Hipertensi Resisten
-
Upload
angelo-doniho -
Category
Documents
-
view
53 -
download
4
Transcript of Hipertensi Resisten
Hipertensi Resisten : Diagnosis, Evaluasi, dan Terapi : Sebuah pernyataan ilmiah dari Komite Dewan Pendidikan Profesional American Heart Association untuk penelitian tekanan darah tinggi (terjemahan dari AHA)
http://satriaperwira.wordpress.com/2009/08/23/hipertensi-resisten-diagnosis-evaluasi-dan-terapi-sebuah-pernyataan-sains-dari-komite-dewan-pendidikan-profesional-american-heart-association-untuk-penelitian-tekanan-darah-tinggi-terjemahan-d/AbstractHipertensi resisten merupakan masalah klinis yang paling sering dihadapi baik oleh dokter
umum spesialis. Sementara prevalensi pasti dari hipertensi resisten tidak diketahui, ujicoba
klinis mendukung bahwa hal tersebut tidak jarang melibatkan kemungkinan 20 hingga 30%
peserta populasi studi. Umur yang lanjut dan obesitas merupakan dua hal resiko terkuat
untuk hipertensi yang tidak terkontrol, insiden hipertensi resistens akan tampak semakin
meningkat sebagaimana populasi menjadi lebih tua dan lebih berat. Prognosis dari
hipertensi resisten tidak diketahui, tetapi resiko kardiovaskular tidak meragukan lagi akan
meningkat sebagaimana pasien seringkali mempunyai riwayat uang lama, komplikasi
hipertensi yang berat dengan factor resiko kardiovaskular lain yang multiple seperti
obesitas, sleep apnea, diabetes, dan penyakit ginjal kronis. Diagnosis dari hipertensi
resisten membutuhkan teknik pengukuran tekanan darah yang baik untuk mendukung
peningkatan kadar tekanan darah yang meningkat persisten. Pseudoresisten, termasuk
kurangnya control tekanan darah sekunder hingga pemberian medikasi yang buruk atau
hipertensi terselubung, harus disingkirkan. Hipertensi resisten seringkali hamper
multifaktorial dalam etiologinya. Terapi yang sukses membutuhkan identifikasi dan
pengembalian factor gaya hidup yang dapat mempengaruhi resisten terapi; diagnosis dan
terapi yang diperlukan untuk penyebab sekunder dari hipertensi; dan penggunaan regimen
multi obat yang efektif. Sebagaimana subkelompok pasien dengan resisten hipertensi
belum dipelajari secara luas. Penilaian observasi telah dapat mengidentifikasikan
demografis dan karakteristik gaya hidup yang dikaitkan dengan hipertensi resisten, dan
peranan penyebab sekunder dalam terapi yang membuat resisten sangat baik
didokumentasikan; bagaimanapun; identifikasi dari mekanisme yang lebih luas terbatas.
Rekomendasi untuk terapi farmakologis dari hipertensi resisten tetap besar secara empiris
dikarenakan kurangnya penilaian sistematis dari kombinasi 3 hingga 4 obat. Studi dari
hipertensi resisten terbatas dengan tingginya resiko kardiovaskular dari pasien yang
berada dalam subkelompok ini, dimana secara umum mengeluarkan tolerasi medikasi;
adanya proses penyakit yang multiple (seperti sleep apnea, diabetes, penyakit ginjal
kronis, penyakit atherosclerosis) dan mereka dikaitkan dengan terapi medis, dimana
membingungkan interpretasi dari hasil studi, dan kesulitan dalam mengatur sejumlah
besar studi dari peserta. Meningkatkan pemahaman kita tentang penyebab dari hipertensi
resisten dan untuk itu secara potensial membuat akan lebih efektif pencegahan dan atau
terapi yang akan diperlukan untuk meningkatkan managemen klinis jangka panjang untuk
gangguan ini,
Kata kunci : AHA Scientific Statements, Hipertensi, Tekanan darah
Hipertensi resisten didefinisikan sebagai tekanan darah yang tetap diatas tujuan dengan
penggunaan 3 agen antihipertensi dari kelas yang berbeda. Secara ideal, satu dari 3 agent
harus diuretic; dan semua agen harus diresepkan pada jumlah dosis yang optimal.
Meskipun penggunaan terhadap sejumlah medikasi diperlukan, maka hipertensi resisten
didefinisikan untuk mengidentifikasi pasien yang berada pada resiko tinggi untuk
mempunyai penyebab hipertensi yang reversible dan atau pasien yang, karena tekanan
darah yang persisten, dapat menguntungkan dari diagnosis khusus dan pertimbangan
terapetik. Sebagaimana didefinisikan, hipertensi resisten termasuk pasien yang tekanan
darahnya terkontrol dengan penggunaan lebih dari 3 obat. Yaitu, pasien yang tekanan
darahnya terkontrol tetapi membutuhkan 4 atau lebih medikasi dipertimbangkan
digolongkan kedalam resisten terhadap pengobatan.
PrevalensiPrevalensi dari hipertensi resisten tidak diketahui. Studi cross sectional dan studi hasil
hipertensi mendukung, bagaimanapun, bahwa hal ini tidaklah tidak biasa. Dalam analisis
saat ini, peserta National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES) ditangani
untuk hipertensi, hanya 53% yang terkontrol hingga <140/90 mmHg. Pada analisis cross
sectional dari peserta Framingham Heart Study , hanya 48% dari pasien yang ditangani
terkonrol hingga <14090 mmHg dan kurang dari 40% dari peserta yang lebih tua (>75
tahun usia) berada pada tekanan darah yang tercapai. Diantara populasi yang berada pada
resiko tinggi, dan pada sebagian, dengan aplikasi tekanan darah lebih rendah dari tujuan
pada Seventh Report of the National Joint Committee on Prevention, Detection, Evaluation,
and Treatment of High Blood Pressure (JNC 7) untuk pasien dengan diabetes mellitus atau
penyakit ginjal kronik (CKD), proporsi dari pasien yang tidak terkontrol adalah lebih tinggi.
Dari peserta NHANES dengan penyakit ginjal kronik, hanya 37% yang terkontrol hingga
<130/80 mmHg dan hanya 25% dari peserta dengan diabetes terkontrol hingga <130/85
mmHg.
Hipertensi yang tidak terkontrol tidaklah sama dengan hipertensi resisten. Sebelumnya hal
ini termasuk pasien yang kurang control tekanan darah sekunder akibat kepatuhan yang
kurang dan atau regimen terapi yang inadekuat sebagaimana pada mereka dengan
resisten terapi yang sesungguhnya. Untuk secara akurat membedakan prevalensi
hipertensi resisten, studi pemaksaan titrasi yang besar, hipertensi diverse kohort akan
dibutuhkan. Studi seperti ini belum selesai dilakukan tetapi studi hasil hipertensi saat ini
menawarkan alternative sebagai medikasi pada studi ini yang biasanya disediakan dengan
tidak ada biaya, kepatuhan diawasi dengan ketat, dan titrasi medikasi pada studi ini
didiktekan per protokolnya. Dalam hal ini Antihypertensive and Lipid Lowering Treatment
to Prevent Heart Attack Trial (ALLHAT) dapat menjadi yang paling relevant sebagaimana
hal ini memasukkan sejumlah besar peserta yang berbeda sevara ethnic (>>33000) : 47%
wanita, 35% African American, 19% Hispanic, dan 36% dengan diabetes.
Pada ALLHAT, setelah sekitar 5 tahun follow-up, terdapat 34% peserta yang tetap tidak
terkontrol pada rata-rata 2 medikasi. Pada penyelesaian studi, 27% peserta mendapatkan
3 atau lebih medikasi. Keseluruhannya, 49% dari peserta ALLHAT terkontrol dengan 1 atau
2 medikasi, dengan demikian sekitar 50% peserta akan membutuhkan 3 atau lebih
medikasi tekanan darah. Persentase ini, bagaimanapun, dapat dibawah derajat
perhitungan yang diharapkan dari terapi resisten yang relative terhadap populasi
hipertensi umum, sebagaimana dengan riwayat kesulitan untuk menangani hipertensi
(membutuhkan lebih dari 2 medikasi untuk mencapai tekanan darah hingga <160/100
mmHg) dikeluarkan pada ALLHAT. Dikonversikan, persentase ini dapat melebihi prevalensi
hipertensi resisten sebagai konsekuensi dari regimen terapi terbatas yang digunakan
dalam ALLHAT. Kombinasi penggunaan 2 dari kelas medikasi berikut tidak didukung:
diuretic tipe thiazid, angiotensine converting enzyme inhibitor (ACEI), calcium channel
bloker dan α adrenergic antagonis reseptor. Kombinasi seperti ini dibutuhkan untuk
proporsi penting dalam praktik klinis saat ini.
PrognosisPrognosis pasien dengan hipertensi persisten dibandingkan dengan pasien yang dengan
mudah terkontrol hipertensinya tidak secara spesifik dievaluasi. Diasumsikan, prognosis
terganggu pada pasien yang secara tipikal menampakkan riwayat lama hipertensi tidak
terkontrol yang berat dan seringkali dikaitkan dengan factor resiko kardiovaskular seperti
diabetes, obstruktif sleep apnea, hipertrofi ventrikel kiri (LVH) dan atau CKD. Derajat
dimana resiko kardiovaskular diturunkan dengan terapi dari hipertensi resisten tidak
diketahui. Keuntungan dari terapi yang berhasil, bagaimanapun, adalah penting
sebagaimana didukung oleh studi outcome hipertensi pada umumnya dan oleh awal studi
koperatif Veterans Administrations, dimana menunjukkan 96% penurunan pada kejadian
kardiovaskular melebihi 18 bulan dengan pengunaan 3 regimen antihipertensi
dibandingkan dengan placebo pada pasien dengan hipertensi yang berat (tekanan darah
diastolic 115 hingga 129 mmHg). Banyaknya keuntungan timbul dengan terapi yang
berhasil untuk hipertensi resisten tidak diketahui.
Karakteristik PasienTekanan darah yang tidak terkontrol lebih sering dikarenakan peningkatan persisten pada
tekanan darah sistolik. Diantara peserta Framingham yang diterapi hipertensi, 90% telah
mencapai tujuan tekanan darah diastolic <90 mmHg dimana hanya 49% berada pada
tujuan tekanan darah sistolik <140 mmHg. Dispaitas ini pada control tekanan darah sistolik
versus diastolic memburuk dengan peningkatan umur seperti angka control sistolik
melebihi 60% untuk peserta yang lebih muda (<60 tahun) tetapi <40% pada subjek yang
lebih tua (>75 tahun). Secara prospektif, ALLHAT menunjukkan kesulitan yang sama dalam
mengontrol tekanan darah sistolik pada hanya 67% peserta yang mempunyai tekanan
darah sistolik lebih rendah hingga <140 mmHg, dimana 92% peserta mencapai tujuan
tekanan darah diastolic <90 mmHg.
Pada analisis data studi Framingham, predikotr terkuat kurangnya tekanan darah adalah
usia yang lebi htua, dengan peserta >75 tahun menjadi kurang dari satu perempat
sebagaimana mempunyai tekanan darah sistolik yang terkontrol dibandingkan dengan
peserta <60 tahun. Prediktor terkuat selanjutnya dari kurangnya control tekanan darah
adalah adanya LVH dan obesitas (body mass index {BMI >30 Kg/m2) (table 1).
Dalampenggunaan control tekanan darah diastolic, predictor negative terkuat adalah
obesitas, dengan tekanan darah terkontrol sekitar satu pertiga lebih rendah yang sering
dibandingkan dengan peserta ideal (BMI <25Kg/m2). Pada analisis prospektif peserta
Framingham, sebagai tambahan terhadap usia yang lebih tua, tekanan darah sistolik dasar
yang lebih tinggi dikaitkan dengan peningkatan resiko untuk tidak pernah mencapai
tekanan darah tujuan.
Pada ALLHAT, usia yang lebih tua, tekanan darah sistolik dasar yang lebih tinggi, LVH, dan
obesitas kesemuanya memprediksikan resisten terapi sebagaimana didefinisikan untuk
membutuhkan 2 atau lebih medikasi antihipertensi. Keseluruhan, predictor terkuat dari
resisten terapi adalah mempunyai CKD sebagaimana didefinisikan dengan serum kreatinin
>1,5 mgdL. Prediktor lain untuk kebutuhan medikasi multiple termasuk diabetes dan
tinggal di daerah southeastern United States. Peserta African American mempunyai
resisten terapi yang lebih, sebagaimana wanita, seperti wanita kulit hitam yang
mempunyai angka control terandah (59%) dan pria non kulit putih tertinggi (70%)
Meskipun prevalensi pasti tidak diketahui, studi diatas mengindikasikan bahwa hipertensi
resisten merupakan masalah klinis yang sering. Lebih jauh, dengan secara progressive
pada yang lebih tua dan populasi yang berat dalamkaitannya dengan peningkatan
insidensi diabetes dan CKD, prevalensi dari hipertensi resisten dapat diantisipasi untuk
meningkat.
Genetik atau FarmakogenetikSebagaimana hipertensi resisten menampilkan fenotipe yang ekstrim, hal ini menjadi
beralasan untuk memprediksikan bahwa factor genetic memainkan peranan yang besar
dibandingkan populasi hipertensi umumnya. Bagaimanapun, penilaian genetic pasien
dengan hipertensi resisten adalah terbatas. Pada satu dari beberapa evalasui genetic
pasien dengan hipertensi resisten, investigator di Finland menskrining 347 pasien dengan
hipertensi resisten untuk terjadinya mutasi sub unit β dan γ dari saluran sodium epithelial
(ENaC). Mutasi sub unit ini dapat menyebabkan sindrom Liddle, sebuah bentuk monegnik
yang jarang dari hipertensi. Dibandingkan dengan control normotensive, gen varian 2 β
ENaC dan γ ENaC secara signifikan lebih prevalen pada pasien dengan hiertensi resisten.
Adanya varian gene yang dikaitkan dengan peningkatan ekskresi potassium urine relative
terhadap kadar rennin plasma tetapi tidak terkait terhadap aktivitas ambang renin plasma
atau aldosterone plasma. Sebagai tambahan, ketika dimasukkan kedalam Xenopus
oocytes, system ekspresi yang digunakan kebanyakan untuk studi ENac fungsional, varian
gen tidak menunjukkan perbedaan signifikan dalam aktivitasnya dibandingkan dengan tipe
liar ENaC, dalam argument melawan efek nyata secara klinis untuk mutasi ini.
Enzyme CYP3A5 (11β-hidroxysteroid dehydrogenase tipe 2) memainkan peranan penting
dalam metabolisme kortisol dan kortikosterone, terutama pada ginjal. Sebagian alel
CYP3A5 (CYP3A5*1) telah dikaitkan dengan pasien afrika-amerika dengan tingginya
tekanan darah sistolik pada peserta normotensif dan hipertensi lebih resisten terhadap
terapi. Meskipun didasari pada sejumlah kecil pasien, hasil ini sangat provokatif dan
mendukung tambahan untuk mengidentifikasi genotype yang mungkin terkait terhadap
resisten terapi. Identifikasi dari pengaruh genetic pada resisten hingga terapi baru dapat
juga menimbulkan perkembangan target terapetik yang baru.
PseudoresistenTeknik Pengukuran Tekanan Darah yang Buruk
Pengukuran yang tidak akurat dari tekanan darah dapat menghasilkan padapenampakkan
resisten terapi. Dua dari kesalahan yang paling sering-mengukur tekanand darah sebelum
membiarkan pasien duduk dengan tenang dan penggunaan cuff yang kecil- akan
menghasilkan pembacaan tekanan darah yang salah. Meskipun derajat dimana
pengukuran yang tidak akurat tekanan darah akan menghasilkan dalam melabelisasikan
pasien yang salah sebagaimana hipertensi yang tidak terkontrol tidak diketahui, penilaian
dari teknik pengukuran tekanan darah di kantor mendukung bahwa hal ini merupakan
masalah klinis yang sering.
Kepatuhan yang BurukKepatuhan yang buruk pada terapi anti hipertensi merupakan penyebab utama dari
kurangnya control tekanan darah. Analisis retrospektif mengindikasikan sekitar 40% pasien
dengan diagnose hipertensi baru akan tidak melanjutkan medikasi antihipertensinya
selama tahun pertama pengobatan. Selama 5-10 tahun tindak lanjut, kurang dari 40%
pasien dapat timbul dengan terapi antihipertensi yang diresepkan. Sementara kepatuhan
yang buruk merupakan hal yang paling sering di pelayanan kesehatan, hal ini dapat
menjadi sedikit biasa pada pasien yang dilihat oleh spesialis. Pada analisis retrospektif
pada klinik spesialisasi hipertensi, diperkirakan bahwa kepatuhan yang buruk merupakan
factor kontribusi yang signifikan terhadap kurangnya control tekanan darah pada hanya
16% pasien yang dievaluasi.
Kurangnya control tekanan darah berbeda dari resisten terapi. Untuk regimen anti
hipertensi yang gagal, hal ini harus diambil dengan benar. Perbedaan ini secara klinis
penting pada pasien dengan hipertensi yang tidak terkontrol berat sekunder terhadap
kepatuhan tidak ditujukan kedalam evaluasi ini dan manipulasi berlanjut pada regimen
terapi yang tidak diambil untuk pasien dengan esistensi terapi sebenarnya.
Efek TerselubungStudi mengindikasikan bahwa efek terselubung signifikan (ketika tekanan darah klinik
secara persisten meningkat sementara nilai kantor adalah normal dan secara signifikan
lebih rendah) merupakan hal yang sering pada pasien dengan hipertensi resisten dalam
populasi hipertensi yang resisten, dengan sebuah kisaran prevalensi 20 hingga 30%. Juga,
sebagaimana dengan pasien hipertensi umum yang lebih, pasien dengan hipertensi
resisten pada dasar fenomena “terselubung” bermanifestasi kurang menyebabkan
kerusakan target organ dan tampak resiko kardiovaskular menjadi kecil dibandingkan
pasien dengan hipertensi persisten selama monitoring ambulasi.
Faktor Gaya HidupObesitasObesitas dikaitkan dengan hipertensi yang lebih berat, sebuah kebutuhan meningkat untuk
sejumlah medikasi antihipertensi dan peningkatan dari keadaan yang tidak pernah
mencapai tujuan tekanan darah. Sebagai konsekuensinya. Obesitas merupakan penyebab
gambaran dari pasien yang mempunyai hipertensi resisten. Mekanisme dari obesitas
penyebab hipertensi adalah kompleks dan tidak pernah jelas tetapi termasuk gangguan
sekresi sodium, peningkatan aktivitas system saraf simpatis, dan aktivasi dari system
rennin-angiotensin-aldosteron.
Garam DietIntake sodium diet berlebihan berkontribusi terhadap perkembangan hipertensi resisten
melalui peningkatan tekanan darah langsung dan dengan menumpulkan efek lebih rendah
tekanan darah pada kebanyakan kasus dari agen antihipertensi. Efek ini menjadilebih
sering terlihat pada pasien sensitive garam yang tipikal, termasuk orang tua. Afro amerika
dan terutama pasien dengan CKD. Meskipun sodium diet berlebihan secara jelas meluas,
hal ini telah secara spesifik didokumentasikan sebagai hal yang sering pada apsien dnegan
hipertensi resisten. Pada sebuah analisis untuk hipertensi resisten, pemasukan garam diet
rata-rata didasari pada 24 jam ekskresi sodium urine yang dikeluarkan melebuhi 10gram
perhari.
AlkoholIntake alcohol yang berat dikaitkan dengan peningkatan resiko hipertensi, sebagai mana
terapi hipertensi resisten. Pada analisis cross sectiona dari orang dewasa china yang
meminum >30 minuman setiap minggu, resiko untuk mengalam berbagai bentik hipertensi
meningkat dari 12% ke 14%, Pada klinik hipertensi Finnish, peminum berat, sebagaimana
didukung dengan peningkatan kadar transaminase hati, lebih jarang untuk mempunyai
tekanan darah yang terkontrol selama 2 tahun follow up dibandingkan pasien dengan
kadartransaminase normal. Secara prospektif, penilaian dari meminum alcohol yang berat
oleh sekelompok kecil pasien berkurang 24jam dalam tekanan darah sistolik terambulasi
hingga 7,2 mmHg dan tekanan darah diastolic hingga 6,6 mmHg sementara jatuh
prevalensi dari 42% ke 12%
Penyebab Terkait dengan Obat-obatanBeberapa penyebab agen farmakologis dapat meningkatkan tekanan darah dan
berkontribusi terhadap reseistensi terapi (table 2). Efek dari agen ini, bagaimanapun, dapat
tinggi secara individual, dengan kebanyakan orang bermanifestasi sedikit atau tidak ada
efek, sementara yang individu yang lain dapat mengalami beberapa peningkatan yang
berat pada tekanan darah.
Dengan memberikan penggunaan yang lebar, analgetik non narkotik, termasik agen anti
inflamasi mon steroid (NSAID), aspirin dan asetaminofen, kemungkinan merupakan agen
pertahanan dalam memperburuk control tekanan darah. NSAID, terutama, dikaitkan
dengan sedang, tetapi prediksi tekanan darah. Meta analisis dari efek NSAID telah
diindikasikan rata-rata untuk meningkay pada tekanan arterial rata-rata sekitar 5 mmHg.
Studi tambahan mengindikasikan bahwa NSAID dapat menumpulkan efek penurunan
tekanan darah dari beberapa kelas medikasi anti hipertensi, termasuk diuretic, ACE
inhibitor, angiotensin receptor loker, dan β-bloker. Efek yang sama telah dijelaskan dengan
inhibitor cyclooksigenase (COX-2) selektif.
Meskipun NSAID mempunyai efek sedang pada kesemua efek kadar tekanan darah, pada
individu yang mengalami retensi cairan yang signifiksan, meningkatkan tekanan darah dan
atau penyakit ginjal akut dapat timbul. Efek ini diasumsukan timbul secara sekunder untuk
menghambar produksi prostaglandin ginjal, terutama prostaglandin E2 dan Prostaglandin
I2, dengan sodium berurutan dan retensi cairan. Pasien yang lebih tua, diabetes m dan
pasien dengan CKD berada pada resiko yang meningkat dalam manifestasi efek samping
ini.
Kelas medikasi lain yang dapat memperburuk control tekanan darah termasuk kandungan
simpatomimetik seperti dekongestan dan beberapa pil diet, stimulant seperti
amphetamine, modafinil, serta kontrasepsi oral. Glukokortikoid, seperti prenidson, sodium
yang menyebabkan retensi cairan dan dapat menghasilkan peningkatan signifikan dalam
tekanan darah. Kortikosteroid dengan efek mineralokortikoid (kortison, hidrokortison)
menghasilkan jumlah yang besar dari retensi cairan, tetapi meskipun agen tanpa aktivitas
mineralokortikoid (dexamethasone, triamcinolone, betamethasone) menghasilkan
beberapa retensi cairan. Persiapan herbal yang mengandung ephedra (atau ma huang)
telah dikaitkan dengan perburukan tekanan darah. Licorice, kandungan yang sering dalam
produk rokok oral, dapat meningkatkan tekanan darah dengan menekan efek metabolism
kortisol, menghasilkan peningkatan stimulasi metabolism kortisol, menghasilkan
peningkatan stimulasi dari reseptor mineralokortikoid. Pada pasien anemis dengan CKD
agen eritropoetin dapat meningkatkan tekanan darah pada kedua pasien yang
hypertensive dan normotensive.
Penyebab sekunderPenyebab sekunder hipertensi lebih sering pada pasien dengan hipertensi resisten,
meskipun keseluruhan prevalensi tidak diketahui. Keadaan yang telah diketahui dalam
penyebab sekunder hipertensi adalah lebih besar pada pasien yang tua dikarenakan
prevalensi yang besar dari sleep apnea, penyakit parenkim ginjal, stenosis arteri renalis,
dan kemungkinan aldosteronisme primer. Penyebab sekunder yang tidak biasa dari
hipertensi termasuk feokromositoma, sindrom cushing, hiperparatiroidism, koartasio aorta
dan tumor intra cranial.
Sleep Apnea ObstruktifObstruktive sleep apnea yang tidak tertangani sangat terkait dengan orang hipertensi dan
normotensive dapat memprediksikan perkembangan hypertensi. Sleep apnea terutama
umum pada pasien dengan hipertensi resisten. Dalam sebuah evaluasi dari 41 pasien
berturut-turut (24 laki-laki, 17 perempuan) dengan hipertensi resisten, 83% yang
didiagnosis dengan sleep apnea yang tidak dicurigai berdasarkan indeks apnea-hypopnea
≥ 10 events/jam. Ada perbedaan signifikan pada jenis kelamin, dengan sleep apnea yang
lebih baik secara umum dan lebih parah dibandingkan dengan pas ien laki-laki
danperempuan. Lintas-kelompok studi menunjukkan bahwa semakin parah sleep apnea,
kurang kemungkinan tekanan darah terkendali meskipun peningkatan penggunaan jumlah
obat.
Mekanisme sleep apnea yang berkontribusi pada perkembangan hipertensi belum
sepenuhnya jelas. Efek yang telah dijelaskan dengan baik adalah hypoxemia intermiten,
dan / atau peningkatan resisten saluran nafas atas yang dengan sleep apnea, mendorong
dalam meningkatkan aktivitas system saraf simpatis (SNS). Peningkatan SNS output akan
diharapkan untuk meningkatkan tekanan darah melalui peningkatan output di jantung dan
resisten perifer serta meningkatkan retensi cairan. Sebagai tambahan, sleep apnea
dikaitkan dengan peningkatan reaktif oksigen spesies yang mengurangi senyawa pada
bioavailabilitas nitrat oksida
Aldosteronisme PrimerStudi baru-baru ini menunjukkan bahwa aldosteronism primer penyebab umum dari
hipertensi dibandingkan riwayat demografis. Evaluasi pada lebih dari 600 pasien dengan
hipertensi, prevalensi hyperaldosteronism primer ditemukan menjadi 6,1%. Dalam studi ini,
prevalensi dari aldosteronism primer bervariasi sesuai dengan beratnya hipertensi,
dengan prevalensi 13% di antara pasien dengan hipertensi berat (180/110 mm Hg).
Penting Dari sudut klinis, dalam kajian ini dan dokumentasi lain-lain yang tinggi prevalensi
aldosteronism primernya, serum kalium tingkat rendah yang jarang pada pasien
dikonfirmasi memiliki dasar aldosteronism, menyatakan bahwa akhir hypokalemia
merupakan manifestasi dari awal gangguan perkembangan hipertensi
Aldosteronism primer adalah umum pasien pada hipertensi resisten dengan prevalensi
sekitar 20%. Dalam sebuah evaluasi pasien yang dirujuk ke klinik khusus hipertensi,
penyelidik di Universitas Alabama di Birmingham menemukan bahwa 18 dari 88, atau 20%,
turut dievaluasi resistesi pasien yang didiagnosis dengan hipertensi aldosteronism primer
berdasarkan supressi aktivitas renin dan 24-jam urine ekskresi aldosterone dari makanan
yang tinggi intake sodium. Prevalensi aldosteronism perimer adalah serupa pada pasien
Afrika dan Amerika. Dalam studi yang dilakukan di Seattle, Washington, aldosteronism
primer didiagnosis pada 17% pasien dengan hipertensi resisten. Demikian pula, penyelidik
di Oslo, Norwegia, membenarkan laporan pada aldosteronism primer pada 23% dari pasien
dengan hipertensi resisten
Seperti pada umumnya populasi hypertensive, untuk pasien dengan kelebihan rangsangan
aldosterone pada hipertensi resisten belum teridentifikasi. Aktivasi umum sistem renin-
angiotensin-aldosterone sistem dideskripsikan dengan obesitas, sementara studi lainnya
menunjukkan pelepasan adipocytes Mei secretagogues yang merangsang pelepasan
aldosterone independen dari angiotensin-II. Selain itu, hasil awal berhubungan dengan
kelebihan aldosterone pada pasien sleep apnea dan hipertensi resisten. Meskipun efek dan
penyebab belum konfirmasi, studi ini menunjukkan bahwa peningkatan terjadinya
aldosteronism primer mungkin terkait dengan meningkatnya insidensi obesitas.
FeokromositomaPheochromocytoma merupakan pecahan kecil tapi penting dari kedua penyebab hipertensi
resisten. Prevalensi pheochromocytoma adalah 0,1% menjadi 0,6% dari hypertensives
pada populasi ambulasi umum. Prevalensi pasti pheochromocytoma sebagai penyebab
hipertensi resisten tidak diketahui, tetapi literature sedikit dengan laporan kasus dari
hipertensi maligna dan sulit terkontrol yang sifatnya sekunder terhadap feokromositoma.
Walaupun presentasi klinis dari pheochromocytoma sangat bervariasi, sekitar 95% dari
pasien menunjukkan hipertensi dan 50% hipertensi berkelanjutan. Selain itu, ciri
pheochromocytoma adalah meningkatnya variabilitas tekanan darah, yang merupakan
tambahan meningkatnya faktor resiko independen melebihi tekanan darah itu sendiri
untuk morbiditas dan mortalitas cardiovascular. Kejadian yang berkelanjutan dapat
meningkatkan variabilitas tekanan darah yang baik terkait dengan tingkat sekresi
norepinephrine oleh tumor
Meskipun meningkatkan teknik diagnostik yang dapat mengurangi waktu untuk identifikasi
spesifik pada seorang pasien hipertensif dengan pheochromocytoma, masih ada rata-rata
3 tahun antara gejala awal dan akhir diagnosis. Banyak kasus-kasus pheochromocytoma
yang tidak terjawab sekaligus berbasis studi autopsi dimana tumors berkontribusi 55% dari
kematian dan tidak diduga dalam 75% kasus
Diagnosis dari pheochromocytoma harus dilakukan pada pasien hypertensive dengan
kombinasi
sakit kepala, palpitations, dan berkeringat, biasanya terjadi tdk sengaja, dengan ketegasan
diagnostik sebesar 90%. Tes skrining pheochromocytoma yang terbaik adalah plasma
bebas metanephrines (normetanephrine dan metanephrine), yang sebuah sensitivitas 99%
dan spesivitas 89%
Sindrom CushingHipertensi 70% menjadi 90% pada pasien dengan Cushing’s syndrome. Meskipun
mekanisme utama hipertensi dalam Cushing’s syndrome adalah overstimulasi
nonselective receptor mineralocorticoid oleh cortisol, a factor lainny seperti sleep apnea
dan syndrome resistance insulin adalah kontributor utama untuk penyakit hipertensi
Walaupun prevalensi hipertensi resisten yang tepat pada pasien dengan Cushing’s
syndrome tidak diketahui, salah satu grup menemukan bahwa 17% hipertensi berat. Selain
itu, telah didokumentasikan target kerusakan organ dalam Cushing’s sindrom lebih parah
daripada SD hipertensi. Keseluruhan resiko cardiovascular pada Cushing’s syndrome
adalah substansial karena terkait dengan kekacauan besar pada faktor risiko lainnya
seperti diabetes mellitus, metabolis sindrom, sleep apnea, kegemukan, dan dyslipidemia,
di samping hipertensi.
Karena pathogenesis dari hipertensi di Cushing’s sindrom melibatkan aktivasi receptors
mineralocorticoid, agen antihypertensive yang biasa digunakan dalam merawat hipertensi
(renin-angiotensin sistem blockers, calcium saluran antagonists, adrenergic blockers,
diuretics) tidak akan efektif dalam menurunkan tekanan darah tujuan. Eksisi bedah dari
adrenocorticotropic hormon (ACTH) atau produksi cortisol-tumor-efektif menurunkan
tekanan darah. Yang paling efektif agen pharmacological antihypertensive pada Cushing’s
syndrome adalah antagonist receptor mineralocorticoid (spironolactone atau eplerenone)
Penyakit Ginjal ParenkimCKD adalah penyebab sering dan komplikasi yang buruk untuk mengontrol hipertensi.
Studi terbaru meninjau 16 589 peserta dalam NHANES menunjukkan bahwa 3% dari
populasi serum creatinine telah meningkat di atas 1,6 mg / dl, sesuai untuk lebih dari 5,6
juta dari populasi umum. Sebagian besar penduduk ini telah menerima terapi obat
antihypertensive (75%), tetapi tingkat pencapaian tujuan sekarang (130/85 mm Hg) telah
jarang. Dalam analisis cross sectional pasien dengan CKD n di klinik, kurang dari 15%
mendapat tekanan darah terkontrol ke 130/80 mm Hg sekalipun penggunaan rata-rata dari
3 agents antihypertensive berbeda.8Dalam ALLHAT, CKD seperti yang ditunjukkan oleh
serum creatinine >1,5 mg / dl adalah prediktor kuat dari kegagalan untuk mencapai
tekanan darah yang diinginkan. Terapi resisten pada pasien dengan CKD adalah
meragukan terkait pada bagian besar untuk meningkatkan sodium dan retensi cairan serta
perpindahan volume intravascular berkelanjutan.
Stenosis Arteri RenalisPenyakit Renovascular adalah umum dalam mencari pasien hypertensive yang melakukan
catheterization jantung, dengan lebih dari 20% dari pasien yang sepihak atau bilateral
stenoses (dengan
derajat hkerusakan 70%) . Tidak diketahui, bagaimanapun, peranan lesi tersebut dapay
menyebabkan hipertensi. Studi perawatan hipertensi resisten umumnya mengungkapkan
prevalensi yang tinggi isebelumnya tidak dikenal penyakit renovascular, terutama pada
pasien tua. Seri sebelumnya mendukung bahwa 12,7% dari pasien usia 50 tahun disebut
pusat hipertensi yang memiliki kedua penyebab hipertensi, yang paling umum di
antaranya (35%) adalah penyakit renovascular. Banyaknya pengalaman dengan baik dan
bedah revascularisasi endovascular menunjukkan bahwa beberapa pasien dengan penyakit
renovascular mengalami peningkatan tekanan darah kontrol setelah koreksi dari ginjal
artery stenosis, walaupun pada percobaan klinis random pada umumnya tidak timbul
meyakinkan manfaatnya dalam hal peningkatan fungsi ginjal atau control tekanan darah
Lebih dari 90% dari stenoses artery ginjal adalah atheroscleroticpada awalnya. Keadaan
dari atherosklerotik stenosis arteri renalis adalah peningkatan usia pasien; pasien perokok,
pada pasien yang mempuyai penyakit atherosclerotic diketahui dan pasien dengan
insufisiensi ginjal. stenoses artery ginjal bilateral harus di curigai pada pasien dengan
riwayat ‘flash’ atau edema pulmoner episodik, terutama ketika echocardiography
menunjukkan preserved fungsi jantung systolic. Kurang dari 10% dari lesi ginjal adalah
fibromuscular pada etiologi yang berkembang paling sering ditemukan pada perempuan,
<50 tahun.
Stenosis artery Ginjal bisa sulit untuk diidentifikasi dengan pasti menggunakan studi
noninvasive. Duplex ultrasound, magnetis resonansi angiography (MRA), scintigraphy
ginjal, dan computed Tomography (CT) angiography mempunyai karakteristik ujian yg baik,
tetapi nilai prediktif negative dan positif akan bervariasi dengan risiko spopulasi serta
tingkat keahlian di masing-masing lembaga. studi imaging Negatif menjamin tambahan
pemeriksaan bagi para pasien yang ada di tingkat tinggi dari kecurigaan klinis dan untuk
revascularisasi ginjal yang serius dipertimbangkan. MRA sangat sensitif untuk stenosis,
tetapi dapat menjadi rendah, dan lesi minimal sering dicirikan sebagai grade moderat atau
tinggi.
DiabetesHipertensi dan diabetes umumnya terkait, khususnya pada pasien yang sulit untuk
mengendalikan hipertensi. Pada ALLHAT, prediksi diabetes adalah kurangnya kontrol
tekanan darah selama waktu yang berbeda dalam study. Uji coba klinis telah menunjukkan
bahwa untuk mencapai tujuan penurunan tekanan darah yang direkomendasikan pada
apsien dengan diabetes adalah berkisar antara 2,8-4,2 obat antihypertensive yang akan
diperlukan. Resisten insulin langsung memberikan kontribusi kepada pengembangan
hipertensi dibandingkan dikaitkan dengan hipertensi karena secara umum belum
ditentukan. Pathophysiologic dikaitkan dengan efek insulin resisten yang dapat
berkontribusi untuk hipertensi termasuk peningkatan aktivitas saraf simpatik, vascular
proliferasi sel otot halus, dan intake sodium
EvaluasiHasil evaluasi pasien dengan hipertensi resisten akan diarahkan ke arah yang benar
resistennya; identifikasi penyebab yang berkontribusi untuk resisten, termasuk penyebab
hipertensi sekunder, dan dokumentasi sasaran-organ kerusakan (Gambar). penilaian
ketaatan pengobatan yang baik Akurat dan menggunakan tekanan darah pengukuran
teknik yang diperlukan untuk mengecualikan pseudoresistance. Pada kebanyakan kasus,
pengobatan resisten adalah multifactorial dalam etiologi dengan obesitas, diet lebih intake
sodium, obstruksi sleep apnea, dan CKD menjadi faktor umum. Target-organ kerusakan
seperti retinopathy, CKD, dan LVH mendukung diagnosa dari hipertensi tidak terkontrol
serta kasus CKD akan mempengaruhi dalam kelas agen terpilih serta mencapai tekanan
darah tujuan 130/80 mm Hg
Riwayat MedisRiwayat medis harus mengetahu lamanya, keparahan, dan perkembangan hipertensi;
ketaatan pengobatan; respon obat sebelumnya, termasuk kejadian; obat-obatan saat ini,
termasuk medikasi dan over-the-counter; gejala dan kemungkinan penyebab sekunder
hipertensi. Daytime sleepiness, dengkur keras, dan apnea yang mencurigakan untuk sleep
apnea. riwayat penyakit perifer atau atherosclerotic koroner akan meningkatkan
kemungkinan ginjal artery stenosis Hipertensi labil, dalam asosiasinya dengan palpitatasi
dan/atau diaphoresis, yang menunjukkan kemungkinan pheochromocytoma.
Penilaian Kepatuhan
Akhirnya, ketaatan dalam pengaturan klinis hanya dapat diketahui oleh laporan pasien
sendiri. Pasien harus ditanya secara khusus, dalam yang nada yang tidak menghakimi,
keberhasilan mereka dalam meminum semua resep dosis mereka, termasuk diskusi
tentang efek samping, biaya, dan ketidaknyamanan dosis, semua yang dapat membatasi
ketaatan. Anggota keluarga akan sering memberikan penilaian yang lebih obyektif
ketaatan pasien, tetapi seperti biasanya harus menjadi masukan di hadapan pasien
Pengukuran Tekanan DarahPenting untuk diagnosis yang akurat dari hipertensi resisten, termasuk pasien yang duduk
tenang di kursi selama 5 menit sebelum mengambil pengukuran; menggunakan ukuran
yang benar, memukul dengan udara encircling sekurang-kurangnya 80% dari lengan (cuff
dewasa besar sebagian besar pasien), dan di lengan jantung pada tingkat pengukuran
spontan. Minimal 2 pembacaan harus diambil pada interval minimal 1 menit dan rata-rata
pembacaan yang harus dilakukan untuk mewakili tekanan darah pasien. Tekanan darah
harus hati-hati diukur di kedua lengan dan tangan dengan tekanan yang lebih tinggi
biasanya harus digunakan untuk membuat pengukuran kedepan. Terlentang dan tekanan
darah tegak lurus harus diukur selama tindak lanjut untuk mendeteksi komplikasi
orthostatic dengan pengobatan.
Pemeriksaan FisikDokumen pemeriksaan fundoscopic dan retinopati yang berat harus ada. Kehadiran nadi,
abdominal, yg berhubung dgn tulang paha atau bruits meningkatkan kemungkinan bahwa
ginjal artery stenosis ada. Yg berhubung dengan tulang paha diraba nadi dan/atau
ketidakcocokan tekanan darah antara lengan dan paha menyarankan aortic coarctation
atau penyakit aortoiliac signifikan. penyakit Cushing’s yang menampakkan oleh striae
abdominal, terutama jika pigmented; moon facies atau menonjolnya lemak endapan
interscapular.
Ambulasi Pengukuran Tekanan DarahDokumentasi yang signifikan efek terselubung merupakan penilaian yang diandalkan untuk
nilai tekanan darah di luar kantor. Hal ini dicapai paling objektif dengan penggunaan 24-
jam dpemantauan tekanan darah. Atau, pengukuran oleh para praktisi kesehatan dan/atau
di luar kantor dengan menggunakan penilaian secara manual atau pemantau tekanan
darah otomatis dapat diandalkan. Dalam kasus penilaian pasien sendiri, penggunaan
tekanan darah teknik validasi yang baik dengan akurasi adalah pembacaan yang penting.
signifikan terselubung harus di curigai pada pasien dengan hipertensi resisten di klinik
yang pengukuran
tekanan darah secara konsisten lebih tinggi dari pengukuran diluar kantor; pada pasien
yang menunjukkan Tanda-tanda kelebihan terapi berulang, khususnya gejala orthostatic;
dan berkesinambungan pada pasien dengan tekanan darah tinggi kantor tetapi nilai-nilai
tanpa kerusakan target organ (LVH, retinopathy, CKD). Dalam kasus tersebut, 24-jam
pemantauan tekanan darah sangat dianjurkan. tekanan darah dari 135/85 mm Hg siang
hari adalah meningkat dan dianggap efek terselubung signifikan terkonfirmasi, pengukuran
di luar kantor harus diandalkan untuk menyesuaikan pengobatan.
Evaluasi Biokimiaevaluasi perawatan Biochemical hypertensive resisten harus menyertakan profil metabolis
rutin (sodium, potassium, khlorida, bikarbonat, glucose, urea nitrogen darah, dan
creatinine); urinalysis; dan berpasangan, plasma aldosterone pagi dan plasma renin
plasma renin atau aktivitas aldosteronisme primer. Bahkan dalam pengaturan terus-
menerus medikasi antihypertensive (kecuali potassium sparing diuretics, khususnya
aldosterone antagonists), maka aldosterone/renin adalah rasio yang efektif untuk tes
skrining aldosteronism primer, yang memiliki tinggi value input negatif. Rasio yang tinggi,
namun memiliki ketegasan rendah aldosteronism primer, mungkin mencerminkan umum
kejadian rendahnya renin-pasien dengan hipertensi pada hipertensi resisten. Yang
menentukan adalah rasio yang meningkat jika minimum aktivitas plasma renin 0,5 ng/mL/h
digunakan dalam perhitungan dan/ tau tingkat aldosterone plasma >15 ng/dl rasio
dianggap tinggi. rasio yang tinggi (biasanya 20-30 ketika plasma aldosterone dilaporkan
dalam nanograms per deciliter plasma renin dan aktivitas pada nanograms per milliliter
per jam) adalah aldosteronism primer, tetapi evaluasi lebih lanjut diperlukan untuk
mengkonfirmasi diagnosis.
24 jam air seni dikumpulkan selama proses menelan pada pasien diet normal dapat
membantu dalam memperkirakan diet potassium dan sodium intake, menghitung
creatinine clearance,
dan mengukur ekskresi aldosterone. Untuk melakukannya dari pengumpulan yang sama,
namun, yang mengharuskan nonsalt asam (misalnya, acetic acid) digunakan sebagai
bahan untuk aldosterone. Jika 24 jam air seni tidak digunakan untuk menghitung creatinine
clearance, fungsi ginjal dapat dihitung dengan jumlah air seni bebas kandungan
tervalidasi. pengukuran 24-jam air kencing metanephrines atau plasma adalah screening
metanephrines yang efektif bagi para pasien yang diduga pheochomocytoma
Imaging Non InvasiveImaging untuk artery stenosis ginjal harus dilindungi undang-undang untuk pasien yang
ada dalam peningkatan tingkat kecurigaan. Ini termasuk pasien muda, terutama
perempuan, yang presentasi menunjukkan keberadaan fibromuscular dysplasia tua dan
pasien pada peningkatan risiko penyakit atherosclerotic. Imaging pengandaian yang
disukai oleh institusi akan berbeda-beda, tergantung pada tingkat pelatihan dan
pengalaman. Untuk pasien dengan CKD, modalities yang tidak melibatkan iodinated
kontras mungkin lebih disukai CT angiography. Diagnostik ginjal pada arteriograms tanpa
kecurigan, noninvasive imaging tidak dianjurkan. Demikian juga, karena kurangnya
kekhususan, abdominal CT imaging tidak dianjurkan untuk skreening adrenal untuk
adenomas pada biochemical tanpa konfirmasi aktif dari tumors secara hormonal
(hyperaldosteronism, pheochromocytoma, Cushing’s syndrome).
Rekomendasi TerapiHipertensi resisten hampir selalu etiologi multifactorial. Perawatan predicated adalah pada
identifikasi dan dari gaya hidup untuk faktor kontribusi resisten; diagnosa akurat dan tepat
penyebab hipertensi sekunder dan penggunaan efektif regimen multi-obat (Gambar).
Perubahan gaya hidup, termasuk berat badan; latihan rutin; proses makan yang tinggi
serat, rendah lemak, rendah garam diet, dan asupan pengurangan alkohol iharus didorong
jika sesuai. pencegahan sleep apnea harus diterapi jika ada.
Peningkatan KepatuhanPerawatan ketaatan memburuk dengan peningkatan penggunaan jumlah pil, dengan
meningkatnya kompleksitas dari dosing, dan biaya meningkat. Dengan demikian, resep
regimens harus disederhanakan sebanyak mungkin, termasuk penggunaan yang produk
kombinasi long-acting untuk mengurangi jumlah pil yang diresepkan dan memungkinkan
untuk sekali-hari dosis. Ketaatan juga lebih ditingkatkan dengan kunjungan klinik dan
dengan catatan pengukuran tekanan darah pasien. Walaupun mahal dan intensif, tenaga
kerja, penggunaan pendekatan yang multidisiplin perawatan termasuk manajer perawat,
ahli farmasi, dan nutritionists dapat meningkatkan hasil perawatan. Melibatkan pasien
untuk menjaga tekanan darah di rumah harus ditingkatkan tindak lanjut dan meningkatkan
ketaatan obat, sementara keterlibatan anggota keluarga akan meningkatkan kegigihan
dengan perubahan gaya hidup.
Rekomendasi Non FarmakologisPenurunan Berat BadanBerat badan, walaupun tidak secara khusus dievaluasi pada pasien hipertensi resisten,
yang jelas memiliki keuntungan dalam hal mengurangi tekanan darah dan seringkali
memungkinkan untuk pengurangan dalam jumlah resep obat. Sebuah review jangka
panjang studi berat badan menunjukkan bahwa 10 kg berat badan adalah terkait dengan
pengurangan rata-rata 6,0 mm Hg systolic dan 4,6 mm Hg pengurangan tekanan darah
diastolic. Sebelumnya, meta analisis randomized, dikontrol, uji berat badan menemukan
keuntungan yang besar, setidaknya untuk penurunan tekanan darah diastolic, pasien
sudah menerima therapy antihypertensive. Walaupun sulit untuk mencapai dan bahkan
lebih sulit untuk mempertahankan, berat badan harus didorong dalam setiap pasien
dengan hipertensi yang resisten baik kegemukan atau obese.
Batasan Diet GaramManfaat dari diet garam adalah pengurangan secara umum pasien hypertensive diamati
dengan penurunan systolic dan tekanan darah diastolic dari 5-10 dan ke 2 6 mm Hg.
pasien Afrika-Amerika dan orang tua cenderung lebih besar untuk menampilkan
keuntungan. pengurangan diet garam belum secara khusus dievaluasi pada pasien dengan
hipertensi resisten. Namun, pada evaluasi pasien yang tekanan darah yang tidak terkendali
kombinasi dari ACE inhibitor dan hydrochlorothiazide, diet rendah garam tekanan darah
systolic dan diastolic pada 1 bulan tindak lanjut adalah 8 dan 9 mm Hg. Dengan demikian,
pembatasan diet garam, ideal untuk kurang dari 100 mEq dari sodium/24-hour, harus
disarankan untuk semua pasien dengan hipertensi resisten.
Pengurangan asupan alcoholBaik oleh perubahan efek negatif fisiologis dan/atau perbaikan dalam ketaatan obat,
penghentian dari berat proses meminum alkohol secara signifikan dapat meningkatkan
kontrol hipertensi. Harian asupan alkohol harus dibatasi untuk tidak lagi dari 2 minuman (1
ounce of ethanol) per hari (misalnya, dari 24 ounces bir, 10 ounces anggur, atau 3 ounces
bukti minuman keras dari 80) untuk kebanyakan laki-laki dan 1 minuman per hari untuk
perempuan-ringan atau berat orang
Peningkatan Aktifitas FisikDalam sekelompok kecil orang Afrika-Amerika dengan hipertensi berat(Tanpa systolic 180
atau darah diastolic tekanan 110 mm Hg yang diterima hingga 3 antihypertensive agen
untuk menurunkan tekanan darah diastolic oleh 10 mm Hg dan / atau hingga 95 mm Hg),
16 bulan aerobik latihan
(stationary bersepeda 3 kali seminggu) menurunkan tekanan darah 5 mm Hg systolic dan
tekanan darah diastolic 7 mm Hg, walaupun yang kedua adalah tidak mengubah statistik
significant. Penurunan tekanan darah diastolic dipertahankan setelah 32 minggu latihan,
bahkan dengan penarikan beberapa obat antihypertensive. Dalam sebuah meta analisis
yang termasuk studi kedua normotensive dan hypertensive cohorts, latihan aerobik
diproduksi rata-rata penurunan dari 4 mm Hg dalam systolic dan 3 mm Hg dalam tekanan
darah diastolic. Berdasarkan pengamatan manfaat ini, pasien harus digalakkan untuk
melakukan minimal 30 menit di paling hari dalam seminggu
Makanan Tinggi Serat-Diet Rendah LemakProses menelan makanan yang kaya buah-buahan dan sayuran; tinggi dalam rendah
lemak-produk susu, potassium, magnesium, dan kalsium; rendah dan total jenuh lemak
(Pendekatan diet untuk Hipertensi atau berhenti Dash diet) dikurangi dan systolic tekanan
darah diastolic oleh 11,4 dan 5,5 mm Hg lebih, masing-masing, dibandingkan dengan
kontrol diet di hypertensive patients. Manfaat dari suatu diet belum dievaluasi secara
terpisah pada pasien dengan hipertensi resisten, tetapi beberapa derajat penurunan
tekanan darah terjadi.
Terapi untuk Penyebab Hipertensei SekunderKetika aldosteronism utama, pheochromocytoma, atau Cushing’s penyakit yang dicurigai
atau dikonfirmasi, perawatan akan khusus bagi disorder. Efektif pengelolaan penyakit ini
memerlukan arahan yang sesuai untuk spesialis.
Terapi Obstruktif Sleep ApneaPerawatan dengan sleep apnea dengan CPAP kemungkinan akan meningkatkan tekanan
darah kontrol, walaupun keuntungan intervensi CPAP dalam persidangan bervariabel.
Dalam evaluasi dikontrol dengan baik yang meliputi normotensive dan subjek agak
hypertensive, 9 bulan CPAP (5,5 jam per malam) menurunkan 24 jam berarti dpt berjalan
tekanan darah systolic dan diastolic 10,3 9,5 mm Hg. Dalam sebuah evaluasi yang tak
terkendalikan 11 pasien dengan hipertensi resisten, 2 bulan CPAP digunakan adalah yang
terkait dengan penurunan malam dan siang hari dpt berjalan tekanan darah systolic dari
14,4 dan 9,3 mm Hg, masing-masing, dan 7,8 mm Hg pengurangan malam diastolic darah
pressure.113 CPAP menggunakan rata-rata 4,2 jam per malam. Besarnya penurunan
tekanan darah diamati dalam 2 studi, namun perlu didamaikan dengan studi lain yang ada
laporan atau tidak sederhana dengan manfaat penggunaan antihypertensive CPAP.
Tinjauan acak intervensi percobaan CPAP menunjukkan bahwa penggunaan CPAP dapat
diharapkan untuk tekanan darah rendah pada pasien hypertensive, dengan keuntungan
terbesar yang terlihat pada pasien dengan sleep apnea berat dan pasien antihypertensive
yang telah menerima perawatan.
Terapi Stenosis Arteri RenalisAngioplasty dari lesi fibromuscular hampir selalu bermanfaat, dan sering kuratif, yang
terkait hipertensi karena itu adalah perawatan yang dianjurkan. Restenosis, Namun,
mungkin terjadi di lebih dari 20% dari pasien setelah 1 tahun. Revascularization
endovascular diperlukan untuk lesi atherosclerotic yang paling kontroversial. Pada pasien
yang tekanan darah dengan baik dikontrol atau hipertensiresisten, yang relatif bermanfaat
terapi medis intensif versus angioplasty stenting belum jelas. Control hipertensi yang
buruk akan meningkatkan risiko cardiovascular. Namun, angioplasty dan endovascular,
dengan atau tanpa stenting, harus dipertimbangkan ketika obat terapi saja gagal.
Informasi berharga ini topik harus datang dari dalam Cardiovascular Outcomes Ginjal
Atherosclerotic lesi percobaan, yang merupakan terus-menerus NIH didanai studi yang
dirancang untuk menentukan lebih apakah tepat percutaneous intervensi dengan stenting
plus medis terapi dibandingkan terapi medis saja meningkatkan jangka panjang
cardiovascular hasil pasien dengan ginjal artery stenosis. Sambil menunggu hasil
percobaan karang, tidak tersedia bukti yang mendukung keuntungan relatif baik
dibandingkan perawatan medis prosedur revascularization untuk perawatan ginjal stenosis.
Namun, jika darah tekanan masih kurang dikontrol walaupun terapi medis optimal,
revascularization dianjurkan, mengakui bahwa tekanan darah yang signifikan tidak
terjamin.
Terapi MedikasiPenolakan Pengobatan CampuranObat yang mungkin terganggu dengan kontrol tekanan darah, khususnya NSAIDs,
sebaiknya dihindari atau diambil pada pasien dengan hipertensi resisten. Namun, karena
hal ini sering sulit secara klinis, dosis efektif terendah harus digunakan setelah turun
titration bila memungkinkan. Kapan
melakukan perawatan dengan agen ini, tekanan darah harus dipantau terus sambil
mengakui bahwa untuk penyesuaian antihypertensive hidup yang mungkin menjadi perlu.
Lainnya seperti analgesics nonnarcotic, acetaminophen terkait dengan peningkatan risiko
pengembangan hipertensi, meskipun bila dibandingkan dengan ibuprofen kecil
kemungkinannya tekanan darah memburuk. Dengan demikian, analgesics jika diperlukan,
acetaminophen mungkin lebih baik untuk subjek dengan NSAIDs pada hipertensi resisten,
diakui, bahwa acetaminophen akan memberikan sedikit manfaat jika ada antiinflammatory.
Pemantauan terus sambil mengakui bahwa untuk penyesuaian antihypertensive mungkin
menjadi perlu.
Terapi DiuretikEvaluasi pasien dengan hipertensi resisten sebagaimana dimaksud khusus klinik telah
konsisten dalam mencari pengobatan yang resisten adalah pada bagian yang berkaitan
dengan kurangnya atau underuse dari, terapi diuretic. Setelah pengukuran output jantung,
resisten vascular, dan volume intravascular, penyelidik di Mayo Klinik menemukan bahwa
pasien yang dirujuk untuk hipertensi resisten
sering telah tersembunyi perlakuan yang mereka resistance. Kontrol tekanan darah yang
meningkat terutama melalui penggunaan dosis meningkat dari diuretics. Dalam sebuah
evaluasi retrospektif pasien yang dirujuk ke Rush Universitas Klinik hipertensi, kurangnya
kontrol tekanan darah telah paling sering dikaitkan dengan penggunaan medis suboptimal
yang hidup, yang paling sering dimodifikasi dengan menambahkan diuretic, meningkatkan
dosis yang diuretic, atau mengubah kelas resep diuretic berdasarkan fungsi ginjal terpisah.
Studi itu melaporkan bahwa peningkatan diuresis dengan menggunakan furosemide
meningkatkan tekanan darah signifikan pada 12 pasien orang tua dengan tekanan darah
hipertensi yang tadinya tak terkendalikan pada multidrug regimens.
Studi di atas menunjukkan bahwa pasien dengan hipertensi resisten sering tidak sesuai
volume ekspansi
kontribusi terhadap perlakuan resisten seperti yang diuretic adalah penting untuk
memaksimalkan kontrol tekanan darah. Di sebagian besar pasien, penggunaan yang
panjang-thiazide diuretic yang akan paling efektif. Blinded dalam perbandingan
hydrochlorothiazide 50 mg dan 25 mg chlorthalidone harian, yang kedua diberikan 24-jam
lebih dpt berjalan penurunan tekanan darah, dengan perbedaan terbesar terjadi overnight.
Mengingat menunjukkan hasil keuntungan dengan chlorthalidone dan kemanjuran unggul
dibandingkan dengan hydrochlorothiazide, chlorthalidone harus digunakan pada pasien
dengan hipertensi resisten. kontras ke hydrochlorothiazide, chlorthalidone tersedia sangat
sedikit tetap-dosis kombinasi dan jadi gunakan umumnya akan memerlukan terpisah
dosing. Dalam pasien dengan yang CKD (creatinine clearance <30 mL / menit), loop
diuretics mungkin diperlukan untuk efektif volume dan kontrol tekanan darah. Furosemide
adalah yang relatif singkat dan biasanya memerlukan minimal dua kali sehari – dosing.
Atau, loop diuretics dengan durasi yang lebih panjang tindakan, seperti torsemide, dapat
digunakan.
Terapi KombinasiSebuah studi menunjukkan kelimpahan dari tambahan keuntungan antihypertensive
dengan menggabungkan 2 agen dari berbagai kelas. Ini terutama dari thiazide diuretics,
yang
meningkatkan kontrol tekanan darah signifikan bila digunakan dalam kombinasi dengan
sebagian besar tidak semua kelas agen. Di Veteran Urusan Single Drug Therapy, pasien
tidak terkontrol (tekanan darah diastolic> 90 mm Hg) pada satu obat antihypertensive
ditugaskan secara acak (thiazide diuretic, zat yg mencegah ACE-blocker, calcium channel
blocker, B-blocker, atau pusat bertindak agonist) yang kemudian randomized ke salah satu
obat yang lain. Jika tekanan darah diastolic masih tidak dikontrol, yang pertama adalah
obat ditambahkan kembali untuk menguji berbagai kombinasi obat-2 kombinasi yang
menyertakan thiazide diuretic yang konsisten lebih efektif daripada kombinasi yang tidak
termasuk yang diuretic.
Melebihi dari studi 2-obat kombinasi, ada sedikit data menilai manfaat khusus dari
kombinasi dari 3 atau lebih obat. Dengan demikian, rekomendasi yang spesifik kombinasi
multidrug sangat empiris dan / atau anecdotal. Secara intuitif, tampaknya paling sesuai
untuk melanjutkan untuk menggabungkan agen mekanisme yang berbeda dari tindakan.
Dalam kaitan itu, sebuah triple obat dari zat ACE inhibitor atau ARB, saluran kalsium
blocker, dan thiazide diuretic efektif dan umumnya baik ditoleransi. Tripel ini dapat dicapai
dengan 2 pil dengan menggunakan berbagai kombinasi dosis tetap.
Meskipun-antagonists ditunjukkan dalam pengaturan penyakit jantung koroner atau gagal
jantung congestive, digabungkan Antagonists, karena kombinasi dual tindakan, mungkin
akan lebih efektif sebagai antihypertensives, walaupun headto-127 Kepala perbandingan
dari dosis yang kurang maksimal.
studi saat ini menunjukkan sebuah tambahan keuntungan antihypertensive aldosterone
antagonists pada pasien regimens multidrug tak terkendali. Pusat yang efektif adalah agen
antihypertensive agen tetapi ada yang lebih tinggi insiden efek sampingnya dan kurangnya
hasil data. Terakhir, vasodilators kuat seperti hydralazine minoxidil bisa jadi sangat efektif,
khususnya di tingkat dosis, tetapi efek samping yang umum. Dengan minoxidil khususnya,
refleksif peningkatan denyut jantung dan cairan seperti yang terjadi seiring dengan
penggunaan-blocker dan lingkaran diuretic biasanya diperlukan.
Pada akhirnya, kombinasi dari 3 atau lebih obat-obatan harus disesuaikan pada masing-
masing menjadi dasar pertimbangan sebelum mengambil manfaat, sejarah kejadian,
kontribusi faktor, termasuk seiring proses penyakit seperti CKD atau diabetes, dan pasien
keterbatasan keuangan. Rekomendasi perawatan dalam pengaturan ini tidak dapat terlalu
standar, terutama ketika terjadi diluar obat 3.
Secara luas kesulitan dalam mengendalikan tekanan darah telah mengakibatkan proliferasi
algoritma untuk perawatan resep antihypertensive sebagai agen dari monotherapy dan
kombinasi.
128-130 algoritma ini terutama bergantung pada kemungkinan keberadaan atau ketiadaan
tidak patut volume sebagai perluasan diusulkan oleh renin. Renin yang direkomendasikan
yang akan diukur secara langsung atau disangka berdasarkan etnis dan usia. Algoritma ini
belum divalidasi, seperti yang beragam rekomendasi cohorts empiris yang besar. Selain
itu, seperti yang diusulkan oleh studi dibahas di atas, pasien dengan hipertensi biasanya
tahan tahan panas ekspansi volume seperti yang perawatan rekomendasi dichotomized
sesuai dengan volume status sepertinya kurang relevan.
Laporan baru-baru ini telah menyarankan agar menggunakan gabungan dari Zat yg
mencegah ACE dan ARB atau dihydropyridine dan non-dihydropyridine calcium channel
blocker menyediakan signifikan
antihypertensive manfaat tambahan dibandingkan dengan monotherapy berbeda dengan
agents.131, 132 studi ini, namun belum umumnya digunakan dosis maksimal dari salah
satu
gabungan agen, sehingga tidak mungkin untuk mengetahui apakah tambahan penurunan
tekanan darah sangat unik dengan kombinasi atau hanya titration efek. Dengan demikian,
maka
prematur murni dari perspektif tekanan darah untuk merekomendasikan penggunaan
kombinasi sama kelas atas penggunaan agen dari berbagai kelas. Seperti ini adalah
rekomendasi didukung oleh beberapa evaluasi pasien yang darah tekanan yang tak
terkendalikan pada ARB. Dalam studi ini, menambahkan
diuretic atau calcium channel blocker yang lebih efektif daripada ACE menambahkan zat
yg mencegah
Antagonis Reseptor MineralokortikoidSesuai dengan laporan yang tinggi prevalensi utama aldosteronism pada pasien dengan
hipertensi yang tahan studi telah menunjukkan bahwa mineralocorticoid receptor
antagonists memberikan manfaat yang signifikan antihypertensive ketika ditambahkan ke
multidrug regimens yang ada. Dalam sebuah evaluasi dari 76 pasien yang dirujuk ke
sebuah klinik untuk universitas hipertensi buruk dikontrol hipertensi, spironolactone (12,5
sampai 50 mg setiap hari) di buka-label evaluasi menurunkan tekanan darah rata-rata oleh
tambahan 25 mm Hg systolic dan 12 mm Hg diastolic.134 The antihypertensive manfaat
adalah serupa di kedua African American dan putih pasien. Dalam studi ini, pasien sedang
dirawat dengan rata-rata dari 4 obat, yang disertakan dalam semua pasien yang diuretic
dan ACE atau zat yg mencegah ARB. Menariknya, tekanan darah tidak Tanggapan prediksi
dengan dasar plasma aldosterone atau 24-jam air kencing aldosterone, aktivitas renin
plasma, atau plasma aldosterone / renin rasio. Hasil ini mirip dengan yang sebelumnya
belajar menunjukkan bahwa spironolactone menurunkan systolic dan diastolic tekanan
darah oleh 24 dan 10 mm Hg, masing-masing, ketika ditambahkan ke dalam hidup pasien
yang tekanan darah yang tak terkendalikan dengan sedikitnya 2 medications.135 Dalam
kebanyakan pasien, ini termasuk suatu zat yg mencegah ACE atau ARB dan diuretic.
Amiloride antagonizes yang epithelial sodium saluran dalam mengumpulkan duct distal
dari ginjal, sehingga berfungsi sebagai langsung aldosterone antagonist. Dalam studi dari
38 pasien dengan
renin rendah hipertensi adalah tekanan darah yang tak terkendalikan dengan beberapa
obat, termasuk diuretic, substitution dengan kombinasi amiloride 2.5/hydrochlorothiazide
25
mg harian untuk diuretic sebelum menurunkan systolic dan diastolic tekanan darah tanggal
31 dan 15 mm Hg, respectively.61 Dalam 26 pasien, yang amiloride / hydrochlorothiazide
dosis yang berlipat ganda dengan tambahan pengurangan systolic dan diastolic tekanan
darah dari 11 mm Hg dan 4, masing-masing.
Blinded dalam perbandingan, amiloride 10 mg harian, spironolactone 25 mg setiap hari,
atau kombinasi keduanya digunakan sebagai add-on terapi di Afrika-Amerika darah pasien
yang tekanan yang tak terkendalikan pada 2-obat yang terdiri dari aturan hidup a diuretic
(a diuretic thiazide di 92% dari mata pelajaran dan loop diuretic di sisa 8%) dan kapur
saluran blocker.136 Rata-rata penurunan systolic dan diastolic darah tekanan
dibandingkan dengan placebo itu, masing-masing, dan 12,2 4,8 mm Hg untuk amiloride,
7,3 dan 3,3 mm Hg untuk spironolactone, dan 14,1 dan 5,1 mm Hg untuk kombinasi.
Dengan demikian, kedua agen menurunkan tekanan darah tetapi amiloride agak lebih.
Amiloride yang signifikan terkait dengan peningkatan aktivitas plasma renin sementara
ituspironolactone tidak, menyatakan bahwa dengan terus titration dari spironolactone
menurunkan tekanan darah tambahan mungkin memiliki terjadi.
Dalam studi ini dari spironolactone dan amiloride, baik agen ini umumnya aman dan
ditoleransi dengan baik. Yang paling Common Adverse efek spironolactone payudara
adalah kelembutan dengan atau tanpa pembesaran payudara, terutama pada laki-laki.
Hyperkalemia adalah agen biasa dengan baik, namun dapat terjadi, pemantauan
necessitating dekat. Risiko hyperkalemia meningkat pada pasien tua, pasien dengan
diabetes dan / atau CKD, atau bila ditambahkan ke perawatan berkelanjutan dengan ACE
inhibitors, ARBs, dan / atau NSAIDs. Mekanisme yang mineralocorticoid receptor blokade
dalam perawatan hipertensi resisten mungkin melibatkan diuresis lebih efektif daripada
yang disediakan dengan thiazide diuretics sendiri, namun konfirmasi dari efek atau
demonstrasi yang tidak berhubungan dengan volume efek yang kurang.
DosisSebuah analisis cross sectional berjalan kontrol tekanan darah menunjukkan bahwa pasien
mengambil setidaknya satu dari mereka hypertensive agen lebih baik di waktu tidur 24 jam
berarti tekanan darah dan, khususnya, lebih rendah malam systolic and diastolic blood
pressure values.18 ini terakhir perbedaan mungkin terutama relevan sebagai studi baru-
baru ini telah menyarankan agar malam hari tekanan darah tinggi lebih baik memprediksi
cardiovascular risiko selain dilakukan siang hari values.137, 138 Mungkin yang dua kali
sehari-dosing dari nondiuretic obat tekanan darah akan meningkatkan kontrol pasien
dengan harga di hipertensi resisten. Potensi keuntungan, bila perlu didamaikan dengan
penurunan ketaatan yang justru akan terjadi dengan menggunakan kurang nyaman dan
berpeluang lebih banyak dosing regimens mahal.
Spesialis HipertensiKlinis dari hasil studi menunjukkan bahwa pasien dengan hipertensi resisten melakukan
manfaat dari arahan ke hipertensi spesialis. Dalam evaluasi retrospektif pasien dirujuk ke
universitas hipertensi klinik untuk hipertensi resisten, tekanan darah telah ditolak oleh 18 /
9 mm Hg di 1 tahun tindak lanjut, dan kontrol harga telah meningkat dari 18% ke 52% ,139
Dalam analisis yang terpisah retrospektif, hipertensi spesialis di Universitas Rush
Hipertensi Pusat telah mampu untuk mengendalikan tekanan darah 140/90 mm Hg ke
dalam 53% dari pasien yang dirujuk untuk hipertensi resisten
Jika tertentu penyebab sekunder hipertensi diduga pada pasien dengan hipertensi resisten,
rujukan ke
sesuai spesialis dianjurkan jika diperlukan. Dalam tanpa diduga penyebab hipertensi
sekunder, rujukan ke spesialis hipertensi dianjurkan bila tekanan darah tetap tinggi
walaupun 6 bulan perawatan.
Hipertensi Resisten yang TerkontrolSekarang dengan definisi dari hipertensi resisten, pasien tekanan darah yang dikendalikan
tetapi yang menggunakan 4 atau lebih obat harus tetap dianggap tahan terhadap
perlakuan. Dalam banyak hal yang memerlukan obat-obatan, seperti pada pasien yang
meningkat resiko dpt dibatalkan dan / atau kedua penyebab hipertensi dan dapat
memperoleh manfaat dari diagnostik pertimbangan dijelaskan di atas. Apakah akan
menyesuaikan perlakuan dalam hidup ini situasi harus memutuskan seorang individu
dengan dasar Tujuan utama adalah untuk menjaga tekanan darah kontrol tapi
menggunakan obat yang lebih sedikit dan / atau menggunakan cara hidup yang minimizes
Adverse effects. Dalam hal ini, pasien akan preferensi menjadi pertimbangan penting
Tantangan dan Kebutuhan PenelitianHipertensi resisten sebagai bagian jenis tertentu tetap belum sepenuhnya diketahui.
Eksperimental penilaian pasien dengan hipertensi resisten yang rumit yang terkait dengan
tinggi cardiovascular risiko, yang batas-batas yang aman penarikan obat dan yang
membatasi jenis dan durasi percobaan intervensi yang dapat digunakan untuk mencari
usulan etiologies. Studi yang lebih lanjut dibatasi oleh penyakit seiring proses seperti
diabetes, CKD, sleep apnea, dan atherosclerotic penyakit. Yg berbarengan penyakit ini dan
perawatan yang sulit untuk secara sistematis dan kontrol untuk membaurkan interpretasi
hasil studi. Cukup mendaftarkan nomor peserta juga merupakan tantangan penelitian yang
signifikan, terutama dalam Berkaitan menilai keberhasilan dari percobaan perawatan
modalities. Mengatasi tantangan seperti ini akan memerlukan konsorsium hipertensi pusat
memungkinkan untuk multicenter partisipasi. Terakhir, bahkan di antara pasien dengan
hipertensi resisten, subgroups pasien dengan berbagai etiologies niscaya ada. Sebagai
contoh ekstrim, pasien yang muda dikombinasikan dengan systolic dan diastolic hipertensi
resisten adalah niscaya berbeda dari segi etiologi, prognosis, dan
kemungkinan pengobatan yang efektif dari orang tua pasien dengan parah, terpencil,
tahan systolic hipertensi. Juga cenderung berbeda adalah pasien dengan benar tahan
panas hipertensi, yaitu tekanan darah yang tidak pernah dikontrol walaupun terapi medis
maksimal. Perbedaan yang bermakna subgroups ini akan kecepatan identifikasi masing-
masing penyebab perlawanan perawatan dan pengembangan strategi pengobatan khusus.
Banyak tambahan pengetahuan yang diperlukan untuk mengidentifikasi dan merawat
pasien dengan hipertensi resisten. Sementara Prevalensi dan tahan dari prognosa
hipertensi dapat diperkirakan dan disangka, tidak dikenal. Cross-petak dan hasil penelitian
telah mengidentifikasi karakteristik pasien terkait dengan hipertensi resisten, tetapi yang
Mekanisme perawatan perlawanan, khususnya potensi
mekanisme genetika, belum banyak penyelidikan. Kemanjuran penilaian tertentu multidrug
regimens adalah diperlukan untuk lebih baik panduan pengobatan. Juga diperlukan adalah
akurat alat menilai kecukupan diuretic perawatan. Sementara beberapa studi menunjukkan
bahwa perlakuan perlawanan sering tahan panas yang berkaitan dengan volume ekspansi,
ada sedikit Tujuan informasi tentang penyesuaian diuretic therapy, termasuk alternatif
menggunakan dosing dan dari berbagai jenis diuretics.
References
1. Hajjar I, Kotchen TA. Trends in prevalence, awareness, treatment, andcontrol of
hipertensi in the United States, 1988–2000. JAMA. 2003;
290:199 –206.
2. Lloyd-Jones DM, Evans JC, Larson MG, O’Donnell CJ, Rocella EJ,
Levy D. Differential control of systolic and diastolic blood pressure:factors associated with
lack of blood pressure control in the community.
Hipertensi. 2000;36:594 –599.
3. Peralta CA, Hicks LS, Chertow GM, Ayanian JZ, Vittinghoff E, Lin F,
Shlipak MG. Control of hipertensi in adults with chronic kidney
disease in the United States. Hipertensi. 2005;45:1119 –1124.
4. The ALLHAT Officers and Coordinators for the ALLHAT Collaborative
Research Group. Major outcomes in high-risk hypertensive
patients randomized to angiotensin-converting enzyme inhibitor or
calcium channel blocker vs diuretic: the Antihypertensive and Lipid-
Lowering Treatment to Prevent Heart Attack Trial (ALLHAT). JAMA.
2002;288:2981–2997.
5. Cushman WC, Ford CE, Cutler JA, Margolis KL, Davis BR, Grimm
RH, Black HR, Hamilton BP, Holland J, Nwachuku C, Papademetriou
V, Probstfield J, Wright JT, Alderman MH, Weiss RJ, Piller L,
Bettencourt J, Walsh SM, for the ALLHAT Collaborative Research
Group. Success and predictors of blood pressure control in diverse North
American settings: the Antihypertensive and Lipid-Lowering and
Treatment to Prevent Heart Attack Trial (ALLHAT). J Clin Hypertens.
2002;4:393– 404.
6. Veterans Administration Cooperative Study Group on Antihypertensive
Agents. Effect of treatment on morbidity in hipertensi: results in
patients with diastolic blood pressure averaging 115–129 mm Hg.
JAMA. 1967;202:1038 –1034.
7. Lloyd-Jones DM, Evans JC, Larson MG, Levy D. Treatment and control
of hipertensi in the community: a prospective analysis. Hipertensi.
2002;40:640–646.
8. Hannila-Handelberg T, Kontula K, Tikkanen I, Tikkanen T, Fyhrquist F,
Helin K, Fodstad H, Piipo K, Miettinen HE, Virtamo J, Krusius T, Sarna
S, Gautschi I, Schild L, Hiltunen TP. Common variants of the beta and
gamma subunits of the epithelial sodium channel and their relation to the
plasma renin and aldosterone levels in essential hipertensi. BMC
Medical Genetics. 2005;6:4 doi:10.1186/1471–2350–6–4.
9. Givens RC, Lin YS, Dowling ALS, Thummel KE, Lamba JK, Schuetz
EG, Stwart PW, Watkins PB. CYP3A5 gentoype predicts renal CYP3A
activity and blood pressure in healthy adults. J Appl Physiol. 2003;95:
1297–1300.
10. Ho H, Pinto A, Hall SD, Flockhart DA, Li L, Skaar TC, Cadman P,
O’Connor DT, Wagner U, Fineberg NS, Weinberger MH. Association
between CYP3A5 genotype and blood pressure. Hipertensi. 2005;45:
294–298.
11. Pickering TG, Hall JE, Appel LJ, Falkner BE, Graves J, Hill MN, Jones
DW, Kurtz T, Sheps SG, Rocella EJ. Recommendations of blood
pressure measurement in humans and experimental animals. Part 1:
blood pressure measurement in humans. A Statement for Professionals
from the Subcommittee of Professional and Public Education of the
American Heart Association Council on High Blood Pressure Research.
Circulation. 2005;111:697–716.
12. Yiannakopoulou ECh, Papadopulos JS, Cokkinos DV, Mountlkalakis
TD. Adherence to antihypertensive treatment: a critical factor for blood
pressure control. Eur J Cardiovasc Prev Rehabil. 2005;12:243–249.
13. Caro JJ, Speckman JL, Salas M, Raggio G, Jackson JD. Effect of initial
drug choice on persistence with antihypertensive therapy: the
importance of actual practice data. CMAJ. 1999;160:41– 46.
14. Massaglia G, Mantovani LG, Sturkenboom MCJM, Filippi A, Trifiro G,
Cricelli C, Brignoli O, Caputi AP. Patterns of persistence with antihypertensive
medications in newly diagnosed hypertensive patients in
Italy: a retrospective cohort study in primary care. J Hypertens. 2005;
23:2093–2100.
15. Van Wijk BLG, Klungel OH, Heerdink ER, de Boor A. Rate and
determinants of 10-year persistence with antihypertensive drugs.
J Hypertens. 2005;23:2101–2107.
16. Garg JP, Elliott WJ, Folker A, Izhar M, Black HR, for the RUSH
Hipertensi Service. Resistant hipertensi revisited: a comparison of
2 university-based cohorts. Am J Hypertens. 2005;18:619–626.
17. Brown MA, Buddle ML, Martin A. Is resistant hipertensi really
resistant? Am J Hypertens. 2001;14:1263–1269.
18. Hermida RC, Ayala DE, Calvo C, López JE, Mojón A, Fontao MJ, Soler
R, Fernández JR. Effects of time of day of treatment on ambulatory
blood pressure pattern of patients with resistant hipertensi. Hipertensi.
2005;46:1053–1059.
19. Pierdomenico SD, Lapenna D, Bucci A, Di Tommaso R, Di Mascio R,
Manente BM, Caldarella MP, Neri M, Cuccurullo F, Mezzetti A. Cardiovasular
outcome in treated hypertensive patients with responder,
masked, false resistant, and true resistant hipertensi. Am J Hypertens.
2005;18:1422–1428.
20. Muxfeldt ES, Bloch KV, Nogueira AR, Salles GF. Twenty-four hour
ambulatory blood pressure monitoring pattern of resistant hipertensi.
Blood Press Monit. 2003;8:181–185.
21. Redon J, Campos C, Narciso ML, Rodicio JL, Pascual JM, Ruilope LM.
Prognostic value of ambulatory blood pressure monitoring in refractory
hipertensi: a prospective study. Hipertensi. 1998;31:712–718.
22. Bramlage P, Pittrow D, Wittchen H-U, Kirch W, Boehler S, Lehnert H,
Hoefler M, Unger T, Sharma AM. Hipertensi in overweight and
obese primary care patients is highly prevalent and poorly controlled.
Am J Hypertens. 2004;17:904 –910.
23. Nishizaka MK, Pratt-Ubunama M, Zaman MA, Cofield S, Calhoun DA.
Validity of plasma aldosterone-to-renin activity ratio in African American
and white subjects with resistant hipertensi. Am J Hypertens. 2005;18:
805–812.
24. Hall JE. The kidney, hipertensi, and obesity. Hipertensi. 2003;
41(part 2):625– 633.
25. He FJ, MacGregor GA. Effect of longer-term modest salt reduction on
blood pressure. The Cochrane Database of Systemic Reviews. 2004;(3):
CD004937.
26. Luft FC, Weinberger MH. Review of salt restriction and the response to
antihypertensive drugs: satellite symposium on calcium antagonists.
Hipertensi. 1988;11(suppl I):I-229 –I-232.
27. Weinberger MH, Cohen SJ, Miller JZ, Luft FC, Grim CE, Fineberg NS.
Dietary sodium restriction as adjunctive treatment of hipertensi.
JAMA. 1988;259:2561–2565.
28. Boudville N, Ward S, Benaroia M, House AA. Increased sodium intake
correlates with greater use of antihypertensive agents by subjects with
chronic kidney disease. Am J Hypertens. 2005;18:1300 –1305.
29. Wildman RP, Gu D, Muntner P, Huang G, Chen J, Duan X, He J.
Alcohol intake and hipertensi subtypes in Chinese men. J Hypertens.
2005;23:737–743.
30. Henningsen NC, Ohlsson O, Mattiasson I, Trell E, Kristensson H, Hood
B. Hipertensi, levels of serum gamma glutamyl transpeptidase and degree
of blood pressure control in middle-aged males. Acta Med Scand.
1980;207:245–251.
31. Aguilera MT, de la Sierra A, Coca A, Estruch R, Fernández-Solá J,
Urbano-Márquez A. Effect of alcohol abstinence on blood pressure:
assessment by 24-hour ambulatory blood pressure monitoring. Hipertensi.
1999;33:653– 657.
32. Dedier J, Stampfer MJ, Hankinson SE, Willett WC, Speizer FE, Curhan
GC. Nonnarcotic analgesic use and the risk of hipertensi in US
women. Hipertensi. 2002;40:604–608.
33. Forman JP, Stampfer MJ, Curhan GC. Non-narcotic analgesic dose and
risk of incident hipertensi in US women. Hipertensi. 2005;46:
500–507.
34. Johnson AG, Nguyen TV, Day RO. Do nonsteroidal anti-inflammatory
drugs affect blood pressure? A meta-analysis. Ann Intern Med. 1994;
121:289 –300.
35. Radack KL, Deck CC, Bloomfield SS. Ibuprofen interferes with the
efficacy of antihypertensive drugs. A randomized, double-blind,
placebo-controlled trial of ibuprofen compared with acetaminophen.
Ann Intern Med. 1987;107:628–635.
36. Conlin PR, Moore TJ, Swartz SL, Barr E, Gazdick L, Fletcher C,
DeLucca P, Demopoulos L. Effect of indomethacin on blood pressure
lowering by captopril and losartan in hypertensive patients. Hipertensi.
2000;36:461– 465.
37. Whelton A, White WB, Bello AE, Puma JA, Fort JG; SUCCESS-VII
Investigators. Effects of celecoxib and rofecoxib on blood pressure and
edema in patients _ or _65 years of age with systemic hipertensi and
osteoarthritis. Am J Cardiol. 2002;90:959 –963.
38. White WB, Kent J, Taylor A, Verburg KM, Lefkowith JB, Whelton A.
Effects of celecoxib on ambulatory blood pressure in hypertensive
patients on ACE inhibitors. Hipertensi. 2002;39:929 –934.
39. Taneja I, Diedrich A, Black BK, Byrne DW, Paranjape SY, Robertson
D. Modafinil elicits sympathomedullary activation. Hipertensi. 2005;
45:612– 618.
40. Ernst E. The risk-benefit profile of commonly used herbal therapies:
ginkgo, St. John’s wort, ginseng, echinacea, saw palmetto, and kava.
Ann Intern Med. 2002;136:42–53.
41. Mansoor GA. Herbs and alternative therapies in the hipertensi clinic.
Am J Hypertens. 2001;14:971–975.
42. Walker BR, Edwards CR. Licorice-induced hipertensi and syndromes
of apparent mineralocorticoid excess. Endocrinol Metab Clin North Am.
1994;23:359 –377.
43. Dellow EL, Unwin RJ, Honour JW. Pontefract cakes can be bad for you:
refractory hipertensi and liquorice excess. Nephrol Dial Transplant.
1999;14:218 –220.
44. Young T, Palta M, Dempsey J, Skatrud J, Weber S, Badr S. The
occurrence of sleep-disordered breathing among middle-aged adults.
N Engl J Med. 1993;328:1230 –1235.
45. Anderson GH Jr, Blakeman N, Streeten DH. The effect of age on
prevalence of secondary forms of hipertensi in 4429 consecutively
referred patients. J Hypertens. 1994;12:609–615.
46. Olivieri O, Ciacciarelli A, Signorelli D, Pizzolo F, Guarini P, Pavan C,
Corgnati A, Falcone S, Corrocher R, Micchi A, Cressoni C, Blengio G.
Aldosterone to renin ratio in a primary care setting: the Bussolengo
study. J Clin Endocrinol Metab. 2004;89:4221– 4226.
47. Nieto FJ, Young TB, Lind BK, Shahar E, Samet JM, Redline S,
D’Agostino RB, Newman AB, Lebowitz MD, Pickering TG. Association
of sleep-disordered breathing, sleep apnea, and hipertensi in a
large community-based study. Sleep Heart Health Study. JAMA. 2000;
283:1829 –1836.
48. Peppard PE, Young T, Palta M, Skatrud J. Prospective study of the
association between sleep-disordered breathing and hipertensi.
N Engl J Med. 2000;342:1378 –1384.
49. Logan AG, Perlikowski SM, Mente A, Tisler A, Tkacova R, Niroumand
M, Leung RS, Bradley TD. High prevalence of unrecognized sleep
apnoea in drug-resistant hipertensi. J Hypertens. 2001;19:
2271–2277.
50. Grote L, Hedner J, Peter JH. Sleep-related breathing disorder is an
independent risk factor for uncontrolled hipertensi. J Hypertens.
2000;18:679–685.
51. Lavie P, Hoffstein V. Sleep apnea syndrome: a possible contributing
factor to resistant. Sleep. 2001;24:721–725.
52. Somers VK, Dyken ME, Clary MP, Abboud FM. Sympathetic neural
mechanisms in obstructive sleep apnea. J Clin Invest. 1995;96:
1897–1904.
53. Grassi G, Facchini A, Trevano FQ, Dell’Oro R, Arenare F, Tana F,
Bolla G, Monzani A, Robuschi M, Mancia G. Obstructive sleep apneadependent
and -independent adrenergic activation in obesity. Hipertensi.
2005;46:321–325.
54. Lavie L, Hefetz A, Luboshitzky R, Lavie P. Plasma levels of nitric oxide
and L-arginine in sleep apnea patients: effects of nCPAP treatment.
J Mol Neurosci. 2003;21:57– 63.
55. Duchna HW, Orth M, Schultze-Werninghaus G, Guilleminault C,
Stoohs RA. Long-term effects of nasal continuous positive airway
pressure on vasodilatory endothelial function in obstructive sleep apnea
syndrome. Sleep Breath. 2005;9:97–103.
56. Mosso L, Carvajal C, González A, Barraza A, Avila F, Montero J, Huete
A, Gederlini A, Fardella CE. Primary aldosteronism and hypertensive
disease. Hipertensi. 2003;42:161–165.
57. Fardella CE, Mosso L, Gómez-Sánchez C, Cortés P, Soto J, Gómez L,
Pinto M, Huete A, Oestreicher E, Foradori A, Montero J. Primary
hyperaldosteronism in essential hypertensives: prevalence, biochemical
profile, and molecular biology. J Clin Endocrinol Metab. 2000;85:
1863–1867.
58. Gordon RD, Stowasser M, Tunny TJ, Klemm SA, Rutherford JC. High
incidence of primary aldosteronism in 199 patients referred with hipertensi.
Clin Exp Pharmacol Physiol. 1994;21:315–318.
59. Calhoun DA, Nishizaka MK, Zaman MA, Thakkar RB, Weissmann P.
Hyperaldosteronism among black and white subjects with resistant
hipertensi. Hipertensi. 2002;40:892– 896.
60. Gallay BJ, Ahmad S, Xu L, Toivola B, Davidson RC. Screening for
primary aldosteronism without discontinuing hypertensive medications:
plasma aldosterone-renin ratio. Am J Kidney Dis. 2001;37:699 –705.
61. Eide IK, Torjesen PA, Drolsum A, Babovic A, Lilledahl NP. Low-renin
status in therapy-resistant hipertensi: a clue to efficient treatment.
J Hypertens. 2004;22:2217–2226.
62. Engeli S, Böhnke J, Gorzelniak K, Janke J, Schling P, Bader M, Luft FC,
Sharma AM. Weight loss and the renin-angiotensin-aldosterone system.
Hipertensi. 2005;45:356 –362.
63. Goodfriend TL, Ball DL, Gardner HW. An oxidized derivative of
linoleic acid affects aldosterone secretion by adrenal cells in vitro.
Prostaglandins Leukot Essent Fatty Acids. 2002;67:163–167.
64. Ehrhart-Bornstein M, Lamounier-Zepter V, Schraven A, Langenbach J,
Willenberg HS, Barthel A, Hauner H, McCann SM, Scherbaum WA,
Bornstein SR. Human adipocytes secrete mineralocorticoid-releasing
factors. Proc Natl Acad Sci U S A. 2003;100:14211–14216.
65. Calhoun DA, Nishizaka MK, Zaman MA, Harding SM. Aldosterone
excretion among subjects with resistant hipertensi and symptoms of
sleep apnea. Chest. 2004;125:112–117.
66. Omura M, Saito J, Yamaguchi K, Kakuta Y, Nishikawa T. Prospective
study on the prevalence of secondary hipertensi among hypertensive
patients visiting a general outpatient clinic in Japan. Hypertens Res.
2004;27:193–202.
67. Sinclair AM, Isles CG, Brown I, Cameron H, Murray GD, Robertson
JW. Secondary hipertensi in a blood pressure clinic. Arch Intern Med.
1987;147:1289 –1293.
68. Manger WM, Gifford RW. Pheochromocytoma. J Clin Hypertens. 2002;
4:62–72.
69. Zelinka T, Strauch B, Petrák O, Holaj R, Vranková A, Weisserová H,
Pacák K, Widimsky´ J Jr. Increased blood pressure variability in pheochromocytoma
compared to essential hipertensi patients.
J Hypertens. 2005;23:2033–2039.
70. Björklund K, Lind L, Zethelius B, Berglund L, Lithell H. Prognostic
significance of 24-h ambulatory blood pressure characteristics for cardiovascular
morbidity in a population of elderly men. J Hypertens.
2004;22:1691–1697.
71. Kikuya M, Hozawa A, Ohokubo T, Tsuji I, Michimata M, Matsubara M,
Ota M, Nagai K, Araki T, Satoh H, Ito S, Hisamichi S, Imai Y.
Prognostic significance of blood pressure and heart rate variabilities: the
Ohasama study. Hipertensi. 2000;36:901–906.
72. Ito Y, Fujimoto Y, Obara T. The role of epinephrine, norepinephrine,
and dopamine in blood pressure disturbances in patients with pheochromocytoma.
World J Surg. 1992;16:759 –763.
73. Amar L, Servais A, Gimenez-Roqueplo AP, Zinzindohoue F, Chatellier
G, Plouin PF. Year of diagnosis, features at presentation, and risk of
recurrence in patients with pheochromocytoma or secreting paraganglioma.
J Clin Endocrinol Metab. 2005;90:2110 –2116.
74. Sutton MG, Sheps SG, Lie JT. Prevalence of clinically unsuspected
pheochromocytoma. Review of a 50-year autopsy series. Mayo Clinic
Proc. 1981;56:354 –360. 75. Lenders JW, Eisenhofer G, Mannelli M, Pacak K.
Phaeochromocytoma.
Lancet. 2005;366:665– 675.
76. Moneva MH, Gomez-Sanchez CE. Pathophysiology of adrenal hipertensi.
Semin Nephrol. 2002;22:44 –53.
77. Ferrari P. Cortisol and the renal handling of electrolytes: role in
glucocorticoid-induced hipertensi and bone disease. Best Pract Res
Clin Endocrinol Metab. 2003;17:575–589.
78. McFarlane SI, Banerji M, Sowers JR. Insulin resistance and cardiovascular
disease. J Clin Endocrinol Metab. 2001;86:713–718.
79. Sacerdote A, Weiss K, Tran T, Rokeya Noor B, McFarlane SI. Hipertensi
in patients with Cushing’s disease: pathophysiology, diagnosis,
and management. Curr Hypertens Rep. 2005;7:212–218.
80. Arnaldi G, Mancini T, Polenta B, Boscaro M. Cardiovascular risk in
Cushing’s syndrome. Pituitary. 2004;7:253–256.
81. Muiesan ML, Lupia M, Salvetti M, Grigoletto C, Sonino N, Boscaro M,
Rosei EA, Mantero F, Fallo F. Left ventricular structural and functional
characteristics in Cushing’s syndrome. J Am Coll Cardiol. 2003;41:
2275–2279.
82. Faggiano A, Pivonello R, Spiezia S, De Martino MC, Filippella M, Di
Somma C, Lombardi G, Colao A. Cardiovascular risk factors and
common carotid artery caliber and stiffness in patients with Cushing’s
disease during active disease and 1 year after disease remission. J Clin
Endocrinol Metab. 2003;88:2527–2533.
83. Buckalew VM Jr, Berg RL, Wang SR, Porush JG, Rauch S, Schulman
G. Prevalence of hipertensi in 1,795 subjects with chronic renal
disease: the modification of diet in renal disease study baseline cohort.
Modification of Diet in Renal Disease Study Group. Am J Kidney Dis.
1996;28:811– 821.
84. Klahr S, Levey AS, Beck GJ, Caggiula AW, Hunsicker L, Kusek JW,
Striker G. The effects of dietary protein restriction and blood-pressure
control on the progression of chronic renal disease. Modification of Diet
in Renal Disease Study Group. N Engl J Med. 1994;330:877– 884.
85. Coresh J, Wei GL, McQuillan G, Brancati FL, Levey AS, Jones C, Klag
MJ. Prevalence of high blood pressure and elevated serum creatinine
level in the United States: findings from the third National Health and
Nutrition Examination Survey (1988 –1994). Arch Intern Med. 2001;
161:1207–1216.
86. Saelen MG, Prøsch LK, Gudmundsdottir H, Dyrbekk D, Helge Hunderi
O, Arnesen E, Paulsen D, Skjønsberg H, Os I. Controlling systolic blood
pressure is difficult in patients with diabetic kidney disease exhibiting
moderate-to-severe reductions in renal function. Blood Press. 2005;14:
170–176.
87. Aqel RA, Zoghbi GJ, Baldwin SA, Auda WS, Calhoun DA, Coffey CS,
Perry GJ, Iskandrian AE. Prevalence of renal artery stenosis in high-risk
veterans referred to cardiac catheterization. J Hypertens. 2003;21:
1157-1162.
88. Crowley JJ, Santos RM, Peter RH, Puma JA, Schwab SJ, Phillips HR,
Stack RS, Conlon PJ. Progression of renal artery stenosis in patients
undergoing cardiac catheterization. Am Heart J. 1998;136:913–918.
89. van Jaarsveld BC, Krijnen P, Pieterman H, Derkx FH, Deinum J, Postma
CT, Dees A, Woittiez AJ, Bartelink AK, Man in ’t Veld AJ, Schalekamp
MA. The effect of balloon angioplasty on hipertensi in atherosclerotic
renal-artery stenosis. Dutch Renal Artery Stenosis Intervention Cooperative
Study Group. N Engl J Med. 2000;342:1007–1014.
90. Ives NJ, Wheatley K, Stowe RL, Krijnen P, Plouin PF, van Jaarsveld
BC, Gray R. Continuing uncertainty about the value of percutaneous
revascularization in atherosclerotic renovascular disease: a meta-analysis
of randomized trials. Nephrol Dial Transplant. 2003;18:298 –304.
91. Safian RD, Textor SC. Renal-artery stenosis. N Engl J Med. 2001;344:
431–442.
92. Leiner T, de Haan MW, Nelemans PJ, van Engelshoven JM, Vasbinder
GB. Contemporary imaging techniques for the diagnosis of renal artery
stenosis. Eur Radiol. 2005;15:2219 –2229.
93. Bakker J, Beek FJ, Beutler JJ, Hene RJ, de Kort GA, de Lange EE,
Moons KG, Mali WP. Renal artery stenosis and accessory renal arteries:
accuracy of detection and visualization with gadolinium-enhanced
breath-hold MR angiography. Radiology. 1998;207:497–504.
94. Bakris GL. A practical approach to achieving recommended blood
pressure goals in diabetic patients. Arch Intern Med. 2001;161:
2661–2667.
95. Chobanian AV, Bakris GL, Black HR, Cushman WC, Green LA, Izzo
JL Jr, Jones DW, Materson BJ, Oparil S, Wright JT Jr, Roccella EJ;
National Heart, Lung, and Blood Institute Joint National Committee on
Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood
Pressure; National High Blood Pressure Education Program Coordinating
Committee. The Seventh Report of the Joint National Committee
on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood
Pressure: the JNC 7 report. JAMA. 2003;289:2560 –2572.
96. Braam RL, Aslan B, Thien T. Accuracy of the Omron RX-M, an
automated blood pressure measuring device, measuring blood pressure
at the wrist, according to a modified British Hipertensi Society
protocol. Blood Press Monit. 2004;9:25–30.
97. Cuckson AC, Moran P, Seed P, Reinders A, Shennan AH. Clinical
evaluation of an automated oscillometric blood pressure wrist device.
Blood Press Monit. 2004;9:31–37.
98. Niiranen TJ, Kantola IM, Vesalainen R, Johansson J, Ruuska MJ. A comparison
of home measurement and ambulatory monitoring of blood pressure
in the adjustment of antihypertensive treatment. Am J Hypertens. 2006;19:
468–474.
99. Schwartz GL, Turner ST. Screening for primary aldosteronism in
essential hipertensi: diagnostic accuracy of the ratio of plasma aldosterone
concentration to plasma renin activity. Clin Chem. 2005;51:
386–394.
100. Sawka AM, Jaeschke R, Singh RJ, Young WF Jr. A comparison of
biochemical tests for pheochromocytoma: measurement of fractionated
plasma metanephrines compared with the combination of 24-hour
urinary metanephrines and catecholamines. J Clin Endocrinol Metab.
2003;88:553–558.
101. Stason WB, Shepard DS, Perry HM Jr, Carmen BM, Nagurney JT,
Rosner B, Meyer G. Effectiveness and costs of veterans affairs hipertensi
clinics. Med Care. 1994;32:1197–1215.
102. Ogedegbe G, Schoenthaler A. A systematic review of the effects of
home blood pressure monitoring on medication adherence. J Clin
Hypertens. 2006;8:174 –180.
103. Goessens BM, Visseren FL, Olijhoek JK, Eikelboom BC, van der Graaf
Y. Multidisciplinary vascular screening program modestly improves the
medical treatment of vascular risk factors. Cardiovasc Drugs Ther.
2005;19:429–435.
104. Aucott L, Poobalan A, Smith WC, Avenell A, Jung R, Broom J. Effects
of weight loss in overweight/obese individuals and long-term hipertensi
outcomes: a systematic review. Hipertensi. 2005;45:
1035–1041.
105. Neter JE, Stam BE, Kok FJ, Grobbee DE, Geleijnse JM. Influence of
weight reduction on blood pressure: a meta-analysis of randomized
controlled trials. Hipertensi. 2003;42:878–884.
106. He FJ, Markandu ND, MacGregor GA. Modest salt reduction lowers
blood pressure in isolated systolic hipertensi and combined hipertensi.
Hipertensi. 2005;46:66 –70.
107. Vollmer WM, Sacks FM, Ard J, Appel LJ, Bray GA, Simons-Morton
DG, Conlin PR, Svetkey LP, Erlinger TP, Moore TJ, Karanja N; DASHSodium
Trial Collaborative Research Group. Effects of diet and sodium
intake on blood pressure: subgroup analysis of the DASH-sodium trial.
Ann Intern Med. 2001;135:1019 –1028.
108. Singer DR, Markandu ND, Sugden AL, Miller MA, MacGregor GA.
Sodium restriction in hypertensive patients treated with a converting
enzyme inhibitor and a thiazide. Hipertensi. 1991;17:798–803.
109. Kokkinos PF, Narayan P, Colleran JA, Pittaras A, Notargiacomo A,
Reda D, Papademetriou V. Effects of regular exercise on blood pressure
and left ventricular hypertrophy in African-American men with severe
hipertensi. N Engl J Med. 1995;333:1462–1467.
110. Whelton SP, Chin A, Xin X, He J. Effect of aerobic exercise on blood
pressure: a meta-analysis of randomized, controlled trials. Ann Intern
Med. 2002;136:493–503.
111. Appel LJ, Moore TJ, Obarzanek E, Vollmer WM, Svetkey LP, Sacks
FM, Bray GA, Vogt TM, Cutler JA, Windhauser MM, Lin PH, Karanja
N. A clinical trial of the effects of dietary patterns on blood pressure.
DASH Collaborative Research Group. N Engl J Med. 1997;336:
1117–1124.
112. Becker HF, Jerrentrup A, Ploch T, Grote L, Penzel T, Sullivan CE, Peter
JH. Effect of nasal continuous positive airway pressure treatment on
blood pressure in patients with obstructive sleep apnea. Circulation.
2003;107:68 –73.
113. Logan AG, Tkacova R, Perlikowski SM, Leung RS, Tisler A, Floras JS,
Bradley TD. Refractory hipertensi and sleep apnoea: effect of CPAP
on blood pressure and baroreflex. Eur Respir J. 2003;21:241–247.
114. Pepperell JC, Ramdassingh-Dow S, Crosthwaite N, Mullins R,
Jenkinson C, Stradling JR, Davies RJ. Ambulatory blood pressure after
therapeutic and subtherapeutic nasal continuous positive airway pressure
for obstructive sleep apnoea: a randomised parallel trial. Lancet. 2002;
359:204 –210.
115. Barbé F, Mayoralas LR, Duran J, Masa JF, Maimó A, Montserrat JM,
Monasterio C, Bosch M, Ladaria A, Rubio M, Rubio R, Medinas M,
Hernandez L, Vidal S, Douglas NJ, Agustí AG. Treatment with continuous
positive airway pressure is not effective in patients with sleep
apnea but no daytime sleepiness: a randomized, controlled trial. Ann
Intern Med. 2001;134:1015–1023.
116. Robinson GV, Stradling JR, Davies RJ. Sleep 6: obstructive sleep
apnoea/hypopnoea syndrome and hipertensi. Thorax. 2004;59:
1089–1094.
117. Birrer M, Do DD, Mahler F, Triller J, Baumgartner I. Treatment of renal
artery fibromuscular dysplasia with balloon angioplasty: a prospective
follow-up study. Eur J Vasc Endovasc Surg. 2002;23:146 –152.
118. Textor SC. Progressive hipertensi in a patient with “incidental” renal
artery stenosis. Hipertensi. 2002;40:595– 600.
119. Balk E, Raman G, Chung M, Ip S, Tatsioni A, Alonso A, Chew P,
Gilbert SJ, Lau J. Effectiveness of management strategies for renal
artery stenosis: a systematic review. Ann Intern Med. 2006;145:
901–912.
120. Taler SJ, Textor SC, Augustine JE. Resistant hipertensi: comparing
hemodynamic management to specialist care. Hipertensi. 2002;39:
982–988.
121. Vlase HL, Panagopoulos G, Michelis MF. Effectiveness of furosemide
in uncontrolled hipertensi in the elderly: role of renin profiling.
Am J Hypertens. 2003;16:187–193.
122. Ernst ME, Carter BL, Goerdt CJ, Steffensmeier JJ, Phillips BB,
Zimmerman MB, Bergus GR. Comparative antihypertensive effects of
hydrochlorothiazide and chlorthalidone on ambulatory and office blood
pressure. Hipertensi. 2006;47:352–358.
123. Prevention of stroke by antihypertensive drug treatment in older persons
with isolated systolic hipertensi. Final results of the Systolic Hipertensi
in the Elderly Program (SHEP). SHEP Cooperative Research
Group. JAMA. 1991;265:3255–3264.
124. Mortality after 10 1/2 years for hypertensive participants in the Multiple
Risk Factor Intervention Trial. Circulation. 1990;82:1616 –1628.
125. Sica DA. Chlorthalidone: has it always been the best thiazide-type
diuretic? Hipertensi. 2006;47:321–322.
126. Materson BJ, Reda DJ, Cushman WC, Henderson WG. Results of
combination anti-hypertensive therapy after failure of each of the components.
Department of Veterans Affairs Cooperative Study Group on
Anti-hypertensive Agents. J Hum Hypertens. 1995;9:791–796.
127. Townsend RR, DiPette DJ, Goodman R, Blumfield D, Cronin R,
Gradman A, Katz LA, McCarthy EP, Sopko G. Combined alpha/betablockade
versus beta 1-selective blockade in essential hipertensi in
black and white patients. Clin Pharmacol Ther. 1990;48:665– 675.
128. Laragh J. Laragh’s lessons in pathophysiology and clinical pearls for
treating hipertensi. Am J Hypertens. 2001;14:491–503.
129. Lip GY, Beevers M, Beevers DG. The ‘Birmingham Hipertensi
Square’ for the optimum choice of add-in drugs in the management of
resistant hipertensi. J Hum Hypertens. 1998;12:761–763.
130. Brown MJ, Cruickshank JK, Dominiczak AF, MacGregor GA, Poulter
NR, Russell GI, Thom S, Williams B; Executive Committee, British
Hipertensi Society. Better blood pressure control: how to combine
drugs. J Hum Hypertens. 2003;17:81– 86.
131. Saseen JJ, Carter BL, Brown TE, Elliott WJ, Black HR. Comparison of
nifedipine alone and with diltiazem or verapamil in hipertensi.
Hipertensi. 1996;28:109 –114.
132. Stergiou GS, Skeva II, Baibas NM, Roussias LG, Kalkana CB,
Achimastos AD, Mountokalakis TD. Additive hypotensive effect of
angiotensin-converting enzyme inhibition and angiotensin-receptor
antagonism in essential hipertensi. J Cardiovasc Pharmacol. 2000;
35:937—941.
133. Stergiou GS, Makris T, Papavasiliou M, Efstathiou S, Manolis A.
Comparison of antihypertensive effects of an angiotensin-converting
enzyme inhibitor, a calcium antagonist and a diuretic in patients with
hipertensi not controlled by angiotensin receptor blocker monotherapy.
J Hypertens. 2005;23:883– 889.
134. Nishizaka MK, Zaman MA, Calhoun DA. Efficacy of low-dose spironolactone
in subjects with resistant hipertensi. Am J Hypertens. 2003;
16:925–930.
135. Ouzan J, Pérault C, Lincoff AM, Carré E, Mertes M. The role of
spironolactone in the treatment of patients with refractory hipertensi.
Am J Hypertens. 2002;15:333–339.
136. Saha C, Eckert GJ, Ambrosius WT, Chun TY, Wagner MA, Zhao Q,
Pratt JH. Improvement in blood pressure with inhibition of the epithelial
sodium channel in blacks with hipertensi. Hipertensi. 2005;46:
481–487.
137. Staessen JA, Thijs L, Fagard R, O’Brien ET, Clement D, de Leeuw PW,
Mancia G, Nachev C, Palatini P, Parati G, Tuomilehto J, Webster J.
Predicting cardiovascular risk using conventional vs ambulatory blood
pressure in older patients with systolic hipertensi. Systolic Hipertensi
in Europe Trial Investigators. JAMA. 1999;282:539 –546.
138. Kikuya M, Ohkubo T, Asayama K, Metoki H, Obara T, Saito S,
Hashimoto J, Totsune K, Hoshi H, Satoh H, Imai Y. Ambulatory blood
pressure and 10-year risk of cardiovascular and noncardiovascular mortality:
the Ohasama study. Hipertensi. 2005;45:240 –245.
139. Bansal N, Tendler BE, White WB, Mansoor GA. Blood pressure control
in the hipertensi clinic. Am J Hypertens. 2003;16:878–880.