Post on 23-Oct-2015
description
PERIHAL TEKO KERAMIK
Dadan Sumardan
Balai Besar Keramik Jl. Jend.AhmadYani No.392 Bandung
Telp. (022) 7206221, Fax. (022) 7205322
ABSTRAK
Membuat teko keramik relatif sulit, tapi ketika berhasil dibuat,
pembuatnya akan terpuaskan. Desain teko lahir dari perkembangan penemuan
teh dan penggunaannya secara teratur dalam kehidupan sehari-hari. Teko
dibutuhkan sebagai bejana yang efisien yang memuaskan rasa estetik dalam
memasak dan meminum air teh. Sebuah teko biasanya terdiri dari : lid (tutup),
spout (corot/cerat), handle (gagang), dan body (badan). Standar pertama dalam
mengapresiasi teko adalah bentuk. Keterampilan membuat teko juga melibatkan
dasar-dasar dalam merancang unsur-unsur dari suatu karya keramik artistik.
Membuat teko memerlukan pengalaman dalam memadukan aspek estetik
dan aspek fungsional agar teko dapat menuang dengan penuh “keanggunan”.
Kata Kunci :Teko, keramik artistik, keramik fungsional
PENDAHULUAN
Ada bermacam-macam bentuk
“pottery”(sebutan untuk wadah yang
dibuat dari lempung yang mengalami
proses pembakaran hingga kemudian
memiliki bentuk yang permanen :
keras sekaligus mudah pecah) atau
keramik wadah, dan teko termasuk di
dalamnya. Bentuk teko sangatlah
mendunia, fungsinya sederhana tapi
elemennya sangat kompleks.
Sebuah teko harus dapat
berdiri dengan stabil. Jika dibentuk
dengan teknik “putar” dindingnya
harus dibuat setipis mungkin. Bukaan
atasnya dibuat relatif kecil tetapi tetap
dapat memberikan kemudahan
dalam pengisian dan pembersihan.
Sebuah teko sulit dibuat, tapi ketika
berhasil,akan memberikan kepuasan
tersendiri bagi pembuatnya.
Sejarah Teko
Cerita tentang teko dimulai
dari kebutuhannya. Perkembangan
penemuan teh dan penggunaannya
secara teratur dalam hidup sehari-hari
membutuhkan suatu bejana yang
cukup efisien dan memuaskan rasa
estetik untuk memasak dan meminum
air teh.
Ada dua legenda tentang
penemuan penggunaan teh.1)
Satu
diantaranya penemuan teh Shen-nung,
seorang kaisar Cina di abad ke-3
sebelum Masehi. Beliau sedang
duduk di bawah sebuah pohon sambil
memasak air untuk minum. Ketika itu
daun-daun Cammelia Sinensis jatuh
ke dalam mangkuk, rasa yang
ditimbulkannya menuju kekelahiran
minuman teh. Legenda lainnya
menyebutkan seorang Pendeta Budha
Dharuma yang mengadakan
perjalanan dari India menuju Cina di
abad ke-5 masehi. Pada tahun ke-5
dari 7 tahun masa meditasinya untuk
membuktikan keyakinannya, dia
merasa mengantuk dalam usahanya
untuk tetap memusatkan fikirannya,
dia memotong kelopak matanya dan
membuangnya di tanah, dan tumbuh
menjadi tanaman teh. Dia
memutuskan untuk membuat
minuman dari daun itu dan
menemukan kalau seduhan daun itu
membuatnya terjaga kembali, dan
pengejaran pembelajaran spiritualnya
dapat terus berlanjut.
Cammelia sinensis, pohon teh
yang biasa dikenal, pertama kali
dikembangbiakan pada abad ke-4
Masehi, setelah jenis liarnya dibawa
ke Cina dari India. Sebetulnya pohon
yang hijau sepanjang tahun ini, dapat
tumbuh mencapai 16 m, budi daya
tanaman ini kemudian dipangkas
menerupai semak-semak dan tetap
menjaganya pada ketinggian 1,5 m.
Setelah pertumbuhannya 3 atau 5
tahun, daun-daunnya bisa dipanen
untuk dijadikan teh.
Teko tidak lantas digunakan
bersamaan dengan penemuan teh.
Pada abad ke-8 Masehi, daun teh
diolah dengan cara menggilingnya
dengan tangan, dikeringkan,
kemudian digerus sampai menjadi
bubuk. Mulanya bubuk teh ini
dicampur dengan garam dan dibentuk
sehingga dapat dimasukkan ke dalam
mangkuk yang berisi air panas untuk
kemudian dibuat campuran yang
pekat. Cara pembuatan air teh ini
diperkenalkan di Jepang pada awal
abad ke-9 Masehi. Teh diyakini
sebagai obat di Cina dan Jepang
selama 500 tahun ke depan. 1)
Pada awal Dinasty Ming
(1368-1644) di Cina, pembuatan air
teh seperti yang kita kenal sekarang
ini, menjadi terkenal. Contoh teko
paling pertama dibuat muncul pada
periode ini, dibuat dari zisha, atau
lempung ungu (”purple” clay,
daerah XiYing di Cina. Keramik di
dalam tradisi XiYing menjadi kuat
sejak Dinasti Sung (960-1279);
barangnya bernilai karena kehalusan
tekstur, ketipisannya, dan pewarnaan
alamiah yang indah mulai dari
kuning muda sampai merah marun.
Peralihan dari mangkuk minum
menjadi teko sangatlah lancar. Teko
XiYing, dulu sampai sekarang,
digunakan untuk memasak teh dan
juga sebagai bejana untuk minum.
Teko XiYing berangsung-angsur
terbumbui, keramik yang tak berglasir
menyerap rasa dari teh yang dimasak,
membuatnya menjadi pilihan yang
disukai untuk pecinta teh. Penyebaran
teko XiYing di seluruh dunia
dipengaruhi tidak hanya oleh
bentuknya, tetapi juga didorong oleh
penemuan hard-paste porcelain di
Barat.1)
Teko dan Bagian-bagiannya
Teko adalah bejana bertutup
dalam berbagai variasi bentuk yang
berfungsi untuk memasak dan
menyajikan air teh. Biasanya terdiri
dari satu corot/cerat dan satu gagang,
yang diletakkan berseberangan di
dalam bejana utamanya. Cerat
biasanya dibubuhkan agar dapat
mengalirkan air teh tanpa
mengganggu sebaran daun teh yang
mengapung di dalam air teh. Teko
biasanya juga mempunyai saringan
dengan lubang-lubang kecil di antara
pertemuan corot dengan bejana
penampungan untuk mencegah daun
teh didalamnya ikut tertuang ke
dalam cangkir bersama airnya.
Sebuah teko biasanya terdiri dari : lid
(tutup), spout (corot/cerat), handle
(gagang), body (badan).
Gambar 1. Teko dan Bagian-bagiannya
Lid : Tutup higienis yang
memberikan kelantangan pusat
pandang dan rangsangan apresiasi
pada sentuhan. Cara penempatan
tutup pada bejana baik itu
ditempatkan di atas atau di dalamnya,
memberi apresiasi yang berbeda-
beda. Sedikit penampang dari tutup
yang dibentuk dengan cara putar
digambarkan untuk perbandingan.
Tutup yang dibenamkan berguna
untuk ”casseroles” (sebutan untuk
wadah keramik berbentuk panci yang
digunakan untuk memasak dan
menyediakan makanan) atau buli-buli
tempat peyimpanan yang
ketinggiannya terbatas. Tutup yang
dibenamkan kukuh untuk bejana yang
sering dipindah-pindahkan.Tutup
seperti ini juga menyediakan
pegangan yang berfungsi dengan
baik, dan tidak menonjol secara tidak
menyenangkan. Tutup yang
dibenamkan mempunyai serambi baik
itu pada tutup atau bejananya, yang
digunakan untuk teapots (teko untuk
teh) ataupun coffee pots (teko untuk
kopi), sehingga menjaga pusat
gravitasi berada pada titik rendah dan
mengatasi masalah ketidaknyamanan
tutup ketika menuangkan isinya. Alat
pengunci dimungkinkan dalam
beberapa cara tetapi efisiensi dan
ketertarikan estetika masih bisa
dihadirkan.
Gambar 2. Penampang lid yang dibenamkan
Spout/Corot : Mulut teko yang
berfungsi dalam membantu
penuangan. Ada dua jenis corot, corot
terbuka dan corot tertutup seperti
yang biasa digunakan pada teko.
Perbedaan kedua jenis corot ini
dikembangkan karena adanya
perbedaan kekentalan cairan yang
akan dituangkan dan kesesuaian
dengan bentuk bejananya. Beberapa
corot digunakan untuk jumlah
penuangan yang banyak dan yang
lainnya untuk mengendalikan tetesan
yang lebih sedikit saja. Jenis lempung
juga mempengaruhi jenis corot yang
akan dibuat.
Gambar 3. Perbedaan corot sistem terbuka dan sistem tertutup
Handle / Gagang : Gagang adalah
bagian teko yang paling pertama
disentuh oleh penggunanya,
dipasangkan pada bejana agar bejana
tersebut bisa diangkat. Gagang adalah
bagian keseluruhan yang paling
penting dari sebuah teko dan bukan
sebagai sebuah dekorasi. Sebuah
gagang bisa menjadi titik perhatian
dari sebuah teko, baik dalam fungsi
maupun estetika. Ada dua jenis
gagang : lug dan loop. Gagang
berbentuk lug (sering disebut dengan
kuping/telinga, seperti pada panci)
digunakan untuk bejana yang
berukuran kecil atau ruang disekitar
bejana sangat terbatas, seperti pada
casserole.
Gagang berbentuk lug
disediakan sebagai gagang atau
pegangan ala kadarnya yang hanya
berupa kumpulan permukaan untuk
persentuhan. Sedangkan gagang
berbentuk ”loops” (melingkar)
ditujukan untuk pengambilan tangan
atau sedikitnya jari-jari sehingga
lingkarannya mencukupi. Gagang
berbentuk melingkar ini menciptakan
irama atau gerakan berkelanjutan bagi
mata untuk mengikuti titik berat
bejana dalam penilaian estetis dan
penampilan fungsional. Secara teori
gagang yang melingkar lengkap harus
terbentang dari bagian dalam dan
mengelilingi pusat gravitasi untuk
keperluan pengendalian dalam proses
penuangan.2,3,4,5,6,7)
Gambar 4. Macam-macam tipe gagang/handle
Perancangan Teko Keramik
Standar pertama dalam mengapresiasi
teko adalah bentuk. Ada delapan poin
utama dalam mengapresiasi bentuk
yang digaris besari oleh Bernard
Leach dalam bukunya ”A Potter
Books”, enam diantaranya adalah:
1. Akhir suatu garis adalah
segalanya.
2. Garis adalah kekuatan, ketika ada
perubahan atau persilangan pada
sebuah garis titik-titiknya akan
sangat kentara dan mengundang
perhatian.
3. Garis vertikal artinya
pertumbuhan, garis horizontal
berarti perhentian, garis diagonal
berarti perubahan.
4. Garis lurus dan garis lengkung,
persegi dan lingkaran, kubus dan
bola, semua itu adalah kutub-
kutub pekeramik ketika bekerja,
dengan irama bentuk dibawah
satu konsep yang jelas.
5. Lekukan untuk keindahan, sudut-
sudut untuk kekuatan.
6. Kaki yang kecil untuk
keanggunan, kaki yang lebar
untuk keseimbangan. 7)
Badan Keramik untuk Pembuatan
Teko
Lempung dapat dibentuk
menjadi teko dengan cara dibentuk di
alat putar, atau dengan cara cetak
tuang menggunakan cetakan gips.
Pembentukan teko dengan kedua cara
tersebut memerlukan syarat fisik
lempung yang berbeda.
Lempung yang akan dibentuk
menjadi teko dengan memakai alat
putar haruslah lempung yang plastis.
Lempung untuk pembentukan dengan
alat putar dibuat dengan prosentase
bahan-bahan non plastis yang relatif
sedikit, (seperti felspar dan kwarsa).
Lempung berbahan tunggal seperti
tanah Plered atau Tanah Sukabumi
bisa sangat bagus bila dibentuk
dengan alat putar. Tidak selamanya
badan keramik alam tersedia, maka
mengkombinasikan beberapa
lempung plastis bisa menjadi
solusinya. Ball clay biasanya
digunakan untuk menambahkan sifat
plastis. 8)
Sebuah teko dapat pula dibuat
dengan cara di cor menggunakan
cetakan gips. Syarat fisik lempung
dengan teknik ini harus
memperhatikan kekentalan lempung
cair agar bisa dituang dengan mulus
dan tidak lengket dipermukaan
cetakan gips. Lempung untuk teknik
cor harus tidak membasahi cetakan
secara berlebihan, bisa terlepas
sendiri dari cetakan selama proses
pengeringannya, dan tidak
mempunyai susut yang berlebihan
pula.
Kaidah-kaidah dalam Pembuatan
Teko Fungsional
Seni keramik fungsional
mencapai intinya ketika pekeramik
berhasil membuat teko yang tak
menetes ketika isinya dituangkan, tak
sulit digunakan atau terlalu berat saat
diangkat, dan harus mempunyai tutup
yang tidak terlepas saat penuangan.
Keterampilan membuat teko juga
melibatkan dasar-dasar dalam
merancang unsur-unsur dari suatu
karya keramik artistik. Di bawah ini
merupakan kaidah-kaidah yang dapat
dipakai dalam membuat suatu teko.
Kaidah-kaidahnya terdiri dari 9)
:
1. Untuk mengurangi hilang panas
didalam penggunaan, sebuah
teko biasanya dibentuk membola
(sebuah bola mempunyai
permukaan minimum
dibandingkan dengan volume
yang dipunyainya)
2. Bentuklah sebuah kaki yang dapat
mengurangi kontak antara teko
dan meja, untuk mengurangi
hilang panas lebih lanjut.
3. Buatlah leher yang lebih tinggi
pada badan teko untuk
memudahkan pengeluaran ampas
teh.
4. Gunakan tutup yang seimbang
untuk mencegah tutup terlepas
selama menuang isi teko
(biasanya bagian bawah tutup
dibuat lebih panjang 3-4 cm ke
arah dalam badan teko).
5. Berilah lubang kecil pada tutup
agar udara bisa masuk selama
penuangan (hati-hati ketika
diglasir).
6. Hubungkan corot serendah
mungkin pada badan teko agar
saringannya berada dibawah
permukaan air teh (hal ini
memberikan penyiraman yang
lebih baik pada saringan selama
penuangan. Perlu dicatat alasan
ini menyebabkan banyak teko
komersil yang menggunakan
bentuk corot huruf “s”).
7. Buatlah saringan antara badan
teko dan corot dengan cara
melubanginya dari arah luar ke
dalam agar tepi yang kasar bekas
tusukan berada di dalam teko
sehingga lebih baik dalam
menahan daun teh.
8. Untuk menghasilkan penuangan
yang cepat, pastikan luas
keseluruhan dari lobang dalam
saringan lebih besar dari luas
lobang penuangan pada ujung
corot.
9. Pastikan bahwa ujung dari corot
letaknya lebih tinggi dari lobang
tekonya, agar air dari badan teko
tidak keluar mendahului air yang
keluar dari corot.
10. Bentuklah ujung corot untuk
mengurangi tetesan, ini biasanya
dikerjakan dengan meruncingkan
pinggiran ujung corot. Pastikan
juga bahwa ketika pada posisi
penuangan garis tepi bawah yang
corot menurun.
11. Apabila corot dibentuk dengan
cara diputar berlawanan arah
jarum jam, potonglah ujung corot
rendah pada bagian kiri agar tidak
melilit pada waktu pembakaran.
12. Buatlah lengkungan gagang
sebesar mungkin sehingga ketika
dipegang jari-jari tangan jauh dari
badan teko agar tidak terkena
panasnya ketika menuang, dan
buatlah gagang yang kuat agar
tahan pada genggaman yang kuat.
13. Perhatikan berat dari teko ketika
terisi penuh, jika membuat teko
lebih berat mungkin dibutuhkan
gagang tambahan pada bagian
depan
KESIMPULAN
Semua bagian-bagian teko
harus berfungsi bersama-sama secara
harmonis. Bila teko didekorasi maka
dekorasinya tak menutupi fungsi dari
teko tersebut yaitu wadah sebagai
pembuat teh. Diperlukan banyak
pengalaman dalam membuat teko
terutama pengalaman memadukan
aspek estetik dan aspek fungsional
agar teko dapat menuang dengan
penuh “keanggunan”.
DAFTAR PUSTAKA
1. Anonymous, A History of
Teapot,http://www.teapots.net/.
2008.
2. Steve Woodhead, ”The Teapot
Book” ,A & C. Black, 2005.
3. Garth Clark, “ The Artfull
Teapot”, Thames and Hudson,
2001
4. Frank and Janet Hamer, “The
Potter Dictionary of Material and
Techniques”,A & C Black, 1991.
5. Robert Fournier, “Ilustrated
Dictionary of Practical Pottery”,
Van Nostrand Reinhold Company
New York, 1984
6. Anonymous, Teapot,
http://en.wikipedia.org/wiki/Teap
ot,2008.
7. Bernard Leach, ”A Potter Books”,
Faber and Faber, 1945.
8. Daniel Rhodes. “Clay and Glazes
for the Potter.” Chilton Book
Company, Philadelpia, 1971.
9. Judy and Ric Pierce . Teapot
Making.www.onetreehillpottery.c
om.au/Teapot%20Making.htm.
2008.