10_Rekayasa hidrologi

download 10_Rekayasa hidrologi

of 117

description

hidrologi

Transcript of 10_Rekayasa hidrologi

  • MK. Hidrologi John Frans

    1

    BAB I SIKLUS HIDROLOGI

    A. Pendahuluan Ceritakan proses terjadinya hujan !

    Dalam bab ini akan dipelajari, pengertian dasar hidrologi, siklus hidrologi, sirkulasi air dan

    neraca air.

    Tujuan yang ingin dicapai (TIK) setelah mengikuti materi ini adalah mahasiswa akan dapat :

    a. Menjelaskan pengertian hidrologi dengan benar

    b. Menjelaskan dan menggambar siklus hidrologi dengan baik dan benar.

    c. Menjelaskan tentang sifat-sifat air dengan benar.

    d. Menjelaskan hubungan antara sirkulasi air dan neraca air dengan baik.

    B. Penyajian 1.1. Pengertian Hidrologi Hidrologi termasuk salah satu cabang ilmu geografi (ilmu bumi) dan sudah mulai

    dikembangkan oleh para filsuf kuno, antara lain dari Yunani, Romawi, Cina dan Mesir. Dimana

    air dianggap sebagai bagian dari unsur utama bersama-sama dengan bumi, udara dan api.

    Secara harafiah hidrologi berasal dari bahasa Yunani, yakni hydro dan loge. Hydro

    berarti sesuatu yang berhubungan dengan air dan loge berarti pengetahuan. Jadi hidrologi

    adalah ilmu pengetahuan yang secara khusus mempelajari tentang kejadian, perputaran dan

    penyebaran air di atmosfir dan permukaan bumi serta di bawah permukaan bumi. Secara luas

    hidrologi meliputi pula berbagai bentuk air, termasuk transformasi antara keadaan cair, padat,

    dan gas dalam atmosfir, di atas dan di bawah permukaan tanah. Di dalamnya tercakup pula air

    laut yang merupakan sumber dan penyimpan air yang mengaktifkan kehidupan di planet bumi

    ini.

    Ruang lingkup hidrologi mencakup :

    1. pengukuran, mencatat, dan publikasi data dasar.

    2. deskripsi propertis, fenomena, dan distribusi air di daratan.

    3. analisa data untuk mengembangkan teori-teori pokok yang ada pada hidrologi.

    4. aplikasi teori-teori hidrologi untuk memecahkan masalah praktis.

  • MK. Hidrologi John Frans

    2

    Hidrologi bukanlah ilmu yang berdiri sendiri, tetapi ada hubungan dengan ilmu lain, seperti

    meteorologi, klimatologi, geologi, agronomi kehutanan, ilmu tanah, dan hidrolika.

    Menurut The International Association of Scientific Hydrology, hidrologi dapat dibagi menjadi:

    1. Potamologi (Potamology), khusus mempelajari aliran permukaan (surface streams)

    2. Limnologi (Limnology), khusus mempelajari air danau

    3. Geohidrologi (Geohydrology), khusus mempelajari air yang ada di bawah permukaan

    tanah (mempelajari air tanah = groundwater)

    4. Kriologi (Cryology), khusus mempelajari es dan salju

    5. Hidrometeorologi (Hydrometeorology), khusus mempelajari problema-problema yang

    ada diantara hidrologi dan meteorologi.

    Model Sederhana Siklus Hidrologi

  • MK. Hidrologi John Frans

    3

    1.2. Siklus Hidrologi a). Penguapan Proses perubahan air menjadi uap air disebut penguapan. Penguapan memerlukan energi

    panas, misalnya api kompor. Penguapan di alam (penguapan air laut dan air yang ada di

    daratan) terjadi dengan bantuan energi panas dari sinar matahari.

    Pada penguapan air laut, garam yang terkandung dalam air laut tidak ikut diuapkan (tetap

    tertinggal di laut). Jika uap air laut diembunkan akan diperoleh air tawar yang relatif murni.

    b). Tingkat Penguapan

    Tingkat penguapan bergantung pada dua faktor yang berbeda, yaitu:

    Suhu udara Besar kandungan uap air yang terdapat di udara. Semakin tinggi suhu udara, semakin banyak uap air diserap oleh udara. Semakin kecil

    persentase uap air di udara, semakin banyak uap air dapat diserap udara.

    Suhu udara di padang pasir pada siang hari cukup tinggi, maka apa bila terdapat air permukaan

    akan terjadi penguapan yang tinggi.

    c). Bentuk Penguapan

    Penguapan air dapat terjadi melalui tumbuhan maupun permukaan bumi. Penguapan air melalui

    tumbuhan disebut transpirasi.

    Dengan demikian terdapat dua bentuk penguapan air yang berbeda di alam:

    Penguapan di permukaan bumi (dari lautan, daratan). Penguapan melalui tumbuhan (disebut transpirasi).

    Gambar 1.1. Proses Penguapan

  • MK. Hidrologi John Frans

    4

    d). Kondensasi Uap Air Kondensasi merupakan proses kebalikan dari penguapan. Kondensasi uap air berarti proses

    perubahan uap air menjadi air (proses pengembunan).

    Di udara, kondensasi uap air terjadi jika:

    Udara yang sudah jenuh uap air ditambah uap air atau zat lain Suhu udara yang jenuh uap air turun Uap air yang mengembun di udara membentuk tetes-tetes air yang sangat kecil dan dapat

    dilihat sebagai awan di langit.

    1.2. Tingkat Penguapan

    Gambar 1.3. Bentuk Penguapan

  • MK. Hidrologi John Frans

    5

    e. Transportasi oleh Angin Udara yang mengandung uap air atau awan dapat terbawa angin ke tempat lain. Oleh karena itu

    angin memiliki peran penting dalam menentukan daerah dimana hujan akan terjadi.

    f). Hujan Tetes-tetes air hasil kondensasi terlalu kecil untuk dapat jatuh ke bumi, tetes-tetes air yang

    sangat kecil ini mungkin akan menguap kembali.

    Dengan bantuan transportasi angin, maka dapat diperkirakan bahwa sampai satu juta tetes-

    tetes air yang sangat kecil tadi akan bertumpuk dan membentuk satu tetes air yang lebih besar.

    Tetes-tetes air besar inilah yang dapat jatuh sampai ke permukaan bumi sebagai tetesan hujan.

    Di daerah iklim sedang dengan ketinggian tertentu, kristal-kristal es bertumpuk dengan tetes-

    tetes air yang sangat kecil tadi dan membentuk satu gumpalan es. Gumpalan es ini akan

    meleleh pada waktu jatuh dan sampai ke bumi sebagai tetesan hujan.

    Hujan lebih banyak terjadi di daerah pegunungan dibandingkan dengan dataran rendah, karena

    suhu udara jenuh uap air, akan mengalami penurunan suhu setelah dibawa oleh angin dari

    dataran rendah ke pegunungan.

    Besarnya curah hujan di pegunungan ditambah dengan pepohonan yang lebat menyebabkan

    ketersediaan air bersih di pegunungan relatif banyak.

    Gambar 1.4. Transportasi oleh Angin

  • MK. Hidrologi John Frans

    6

    g). Peresapan Air Air hujan yang jatuh ke tanah tidak seluruhnya langsung mengalir sebagai air permukaan, tetapi

    ada yang terserap oleh tanah. Peresapan air ke dalam tanah pada umumnya terjadi melalui dua

    tahapan, yaitu infiltrasi dan perkolasi (gambar 2.10). Infiltrasi adalah gerakan air menembus

    permukaan tanah masuk ke dalam tanah. Perkolasi adalah proses penyaringan air melalui pori-

    pori halus tanah sehingga air bisa meresap ke dalam tanah.

    Kedalaman air yang masuk ke tanah bergantung dari beberapa faktor, yaitu: jumlah air hujan,

    porositas tanah, jumlah tumbuh-tumbuhan serta lapisan yang tidak dapat ditembus oleh air. Air

    yang tertahan oleh lapisan kedap air (misalnya batu) membentuk air tanah. Air tersebut dapat

    dimanfaatkan untuk kebutuhan sehari-hari.

    Di daerah perkotaan yang padat penduduknya peresapan air kecil sekali, karena sebagian

    besar lahan tanah tertutup/dilapis aspal atau dibeton dan perumahan dibangun dimana-mana,

    sehingga luas tanah terbuka semakin sempit sehingga semakin sedikit pula dapat menyerap air.

    Seharusnya beberapa tempat di kota dibiarkan terbuka sebagai tanah resapan air hujan.

    Gambar 1.5. Peristiwa Kondensasi

    Gambar 1.6. Air Hujan

  • MK. Hidrologi John Frans

    7

    h). Sumber-sumber Air di Alam Terbentuknya sumber - sumber air di alam mengalami serangkaian proses. Air hujan jatuh ke

    tanah kemudian meresap ke dalam tanah. Sampai di kedalaman tertentu, air tersebut tertahan

    oleh lapisan batu-batuan (lapisan kedap air), yang membendung air sehingga tidak terus

    meresap ke bawah. Dari celah-celah bebatuan tersebut dapat kita temukan sumber air yang

    jernih dan tidak tercemar.

    h.1). Air Permukaan Air permukaan adalah air yang menggenang atau mengalir di permukaan tanah, misalnya

    danau, sungai dan rawa-rawa.

    Sungai merupakan pengumpulan dari tiga jenis limpasan, yaitu: limpasan permukaan, limpasan

    di bawah permukaan dan limpasan air tanah, yang akhirnya akan kembali ke laut.

    Gambar 1.7. Infiltrasi dan Perkolasi

  • MK. Hidrologi John Frans

    8

    1.3. Daur Hidrologi Siklus air atau daur hidrologi adalah pola sirkulasi air dalam ekosistem.

    Gerakan air laut ke udara, kemudian jatuh ke permukaan tanah, dan akhirnya mengalir

    ke laut lagi disebut Siklus Hidrologi (CD. Soemarto, 1999) . Siklus ini dapat dilukiskan secara

    skematik seperti terlihat pada Gambar 1.10 dan 1.11.

    Proses-proses dalam Siklus Air, adalah sebagai berikut: a. Penguapan, yaitu proses perubahan air menjadi uap air dengan bantuan energi panas dari

    sinar matahari

    b. Transpirasi, yaitu proses penguapan air yang terjadi melalui tumbuhan c. Kondensasi, yaitu proses perubahan uap air menjadi tetes-tetes air yang sangat kecil

    (pengembunan)

    Gambar 1.8. Proses Terbentuknya Sumber-sumber Air di Alam

    Gambar 1.9. Air Permukaan

  • MK. Hidrologi John Frans

    9

    d. Transportasi, yaitu proses pengangkutan awan/uap air oleh angin menuju ke daerah tertentu yang akan kejatuhan hujan

    e. Hujan, yaitu proses jatuhnya tetes-tetes air besar (tumpukan tetes-tetes air kecil hasil

    kondensasi) sampai ke permukaan bumi

    f. Infiltrasi, yaitu gerakan air hujan menembus permukaan tanah kemudian masuk ke dalam

    tanah (Peresapan)

    g. Perkolasi, yaitu proses penyaringan air melalui pori-pori halus tanah sehingga air dapat

    meresap dalam tanah (Peresapan)

    h. Aliran Air Dalam Tanah, yaitu air hujan yang meresap ke dalam tanah dan mengalir di atas

    lapisan kedap air sampai muncul kembali di permukaan tanah sebagai mata air, atau

    mengalir hingga ke laut.

    i. Aliran Air Permukaan, yaitu air hujan yang tidak meresap ke dalam tanah melainkan

    menggenang atau mengalir di permukaan tanah.

    Aliran Air Tanah

    Hujan

    Evaporasi dari laut

    Evaporasi dari daratan

    Limpasan Permukaan

    Permukaan phreatik (muka air tanah)

    Transpirasi

    Evaporasi dari air permukaan

    Awan

    Gambar 1.10. Siklus Hidrologi

  • MK. Hidrologi John Frans

    10

    Gambar 1.11. Siklus Air

  • MK. Hidrologi John Frans

    11

    Siklus hidrologi merupakan suatu sistim yang tertutup, dalam arti bahwa pergerakan air

    pada sistim tersebut selalu tetap berada di dalam sistimnya. Siklus hidrologi terdiri dari enam

    sub sistim yaitu :

    a. air di atmosfir

    b. aliran permukaan

    c. aliran bawah permukaan

    d. aliran air tanah

    e. aliran sungai/saluran terbuka

    f. air di lautan dan air genangan

    Air di lautan dan genangan (danau, rawa, waduk), oleh karena adanya radiasi matahari

    maka air tersebut akan menguap ke dalam atmosfir. Uap air akan berubah menjadi hujan

    karena proses pendinginan (kondensasi). Sebagian air hujan yang jatuh di permukaan bumi

    akan menjadi aliran permukaan. Aliran permukaan sebagian meresap ke dalam tanah menjadi

    aliran bawah permukaan melalui proses infiltrasi dan perkolasi, selebihnya akan berkumpul di

    dalam jaringan alur (sungai alam atau buatan) menjadi aliran sungai atau saluran terbuka dan

    mengalir kembali ke laut. Sebagian air hujan yang tertahan oleh tumbuh-tumbuhan dan

    sebagian lagi yang jatuh langsung ke dalam laut dan danau akan menguap kembali ke atmosfir.

    Sebagian dari air bawah permukaan kembali ke atmosfir melalui proses penguapan dan

    transpirasi oleh tanaman dan sebagian lagi menjadi aliran air tanah melalui proses perkolasi,

    dan mengalir ke lautan.

    1.4. Sifat-Sifat Air Air berubah ke dalam tiga bentuk/sifat menurut waktu dan tempat, yakni air sebagai

    bahan padat, air sebagai cairan dan air sebagai uap seperti gas. Umumnya benda menjadi kecil

    jika suhu menjadi rendah. Tetapi air mempunyai volume yang minimum pada suhu 4 C. Lebih rendah dari 4C, volume air itu menjadi agak besar. Pada pembekuan, volume es menjadi 1/11 kali lebih besar dari volume air semula.

    Mengingat es mengambang di permukaan air (karena es lebih ringan dari air), maka

    keseimbangan antara air dan es dapat dipertahankan oleh pembekuan dan pencairan. Jika es

    lebih berat dari air, maka es itu akan tenggelam ke dasar laut atau danau dan makin lama makin

    menumpuk yang akhirnya akan menutupi seluruh dunia.

  • MK. Hidrologi John Frans

    12

    1.5. Siklus dan Neraca Air Proses sirkulasi air pada Gambar 1.2 merupakan hubungan antara aliran ke dalam

    (inflow) dan aliran ke luar (outflow) pada suatu daerah dalam periode waktu tertentu. Hal ini

    dapat dikatakan atau disebut dengan neraca air.

    Hubungan Keseimbangan ini adalah sebagai berikut :

    P = D + E + G + M ............................................................................... (1.1)

    Dimana :

    P = Presipitasi

    D = Debit

    E = Evaporasi

    G = Penambahan (supply) air ke tanah

    M = Penambahan kadar kelembababan tanah

    Air Keluar

    Presipitasi

    Uap Air Curah Hujan

    Air Permukaan

    Kelembababan Tanah dan Air Tanah

    Perkolasi

    Evaporasi (penguapan)

    Evaporasi (penguapan)

    Presipitasi

    Presipitasi

    Limpasan

    Perkolasi

    Gambar 1.2. Sirkulasi Air

  • MK. Hidrologi John Frans

    13

    Pengenalan Istilah-istilah Hidrologi a. Presipitasi

    Hujan (presipitasi) merupakan masukan utama dari daur hidrologi dalam DAS. Dampak kegiatan

    pembangunan terhadap proses hidrologi sangat dipengaruhi intensitas, lama berlangsungnya,

    dan lokasi hujan. Karena itu perencana dan pengelola DAS harus memperhitungkan pola

    presipitasi dan sebaran geografinya.

    b. Intersepsi

    Hujan yang jatuh di atas tegakan pohon sebagian akan melekat pada tajuk daun maupun

    batang, bagian ini disebut tampungan/simpanan intersepsi yang akhirnya segera menguap.

    Besar kecilnya intersepsi dipengaruhi oleh sifat hujan (terutama intensitas hujan dan lama

    hujan), kecepatan angin, jenis pohon (kerapatan tajuk dan bentuk tajuk). Simpanan intersepsi

    pada hutan pinus di Italia utara sekitar 30% dari hujan (Allewijn, 1990). Intersepsi tidak hanya

    terjadi pada tajuk daun bagian atas saja, intersepsi juga terjadi pada seresah di bawah pohon.

    Intersepsi akan mengurangi hujan yang menjadi run off.

    c. Throughfall, Crown drip, Steamflow

    Hujan yang jatuh di atas hutan ada sebagian yang dapat jatuh langsung di lantai hutan melalui

    sela-sela tajuk, bagian hujan ini disebut throughfall. Simpanan intersepsi ada batasnya,

    kelebihannya akan segera tetes sebagai crown drip. Steamflow adalah aliran air hujan yang

    lewat batang, besar kecilnya stemflow dipengaruhi oleh struktur batang dan kekasaran kulit

    batang pohon.

    d. Infiltrasi dan Perkolasi

    Proses berlangsungnya air masuk ke permukaan tanah kita kenal dengan infiltrasi, sedang

    perkolasi adalah proses bergeraknya air melalui profil tanah karena tenaga gravitasi. Laju

    infiltrasi dipengaruhi tekstur dan struktur, kelengasan tanah, kadar materi tersuspensi dalam air

    juga waktu.

    e. Kelengasan Tanah

    Kelengasan tanah menyatakan jumlah air yang tersimpan di antara pori-pori tanah. Kelengasan

    tanah sangat dinamis, hal ini disebabkan oleh penguapan melalui permukaan tanah, transpirasi,

  • MK. Hidrologi John Frans

    14

    dan perkolasi. Pada saat kelengasan tanah dalam keadaan kondisi tinggi, infiltrasi air hujan

    lebih kecil daripada saat kelengasan tanah rendah. Kemampuan tanah menyimpan air

    tergantung dari porositas tanah.

    f. Simpanan Permukaan (Surface Storage)

    Simpanan permukaan ini terjadi pada depresi-depresi pada permukaan tanah, pada perakaran

    pepohonan atau di belakang pohon-pohon yang tumbang. Simpanan permukaan menghambat

    atau menunda bagian hujan ini mencapai limpasan permukaan dan memberi kesempatan bagi

    air untuk melakukan infiltrasi dan evaporasi.

    g. Runoff Runoff

    Adalah bagian curahan hujan (curah hujan dikurangi evapotranspirasi dan kehilangan air

    lainnya) yang mengalir dalam air sungai karena gaya gravitasi; airnya berasal dari permukaan

    maupun dari subpermukaan (sub surface). Runoff dapat dinyatakan sebagai tebal runoff, debit

    aliran (river discharge) dan volume runoff.

    Komponen Runoff

    C. Penutup Soal-Soal :

    1. Jelaskan pengertian dari hidrologi !

    2. Jelaskan tentang siklus hidrologi !

    3. Jelaskan pengertian dari :

    a. Kondensasi

    b. Transpirasi

    4. Sebutkan enam sub system dari siklus hidrologi!

    5. Jelaskan hubungan antara sirkulasi air dan neraca air !

  • MK. Hidrologi John Frans

    15

    Daftar Pustaka Soemarto,C.D.,1999, Hidrologi Teknik , Erlangga, Jakarta

    Sosrodarsono, 2003, Hidrologi untuk Pengairan, Departemen pekerjaan Umum dan Tenaga

    Listrik.

    Daftar Istilah

    Hidrologi

    Siklus hidrologi

    Presipitasi

    Atmosfir

    Kondensasi

    Inflow

    Outflow

    Neraca Air

    Debit

    Evaporasi

    Evapotranspirasi

  • MK. Hidrologi John Frans

    15

    BAB II ELEMEN-ELEMEN METEOROLOGI

    A. Pendahuluan Pada bab ini akan dipelajari tentang pengertian dari presipitasi, proses terjadinya presipitasi,

    cara pengamatan/pengukuran curah hujan serta proses terjadinya dan pengamatan/pengukuran

    pada evaporasi dan evapotranspirasi.

    Tujuan yang ingin dicapai (TIK) setelah mengikuti materi ini adalah mahasiswa akan dapat :

    a. Menjelaskan pengertian presipitasi dengan benar.

    b. Menyebutkan dan menjelaskan cara pengukuran curah hujan dengan baik.

    c. Menerangkan pengertian evaporasi dengan benar.

    d. Menyebutkan dan menjelaskan cara pengukuran evaporasi dengan baik.

    e. Menghitung besarnya evaporasi berdasarkan contoh soal dengan benar.

    f. Menerangkan pengertian evapotranspirasi dengan benar.

    g. Menyebutkan dan menjelaskan cara pengukuran evapotraspirasi dengan baik.

    B. Penyajian 2.1. Presipitasi Presipitasi adalah nama umum dari uap yang mengkondensasi dan jatuh ke tanah

    berupa salju, hujan, hujan es dan lain-lain. Presipitasi yang ada di bumi ini berupa :

    a. Hujan , merupakan bentuk yang paling penting.

    b. Embun, merupakan hasil kondensasi di permukaan tanah atau tumbuh-tumbuhan dan

    kondesasi di dalam tanah.

    c. Kondensasi, di atas lapisan es terjadi jika ada massa udara panas yang bergerak di atas

    lapisan es.

    d. Kabut, pada saat terjadi kabut, partikel-partikel air diendapkan di atas permukaan tanah

    dan tumbuh-tumbuhan.

    e. Salju dan es.

    Salah satu bentuk presipitasi yang terpenting di Indonesia adalah hujan. Maka

    pembahasan mengenai presipitasi ini selanjutnya hanya dibatasi pada hujan saja. Ada 5 buah

    unsur yang ditinjau, yaitu :

  • MK. Hidrologi John Frans

    16

    a. Intensitas I, adalah laju curah hujan = tinggi per satuan waktu, misalnya mm/menit,

    mm/jam, mm/hari.

    b. Lama waktu atau durasi t, adalah lamanya curah hujan terjadi dalam menit atau jam.

    c. Tinggi hujan d, adalah banyaknya atau jumlah hujan yang dinyatakan dalam ketebalan

    air di atas permukaan datar, dalam mm.

    d. Frekuensi, adalah frekuensi kejadian terjadinya hujan, biasanya dinyatakan dengan

    waktu ulang (return period) T.

    e. Luas, adalah luas geografis curah hujan A, dalam km2.

    Hubungan antara intensitas, durasi dan tinggi hujan dinyatakan sebagai berikut :

    d = =i

    idti0

    t (2.1)

    Intensitas rata-rata i dirumuskan sebagai berikut :

    tdi = (2.2)

    2.2.1. Alat Ukur Sistem pengukuran di lapangan seringkali sulit dilakukan secara manual oleh manusia. Untuk

    keperluan ini maka dibutuhkan suatu instrumentasi yang reliable untuk jangka waktu cukup lama

    dengan melakukan pengukuran berulangulang secara periodik. Pengukuran parameter -

    parameter yang berlainan dalam satu waktu bersamaan memerlukan suatu integrasi dari

    keseluruhan sistem pengukuran kedalam suatu data kolektor. Pada sistem yang lebih luas data

    ini harus digabungkan pada suatu sistem data base terpusat. Dengan sistem ini maka dapat

    dihasilkan interpretasi untuk decision support system yang menyeluruh tentang data cuaca.

    Implementasinya antara lain : menentukan pola cocok tanam sistem pengairan pada pertanian;

    monitoring sistem irigasi dan bendungan; pemantauan muka air tanah perkotaan; pengendalian

    banjir dan bencana; dan lain sebagainya.

    Beberapa pengukuran parameter hidrologi antara lain :

    1. Water level

    2. Water flow

    Beberapa pengukuran parameter klimatologi antara lain :

    1. Precipitation

    2. Evaporation

  • MK. Hidrologi John Frans

    17

    3. Air flow

    4. Moist & Temperature

    5. Radiation

    1. Water level Pengukuran ketinggian permukaan air digunakan antara lain pada sungai, danau, laut dan

    permukaan air tanah. Metoda yang digunakan antara lain :

    1.1 Shaft encoder Ketinggian permukaan air diukur menggunakan pelampung yang digantung dengan tali dan

    pemberat.

  • MK. Hidrologi John Frans

    18

    1.2 Depth Level Ketinggian permukaan air diukur menggunakan sensor tekanan dengan asumsi hukum

    Archimides, bahwa tekanan di bawah permukaan air (p) akan sebanding dengan kedalaman (h)

    dari permukaan air (p = g h) dengan adalah berat jenis air.

    2. Water flow Pengukuran kecepatan aliran air digunakan untuk mengukur besarnya debet air yang mengalir

    pada suatu aliran air. Metoda yang digunakan antara lain :

    2.1 Propeller Kecepatan aliran air diukur menggunakan baling-baling (propeller) yang dikonversikan menjadi

    kecepatan putaran.

  • MK. Hidrologi John Frans

    19

    2.2 Wing pressure Kecepatan aliran air diukur menggunakan sayap (wing) yang menyerupai bentuk sayap pada

    pesawat terbang. Semakin cepat aliran fluida yang lewat melalui sayap, maka semakin kuat

    tekanan ke atas yang dikenakan pada sayap ini. Sehingga kecepatan aliran dikonversikan

    langsung oleh sensor tekanan.

  • MK. Hidrologi John Frans

    20

    2.3 Flow pressure Aliran air diarahkan oleh selinder berupa corong (guide).

    Setelah aliran cukup constant dan rata (luminer), maka

    kemudian aliran air ini dikonversikan oleh presure meter

    dengan luas permukaan yang telah ditentukan.

    3. Precipitation Pengukuran curah hujan digunakan untuk mengetahui besarnya kapasitas atau volume

    penyediaan sumber air hujan selama kurun waktu tertentu. Metoda yang digunakan antara lain:

    3.1 Water drop Kapasitas curah hujan diukur menggunakan penghitungan tetesan air. Sebelum tetesan air

    dihitung, air hujan ini ditampung dalam suatu container dengan standar collecting surface.

    Dibawah container ini terdapat water dropper sehingga besarnya tetesan air bisa dijaga tetap

    konstan.

    3.2 Tipping bucket Kapasitas curah hujan diukur menggunakan penghitungan jumlah tumpahan pada

    penampung berayun (tipping bucket). Pada alat ini terdapat dua wadah yang diisi

    bergantian. Setiap kali wadah terisi penuh maka alat ini akan tumpah pada satu sisinya.

  • MK. Hidrologi John Frans

    21

    3.3 Collector chamber Kapasitas curah hujan diukur menggunakan penghitungan jumlah pengurasan volume air

    yang ditampung pada wadah (chamber) dengan volume tertentu. Setiap wadah tersebut

    terisi penuh, air akan dibuang secara otomatis oleh gaya berat air pada penguras

    (flusher).

  • MK. Hidrologi John Frans

    22

    4.1 Evaporation pan Kapasitas penguapan air diukur menggunakan penghitungan laju pengurangan volume air

    dalam suatu bak (pan) standar akibat pemanasan global. Volume dan berat jenis air

    dikonversikan oleh sensor ketinggian air untuk mengukur volume yang simultan dengan sensor

    berat untuk mengukur berat air di dalam bak standar.

    4.2 Blotting paper Kapasitas penguapan air diukur menggunakan penghitungan laju pengurangan volume air dalam

    suatu gelas ukur yang diletakan diatas kertas serap (absorbent paper). Luas kertas serap yang digunakan

    berfungsi sebagai media penguapan.

    5. Wind Speed & Direction Pengukuran kecepatan dan arah angin digunakan untuk mengetahui probabilitas

    klimatologi aliran kalor dan curah hujan. Metoda yang digunakan antara lain :

  • MK. Hidrologi John Frans

    23

    5.1 Flap & Propeller Kecepatan aliran udara (angin) diukur menggunakan baling-baling (propeller), sedangkan arah

    angin diukur menggunakan sirip pengarah (flap).

    5.2 Ultrasonic array Kecepatan aliran udara (angin) diukur menggunakan sensor tekanan yang sensitif

    terhadap aliran udara. Sensor ini menggunakan piezzo keramic sebagai sensor ultra

    sonic. Empat buah sensor disusun secara aray dalam empat arah. Masing-masing arah

    akan membentuk suatu vektor kecepatan.

  • MK. Hidrologi John Frans

    24

    6. Humidity & Temperature Pengukuran suhu dan kelembaban udara digunakan untuk mengetahui probabilitas klimatologi

    aliran kalor dan curah hujan. Metoda yang digunakan antara lain :

    6.1 Thermistor & Capacitive Suhu diukur menggunakan thermistor PT-100, yang memiliki respon cukup linear dalam jangka

    pengukuran temperatur udara. Kelembaban diukur oleh sepasang keping logam sebagai

    kapasitor yang dikonversikan oleh frekuensi pada suatu tangki osilator. Sensor-sensor ini

    ditempatkan dalam sirip pelindung untuk mengeliminasi pengaruh atau ganguan cuaca dan

    radiasi yang mempengaruhi sistem pengukuran

    6.2 Integrated Chip Suhu dan kelembaban diukur menggunakan sensor yang sudah standard dan dengan ketelitian yang

    cukup baik. Sensor ini sudah diproduksi dalam suatu chip dengan data keluaran berupa digital. Sehingga

    pengukuran selanjutnya dapat dilakukan secara elektronik.

  • MK. Hidrologi John Frans

    25

    7. Radiation Pemantauan aktifitas penyinaran matahari digunakan untuk mengetahui pengaruh terhadap

    cuaca yang berdampak secara umum. Metoda yang digunakan antara lain :

    7.1 Photo Sensitive Intensitas cahaya diukur menggunakan sensor resistif atau semikonduktor peka cahaya.

    Permukaan luar sensor dilapisi kaca lengkung untuk pelindung air, debu dan ganguan kotoran.

  • MK. Hidrologi John Frans

    26

    7.2 Thermocouples Radiasi panas diukur menggunakan thermocouple. Bagian atas digunakan untuk mengukur

    radiasi global, sedangkan bagian bawah digunakan untuk mengukur radiasi pantul dari tanah.

    Selain beberapa parameter pengukuran pada komponen air dan udara, seperti telah disebutkan

    di atas, maka pada tanah pun dapat dilakukan beberapa pengukuran antara lain : Soil

    temperature, Saturation Potential, Resistivity, Thermal Coductivity dan sebagainya dapat

    ditambahkan sebagai data pelengkap pada sistem pengukuran global.

    8. Data acquisition & Transmission Pengukuran beberapa parameter meteorologi, hidrology, klimatologi dan sebagainya dilakukan

    oleh masing-masing sensor dengan menggunakan microcontroller sehingga data langsung

    diubah menjadi data digital dengan standar komunikasi RS-485. Data ini dikirimkan menuju data

    recorder (logger) melalui media kabel (wire) atau bahkan modem radio, tergantung jarak sensor

    terhadap data recorder.

  • MK. Hidrologi John Frans

    27

    Seluruh instrumen pengukuran menggunakan power suplay dari battery 12V atau dapat pula

    dengan bantuan sollar panel sebagai alat pengisi daya. Rekaman data pada data recorder

    disimpan dalam memory card (MMC) atau dapat pula diambil melalui pheripheral USB sebagai

    alat komunikasi yang cukup umum dipakai saat ini.

    Secara optional, fasilitas pengambilan data dapat pula dilakukan secara telemetri. Cara ini

    dilakukan dengan menggunakan sarana telepon (fix phone atau sellular) apabila di daerah titik

    pengamatan sudah memiliki jaringan telepon. Jaringan telepon sellular yang digunakan

    biasanya adalah jaringan GSM atau bahkan CDMA dan GPRS.

  • MK. Hidrologi John Frans

    28

    Selain untuk mendapatkan informasi data pengukuran, fasilitas ini pun digunakan untuk

    memeriksa keadaan seluruh sistem pengukuran, yaitu untuk memonitor availability masing-

    masing unit pengukuran. Contoh sederhana adalah mengetahui kondisi setiap battery, kabel,

    dan sebagainya.

    Penggunaan telemetri melalui telepon sellular ataupun fix phone (PSTN) dapat digunakan

    secara simultan atau bergantian, tergantung cakupan jaringan yang tersedia di lokasi tempat

    pengukuran.

    2.1.1. Pengukuran Curah Hujan Dalam praktek kita mengenal 2 macam alat untuk mengukur curah hujan yaitu penakar

    hujan dan pencatat hujan.

  • MK. Hidrologi John Frans

    29

    a. Penakar hujan

    1) Penakar hujan biasa

    Penempatan alat ukur ini pada tempat terbuka yang tidak dipengaruhi oleh

    pohon-pohon atau gedung-gedung. Gambar 2.1 memperlihatkan alat ukur curah

    hujan biasa, yang pada bagian atas alat ini dipasang 20 cm lebih tinggi dari

    permukaan tanah yang sekelilingnya ditanami rumput. Alat ini terdiri dari tabung,

    corong penangkap hujan (diameter bukaan 20 cm), pengukur dan gelas ukur.

    Gambar 2.1. Alat penakar hujan biasa

    Air hujan masuk melalui corong penangkap dan masuk ke dalam gelas ukur yang

    diletakkan di dalam tabung untuk menerima air hujan yang meluap. Ketelitian

    dalam pembacaan 1/10 mm. Pembacaan dilakukan 1 x 24 jam dan hasil

    pembacaan dicatat sebagai curah hujan terdahulu. Curah hujan kurang dari 0,1

    mm dicatat 0,00 mm dan untuk membedakan tidak ada curah hujan, daftar curah

    hujan ditandai dengan (-).

    2) Penakar hujan rata tanah

    Alat penakar hujan rata tanah, dibuat dengan tujuan penangkapan maksimum

    seperti pada Gambar 2.2. Di sekitar alat penakar harus diberi grill dan brush.

    Grill adalah semacam sarang terbuat dari logam yang gunanya untuk mencegah

    tumbuhnya rumput atau tanaman penganggu. Sedangkan brush adalah lapisan

    lunak yang terbuat dari pasir atau sintel, berupa bubukan sisa pembakaran batu

    bara, gunanya untuk mencegah percikan (cipratan) air agar tidak masuk ke

    dalam penakar. Luas penakar A dibuat sama luas dengan permukaan corong

    biasa. Jenis ini berhasil baik digunakan sebagai pembanding terhadap penakar

    biasa.

    corong

    penampung

    keran

    gelas ukur

  • MK. Hidrologi John Frans

    30

    Gambar 2.2. Penakar hujan rata tanah

    b. Pencatat hujan

    1) Pencatat jungkit (tipping bucket)

    Pencatat jungkit dibagi dalam 2 ruangan yang diatur sedemikian rupa jika satu

    terisi kemudian menjungkit dan menjadi kosong, lalu menyebabkan ruangan

    lainnya berada di posisi yang akan diisi oleh corong. Setiap jungkit menunjukkan

    suatu tinggi hujan d. Pencatatannya secara otomatis dan bertahap.

    Gambar 2.3. Pencatat Jungkit

    2) Pencatat pelampung

    Curah hujan yang tertangkap corong (1) tertumpah ke dalam penanmpung (2).

    Dengan terisinya penampung maka penampung (3) akan terangkat. Pelampung

    dihubungkan dengan alat penulis yang dapat membuat grafik pada drum

    pencatat yang diputar dengan pertolongan pegas jam (4). Jika pencatatannya

    mencapai d = 10 m, air dalam penampung akan tersedot keluar oleh sifon (5),

    sehingga penampung menjadi kosong yang sekaligus membawa alat penulis

    turun ke posisi nol.

    grill brush

    corong

    penampung

    corong

    sumbu

  • MK. Hidrologi John Frans

    31

    Gambar 2.4. Pencatat pelampung

    2.2. Evaporasi Penguapan (evaporation) adalah proses perubahan dari molekul air dalam bentuk zat

    cair ke dalam bentuk gas. Evaporasi sangat mempengaruhi debit sungai, besarnya kapasitas

    waduk, besarnya kapasitas pompa untuk irigasi, penggunaan konsumtif untuk tanaman dan lain-

    lain.

    Besarnya faktor meteorologi yang mempengaruhi besarnya evaporasi adalah :

    a. Radiasi matahari, perubahan dari keadaan cair menjadi gas ini memerlukan energi

    berupa panas laten untuk evaporasi.

    b. Angin, jika air menguap ke atmosfir maka lapisan batas antara permukaan tanah dan

    udara menjadi jenuh oleh uap air sehingga proses penguapan berhenti. Agar proses

    tersebut dapat berjalan terus, lapisan jenuh harus diganti dengan udara kering yang

    terjadi jika ada angin.

    c. Kelembaban relatif, jika kelembaban relatif naik maka kemampuan udara untuk

    menyerap air akan berkurang sehingga laju evaporasinya menurun.

    d. Suhu, jika suhu udara dan tanah cukup tinggi maka proses evaporasi berjalan lebih

    cepat.

    1

    2

    4

    3

    5

    Keterangan : 1 = corong 2 = penampung 3 = pelampung 4 = drum pencatat 5 = sifon

  • MK. Hidrologi John Frans

    32

    2.2.1. Pengukuran Evaporasi Ada beberapa alat ukur yang bisa digunakan antara lain :

    a. Atmometer

    Atmometer adalah alat standar untuk mengukur evaporasi dari permukaan basah. Alat

    ini digunakan untuk tujuan-tujuan klimatologis guna mengetahui kemampuan mongering

    udara. Permukaan basah diberikan oleh benda berpori yang dibasahi air, yang

    ditempatkan dalam suatu wadah. Ada beberapa jenis atmometer yaitu :

    1) Atmometer Piche

    2) Atmometer Livingstone

    3) Atmometer Black Bellani

    b. Panci penguapan

    Panci evaporasi dibuat untuk meniru kondisi evaporasi permukaan air bebas. Panci

    evaporasi dapat dipasang dengan posisi sebagai berikut :

    1) di atas permukaan tanah

    2) ditanam dalam tanah

    3) mengambang di atas air

    c. Mengukur radiasi matahari

    Kebanyakan stasiun pencatat meteorologi dilengkapi dengan radiometer untuk

    mengukur gelombang pendek radiasi yang masuk dari matahari/angkasa dan radiasi

    netto yang dipantulkan. Radiasi netto ini sangat penting untuk studi tentang evaporasi.

    d. Mengukur kecepatan angin

    Kecepatan angin diukur dengan anemometer, sedangkan arah angin dengan kipas.

    2.2.2. Penghitungan Evaporasi Rumus empiris Penman untuk menghitung evaporasi :

    )100

    1)((35,0 VeeE da += (2.3) keterangan : E = evaporasi (mm/hari) ea = tekanan uap jenuh pada suhu rata-rata harian (mm/Hg)

    ed = tekanan uap sebenarnya (mm/Hg)

    V = kecepatan angin pada ketinggian 2 m di atas permukaan tanah (mile/hari)

  • MK. Hidrologi John Frans

    33

    Tabel 2.1. Tabel tekanan uap jenuh

    0C p(mm/Hg) -60 -40 -20 -10 -1

    0 (air+es+uap) 10 20 30 40 50 60 80

    100 110 125 200 250 300 350

    0,0008 0,096 0,783 1,964 4,220 4,580 9,21

    17,55 31,86 55,40 92,6

    149,6 355,4

    760,0 (1 atm) 1074 1740

    11650 29770 64300

    123710

    Contoh :

    Suhu bola kering 30C, suhu bola basah 26C, kelembaban relatif 68% dan kecepatan angin 1 m/dt.

    Penyelesaian :

    Suhu bola kering 30C, dari Tabel 2.1 diperoleh tekanan uap jenuh pada suhu rata-rata harian, ea = 31,86 mm/Hg.

    Tekanan uap sebenarnya, ed = 31,86 mm/Hg x 68% = 21,65 mm/Hg.

    Kecepatan angin = {1 m/dt x 24 jam x 60 menit x 60 detik}/1600 m/mile = 54 mile/hari

    Diperoleh besarnya evaporasi E :

    harimmE

    VeeE da

    /5)100541)(65,2186,31(35,0

    )100

    1)((35,0

    =+=

    +=

  • MK. Hidrologi John Frans

    34

    2.3. Evapotranspirasi Evapotranspirasi (evapotranspiration) adalah penguapan yang terjadi dari permukaan

    lahan yang tertutup dengan tumbuhan. Jumlah kadar air yang hilang dari tanah oleh

    evapotranspirasi tergantung pada :

    a. persediaan air yang cukup (hujan dan lain-lain)

    b. faktor-faktor iklim seperti suhu, kelembaban dan lain-lain.

    c. tipe dan cara kultivasi tumbuh-tumbuhan tersebut.

    2.3.1. Penghitungan Evapotranspirasi Ada beberapa metode yang dipakai untuk menghitung besarnya evapotranspirasi atau

    memperkirakan besarnya evapotranspirasi, antara lain :

    a. Cara Blaney Criddle yang dirubah :

    100)813.7,45(. += tPKU (2.4)

    keterangan :

    K = Kt x Kc

    Kt = 0,0311t + 0,240

    U = banyaknya evapotranspirasi bulanan (mm)

    t = suhu udara rata-rata bulanan (C) Kc = koefisien tanaman bulanan

    P = persentase jam siang bulanan dalam setahun (%)

    b. Cara Thornthwaite

    e = c. ta (2.5)

    keterangan :

    e = evapotranspirasi potensial bulanan (cm/bulan)

    c dan a= koefisien yang tergantung dari tempat

    t = suhu udara rata-rata bulanan (C) a = 0,000000675 I3 0,0000771 I2 + 0,01792 I + 0,49239 (2.6)

    =

    =12

    1

    514,1

    5itI (2.7)

    I adalah jumlah 12 bulan dari suhu udara rata-rata bulanan dibagi 5.

  • MK. Hidrologi John Frans

    35

    C. Penutup Soal Soal : 1. Jelaskan pengertian dari presipitasi !

    2. Sebut dan jelaskan cara pengukuran curah hujan !

    3. Jelaskan pengertian evaporasi dan evapotranspirasi !

    4. jelaskan cara pengukuran/pengamatan evaporasi dengan panci evaporasi !

    5. Diketahui suhu bola kering 20C, tekanan uap jenuh pada suhu rata-rata 17,55, suhu bola basah 27C, kelembaban relatif 64% dan kecepatan angin 1 m/dt. Hitung besarnya evaporasi !

    Daftar Pustaka

    Soemarto,C.D.,1999, Hidrologi Teknik , Erlangga, Jakarta

    Sosrodarsono, 2003, Hidrologi untuk Pengairan, Departemen pekerjaan Umum dan Tenaga

    Listrik.

    Daftar Istilah Meteorologi

    Uap

    Gas

    Frekuensi

    Grill

    Brush

    Sifon

    Transpirasi

    Kelembaban

  • MK. Hidrologi JFK

    36

    BAB III. INFILTRASI DAN PERKOLASI

    A. Pendahuluan Pada bab ini akan dipelajari tentang pengertian infiltrasi dan perkolasi serta cara pengukuran

    kapasitas infiltrasi.

    Tujuan yang ingin dicapai (TIK) setelah mengikuti materi ini adalah mahasiswa akan dapat :

    a. Menjelaskan pengertian infiltrasi dan perkolasi dengan benar.

    b. Menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi daya infiltrasi dengan benar.

    c. Menentukan kapasitas infiltrasi dengan benar.

    B. Penyajian 3.1. Pengertian Infiltrasi dan Perkolasi Infiltrasi adalah perpindahan air dari atas ke dalam permukaan tanah. Kebalikan dari infiltrasi adalah rembesan (seepage).

    Perkolasi adalah gerakan air ke bawah dari zona tidak jenuh, yang terletak di antara permukaan

    tanah sampai ke permukaan air tanah (zona jenuh). Daya infiltrasi f adalah laju infiltrasi

    maksimum yang dimungkinkan, yang ditentukan oleh kondisi permukaan, termasuk lapisan atas

    tanah. Besarnya daya infiltrasi f dinyatakan dalam mm/jam atau mm/hari. Daya perkolasi p

    adalah laju perkolasi maksimum yang dimungkinkan, yang besarnya dipengaruhi oleh kondisi

    tanah dalam zona tidak jenuh, yang terletak di antara permukaan tanah dengan permukaan air

    tanah.

    Untuk memperjelas arti fp dan pp diperlihatkan pada Gambar 3.1. dan Gambar 3.2. di

    bawah ini.

    kerikil

    Tanah liat

    Muka air tanah

    Tanah liat

    kerikil

    Muka air tanah

    Gambar 3.1. Gambar 3.2.

  • MK. Hidrologi JFK

    37

    Gambar 3.1. akan menghasilkan daya infiltrasi yang besar, tetapi daya perkolasinya

    kecil, karena lapisan atasnya terdiri dari lapisan kerikil yang mempunyai permeabilitas tinggi dan

    lapisan bawahnya terdiri dari lapisan tanah liat yang relatif kedap air. Sedangkan Gambar 3.2.

    akan menghasilkan daya infiltrasi yang kecil tetapi daya perkolasinya tinggi, karena lapisan

    atasnya terdiri dari lapisan kedap air dan lapisan bawahnya tiris.

    3.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Infiltrasi Faktor-faktor yang mempengaruhi infiltrasi adalah :

    a. Dalamnya genangan di atas permukaan tanah dan tebal lapisan yang jenuh

    b. Kelembaban tanah

    c. Pemampatan oleh curah hujan

    d. Penyumbatan oleh bahan-bahan yang halus

    e. Pemampatan oleh orang dan hewan

    f. Struktur tanah

    g. Tumbuh-tumbuhan

    h. Udara yang terdapat dalam tanah

    3.3. Penentuan Kapasitas Infiltrasi Untuk penentuan kapasitas infiltrasi dapat digunakan cara dengan menggunakan alat

    ukur infiltrasi dan cara dengan menggunakan analisa dari hidrograf. Cara yang pertama adalah

    cara mengukur laju infiltrasi. Air dituangkan pada suatu bidang pengujian yang kecil dengan

    menggunakan alat ukur infiltrasi. Cara ini hanya cocok untuk pengujian perbandingan yang

    dilaksanakan dengan membatasi beberapa buah factor yang mempengaruhi kapasitas

    infiltrasi.Untuk cara kedua, jika terdapat data yang teliti mengenai variasi intensitas curah hujan

    dan data yang kontinu dari limpasan yang terjadi, maka kapasitas infiltrasi dapat diperoleh

    dengan ketelitian yang cukup tinggi. Dengan kapasitas infiltrasi yang diperoleh ini, maka

    hidrograf dari dari limpasan yang disebabkan oleh suatu curah hujan yang terjadi pada kondisi

    yang sama dalam daerah pengaliran itu dapat ditentukan dengan ketelitian yang baik.

    Di sini diperlihatkan modifikasi cara perhitungan kurva f dalam daerah pengaliran yang

    kecil antara 1 sampai 10 ha yang disarankan oleh Dr. W.W. Horner dan Dr. L.L. Loyd.

  • MK. Hidrologi JFK

    38

    Tabel 3.1. Data Curah Hujan

    Waktu Jam (menit)

    Curah Hujan (mm)

    Intensitas Curah Hujan (mm/jam)

    5.43 - 5.48 5 1.3 15.7 5.48 5.50 2 1.8 53.6 5.50 5.55 5 4.8 57.7 5.55 5.57 2 2.0 60.5 5.57 6.00 3 0.5 10.4 6.00 6.06 6 4.3 42.7 6.06 6.12 6 1.8 17.8 6.12 6.38 26 - -

    Waktu Jam (menit)

    Curah Hujan (mm)

    Intensitas Curah Hujan (mm/jam)

    6.38 6.44 6 5.2 52.1 6.44 6.50 6 1.5 15.0 6.50 7.00 10 0.8 4.8

    Sumber : Sosrodarsono, Hidrologi,2003

    Tabel 3.2. Data Pengukuran Debit

    Waktu Debit (m3/dt)

    Catatan Waktu Debit (m3/dt)

    Catatan

    5.55 0.00 Permulaan debit 6.29 0.001 .57 .015 .35 .001 .58 .033 .40 - Akhir debit

    6.01 .062 Debit puncak .43 - Permulaan debit .03 .043 .44 .003 .05 .029 .46 .035 .06 .024 .47 .076 .07 .031 .49 .085 Puncak debit .08 .042 .51 .067 .10 .058 Debit puncak .54 .051 .12 .051 .57 .029 .13 .036 7.00 .020 .16 .023 .04 .010 .20 .007 .09 .005 .24 .003 .14 .001

    Sumber : Sosrodarsono, Hidrologi,2003

  • MK. Hidrologi JFK

    39

    Contoh Soal Pengukuran Infiltrasi :

    Percobaan infiltrasi dilakukan dari sebuah plot dengan ukuran 4 m x 12,5 m. Setelah tercapai

    keseimbangan ternyata run-off telah konstan sebesar 0,5 liter/dtk. Intensitas hujan buatan 50

    mm/jam.

    Pertanyaan :

    a. Berapakah run-off dalam mm/jam

    b. Berapakah fc (ultimate infiltration capacity) dalam mm/jam

    c. Berapakah detensi permukaan apabila run-off setelah hujan berhenti sebagai berikut

    Waktu (menit) Run-off (ltr/dtk)

    0 0,50

    5 0,25

    10 0,13

    15 0,05

    20 0,00

    Asumsi : dapat dimisalkan bahwa perbandingan antara run-off dan infiltrasi sesudah hujan

    berhenti = pada saat hujan berhenti.

    Penyelesaian

    Intensitas hujan buatan = 50 mm/jam

    Luas plot = 4 x 12,5 = 50 m2

    Debit hujan yang jatuh di atas plot = 50.10-3 m/jam x 50 m2

    = 2,5 m3/jam

    = 0,6944 ltr/dt

    Setelah balance(seimbang) run-off = 0,5 ltr/dt

    Maka :

    a. Run-off = 6944,050,0

    x 50 mm/jam = 36 mm mm/jam

    b. Kapasitas infiltrasi = fc

    = intensitas runoff

    = 50 36 = 14 mm/jam

    = 0,1944 ltr/dtk

  • MK. Hidrologi JFK

    40

    c. Detensi permukaan = jumlah runoff setelah hujan berhenti + jumlah infiltrasi setelah

    hujan berhenti

    = ketinggian air pada plot setelah balance

    Gambar 3.4. Kurva hubungan antara kapasitas infiltrasi dengan waktu

    Detensi permukaan = luas curve runoff + luas curve infiltrasi

    Perhitungan luas dilakukan dengan pendekatan saja, yaitu tiap bagian dianggap trapezium.

    Luas I = 60).05(2

    )0972,025,0()1944,05,0( +++ x = 156,24 liter

    Luas II = 60).510(2

    )0505,013,0()0972,025,0( +++ x = 79,16 liter

    Luas III = 60).1015(2

    )0194,005,0()0505,013,0( +++ x = 37,49 liter

    Luas IV = 60).152(2

    0)0194,005,0( ++ x = 10,41 liter Luas total curve = 283,3 liter = 0,2833 m3

    Detensi permukaan =502833,0

    = 0,0057 m = 5,7 mm

    Kurva Detensi Permukaan

    00.10.20.30.40.50.60.70.8

    0 5 10 15 20 25 30

    t (menit)

    fc (l

    t/dt)

  • MK. Hidrologi JFK

    41

    C. Penutup

    Soal-Soal 1. Jelaskan pengertian dari infiltrasi dan perkolasi !

    2. Sebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi daya infiltrasi !

    3. Percobaan infiltrasi dilakukan dari sebuah plot dengan ukuran 5 m x 25 m. Setelah tercapai

    keseimbangan ternyata run-off telah konstan sebesar 0,7 liter/dtk. Intensitas hujan buatan

    60 mm/jam.

    Pertanyaan :

    a. Berapakah run-off dalam mm/jam

    b. Berapakah fc (ultimate infiltration capacity) dalam mm/jam

    c. Berapakah detensi permukaan apabila run-off setelah hujan berhenti sebagai berikut

    Waktu (menit) Run-off (ltr/dtk)

    0 0,40

    5 0,20

    10 0,10

    15 0,05

    20 0,00

    Daftar Pustaka

    Soemarto,C.D.,1999, Hidrologi Teknik , Erlangga, Jakarta

    Sosrodarsono, 2003, Hidrologi untuk Pengairan, Departemen pekerjaan Umum dan Tenaga

    Listrik.

    Daftar Istilah

    Zona

    Laju

    Hidrograf

    Kurva

  • MK. Hidrologi JFK

    42

    Run-off

  • MK. Hidrologi JFK

    27

    BAB IV CURAH HUJAN

    A. Pendahuluan Untuk memperdalam materi pada bab ini, diharapkan mahasiswa untuk mencari data curah

    hujan dari beberapa stasiun pengamatan curah hujan yang ada di Nusa Tenggara Timur pada

    Kantor Dinas Pekerjaan Umum Propinsi Nusa Tenggara Timur.

    Data-data tersebut diolah dan diselesaikan untuk proses belajar mengajar pada bab ini.

    Hubungan antara materi pada bab ini dengan bab-bab terdahulu, khususnya bab II adalah data-

    data curah hujan yang telah dicatat oleh alat ukur curah hujan diolah untuk rancang bangun.

    Tujuan yang ingin dicapai (TIK) setelah mengikuti materi ini adalah mahasiswa akan dapat :

    a. Menjelaskan macam-macam distribusi curah hujan dengan benar.

    b. Menghitung curah hujan wilayah berdasarkan contoh soal dengan benar.

    c. Menghitung intensitas curah hujan berdasarkan contoh soal dengan benar.

    d. Menghitung konsistensi data curah hujan tahunan berdasarkan contoh soal dengan benar

    e. Menghitung frekuensi curah hujan berdasarkan contoh soal dengan benar.

    B. Penyajian 4.1. Distribusi Curah Hujan 4.1.1. Distribusi Curah Hujan secara Geografis

    Faktor-faktor yang menentukan besarnya curah hujan rata-rata tahunan di suatu tempat :

    - garis lintang

    - posisi dan luas daerah

    - jarak dari pantai

    - suhu laut

    - efek geografis

    - altitude/ketinggian

    Latitude berhubungan dengan sirkulasi atmosfer. Di equator terdapat tekanan rendah

    sedangkan radiasi matahari memanasi udara secara intensif yang menyebabkan udara

    mengembang dan naik ke atas. Angin yang mengandung lembab panas bertemu di

    suatu daerah dan mengakibatkan terjadinya hujan.

  • MK. Hidrologi JFK

    28

    a. 30 arah utara dan selatan, terdapat tekanan tinggi yang menyebabkan udara kering dan panas menurun sehingga curah hujannya rendah,

    b. 35 - 65 arah utara dan selatan, udara dingin kering dari kutub menimbulkan hujan tipe frontal dan menyebabkan hujan lebat,

    c. 65 ke kutub, angin kutub kering bertambah banyak sehingga menyebabkan berkurangnya hujan.

    4.1.2. Distribusi Curah Hujan menurut Waktu

    Jatuhnya hujan terjadi menurut suatu pola dan suatu siklus tertentu. Terkadang

    mengalami penyimpangan pada pola itu tetapi kembali lagi pada pola yang teratur. Data

    curah hujan yang tersedia umumnya tidak cukup panjang untuk menyatakan fluktuasi-

    fluktuasi jangka panjang sedang variasi-variasi jangka pendek adalah demikian tak

    teratur sehingga terdapat banyak siklus. Dengan adanya variasi-variasi ini dikenal

    adanya variasi musiman. Distribusi hujan menurut variasi musiman ini bisa terjadi hujan

    konfektif, hujan orografik dan hujan cyclonic.

    a. Hujan konfektif adalah hujan yang disebabkan oleh naiknya udara panas ke tempat

    yang lebih dingin.

    b. Hujan orografik adalah hujan yang disebabkan oleh naiknya udara karena ada

    rintangan berupa pegunungan.

    c. Hujan cyclonic adalah hujan yang disebabkan oleh naiknya udara yang terpusatkan

    di suatu daerah dengan tekanan rendah.

    Hujan yang terjadi di Indonesia sebagian besar adalah type hujan konfektif.

    4.1.3. Distribusi Curah Hujan Wilayah/Daerah (regional distribution)

    Curah hujan yang diperlukan untuk penyusunan suatu rancangan pemanfaatan air dan

    rancangan pengendalian banjir adalah curah hujan rata-rata di seluruh daerah yang

    bersangkutan, bukan curah hujan pada suatu titik tertentu. Curah hujan ini disebut curah

    hujan wilayah/daerah dan dinyatakan dalam mm. Cara-cara perhitungan curah hujan

    daerah dari pengamatan curah hujan di beberapa titik adalah sebagai berikut :

    a. Cara rata-rata aljabar

    Cara ini dipakai pada daerah yang datar dan banyak stasiun curah hujannya, dengan

    anggapan bahwa di daerah tersebut sifat curah hujannya adalah seragam (uniform).

  • MK. Hidrologi JFK

    29

    Cara ini adalah perhitungan rata-rata secara aljabar curah hujan di dalam dan di

    sekitar daerah yang bersangkutan.

    )......(1 321 nRRRRnR ++++= (4.1.) Keterangan : R = curah hujan daerah (mm) n = jumlah titik-titik (pos) pengamatan

    R1, R2, R3..Rn = curah hujan di tiap titik pengamatan (mm)

    Keuntungan : cara ini lebih obyektif

    Contoh : Hitunglah curah hujan rata-rata dengam metode rata-rata aljabar.

    Gambar 4.1. Rata-rata Aljabar

    Penyelesaian :

    )453476585572659675745757(81 +++++++=R

    R = 615,25 mm

    b. Cara Thiessen

    Jika titik-titik pengamatan di dalam daerah itu tidak tersebar merata, maka cara

    perhitungan curah hujan rata-rata itu dilakukan dengan memperhitungkan daerah

    pengaruh tiap titik pengamatan. Cara ini cocok untuk menentukan curah hujan rata-

    rata apabila stasiun atau pos pengamatan tidak banyak.

    n

    nn

    AAARARARAR +++

    +++=..........

    21

    2211 (4.2)

    453

    476 572

    675 585

    659

    745 757

    Stasiun penakar hujan

  • MK. Hidrologi JFK

    30

    R = curah hujan daerah (mm) n = jumlah titik-titik (pos) pengamatan

    R1, R2, R3..Rn = curah hujan di tiap titik pengamatan (mm)

    A1, A2,.,An = bagian daerah yang mewakili tiap titik pengamatan

    Keuntungan : hasil lebih teliti dari cara rata-rata aljabar

    Kerugian : jika terjadi kekurangan pengamatan pada salah satu titik pengamatan

    maka harus ditentukan kembali jaringan segitiga.

    Cara untuk menentukan bagian atau luasan daerah A1, A2, An :

    Hubungkan tiap titik pengamatan dengan garis lurus yang akan membentuk segitiga dan menutupi seluruh daerah.

    Daerah tersebut dibagi dengan polygon-polygon yang diperoleh dengan menggambar garis tegak lurus pada tiap sisi segitiga. Luas polygon tersebut

    diukur dengan planimeter.

    Contoh : Hitunglah curah hujan rata-rata dengam metode Thiessen

    Gambar 4.2. Thiessen Polygon

    757 745

    675

    572

    453

    659 585

    476

  • MK. Hidrologi JFK

    31

    Penyelesaian ditabulasikan dalam tabel :

    Curah hujan (mm)

    Luas *) (ha)

    % luas Curah hujan tertimbang (mm)

    453 476 572 585 659 675 745 755

    2018101714122320

    14,9213,43

    7,4612,6910,45

    8,9617,1614,93

    67,59 63,93 42,67 74,24 68,87 60,48

    127,84 112,72

    Jumlah 134 100 618,34 *) angka perkiraan hitungan

    Jadi curah hujan rata-rata metode Thiessen = 618,34 mm

    c. Cara garis Isohiet

    Peta isohyet digambar pada peta topografi dengan perbedaan (interval) 10 20 mm

    berdasarkan data curah hujan pada titik-titik pengamatan di dalam dan di sekitar

    daerah yang dimaksud. Luas bagian daerah antara dua garis isohyet yang

    berdekatan diukur dengan planimeter. Metode ini cocok untuk menentukan curah

    hujan rata-rata, apabila daerahnya pegunungan atau daerah berbukit-bukit. Metode

    perhitungannya adalah jumlah perkalian curah hujan rata-rata diantara garis Isohyet

    dengan luas antara kedua garis Isohyet tersebut, dibagi luas total.

    Secara sistematis dapat ditulis :

    2)(......

    2)(

    2)( 1322211 +++++++= nnn

    RRA

    ARRA

    ARRA

    AR (4.3)

    Keterangan :

    R = curah hujan rata-rata daerah (mm) A1, A2, An = luas bagian antara garis-garis Isohyet

    R1, R2, Rn = curah hujan rata-rata pada bagian A1,A2,An

  • MK. Hidrologi JFK

    32

    Contoh : Hitunglah curah hujan rata-rata dengan metode Isohyet

    Gambar 4.3. Peta Isohyet

    Penyelesaian ditabulasikan dalam tabel:

    Isohyet Curah Hujan (mm)

    Luas *) (ha)

    % Luas Curah hujan rata-rata (mm)

    800 700 600 500 400

  • MK. Hidrologi JFK

    33

    a. Peta topografi b. Data lokasi semua stasiun

    hujan pada dan disekitar DAS

    Data hujan harian semua stasiun hujan pada dan disekitar DAS

    Peta DAS

    Pilih stasiun hujan yang memungkinkan untuk dipakai

    Koreksi data hujan : a. Test konsistensi

    (double-mass curve) b. Mengisi data yang hilang

    ( inserved square distance )

    a. Poligon Thiessen b. Bobot poligon Thiessen

    masing-masing sta Data terkoreksi

    Dicari jaringan stasiun hujan yang representatif dengan cara Kagan

    a. Poligon Thiessen b. Bobot poligon Thiessen

    masing-masing sta

    Hujan rata-rata DAS (cara Thiessen)

    Pemilihan Data

    Annual Series Annual Exc.Series Partial Series

    Anal. Frk. Hujan

    Hujan Rencana

    Biasanya hasil jarang dipakai

  • MK. Hidrologi JFK

    34

    Flowchart 4.1. Hujan Rencana

    4.1.4. Distribusi Curah Hujan dalam suatu Jangka Waktu Tertentu

    Distribusi curah hujan berbeda-beda sesuai dengan jumlah waktu yang ditinjau yakni

    curah hujan tahunan, curah hujan bulanan, curah hujan harian dan curah hujan perjam.

    Harga atau nilai-nilai yang diperoleh dari curah hujan sesuai dengan waktu tersebut di

    atas dapat digunakan untuk menentukan prospek bangunan yang berhubungan dengan

    air.

    4.2. Intensitas Curah Hujan Intensitas curah hujan adalah rata-rata dari hujan yang lamanya sama dengan lama

    waktu konsentrasi (tc) dengan masa ulang tertentu. Atau dapat dikatakan intensitas curah hujan

    adalah ketinggian curah hujan yang terjadi pada suatu kurun waktu tertentu dimana air tersebut

    berkonsentrasi. Waktu konsentrasi adalah waktu yang dibutuhkan aliran dari titik terjauh ke

    suatu tempat tertentu. Hubungan antara intensitas curah hujan dan lamanya hujan,

    dikemukakan oleh beberapa ahli antara lain :

    1). Prof. Talbot (1881)

    bt

    aI += (4.4)

    ))(()().().)(())(()(

    ))(.())(.(

    2

    2

    2

    22

    IIINtINtIIb

    IIINItIItIa

    ==

    (4.5)

    2). Prof. Sherman (1905)

    ))(log(log)(log)log.(log))(log(log

    ))(log(log)(log))(loglog.(log))(log(loglog

    2

    2

    2

    tttNItNtIn

    tttNtIttIa

    taI n

    =

    =

    =

    (4.6)

  • MK. Hidrologi JFK

    35

    3) Dr. Ishiguro (1953)

    ))(()().())((

    ))(()())(.())((

    2

    2

    2

    22

    IIINtINtIIb

    IIINItIItIa

    btaI

    ==

    +=

    (4.7)

    4) Mononobe

    mt

    RI )24(24

    24= (4.8) Keterangan :

    I = intensitas curah hujan (mm/jam)

    t = lamanya curah hujan (menit) atau untuk Mononobe dalam (jam)

    a,b,n,m = tetapan

    R24 = curah hujan maksimum dalam 24 jam (mm)

    4.2.1. Cara perhitungan intensitas curah hujan

    1) Perhitungan dengan cara kuadrat terkecil (least square)

    Contoh soal :

    Penyelesaian : Tabel 4.1. Perhitungan tiga jenis rumus intensitas curah hujan

    Lamanya curah hujan 5 10 20 30 40 60 80 120t (menit)

    Intensitas curah 150 104 98.75 86.99 78.89 74.66 65.65 46.5hujan I (mm/jam)

    1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13No t I I.t I2 I2t log t log I logt. Log I (log t)2 t I t I2 t1 5 150 750.00 22500.00 112500.00 0.70 2.18 1.52 0.49 2.24 335.41 50311.532 10 104 1040.00 10816.00 108160.00 1.00 2.02 2.02 1.00 3.16 328.88 34203.203 20 98.75 1975.00 9751.56 195031.25 1.30 1.99 2.59 1.69 4.47 441.62 43610.314 30 86.99 2609.70 7567.26 227017.80 1.48 1.94 2.86 2.18 5.48 476.46 41447.595 40 78.89 3155.60 6223.63 248945.28 1.60 1.90 3.04 2.57 6.32 498.94 39361.716 60 74.66 4479.60 5574.12 334446.94 1.78 1.87 3.33 3.16 7.75 578.31 43176.917 80 65.65 5252.00 4309.92 344793.80 1.90 1.82 3.46 3.62 8.94 587.19 38549.128 120 46.5 5580.00 2162.25 259470.00 2.08 1.67 3.47 4.32 10.95 509.38 23686.26

    705.44 24841.90 68904.74 1830365.07 11.84 15.38 22.29 19.04 3756.21 314346.63jumlah

  • MK. Hidrologi JFK

    36

    [Jenis I-Talbot]

    btaI +=

    44.70544.70574.68904 844.705 07.183036574.68904 90.24841

    xxxxa

    = a 7846.49

    44.705 44.70574.68904 807.1830365 890.24841 44.705

    xxxxb

    = b 53.77

    [Jenis II-Sherman]

    ntaI =

    84.11 84.1104.19 8

    84.11 29.2204.19 38.15logxxxxa

    = log a = 2.383

    a 241,5

    84.11 84.1104.19 829.22 884.11 38.15

    xxxxn

    = n 0.31 [Jenis III-Ishiguro]

    bt

    aI +=

    44.70544.70574.68904 8

    44.705 63.31434674.68904 21.3756xx

    xxa =

    a 691.66

    44.705 44.70574.68904 863.314346 821.3756 44.705

    xxxxb

    = b 2.52 Subtitusikan ke dalam masing-masing persamaan menjadi :

  • MK. Hidrologi JFK

    37

    77.5349.7846

    +=+= tbtaI (i)

    31.05.241

    ttaI n == (ii)

    52.2

    66.691+=+= tbt

    aI (iii)

    Selanjutnya harus diadakan pemeeriksaan mengenai rumus yang paling cocok digunakan.

    Harga-harga I dari rumus (i),(ii),(iii) yang didapat dengan menggantikan harga-harga t dalam

    kolom 2 pada Tabel 4.2, tercantum dalam kolom 14, 16, 18 pada Tabel yang sama. Deviasi

    antara harga-harga ini dengan data yang tercantum dalam kolom 3 tercantum berturut-turut

    dalam kolom 15,17 dan 19 dalam Tabel yang sama. Demikian pula kurva-kurva yang

    dihitung tercantum dalam Gambar 4.4.

    Dengan menelaah deviasi rata-rata M(||)= dan Gambar 4.4 dapat ditentukan bahwa untuk keadaan ini, jenis II yakni I= a/tn memberikan hasil yang optimum sebagai rumus intensitas

    curah hujan.

    Tabel 4.2. Tabel perbandingan kecocokan rumus-rumus intensitas curah hujan

    1 2 3 14 15 16 17 18 19No t I I(1) 1 I(2) 2 I(3) 31 5 150 133.51 -16.49 146.63 -3.37 145.43 -4.572 10 104 123.04 19.04 118.28 14.28 121.72 17.723 20 98.75 106.36 7.61 95.41 -3.34 98.92 0.174 30 86.99 93.67 6.68 84.14 -2.85 86.49 -0.505 40 78.89 83.68 4.79 76.96 -1.93 78.20 -0.696 60 74.66 68.97 -5.69 67.87 -6.79 67.37 -7.297 80 65.65 58.66 -6.99 62.08 -3.57 60.33 -5.328 120 46.5 45.15 -1.35 54.75 8.25 51.33 4.83

    68.64 27.87 31.438.58 3.48 3.93

    0.0020.0040.0060.0080.00

    100.00120.00140.00160.00

    0 50 100 150

    lamanya curah hujan t (menit)

    inte

    nsita

    s cu

    rah

    huja

    n (m

    m/ja

    m)

    I (1)I (2)I (3)

    (||) M(||)

  • MK. Hidrologi JFK

    38

    Gambar 4.4. Tiga jenis kurva intensitas curah hujan

    2) Perhitungan dengan cara koefisien spesifik

    Cara yang dikemukakan dalam least square memerlukan data pengamatan curah hujan

    yang panjang dan sekurang-kurangnya untuk 8 jenis lamanya curah hujan. Disamping itu

    kesemuanya harus dibaca dari kertas-kertas alat ukur otomatis. Mengingat hal ini

    memerlukan waktu yang lama (dimana angka-angkanya harus dibaca dari kurva yang

    tercatat), maka ketelitiannya akan berkurang.

    Cara yang dikemukakan di bawah ini adalah cara untuk mendapatkan rumus intensitas

    curah hujan berdasarkan 2 jenis data curah hujan (umpama curah hujan 60 menit dan 10

    menit). Jika data curah hujan 60 menit dan 10 menit atau lain-lain itu ada, maka rumus

    pendekatan intensitas curah hujan itu dapat dihitung dengan mudah dan mempunyai

    ketelitian yang tinggi.

    Rumus intensitas yang digunakan :

    IN = N . RN (4.9) Keterangan :

    I = rumus intensitas curah hujan (mm/jam)

    = koefisien spesifik R = curah hujan 1 jam (mm) atau intensitas curah hujan 1 jam (mm/jam)

    Notasi N = kemungkinan dalam N tahun

    Harga N dalam rumus (4.9) adalah sama seperti rumus (4.4), (4.6) dan (4.7) yang dikemukakan pada cara least square. Rumus (4.9) dalam Jenis I, jenis II, dan jenis III

    berturut-turut akan menjadi :

    [Jenis I]

    NNNN RbtaRI +==

    '. [Jenis II]

    NnNNN RtaRI '. ==

    [Jenis III]

    NNNN RbtaRI +== .

  • MK. Hidrologi JFK

    39

    4.3. Koreksi Data Curah Hujan Jika terdapat data curah hujan tahunan dalam jangka waktu pengamatan yang panjang,

    maka kurva massa ganda (double mass curve) dapat digunakan untuk memperbaiki kesalahan

    pengamatan yang terjadi yang disebabkan oleh perubahan posisi atau cara pemasangan yang

    tidak baik dari alat ukur curah hujan. Kesalahan-kesalahan pengamatan tidak dapat ditentukan

    dari setiap data pengamatan. Data curah hujan tahunan jangka waktu yang panjang alat yang

    bersangkutan itu harus dibandingkan dengan data curah hujan rata-rata sekelompok alat-alat

    ukur dalam perioda yang sama. Untuk itu harus dipilih minimal 10 alat ukur yang mempunyai

    kondisi topografi yang sama.

    Contoh:

    Pada sebuah daerah aliran sungai terdapat 25 stasiun yang mengukur hujan. Dari keduapuluh

    lima stasiun salah satunya akan diselidiki konsistensi datanya. Untuk itu tersedia data

    pengukuran curah hujan tahunan dari tahun 1921 s/d 1956 sebagai berikut :

    Tabel 4.3. Data pengukuran hujan tahunan

  • MK. Hidrologi JFK

    40

    Dari data tersebut di atas diminta untuk menentukan apakah data pada stasiun X itu konsisten

    atau tidak. Kalau tidak kapan terjadi penyimpangan dan koreksi data tersebut di atas.

    Penyelesaian :

    Tabel 4.4. Tabulasi data dengan double mass curve

    Tahun Hujan Rata-rata Tahun Hujan Rata-rataSta. X 25 sta. Sta. X 25 sta.

    1921 7.40 10.40 1939 8.80 14.201922 7.30 9.00 1940 6.80 9.201923 12.20 15.20 1941 11.10 13.101924 11.60 11.70 1942 8.60 9.301925 8.20 11.20 1943 9.70 9.901926 11.30 13.80 1944 11.20 11.201927 7.20 9.30 1945 19.00 14.201928 12.00 14.00 1946 12.60 11.101929 9.00 9.20 1947 10.80 10.701930 8.50 11.40 1948 12.70 10.801931 8.80 11.10 1949 17.20 11.901932 8.00 9.70 1950 15.30 13.801933 11.20 10.40 1951 12.00 9.001934 11.60 13.10 1952 12.60 12.301935 8.10 9.10 1953 12.90 11.101936 10.60 9.20 1954 12.10 12.401937 9.50 9.10 1955 11.90 11.001938 11.20 12.30 1956 16.30 13.50

    Tahun Hujan Jumlah Rata-rata JumlahSta. X Kumulatif 25 Sta. Kumulatif

    1956 16.30 16.30 13.50 13.501955 11.90 28.20 11.00 24.501954 12.10 40.30 12.40 36.901953 12.90 53.20 11.10 48.001952 12.60 65.80 12.30 60.301951 12.00 77.80 9.00 69.301950 15.30 93.10 13.80 83.101949 17.20 110.30 11.90 95.001948 12.70 123.00 10.80 105.801947 10.80 133.80 10.70 116.501946 12.60 146.40 11.10 127.601945 19.00 165.40 14.20 141.801944 11.20 176.60 11.20 153.001943 9.70 186.30 9.90 162.901942 8.60 194.90 9.30 172.201941 11.10 206.00 13.10 185.30

  • MK. Hidrologi JFK

    41

    Gambar 4.5. Kurva Massa Ganda

    Setelah data yang ada ditabelkan secara kumulatif dan kemudian digambarkan dalam sebuah

    kurva yang disebut double mass curve. Dari kurva tersebut di atas dapat dilihat bahwa ia bukan

    merupakan garis lurus, ini berarti data yang kita peroleh tidak konsisten selama tahun 1921-

    1940 6.80 212.80 9.20 194.501939 8.80 221.60 14.20 208.701938 11.20 232.80 12.30 221.001937 9.50 242.30 9.10 230.101936 10.60 252.90 9.20 239.301935 8.10 261.00 9.10 248.401934 11.60 272.60 13.10 261.501933 11.20 283.80 10.40 271.901932 8.00 291.80 9.70 281.601931 8.80 300.60 11.10 292.701930 8.50 309.10 11.40 304.101929 9.00 318.10 9.20 313.301928 12.00 330.10 14.60 327.901927 7.20 337.30 9.30 337.201926 11.30 348.60 13.80 351.001925 8.20 356.80 11.20 362.201924 11.60 368.40 11.70 373.901923 12.20 380.60 15.20 389.101922 7.30 387.90 9.00 398.101921 7.40 395.30 10.40 408.50

    Tahun Hujan Jumlah Rata-rata JumlahSta. X Kumulatif 25 Sta. Kumulatif

    0.00

    100.00

    200.00

    300.00

    400.00

    500.00

    0.00 100.00 200.00 300.00 400.00Hujan rata-rata 25 sta.

    (jml. kumulatif)

    Huja

    n pa

    da s

    ta. X

    (jm

    l. ku

    mul

    atif)

    1942

    1921

    1956

  • MK. Hidrologi JFK

    42

    1956. Penyimpangan terjadi pada tahun 1942. Kita menganggap data setelah tahun 1942 lebih

    bisa dipercaya daripada tahun-tahun sebelumnya. Oleh karena itu data dari tahun 1921-1941

    dikoreksi agar seluruh data menjadi konsisten.

    Mencari faktor koreksi :

    K1 = 13182,12.1729.194

    sta.25 komulatif sta.X komulatif ==

    Kemiringan kurva tahun 1921-1942 :

    K2 = 848074,02.1725.4089.1943.395 =

    Besarnya koreksi = K1/K2 = 1,334576 Jadi data tahun 1921 1941 harus dikali dengan 1,334576. Pengoreksian data ditabulasikan

    pada tabel.

    4.4. Analisis Frekuensi Curah Hujan dan Perioda Ulangnya

    Cara perkiraan untuk mendapatkan frekuensi kejadian curah hujan dengan intensitas

    tertentu digunakan dalam perhitungan pengendalian banjir, rancang drainase dan lain-lain

    adalah hanya menggunakan data pengamatan yang lalu. Cara memperkirakan frekuensi

    dengan menjumlahkan banyaknya tahun pengamatan paada titik-titik pengamatan dalam daerah

    itu.

    Misalnya jika terdapat data selama 20 tahun pada setiap 10 titik pengamatan, maka

    dianggap bahwa harga maksimum dari data ini mempunyai frekuensi sekali dalam 20 x 10 = 200

    tahun, yang kedua (maksimum) sekali dalam 200 x = 100 tahun, dan yang ketiga (maksimum)

    sekali dalam 200 x 1/3 = 67 tahun. Cara ini adalah cara yang paling sederhana, tanpa

    penyelesaian secara statistik. Penerapan cara ini khusus daerah yang mempunyai kondisi

    meteorologi yang sama, bukan seperti daerah pegunungan.

    Tujuan dari analisis frekuensi curah hujan dan banjir untuk memperkirakan besarnya

    variasi-variasi yang masa ulangnya panjang. Ada beberapa ahli yang membuat pendekatan-

    pendekatan untuk menganalisis frekuensi atau probabilitas antara lain Gauss, Poisson,

    Pearson, Weibull, Gamma, Gumbel, Galton dan lain-lain.

    Di bawah ini akan diberikan contoh pengolahan data curah hujan dengan menggunakan

    metode Gumbel dan Log Pearson.

  • MK. Hidrologi JFK

    43

    4.4.1. Metode Gumbel Type I

    Distribusi Gumbel Type I umumnya digunakan untuk analisis data maksimum, misal

    untuk analisis frekuensi banjir.

    Gumbel memberikan persamaan untuk kala ulang Tr

    )45,078,0( += YSXX xTr (4.10)

    1

    )( 2

    =

    nXX

    S ix (4.11)

    =T

    TY )1(lnln (4.12)

    Keterangan :

    XTr = besarnya curah hujan untuk periode Tr tahun

    Sx = standar deviasi / simpangan baku

    Y = perubahan reduksi

    n = jumlah data

    Bentuk lain dari persamaan Gumbel :

    xTr SKXX .+=

    n

    nTr

    SYYK = (4.13)

    Keterangan :

    YTr = reduksi sebagai fungsi dari probabilitas. (Lampiran 1.a)

    Yn, Sn = besaran yang merupakan fungsi dari jumlah pengamatan. (Lampiran 1.b

    dan 1.c.)

    Contoh :

    Data curah hujan harian maksimum pada sebuah stasiun meteorologi di Nunbaun terlihat

    pada Tabel 4.5 berikut dimana banyaknya pengamatan 10 tahun. Hitunglah besarnya

    curah hujan harian maksimum pada periode ulang 10 tahun, dan kemungkinan yang

    terjadi pada 20 tahun mendatang.

    Tabel 4.5. Data curah hujan harian maksimum

  • MK. Hidrologi JFK

    44

    No Tahun Curah hujan , X (mm)

    1 2 3 4 5 6 7 8 9

    10

    1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003

    103 115 84

    121 84

    303 72 96

    177 145

    Penyelesaian :

    Urutkan data dari kecil ke besar.

    Tabel 4.6. Tabulasi data untuk Gumbel Type I

    No Tahun X (mm) X2 (X- X )2 1

    2

    3

    4

    5

    6

    7

    8

    9

    10

    2000

    1995

    1998

    2001

    1994

    1995

    1997

    2003

    2002

    1999

    72

    84

    84

    96

    103

    115

    121

    145

    177

    303

    5184

    7056

    7056

    9216

    10609

    13225

    14641

    21025

    31329

    91809

    3364

    2116

    2116

    1156

    729

    225

    81

    225

    2209

    29929

    1300 211150 42150

    Dari tabel 4.6. diperoleh nilai-nilai sebagai berikut :

    Rata-rata, mean, 13010

    1300 ==X

  • MK. Hidrologi JFK

    45

    Standar deviasi = Sx = 43,68110

    42150 = Jumlah data n = 10, dari lampiran 1.a, 1.b.,1.c didapat :

    Yn = 0,4952 Sn= 0,9496 Ytr = 2,2502

    Nilai K = 848,19496,0

    4952,02502,2 =

    Jadi besarnya curah hujan harian maksimum pada periode ulang 10 tahun adalah :

    X10 = 130 + (1,848 x 68,43) = 256,46 mm

    Kemungkinan yang terjadi pada 20 tahun mendatang :

    Untuk n = 20, maka

    Yn = 0,5236 Sn = 1,0628 Ytr = 2,9606

    Nilai K = 2930,20628,1

    5236,09606,2 =

    Jadi besarnya curah hujan harian maksimum pada periode ulang 20 tahun adalah :

    X20 = 130 + (2,2930 x 68,43) = 286,91 mm

    4.4.2. Metode Log Pearson III

    Distribusi Log Pearson type III banyak digunakan dalam analisis hidrologi, terutama

    dalam analisis data maksimum (banjir) dan minimum (debit minimum) dengan nilai

    ekstrim.

    Persamaan-persamaan yang digunakan dalam distribusi Log Pearson Type III, sebagai

    berikut :

    Harga atau nilai untuk berbagai masa ulang atau nilai curah hujan untuk masa ulang tertentu.

    )(loglog log xTrTr SKXX += (4.14) Rata-rata (mean)

    n

    XX = loglog (4.15)

    Standar deviasi (simpangan baku)

    1

    )log(log 2log

    = n

    XXS iX (4.16)

    Koefisien asimetris / Skewness (Cs)

  • MK. Hidrologi JFK

    46

    3log

    3

    ))(2)(1()log(log

    Xs Snn

    XXnC

    = (4.17) Koefisien Variasi (Cv)

    X

    SC Xv

    log= (4.18)

    Kurtosis (Ck)

    4log

    42

    ))(3)(2)(1()log(log

    Xk Snnn

    XXnC

    = (4.19) Faktor penyimpangan K untuk kala ulang tertentu, dan dengan memakai nilai SlogX

    atau Cs dapat dilihat pada Lampiran 1.d.

    Contoh :

    Data curah hujan pada Tabel 4.5. hitunglah dengan menggunakan Log Pearson III.

    Penyelesaian :

    Tabel 4.7. Tabulasi data untuk Log Pearson Type III

    No Tahun X (mm) log X (logX-log X )2 (logX-log X )3 1

    2

    3

    4

    5

    6

    7

    8

    9

    10

    2000

    1995

    1998

    2001

    1994

    1995

    1997

    2003

    2002

    1999

    72

    84

    84

    96

    103

    115

    121

    145

    177

    303

    1,86

    1,92

    1,92

    1,98

    2,01

    2,06

    2,08

    2,16

    2,25

    2,48

    0,0441

    0,0225

    0,0225

    0,0081

    0,0036

    0,0001

    0,0001

    0,0081

    0,0324

    0,1681

    -0,0093

    -0,0034

    -0,0034

    -0,0007

    -0,0002

    0,0000

    0,0000

    0,0007

    0,0058

    0,0689

    1300 20,72 0,3096 0,0584

    Dari tabel 4.7 diperoleh :

  • MK. Hidrologi JFK

    47

    Rata-rata (mean) = 072,210

    72,20 =

    Standar deviasi , SlogX = 185,09

    3096,0 =

    Koefisien asimetris (Cs) = 287,10063,0890584,010 =

    xxx

    Dengan n = 10 dan Cs = 1,287 dari Lampiran 1.d. diperoleh K = 1,339

    Harga atau nilai untuk berbagai masa ulang atau nilai curah hujan untuk masa ulang

    10 tahun :

    LogX10 = 2,07 + (1,339)(0,185) = 2,317 X10 = 207,83 mm Jadi curah hujan untuk kala ulang 10 tahun = 207,83 mm

    4.4.3. Uji Kecocokan

    Uji kecocokan atau uji penyimpangan dimaksudkan untuk mengetahui ada tidaknya

    perbedaan yang nyata antara besarnya curah hujan harian maksimum hasil pengamatan

    lapangan dengan hasil perhitungan.

    Ada 2 (dua) cara uji penyimpangan, yakni :

    (1) Chi square atau chi kuadrat

    Prosedur uji Chi Square (2) : Urutkan data pengamatan (dari kecil ke besar atau sebaliknya). Kelompokkan data menjadi K sub-group. Jumlahkan data pengamatan sebesar Oi tiap-tiap sub-group. Jumlahkan data dari persamaan distribusi yang digunakan sebesar Ei. Tiap-tiap sub-group hitung : (Oi Ei)2 dan (Oi Ei)2/Ei Jumlahkan seluruh K sub-group harga (Oi Ei)2/Ei untuk menentukan harga chi

    square (2). Tentukan derajat kebebasan dk = G - R -1 ( R = anggap 0, G = interval kelas). Interpretasi hasilnya :

    Apabila peluang lebih dari 5%, maka persamaan distribusi teoritis yang digunakan dapat diterima (2tabel > 2hitung) 2tabel dapat dilihat pada Lampiran 2.

  • MK. Hidrologi JFK

    48

    Apabila peluang lebih kecil 1%, maka persamaan distribusi teoritis yang digunakan tidak dapat diterima.

    Apabila peluang berada antara 1-5% adalah tidak mungkin untuk mengambil keputusan.

    Contoh

    Dengan menggunakan data curah hujan harian maksimum pada contoh untuk

    distribusi Gumbel dan Log Pearson Type III. Penyelesaian ditabulasikan seperti tabel

    4.8.

    Tabel 4.8. Perhitungan chi square

    Interval kelas Nomor

    pengamatan (Oi)

    Nomor harapan

    (Ei)

    Oi-Ei

    EiEiOi 2)(

    56-105

    106-155

    156-205

    206-255

    256-305

    5

    3

    1

    -

    1

    2

    2

    2

    2

    2

    3

    1

    -1

    -2

    -1

    4,50

    0,50

    0,50

    2,00

    0,50

    10 10 2= 8,00

    Dari Tabel 4.8., 2 hitung = 8,00 . Berdasarkan tabel chi kuadrat di Lampiran 2.a, dengan dk = 4 dan nilai chi kuadrat sama atau lebih besar dari 8,00 kurang lebih

    pada peluang 30% (lebih besar dari 5%). Maka distribusi Gumbel dan Log Pearson

    III dapat diterima.

    (2) Smirnov Kolmogrov

    Untuk mengetahui apakah data tersebut sesuai dengan jenis sebaran teoritis yang

    dipilih, maka dilakukan pengujian kesesuaian distribusi (testing of goodness of fit).

    Prosedurnya adalah :

    Urutkan data (dari besar ke kecil atau sebaliknya) dan tentukan besarnya peluang dari masing-masing data tersebut.

    Tentukan nilai masing-masing peluang teoritis dari hasil penggambaran data (persamaan distribusinya).

  • MK. Hidrologi JFK

    49

    Dari kedua nilai peluang tersebut tentukan selisih terbesarnya antara peluang pengamatan dengan peluang teoritis.

    Dengan membandingkan probabilitas masing-masing variasi dari distribusi

    empiris dan teoritisnya akan terdapat perbedaan tertentu. Berdasarkan persamaan Smirnov Kolmogrov sebagai berikut :

    P {max (p (x) P (xi) /> cr = } Apabila max yang terbaca pada kertas probabilitas < cr ( kritis) yang

    didapat dari tabel, maka penyimpangan yang terjadi hanya karena

    kesalahan-kesalahan yang terjadi secara kebetulan.

    4.4.4. Pemilihan Jenis Sebaran

    Metode analisis hidrologi dipilih berdasarkan jenis sebaran. Adapun jenis sebaran dan

    syarat-sayarat yang biasa digunakan adalah sebagai berikut :

    Tabel 4.9. Syarat untuk Jenis Sebaran

    Sebaran Syarat

    Normal Log Normal Log Pearson III Gumbel

    Cs 0 Ck 3 Cs/Cv 3 Cs = (+)/(-) Cs = 1,1396 Ck = 5,4002

    Data hujan beberapa stasiun

    Areal rainfall

    Dipilih yang besar-besar

    Annual Series Partial Series Annual Exced. Series

    Data hujan maksimum

    Diurutkan/diranking

    Analisa cara statistik (S, X, Cv, Cs, Ck)

  • MK. Hidrologi JFK

    50

    Flowchart 4.2. Analisa Frekuensi Curah Hujan Keterangan :

    Annual series : diambil harga maksimum tiap tahun.

    Partial series/ threshold method :

    Ditentukan batas bawah dimana diatas batas atas tersebut sudah terjadi

    banjir, rangkaian data yang diambil yang lebih besar sama dengan

    batas bawah.

    Annual excedence method :

    Diambil beberapa data terbesar dimana jumlah data sama dengan

    jumlah tahun data.

    C. Penutup Soal-Soal : 1. Sebutkan faktor-faktor yang menentukan besarnya curah hujan rata-rata tahunan !

    2. Apa yang dimaksud dengan :

    a. hujan konfektif

  • MK. Hidrologi JFK

    51

    b. hujan orografik

    c. hujan cyclonic

    d. intensitas curah hujan

    3. Sebut dan jelaskan metode-metode yang digunakan untuk menghitung curah hujan rata-rata

    di suatu daerah !

    4. Buatlah data curah hujan pada suatu daerah, minimal 10 pos pengamatan dan hitunglah

    rata-rata curah hujan dengan metode-metode yang disebutkan pada no. 3 !

    5. Data curah hujan harian maksimum pada sebuah stasiun meteorology di Kupang terlihat

    pada tabel berikut berikut dimana banyaknya pengamatan 10 tahun. Hitunglah besarnya

    curah hujan harian maksimum pada periode ulang 10 tahun, dan kemungkinan yang terjadi

    pada 50 tahun mendatang dengan Metode Gumbel type I dan Log Pearson III.

    No Tahun Curah hujan , X (mm)

    1 2 3 4 5 6 7 8 9

    10

    1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003

    106 196 87 98

    106 145 138 100 98

    206

    Daftar Pustaka Gupta,Ram S., 1989, Hydrology and Hydraulic Systems, Prentice Hall, New Jersey

    Raudkivi,Arved J.,1979, Hydrology, Pergamon Press,New York

    Soemarto,C.D, 1999, Hidrologi Teknik, Erlangga, Jakarta

    Soewarno, 1995, Hidrologi (Aplikasi Metode Statistik untuk Analisa Data),Nova, Bandung

    Sosrodarsono,2003, Hidrologi untuk Pengairan, Departemen Pekerjaan Umum dan Tenaga

    Listrik.

    Daftar Istilah

  • MK. Hidrologi JFK

    52

    Latitude

    Atitude

    Hujan konfektif

    Hujan orografik

    Hujan cyclonic

    Double Mass Curve

    Intensitas

    Probabilitas

  • Mk. Hidrologi JFK

    50

    BAB V LIMPASAN PERMUKAAN

    A. Pendahuluan Pada bab ini akan dipelajari tentang faktor-faktor yang mempengaruhi limpasan (run-off) dan

    luas daerah aliran sungai serta metode-metode yang digunakan untuk menghitung besarnya

    limpasan curah hujan.

    Tujuan yang ingin dicapai (TIK) setelah mengikuti materi ini adalah mahasiswa akan dapat :

    a. Menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi limpasan dengan benar.

    b. Menjelaskan daerah aliran sungai dengan baik dan benar.

    c. Menentukan besarnya debit sungai berdasarkan contoh soal dengan benar.

    d. Menganalisa limpasan permukaan berdasarkan contoh soal dengan benar.

    5.1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Limpasan Faktor-faktor yang mempengaruhi limpasan dibagi dalam dua kelompok, yakni

    elemen-elemen meteorologi dan elemen-elemen daerah pengaliran.

    a. Elemen-elemen meteorologi

    - Jenis presipitasi, tergantung pada jenis presipitasi yakni hujan atau salju.

    - Intensitas curah hujan, pengaruh intensitas curah hujan pada limpasan

    permukaan tergantung dari kapasitas infiltrasi.

    - Lamanya curah hujan.

    - Distribusi curah hujan dalam daerah pengaliran.

    - Arah pergerakan curah hujan.

    - Curah hujan dan kelembaban udara.

    - Kondisi meteorologi lainnya.

    b. Elemen daerah pengaliran

    - Kondisi penggunaan lahan/tanah.

    - Daerah pengaliran, semakin besar daerah pengaliran, makin lama limpasan

    itu mencapai tempat titik pengamatan/pengukuran.

    - Kondisi topografi dalam daerah pengaliran.

    - Jenis tanah.

    5.2. Daerah Aliran Sungai Daerah Aliran Sungai (DAS) (catchment, basin, watershed) merupakan daerah

    dimana semua airnya mengalir ke dalam suatu sungai yang dimaksudkan. Daerah ini

    umumnya dibatasi oleh batas topografi, yang berarti ditetapkan berdasarkan aliran air

  • Mk. Hidrologi JFK

    51

    permukaan. Batas ini tidak ditetapkan berdasar air air bawah tanah karena permukaan air

    tanah selalu berubah sesuai dengan musim dan tingkat kegiatan pemakaian.

    Nama sebuah DAS ditandai dengan nama sungai yang bersangkutan dan dibatasi

    oleh titik kontrol, yang umumnya merupakan stasiun hidrometri. Memperhatikan hal tersebut

    berarti sebuah DAS dapat merupakan bagian dari DAS lain.

    Gambar 5.1. Daerah Aliran Sungai (DAS)

    Sungai adalah torehan di permukaan bumi yang merupakan penampungan dan penyalur alamiah aliran air dan material yang dibawanya dari bagian hulu ke bagian hilir

    suatu daerah pengaliran ke tempat yang lebih rendah dan akhirnya bermuara ke laut.

    Ditinjau dari segi hidrologi, sungai mempunyai fungsi utama menampung curah hujan dan

    mengalirkannya samapi ke laut. Daerah dimana sungai memperoleh air merupakan daerah

    tangkapan hujan yang biasanya disebut Daerah Aliran Sungai atau Daerah Pengaliran

    Sungai.

    5.2.1. Pola Aliran

    Sungai di dalam semua DPS mengikuti suatu aturan yaitu bahwa aliran sungai

    dihubungkan oleh suatu jaringan satu arah dimana cabang dan anak sungai mengalir

    ke dalam sungai induk yang lebih besar dan membentuk suatu pola aliran. Pola itu

    tergantung dari kondisi topografi, geologi, iklim, vegetasi yang terdapat didalam DPS

    tersebut. Secara keseluruhan kondisi tersebut akan menentukan karakteristik sungai

    di dalam bentuk polanya.Beberapa pola aliran yang terdapat di Indonesia antara lain :

    a. Radial

    hulu

    hilir

  • Mk. Hidrologi JFK

    52

    Pola ini biasanya dijumpai di daerah lereng gunung berapi atau daerah dengan

    topografi bebrbentuk kubah, misal sungai lereng Gunung Semeru di Jawa Timur,

    Gunung Merapi di DI Yogyakarta, Gunung Ijen di Jawa Timur, Gunung Slamet di

    Jawa Tengah.

    b. Rektangular

    Terdapat di daerah batuan kapur, misal Gunung Kidul di DI Yogyakarta.

    c. Trellis

    Biasanya dijumpai pada daerah dengan lapisan sedimen di daerah pegunungan

    lipatan, misal di daerah pegunungan lipatan Sumatera Barat dan Jawa Tengah.

    d. Dendritik

    Pola ini pada umumnya terdapat pada daerah dengan batuan sejenis dan

    penyebarannya luas. Misalnya suatu daerah ditutupi oleh endapan sedimen yang

    luas dan terletak pada suatu bidang horizontal di daerah dataran rendah bagian

    timur Sumatera dan Kalimantan.

    a. Tipe Radial

    b. Tipe Rektangular

    G. Merapi

    Kali Opak

    Kali Dengkeng

    Kali Progo

    Kali Oyo

  • Mk. Hidrologi JFK

    53

    c. Tipe Trellis

    d. Tipe Dendritik

    Gambar 5.2. Pola Aliran Sungai

    5.2.2. Bentuk Daerah Aliran Sungai

    Pola sungai menentukan bentuk suatu DPS. Bentuk DPS mempunyai arti penting

    dalam hubungannya dengan aliran sungai, yaitu berpengaruh terhadap kecepatan

    terpusatnya aliran.

    Setelah DPS ditentukan garis batasnya, maka bentuk DPSnya dapat diketahui. Pada

    umumnya DPS dapat dibagi menjadi empat bentuk, yakni :

    a. Memanjang

    Biasanya induk sungai akan memanjang dengan anak-anak sungai langsung

    masuk ke induk sungai. Kadang-kadang berbentuk seperti bulu burung. Bentuk ini

    biasanya akan menyebabkan debit banjir relatif kecil karena perjalanan banjir dari

    anak-anak sungai berbeda waktunya.

    b. Radial

    Bentuk ini terjadi karena arah alur sungai seolah-olah memusat pada suatu titik

    sehingga menggambarkan adanya bentuk radial, kadang-kadang gambaran

    tersebut berbentuk kipas atau lingkaran. Sebagai akibat dari bentuk tersebut

    Way Rarem

  • Mk. Hidrologi JFK

    54

    maka waktu yang diperlukan aliran yang datang dari segala penjuru arah alur

    sungai memerlukan waktu yang hampir bersamaan. Apabila terjadi hujan yang

    sifatnya merata di seluruh DPS akan menyebabkan terjadinya banjir besar.

    c. Pararel

    DPS ini dibentuk oleh dua jalur sub DPS yang bersatu di bagian hilirnya. Apabila

    terjadi banjir di daerah hilirnya biasanya setelah di sebelah hilir titik pertemuan

    kedua alur sungai sub DPS tersebut.

    d. Kompleks

    Merupakan gabungan dasar dua atau lebih bentuk DPS.

    5.2.3. Alur Sungai

    Secara sederhana alur sungai dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu :

    a. Bagian hulu

    Bagian hulu merupakan daerah sumber erosi karena pada umumnya alur sungai

    melalui daerah pegunungan, perbukitan atau daerah gunung berapi yang

    terkadang mempunyai cukup ketinggian dari muka laut, sebagai akibat keadaan

    ini maka bentuk kontur akan relatif rapat yang menunjukkan miringnya

    permukaan bumi yang cukup besar. Apabila hujan turun, sebagian besar air akan

    merembes dan sebagian lain akan mengalir membawa partikel-partikel tanah

    sehingga menimbulkan erosi. Alur sungai yang terjadi biasanya mempunyai

    lembah yang curam dan biasanya melalui banyak terjunan dan jeram.

    Penampang melintang bentuk V dengan material alur sungai berupa batuan

    cadas, kerikil dan tanah. Bentuk penampang memanjang tidak beraturan karena

    ada yang curam dan ada yang datar tergantung dari jenis batuan yang dilewati

    alur sungainya. Alur sungai di bagian hulu biasanya mempunyai kecepatan aliran

    yang cukup besar daripada bagian hilir, sehingga pada saat banjir material hasil

    erosi yang diangkut tidak saja partikel sedimen yang halus akan tetapi juga pasir,

    kerikil bahkan batu.

    b. Bagian tengah

    Merupakan daerah peralihan dari bagian hulu dan hilir. Kemiringan dasar sungai

    lebih landai sehingga kecepatan aliran relatif