PENANGGULANGAN DIABETESMELLITUS TIPE 2
OLEH :
Dr. Dra. Nurhaedar Jafar, Apt,M.Kes
PROGRAM STUDI ILMU GIZIFAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS HASANUDDIN 2009
SURAT KETERANGAN
Ketua Program Studi Ilmu Gizi Fakultas Kesehatan MasyarakatUniversitas Hasanuddin Menyatakan telah menerima makalah ilmiahatas nama :
Nama : Dra. Nurhaedar Jafar, Apt,M.KesNIP : 131 876 925Pangkat/ Gol : Penata tkt I/III dJudul : Diabetes Mellitus
Makalah ilmiah tersebut telah dipresentasikan dalam acara seminarilmiah pada Jurusan Gizi Fakultas Kesehatan Masyarakat pada tanggal 5 Mei 2004
Demikian Surat Keterangan ini diberikan kepada yang bersangkutan untuk dipergunakan sebagaimana mestinya
Makassar, 16 Mei 2004
Mengetahui : Dekan FKM Unhas Ketua Jurusan Gizi
Prof. Dr. dr. A. Razak Thaha, MSc dr. Citrakesumasari, M.Kes NIP: 130 609 949 NIP:131 876 958
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
B.Rumusan Masalah
C.Manfaat Penulisan
BAB II KAJIAN PUSTAKA DIABETES MELITUS TIPE 2
A. Pengertian Diabetes Mellitus Tipe 2
B. Patofisiologi Diabetes Mellitus Tipe 2
C. Gambaran Klinis
D. Diagnosa Diabetes Melitus Tipe 2
E. Faktor Resiko Diabetes Mellitus Tipe 2
BAB III PENANGGULANGAN DIABETES MELLITUS TIPE 2
A. Strategi Penggulangan Diabetes Melitus Tipe 2
B. Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2
C. Penanggulangan Diabetes Mellitus Tipe 2
BAB V PENUTUP
Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan kesehatan Indonesia diarahkan guna mencapai
pemecahan masalah kesehatan untuk hidup sehat bagi setiap
penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal.
Masalah kesehatan dapat dipengaruhi oleh pola hidup, pola
makan, lingkungan kerja, olahraga dan stres. Perubahan gaya
hidup terutama di kota-kota besar, menyebabkan meningkatnya
prevalensi penyakit degeneratif, seperti penyakit jantung,
hipertensi, hiperlipidemia, diabetes melitus (DM) dan lain-
lain (Waspadji, 2009).
Diabetes Melitus merupakan penyakit menahun yang ditandai
oleh kadar gula darah yang tinggi dan gangguan metabolisme
pada umumnya, yang pada perjalanannya bila tidak dikendalikan
dengan baik akan menimbulkan berbagai komplikasi baik yang
akut maupun yang menahun. Kelainan dasar dari penyakit ini
ialah kekurangan hormon insulin yang dihasilkan oleh pankreas,
yaitu kekurangan jumlah dan atau dalam kerjanya
( Isniati,2003). Jumlah Penderita diseluruh dunia Jumlah
penderita di seluruh dunia tahun 1998 yaitu ± 150 juta,
tahun 2000 yaitu ± 175,4 juta diperkirakan tahun 2010 yaitu ±
279 juta (Murwani, 2007).
Berdasarkan Riskesdas 2007 , Prevalensi penyakit DM di
Indonesia berdasarkan diagnosis oleh tenaga kesehatan adalah
0,7% sedangkan prevalensi DM (D/G) sebesar 1,1%. Data ini
menunjukkan cakupan diagnosis DM oleh tenaga kesehatan
mencapai 63,6%, lebih tinggi dibandingkan cakupan penyakit
asma maupun penyakit jantung. Prevalensi nasional Penyakit
Diabetes Melitus adalah 1,1% (berdasarkan diagnosis tenaga
kesehatan dan gejala).
Menurut konsensus Pengelolaan Diabetes melitus di Indonesia
penyuluhan dan perencanaan makan merupakan pilar utama
penatalaksanaan DM. Oleh karena itu perencanaan makan dan
penyuluhannya kepada pasien DM haruslah mendapat perhatian
yang besar (Waspadji, 2009).
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Diabetes Mellitus Tipe 2?
2. Bagaimana patofisiologi Diabetes Mellitus Tipe 2
3. Apa saja etiologi Diabetes Mellitus Tipe 2?
4. Bagaimana gambaran klinis Diabetes Mellitus Tipe 2?
5. Bagaimana mendiagnosa Diabetes Mellitus Tipe 2?
6. Apa saja faktor risiko Diabetes Mellitus Tipe 2?
7. Bagaimanakan strategi penanggulangan Diabetes Mellitus
Tipe 2?
8. Bagaimana upaya pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2?
9. Bagaimana upaya penanggulangan Diabetes Mellitus Tipe 2?
C. Manfaat Penulisan
Penulisan makalah ini diharapkan dapat memberi manfaat
berupa :
1. Menambah pengetahuan tentang konsep terjadinya DM secara
multicause
2. Memberi informasi kepada masyarakat khususnya kaum pembaca
terlebih
bagi penulis sendiri dalam upaya penanggulangan DM
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DIABETES MELITUS TIPE 2
A. Pengertian Diabetes Mellitus Tipe 2
Dalam DM Tipe 2, pankreas dapat menghasilkan cukup jumlah
insulin untuk metabolisme glukosa (gula), tetapi tubuh tidak
mampu untuk memanfaatkan secara efisien. Seiring waktu,
penurunan produksi insulin dan kadar glukosa darah meningkat
(Adhi, 2011). Diabetes mellitus sebelumnya dikatakan diabetes
tidak tergantung insulin atau diabetes pada orang dewasa. Ini
adalah istilah yang digunakan untuk individu yang relatif
terkena diabetes (bukan yang absoult) defisiensi insulin.
Orang dengan jenis diabetes ini biasanya resisten terhadap
insulin. Ini adalah diabetes sering tidak terdiagnosis dalam
jangka waktu yang lama karena hiperglikemia ini sering tidak
berat cukup untuk memprovokasi gejala nyata dari diabetes.
Namun demikian, pasien tersebut adalah risiko peningkatan
pengembangan komplikasi macrovascular dan mikrovaskuler
(WHO,1999). Faktor yang diduga menyebabkan terjadinya
resistensi insulin dan hiperinsulinemia ini adalah adanya
kombinasi antara kelainan genetik, obesitas, inaktifitas,
faktor lingkungan dan faktor makanan (Tjekyan, 2007).
B. Patofisiologi Diabetes Mellitus Tipe 2
Pada DM tipe 2, sekresi insulin di fase 1 atau early peak
yang terjadi dalam 3-10 menit pertama setelah makan yaitu
insulin yang disekresi pada fase ini adalah insulin yang
disimpan dalam sel beta (siap pakai) tidak dapat menurunkan
glukosa darah sehingga merangsang fase 2 adalah sekresi
insulin dimulai 20 menit setelah stimulasi glukosa untuk
menghasilkan insulin lebih banyak, tetapi sudah tidak mampu
meningkatkan sekresi insulin sebagaimana pada orang normal.
Gangguan sekresi sel beta menyebabkan sekresi insulin pada
fase 1 tertekan, kadar insulin dalam darah turun menyebabkan
produksi glukosa oleh hati meningkat, sehingga kadar glukosa
darah puasa meningkat. Secara berangsur-angsur kemampuan
fase 2 untuk menghasilkan insulin akan menurun. Dengan
demikian perjalanan DM tipe 2, dimulai dengan gangguan fase
1 yang menyebabkan hiperglikemi dan selanjutnya gangguan
fase 2 di mana tidak terjadi hiperinsulinemi akan tetapi
gangguan sel beta. Penelitian menunjukkan adanya hubungan
antara kadar glukosa darah puasa dengan kadar insulin puasa.
Pada kadar glukosa darah puasa 80-140 mg/dl kadar insulin
puasa meningkat tajam, akan tetapi jika kadar glukosa darah
puasa melebihi 140 mg/dl maka kadar insulin tidak mampu
meningkat lebih tinggi lagi; pada tahap ini mulai terjadi
kelelahan sel beta menyebabkan fungsinya menurun. Pada saat
kadar insulin puasa dalam darah mulai menurun maka efek
penekanan insulin terhadap produksi glukosa hati khususnya
glukoneogenesis mulai berkurang sehingga produksi glukosa
hati makin meningkat dan mengakibatkan hiperglikemi pada
puasa. Faktor-faktor yang dapat menurunkan fungsi sel beta
diduga merupakan faktor yang didapat (acquired) antara lain
menurunnya massa sel beta, malnutrisi masa kandungan dan
bayi, adanya deposit amilyn dalam sel beta dan efek toksik
glukosa (glucose toXicity) (Schteingart, 2005 dikutip oleh
Indraswari, 2010).
Pada sebagian orang kepekaan jaringan terhadap kerja
insulin tetap dapat dipertahankan sedangkan pada sebagian
orang lain sudah terjadi resistensi insulin dalam beberapa
tingkatan. Pada seorang penderita dapat terjadi respons
metabolik terhadap kerja insulin tertentu tetap normal,
sementara terhadap satu atau lebih kerja insulin yang lain
sudah terjadi gangguan. Resistensi insulin merupakan sindrom
yang heterogen, dengan faktor genetik dan lingkungan
berperan penting pada perkembangannya. Selain resistensi
insulin berkaitan dengan kegemukan, terutama gemuk di perut,
sindrom ini juga ternyata dapat terjadi pada orang yang
tidak gemuk. Faktor lain seperti kurangnya aktifitas fisik,
makanan mengandung lemak, juga dinyatakan berkaitan dengan
perkembangan terjadinya kegemukan dan resistensi insulin
(Indraswari, 2010).
C. Etiologi Diabetes Mellitus Tipe 2
Yaitu diabetes yang dikarenakan oleh adanya kelainan
sekresi insulin yang progresif dan adanya resistensi insulin.
Pada pasien-pasien dengan Diabetes Mellitus tak tergantung
insulin (NIDDM), penyakitnya mempunyai pola familial yang
kuat. NIDDM ditandai dengan adanya kelainan dalam sekresi
insulin maupun dalam kerja insulin. Pada awalnya kelihatan
terdapat resistensi dari sel-sel sasaran terhadap kerja
insulin. Insulin mula-mula mengikat dirinya kepada reseptor-
reseptor permukaan sel tertentu, kemudian terjadi reaksi
intraselular yang meningkatkan transport glukosa menembus
membrane sel. Pada pasien-pasien dengan NIDDM terdapat
kelainan dalam pengikatan insulin dengan reseptor. Ini dapat
disebabkan oleh berkurangnya jumlah tempat reseptor yang
responsive insulin pada membrane sel. Akibatnya, terjadi
penggabungan abnormal antara kompleks reseptor insulin dengan
sistem transport glukosa. Kadar glukosa normal dapat
dipertahankan dalam waktu yang cukup lama dengan meningkatkan
sekresi insulin, tetapi pada akhirnya sekresi insulin menurun,
dan jumlah insulin yang beredar tidak lagi memadai untuk
mempertahankan euglikemia. Sekitar 80% pasien NIDDM mengalami
obesitas. Karena obesitas berkaitan dengan resistensi insulin,
maka kemungkinan besar gangguan toleransi glukosa dan diabetes
mellitus yang pada akhirnya terjadi pada pasien-pasien NIDDM
merupakan akibat dari obesitasnya. Pengurangan berat badan
seringkali dikaitkan dengan perbaikan dalam sensitivitas
insulin dan pemilihan toleransi glukosa (Rakhmadany,2010).
D. Gambaran Klinis
Beberapa keluhan dan gejala yang perlu mendapat perhatian
ialah (Agustina, 2009):
Keluhan Klasik
a. Penurunan berat badan
Penurunan berat badan yang berlangsung dalam waktu
relatif singkat harus menimbulkan kecurigaan. Hal ini
disebabkan glukosa dalam darah tidak dapat masuk ke dalam
sel, sehingga sel kekurangan bahan bakar untuk
menghasilkan tenaga. Untuk kelangsungan hidup, sumber
tenaga terpaksa diambil dari cadangan lain yaitu sel lemak
dan otot. Akibatnya penderita kehilangan jaringan lemak
dan otot sehingga menjadi kurus.
b. Banyak kencing
Karena sifatnya, kadar glukosa darah yang tinggi akan
menyebabkan banyak kencing. Kencing yang sering dan dalam
jumlah banyak akan sangat mengganggu penderita, terutama
pada waktu malam hari.
c. Banyak minum
Rasa haus sering dialami oleh penderita karena
banyaknya cairan yang keluar melalui kencing. Keadaan ini
justru sering disalah tafsirkan. Dikira sebab rasa haus
ialah udara yang panas atau beban kerja yang berat. Untuk
menghilangkan rasa haus itu penderita minum banyak.
c. Banyak makan
Kalori dari makanan yang dimakan, setelah dimetabolisme
menjadi glukosa dalam darah tidak seluruhnya dapat
dimanfaatkan, penderita selalu merasa lapar.
Keluhan lain:
a. Gangguan saraf tepi / Kesemutan
Penderita mengeluh rasa sakit atau kesemutan terutama
pada kaki di waktu malam, sehingga mengganggu tidur.
Gangguan penglihatan Pada fase awal penyakit Diabetes
sering dijumpai gangguan penglihatan yang mendorong
penderita untuk mengganti kacamatanya berulang kali agar
ia tetap dapat melihat dengan baik.
b. Gatal / Bisul
Kelainan kulit berupa gatal, biasanya terjadi di daerah
kemaluan atau daerah lipatan kulit seperti ketiak dan di
bawah payudara. Sering pula dikeluhkan timbulnya bisul dan
luka yang lama sembuhnya. Luka ini dapat timbul akibat hal
yang sepele seperti luka lecet karena sepatu atau tertusuk
peniti.
c. Gangguan Ereksi
Gangguan ereksi ini menjadi masalah tersembunyi karena
sering tidak secara terus terang dikemukakan penderitanya.
Hal ini terkait dengan budaya masyarakat yang masih merasa
tabu membicarakan masalah seks, apalagi menyangkut
kemampuan atau kejantanan seseorang.
d. Keputihan
Pada wanita, keputihan dan gatal merupakan keluhan yang
sering ditemukan dan kadang-kadang merupakan satu-satunya
gejala yang dirasakan.
E. Diagnosa Diabetes Melitus Tipe 2
Dalam menegakkan diagnosis DM harus diperhatikan asal bahan
darah yang diambil dan cara pemeriksaan yang dipakai
(Shahab,2006).
a. Pemeriksaan Penyaring
Pemeriksaan penyaring perlu dilakukan pada kelompok
dengan salah satu faktor risiko untuk DM, yaitu:
1) Kelompok usia dewasa tua ( > 45 tahun )
2) Kegemukan {BB (kg) > 120% BB idaman atau IMT > 27
(kg/m2)}
3) Tekanan darah tinggi (> 140/90 mmhg)
4) Riwayat keluarga DM
5) Riwayat kehamilan dengan bb lahir bayi > 4000 gram
6) Riwayat dm pada kehamilan
7) Dislipidemia (HDL < 35 mg/dl dan atau trigliserida >
250 mg/dl
8) Pernah TGT (toleransi glukosa terganggu) atau GDPT
(glukosa darah puasa terganggu)
Tabel 1.Kadar glukosa darah sewaktu* dan puasa* sebagai patokan
penyaring dan diagnosis DM (mg/dl)
Kadar glukosa darah sewaktuBukan DM Belum pasti DM
DMPlasma Vena < 110 110 – 199 ≥200
Darah Kapiler < 90 90 - 199 ≥200
Kadar glukosa darah puasa
Bukan DM Belum pasti DM DM
Plasma Vena < 110 110 – 125 ≥126
Darah Kapiler
< 90 90 - 109 ≥110
Sumber : Perkeni, 2006
Keterangan:
*metode enzimatik
b. Langkah-langkah untuk menegakkan diagnosis Diabetes
Melitus
Diagnosis klinis DM umumnya akan dipikirkan bila ada
keluhan khas DM berupa poliuria, polidipsia, polifagia,
lemah, dan penurunan berat badan yang tidak dapat
dijelaskan sebabnya. Keluhan lain yang mungkin dikemukakan
pasien adalah kesemutan, gatal, mata kabur dan impotensia
pada pasien pria, serta pruritus vulvae pada pasien
wanita. Jika keluhan khas, pemeriksaan glukosa darah
sewaktu 200 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosis
DM. Hasil pemeriksaan kadar glukosa darah puasa 126
mg/dl juga digunakan untuk patokan diagnosis DM. Untuk
kelompok tanpa keluhan khas DM, hasil pemeriksaan glukosa
darah yang baru satu kali saja abnormal , belum cukup kuat
untuk menegakkan diagnosis klinis DM. Diperlukan
pemastian lebih lanjut dengan menddapatkan sekali lagi
angka abnormal, baik kadar glukosa darah puasa 126 mg/dl,
kadar glukosa darah sewaktu 200 mg/dl pada hari yang
lain, atau dari hasil tes toleransi glukosa oral (TTGO)
yang abnormal.
Cara pelaksanaan TTGO menurut WHO 1985
1) 3 (tiga) hari sebelumnya makan seperti biasa
2) Kegiatan jasmani secukupnya, seperti yang biasa
dilakukan
3) Puasa semalam, selama 10-12 jam
4) Kadar glukosa darah puasa diperiksa
5) Diberikan glukosa 75 gram atau 1,75 gram/kgbb,
dilarutkan dalam air 250 ml dan diminum selama/dalam
waktu 5 menit
6) Diperiksa kadar glukosa darah 2 (dua) jam sesudah beban
glukosa; selama pemeriksaan subyek yang diperiksa
tetap istirahat dan tidak merokok.
Kriteria diagnostik Diabetes Melitus*
1) Kadar glukosa darah sewaktu (plasma vena) 200 mg/dl ,
atau
2) Kadar glukosa darah puasa (plasma vena) 126 mg/dl
(Puasa berarti tidak ada masukan kalori sejak 10 jam
terakhir ) atau
3) Kadar glukosa plasma 200 mg/dl pada 2 jam sesudah beban
glukosa 75 gram pada TTGO**
* Kriteria diagnostik tsb harus dikonfirmasi ulang pada
hari yang lain, kecuali untuk keadaan khas hiperglikemia
dengan dekompensasi metabolik akut, seperti ketoasidosis
atau berat badan yang menurun cepat.
**Cara diagnosis dengan kriteria ini tidak dipakai rutin diklinik
F. Faktor Resiko Diabetes Mellitus Tipe 2
Adapun Faktor resikonya yaitu (Rakhmadany, 2010):
Unchangeable Risk Factor
1. Kelainan Genetik
Diabetes dapat menurun menurut silsilah keluarga
yang mengidap diabetes mellitus, karena kelainan gen
yang mengakibatkan tubuhnya tak dapat menghasilkan
insulin dengan baik.
2. Usia
Umumnya manusia mengalami perubahan fisiologis
yang secara drastis menurun dengan cepat setelah
usia 40 tahun. Diabetes sering muncul setelah
seseorang memasuki usia rawan tersebut, terutama
setelah usia 45 tahun pada mereka yang berat
badannya berlebih, sehingga tubuhnya tidak peka lagi
terhadap insulin.
Changeable risk factor
1. Stress
Stress kronis cenderung membuat seseorang
mencari makanan yang manis-manis dan berlemak tinggi
untuk meningkatkan kadar serotonin otak. Serotonin
ini memiliki efek penenang sementara untuk meredakan
stress, tetapi gula dan lemak itulah yang berbahaya
bagi mereka yang beresiko terkena diabetes mellitus.
2. Pola Makan yang Salah
Kurang gizi atau kelebihan berat badan keduanya
meningkatkan resiko terkena diabetes mellitus.
Kurang gizi (malnutrisi) dapat merusak pankreas,
sedangkan berat badan lebih (obesitas) mengakibatkan
gangguan kerja insulin ( resistensi insulin).
3. Minimnya Aktivitas Fisik
Setiap gerakan tubuh dengan tujuan meningkatkan
dan mengeluarkan tenaga dan energi, yang biasa
dilakukan atau aktivitas sehari-hari sesuai profesi
atau pekerjaan. Sedangkan faktor resiko penderita DM
adalah mereka yang memiliki aktivitas minim,
sehingga pengeluaran tenaga dan energi hanya
sedikit.
4. Obesitas
80% dari penderita NIDDM adalah Obesitas/gemuk.
5. Merokok
Sebuah universitas di Swiss membuat suatu
analisis 25 kajian yang menyelidiki hubungan antara
merokok dan diabetes yang disiarkan antara 1992 dan
2006, dengan sebanyak 1,2 juta peserta yang
ditelusuri selama 30 tahun. Mereka mendapati resiko
bahkan lebih tinggi bagi perokok berat. Mereka yang
menghabiskan sedikitnya 20 batang rokok sehari
memiliki resiko terserang diabetes 62% lebih tinggi
dibandingkan dengan orang yang tidak merokok.
Merokok dapat mengakibatkan kondisi yang tahan
terhadap insulin, kata para peneliti tersebut. Itu
berarti merokok dapat mencampuri cara tubuh
memanfaatkan insulin. Kekebalan tubuh terhadap
insulin biasanya mengawali terbentuknya Diabetes
tipe 2.
6. Hipertensi
Pada orang dengan diabetes mellitus, hipertensi
berhubungan dengan resistensi insulin dan
abnormalitas pada sistem renin-angiotensin dan
konsekuensi metabolik yang meningkatkan morbiditas.
Abnormalitas metabolik berhubungan dengan
peningkatan diabetes mellitus pada kelainan fungsi
tubuh/ disfungsi endotelial. Sel endotelial
mensintesis beberapa substansi bioaktif kuat yang
mengatur struktur fungsi pembuluh darah.
BAB III
PENANGGULANGAN DIABETES MELLITUS TIPE 2
A. Strategi Penanggulangan Diabetes Mellitus Tipe 2
Adapun stategi penanggulangannnya sebagai berikut (Moh
Joeharno,2009):1. Primordial prevention
Primordial prevention merupakan upaya untuk mencegah
terjadinya risiko atau mempertahankan keadaan risiko
rendah dalam masyarakat terhadap penyakit secara umum.
Pada upaya penanggulangan DM, upaya pencegahan yang
sifatnya primordial adalah :
a. Intervensi terhadap pola makan dengan tetap
mempertahankan pola makan masyarakat yang masih
tradisional dengan tidak membudayakan pola makan cepat
saji yang tinggi lemak,
b. Membudayakan kebiasaan puasa senin dan kamis
c. Intervensi terhadap aktifitas fisik dengan
mempertahankan kegiatan-kegiatan masyarakat sehubungan
dengan aktivitas fisik berupa olahraga teratur (lebih
mengarahkan kepada masyarakat kerja) dimana kegiatan-
kegiatan masyarakat yang biasanya aktif secara fisik
seperti kebiasaan berkebun sekalipun dalam lingkup
kecil namun dapat bermanfaat sebagai sarana olahraga
fisik.
d. Menanamkan kebiasaan berjalan kaki kepada masyarakat
2. Health promotion
Health promotion sehubungan dengan pemberian muatan
informasi kepada masyarakat sehubungan dengan masalah
kesehatan. Dan pada upaya pencegahan DM, tindakan yang
dapat dilakukan adalah :
a. Pemberian informasi tentang manfaat pemberian ASI
eksklsif kepada masyarakat khususnya kaum perempuan
untuk mencegah terjadinya pemberian susu formula yang
terlalu dini
b. Pemberian informasi akan pentingnya aktivitas olahraga
rutin minimal 15 menit sehari
3. Spesific protection
Spesific protection dilakukan dalam upaya pemberian
perlindungan secara dini kepada masyarakat sehubungan
dengan masalah kesehatan. Pada beberapa penyakit biasanya
dilakukan dalam bentuk pemberian imunisasi namun untuk
perkembangan sekarang, diabetes mellitus dapat dilakukan
melalui :
a. Pemberian penetral radikal bebas seperti nikotinamid
b. Mengistirahatkan sel-beta melalui pengobatan insulin
secara dini
c. Penghentian pemberian susu formula pada masa neonatus
dan bayi sejak dini
d. Pemberian imunosupresi atau imunomodulasi
4. Early diagnosis and promp treatment
Early diagnosis and prompt treatmen dilakukan
sehubungan dengan upaya pendeteksian secara dini terhadap
individu yang nantinya mengalami DM dimasa mendatang
sehingga dapat dilakukan upaya penanggulangan sedini
mungkin untuk mencegah semakin berkembangnya risiko
terhadap timbulnya penyakit tersebut. Upaya sehubungan
dengan early diagnosis pada DM adalah dengan melakukan :
a. Melakukan skrining DM di masyarakat
b. Melakukan survei tentang pola konsumsi makanan di tingkat
keluarga pada kelompok masyarakat
5. Disability limitation
Disability limitation adalah upaya-upaya yang dilakukan
untuk mencegah dampak lebih besar yang diakibatkan oleh DM
yang ditujukan kepada seorang yang telah diangap sebagai
penderita DM karena risiko keterpaparan sangat tinggi.
Upaya yang dapat dilakukan adalah :
a. Pemberian insulin yang tepat waktu
b. Penanganan secara komprehensif oleh tenaga ahli medis
di rumah sakit
c. Perbaikan fasilitas-fasilitas pelayanan yang lebih baik
6. Rehabilitation
Rehabilitation ditujukan untuk mengadakan perbaikan-
perbaikan kembali pada individu yang telah mengalami sakit.
Pada penderita DM, upaya rehabilitasi yang dapat dilakukan
adalah :
a. Pengaturan diet makanan sehari-hari yang rendah lemak
dan pengkonsumsian makanan karbohidrat tinggi yang alami
b. Pemeriksaan kadar glukosa darah secara teratur dengan
melaksanakan pemeriksaan laboratorium komplit minimal
sekali sebulan
c. Penghindaran atau penggunaan secara bijaksana terhadap
obat-obat yang diabetagonik
B. Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2
Adapun Tahap pencegahannya yaitu (Konsensus,2006):
1. Pencegahan Primer
Pencegahan primer adalah upaya yang ditujukan pada
orang-orang yang termasuk kelompok risiko tinggi, yakni
mereka yang belum menderita, tetapi berpotensi untuk
menderita DM. Penyuluhan sangat penting perannya dalam upaya
pencegahan primer. Masyarakat luas melalui lembaga swadaya
masyarakat dan lembaga sosial lainnya harus diikutsertakan.
Demikian pula pemerintah melalui semua jajaran terkait
seperti Departemen Kesehatan dan Departemen Pendidikan perlu
memasukkan upaya pencegahan primer DM dalam program
penyuluhan dan pendidikan kesehatan. Sejak masa prasekolah
hendaknya telah ditanamkan pengertian mengenai pentingnya
kegiatan jasmani teratur, pola dan jenis makanan yang sehat,
menjaga badan agar tidak terlalu gemuk, dan risiko merokok
bagi kesehatan.
2. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder adalah upaya mencegah atau
menghambat timbulnya penyulit pada pasien yang telah
menderita DM. Dilakukan dengan pemberian pengobatan yang
cukup dan tindakan deteksi dini penyulit sejak awal
pengelolaan penyakit DM. Salah satu penyulit DM yang sering
terjadi adalah penyakit kardiovaskular yang merupakan
penyebab utama kematian pada penyandang diabetes.
Pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan :
a. Skrinning
Skrinning dilakukan dengan menggunakan tes urin,
kadar gula darah puasa, dan GIT. Skrinning
direkomendasikan untuk :
Orang-orang yang mempunyai keluarga diabetes
Orang-orang dengan kadar glukosa abnormal
pada saat hamil
Orang-orang yang mempunyai gangguan vaskuler
Orang-orang yang gemuk
b. Pengobatan
Pengobatan diabetes mellitus bergantung kepada
pengobatan diet dan pengobatan bila diperlukan. Kalau
masih bisa tanpa obat, cukup dengan menurunkan berat
badan sampai mencapai berat badan ideal. Untuk itu
perlu dibantu dengan diet dan bergerak badan.
Pengobatan dengan perencanaan makanan (diet)
atau terapi nutrisi medik masih merupakan pengobatan
utama, tetapi bilamana hal ini bersama latihan
jasmani/kegiatan fisik ternyata gagal maka diperlukan
penambahan obat oral. Obat hipoglikemik oral hanya
digunakan untuk mengobati beberapa individu dengan DM
tipe II. Obat ini menstimulasi pelapisan insulin dari
sel beta pancreas atau pengambilan glukosa oleh
jaringan perifer.
Tabel 2
Aktivitas Obat Hipoglisemik Oral
Obat Lamanya jam Dosis
lazim/hariKlorpropamid
(diabinise)
60 1
Glizipid (glucotrol) 12-24 1-2Gliburid (diabeta,
micronase)
16-24 1-2
Tolazamid (tolinase) 14-16 1-2Tolbutamid (orinase) 6-12 1-3
c. DIET
Diet adalah penatalaksanaan yang penting dari kedua
tipe DM. makanan yang masuk harus dibagi merata
sepanjang hari. Ini harus konsisten dari hari kehari.
Adalah sangat penting bagi pasien yang menerima insulin
dikordinasikan antara makanan yang masuk dengan
aktivitas insulin lebih jauh orang dengan DM tipe II,
cenderung kegemukan dimana ini berhubungan dengan
resistensi insulin dan hiperglikemia. Toleransi glukosa
sering membaik dengan penurunan berat badan.
(Hendrawan,2002).
1) Modifikasi dari faktor-faktor resiko
Menjaga berat badan
Tekanan darah
Kadar kolesterol
Berhenti merokok
Membiasakan diri untuk hidup sehat
Biasakan diri berolahraga secara teratur. Olahraga
adalah aktivitas fisik yang terencana dan
terstruktur yang memanfaatkan gerakan tubuh yang
berulang untuk mencapai kebugaran.
Hindari menonton televisi atau menggunakan komputer
terlalu lama, karena hali ini yang menyebabkan
aktivitas fisik berkurang atau minim.
Jangan mengonsumsi permen, coklat, atau snack
dengan kandungan. garam yang tinggi. Hindari
makanan siap saji dengan kandungan kadar
karbohidrat dan lemak tinggi.
Konsumsi sayuran dan buah-buahan.
3. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier ditujukan pada kelompok penyandang
diabetes yang telah mengalami penyulit dalam upaya
mencegah terjadinya kecacatan lebih lanjut. Upaya
rehabilitasi pada pasien dilakukan sedini mungkin, sebelum
kecacatan menetap. Sebagai contoh aspirin dosis rendah
(80-325 mg/hari) dapat diberikan secara rutin bagi
penyandang diabetes yang sudah mempunyai penyulit
makroangiopati. Pada upaya pencegahan tersier tetap
dilakukan penyuluhan pada pasien dan keluarga. Materi
penyuluhan termasuk upaya rehabilitasi yang dapat
dilakukan untuk mencapai kualitas hidup yang optimal .
Pencegahan tersier memerlukan pelayanan kesehatan holistik
dan terintegrasi antar disiplin yang terkait, terutama di
rumah sakit rujukan. Kolaborasi yang baik antar para ahli
di berbagai disiplin (jantung dan ginjal, mata, bedah
ortopedi, bedah vaskular, radiologi, rehabilitasi medis,
gizi, podiatrist, dll.) sangat diperlukan dalam menunjang
keberhasilan pencegahan tersier (Konsensus,2006).
Gambar 1Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2
C. Penanggulangan Diabetes Mellitus Tipe 2
Program penanggulangan penyakit Diabetes Mellitus di Indonesia
Tujuan program pengendalian DM di Indonesia adalah
terselenggaranya pengendalian faktor risiko untuk menurunkan
angka kesakitan, kecacatan dan kematian yang disebabkan DM.
Pengendalian DM lebih diprioritaskan pada pencegahan dini
melalui upaya pencegahan faktor risiko DM yaitu upaya promotif
dan preventif dengan tidak mengabaikan upaya kuratif dan
rehabilitatif (Rachmadany,2010).
Program pencegahan primer di Indonesia telah dilaksanakan
oleh PT.Merck Indonesia Tbk bekerja sama dengan Depkes RI dan
organisasi profesi seperti Konferensi Kerja Perkumpulan
Endokrinologi Indonesia (PERKENI) dan organisasi
kemasyarakatan seperti Persatuan Diabetes Indonesia (PERSADI)
dan Perhimpunan Edukator Diabetes Indonesia (PEDI) yaitu
program bertajuk Pandu Diabetes dengan simbol Titik Oranye.
Melakukan kegiatan-kegiatan antara lain memberikan informasi
dan edukasi mengenai Diabetes Mellitus dan pemeriksaan kadar
gula darah secara gratis bagi sejuta orang yang telah
diluncurkan oleh Menkes pada 15 Maret 2003. Mengingat
penderita Diabetes sangat rentan untuk terkena infeksi, hal
ini juga merupakan salah satu cara untuk mengurangi amputasi
kaki akibat pekait Diabetes Mellitus(Rachmadany,2010).
Federasi Diabetes Internasional (IDF) mengeluarkan
pernyataan konsensus baru mengenai pencegahan Diabetes
Mellitus, menjelang resolusi Majelis Umum PBB pada bulan
Desember 2006 yang menghimbau aksi internasional bersama.
Konsensus IDF baru ini merekomendasikan bahwa semua individu
yang berisiko tinggi terjangkiti diabetes tipe-2 dapat
diidentifikasi melalui pemeriksaan oportunistik oleh dokter,
perawat, apoteker dan dengan pemeriksaan sendiri. Profesor
George Alberti, mantan presiden IDF sekaligus penulis bersama
konsensus baru IDF mengatakan: “Terdapat banyak bukti dari
sejumlah kajian di Amerika Serikat, Finlandia, Cina, India dan
Jepang bahwa perubahan gaya hidup (mencapai berat badan yang
sehat dan kegiatan olahraga yang moderat) dapat ikut mencegah
berkembangnya diabetes tipe-2 pada mereka yang beresiko
tinggi. Konsensus baru IDF ini menganjurkan bahwa hal ini
haruslah merupakan intervensi awal bagi semua orang yang
beresiko terjangkiti diabetes tipe-2, dan juga fokus dari
pendekatan kesehatan penduduk.” (Rachmadany,2010).
Pilar Pengelolaan DM yaitu (Perkeni, 2006):
a. Edukasi
Diabetes tipe II umumnya terjadi pada saat pola gaya
hidup dan perilaku telah terbentuk dengan kokoh.
Keberhasilan pengelolaan diabetes mandiri membutuhkan
partisipasi aktif pasien, keluarga, dan masyarakat. Tim
kesehatan harus mendampingi pasien dalam menuju perubahan
perilaku. Untuk mencapai keberhasilan perubahan perilaku,
dibutuhkan edukasi yang komprehensif, pengembangan
keterampilan dan motivasi.
Edukasi tersebut meliputi pemahaman tentang:
1) Penyakit DM.
2) Makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM.
3) Penyulit DM.
4) Intervensi farmakologis dan non farmakologis.
5) Hipoglikemia.
6) Masalah khusus yang dihadapi.
7) Perawatan kaki pada diabetes.
8) Cara pengembangan sistem pendukung dan pengajaran
keterampilan.
9) Cara mempergunakan fasilitas perawatan kesehatan.
Edukasi secara individual atau pendekatan berdasarkan
penyelesaian masalah merupakan inti perubahan perilaku
yang berhasil. Perubahan Perilaku hampir sama dengan
proses edukasi yang memerlukan penilaian, perencanaan,
implementasi, dokumentasi, dan evaluasi.
b. Perencanaan makanan
Biasanya pasien DM yang berusia lanjut terutama yang
gemuk dapat dikendalikan hanya dengan pengaturan diet
saja serta gerak badan ringan dan teratur. Perencanaan
makan merupakan salah satu pilar pengelolan diabetes,
meski sampai saat ini tidak ada satu pun perencanaan
makan yang sesuai untuk semua pasien. Perencanaan makan
harus disesuaikan menurut kebiasaan masing-masing
individu. Yang dimaksud dengan karbohidrat adalah gula,
tepung, serat.
Faktor yang berpengaruh pada respon glikemik makanan
adalah cara memasak, proses penyiapan makanan, dan
bentuk makan serta komposisi makanan (karbohidrat,
lemak, dan protein). Jumlah masukan kalori makanan yang
berasal dari karbohidrat lebih penting daripada sumber
atau macam karbohidratnya. Gula pasir sebagai bumbu
masakan tetap diijinkan. Pada keadaan glukosa darah
terkendali, masih diperbolehkan untuk mengkonsumsi
sukrosa (gula pasir) sampai 5 % kebutuhan kalori.
Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan
komposisi:
1) Karbohidrat 45 – 65%
2) Protein 10 – 20 %
3) Lemak 20 – 25 %
Makanan dengan komposisi sampai 70 – 75% masih
memberikan hasil yang baik. Jumlah kandungan kolesterol
disarankan < 300 mg/hari, diusahakan lemak berasal dari
sumber asam lemak tidak jenuh MUFA (Mono Unsurated Fatty
Acid), dan membatasi PUFA (Poli Unsaturated Fatty Acid)
dan asam lemak jenuh. Jumlah kandungan serat ± 25 g /
hari, diutamakan serat larut.
Jumlah kalori disesuaikan dengan status gizi,umur ,
ada tidaknya stress akut, kegiatan jasmani. Untuk
penentuan status gizi, dapat dipakai Indeks Massa tubuh
(IMT) dan rumus Broca.
Petunjuk Umum untuk Asupan Diet bagi Diabetes:
1) Hindari biskuit, cake, produk lain sebagai cemilan
pada waktu makan.
2) Minum air dalam jumlah banyak, susu skim dan minuman
berkalori rendah lainnya pada waktu makan.
3) Makanlah dengan waktu yang teratur.
4) Hindari makan makanan manis dan gorengan.
5) Tingkatkan asupan sayuran dua kali tiap makan.
6) Jadikan nasi, roti, kentang, atau sereal sebagai menu
utama setiap makan.
7) Minum air atau minuman bebas gula setiap anda haus.
8) Makanlah daging atau telor dengan porsi lebih kecil.
9) Makan kacang-kacangan dengan porsi lebih kecil
Tabel 3.Klasifikasi IMT (Asia Pasific)
Klasifikasi IMT (Asia
Pasific)
Lingkar Perut
<90cm (Pria)<80cm(Wanita)
>90cm (Pria)>80cm (Wanita)
Risk of co-morbiditiesBB Kurang <18,5 BB Normal 18,5-22,9BB Lebih >23,0 :
- Dengan risiko: 23,0-24,9
- Obes I :
Rendah Rata-rata Meningkat Sedang Berat
Rata-rataMeningkat SedangBeratSangat berat
25,0-29,9- Obes II
: ≥ 30 Sumber :Perkeni, 2006
c. Latihan Jasmani
Kegiatan jasmani sehari – hari dan latihan jasmani
teratur (3 – 4 kali seminggu selama kurang lebih 30
menit), merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan
diabetes tipe II. Latihan jasmani dapat menurunkan berat
badan dan memperbaiki sensitifitas terhadap insulin,
sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan
jasmani yang dimaksud ialahjalan, bersepeda santai,
jogging, berenang.
Prinsip latihan jasmani yang dilakukan:
1) Continous:
Latihan jasmani harus berkesinambungan dan dilakukan
terus menerus tanpa berhenti. Contoh: Jogging 30
menit , maka pasien harus melakukannya selama 30 menit
tanpa henti.
2) Rhytmical:
Latihan olah raga dipilih yang berirama yaitu otot-
otot berkontraksi dan relaksasi secara teratur, contoh
berlari, berenang, jalan kaki.
3) Interval:
Latihan dilakukan selang-seling antar gerak cepat
dan lambat. Contoh: jalan cepat diselingi jalan
lambat, jogging diselangi jalan.
4) Progresive:
a) Latihan dilakukan secara bertahap sesuai kemampuan,
dari intensitas ringan sampi sedang selama mencapai
30 – 60 menit.
b) Sasaran HR = 75 – 85 % dari maksimal HR.
c) Maksimal HR = 220 – (umur).
5). Endurance:
Latihan daya tahan untuk meningkatkan kemampuan
kardiorespirasi, seperti jalan jogging dan sebagainya.
Latihan dengan prinsip seperti di atas minimal
dilakukan 3 hari dalam seminggu, sedang 2 hari yang
lain dapat digunakan untuk melakukan olah raga
kesenangannya. Olah raga yang teratur memainkan peran
yang sangat penting dalam menangani diabetes, manfaat
– manfaat utamanya sebagai berikut:
a) Olah raga membantu membakar kalori karena dapat
mengurangi berat badan.
b) Olah raga teratur dapat meningkatkan jumlah
reseptor pada dinding sel tempat insulin bisa
melekatkan diri.
c) Olah raga memperbaiki sirkulasi darah dan
menguatkan otot jantung.
d) Olah raga meningkatkan kadar kolesterol “baik” dan
mengurangi kadar kolesterol “jahat”.
e) Olah raga teratur bisa membantu melepaskan
kecemasan stress, dan ketegangan, sehingga
memberikan rasa sehat dan bugar.
Petunjuk Berolah Raga Untuk Diabetes Tidak
Bergantung Insulin
a) Gula darah rendah jarang terjadi selama berola raga
dan arena itu tidak perlu untuk memakan karbohidrat
ekstra
b) Olah raga untuk menurunkan berat badan perlu
didukung dengan pengurangan asupan kalori
c) Olah raga sedang perlu dilakukan setiap hari. Olah
raga berat mungkin bisa dilakukan tiga kali seminggu
d) Sangat penting untuk melakukan latihan ringan guna
pemanasan dan pendinginan sebelum dan sesudah
berolah raga
e) Pilihlah olah raga yang paling sesuai dengan
kesehatan dan gaya hidup anda secara umum
f) Manfaat olah raga akan hilang jika tidak berolah
raga selama tiga hari berturut-turut
g) Olah raga bisa meningkatkan nafsu makan dan berarti
juga asupan kalori bertambah. Karena itu sangat
penting bagi anda untuk menghindari makan makanan
ekstra setelah berolah raga.
h) Dosis obat telan untuk diabetes mungkin perlu
dikurangi selama olah raga teratur.
d. Intervensi Farmakologis
Apabila pengendalian diabetesnya tidak berhasil dengan
pengaturan diet dan gerak badan barulah diberikan obat
hipoglikemik oral. Di Indonesia umumnya OHO yang dipakai
ialah Metformin 2 – 3 X 500 mg sehari. Pada pasien yang
mempunyai berat badan sedang dipertimbangkan pemberian
sulfonilurea.
Pedoman pemberian sulfonilurea pada DM usia lanjut :
1) Harus waspada akan timbulnya hipoglikemia. Ini
disebabkan karena metabolisme sulfonilurea lebih lambat
pada usia lanjut, dan seringkali pasien kurang nafsu
makan, sering adanya gangguan fungsi ginjal dan hati
serta pengaruh interaksi sulfonilurea dengan obat-obatan
lain.
2) Sebaiknya digunakan digunakan sulfonyl urea generasi II
yang mempunyai waktu paruh pendek dan metabolisme lebih
cepat.
3) Jangan mempergunakan klorpropamid karena waktu paruhnya
sangat panjang serta sering ditemukan retensi air dan
hiponatremi pada penggunaan klorpropamid. Begitu pula
bila ada komplikasi ginjal, klorpropamid yang kerjanya
24 – 36 jam tidak boleh diberikan, oleh karena ekskresi
obat sangat berkaian dengan fungsi ginjal. Hipoglikemia
akibat klorpamid dapat berlangsung lama, berbeda dengan
hipoglikemi karena tolbutamid.
4) Sulfonilurea dengan kerja sedang ( seperti glibenklamid,
glikasid), biasanya dosis awal setengah tablet sehari,
kalau perlu dapat dinaikkan 1 – 2 kali sehari.
5) Dosis oral pada umumnya bila dianggap perlu dapat
dinaikkan tiap 1 – 2 minggu. Untuk mencegah hipoglikemia
pada pasien tua lebih baik tidak memberikan dosis
maksimum.
6) Kegagalan sekunder dapat terjadi setelah penggunan OHO
beberapa lama. Pada kasus sperti ini biasanya dapat
dicoba kombinasi OHO dengan insulin atau langsung
diberikan insulin saja.
BAB V
PENUTUP
Kesimpulan
Diabetes Mellitus Tipe 2 adalah pankreas dapat
menghasilkan cukup jumlah insulin untuk metabolisme glukosa
(gula), tetapi tubuh tidak mampu untuk memanfaatkan secara
efisien. Seiring waktu, penurunan produksi insulin dan kadar
glukosa darah meningkat. Dalam patofisiologi diabetes melitus
tipe 2, dimulai dengan gangguan fase earlypeak yang
menyebabkan hiperglikemi dan selanjutnya gangguan fase sekresi
insulin dimulai 20 menit setelah stimulasi glukosa untuk
menghasilkan insulin lebih banyak, tetapi sudah tidak mampu
meningkatkan sekresi insulin sebagaimana pada orang normal di
mana tidak terjadi hiperinsulinemi akan tetapi gangguan sel
beta. NIDDM ditandai dengan adanya kelainan dalam sekresi
insulin maupun dalam kerja insulin.
Gambaran klini terjadinya DM tipe 2 ini yaitu melalui
keluhan klasik seperti penurunan berat badan, banyak kencing,
banyak minum, banyak makan. adapun keluhan lain yang terjadi
yaitu gangguan saraf tepi / kesemutan, gatal / bisul, gangguan
ereksi dan keputihan. dalam menegakkan diagosis dm dapat
dilakukan berdasarkan cara pelaksanaan TTGO menurut WHO 1985.
Faktor risiko DM tipe 2 seperti genetik, usia, stres,
minim gerak, pola makan yang salah, dan obesitas.
Pencegahannya dilakukan pada tiga level, yaitu primer berupa
penyuluhan pada faktor risiko; sekunder berupa diagnosis dini
(skirning), pengobatan, dan diet; tersier berupa tindakan
rehabilitatif untuk mencapai kualitas hidup yang optimal.
Adapun strategi penanggulangan DM yaitu primordial
prevention, health promotion, spesific protection, early
diagnosis and prompt treatmen, disability limitation dan
rehabilitation. Tindakan penanggulangan iaalah pengendalian DM
yang lebih diprioritaskan pada pencegahan dini melalui upaya
pencegahan faktor risiko DM seperti upaya promotif dan
preventif dengan tidak mengabaikan upaya kuratif dan
rehabilitatif. Dan adapun faktor penanggulangan Diabetes
Melitus Tipe 2 yaitu melalui Edukasi, Perencanaan Makan,
Aktivitas fisik dan Pengobatan.
DAFTAR PUSTAKA
Adhi , Bayu.T1, Rodiyatul F. S. dan Hermansyah,2011. An EarlyDetection Method of Type-2 Diabetes Mellitus in Public Hospital. Telkomnika,Vol.9, No.2, August 2011, pp. 287~294.
Agustina, Tri ,2009.Gambaran Sikap Pasien Diabetes Melitus Di Poli PenyakitDalam Rsud Dr.Moewardi Surakarta Terhadap Kunjungan Ulang Konsultasi Gizi.KTI D3. Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas MuhammadiyahSurakarta, Surakarta.
Indraswari, Wiwi.2010. Hubungan Indeks Glikemik Asupan Makanan DenganKadar Glukosa Darah Pada Pasien Rawat Jalan Diabetes Mellitus Tipe-2 Di RsupDr. Wahidin Sudirohusodo. Skripsi Sarjana. Program Studi Ilmu Gizi, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Hasanuddin,Makassar.
Isniati, 2003, Hubungan Tingkat Pengetahuan Penderita Diabetes MilitusDengan Keterkendalian Gula Darah Di Poliklinik Rs Perjan Dr. M. Djamil PadangTahun. Jurnal Kesehatan Masyarakat, September 2007, I (2).
Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 diIndonesia 2006 .2006.http://penyakitdalam.files.wordpress.com/2009/11/konsensus-pengelolaaln-dan-pencegahan-diabets-melitus-tipe-2-di-indonesia-2006.pdf
Mohjuarno.2009. Makalah Kontenporer Konsentrasi EpidemiologiPasca Sarjana: Penanggulangan Diabetes Melitus.Makassar :Universitas Hasanuddin.
Murwani, Arita dan Afifin Sholeha, 2007. Pengaruh Konseling KeluargaTerhadap Perbaikan Peran Keluarga Dalam Pengelolaan Anggota Keluarga DenganDm Di Wilayah Kerja Puskesmas Kokap I Kulon Progo 2007. Jurnal KesehatanSurya Medika Yogyakarta. Ilmu Keperawatan Stikes Surya GlobalYogyakarta.
Nadesul, Hendrawan. 2002. 428 Jawaban untuk 25 Penyakit Manajer danKeluhan-keluhan Orang Mapan. Kompas.
Perkeni.2011. Empat Pilar Pengelolaan Diabetes.[online]. (diupdate 11November 2011). http://www.smallcrab.com/ .[diakses 20November 2011].
Rakhmadany, dkk. 2010. Makalah Diabetes Melitus. Jakarta :
Universitas Islam Negeri
Shahab, Alwi,2006.Diagnosis Dan Penatalaksanaan Diabetes Melitus (DisarikanDari Konsensus Pengelolaan Diabetes Melitus Di Indonesia : Perkeni2006).Subbagian Endokrinologi Metabolik, Bagian Ilmu PenyakitDalam, Fk Unsri/ Rsmh Palembang, Palembang.
Tjeyan, Suryadi R.M, 2007.Risiko Penyakit Diabetes Mellitus Tipe 2 Di KalanganPeminum Kopi Di Kotamadya Palembang Tahun 2006-2007. Department OfPublic Health And Community Medicine, Medical Faculty,Sriwijaya University, Palembang 30126, Indonesia. Makara,Kesehatan, Vol. 11, No. 2, Desember 2007: 54-60 Hal 54.
Waspadji, Sarwono dkk., 2009. Pedoman Diet Diabetes Melitus. Jakarta:FKUI.
WHO, 1999. Defenition, Diagnosis and Classification of Diabetes Melitus and ItsComplication.