Post on 30-Oct-2021
31
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Pengumpulan Tanaman
Tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah Daun cengkeh
(Syzygium aromaticum L. Merri & Perry.) diperoleh dari desa Cipancar,
Kecamatan Serang panjang, Kabupaten Subang, Jawa Barat.
4.2 Determinasi Tanaman
Determinasi dilakukan untuk mengetahui kebenaran identitas dari tanaman
yang digunakan. Berdasarkan surat hasil determinasi Nomor 99/HB/01/2020
tanaman yang digunakan adalah benar bunga cengkeh (Syzygium aromatikum L.
Merr. & L.M. Perry)
4.3 Karakteristik Simplisia
4.3.1 Penetapan Kadar Air
Penetapan kadar air ini penting untuk dilakukan untuk memberikan
batasan jumlah air yang terkandung di dalam simplisia, karena jumlah air yang
tinggi dapat menjadi media pertumbuhan bakteri dan jamur yang dapat merusak
senyawa yang terkandung di dalam simplisia. (Diana, dkk., 2015). Batasan
maksimal kadar air pada simplisia adalah tidak lebih dari 10% (Depkes RI 2000).
Kadar air yang terdapat pada simplisia bunga cengkeh adalah 6 %.
32
4.3.2 Penetapan Susut Pengeringan
Susut pengeringan merupakan salah satu parameter non spesifik yang
bertujuan untuk memberikan batasan maksimal (rentang) tentang besarnya
senyawa yang hilang pada proses pengeringan. Parameter susut pengeringan pada
dasarnya adalah pengukuran sisa zat setelah pengeringan pada temperatur 105o C
sampai berat konstan, yang dinyatakan sebagai nilai persen. Batasan maksimal
susut pengeringan adalah tidak lebih dari 11% (Depkes RI 2000). Berdasarkan
hasil pengujian diperoleh nilai susut pengeringan simplisia bunga cengkeh
sebesar 9%. menunjukkan bahwa jumlah senyawa yang hilang pada saat proses
pengeringan adalah sebesar 9 %.
4.4 Ekstraksi
Diperoleh 135,46 gram ekstrak kental dari 600 gram simplisia bunga
cengkeh sehingga menghasilkan rendeman sebesar 22.58%. Rendemen ekstrak
dihitung dengan cara membandingkan jumlah ekstrak yang diperoleh dengan
simplisia awal yang digunakan. Rendeman yang diperoleh :
4.5 Skrinning Fitokimia
Skrinning fitokimia merupakan identifikasi awal yang bertujuan untuk
memberikan gambaran tentang golongan senyawa yang terkandung dalam
x 100% = 22.58%
33
tanaman yang sedang diteliti. (Fathurrachman 2014). Berdasarkan hasil skrining
fitokimia senyawa metabolit sekunder yang terkandung dalam simplisia bunga
cengkeh dan ekstrak etanol bunga cengkeh dapat dilihat pada tabel 4.1.
Tabel 4.1
Hasil Skrining Fitokimia
Keterangan : + = Terdeteksi
- = Tidak Terdeteksi
Senyawa metabolit yang terkandung dalam ekstrak etanol bunga cengkeh
adalah Alkaloid, flavonoid, saponin, polifenol dan tannin.
Hasil yang diperoleh pada Tabel 4 menunjukkan bahwa simplisia bunga
cengkeh dan ekstrak etanol bunga cengkeh mengandung senyawa metabolit
sekunder berupa alkaloid, flavonoid, tanin, saponin, steroid dan terpenoid.
Alkaloid diidentifikasi dengan menggunakan pereaksi dragendorff. pereaksi
dragendorff akan bereaksi dengan alkaloid dan akan membentuk endapan
berwarna kuning menyala. simplisia bunga cengkeh dan ekstrak etanol bunga
cengkeh mengandung senyawa alkaloid. Hal ini terlihat ketika ekstrak dan
simplisia ditambahkan dengan beberapa mL larutan asam klorida lalu diaduk dan
kemudian disaring. Filtrat yang diperoleh kemudiian ditambahkan 1-2 mL
pereaksi Dragendorff terbentuk endapan berwarna kuning.
Identifikasi Simplisia Ekstrak
Alkaloid + +
Flavonoid + +
Tanin + +
Saponin + +
Steroid + +
Polifenol + +
34
Flavonoid adalah senyawa fenol alam yang terdapat dalam hampir semua
tumbuhan. Sejumlah tanaman obat yang mengandung flavonoid telah dilaporkan
memiliki aktivitas antioksidan, antivirus, antibakteri, antiradang, antialergi
(Neldawati, 2013). Hasil skrining fitokimia menunjukan bahwa simplisia bunga
cengkeh dan ekstrak etanol bunga cengkeh mengandung senyawa flavonoid. Hal
ini terlihat ketika sampel ditambahkan HCl dan serbuk magnesium terbentuk
larutan berwarna merah. Warna merah pada uji disebakan karena terbentuknya
garam flavillium.
Tanin diidentifikasi dengan menggunakan pereaksi FeCl3 1%. FeCl3 akan
bereaksi dengan salah satu gugus hidroksil pada tanin sehingga akan terbentuk
warna hijau kehitaman (Marlinda 2012). Simplisia bunga cengkeh dan ekstrak
etanol bunga cengkeh mengandung senyawa tanin karena pada saat penambahan
pereaksi FeCl3 1% terjadi perubahan warna menjadi larutan berwarna hitam.
Saponin merupakan senyawa yang mempunyai gugus hidrofilik dan
hidrofob. Identifikasi saponin dilakukan dengan pengocokan dan akan terbentuk
busa yang tidak hilang setelah penambahan HCl. Busa karena adanya glikosida
yang mempunyai kemampuan membentuk buih dalam air yang terhidrolisis
menjadi glukosa dan senyawa lainnya (Marlinda 2012). Penambahan HCL 2N
untuk menambah kepolaran sehingga gugus hidrofil akan berikatan lebih stabil
dan buih yang terbentuk menjadi stabil. Sampel mengandung senyawa saponin
karena adanya terbentuk busa yang stabil.
Steroid dan Triterpenoid dalam tumbuhan diuji dengan menggunakan
metode Liebermann-Burchard yang nantinya akan memberikan warna merah tua
35
atau ungu untuk terpenoid dan warna hijau untuk steroid. Uji ini didasarkan pada
kemampuan senyawa triterpenoid dan steroid membentuk warna oleh asam sulfat
pekat pada pelarut asetat glasial (Marlinda 2012). Berdasarkan hasil skrining
fitokimia, diketahui bahwa simplisia dan ekstrak bunga cengkeh mengandung
senyawa triterpenoid dan steroid. Hal ini terlihat dengan terbentuknya 2 lapisan.
Pada lapisan atas terbentuk warna hijau tua yang menandakan adanya steroid dan
pada lapisan bawah terbentuk warna merah tua yang menandakan adanya
triterpenoid.
4.6 Uji Stabilitas
4.6.1 Evaluasi Organoleptik
Evaluasi organoleptis sabun transparan meliputi, bentuk, bau warna dan
tingkat transparansi. Hasil pengamatan warna pada sediaam sabun padat
transparan ekstrak bunga cengkeh menunjukan bahwa semua formula selama
penyimpanan suhu 4ᵒC, suhu ruang 20-30ᵒC, dan suhu 40ᵒC tidak mengalami
perubahan warna selama 4 minggu penyimpanan, namun pada formula III dengan
basis menggunakan minyak zaitun mengalami perubahan warna menjadi warna
coklat kekuningan, hal tersebut dikarenakan warna dari minyak zaitun sehingga
mengurangi tingkat transparasi pada sabun. Data terdapat pada tabel 4.2.
36
Tabel 4.2
Evaluasi Warna dan Tingkat Transparan
Keterangan : (-) : warna Berubah
(+) : warna coklat transparan
Hasil pengamatan dari uji bentuk sediaan sabun padat transparan ekstrak
bunga cengkeh menunjukan bahwa semua formula selama pengujian baik pada
penyimpanan suhu 4ᵒC, suhu ruang 20-30ᵒC, dan suhu 40ᵒC pada minggu ke 1
sampai ke 4 tidak menunjukan adanya perubahan bentuk. Hal ini menujukan
bahwa bentuk sediaan cukup baik dan stabil selama penyimpanan 4 minggu. Data
terdapat pada tabel 4.3
Tabel 4.3
Evaluasi Bentuk Sediaan
Keterangan : (-) : bentuk Berubah
(+) : bentuk stabil
Minggu ke
Warna dan tingkat transparasi
4ᵒC 20-30ᵒC 40ᵒC
FI FII FIII FI FII FIII FI FII FIII
1 + + + + + + + + +
2 + + + + + + + + +
3 + + - + + - + + -
4 + + - + + - + + -
Minggu ke
Bentuk
4ᵒC 20-30ᵒC 40ᵒC
FI FII FIII FI FII FIII FI FII FIII
1 + + + + + + + + +
2 + + + + + + + + +
3 + + + + + + + + +
4 + + + + + + + + +
37
Hasil pengamatan berdasarkan pengujian bau sediaan sabun padat
transparan ekstrak bunga cengkeh bahwa semua formula selama penyimpanan
pada suhu 4ᵒC, suhu ruang 20-30ᵒC, dan suhu 40ᵒC selama 4 mingu mempunyai
bau khas bunga cengkeh dan menthol, hal ini menunjukan bahwa bau pada
sediaan cukup baik dan stabil selama penyimpanan 4 minggu. Data terdapat pada
tabel 4.4
Tabel 4.4
Evaluasi Bau Sediaan
Keterangan : (+) : Bau khas esktrak bunga cengkeh dan menthol
(-) : Bau berubah
4.6.2 Cycling Test
Pada cycling test dilakukan selama 6 siklus dimana 1 siklus 24 jam pada
suhu 4 dan 24 jam suhu 40 Uji ini dilakukan untuk mengetahui
stabilitas sediaan dan semua sediaan stabil selama pengujian. Data terdapat pada
tabel 4.5 Tabel 4.5
Hasil Pengamatan Cycling test
Minggu ke
Bau
4ᵒC 20-30ᵒC 40ᵒC
FI FII FIII FI FII FIII FI FII FIII
1 + + + + + + + + +
2 + + + + + + + + +
3 + + + + + + + + +
4 + + + + + + + + +
Formula Siklus
0 6
F1 Stabil Stabil
F2 Stabil Stabil
F3 Stabil Stabil
38
4.6.3 Kadar Air
Tabel 4.6
Hasil Pengukuran Kadar Air
Keterangan : FI : Basis VCO
FII : Basis VCO dengan penambahan TEA
FIII : Basis Minyak zaitun
Pengujian kadar air pada sabun perlu dilakukan karena kadar air akan
mempengaruhi kualitas sabun. Berdasarkan SNI 06-3532- 2016, kadar air dalam
sediaan sabun maksimal 15%. Pengujian kadar air pada sabun mandi padat perlu
dilakukan karena kadar air akan mempengaruhi kualitas sabun. Banyaknya kadar
air dapat mempengaruhi kelarutan sabun dalam air pada saat digunakan. Apabila
kandungan air pada sabun terlalu tinggi akan menyebabkan sabun mudah
menyusut dan tidak nyaman saat digunakan. Hasil uji kadar air menunjukkan
bahwa setelah lebih dari minggu ke 2 semua formula telah memenuhi syarat sabun
mandi padat. Hal ini menunjukkan bahwa semakin lama waktu penyimpanan
maka kadar airnya akan semakin berkurang karena air di dalam sabun menguap.
Menurunnya kadar air yang terkandung dalam sabun transparan yang
dihasilkan bisa disebabkan karena ekstrak bunga cengkeh mengandung senyawa
saponin. Menurut Widyasanti dkk (2016), saponin merupakan senyawa glikosida
kompleks yang apabila dihidrolisis akan menghasilkan glikon (gula) dan aglikon
Minggu
ke
Suhu 4ᵒC Suhu 20-30ᵒC Suhu 40ᵒC
FI FII FIII FI FII FIII FI FII FIII
1 30,33 30,00 33,34 26,49 29,00 33,00 21,67 22 25
2 25,00 26,00 31,33 21,67 27,48 31,02 13,67 17 15
3 17,33 17,67 26,33 15,00 16,00 20,00 12 12 14,67
4 14,30 15,00 14,67 10,67 12,00 14,33 7 9,7 10
39
(gula). Gula bersifat higroskopis, sehingga dapat menyerap uap air. Kadar air
sabun pada minggu keempat berkisar antara 7% - 14,67%. Secara keseluruhan,
kadar air yang terkandung dalam sabun padat transparan ini telah memenuhi
standar mutu sabun padat (SNI) yaitu tidak lebih dari 15%. Hasil persentasekadar
air yang didapatkan ditunjukkan pada Gambar 4.1, Gambar4.2, Gambar 4.3.
Gambar 4.1
Hasil Presentasi Kadar Air Suhu 4ᵒC
Gambar 4.2
Hasil Presentasi Kadar Air Suhu 20-30ᵒC
0
10
20
30
40
1 2 3 4
% k
adar
air
Minggu ke
Kadar Air 4ᵒC
FI
FII
FIII
010203040
1 2 3 4% K
ad
ar
Air
Minggu ke
Kadar Air 20-30ᵒC
FI
FII
FIII
40
010203040
1 2 3 4
% K
adar
Air
Minggu Ke
Kadar Air 40ᵒC
FI
FII
FIII
Gambar 4.3
Hasil Presentasi Kadar Air suhu 40 ᵒC
4.6.4 Asam Lemak Bebas dan Alkali
Tabel 4.7
Hasil Evaluasi Asam Lemak Bebas
Asam lemak bebas adalah asam lemak yang berada dalam sampel sabun,
tetapi tidak terikat sebagai senyawa natrium ataupun senyawa trigliserida (lemak
mineral). Asam lemak bebas masih ada pada sabun disebabkan tidak mengalami
reaksi penyabunan. Asam lemak bebas yang baik dalam sabun adalah < 2,5%
(SNI 06-3532-2016). Hasil analisis menunjukkan bahwa asam lemak bebas pada
sabun transparan rata-rata lebih rendah dari 2,5% dan memenuhi SNI 06-3532-
2016. Asam lemak bebas tidak diharapkan tinggi pada sabun karena akan
mengurangi daya ikat sabun terhadap kotoran minyak, lemak atau pun keringat.
Selama penyimpanan suhu 4ᵒC, 20-30ᵒC dan 40ᵒC selama 4 minggu asam lemak
Minggu ke Suhu 4ᵒC Suhu 20-30ᵒC Suhu 40ᵒC
FI FIII FI FIII FI FIII
1 1,23 1,69 1,31 2,14 1,23 1,56
2 1,23 1,69 1,07 1,91 1,23 1,39
3 1,15 1,58 0,90 1,69 1,06 1,31
4 0,82 1,24 0,82 1,46 0,82 1,23
41
00,5
11,5
2
1 2 3 4
% A
sam
Lem
ak
Beb
as
Minggu ke
Asam Lemak Bebas Suhu 4ᵒC
FI
FIII
0
0,5
1
1,5
2
% A
sam
Lem
ak
Beb
as
Minggu ke
Asam Lemak Bebas Suhu 20-30ᵒC
FI
FIII
bebas mengalami penurunan, disebabkan lamanya penyimpanan sehingga asam
lemak bebas yang terkandung dalam sabun akan berkurang kadarnya. Data dapat
dilihat pada Tabel 4.7
Gambar 4.4
Hasil Presentasi Asam Lemak Bebas Suhu 4ᵒC
Gambar 4.5
Hasil Presentasi Asam` Lemak Bebas suhu 20-30ᵒC
Gambar 4.6
Hasil Presentasi Asam Lemak Bebas Suhu 40ᵒC
0
0,5
1
1,5
2
I 2 3 4
% A
sam
Le
mak
Be
bas
Minggu ke
Asam Lemak Bebas Suhu 40ᵒC
FI
FIII
42
Tabel 4.8
Hasil Evaluasi Alkali
Alkali bebas adalah alkali dalam sabun yang tidak terikat sebagai senyawa
(SNI, 2016). Kelebihan alkali bebas yang tidak sesuai standar dapat menyebabkan
iritasi pada kulit (Indah Sari et al., 2010). Kelebihan alkali dapat disebabkan
karena penambahan alkali yang berlebih pada proses pembuatan sabun. Menurut
SNI (2016), kadar alkali bebas pada sabun maksimum sebesar 0,1%. Hasil analisa
alkali bebas pada sabun padat berkisar antara 0,2% hingga 0,3%. Hasil
pengamatan alkali dari sabun formula II ini tidak sesuai standar yaitu melebihi
0,1 % sehingga dapat mengakibatkan terjadinya iritasi terhadap kulit. Hasil
persentase kadar alkali yang didapatkan ditunjukkan pada Gambar 4.7
Gambar 4.7
Hasil Presentasi Kadar Alkali
Minggu
ke
Suhu 4ᵒC Suhu 20-30ᵒC Suhu 40ᵒC
FII FII FII
1 0,3 0,2 0,2
2 0,2 0,2 0,2
3 0,2 0,2 0,2
4 0,2 0,2 0,2
0,270,280,29
0,30,310,320,33
1 2 3 4
% K
adar
Alk
ali
Minggu ke
kadar Alkali Formula II
4ᵒC
20-30ᵒC
40ᵒC
43
0
5
10
15
1 2 3 4
pH
Minggu ke
pH
FI
FII
FIII
4.6.5 Evaluasi pH
Tabel 4.9
Hasil Evaluasi pH
Hasil pemeriksaan terhadap pH sabun padat transparan pada formula 1, 2
dan 3 pada suhu 4°C, suhu kamar(25-30°C) setelah 4 minggu relatif tidak
mengalami perubahan yaitu berkisar antara 9 dan 12. Demikian pula halnya pada
suhu 40 °C, setelah 4 minggu pengamatan pH sabun tidak mengalami perubahan
yaitu berkisar 9 dan 12. Nilai pH yang diperoleh pada formula I dan II masih
dalam persyaratan pH sabun padat transparan yaitu 9-11 sehingga sabun padat
transparan stabil dalam penyimpanan. Namun pada Formula II tidak memenuhi
persyaratan karena ada penambahan basis yang digunakan sebagai alkalizing
agent yaitu TEA (Gambar 4.8).
Gambar 4.8
Hasil Evaluasi pH
Minggu
ke
Suhu 4ᵒC Suhu 20-30ᵒC Suhu 40ᵒC
FI FII FIII FI FII FIII FI FII FIII
1 9 12 9 9 12 9 9 12 9
2 9 12 9 9 12 9 9 12 9
3 9 12 9 9 12 9 9 12 9
4 9 12 9 9 12 9 9 12 9
44
4.6.6 Evaluasi Tinggi Busa
Tabel 4.10
Hasil Evaluasi Tinggi Busa
Busa merupakan salah satu parameter yang paling penting dalam
menentukan mutu produk-produk kosmetik, terutama sabun. Tujuan pengujian
busa adalah untuk melihat daya busa dari sabun cair. Busa yang stabil dalam
waktu lama lebih diinginkan karena busa dapat membantu membersihkan tubuh
(Pradipto, 2009).
Hasil pengukuran busa menunjukkan kemampuan surfaktan membentuk
busa. Tinggi busa yang dihasilkan pada formula II lebih tinggi dibandingkan
dengan formula I dan III selama 4 minggu, hal ini disebabkan karena selain
penambahan coco-Dea ditambhkan juga TEA yang juga berfungsi sebagai
penstabil busa atau surfaktan. Namun dari ketiga formulasi sabun padat berkisar
7-12 cm dan memenuhi persyaratan, dimana syarat tinggi busa untuk sabun adalah
1,3-22 cm (Wilkinson J.B., dkk. 2011). Selain itu, kestabilan busa setelah
didiamkan selama 5 menit, jika dibandingkan dari ketiga sediaan, maka formulasi
II memiliki angka relatif lebih tinggi diantara formulasi lainnya. Hal ini berarti
pada formulasi II zat pembusa (coco-DEA dan TEA ) memiliki efektivitas yang
paling optimum. Hasil evaluasi uji busa dapat dilihat pada tabel 4.10
Minggu
ke
Suhu 4ᵒC Suhu 20-30ᵒC Suhu 40ᵒC
FI FII FIII FI FII FIII FI FII FIII
1 7 9 7 7 9 7 7 9 7
2 7 10 7 8 10 7 8 10 7
3 7 12 7 8 12 7 8 12 7
4 7 12 7 8 12 7 8 12 7
45
4.7 Uji Aktivitas Antibakteri
Metode yang digunakan untuk uji aktivitas antibakteri adalah difusi agar
menggunakan metode cakran dengan media Mueller Hinton Agar (MHA). Metode
ini digunakan untuk mengetahui besarnya diameter zona bening pada bakteri
Staphylococcus aureus, setelah diinkubasi pada suhu 37 selama 18-24 jam. Hasil
uji efektifitas antibakteri dapat dilihat pada tabel 4.11
Tabel 4.11
Hasil Pengukuran Zona Hambat Bakteri
Berdasarkan dari hasil tabel di atas pada uji zona hambat ekstrak bunga
cengkeh (Syzygium aromatikum L. Merr. & L.M. Perry) terhadap pertumbuhan
bakteri Staphylococcus aureus diperoleh zona hambat sebesar 16,17 mm, Zona
hambat pada media yang telah diberi bakteri Staphylococcus aureus bisa terjadi
karena kandungan antibakteri yang ada dalam ekstrak bunga cengkeh seperti
No Kode sampel Besar zona
hambat Kategori Keterangan
1 Ekstrak 16,17 mm Kuat Terbentuk zona
hambat > 5 mm
2 Basis FI 12,16 mm Kuat Terbentuk zona
hambat > 5 mm
3 Basis FII 14,20 mm Kuat Terbentuk zona
hambat > 5 mm
4 Basis FIII 11,18 mm Kuat Terbentuk zona
hambat > 5 mm
5 K+ 12,18 mm Kuat Terbentuk zona
hambat > 5 mm
6 Sampel sabun
F1
16,06 mm Kuat Terbentuk zona
hambat > 5 mm
7 Sampel sabun
F2
17,12 mm Kuat Terbentuk zona
hambat > 5 mm
8 Sampel sabun
F3
13,20 mm Kuat Terbentuk zona
hambat > 5 mm
46
Eugenol, Taninn, Alkaloid, dan Flavonoid. Keempat senyawa ini dapat merusak
struktur bakteri Staphylococcus aureus. Euganol merupakan senyawa hidrofobik
yang dengan mudah melewati dan merusak struktur dinding sel bakteri yang
memiliki konsentrasi lipid tinggi (Maryati, 2007).
Pada pengujian aktivitas antibakteri pada basis tanpa menggunakan ekstrak
diperoleh zona hambat pada Formula I sebesar 12,16 mm, Formula II sebesar
14,20 mm dan Formula III Sebesar 11,18 mm.
Pada pengujian anktivitas antibakteri sabun padat transparan bahwa
Formula I Diperoleh zona hambat 17,12 mm (kuat), Formula II 16,06 mm (kuat),
Formula III diperoleh zona hambat sebesar 13,20 mm (kuat), dan kontrol positif
menggunakan sabun Asepso diperoleh zona hambat sebesar 12,18 mm. Pada
penelitian zona hambat sabun padat transparan ekstrak bunga cengkeh (Syzygium
aromatikum L. Merr. & L.M. Perry) menunjukkan bahwa sampel sabun
transparan ekstrak bunga cengkeh dapat menghambat pertumbuhan bakteri
Staphylococcus aureus. Dengan dilihat hasil penelitian uji ekstrak dan basis sama
- sama memiliki aktivitas antibakteri pada kategori kuat, sehingga pada basis yang
ditambahkan ekstrak etanol bunga cengkeh dapat meningkatkan aktivitas
antibakteri.
Kriteria kekuatan daya antibakteri menurut Davis dan Sout dikategorikan
berdasarkan diameter zona hambat yang terbentuk yaitu diameter zona hambat 5
mm atau kurang dikategorikan lemah, zona hambat 5-10 mm dikategorikan
sedang , zona hambat 10-20 mm dikategorikan kuat dan zona hambat lebih dari 20
mm dikategorikan sangat kuat.
47
Terjadinya penurunan daerah hambat pada Formula III sabun padat
transparan disebabkan karena kurang meratanya bakteri, bakteri lebih banyak
pada formula III sehingga zona hambat yang dihasilkan lebih sedikit
dibandingkan dengan FI dan FII. Menurut Febriyenti, dkk. (2014) adanya daerah
hambat yang terjadi pada basis karena salah satu komponen basis yaitu VCO,
mengandung asam laurat yang bersifat antibakteri. Senyawa antibakteri dalam
sabun memberikan aktivitas maksimum dalam menghambat bakteri disebabkan
sabun bersifat hidrofilik-lipofilik. Gugus nonpolar pada sabun yaitu -R dan gugus
-COONa yang bersifat polar. Sifat hidrofil dari sabun menyebabkan senyawa
antimikroba mampu berdifusi dalam medium agar yang bersifat polar sedangkan
sifat lipofil sabun akan membantu penetrasi senyawa antibakteri ke dalam
membran sel bakteri yang bersifat lipofilik (Febriyenti, 2014; Pelczar, 1998)