Post on 09-Oct-2015
description
MK. Hidrologi John Frans
1
BAB I SIKLUS HIDROLOGI
A. Pendahuluan Ceritakan proses terjadinya hujan !
Dalam bab ini akan dipelajari, pengertian dasar hidrologi, siklus hidrologi, sirkulasi air dan
neraca air.
Tujuan yang ingin dicapai (TIK) setelah mengikuti materi ini adalah mahasiswa akan dapat :
a. Menjelaskan pengertian hidrologi dengan benar
b. Menjelaskan dan menggambar siklus hidrologi dengan baik dan benar.
c. Menjelaskan tentang sifat-sifat air dengan benar.
d. Menjelaskan hubungan antara sirkulasi air dan neraca air dengan baik.
B. Penyajian 1.1. Pengertian Hidrologi Hidrologi termasuk salah satu cabang ilmu geografi (ilmu bumi) dan sudah mulai
dikembangkan oleh para filsuf kuno, antara lain dari Yunani, Romawi, Cina dan Mesir. Dimana
air dianggap sebagai bagian dari unsur utama bersama-sama dengan bumi, udara dan api.
Secara harafiah hidrologi berasal dari bahasa Yunani, yakni hydro dan loge. Hydro
berarti sesuatu yang berhubungan dengan air dan loge berarti pengetahuan. Jadi hidrologi
adalah ilmu pengetahuan yang secara khusus mempelajari tentang kejadian, perputaran dan
penyebaran air di atmosfir dan permukaan bumi serta di bawah permukaan bumi. Secara luas
hidrologi meliputi pula berbagai bentuk air, termasuk transformasi antara keadaan cair, padat,
dan gas dalam atmosfir, di atas dan di bawah permukaan tanah. Di dalamnya tercakup pula air
laut yang merupakan sumber dan penyimpan air yang mengaktifkan kehidupan di planet bumi
ini.
Ruang lingkup hidrologi mencakup :
1. pengukuran, mencatat, dan publikasi data dasar.
2. deskripsi propertis, fenomena, dan distribusi air di daratan.
3. analisa data untuk mengembangkan teori-teori pokok yang ada pada hidrologi.
4. aplikasi teori-teori hidrologi untuk memecahkan masalah praktis.
MK. Hidrologi John Frans
2
Hidrologi bukanlah ilmu yang berdiri sendiri, tetapi ada hubungan dengan ilmu lain, seperti
meteorologi, klimatologi, geologi, agronomi kehutanan, ilmu tanah, dan hidrolika.
Menurut The International Association of Scientific Hydrology, hidrologi dapat dibagi menjadi:
1. Potamologi (Potamology), khusus mempelajari aliran permukaan (surface streams)
2. Limnologi (Limnology), khusus mempelajari air danau
3. Geohidrologi (Geohydrology), khusus mempelajari air yang ada di bawah permukaan
tanah (mempelajari air tanah = groundwater)
4. Kriologi (Cryology), khusus mempelajari es dan salju
5. Hidrometeorologi (Hydrometeorology), khusus mempelajari problema-problema yang
ada diantara hidrologi dan meteorologi.
Model Sederhana Siklus Hidrologi
MK. Hidrologi John Frans
3
1.2. Siklus Hidrologi a). Penguapan Proses perubahan air menjadi uap air disebut penguapan. Penguapan memerlukan energi
panas, misalnya api kompor. Penguapan di alam (penguapan air laut dan air yang ada di
daratan) terjadi dengan bantuan energi panas dari sinar matahari.
Pada penguapan air laut, garam yang terkandung dalam air laut tidak ikut diuapkan (tetap
tertinggal di laut). Jika uap air laut diembunkan akan diperoleh air tawar yang relatif murni.
b). Tingkat Penguapan
Tingkat penguapan bergantung pada dua faktor yang berbeda, yaitu:
Suhu udara Besar kandungan uap air yang terdapat di udara. Semakin tinggi suhu udara, semakin banyak uap air diserap oleh udara. Semakin kecil
persentase uap air di udara, semakin banyak uap air dapat diserap udara.
Suhu udara di padang pasir pada siang hari cukup tinggi, maka apa bila terdapat air permukaan
akan terjadi penguapan yang tinggi.
c). Bentuk Penguapan
Penguapan air dapat terjadi melalui tumbuhan maupun permukaan bumi. Penguapan air melalui
tumbuhan disebut transpirasi.
Dengan demikian terdapat dua bentuk penguapan air yang berbeda di alam:
Penguapan di permukaan bumi (dari lautan, daratan). Penguapan melalui tumbuhan (disebut transpirasi).
Gambar 1.1. Proses Penguapan
MK. Hidrologi John Frans
4
d). Kondensasi Uap Air Kondensasi merupakan proses kebalikan dari penguapan. Kondensasi uap air berarti proses
perubahan uap air menjadi air (proses pengembunan).
Di udara, kondensasi uap air terjadi jika:
Udara yang sudah jenuh uap air ditambah uap air atau zat lain Suhu udara yang jenuh uap air turun Uap air yang mengembun di udara membentuk tetes-tetes air yang sangat kecil dan dapat
dilihat sebagai awan di langit.
1.2. Tingkat Penguapan
Gambar 1.3. Bentuk Penguapan
MK. Hidrologi John Frans
5
e. Transportasi oleh Angin Udara yang mengandung uap air atau awan dapat terbawa angin ke tempat lain. Oleh karena itu
angin memiliki peran penting dalam menentukan daerah dimana hujan akan terjadi.
f). Hujan Tetes-tetes air hasil kondensasi terlalu kecil untuk dapat jatuh ke bumi, tetes-tetes air yang
sangat kecil ini mungkin akan menguap kembali.
Dengan bantuan transportasi angin, maka dapat diperkirakan bahwa sampai satu juta tetes-
tetes air yang sangat kecil tadi akan bertumpuk dan membentuk satu tetes air yang lebih besar.
Tetes-tetes air besar inilah yang dapat jatuh sampai ke permukaan bumi sebagai tetesan hujan.
Di daerah iklim sedang dengan ketinggian tertentu, kristal-kristal es bertumpuk dengan tetes-
tetes air yang sangat kecil tadi dan membentuk satu gumpalan es. Gumpalan es ini akan
meleleh pada waktu jatuh dan sampai ke bumi sebagai tetesan hujan.
Hujan lebih banyak terjadi di daerah pegunungan dibandingkan dengan dataran rendah, karena
suhu udara jenuh uap air, akan mengalami penurunan suhu setelah dibawa oleh angin dari
dataran rendah ke pegunungan.
Besarnya curah hujan di pegunungan ditambah dengan pepohonan yang lebat menyebabkan
ketersediaan air bersih di pegunungan relatif banyak.
Gambar 1.4. Transportasi oleh Angin
MK. Hidrologi John Frans
6
g). Peresapan Air Air hujan yang jatuh ke tanah tidak seluruhnya langsung mengalir sebagai air permukaan, tetapi
ada yang terserap oleh tanah. Peresapan air ke dalam tanah pada umumnya terjadi melalui dua
tahapan, yaitu infiltrasi dan perkolasi (gambar 2.10). Infiltrasi adalah gerakan air menembus
permukaan tanah masuk ke dalam tanah. Perkolasi adalah proses penyaringan air melalui pori-
pori halus tanah sehingga air bisa meresap ke dalam tanah.
Kedalaman air yang masuk ke tanah bergantung dari beberapa faktor, yaitu: jumlah air hujan,
porositas tanah, jumlah tumbuh-tumbuhan serta lapisan yang tidak dapat ditembus oleh air. Air
yang tertahan oleh lapisan kedap air (misalnya batu) membentuk air tanah. Air tersebut dapat
dimanfaatkan untuk kebutuhan sehari-hari.
Di daerah perkotaan yang padat penduduknya peresapan air kecil sekali, karena sebagian
besar lahan tanah tertutup/dilapis aspal atau dibeton dan perumahan dibangun dimana-mana,
sehingga luas tanah terbuka semakin sempit sehingga semakin sedikit pula dapat menyerap air.
Seharusnya beberapa tempat di kota dibiarkan terbuka sebagai tanah resapan air hujan.
Gambar 1.5. Peristiwa Kondensasi
Gambar 1.6. Air Hujan
MK. Hidrologi John Frans
7
h). Sumber-sumber Air di Alam Terbentuknya sumber - sumber air di alam mengalami serangkaian proses. Air hujan jatuh ke
tanah kemudian meresap ke dalam tanah. Sampai di kedalaman tertentu, air tersebut tertahan
oleh lapisan batu-batuan (lapisan kedap air), yang membendung air sehingga tidak terus
meresap ke bawah. Dari celah-celah bebatuan tersebut dapat kita temukan sumber air yang
jernih dan tidak tercemar.
h.1). Air Permukaan Air permukaan adalah air yang menggenang atau mengalir di permukaan tanah, misalnya
danau, sungai dan rawa-rawa.
Sungai merupakan pengumpulan dari tiga jenis limpasan, yaitu: limpasan permukaan, limpasan
di bawah permukaan dan limpasan air tanah, yang akhirnya akan kembali ke laut.
Gambar 1.7. Infiltrasi dan Perkolasi
MK. Hidrologi John Frans
8
1.3. Daur Hidrologi Siklus air atau daur hidrologi adalah pola sirkulasi air dalam ekosistem.
Gerakan air laut ke udara, kemudian jatuh ke permukaan tanah, dan akhirnya mengalir
ke laut lagi disebut Siklus Hidrologi (CD. Soemarto, 1999) . Siklus ini dapat dilukiskan secara
skematik seperti terlihat pada Gambar 1.10 dan 1.11.
Proses-proses dalam Siklus Air, adalah sebagai berikut: a. Penguapan, yaitu proses perubahan air menjadi uap air dengan bantuan energi panas dari
sinar matahari
b. Transpirasi, yaitu proses penguapan air yang terjadi melalui tumbuhan c. Kondensasi, yaitu proses perubahan uap air menjadi tetes-tetes air yang sangat kecil
(pengembunan)
Gambar 1.8. Proses Terbentuknya Sumber-sumber Air di Alam
Gambar 1.9. Air Permukaan
MK. Hidrologi John Frans
9
d. Transportasi, yaitu proses pengangkutan awan/uap air oleh angin menuju ke daerah tertentu yang akan kejatuhan hujan
e. Hujan, yaitu proses jatuhnya tetes-tetes air besar (tumpukan tetes-tetes air kecil hasil
kondensasi) sampai ke permukaan bumi
f. Infiltrasi, yaitu gerakan air hujan menembus permukaan tanah kemudian masuk ke dalam
tanah (Peresapan)
g. Perkolasi, yaitu proses penyaringan air melalui pori-pori halus tanah sehingga air dapat
meresap dalam tanah (Peresapan)
h. Aliran Air Dalam Tanah, yaitu air hujan yang meresap ke dalam tanah dan mengalir di atas
lapisan kedap air sampai muncul kembali di permukaan tanah sebagai mata air, atau
mengalir hingga ke laut.
i. Aliran Air Permukaan, yaitu air hujan yang tidak meresap ke dalam tanah melainkan
menggenang atau mengalir di permukaan tanah.
Aliran Air Tanah
Hujan
Evaporasi dari laut
Evaporasi dari daratan
Limpasan Permukaan
Permukaan phreatik (muka air tanah)
Transpirasi
Evaporasi dari air permukaan
Awan
Gambar 1.10. Siklus Hidrologi
MK. Hidrologi John Frans
10
Gambar 1.11. Siklus Air
MK. Hidrologi John Frans
11
Siklus hidrologi merupakan suatu sistim yang tertutup, dalam arti bahwa pergerakan air
pada sistim tersebut selalu tetap berada di dalam sistimnya. Siklus hidrologi terdiri dari enam
sub sistim yaitu :
a. air di atmosfir
b. aliran permukaan
c. aliran bawah permukaan
d. aliran air tanah
e. aliran sungai/saluran terbuka
f. air di lautan dan air genangan
Air di lautan dan genangan (danau, rawa, waduk), oleh karena adanya radiasi matahari
maka air tersebut akan menguap ke dalam atmosfir. Uap air akan berubah menjadi hujan
karena proses pendinginan (kondensasi). Sebagian air hujan yang jatuh di permukaan bumi
akan menjadi aliran permukaan. Aliran permukaan sebagian meresap ke dalam tanah menjadi
aliran bawah permukaan melalui proses infiltrasi dan perkolasi, selebihnya akan berkumpul di
dalam jaringan alur (sungai alam atau buatan) menjadi aliran sungai atau saluran terbuka dan
mengalir kembali ke laut. Sebagian air hujan yang tertahan oleh tumbuh-tumbuhan dan
sebagian lagi yang jatuh langsung ke dalam laut dan danau akan menguap kembali ke atmosfir.
Sebagian dari air bawah permukaan kembali ke atmosfir melalui proses penguapan dan
transpirasi oleh tanaman dan sebagian lagi menjadi aliran air tanah melalui proses perkolasi,
dan mengalir ke lautan.
1.4. Sifat-Sifat Air Air berubah ke dalam tiga bentuk/sifat menurut waktu dan tempat, yakni air sebagai
bahan padat, air sebagai cairan dan air sebagai uap seperti gas. Umumnya benda menjadi kecil
jika suhu menjadi rendah. Tetapi air mempunyai volume yang minimum pada suhu 4 C. Lebih rendah dari 4C, volume air itu menjadi agak besar. Pada pembekuan, volume es menjadi 1/11 kali lebih besar dari volume air semula.
Mengingat es mengambang di permukaan air (karena es lebih ringan dari air), maka
keseimbangan antara air dan es dapat dipertahankan oleh pembekuan dan pencairan. Jika es
lebih berat dari air, maka es itu akan tenggelam ke dasar laut atau danau dan makin lama makin
menumpuk yang akhirnya akan menutupi seluruh dunia.
MK. Hidrologi John Frans
12
1.5. Siklus dan Neraca Air Proses sirkulasi air pada Gambar 1.2 merupakan hubungan antara aliran ke dalam
(inflow) dan aliran ke luar (outflow) pada suatu daerah dalam periode waktu tertentu. Hal ini
dapat dikatakan atau disebut dengan neraca air.
Hubungan Keseimbangan ini adalah sebagai berikut :
P = D + E + G + M ............................................................................... (1.1)
Dimana :
P = Presipitasi
D = Debit
E = Evaporasi
G = Penambahan (supply) air ke tanah
M = Penambahan kadar kelembababan tanah
Air Keluar
Presipitasi
Uap Air Curah Hujan
Air Permukaan
Kelembababan Tanah dan Air Tanah
Perkolasi
Evaporasi (penguapan)
Evaporasi (penguapan)
Presipitasi
Presipitasi
Limpasan
Perkolasi
Gambar 1.2. Sirkulasi Air
MK. Hidrologi John Frans
13
Pengenalan Istilah-istilah Hidrologi a. Presipitasi
Hujan (presipitasi) merupakan masukan utama dari daur hidrologi dalam DAS. Dampak kegiatan
pembangunan terhadap proses hidrologi sangat dipengaruhi intensitas, lama berlangsungnya,
dan lokasi hujan. Karena itu perencana dan pengelola DAS harus memperhitungkan pola
presipitasi dan sebaran geografinya.
b. Intersepsi
Hujan yang jatuh di atas tegakan pohon sebagian akan melekat pada tajuk daun maupun
batang, bagian ini disebut tampungan/simpanan intersepsi yang akhirnya segera menguap.
Besar kecilnya intersepsi dipengaruhi oleh sifat hujan (terutama intensitas hujan dan lama
hujan), kecepatan angin, jenis pohon (kerapatan tajuk dan bentuk tajuk). Simpanan intersepsi
pada hutan pinus di Italia utara sekitar 30% dari hujan (Allewijn, 1990). Intersepsi tidak hanya
terjadi pada tajuk daun bagian atas saja, intersepsi juga terjadi pada seresah di bawah pohon.
Intersepsi akan mengurangi hujan yang menjadi run off.
c. Throughfall, Crown drip, Steamflow
Hujan yang jatuh di atas hutan ada sebagian yang dapat jatuh langsung di lantai hutan melalui
sela-sela tajuk, bagian hujan ini disebut throughfall. Simpanan intersepsi ada batasnya,
kelebihannya akan segera tetes sebagai crown drip. Steamflow adalah aliran air hujan yang
lewat batang, besar kecilnya stemflow dipengaruhi oleh struktur batang dan kekasaran kulit
batang pohon.
d. Infiltrasi dan Perkolasi
Proses berlangsungnya air masuk ke permukaan tanah kita kenal dengan infiltrasi, sedang
perkolasi adalah proses bergeraknya air melalui profil tanah karena tenaga gravitasi. Laju
infiltrasi dipengaruhi tekstur dan struktur, kelengasan tanah, kadar materi tersuspensi dalam air
juga waktu.
e. Kelengasan Tanah
Kelengasan tanah menyatakan jumlah air yang tersimpan di antara pori-pori tanah. Kelengasan
tanah sangat dinamis, hal ini disebabkan oleh penguapan melalui permukaan tanah, transpirasi,
MK. Hidrologi John Frans
14
dan perkolasi. Pada saat kelengasan tanah dalam keadaan kondisi tinggi, infiltrasi air hujan
lebih kecil daripada saat kelengasan tanah rendah. Kemampuan tanah menyimpan air
tergantung dari porositas tanah.
f. Simpanan Permukaan (Surface Storage)
Simpanan permukaan ini terjadi pada depresi-depresi pada permukaan tanah, pada perakaran
pepohonan atau di belakang pohon-pohon yang tumbang. Simpanan permukaan menghambat
atau menunda bagian hujan ini mencapai limpasan permukaan dan memberi kesempatan bagi
air untuk melakukan infiltrasi dan evaporasi.
g. Runoff Runoff
Adalah bagian curahan hujan (curah hujan dikurangi evapotranspirasi dan kehilangan air
lainnya) yang mengalir dalam air sungai karena gaya gravitasi; airnya berasal dari permukaan
maupun dari subpermukaan (sub surface). Runoff dapat dinyatakan sebagai tebal runoff, debit
aliran (river discharge) dan volume runoff.
Komponen Runoff
C. Penutup Soal-Soal :
1. Jelaskan pengertian dari hidrologi !
2. Jelaskan tentang siklus hidrologi !
3. Jelaskan pengertian dari :
a. Kondensasi
b. Transpirasi
4. Sebutkan enam sub system dari siklus hidrologi!
5. Jelaskan hubungan antara sirkulasi air dan neraca air !
MK. Hidrologi John Frans
15
Daftar Pustaka Soemarto,C.D.,1999, Hidrologi Teknik , Erlangga, Jakarta
Sosrodarsono, 2003, Hidrologi untuk Pengairan, Departemen pekerjaan Umum dan Tenaga
Listrik.
Daftar Istilah
Hidrologi
Siklus hidrologi
Presipitasi
Atmosfir
Kondensasi
Inflow
Outflow
Neraca Air
Debit
Evaporasi
Evapotranspirasi
MK. Hidrologi John Frans
15
BAB II ELEMEN-ELEMEN METEOROLOGI
A. Pendahuluan Pada bab ini akan dipelajari tentang pengertian dari presipitasi, proses terjadinya presipitasi,
cara pengamatan/pengukuran curah hujan serta proses terjadinya dan pengamatan/pengukuran
pada evaporasi dan evapotranspirasi.
Tujuan yang ingin dicapai (TIK) setelah mengikuti materi ini adalah mahasiswa akan dapat :
a. Menjelaskan pengertian presipitasi dengan benar.
b. Menyebutkan dan menjelaskan cara pengukuran curah hujan dengan baik.
c. Menerangkan pengertian evaporasi dengan benar.
d. Menyebutkan dan menjelaskan cara pengukuran evaporasi dengan baik.
e. Menghitung besarnya evaporasi berdasarkan contoh soal dengan benar.
f. Menerangkan pengertian evapotranspirasi dengan benar.
g. Menyebutkan dan menjelaskan cara pengukuran evapotraspirasi dengan baik.
B. Penyajian 2.1. Presipitasi Presipitasi adalah nama umum dari uap yang mengkondensasi dan jatuh ke tanah
berupa salju, hujan, hujan es dan lain-lain. Presipitasi yang ada di bumi ini berupa :
a. Hujan , merupakan bentuk yang paling penting.
b. Embun, merupakan hasil kondensasi di permukaan tanah atau tumbuh-tumbuhan dan
kondesasi di dalam tanah.
c. Kondensasi, di atas lapisan es terjadi jika ada massa udara panas yang bergerak di atas
lapisan es.
d. Kabut, pada saat terjadi kabut, partikel-partikel air diendapkan di atas permukaan tanah
dan tumbuh-tumbuhan.
e. Salju dan es.
Salah satu bentuk presipitasi yang terpenting di Indonesia adalah hujan. Maka
pembahasan mengenai presipitasi ini selanjutnya hanya dibatasi pada hujan saja. Ada 5 buah
unsur yang ditinjau, yaitu :
MK. Hidrologi John Frans
16
a. Intensitas I, adalah laju curah hujan = tinggi per satuan waktu, misalnya mm/menit,
mm/jam, mm/hari.
b. Lama waktu atau durasi t, adalah lamanya curah hujan terjadi dalam menit atau jam.
c. Tinggi hujan d, adalah banyaknya atau jumlah hujan yang dinyatakan dalam ketebalan
air di atas permukaan datar, dalam mm.
d. Frekuensi, adalah frekuensi kejadian terjadinya hujan, biasanya dinyatakan dengan
waktu ulang (return period) T.
e. Luas, adalah luas geografis curah hujan A, dalam km2.
Hubungan antara intensitas, durasi dan tinggi hujan dinyatakan sebagai berikut :
d = =i
idti0
t (2.1)
Intensitas rata-rata i dirumuskan sebagai berikut :
tdi = (2.2)
2.2.1. Alat Ukur Sistem pengukuran di lapangan seringkali sulit dilakukan secara manual oleh manusia. Untuk
keperluan ini maka dibutuhkan suatu instrumentasi yang reliable untuk jangka waktu cukup lama
dengan melakukan pengukuran berulangulang secara periodik. Pengukuran parameter -
parameter yang berlainan dalam satu waktu bersamaan memerlukan suatu integrasi dari
keseluruhan sistem pengukuran kedalam suatu data kolektor. Pada sistem yang lebih luas data
ini harus digabungkan pada suatu sistem data base terpusat. Dengan sistem ini maka dapat
dihasilkan interpretasi untuk decision support system yang menyeluruh tentang data cuaca.
Implementasinya antara lain : menentukan pola cocok tanam sistem pengairan pada pertanian;
monitoring sistem irigasi dan bendungan; pemantauan muka air tanah perkotaan; pengendalian
banjir dan bencana; dan lain sebagainya.
Beberapa pengukuran parameter hidrologi antara lain :
1. Water level
2. Water flow
Beberapa pengukuran parameter klimatologi antara lain :
1. Precipitation
2. Evaporation
MK. Hidrologi John Frans
17
3. Air flow
4. Moist & Temperature
5. Radiation
1. Water level Pengukuran ketinggian permukaan air digunakan antara lain pada sungai, danau, laut dan
permukaan air tanah. Metoda yang digunakan antara lain :
1.1 Shaft encoder Ketinggian permukaan air diukur menggunakan pelampung yang digantung dengan tali dan
pemberat.
MK. Hidrologi John Frans
18
1.2 Depth Level Ketinggian permukaan air diukur menggunakan sensor tekanan dengan asumsi hukum
Archimides, bahwa tekanan di bawah permukaan air (p) akan sebanding dengan kedalaman (h)
dari permukaan air (p = g h) dengan adalah berat jenis air.
2. Water flow Pengukuran kecepatan aliran air digunakan untuk mengukur besarnya debet air yang mengalir
pada suatu aliran air. Metoda yang digunakan antara lain :
2.1 Propeller Kecepatan aliran air diukur menggunakan baling-baling (propeller) yang dikonversikan menjadi
kecepatan putaran.
MK. Hidrologi John Frans
19
2.2 Wing pressure Kecepatan aliran air diukur menggunakan sayap (wing) yang menyerupai bentuk sayap pada
pesawat terbang. Semakin cepat aliran fluida yang lewat melalui sayap, maka semakin kuat
tekanan ke atas yang dikenakan pada sayap ini. Sehingga kecepatan aliran dikonversikan
langsung oleh sensor tekanan.
MK. Hidrologi John Frans
20
2.3 Flow pressure Aliran air diarahkan oleh selinder berupa corong (guide).
Setelah aliran cukup constant dan rata (luminer), maka
kemudian aliran air ini dikonversikan oleh presure meter
dengan luas permukaan yang telah ditentukan.
3. Precipitation Pengukuran curah hujan digunakan untuk mengetahui besarnya kapasitas atau volume
penyediaan sumber air hujan selama kurun waktu tertentu. Metoda yang digunakan antara lain:
3.1 Water drop Kapasitas curah hujan diukur menggunakan penghitungan tetesan air. Sebelum tetesan air
dihitung, air hujan ini ditampung dalam suatu container dengan standar collecting surface.
Dibawah container ini terdapat water dropper sehingga besarnya tetesan air bisa dijaga tetap
konstan.
3.2 Tipping bucket Kapasitas curah hujan diukur menggunakan penghitungan jumlah tumpahan pada
penampung berayun (tipping bucket). Pada alat ini terdapat dua wadah yang diisi
bergantian. Setiap kali wadah terisi penuh maka alat ini akan tumpah pada satu sisinya.
MK. Hidrologi John Frans
21
3.3 Collector chamber Kapasitas curah hujan diukur menggunakan penghitungan jumlah pengurasan volume air
yang ditampung pada wadah (chamber) dengan volume tertentu. Setiap wadah tersebut
terisi penuh, air akan dibuang secara otomatis oleh gaya berat air pada penguras
(flusher).
MK. Hidrologi John Frans
22
4.1 Evaporation pan Kapasitas penguapan air diukur menggunakan penghitungan laju pengurangan volume air
dalam suatu bak (pan) standar akibat pemanasan global. Volume dan berat jenis air
dikonversikan oleh sensor ketinggian air untuk mengukur volume yang simultan dengan sensor
berat untuk mengukur berat air di dalam bak standar.
4.2 Blotting paper Kapasitas penguapan air diukur menggunakan penghitungan laju pengurangan volume air dalam
suatu gelas ukur yang diletakan diatas kertas serap (absorbent paper). Luas kertas serap yang digunakan
berfungsi sebagai media penguapan.
5. Wind Speed & Direction Pengukuran kecepatan dan arah angin digunakan untuk mengetahui probabilitas
klimatologi aliran kalor dan curah hujan. Metoda yang digunakan antara lain :
MK. Hidrologi John Frans
23
5.1 Flap & Propeller Kecepatan aliran udara (angin) diukur menggunakan baling-baling (propeller), sedangkan arah
angin diukur menggunakan sirip pengarah (flap).
5.2 Ultrasonic array Kecepatan aliran udara (angin) diukur menggunakan sensor tekanan yang sensitif
terhadap aliran udara. Sensor ini menggunakan piezzo keramic sebagai sensor ultra
sonic. Empat buah sensor disusun secara aray dalam empat arah. Masing-masing arah
akan membentuk suatu vektor kecepatan.
MK. Hidrologi John Frans
24
6. Humidity & Temperature Pengukuran suhu dan kelembaban udara digunakan untuk mengetahui probabilitas klimatologi
aliran kalor dan curah hujan. Metoda yang digunakan antara lain :
6.1 Thermistor & Capacitive Suhu diukur menggunakan thermistor PT-100, yang memiliki respon cukup linear dalam jangka
pengukuran temperatur udara. Kelembaban diukur oleh sepasang keping logam sebagai
kapasitor yang dikonversikan oleh frekuensi pada suatu tangki osilator. Sensor-sensor ini
ditempatkan dalam sirip pelindung untuk mengeliminasi pengaruh atau ganguan cuaca dan
radiasi yang mempengaruhi sistem pengukuran
6.2 Integrated Chip Suhu dan kelembaban diukur menggunakan sensor yang sudah standard dan dengan ketelitian yang
cukup baik. Sensor ini sudah diproduksi dalam suatu chip dengan data keluaran berupa digital. Sehingga
pengukuran selanjutnya dapat dilakukan secara elektronik.
MK. Hidrologi John Frans
25
7. Radiation Pemantauan aktifitas penyinaran matahari digunakan untuk mengetahui pengaruh terhadap
cuaca yang berdampak secara umum. Metoda yang digunakan antara lain :
7.1 Photo Sensitive Intensitas cahaya diukur menggunakan sensor resistif atau semikonduktor peka cahaya.
Permukaan luar sensor dilapisi kaca lengkung untuk pelindung air, debu dan ganguan kotoran.
MK. Hidrologi John Frans
26
7.2 Thermocouples Radiasi panas diukur menggunakan thermocouple. Bagian atas digunakan untuk mengukur
radiasi global, sedangkan bagian bawah digunakan untuk mengukur radiasi pantul dari tanah.
Selain beberapa parameter pengukuran pada komponen air dan udara, seperti telah disebutkan
di atas, maka pada tanah pun dapat dilakukan beberapa pengukuran antara lain : Soil
temperature, Saturation Potential, Resistivity, Thermal Coductivity dan sebagainya dapat
ditambahkan sebagai data pelengkap pada sistem pengukuran global.
8. Data acquisition & Transmission Pengukuran beberapa parameter meteorologi, hidrology, klimatologi dan sebagainya dilakukan
oleh masing-masing sensor dengan menggunakan microcontroller sehingga data langsung
diubah menjadi data digital dengan standar komunikasi RS-485. Data ini dikirimkan menuju data
recorder (logger) melalui media kabel (wire) atau bahkan modem radio, tergantung jarak sensor
terhadap data recorder.
MK. Hidrologi John Frans
27
Seluruh instrumen pengukuran menggunakan power suplay dari battery 12V atau dapat pula
dengan bantuan sollar panel sebagai alat pengisi daya. Rekaman data pada data recorder
disimpan dalam memory card (MMC) atau dapat pula diambil melalui pheripheral USB sebagai
alat komunikasi yang cukup umum dipakai saat ini.
Secara optional, fasilitas pengambilan data dapat pula dilakukan secara telemetri. Cara ini
dilakukan dengan menggunakan sarana telepon (fix phone atau sellular) apabila di daerah titik
pengamatan sudah memiliki jaringan telepon. Jaringan telepon sellular yang digunakan
biasanya adalah jaringan GSM atau bahkan CDMA dan GPRS.
MK. Hidrologi John Frans
28
Selain untuk mendapatkan informasi data pengukuran, fasilitas ini pun digunakan untuk
memeriksa keadaan seluruh sistem pengukuran, yaitu untuk memonitor availability masing-
masing unit pengukuran. Contoh sederhana adalah mengetahui kondisi setiap battery, kabel,
dan sebagainya.
Penggunaan telemetri melalui telepon sellular ataupun fix phone (PSTN) dapat digunakan
secara simultan atau bergantian, tergantung cakupan jaringan yang tersedia di lokasi tempat
pengukuran.
2.1.1. Pengukuran Curah Hujan Dalam praktek kita mengenal 2 macam alat untuk mengukur curah hujan yaitu penakar
hujan dan pencatat hujan.
MK. Hidrologi John Frans
29
a. Penakar hujan
1) Penakar hujan biasa
Penempatan alat ukur ini pada tempat terbuka yang tidak dipengaruhi oleh
pohon-pohon atau gedung-gedung. Gambar 2.1 memperlihatkan alat ukur curah
hujan biasa, yang pada bagian atas alat ini dipasang 20 cm lebih tinggi dari
permukaan tanah yang sekelilingnya ditanami rumput. Alat ini terdiri dari tabung,
corong penangkap hujan (diameter bukaan 20 cm), pengukur dan gelas ukur.
Gambar 2.1. Alat penakar hujan biasa
Air hujan masuk melalui corong penangkap dan masuk ke dalam gelas ukur yang
diletakkan di dalam tabung untuk menerima air hujan yang meluap. Ketelitian
dalam pembacaan 1/10 mm. Pembacaan dilakukan 1 x 24 jam dan hasil
pembacaan dicatat sebagai curah hujan terdahulu. Curah hujan kurang dari 0,1
mm dicatat 0,00 mm dan untuk membedakan tidak ada curah hujan, daftar curah
hujan ditandai dengan (-).
2) Penakar hujan rata tanah
Alat penakar hujan rata tanah, dibuat dengan tujuan penangkapan maksimum
seperti pada Gambar 2.2. Di sekitar alat penakar harus diberi grill dan brush.
Grill adalah semacam sarang terbuat dari logam yang gunanya untuk mencegah
tumbuhnya rumput atau tanaman penganggu. Sedangkan brush adalah lapisan
lunak yang terbuat dari pasir atau sintel, berupa bubukan sisa pembakaran batu
bara, gunanya untuk mencegah percikan (cipratan) air agar tidak masuk ke
dalam penakar. Luas penakar A dibuat sama luas dengan permukaan corong
biasa. Jenis ini berhasil baik digunakan sebagai pembanding terhadap penakar
biasa.
corong
penampung
keran
gelas ukur
MK. Hidrologi John Frans
30
Gambar 2.2. Penakar hujan rata tanah
b. Pencatat hujan
1) Pencatat jungkit (tipping bucket)
Pencatat jungkit dibagi dalam 2 ruangan yang diatur sedemikian rupa jika satu
terisi kemudian menjungkit dan menjadi kosong, lalu menyebabkan ruangan
lainnya berada di posisi yang akan diisi oleh corong. Setiap jungkit menunjukkan
suatu tinggi hujan d. Pencatatannya secara otomatis dan bertahap.
Gambar 2.3. Pencatat Jungkit
2) Pencatat pelampung
Curah hujan yang tertangkap corong (1) tertumpah ke dalam penanmpung (2).
Dengan terisinya penampung maka penampung (3) akan terangkat. Pelampung
dihubungkan dengan alat penulis yang dapat membuat grafik pada drum
pencatat yang diputar dengan pertolongan pegas jam (4). Jika pencatatannya
mencapai d = 10 m, air dalam penampung akan tersedot keluar oleh sifon (5),
sehingga penampung menjadi kosong yang sekaligus membawa alat penulis
turun ke posisi nol.
grill brush
corong
penampung
corong
sumbu
MK. Hidrologi John Frans
31
Gambar 2.4. Pencatat pelampung
2.2. Evaporasi Penguapan (evaporation) adalah proses perubahan dari molekul air dalam bentuk zat
cair ke dalam bentuk gas. Evaporasi sangat mempengaruhi debit sungai, besarnya kapasitas
waduk, besarnya kapasitas pompa untuk irigasi, penggunaan konsumtif untuk tanaman dan lain-
lain.
Besarnya faktor meteorologi yang mempengaruhi besarnya evaporasi adalah :
a. Radiasi matahari, perubahan dari keadaan cair menjadi gas ini memerlukan energi
berupa panas laten untuk evaporasi.
b. Angin, jika air menguap ke atmosfir maka lapisan batas antara permukaan tanah dan
udara menjadi jenuh oleh uap air sehingga proses penguapan berhenti. Agar proses
tersebut dapat berjalan terus, lapisan jenuh harus diganti dengan udara kering yang
terjadi jika ada angin.
c. Kelembaban relatif, jika kelembaban relatif naik maka kemampuan udara untuk
menyerap air akan berkurang sehingga laju evaporasinya menurun.
d. Suhu, jika suhu udara dan tanah cukup tinggi maka proses evaporasi berjalan lebih
cepat.
1
2
4
3
5
Keterangan : 1 = corong 2 = penampung 3 = pelampung 4 = drum pencatat 5 = sifon
MK. Hidrologi John Frans
32
2.2.1. Pengukuran Evaporasi Ada beberapa alat ukur yang bisa digunakan antara lain :
a. Atmometer
Atmometer adalah alat standar untuk mengukur evaporasi dari permukaan basah. Alat
ini digunakan untuk tujuan-tujuan klimatologis guna mengetahui kemampuan mongering
udara. Permukaan basah diberikan oleh benda berpori yang dibasahi air, yang
ditempatkan dalam suatu wadah. Ada beberapa jenis atmometer yaitu :
1) Atmometer Piche
2) Atmometer Livingstone
3) Atmometer Black Bellani
b. Panci penguapan
Panci evaporasi dibuat untuk meniru kondisi evaporasi permukaan air bebas. Panci
evaporasi dapat dipasang dengan posisi sebagai berikut :
1) di atas permukaan tanah
2) ditanam dalam tanah
3) mengambang di atas air
c. Mengukur radiasi matahari
Kebanyakan stasiun pencatat meteorologi dilengkapi dengan radiometer untuk
mengukur gelombang pendek radiasi yang masuk dari matahari/angkasa dan radiasi
netto yang dipantulkan. Radiasi netto ini sangat penting untuk studi tentang evaporasi.
d. Mengukur kecepatan angin
Kecepatan angin diukur dengan anemometer, sedangkan arah angin dengan kipas.
2.2.2. Penghitungan Evaporasi Rumus empiris Penman untuk menghitung evaporasi :
)100
1)((35,0 VeeE da += (2.3) keterangan : E = evaporasi (mm/hari) ea = tekanan uap jenuh pada suhu rata-rata harian (mm/Hg)
ed = tekanan uap sebenarnya (mm/Hg)
V = kecepatan angin pada ketinggian 2 m di atas permukaan tanah (mile/hari)
MK. Hidrologi John Frans
33
Tabel 2.1. Tabel tekanan uap jenuh
0C p(mm/Hg) -60 -40 -20 -10 -1
0 (air+es+uap) 10 20 30 40 50 60 80
100 110 125 200 250 300 350
0,0008 0,096 0,783 1,964 4,220 4,580 9,21
17,55 31,86 55,40 92,6
149,6 355,4
760,0 (1 atm) 1074 1740
11650 29770 64300
123710
Contoh :
Suhu bola kering 30C, suhu bola basah 26C, kelembaban relatif 68% dan kecepatan angin 1 m/dt.
Penyelesaian :
Suhu bola kering 30C, dari Tabel 2.1 diperoleh tekanan uap jenuh pada suhu rata-rata harian, ea = 31,86 mm/Hg.
Tekanan uap sebenarnya, ed = 31,86 mm/Hg x 68% = 21,65 mm/Hg.
Kecepatan angin = {1 m/dt x 24 jam x 60 menit x 60 detik}/1600 m/mile = 54 mile/hari
Diperoleh besarnya evaporasi E :
harimmE
VeeE da
/5)100541)(65,2186,31(35,0
)100
1)((35,0
=+=
+=
MK. Hidrologi John Frans
34
2.3. Evapotranspirasi Evapotranspirasi (evapotranspiration) adalah penguapan yang terjadi dari permukaan
lahan yang tertutup dengan tumbuhan. Jumlah kadar air yang hilang dari tanah oleh
evapotranspirasi tergantung pada :
a. persediaan air yang cukup (hujan dan lain-lain)
b. faktor-faktor iklim seperti suhu, kelembaban dan lain-lain.
c. tipe dan cara kultivasi tumbuh-tumbuhan tersebut.
2.3.1. Penghitungan Evapotranspirasi Ada beberapa metode yang dipakai untuk menghitung besarnya evapotranspirasi atau
memperkirakan besarnya evapotranspirasi, antara lain :
a. Cara Blaney Criddle yang dirubah :
100)813.7,45(. += tPKU (2.4)
keterangan :
K = Kt x Kc
Kt = 0,0311t + 0,240
U = banyaknya evapotranspirasi bulanan (mm)
t = suhu udara rata-rata bulanan (C) Kc = koefisien tanaman bulanan
P = persentase jam siang bulanan dalam setahun (%)
b. Cara Thornthwaite
e = c. ta (2.5)
keterangan :
e = evapotranspirasi potensial bulanan (cm/bulan)
c dan a= koefisien yang tergantung dari tempat
t = suhu udara rata-rata bulanan (C) a = 0,000000675 I3 0,0000771 I2 + 0,01792 I + 0,49239 (2.6)
=
=12
1
514,1
5itI (2.7)
I adalah jumlah 12 bulan dari suhu udara rata-rata bulanan dibagi 5.
MK. Hidrologi John Frans
35
C. Penutup Soal Soal : 1. Jelaskan pengertian dari presipitasi !
2. Sebut dan jelaskan cara pengukuran curah hujan !
3. Jelaskan pengertian evaporasi dan evapotranspirasi !
4. jelaskan cara pengukuran/pengamatan evaporasi dengan panci evaporasi !
5. Diketahui suhu bola kering 20C, tekanan uap jenuh pada suhu rata-rata 17,55, suhu bola basah 27C, kelembaban relatif 64% dan kecepatan angin 1 m/dt. Hitung besarnya evaporasi !
Daftar Pustaka
Soemarto,C.D.,1999, Hidrologi Teknik , Erlangga, Jakarta
Sosrodarsono, 2003, Hidrologi untuk Pengairan, Departemen pekerjaan Umum dan Tenaga
Listrik.
Daftar Istilah Meteorologi
Uap
Gas
Frekuensi
Grill
Brush
Sifon
Transpirasi
Kelembaban
MK. Hidrologi JFK
36
BAB III. INFILTRASI DAN PERKOLASI
A. Pendahuluan Pada bab ini akan dipelajari tentang pengertian infiltrasi dan perkolasi serta cara pengukuran
kapasitas infiltrasi.
Tujuan yang ingin dicapai (TIK) setelah mengikuti materi ini adalah mahasiswa akan dapat :
a. Menjelaskan pengertian infiltrasi dan perkolasi dengan benar.
b. Menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi daya infiltrasi dengan benar.
c. Menentukan kapasitas infiltrasi dengan benar.
B. Penyajian 3.1. Pengertian Infiltrasi dan Perkolasi Infiltrasi adalah perpindahan air dari atas ke dalam permukaan tanah. Kebalikan dari infiltrasi adalah rembesan (seepage).
Perkolasi adalah gerakan air ke bawah dari zona tidak jenuh, yang terletak di antara permukaan
tanah sampai ke permukaan air tanah (zona jenuh). Daya infiltrasi f adalah laju infiltrasi
maksimum yang dimungkinkan, yang ditentukan oleh kondisi permukaan, termasuk lapisan atas
tanah. Besarnya daya infiltrasi f dinyatakan dalam mm/jam atau mm/hari. Daya perkolasi p
adalah laju perkolasi maksimum yang dimungkinkan, yang besarnya dipengaruhi oleh kondisi
tanah dalam zona tidak jenuh, yang terletak di antara permukaan tanah dengan permukaan air
tanah.
Untuk memperjelas arti fp dan pp diperlihatkan pada Gambar 3.1. dan Gambar 3.2. di
bawah ini.
kerikil
Tanah liat
Muka air tanah
Tanah liat
kerikil
Muka air tanah
Gambar 3.1. Gambar 3.2.
MK. Hidrologi JFK
37
Gambar 3.1. akan menghasilkan daya infiltrasi yang besar, tetapi daya perkolasinya
kecil, karena lapisan atasnya terdiri dari lapisan kerikil yang mempunyai permeabilitas tinggi dan
lapisan bawahnya terdiri dari lapisan tanah liat yang relatif kedap air. Sedangkan Gambar 3.2.
akan menghasilkan daya infiltrasi yang kecil tetapi daya perkolasinya tinggi, karena lapisan
atasnya terdiri dari lapisan kedap air dan lapisan bawahnya tiris.
3.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Infiltrasi Faktor-faktor yang mempengaruhi infiltrasi adalah :
a. Dalamnya genangan di atas permukaan tanah dan tebal lapisan yang jenuh
b. Kelembaban tanah
c. Pemampatan oleh curah hujan
d. Penyumbatan oleh bahan-bahan yang halus
e. Pemampatan oleh orang dan hewan
f. Struktur tanah
g. Tumbuh-tumbuhan
h. Udara yang terdapat dalam tanah
3.3. Penentuan Kapasitas Infiltrasi Untuk penentuan kapasitas infiltrasi dapat digunakan cara dengan menggunakan alat
ukur infiltrasi dan cara dengan menggunakan analisa dari hidrograf. Cara yang pertama adalah
cara mengukur laju infiltrasi. Air dituangkan pada suatu bidang pengujian yang kecil dengan
menggunakan alat ukur infiltrasi. Cara ini hanya cocok untuk pengujian perbandingan yang
dilaksanakan dengan membatasi beberapa buah factor yang mempengaruhi kapasitas
infiltrasi.Untuk cara kedua, jika terdapat data yang teliti mengenai variasi intensitas curah hujan
dan data yang kontinu dari limpasan yang terjadi, maka kapasitas infiltrasi dapat diperoleh
dengan ketelitian yang cukup tinggi. Dengan kapasitas infiltrasi yang diperoleh ini, maka
hidrograf dari dari limpasan yang disebabkan oleh suatu curah hujan yang terjadi pada kondisi
yang sama dalam daerah pengaliran itu dapat ditentukan dengan ketelitian yang baik.
Di sini diperlihatkan modifikasi cara perhitungan kurva f dalam daerah pengaliran yang
kecil antara 1 sampai 10 ha yang disarankan oleh Dr. W.W. Horner dan Dr. L.L. Loyd.
MK. Hidrologi JFK
38
Tabel 3.1. Data Curah Hujan
Waktu Jam (menit)
Curah Hujan (mm)
Intensitas Curah Hujan (mm/jam)
5.43 - 5.48 5 1.3 15.7 5.48 5.50 2 1.8 53.6 5.50 5.55 5 4.8 57.7 5.55 5.57 2 2.0 60.5 5.57 6.00 3 0.5 10.4 6.00 6.06 6 4.3 42.7 6.06 6.12 6 1.8 17.8 6.12 6.38 26 - -
Waktu Jam (menit)
Curah Hujan (mm)
Intensitas Curah Hujan (mm/jam)
6.38 6.44 6 5.2 52.1 6.44 6.50 6 1.5 15.0 6.50 7.00 10 0.8 4.8
Sumber : Sosrodarsono, Hidrologi,2003
Tabel 3.2. Data Pengukuran Debit
Waktu Debit (m3/dt)
Catatan Waktu Debit (m3/dt)
Catatan
5.55 0.00 Permulaan debit 6.29 0.001 .57 .015 .35 .001 .58 .033 .40 - Akhir debit
6.01 .062 Debit puncak .43 - Permulaan debit .03 .043 .44 .003 .05 .029 .46 .035 .06 .024 .47 .076 .07 .031 .49 .085 Puncak debit .08 .042 .51 .067 .10 .058 Debit puncak .54 .051 .12 .051 .57 .029 .13 .036 7.00 .020 .16 .023 .04 .010 .20 .007 .09 .005 .24 .003 .14 .001
Sumber : Sosrodarsono, Hidrologi,2003
MK. Hidrologi JFK
39
Contoh Soal Pengukuran Infiltrasi :
Percobaan infiltrasi dilakukan dari sebuah plot dengan ukuran 4 m x 12,5 m. Setelah tercapai
keseimbangan ternyata run-off telah konstan sebesar 0,5 liter/dtk. Intensitas hujan buatan 50
mm/jam.
Pertanyaan :
a. Berapakah run-off dalam mm/jam
b. Berapakah fc (ultimate infiltration capacity) dalam mm/jam
c. Berapakah detensi permukaan apabila run-off setelah hujan berhenti sebagai berikut
Waktu (menit) Run-off (ltr/dtk)
0 0,50
5 0,25
10 0,13
15 0,05
20 0,00
Asumsi : dapat dimisalkan bahwa perbandingan antara run-off dan infiltrasi sesudah hujan
berhenti = pada saat hujan berhenti.
Penyelesaian
Intensitas hujan buatan = 50 mm/jam
Luas plot = 4 x 12,5 = 50 m2
Debit hujan yang jatuh di atas plot = 50.10-3 m/jam x 50 m2
= 2,5 m3/jam
= 0,6944 ltr/dt
Setelah balance(seimbang) run-off = 0,5 ltr/dt
Maka :
a. Run-off = 6944,050,0
x 50 mm/jam = 36 mm mm/jam
b. Kapasitas infiltrasi = fc
= intensitas runoff
= 50 36 = 14 mm/jam
= 0,1944 ltr/dtk
MK. Hidrologi JFK
40
c. Detensi permukaan = jumlah runoff setelah hujan berhenti + jumlah infiltrasi setelah
hujan berhenti
= ketinggian air pada plot setelah balance
Gambar 3.4. Kurva hubungan antara kapasitas infiltrasi dengan waktu
Detensi permukaan = luas curve runoff + luas curve infiltrasi
Perhitungan luas dilakukan dengan pendekatan saja, yaitu tiap bagian dianggap trapezium.
Luas I = 60).05(2
)0972,025,0()1944,05,0( +++ x = 156,24 liter
Luas II = 60).510(2
)0505,013,0()0972,025,0( +++ x = 79,16 liter
Luas III = 60).1015(2
)0194,005,0()0505,013,0( +++ x = 37,49 liter
Luas IV = 60).152(2
0)0194,005,0( ++ x = 10,41 liter Luas total curve = 283,3 liter = 0,2833 m3
Detensi permukaan =502833,0
= 0,0057 m = 5,7 mm
Kurva Detensi Permukaan
00.10.20.30.40.50.60.70.8
0 5 10 15 20 25 30
t (menit)
fc (l
t/dt)
MK. Hidrologi JFK
41
C. Penutup
Soal-Soal 1. Jelaskan pengertian dari infiltrasi dan perkolasi !
2. Sebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi daya infiltrasi !
3. Percobaan infiltrasi dilakukan dari sebuah plot dengan ukuran 5 m x 25 m. Setelah tercapai
keseimbangan ternyata run-off telah konstan sebesar 0,7 liter/dtk. Intensitas hujan buatan
60 mm/jam.
Pertanyaan :
a. Berapakah run-off dalam mm/jam
b. Berapakah fc (ultimate infiltration capacity) dalam mm/jam
c. Berapakah detensi permukaan apabila run-off setelah hujan berhenti sebagai berikut
Waktu (menit) Run-off (ltr/dtk)
0 0,40
5 0,20
10 0,10
15 0,05
20 0,00
Daftar Pustaka
Soemarto,C.D.,1999, Hidrologi Teknik , Erlangga, Jakarta
Sosrodarsono, 2003, Hidrologi untuk Pengairan, Departemen pekerjaan Umum dan Tenaga
Listrik.
Daftar Istilah
Zona
Laju
Hidrograf
Kurva
MK. Hidrologi JFK
42
Run-off
MK. Hidrologi JFK
27
BAB IV CURAH HUJAN
A. Pendahuluan Untuk memperdalam materi pada bab ini, diharapkan mahasiswa untuk mencari data curah
hujan dari beberapa stasiun pengamatan curah hujan yang ada di Nusa Tenggara Timur pada
Kantor Dinas Pekerjaan Umum Propinsi Nusa Tenggara Timur.
Data-data tersebut diolah dan diselesaikan untuk proses belajar mengajar pada bab ini.
Hubungan antara materi pada bab ini dengan bab-bab terdahulu, khususnya bab II adalah data-
data curah hujan yang telah dicatat oleh alat ukur curah hujan diolah untuk rancang bangun.
Tujuan yang ingin dicapai (TIK) setelah mengikuti materi ini adalah mahasiswa akan dapat :
a. Menjelaskan macam-macam distribusi curah hujan dengan benar.
b. Menghitung curah hujan wilayah berdasarkan contoh soal dengan benar.
c. Menghitung intensitas curah hujan berdasarkan contoh soal dengan benar.
d. Menghitung konsistensi data curah hujan tahunan berdasarkan contoh soal dengan benar
e. Menghitung frekuensi curah hujan berdasarkan contoh soal dengan benar.
B. Penyajian 4.1. Distribusi Curah Hujan 4.1.1. Distribusi Curah Hujan secara Geografis
Faktor-faktor yang menentukan besarnya curah hujan rata-rata tahunan di suatu tempat :
- garis lintang
- posisi dan luas daerah
- jarak dari pantai
- suhu laut
- efek geografis
- altitude/ketinggian
Latitude berhubungan dengan sirkulasi atmosfer. Di equator terdapat tekanan rendah
sedangkan radiasi matahari memanasi udara secara intensif yang menyebabkan udara
mengembang dan naik ke atas. Angin yang mengandung lembab panas bertemu di
suatu daerah dan mengakibatkan terjadinya hujan.
MK. Hidrologi JFK
28
a. 30 arah utara dan selatan, terdapat tekanan tinggi yang menyebabkan udara kering dan panas menurun sehingga curah hujannya rendah,
b. 35 - 65 arah utara dan selatan, udara dingin kering dari kutub menimbulkan hujan tipe frontal dan menyebabkan hujan lebat,
c. 65 ke kutub, angin kutub kering bertambah banyak sehingga menyebabkan berkurangnya hujan.
4.1.2. Distribusi Curah Hujan menurut Waktu
Jatuhnya hujan terjadi menurut suatu pola dan suatu siklus tertentu. Terkadang
mengalami penyimpangan pada pola itu tetapi kembali lagi pada pola yang teratur. Data
curah hujan yang tersedia umumnya tidak cukup panjang untuk menyatakan fluktuasi-
fluktuasi jangka panjang sedang variasi-variasi jangka pendek adalah demikian tak
teratur sehingga terdapat banyak siklus. Dengan adanya variasi-variasi ini dikenal
adanya variasi musiman. Distribusi hujan menurut variasi musiman ini bisa terjadi hujan
konfektif, hujan orografik dan hujan cyclonic.
a. Hujan konfektif adalah hujan yang disebabkan oleh naiknya udara panas ke tempat
yang lebih dingin.
b. Hujan orografik adalah hujan yang disebabkan oleh naiknya udara karena ada
rintangan berupa pegunungan.
c. Hujan cyclonic adalah hujan yang disebabkan oleh naiknya udara yang terpusatkan
di suatu daerah dengan tekanan rendah.
Hujan yang terjadi di Indonesia sebagian besar adalah type hujan konfektif.
4.1.3. Distribusi Curah Hujan Wilayah/Daerah (regional distribution)
Curah hujan yang diperlukan untuk penyusunan suatu rancangan pemanfaatan air dan
rancangan pengendalian banjir adalah curah hujan rata-rata di seluruh daerah yang
bersangkutan, bukan curah hujan pada suatu titik tertentu. Curah hujan ini disebut curah
hujan wilayah/daerah dan dinyatakan dalam mm. Cara-cara perhitungan curah hujan
daerah dari pengamatan curah hujan di beberapa titik adalah sebagai berikut :
a. Cara rata-rata aljabar
Cara ini dipakai pada daerah yang datar dan banyak stasiun curah hujannya, dengan
anggapan bahwa di daerah tersebut sifat curah hujannya adalah seragam (uniform).
MK. Hidrologi JFK
29
Cara ini adalah perhitungan rata-rata secara aljabar curah hujan di dalam dan di
sekitar daerah yang bersangkutan.
)......(1 321 nRRRRnR ++++= (4.1.) Keterangan : R = curah hujan daerah (mm) n = jumlah titik-titik (pos) pengamatan
R1, R2, R3..Rn = curah hujan di tiap titik pengamatan (mm)
Keuntungan : cara ini lebih obyektif
Contoh : Hitunglah curah hujan rata-rata dengam metode rata-rata aljabar.
Gambar 4.1. Rata-rata Aljabar
Penyelesaian :
)453476585572659675745757(81 +++++++=R
R = 615,25 mm
b. Cara Thiessen
Jika titik-titik pengamatan di dalam daerah itu tidak tersebar merata, maka cara
perhitungan curah hujan rata-rata itu dilakukan dengan memperhitungkan daerah
pengaruh tiap titik pengamatan. Cara ini cocok untuk menentukan curah hujan rata-
rata apabila stasiun atau pos pengamatan tidak banyak.
n
nn
AAARARARAR +++
+++=..........
21
2211 (4.2)
453
476 572
675 585
659
745 757
Stasiun penakar hujan
MK. Hidrologi JFK
30
R = curah hujan daerah (mm) n = jumlah titik-titik (pos) pengamatan
R1, R2, R3..Rn = curah hujan di tiap titik pengamatan (mm)
A1, A2,.,An = bagian daerah yang mewakili tiap titik pengamatan
Keuntungan : hasil lebih teliti dari cara rata-rata aljabar
Kerugian : jika terjadi kekurangan pengamatan pada salah satu titik pengamatan
maka harus ditentukan kembali jaringan segitiga.
Cara untuk menentukan bagian atau luasan daerah A1, A2, An :
Hubungkan tiap titik pengamatan dengan garis lurus yang akan membentuk segitiga dan menutupi seluruh daerah.
Daerah tersebut dibagi dengan polygon-polygon yang diperoleh dengan menggambar garis tegak lurus pada tiap sisi segitiga. Luas polygon tersebut
diukur dengan planimeter.
Contoh : Hitunglah curah hujan rata-rata dengam metode Thiessen
Gambar 4.2. Thiessen Polygon
757 745
675
572
453
659 585
476
MK. Hidrologi JFK
31
Penyelesaian ditabulasikan dalam tabel :
Curah hujan (mm)
Luas *) (ha)
% luas Curah hujan tertimbang (mm)
453 476 572 585 659 675 745 755
2018101714122320
14,9213,43
7,4612,6910,45
8,9617,1614,93
67,59 63,93 42,67 74,24 68,87 60,48
127,84 112,72
Jumlah 134 100 618,34 *) angka perkiraan hitungan
Jadi curah hujan rata-rata metode Thiessen = 618,34 mm
c. Cara garis Isohiet
Peta isohyet digambar pada peta topografi dengan perbedaan (interval) 10 20 mm
berdasarkan data curah hujan pada titik-titik pengamatan di dalam dan di sekitar
daerah yang dimaksud. Luas bagian daerah antara dua garis isohyet yang
berdekatan diukur dengan planimeter. Metode ini cocok untuk menentukan curah
hujan rata-rata, apabila daerahnya pegunungan atau daerah berbukit-bukit. Metode
perhitungannya adalah jumlah perkalian curah hujan rata-rata diantara garis Isohyet
dengan luas antara kedua garis Isohyet tersebut, dibagi luas total.
Secara sistematis dapat ditulis :
2)(......
2)(
2)( 1322211 +++++++= nnn
RRA
ARRA
ARRA
AR (4.3)
Keterangan :
R = curah hujan rata-rata daerah (mm) A1, A2, An = luas bagian antara garis-garis Isohyet
R1, R2, Rn = curah hujan rata-rata pada bagian A1,A2,An
MK. Hidrologi JFK
32
Contoh : Hitunglah curah hujan rata-rata dengan metode Isohyet
Gambar 4.3. Peta Isohyet
Penyelesaian ditabulasikan dalam tabel:
Isohyet Curah Hujan (mm)
Luas *) (ha)
% Luas Curah hujan rata-rata (mm)
800 700 600 500 400
MK. Hidrologi JFK
33
a. Peta topografi b. Data lokasi semua stasiun
hujan pada dan disekitar DAS
Data hujan harian semua stasiun hujan pada dan disekitar DAS
Peta DAS
Pilih stasiun hujan yang memungkinkan untuk dipakai
Koreksi data hujan : a. Test konsistensi
(double-mass curve) b. Mengisi data yang hilang
( inserved square distance )
a. Poligon Thiessen b. Bobot poligon Thiessen
masing-masing sta Data terkoreksi
Dicari jaringan stasiun hujan yang representatif dengan cara Kagan
a. Poligon Thiessen b. Bobot poligon Thiessen
masing-masing sta
Hujan rata-rata DAS (cara Thiessen)
Pemilihan Data
Annual Series Annual Exc.Series Partial Series
Anal. Frk. Hujan
Hujan Rencana
Biasanya hasil jarang dipakai
MK. Hidrologi JFK
34
Flowchart 4.1. Hujan Rencana
4.1.4. Distribusi Curah Hujan dalam suatu Jangka Waktu Tertentu
Distribusi curah hujan berbeda-beda sesuai dengan jumlah waktu yang ditinjau yakni
curah hujan tahunan, curah hujan bulanan, curah hujan harian dan curah hujan perjam.
Harga atau nilai-nilai yang diperoleh dari curah hujan sesuai dengan waktu tersebut di
atas dapat digunakan untuk menentukan prospek bangunan yang berhubungan dengan
air.
4.2. Intensitas Curah Hujan Intensitas curah hujan adalah rata-rata dari hujan yang lamanya sama dengan lama
waktu konsentrasi (tc) dengan masa ulang tertentu. Atau dapat dikatakan intensitas curah hujan
adalah ketinggian curah hujan yang terjadi pada suatu kurun waktu tertentu dimana air tersebut
berkonsentrasi. Waktu konsentrasi adalah waktu yang dibutuhkan aliran dari titik terjauh ke
suatu tempat tertentu. Hubungan antara intensitas curah hujan dan lamanya hujan,
dikemukakan oleh beberapa ahli antara lain :
1). Prof. Talbot (1881)
bt
aI += (4.4)
))(()().().)(())(()(
))(.())(.(
2
2
2
22
IIINtINtIIb
IIINItIItIa
==
(4.5)
2). Prof. Sherman (1905)
))(log(log)(log)log.(log))(log(log
))(log(log)(log))(loglog.(log))(log(loglog
2
2
2
tttNItNtIn
tttNtIttIa
taI n
=
=
=
(4.6)
MK. Hidrologi JFK
35
3) Dr. Ishiguro (1953)
))(()().())((
))(()())(.())((
2
2
2
22
IIINtINtIIb
IIINItIItIa
btaI
==
+=
(4.7)
4) Mononobe
mt
RI )24(24
24= (4.8) Keterangan :
I = intensitas curah hujan (mm/jam)
t = lamanya curah hujan (menit) atau untuk Mononobe dalam (jam)
a,b,n,m = tetapan
R24 = curah hujan maksimum dalam 24 jam (mm)
4.2.1. Cara perhitungan intensitas curah hujan
1) Perhitungan dengan cara kuadrat terkecil (least square)
Contoh soal :
Penyelesaian : Tabel 4.1. Perhitungan tiga jenis rumus intensitas curah hujan
Lamanya curah hujan 5 10 20 30 40 60 80 120t (menit)
Intensitas curah 150 104 98.75 86.99 78.89 74.66 65.65 46.5hujan I (mm/jam)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13No t I I.t I2 I2t log t log I logt. Log I (log t)2 t I t I2 t1 5 150 750.00 22500.00 112500.00 0.70 2.18 1.52 0.49 2.24 335.41 50311.532 10 104 1040.00 10816.00 108160.00 1.00 2.02 2.02 1.00 3.16 328.88 34203.203 20 98.75 1975.00 9751.56 195031.25 1.30 1.99 2.59 1.69 4.47 441.62 43610.314 30 86.99 2609.70 7567.26 227017.80 1.48 1.94 2.86 2.18 5.48 476.46 41447.595 40 78.89 3155.60 6223.63 248945.28 1.60 1.90 3.04 2.57 6.32 498.94 39361.716 60 74.66 4479.60 5574.12 334446.94 1.78 1.87 3.33 3.16 7.75 578.31 43176.917 80 65.65 5252.00 4309.92 344793.80 1.90 1.82 3.46 3.62 8.94 587.19 38549.128 120 46.5 5580.00 2162.25 259470.00 2.08 1.67 3.47 4.32 10.95 509.38 23686.26
705.44 24841.90 68904.74 1830365.07 11.84 15.38 22.29 19.04 3756.21 314346.63jumlah
MK. Hidrologi JFK
36
[Jenis I-Talbot]
btaI +=
44.70544.70574.68904 844.705 07.183036574.68904 90.24841
xxxxa
= a 7846.49
44.705 44.70574.68904 807.1830365 890.24841 44.705
xxxxb
= b 53.77
[Jenis II-Sherman]
ntaI =
84.11 84.1104.19 8
84.11 29.2204.19 38.15logxxxxa
= log a = 2.383
a 241,5
84.11 84.1104.19 829.22 884.11 38.15
xxxxn
= n 0.31 [Jenis III-Ishiguro]
bt
aI +=
44.70544.70574.68904 8
44.705 63.31434674.68904 21.3756xx
xxa =
a 691.66
44.705 44.70574.68904 863.314346 821.3756 44.705
xxxxb
= b 2.52 Subtitusikan ke dalam masing-masing persamaan menjadi :
MK. Hidrologi JFK
37
77.5349.7846
+=+= tbtaI (i)
31.05.241
ttaI n == (ii)
52.2
66.691+=+= tbt
aI (iii)
Selanjutnya harus diadakan pemeeriksaan mengenai rumus yang paling cocok digunakan.
Harga-harga I dari rumus (i),(ii),(iii) yang didapat dengan menggantikan harga-harga t dalam
kolom 2 pada Tabel 4.2, tercantum dalam kolom 14, 16, 18 pada Tabel yang sama. Deviasi
antara harga-harga ini dengan data yang tercantum dalam kolom 3 tercantum berturut-turut
dalam kolom 15,17 dan 19 dalam Tabel yang sama. Demikian pula kurva-kurva yang
dihitung tercantum dalam Gambar 4.4.
Dengan menelaah deviasi rata-rata M(||)= dan Gambar 4.4 dapat ditentukan bahwa untuk keadaan ini, jenis II yakni I= a/tn memberikan hasil yang optimum sebagai rumus intensitas
curah hujan.
Tabel 4.2. Tabel perbandingan kecocokan rumus-rumus intensitas curah hujan
1 2 3 14 15 16 17 18 19No t I I(1) 1 I(2) 2 I(3) 31 5 150 133.51 -16.49 146.63 -3.37 145.43 -4.572 10 104 123.04 19.04 118.28 14.28 121.72 17.723 20 98.75 106.36 7.61 95.41 -3.34 98.92 0.174 30 86.99 93.67 6.68 84.14 -2.85 86.49 -0.505 40 78.89 83.68 4.79 76.96 -1.93 78.20 -0.696 60 74.66 68.97 -5.69 67.87 -6.79 67.37 -7.297 80 65.65 58.66 -6.99 62.08 -3.57 60.33 -5.328 120 46.5 45.15 -1.35 54.75 8.25 51.33 4.83
68.64 27.87 31.438.58 3.48 3.93
0.0020.0040.0060.0080.00
100.00120.00140.00160.00
0 50 100 150
lamanya curah hujan t (menit)
inte
nsita
s cu
rah
huja
n (m
m/ja
m)
I (1)I (2)I (3)
(||) M(||)
MK. Hidrologi JFK
38
Gambar 4.4. Tiga jenis kurva intensitas curah hujan
2) Perhitungan dengan cara koefisien spesifik
Cara yang dikemukakan dalam least square memerlukan data pengamatan curah hujan
yang panjang dan sekurang-kurangnya untuk 8 jenis lamanya curah hujan. Disamping itu
kesemuanya harus dibaca dari kertas-kertas alat ukur otomatis. Mengingat hal ini
memerlukan waktu yang lama (dimana angka-angkanya harus dibaca dari kurva yang
tercatat), maka ketelitiannya akan berkurang.
Cara yang dikemukakan di bawah ini adalah cara untuk mendapatkan rumus intensitas
curah hujan berdasarkan 2 jenis data curah hujan (umpama curah hujan 60 menit dan 10
menit). Jika data curah hujan 60 menit dan 10 menit atau lain-lain itu ada, maka rumus
pendekatan intensitas curah hujan itu dapat dihitung dengan mudah dan mempunyai
ketelitian yang tinggi.
Rumus intensitas yang digunakan :
IN = N . RN (4.9) Keterangan :
I = rumus intensitas curah hujan (mm/jam)
= koefisien spesifik R = curah hujan 1 jam (mm) atau intensitas curah hujan 1 jam (mm/jam)
Notasi N = kemungkinan dalam N tahun
Harga N dalam rumus (4.9) adalah sama seperti rumus (4.4), (4.6) dan (4.7) yang dikemukakan pada cara least square. Rumus (4.9) dalam Jenis I, jenis II, dan jenis III
berturut-turut akan menjadi :
[Jenis I]
NNNN RbtaRI +==
'. [Jenis II]
NnNNN RtaRI '. ==
[Jenis III]
NNNN RbtaRI +== .
MK. Hidrologi JFK
39
4.3. Koreksi Data Curah Hujan Jika terdapat data curah hujan tahunan dalam jangka waktu pengamatan yang panjang,
maka kurva massa ganda (double mass curve) dapat digunakan untuk memperbaiki kesalahan
pengamatan yang terjadi yang disebabkan oleh perubahan posisi atau cara pemasangan yang
tidak baik dari alat ukur curah hujan. Kesalahan-kesalahan pengamatan tidak dapat ditentukan
dari setiap data pengamatan. Data curah hujan tahunan jangka waktu yang panjang alat yang
bersangkutan itu harus dibandingkan dengan data curah hujan rata-rata sekelompok alat-alat
ukur dalam perioda yang sama. Untuk itu harus dipilih minimal 10 alat ukur yang mempunyai
kondisi topografi yang sama.
Contoh:
Pada sebuah daerah aliran sungai terdapat 25 stasiun yang mengukur hujan. Dari keduapuluh
lima stasiun salah satunya akan diselidiki konsistensi datanya. Untuk itu tersedia data
pengukuran curah hujan tahunan dari tahun 1921 s/d 1956 sebagai berikut :
Tabel 4.3. Data pengukuran hujan tahunan
MK. Hidrologi JFK
40
Dari data tersebut di atas diminta untuk menentukan apakah data pada stasiun X itu konsisten
atau tidak. Kalau tidak kapan terjadi penyimpangan dan koreksi data tersebut di atas.
Penyelesaian :
Tabel 4.4. Tabulasi data dengan double mass curve
Tahun Hujan Rata-rata Tahun Hujan Rata-rataSta. X 25 sta. Sta. X 25 sta.
1921 7.40 10.40 1939 8.80 14.201922 7.30 9.00 1940 6.80 9.201923 12.20 15.20 1941 11.10 13.101924 11.60 11.70 1942 8.60 9.301925 8.20 11.20 1943 9.70 9.901926 11.30 13.80 1944 11.20 11.201927 7.20 9.30 1945 19.00 14.201928 12.00 14.00 1946 12.60 11.101929 9.00 9.20 1947 10.80 10.701930 8.50 11.40 1948 12.70 10.801931 8.80 11.10 1949 17.20 11.901932 8.00 9.70 1950 15.30 13.801933 11.20 10.40 1951 12.00 9.001934 11.60 13.10 1952 12.60 12.301935 8.10 9.10 1953 12.90 11.101936 10.60 9.20 1954 12.10 12.401937 9.50 9.10 1955 11.90 11.001938 11.20 12.30 1956 16.30 13.50
Tahun Hujan Jumlah Rata-rata JumlahSta. X Kumulatif 25 Sta. Kumulatif
1956 16.30 16.30 13.50 13.501955 11.90 28.20 11.00 24.501954 12.10 40.30 12.40 36.901953 12.90 53.20 11.10 48.001952 12.60 65.80 12.30 60.301951 12.00 77.80 9.00 69.301950 15.30 93.10 13.80 83.101949 17.20 110.30 11.90 95.001948 12.70 123.00 10.80 105.801947 10.80 133.80 10.70 116.501946 12.60 146.40 11.10 127.601945 19.00 165.40 14.20 141.801944 11.20 176.60 11.20 153.001943 9.70 186.30 9.90 162.901942 8.60 194.90 9.30 172.201941 11.10 206.00 13.10 185.30
MK. Hidrologi JFK
41
Gambar 4.5. Kurva Massa Ganda
Setelah data yang ada ditabelkan secara kumulatif dan kemudian digambarkan dalam sebuah
kurva yang disebut double mass curve. Dari kurva tersebut di atas dapat dilihat bahwa ia bukan
merupakan garis lurus, ini berarti data yang kita peroleh tidak konsisten selama tahun 1921-
1940 6.80 212.80 9.20 194.501939 8.80 221.60 14.20 208.701938 11.20 232.80 12.30 221.001937 9.50 242.30 9.10 230.101936 10.60 252.90 9.20 239.301935 8.10 261.00 9.10 248.401934 11.60 272.60 13.10 261.501933 11.20 283.80 10.40 271.901932 8.00 291.80 9.70 281.601931 8.80 300.60 11.10 292.701930 8.50 309.10 11.40 304.101929 9.00 318.10 9.20 313.301928 12.00 330.10 14.60 327.901927 7.20 337.30 9.30 337.201926 11.30 348.60 13.80 351.001925 8.20 356.80 11.20 362.201924 11.60 368.40 11.70 373.901923 12.20 380.60 15.20 389.101922 7.30 387.90 9.00 398.101921 7.40 395.30 10.40 408.50
Tahun Hujan Jumlah Rata-rata JumlahSta. X Kumulatif 25 Sta. Kumulatif
0.00
100.00
200.00
300.00
400.00
500.00
0.00 100.00 200.00 300.00 400.00Hujan rata-rata 25 sta.
(jml. kumulatif)
Huja
n pa
da s
ta. X
(jm
l. ku
mul
atif)
1942
1921
1956
MK. Hidrologi JFK
42
1956. Penyimpangan terjadi pada tahun 1942. Kita menganggap data setelah tahun 1942 lebih
bisa dipercaya daripada tahun-tahun sebelumnya. Oleh karena itu data dari tahun 1921-1941
dikoreksi agar seluruh data menjadi konsisten.
Mencari faktor koreksi :
K1 = 13182,12.1729.194
sta.25 komulatif sta.X komulatif ==
Kemiringan kurva tahun 1921-1942 :
K2 = 848074,02.1725.4089.1943.395 =
Besarnya koreksi = K1/K2 = 1,334576 Jadi data tahun 1921 1941 harus dikali dengan 1,334576. Pengoreksian data ditabulasikan
pada tabel.
4.4. Analisis Frekuensi Curah Hujan dan Perioda Ulangnya
Cara perkiraan untuk mendapatkan frekuensi kejadian curah hujan dengan intensitas
tertentu digunakan dalam perhitungan pengendalian banjir, rancang drainase dan lain-lain
adalah hanya menggunakan data pengamatan yang lalu. Cara memperkirakan frekuensi
dengan menjumlahkan banyaknya tahun pengamatan paada titik-titik pengamatan dalam daerah
itu.
Misalnya jika terdapat data selama 20 tahun pada setiap 10 titik pengamatan, maka
dianggap bahwa harga maksimum dari data ini mempunyai frekuensi sekali dalam 20 x 10 = 200
tahun, yang kedua (maksimum) sekali dalam 200 x = 100 tahun, dan yang ketiga (maksimum)
sekali dalam 200 x 1/3 = 67 tahun. Cara ini adalah cara yang paling sederhana, tanpa
penyelesaian secara statistik. Penerapan cara ini khusus daerah yang mempunyai kondisi
meteorologi yang sama, bukan seperti daerah pegunungan.
Tujuan dari analisis frekuensi curah hujan dan banjir untuk memperkirakan besarnya
variasi-variasi yang masa ulangnya panjang. Ada beberapa ahli yang membuat pendekatan-
pendekatan untuk menganalisis frekuensi atau probabilitas antara lain Gauss, Poisson,
Pearson, Weibull, Gamma, Gumbel, Galton dan lain-lain.
Di bawah ini akan diberikan contoh pengolahan data curah hujan dengan menggunakan
metode Gumbel dan Log Pearson.
MK. Hidrologi JFK
43
4.4.1. Metode Gumbel Type I
Distribusi Gumbel Type I umumnya digunakan untuk analisis data maksimum, misal
untuk analisis frekuensi banjir.
Gumbel memberikan persamaan untuk kala ulang Tr
)45,078,0( += YSXX xTr (4.10)
1
)( 2
=
nXX
S ix (4.11)
=T
TY )1(lnln (4.12)
Keterangan :
XTr = besarnya curah hujan untuk periode Tr tahun
Sx = standar deviasi / simpangan baku
Y = perubahan reduksi
n = jumlah data
Bentuk lain dari persamaan Gumbel :
xTr SKXX .+=
n
nTr
SYYK = (4.13)
Keterangan :
YTr = reduksi sebagai fungsi dari probabilitas. (Lampiran 1.a)
Yn, Sn = besaran yang merupakan fungsi dari jumlah pengamatan. (Lampiran 1.b
dan 1.c.)
Contoh :
Data curah hujan harian maksimum pada sebuah stasiun meteorologi di Nunbaun terlihat
pada Tabel 4.5 berikut dimana banyaknya pengamatan 10 tahun. Hitunglah besarnya
curah hujan harian maksimum pada periode ulang 10 tahun, dan kemungkinan yang
terjadi pada 20 tahun mendatang.
Tabel 4.5. Data curah hujan harian maksimum
MK. Hidrologi JFK
44
No Tahun Curah hujan , X (mm)
1 2 3 4 5 6 7 8 9
10
1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003
103 115 84
121 84
303 72 96
177 145
Penyelesaian :
Urutkan data dari kecil ke besar.
Tabel 4.6. Tabulasi data untuk Gumbel Type I
No Tahun X (mm) X2 (X- X )2 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
2000
1995
1998
2001
1994
1995
1997
2003
2002
1999
72
84
84
96
103
115
121
145
177
303
5184
7056
7056
9216
10609
13225
14641
21025
31329
91809
3364
2116
2116
1156
729
225
81
225
2209
29929
1300 211150 42150
Dari tabel 4.6. diperoleh nilai-nilai sebagai berikut :
Rata-rata, mean, 13010
1300 ==X
MK. Hidrologi JFK
45
Standar deviasi = Sx = 43,68110
42150 = Jumlah data n = 10, dari lampiran 1.a, 1.b.,1.c didapat :
Yn = 0,4952 Sn= 0,9496 Ytr = 2,2502
Nilai K = 848,19496,0
4952,02502,2 =
Jadi besarnya curah hujan harian maksimum pada periode ulang 10 tahun adalah :
X10 = 130 + (1,848 x 68,43) = 256,46 mm
Kemungkinan yang terjadi pada 20 tahun mendatang :
Untuk n = 20, maka
Yn = 0,5236 Sn = 1,0628 Ytr = 2,9606
Nilai K = 2930,20628,1
5236,09606,2 =
Jadi besarnya curah hujan harian maksimum pada periode ulang 20 tahun adalah :
X20 = 130 + (2,2930 x 68,43) = 286,91 mm
4.4.2. Metode Log Pearson III
Distribusi Log Pearson type III banyak digunakan dalam analisis hidrologi, terutama
dalam analisis data maksimum (banjir) dan minimum (debit minimum) dengan nilai
ekstrim.
Persamaan-persamaan yang digunakan dalam distribusi Log Pearson Type III, sebagai
berikut :
Harga atau nilai untuk berbagai masa ulang atau nilai curah hujan untuk masa ulang tertentu.
)(loglog log xTrTr SKXX += (4.14) Rata-rata (mean)
n
XX = loglog (4.15)
Standar deviasi (simpangan baku)
1
)log(log 2log
= n
XXS iX (4.16)
Koefisien asimetris / Skewness (Cs)
MK. Hidrologi JFK
46
3log
3
))(2)(1()log(log
Xs Snn
XXnC
= (4.17) Koefisien Variasi (Cv)
X
SC Xv
log= (4.18)
Kurtosis (Ck)
4log
42
))(3)(2)(1()log(log
Xk Snnn
XXnC
= (4.19) Faktor penyimpangan K untuk kala ulang tertentu, dan dengan memakai nilai SlogX
atau Cs dapat dilihat pada Lampiran 1.d.
Contoh :
Data curah hujan pada Tabel 4.5. hitunglah dengan menggunakan Log Pearson III.
Penyelesaian :
Tabel 4.7. Tabulasi data untuk Log Pearson Type III
No Tahun X (mm) log X (logX-log X )2 (logX-log X )3 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
2000
1995
1998
2001
1994
1995
1997
2003
2002
1999
72
84
84
96
103
115
121
145
177
303
1,86
1,92
1,92
1,98
2,01
2,06
2,08
2,16
2,25
2,48
0,0441
0,0225
0,0225
0,0081
0,0036
0,0001
0,0001
0,0081
0,0324
0,1681
-0,0093
-0,0034
-0,0034
-0,0007
-0,0002
0,0000
0,0000
0,0007
0,0058
0,0689
1300 20,72 0,3096 0,0584
Dari tabel 4.7 diperoleh :
MK. Hidrologi JFK
47
Rata-rata (mean) = 072,210
72,20 =
Standar deviasi , SlogX = 185,09
3096,0 =
Koefisien asimetris (Cs) = 287,10063,0890584,010 =
xxx
Dengan n = 10 dan Cs = 1,287 dari Lampiran 1.d. diperoleh K = 1,339
Harga atau nilai untuk berbagai masa ulang atau nilai curah hujan untuk masa ulang
10 tahun :
LogX10 = 2,07 + (1,339)(0,185) = 2,317 X10 = 207,83 mm Jadi curah hujan untuk kala ulang 10 tahun = 207,83 mm
4.4.3. Uji Kecocokan
Uji kecocokan atau uji penyimpangan dimaksudkan untuk mengetahui ada tidaknya
perbedaan yang nyata antara besarnya curah hujan harian maksimum hasil pengamatan
lapangan dengan hasil perhitungan.
Ada 2 (dua) cara uji penyimpangan, yakni :
(1) Chi square atau chi kuadrat
Prosedur uji Chi Square (2) : Urutkan data pengamatan (dari kecil ke besar atau sebaliknya). Kelompokkan data menjadi K sub-group. Jumlahkan data pengamatan sebesar Oi tiap-tiap sub-group. Jumlahkan data dari persamaan distribusi yang digunakan sebesar Ei. Tiap-tiap sub-group hitung : (Oi Ei)2 dan (Oi Ei)2/Ei Jumlahkan seluruh K sub-group harga (Oi Ei)2/Ei untuk menentukan harga chi
square (2). Tentukan derajat kebebasan dk = G - R -1 ( R = anggap 0, G = interval kelas). Interpretasi hasilnya :
Apabila peluang lebih dari 5%, maka persamaan distribusi teoritis yang digunakan dapat diterima (2tabel > 2hitung) 2tabel dapat dilihat pada Lampiran 2.
MK. Hidrologi JFK
48
Apabila peluang lebih kecil 1%, maka persamaan distribusi teoritis yang digunakan tidak dapat diterima.
Apabila peluang berada antara 1-5% adalah tidak mungkin untuk mengambil keputusan.
Contoh
Dengan menggunakan data curah hujan harian maksimum pada contoh untuk
distribusi Gumbel dan Log Pearson Type III. Penyelesaian ditabulasikan seperti tabel
4.8.
Tabel 4.8. Perhitungan chi square
Interval kelas Nomor
pengamatan (Oi)
Nomor harapan
(Ei)
Oi-Ei
EiEiOi 2)(
56-105
106-155
156-205
206-255
256-305
5
3
1
-
1
2
2
2
2
2
3
1
-1
-2
-1
4,50
0,50
0,50
2,00
0,50
10 10 2= 8,00
Dari Tabel 4.8., 2 hitung = 8,00 . Berdasarkan tabel chi kuadrat di Lampiran 2.a, dengan dk = 4 dan nilai chi kuadrat sama atau lebih besar dari 8,00 kurang lebih
pada peluang 30% (lebih besar dari 5%). Maka distribusi Gumbel dan Log Pearson
III dapat diterima.
(2) Smirnov Kolmogrov
Untuk mengetahui apakah data tersebut sesuai dengan jenis sebaran teoritis yang
dipilih, maka dilakukan pengujian kesesuaian distribusi (testing of goodness of fit).
Prosedurnya adalah :
Urutkan data (dari besar ke kecil atau sebaliknya) dan tentukan besarnya peluang dari masing-masing data tersebut.
Tentukan nilai masing-masing peluang teoritis dari hasil penggambaran data (persamaan distribusinya).
MK. Hidrologi JFK
49
Dari kedua nilai peluang tersebut tentukan selisih terbesarnya antara peluang pengamatan dengan peluang teoritis.
Dengan membandingkan probabilitas masing-masing variasi dari distribusi
empiris dan teoritisnya akan terdapat perbedaan tertentu. Berdasarkan persamaan Smirnov Kolmogrov sebagai berikut :
P {max (p (x) P (xi) /> cr = } Apabila max yang terbaca pada kertas probabilitas < cr ( kritis) yang
didapat dari tabel, maka penyimpangan yang terjadi hanya karena
kesalahan-kesalahan yang terjadi secara kebetulan.
4.4.4. Pemilihan Jenis Sebaran
Metode analisis hidrologi dipilih berdasarkan jenis sebaran. Adapun jenis sebaran dan
syarat-sayarat yang biasa digunakan adalah sebagai berikut :
Tabel 4.9. Syarat untuk Jenis Sebaran
Sebaran Syarat
Normal Log Normal Log Pearson III Gumbel
Cs 0 Ck 3 Cs/Cv 3 Cs = (+)/(-) Cs = 1,1396 Ck = 5,4002
Data hujan beberapa stasiun
Areal rainfall
Dipilih yang besar-besar
Annual Series Partial Series Annual Exced. Series
Data hujan maksimum
Diurutkan/diranking
Analisa cara statistik (S, X, Cv, Cs, Ck)
MK. Hidrologi JFK
50
Flowchart 4.2. Analisa Frekuensi Curah Hujan Keterangan :
Annual series : diambil harga maksimum tiap tahun.
Partial series/ threshold method :
Ditentukan batas bawah dimana diatas batas atas tersebut sudah terjadi
banjir, rangkaian data yang diambil yang lebih besar sama dengan
batas bawah.
Annual excedence method :
Diambil beberapa data terbesar dimana jumlah data sama dengan
jumlah tahun data.
C. Penutup Soal-Soal : 1. Sebutkan faktor-faktor yang menentukan besarnya curah hujan rata-rata tahunan !
2. Apa yang dimaksud dengan :
a. hujan konfektif
MK. Hidrologi JFK
51
b. hujan orografik
c. hujan cyclonic
d. intensitas curah hujan
3. Sebut dan jelaskan metode-metode yang digunakan untuk menghitung curah hujan rata-rata
di suatu daerah !
4. Buatlah data curah hujan pada suatu daerah, minimal 10 pos pengamatan dan hitunglah
rata-rata curah hujan dengan metode-metode yang disebutkan pada no. 3 !
5. Data curah hujan harian maksimum pada sebuah stasiun meteorology di Kupang terlihat
pada tabel berikut berikut dimana banyaknya pengamatan 10 tahun. Hitunglah besarnya
curah hujan harian maksimum pada periode ulang 10 tahun, dan kemungkinan yang terjadi
pada 50 tahun mendatang dengan Metode Gumbel type I dan Log Pearson III.
No Tahun Curah hujan , X (mm)
1 2 3 4 5 6 7 8 9
10
1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003
106 196 87 98
106 145 138 100 98
206
Daftar Pustaka Gupta,Ram S., 1989, Hydrology and Hydraulic Systems, Prentice Hall, New Jersey
Raudkivi,Arved J.,1979, Hydrology, Pergamon Press,New York
Soemarto,C.D, 1999, Hidrologi Teknik, Erlangga, Jakarta
Soewarno, 1995, Hidrologi (Aplikasi Metode Statistik untuk Analisa Data),Nova, Bandung
Sosrodarsono,2003, Hidrologi untuk Pengairan, Departemen Pekerjaan Umum dan Tenaga
Listrik.
Daftar Istilah
MK. Hidrologi JFK
52
Latitude
Atitude
Hujan konfektif
Hujan orografik
Hujan cyclonic
Double Mass Curve
Intensitas
Probabilitas
Mk. Hidrologi JFK
50
BAB V LIMPASAN PERMUKAAN
A. Pendahuluan Pada bab ini akan dipelajari tentang faktor-faktor yang mempengaruhi limpasan (run-off) dan
luas daerah aliran sungai serta metode-metode yang digunakan untuk menghitung besarnya
limpasan curah hujan.
Tujuan yang ingin dicapai (TIK) setelah mengikuti materi ini adalah mahasiswa akan dapat :
a. Menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi limpasan dengan benar.
b. Menjelaskan daerah aliran sungai dengan baik dan benar.
c. Menentukan besarnya debit sungai berdasarkan contoh soal dengan benar.
d. Menganalisa limpasan permukaan berdasarkan contoh soal dengan benar.
5.1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Limpasan Faktor-faktor yang mempengaruhi limpasan dibagi dalam dua kelompok, yakni
elemen-elemen meteorologi dan elemen-elemen daerah pengaliran.
a. Elemen-elemen meteorologi
- Jenis presipitasi, tergantung pada jenis presipitasi yakni hujan atau salju.
- Intensitas curah hujan, pengaruh intensitas curah hujan pada limpasan
permukaan tergantung dari kapasitas infiltrasi.
- Lamanya curah hujan.
- Distribusi curah hujan dalam daerah pengaliran.
- Arah pergerakan curah hujan.
- Curah hujan dan kelembaban udara.
- Kondisi meteorologi lainnya.
b. Elemen daerah pengaliran
- Kondisi penggunaan lahan/tanah.
- Daerah pengaliran, semakin besar daerah pengaliran, makin lama limpasan
itu mencapai tempat titik pengamatan/pengukuran.
- Kondisi topografi dalam daerah pengaliran.
- Jenis tanah.
5.2. Daerah Aliran Sungai Daerah Aliran Sungai (DAS) (catchment, basin, watershed) merupakan daerah
dimana semua airnya mengalir ke dalam suatu sungai yang dimaksudkan. Daerah ini
umumnya dibatasi oleh batas topografi, yang berarti ditetapkan berdasarkan aliran air
Mk. Hidrologi JFK
51
permukaan. Batas ini tidak ditetapkan berdasar air air bawah tanah karena permukaan air
tanah selalu berubah sesuai dengan musim dan tingkat kegiatan pemakaian.
Nama sebuah DAS ditandai dengan nama sungai yang bersangkutan dan dibatasi
oleh titik kontrol, yang umumnya merupakan stasiun hidrometri. Memperhatikan hal tersebut
berarti sebuah DAS dapat merupakan bagian dari DAS lain.
Gambar 5.1. Daerah Aliran Sungai (DAS)
Sungai adalah torehan di permukaan bumi yang merupakan penampungan dan penyalur alamiah aliran air dan material yang dibawanya dari bagian hulu ke bagian hilir
suatu daerah pengaliran ke tempat yang lebih rendah dan akhirnya bermuara ke laut.
Ditinjau dari segi hidrologi, sungai mempunyai fungsi utama menampung curah hujan dan
mengalirkannya samapi ke laut. Daerah dimana sungai memperoleh air merupakan daerah
tangkapan hujan yang biasanya disebut Daerah Aliran Sungai atau Daerah Pengaliran
Sungai.
5.2.1. Pola Aliran
Sungai di dalam semua DPS mengikuti suatu aturan yaitu bahwa aliran sungai
dihubungkan oleh suatu jaringan satu arah dimana cabang dan anak sungai mengalir
ke dalam sungai induk yang lebih besar dan membentuk suatu pola aliran. Pola itu
tergantung dari kondisi topografi, geologi, iklim, vegetasi yang terdapat didalam DPS
tersebut. Secara keseluruhan kondisi tersebut akan menentukan karakteristik sungai
di dalam bentuk polanya.Beberapa pola aliran yang terdapat di Indonesia antara lain :
a. Radial
hulu
hilir
Mk. Hidrologi JFK
52
Pola ini biasanya dijumpai di daerah lereng gunung berapi atau daerah dengan
topografi bebrbentuk kubah, misal sungai lereng Gunung Semeru di Jawa Timur,
Gunung Merapi di DI Yogyakarta, Gunung Ijen di Jawa Timur, Gunung Slamet di
Jawa Tengah.
b. Rektangular
Terdapat di daerah batuan kapur, misal Gunung Kidul di DI Yogyakarta.
c. Trellis
Biasanya dijumpai pada daerah dengan lapisan sedimen di daerah pegunungan
lipatan, misal di daerah pegunungan lipatan Sumatera Barat dan Jawa Tengah.
d. Dendritik
Pola ini pada umumnya terdapat pada daerah dengan batuan sejenis dan
penyebarannya luas. Misalnya suatu daerah ditutupi oleh endapan sedimen yang
luas dan terletak pada suatu bidang horizontal di daerah dataran rendah bagian
timur Sumatera dan Kalimantan.
a. Tipe Radial
b. Tipe Rektangular
G. Merapi
Kali Opak
Kali Dengkeng
Kali Progo
Kali Oyo
Mk. Hidrologi JFK
53
c. Tipe Trellis
d. Tipe Dendritik
Gambar 5.2. Pola Aliran Sungai
5.2.2. Bentuk Daerah Aliran Sungai
Pola sungai menentukan bentuk suatu DPS. Bentuk DPS mempunyai arti penting
dalam hubungannya dengan aliran sungai, yaitu berpengaruh terhadap kecepatan
terpusatnya aliran.
Setelah DPS ditentukan garis batasnya, maka bentuk DPSnya dapat diketahui. Pada
umumnya DPS dapat dibagi menjadi empat bentuk, yakni :
a. Memanjang
Biasanya induk sungai akan memanjang dengan anak-anak sungai langsung
masuk ke induk sungai. Kadang-kadang berbentuk seperti bulu burung. Bentuk ini
biasanya akan menyebabkan debit banjir relatif kecil karena perjalanan banjir dari
anak-anak sungai berbeda waktunya.
b. Radial
Bentuk ini terjadi karena arah alur sungai seolah-olah memusat pada suatu titik
sehingga menggambarkan adanya bentuk radial, kadang-kadang gambaran
tersebut berbentuk kipas atau lingkaran. Sebagai akibat dari bentuk tersebut
Way Rarem
Mk. Hidrologi JFK
54
maka waktu yang diperlukan aliran yang datang dari segala penjuru arah alur
sungai memerlukan waktu yang hampir bersamaan. Apabila terjadi hujan yang
sifatnya merata di seluruh DPS akan menyebabkan terjadinya banjir besar.
c. Pararel
DPS ini dibentuk oleh dua jalur sub DPS yang bersatu di bagian hilirnya. Apabila
terjadi banjir di daerah hilirnya biasanya setelah di sebelah hilir titik pertemuan
kedua alur sungai sub DPS tersebut.
d. Kompleks
Merupakan gabungan dasar dua atau lebih bentuk DPS.
5.2.3. Alur Sungai
Secara sederhana alur sungai dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu :
a. Bagian hulu
Bagian hulu merupakan daerah sumber erosi karena pada umumnya alur sungai
melalui daerah pegunungan, perbukitan atau daerah gunung berapi yang
terkadang mempunyai cukup ketinggian dari muka laut, sebagai akibat keadaan
ini maka bentuk kontur akan relatif rapat yang menunjukkan miringnya
permukaan bumi yang cukup besar. Apabila hujan turun, sebagian besar air akan
merembes dan sebagian lain akan mengalir membawa partikel-partikel tanah
sehingga menimbulkan erosi. Alur sungai yang terjadi biasanya mempunyai
lembah yang curam dan biasanya melalui banyak terjunan dan jeram.
Penampang melintang bentuk V dengan material alur sungai berupa batuan
cadas, kerikil dan tanah. Bentuk penampang memanjang tidak beraturan karena
ada yang curam dan ada yang datar tergantung dari jenis batuan yang dilewati
alur sungainya. Alur sungai di bagian hulu biasanya mempunyai kecepatan aliran
yang cukup besar daripada bagian hilir, sehingga pada saat banjir material hasil
erosi yang diangkut tidak saja partikel sedimen yang halus akan tetapi juga pasir,
kerikil bahkan batu.
b. Bagian tengah
Merupakan daerah peralihan dari bagian hulu dan hilir. Kemiringan dasar sungai
lebih landai sehingga kecepatan aliran relatif