampai 30,8%, di Kanada
sekitar 36%, di Jerman sebanyak 38,3%, di Brazil hanya 13%. Insiden di
Denmark sebesar 14,2 per 1000 orang per tahun. Suatu survei populasi di
USA menemukan prevalensi tahunan TTH episodik sebesar 38,3% dan
TTH kronis sebesar 2,2%.
TTH dapat menyerang segala usia. Usia terbanyak adalah 25-30
tahun, namun puncak prevalensi meningkat di usia 30-39 tahun. Sekitar
40% penderita TTH memiliki riwayat keluarga dengan TTH, 25%
penderita TTH juga menderita migren. Prevalensi seumur hidup pada
perempuan mencapai 88%, sedangkan pada laki-laki hanya 69%.
Perempuan:laki-laki adalah 5:4. Onset usia penderita TTH adalah dekade
ke dua atau ke tiga kehidupan, antara 25 hingga 30 tahun. Meskipun
jarang, TTH dapat dialami setelah berusia 50-65 tahun.
D.Klasifikasi Tension Type Headache (TTH)
International Headache Society (IHS) membuat klasifikasi kriteria
diagnostik operasional menjadi 3 sub tipe yaitu : NT Episodik (NTE), NT
Kronik (NTK) dan Tension type like Headache yang tidak memenuhi
kriteria episodik maupun kronik.
Dalam klasifikasi IHS tahun 1988, NTE dan NTK dibagi lagi
dalam :
1. Nyeri kepala tipe tegang episodik yang terdiri dari
a. Nyeri kepala tipe tegang episodik disertai oleh gangguan otot
perikranial.
b. Nyeri kepala tipe tegang episodik tidak disertai oleh gangguan otot
perikranial
2. Nyeri kepala tipe tegang kronik yang terdiri dari
a. Nyeri kepala tipe tegang kronik disertai gangguan otot perikranial
b. Nyeri kepala tipe tegang kronik tidak disertai gangguan otot
perikranial
Berdasarkan frekuensi serangannya, bila serangannya kurang dari
180 hari pertahun disebut episodik (NTE), dan disebut kronik (NTK) bila
serangannya 180 hari atau lebih dalam setahun, sedangkan Tension type
like headache adalah suatu bentuk NT yang tidak memenuhi salah satu
bentuk kriteria diagnostik operasional NT diatas. Diagnosis ini ditegakkan
bila serangan khas NT kurang dari 10 kali atau dengan beberapa serangan
yang tidak memenuhi salah satu kriteria. Diagnosis ini dapat juga
ditegakkan pada pasien yang belum kronik tetapi episode serangannya
lebih dari 7 hari, atau dengan serangan nyeri kepala lebih dari 15 hari
perbulan tetapi berlangsung kurang 6 bulan.
Selain menurut HIS, ada juga klasifikasi tension type headache, yaitu:
1. Tension Type Headache Episodik
Tension type headache episodik diklasifikasikan menjadi 2 yaitu:
a. Tension type headache episodik yang infrequent
Kriteria diagnosis:
- Paling tidak terdapat 10 episode serangan dengan rata-
rata <1 hari/bulan (<12 hari/ tahun)
- Nyeri kepala berlangsung dari 30 menit sampai 7 hari
- Nyeri kepala paling tidak terdapat 2 gejala khas, yaitu:
1. Lokasi bilateral
2. Menekan atau mengikat (tidak
berdenyut)
3. Intensitas ringan hingga sedang
4. Tidak diperberat oleh aktifitas rutin
seperti berjalan atau naik tangga
- Tidak didapatkan:
1. Keluhan mual atau muntah (bisa
anoreksia)
2. Lebih dari satu keluhan: fotofobia atau
fonofobia
Tension type headache episodik yang infrequent diklasifikasikan menjadi
2 yaitu:
1. Tension type headache episodik yang infrequent yag
berhubungan dengan nyeri tekan perikranial. Hal ini ditandai
dengan meningkatnya nyeri tekan perikranial pada palpasi
manual.
2. Tension type headache episodik yang infreqent yang tidak
berhubungan dengan nyeri tekan perikranial.
b. Tension type headache episodik yang frequent
Kriteria diagnosis:
- Paling tidak terdapat 10 episode serangan dalam 1-15
hari/bulan selama paling tidak 3 bulan
- Nyeri kepala berlangsung dari 30 menit sampai 7 hari
- Nyeri kepala paling tidak terdapat 2 gejala khas, yaitu:
1. Lokasi bilateral
2. Menekan atau mengikat (tidak
berdenyut)
3. Intensitas ringan hingga sedang
4. Tidak diperberat oleh aktifitas rutin
seperti berjalan atau naik tangga
- Tidak didapatkan:
1. Keluhan mual atau muntah (bisa
anoreksia)
2. Lebih dari satu keluahan: fotofobia atau
fonofobia
Tension type headache episodik yang frequent diklasifikasikan menjadi 2
yaitu:
1. Tension type headache episodik yang infrequent yag
berhubungan dengan nyeri tekan perikranial. Hal ini ditandai
dengan meningkatnya nyeri tekan perikranial pada palpasi
manual.
2. Tension type headache episodik yang infreqent yang tidak
berhubungan dengan nyeri tekan perikranial.
2. Tension Type Headache Kronik (CTTH)
Kriteria diagnosis:
- Serangan nyeri kepala tiap hari/ serangan episodik
- Nyeri kepala berlangsung beberapa jam atau terus
menerus
- Nyeri kepala paling tidak terdapat 2 gejala khas, yaitu:
1. Lokasi bilateral
2. Menekan atau mengikat (tidak
berdenyut)
3. Intensitas ringan hingga sedang
4. Tidak diperberat oleh aktifitas rutin
seperti berjalan atau naik tangga
- Tidak didapatkan:
1. Keluhan mual atau muntah (bisa
anoreksia)
2. Lebih dari satu keluahan: fotofobia atau
fonofobia
Tension type headache kronik (CTTH) diklasifikasikan menjadi 2 yaitu:
1. Tension type headache kronik yang berhubungan dengan nyeri
tekan perikranial. Hal ini ditandai dengan meningkatnya nyeri
tekan perikranial pada palpasi manual.
2. Tension type headache kronik yang tidak berhubungan dengan
nyeri tekan perikranial.
E.Patofisiologi Tension Type Headache (TTH)
Patofisiologi TTH masih belum jelas diketahui. Pada beberapa literatur
dan hasil penelitian disebutkan beberapa keadaan yang berhubungan dengan
terjadinya TTH sebagai berikut : (1) disfungsi sistem saraf pusat yang lebih
berperan daripada sistem saraf perifer dimana disfungsi sistem saraf perifer lebih
mengarah pada ETTH sedangkan disfungsi sistem saraf pusat mengarah kepada
CTTH, (2) disfungsi saraf perifer meliputi kontraksi otot yang involunter dan
permanen tanpa disertai iskemia otot, (3) transmisi nyeri TTH melalui nukleus
trigeminoservikalis pars kaudalis yang akan mensensitasi second order neuron
pada nukleus trigeminal dan kornu dorsalis ( aktivasi molekul NO) sehingga
meningkatkan input nosiseptif pada jaringan perikranial dan miofasial lalu akan
terjadi regulasi mekanisme perifer yang akan meningkatkan aktivitas otot
perikranial. Hal ini akan meningkatkan pelepasan neurotransmitter pada jaringan
miofasial, (4) hiperflesibilitas neuron sentral nosiseptif pada nukleus trigeminal,
talamus, dan korteks serebri yang diikuti hipesensitifitas supraspinal (limbik)
terhadap nosiseptif. Nilai ambang deteksi nyeri ( tekanan, elektrik, dan termal)
akan menurun di sefalik dan ekstrasefalik. Selain itu, terdapat juga penurunan
supraspinal decending paininhibit activity, (5) kelainan fungsi filter nyeri di
batang otak sehingga menyebabkan kesalahan interpretasi info pada otak yang
diartikan sebagai nyeri, (6) terdapat hubungan jalur serotonergik dan
monoaminergik pada batang otak dan hipotalamus dengan terjadinya TTH.
Defisiensi kadar serotonin dan noradrenalin di otak, dan juga abnormal serotonin
platelet, penurunan beta endorfin di CSF dan penekanan eksteroseptif pada otot
temporal dan maseter, (7) faktor psikogenik ( stres mental) dan keadaan non-
physiological motor stress pada TTH sehingga melepaskan zat iritatif yang akan
menstimulasi perifer dan aktivasi struktur persepsi nyeri supraspinal lalu modulasi
nyeri sentral. Depresi dan ansietas akan meningkatkan frekuensi TTH dengan
mempertahankan sensitisasi sentral pada jalur transmisi nyeri, (8) aktifasi NOS
( Nitric Oxide Synthetase) dan NO pada kornu dorsalis.
Pada kasus dijumpai adanya stress yang memicu sakit kepala. Ada
beberapa teori yang menjelaskan hal tersebut yaitu (1) adanya stress fisik
(kelelahan) akan menyebabkan pernafasan hiperventilasi sehingga kadar CO2
dalam darah menurun yang akan mengganggu keseimbangan asam basa dalam
darah. Hal ini akan menyebabkan terjadinya alkalosis yang selanjutnya akan
mengakibatkan ion kalsium masuk ke dalam sel dan menimbulkan kontraksi otot
yang berlebihan sehingga terjadilah nyeri kepala. (2) stress mengaktifasi saraf
simpatis sehingga terjadi dilatasi pembuluh darah otak selanjutnya akan
mengaktifasi nosiseptor lalu aktifasi aferen gamma trigeminus yang akan
menghasilkan neuropeptida (substansi P). Neuropeptida ini akan merangsang
ganglion trigeminus (pons). (3) stress dapat dibagi menjadi 3 tahap yaitu alarm
reaction, stage of resistance, dan stage of exhausted.Alarm reaction dimana stress
menyebabkan vasokontriksi perifer yang akan mengakibatkan kekurangan asupan
oksigen lalu terjadilah metabolisme anaerob. Metabolisme anaerob akan
mengakibatkan penumpukan asam laktat sehingga merangsang pengeluaran
bradikinin dan enzim proteolitik yang selanjutnya akan menstimulasi jaras nyeri.
Stage of resistance dimana sumber energi yang digunakan berasal dari glikogen
yang akan merangsang peningkatan aldosteron, dimana aldosteron akan menjaga
simpanan ion kalium. Stage of exhausted dimana sumber energi yang digunakan
berasal dari protein dan aldosteron pun menurun sehingga terjadi deplesi K+.
Deplesi ion ini akan menyebabkan disfungsi saraf.
F. Diagnosa Tension Type Headache (TTH)
Tension Type Headache harus memenuhi syarat yaitu sekurang –
kurangnya dua dari berikut ini : (1) adanya sensasi tertekan/terjepit, (2) intensitas
ringan – sedang, (3) lokasi bilateral, (4) tidak diperburuk aktivitas. Selain itu,
tidak dijumpai mual muntah, tidak ada salah satu dari fotofobia dan fonofobia.
Gejala klinis dapat berupa nyeri ringan- sedang – berat, tumpul seperti
ditekan atau diikat, tidak berdenyut, menyeluruh, nyeri lebih hebat pada daerah
kulit kepala, oksipital, dan belakang leher, terjadi spontan, memburuk oleh stress,
insomnia, kelelahan kronis, iritabilitas, gangguan konsentrasi, kadang vertigo, dan
rasa tidak nyaman pada bagian leher, rahang serta temporomandibular.
Pemeriksaan Fisik
Anamnesis, pemeriksaan fisik umum dan pemeriksaan neurologis
komprehensif adalah kunci evaluasi klinis TTH dan dapat menyediakan
petunjuk potensial terhadap penyebab penyakit (organik, dsb) yang
mendasari terjadinya TTH. Pada palpasi manual gerakan memutar kecil
dan tekanan kuat dengan jari ke dua dan ke tiga di daerah frontal,
temporal,masseter, pterygoid, sternocleidomastoid,splenius, dan otot-otot
trapezius, dijumpai pericranial muscle tenderness, dapat dibantu dengan
palpometer Pericranial tenderness dicatat dengan Total Tenderness Score.
Menurut referensi lain,prosedurnya sederhana, yaitu: delapan pasangotot
dan insersi tendon (yaitu: otot-ototmasseter, temporal, frontal,
sternocleidomastoid, trapezius, suboccipital, processus coronoid dan
mastoid) dipalpasi. Palpasi dilakukan dengangerakan rotasi kecil jari
kedua dan ketigaselama 4-5 detik.
Tenderness dinilai denganempat poin (0,1,2, dan 3) di tiap lokasi
(local tenderness score), nilai dari kedua sisi kiri dankanan dijumlah
menjadi skor tenderness total(maksimum skor 48 poin). Penderita
TTHdiklasifikasikan sebagai terkait (associated)(skor tenderness total
lebih besar dari 8poin) atau tidak terkait (not associated) (skor tenderness
total kurang dari 8 poin) dengan pericranial tenderness. Pada TTH juga
dijumpai variasi TrPs, yaitu titikpencetus nyeri otot (muscle trigger
points).Baik TrPs aktif maupun laten dijumpai diotot-otot leher dan bahu
penderita TTH. TrPs berlokasi di otot-otot splenius capitis,splenius
cervicis, semispinalis cervicis, semispinalis capitis, levator scapulae, upper
trapezius, atau suboccipital. TrPs di otot-otot superior oblique, upper
trapezius, temporalis, sub occipital, dan sternocleidomastoid secara klinis
relevan untukdiagnosis TTH episodik dan kronis.
G. Pemeriksaan Penunjang Tension Type Headache (TTH)
Tidak ada uji spesifik untuk mendiagnosis TTH dan pada saat
dilakukan pemeriksaa neurologik tidak ditemukan kelainan apapun. TTH biasanya
tidak memerlukan pemeriksaan darah, rontgen, CT scan kepala maupun MRI.
Pemeriksaan penunjang
Diagnostik penunjang TTH adalah pencitraan (neuroimaging) otak
atau cervical spine, analisis CSF, atau pemeriksaan serum dengan laju
endap darah (erythrocyte sedimentation rate), atau uji fungsi tiroid.
Neuroimaging terutama direkomendasikan untuk: nyeri kepala dengan
pola atipikal, riwayat kejang, dijumpai tanda/gejala neurologis, penyakit
simtomatis seperti: AIDS (acquired immunodefi ciencysyndrome), tumor,
atau neurofi bromatosis. Pemeriksaan funduskopi untuk papilloedema atau
abnormalitas lainnya penting untuk evaluasi nyeri kepala sekunder.
H. Diferensial Diagnosa Tension Type Headache (TTH)
Diferensial Diagnosa dari TTH adalah sakit kepala pada spondilo-
artrosis deformans, sakit kepala pasca trauma kapitis, sakit kepala pasca punksi
lumbal, migren klasik, migren komplikata, cluster headache, sakit kepala pada
arteritis temporalis, sakit kepala pada desakan intrakranial, sakit kepala pada
penyakit kardiovasikular, dan sakit kepala pada anemia.
I. Terapi Tension Type Headache (TTH)
Tujuan penatalaksanaan adalah reduksi frekuensi dan intensitas nyeri
kepala (terutama TTH) dan menyempurnakan respon terhadap terapi abortive.
Terapi dapat dimulai lagi bila nyeri kepala berulang.
Terapi TTH episodik pada anak: parasetamol, aspirin, dan kombinasi
analgesik. Parasetamol aman untuk anak. Asam asetilsalisilat tidak
direkomendasikan pada anak berusia kurang dari 15 tahun, karena kewaspadaan
terhadap sindrom Reye. Pada dewasa, obat golongan anti-infl amasi non steroid
efektif untuk terapi TTH episodik. Hindari obat analgesik golongan opiat (misal:
butorphanol). Pemakaian analgesik berulang tanpa pengawasan dokter, terutama
yang mengandung kafein atau butalbital, dapat memicu rebound headaches.
Beberapa obat yang terbukti efektif: ibuprofen (400 mg), parasetamol (1000 mg),
ketoprofen (25 mg). Ibuprofen lebih efektif daripada parasetamol. Kafein dapat
meningkatkan efek analgesik. Analgesik sederhana, nonsteroidalanti-infl
ammatory drugs (NSAIDs), dan agen kombinasi.
Suntikan botulinum toxin (Botox) diduga efektif untuk nyeri kepala
primer, seperti: tension-typeheadache, migren kronis, nyeri kepala harian kronis
(chronic daily headache). Botulinum toxin adalah sekelompok protein produksi
bakteri Clostridium botulinum. Mekanisme kerjanya adalah menghambat
pelepasan asetilkolin di sambungan otot, menyebabkan kelumpuhan flaksid.
Botox bermanfaat mengatasi kondisi di mana hiperaktivitas otot berperan penting.
Riset tentang Botox masih berlangsung.
Intervensi nonfarmakologis misalnya: latihan relaksasi, relaksasi progresif,
terapi kognitif,biofeedback training, cognitive-behaviouraltherapy, atau
kombinasinya. Solusi lain adalah modifikasi perilaku dan gaya hidup.
Pendekatan multidisiplin adalah strategi efektif mengatasi TTH. Edukasi
baik untuk anak dan dewasa, disertai intervensi nonfarmakologis dan dukungan
psikososial amat diperlukan.
Terapi Akut TTH
Medikamentosa Dosis Level rekomendasi
Parasetamol/asetaminofen 500-1000mg A
Aspirin 500-1000 mg A
Ibu profen 200-800 mg A
Ketoprofen 25-50 mg A
Naproxen 375-550 mg A
Diclofenac 12,5-100 mg A
Caffeine 65-200 mg B
Keterangan: Level A: effective, Level B: probably effective
Relaksasi selalu dapat menyembuhkan TTH. Pasien harus dibimbing
untuk mengetahui arti dari relaksasi yang mana dapat termasuk bed rest, massage,
dan/ atau latihan biofeedback. Pengobatan farmakologi adalah simpel analgesia
dan/atau mucles relaxants. Ibuprofen dan naproxen sodium merupakan obat yang
efektif untuk kebanyakan orang. Jika pengobatan simpel analgesia(asetaminofen,
aspirin, ibuprofen, dll.) gagal maka dapat ditambah butalbital dan kafein ( dalam
bentuk kombinasi seperti Fiorinal) yang akan menambah efektifitas pengobatan.
J. Prognosis dan Komplikasi Tension Type Headache (TTH)
TTH biasanya merespon dengan baik pengobatan, tanpa gejala sisa.
Meskipun TTH tidak berbahaya secara medis, namun TTH kronis dapat
berdampak negatif pada kualitas hidup dan produktivitas kerja.
Pada penderita TTH dewasa berobat jalan yang diikuti selama lebih dari
10 tahun, 44% TTH kronis mengalami perbaikan signifikan, sedangkan 29% TTH
episodik berubah menjadi TTH kronis.
Studi populasi potonglintang Denmark yang ditindaklanjuti selama 2 tahun
mengungkapkan rata-rata remisi 45% di antara penderita TTH episodik frekuen
atau TTH kronis, 39% berlanjut menjadi TTH episodik dan 16% TTH kronis.
TTH pada kondisi dapat menyebabkan nyeri yang menyakitkan tetapi
tidak membahayakan.Nyeri ini dapat sembuh dengan perawatan ataupun dengan
menyelesaikan masalah yang menjadi latar belakangnya jika penyebab TTH
berupa pengaruh psikis. Nyeri kepala ini dapat sembuh dengan terapi obat berupa
analgesia. TTh biasanya mudah diobati sendiri. Progonis penyakit ini baik, dan
dengan penatalaksanaan yang baik maka > 90 % pasien dapat disembuhkan.
Komplikasi TTH adalah rebound headache yaitu nyeri kepala yang
disebabkan oleh penggunaan obat – obatan analgesia seperti aspirin,
asetaminofen, dll yang berlebihan
K. Pencegahan Tension Type Headache (TTH)
Pencegahan TTH adalah dengan mencegah terjadinya stress dengan
olahraga teratur, istirahat yang cukup, relaksasi otot (massage, yoga, stretching),
meditasi, dan biofeedback. Jika penyebabnya adalah kecemasan atau depresi maka
dapat dilakukan behavioral therapy. Selain itu, TTH dapat dicegah dengan
mengganti bantal atau mengubah posisi tidur dan mengkonsumsi makanan yang
sehat.
Terapi preventif TTH
Medikamentosa Dosis harian Leve rekomendasi
Amitriptyline 30–75 mg A
Mirtazapine 30 mg B
Venlafaxine 150 mg B
Clomipramine 75–150 mg B
Keterangan: Level A: effective, Level B: probably effective, Level C: possibly
effective
Untuk profilaksis TTH kronis, dapat diberikan golongan antidepresan,
misalnya: amitriptyline (30-75 mg, 1-2 jam sebelum tidur untuk meminimalkan
pening saat terbangun). Efek samping amitriptyline adalah mulut kering dan
penglihatan kabur. Bila belum efektif,diberikan mirtazepine.
Penderita TTH kronis dianjurkan membatasi konsumsi analgesik bebas
(tanpa resep dokter) hingga 2 kali seminggu untuk mencegah berkembangnya
sakit kepala harian kronis (chronic daily headache). Penderita TTH kronis
dianjurkan berhenti merokok. Buku harian nyeri kepala (headache diary) sangat
membantu dokter menilai frekuensi dan mencegah TTH bertambah parah. Berpola
hidup sehat, bekerja, berolahraga, dan beristirahat secara seimbang.
Terapi Preventif Nonfarmakologis TTH
Terapi Level rekomendasi
EMG (electromyography) biofeedback A
Cognitive-behavioral therapy C
Terapi fisik C
Pelatihan relaksasi C
Acupuncture C
Keterangan: Level A: effective; Level B: probably effective; Level C: possibly
effective