BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia memerlukan udara untuk bernapas dan
melaksanakan matabolisme dalam tubuh yang nantinya
menghasilkan energi yang digunakan dalam
melaksanakan aktivitas sehari-hari.
Dalam udara yang kita hirup, tidak selamanya
bersih. Kadang kala udara tersebut terkandung
partikel pencemar yang disebut polutan. Salah satu
polutan tersebut ialah berupa butiran debu yang
banyak ditemukan pada industri.
Dewasa ini, keberadaan sektor industri di
Indonesia semakin meningkat dari tahun ke tahun,
peningkatan ini sejalan dengan peningkatan taraf
ekonomi negara. Dengan majunya industri maka
terbukalah lapangan kerja buat masyarakat, daerah di
sekitar perindustrian juga berkembang dalam bidang
sarana transportasi, komunikasi, perdagangan dan
bidang lain.
Meskipun perkembangan industri yang pesat dapat
meningkatkan taraf hidup, tetapi berbagai dampak
negatif juga bisa terjadi pada masyarakat. Salah
satu dampak negatif adalah terhadap paru para
Teori Pengukuran Kapasitas Paru dan Debu 1
pekerja dan masyarakat di sekitar daerah
perindustrian.
Hal ini disebabkan pencemaran udara akibat
proses pengolahan atau hasil industri tersebut.
Berbagai zat dapat mencemari udara seperti debu,
batubara, semen, kapas, asbes, zat-zat kimia, gas
beracun, dan lain-lain. Selain itu pula, pada
lingkungan tersebut banyak melibatkan proses
mekanis.
Tergantung dari jenis paparan yang terhisap,
berbagai penyakit paru dapat timbul pada para
pekerja. Pengetahuan yang cukup tentang dampak debu
terhadap paru diperlukan untuk dapat mengenali
kelainan yang terjadi dan melakukan usaha
pencegahan.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Teori Pengukuran Kapasitas Paru?
2. Bagaimana Teori Pengukuran Kapasitas Debu?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk Mengetahui Teori Pengukuran Kapasitas Paru
2. Untuk Mengetahui Teori Pengukuran Kapasitas Debu
Teori Pengukuran Kapasitas Paru dan Debu 2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Teori Kapasitas Vital Paru-paru
1) Dasar Teori
Teori Pengukuran Kapasitas Paru dan Debu 3
Istilah bernapas, seringkali diartikan dengan
respirasi, walaupun secara harfiah sebenarnya
kedua istilah tersebut berbeda. Pernapasan
(breathing) artinya menghirup dan menghembuskan
napas. Oleh karena itu, bernapas diartikan sebagai
proses memasukkan udara dari lingkungan luar ke
dalam tubuh dan mengeluarkan udara sisa dari dalam
tubuh ke lingkungan. Sementara, respirasi
(respiration) berarti suatu proses pembakaran
(oksidasi) senyawa organik (bahan makanan) di
dalam sel sehingga diperoleh energi.
Energi yang dihasilkan dari respirasi sangat
menunjang sekali untuk melakukan beberapa
aktivitas. Misalnya saja, mengatur suhu tubuh,
pergerakan, pertumbuhan dan reproduksi.
Oleh karena itu, kegiatan pernapasan dan resp
irasi sebenarnya saling berhubungan. Respirasi
adalah pertukaran gas oksigen dari udara bebas
oleh organisme hidup untuk serangkaian proses
metabolisme (oksidasi) di dalam tubuh, dengan
mengeluarkan karbon dioksida sebagai sisa
metabolisme (Waluyo, 2006: 287).
Sistem respirasi terdiri atas organ-organ
yang berfungsi dalam aktivitas metabolisme
Teori Pengukuran Kapasitas Paru dan Debu 4
khususnya produksi atau perubahan energi yang
terikat dalam materi organik menjadi energi siap
pakai (ATP) dalam sel. Secara khusus organ
respirasi merupakan media pertukaran O2 dan CO
dari dalam atau luar tubuh. Organ ini pada
ujungnya merupakan suatu bentuk membran yang
tipis, sehingga memungkinkan proses difusi antara
lingkungan luar dengan dalam tubuh (Tim Dosen
Pembina, 2014: 23). Sistem pernapasan secara umum
terbagi atas:
1. Bagian Konduksi
Bagian konduksi terdiri atas rongga
hidung, nasofaring, laring, trakea, bronkus,
dan bronkiolus. Bagian ini berfungsi untuk
menyediakan saluran udara untuk mengalir ke
dan dari paru-paru untuk membersihkan,
membasahi, dan menghangatkan udara yang
diinspirasi.
2. Bagian Respirasi
Bagian ini terdiri dari alveoli, dan
struktur yang berhubungan. Pertukaran gas
antara udara dan darah terjadi dalam
alveoli. Selain struktur diatas terdapat
pula struktur yang lain, seperti bulu-bulu
Teori Pengukuran Kapasitas Paru dan Debu 5
pada pintu masuk yang penting untuk
menyaring partikel-partikel yang masuk.
Sistem pernafasan memiliki sistem pertahanan
tersendiri
dalam melawan setiap bahan yang masuk
yang dapat merusak. Terdapat tiga kelompok
mekanisme pertahanan yaitu :
a. Arsitektur saluran nafas: bentuk, struktur,
dan caliber saluran nafas yang berbeda-beda
merupakan saringan mekanik terhadap udara yang
dihirup, mulai dari hidung, nasofaring,
laring, serta percabangan trakeobronkial.
Iritasi mekanik atau kimiawi merangsang
reseptor di saluran nafas, sehingga terjadi
bronkokonstriksi serta bersin atau batuk yang
mampu mengurangi penetrasi debu dan gas toksik
kedalam saluran nafas.
b. Lapisan Cairan serta Silia: yang melapisi
saluran nafas, yang mampu menangkap partikel
debu dan mengeluarkannya.
c. Mekanisme pertahanan spesifik: yaitu sistem
imunitas di paru yang berperan terhadap
partikel-partikel biokimiawi yang tertumpuk di
saluran nafas (Tabrani, 1996:74).
Teori Pengukuran Kapasitas Paru dan Debu 6
Gambar 1. Sistem Pernafasan Pada Manusia
Bagian Struktur FungsiRongganasa
Rongga yang terdiri dari tisu lembap dan rerambut halus.
Melembapkan udara yang melaluinya serta memerangkap habuk pada udara.
Trakea Dinding luaran terdiri dari gegelang tulang rawan, manakala dinding dalamannya terdiri dari dari sel-sel epithelium dengan silia dan sel-sel yang merembeskan mucus
Gelang tulang rawan menghalang trakea daripada binasa. Silia dan mukus membantu untukmemerangkap habuk dan mikroorganisma yang ada dalam udara
Bronkus Dua cabang dari trakea yang menuju ke paru-paru.
Udara terus ke paru-parukiri dan kanan.
Paru-paru
Lembut, seperti span, serta kaya dengan saluran
Tempat berlakunya pertukaran gas.
Teori Pengukuran Kapasitas Paru dan Debu 7
darah dan alveoli
Tulangrusuk
Tulang-tulang yang berbentuk sangkar di dalam rongga toraks.
Melindungi paru-paru.
Diafragma
Otot berbentuk kubah ketika dalam keadaan reha
Memisahkan rongga torak daripada rongga abdomen
Ototintercosta
Tisu otot di antara dua tulang rusuk. Ia juga dikenali sebagai otot rangka
Menggerakan tulang rusuk
(Hernawati, 2006: Online).
2) Mekanika Pernapasan
Proses terjadinya pernapasan terbagi 2 bagian,
yaitu:
1. Menarik Napas (inspirasi)
2. Menghembus Napas (ekspirasi)
Bernapas berarti melakukan inspirasi dan
ekskresi secara bergantian, teratur, berirama dan
terus menerus. Bernapas merupakan gerak reflek yang
terjadi pada otot-otot pernapasan. Reflek bernapas
ini diatur oleh pusat pernapasan yang terletak di
dalam sumsum penyambung (medulla oblongata).
Oleh karena seseorang dapat menahan,
memperlambat atau mempercepat napasnya, ini berarti
bahwa reflex napas juga di bawah pengaruh korteks
serebri. Pusat pernapasan sangat peka terhadap
Teori Pengukuran Kapasitas Paru dan Debu 8
kelebihan kadar karbon dioksida dalam darah dan
kekurangan oksigen dalam darah.
Inspirasi merupakan proses aktif, disini
kontraksi otot-otot inspirasi akan meningkatkan
tekanan di dalam ruang antara paru-paru dan dinding
dada (tekanan intraktorakal). Inspirasi terjadi bila
mulkulus diafragma telah dapat rangsangan dari
nervus prenikus lalu mengkerut datar.
Muskulus interkostalis yang letaknya miring,
setelah dapat dapat rangsangan kemudian mengkerut
datar. Dengan demikian jarak antara stenum (tulang
dada) dan vertebrata semakin luas dan lebar. Rongga
dada membesar maka pleura akan tertarik, dengan
demikian menarik paru-paru maka tekanan udara di
dalamnya berkurang dan masuklah udara dari luar.
Ekspirasi merupakan proses pasif yang tidak
memerlukan konstraksi otot untuk menurunkan
intratorakal. Ekspirasi terjadi apabila pada suatu
saat otot-otot akan kendur lagi (diafragma akan
menjadi cekung, muskulus interkoatalis miring lagi)
dan dengan demikian rongga dada menjadi kecil
kembali, maka udara didorong keluar. Jadi proses
respires (USU, 2004: Online).
Teori Pengukuran Kapasitas Paru dan Debu 9
Proses pernafasan diatur oleh otot otot
diafragma dan otot-otot antar tulang rusuk; kerja
otot itulah yang dapat mengatur volume ruang dada,
diperbesar atau diperkecil sesuai kehendak kita.
Proses pernafasan dapat dibedakan antara pernafasan
dada dan pernafasan perut.
1. Pernafasan Dada
Pernapasan yang melibatkan otot antar
tulang rusuk. Mekanismenya adalah sebagai
berikut:
a. Fase inspirasi: Fase ini berupa
kontraksinya otot antar tulang rusuk,
sehingga rongga dada membesar, akibatnya
tekanan dalam rongga dada lebih kecil dari
pada tekanan di luar sehingga udara luar
yang kaya oksigen masuk.
b. Fase ekspirasi: Fase ini merupakan fase
relaksasi atau kembalinya otot antar tulang
rusuk ke posisi semula yang diikuti oleh
turunnya tulang rusuk sehingga rogga dada
mengecil, dan tekanan di dalam rongga dada
menjadi lebih besar dari pada tekanan udara
di luar, sehingga udara dalam rongga dada
yang kaya karbondioksida keluar.
Teori Pengukuran Kapasitas Paru dan Debu 10
2. Pernafasan Perut
Bila otot-otot sekat rongga dada
(diafragma) berkerut, maka diafragma mendatar
dan rongga dada membesar. Paru paru seakan
akan melekat pada diafragma dan dinding rongga
dada. Hal ini dapat dilihat saat diafragma
sedang turun maka paru paru mengikuti gerakan
tersebut.
Pada waktu nafas keluar, otot diafragma
melemas dinding perut mendesak diafragma ke
atas, sehingga kembali ke kedudukan seperti
semula. Rongga dada menjadi kecil , paru-paru
akan mengikuti gerakan itu sehingga udara
didesak keluar (Hadisumarto, dkk, 1986: 31-
32 ).
Udara yang dapat dihembuskan sekuat-
kuatnya setelah melakukan inspirasi sekuat-
kuatnya disebut kapasitas vital paru-paru (Tim
Dosen Pembina, 2014: 24).
a. Kapasitas Residual Fungsional (KRF) adalah
penambahan volume residual dan volume
cadangan ekspirasi. Kapasitas merupakan
Teori Pengukuran Kapasitas Paru dan Debu 11
jumlah udara sisa dalam system respiratorik
setelah ekspirasi normal. Nilai rata-
ratanya adalah 2200 ml. jadi nilai KRF = VR
+ VCE.
b. Kapasitas Inspirasi (KI) adalah penambahan
volume tidal dan volume cadangan inspirasi.
Nilai rata-ratanya adalah 3.500 ml. jadi
nilai KI = VT + VCI.
c. Kapasitas Vital (KV), yaitu penambahan
volume tidal, volume cadangan inspirasi dan
volume cadangan ekspirasi. Nilai rata-
ratanya adalah 4.500 ml. jadi nilai KV = VT
+ VCI + VCE.
d. Kapasitas Total Paru (KTP) adalah jumlah
total udara yang ditampung dalam paru-paru
dan sama dengan kapasitas vital ditambah
volume residual. Nilai rata-ratanya adalah
5700 ml. jadi nilai KTP = KV + VR.
Volume dan udara dalam paru-paru dan kecepatan
pertukaran saat inspirasi dan ekspirasi dapat
diukur melalui Spirometer.
3) Alat Ukur
Teori Pengukuran Kapasitas Paru dan Debu 12
Gambar 2. Spirometer
Spirometer adalah alat tes fisiologi yang
mengukur volume udara dimana udara dihirup dan
dihembuskan menurut waktu. Dengan pemeriksaan
spirometri dapat diketahui semua volume paru kecuali
volume residu, semua kapasitas paru kecuali
kapasitas paru yang mengandung komponen volume
residu yaitu FRC dan TLC.
a. Volume tidal (VT), yaitu volume udara yang
masuk dan keluar paru-paru selama ventilasi
normal biasa. Nilai VT pada dewasa normal
sekitar 500 ml untuk laki-laki dan 380 ml
untuk wanita.
b. Volume cadangan inspirasi (VCI), yaitu volume
udara ekstra yang masuk ke paru-paru dengan
inspirasi meksimum di atas inspirasi tidal.
VCI berkisar 3100 mlpada laki-laki dan 1900
ml pada wanita.
c. Volume cadangan ekspirasi (VCE), yaitu volume
ekstra udara yang masih dapat dengan kuat
dikeluarkan pada akhir ekpirasi normal. VCE
Teori Pengukuran Kapasitas Paru dan Debu 13
berkisar 1200 ml pada laki-laki dan 800 ml
pada wanita.
d. Volume residusal (VR), yaitu volume udara
sisa dalam paru-paru setelah melakukan
ekspirasi kuat. Rata-rata pada laki-laki
sekitar 1200 ml dan pada perempuan 1000 ml.
volume residual penting untuk kelangsungan
aerasi dalam darah saat jeda pernafasan
(Sheirin, 2009: Online).
a) Jenis dan Tipe Spirometer
a. Whole Body Plethysmograph
Jenis spirometer memberikan pengukuran
yang lebih akurat untuk komponen volume paru-
paru dibandingkan dengan spirometer
konvensional lainnya. Seseorang berada
diruangan kecil yang tertutup ketika pengukuran
dilakukan.
b. Pneumotachometer
Spirometer ini mengukur laju aliran gas
dengan mendeteksi perbedaan tekanan di fine
mesh. Salah satu keuntungan dari spirometer ini
adalah bahwa subjek diselidiki dapat menghirup
udara segar selama percobaan.
c. Fully Electronic Spirometer
Teori Pengukuran Kapasitas Paru dan Debu 14
Spirometer elektronik telah dikembangkan
yang menghitung tingkat aliran udara di saluran
tanpa perlu untuk jerat halus atau bagian yang
bergerak. Mereka beroperasi dengan mengukur
kecepatan aliran udara dengan teknik seperti
transduser ultrasonik, atau dengan mengukur
perbedaan tekanan dalam saluran. Spirometer ini
memiliki akurasi yang lebih besar dengan
menghilangkan momentum dan kesalahan resistensi
terkait dengan bagian yang bergerak seperti
kincir angin atau katup aliran untuk pengukuran
aliran. Mereka juga memungkinkan meningkatkan
kesehatan antara pasien dengan memungkinkan
saluran aliran udara dibuang sepenuhnya.
d. Insentif Spirometer
Spirometer ini dirancang khusus untuk
meningkatkan fungsi seseorang dari paru-paru.
e. Peak Flow Meter
Perangkat ini berguna untuk mengukur
kemampuan seseorang bernapas keluar udara.
f. Windmill-Type Spirometer
Digunakan khusus untuk mengukur kapasitas
vital paksa tanpa menggunakan air dan memiliki
pengukuran luas mulai dari 1000 ml sampai 7000
Teori Pengukuran Kapasitas Paru dan Debu 15
ml. Hal ini lebih portabel dan ringan
dibandingkan dengan tradisional jenis tangki
air spirometer. Spirometer ini harus diadakan
secara horizontal saat mengambil pengukuran
karena adanya disc berputar.
g. Tilt-Kompensasi Spirometer
Tilt-kompensasi jenis spirometer juga
dikenal sebagai AME Spirometer EVOLVE.
Spirometer baru ini dapat diselenggarakan
secara horizontal saat mengambil pengukuran
tetapi harus pasien bersandar terlalu jauh ke
depan atau mundur 3D-tilt mengkompensasi
penginderaan spirometer dan menunjukkan posisi
pasien.
b) Prinsip Kerja Spirometer
Spirometer menggunakan prinsip salah satu
hukum dalam fisika yaitu hukum Archimedes. Hal ini
tercermin pada saat spirometer ditiup, ketika itu
tabung yang berisi udara akan naik turun karena
adanya gaya dorong ke atas akibat adanya tekanan
dari udara yang masuk ke spirometer. Spirometer
juga menggunakan hukum newton yang diterapkan
dalam sebuah katrol
Teori Pengukuran Kapasitas Paru dan Debu 16
Katrol ini dihubungkan kepada sebuah bandul yang
dapat bergerak naik turun. Bandul ini kemudian
dihubungkan lagi dengan alat pencatat yang
bergerak diatas silinder berputar.
c) Cara Kerja
Sebenarnya cara kerja spirometer cukup mudah
yaitu sesorang disuruh bernafas (menarik nafas dan
menghembuskan nafas) di mana hidung orang itu
ditutup. Tabung yang berisi udara akan bergerak
naik turun, sementara itu drum pencatat bergerak
putar (sesuai jarum jam) sehingga pencatat akan
mencatat sesuai
dengan gerak
tabung yang
berisi udara.
Hasil
pencatatan akan terlihat seperti gambar di bawah
ini.
Teori Pengukuran Kapasitas Paru dan Debu 17
Gambar 3. Spirogram
Menentukan diagnosis penyakit: asma, penyakit
paru obstrukstif kronik (PPOK), dll. Menilai
status faal/fungsi paru -paru : normal, restriksi,
obstruksi, campuran. Pada waktu istirahat,
spirogram menunjukkan volume udara paru-paru 500
ml. Keadaan ini disebut tidal volume. Pada
permulaan dan akhir pernafasan terdapat keadaan
reserve; akhir dari suatu inspirasi dengan suatu
usaha agar mengisi paru-paru dengan udara, udara
tambahan ini disebut inspiratory reserve volume,
jumlahnya sebanyak 3.000 ml. Demikian pula akhir
dari suatu respirasi, usaha dengan tenaga untuk
mengeluarkan udara dari paru-paru, udara ini
disebut dengan expiratory reserve volume yang
jumlahnya kira-kira 1.100 ml.
Udara yang tertinggal setelah ekspirasi
secara normal disebut fungsional residual capacity
(FRC). Seorang yang bernapas dalam keadaan baik
inspirasi maupun ekspirasi, kedua keadaan yang
ekstrim ini disebut vital capacity. Dalam keadaan
normal, vital capacity sebanyak 4.500 ml.
Teori Pengukuran Kapasitas Paru dan Debu 18
Dalam keadaan apapun paru- paru tetap
mengandung udara, udara ini disebut residual
volume (kira-kira 1.000 ml) untuk orang dewasa.
Untuk membuktikan adanya residual volume,
penderita disuruh bernafas dengan mencampuri udara
dengan helium, kemudian dilakukan pengukuran
fraksi helium pada waktu ekspirasi.
Di klinik biasanya dipergunakan Spirometer.
Penderita disuruh bernafas dalam satu menit yang
disebut respiratory minute volume. Maksimum volume
udara yang dapat dihirup selama 15 menit disebut
maximum voluntary ventilation. Maksimum ekspirasi
setelah maksimum inspirasi sangat berguna untuk
mengetes penderita emphysema dan penyakit
obstruksi jalan pernafasan.
Penderita normal dapat mengeluarkan udara kira-
kira 70% dari vital capacity dalam 0.5 detik; 85%
dalam satu detik; 94% dalam 2 detik; 97% dalam 3
detik. Normal peak flow rate 350-500 liter/menit.
5.
d) Tujuan Pemeriksaan Spirometri
Pemeriksaan spirometri bertujuan untuk
menentukan toleransi/risiko tindakan bedah atau
anestesi umum .
Teori Pengukuran Kapasitas Paru dan Debu 19
Indikasi Pemeriksaan Spirometri:
- Setiap keluhan sesak
- Penderita asma stabil
- Penderita PPOK Stabil
Menentukan Prognosis :
- Memprediksi kondisi penyakit di masa
mendatang
- Memantau perjalanan penyakit apakah
mengalami perbaikan atau perburukan
- Menilai manfaat pengobatan: memadai atau
belum
- Derita asma tiap tahun dan penderita PPOK
tiap 6 bulan
Penderita yang akan dianestesi umum:
- Pemeriksaan berkala pekerja yang terpajan
zat.
- Pemeriksaan berkala pada perokok
e) Persiapan Pemeriksaan Spirometri
Spirometri merupakan pemeriksaan yang
relative mudah namun sering kali hasilnya tidak
dapat digunakan. Karena itu perlu beberapa
persiapan sebagai berikut;
1. Operator, harus memiliki pengetahuan yang
memadai , tahu tujuan pemeriksaan dan mampu
Teori Pengukuran Kapasitas Paru dan Debu 20
melakukan instruksi kepada subjek dengan
manuver yang benar.
2. Persiapan alat, spirometer harus telah
dikalibrasi untuk volume dan arus udara minimal
1 kali seminggu
3. Persiapan subjek, selama pemeriksaan subjek
harus merasa nyaman. Sebelum pemeriksaan subjek
sudah tahu tentang tujuan pemeriksaan dan
manuver yang akan dilakukan.
4. Subjek bebas rokok minimal 2 jam sebelumnya,
tidak makan terlalu kenyang, tidak berpakaian
terlalu ketat, penggunaan obat pelega napas
terakhir 8 jam sebelumnya untuk aksi singkat
dan 24 jam untuk aksi panjang.
5. Kondisi lingkungan, ruang pemeriksaan harus
mempunyai sistem ventilasi yang baik dan suhu
udara berkisar antara 17 – 400C.
6. Siapkan alat spirometer, pastikan mouthpiece
yang ada sudah tersambung dengan alat
spirometer
7. Siapkan penjepit cuping hidung / nose clips.
Lakukan kalibrasi.
8. Persiapan Subjek, timbang berat badan dan ukur
tinggi badan penderita sebelum pemeriksaan
Teori Pengukuran Kapasitas Paru dan Debu 21
(jangan hanya menanyakan kepada pasien),
tanyakan apakah merokok, minum obat atau sedang
sakit?, bebas rokok 2 jam dan obat-obat (obat
asma 8 jam), terangkan kepada penderita tujuan
pemeriksaan dan cara pemeriksaan, berikan
contoh cara tarik napas dan hembus napas pada
waktu pemeriksaan, penderita diminta mengikuti
aba-aba pemeriksa pada waktu melakukan
pemeriksaan spirometri, masukkan data-data
subjek dalam spirometer.
f) Penyakit
Ventilasi dapat mengalami gangguan secara patologi
:
Ventilasi Obstruktif
Respirasi abnormal ini mempunyai
karekteristik yaitu kekuatan kecepatan
ekspirasi yang lambat (FEV1/FVC lambat). Ini
terjadi pada orang yang asma atatu empisemia,
peningkatan voume residu dan residu fungsional
kapasitas dan penurunan kapasitas vital adalah
hal yang paling mudaj dilihat. Pada seseorang
yang mengalami penyakit ini volume parunya sama
dengan orang normal. Contohnya: asma,
bronchitis, dan emfisema (Odhemila, 2008).
Teori Pengukuran Kapasitas Paru dan Debu 22
Ventilasi Restriktif
Penyakit restriktif ditandai dengan
kondisi lebih nyata oleh reduksi pada kapasitas
total paru. Ventilasi restriktif mungkin
disebabkan kerusakan pulmonary, fibrosi pulmo
(kaku abnormal, non komplikasi paru), atau
karena nonpulmo deficit, mencakup kelemahan
otot pernapasan, kelumpuhan, dan kelainan
bentuk atau kekakuan dari dinding dada
(Odhemila, 2008).
Pada tes pulmonari, individu yang
mengalami ventilasi restriktif memiliki
penurunankapasitas total paru, penurunan residu
fungsional, dan penurunan residu pulmonal.
Ketika kekuatan kapasitas vital (FVC) mungkin
sangat turun, kekuatan volume ekspirasinya pada
waktu satu detik dibagi dengan kekuatan
kapasitas vital (FEV1/FVC) biasanya normal atau
meningkat dari normal yang seharusnya mengalami
penurunan karena tekanan keelastisan paru
menurun (Odhemila, 2008). Karena tekanan pleura
drop memaksa paru menjadi inflamasi, kedalaman
Teori Pengukuran Kapasitas Paru dan Debu 23
pernapasan pada orang yang mengalami restriktif
berbda dibandingkan pada orang yang normal, dan
meraka mengakhiri pernapasan dengan pernapasan
dangkal dan cepat (Odhemila, 2008)
B. Teori Kapasitas Debu
1) Pengertian Debu
Secara alamiah partikulat debu dapat
dihasilkan dari debu tanah kering yang terbawa
oleh angin atau berasal dari muntahan letusan
gunung berapi. Pembakaran yang tidak sempurna dari
bahan bakar yang mengandung senyawa karbon akan
murni atau bercampur dengan gas-gas organik
seperti halnya penggunaan mesin disel yang tidak
terpelihara dengan baik.
Partikulat debu melayang (SPM) juga
dihasilkan dari pembakaran batu bara yang tidak
sempurna sehingga terbentuk aerosol kompleks dari
butir-butiran tar. Dibandingkan dengan pembakaraan
batu bara, pembakaran minyak dan gas pada umunya
menghasilkan SPM lebih sedikit. Kepadatan
kendaraan bermotor dapat menambah asap hitam pada
total emisi partikulat debu.
Teori Pengukuran Kapasitas Paru dan Debu 24
Demikian juga pembakaran sampah domestik dan
sampah komersial bisa merupakan sumber SPM yang
cukup penting. Berbagai proses industri seperti
proses penggilingan dan penyemprotan, dapat
menyebabkan abu berterbangan di udara, seperti
yang juga dihasilkan oleh emisi kendaraan
bermotor.
Debu adalah partikel padat yang dapat
dihasilkan oleh manusia atau alam dan merupakan
hasil dari proses pemecahan suatu bahan. Debu
adalah partikel-partikel zat padat yang disebabkan
oleh kekuatan-kekuatan alami atau mekanis seperti
pengolahan, penghancuran, pelembutan, pengepakan
yang cepat, peledakan dan lain-lain dari bahan-
bahan baik organik maupun anorganik, misalnya
batu, kayu, arang batu, bijih logam dan
sebagainya.
Debu merupakan salah satu bahan yang sering
disebut sebagai partikel yang melayang di udara
(Suspended Particulate Matter/SPM) dengan ukuran 1
mikron sampai dengan 500 mikron.
2) Macam-macam dan Karakteristik Debu
Secara garis besar debu dapat dibagi atas 4
macam yaitu:
Teori Pengukuran Kapasitas Paru dan Debu 25
1. Debu organik
Debu organik adalah debu yang
berasal dari makhluk hidup seperti
debu kapur, debu d\aun-daunan dan
sebagainya.
2. Debu biologis (virus, bakteri)
3. Debu Mineral
Merupakan senyawa komplek seperti
arang batu, SiO2, SiO3.
4. Debu metal
Debu yang di dalamnya terkandung
unsur-unsur logam (Pb, Hg, Cd, dan
Arsen).
Sifat dan karakteristik debu:
Debu memiliki karakter atau sifat yang
berbeda-beda antara lain:
Debu Fisik (debu tanah, batu, dan
mineral),
Debu Kimia (debu organic dan
anorganik),
Debu Biologis (virus, bakteri, kista),
Debu Eksplosif atau debu yang mudah
terbakar (batu bara, Pb),
Debu Radioaktif (Uranium, Tutonium),
Teori Pengukuran Kapasitas Paru dan Debu 26
Debu Inert (debu yang tidak bereaksi
kimia dengan zat lain)
3) Dampak dari Debu
Partikel debu selain memiliki dampak
terhadap kesehatan juga dapat menyebabkan
gangguan sebagai berikut:
- Gangguan estetik dan fisik seperti
terganggunya pemandangan dan pelunturan
warna bangunan dan pengotoran.
- Merusak kehidupan tumbuhan yang terjadi
akibat adanya penutupan pori pori
tumbuhan sehingga mengganggu jalannya
photo sintesis.
- Merubah iklim global regional maupun
internasional
- Menganggu perhubungan/ penerbangan yang
akhirnya menganggu kegiatan sosial
ekonomi di masyarakat.
- Menganggu kesehatan manusia seperti
timbulnya iritasi pada mata, alergi,
gangguan pernafasan dan kanker pada
paru-paru. Efek debu terhadap kesehatan
sangat tergantung pada: Solubity (mudah
Teori Pengukuran Kapasitas Paru dan Debu 27
larut), Komposisi Kimia, Konsentrasi
Debu, dan Ukuran partikel debu.
4) Reaksi/Gejala Paru Terhadap Debu
Berbagai faktor berpengaruh dalam
timbulnya penyakit atau gangguan pada
saluran napas akibat debu. Faktor itu antara
lain adalah faktor debu yang meliputi ukuran
partikel, bentuk, konsentrasi, daya larut
dan sifat kimiawi, lama paparan.
Faktor individual meliputi mekanisme
pertahanan paru, anatomi dan fisiologi
saluran napas dan faktor imunologis.
Debu yang masuk ke dalam saluan napas,
menyebabkan timbulnya reaksi mekanisme
pertahanan nonspesifik berupa batuk, bersin,
gangguan transport mukosilier dan
fagositosis oleh makrofag. Otot polos di
sekitar jalan napas dapat terangsang
sehingga menimbulkan penyempitan. Keadaan
ini terjadi biasanya bila kadar debu
melebihi nilai ambang batas.
Sistem mukosilier juga mengalami
gangguan dan menyebabkan produksi lendir
bertambah. Bila lendir makin banyak atau
Teori Pengukuran Kapasitas Paru dan Debu 28
mekanisme pengeluarannya tidak sempurna
terjadi obstruksi saluran napas sehingga
resistensi jalan napas meningkat.
Partikel debu yang masuk ke dalam
alveoli akan membentuk fokus dan berkumpul
di bagian awal saluran limfe paru. Debu ini
akan difagositosis oleh makrofag. Debu yang
bersifat toksik terhadap makrofag seperti
silika bebas menyebabkan terjadinya
autolisis. Makrofag yang lisis bersama
silika bebas merangsang terbentuknya
makrofag baru. Makrofag baru memfagositosis
silika bebas tadi sehingga terjadi lagi
autolisis, keadaan ini terjadi berulang-
ulang. Pembentukan dan destruksi makrofag
yang terus menerus berperan penting pada
pembentukan jaringan ikat kolagen dan
pengendapan hialin pada jaringan ikat
tersebut. Fibrosis ini terjadi pada parenkim
paru, yaitu pada dinding alveoli dan
jaringan interstisial. Akibat fibrosis paru
menjadi kaku, menimbulkan gangguan
pengembangan paru yalta kelainan fungsi paru
yang restriktif.
Teori Pengukuran Kapasitas Paru dan Debu 29
Penyakit paru yang dapat timbul karena
debu selain tergantung pada sifat-sifat
debu, juga tergantung pada jenis debu, lama
paparan dan kepekaan individual.
Pneumokoniosis biasanya timbul setelah
paparan bertahun-tahun. Apabila kadar debu
tinggi atau kadar silika bebas tinggi dapat
terjadi silikosis akut yang bermanifestasi
setelah paparan 6 bulan.
Dalam masa paparan yang sama seseorang
tepat mengalami kelainan yang berat
sedangkan yang lain kelainnya ringan akibat
adanya kepekaan individual. Penyakit akibat
debu antara lain adalah asma kerja,
bronkitis industri, pneumokoniosis batubara,
siikosis, asbestosis dan kanker paru.
5) Penyakit yang ditimbulkan oleh Debu
a. Pneumokoniosis Pekerja Tambang Batubara
Penyakit terjadi akibat penumpukan debu
batubara di paru dan menimbulkan reaksi
jaringan terhadap debu tersebut. Penyakit
ini terjadi bila paparan cukup lama,
biasanya setelah pekerja terpapar lebih
daii 10 tahun. Berdasarkan gambaran foto
Teori Pengukuran Kapasitas Paru dan Debu 30
toraks dibedakan atas
bentuk simple dan complicated.
- Simple Coal Workers Pneumoconiosis (Simple
CWP) terjadi karena inhalasi debu
batubara saja. Gejalanya hampir tidak
ada; bila paparan tidak berlanjut maka
penyakti ini tidak akan memburuk.
Penyakit ini dapat berkembang menjadi
bentuk complicated. Kelainan foto toraks
pada simple CWP berupa perselubungan
halus bentuk lingkar, perselubungan
dapat terjadi di bagian mana saja pada
lapangan paru, yang paling sering di
lobus atas. Sehingga ditemukan
perselubungan bentuk p dan q.
Pemeriksaan faal paru biasanya tidak
menunjukkan kelainan. Nilai VEP1 dapat
sedikit menurun sedangkan kapasitas
difusi biasanya normal.
- Complicated Coal Workers Pneumoconiosis atau
Fibrosis Masif Progresif (PMF)
ditandai oleh terjadinya daerah
fibrosis yang luas hampir selalu
terdapat di lobus atas. Fibrosis
Teori Pengukuran Kapasitas Paru dan Debu 31
biasanya terjadi karena saw atau lebih
faktor berikut:
Terdapat silika bebas dalam debu
batubara.
Konsentrasi debu yang sangat
tinggi.
Infeksi Mycobacterium tubeivulosis
atau atipik.
Imunologi penderita buruk.
Pada daerah fibrosis tepat timbul
kavitas dan ini bisa menyebabkan
penumotoraks; foto toraks pada PMF sering
miriptüberkulosis, tetapi senng ditemukan
bentuk campuran karena terjadi emfisema.
Tidak ada korelasi antara kelainan faal
paru dan luasnya lesi pada foto toraks.
Gelaja awal biasanya tidak khas. Batuk
dan sputum menjadi lebih sering
dahak berwarna hitam (melanoptisis).
Kenisakan yang luas menimbuikan sesak
napas yang makin bertambah, pada stadium
lanjut terjadi kor hipertensi pulmonal,
gagal ventrikel kanan dan gagal napas.
Teori Pengukuran Kapasitas Paru dan Debu 32
Penelitian pada pekerja tambang
batubara di Tanjung Enim lahun 1988
menemukan bahwa dari 1735 pekerja
ditemukan 20 orang atau 1,15% yang foto
toraksnya menunjukkan gambaran
pneumokoniosis.
b. Silikosis
Penyakit ini terjadi karena inhalasi dan
retensi debu yang mengandung kristalin
silikon dioksida atau silika bebas
(S1S2). Pada berbagai jenis pekerjaan
yang berhubungan dengan silika penyakit
ini dapat terjadi, seperti pada pekerja:
a) Pekerja tambang logam dan batubara
b) Penggali terowongan untuk membuat
jalan
c) Pemotongan batu seperti untuk
patung, nisan
d) Pembuat keramik dan batubara
e) Penuangan besi dan baja
f) Industri yang memakai silika
sebagai bahan misalnya pabrik amplas dan
gelas.
g) Pembuat gigi enamel
Teori Pengukuran Kapasitas Paru dan Debu 33
h) Pabrik semen
Usaha untuk menegakkan diagnosis
silikosis secara dini sangat penting,
oleh karena penyakit dapat terus
berlanjut meskipun paparan telah
dihindari. Pada penderita silikosis
insidens tuberkulosis lebih tinggi dari
populasi umum.
Secara klinis terdapat 3 bentuk
silikosis, yaitu silikosis akut,
silikosis kronik dan silikosis
terakselerasi.
Silikosis Akut
Penyakit dapat timbul dalam beberapa
minggu, bila seseorang terpapar silika
dengan konsentrasi sangat tinggi.
Perjalanan penyakit sangat khas, yaitu
gejala sesaic napas yang progesif,
demam, batuk dan penurunan berat badan
se- telah paparan silica
konsentrasi tinggi dalam waktu relatif
singkat. Lama paparan berkisar antara
beberapa minggu sampai 4 atau 5 tahun.
Kelainan faal paru yang timbul adalah
Teori Pengukuran Kapasitas Paru dan Debu 34
restriksi berat dan hipoksemi disertai
penurunan kapasitas di fusi.
Pada foto toraks tampak fibrosis
interstisial difus, fibrosis kemuclian
berlanjut dan terdapat pada lobus tengah
dan bawah membentuk djffuse ground glass
appearance mirip edema paru.
Silikosis Kronik
Kelainan pada penyakit ini mirip
dengan pneumokoniosis pekerja tambang
batubara, yaitu terdapat nodul yang
biasanya dominan di lobus atas. Bentuk
silikosis kronik paling sering
ditemukan, terjadi setelah paparan 20
sampai 45 tahun oleh kadar debu yang
relatif rendah.
Pada stadium simple, nodul di paru
biasanya kecil dan tanpa gejala atau
minimal. Walaupun paparan tidak ada
lagi, kelainan paru dapat menjadi
progresif sehingga terjadi fibrosis yang
masif. Pada silikosis kronik yang
sederhana, foto toraks menunjukkan nodul
Teori Pengukuran Kapasitas Paru dan Debu 35
terutama di lobus atas dan mungkin
disertai klasifikasi.
Pada bentuk lanjut tertepat masa
yang besar yang tampak seperti sayap
malaikat (angel's wing). Sering terjadi
reaksi pleura pada lesi besar yang
padat. Kelenjar hilus biasanya membesar
dan membentuk bayangan egg
shell clacification.
Jika fibrosis masif progresif
terjadi, volume paru berkurang dan
bronkus mengalami distorsi. Faal paw
menunjukkan gangguan restriksi,
obstruksi atau campuran. Kapasitas
difusi dan komplians menurun. Timbul
gejala sesak napas, biasa disertai batuk
dan produksi sputum. Sesak pada awalnya
terjadi pada saat aktivitas, kemudian
pada waktu istirahat dan akhirya timbul
gagal kardiorespirasi.
Silikosis Terakselerasi
Bentuk kelainan ini serupa dengan
silikosis kronik, hanya perjalanan
penyakit lebih cepat dari biasanya,
Teori Pengukuran Kapasitas Paru dan Debu 36
menjadi fibrosis masif, sering terjadi
infeksi mikobakterium tipikal atau
atipik. Setelah paparan 10 tahun sering
terjadi hipoksemi yang berakhir dengan
gagal napas.
c. Asbestosis
Penyakit ini terjadi akibat inhalasi
debu asbes, menimbulkan penumokoniosis
yang ditandai oleh fibrosis paru. Paparan
dapat terjadi di therah industri dan
tambang, juga bisa timbul pada daerah
sekitar
pabrik atau tambang yang udaranya
terpolusi oleh debu asbes. Pekerja yang
dapat terkena asbestosis adalah yang
bekerja di tambang, penggilingan,
transportasi, pedagang, pekerja kapal dan
pekerja penghancur asbes.
Pada stadium awal mungkin tidak ada
gejala meskipun foto toraks menunjukkan
gambaran asbestosis atau penebalan
pleura. Gelaja utama adalah sesak napas
yang pada awalnya terjadi pada waktu
aktivitas. Pada stadium akhir gejala yang
Teori Pengukuran Kapasitas Paru dan Debu 37
umum adalah sesak pada saat istirahat,
batuk dan penurunan berat badan. Sesak
napas terus memburuk meskipun penderita
dijauhkan dari paparan asbes; 15 tahun
sesudah awal penyakit biasanya terjadi
korpulmonal dan kematian.
Penderita sering mengalami infeksi
saluran napas; keganasan pada brunkus,
gastrointestinal dan pleura sering
menjadi penyebab kematian.
Pada stadium awal pemeriksaan fisis
tidak banyak menunjukkan kelainan, akibat
fibrosis difus dapat terdengar ronki
basah di lobus bawah bagian posterior.
Bunyi ini makin jelas bila terjadi
bronkiektasis akibat distorsi paw yang
luas karena flbrosis. Jan tabuh (clubbing)
senng ditemukan pada asbestosis.
Perubahan pada foto toraks lebih
jelas pada bagian tengah dan bawah paw,
dapat berupa bercak difus atau bintik-
bintik yang patht, bayangan jantung
sering menjadi kabur. Diafagma dapat
meninggi pada stadium lanjut karena paw
Teori Pengukuran Kapasitas Paru dan Debu 38
mengecil. Penebalan pleura biasanya
terjadi biral, terlihat di daerah tengah
dan bawah terutama bila timbul
kalsifikasi. Bila proses terlihat
gambaran sarang tawon di lobus bawah.
Mungkin ditemukan keganasan bronkus
atau mesotelioma. Berbeda dengan
pneumokoniosis batubara dan silikosis
yang penderitanya dapat mempunyai gejala
sesak napas tanpa kelainan foto toraks.
Pemeriksaan faal paru menunjukkan
kelainan restriksi meskipun tidak ada
gejala pada sebagian penderita terdapat
kelainan obsiruksi. Kapasitas difusi dan
komplians paru menurun, pada tahap lanjut
terjadi hipoksemia.
Biopsi paru mungkin perlu pada kasus
tertentu untuk menegakkan diagnosis.
Biopsi paru transbronkial hendaklah
dilakukan untuk mendapakatan jaringan
paru. Pemeriksaan bronkoskopi juga
berguna menyingkirkan atau mengkonfirmasi
adanya karsinoma bronkus yang terdapat
bersamaan.
Teori Pengukuran Kapasitas Paru dan Debu 39
d. Bronkitis Industri
Berbagai debu industri seperti debu
yang berasal dari pembakaran arang batu,
semen, keramik, besi, penghancuran logam
dan batu, asbes dan silika dengan ukuran
3-10 mikron akan ditimbun di paru. Efek
yang lama dali paparan ini menyebabkan
paralisis silia, hipersekresi dan
hipertrofi kelenjar mukus.
Keadaan ini meyebabkan saluran napas
rentan terhadap infeksi dan timbul
gejala-gejala batuk menahun yang
produktif. Pada pekerja tambang batubara
bila paparan menghilang, gejal klinis
dapat hilang. Pada pekerja yang
berhubungan dengan tepung keadaanya Iebih
kompleks. Berbagai komponen debu padi-
padian (antigen padi-padian, jamur
kumbang padi, tungau, endotoksin bakteri,
antigen binatang, dan debu inert)
berperan menimbulkan bronkitis.
Berbagai zat telah dipastikan
sebagai penyebab terjadinya bronkitis
industri sedangkan zat-zat lain
Teori Pengukuran Kapasitas Paru dan Debu 40
kemungkinan besar atau diduga sebagai
penyebab. Pada bronkitis industri atau
bronkitis kronik foto toraks dapat
normal, atau menunjukkan peningkat.an
corakan bronkopulmoner terutama di lobus
bawah.
Pada awal penyakit pemeriksaan faal
paru tidak menunjukkan kelainan. Karena
meningkatnya resistensi pemapasan, pada
stadium lanjut terjadi obsiruksi saluran
napas yang tepat menjadi ireversibel.
Apabila telah timbul obstruksi yang
ireversibel, penyakit akan berjalan
secara lambat dan progresif Pemeriksan
faal paru berguna untuk menentukan tahap
perjalanan penyakit, manfaat
bronkodilator, perburtikan fungsi paru
dan menentukan prognosis.
e. Asma Kerja
Asma kerja adalah penyakit yang
ditandai oleh kepekaan saluran napas
terhadap paparan zat di tempat kerja
dengan manifestasi obstruksi saluran
napas yang bersifat reversibel. Penyakit
Teori Pengukuran Kapasitas Paru dan Debu 41
mm hanya mengenal sebagian pekerja yang
terpapar, dan muncul setelah masa bebas
gejala yang berlangsung antara beberapa
bulan sampai beberapa tahun. Pada tiap
individu masa bebas gejal dan berat
ringannya penyakit sangat bervariasi.
Berbagai debu dan zat di tempat
kerja tepat menimbulkan asma kerja. Zat
itu tepat berasal dali tumbuh-tumbuhan
seperti tepung gandum, debu kayu, kopi,
buah jarak, colophony, binatang seperti
binatang pengerat, anjing, kucing, kutu
ganchim, ulat sutra, kerang; zat kimia
seperti isosionat, garam platina, khrom,
enzmm seperti iripsin dan papain. Dapat
juga berasal dali obat-obatan seperti
pada pmduksi piperazin, tetrasiklin,
spinamisin dan penisilin sintetik.
Pada individu atopik keluhan asma
timbul setelah bekerja 4 atau 5 tahun,
sedangkan pada individu yang notatopik
keluhan ini muncul beberapa tahun Iebih
lama. Pada tempat yang mengandung zat
paparan kuat seperti isosionat dan
Teori Pengukuran Kapasitas Paru dan Debu 42
colophony gejala dapat timbul lebih awal
bahkan kadang-kadang beberapa minggu
setelah mulai bekerja. Keluhan asma yang
khas adalah mengi yang berhubungan dengan
pekerjaan.
Gejala pada tiap individu
bervariasi, kebanyakan membaik pada akhir
pekan dan waktu libur. Anamnesis riwayat
penyakit yang rinci penting untuk
menegakkan diagnosis. Ada individu yang
terserang setelah paparan beberapa menit,
pada individu lain sering timbul beberapa
jam sesudah paparan dengan gejala yang
mengganggu pada malam berikutnya.
Pemeriksaan faal paru di luar
serangan dapat normal. Pada waktu
serangan terlihat tanda obstruksi.
Pemeriksaan arus puncak ekspirasi
menunjukkan penurunan lebih dari 15% pada
waktu serangan. Bilafaal paru normal dan
pasien dicurigai menderita asma,
pemeriksaan uji provokasi bronkus
merupakan pemeriksaan yang menunjang.
Teori Pengukuran Kapasitas Paru dan Debu 43
Indikasi utama uji provokasi bronkus
adalah.
Bila pekerja diduga menderita asma
kerja tapi tidak diketahui zat yang
menyebabkannya.
Bila pekerja terpapar oleh lebih dari
satu zat yang dapat menyebabkan asma
kerja.
Bila konfirmasi mutiak untuk diagnosis
penyakit di perlukan, misalnya sebelum
menyuruh penderita berhenti bekerja.
f. Kanker Paru
Mekanisme terjadinya kanker akibat
paparan zat belum diketahui secara
tuntas. Para ahli sepakat paling kurang
ada 2 stadium terjadinya kanker karena
bahan karsinogen. Pertama adalab induksi
DNA sel target oleh bahan karsinogen
sehingga menimbulkan mutasi sel, kemudian
terjadi peningkatan multiplikasi sel yang
merupakan manifestasi penyakit.
Zat yang bersifat karsinogen dan
dapat menimbulkan kanker paru antara lain
adalah asbes, uranium, gas mustard,
Teori Pengukuran Kapasitas Paru dan Debu 44
arsen, nikel, khrom, khlor metil eter,
pembakaran arang, kalsium kiorida dan zat
radioaktif serta tar batubara.
Pekerja yang berhubungan dengan zat-
zat tersebut dapat menderita kanker paru
setelah paparan yang lama, yaitu antara
15 sampai 25 tahun. Pekerja yang terkena
adalah mereka yang bekerja di tambang,
pabrik, tempat penyulingan dan industri
kimia.
6) Pencegahan, Pengendalian dan
Penanggulangan Debu
Pengendalian debu dapat berdasarkan
empat simpul yaitu:
1. Simpul I
Yaitu pencegahan terhadap
sumbernya antara lain: Isolasi sumber
agar tidak mengeluarkan debu diruang
kerja dengan ‘Local Exhauster’ atau dengan
melengkapi water sprayer pada cerobong
asap. Substitusi alat yang
mengeluarkan debu dengan yang tidak
mengeluarkan debu.
2. Simpul II
Teori Pengukuran Kapasitas Paru dan Debu 45
Yaitu pencegahan dilakukan
terhadap media Transmisi dan udara
ambient,Memakai metode basah
yaitu,penyiraman lantai dan pengeboran
basah (Wet Drilling). Dengan alat
berupa Scrubber, Elektropresipitator, dan
Ventilasi Umum. Penanaman pohon atau
reboisasi.
3. Simpul III
Yaitu Pencegahan Terhadap Tenaga Kerja
yang terpapar antara lain dengan
menggunakan Alat Pelindung Diri (APD)
berupa masker.
4. Simpul IV
Yaitu pencagahan terhadap
penderita atau orang sakit akibat
terpapar partikel debu antara lain
melalui pemeriksaan dan pengobatan
serta rehabilitasi terhadap korban
atau orang sakit.
Pemeriksaan dapat dilakukan
melalui pemeriksaan laboratorium dan
radiologi untuk mengetahui kelainan
akibat debu. Rehabilitasi dilakukan
Teori Pengukuran Kapasitas Paru dan Debu 46
terhadap korban yang mengalami cacat
organ akibat terpapar partikel debu
dalam jangka waktu lama.
7) Alat Pengukur Debu
Gambar 4. High Volume Air Sampler (HVS)
Teori Pengukuran Kapasitas Paru dan Debu 47
High Volume Air Sampler (HVS) adalah alat
untuk mengambil sampel SPM (Suspended Particel
Matter).
Fungsi
Untuk pemantauan debu total di udara luar
(out door) dengan ukuran 10 µm.
Aplikasi
Alat ini digunakan pada industri, pemerintahan
lingkungan hidup, rumah sakit, balai riset,
bandara, dll.
Prinsip kerja High Volume Air Sampler (HVS)
Udara yang mengandung partikel debu dihisap
mengalir melalui kertas filter dengan menggunakan
motor putaran kecepatan tinggi. Debu akan menempel
pada kertas filter yang nantinya akan diukur
konsentrasinya dengan cara kertas filter tersebut
ditimbang sebelum dan sesudah sampling. Di samping
itu dicatat flowrate dan waktu lamanya sampling
sehingga didapat konsentrasi debu tersebut.
Cara penggunaan High Volume Air Sampler (HVS)
1. Panaskan kertas saring pada suhu 105ºC selama 30
menit.
Teori Pengukuran Kapasitas Paru dan Debu 48
2. Timbang kertas saring, dengan neraca analitik pada
suhu 105ºC dengan menggunakan vinset (hati-hati
jangan sampai banyak tersentuh tangan).
3. Pasangkan pada alat TSP, dengan membuka atap alat
TSP. Kemudian dipasangkan kembali atapnya.
4. Simpan alat HVS tersebut pada tempat yang sudah
ditentukan sebelumnya.
5. Operasikan alat dengan cara, menghidupkan (pada
posisi ON) pompa hisap dan mencatat angka flow
ratenya (laju aliran udaranya).
6. Matikan alat sampai batas waktu yang telah
ditetapkan.
7. Ambil kertasnya, panaskan pada oven listrik pada
suhu 105ºC. Timbang kertas saringnya.
8. Hitung kadar TSP nya sebagai mg/Nm³.
Gambar 5. Low Volume Air Sampler (LVS)
Low Volume Air Sampler (LVS) adalah alat
untuk mengambil sampel SPM (Suspended Particel
Matter).
Teori Pengukuran Kapasitas Paru dan Debu 49
Fungsi
Untuk pemantauan debu total di udara dalam
ruangan (in door).
Aplikasi
Alat ini digunakan pada industri,
pemerintahan lingkungan hidup, rumah sakit, balai
riset, bandara, dll.
Prinsip kerja Low Volume Air Sampler
1. Udara dihisap melalui filter fiber glass dengan
kecepatan aliran uadara (flow rate) 20 L/mnt.
Dengan rentang kecepatan aliran udara tersebut,
partikulat yang berukuran < 10 µm (diameter
aerodinamik) akan tertahan dan menempel pada
permukaan filter;
2. Partikulat yang berukuran besar dari 10 µm akan
mengendap pada sekat-sekat elutriator, sehingga
partikulat yang akan tertahan pada permukaan
filter hanya yang berukuran 10 µm;
3. Metode ini digunakan untuk mengukur pm10 di udara
ambient dengan satuan 10 µg/m3, dengan cara
menimbang berat partikel yang tertahan di
permukaan filter dan menghitung volume udara yang
terhisap;
Teori Pengukuran Kapasitas Paru dan Debu 50
4. Selain menentukan konsentrasi partikulat, filter
hasil sampling juga dapat digunakan untuk
mengetahui komposisi kimia yang terkandung dalam
partikulat tersebut. Misal: sulfat, nitrat,
ammonium, Cl, dan elemen logam.
Cara penggunaan Low Volume Air Sampler
Persiapan alat :
Kalibrasi alat lakukan uji fungsi alat.
Persiapkan kertas filter dengan cara sebagai
berikut :
Ambil kertas filter dari kemasannya
Kertas filter yang akan dipakai diperiksa
dahulu dari kemungkinanadanya lubang/kerusakan.
Panaskan di dalam oven pada temperatur 100ºC
selama ± 60 menit
Keluarkan kertas filter dari dalam oven
kemudian masukkan ke dalam desicator (± 10
menit).
Setelah dingin keluarkan dari desicator dan
segera lakukan penimbangan, catat berat
kertasfilter (berat awal).
Kertas filter disimpan pada amplop/map, setelah
itu siap untuk digunakan.
Pengoperasian:
Teori Pengukuran Kapasitas Paru dan Debu 51
Letak alat
Letakkan alat pada ruangan dengan menggunakan
meja atau tripod.
Pelaksanaan pengukuran:
Siapkan alat
Letakan kertas filter yang telah ditimbang
pada filter holder.
Hidupkan alat sampai waktu yang ditentukan
Atur flow meter dungeon kecepatan aliran
udara.
Setelah selesai pengukuran, ambil kertas
filter, lipat dan masukan dalam amplop.
Lama pengukuran Flowmeter diatur sesuai
kecepatan aliran udara yang diinginkan,
amati setiap 15 menit dan catat.
Metode analisis
Panaskan kertas filter hasil sampel dalam
oven dengan suhu 100ºC selama ± 60 menit.
Dinginkan didalam desicator ± 10 menit.
Lakukan penimbangan dan catat beratnya (berat
akhir).
Lakukan perhitungan.
8) Perhitungan
Teori Pengukuran Kapasitas Paru dan Debu 52
Kadar debu total di udara dihitung dengan
menggunakan rumus sebagai berikut dan hasilnya
dicatat.
C=¿¿¿
Dengan:
C adalah kadar debu total (mg/l) atau
(mg/m 3 );
W2 adalah berat filter contoh setelah
pengambilan contoh (mg);
W1 adalah berat filter contoh sebelum
pengambilan contoh (mg);
B2 adalah berat filter blanko setelah
pengambilan contoh (mg);
B1 adalah berat filter blanko sebelum
pengambilan contoh (mg);
V adalah volume udara pada waktu
pengambilan contoh (l)
Teori Pengukuran Kapasitas Paru dan Debu 53
BAB III
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
1. Bernapas berarti melakukan inspirasi dan
ekskresi secara bergantian, teratur, berirama
dan terus menerus. Bernapas merupakan gerak
reflek yang terjadi pada otot-otot pernapasan.
Reflek bernapas ini diatur oleh pusat pernapasan
yang terletak di dalam sumsum penyambung
(medulla oblongata). Pengukuran Kapasitas Paru
menggunakan alat ukur Spirometer dimana hasil
dari pengukuran berupa spirogram. Kapasitas paru
adalah Udara yang dapat dihembuskan sekuat-
kuatnya setelah melakukan inspirasi sekuat-
kuatnya. Terdiri dari: Kapasitas Vital paru-
paru, Kapasitas Residual, Fungsional (KRF),
Kapasitas Inspirasi (KI), Kapasitas Vital (KV),
Kapasitas Total Paru (KTP). Volume paru sendiri
terdiri atas: Volume tidal (VT), Volume cadangan
Teori Pengukuran Kapasitas Paru dan Debu 54
inspirasi (VCI),Volume cadangan ekspirasi (VCE),
Volume residual (VR).
2. Debu adalah partikel padat yang dapat dihasilkan
oleh manusia atau alam dan merupakan hasil dari
proses pemecahan suatu bahan. Macam-macam dan
Karakteristik Debu: Debu organik, Debu biologis
(virus, bakteri), Debu Mineral, Debu metal.
Karakter atau sifat yang berbeda-beda antara
lain: Debu Fisik (debu tanah, batu, dan
mineral), Debu Kimia (debu organic dan
anorganik), Debu Biologis (virus, bakteri,
kista), Debu Eksplosif atau debu yang mudah
terbakar (batu bara, Pb), Debu Radioaktif
(Uranium, Tutonium), Debu Inert (debu yang tidak
bereaksi kimia dengan zat lain). Alat pengkur
debu indoor Low Volume Air Sampler dan outdoor
High Volume Air Sampler (HVS). Penyakit akibat
paparan debu ditempat kerja yakni: Silikosis,
Asbestosis, Asma Kerja, Kanker Paru,
Pneumokoniosis, dan Bronkitis Industri. Rumus
Pengukuran Kapasitas debu di udara adalah:
C=¿¿¿
B. Saran
Teori Pengukuran Kapasitas Paru dan Debu 55
Pengendalian untuk masalah debu sebaiknya
ditangani dengan bak sehingga para pekerja merasa
nyaman dan sehat ketika berada ditempat kerja hal
ini bisa dilakukan dengan menggunakan prinsip
hierarki pengendalian risiko
Teori Pengukuran Kapasitas Paru dan Debu 56
DAFTAR PUSTAKA
Rohman, Ivatur, Sistem Respirasi, [online],(https://www.academia.edu/9358148/Sistem_Respirasi, diakses pada tanggal 06 April 2015)
Syawir, Fisiologi Spirometri, [online], (http://syawir-uimkeperawatan.blogspot.com/2010/12/fisiologi-spirometri.html, diakses pada tanggal 06 April 2015)
_____, [pdf],(http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/38964/Chapter%20l.pdf;jsessionid=D71437E78C2A082DF2B087D108173152?sequence=5, diakses pada tanggal 06 April 2015)
_____,Tata Cara Pelaksanaan Spirometri, [online], (http://jakapriatna.blogspot.com/2014/04/tata-cara-pelaksanaan-spirometri.html, diakses pada tanggal 06 April 2015)
_____, Makalah Spirometri, [online],(
http://www.slideshare.net/yabniellitjingga/makalahspirometri?related=1, diakses pada tanggal 06
April 2015)______,Makalah Tentang Debu Agen Penyakit, [online],
(http://makalahpengetahuan.blogspot.com/2013/06/makalah-tentang-debu-agen-penyakit_25.html, diaksespada tanggal 06 April 2015)
______, SNI, [pdf], (https://code.google.com/p/uu-pp-k3ll-migas/downloads/detail?name=SNI_16_7058_2004.pdf, diakses pada tanggal 06 April 2015)
_____,Praktikum Pengukuran Kadar Debu Amonia, Timbal dan Karbondioksida,[online],(http://www.slideshare.net/hengkiferdianto/praktikum-pengukuran-kadar-debu-amonia-timbal-dan-
Teori Pengukuran Kapasitas Paru dan Debu 57
karbondioksida, diakses pada tanggal 06 April 2015)
Teori Pengukuran Kapasitas Paru dan Debu 58
Top Related