Post on 02-Jan-2016
description
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Periapendisistis infiltrat adalah suatu peradangan yang disertai adanya pembesaran
pada apendiks periformis yang merupakan asaserbasi dari proses peradangan akut, yang
belum tertangani secara adekuat. Massa apendiks lebih sering dijumpai pada pasien
berumur lima tahun atau lebih karena daya tahan tubuh telah berkembang dengan baik
dan omentum telah cukup panjang dan tebal untuk membungkus proses radang.
Appendisitis infiltrat didahului oleh keluhan appendisitis akut yang kemudian disertai
adanya massa periapendikular. Gejala klasik apendisitis akut biasanya bermula dari nyeri
di daerah umbilikus atau periumbilikus yang berhubungan dengan muntah. Dalam 2-12
jam nyeri beralih kekuadran kanan, yang akan menetap dan diperberat bila berjalan atau
batuk. Terdapat juga keluhan anoreksia, malaise, dan demam yang tidak terlalu tinggi.
Biasanya juga terdapat konstipasi tetapi kadang-kadang terjadi diare, mual dan muntah.
Pada permulaan timbulnya penyakit belum ada keluhan abdomen yang menetap. Namun
dalam beberapa jam nyeri abdomen kanan bawah akan semakin progresif.
Apendisitis dapat mengenai semua umur, baik laki-laki maupun perempuan. Namun
lebih sering menyerang laki-laki berusia 10-30 tahun. Penelitian epidemiologi
menunjukkan peranan kebiasaan mengkonsumsi makanan rendah serat dan pengaruh
konstipasi terhadap timbulnya penyakit apendisitis. Tinja yang keras dapat menyebabkan
terjadinya konstipasi. Kemudian konstipasi akan menyebabkan meningkatnya tekanan
intrasekal yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya
1
pertumbuhan kuman flora kolon biasa. Semua ini akan mempermudah timbulnya
apendisitis.
2. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang tersebut diatas dapat dirumuskan masalah apa
yang dimaksud dengan periappendikular infiltrat, bagaimana cara penegakan
diagnosanya serta penanganan dari penyakit tersebut.
3. Tujuan
Tujuan penyusunan referrat ini adalah untuk lebih mensosialisasikan sebaik-
baiknya mengenai periapendicular infiltrat, penegakan diagnosis, penatalaksanaan dan
komplikasinya.
4. Manfaat Penulisan
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk :
4.1Masyarakat
4.1.1. Dapat menjadi sumber informasi bagi masyarakat mengenai gejala klinis
periapendikular infiltrat.
4.1.2. Dapat memberikan informasi gambaran penatalaksanaan sedini mungkin sehingga
dapat menurunkan angka kesakitan.
4.2. Penulis
4.2.1. Memberikan pemahaman lebih lanjut mengenai periapendikular infiltrat.
4.2.2. memberi pemahaman mengenai penegakan diagnosis, penatalaksanaan dan
komplikasi dari appendikular infiltrat.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Apendiks Vermiformis
1.1. Definisi
Apendiks adalah suatu organ yang terdapat pada sekum yang terletak pada
proximal colon, yang sampai sekarang fungsinya belum diketahui.
1.2. Anatomi
Anatomi
Appendiks merupakan suatu organ limfoid seperti tonsil, payer patch (analog dengan Bursa
Fabricus) membentuk produk immunoglobulin, berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10
cm (kisaran 3-15 cm) dengan diameter 0,5-1 cm, dan berpangkal di sekum. Lumennya sempit
di bagian proksimal dan melebar dibagian distal.7 Basis appendiks terletak pada bagian
postero medial caecum, di bawah katup ileocaecal. Ketiga taenia caecum bertemu pada basis
appendiks. 8,9
Apendiks vermiformis disangga oleh mesoapendiks (mesenteriolum) yang bergabung dengan
mesenterium usus halus pada daerah ileum terminale. Mesenteriolum berisi a. Apendikularis
(cabang a.ileocolica). Orificiumnya terletak 2,5 cm dari katup ileocecal. Mesoapendiknya
merupakan jaringan lemak yang mempunyai pembuluh appendiceal dan terkadang juga
memiliki limfonodi kecil. 3,10
3
Struktur apendiks mirip dengan usus mempunyai 4 lapisan yaitu mukosa, submukosa,
muskularis eksterna/propria (otot longitudinal dan sirkuler) dan serosa. Apendiks mungkin
tidak terlihat karena adanya membran Jackson yang merupakan lapisan peritoneum yang
menyebar dari bagian lateral abdomen ke ileum terminal, menutup caecum dan appendiks.
Lapisan submukosa terdiri dari jaringan ikat kendor dan jaringan elastic membentuk jaringan
saraf, pembuluh darah dan lymphe. Antara Mukosa dan submukosa terdapat lymphonodes.
Mukosa terdiri dari satu lapis collumnar epithelium dan terdiri dari kantong yang disebut
crypta lieberkuhn. Dinding dalam sama dan berhubungan dengan sekum (inner circular
layer). Dinding luar (outer longitudinal muscle) dilapisi oleh pertemuan ketiga taenia colli
pada pertemuan caecum dan apendiks. Taenia anterior digunakan sebagai pegangan untuk
mencari apendiks.3
Appendiks pertama kali tampak saat perkembangan embriologi minggu ke-8 yaitu bagian
ujung dari protuberans sekum. Pada saat antenatal dan postnatal, pertumbuhan dari sekum
yang berlebih akan menjadi apendiks, yang akan berpindah dari medial menuju katup
ileosekal. 2
Pada bayi, apendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit kearah
ujungnya. Keadaan ini mungkin menjadi sebab rendahnya insiden apendisitis pada usia itu.
Pada 65 % kasus, apendiks terletak intraperitoneal. Kedudukan itu memungkinkan apendiks
bergerak dan ruang geraknya bergantung pada panjang mesoapendiks penggantungnya. Pada
kasus selebihnya, apediks terletak retroperitoneal, yaitu di belakang sekum, di belakang kolon
asendens, atau ditepi lateral kolon asendens. Gejala klinis apendisitis ditentukan oleh letak
apendiks.7
Persarafan parasimpatis berasal dari cabang n.vagus yang mengikuti a.mesenterika superior
dan a.apendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari n.torakalis X. Oleh karena
4
itu, nyeri visceral pada apendisitis bermula disekitar umbilikus. Pendarahan apendiks berasal
dari a. apendikularis yang merupakan arteri tanpa kolateral. Jika arteri ini tersumbat,
misalnya karena trombosis pada infeksi, apendiks akan mengalami gangrene. 7
1.3. Fisiologi
Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir di muara apendiks
tampaknya berperan pada patogenesis apendisitis.7
Imunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (Gut associated
Lymphoid tissue) yang terdapat di sepanjang saluran cerna termasuk apendiks, ialah
IgA. Imunoglobulin ini sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi. Namun
demikian, pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi system imun tubuh karena
jumlah jaringan limfe disini kecil sekali jika dibandingkan dengan jumlahnya di saluran
cerna dan diseluruh tubuh.7
5
Jaringan lymphoid pertama kali muncul pada apendiks sekitar 2 minggu
setelah lahir. Jumlahnya meningkat selama pubertas, dan menetap saat dewasa dan
kemudian berkurang mengikuti umur. Setelah usia 60 tahun, tidak ada jaringan
lymphoid lagi di apendiks dan terjadi penghancuran lumen apendiks komplit. 2
Jumlah cairan total yang harus diabsorbsi setiap hari sebanding dengan cairan
yang dicerna (kira-kira 1,5 liter) ditambah dengan cairan yang disekresikan oleh
bermacam-macam sekresi gastrointestinal (kira-kira 7 liter).Jadi jumlah totalnya kira-
kira 8 sampai 9 liter. Semua kecuali kira-kira 1,5 liter dari cairan ini diabsorbsi di
usus halus,dan menyisakan hanya 1,5 liter untuk melalui katup ileosekal ke dalam
kolom setiap harinya.
2. apendicular Infiltrat
2.1. Definisi
Periapendiks Infiltrat adalah merupakan suatu keadaan menutupnya apendiks
dengan omentum, usus halus, atau adeneksa sehingga terbentuk massa
periapendikuler (R.Sjamsuhidajat, dkk, 1997).
Periapendisistis infiltrat adalah suatu peradangan yang disertai adanya
pembesaran pada apendiks periformis yang merupakan asaserbasi dari proses
peradangan akut, yang belum tertangani secara adekuat. (Tabrani, 1998 hal. 788).
Apendisitis infiltrate adalah proses radang apendiks yang penyebarannya dapat
dibatasi oleh omentum dan usus-usus dan peritoneum disekitarnya sehingga
membentuk massa (appendiceal mass). Umumnya massa apendiks terbentuk pada hari
ke-4 sejak peradangan mulai apabila tidak terjadi peritonitis umum. Massa apendiks
lebih sering dijumpai pada pasien berumur lima tahun atau lebih karena daya tahan
6
tubuh telah berkembang dengan baik dan omentum telah cukup panjang dan tebal
untuk membungkus proses radang.13
2.2. Etiologi
Obstruksi lumen merupakan penyebab utama apendisitis. Fekalit merupakan
penyebab tersering dari obstruksi apendiks. Penyebab lainnya adalah hipertrofi
jaringan limfoid, sisa barium dari pemeriksaan roentgen, diet rendah serat, dan cacing
usus termasuk ascaris. Trauma tumpul atau trauma karena colonoscopy dapat
mencetuskan inflamasi pada apendiks. Post operasi apendisitis juga dapat menjadi
penyebab akibat adanya trauma atau stasis fekal. 2,8 Frekuensi obstruksi meningkat
dengan memberatnya proses inflamasi. Fekalit ditemukan pada 40% dari kasus
apendisitis akut, sekitar 65% merupakan apendisitis gangrenous tanpa rupture dan
sekitar 90% kasus apendisitis gangrenous dengan rupture. 2
Penyebab lain yang diduga dapat menyebabkan apendisitis adalah erosi
mukosa apendiks karena parasit seperti E. Histolytica. Penelitian epidemiologi
menunjukkan peran kebiasaan makan makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi
terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi akan meningkatkan tekanan intrasekal,
yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya
pertumbuhan kuman flora kolon biasa. Semuanya akan mempermudah terjadinya
apendisits akut.7
2.3. Patogenesis
Perjalanan patologis penyakit dimulai pada saat apendiks menjadi dilindungi
oleh omentum dan gulungan usus halus didekatnya. Mula-mula, massa yang terbentuk
tersusun atas campuran membingungkan bangunan-bangunan ini dan jaringan
7
granulasi dan biasanya dapat segera dirasakan secara klinis. Jika peradangan pada
apendiks tidak dapat mengatasi rintangan-rintangan sehingga penderita terus
mengalami peritonitis umum, massa tadi menjadi terisi nanah, semula dalam jumlah
sedikit, tetapi segera menjadi abses yang jelas batasnya.
Infiltrat apendikularis merupakan tahap patologi apendisitis yang dimulai
dimukosa dan melibatkan seluruh lapisan dinding apendiks dalam waktu 24-48 jam
pertama, ini merupakan usaha pertahanan tubuh dengan membatasi proses radang
dengan menutup apendiks dengan omentum, usus halus, atau adneksa sehingga
terbentuk massa periapendikular. Didalamnya dapat terjadi nekrosis jaringan berupa
abses yang dapat mengalami perforasi. Jika tidak terbentuk abses, apendisitis akan
sembuh dan massa periapendikular akan menjadi tenang untuk selanjutnya akan
mengurai diri secara lambat. 7
Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan apendiks lebih panjang,
dinding apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh
yang masih kurang memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua
perforasi mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah.1
Massa apendiks terjadi bila terjadi apendisitis gangrenosa atau mikroperforasi
ditutupi atau dibungkus oleh omentum dan atau lekuk usus halus. Pada massa
periapendikular yang pendidingannya belum sempurna, dapat terjadi penyebaran pus
keseluruh rongga peritoneum jika perforasi diikuti peritonitis purulenta generalisata.
Kecepatan rentetan peristiwa tersebut tergantung pada virulensi
mikroorganisme, daya tahan tubuh, fibrosis pada dinding apendiks, omentum, usus
8
yang lain, peritoneum parietale dan juga organ lain seperti vesika urinaria, uterus
tuba, mencoba membatasi dan melokalisir proses peradangan ini. Bila proses
melokalisir ini belum selesai dan sudah terjadi perforasi maka akan timbul peritonitis.
Walaupun proses melokalisir sudah selesai tetapi masih belum cukup kuat menahan
tahanan atau tegangan dalam cavum abdominalis, oleh karena itu pendeita harus
benar-benar istirahat (bedrest). 3
Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna, tetapi akan
membentuk jaringan parut yang menyebabkan perlengketan dengan jaringan
sekitarnya. Perlengketan ini dapat menimbulkan keluhan berulang diperut kanan
bawah. Pada suatu ketika organ ini dapat meradang akut lagi dan dinyatakan
mengalami eksaserbasi akut. 7
2.4. Diagnosis
Gambaran klinis
Adanya keluhan appendiksitis akut meliputi : Kurang enak ulu
hati/daerah pusat, mungkin kolik, nyeri tekan kanan bawah (rangsaganan
automik) nyeri sentral pindah ke kanan bawah, mual dan muntah, rangsangan
peritoneum lokal (somatik), nyeri pada gerak aktif dan pasif, defans muskuler ,
takikardia, mulai toksik, leukositosis, demam tinggi, dehidrasi, syok, toksik,
massa perut kanan bawah, jika berhasil membentuk perdindingan keadaan
umum berangsur membaik, demam remiten, massa mulai mengecil bahkan
menghilang.
9
Pemeriksaan fisik
Demam biasanya ringan, dengan suhu sekitar 37,5-38,5C. Bila suhu
lebih tinggi, mungkin sudah terjadi perforasi. Bisa terdapat perbedaan
suhu aksilar dan rektal sampai 1C. Pada inspeksi perut tidak ditemukan
gambaran spesifik. Kembung sering terlihat pada penderita dengan
komplikasi perforasi. Appendisitis infiltrat atau adanya abses
apendikuler terlihat dengan adanya penonjolan di perut kanan bawah.7
Pada palpasi didapatkan nyeri yang terbatas pada regio iliaka kanan, bisa
disertai nyeri lepas. Defans muskuler menunjukkan adanya rangsangan
peritoneum parietale. Nyeri tekan perut kanan bawah ini merupakan
kunci diagnosis. Pada penekanan perut kiri bawah akan dirawakan nyeri
di perut kanan bawah yang disebut tanda Rovsing. Pada apendisitis
retrosekal atau retroileal diperlukan palpasi dalam untuk menentukan
adanya rasa nyeri. 7
Jika sudah terbentuk abses yaitu bila ada omentum atau usus lain yang
dengan cepat membendung daerah apendiks maka selain ada nyeri pada
fossa iliaka kanan selama 3-4 hari (waktu yang dibutuhkan untuk
pembentukan abses) juga pada palpasi akan teraba massa yang fixed
dengan nyeri tekan dan tepi atas massa dapat diraba. Jika apendiks
intrapelvinal maka massa dapat diraba pada RT(Rectal Touche) sebagai
massa yang hangat.3
Peristalsis usus sering normal, peristalsis dapat hilang karena ileus
paralitik pada peritonitis generalisata akibat apendisitis perforata.
10
Pemeriksaan colok dubur menyebabkan nyeri bila daerah infeksi bisa
dicapai dengan jari telunjuk, misalnya pada apendisitis pelvika. 7
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan Laboratorium, pada darah lengkap didapatkan leukosit
ringan umumnya pada apendisitis sederhana. Lebih dari 13.000/mm3
umumnya pada apendisitis perforasi. Tidak adanya leukositosis tidak
menyingkirkan apendisitis. Hitung jenis leukosit terdapat pergeseran
kekiri. Pada pemeriksaan urin, sedimen dapat normal atau terdapat
leukosit dan eritrosit lebih dari normal bila apendiks yang meradang
menempel pada ureter atau vesika.13
Pemeriksaan Radiologi,
foto polos abdomen dikerjakan apabila hasil anamnesa atau
pemeriksaan fisik meragukan. Tanda-tanda peritonitis kuadran kanan
bawah. Gambaran perselubungan mungkin terlihat ”ileal atau caecal
ileus” (gambaran garis permukaan air-udara disekum atau ileum).
Patognomonik bila terlihat gambar fekalit.13
Pada CT Scan khususnya apendiceal CT, lebih akurat dibanding USG.
Selain dapat mengidentifikasi apendiks yang mengalami inflamasi
(diameter lebih dari 6 mm) juga dapat melihat adanya perubahan akibat
inflamasi pada periapendik.
Pemeriksaan Barium enema dan Colonoscopy merupakan pemeriksaan
awal untuk menyingkirkan kemungkinan adanya karsinoma colon.5
11
Tetapi untuk apendisitis akut pemeriksaan barium enema merupakan
kontraindikasi karena dapat menyebabkan rupture apendiks.3
Skor alvarado
Gejala dan tanda Skor
Nyeri berpindah
Anoreksi
Mual dan muntah
Nyeri fossa iliaca dextra
Nyeri lepas
Peningkatan suhu > 37,3ºC
Jumlah leukosit >10.000
Jumlah neutrofil > 75%
1
1
1
2
1
1
2
1
Keterangan :
< 7 : kronis
4-7 : observasi
>7 : Akut
Massa apendiks dengan proses radang yang masih aktif ditandai dengan:
2.4.1.1. keadaan umum pasien masih terlihat sakit, suhu tubuh masih tinggi;
2.4.1.2. pemeriksaan lokal pada abdomen kuadran kanan bawah masih jelas terdapat
tanda-tanda peritonitis;
12
2.4.1.3. laboratorium masih terdapat lekositosis dan pada hitung jenis terdapat
pergeseran ke kiri.
Massa apendiks dengan proses radang yang telah mereda dengan ditandai
dengan :
2.4.1.4. keadaan umum telah membaik dengan tidak terlihat sakit, suhu tubuh tidak
tinggi lagi;
2.4.1.5. pemeriksaan lokal abdomen tenang, tidak terdapat tanda-tanda peritonitis
dan hanya teraba massa dengan batas jelas dengan nyeri tekan ringan
2.4.1.6. laboratorium hitung lekosit dan hitung jenis normal.
2.5. Penatalaksanaan
Konservatif
o Pasien dewasa dengan massa periapendikular yang terpancang dengan
pendindingan sempurna, dianjurkan untuk dirawat dahulu dan diberi
antibiotik sambil diawasi suhu tubuh, ukuran massa, serta luasnya
peritonitis.
o Pada periapendikuler infiltrat dilarang keras membuka perut, tindakan
bedah apabila dilakukan akan lebih sulit dan perdarahan lebih banyak,
terlebih jika masa apendik telah terbentuk lebih dari satu minggu sejak
serangan awal.
o Terapi konservatif meliputi :
Total bed rest posisi fawler agar pus terkumpul di cavum douglassi.
13
Diet lunak bubur saring
Antibiotika parenteral dalam dosis tinggi, antibiotik kombinasi yang
aktif terhadap kuman aerob dan anaerob. Baru setelah keadaan tenang,
yaitu sekitar 6-8 minggu kemudian, dilakukan apendiktomi. Kalau sudah
terjadi abses, dianjurkan drainase saja dan apendiktomi dikerjakan
setelah 6-8 minggu kemudian. Jika ternyata tidak ada keluhan atau gejala
apapun, dan pemeriksaan jasmani dan laboratorium tidak menunjukkan
tanda radang atau abses, dapat dipertimbangkan membatalakan tindakan
bedah.3,7
Analgesik diberikan hanya kalau perlu saja. Observasi suhu dan nadi.
Biasanya 48 jam gejala akan mereda. Bila gejala menghebat, tandanya
terjadi perforasi maka harus dipertimbangkan appendiktomy. Batas dari
massa hendaknya diberi tanda (demografi) setiap hari. Biasanya pada
hari ke5-7 massa mulai mengecil dan terlokalisir. Bila massa tidak juga
mengecil, tandanya telah terbentuk abses dan massa harus segera dibuka
dan didrainase.3
Operatif
o Massa periapendikular yang masih bebas
o Bila sudah tidak demam, masa periapendikuler hilang dan leukosit
normal
o Masa apendik dengan proses radang yang masih aktif
o Pembedahan dilakukan segera jika dalam perawatan terjadi abses baik
dengan ataupun tanpa peritonitis umum.
14
Penderita periapendikular infiltrat diobservasi selama 6 minggu tentang :
2.5.1.1. LED
2.5.1.2. Jumlah leukosit
2.5.1.3. Massa
Periapendikular infiltrat dianggap tenang apabila :
2.5.1.4. Anamesa : penderita sudah tidak mengeluh sakit atau nyeri abdomen
2.5.1.5. Pemeriksaan fisik :
2.5.1.5.1. Keadaan umum penderita baik, tidak terdapat kenaikan suhu
tubuh (diukur rectal dan aksiler)
2.5.1.5.2. Tanda-tanda apendisitis sudah tidak terdapat
2.5.1.5.3. Massa sudah mengecil atau menghilang, atau massa tetap ada
tetapi lebih kecil dibanding semula.
2.5.1.5.4. Laboratorium : LED kurang dari 20, Leukosit normal
Kebijakan untuk operasi periapendikular infiltrat :
2.5.1.6. Bila LED telah menurun kurang dari 40
2.5.1.7. Tidak didapatkan leukositosis
2.5.1.8. Tidak didapatkan massa atau pada pemeriksaan berulang massa sudah
tidak mengecil lagi.
Bila LED tetap tinggi ,maka perlu diperiksa
15
2.5.1.9. Apakah penderita sudah bed rest total
2.5.1.10. Pemberian makanan penderita
2.5.1.11. Pemakaian antibiotik penderita
Kemungkinan adanya sebab lain.
2.5.1.12. Bila dalam 8-12 minggu masih terdapat tanda-tanda infiltrat atau tidak
ada perbaikan, operasi tetap dilakukan.
2.5.1.13. Bila ada massa periapendikular yang fixed, ini berarti sudah terjadi abses
dan terapi adalah drainase.
2.6. Pencegahan
Pencegahan pada apendisitis infiltrat yaitu dengan menurunkan resiko obstruksi
atau peradangan pada lumen apendik atau dengan penanganan secara tuntas pada
penderita apendisitis akut. Pola eliminasi klien harus dikaji, sebab obstruksi oleh
fecalit dapat terjadi karena tidak adekuatnya diit serat, diit tinggi serat. Perawatan dan
pengobatan penyakit cacing juga meminimalkan resiko. Pengenalan yang cepat
terhadap gejala dan tanda apendisitis dan apendisitis infiltrat meminimalkan resiko
terjadinya gangren, perforasi, dan peritonitis.
2.7. Komplikasi
Komplikasi yang paling sering ditemukan adalah perforasi, baik berupa
perforasi bebas maupun perforasi pada apendiks yang telah mengalami pendindingan
berupa massa yang terdiri atas kumpulan apendiks, sekum, dan lekuk usus halus.
Perforasi dapat menyebabkan timbulnya abses lokal ataupun suatu peritonitis
generalisata. Tanda-tanda terjadinya suatu perforasi adalah :
16
2.7.1.1. Nyeri lokal pada fossa iliaka kanan berganti menjadi nyeri abdomen
menyeluruh
2.7.1.2. Suhu tubuh naik tinggi sekali.
2.7.1.3. Nadi semakin cepat.
2.7.1.4. Defance Muskular yang menyeluruh
2.7.1.5. Bising usus berkurang
2.7.1.6. Perut distended
Akibat lebih jauh dari peritonitis generalisata adalah terbentuknya :
2.7.1.7. Pelvic Abscess
2.7.1.8. Subphrenic absess
2.7.1.9. Intra peritoneal abses lokal.
Peritonitis merupakan infeksi yang berbahaya karena bakteri masuk kerongga
abdomen, dapat menyebabkan kegagalan organ dan kematian.
17
BAB III
KESIMPULAN
1. Apendisitis infiltrat merupakan komplikasi dari apendisitis akut. Apendisitis infiltrat
adalah proses radang apendiks yang penyebarannya dapat dibatasi oleh omentum dan
usus-usus dan peritoneum disekitarnya sehingga membentuk massa (appendiceal
mass). Umumnya massa apendiks terbentuk pada hari ke-4 sejak peradangan mulai
apabila tidak terjadi peritonitis umum. Massa apendiks lebih sering dijumpai pada
pasien berumur lima tahun atau lebih karena daya tahan tubuh telah berkembang
dengan baik dan omentum telah cukup panjang dan tebal untuk membungkus proses
radang.
2. Appendisitis infiltrat dapat didiagnosis dengan didasari anamnesis adanya riwayat
apendisitis akut dengan tanda khasnya, pemeriksaan fisik dan penunjang yang
mendukung. Diagnosis apendisitis infiltrat dapat dibingungkan dengan penyakit lain
pada kuadran kanan abdomen dengan massa diantaranya tumor cekum, lymfoma
maligna intra abdomen, apendisitis tuberkulosa, amuboma, penyakit crohn, dan juga
kelainan ginekolog seperti KET, adneksitis ataupun kista ovarium terpuntir.
3. Terapi appendisitis infiltrat adalah operasi elektif appendiktomy jika massa dianggap
tenang dengan sebelumnya diberikan terapi konservatif dengan kombinasi antibiotik
dosis tinggi untuk kuman aerob dan anaerob selama 6-8 minggu. Apabila massa
mengecil pembedahan dapat dibatalkan tetapi apabila massa tetap dan nyeri perut
18
pasien bertambah berarti sudah terjadi abses dan massa harus segera dibuka dan
dilakukan drainase.
4. Komplikasi yang dapat terjadi yaitu perforasi apendisitis yang dapat mengakibatkan
peritonitis yang pada akhirnya akan terjadi kegagalan organ dan kematian.
Komplikasi terjadi biasanya akibat keterlambatan diagnosa apendisitis akut.
19
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2006. Appendix Mass.GP Note Book http://www.gpnotebook.co.uh/cache/1738145813.htm
Anonim, . Ilmu Bedah dan Teknik Operasi. Bratajaya Fakultas Kedokteran UNAIR. Surabaya.
Anonim, 2005. Appendix. PathologyOutlines. http://www.patholoyoutlines.com
Anonim, 2004. Appendicitis. U.S. Department Of Health and Human Services. National Institute of Health. NIH Publication No. 04–4547.June 2004 www.digestive.niddk.nih.gov
De Jong,.W., Sjamsuhidajat, R., 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. EGC. Jakarta.
Gray, H.(1826-1861). 1918. Anatomy of The Human Body. www.Bartleby.com
Jehan, E., 2003. Peran C Reaktif Protein Dalam Menentukan Diagnosa Appendisitis Akut. Bagian Ilmu bedah Fakultas Kedokteran Universitas Sumatra Utara. http://library.usu.ac.id/download/fk/bedah-emir%20jehan.pdf .
Hardin, M., 1999. Acute Appendisitis :Review and Update. The American Academy of Family Physicians. Texas A&M University Health Science Center, Temple, Texas http://www.aafg.org
Hugh, A.F.Dudley. 1992. Ilmu Bedah Gawat Darurat edisi kesebelas. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Itskowiz, M.S., Jones, S.M., 2004. Appendicitis. Emerg Med 36 (10): 10-15. www.emedmag.com
Lugo,.V.H., 2004. Periappendiceal Mass. Pediatric Surgery Update. Vol.23 No.03 September 2004.http://home.coqui.net/titolugo/PSU23304.PDF#search=periappendiceal %20 mass
Mansjoer,A., dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid Kedua. Penerbit Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.
Reksoprodjo, S., dkk.1995. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Bagian Bedah Staf Pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Bina Rupa Aksara. Jakarta.
20
Schwartz, Spencer, S., Fisher, D.G., 1999. Principles of Surgery sevent edition. Mc-Graw Hill a Division of The McGraw-Hill Companies. Enigma an Enigma Electronic Publication.
21