Post on 31-Dec-2019
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Bab ini akan membahas hasil penelitian tindakan kelas yang telah dilakukan
pada beberapa siklus, mulai dari siklus I, siklus II, sampai siklus III. Hasil tersebut
dijabarkan dalam deskripsi pembahasan. Tidak hanya itu saja, bab ini pun
membahas hasil penerapan metode diskusi terhadap peniongkatan kemampuan
berpikir kritis siswa.
A. Deskripsi Data Awal Penelitian
Data awal dalam penelitian ini diperoleh melalui pengamat yang dilakukan
oleh peneliti selama proses pembelajaran IPS di dalam kelas. Kegiatan ini
merupakan observasi awal yang bertujuan untuk mengetahui kondisi awal
kemampuan berpikir kritis siswa dalam pembelajaran IPS. Data awal ini
digunakan sebagai bahan untuk merencanakan tindakan pembelajaran dengan
melalui penerapan metode diskusi yang bertujuan untuk meningkatkan
kemampuan berpikir kritis siswa.
Dari hasil observasi, terlihat bahwa hanya terdapat delapan siswa dari 25
jumlah siswa secara keseluruhan atau hanya 32% yang sudah mengindikasikan
memiliki kemampuan berpikir kritis dan sepuluh siswa memiliki kemampuan
berpikir kritis yang sangat kurang. Pembelajaran yang kurang variatif dan aktifitas
antara guru dan siswa di dalam kelas kurang mengacu ke arah pembelajaran yang
bersifat komunikatif dan individualis disinyalir menjadi penyebab siswa sulit
untuk berpikir kritis.
Berdasarkan data tersebut, dilakukan penelitian tindakan kelas untuk
meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa. Penelitian ini berlangsung selama
tiga siklus. Dalam setiap siklus terdapat perencanaan, pelaksanaan dan observasi,
serta refleksi. Instrumen yang digunakan untuk memperoleh hasil penelitian yaitu
berupa lembar aktivitas guru dan siswa serta lembar observasi. Berikut hasil
penelitian selama pelaksanaan siklus.
Akhmad Habibi Ubaidillah Yahya, 2014Penerapan Metode Diskusi Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Pada Pembelajaran IPS Dikelas VUniversitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
41
42
B. Deskripsi Pelaksanaan Penelitian Siklus
Penelitian tindakan kelas dilakukan melalui beberapa siklus. Penelitian yang
telah dilakukan mengenai penerapan metode diskusi untuk meningkatkan
kemampuan berpikir kritis siswa dilaksanakan sebanyak tiga siklus. Setiap siklus
yang telah terlaksana merupakan hasil refleksi dari siklus sebelumnya. Berikut
deskripsi pelaksanaan penelitian dari siklus I sampai siklus III.
1. Deskripsi Pelaksanaan Penelitian Siklus I
Pelaksanaan penelitian Siklus I dilaksanakan di SD Negeri 3 Cibogo
Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat untuk kelas V. Jumlah siswa
yang hadir pada siklus I yaitu 26 orang. Secara keseluruhan pelaksanaan siklus I
sudah berjalan dengan lancar. Walaupun masih terdapat kekurangan dan kendala
dalam pelaksanaannya. Berikut paparan pelaksanaan penelitian siklus I.
a. Perencanaan Pembelajaran Siklus I
Perencanaan pembelajaran Siklus I disusun berdasarkan data awal penelitian
yang didapat melalui observasi. Pada tahap ini peneliti merencanakan tindakan
yang akan dilakukan dalam upaya untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis
siswa. Langkah pertama yang dilakukan yaitu menyusun Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP). Pada proses penyusunan perencanaan pembelajaran tersebut
dibuatlah tujuan, metode, media pembelajaran, Lembar Kerja Siswa (LKS), dan
lembar observasi.
Metode yang akan diterapkan adalah metode diskusi dengan teknik melalui
presentasi dari kelompok. Penerapan teknik presentasi dipilih karena untuk
memancing daya nalar dan kemampuan bertanya, perpendapat serta
menyimpulkan hasil diskusi. Media yang digunakan adalah teks bacaan yang
merupakan salah satu cara agar siswa mau membaca dan mengkritisi bahan
bacaan tersebut agar proses diskusi berjalan dengan lancar. Rincian perencanaan
dapat dilihat dalam lembar Rencana Perencanaan Pembelajaran (RPP) siklus I
yang terlampil.
Setting kelas menjadi proses selanjutnya dalam tahap perencanaan. Hal ini
dilakukan agar terjadi pemerataan dalam pembagian kelompok. Kelompok yang
43
dibentuk adalah kelompok heterogen, didalam satu kelompok terdapat empat
sampai lima siswa yang memiliki kemampuan berbeda-beda agar proses diskusi
berjalan dengan lancar. Kelompok yang dibentuk adalah Kelompok A sampai
dengan Kelompok F. Berikut pembagian kelompok yang peneliti lakukan pada
siklus I.
Kelompok A beranggotakan AZ , SA, MR, RZ dan NA. Kelompok B
beranggotakan KA, DN, RZ, AN. Kelompok C beranggotakan RI, AD, AS, FI.
Kelompok D beranggotakan RD, AP, AI, EA, dan MN. Kelompok E
beranggotakan NW, AA, NA, dan RN. Serta yang terakhir kelompok F
beranggotakan EL, WY, DA, dan NR.
b. Pelaksanaan Tindakan Pembelajaran Siklus I
Proses pembelajaran siklus I dilaksanakan pada tanggal 14 Mei 2014
dengan alokasi waktu 3 X 35 menit. Secara garis besar kegiatan pembelajaran
dalam siklus I ini terbagi menjadi tiga langkah kegiatan pembelajaran yaitu
kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan penutup.
Kegiatan awal dimulai dengan menanyakan kabar kepada siswa dan
memotivasi siswa agar semangat belajar. Selanjutnya guru memeriksa kebersihan,
mengatur tempat duduk, memeriksa kelengkapan belajar siswa, dan memastikan
siswa siap belajar. Langkah selanjutnya guru memberikan apersepsi dengan
bertanya kepada siswa tentang materi yang telah diajarkan sebelumnya. Tahap
terakhir dalam kegiatan awal ini adalah setelah siswa siap untuk belajar guru
memberikan penyampaian tentang tujuan belajar hari ini.
Kegiatan inti terbagi menjadi dua kegiatan yaitu ekplorasi dan elaborasi.
Dalam eksplorasi siswa dan guru bertanya jawab mengenai hal-hal dalam
persiapan proklamasi kemerdekaan Indonesia. Proses tersebut bertujuan untuk
menggali dan mengetahui pengetahuan awal siswa tentang materi yang akan
disampaikan.
Selanjutnya dalam elaborasi siswa diberikan teks bacaan mengenai usaha
mempersiapkan kemerdekaan oleh BPUPKI dan PPKI, lalu siswa dibagi ke dalam
5 kelompok yang heterogen. Setelah siswa berkumpul dengan kelompoknya guru
44
mengemukakan masalah yang akan didiskusikan yaitu berupa pertanyaan yang
harus dijawab oleh kelompok dan memberikan pengarahan seperlunya mengenai
cara-cara pemecahannya.
Siswa berdiskusi dalam kelompoknya masing-masing untuk mencari
jawaban atas permasalahan yang diberikan oleh guru. Selama siswa melakukan
kegiatan diskusi, guru berkeliling dari kelompok yang satu ke kelompok yang
lain, menjaga ketertiban, serta memberikan dorongan dan bantuan agar setiap
anggota kelompok berpartisipasi aktif, dan agar diskusi lancar.
Kemudian setelah kelompok selesai berdiskusi setiap kelompok melaporkan
hasil diskusinya. Hasil-hasil tersebut ditanggapi oleh semua siswa, terutama dari
kelompok lain. Selanjutnya guru memberikan ulasan atau penjelasan terhadap
laporan tersebut. Siswa mencatat hasil diskusi, dan guru mengumpulkan laporan
hasil diskusi dari setiap kelompok.
Langkah terakhir dalam kegiatan elaborasi adalah siswa diberikan LKS
sebagai evaluasi pembelajaran dan diminta untuk mengerjakannya selama 15
menit. Setelah selesai siswa diminta untuk mengumpulkan LKS yang telah
dikerjakannya.
Sebagai konfirmasi setelah semua siswa selesai mengumpulkan LKS, siswa
diberi kesempatan untuk bertanya kepada guru tentang pembelajaran yang belum
dimengerti. Langkah selanjutnya adalah siswa bersama guru menyimpulkan
kegiatan pembelajaran yang telah dilaksanakan yaitu mengenai usaha
mempersiapkan kemerdekaan oleh BPUPKI dan PPKI. Sebagai pemantapan siswa
diberikan tugas oleh guru.
Langkah terakhir dalam kegiatan pembelajaran yaitu kegiatan penutup.
Siswa diminta untuk merapihkan alat tulis yang telah digunakan, lalu guru
menutup pembelajaran dengan berdoa bersama siswa dan siswa dipersilahkan
untuk pulang.
Selama proses pelaksanaan siklus I, peneliti didampingi oleh enam orang
observer. Observer bertugas untuk mengamati dan memberikan penilaian terhadap
aktivitas guru serta kemampuan berpikir kritis dan aktivitas siswa selama proses
pembelajaran. Observasi ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana tingkat
45
keberhasilan peneliti dalam melaksanakan proses penelitian dalam siklus I, serta
mngetahui kemampuan berpikir kritis siswa dalam pembelajaran.
c. Observasi Siklus I
Observer diberikan lembar observasi aktivitas guru dan siswa terhadap
penerapan metode diskusi serta lembar observasi kemampuan berpikir kritis siswa
untuk mencatat temuan-temuan penting dan untuk mencatat hasil pengamatannya
selama proses pembelajaran berlangsung. Hasil observasi yang dicatat oleh
observer digunakan sebagai bahan diskusi pada refleksi untuk dianalisis, serta
untuk merencanakan pelaksanaan tindakan pada siklus selanjutnya.
1) Perencanaan Pembelajaran
Di dalam perencanaan pembelajaran, setting kelas dilakukan agar terjadi
pemerataan dalam pembagian kelompok. Kelompok yang dibentuk adalah
kelompok heterogen, didalam satu kelompok terdapat empat sampai lima siswa
yang memiliki kemampuan berbeda-beda agar diskusi berjalan lancar.
Dari hasil observasi yang ditemukan, masih terdapat kelompok yang belum
dapat berdiskusi dengan baik. Salah satu cirinya adalah dominasi satu sampai dua
orang didalam kelompok sehingga siswa yang dirasa kurang hanya diam saja dan
tidak berani bertanya, mengemukakan pendapat, serta memberikan kesimpulan.
Sehingga untuk perencanaan selanjutnya pembentukan kelompok baru harus
diutamakan.
Secara keseluruhan untuk tujuan, metode, dan media yang digunakan sudah
terlaksana dengan baik. Teknik penyampaian materi melalui presentasi kelompok
pun dapat dikatakan sesuai dengan tujuan pembelajaran. Siswa sudah terlihat mau
bertanya, berpendapat, dan memberikan kesimpulan ketika kelompok
mempresentasikan hasil diskusi di depan kelas.
2) Pelaksanaan Pembelajaran
Pelaksanaan pembelajaran dalam siklus I diobservasi oleh enam observer.
Observasi yang dilakukan yaitu untuk mengamati keterlaksanaan kegiatan
46
penerapan metode diskusi dalam pembelajaran yang dilakukan oleh guru serta
aktivitas siswa dalam berdiskusi kelompok dan diskusi kelas.
a) Aktivitas Guru
Aktivitas guru dalam pembelajaran siklus I pada materi persiapan
kemerdekaan yang dilakukan oleh BPUPKI dan PPKI dengan menerapkan
metode diskusi secara umum sudah berjalan dengan lancar. Dari 14 langkah
dalam proses pembelajaran yang berlangsung hanya 2 atau kurang 14% yang
belum terlaksana yaitu memeriksa kelengkapan belajar siswa dan memberikan
refleksi di akhir pembelajaran.
Proses pemeriksaan kelengkapan alat belajar terlewatkan oleh guru sehingga
masih terlihat siswa yang belum mempersiapkan perlengkapan belajarnya pada
saat proses pembelajaran dimulai. Selanjutnya yaitu pada saat refleksi, guru tidak
memberikan refleksi secara keseluruhan dari proses pembelajaran yang telah
dilaksanakan. Hal tersebut terjadi karena waktu yang dialokasikan sudah hampir
habis sehingga guru langsung memberikan kesimpulan.
Selain itu yang menjadi catatan observasi adalah adanya langkah-langkah
pembelajaran di kegiatan inti yang tertukar. Pada awal pembelajaran guru
langsung membagi siswa kedalam enam kelompok sebelum guru membagikan
bahan bacaan yang akan didiskusikan. Hal-hal yang telah disebutkan tersbut
menjadi catatan bagi peneliti sebagai refleksi untuk pelaksanaan di siklus II.
b) Aktivitas Siswa
Proses observasi aktivitas siswa terbagi menjadi dua yaitu ketika mengikuti
pembelajaran dalam kelompok besar atau kelas dan ketika berdiskusi kelompok
kecil. Pada saat awal pembelajaran berlangsung secara umum siswa dapat
mengikuti instruksi atau langkah-langkah pembelajaran yang dilaksanakan oleh
guru.
Berdasarkan hasil observasi, ketika guru memberikan apersepsi dengan
menanyakan pembelajaran sebelumnya. Siswa sudah menyimak dan merespon
pertanyaan yang diajukan oleh guru. Begitu seterusnya sampai pada langkah
47
penyampaian tujuan pembelajaran. Siswa masih merespon dengan baik namun
terlihat juga masih terdapat siswa yang belum mengerti sampai pada akhirnya
siswa tersebut dapat memahami tujuan pembelajaran setelah guru melakukan
pengulangan.
Selanjutnya yang menjadi catatan observer adalah ketika proses pembagian
kelompok. Dikarenakan ada langkah pembelajaran yang tertukar akhirnya pada
saat pembagian kelompok pun siswa terlihat tidak kondusif. Kelas dapat kembali
kondusif ketika guru membimbing siswa untuk segera bergabung dengan
kelompoknya sesuai dengan instruksi yang diberikan.
Proses diskusi kelompok belum berjalan dengan baik di dalam kelompok F.
Hal tersebut dapat terlihat dari dominasi siswa perempuan dalam diskusi.
Pembuatan laporan kelompok pun hanya dibuat oleh siswa perempuan. Siswa
laki-laki masih terlihat bermain-main dan cenderung diam. Sedangkan untuk
kelompok lainnya proses diskusi kelompok sudah berjalan dengan baik.
Pembagian tugas dalam penyusunan laporan kelompok sudah dikerjakan bersama-
sama.
Temuan hasil observasi dalam diskusi kelompok kecil lainnya yaitu dalam
pemecahan masalah yang diberikan oleh guru. Masih terdapat siswa bertanya
langsung kepada guru terkait jawaban yang harus mereka cari. Setelah guru
memberikan bimbingan kepada siswa agar pertanyaan tersebut harus didiskusikan
didalam kelompok barulah mereka bekerjasama dan saling memberikan pendapat.
Setelah diskusi kelompok selesai dilanjutkan dengan mengulas laporan
kelompok. Presentasi dilakukan di depan kelas dan hanya satu kelompok yaitu
kelompok A yang membacakan hasil diskusinya. Hal tersebut dilakukan untuk
mengefektifkan waktu. Kelompok lain menanggapi jawaban yang diberikan oleh
kelompok A. Dalam kegiatan ini diskusi antar kelompok sudah terlihat baik,
anggota kelompok lain aktif dan berani mengajukan pendapat yang berbeda dari
yang disajikan oleh kelompok A.
Pada akhir pembelajaran siswa yang ditunjuk oleh guru menyimpulkan hasil
diskusi yang telah dilaksanakan. Oleh karena itu hanya beberapa siswa saja yang
tercatat sudah memberikan kesimpulan. Dengan pemaparan catatan hasil
48
observasi tersebut maka dapat disimpulkan bahwa aktivitas siswa selama
pembelajaran dalam siklus I ini terkait penerapan metode diskusi belum terlaksana
secara efektif.
3) Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Pada Siklus I
Kemampuan berpikir kritis siswa yang menjadi objek penelitian pada siklus
I sebesar 58%. Peneliti menganalisis serta menginterpretasi aspek berpikir kritis
berupa pertanyaan, pernyataan, serta kesimpulan yang diutarakan oleh siswa.
Dalam menganalisis pertanyaan, pernyataan, dan kesimpulan yang tercatat
dalam lembar observasi, peneliti mengkategorikan aspek tersebut sesuai kriteria
yang telah ditentukan. Selanjutnya menentukan skor berdasarkan pedoman
penelitian. Berikut penjabaran hasil penilaian kemampuan berpikir siswa pada
siklus I.
Siswa pertama beridentitaskan MN, kriteria kemampuan berpikir kritis
pada siklus I dikatakan cukup karena mendapatkan skor lima dengan presentase
55,56%. Aspek mengungkapkan pertanyaan yang dia dapat adalah dua skor. Skor
dua tersebut didapatkan berdasarkan pertanyaan yang dia ungkapkan pada proses
diskusi kelompok. Pertanyaan yang dia ajukan kepada teman sekelompoknya
yaitu “Apa saja hasil dari sidang BPUPKI dan PPKI?”. Lalu aspek yang kedua
adalah memberikan pernyataan, pernyataan yang dia ungkapkan ketika berdiskusi
kelompok tidak sesuai dengan materi sehingga penilaian untuk aspek ini
mendapatkan skor dua. Dia mengungkapkan pernyataan “Soekarno mah presiden
pertama” ketika ditanya mengenai pembentukan BPUPKI oleh teman
kelompoknya. Aspek terakhir yaitu memberikan kesimpulan, dalam aspek ini MN
mendapatkan skor satu yang artinya dia tidak memberikan kesimpulan atas materi
yang telah diajarkan.
Siswa kedua DN, kemampuan berpikir kritis pada pembelajaran siklus I
dikatakan cukup karena mendapatkan skor enam dengan presentase 66,67%.
Aspek mengungkapkan pertanyaan mendapatkan skor dua. Pertanyaan yang dia
ajukan dalam proses diskusi kelas yaitu “Apa tujuannya BPUPKI dan PPKI?”
pertanyaan itu diajukan pada saat dia sedang mencari jawaban untuk dicatatat
49
dalam hasil diskusi kelompok. Aspek yang kedua yaitu memberikan pernyataan,
pernyataan tersebut dia ajukan ketika menemukan jawaban dari pertanyaan yang
dia ungkapkan sendiri bentuk pernyataannya yaitu “Nah ini tujuan terbentuknya
BPUPKI, buat menyelidiki hal-hal penting mendirikan negara Indonesia”.
Berdasarkan pedoman penilaian yang dibuat peneliti pernyataan terebut
mendapatkan skor tiga. Terakhir aspek memberikan kesimpulan, dalam aspek ini
dia mendapatkan skor satu karena tidak memberikan kesimpulan atas materi yang
telah diajarkan. Pada akhir pembelajaran dia belum mendapatkan kesempatan
memberikan kesimpulan karena yang memberikan kesimpulan didominasi oleh
siswa yang lebih pintar.
Selanjutnya yaitu RZ, kemampuan berpikir kritis yang ia dapatkan pada
pembelajaran siklus I adalah 55,56% atau mendapatkan score lima. Kemampuan
mengungkapkan pertanyaan mendapatkan score dua. Pertanyaan yang dia ajukan
pada saat berdiskusi kelompok yaitu “ Hasil dari terbentuknya BPUPKI itu apa?”.
Dari pertanyaan tersebut dapat dianalis bahwa untuk kategori indikator pertama
ini dia mendapatkan score dua, karena bertanya dengan menggunakan kata tanya
“apa”, “siapa”, “kapan”, dan “dimana” sesuai dengan materi pembelajaran. Lalu
untuk aspek yang kedua dia mendapatkan score dua. Karena dia memberikan
pernyataan, namun tidak berhubungan dengan pembelajaran. Pernyataan yang
diajukan adalah “Sini bacaannya, saya mau baca karena ada Bapak” hal tersebut
terjadi ketika guru sedang memeriksa proses diskusi kelompok. Dan pernyataan
tersebut selalu berulang selama proses diskusi kelompok berlangsung. Sedangkan,
untuk aspek terakhir dia mendapatkan score satu karena pada akhir diskusi
kelompok dia tidak memberikan kesimpulan atas materi yang telah diajarkan.
Siswa berikutnya adalah AD, presentase kemampuan berpikir kritis pada
pembelajaran siklus I sebesar 66,67% dengan skor enam dan berada pada kategori
cukup. Pertanyaan yang dia ungkapkan dalam proses diskusi kelompok yaitu
“Apa saja hasil-hasil dari BPUPKI?”. Berdasarkan pedoman penilaian yang
dibuat, pertanyaan tersebut mendapatkan kategori cukup dengan skor dua.
Berbeda dengan aspek mengungkapkan pertanyaan, pada aspek memberikan
pernyataan dia mendapatkan skor tiga dengan kategori baik. Hal tersebut
50
dikarenakan pada saat proses diskusi dia aktif menjawab pertanyaan-pertanyaan
yang diajukan oleh teman kelompoknya. Salah satu pernyataan yang dia
ungkapkan adalah “Ada anggapan PPKI badan yang dibentuk jepang, jadi
golongan muda ngga mau kemerdekaan dibacakan di depan PPKI”. Terakhir,
dalam aspek memberikan kesimpulan dia mendapatkan skor satu karena tidak
memberikan kesimpulan atas materi yang telah dijelaskan.
Selanjutnya AS, kemampuan berpikir pada pembelajaran siklus I berada
pada kategori cukup dengan skor lima dan presentase 55,56%. Aspek
mengungkapkan mendapatkan skor dua dengan pertanyaan “Jadi, apa tujuan
BPUPKI dan PPKI?”. Pertanyaan tersebut diajukan kepada AD ketika mereka
sedang mendiskusikan tujuan dibentuknya BPUPKI. Lalu aspek memberikan
pernyataan mendapatkan skor dua karena pernyataan yang sering diungkapkan
tidak berhubungan dengan materi pembelajaran. Aspek terakhir dia mendapatkan
skor satu karena tidak memberikan kesimpulan.
Berikutnya adalah MR, Kemampuan berpikir kritis pada pembelajaran
siklus I mendapatkan kategori cukup dengan skor empat dan presentase 44,44%.
Selama proses diskusi dia tidak bertanya sama sekali sehingga pada aspek ini
mendapatkan skor satu. Untuk aspek memberikan pernyataan mendapatkan skor
dua karena pernyataan yang dia ungkapkan tidak berhubungan dengan
pembelajaran. Selanjutnya aspek memberikan kesimpulan mendapatkan skor satu
karena dia tidak memberikan kesimpulan atas materi yang telah diajarkan.
Kemampuan berpikir kritis NA pada pembelajaran siklus I masuk dalam
kategori cukup mendapatkan skor enam dengan presentase 66,67%. Pertanyaan
yang dia ungkapkan adalah “Apa saja hasil-hasil dari BPUPKI?”, pertanyaan
tersebut mendapatkan skor dua karena bertanya menggunakan kata tanya “apa”,
“siapa”, “kapan”, dan “dimana” sesuai dengan materi pembelajaran. Lalu dalam
aspek memberikan pernyataan dia mendapatkan skor dua karena berdasarkan
catatan observasi dia memberikan pernyataan namun tidak berhubungan dengan
pembelajaran. Sedangkan kesimpulan yang dia berikan ketika ditanya oleh guru
mengenai kesimpulan pembelajaran ini adalah “Indonesia merdeka pada tanggal
51
17 pak” sehingga mendapatkan skor karena sudah berani memberikan kesimpulan
namun tidak sesuai dengan materi yang telah diajarkan.
Selanjutnya adalah AN, kemampuan berpikir kritis pada siklus I berada
dalam kategori cukup dengan jumlah skor enam presentase 66,67%. Dia
mengungkapkan pertanyaan “Kapan sih dibentuknya PPKI?” pada proses diskusi
kelompok sehingga sesuai dengan indikator penilain dia mendapatkan skor dua.
Lalu dia memberikan jawaban ketika temannya bertanya kapan terbentuknya
BPUPKI, jawaban yang dia berikan yaitu “Nih BPUPKI resmi dibentuknya
tanggal 29 April 1945” sehingga untuk aspek yang kedua dia mendapatkan skor
tiga karena memberikan pernyataan yang sesuai dengan materi pembelajaran.
Sedangkan untuk aspek terakhir dalam penilaian kemampuan berpikir kritis dia
mendapatkan skor satu karena tidak memberikan kesimpulan atas materi yang
telah diajarkan.
Siswa selanjutnya FI, pada pembelajaran siklus I kemampuan berpikir
kritisnya dikategorikan cukup dengan mendapatkan skor empat dan presentase
44,44%. Pertanyaan yang diungkapkan yaitu “Apa saja hasil-hasil dari
BPUPKI?”. Sehingga pada aspek mengungkapkan pertanyaan mendapatkan skor
dua. Sedangkan untuk memberikan pernyataan mendapatkan skor satu karena
selama diskusi dia bertugas mencatat hasil-hasil diskusi sehingga dia tidak
memberikan pernyataan selama proses diskusi kelompok. Begitu pula aspek
memberikan kesimpulan, dia tidak memberikan kesimpulan sehingga
mendapatkan skor satu.
Siswa yang terakhir yaitu DA, kemampuan berpikir kritis pada
pembelajaran siklus I dikategorikan cukup dengan skor enam dan presentase
66,67%. Ketika berdiskusi kelompok dia mengungkapkan pertanyaan “Kapan
dibentuknya BPUPKI?”, sehingga dalam aspek ini dia mendapatkan skor dua.
Pada aspek memberikan pernyataan dia mendapatkan skor tiga dengan penilaian
memberikan pernyataan yang berhubungan dengan pembelajaran. Bentuk
pernyataannya yaitu “Tujuan dibentuknya BPUPKI tuh membuat dasar negara”.
Selanjutnya aspek memberikan kesimpulan mendapatkan skor satu karena dia
tidak memberikan kesimpulan atas materi yang telah diajarkan.
52
Berdasarkan analisis data tersebut, dapat disimpulkan bahwa kemampuan
berpikir kritis siswa pada siklus I dengan menerapkan metode diskusi belum
mendapatkan hasil maksimal. Hal tersebut akan menjadi bahan perbaikan pada
siklus selanjutnya.
d. Refleksi Siklus I
Kegiatan refleksi dilakukan setelah peneliti menganalisis data dari
pelaksanaan tindakan siklus I. Data-data yang diperoleh dari pelaksanaan tindakan
siklus I yaitu hasil observasi aktivitas guru dan aktivitas siswa terhadap
pembelajaran, serta kemampuan berpikir kritis siswa. Setelah menganalisis data-
data tersebut, aktivitas siswa dalam berdiskusi kelompok belum berjalan dengan
baik. Hal tersebut dikarenakan masih ada beberapa kekurangan dalam
pelaksanaan siklus I. Oleh karena itu, diperlukan perbaikan perencanaan dan
pelaksanaan untuk siklus selanjutnya. Hal ini bertujuan untuk lebih meningkatkan
lagi kemampuan berpikir kritis siswa dengan menerapkan metode diskusi.
Berikut ini adalah beberapa hal yang perlu ditingkatkan dari pelaksanaan
siklus I yang masih belum optimal untuk dilaksanakan pada siklus II.
1) Perencanaan Pembelajaran
Perencanaan pembelajaran sangat penting untuk dirumuskan dengan tepat.
Karena perencanaan pembelajaran merupakan hal pokok yang menjadi acuan
dalam pelaksanaan proses pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Perbaikan perencanaan pembelajaran dari siklus I untuk dilaksanakan pada siklus
II yaitu:
a) Pembentukan kelompok baru agar siswa dapat lebih baik dalam berdiskusi.
b) Perubahan indikator dalam RPP yang lebih tinggi agar kemampuan berpikir
kritis siswa semakin meningkat.
2) Pelaksanaan Pembelajaran
Berhasil tidaknya siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran ditentukan
pula oleh proses pembelajaran yang dilakukan. Di dalam proses pembelajaran ini,
ada beberapa hal yang perlu diperbaiki dari siklus I yaitu:
53
a) Sistematika penyampaian materi harus diperhatikan, agar tidak ada langkah
pembelajaran yang terlewat atau tertukar.
b) Memberikan instruksi yang lebih jelas kepada siswa agar proses pembelajaran
berjalan dengan efektif.
c) Adanya bimbingan lebih untuk siswa yang masih kesulitan dalam
mengungkapkan pertanyaan, pendapat, dan memberikan kesimpulan.
d) Lebih menstimulus siswa untuk berkonsentrasi dan fokus memperhatikan
penjelasan guru.
e) Memberikan kesempatan siswa yang masih kurang dalam menyimpulkan
pembelajaran.
3) Kemampuan berpikir kritis siswa
Kemampuan berpikir kritis siswa dalam siklus I masih belum menunjukkan
hasil yang optimal. Sehingga kemampuan berpikir kritis siswa masih perlu
ditingkatkan lagi. Berdasarkan tiga aspek kemampuan berpikir kritis masih
banyak siswa yang mendapatkan skor dibawah tiga atau masih berada didalam
kategori cukup khususnya pada aspek memberikan kesimpulan. Oleh karena itu,
pelaksanaan pembelajaran pada siklus II perlu menekankan pada pemberian
kesempatan kepada siswa yang masih kurang untuk menyimpulkan materi yang
telah diajarkan.
2. Deskripsi Pelaksanaan Penelitian Siklus II
Berdasarkan hasil refleksi pada siklus I, masih diperlukan adanya tindak
lanjut dalam pembelajaran. Tindak lanjut tersebut dilaksanakan pada pelaksanaan
siklus II. Oleh karena itu, kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan pada siklus II
sama dengan pelaksanaan pembelajaran pada siklus I. Di dalam siklus II ini,
kekurangan-kekurangan dalam siklus I diperbaiki dan disempurnakan
pelaksanaannya.
Berdasarkan hasil kajian peneliti terhadap penyelenggaraan siklus I,
diketahui bahwa siswa masih belum berani dan tepat dalam memberikan
pernyataan serta kesimpulan. Oleh karena itu, pada siklus II ini, pelaksanaan
54
pembelajaran lebih menekankan pada pemotivasian siswa untuk lebih
mengemukakan pendapat pada saat berdiskusi kelompok. Berikut pemaparan
pelaksanaan siklus II, dengan beberapa tahapan yang terdiri dari perencanaan,
pelaksanaan tindakan, observasi, dan refleksi.
a. Perencanaan Pembelajaran Siklus II
Perencanaan pembelajaran pada siklus II merupakan refleksi dari
pelaksanaan siklus I. Sehingga dalam pembuatan rencana pelaksanaan siklus II ini
disusun tidak jauh berbeda dengan perencanaan pembelajaran pada siklus I,
begitupun dengan langkah-langkah pembelajarannya. Yang menjadi perbedaan
perencanaan pembelajaran pada siklus II dengan siklus I yaitu terletak pada
pembahasan yang akan dipelajari yaitu pembahasan mengenai proses
terbentuknya dasar negara. Berikut perencanaan pembelajaran siklus II yang
merupakan hasil refleksi dari siklus I.
1) Pembentukan kelompok baru agar siswa dapat lebih baik dalam berdiskusi.
Kelompok baru yang dibentuk sebagai berikut. Kelompok A beranggotakan
KA , FI, AD, dan DN. Kelompok B beranggotakan RI, SA, RZ, dan EA.
Kelompok C beranggotakan NA, AZ, AA, dan WY. Kelompok D
beranggotakan NW, DA, AS, RN, dan MN. Kelompok E beranggotakan AN,
DR, EL, NR, AP. Serta yang terakhir kelompok F beranggotakan MA, MR, RI,
AI, dan NA.
2) Peningkatan indikator dari C1 ke C2.
b. Pelaksanaan Pembelajaran Siklus II
Proses pembelajaran siklus II dilaksanakan pada tanggal 17 Mei 2014
dengan alokasi waktu 3 X 35 menit. Secara garis besar kegiatan pembelajaran
dalam siklus II ini sama dengan proses pembelajaran pada siklus I.
Kegiatan awal sama halnya pada siklus I yaitu dengan menanyakan kabar
kepada siswa dan memotivasi siswa agar semangat belajar. Langkah selanjutnya
guru memberikan apersepsi dengan bertanya kepada siswa tentang materi yang
telah diajarkan sebelumnya . Selanjutnya guru memeriksa kebersihan, mengatur
tempat duduk, memeriksa kelengkapan belajar siswa, dan memastikan siswa siap
55
belajar. Tahap terakhir dalam kegiatan awal ini adalah setelah siswa siap untuk
belajar guru memberikan penyampaian tentang tujuan belajar hari ini.
Kegiatan inti terbagi menjadi dua kegiatan yaitu ekplorasi dan elaborasi.
Dalam eksplorasi siswa dan guru bertanya jawab mengenai dasar negara. Proses
tersebut bertujuan untuk menggali dan mengetahui pengetahuan awal siswa
tentang materi yang akan disampaikan.
Selanjutnya dalam elaborasi siswa diberikan teks bacaan mengenai
perumusan dasar negara, lalu siswa dibagi ke dalam 5 kelompok yang heterogen.
Setelah siswa berkumpul dengan kelompoknya guru mengemukakan masalah
yang akan didiskusikan yaitu berupa pertanyaan mengenai perumusan dasar
negara yang harus dijawab oleh kelompok dan memberikan pengarahan
seperlunya mengenai cara-cara pemecahannya.
Siswa berdiskusi dalam kelompoknya masing-masing untuk mencari
jawaban atas permasalahan yang diberikan oleh guru. Selama siswa melakukan
kegiatan diskusi, guru berkeliling dari kelompok yang satu ke kelompok yang
lain, menjaga ketertiban, serta memberikan dorongan dan bantuan agar setiap
anggota kelompok berpartisipasi aktif, dan agar diskusi lancar.
Kemudian setelah kelompok selesai berdiskusi setiap kelompok melaporkan
hasil diskusinya. Hasil-hasil tersebut ditanggapi oleh semua siswa, terutama dari
kelompok lain. Selanjutnya guru memberikan ulasan atau penjelasan terhadap
laporan tersebut. Siswa mencatat hasil diskusi, dan guru mengumpulkan laporan
hasil diskusi dari setiap kelompok.
Langkah terakhir dalam kegiatan elaborasi adalah siswa diberikan LKS
sebagai evaluasi pembelajaran dan diminta untuk mengerjakannya selama 15
menit. Setelah selesai siswa diminta untuk mengumpulkan LKS yang telah
dikerjakannya.
Sebagai konfirmasi setelah semua siswa selesai mengumpulkan LKS, siswa
diberi kesempatan untuk bertanya kepada guru tentang pembelajaran yang belum
dimengerti. Langkah selanjutnya adalah siswa bersama guru menyimpulkan
kegiatan pembelajaran yang telah dilaksanakan yaitu mengenai perumusan dasar
negara. Sebagai pemantapan siswa diberikan tugas oleh guru.
56
Langkah terakhir dalam kegiatan pembelajaran yaitu kegiatan penutup.
Siswa diminta untuk merapihkan alat tulis yang telah digunakan, lalu guru
menutup pembelajaran dengan berdoa bersama siswa dan siswa dipersilahkan
untuk pulang.
c. Observasi Siklus II
Sama halnya dengan proses pelaksanaan siklus I, pada saat pelaksanaan
siklus II peneliti juga didampingi oleh enam orang observer. Observer bertugas
untuk mengamati dan memberikan penilaian terhadap aktivitas guru serta
kemampuan berpikir kritis dan aktivitas siswa selama proses pembelajaran pada
siklus II.
Observer diberikan lembar observasi aktivitas guru dan siswa terhadap
penerapan metode diskusi serta lembar observasi kemampuan berpikir kritis siswa
untuk mencatat temuan-temuan penting dan untuk mencatat hasil pengamatannya
selama proses pembelajaran berlangsung. Hasil observasi yang dicatat oleh
observer digunakan sebagai bahan diskusi pada refleksi untuk dianalisis, serta
untuk merencanakan pelaksanaan tindakan pada siklus selanjutnya.
1) Perencanaan Pembelajaran
Setelah pembentukan kelompok baru dari hasil observasi yang ditemukan,
masih terdapat kelompok yang belum dapat berdiskusi dengan baik. Salah satu
cirinya adalah dominasi satu sampai dua orang didalam kelompok sehingga siswa
yang dirasa kurang hanya diam saja dan tidak berani bertanya, mengemukakan
pendapat, serta memberikan kesimpulan. Sehingga untuk perencanaan selanjutnya
pembentukan kelompok baru harus dilakukan lagi.
2) Pelaksanaan Pembelajaran
Pelaksanaan pembelajaran dalam siklus II diobservasi oleh enam observer.
Observasi yang dilakukan yaitu untuk mengamati keterlaksanaan kegiatan
penerapan metode diskusi dalam pembelajaran yang dilakukan oleh guru serta
aktivitas siswa dalam berdiskusi kelompok dan diskusi kelas.
57
a) Aktivitas Guru
Aktivitas guru dalam pembelajaran siklus II pada materi perumusan dasar
negara dengan menerapkan metode diskusi secara umum sudah berjalan dengan
lancar. Dari 14 langkah dalam proses pembelajaran yang berlangsung hanya 1
atau kurang 7% yang belum terlaksana yaitu menyimpulkan pembelajaran.
Berikut peneliti paparkan lebih lanjut mengenai catatan observasi proses
pelaksanaan pembelajaran pada siklus II.
Berdasarkan catatan observasi, pada kegiatan pendahuluan atau kegiatan
awal masih adanya langkah-langkah pembelajaran di awal yang tertukar. Langkah
memeriksa kebersihan kelas tertukar dengan menyiapkan kelengkapan belajar.
Lalu proses apersepsi belum memberikan perhatikan secara menyeluruh kepada
seluruh siswa, hanya siswa dibarisan depan yang sudah memperhatikan.
Selanjutnya pada saat kegiatan inti yang menjadi catatan observasi adalah
proses pemberian arahan mengenai cara-cara pemecahan masalah. Guru sudah
jelas memberikan arahan namun masih ada siswa yang belum fokus dalam
menyimak arahan guru tersebut sehingga proses penyampaian cara menyelesaikan
dilaksanakan oleh guru secara berulang-ulang.
Selain itu yang menjadi catatan observasi pada kegiatan akhir adalah
langkah kegiatan menyimpulkan pembelajaran tidak terlaksana. Hal tersebut
terjadi karena kondisi siswa sudah tidak kondusif ingin segera mengikuti
ekstrakulikuler pramuka. Hal-hal tersebut merupakan catatan observasi yang
peneliti dapat pada saat pelaksanaan pembelajaran siklus II.
b) Aktivitas Siswa
Seperti halnya siklus I proses observasi aktivitas siswa pada siklus II pun
terbagi menjadi dua yaitu ketika mengikuti pembelajaran dalam kelompok besar
atau kelas dan ketika berdiskusi kelompok kecil. Pada saat awal pembelajaran
berlangsung, secara umum siswa dapat mengikuti instruksi atau langkah-langkah
pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru. Hal tersebut terlihat pada saat guru
bertanya sebagai proses apersepsi. Siswa sudah menjawab pertanyaan-pertanyaan
yang diajukan oleh guru. Namun terlihat di barisan belakang siswa masih belum
58
fokus sehingga siswa yang berada dibarisan tersebut masih belum fokus dan
belum memperhatikan.
Selanjutnya yang menjadi catatan adalah pada saat kegiatan inti.
Berdasarkan hasil observasi masih ditemukan siswa yang belum memperhatikan
guru ketika sedang mengemukakan masalah yang sedang didiskusikan. Lalu
ketika guru memberikan pengarahan mengenai cara berdiskusi atas pemecahan
masalah masih ditemukan siswa yang belum merespon sehingga guru mengulang
cara penyelesaiannya secara langsung kepada setiap kelompok. Barulah setelah itu
siswa memahami cara penyelesaian masalah pada saat berdiskusi dengan
temannya.
Proses diskusi dalam kelompok pun mendapatkan catatan tersendiri. Catatan
utama dari observer adalah masih ada siswa yang keluar dari bangku dan
menghampiri teman yang berbeda kelompok yaitu siswa yang berada pada
kelompok A dan Kelompok B. Lalu pada kelompok F masih didominasi oleh satu
orang yaitu RD hal tersebut terjadi karena RD tidak mendapatkan kelompok
dengan teman dekatnya. Sehingga guru selalu memberikan arahan untuk bekerja
sama pada kelompok ini.
Setelah diskusi kelompok selesai dilanjutkan dengan mengulas laporan
kelompok. Presentasi dilakukan di depan kelas dan hanya satu kelompok yaitu
kelompok F yang memprsentasikan hasil diskusinya. Kelompok lain menanggapi
jawaban yang diberikan oleh kelompok F. Pada kegiatan diskusi kelas ini siswa
terlihat aktif memberikan pertanyaan dan jawaban apabila merasa berbeda dengan
pemaparan kelompok yang mempresentasikan hasil diskusinya di depan kelas.
Catatan pada saat aktivitas diskusi kelas adalah ketika ada siswa yang
memberikan pertanyaan maupun pernyataan masih terdapat beberapa siswa yang
tidak memperhatikan. Sehingga guru memberikan refleksi agar menghargai orang
yang sedang berbicara. Lalu akhir dari kegiatan inti siswa mengerjakan LKS
sebagai evaluasi pembelajaran
Pada akhir pembelajaran ketika proses refleksi siswa memperhatikan dan
kondisi kelas kondusif sehingga siswa dapat menjawab pertanyaan yang diberikan
oleh guru sebagai refleksi dari pembelajaran. Proses terakhir yaitu memberikan
59
kesimpulan siswa memberikan kesimpulan dengan bimbingan guru sehingga
kesimpulan yang diberikan lebih lengkap. Dengan pemaparan catatan hasil
observasi tersebut maka dapat disimpulkan bahwa aktivitas siswa selama
pembelajaran dalam siklus II ini terkait penerapan metode diskusi masih perlu
ditingkatkan.
c) Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Pada Siklus II
Secara umum kemampuan sepuluh siswa dalam berpikir kritis mengalami
peningkatan menjadi 70%. Seperti halnya siklus I yang menjadi penilaian
kemampuan berpikir kritis siswa adalah pertanyaan, pernyataan serta kesimpulan
yang diungkapkan.
Dalam menganalisis pertanyaan, pernyataan, dan kesimpulan yang tercatat
dalam lembar observasi, peneliti mengkategorikan aspek tersebut sesuai kriteria
yang telah ditentukan. Selanjutnya menentukan skor berdasarkan pedoman
penelitian. Berikut penjabaran hasil penilaian kemampuan berpikir siswa pada
siklus II.
Siswa pertama beridentitaskan MN, kriteria kemampuan berpikir kritis
pada siklus II dikatakan baik karena mendapatkan skor delapan dengan presentase
88,89%. Aspek mengungkapkan pertanyaan yang dia dapat adalah dua skor. Skor
dua tersebut didapatkan berdasarkan pertanyaan yang dia ungkapkan pada proses
diskusi kelompok. Pertanyaan yang dia ajukan kepada teman sekelompoknya
yaitu “Apa hasil dari dibentuknya dasar negara?”. Lalu aspek yang kedua adalah
memberikan pernyataan, pernyataan yang dia ungkapkan ketika berdiskusi
kelompok sudah sesuai dengan materi sehingga penilaian untuk aspek ini
mendapatkan skor tiga. Dia mengungkapkan pernyataan “Dasar negara diperlukan
karena dasar negara kaya pondasi rumah” ketika berdiskusi mengenai pentingnya
dasar negara. Aspek terakhir yaitu memberikan kesimpulan, dalam aspek ini MN
mendapatkan skor tiga yang artinya dia kesimpulan atas materi yang telah
diajarkan. Kesimpulan yang dia berikan yaitu “Negara kita perlu ada dasar negara
karena negara kita ingin memperjuangkan negara ke arah yang lebih baik dan agar
kokoh”.
60
Siswa kedua DN, kemampuan berpikir kritis pada pembelajaran siklus II
dikatakan cukup karena mendapatkan skor tujuh dengan presentase 66,67%.
Aspek mengungkapkan pertanyaan mendapatkan skor satu karena dia tidak
mengungkapkan pertanyaan pada proses diskusi. Pada aspek yang kedua yaitu
memberikan pernyataan dia mendapatkan skor dua. Pernyataan yang dia
ungkapkan yaitu “Karena akan ada pancasila” ketika ditanya mengenai perumusan
dasar negara. Terakhir aspek memberikan kesimpulan, dalam aspek ini dia
mendapatkan skor tiga karena dia terlihat menyimpulkan hasil diskusi kelompok
yang dicatat dalam laporan.
Selanjutnya yaitu RZ, kemampuan berpikir kritis yang ia dapatkan pada
pembelajaran siklus II adalah 66,67% atau mendapatkan score enam. Pertanyaan
yang dia ajukan pada saat berdiskusi kelompok yaitu “Kapan tahun dibuatnya
Undang-undang Dasar?”. Dari pertanyaan tersebut dapat dianalis bahwa untuk
kategori indikator pertama ini dia mendapatkan score dua, karena bertanya dengan
menggunakan kata tanya “apa”, “siapa”, “kapan”, dan “dimana” sesuai dengan
materi pembelajaran. Lalu untuk aspek yang kedua dia mendapatkan score tiga.
Pernyataan yang dia ungkapkan ketika berdiskusi mengenai alasan diperlukannya
dasar negara. Dia menjawab “Adanya dasar negara tuh biar lebih adil dan
makmur, juga ngga mudah ditipu”. Sedangkan, untuk aspek terakhir dia
mendapatkan score satu karena pada akhir diskusi kelompok dia tidak
memberikan kesimpulan atas materi yang telah diajarkan.
Siswa berikutnya adalah AD, presentase kemampuan berpikir kritis pada
pembelajaran siklus II sebesar 88,89% dengan skor delapan dan berada pada
kategori baik. Pertanyaan yang dia ungkapkan dalam proses diskusi kelompok
yaitu “Kapan Ir. Soekarno mengusulkan konsep dasar negara dalam rapat
BPUPKI?”. Berdasarkan pedoman penilaian yang dibuat, pertanyaan tersebut
mendapatkan kategori cukup dengan skor dua. Berbeda dengan aspek
mengungkapkan pertanyaan, pada aspek memberikan pernyataan dia
mendapatkan skor tiga. Hal tersebut dikarenakan pada saat proses diskusi dia aktif
menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh teman kelompoknya. Salah
satu pernyataan yang dia ungkapkan adalah “Karena masyarakat Indonesia tidak
61
semua beragama islam jadi diganti” ketika ditanya alasan penggantian sila
pertama pada piagam Jakarta. Terakhir, dalam aspek memberikan kesimpulan dia
mendapatkan skor tiga karena dia memberikan kesimpulan atas materi yang telah
dijelaskan. Kesimpulan yang dia berikan yaitu “Supaya negara tidak runtuh jadi
kita butuh dasar negara”.
Selanjutnya AS, kemampuan berpikir pada pembelajaran siklus II berada
pada kategori cukup dengan skor enam dan presentase 66,67%. Aspek
mengungkapkan mendapatkan skor tiga dengan pertanyaan “Kenapa dasar negara
harus dibentuk?”. Pertanyaan tersebut diajukan kepada kelompok ketika mereka
sedang berdiskusi. Lalu aspek memberikan pernyataan mendapatkan skor dua
karena pernyataan yang sering diungkapkan tidak berhubungan dengan materi
pembelajaran. Pernyataan yang dia ungkapkan yaitu “Ketuhanan yang maha esa”
ketika mendiskusikan arti dasar negara. Aspek terakhir dia mendapatkan skor
satu karena tidak memberikan kesimpulan.
Berikutnya adalah MR, Kemampuan berpikir kritis pada pembelajaran
siklus II mendapatkan kategori cukup dengan skor enam dan presentase 66,67%.
Selama proses diskusi dia mengungkapkan pertanyaan “Ini dasar negara menurut
siapa?” sehingga pada aspek ini mendapatkan skor dua. Untuk aspek memberikan
pernyataan mendapatkan skor dua karena pernyataan yang dia ungkapkan tidak
berhubungan dengan pembelajaran. Selanjutnya aspek memberikan kesimpulan
mendapatkan skor dua karena kesimpulan yang diberikan tidak sesuai dengan
materi yang telah diajarkan.
Kemampuan berpikir kritis NA pada pembelajaran siklus II masuk dalam
kategori cukup mendapatkan skor enam dengan presentase 66,67%. Pertanyaan
yang dia ungkapkan adalah “Kenapa UUD yang diambil dari piagam Jakarta?”,
pertanyaan tersebut mendapatkan skor tiga karena bertanya menggunakan kata
tanya “mengapa”. Lalu dalam aspek memberikan pernyataan dia mendapatkan
skor dua karena berdasarkan catatan observasi dia memberikan pernyataan namun
tidak berhubungan dengan pembelajaran. Pernyataan yang dia ungkapkan lebih
sering berbincang mengenai ekstrakurikuler pramuka. Sedangkan untuk aspek
62
terakhir dia mendapatkan skor satu karena tidak memberikan kesimpulan atas
materi yang telah disampaikan.
Selanjutnya adalah AN, kemampuan berpikir kritis pada siklus I berada
dalam kategori cukup dengan jumlah skor enam presentase 55,56%. Dia
mengungkapkan pertanyaan “Kapan panitia kecil mengadakan pertemuan dengan
38 anggota BPUPKI?” pada proses diskusi kelompok sehingga sesuai dengan
indikator penilain dia mendapatkan skor dua. Lalu untuk aspek mengungkapkan
pernyataan dia mendapatkan skor dua karena pernyataan yang dia ungkapkan
lebih ke perintah untuk mencari jawaban atas permasalahan yang menjadi bahan
diskusi. Sedangkan untuk aspek terakhir dalam penilaian kemampuan berpikir
kritis dia mendapatkan skor satu karena tidak memberikan kesimpulan atas materi
yang telah diajarkan.
Siswa selanjutnya FI, pada pembelajaran siklus II kemampuan berpikir
kritisnya dikategorikan baik dengan mendapatkan skor delapan dan presentase
88,89%. Pertanyaan yang diungkapkan yaitu “Kapan panitia kecil mengadakan
pertemuan?”. Sehingga pada aspek mengungkapkan pertanyaan mendapatkan skor
dua. Lalu untuk aspek memberikan pernyataan mendapatkan skor tiga. Pernyataan
yang dia ungkapkan yaitu “Karena kalau ada dasar negara negara bisa melangkah
maju” ketika ditanya mengapa dasar negara perlu dibentuk sebelum kemerdekaan.
Untuk aspek yang terakhir dia memberikan kesimpulan dengan mengungkapkan
hasil dikusi kelompoknya sehingga mendapatkan skor tiga.
Siswa yang terakhir yaitu DA, kemampuan berpikir kritis pada
pembelajaran siklus II dikategorikan cukup dengan skor empat dan presentase
44,44%. Ketika berdiskusi kelompok dia mengungkapkan pertanyaan “Kapan
rumusan dasar negara dilaksanakan?”, sehingga dalam aspek ini dia mendapatkan
skor dua. Pada aspek memberikan pernyataan dan memberikan kesimpulan dia
mendapatkan skor satu karena tidak memberikan pernyataan dan kesimpulan
ketika diskusi kelompok dan diskusi kelas.
Berdasarkan analisis data tersebut, dapat disimpulkan bahwa kemampuan
berpikir kritis siswa pada siklus II dengan menerapkan metode diskusi sudah
63
menunjukkan peningkatan namun masih belum mendapatkan hasil yang
maksimal. Hal tersebut akan menjadi bahan perbaikan pada siklus selanjutnya.
d. Refleksi Siklus II
Kegiatan refleksi dilakukan setelah peneliti menganalisis data dari
pelaksanaan tindakan siklus II. Data-data yang diperoleh dari pelaksanaan
tindakan siklus II yaitu hasil observasi aktivitas guru dan aktivitas siswa terhadap
pembelajaran, serta kemampuan berpikir kritis siswa. Setelah menganalisis data-
data tersebut, aktivitas siswa dalam berdiskusi kelompok belum berjalan dengan
baik. Hal tersebut dikarenakan masih ada beberapa kekurangan dalam
pelaksanaan siklus II. Oleh karena itu, diperlukan perbaikan perencanaan dan
pelaksanaan untuk siklus selanjutnya. Hal ini bertujuan untuk lebih meningkatkan
lagi kemampuan berpikir kritis siswa dengan menerapkan metode diskusi.
Berikut ini adalah beberapa hal yang perlu ditingkatkan dari pelaksanaan
siklus II yang masih belum optimal untuk dilaksanakan pada siklus III.
1) Perencanaan Pembelajaran
Perencanaan pembelajaran sangat penting untuk dirumuskan dengan tepat.
Karena perencanaan pembelajaran merupakan hal pokok yang menjadi acuan
dalam pelaksanaan proses pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Perbaikan perencanaan pembelajaran dari siklus II untuk dilaksanakan pada siklus
III yaitu:
a) Pembentukan kelompok baru karena masih terdapat siswa yang belum mau
berdiskusi dengan teman kelompoknya agar siswa dapat lebih baik dalam
berdiskusi.
b) Peningkatan indikator dalam RPP agar kemampuan berpikir kritis siswa
meningkat.
c) Penggunaan media harus dimunculkan agar siswa tidak jenuh.
64
2) Pelaksanaan Pembelajaran
Berhasil tidaknya siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran ditentukan
pula oleh proses pembelajaran yang dilakukan. Di dalam proses pembelajaran ini,
ada beberapa hal yang perlu diperbaiki dari siklus II yaitu:
a) Sistematika penyampaian materi harus diperhatikan, agar tidak ada langkah
pembelajaran yang terlewat atau tertukar.
b) Memberikan instruksi yang lebih jelas kepada siswa agar proses pembelajaran
berjalan dengan efektif.
c) Adanya bimbingan lebih untuk siswa yang masih kesulitan dalam
mengungkapkan pertanyaan, pendapat, dan memberikan kesimpulan.
d) Memberikan kesempatan siswa yang masih kurang dalam bertanya,
berpendapat, dan menyimpulkan pembelajaran.
3) Kemampuan berpikir kritis siswa
Kemampuan berpikir kritis siswa dalam siklus II sudah menunjukkan
adanya peningkatan namun masih terdapat siswa yang mengalami penurunan.
Sehingga kemampuan berpikir kritis siswa masih perlu ditingkatkan lagi.
Berdasarkan tiga aspek kemampuan berpikir kritis masih banyak siswa yang
mendapatkan skor dibawah tiga atau masih berada didalam kategori cukup. Oleh
karena itu, pelaksanaan pembelajaran pada siklus III perlu menekankan pada
pemberian kesempatan kepada siswa yang masih kurang untuk berani bertanya,
berpendapat, dan memberikan kesimpulan.
3. Deskripsi Pelaksanaan Siklus III
Pelaksanaan siklus III merupakan kelanjutan dari tindakan siklus II.
Tindakan siklus III dilakukan karena pada siklus II karena kemampuan
kemampuan berpikir kritis siswa masih berada dalam kategori cukup. Dengan
demikian, pelaksanaan siklus III dilakukan untuk memperbaiki serta
meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa pada siklus III. Berikut
pemaparan pelaksanaan siklus III, dengan beberapak tahapan yang terdiri dari
perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi.
65
a. Perencanaan Pembelajaran Siklus III
Perencanaan pembelajaran pada siklus III merupakan refleksi dari
pelaksanaan siklus II. Sehingga dalam pembuatan rencana pelaksanaan siklus III
ini disusun tidak jauh berbeda dengan perencanaan pembelajaran pada siklus II,
begitupun dengan langkah-langkah pembelajarannya. Yang menjadi perbedaan
perencanaan pembelajaran pada siklus III dengan siklus II yaitu terletak pada
pembahasan yang akan dipelajari yaitu pembahasan mengenai peranan tokoh-
tokoh dalam mempersiapkan kemerdekaan. Berikut perencanaan pembelajaran
siklus II yang merupakan hasil refleksi dari siklus II.
1) Pembentukan kelompok baru agar siswa dapat lebih baik dalam berdiskusi.
Kelompok baru yang dibentuk sebagai berikut. Kelompok A beranggotakan
KA , FI, NA, AD ,dan DN. Kelompok B beranggotakan RI, SA, RZ, dan EA.
Kelompok C beranggotakan RD, DA, AI, dan MN. Kelompok D
beranggotakan AZ, AN, AS, RN, dan MW. Kelompok E beranggotakan EL,
NA, AA, NR, dan AP. Serta yang terakhir kelompok F beranggotakan NW,
MR, RZ, NA, dan DI.
2) Peningkatan indikator dari C2 ke C3.
3) Penggunaan media gambar agar siswa mengenal tokoh yang sedang dibahas.
b. Pelaksanaan Pembelajaran Siklus III
Proses pembelajaran siklus III dilaksanakan pada tanggal 28 Mei 2014
dengan alokasi waktu 3 X 35 menit. Secara garis besar kegiatan pembelajaran
dalam siklus II ini sama dengan proses pembelajaran pada siklus II.
Kegiatan awal sama halnya pada siklus II yaitu dengan menanyakan kabar
kepada siswa dan memotivasi siswa agar semangat belajar. Langkah selanjutnya
guru memberikan apersepsi dengan bertanya kepada siswa tentang materi yang
telah diajarkan sebelumnya . Selanjutnya guru memeriksa kebersihan, mengatur
tempat duduk, memeriksa kelengkapan belajar siswa, dan memastikan siswa siap
belajar. Tahap terakhir dalam kegiatan awal ini adalah setelah siswa siap untuk
belajar guru memberikan penyampaian tentang tujuan belajar hari ini.
66
Kegiatan inti terbagi menjadi dua kegiatan yaitu ekplorasi dan elaborasi.
Sebelum melakukan kegiatan eksplorasi guru menempelkan media gambar di
depan kelas. Dalam eksplorasi siswa dan guru bertanya jawab mengenai tokoh-
tokoh dalam mempersiapkan kemerdekaan. Proses tersebut bertujuan untuk
menggali dan mengetahui pengetahuan awal siswa tentang materi yang akan
disampaikan.
Selanjutnya dalam elaborasi siswa diberikan teks bacaan mengenai peranan
tokoh dalam mempersiapkan kemerdekaan, lalu siswa dibagi ke dalam 5
kelompok yang heterogen. Setelah siswa berkumpul dengan kelompoknya guru
mengemukakan masalah yang akan didiskusikan yaitu berupa pertanyaan
mengenai peranan tokoh dalam mempersiapkan kemerdekaan yang harus dijawab
oleh kelompok dan memberikan pengarahan seperlunya mengenai cara-cara
pemecahannya.
Siswa berdiskusi dalam kelompoknya masing-masing untuk mencari
jawaban atas permasalahan yang diberikan oleh guru. Selama siswa melakukan
kegiatan diskusi, guru berkeliling dari kelompok yang satu ke kelompok yang
lain, menjaga ketertiban, serta memberikan dorongan dan bantuan agar setiap
anggota kelompok berpartisipasi aktif, dan agar diskusi lancar.
Kemudian setelah kelompok selesai berdiskusi setiap kelompok melaporkan
hasil diskusinya. Hasil-hasil tersebut ditanggapi oleh semua siswa, terutama dari
kelompok lain. Selanjutnya guru memberikan ulasan atau penjelasan terhadap
laporan tersebut. Siswa mencatat hasil diskusi, dan guru mengumpulkan laporan
hasil diskusi dari setiap kelompok.
Langkah terakhir dalam kegiatan elaborasi adalah siswa diberikan LKS
sebagai evaluasi pembelajaran dan diminta untuk mengerjakannya selama 15
menit. Setelah selesai siswa diminta untuk mengumpulkan LKS yang telah
dikerjakannya.
Sebagai konfirmasi setelah semua siswa selesai mengumpulkan LKS, siswa
diberi kesempatan untuk bertanya kepada guru tentang pembelajaran yang belum
dimengerti. Langkah selanjutnya adalah siswa bersama guru menyimpulkan
67
kegiatan pembelajaran yang telah dilaksanakan yaitu mengenai perumusan dasar
negara. Sebagai pemantapan siswa diberikan tugas oleh guru.
Langkah terakhir dalam kegiatan pembelajaran yaitu kegiatan penutup.
Siswa diminta untuk merapihkan alat tulis yang telah digunakan, lalu guru
menutup pembelajaran dengan berdoa bersama siswa dan siswa dipersilahkan
untuk pulang.
c. Observasi Siklus III
Sama halnya dengan proses pelaksanaan siklus II, pada saat pelaksanaan
siklus III peneliti juga didampingi oleh enam orang observer. Observer bertugas
untuk mengamati dan memberikan penilaian terhadap aktivitas guru serta
kemampuan berpikir kritis dan aktivitas siswa selama proses pembelajaran pada
siklus III.
Observer diberikan lembar observasi aktivitas guru dan siswa terhadap
penerapan metode diskusi serta lembar observasi kemampuan berpikir kritis siswa
untuk mencatat temuan-temuan penting dan untuk mencatat hasil pengamatannya
selama proses pembelajaran berlangsung. Hasil observasi yang dicatat oleh
observer digunakan sebagai bahan diskusi pada refleksi untuk dianalisis, serta
untuk merencanakan perbaikan selanjutnya.
1) Perencanaan Pembelajaran
Setelah pembentukan kelompok baru dari hasil observasi yang ditemukan,
kelompok sudah dapat berdiskusi dan melakukan pembagian tugas dalam
pengerjaan laporan kelompok. Penggunaan media juga sudah dilakukan oleh
guru,sehingga memudahkan siswa mengenal tokoh yang sedang dipelajari.
2) Pelaksanaan Pembelajaran
Pelaksanaan pembelajaran dalam siklus III peneliti diobservasi oleh enam
observer. Observasi yang dilakukan yaitu untuk mengamati keterlaksanaan
kegiatan penerapan metode diskusi dalam pembelajaran yang dilakukan oleh guru
serta aktivitas siswa dalam berdiskusi kelompok dan diskusi kelas.
68
a) Aktivitas Guru
Aktivitas guru dalam pembelajaran siklus III pada materi peranan tokoh-
tokoh dalam mempersiapkan kemerdekaan dengan menerapkan metode diskusi
secara umum sudah berjalan dengan lancar. Dari 14 langkah dalam proses
pembelajaran yang berlangsung semuanya sudah terlaksana. Berikut peneliti
paparkan lebih lanjut mengenai catatan observasi proses pelaksanaan
pembelajaran pada siklus III.
Berdasarkan catatan observasi, pada kegiatan pendahuluan atau kegiatan
awal sudah berjalan dengan sistematis. Kegiatan apersepsi dilakukan dengan
menanyakan materi pembelajaran sebelumnya. Kegiatan memeriksa kebersihan
kelas dan menyiapkan kelengkapan belajar pun sudah tertukar. Kegiatan akhir
dalam pendahuluan yaitu menyampaikan tujuan pembelajaran pun sudah
terlaksana. Penyampaian tujuan dilakukan berulang-ulang agar siswa lebih paham
dan mengerti tujuan pembelajaran yang akan dicapai.
Selanjutnya pada kegiatan initi berdasarkan catatan observasi, guru sudah
melakukan pembagian kelompok dengan sistematis dan jelas. Guru
mengemukakan masalah yang akan didiskusikan dengan lantang dan jelas. Namun
masih terdapat siswa yang belum fokus sehingga guru melakukan pengulangan
dalam menyampaikan masalah.
Pengarahan mengenai pemecahan masalah dilakukan secara individual
terlebih dahulu baru ketika ada siswa yang belum mengerti guru memberikan
pengarahan secara klasikal kepada seluruh siswa. Sihingga pemantauan proses
diskusi sudah dilakukan secara proporsional kepada setiap kelompoknya.
Setelah diskusi kelompok selesai guru mengulas laporan kelompok.
Pengulasan laporan kelompok dilakukan dengan meminta satu kelompok untuk
mempresentasikan hasil diskusinya didepan kelas. Guru berperan sebagai
moderator yang mengatur jalannya proses diskusi kelas. Guru juga memberikan
pertanyaan kepada seluruh siswa sebagai ulasan atas diskusi yang telah mereka
lakukan. Sehingga siswa benar-benar mengerti dan paham atas jawaban dari
permasalahan yang didiskusikan.
69
Kegiatan akhir dalam kegiatan inti pun sudah semua terlaksana yaitu guru
sudah memberikan refleksi dan menyimpulkan pembelajaran dengan melakukan
tanya jawab serta memberikan siswa kesempatan untuk menyimpulkan
pembelajaran yang telah dilaksanakan.
d) Aktivitas Siswa
Seperti halnya siklus II proses observasi aktivitas siswa pada siklus III pun
terbagi menjadi dua yaitu ketika mengikuti pembelajaran dalam kelompok besar
atau kelas dan ketika berdiskusi kelompok kecil. Pada saat awal pembelajaran
berlangsung, secara umum siswa dapat mengikuti instruksi atau langkah-langkah
pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru. Hal tersebut terlihat pada saat guru
bertanya sebagai proses apersepsi. Siswa sudah menjawab pertanyaan-pertanyaan
yang diajukan oleh guru. Selanjutnya observer memberikan catatan ketika proses
penyampaian tujuan pembelajaran siswa sudah menyimak pemaparan guru dan
sudah bertanya ketika ada tujuan pembelajaran yang tidak dipahami sehingga guru
melakukan pengulangan penyampaian tujuan pembelajaran.
Pada kegiatan pembagian kelompok siswa sudah terlihat tertib namun agak
kurang antusias ketika guru menginstruksikan belajar dalam kelompok. Hal
tersebut terjadi karena siswa merasa tidak suka dengan teman satu kelompoknya
dan tidak satu kelompok dengan teman dekatnya. Lalu pada saat guru
menyampaikan masalah yang akan didiskusikan siswa sudah terlihat fokus
memperhatikan. Begitu pun ketika guru memberikan pengarahan mengenai cara
penyelesaian masalah, siswa sudah tidak ragu untuk bertanya kepada guru apabila
ada yang tidak dipahami atau ada yang belum dimengerti terkait cara
menyelesaikan masalahnya.
Selanjutnya pada saat proses dikusi kelompok secara keseluruhan siswa
sudah dapat berdiskusi dengan baik. Siswa sudah saling membegi tugas dalam
pemecahan masalah dan sudah berani bertanya maupun memberikan pernyataan
ketika proses diskusi berlangsung. Sehingga jalannya diskusi pada siklus III ini
berjalan dengan lancar. Hanya satu yang menjadi catatan observer yaitu, ada siswa
yang langsung bertanya kepada guru ketika guru membimbing jalannya diskusi
70
dengan mendatangi kelompok satu persatu. Namun setelah diberikan arahan agar
pertanyaan itu didiskusikan dalam kelompok akhirnya siswa mulai mengerti.
Setelah diskusi kelompok selesai dilanjutkan dengan mengulas laporan
kelompok. Presentasi dilakukan di depan kelas dan hanya satu kelompok yaitu
kelompok C yang memprsentasikan hasil diskusinya. Kelompok lain menanggapi
jawaban yang diberikan oleh kelompok C. Proses diskusi kelas pada pembelajaran
siklus III sudah lebih tertib dari pembelajaran sebelumnya. Pada kegiatan diskusi
kelas ini siswa terlihat aktif memberikan pertanyaan dan jawaban apabila merasa
berbeda dengan pemaparan kelompok yang mempresentasikan hasil diskusinya di
depan kelas. Lalu akhir dari kegiatan inti siswa mengerjakan LKS sebagai
evaluasi pembelajaran.
Pada akhir pembelajaran ketika proses refleksi siswa memperhatikan dan
kondisi kelas kondusif sehingga siswa dapat menjawab pertanyaan yang diberikan
oleh guru sebagai refleksi dari pembelajaran. Proses terakhir yaitu memberikan
kesimpulan siswa memberikan kesimpulan dengan bimbingan guru sehingga
kesimpulan yang diberikan lebih lengkap. Dengan pemaparan catatan hasil
observasi tersebut maka dapat disimpulkan bahwa aktivitas siswa selama
pembelajaran dalam siklus III ini terkait penerapan metode diskusi sudah berjalan
dengan lancar.
e) Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Pada Siklus III
Secara umum kemampuan sepuluh siswa dalam berpikir kritis mengalami
peningkatan menjadi 80%. Seperti halnya siklus II yang menjadi penilaian
kemampuan berpikir kritis siswa adalah pertanyaan, pernyataan serta kesimpulan
yang diungkapkan.
Dalam menganalisis pertanyaan, pernyataan, dan kesimpulan yang tercatat
dalam lembar observasi, peneliti mengkategorikan aspek tersebut sesuai kriteria
yang telah ditentukan. Selanjutnya menentukan skor berdasarkan pedoman
penelitian. Berikut penjabaran hasil penilaian kemampuan berpikir siswa pada
siklus III.
71
Siswa pertama beridentitaskan MN, kriteria kemampuan berpikir kritis
pada siklus III dikatakan baik karena mendapatkan skor sembilan dengan
presentase 100%. Aspek mengungkapkan pertanyaan yang dia dapat adalah tiga
skor. Skor dua tersebut didapatkan berdasarkan pertanyaan yang dia ungkapkan
pada proses diskusi kelompok. Pertanyaan yang dia ajukan kepada teman
sekelompoknya yaitu “Bagaiamana sih peranan M. Yamin?”. Lalu aspek yang
kedua adalah memberikan pernyataan, pernyataan yang dia ungkapkan ketika
berdiskusi kelompok sudah sesuai dengan materi sehingga penilaian untuk aspek
ini mendapatkan skor tiga. Dia mengungkapkan pernyataan “Karena tidak semua
memeluk agama islam” ketika berdiskusi mengenai alasan penggantian poin
pertama dalam Piagam Jakarta. Aspek terakhir yaitu memberikan kesimpulan,
dalam aspek ini MN mendapatkan skor tiga yang artinya dia kesimpulan atas
materi yang telah diajarkan. Kesimpulan yang dia berikan yaitu “Kita juga harus
disiplin dan sungguh-sungguh kalo belajar”.
Siswa kedua DN, kemampuan berpikir kritis pada pembelajaran siklus III
dikatakan cukup karena mendapatkan skor tujuh dengan presentase 66,67%.
Aspek mengungkapkan pertanyaan mendapatkan skor satu karena dia tidak
mengungkapkan pertanyaan pada proses diskusi. Pada aspek yang kedua yaitu
memberikan pernyataan dia mendapatkan skor dua. Terakhir aspek memberikan
kesimpulan, dalam aspek ini dia mendapatkan skor tiga karena dia terlihat
menyimpulkan hasil diskusi kelompok yang dicatat dalam laporan.
Selanjutnya yaitu RZ, kemampuan berpikir kritis yang ia dapatkan pada
pembelajaran siklus III adalah 88,89% atau mendapatkan skor delapan.
Pertanyaan yang dia ajukan pada saat berdiskusi kelompok yaitu “Siapa saja tokoh
yang kita cari peranannya?”. Dari pertanyaan tersebut dapat dianalis bahwa untuk
kategori indikator pertama ini dia mendapatkan score dua, karena bertanya dengan
menggunakan kata tanya “apa”, “siapa”, “kapan”, dan “dimana” sesuai dengan
materi pembelajaran. Lalu untuk aspek yang kedua dia mendapatkan skor tiga.
Pernyataan yang dia ungkapkan merupakan meluruskan jawaban tentang Peranan
Radjiman. Dia mengungkapkan “Nih yang bener, puncak peranannya menjadi
ketua BPUPKI bukan anggota BPUPKI doang”. Lalu untuk aspek terakhir dia
72
mendapatkan skor tiga. Kesimpulan yang dia ungkapkan adalah “Kita harus
pantang menyerah seperti para pahlawan”.
Siswa berikutnya adalah AD, presentase kemampuan berpikir kritis pada
pembelajaran siklus III sebesar 88,89% dengan skor delapan dan berada pada
kategori baik. Pertanyaan yang dia ungkapkan dalam proses diskusi kelompok
yaitu “Apa peranan Ahmad Soebarjo?”. Berdasarkan pedoman penilaian yang
dibuat, pertanyaan tersebut mendapatkan kategori cukup dengan skor dua. Aspek
memberikan pernyataan mendapatkan skor tiga. Dia menyatakan “Pahlawan
memegang teguh prinsip” ketika berdiskusi mengenai nilai yang bisa diterapkan
dalam kehidupan sehari-hari. Terakhir, dalam aspek memberikan kesimpulan dia
mendapatkan skor tiga karena dia memberikan kesimpulan atas materi yang telah
dijelaskan. Kesimpulan yang dia berikan yaitu “Kita harus berpendirian teguh
kaya pahlawan tapi harus menghormati pendapat orang lain juga”.
Selanjutnya AS, kemampuan berpikir pada pembelajaran siklus III berada
pada kategori cukup dengan skor enam dan presentase 66,67%. Aspek
mengungkapkan mendapatkan skor tiga dengan pertanyaan “Bagaimana peranan
Soepomo dalam PPKI?”. Pertanyaan tersebut diajukan kepada kelompok ketika
mereka sedang berdiskusi. Lalu aspek memberikan pernyataan mendapatkan skor
dua karena pernyataan yang sering diungkapkan tidak berhubungan dengan materi
pembelajaran. Pernyataan yang dia ungkapkan yaitu “Nih Moh. Hatta itu menjadi
anggota PPKI” ketika mendiskusikan peranan tokoh. Aspek terakhir dia
mendapatkan skor satu karena tidak memberikan kesimpulan.
Berikutnya adalah MR, Kemampuan berpikir kritis pada pembelajaran
siklus III mendapatkan kategori baik dengan skor enam dan presentase 77,78%.
Selama proses diskusi dia mengungkapkan pertanyaan “Kapan Moh. Hatta lahir?”
sehingga pada aspek ini mendapatkan skor dua. Untuk aspek memberikan
pernyataan mendapatkan skor dua karena pernyataan yang dia ungkapkan hanya
perintah kepada teman sekelompoknya untuk mencari jawaban atas permasalahan
yang sedang didiskusikan. Selanjutnya aspek memberikan kesimpulan
mendapatkan skor tiga. Kesimpulan yang dia berikan yaitu “Cara menghargainya
ya kita juga harus menghargai orang lain”.
73
Kemampuan berpikir kritis NA pada pembelajaran siklus III masuk dalam
kategori baik mendapatkan skor delapan dengan presentase 88,89%. Pertanyaan
yang dia ungkapkan adalah “Bagaimana peranan Ahmad Soebarjo?”, pertanyaan
tersebut mendapatkan skor tiga karena bertanya menggunakan kata tanya
“mengapa”. Lalu dalam aspek memberikan pernyataan dia mendapatkan skor dua
karena berdasarkan catatan observasi pernyataan yang dia berikan masih belum
sesuai dengan materi pembelajaran. Dia meminta temannya untuk dapat lebih
bekerja sama dalam menjalankan tugasnya di dalam kelompok. Untuk aspek
terakhir dia mendapatkan skor tiga. Kesimpulan yang dia berikan yaitu “Kalo kita
menghargai pahlawannya dengan ikut upacara bendera pak”.
Selanjutnya adalah AN, kemampuan berpikir kritis pada siklus III berada
dalam kategori baik dengan jumlah skor tujuh presentase 77,78%. Dia
mengungkapkan pertanyaan “Siapa saja tokoh yang berperan? Biar aku yang
catet”pada proses diskusi kelompok sehingga sesuai dengan indikator penilain dia
mendapatkan skor dua. Lalu untuk aspek mengungkapkan pernyataan dia
mendapatkan skor dua karena pernyataan yang dia ungkapkan lebih ke perintah
untuk mencari jawaban atas permasalahan yang menjadi bahan diskusi.
Sedangkan untuk aspek terakhir dalam penilaian kemampuan berpikir kritis dia
mendapatkan skor tiga. Kesimpulan yang dia ungkapkan yaitu “Kita harus belajar
lebih giat dan ngga mudah nyerah kaya pahlawan”.
Siswa selanjutnya FI, pada pembelajaran siklus III kemampuan berpikir
kritisnya dikategorikan baik dengan mendapatkan skor delapan dan presentase
88,89%. Pertanyaan yang diungkapkan yaitu “Bagaimana sih peranan masing-
masing tokoh?”. Sehingga pada aspek mengungkapkan pertanyaan mendapatkan
skor tiga. Lalu untuk aspek memberikan pernyataan mendapatkan skor dua.
Pernyataan yang dia ungkapkan lebih banyak perintah kepada temannya untuk
mencari jawaban atas masalah yang diberikan. Untuk aspek yang terakhir dia
memberikan kesimpulan “Kita harus pantang menyerah kalo belajar seperti
pahlawan” sehingga mendapatkan skor tiga.
Siswa yang terakhir yaitu DA, kemampuan berpikir kritis pada
pembelajaran siklus III dikategorikan cukup dengan skor lima dan presentase
74
55,56%. Ketika berdiskusi kelompok dia mengungkapkan pertanyaan “Apa sih
peranan Soepomo?”, sehingga dalam aspek ini dia mendapatkan skor dua. Pada
aspek memberikan pernyataan dia mendapatkan skor dua karena lebih sering
meminta temannya untuk mencari jawaban atas permasalahan yang diberikan.
Aspek terakhir mendapatkan skor satu karena tidak memberikan kesimpulan.
Berdasarkan analisis data tersebut, dapat disimpulkan bahwa kemampuan berpikir
kritis siswa pada siklus III dengan menerapkan metode diskusi sudah
menunjukkan peningkatan.
e. Refleksi Siklus III
Kegiatan refleksi dilakukan setelah peneliti menganalisis data dari
pelaksanaan tindakan siklus III. Data-data yang diperoleh dari pelaksanaan
tindakan siklus III yaitu hasil observasi aktivitas guru dan aktivitas siswa terhadap
pembelajaran, serta kemampuan berpikir kritis siswa. Setelah menganalisis data-
data tersebut, aktivitas siswa dalam berdiskusi kelompok sudah berjalan dengan
baik.
Keberhasilan pembelajaran pada siklu III ini tidak terlepas dari aktivitas
guru yang dilaksanakan. Guru sudah melaksanakan langkah-langkah
pembelajaran sesuai dalam RPP. Guru telah melaksanakan pembelajaran dengan
baik, mulai dari memberi motivasi, apersepsi, menyampaikan tujuan
pembelajaran, menjelaskan materi, membimbing siswa dalam kelompok, memberi
kesempatan kepada siswa untuk bertanya, serta memberikan evaluasi kepada
siswa.
Keberhasilan siklus III pun tidak lepas dari peran dan aktivitas siswa.
Aktivitas siswa pada siklus III ini berjalan dengan baik sesuai yang diharapkan.
Siswa sudah mulai terbiasa untuk bekerja sama dalam mengerjakan tugas dengan
kelompoknya. Dengan adanya peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa
sebesar 80% maka kegiatan penelitian dianggap tuntas dan tidak dilakukan
tindakan berikutnya.
75
Rekap hasil keterlaksanaan pembelajaran pada semua siklus
1. Aktivitas Guru
Gambar 4.1
Perbandingan Aktivitas Guru pada Siklus I, II, dan III
2. Kemampuan Berpikir Kritis Siswa
a) Kemampuan Berpikir Kritis MN
Gambar 4.2
Perbandingan Kemampuan Berpikir Kritis MN pada Siklus I, II, dan III
76
b) Kemampuan Berpikir Kritis DN
Gambar 4.3
Perbandingan Kemampuan Berpikir Kritis DN pada Siklus I, II, dan III
c) Kemampuan Berpikir Kritis RZ
Gambar 4.4
Perbandingan Kemampuan Berpikir Kritis RZ pada Siklus I, II, dan III
77
d) Kemampuan Berpikir Kritis AD
Gambar 4.5
Perbandingan Kemampuan Berpikir Kritis AD pada Siklus I, II, dan III
e) Kemampuan Berpikir Kritis AS
Gambar 4.6
Perbandingan Kemampuan Berpikir Kritis AS pada Siklus I, II, dan III
78
f) Kemampuan Berpikir Kritis MR
Gambar 4.7
Perbandingan Kemampuan Berpikir Kritis MR pada Siklus I, II, dan III
g) Kemampuan Berpikir Kritis NA
Gambar 4.8
Perbandingan Kemampuan Berpikir Kritis NA pada Siklus I, II, dan III
79
h) Kemampuan Berpikir Kritis AN
Gambar 4.9
Perbandingan Kemampuan Berpikir Kritis AN pada Siklus I, II, dan III
i) Kemampuan Berpikir Kritis FI
Gambar 4.10
Perbandingan Kemampuan Berpikir Kritis FI pada Siklus I, II, dan III
80
j) Kemampuan Berpikir Kritis DA
Gambar 4.11
Perbandingan Kemampuan Berpikir Kritis DA pada Siklus I, II, dan III
C. Pembahasan Hasil Penelitian
Berdasarkan data awal penelitian peneliti menemukan masalah siswa dalam
pembelajaran IPS. Permasalahan tersebut yaitu kemampuan sepuluh siswa dalam
berpikir kritis masih rendah. Hal ini masih belum sesuai dengan salah satu
karakteristik pembelajaran IPS yaitu mengutamakan peran aktif siswa agar siswa
mampu mengembangkan berpikir kritis, rasional dan analitis.
Untuk mengatasi masalah tersebut, peneliti mencari solusi dengan
melakukan Penelitian Tindakan Kelas dalam pembelajaran IPS melalui penerapan
metode diskusi. Penerapan metode diskusi dalam pembelajaran IPS dimaksudkan
untuk melatih siswa agar lebih berani bertanya, berpendapat, serta memberikan
kesimpulan. Dengan kata lain tujuan dari penerapan metode diskusi pada
pembelajaran IPS dalam materi pokok perjuangan mempersiapkan kemerdekaan
Indonesia yaitu untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa.
Upaya peneliti dalam pelaksanaan penelitian tindakan kelas telah
menunjukkan perubahan yang sangat berarti. Hal tersebut dapat dilihat dengan
meningkatnya kemampuan berpikir kritis siswa dari siklus I sampai siklus III.
81
Perubahan yang jelas terlihat yaitu pada siklus III. Secara keseluruhan
kemampuan berpikir kritis siswa mencapai 80%.
Salah satu proses pembelajaran yang penting agar siswa dapat terlatih
berpikir kritis yaitu pembelajaran antara guru dengan siswa harus lebih
komunikatif serta memberikan kesempatan siswa untuk bekerjasama dengan
temannya. Oleh karena itu pemilihan metode diskusi dalam proses pembelajaran
IPS dirasa tepat. Di dalam metode diskusi siswa dapat mengemukakan pendapat
sendiri, menyetujui atau menentang pendapat teman-temannya dan membina suatu
perasaan tanggung jawab mengenai suatu pendapat, kesimpulan, atau keputusan
yang akan atau telah diambil.
Berdasarkan hasil penelitian, peneliti dapat menyimpulkan bahwa penerapan
metode diskusi pada pembelajaran IPS dapat meningkatkan kemampuan berpikir
kritis siswa. Hal tersebut sesuai dengan yang diungkapkan oleh Lan Wright dan C.
L. Bar, L.M Sartolli dan R. Swartz dan S, Parks (Sidik, 2010; 44) bahwa “cara
dan strategi untuk melatih kemampuan berpikir kritis diantaranya adalah dengan
diskusi yang kaya”. Faktor pertama yang menjadi penyebabnya yaitu
permasalahan yang dikemukakan oleh guru sebagai bahan diskusi kelompok
sudah dapat memancing siswa untuk saling bertanya, berpendapat dan
memberikan kesimpulan. Lalu faktor kedua yaitu dibentuknya kelompok secara
heterogen. Kelompok terdiri dari empat sampai lima siswa yang memiliki
kemampuan yang berbeda-beda. Setting kelompok ini bertujuan agar proses
diskusi dapat berjalan dengan lancar.
Aktivitas guru pada siklus I sudah cukup baik hal tersebut dapat dilihat dari
keterlaksanaan langkah-langkah pembelajaran. Dari 14 langkah pembelajaran
hanya 2 aktivitas yang terlewatkan atau 86% sudah terlaksana. Akan tetapi,
aktivitas siswa dalam diskusi pada siklus I masih kurang. Dominasi siswa yang
memiliki kemampuan berpikir kritis baik dalam pembagian tugas untuk
penyusunan laporan tidak terhindarkan. Sehingga masih terdapat siswa yang
berdiskusi diluar permasalahan yang diberikan oleh guru. Lalu yang menjadi
penghambat siswa dalam berdiskusi adalah faktor psikologis siswa. Faktor
82
psikologis yang dimaksud adalah siswa yang tidak sekelompok dengan teman
dekatnya akan cenderung diam dan tidak mau berdiskusi.
Proses pembelajaran mulai menunjukkan perubahan saat dilakukan
pembelajaran siklus II. Keterlaksanaan langkah-langkah pembelajaran sudah
mencapai 93% dari 14 langkah atau hanya 1 aktivitas yang terlewatkan. Dari
hasil refleksi siklus I, peneliti kembali membentuk kelompok baru dengan
mempertimbangkan faktor psikologis siswa agar proses diskusi berjalan dengan
baik. Dari proses pembelajaran siklus II aktivitas siswa dalam diskusi kelompok
dan kelas sudah mengalami peningkatan. Sebagian besar siswa sudah berani
mengungkapkan pertanyaan, pendapat, dan kesimpulan.
Aktivitas guru lebih baik lagi pada siklus III. Di dalam pelaksanaan siklus
III, langkah-langkah pembelajaran sudah terlaksana 100%. Begitu pula dengan
aktivitas siswa dalam kelompok, siswa sudah mulai terbiasa membagi tugas dalam
mengerjakan laporan diskusi kelompok. Sehingga aktivitas siswa lebih efektif dan
tertib dibandingkan dengan siklus sebelumnya. Dengan terbiasanya siswa
berdiskusi, maka terbiasa pula siswa saling menghargai pendapat orang lain.
Berikut presentase aktivitas guru dalam menerapkan metode diskusi pada
pembelajaran IPS.
Gambar 4.12
Perbandingan Aktivitas Guru pada Siklus I, II, dan III
83
Dari bagan di atas, dapat dikatakan pahwa penerapan metode diskusi oleh
guru pada pembelajaran IPS di kelas V SD Negeri 3 Cibogo menunjukkan
peningkatan. Peningkatan tersebut diikuti juga oleh peningkatan aktivitas siswa
ketika berdiskusi di dalam kelompok seperti yang telah peneliti paparkan
sebelumnya.
Peningkatan aktivitas siswa dalam proses pembelajaran tidak meningkat
dengan sendirinya. Peran guru dalam menciptakan dan mengendalikan suasana
belajar merupakan faktor yang menentukan. Dalam setiap siklus yang dilakukan,
guru memberikan masalah berupa pertanyaan-pertanyaan yang dapat
memungkinkan siswa untuk berpikir kritis. Guru pun melakukan teknik
pembahasan hasil diskusi dengan presentasi oleh satu kelompok dan kelompok
lainnya menanggapi. Sehingga siswa dapat mengungkapkan pemikiran mereka
melalui pernyataan-pernyataan apabila ada jawaban yang berbeda dari temannya.
Hal lain yang penting yaitu, peningkatan indikator dalam setiap Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) pada setiap siklus. Peningkatan yang dimaksud
adalah peningkatan kemampuan kognitif dari kemampuan C1 sampai dengan C3.
Pada siklus I indikator yang digunakan berada pada kemampuan C1 dan C2,
siklus II berada pada kemampuan C2, dan untuk siklus III berada pada
kemampuan C3. Untuk lebih jelas mengenai indikator dalam RPP dapat dilihat
dalam lampiran. Peningkatan indikator dilakukan agar kemampuan berpikir kritis
siswa mengalami peningkatan sesuai dengan yang dikemukakan oleh Glaser
(Fisher, 2002: 3) bahwa berpikir kritis merupakan “suatu sikap mau berpikir
secara mendalam tentang masalah-masalah dan hal-hal yang berada dalam
jangkauan pengalaman seseorang”.
Peningkatan aktivitas guru dan siswa ternyata berpengaruh terhadap
kemampuan berpikir kritis siswa. Secara keseluruhan kemampuan berpikir kritis
siswa setiap siklusnya mengalami peningkatan yang ditunjukkan dalam persen.
Presentase kemampuan berpikir siswa pada siklus I yaitu 58%. Pada siklus II
meningkat menjadi 70%. Dan pada siklus 3 presentase kemampuan berpikir kritis
siswa kembali meningkat menjadi 80%. Berikut bagan peningkatan presentase
kemampuan berpikir kritis siswa.
84
Gambar 4.13
Perbandingan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa pada Siklus I, II,
dan III
Dari bagan di atas, dapat dikatakan bahwa penerapan metode diskusi tidak
hanya meningkatkan aktivitas guru dan siswa, tetapi juga meningkatkan
kemampuan berpikir kritis siswa. Jadi dapat peneliti simpulkan bahwa metode
diskusi dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa pada pembelajaran
IPS.
Lebih khusus lagi akan peneliti jabarkan kemampuan berpikir kritis
masing-masing siswa yang didapat selama pembelajaran dari siklus I sampai
siklus III. Penjabaran hanya berisi presentase kemampuan berpikir kritis secara
keseluruhan pada setiap siklus dan skor per indikator yang di dapat dari masing-
masing siswa. Untuk analisis catatan observasi kemampuan berpikir kritis siswa
yang lebih lengkap dapat dilihat pada lampiran.
Siswa pertama MN, pada siklus I kemampuan berpikir kritisnya 55,56%
dengan skor total lima. Untuk indikator mengungkapkan pertanyaan mendapatkan
skor dua, memberikan pernyataan dua, dan menyimpulkan satu. Siklus II
presentase kemampuan berpikirnya 88,89% dengan skor total delapan. Indikator
mengungkapkan pertanyaan mendapatkan skor dua, memberikan pernyataan tiga,
85
dan menyimpulkan tiga. Siklus III presentase kemampuan berpikir kritisnya
100%. Keseluruhan aspek penilaian indikator mendapatkan skor tiga. Berdasarkan
data tersebut pembelajaran menggunakan metode diskusi sangat berpengaruh
pada MN dengan menunjukkan peningkatan kemampuan berpikir kritis yang
signifikan.
Kedua yaitu DN, presentase kemampuan berpikir kritis pada siklus I sebesar
66,67% dengan skor total enam. Untuk indikator mengungkapkan pertanyaan
mendapatkan skor dua, sedangkan indikator memberikan pernyataan mendapatkan
skor tiga, dan indikator memberikan kesimpulan mendapatkan skor satu.
Presentase kemampuan berpikir kritis pada siklus II sebesar 66,67% dengan
rincian mendapatkan skor satu pada indikator mengungkapkan pertanyaan, skor
dua pada memberikan pernyataan, dan skor tiga untuk memberikan kesimpulan.
Presentase kemampuan berpikir kritis pada siklus III juga masih 66, 67%. Untuk
perolehan skor setiap indikatornya masih sama dengan siklus II. Berdasarkan data
tersebut secara keseluruhan kemampuan berpikir kritisnya tidak menunjukkan
peningkatan di setiap siklusnya.
Penurunan terjadi pada indikator pertama dan kedua. Untuk indikator
pertama pada siklus I dia mendapatkan skor dua, namun pada siklus II dan siklus
III mendapatkan skor satu. Hal tersebut terjadi karena dia lebih cenderung diam
dan menyimak apa yang didiskusikan oleh teman-teman kelompoknya. Begitu
pula dengan indikator kedua. Pernyataan yang dia berikan lebih cenderung tidak
berhubungan dengan materi pembelajaran. Sehingga peningkatan hanya
ditunjukkan pada indikator memberikan kesimpulan. Pada siklus satu DN masih
belum memberikan kesimpulan sedangkan pada siklus II dan siklus III selalu
memberikan kesimpulan yang sesuai dengan materi.
Siswa ketiga RZ, presentase kemampuan berpikir kritis pada siklus I sebesar
55,56% dengan skor total 5. Indikator mengungkapkan pertanyaan dan
pernyataan mendapatkan skor dua, sedangkan untuk memberikan kesimpulan
mendapatakan skor satu. Presentase siklus II sebesar 66,67% dengan skor enam.
Indikator mengungkapkan pertanyaan mendapatkan skor dua. Sedangkan untuk
indikator memberikan pernyataan mendapatkan skor tiga. Serta untuk indikator
86
memberikan kesimpulan belum menunjukkan peningkatan yaitu masih mendapat
skor satu. Siklus III menunjukkan peningkatan yang signifikan. Presentase
kemampuan berpikir kritis yang didapat adalah sebesar 88,89% dengan skor
delapan. Untuk indikator mengungkapkan pertanyaan mendapatkan skor dua.
Sedangkan indikator memberikan pernyataan dan kesimpulan mendapatkan skor
tiga. Peningkatan yang terlihat yaitu pada indikator kedua dan ketiga. Pada
iindikator kedua terlihat RZ sudah memberikan pernyataan yang relevan dengan
materi pembelajaran begitu pun dengan kesimpulan yang diberikan.
Siswa keempat AD, presentase kemampuan berpikir kritis pada siklus I
sebesar 66,67% dengan skor enam. Untuk indikator mengungkapkan pertanyaan
mendapatkan skor dua, memberikan pernyataan mendapatkan skor tiga, dan
membuat kesimpulan satu. Selanjutnya untuk siklus II menunjukkan penigkatan.
Presentase kemampuan berpikir kritis yang didapat sebesar 88,89% dengan skor
delapan,. Rincian perolehan skor yang didapat pada siklus II yaitu,indikator
mengungkapkan pernyataan mendapatkan skor dua dan untuk indikator
memberikan pernyataan serta memberikan kesimpulan mendapatkan skor tiga.
Sedangkan untuk siklus III presentase kemampuan berpikir kriti dan skor yang
didapat sama dengan siklus II yaitu sebesar 88,89% dengan skor total delapan.
Skor yang didapat pada setiap indikatornya dalam siklus III masih sama dengan
siklus II.
Siswa kelima yaitu AS, presentase kemampuan berpikir kritis pada siklus I
sebesar 55,56% dengan skor total lima. Indikator pertama mengungkapkan
pertanyaan mendapatkan skor dua, memberikan pernyataan mendapatkan skor
dua, dan memberikan kesimpulan mendapatkan skor satu. Lalu untuk siklus II
presentase kemampuan berpikir kritisnya sebesar 66,67% dengan skor enam.
Indikator mengungkapkan pertanyaan mendapatkan skor tiga, memberikan
pernyataan mendapatkan skor dua, dan memberikan kesimpulan mendapatkan
skor satu. Selanjutnya siklus III, presentase kemampuan berpikir yang didapat
sebesar 66,67% dengan skor total enam. Untuk perolehan skor indikator pada
siklus III sama dengan perolehan pada siklus II. Berdasarkan hasil tersebut terlihat
87
siswa menunjukkan peningkatan dari siklus I ke siklus II. Namun , pada siklus III
kemampuan berpikir kritis AS stabil atau tidak menunjukkan peningkatan.
Siswa keenam yaitu MR, presentase kemampuan berpikir kritis pada siklus
I sebesar 44,44% dengan skor empat. Indikator mengungkapkan pertanyaan
mendapatkan skor satu, memberikan pernyataan mendapatkan skor dua, dan
memberikan kesimpulan mendapatkan skor satu. Lalu siklus II presentase
kemampuan berpikir kritisnya yaitu 66,67%. Keseluruhan indikator mendapatkan
skor dua. Untuk siklus III presentase kemampuan berpikir kritis sebesar 77,78%
dengan skor tujuh. Indikator mengungkapkan pertanyaan mendapatkan skor dua,
memberikan penyataan mendapatkan skor dua, dan memberikan kesimpulan
mendapatkan skor tiga. Peningkatan kemampuan berpikir kritis MR selalu terjadi
disetiap siklusnya. Yang paling terlihat selalu meningkat adalah indikator
memberikan kesimpulan. Hal tersebut terjadi karena guru sedikit memberikan
paksaan agar siswa mau menyimpulkan.
Siswa ketujuh yaitu NA, presentase kemampuan berpikir kritis pada siklus I
sebesar 55,56% dengan skor total lima. Indikator mengungkapkan pertanyaan
mendapatkan skor dua, memberikan pernyataan mendapatkan skor dua, dan
memberikan kesimpulan mendapatkan skor satu. Peningkatan terjadi pada siklus
II yaitu, menjadi 66,67% dengantotal skor yang didapat enam. Peningkatan terjadi
pada indikator pertama dari skor dua menjadi skor tiga. Sedangkan untuk
indikator memberikan pernyataan dan memberikan kesimpulan masih sama
dengan yang didapat pada siklus I. Pada siklus III pun presentase kemampuan
berpikir kritis siswa kembali meningkat menjadi 88,89%. Peningkatan signifikan
terdapat pada indikator memberikan kesimpulan, dari yang hanya mendapatkan
skor satu meningkat jadi tiga. Hal tersebut terjadi karena guru kembali
memberikan kesempatan yang lebih kepada NA untuk memberikan kesimpulan.
Siswa kedelapan yaitu AN, presentase kemampuan berpikir kritisnya
sebesar 66,67% dengan skor total enam. Indikator mengungkapkan pertanyaan
mendapatkan skor dua, memberikan pernyataan mendapatkan skor tiga, dan
memberikan kesimpulan mendapadatkan skor satu. Untuk hasil presentase
kemampuan berpikir kritis disiklus II mengalami penurunan yaitu menjadi
88
55,56% dengan skor 6. Penurunan terjadi pada indikator memberikan pernyataan
dari tiga menjadi dua. Jal tersebut terjadi karena siswa cenderung memberikan
pernyataan berupa perintah kepada teman sekelompoknya. Sedangkan untuk
siklus III kembali mengalami peningkatan menjadi 77,78% dengan total skor
tujuh. Peningkatan terjadi pada indikator memberikan kesimpulan dari skor dua
menjadi skor tiga. Untuk indikator mengungkapkan pertanyaan dan memberikan
pernyataan sama dengan siklus dua yaitu mendapatkan skor dua.
Siswa kesembilan yaitu FI, presentase kemampuan berpikir kritis pada
siklus I sebesar 44,44% dengan skor total empat. Indikator mengungkapkan
pertanyaan mendapatkan skor dua, sedangkan untuk indikator memberikan
pernyataan dan memberikan kesimpulan hanya mendapatkan skor satu. Pada
siklus II peningkatan terjadi signifikan menjadi 88,89% dengan mendapatkan skor
total delapan. Peningkatan terjadi pada indikator mengungkapkan pernyataan dan
memberikan kesimpulan yaitu mendapatkan skor tiga. Sedangkan untuk indikator
mengungkapkan pertanyaan masih mendapatkan skor dua. Pada siklus III
presentase kemampuan berpikir kritis masih 88,89%. Namun yang menarik adalah
adanya penurunan pada indikator memberikan pernyataan. Penurunan tersebut
dikarenakan pada saat pelaksanaan siklus II siswa mendapatkan tugas mencatat.
Untuk aspek mengungkapkan pertanyaan dan memberikan kesimpulan meningkat
mendapatakan skor tiga.
Siswa terakhir yaitu DA, presentase kemampuan berpikir kritis pada siklus I
sebesar 66,67% dengan skor total enam. Indikator mengungkapkan pertanyaan
mendapatkan skor dua, memberikan pernyataan mendapatkan skor tiga, dan
memberikan kesimpulan mendapatkan skor satu. Pada siklus II presentase siswa
mengalami penurunan menjadi 44,44%. Hal tersebut terjadi karena siswa tidak
satu kelaompok dengan teman dekatnya sehingga lebih cenderung diam. Namun
peningkatan kembali terjadi pada siklus III tapi tidak lebih dari apa yang didapat
dalam siklus I. Presentase pada siklus III sebesar 55,56% dengan skor total lima.
Peningkatan terjadi pada indikator memberikan pernyataan. Siswa sudah berani
memberikan pernyataan walaupun tidak berhubungan dengan pembelajaran.
89
Berdasarkan penjelasan di atas, sebagian besar penerapan metode diskusi
dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa. Namun ada satu siswa yang
kemampuan berpikir kritisnya stagnan dan ada juga satu siswa yang mengalami
penurunan. Seperti yang peneliti paparkan di atas, faktor terbesar yang menjadi
penyebab penurunan kemampuan berpikir kritis yaitu faktor psikologis.