hidrologi lingkungan

30
MAKALAH HIDROLOGI LINGKUNGAN “PERHITUNGAN CURAH HUJAN” OLEH: KELOMPOK I MUTIARA FAJAR 1110942029 SRI RAHMIWATI Y 1110942032 RIFEL SOLIHIN 1210942007 YOGI SAPUTRA 1210942012 ZAKY FARNAS 1210942036 DOSEN PEMBIMBING: DEWI FITRIA Ph.D

description

hujan

Transcript of hidrologi lingkungan

Page 1: hidrologi lingkungan

MAKALAH

HIDROLOGI LINGKUNGAN

“PERHITUNGAN CURAH HUJAN”

OLEH:

KELOMPOK I

MUTIARA FAJAR 1110942029

SRI RAHMIWATI Y 1110942032

RIFEL SOLIHIN 1210942007

YOGI SAPUTRA 1210942012

ZAKY FARNAS 1210942036

DOSEN PEMBIMBING:

DEWI FITRIA Ph.D

JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN

FAKULTAS TEKNIK-UNIVERSITAS ANDALAS

PADANG

2014

Page 2: hidrologi lingkungan

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Presipitasi atau hujan adalah fenomena alam yang terjadi di muka bumi, yakni

keadaan dimana jatuhnya cairan (dapat berbentuk cair atau beku) dari atmosfer ke

permukaan bumi. Dalam meteorologi, presipitasi (juga dikenal sebagai satu kelas

dalam hidrometeor, yang merupakan fenomena atmosferik) adalah setiap produk

dari kondensasi uap air di atmosfer. Ia terjadi ketika atmosfer (yang merupakan

suatu larutan gas raksasa) menjadi jenuh dan air kemudian terkondensasi dan

keluar dari larutan tersebut (terpresipitasi). Udara menjadi jenuh melalui dua

proses, pendinginan atau penambahan uap air.

Dalam pelaksanaan perencanaan dan perancangan bangunan- bangunan air,

analisis hidrologi masih merupakan bagian analisis yang sangat dominan dan

memerlukan penanganan yang cermat. Peranan analisis hidrologi menjadi sangat

penting karena sebelum informasi hidrologi yang diperlukan tersedia maka

analisis lain belum dapat dilakukan. Hujan adalah komponen masukan penting

dalam proses hidrologi. karena jumlah kedalaman hujan (rainfall depth) akan

dialihragamkan menjadi aliran di sungai, baik melalui limpasan permukaan

(surface runoff), aliran antara (interflow, sub surface flow) maupun sebagai aliran

air tanah (groundwater). Ada beberapa sifat hujan yang penting untuk

diperhatikan dalam proses pengalihragaman hujan menjadi aliran, antara lain

adalah intensitas curah hujan, lama waktu hujan, kedalaman hujan, frekuensi dan

luas daerah pengaruh hujan. Komponen hujan dengan sifat-sifatnya ini dapat

dianalisis berupa hujan titik maupun hujan rata-rata yang meliputi luas daerah

tangkapan (chactment) yang kecil sampai yang besar.

Karakterisik  hujan diantaranya adalah intensitas, durasi, kedalaman, dan

frekuensi. Bencana banjir selain akibat kerusakan ekosistem ataupun aspek

lingkungan yang tidak terjaga tetapi juga disebabkan karena bencana alam itu

sendiri seperti curah hujan yang tinggi. Curah hujan yang diperlukan untuk

penyusunan suatu rancangan pemanfaatan air dan rancangan pemanfaatan air dan

rancangan pengendalian banjir adalah curah hujan rata-rata diseluruh daerah yang

Page 3: hidrologi lingkungan

bersangkutan, bukan curah hujan pada suatu titik tertentu. Curah hujan ini disebut

curah hujan wilayah/daerah dan dinyatakan dalam mm. Curah hujan daerah ini

harus diperkirakan dari beberapa titik pengamatan curah hujan. Hal yang penting

dalam pembuatan rancangan dan rencana adalah distribusi curah hujan. Distribusi

curah hujan ini bermacam-macam sesuai dengan jangka waktu yang ditinjau yakni

curah hujan tahunan, curah hujan bulanan, curah hujan harian, curah hujan per

jam. Pola distribusi curah hujan ini berfungsi untuk mendapatkan suatu pola

distribusi curah hujan suatu daerah yang nantinya dapat digunakan sebagai bahan

pertimbangan dalam menghitung dan menganalisa data curah hujan khususnya

data curah hujan jam-jaman sebagai dasar untuk menentukan perencanaan banjir

rencana.

1.2 Tujuan

Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui cara perhitungan

curah hujan

1.3 Rumusan Masalah

1. Apakah yang dimaksud dengan curah hujan?

2. Bagaimana cara menghitung data curah hujan?

Page 4: hidrologi lingkungan

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Presipitasi

Presipitasi adalah istilah umum dari semua bentuk air yang jatuh ke permukaan,

bentuk ini bisa berupa butiran-butiran es, salju dan cairan air. Untuk daerah tropik

seperti Indonesia, bentuk presipitasi adalah pada umumnya berbentuk cairan dan

biasa disebut hujan. Hujan berasal dari perpadatan dan kondensasi uap, yang

selalu ada dalam atmosfir. Gerakan udara atau angin mempunyai saham besar

dalam pembentukan hujan, berdasarkan atas gerakan udara ini hujan dapat dibagi

dalam :

1. Hujan (presipitasi) convective ialah presipitation yang disebabkan oleh

naiknya udara panas, lapisan udara naik ini kemudian bergerak ke daerah

yang lebih dingin (terjadi perpadatan dan kondensasi) dan terjadi hujan.

2. Hujan (presipitasi) cyclonic, berasal dari naiknya udara terpusatkan dalam

daerah dengan tekanan rendah.

3. Hujan (presipitasi) orografic, ini disebabkan oleh udara naik terkena

rintangan -rintangan antara lain gunung-gunung.

Sukarlah menentukan batas-batas antara ketiga jenis hujan itu tidaklah mudah ;

jenis jenis hujan ini terjadi karena keadaan meteorologis sesuatu daerah pada

sesuatu waktu tertentu saja. Pada sesuatu daerah, sesuai dengan keadaan

meteorologisnya bisa terjadi hujan convective, hujan cyclonic atau hujan

orografis.

Pada masing-masing belahan dunia memiliki distribusi atau penyebaran hujan

yang berbeda-beda, dapat disimpulkan bahwa distribusi hujan di dunia adalah

sebagai

berikut :

Pada daerah Equator (dari 0 s/d 200) hujan rata-rata tahunan berkisar

antara 1500 dan 3000 mm/tahun.

Untuk daerah antara 300 dan 400 hujan rata-rata bulanan di dataran

berkisar antara 400 dan 800 mm/tahun.

Page 5: hidrologi lingkungan

Untuk daerah bukan tropis (kering) yang termasuk negara berhujan, hujan

rata-rata tahunan berkisar lebih kecil dari 200 mm/tahun bahkan sampai

±10 mm/tahun

Daerah dengan garis lintang lebih besar 700, hujan rata-rata tahunan tidak

akan lebih dari 200 mm/tahun.

Presipitasi atau curah hujan merupakan salah satu komponen hidrologi yang

paling penting dan sekaligus sumber utama air yang terdapat di planet bumi.

Curah hujan merupakan unsur iklim yang sangat penting di Indonesia karena

keragamannya sangat tinggi baik menurut waktu maupun tempat, sehingga kajian

tentang iklim lebih banyak difokuskan pada curah hujan. Proyeksi presipitasi atau

curah hujan pada masa yang akan datang penting untuk diketahui agar

perencanaan hidrologis di berbagai sektor terminimalkan dari dampak yang

merugikan. Dalam beberapa penelitian didapatkan bahwa : Desember Januari

Februari (DJF) sebagai bulan basah, Maret April Mei (MAM) sebagai masa

transisi dari musim basah ke musim kering, Juni Juli Agustus (JJA) sebagai

musim kering dan September Oktober Nopember (SON) sebagai masa transisi

dari musim kering ke musim basah. Berdasarkan pembahasan yang telah

dilakukan, rata-rata presipitasi untuk musim basah (DJF) adalah 150-450

mm/bulan, masa transisi MAM 100-400 mm/bulan, bulan kering JJA 120-310

mm/bulan dan masa transisi SON adalah 67-324 mm/bulan.

Rata-rata presipitasi tertinggi (puncak presipitasi) dalam bulan DJF terjadi pada

Januari 2010 dan Januari 2011, dalam masa transisi MAM terjadi pada April

2010. Rata-rata presipitasi terendah dalam bulan kering JJA terjadi pada bulan

Juli- Agustus 2013 dan masa transisi SON terjadi pada September-Oktober 2013.

Pada bulan basah DJF dan masa transisi MAM, daerah yang berpotensi lebih

basah (presipitasi lebih besar dari 400 mm/bulan) sangat bervariasi daerahnya.

2.2 Alat Pengukur Curah Hujan

Terdapat beberapa prinsip penggunaan tipe alat pengukur hujan yang sering

digunakan, yaitu:

1. Weighing bucket rain gauge

Pergerakan ember dikarenakan pertambahan berat akibat air, diteruskan ke

pena yang akan merekam pergerakannya di atas grafik. Silinder yang

Page 6: hidrologi lingkungan

dibungkus dengan kertas milimeter blok berputar sesuai dengan waktu.

Grafik dan silinder ini dikendalikan oleh jam.

2. Tipping bucket type rain-gauge

Sesuai dengan fungsinya atas ini dikategorikan menjadi penampung

bagian atas terdiri tabung dan corong. Penampung bagian bawah

dilengkapi dengan penampung bergerak (tipping bucket), bentuknya

simetris, dapat bergerak pada sumbunya simetris, dapat bergerak pada

sumbu horizon. Apabila sebelah pihak terisi penuh, maka titik berat

berubah, bucket bergerak, air tumpah membawa pihak yang satunya

kepada posisi di bawah corong, dan seterusnya.

3. Fload type automatic rain gauge

Alat ukur hujan ens sifon, dengan prinsip cara kerja sebagai berikut :

Corong menerima air hujan; kemudian masuk ke tabung di

bawahnya.pelampung naik, sebagaimana permukaan m.a. naik di dalam

tabung di bawah. Pergerakannya direkam oleh pena dengan bergeraknya

slinder/grafik berikut waktu/jamnya. Untuk membatasi besarnya tabung,

maka dipasang pipa isap (hevel), bila air dalam tabung naik melampaui

batas tertentu (mencapai batas syphon atas), pipa isap akan bekerja sebagai

syphon sehingga air meluap ke luar, maka seluruh air pada tabung

terkosongkan.

2.3 Proses Terjadinya Hujan

Proses terjadinya hujan dimulai dari terbentuknya awan. Awan terbentuk ketika

udara menjadi sangat jenuh (supersaturated), dimana ketika teknan uap aktual

mencapai atau melebihi tekanan uap jenuh. Supersaturation terjadi melalui

pengembangan dan pendinginan kolom udara yang menyebabkan uap air

terkondensasi pada partikel atmosfir. Umumnya awan yang terbentuk di wilayah

tropis adalah awan dengan suhu diatas 0oC. Jenis awan ini mencairkan partikel

kristal yang terbentuk di wilayah atmosfir dengan suhu di bawah 0oC. Proses ini

juga mengecilkan kristal hujan dan membentuk butiran hujan. Butiran hujan

bertumbuh pada awan yang suhunya lebih tinggi (warm clouds) melalui proses

kondensasi. Jenis hujan yang terbentuk sangat dipengaruhi oleh suhu lapisan

Page 7: hidrologi lingkungan

atmosfir antara terjadinya hujan dan permukaan tanah (lapisan yang dilewati

hujan).

Sebagian air hujan yang jatuh di permukaan bumi akan menjadi aliran permukaan

(surface run off). Aliran permukaan sebagian akan meresap ke dalam tanah

menjadi aliran bawah permukaan melalui proses infiltrasi (infiltration), dan

perkolasi (percolation), selebihnya terkumpul di dalam jaringan alur sungai (river

flow). Apabila kondisi tanah memungkinkan sebagian air infiltrasi akan mengalir

kembali ke dalam sungai (river), atau genangan lainya seperti waduk, danau

sebagai interflow. Sebagian dari air dalam tanah dapat muncul lagi ke permukaan

tanah sebagai air eksfiltrasi dan dapat berkumpul lagi dalam alur sungai atau

langsung menuju ke laut (Soewarno, 2000).

Mekanisme jatuhnya air hujan secara umum terjadi karena proses konveksi dan

pembentukan awan berlapis (stratiform). Kedua mekanisme ini berbeda dalam

proses pembentukan dan pembesaran ukuran dan berat butiran hujan yang

menyebabkan pergerakan vertikal udara yang berasosiasi dengan awan pembentuk

hujan. Pada mekanisme stratiform, gerakan vertikal udara lemah, partikel hujan

diinisiasi dekat permukaan atas awan hingga proses terjadinya pengembangan

hujan cukup lama (berjam-jam). Untuk mekanisme konvektif, gerakan udara

vertikal sangat cepat sehingga pembesaran partikel butiran hujan diinisiasi dengan

cepat saat terbentuknya awan. Hal ini menyebabkan proses jatuhnya butiran hujan

sangat cepat (sekitar 45 menit).

Mekanisme lain dalam proses hujan adalah kombinasi konvektif dan stratiform

yang merupakan proses pengangkatan massa udara dan uap air secara orografis

melalui pegungungan dan perbukitan.

2.2 Klasifikasi Presipitasi

Adapun jenis- jenis hujan antara lain :

1. Jenis-jenis hujan berdasarkan terjadinya

Hujan siklonal, yaitu hujan yang terjadi karena udara panas yang naik

disertai dengan angin berputar.

Hujan zenithal, yaitu hujan yang sering terjadi di daerah sekitar ekuator,

akibat pertemuan Angin Pasat Timur Laut dengan Angin Pasat Tenggara.

Page 8: hidrologi lingkungan

Kemudian angin tersebut naik dan membentuk gumpalan-gumpalan awan

di sekitar ekuator yang berakibat awan menjadi jenuh dan turunlah hujan.

Hujan orografis, yaitu hujan yang terjadi karena angin yang mengandung

uap air yang bergerak horisontal. Angin tersebut naik menuju

pegunungan, suhu udara menjadi dingin sehingga terjadi kondensasi.

Terjadilah hujan di sekitar pegunungan.

Hujan frontal, yaitu hujan yang terjadi apabila massa udara yang dingin

bertemu dengan massa udara yang panas. Tempat pertemuan antara kedua

massa itu disebut bidang front. Karena lebih berat massa udara dingin

lebih berada di bawah. Di sekitar bidang front inilah sering terjadi hujan

lebat yang disebut hujan frontal.

Hujan muson atau hujan musiman, yaitu hujan yang terjadi karena Angin

Musim (Angin Muson). Penyebab terjadinya Angin Muson adalah karena

adanya pergerakan semu tahunan Matahari antara Garis Balik Utara dan

Garis Balik Selatan. Di Indonesia, hujan muson terjadi bulan Oktober

sampai April. Sementara di kawasan Asia Timur terjadi bulan Mei sampai

Agustus. Siklus muson inilah yang menyebabkan adanya musim

penghujan dan musim kemarau.

2. Jenis-jenis hujan berdasarkan ukuran butirnya :

Hujan gerimis / drizzle, diameter butirannya kurang dari 0,5 mm

Hujan salju, terdiri dari kristal-kristal es yang suhunya berada dibawah

0° Celsius

Hujan batu es, curahan batu es yang trun dalam cuaca panas dari awan

yang suhunya dibawah 0° Celsius

Hujan deras / rain, curahan air yang turun dari awan dengan suhu diatas

0° Celsius dengan diameter ±7 mm.

3. Jenis-jenis hujan berdasarkan besarnya curah hujan (definisi BMKG) :

a. hujan sedang, 20 - 50 mm per hari

b. hujan lebat, 50-100 mm per hari

c. hujan sangat lebat, di atas 100 mm per hari

Page 9: hidrologi lingkungan

Hujan juga dapat terjadi oleh pertemuan antara dua massa air, basah dan panas.

Tiga tipe hujan yang umum dijumpai didaerah tropis dapat disebutkan sebagai

berikut:

1. Hujan konvektif ( convectional storms ), tipe hujan ini disebabkan oleh

adanya beda panas yang diterima permukaan tanah dengan panas yang

diterima permukaan tanah dengan panas yang diterima oleh lapisan udara

diatas permukaan tanah tersebut. Sumber utama panas di daerah tropis

adalah berasal dari matahari. Beda panas ini biasanya terjadi pada akhir

musim kering yang menyebabkan hujan dengan intensitas tinggi sebagai

hasil proses kondensasi massa air basah pada ketinggian di atas 15 km.

2. Hujan Frontal ( frontal/ cyclonic storms ), tipe hujan yang umumnya

disebabkan oleh bergulungnyadua massa udara yang berbeda suhu dan

kelembaban. Pada tipe hujan ini, massa udara lembab yang hangat dipaksa

bergerak ketempat yang lebih tinggi. Tergatung pada tipe hujan yang

dihasilkanya, hujan frontal dapat dibedakan menjadi hujan frontal dingin

dan hangat. Hujan badai dan hujan monsoon adalah tipe hujan frontal yang

lazim dijumpai.

3. Hujan Orografik ( Orographic storms ), jenis hujan yang umum terjadi

didaerah pegunungan, yaitu ketika massa udara bergerak ketempat yang

lebuh tinggi mengikuti bentang lahan pegunungan sampai saatnya terjadi

proses kondensasi. Tipe hujan orografik di anggap sebagai pemasok air

tanah, danau, bendungan, dan sungai karma berlangsung di daerah hulu

DAS

2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Presipitasi

Faktor- faktor yang mempengaruhi presipitasi

1. Kelembaban udara

Massa uap yang terdapat dalam 1 m3 udara (g) atau kerapatan uap disebut

kelembaban mutlak ( absolute). Kemampuan udara untuk menampung uap

adalah berbeda – beda menurut suhu. Mengingat makin tinggi suhu, makin

banyak uap yang dapat di tampung, maka kekeringan dan kebasahan udara

tidak dapat ditentukan oleh kelembaban mutlak saja. Kelembaban relative

Page 10: hidrologi lingkungan

adalah perbandingan antara massa uap dalam suatu satuan volume dan massa

uap yang jenuh dalam satuan volume itu pada suhu yang sama.

Pengukuran kelembaban biasanya di ukur dengan thermometer bola kering dan

thermometer bola basah. Bola yang mengandung air raksa daritermometer bola

basah di bungkus dengan selapis kain tipis yang dibasahi terus – menerus

dengan air yang didistalisasi melalui benang – benang yang tercelup pada

sebuah mangkok air yang kecil.

Tekanan udara di wujudkan dalam satuan barometer (b) atau milibarometer

(mb) 1 b = 1000 mb = 0,98 kali tekanan atmosfer pada prmukaan laut. Tekanan

uap air udara jenuh adalah tekanan uap air di udara pada keadaan udara jenuh.

Pada suhu normal, nilai es di pengaruhi oleh besar kecilnya suhu udara.

2. Energi Matahari

Seperti telah di sebutkan dimuka bahwa energi matahari adalah “ mesin “ yang

mempertahankan berlangsungnya daur hidrologi. Ia juga bersifat

mempengaruhi terjadinya perubaha iklim. Pada umunya, besarnya energi

matahari yang mencapai permukaan bumi adalah 0,5 langley/menit. Namun

demikian. Besarnya energi matahari bersih yang diterima permukaan bumi

bervariasi tergatung pada letak geografis dan kondisi permukaan bumi.

Pemukaan bumi bersalju, sebagai contoh, mampu merefleksikan 80% dari

radiasi matahari yang datang. Sementara, permukaan bumi dengan jenis tanah

berwarna gelap dapat menyerap 90% ( wanielista, 1990). Adanya perbedaan

keadaan geografis tersebut. Mendorong terjadinya gerakan udara di atmosfer,

dan demikian juga berfungsi dalam penyebaran ener gi matahari. Energi

matahari bersifat memproduksi gerakan masaudara di atmosfer dan diatas

lautan. Energi ini merupakan sumber tenaga untuk terjadinya proses evaporasi

dan transpirasi. Evaporasi berlangsung pada permukaan badan perairan

sedangkan transpirasi adalah kehilangan air dalam vegetasi. Energi matahari

mendorong terjadinya daur hidrologi melalui proses radiasi. Sementara

penyebaran kembali energi matahari dilakukan melalui proses konduksi dari

daratan dan konveksi yang berlangsung di dalam badan air dan atmosfer.

Konduksi adalah suatu proses transportasi udara antara dua lapisan ( udara )

yang berdekatan apabila suhu kedua lapisan tersebut berbeda.Konveksi adalah

Page 11: hidrologi lingkungan

pindah panas yang timbul oleh adanya gerakan massa udara atau air dengan

arah gerakan vertical. Dapat juga dikatakan bahwa konveksi merupakan hasil

ketidakmantapan masa udara atau air. Seringkali dikarenakan oleh energi

potensial dalam panas tak tampak ( latent heat ) yang sedang dikonversikan

kedalam gulungan massa udara. Besarnya laju konversi ketika energi

terlepaskan akan menentukan keadaan meteorology (hujan dan angina).

Umumnya gulungan massa udara yang lebih besar akan menghasilkan curah

hujan yang lebih singkat.

3. Angin

Angin adalah gerakan massa udara, yaitu gerakan atmosfer atau udara nisbi

terhadap permukaan bumi. Parameter tentang angin yang biasanya dikaji

adalah arah dan kecepatan angin. Kecepatan angin penting karena dapat

menentukan besarnya kehilangan air melalui proses evapotranspirasi dan

mempengaruhi kejadian-kejadian hujan. Untuk terjadinya hujan, diperlukan

adanya gerakan udara lembab yang berlangsung terus menerus. Peralatan yang

digunakan untuk menentukan kecepatan angin dinamakan anemometer.

Apabila dunia tidak berputar pada porosnya, pola angin yang terjadi semata-

mata ditentukan oleh sirkulasi termal. Angin akan bertiup kearah khatulistiwa

sebagai udara hangat dan udara yang mempunyai berat lebih ringan kan naik ke

atas di gantikan oleh udara padat yang lebih dingin. Apabila ada dua massa

udara dengan dua suhu yang berbeda bertemu, maka akan terjadi hujan dibatas

antara dua massa udara tersebut.

Dalam suatu hari, kecepatan dan arah angin dapat berubah-rubah. Perubahan

ini sering sekali disebabkan oleh adanya beda suhu antara daratan dan lautan.

Adanyz beda suhu tersebut juga dapat menyebabkan terjadinya perubahan arah

angin. Proses kehilangan panas oleh adanya padang pasir, daerah beraspal, dan

daerah dengan banyak bangunan juga dapat menyebabkan terjadinya

perubahan arah angina. Antara dua tempat yang tekanan etmosfernya berbeda,

ada gaya yang arahnya dari tempat bertekanan tinggi ketempat bertekanan

rendah.

Page 12: hidrologi lingkungan

4. Suhu udara

Suhu mempengaruhi besarnya curah hujan, laju evaporasi dan transpirasi. Suhu

juga di anggap sebagai salah satu factor yang dapat memprakirakan dan

menjelaskan kejadian dan penyebaran air dimuka bumi. Dengan demikian,

adalah penting untuk mengetahui bagaimana cara untuk menentukan besarnya

suhu udara.

Yang biasa disebut suhu udara adalah suhu yang di ukur dengan thermometer

dalam sangkar meteorology (1,20-1,50 m di atas permukaan tanah) makin

tinggi elevasi pengamatan di atas permukaan laut, maka suhu ydara makin

rendah. Peristiwa ini disebut pengurangan suhu bertahap yang besarnya disebut

laju pengurangan suhu bertahap.

Pengukuran besarnya suhu memerlukan pertimbangan-pertimbangan sirkulasi

udara dan bentuk-bentuk permukaan alat ukur suhu udara tersebut. Suhu udara

yang banyak dijumpai didalam laporan-laporan tentang meteorologi umumnya

menunjukkan data suhu musiman, suhu berdasarkan letak geografis, dan suhu

untuk ketinggian tempat yang berbeda. Oleh karnanya, besarnya suhu rata-rata

harus ditentukan menurut waktu dan tempat.

2.3 Perhitungan Curah Hujan

Penghitungan Curah Hujan meliputi:

1. Penyiapan data curah hujan2. Tes konsistensi3. Analisis frekuensi curah hujan4. Analisis intensitas curah hujan

1. Penyiapan Data Curah Hujan Cek kontinuitas data

1. melengkapi data kosong / data hilang yg disebabkan :

tidak tercatatnya data hujan oleh petugas di tempat pengamatan

akibat kerusakan alat penakar

kelupaan petugas untuk mencatat atau sebab lain.

Data curah hujan yang tidak lengkap atau kososng biasanya disebabkan tidak

tercatatnya data curah hujan oleh petugas di tempat pengamatan, adanya

Page 13: hidrologi lingkungan

kerusakan pada alat pengukur curah hujan, kelupaan petugas untuk mencatat

curah hujan dan penyebab lainnya. Jika perbedaan curah hujan tahuan normal

suatu stasiun yang mempunyai data kosong dibandingkan dengan curah hujan

tahunan normal stasiun pengukur terdekat kurang dari 10%, maka digunakan rata-

rata aritmatika. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:

r x = 1n-1

× ∑i=1

n

rn

Dimana:

n = jumlah stasiun pengamat

rx = tinggi curah hujan pada stasiun yang akan dicari

rn = tingginya curah hujan pada stasiun pengamat lain

2. Tes Konsistensi

Tidak konsistensinya sekumpulan data curah hujan dapat disebabkan karena:

1. Perubahan mendadak pada sistem lingkungan hidrologis seperti ekosistem

terhadap iklim, misalnya karena kebakaran hutan ekosistem sawah

berubah menjadi ekosistem pemukiman, gempa bumi, dll

2. Perpindahan lokasi stasiun pengukur hujan

3. Terdapat kesalahan sistem observasi pada sekumpulan data akibat posisi

dan cara pemasangan alat ukur curah hujan yang tidak baik atau terjadinya

perubahan pengukuran (sehubungan adanya metode atau alat yang baru)

3.Analisis Curah Hujan

Hasil pengukuran data hujan dari masing-masing alat pengukuran hujan adalah

merupakan data hujan suatu titik (point rainfall). Padahal untuk kepentingan

analisis yang diperlukan adalah data hujan suatu wilayah (areal rainfall). Ada

beberapa cara untuk mendapatkan data hujan wilayah yaitu :

1. Cara rata-rata aljabar

2. Cara poligon thiessen

3. Cara isohyet

4. Metode Probabilitas Normal

5. Metode Gumbel

Page 14: hidrologi lingkungan

6. Metode Rasional

7. Metode Mononobe

8. Metode Van Beeren

9. Metode Haspers dan Der Weduwen

10. Metoda Log Pearson III

11. Metoda Iway Kadoya

1. Cara Rata-rata Aljabar

Cara ini merupakan cara yang paling sederhana yaitu hanya dengan membagi

rata pengukuran pada semua stasiun hujan dengan jumlah stasiun dalam

wilayah tersebut. Sesuai dengan kesederhanaannya maka cara ini hanya

disarankan digunakan untuk wilayah yang relatif mendatar dan memiliki sifat

hujan yang relatif homogen dan tidak terlalu kasar.

Page 15: hidrologi lingkungan

2. Cara Poligon Thiessen

Cara ini selain memperhatikan tebal hujan dan jumlah stasiun, juga

memperkirakan luas wilayah yang diwakili oleh masing-masing stasiun untuk

digunakan sebagai salah satu faktor dalam menghitung hujan rata-rata daerah

yang bersangkutan. Poligon dibuat dengan cara menghubungkan garis-garis

berat diagonal terpendek dari para stasiun hujan yang ada.

Page 16: hidrologi lingkungan

3. Cara Isohiet

Isohiet adalah garis yang menghubungkan tempat-tempat yang mempunyai

tinggi hujan yang sama. Metode ini menggunakan isohiet sebagai garis-garis

yang membagi daerah aliran sungai menjadi daerah-daerah yang diwakili oleh

stasiun-stasiun yang bersangkutan, yang luasnya dipakai sebagai faktor koreksi

dalam perhitungan hujan rata-rata.

4. Metode Probabilitas Normal

Perhitungan curah hujan dengan Metode Probabilitas Normal Perhitungan curah

Hujan dengan metode Normal ini, jika data yang dipergunakan berupa sampel,

dilakukan dengan rumus-rumus berikut (I Made K. 2011) :

XT = X + KT . S

Dimana:

XT = nilai hujan rencana dengan periode ulang T tahun

X = Nilai rata-rata dari data hujan (X) mm

S = Standar deviasi dari (X) mm

= √((∑_(i=1)^n( Xi - X)^2)/(n-1))

KT = Faktor frekuensi, nilainya tergantung dari T

Page 17: hidrologi lingkungan

5. Metode Gumbel

Perhitungan curah hujan dengan Metode Gumbel ini menggunakan harga-harga

terbesar (maksimum) dalam menganalisa curah hujan.

Rumus yang digunakan adalah (I Made K. 2011):

6. Metode Rasional

Metode ini digunakan untuk daerah yang luas pengalirannya kurang dari 300 ha

Q=0,278.C.I.A

Q : Debit (m3/detik)

0,27

8

:Konstanta, digunakan jika satuan luas daerah menggunakan km2

C : Koefisien aliran

I : Intensitas curah hujan selama waktu konsentrasi (mm/jam)

A : Luas daerah aliran (km2)

7. Metode Mononobe

I : Intensitas curah hujan (mm/jam)

T : Lamanya curah hujan / durasi curah hujan (jam)

R24 : Curah hujan rencana dalam suatu periode ulang, yang nilainya didapat

dari tahapan sebelumnya (tahapan analisis frekuensi)

Keterangan :

Page 18: hidrologi lingkungan

·R24 , dapat diartikan sebagai curah hujan dalam 24 jam (mm/hari)

8. Metode Van Breen

IT : Intensitas curah hujan pada suatu periode ulang (T tahun)

RT : Tinggi curah hujan pada periode ulang T tahun (mm/hari)

9. Metode Haspers dan Der Weduwen

Metode ini berasal dari kecenderungan curah hujan harian yang dikelompokkan

atas dasar anggapan bahwa curah hujan memiliki distribusi yang simetris dengan

durasi curah hujan lebih kecil dari 1 jam dan durasi curah hujan lebih kecil dari 1

sampai 24 jam ( Melinda, 2007 )

Perhitungan intensitas curah hujan dengan menggunakan Metode Haspers & der

Weduwen adalah sebagai berikut :

_

dimana :

I : Intensitas curah hujan (mm/jam)

R,

Rt

:Curah hujan menurut Haspers dan Der Weduwen

T : Durasi curah hujan (jam)

Xt : Curah hujan harian maksimum yang terpilih (mm/hari)

10. Metoda Log Pearson III

Page 19: hidrologi lingkungan

Metoda Log Pearson III didasarkan pada perubahan data yang ada ke dalam

bentuk logaritma. Sesuai dengan anjuran The Hydrology Community of The Water

Recurrence Council, maka untuk pemakaian praktis dari data yang ada, data

tersebut diubah ke bentuk logaritmanya kemudian baru dihitung parameter

statistiknya.

11. Metode Iwai Kadoya

Prinsip dasar merubah variabel (x) dari kurva kemungkinan kerapatan dari curah

hujan harian maksimum ke log x atau merubah kurva distribusi yang asimetris

menjadi kurva distribusi normal.

(logx+b )=log ( xo+b )+ 1c

ξ

x=10log ( xo+b) + 1

cξ−b

Page 20: hidrologi lingkungan

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Adapun kesimpulan yang didapatkan di dalam makalah ini adalah sebagai berikut:

Presipitasi adalah istilah umum dari semua bentuk air yang jatuh ke

permukaan, bentuk ini bisa berupa butiran-butiran es, salju dan cairan air.

Curah hujan merupakan unsur iklim yang sangat penting di Indonesia

karena keragamannya sangat tinggi baik menurut waktu maupun tempat,

sehingga kajian tentang iklim lebih banyak difokuskan pada curah hujan.

Tinggi atau rendahnya tingkatan presipitasi sangat erat kaitannya dengan

iklim.

Ada banyak metode yang dapat digunakan untuk menentukan curah hujan.

3.2 Saran

Saran yang dapat diberikan dengan adanya penulisan makalah ini adalah sangat

diperlukan kesadaran manusia untuk menjaga alam di sekitarnya karena alam

Page 21: hidrologi lingkungan

sangat mempengaruhi keseharian hidup manusia. Faktor perusak alam yang utama

adalah adanya kegiatan manusia, jika manusia dapat bijak menghadapi perannya

bagi alam, tentunya dampak perubahan iklim yang terjadi dapat diminimalisasi.

DAFTAR PUSTAKA

Marpaung, Sartono. 2012. Kajian Presipitasi di Wilayah Indonesia Berdasarkan

Beberapa Model Iklim Global. Pusat Pemanfaatan Sains Atmosfer dan

Iklim. Bandung : Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional

Putuhena, Jusmy D. 2011. Perubahan Iklim Dan Resiko Bencana Pada Wilayah

Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil. Pengembangan Pulau-Pulau Kecil 2011

Syafrudin, Ir. 2006. Jurnal Presipitasi Media Komunikasi dan Pengembangan

Teknik Lingkungan. Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik

Universitas Diponegoro. Semarang : Universitas Diponegoro

Susilo, Ir. Hadi. 2012. Rekayasa Hidrologi Modul 3 Presipitasi. Jurusan Teknik

Sipil Fakultas Teknik dan Perencanaan. Jakarta : Universitas Mercu

Buana