74
74
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Kewilayahan Kelurahan Jelekong
Kelurahan Jelekong terletak di Kecamatan Baleendah. Terletak pada –6, 75o
LS, 107o BT. Sebelah utara, Kelurahan Jelekong berbatasan dengan Desa
Bojongsoang dan Desa Sumber Sari, sebelah selatan dengan Desa Patrol Sari,
sebelah barat dengan Kelurahan Manggahang dan sebelah timur berbatasan dengan
Kelurahan Warga Mekar.
Total luas wilayah Kelurahan Jelekong adalah 2.385, 7 hektar yang terdiri
dari 818, 7 hektar daratan, 332 hektar perkebunan dan 1.235 sawah/ perairan.
Gambar 4. Peta Kelurahan Jelekong
Sumber: Google Maps, 2013.
75
1. Topografi
Bentuk topografi Kelurahan Jelekong sebagian besar merupakan dataran,
yang didominasi oleh persawahan. Namun untuk wilayah bagian selatan
(Kampung Cikadu (RW 02), Kampung Batu Gajah (RW 04), Kampung
Gugunungan (RW 06) dan Kampung Margaluyu (RW 14) terdiri dari
perbukitan dengan ketinggian mencapai 800 mdpl.
Kondisi topografis ini sangat berpengaruh pada pemanfaatan ruang dan
potensi pengembangan wilayah, juga menyebabkan dampak yang
mengakibatkan terdapatnya daerah yang rawan terhadap gerakan tanah.
Gerakan tanah juga pernah terjadi di daerah Kampung Margaluyu/ RW 14.
Sumber: Google Maps, 2013.
Gambar 5. Topografi Kelurahan Jelekong
76
2. Geologi
Berdasarkan RPJPD Kabupaten Bandung Tahun 2005 – 2025, Kondisi jenis
batuan Kelurahan Jelekong dapat dikatakan sama dengan kondisi jenis batuan
Kabupaten Bandung yang merupakan cekungan Bandung yaitu tubir danau
purba dengan tipe geologis berbentuk kandungan batuan vulkanis.
Tingkat kestabilan tanah Kelurahan Jelekong pada umumnya stabil namun di
bagian selatang (Kampung Margaluyu/ RW 14) termasuk rawan erosi rendah
hingga menengah dengan pergerakan tanah rendah.
3. Klimatologi
Keadaan iklim Kelurahan Jelekong relatif sama dengan wilayah Kabupaten
Bandung yang terdapat dalam RPJPD Kabupaten Bandung Tahun 2005 –
2025, pada umumnya yaitu beriklim tropis yang dipengaruhi oleh iklim
muson dengan curah hujan rata – rata antara 1.500 mm sampai dengan 4.000
mm per tahun. Suhu udara berkisar antara 12oC sampai 24oC dengan
kelembaban antara 78 % pada musim hujan dan 70 % pada musim kemarau
Iklim dan cuaca di daerah Kelurahan Jelekong dipengaruhi oleh pola sirkulasi
angin musiman (monsoonal circulation pattern) dan elevasi topografi di
Kabupaten Bandung. Selama musim hujan, secara tetap bertiup angin dari
Barat Laut yang membawa udara basah dari Laut Cina Selatan dan bagian
barat Laut Jawa. Pada musim kemarau, bertiup angin kering bertemperatur
relatif tinggi dari arah Australia yang terletak di tenggara.
77
Berdasarkan observasi lapangan, Kelurahan Jelekong mengalami musim
kemarau yang sangat kering, sehingga hampir 80% masyarakat mengalami
kesulitan mengakses air bersih. Kegiatan pertanian pun berkurang. Hal
tersebut dibandingkan dengan kondisi musim kemarau di wilayah Kota
Bandung yang masih terjadi hujan walau sesekali.
4. Hidrologi
Sumber air yang terdapat di Kelurahan Jelekong berasal dari air tanah dan
mata air. Berdasarkan pada buku sejarah dan profil Kelurahan Jelekong,
masyarakat di Kelurahan Jelekong pada umumnya memiliki sumur galian,
sumur bor dan ditemukan pada saat observasi, mata air juga masih digunakan
masyarakat. Untuk pengaturan mata air, dibangun bak penampungan yang
terdapat di setiap RT di seluruh wilayah Kelurahan Jelekong, walaupun
beberapa sudah tidak digunakan. Saat musim kemarau, sumber air sangat
menyusut.
5. Visabilitas
Kelurahan Jelekong memiliki bentang alam berupa pedesaan dimana
ditemukan persawahan, perkebunan dan pemandangan perbukitan yang
terbilang cukup asri.
Namun, ditemukan beberapa baliho – baliho kampanye pilkada di kawasan
ini yang cukup mengganggu visabilitas. Ditemukan juga bahwa rumah
tradisional khas Sunda (rumah panggung Tagog Anjing atau atap khas
Julangapak) yang merupakan salah satu atraksi dari pariwisata pedesaan di
Kelurahan Jelekong sudah sangat jarang (beberapa kerap ditemukan di
78
Kampung Margaluyu/ RW 14), masyarakat pada umumnya sudah beralih
menggunakan bangunan modern yang terbuat dari bata dan semen.
6. Kependudukan
Kelurahan Jelekong memiliki total jumlah penduduk 21.042 jiwa, dengan
kepadatan penduduknya adalah 8 jiwa/ hektar.
Tabel 8.
Kependudukan
Total Jumlah Penduduk 21.042 jiwa
Laki - Laki 10.956 jiwa
Perempuan 10.086 jiwa
Jumlah Kepala Keluarga 6.542 jiwa
Sumber: Profil Kelurahan Jelekong, 2012
Berdasarkan usia, Kelurahan Jelekong didominasi oleh penduduk dalam usia
produktif (15 – 56 tahun), hal tersebut dapat dilihat dari diagram berikut:
Gambar 6. Penduduk Berdasarkan Usia
Sumber: Profil Kelurahan Jelekong, 2012
4521897
989
3959
11985
1767
0 - 1 tahun 1 - 5 tahun 5 - 7 tahun 7 - 15 tahun 15 - 56 tahun 56 tahun <
79
Namun berdasarkan latar bekakang pendidikan, Kelurahan Jelekong didominasi
oleh penduduk berlatar belakang pendidikan jenjang SMP.
Gambar 7. Penduduk Berdasarkan Pendidikan
Sumber: Profil Kelurahan Jelekong, 2012
Dari sisi mata pencaharian penduduk Kelurahan Jelekong didominasi oleh pegawai
swasta (buruh), petani dan perajin lukis. Hal tersebut sangat berkaitan dengan
tingkat pendidikan penduduk.
Gambar 8. Penduduk berdasarkan Mata Pencaharian
Sumber: Profil Kelurahan Jelekong, 2012
1032
1553
1263
93 101 114209
3 43
sd smp sma d1 d2 d3 s1 s2 putussekolah
Buruh/ Swasta
Buruh Bangunan
Petani
Peternak
Tukang Batu
Penjahit
Pengemudi Becak
Pengemudi Kretek
Ojeg
80
Berdasarkan agama, dapat dikatakan 90% penduduk beragama islam. Kegiatan
keagamaan islam pun masih sangat aktif dan rutin di jalankan, sebagian masyarakat
pun masih sangat antusias dalam mengikuti kegiatan tersebut.
Berdasarkan observasi dan wawancara ke 9 RW, di dapat bahwa setiap hari dalam
seminggu masih rutin dijalankan kegiatan keagamaan islam, berupa pengajian atau
dakwah. Kegiatan tersebut di bagi kedalam 4 jenis kegiatan yaitu pengajian umum,
pengajian ibu – ibu, pengajian bapak – bapak dan pengajian remaja & anak.
Gambar 9. Penduduk berdasarkan Agama
Sumber: Profil Kelurahan Jelekong, 2012
Dari sisi keragaman etnis, Kelurahan Jelekong tergolong homogen, yang
didominasi dengan etnis Sunda. Dari hasil observasi ditemukan jarang ditemukan
perselisihan antar masyarakat. Namun nilai kebersamaan dan kekeluargaan
pedesaan sudah dirasakan menurun, hal ini disebabkan banyaknya masyarakat yang
21017
21 3 5
Islam Kristen Katholik Hindu
81
bekerja di perusahaan swasta (bukan didominasi petani). Karena kesibukan
pekerjaan masyarakat ini lah yang menyebabkan mulai menurunnya nilai – nilai
kebersamaan dan kekeluargaan tersebut.
Konflik antar etnis pun dapat dikatakan sangat jarang, hanya saja dari hasil
wawancara dengan beberapa masyarakat, fenomena rentenir/ lintah darat masih
ditemukan. Fenomena ini disebabkan oleh masalah ekonomi dan masih cukup
rendahnya pengetahuan dan pendidikan masyarakat.
Gambar 10. Penduduk berdasarkan Etnis
Sumber: Profil Kelurahan Jelekong, 2013
B. Analisis Sosial Masyarakat Kelurahan Jelekong
Analisis sosial digunakan dalam mengidentifikasi profil masyarakat untuk
menjadi sumber daya dalam mendukung pengembangan pariwisata dan
menganalisis isu – isu sosial yang terjadi di masyarakat. Analisis sosial masyarakat
Kelurahan Jelekong berdasarkan dari wawancara terstruktur/ kuesioner kepada 100
21017
836 4949
Sunda Jawa Batak
82
responden yang merupakan kepala keluarga yang tersebar di 9 RW di Kelurahan
Jelekong. 9 RW tersebut adalah RW 1, 2, 3, 4, 5, 6, 9, 11, dan RW 14, 9 RW tersebut
dipilih karena lokasinya yang berdekatan dengan pusat aktivitas pariwisata dan 9
RW tersebut juga memiliki potensi pariwisata. Isu – isu sosial tersebut terdiri dari
karakter sosial, kualitas hidup, pelayanan sosial dan keadilan sosial. Indikator dari
isu – isu sosial tersebut adalah:
1. Faktor Demografis
Faktor demografis terdiri dari Jenis Kelamin, Jenis Pekerjaan, Tingkat
pendidikan, Kepadatan Populasi, Tingkat Usia, Agama dan Suku bangsa/ ras.
Faktor demografis termasuk ke dalam aspek social diversity and gender
dalam pembagian aspek analisis social assessment oleh Bernstein.
Kelurahan Jelekong didominasi oleh kepala keluarga pria, adapun kepala
keluarga wanita adalah ibu yang menjadi orang tua tunggal yang di tinggal
mati suaminya atau cerai. Kondisi ini senada dengan komposisi penduduk
dari data demografi.
Gambar 11. Social Diversity & Gender
Sumber: Hasil Olahan Data, 2013
Pria
Wanita
83
Walaupun didominasi kepala keluarga pria, kaum wanita di Kelurahan
Jelekong juga pada umumnya merupakan ibu pekerja. Sedikitnya jumlah
kepala keluarga wanita juga membuat kepala keluarga wanita salah satu
kelompok marjinal, kepala keluarga wanita yang berprofesi buruh lepas pun
mendapatkan upah yang lebih rendah dari kamu laki – laki. Maka dari itu
pengembangan pariwisata diharapkan dalam meningkatkan pemberdayaan
kaum wanita (ibu – ibu).
Ibu – i bu berpotensi sebagai penyedia pelayanan makan dan minum khas
Kelurahan Jelekong.
Komposisi penduduk asli dan pendatang dapat dikatakan hampir sama. Rata
– rata pendatang sudah cukup lama menetap di Kelurahan Jelekong, rata –
rata pendatang yang ditemui saat observasi adalah -/+ 10 tahun.
Pada umumnya pendatang datang dari Kota Bandung dan dari daerah Jawa.
Sumber: Hasil Olahan Data, 2013
Gambar 12. Status Kependudukan
Penduduk
Tetap
Penduduk
Asli
84
Walaupun cukup banyak penduduk pendatang yang menetap, komposisi suku
banga/ ras di Kelurahan Jelekong cukup homogen, dengan tingkat konflik
yang cukup rendah. Namun banyaknya pendatang dapat dikatakan sebagai
salah satu faktor menurunnya tingkat sabilulungan/ kekeluargaan yang
menjadi ciri khas perilaku masyarakat pedesaan. Hal ini dapat terlihat dari
mulai tumbuhnya sifat individualistis, masih tinggi kesenjangan sosial dan
sedikitnya masyarakat yang berpartisipasi dalam kegiatan kemasyarakatan.
Kebanyakan masyarakat yang aktif dalam masyarakat adalah tokoh – tokoh
tertentu saja.
Salah satu faktor sifat kekota – kotaan yang mulai tumbuh di Kelurahan
Jelekong adalah banyaknya pendatang. Mulai menurunnya sabilulungan di
Kelurahan Jelekong adalah salah satu penyebab kurangnya tingkat partisipasi
masyarakat dalam organisasi sosial dan terkoordinasinya beberapa organisasi
sosial di Kelurahan Jelekong. dan
Sumber: Hasil Olahan Data, 2013
Gambar 13. Usia Penduduk
>60 21 – 30
31 – 40 51 – 60
41 – 50
85
Tingkat usia didominasi penduduk usia produktif, hal ini juga senada dengan
data demografi Kelurahan Jelekong. tingginya penduduk usia produktif
adalah salah satu peluang dalam pengembangan pariwisata. Karena dari sisi
kuantitas, pengembangan pariwisata tidak akan kekurangan sumber daya
manusia. Saat observasi pun ditemukan penduduk usia produktif menerima
keberadaan pariwisata sebagai salah satu sektor perekonomian baru di
Kelurahan Jelekong.
Dari seluruh responden, 100% adalah pemeluk agama islam. Kegiatan
kemasyarakatan dan tokoh masyarakat juga pada umumnya didasarkan pada
agama islam.
Tingkat pendidikan di Kelurahan Jelekong dapat dikatakan cukup rendah, hal
ini terlihat dari latar belakang pendidikan SMP mendominasi. Tingginya
jumlah penduduk usia produktif di Jelekong tidak berbanding lurus dengan
tingkat pendidikan, hal ini dapat dilihat pada Tabel 9. Tabulasi Silang
Pendidikan, Pekerjaan dan Pendapatan.
Rendahnya tingkat pendidikan juga berdampak terhadap kondisi mata
pencaharian masyarakat yang didominasi oleh profesi buruh.
2. Faktor determinan sosio – ekonomi
Faktor determinan sosio – ekonomi digunakan untuk melihat kapasitas
ekonomi masyarakat, yang meliputi faktor – faktor yang mempengaruhi
jumlah pendapatan dan produktivitas, mempengaruhi daerah tempat tinggal
dari kelompok sosial yang ada, komposisi keluarga, migrasi tenaga kerja, dan
lain – lain.
86
Profesi buruh mendominasi dalam mata pencaharian pada umumnya di
Kelurahan Jelekong. Yang diikuti oleh pegawai negeri/ swasta (saat
wawancara ditemukan bahwa responden rata – rata menjadi pegawai swasta
di pabrik/ buruh pabrik). Dominasi pekerjaan masyarakata juga dipengaruhi
oleh tingkat pendidikan masyarakat yang pada umumnya merupakan lulusan
SD atau SMP.
Dengan dominasi profesi buruh, pendapatan rata – rata yang didapat dari
responden berkisar antara Rp 1.000.000 – 2.000.000. Pendapatan buruh akan
berbeda sesuai dengan jenis kelamin apabila pria mendapatkan Rp 30.000/
hari sedangkan wanit Rp 25.000/ hari dengan jam kerja dari pukul 07.00 WIB
– 17.00 WIB.
Berikut adalah tabulasi silang pendidikan, pekerjaan dan pendapatan:
87
87
Tabel 9.
Tabulasi Silang Pendidikan, Pekerjaan dan Pendapatan
Pekerjaan
Tani Buruh Wiraswasta Supir Pegawai
N/S
Perajin
Lukis
Perajin
Anyaman
Bambu
IRT Pelatih
Tinju
Pensiun Perajin
Sepatu
Perajin
Aci
Pen
did
kan
Tidak
Sekolah 1 1 2 0 2 0 0 0 0 0 0 5
SD 0 10 4 2 7 5 0 0 0 0 3 1
SMP 0 11 4 3 7 1 2 2 0 0 1 0
SMA 0 6 6 0 8 3 0 3 2 2 0 0
Perguruan Tinggi
0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0
Total 1 28 16 6 24 9 2 5 2 2 4 1
Pendapatan Total
100.000-
500.000
500.001-
1.000.000
1.000.001-
2.000.000
>2.000.001
5 1 0 0 6
1 17 13 0 31
0 9 15 8 32
0 1 11 18 30
0 0 0 1 1
6 28 39 27 100
Sumber: Hasil Olahan Data, 2013
87
88
88
Dipengaruhi oleh tingkat harga – harga kebutuhan yang naik, tingkat
pengeluaran/ pembelanjaan setiap kepala keluarga juga meningkat, didapat
dari hasil observasi tingkat pengeluaran hampir berbanding lurus dengan
tingkat pendapatan. Bahkan didapat pula tingkat pengeluaran yang melebihi
pendapatan.
Jumlah tanggungan juga sangat berpengaruh terhadap tingkat pengeluaran.
Dimana rata – rata kepala keluarga menanggung 4 – 6 jiwa dalam satu atap.
Jumlah tanggungan yang tinggi ini membuat kepala keluarga kesulitan dalam
pemenuhan kebutuhan sehari – hari.
Adanya pengembangan pariwisata di Kelurahan Jelekong diharapkan dapat
menciptakan lapangan perkerjaan atau lahan usaha baru bagi masyarakat
lokal, yang akan meningkatkan pendapatan masyarakat sehingga harapan
kedepannya akan menekan tingkat putus sekolah dan meningkatkan tingkat
pendidikan masyarakat usia produktif di Kelurahan Jelekong.
Pada umumnya masyarakat Kelurahan Jelekong memiliki tanah pribadi,
dengan tingkat land tenure yang masih cukup tinggi, hal ini terlihat dari masih
banyaknya kepala keluarga yang memilih untuk mempertahankan tanahnya
apabila ada investor yang ingin membeli tanah nya tersebut.
Tingginya land tenure mengindikasikan bahwa masyarakat pada umumnya
masih memandangan tanah adalah sebuah harta yang harus dipertahankan.
Tingginya land tenure dapat menghindarkan konflik pembelian tanah secara
besar – besaran oleh pemilik modal, karena rata – rata masyarakat masih ingin
mempertahankan tanah pribadi mereka.
89
3. Organisasi sosial
Organisasi sosial akan meliputi, jumlah organisasi sosial yang aktif, jenisnya,
peran, jumlah anggota, aturan dan prosedurnya. Identifikasi organisasi sosial
akan melihat apakah kebutuhan masyarakat secara umum dapat terakomodir
dalam organisasi sosial yang juga memiliki fungsi sebagai media sosialisasi
efektif dengan asumsi bahwa informasi yang diberikan oleh organisasi sosial
adalah representasi dari masyarakat di suatu kawasan.
Organisasi sosial yang terdapat di Kelurahan Jelekong adalah Tim Penggerak
PKK, Karang Taruna, DKM, Koperasi (organisasi kemasyarakatan),
Gapoktan Kelompok Pelukis, Kelompok Perajin Sepatu (asosiasi pekerja),
Perkumpulan Pencak Silat, Perkumpulan Seni Wayang Golek, Perkumpulan
Seni Calung, Perkumpulan Seni Singadepok, dan Perkumpulan Seni Sunda
Umum.
Namun dari banyaknya organisasi sosial di Kelurahan Jelekong, tingkat
partisipasi masyarakat cukup rendah yaitu 70% responden tidak mengikuti
organisasi. Data yang didapat saat wawancara adalah ketidakikut sertaan
masyarakat pada umumnya dikarenakan kesibukan pekerjaan di luar
lingkungan Kelurahan Jelekong. Berikut merupakan tabulasi silang pekerjaan
dan keterlibatan organisasi sosial, disini terlihat bahwa 21 diantara 71
masyarakat yang tidak terlibat dalam organisasi sosial adalah pegawai negeri/
swasta.
90
Tabel 10.
Tabulasi Silang Pekerjaan dan Keterlibatan Organisasi Sosial Keterlibatan Organisasi Sosial Total
Koperas
i
Asosiasi
Profesi
PKK Seni
Budaya
Pemuda Tidak
Ikut
DKM
Pek
erja
an
Tani 0 0 0 1 0 0 0 1
Buruh 2 1 0 4 0 19 2 28
Wiraswasta 0 3 0 4 1 8 0 16
Supir 0 2 0 0 0 4 0 6
Pegawai N/ S 0 0 2 1 0 21 0 24
Perajin Lukis 0 0 4 1 0 4 0 9
Perajin
Anyaman
Bambu
0 0 0 0 0 2 0 2
IRT 0 0 0 0 0 5 0 5
Pelatih Tinju 0 0 0 0 0 2 0 2
Pensiun 0 0 0 0 0 2 0 2
Perajin
Sepatu 0 0 0 1 0 3 0 4
Perajin Aci 0 0 0 0 0 1 0 1
Total 2 6 6 12 1 71 2 100
Sumber: Hasil Olahan Data, 2013
Masyarakat Kelurahan Jelekong yang memiliki masalah ekonomi hasilnya
membuat sebagian besar masyarakat alih profesi menjadi pegawai swasta/
negeri karena hasil tani dianggap kurang menjanjikan. Hal ini sesuai dengan
konsep yang dikemukakan oleh Horton and Hunt mengenai rural revolution,
yaitu commercialized and rationalized of agriculture, dimana hasil pertanian
yang dijual dianggap memiliki nilai ekonomi menjadi tidak dapat diandalkan
kembali dalam memenuhi kebutuhan hidup, akhirnya masyarakat alih profesi.
Dampak dari alih profesi ini juga berdampak terhadap ke sabilulungan dan
partisipasi masyarakat terhadap kegiatan kemasyarakatan.
Dari beberapa responden yang menngikuti organisasi pun jumlah anggota
aktif nya cukup rendah.
Rendahnya keikutsertaan masyarakat dalam organisasi sosial akan
berdampak pada rendah keterwakilan kebutuhan dan kepentingan masyarakat
dalam pengembangan pariwisata.
91
Rendahnya keterwakilan masyarakat lokal akan berdampak kepada muculnya
masyarakat yang hanya menjadi objek dalam pengembangan pariwisata
ketidakmerataan distribusi pendapatan dari kegiatan pariwisata, timbulnya
kecemburuan sosial dan monopoli terhadap sektor pariwisata.
4. Sosiopolitik lokal
Sosiopolitik lokal akan meliputi siapa tokoh masyarakat, bagaimana peran
dan hubungan – hubungannya.
Tokoh yang menjadi panutan dan dapat merangkul masyarakat di Kelurahan
Jelekong, menurut responden sebesar 40 % adalah tokoh agama, kemudian
diikuti oleh Tokoh RT/ RW lalu tokoh seni budaya.
Tingkat perselisihan antar tokoh maupun masyarakat juga cukup rendah,
namun didapat saat wawancara, bahwa kegiatan musyarah yang cukup sering
dilakukan saat pemecahan masalah, terkadang belum dapat menemukan
kesepakatan. Banyak beberapa masyarakat yang memiliki diskusi diluar
musyawarah tersebut dan akhirnya kesepakatan bersama mengalami
Gambar 14. Tokoh Masyarakat
Sumber: Hasil Olahan Data, 2013
92
intervensi. Contohnya pada saat rapat pembentukan koperasi pelukis yang
saat ini tidak aktif, perencanaan target BLSM pun mengalami intervensi,
sehingga BLSM menjadi tidak tepat sasaran.
Adanya tokoh masyarakat diharapkan dalam menggerakkan masyarakat
untuk ikut aktif berpartisipasi pada organisasi sosial dan dapat ikut bergerak
dan berkontribusi pada pengembangan masyarakat. Misalnya, tokoh agama
yang menjadi panutan mensosialisasikan serta mengajak perkumpulan
pengajian mengenai pariwisata serta dampak pariwisata terhadap masyarakat
lokal.
5. Nilai dan Kebutuhan
Seluruh kegiatan kemasyarakat di Kelurahan Jelekong berdasarkan aturan
desa pada umumnya. Walaupun seni dan budaya tradisional masih terdapat di
Kelurahan Jelekong, aturan adat tidak digunakan dalam kegiatan
kemasyarakatannya. Hal ini disebabkan oleh fenomena rural revolution yang
dibahas dalam tinjauan pustaka.
Kegiatan kemasayarakatan utama di Kelurahan Jelekong ada pengajian, kerja
bakti dan kegiatan PKK. Dengan frekuensi kegiatan yang cukup sering yaitu
lebih dari tiga (3) kali dalam satu (1) bulan.
70 % responden memiliki masalah ekonomi. Masalah utamanya adalah
pengeluaran yang lebih besar dibandingkan dengan pendapatan. Hal ini
disebabkan kenaikan bahan bakar minyak yang berdampak pada kenaikan
pada hampir seluruh kebutuhan hidup terurama bahan pokok rumah tangga.
93
Kondisi pendapatan yang dijelaskan pada determinan sosio – ekonomi juga
menjadi salah satu faktor masalah ekonomi masyarakat.
Dari kegiatan observasi dan wawancara kepada nara sumber dan responden
pun kesenjangan sosial masih cukup signifikan. Ketidakmerataan distribusi
ekonomi menjadi salah satu faktor utama yang memengaruhi kesenjangan
sosial. Ketidakmerataan distribusi ekonomi dapat dilihat dari dominasi dinasti
Sunarya dalam kegiatan pertunjukan seni. Fenomena rural revolution yang
menyebabkan perilaku masyarakat yang lebih kekota – kotaan pun
menyebabkan menurunnya tingkat kekeluaargaan.
90% responden sangat menerima dan setuju dengan keberadaan
pengembangan pariwisata di Kelurahan Jelekong. Pada umumnya masyarakat
memandang pengembangan pariwisata dapat memberikan dampak positif
terutama pada kondisi perekonomian masyarakat. Pengembangan pariwisata
akan melahirkan peluang ekonomi lain seperti pemasaran dan penjualan
langsung (direct sale) produk lokal, atau dapat berpartisipasi sebagai guide
dan dapat memberikan pemerataan kesempatan kepada pelaku seni untuk
tampil dalam pertunjukkan seni.
Nilai kekeluargaan memang dapat dikatakan menurun karena sudah tidak
seperti adat desa tradisional, namun dalam berinteraksi dengan orang asing
atau dalam konteks ini adalah wisatawan, masyarakat berperilaku sangat
terbuka dan ramah, hal ini dapat dirasakan saat observasi.
94
Kebutuhan masyarakat (needs) yang didapat dari responden adalah 31%
membutuhkan bantuan berupa pembangunan infrastruktur, hal ini juga dapat
dirasakan langsung saat observasi, infrastruktur utama yang sangat
dibutuhkan adalah fasilitas air bersih (terutama di musim kemarau) dan jalan
intra desa. Adanya pengembangan pariwisata dapat mendorong terwujudnya
pembangunan infrastruktur tersebut, karena kegiatan kepariwisataan tidak
dapat berlangsung maksimal apabila kondisi infrastruktur belum memadai.
Yang kedua adalah modal usaha kecil dan mikro yaitu sebesar 24 %. Karena
profesi perajin dan wiraswasta yang dapat dilihat pada determinan sosio –
ekonomi cukup mendominasi, modal usaha kecil dan mikro juga dibutuhkan
oleh masyarakat dalam meningkatkan produktivitas industri kecil dan mikro
tersebut. Bantuan pemerintah berupa KUR (Kredit Usaha Rakyat) yang dapat
memenuhi kebutuhan masyarakat dalam hal permodalan, dari hasil
wawancara dirasakan masih kurang sosialisasi. Dan ada pula masyarakat
yang merasakan takut untuk meminjam modal kepada bank (KUR). Sebagian
37%
14%
28%
21%
Infrastruktur
Sembako
Modal
Pendidikan Masyarakat
Gambar 15. Kebutuhan Masyarakat
Sumber: Hasil Olahan Data, 2013
95
kecil masyarakat justru lebih percaya kepada “koperasi keliling” dan ada pula
yang terjerat oleh rentenir.
Pendidikan masyarakat (18%) dari responden juga dikatakan menjadi
kebutuhan masyarakat, karena pendidikan masyarakat ini sebagai
pembekalan masyarakat dalam berkarya. Pendidikan masyarakat juga sebagai
salah satu cara dalam meningkatkan kapasitas masyarakat dalam
pengembangan pariwisata. Peningkatakan kapasitas diharapkan akan
mendidik masyarakat menjadi masyarakat yang mandiri secara ekonomi
tertutama dalam pengelolaan kepariwisataan.
Bantuan yang didapat oleh masyarakat pada umumnya berupa bantuan fisik
seperti BLSM (Bantuan Langsung Sementara), BOS (Bantuan Operasional
Sekolah), raskin, JAMKESMAS (Jaminan Kesehatan Masyarakat), SKTM
(Surat Keterangan Tidak Mampu), JAMPERSAL (Jaminan Pembiayaan
Persalinan), bantuan untuk PNPM Mandiri sedangkan untuk bantuan nonfisik
berupa pendidikan masyarakat atau penyuluhan hanya diperoleh sebagian
orang tertentu saja, kegiatannya pun tidak rutin, dari hasil wawancara hanya
1 bulan sekali diadakan di Kelurahan. Kegiatan pun terkadang
diselenggarakan terkadang tidak, hal ini disebabkan kurangnya tenaga ahli
yang berpartisipasi dalam pendidikan masyarakat atau penyuluhan.
Hasil presentase lainya adalah gabungan dari kebutuhan utama yang di
jelaskan diatas sehinggai berjumlah 100 %.
96
6. Social risk
Social risk akan meliputi tata guna air, kondisi lingkungan alam dan budaya,
bencana alam, pembagian kerja, akses pendidikan dan kesehatan, hubungan
antar masyarakat dan stakeholder, sampai pengaruh perubahan ekonomi
makro.
Pada kegiatan penentuan target bantuan sering terjadi konflik karena sebagian
masyarakat masih belum memahami tujuan bantuan tersebut. Dari hasil
wawancara dengan Kader PKK didapat bahwa konflik ini berupa
membludagnya jumlah target penerima bantuan. Hal ini menyebabkan tidak
tepat sasarannya bantuan tersebut. Konflik tersebut contohnya adalah
kegiatan pembagian BLSM.
Dalam hasil olahan data ditemukan bahwa 60 % masyarakat telah
menggunakan sumber air pribadi berupa sumur galian atau sumur bor pompa.
Sekitar 40 % masyarakat juga ada yang menggunakan mata air dengan
distribusi berupa sumur penampungan di setiap RT dan disalurkan melakui
selang, pipa atau jerigen. Mekanisme pembagian mata air juga bervariasi
sesuai dengan kesepakatan, ketersedian dan kebutuhan masing – masing RW,
pada RW 4 pengelolaan mata air dilakukan oleh 3 orang yang dikontrol setiap
hari, pengambilan air di buka saat subuh, dhuhur dan magrib dengan iuran
semampunya. Di RW 5, pendistribusian air dibagi per rumah diberi waktu
satu jam untuk menampung air. RW 6 mengandalkan sumber air dari masjid
dan mata air yang waktu pengambilannya tutup di saat waktu sholat dan
dikenakan iuran 2000/ bulan, namun tidak semua kepala keluarga memiliki
kesadaran untuk membayar.
97
Kegiatan kemasyarakatan dalam rangka pelestarian lingkungan alam masih
sangat rendah hal ini dapat dilihat dari masih banyaknya masyarakat yang
kerap membakar dan membuang sampah sembarangan. Namun di RW 5, ada
kegiatan mengolah sampah bungkus minuman menjadi kerajian berupa tas,
atau tikar. Kegiatan di RW 5 tersebut di tekuni oleh para ibu rumah tangga
dan berjalan baru pada tahun 2013.
Dari hasil observasi didapatkan bahwa peran tim penggerak pkk sangat besar
dalam kegiatan kemasyarakatan di Kelurahan Jelekong, kekompakannya pun
dapat dikatakan sangat baik, namun, dalam kondisi pembagian kerja, upah
buruh wanita memang lebih rendah dari buruh pria.
Bencana yang pernah terjadi di Kelurahan Jelekong yaitu gempa bumi dan
angina puting beliung memiliki dampak yang cukup dimana beberapa warga
mengalami kerugian materi menengah terutama di RW 3. Pada musim
kemarau pun kerap terjadi bencana kebakaran pada rumah panggung
tradisional, pada musim kemarau 2013 pun terjadi 3 kali kebakaran. Bencana
kebakaran dapat ditekan dengan cara mengubah pola masyarakat dalam
membuang sampah dengan jangan membakarnya. Pada musim hujan pun
bencana banjir kerap terjadi di ruas Jalan Bojongsoang sekitar Sungai
Cieuntung, hal ini menyebabkan tersendatnya kegiatan ekonomi dan
pendidikan masyarakat.
Masyarakat masih merasakan kurangnya perhatian pemerintah terhadap
masalah yang dihadapi masyarakat. Terutama saat kondisi ekonomi makro
(kenaikan BBM) yang berdampak kepada seluruh aspek kebutuhan hidup
masyarakat. Masyarakat juga menilai belum meratanya perhatian masyarakat
98
pada pengembangan pariwisata, saat ini pemerintah berpusat pada daya tarik
wayang golek saja, padahal masih banyak potensi budaya dan alam di
Kelurahan Jelekong.
Akses kesehatan masyarakat pada umumnya telah tersedia SKTM,
Jamkesmas dan Jampersal. Kegiatan posyandu pun rutin di lakukan sebulan
sekali yang melibatkan bidan dan Kader PKK.
Pengembangan pariwisata diharapkan dapat meningkatkan kesadaran
masyarakat akan kondisi lingkungan, karena aktivitas pariwisata
membutuhkan air bersih dan lingkungan yang bersih, kedua hal ini adalah
salah satu kebutuhan dasar wisatawan dan salah satu sapta pesona yaitu
“sejuk” yang menjadi faktor yang berpengaruh dalam aktivitas pariwisata.
Kesadaran akan lingkungan juga akan dapat menekan terjadinya bencana
kebakaran. Rendahnya bencana juga akan meningkatkan rasa aman
wisatawan dalam melakukan aktivitas pariwisata.
Hubungan masyarakat dengan stakeholder pun dapat dikatakan cukup baik,
namun ada beberapa perselisihan yang ditemukan saat observasi mengenai
pendistribusian bantuan pemerintah, walaupun masih dapat ditanggulangi.
C. Analisis Stakeholder Kelurahan Jelekong
Identifikasi dan analisis stakeholder meliputi identifikasi
stakeholder kunci dan stakeholder lainya, serta bagaimana perannya yang
dapat memengaruhi maupun dipengaruhi oleh pengembangan pariwisata di
Kelurahan Jelekong, dimana stakeholder meliputi “international/ donors,
national political, public, labor, commercial/ private for – profit, nonprofit,
civil society, and users/consumers.” (Schmeer, tanpa tahun: 1), identifikasi
99
kepentingan stakeholder dan potensi dampak yang akan terjadi dari
kepentingan stakeholder tersebut pada proyek pembangunan, identifikasi
pengaruh dan fungsi (seberapa penting) stakeholder tersebut dan membuat
skema strategi partisipasi. (Rietbergen – McCracken & Deepa Narayan:
1998 dan Bernstein: 2004).
Berikut analisis stakeholder yang terkait langsung ataupun tidak langsung
dalam pengembangan pariwisata di Kelurahan Jelekong.
1. Dinas Pemuda, Olahraga dan Pariwisata Kabupaten Bandung.
Dinas Pemuda, Olahraga dan Pariwisata Kabupaten Bandung
DISPOPAR merupakan lembaga yang mengelola kepariwisataan di
Kabupaten Bandung. DISPOPAR memiliki peran yang signifikan
dalam pengembangan pariwisata di Kelurahan hal ini terlihat dari
Penetapan Kelurahan Jelekong ke dalam salah satu kawasan strategis
pariwisata Kabupaten Bandung, yaitu Kawasan Pariwisata Seni Dan
Budaya Tradisional Sunda Jelekong dalam RIPPDA tahun 2012 –
2017.. DIPOPAR juga sebagai pembuat kebijakan pengembangan,
payung hukum pengembangan, pendanaan setiap proyek
pengembangan pariwisata yaitu pembangunan fasilitas padepokan dan
signage/ gapura, pendanaan PNPM Pariwisata serta pelatihan dan
pembinaan pemandu wisata dan kepariwisataan.pendanaan. Pemerintah
Kelurahan Jelekong.
2. Pemerintah Kelurahan Jelekong
Pemerintah Kelurahan Jelekong yang merupakan perwakilan dari
Kecamatan Baleendah dan juga merupakan mitra DISPOPAR dalam
100
pengembangan pariwisata di Kelurahan Jelekong. Fungsi Pemerintah
Kelurahan Jelekong dapat dikatakan hampir sama dengan Kecamatan
Baleendah, yaitu sebagai pendamping, pelayan dan penyambung
aspirasi dari masyarakat kepada DISPOPAR atau pun dinas pusat
lainnya.
Posisi kepentingan dan pengaruh Kelurahan Jelekong dalam
pengembangan pariwisata berada dalam posisi netral, karena
pemerintah Kelurahan Jelekong tidak memiliki kepentingan langsung
terkait pengembangan pariwisata. Selama ini peran pemerintah
Kelurahan Jelekong salah satunya adalah pengesahan Kompepar
Gentong dan Kompepar Giriharja.
3. Tokoh Masyarakat
Tokoh masyarakat Kelurahan Jelekong yang terdiri dari tokoh agama,
ketua RT/ RW, tokoh seni budaya, penduduk asli (sesepuh), tokoh
berpendidikan dan pejabat, berperan sebagai penggerak, penentu
pengambilan keputusan, panutan dan sebagai sosok yang dipercaya
untuk menampung aspirasi dan kepentingan masyarakat.
Dari hasil observasi ditemukan bahwa peran tokoh masyarakat
memiliki pengaruh yang signifikan dalam kegiatan kemasyarakat pada
umumnya. Pada kegiatan pengembangan pariwisata pun tokoh
masyarakat memiliki pengaruh yang signifikan.
Tokoh masyarakat sering dilibatkan dalam kegiatan musayawarah antar
masyarakat, maupun antar organisasi sosial. Seringnya tokoh
101
masyarakat terlibat inilah yang menjadi indikator cukup pentingnya
peran masyarakat dalam pengembangan pariwisata di Kelurahan
Jelekong.
Tokoh masyarakat juga dapat menjadi titik awal partisipasi dan
pemberdayaan masyarakat dalam pengembangan pariwisata, sehingga
masyarakat dapat bergerak aktif sebagai subjek tidak menjadi objek
saja, dari pengembangan pariwisata tersebut.
4. Kelompok Seni
Yang termasuk kedalam kelompok seni di Kelurahan Jelekong adalah
11 kelompok Wayang Golek, 2 kelompok Upacara Adat, 2 kelompok
Jaipongan, 2 kelompok Degung, 1 kelompok Reog Wanita, 2 kelompok
Kacapi Suling, 3 kelompok Pencak Silat, 1 kelompok Sisingaan dan 1
kelompok Calung dengan total 25 kelompok seni.
Kelompok seni memiliki kedudukan yang sangat penting dalam sisi
pengaruh maupun kepentingan (importance) dalam penngembangan
pariwisata di Kelurahan Jelekong. Karena tanpa mereka seni budaya
yang menjadi daya tarik utama akan mati.
Dari sekian banyaknya kelompok seni, pada umumnya mereka
memerlukan jaringan koordinasi yang baik, karena diantara kelompok
– kelompok seni ini masih belum terorganisasi dengan adil, artinya
kegiatan seni budaya masih bersifat masing – masing. Masih belum
terjalinnya koordinasi yang baik inilah yang berakibat tidak meratanya
kesempatan untuk melakukan pertunjukkan (pemerataan distribusi
102
pendapatan). Selama ini kegiatan seni budaya memang terpusat di RW
1 (Kampung Giriharja). Sarana padepokan atau sarana latihan juga
masih belum diorganisasi dengan baik.
Tingkat pengaruh yang cukup tinggi dari kelompok seni ini dapat
dilihat dari inisiatif dan keaktifan mereka dalam melestarikan seni
budaya yang mereka tekuni, tanpa harus di dorong oleh pemerintah
terlebih dahulu. Aktifnya kelompok dalam melestarikan seni budaya
yang ditekuni dapat dilihat dari kegiatan latihan dalang cilik yang di
wilayah RW 1, aktifnya karang taruna (kelompok pemuda) dalam
mempelajari seni calung, yang sering juga dipadukan dengan seni
modern yaitu calung rock, atau diiringi biola. Seni pencak silat juga
banyak ditekuni oleh anak – anak usia SD hingga SMA.
5. Kelompok Perajin
Sekitar 15 % mata pencaharian diKelurahan Jelekong adalah perajin,
mulai dari perajin lukis, perajin sepatu, perajin aci, dan juga perajin
wayang golek. Yang menjadi daya tarik utamanya adalah kegiatan
perajin lukis dan wayang golek.
Namun kesenjangan sosial yang terjadi di kalangan perajin lukis
membuat beberapa perajin memilih untuk tidak melukis lagi dan
menilih untuk menurunkan bakat nya tersebut kepada anak cucu.
Kesenjangan yang terjadi adalah jatuhnya harga lukisan oleh para
Bandar, selain itu pengaruh ekonomi makro yaitu kenaikan BBM
103
berdampak terhadap bahan baku lukis, sedangkan harga jual lukisan
tidak bisa dinaikan.
Kegiatan ekonomi perajin tertama perajin lukis sangat perlu dijaga
karena interesting economic activities merupakan bentuk kebudayaan
yang dimiliki masyarakat yang dapat dimanfaatkan untuk
penyelenggaraan pariwisata (Inskeep 1991:78).
Keterlibatan perajin dalam pengembangan pariwisata di Kelurahan
Jelekong sangat perlu diperhatikan mengingat kegiatan/ hasil perajin
merupakan salah satu daya tarik utama di Kelurahan Jelekong. Para
perajin sangat mendukung terhadap pengembangan pariwisata, para
perajin pada umumnya sudah mengerti akan dampak adanya pariwisata
harapan yang mereka inginkan antara lain, pariwisata sebagai sarana
memasarkan hasil kerajinan dan diharapkan harga kerajinan akan stabil
dan tidak berketergantungan kepada bandar.
6. KOMPEPAR
Kelurahan Jelekong memiliki dua KOMPEPAR, yaitu KOMPEPAR
Gentong dan KOMPEPAR Giri Harja.
KOMPEPAR Gentong dirintis sejak tahun 1992 namun vakum sekitar
tahun 2009 karena adanya konflik internal dan mulai berdiri kembali
pada tahun 2011. KOMPEPAR Gentong juga sudah di resmikan
Kelurahan Jelekong pada tahun 2011 dengan masa bakti 2011 – 2014.
Namun untuk kegiatan operasional KOMPEPAR Gentong pun sampai
saat ini masih belum begitu aktif. Sedangkan KOMPEPAR Giri Harja
104
dirintis dan diresmikan oleh Kabupaten Bandung pada Tahun 2010.
Kegiatan KOMPEPAR Giri Harja cukup aktif terlihat dari adanya
musyawarah dalam perencanaan pembentukan tim penggerak
kompepar, kegiatan rehabilitasi padepokan dan kegiatan pelayanan
wisatawan.
KOMPEPAR sendiri adalah kelompok yang terdiri dari putra – putri
daerah (masyarakat lokal) yang bertugas dalam menggerakan
masyarakat dalam berpartisipasi dalam pengembangan pariwisata.
Keberadaan KOMPEPAR idealnya pengaruh KOMPEPAR dalam
pengembangan pariwisata sangatlah tinggi, namun kondisi aktual di
Kelurahan Jelekong, karena kurangnya koordinasi antar KOMPEPAR
atau pun terjadinya konflik internal menyebabkan pengaruh
KOMEPAR menjadi menurun. Pengaruh KOMPEPAR di Kelurahan
Jelekong berada pada posisi 2 dari skala 0 – 5.
Dari tingkat pentingnya keberadaan KOMPEPAR dalam
pengembangan pariwisata di Kelurahan Jelekong berada di posisi
cukup penting dengan posisi 4 dari skala 0 – 5. Hal ini dapat terlihat
dari fungsi KOMPEPAR sebagai penggali potensi dan penggerak
masyarakat dalam pengembangan pariwisata. Namun peran
KOMPEPAR yang dapat dikatakan baru, masih sangat tergantung pada
pemegang modal. KOMPEPAR belum mandiri dalam hal keuangan.
Terkait dengan adanya kebijakan pemerintah dengan memasukan
Kelurahan Jelekong kedalam kawasan strategis pariwisata yaitu
105
Kawasan Pariwisata Seni Dan Budaya Tradisional Sunda Jelekong
yang berbasis lokal, peran KOMPEPAR sangat penting karena dapat
menggali potensi yang tetap sesuai dengan kearifan lokal dan dapat
menampung aspirasi dan kepentingan masyarakat lokal.
7. Kelompok Pemuda (Karang Taruna)
Pemuda merupakan salah satu elemen penting dalam masyarakat
karena pemuda merupakan generasi penerus yang memiliki semangat,
wawasan dan keterbukaan yang cukup tinggi. Dalam suatu komunitas
pemuda lah yang biasa nya dapat menggebrak suatu perubahan,
perubahan positif maupun negatif.
Dalam pengembangan pariwisata di Kelurahan Jelekong, kelompok
pemuda biasanya juga menggeluti seni dan agama. Pengaruhnya dapat
dikatakan menengah, yaitu posisi 3 dari skala 0 – 5, dengan tingkat
pentingnya cukup penting yaitu posisi 4 dari skala 0 – 5. Para pemuda
inilah yang membuat pelestarian seni di Kelurahan Jelekong tetap
berjalan.
Namun sebagian kecil pemuda juga terkadang menimbulkan keresahan
masyarakat tertama disaat ada pertunjukan seni, sebagian kecil dari
mereka ada yang terlibat kenakalan remaja, seperti perkelahian.
Sebagian kecil kenakalan remaja ini masih dapat ditanggulangi, dengan
keterlibatan tokoh masyarakat.
106
Kondisi aktual di Kelurahan Jelekong pun memperlihatkan keaktifan
pemuda dalam seni ini terlihat dari sebagian besar anggota kelompok
seni adalah juga anggota karang taruna (kelompok pemuda).
Arak – arakan jampana dan sejumlah pesta rakyat pada hari besar
nasional pun sebagian dikelola oleh karang taruna.
Namun dalam kegiatan pariwisata seperti pemanduan wisata dan
interpreter belum melibatkan pemuda karena kegiatan pariwisata di
Kelurahan Jelekong masih dalam fase perencanaan pariwisata yang
aktivias pariwisatanya masih rendah, dengan jumlah kunjungan
wisatawan domestic dan lokal mencapai 850 wisatawan per tahun. Dan
60 wisatawan per tahun untuk wisatawan internasional.
8. Kelompok Ibu – Ibu
Kelompok ini terdari tim penggerak PKK dan ibu – ibu yang tidak
merupakan anggota tim penggerak PKK. Tim penggerak PKK di
Kelurahan Jelekong memegang peran yang sangat penting dalam
kegiatan kemasyarakatan secara umum. Tim penggerakn PKK juga
dapat menggerakkan ibu – ibu lainnya dalam berpartisipasi dalam
kegiatan kemasyarakatan.
Keterlibatan kelompok ibu – Ibu dalam pengembangan pariwisata di
Kelurahan Jelekong sangat perlu diperhatikan karena keberadaan
kelompok ini sangat berpotensi dalam penyediaan daya tarik kuliner di
Kelurahan Jelekong.
107
Namun kondisi aktual, memperlihatkan bahwa pengaruh kelompok ibu
– ibu saat ini dalam pengembangan pariwisata dapat dikatakan cukup
yaitu dalam posisi 2 (some moderate) dengan skala 0 – 5. Hal ini
disebabkan karena kelompok ibu – ibu pada umumnya masih belum
dilibatkan dalam perencanaan pengembangan pariwisata di Kelurahan
Jelekong. kelompok ibu – ibu pada umunya masih berkonsentrasi pada
kegiatan kemasyarakatan lainnya seperti kegiatan kesehatan di
posyandu. Tingkat pentingnya juga dapat dikatakan cukup penting, hal
ini didasarkan pada potensi pemberdayaan kelompok ibu – ibu dalam
daya tarik kuliner.
9. Kelompok Petani
Pengembangan pariwisata di Kelurahan Jelekong lebih banyak
melibatkan pihak seniman dan perajin daripada petani. Kegiatan petani
memang sudah mulai menurun di Kelurahan Jelekong, hal ini lah yang
menyebabkan rendah nya keterlibatan, meskipun masih ada potensi
agrowisata yang terdapat di Kelurahan Jelekong.
Dari segi pengaruh kelompok petani memiliki pengaruh yang cukup (3
dari skala 0 – 5) karena ada potensi mengenai agrowisata. Dari tingkat
pentingnya juga cukup penting karena walaupun daya tarik utama
Kelurahan Jelekong adalah seni dan budaya, namun keberadaan
kelompok petani dengan segala kegiatan nya akan menyempurnakan
tema pariwisata pedesaan di Kelurahan Jelekong.
108
kelompok petani tetap memiliki harapan cukup tinggi terhadap
pengembangan pariwisata, karena beberapa dari mereka telah
merasakan dampak positifnya berupa pengingkatan ekonomi pada
tahun 2009 di wilayah Kampung Margaluyu/ RW 14, walaupun saat ini
terhenti.
109
Tabel 11.
Identifikasi Kelompok Stakeholder, Interests (Kepentingan), Importance (Pentingnya) dan Influence (Pengaruh)
Stakeholder
Groups
Interest(s)
Effect of
Project on
Interest(s)
Importance of Stakeholder
for Success or Project Degree of Influence of Stakeholder
at Stake in Relation to
Project
+ 0 -
U/ 0=Unknown U/ 0=Unknown
1=Little/ No Importance 1=Little/ No Influence
2=Some Importance 2=Some Influence
3=Moderate Importance 3=Moderate Influence
4=Very Importance 4=Significant Influence
5=Critical Player 5=Very Influential
DISPOPAR
1. Tercapainya program
pengambangan kawasan
strategis pariwisata.
+
5 4 2. Meningkatkan kontribusi
sektor pariwisata kepada
pendapatan asli daerah
Kabupaten Bandung.
+
Pemerintah
Kelurahan
Jelekong
1. Menjalankan tugas
kewilayahan dan
pelayanan masyarakat.
0
2 2 2. Peningkatan
kesejahteraan
masyarakat serta sebagai
perwakilan pemerintah
Kecamatan Baleendah.
+
10
9
110
Stakeholder
Groups
Interest(s)
Effect of
Project on
Interest(s)
Importance of Stakeholder
for Success or Project Degree of Influence of Stakeholder
at Stake in Relation to
Project
+ 0 -
U/ 0=Unknown U/ 0=Unknown
1=Little/ No Importance 1=Little/ No Influence
2=Some Importance 2=Some Influence
3=Moderate Importance 3=Moderate Influence
4=Very Importance 4=Significant Influence
5=Critical Player 5=Very Influential
1. Tergalinya potensi
pariwisata +
KOMPEPAR 4 2
2. Terlibat dalam seluruh
proses pengembangan
pariwisata
+
3. Menigkatnya kesadaran
masyarakat mengenai
pariwisata.
+
Kelompok Seni
1. Peningkatan pendapatan
5 5
2. Terlibat dalam seluruh
proses pengembangan
pariwsata
+
3. Tersebarnya kesempatan
dalam partisipasi +
110
111
Stakeholder
Groups
Interest(s)
Effect of
Project on
Interest(s)
Importance of Stakeholder
for Success or Project Degree of Influence of Stakeholder
at Stake in Relation to
Project
+ 0 -
U/ 0=Unknown U/ 0=Unknown
1=Little/ No Importance 1=Little/ No Influence
2=Some Importance 2=Some Influence
3=Moderate Importance 3=Moderate Influence
4=Very Importance 4=Significant Influence
5=Critical Player 5=Very Influential
Kelompok
Perajin
1. Terstandarkannya harga
jual kerajinan
5 5 2. Peningkatan pendapatan +
3. Terlibat dalam seluruh
proses pengembangan
pariwsata
+
Tokoh
Masyarakat
1. Pelestarian lingkungan
alam dan nilai budaya
lokal (kearifan lokal)
+
3 4
2. Tergeraknya masyarakat
dalam proses
pengembangan
pariwisata
+
3. Terlibat dalam seluruh
proses pengembangan
pariwsata
+
111
112
Stakeholder
Groups
Interest(s)
Effect of
Project on
Interest(s)
Importance of Stakeholder
for Success or Project Degree of Influence of Stakeholder
at Stake in Relation to
Project
+ 0 -
U/ 0=Unknown U/ 0=Unknown
1=Little/ No Importance 1=Little/ No Influence
2=Some Importance 2=Some Influence
3=Moderate Importance 3=Moderate Influence
4=Very Importance 4=Significant Influence
5=Critical Player 5=Very Influential
Kelompok ibu –
ibu
1. Terlibat dalam seluruh
proses pengembangan
pariwsata
+ 3 2
2. Peningkatan pendapatan +
Kelompok
Pemuda
1. Terlibat dalam seluruh
proses pengembangan
pariwsata
+
4 3
2. Peningkatan lapangan
pekerjaan +
Kelompok Tani
1. Peningkatan pendapatan +
3 3 2. Terlibat dalam seluruh
proses pengembangan
pariwsata
+
(Sumber: Hasil Olahan Data, 2013)
a. Interests (kepentingan): prioritas perhatian kelompok stakeholder (atau apa yang "dipertaruhkan" bagi mereka);
b. Importance (pentingnya): tingkat pencapaian tujuan proyek yang tergantung pada keterlibatan aktif kelompok stakeholder; dan
c. Influence (pengaruh): tingkat kekuasaan dan kontrol yang kelompok dimiliki stakeholder atas proyek, memfasilitasi atau menghalangi
pelaksanaannya
112
113
Berikut adalah tabel pemetaan stakeholder:
Tabel 12.
Pemetaan Importance (Pentingnya) dan Influence (Pengaruh) Stakeholder
D. Gambaran Umum Kepariwisataan Kelurahan Jelekong
Kondisi kepariwisataanKelurahan Jelekongakan meliputi empat kategori,
yaitu profil daya tarik wisata utama, profil daya tarik wisata pendukung, sarana &
prasarana, dan aksesibilitas
Tabel 13.
Daya Tarik Wisata Aktual dan Potensial di Kelurahan Jelekong
Influence Of
Stakeholder
Importance Of Activity To Stakeholder
Unknown
(0)
Little/ No
Importance
(1)
Some
Importance
(2)
Moderate
Importance
(3)
Much
Importance
(4)
Critical
Player
(5)
Unknown
(0)
Little/ No
Influence
(1)
Some Influence
(2)
Pemerintah
Kelurahan
Jelekong
Kelompok
Ibu – Ibu
KOMPEPA
R
Moderate
Influence (3)
Keompok
Tani
Kelompok
Pemuda
Significant
Influence (4)
Tokoh
Masyarakat DISPOPAR
Very Influence
(5)
Kelompok
Seni
Kelompok
Perajin
Sumber: Hasil Olahan Data, 2013
Klasifikasi
DTW Aktual Potensial
Alam Bentang alam perbukitan
Pertanian dan Perkebunan
Budaya
Seni Wayang Golek Tari Jaipongan
Seni Lukis Seni Musik Tradisional
(Calung, Reog Dogdog,
Kacapi Suling)
Seni Pencak Silat
Sisingaan,
Gajahdepok
Jampana (arak – arakan
17an)
114
Sumber: Hasil Olahan Peneliti, 2013
1. Profil Daya Tarik Wisata Aktual
Profil daya tarik wisata aktual menggambarkan beberapa daya tarik wisata
yang menjadi ciri khas utama daerah Kelurahan Jelekong. Pengelolaan daya
tarik tersebut masih dalam tahap awal perencanaan, namun sudah cukup
sering dikunjungi wisatawan. Daya tarik wisata aktual dibagi ke dalam daya
tarik budaya, dan daya tarik buatan.
a. Daya Tarik Budaya
Berdasarkan hasil observasi, terdapat 2 kebudayaan yang menjadi daya
tarik wisata aktual di Kelurahan Jelekong.
1) Wayang Golek
Klasifikasi
DTW Aktual Potensial
Buatan
Industri Makanan Ringan
Tradisional (Keripik Talas,
Kentang dan lain – lain)
Aktivitas
Menonton pertunjukan
Wayang Golek
Menonton dan mempelajari
Seni Musik Tradisional
(Calung, Reog Dog – Dog,
Kacapi Suling)
Melihat proses pembuatan
lukisan
Menonton dan mempelajari
Seni Pencak Silat
Study tour Menonton dan mempelajari
Sisingaan,
Penelitian Menonton dan mempelajari
Gajahdepok
Mengikuti arak – arak n
Jampana
Fotografi
Menikmati pemandangan
Trekking
115
Gambar 16. Tokoh Dalam Drama Wayang Golek Dan
Pertunjukan Wayang Golek
Sumber : Hasil Observasi, 2013
Wayang Golek adalah suatu seni pertunjukan wayang yang
terbuat dari boneka kayu, yang terutama sangat populer di
wilayah Tanah Pasundan. Wayang adalah bentuk teater rakyat
yang sangat popular. (Wikipedia.com, diakses: 15 September
2013) Orang sering menghubungkan kata “wayang” dengan
”bayang”, karena dilihat dari pertunjukan wayang kulit yang
memakai layar, dimana muncul bayangan-bayangan.
Wayang golek saat ini lebih dominan sebagai seni pertunjukan
rakyat, yang memiliki fungsi yang relevan dengan kebutuhan-
kebutuhan masyarakat lingkungannya, baik kebutuhan spiritual
maupun material. Hal demikian dapat kita lihat dari beberapa
kegiatan di masyarakat misalnya ketika ada perayaan, baik
hajatan (pesta kenduri) dalam rangka khitanan, pernikahan dan
lain-lain adakalanya diriingi dengan pertunjukan wayang golek.
116
Kelurahan Jelekong sendiri merupakan tempat tinggal Abeng
Sunarya alm. dan keluarga. Abeng Sunarya menurunkan seni
budaya wayng golek kepada anak cucu nya yang jual tinggal di
Kelurahan Jelekong. saat ini Kelurahan Jelekong merupakan
pusat seni budaya Wayang Golek mulai dari perajin wayang
hingga dalang ada di disini. Saat ini lakon yang popular
dibawakan saat pertunjukan adalah wayang golek purwa.
Seni wayang golek ini pada umumnya diturunkan melalui garis
keluarga A. Sunarya, sehingga Kelurahan Jelekong terkenal
dengan Dinasti Sunarya. Walaupun cukup banyak juga generasi
penerus diluar keluarga, namun yang sangat terpandang adalah
Dinasti Sunarya.
2) Seni Lukis
Lukisan Jelekong memiliki karakteristik berupa pemandangan
alam seperti hamparan sawah yang menguning, hutan yang
rimbun, telaga dengan air terjunnya, perkampungan dengan
sungai yang mengalir, pegunungan yang indah dan terkesan
sejuk. Menurut Almarhum Sanento Yuliman lukisan dengan
tema-tema seperti ini disebut lukisan jalanan atau seni rupa bawah
(Balai Kajian Sejarah, dalam Dewi dkk.).
Seni rupa bawah adalah seni rupa yang produksinya,
distribusinya, dan konsumsinya berlangsung di lapisan sosial
bawah dan menengah di kota besar, terutama di kota kecil dan di
desa, meskipun terdapat produk yang penyebarannya agak luas,
117
bahkan mencapai lapisan atas dan menengah di kota besar, atau
diekspor. Seni rupa bawah berhubungan dengan ekonomi lemah
dan berhubungan dengan teknologi rendah. Peralatan pada
umumnya dibuat sendiri, atau buatan lokal.
Gambar 15. Perajin Lukis Dan Spanram
Sumber: Hasil Observasi, 2013
Berdasarkan hal di atas saat ini kenyataannya banyak dari pelukis
Jelekong yang menafkahi keluarganya dengan membuat lukisan
pesanan kalangan atas, yakni cat juga buatan yang terbaik seperti
merk Rembrant, kanvas jenis yang terbaik, dan secara teknis
melukis tingkatan kemampuan pelukisnya juga lebih baik.
Sejarah seni lukis dimulai oleh Bapak Wawan yang menuri
sebuah lukisan dari Jakarta pada tahun 1965, karena cukup
118
menghasilkan, kemudian Bapak Odin yang merupakan saudara
ipar Bapak Wawan mengikuti jejaknya untuk melukis pada tahun
1972.
Saat ini, seni lukis di Kelurahan Jelekong pada umumnya
merupakan kerajinan, karena produksi lukisan disini berorientasi
kepada kuantitas dan hasil ekonomi (seni untuk ekonomi). Hanya
10 % pelukis disini yang merupakan seniman murni yang
menghasilkan seni yang khas dan proses melukisnya pun
tergolong lebih lama dibandingkan dengan perajin lukis (seni
untuk seni).
b. Aktivitas
Aktivitas utama yang dapat dilakukan adalah aktivitas yang berkaitan
dengan seni wayang golek dan lukis. Mulai dari melihat proses
pembuatan wayang golek, dari mulai pemahatan dan pelukisan wayang.
Lalu melihat pertunjukan wayang golek sampai belajar mengenai
sejarah dan cara memainkan wayang golek.
Selain itu aktivitas utama lain yaitu melihat proses kerajinan lukisan
yang tersebar di kelurahan jelekong. perajin lukisan di kelurahan saat
ini -/+ 600 perajin. Perajin ini tersebar di 7 RW dari total 15 RW. Perajin
lukis akan melukis dirumahnya masing – masing, jadi kegiatan melihat
proses kerajinan ini dapat dilakukan dengan berjalan – jalan di sekitar
Kelurahan Jelekong. dari mulai proses pembuatan kanvas, spanram
hingga lukisan semua tersebar di Kelurahan Jelekong. saat siang hari
119
para perajin akan menjemur lukisan – lukisan hasil kerajinan mereka.
Wisatawan juga dapat berinteraksi langsung dengan para perajin,
bahkan wisatawan juga dapat belajar melukis. Selain proses pembuatan
lukisan, wisatwan juga dapat membeli langsung lukisan – lukisan yang
di pamerkan di beberapa galeri.
2. Profil Daya Tarik Wisata Potensial
Profil daya tarik wisata potensial menggambarkan beragam potensi yang
dimiliki Kelurahan Jelekong untuk pengembangan pariwisata.
b. Daya Tarik Alam
1) Agrowisata
Bentang alam pedesaan dan perbukitan di Kampung Margaluyu/
RW 14, Kampung Gugungan/ RW 5, Kampung Batu Gajah/ RW
4 dan RW 3, memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi
agrowisata, dimana agrowisata adalah kegiatan pariwisata yang
daya tariknya adalah kegiatan agrikultur/ pertanian, peternakan
dan lain – lain.
“The agriculture of an area may be of interest to visitors. The type
of farming conducted— livestock, poultry, dairy, crops,
vineyards and wine production, fresh fruits and vegetables— i s
an interesting aspect of the culture.” (Goeldner & Ritchie, 2009:
284).
Pertanian adalah salah satu daya tarik wisata, di Kelurahan
Jelekong seluas 350 ha adalah kawasan pertanian dan
120
perkebunan. Dengan 219 kk yang berprofesi sebagai petani dan
324 kk yang berprofesi sebagai peternak.
c. Daya Tarik Budaya
1) Tari Jaipongan
Tari ini diciptakan oleh seorang seniman asal Bandung, Gugum
Gumbira, sekitar tahun 1960 – an, dengan tujuan untuk
menciptakan suatu jenis musik dan tarian pergaulan yang digali
dari kekayaan seni tradisi rakyat Nusantara, khususnya Jawa
Barat. (Wikipedia.com diases: 18 September 2013) Meskipun
termasuk seni tari kreasi yang relatif baru, jaipongan
dikembangkan berdasarkan kesenian rakyat yang sudah
berkembang sebelumnya, seperti Ketuk Tilu, Kliningan,
serta Ronggeng. Perhatian Gumbira pada kesenian rakyat yang
salah satunya adalah Ketuk Tilu menjadikannya mengetahui dan
mengenal betul perbendaharan pola – pola gerak tari tradisi yang
ada pada Kliningan/Bajidoran atau Ketuk Tilu.
2) Calung
Calung merupakan alat musik tradisional Jawa Barat yang terdiri
dari deretan tabung bambu yang disusun berurutan dengan tangga
nada pentatonik dan dimainkan dengan cara memukul bagian
bilah atau tabungnya. (www.kebudayaanindonesia.net, diakses:
19 September 2013). Bambu yang dipakai untuk membuat alat
musik calung berasal dari jenis Jenis bambu untuk pembuatan
121
calung kebanyakan dari awi wulung (bambu hitam)
(Gigantochloa Atroviolacea Widjaja), namun ada pula yang
dibuat dari awi temen (bambu yang berwarna putih)
(Gigantochloa Atter Hassk Kurz).
Ada dua jenis calung yang terdapat di Jawa Barat, yakni Calung
Rantay dan Calung Jinjing.
Calung rantay bilah tabungnya dideretkan dengan tali kulit waru
(lulub) dari yang terbesar sampai yang terkecil, jumlahnya 7
wilahan (7 ruas bambu) atau lebih. Komposisi alatnya ada yang
satu deretan dan ada juga yang dua deretan (calung indung dan
calung anak/calung rincik). Cara memainkan calung rantay
dipukul dengan dua tangan sambil duduk bersilah, biasanya
calung tersebut diikat di pohon atau bilik rumah (calung rantay
Banjaran – Bandung), ada juga yang dibuat ancak "dudukan"
khusus dari bambu/kayu, misalnya calung tarawangsa di
Cibalong dan Cipatujah, Tasikmalaya, calung rantay di Banjaran
dan Kanekes/Baduy.
Calung rantay disebut juga calung renteng, calung gambang atau
calung runtuy. Beberapa ahli mengklasifikasikan bahwa calung
rantay dan calung gambang berbeda jenis, sebab di beberapa
daerah calung gambang memiliki dudukan yang paten, kurang
lebih berbentuk seperti xylophon atau kolintang di Minahasa.
122
Untuk memainkan calug rantay biasanya dipukul menggunakan
dua buah alat pemukul sambil duduk bersila. Calung rantay terdiri
dari bilah bambu yang diikat dan disusun berderet dengan urutan
bambu yang terkecil sampai yang paling besar, selanjutnya tali
pengikatnya direntangkan pada dua batang bambu yang
melengkung. Jumlahnya tujuh bilah atau lebih.
Komposisinya ada yang berbentuk satu deretan dan ada juga yang
berbentung dua deretan, yang besar disebut calung indung
(calung induk) dan yang kecil disebut calung rincik (calung
anak).
Kelengkapan calung dalam perkembangannya dewasa ini ada
yang hanya menggunakan calung kingking satu buah, panempas
dua buah dan calung gonggong satu buah, tanpa menggunakan
calung jongjrong Cara memainkannya dipukul dengan tangan
kanan memakai pemukul, dan tangan kiri menjinjing/memegang
alat musik tersebut. Sedangkan teknik menabuhnya antar lain
dimelodi, dikeleter, dikemprang, dikempyung, diraeh, dirincik,
dirangkep (diracek), salancar, kotrek dan solorok.
Calung jinjing berbentuk tabung – tabung bambu yang
digabungkan oleh paniir (sebilah bambu kecil). Berbeda dengan
calung rantay, calung jinjing dimainkan dengan cara dipukul
sembari dijinjing. Calung jinjing berasal dari bentuk dasar calung
rantay dibagi menjadi empat bagian bentuk wadrita (alat) yang
123
terpisah, yakni calung kingking, calung panepas, calung
jongrong, dan calung gonggong. Keempat buah alat ini dimainkan
oleh empat pemain dan masing – masing memegang calung
dalam fungsi berbeda.
Calung Kingking memiliki 15 bilah bambu dengan urutan nada
tertinggi, Calung Panepas memiliki lima bilah bambu yang
dimulai dari nada terendah calung kingking, Calung Jongrong
sama dengan calung panepas, hanya saja urutan nadanya dimulai
dari nada terendah calung panepas, Calung Gonggong hanya
memiliki dua bilah bambu dengan nada terendah.
Fungsi calung saat ini adalah menjadi pengiring sebuah seni
pertunjukan yang bernama calungan. Perpaduan dalam
mengkomposisikan tabuhan gending, lagu, guyonan (lawakan)
menjadi sebuah garapan musik rakyat yang sangat digemari di
seluruh lapisan masyarakat, khususnya di Jawa Barat. Calung
yang hidup dan dikenal masyarakat sekarang adalah calung dalam
bentuk penyajian seni pertunjukan, dengan mempergunakan
waditra yang disebut calung jingjing.
Perkembangan kesenian calung begitu pesat di Jawa Barat,
hingga ada penambahan beberapa alat musik dalam calung,
misalnya kosrek, kacapi, piul (biola) dan bahkan ada yang
melengkapi dengan keyboard dan gitar. Unsur vokal menjadi
124
sangat dominan, sehingga banyak bermunculan vokalis calung
terkenal, seperti Adang Cengos, dan Hendarso.
Di Kelurahan Jelekong sendiri, calung mulai sering dipadukan
dengan kecapi (Pilung), calung rock, dan calung dangdut koplo.
Saat ini calung di Kelurahan Jelekong dimaknai sebagai sarana
hiburan dalam acara syukuran, peringatan hari kemerdekaan
Indonesia dan pada acara penyambutan tamu atau pun seminar.
Kelompok calung pada tahun 1984 di Kelurahan Jelekong adalah
Giri mukti yang kemudian pada tahun 1990 berubah menjadi 3
kelompok yaitu Simpay Daya Mustika, Kasmaran dan Celemes.
Dan pada tahun 2013 mulai bergerak kembali, salah satunya
adalah perkumpulan Tunas Honje.
3) Reog Dogdog
Kesenian reog menggunakan dogdog (gendang) yang ditabuh,
diiringi oleh gerak tari yang lucu dan lawak oleh para pemainnya.
Biasanya disampaikan dengan pesan – pesan sosial dan
keagamaan. (Wikipedia.org diakses: 22 September) Kesenian
reog dimainkan oleh empat orang, yaitu seorang dalang yang
mengendalikan permainan, wakilnya dan ditambah oleh dua
orang lagi sebagai pembantu. Dalang memainkan dogdog
berukuran 20 cm yang disebut dogdog Tilingtingtit. Wakilnya
memegang dogdog yang berukuran 25 cm yang disebut
Panempas, pemain ketiga menggunakan dogdog ukuran 30 – 35
125
cm yang disebut Bangbrang dan pemain keempat memegang
dogdog ukuran 45 cm yang disebut Badublag. Lama
permainannya berkisar antara satu sampai satu setengah jam.
Untuk lagu – lagunya ada pula penabuh waditra dengan
perlengkapan misalnya dua buah saron, gendang, rebab, goong,
gambang dan lain – lain yang berfungsi sebagai pengiring lagu –
lagunya sebagai selingan atau pelengkap. Reog yang sekarang
memang beda dengan reog zaman dahulu, perkembangannya
terlihat dari jumlah personel dan alat musik yang dipakai. Alat
musik yang di pakai pada Reog/ Dogdog/ Ogel dari Dalang,
Wakil, Beungbreung, Gudubrag, dan Kecrek (markis), alat musik
pengiring Reog biasanya kendang, goong, torompet dan kacapi.
Alat musik modern sperti keyboard dan gitar juga mulai dipakai
untuk mengiringi Reog, hal ini juga muncul dari perkembangan
Reog yang menyesuaikan dengan perkembangan zaman.
Seni reog ini disenangi oleh masyarakat terutama masyarakat di
pedesaan dan sebagian kecil masyarakat perkotaan karena
mengandung unsur hiburan dan daya tarik irama gendang.
Reog/ dogdog di Kelurahan Jelekong saat ini pada umumnya di
geluti para kamu ibu. Yang pemaknaannya berupa sarana hiburan
masyarakat, yang dipadukan dengan humor. Reog/ dogdog sering
ditampilkan pada saat peringatan hari kemerdekaan Indonesia dan
beberapa hari besar nasional lainnya.
126
4) Kacapi Suling
Kecapapian merupakan bentuk kesenian yang menggunakan
kecapi sebagaiwaditra utama. Kecapi suling yang berkembang
menjadi Kecapi tembang dan Kecapi Kawih.
(sekarenggal.weebly.com, diakses: 19 September, 2013).
Kecapi suling merupakan bentuk kesenian yang memadukan
waditra suling. Fungsi kecapi dan suling pada kesenian ini adalah
sebagai pengiring lagu – lagu berbentuk tembang dan kawih.
Seni kecapi suling yang mengiringi tembang dikenal dengan
Tembang Sunda. Pada kesenian ini, terdapat dua buah kecapi
sebagai pengiring, yaitu kecapi indung dan kecapi rincik.
Biasanya kecapi indung disebut juga kecapi perahu sebab
bentuknya seperti perahu. Kadang – kadang disebut juga kecapi
gelung karena pada kedua ujungnya berbentuk gelung wayang
(mahkota). Jumlah kecapi indung ada 18 yang terbuat dari bahan
kuningan. Sedangkan suling yang dipergunakan dalam tembang
sundaadalah suling berlubang enam yang dapat berfungsi
menghasilkan beberapa laras, seperti pelog, madenda (sorog), dan
salendro. Khusus untuk tembang yang berlaras salendro biasanya
rebab digunakan untuk menggantikan fungsi suling.
Pemain kecapi suling pada tembang sunda terdiri atas seorang
pemain kecapi indung, seorang pemain kecapi rincik, seorang
peniup suling, dan juru mamaos baik wanita maupun pria. Lagu
127
– lagu atau tembang yang dibawakan dalam tembang sundaterdiri
atas empat golongan lagu, yaitu Rarancagan, Papantunan,
dedegungan, dan Jejemplangan. Keempat golongan lagu itu
termasuk kedalam sekar irama merdika yaitu lagu yang tidak
terikat birama. Untuk melangkapi penyajian tembang irama
merdika tersebut, biasanya disajikan penambih (lagu tambahan)
berupa kawih. Kawih yang disajikan sebagai penambih ini
berbentuk sekar tandak, yaitu lagu yang terikat birama, sehingga
iringannya terdengar beraturan.
Para pemain kecapi seling tembang sunda berpakaian taqwa
dengan warna seragam, memakai bendo, dan berkain panjang.
Sedangkan juru mamaos wanita mengenakan kebaya dengan
sanggul dan hiasan lainnya.
Di Kelurahan Jelekong Seni Kecapi Suling juga kerap di
gabungkan dengan Seni Calung, yang di populerkan Sanggat
Tunas Cihonje.
5) Seni Pencak Silat
Di Jawa Barat, di samping dikenal adanya pencak sebagai bela
diri, yang disebut dengan ‘buah’ atau ‘eusi’ (isi), dikenal pula
pencak silat ‘kembang’ (bunga) atau ‘ibing penca’ (tari pencak).
Begitu eratnya hubungan batin masyarakat Jawa Barat dengan
seni pencak silat (kembang), hingga banyak anggota masyarakat
Jawa Barat yang menghubungkan kata pencak tidak dengan bela
128
diri, akan tetapi dengan Ibing Penca. (silatindonesia.com diakses:
25 September 2013)
Istilah Ibing Penca memang berasal dari Jawa Barat. Secara
harfiah Ibing Penca dapatditerjemahkan menjadi Tari Pencak.
Tapi para tokoh pencak silat di Jawa Barat kurang setuju jika
ibing penca disebut tari pencak, karena kata ‘tari’ cenderung lebih
menitikberatkan pada unsur tarinya, yaitu suatu seni yang
menampilkan keindahan gerak meskipun gerakannya diambil
dari unsur – unsur pencak silat. Sedangkan ‘ibing penca’ lebih
menitikberatkan pada unsur pencak silat, yaitu gerak yang
memiliki fungsi serang bela diri, walaupun tidak dapat disangkal
di dalamnya juga mengandung unsur – unsur keindahan.
Ada sebagian orang berpendapat bahwa Ibing Penca adalah
bagian dari pencak silat dan bisa digunakan sebagai bela diri,
namun ada juga yang berpendapat bahwa Ibing Penca bukanlah
pencak silat, melainkan hanya sebatas seni tari dalam bentuk
gerakan pencak silat dan tidak bisa digunakan untuk membela diri
meskipun dilatih dengan serius dan tekun. Di sisi lain ada juga
yang berpendapat bahwa belajar Ibing Penca jika mengerti
aplikasi dari setiapgerakan akan bisa dijadikan alat membela diri,
sebab Ibing Penca merupakan gabungan rangkaian gerak
membela diri hanya saja di iringi musik (jika dipertontonkan),
namun dalam praktik latihan sehari – harinya tidak.
129
Di Kelurahan Jelekong sendiri, terdapat 3 perguruan pencak silat,
yaitu Panglipur, Gajah Putih dan sebagian kecil Pager Kancana.
a) Pencak Silat Panglipur didirikan oleh Abah Aleh pada
tahun 1909 di Gg.Durman dekat pasar baru Bandung,
Beliau dilahirkan di Banten pada tahun 1856 dan wafat di
Garut tahun 1980.
Pemberian nama Panglipur diberikan oleh Bupati Bandung
yang bernama Wiranatakusumah, alkisah manakala disaat
menderita sakit Beliau ingin dihibur oleh kesenian silat
yang dipimpin oleh Abah Aleh dan tembang Cianjuran
yang dipimpin Bapak Hamim. Konon kisah tersebut
berlanjut dan Beliau sembuh dari sakitnya, sehingga Beliau
berkenan menganugrahkan penghargaan dengan
memberikan nama kepada pencak silat Abah Aleh yaitu
Panglipur Galih (Penghibur Hati) dan kepada grup tembang
Cianjuran Bapak Hamim diberikan nama Panglipur
(Penghibur). Namun setelah kedua tokoh tersebut
berembug maka mereka setuju untuk tukar nama, sehingga
Pencak Silat Abah Aleh diberi nama “Himpunan Pencak
Silat Panglipur” dan tembang Cianjuran Bapak Hamim
diberi nama “Panglipur Galih”.
Abah Aleh sangat piawai dan mumpuni dalam ilmu
silatnya, sehingga Beliau mampu memadukan gaya
130
berbagai aliran yang di dapatnya dari berbagai tokoh silat
terkemuka yang merupakan guru dari Beliau. Mereka
diantaranya Raden Agus yang mengajarkan aliran Cimande
Kampung Baru, Haji Bajuri yang mengajarkan Tepak Dua
Cimande dan Sipecut, Gan UU mengajarkan rangkaian
Jalan Cikalong, Rd. Enggah Ahmad mengajarkan rangkaian
gerak Jalan Muka, Rd. Kosasih mengajarkan Ulin
Sabandar, Jurus Si Pitung dan lima rangkaian Jurus Alip
Bandul, Rd. Husen Nataningrat mengajarkan permainan
Bojong Herang, serta banyak lagi tokoh silat lainnya yang
membimbing Beliau dalam menuntut ilmu silat.
Aliran yang dianut Panglipur adalah:
(1) Aliran Cimande
(2) Aliran Cikalong
(3) Aliran Sabandar
(4) Aliran Kari dan Madi
(5) Aliran Sera
b) Gajah Putih
Pencak silat gajah putih adalah seni bela diri yang memiliki
karakter gerakan tangan yang dekat dengan badan, serangan
sikut yang kuat, serangan menangkap tangan atau sikut, dan
teknik kunciannya. Senjata yang biasa digunakan adalah
golok yang dipegang pada saat melakukan serangan sikut.
Gajah putih berasal dari Garut.
131
Gajah putih terbagi dua yaitu gajah putih jari mega paksi
(1959 oleh Bapak H. Djaenudin) dan gajah putih mega
paksi (1991 oleh Bapak A. Wajihadin).
6) Sisingaan (Singadepok)
Sisingaan atau Gotong Singa (sebutan lainnya Singadepok)
merupakan salah satu jenis seni pertunjukan rakyat Jawa Barat,
khas Subang (di samping seni lainnya seperti Bajidoran dan
Genjring Bonyok) berupa keterampilan memainkan tandu berisi
boneka singa (Sunda: sisingaan, singa tiruan) berpenunggang.
(Wikipedia.org diakses: 5 Oktober 2013)
Sisingaan adalah suatu jenis kesenian tradisional atau seni
pertunjukan rakyat yang dilakukan dengan arak-arakan dalam
bentuk helaran. Pertunjukannya biasa ditampilkan pada acara
khitanan atau acara-acara khusus seperti; menyambut tamu,
hiburan peresmian, kegiatan HUT Kemerdekaan RI dan kegiatan
hari-hari besar lainnya.
Didalam seni sisingaan terdapat unsur-unsur seperti; seni tari,
olah raga (Pencak Silat dan Jaipongan), seni karawitan, seni sastra
dan seni busana. Semua unsur tersebut berpadu dan bersinerji
membentuk suatu tari dan lagu dan acapkali ditambah dengan
gerak akrobat yang membentuk formasi seperti standen.
Peralatan yang digunakan dalam setiap pertunjukan terdiri dari;
usungan sisingaan, terompet, ketuk, kempul, goong dan kecrek.
Busana pemainnya menggunakan pakaian adat sunda seperti;
132
celana kampret, ikat kepala, ikat pinggang, baju taqwa dan
menggunakan sepatu kelenci dan penunggang sisingaannya
biasanya anak sunat yang menggunakan pakaian sunatan.
Secara etimologis, sisingaan berasal dari kata ¿singa¿ yaitu suatu
bentuk usungan yang mirip badan singa. Mengapa harus bentuk
singa? Konon khabarnya bahwa hewan singa melambangkan
keperkasaan, keberanian dan kekuatan.
Sisingaan adalah suatu kesenian khas masyarakat Sunda (Jawa
Barat) yang menampilkan 2-4 boneka singa yang diusung oleh
para pemainnya sambil menari. Di atas boneka singa yang
diusung itu biasanya duduk seorang anak yang akan dikhitan atau
seorang tokoh masyarakat. Ada beberapa versi tentang asal-usul
kesenian yang tumbuh dan berkembang di kalangan masyarakat
Jawa Barat ini. Versi pertama mengatakan bahwa sisingaan
muncul sekitar tahun 70-an. Waktu itu di anjungan Jawa Barat di
TMII ditampilkan kesenian gotong singa atau sisingaan yang
bentuknya masih sederhana. Dan, dari penampilan di anjungan
Jawa Barat itulah kemudian kesenian sisingaan menjadi dikenal
oleh masyarakat hingga saat ini.
Dalam perkembangan selanjutnya, kesenian sisingaan bukan
hanya menyebar ke daerah – daerah lain di Kabupaten Subang,
melainkan juga ke kabupaten – kabupaten lain di Jawa Barat,
seperti Kabupaten Bandung, Purwakarta dan Sumedang. Selain
menyebar ke beberapa daerah, kesenian ini juga mengalami
133
perkembangan, baik dalam bentuk penyempurnaan boneka singa,
penataan tari, kostum pemain, maupun waditra dan lagu-lagu
yang dimainkan.
Ada beberapa makna yang terkandung dalam seni pertunjukan
Sisingaan, diantaranya:
Makna sosial, masyarakat Subang percaya bahwa jiwa kesenian
rakyat sangat berperan dalam diri mereka, seperti egalitarian,
spontanitas, dan rasa memiliki dari setiap jenis seni rakyat yang
muncul.
Makna teatrikal, dilihat dari penampilannya Sisingaan dewasa ini
tak diragukan lagi sangat teatrikal, apalagi setelah ditmabhakn
berbagai variasi, seperti jajangkungan dan lain-lain.
Makna komersial, karena Sisingaan mampu meningkatkan
kesejahteraan mereka, maka antusiasme munculnya sejumlah
puluhan bahkan ratusan kelompok Sisingaan dari berbagai desa
untuk ikut festival, menunjukan peluang ini, karena si pemenang
akan mendapatkan peluang bisnis yang menggiurkan, sama
halnya seperti seni bajidoran.
Makna universal, dalam setiap etnik dan bangsa seringkali
dipunyai pemujaan terhadap binatang Singa (terutama Eropa dan
Afrika), meskipun di Jawa Barat tidak terdapat habitat binatang
Singa, namun dengan konsep kerkayatan, dapat saja Singa
muncul bukan dihabitatnya, dan diterima sebagai miliknya,
terbukti pada Sisingaan.
134
Makna Spiritual, dipercaya oleh masyarakat lingkungannya untuk
keselamatan/ (salametan) atau syukuran.
Namun untuk di Kelurahan Jelekong kesenian ini lebih dimaknai
sebagai hiburan rakyat yang sering ditampilkan pada hari besar
nasional dan syukuran.
7) Gajahdepok
Pada prinsipnya deskripsi Kesenian Gajahdepok hampir sama
dengan kesenian Singadepok. Kesenian ini memodifikasi
Singadepok yang menggunakan Singa sebagai ciri khasnya.
Gajahdepok mengganti singa dengan gajah.
Gajahdepok diciptakan oleh masyarakat Kampung Batu Gajah/
RW 14 pada tahun 2008. Di kampung tersebut terdapat batu besar
yang berbetuk menyerupai gajah. Masyarakat kampong Batu
Gajah, terinspirasi dari batu tersebut.
Gajahdepok dipopulerkan oleh Sanggar Putra Pusaka Sunda.
8) Jampana (arak – arakan 17an)
Jampana, yaitu semacam rumah-rumahan dari bambu, yang
dihiasi dengan hasil bumi seperti kacang panjang, padi, ketupat,
nasi tumpeng, dan bermacam-macam kue tradisional.
(sosbud.kompasiana.com diakses: 17 Septembet 2013) Jampana
dari tiap RW biasanya berbeda – beda isinya. Ada yang berisi
kue-kue, nasi tumpeng, sayuran, buah-buahan dan sebagainya.
Setelah upacara bendera berakhir, masyarakat ramai-ramai
menyerbu Jampana untuk mengambil makanan yang ada.
135
Sebelumnya Jampana tersebut dinilai oleh Panitia untuk
memperoleh gelar ‘Jampana terbaik tahun ini’.
Jampana (bangunan menyerupai rumah-rumahan adat
didalamnya tersimpan aneka macam makanan) untuk di gotong
keesokan harinya, dan yang paling menarik dari Jampana itu
adalah apabila Upacara usai maka warga saling berebut isinya
untuk dimakan. Jampana adalah sebuah bangunan kecil terbuat
dari bambu yang dibentuk sedemikian rupa, dan biasanya
digunaan untuk memuat hasil bumi, sebagai lambang
keberhasilan pembangunan di daerah tersebut.
Di Kelurahan Jelekong, jampana dibuat dan diarak pada saat hari
kemerdekaan Indonesia yaitu 17 Agustus. Pada saat acara arak –
arakan tersebut setiap RW akan membuat jampana nya sendiri
dan akan dihias semenarik mungkin. Saat acara ini ditampilkan
juga beberapa kesenian lainnya, seperti Lengser, Tari Jaipong,
Pencak Silat, Reog/ Dogdog, Singadepok, Gajahdepok dan lain –
lain.
d. Daya Tarik Buatan
2) Industri Makanan Tradisional
Industri makanan keripik talas, keripik kentang dan lain – lain
dapat menjadi daya tarik karena cara pembuatanya yang masih
sangat tradisional dan berbasis rumahan.
136
Wisatawan dapat melihat mulai dari proses pembuatan
pengepakan dan menyantapnya dengan ditemani makanan khas
Sunda contohnya nasi timbel atau lotek.
e. Aktivitas
Menonton pertunjukan seni musik tradisional, menonton seni
pencak silat, menonton sisingaan (singadepok), menonton gajahdepok,
jampana (arak – arakan 17an), fotografi, menikmati pemandangan dan
trekking di daerah Kampung Margaluyu/ RW 14, Kampung
Gugunungan/ RW 5 dan Kampung Batu Gajah/ RW 4.
3. Amenitas
Berikut ini adalah data mengenai sarana dan prasarana yang terdapat di
Kelurahan Jelekong yang dibagi ke dalam sarana pariwisata dan prasarana
pariwisata.
a. Sarana Pariwisata
Berikut ini adalah beberapa sarana pariwisata yang terdapat di
Kelurahan Jelekong.
1) Homestay
Kelurahan Jelekong memiliki 3 homestay dengan total kamar
sebanyak 12 kamar dengan harga sewa Rp 200.000, - per hari per
kamar. Semua letak homestay di RW 1, 5 kamar di Rumah Pak
Barnas, 7 Kamar di Rumah Pak Iden dan 2 kamar di rumah Mak
Neneng.
Homestay di Kelurahan Jelekong berkonsep seperti kost – kostan.
Harga ratenya dapat dikatakan cukup tinggi.
137
2) Rumah Makan
Kelurahan Jelekong memiliki 9 rumah makan. Dengan variasi
menu berupa makan khas Sunda, seperti nasi timbel, gepuk,
leunca, lotek dan lain – lain. Ada pula beberpa kios baso. Untuk
kebersihan dan kenyamanan dapat dikatakan cukup. Lokasinya
pun tersebar di seluruh Kelurahan.
Variasi kualitas dan harga di mulai dari Rumah Makan Ayam
Goreng Jelekong dengan harga sekitar Rp 15.000 – 25.000, ada
pula warung nasi Si Cepot dengan kisaran harga Rp 7.000 –
20.000.
b. Prasarana
Di bawah ini adalah sarana penunjang (prasarana) yang terdapat di
Kelurahan Jelekong.
1) Prasarana Kesehatan
Tabel 14.
Jumlah dan Sebaran Sarana Kesehatan di Kelurahan Jelekong
Rumah
Sakit Puskesmas
Balai
Pengobatan Posyandu Apotek
Toko
Obat
- 1 1 15 - -
Sumber: Hasil Olahan Data, 2013
Dari tabel diatas menunjukan bahwa Kelurahan Jelekong
memiliki satu unit puskesmas, satu unit balai pengobatan dan 15
unit posyandu. Sedangkan di Rumah Sakit berada di Baleendah
yang berjarak 5, 7 km yang dapat ditempuh -/+ 10 menit dari
Kelurahan Jelekong. Dapat dikatakan bahwa Kelurahan Jelekong
138
memiliki sarana kesehatan yang cukup memadai untuk
masyarakat dan wisatawan.
2) Prasarana Air Bersih
Sebagai salah satu kebutuhan manusia yang paling mendasar,
pemenuhan kebutuhan air bersih harus dapat menunjang
peningkatan kesejahteraan dan kesehatan masyarakat kota. Hal
ini berarti pengadaan sistem penyediaan air bersih yang
memenuhi standar, baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya.
Dari segi kuantitas, suatu sumber air bersih/ air minum hendaknya
tersedia sepanjang tahun dengan fluktuasi debit air yang relatif
konstan pada setiap musimnya. Sedangkan dari segi kualitas, air
tersebut haruslah memenuhi persyaratan fisik, kimia dan
bakteorologi agar tidak mengganggu kesehatan manusia.
Tabel 15.
Pegguna Air Bersih
No Jenis Sumber
Air
Jumlah
Pegguna
1. Sumur Bor
(Pompa)
1.518
2. Sumur Galian 2.018
3. Mata Air 1.020
Sumber: Profil Kelurahan Jelekong, 2012
Kelurahan Jelekong memiliki 5.265 KK yang menggunakan air
bersih. Tabel di atas menunjukan bahwa Kelurahan Jelekong
didominasi pengguna sumur galian untuk memenuhi kebutuhan
air bersih yang mencapai 2.018 pengguna.
139
Kelurahan Jelekong juga memiliki mata air yang dikelola secara
swadaya masyarakat dengan menggunakan sistem bak tamping
per RT dan pipa yang sederhana. Namun saat musim kemarau air
bersih cukup sulit ditemukan, sehingga kegiatan pertanian cukup
terganggu.
Kualitas air Kelurahan Jelekong dapat dikatakan cukup karena di
beberapa wilayah ditemukan air yang berwarna kuning.
3) Drainase dan Sanitasi
Untuk pengolahan air limbah, sebagian besar penduduk
Kecamatan Pasirwangi telah memiliki WC sendiri dengan jumlah
pemilik WC 3.168 KK dan 1.923 pengguna MCK umum dengan
sub sistem berupa tanki septik, sedangkan sebagian kecil masih
mengalirkan limbah rumah tangganya kesaluran drainase di
depan rumah dan ke tempat – tempat terbuka lainnya seperti
sawah, sungai dan kolam.
Untuk saluran drainase yang berada di jalan – jalan kecil (gang)
masih didominasi saluran berkonstruksi tanah/alami. Sedangkan
untuk jalan utama, ada sebagian drainase yang dibuat dari batu
kali. Hal ini diupayakan agar dapat menahan desakan tanah yang
ditimbulkan oleh tekanan kendaraan yang melalui jalan – jalan di
Kelurahan Jelekong.
Kondisi sebagian drainase buruk yaitu berada di RW 3, RW 4,
RW 2 drainase tidak mengalir dikarenakan banyaknya sampah
140
yang dibuang di drainase tersebut, saat musim hujan terkadang
akan membuat genangan dan juga bau tak sedap.
Dalam hal pengelolaan sampah, masyarakat pada umumnya
masih membakar atau ditimbun di pekarangan atau suatu tempat,
Sehinga hal ini berdampak terhadap lingkungan karena mengotori
lingkungan sekitar dan bisa menjadi sumber penyakit. Namun ada
juga sebagian yang menggunakan pelayanan dinas kebersihan
dengan rata – rata sebulan dua kali pengangkutan sampah.
Pelyanan dinas kebersihan belum menyeluruh disebabkan oleh
beberapa akses jalan yang sulit dilewati oleh mobil pengangkut,
jadi dinas kebersihan hanya mengangkut sampah warga yang
tinggal disekitar jalan utam Kelurahan Jelekong.
4) Telekomunikasi
Ketersediaan jaringan telepon dan telepon selular dapat dikatakan
baik. Untuk fasilitas jaringan internet, terdapat beberapa warung
internet, keterjangkauan jaringan internet modem juga sudah
baik.
5) Prasarana Listrik
Pelayanan listrik di Kelurahan Jelekong sebagian besar berjalan
cukup baik walaupun terkadang ada pemadaman, dimana pola
jaringan mengikuti pola jaringan jalan dan sumber aliran listrik
berasal dari Kecamatan Baleendah. Penerangan jalan juga belum
di bangun secara baik.
141
4. Aksesibilitas
Gambar 18. Aksesibilitas Menuju Kelurahan Jelekong
Sumber: Google Maps, 2013.
Indikator aksesibilitas menjadi salah satu faktor yang penting dimana
prasarana transportasi merupakan perangkat utama dalam menciptakan
kemudahan pencapain ke suatu wilayah, dengan biaya yang terjangkau
dan mempersingkat waktu perjalanan.
Aspek aksesibilitas sebagai pertimbangan kemudahan pencapaian
menuju kawasan yang didukung dengan jaringan jalan dan ketersediaan
moda transportasi.
Jaringan jalan mempuyai dua fungsi yaitu sebagai pelayanan terhadap
kebutuhan transportasi lokal dan pengembangan wilayah. Setiap fungsi
142
memiliki indikator – Indikator kinerja teknis tersendiri untuk
memperlihatkan tingkat pelayanannya terhadap suatu wilayah.
Indikator teknis pelayanan dibagi menjadi dua bagian yaitu aksesibilitas
dan mobilitas. Aksesibilitas sangat berkaitan dengan fungsi
pengembangan atau pemenuhan transportasi suatu wilayah, sedangkan
mobilitas sangat penting bagi jaringan jalan sebagai jalur utama dan
kapasitas suatu jaringan transportasi.
Di Kelurahan Jelekong, jaringan jalan berdasarkan fungsinya adalah
sebagai berikut:
Jalan lokal primer, seperti Jalan Raya Laswi dan Jalan Siliwangi. (Jalan
Dayeuh Kolot – Ciparay).
Jalan desa, sebagai jalan menuju berbagai kampung di Kelurahan
Jelekong yang menghubungkan kampung – kampung dengan jalan
lokal primer. Yaitu Jalan Jelekong, Jalan Cangkring, Jalan Margaluyu
– Patrol dan lain – lain.
Setiap jaringan jalan memiliki fungsinya masing-masing. Fungsi jalan
arteri adalah lebih mengutamakan mobilitas pergerakan, baik
pergerakan orang/km2 atau kendaraan/km2. Sedangkan fungsi jalan
kolektor dan lokal akan menghubungkan wilayah tersebut dengan
jaringan jalan arteri dan memberikan pelayanan aksesibilitas wilayah
dengan indikator km/km2. Sedangkan jaringan jalan berdasarkan status
terdiri dari jaringan jalan nasional, propinsi, dan kabupaten.
143
Untuk Kelurahan Jelekong, yang berfungsi sebagai jalan utama adalah
jalan lokal primer menghubungankan jalan desa.
Berdasarkan observasi, jalan utama ini memiliki kualitas yang baik,
karena minimnya jalan berlubang dan lebar jalan yang memadai untuk
dua mobil, walaupu tidak terdapat trotoar. Secara keseluruhan pola
pengembangan jalan ini lebih cenderung terhadap pola distribusi
mobilitias, karena Jalan Raya Laswi merupakan penghubung utama
wilayah Dayeuh Kolot dan Ciparay dan juga merupakan jalan utama
yang menghubungkan Kota Bandung dan Kabupaten Bandung.
Sistem pergerakan kendaraan yang terdapat di wilayah perencanaan
memiliki karakteristik bercampur, dimana kendaraan umum dan
kendaraan pribadi serta kendaraan ringan dan kendaraan pengangkut
saling bercampur menggunakan ruas jalan yang sama.
Pergerakan masyarakat Kelurahan Jelekong umumnya menuju pusat
kegiatan ekonomi seperti pasar, kegiatan pendidikan seperti sekolah
dan tempat bekerja.
Kondisi kelengkapan jalan cukup baik, namun Penerangan Jalan Umum
belum maksilmal.
Namun disekitar Sungai Cieunteung (Jalan Bojongsoang) pada saat
musim hujan kerap terjadi banjir yang dapat menghambat lalu lintas
masyarakat menuju dan ke Kelurahan Jelekong. kondisi ini
menyebabkan aktivitas perkekonomian masyarakat sekitar terganggu.
144
Untuk akses menuju Kelurahan Jelekong dari Kota Bandung (Terminal
Cicaheum) wisatawan dapat menggunakan kendaraan umum berupa
angkot jurusan Kalapa – Caheum, lalu turun di Tegalega, lalu naik
angkot jurusan Tegalega – Ciparay.
Kemacetan juga sering terjadi disekitar jalan akses menuju Kelurahan
Jelekong, terutama pada saat jam 07.00 WIB dan 17.00 WIB. Hal ini
disebabkan pada jam terebut merupakan rush hour (pergi dan pulang
bekerja). Selain itu, Kabupaten Bandung terdapat cukup banyak pabrik,
pada jam tersebut kegiatan masyarakat akan tersendat di ruas jalan
sekitar pabrik tersebut.
E. Analisis SWOT Daya Tarik Wisata Kelurahan Jelekong
Untuk melakukan analisis SWOT, terlebih dahulu akan dibuat matriks KAFI
dan KAFE untuk menentukan prioritas lingkungan internal dan eksternal. Berikut
tahapan kerja matriks KAFI dan KAFE:
1. Membuat daftar faktor – faktor utama aspek internal dan eksternal yang
mencangkup kekuatan dan kelemahan.
2. Menentukan bobot dari faktor – faktor tersebut, jumlah seluruh bobot harus
sebesar 1. Bobot adalah kemungkinan (probability) yang memberikan
dampak dari faktor strategis perencanaan terhadap keberhasilan perencanaan
pariwisata masa kini dan masa depan.
3. Nilai bobot yang ditentukan adalah:
0, 20 = kuat atau tinggi
0, 15 = di atas rata – rata
0, 10 = rata – rata
145
0, 05 = di bawah rata – rata
0, 00 = tidak terpengaruh
4. Memberi rating (nilai) 1 – 4. Rating adalah respon terhadap faktor – faktor
strategis internal dan external yang masing – masing faktor yang memiliki
nilai:
5. 1 = sangat lemah
2 = lemah
3 = kuat
4 = sangat kuat
6. Mengkalikan antara bobot rating dari masing – masing faktor untuk
menentukan nilai faktornya.
a. Matriks KAFI (Kesimpulan Analisis Faktor Internal)
Matriks KAFI digunakan untuk mengevaluasi faktor – faktor internal
yang berkontribusi dalam pengembangan pariwisata di Kelurahan
Jelekong.
Tabel 16.
Matriks KAFI
No Strength Bobot Rating Skor Kesimpulan
1
Kelurahan Jelekong
merupakan pusat seni
budaya tradisional sunda
terutama wayang golek dan
kerajinan lukisan.
0,20 4 0,8 1
146
No Strength Bobot Rating Skor Kesimpulan
2
Kelurahan Jelekong
memiliki berbagai potensi
pariwisata lainnya yang
dapat dikembangkan,
mulai dari wisata seni
budaya sunda lain, seperti:
Tari Jaipongan, Seni
Musik Tradisional
(Calung, Reog Dogdog,
Kacapi Suling), Seni
Pencak Silat, Sisingaan,
Gajahdepok, Jampana
(arak – arakan 17an).
0,15 3 0,45 2
3 Jumlah organisasi sosial
yang cukup tinggi. 0,1 3 0,3 3
4 Letak yang tidak terlalu
jauh dari Kota Bandung 0,1 2 0,2 4
Jumlah 0,55 1,75
No Weakness Bobot Rating Skor Kesimpulan
1
belum memiliki sarana dan
prasarana yang memadai
dan sesuai dengan tema
pengembangan pariwisata,
yaitu pariwisata pedesaan
0,15 3 0,6 1
2
Variasi aktivitas yang
dapat dilakukan saat ini
masih terbatas dan bersifat
homogen
0,15 3 0,3 2
3
Belum terorganisasi nya
pengelolaan pariwisata
dengan baik. Belum
terbentuknya koordinasi
antar organisasi sosial
0,15 2 0,3 3
Jumlah 0,45 1,2
Total 1 0,55
Sumber: Hasil Olahan Data, 2013
b. Matriks KAFE (Kesimpulan Analisis Faktor Eksternal)
Matriks KAFE digunakan untuk mengevaluasi faktor-faktor eksternal
pengembangan pariwisata di Kelurahan Jelekong.
147
Berdasarkan evaluasi faktor internal dan eksternal, dapat ditentukan
posisi kuadran organisasi yang dapat ditentukan dengan cara
menentukan nilai sumbu x dan sumbu y, dimana nilai sumbu x dapat
dihitung dengan rumus total nilai kekuatan dikurangi total nilai
No Opportunity Bobot Rating Skor Kesimpulan
1 Zona pertanian lahan
basah dan kering
memungkinkan
dikembangan kegiatan
agrowisata dan industri
makanan tradisional juga
dapat mendukung daya
tarik
0,15 3 0,45 1
No Opportunity Bobot Rating Skor Kesimpulan
2 kebijakan pemerintah
kabupaten mengenai
kawasan strategis
pariwisata, yang
memudahkan akses untuk
pemodal dalam
membantu
pengembangan
pariwisata
0,10 4 0,40 2
Jumlah 0,25 0,85
No Threat Bobot Rating Skor Kesimpulan
1 Bencana banjir
Sungai Cieunteung
yang dapat
mengganggu
aksesibilitas menuju
Kelurahan Jelekong
0,15 2 0,3 2
2 Saingan dari daya
tarik wisata budaya
lain di Kota
Bandung
0,15 3 0,45 1
Jumlah 0,3 0,75
Total 1 0,1
Sumber: Hasil Olahan Data, 2013
Tabel 17.
Matriks KAFE
148
kelemahan sehingga didapatkan nilai 1, 75 – 1, 20 = 0, 55, dan nilai
sumbu y dengan rumus total nilai peluang dikurangi total nilai ancaman
sehingga diperoleh nilai 0, 85 – 0, 75 = 0, 1.
Dengan demikian berdasarkan nilai tersebut posisi Kelurahan Jelekong
berada pada kuadran II dari diagram analisis SWOT, sehingga strategi
yang harus diambil adalah mendukung strategi agresif dengan
pengembangan sarana prasarana, paket – paket pariwisata, serta
promosi melaui kemitraan dengan travel agent atau pun media sosial.
Analisis Pilihan Strategi Pengembangan Kelura han Jelekon
Faktor – faktor kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman yang telah
disusun sesuai dengan urutan prioritasnya dimasukkan ke dalam
matriks SWOT yang masing-masing faktor internal dianalisis silang
dengan faktor eksternal sehingga dapat menghasilkan asumsi strategi.
Asumsi strategi tersebut berupa:
Opportunites
Strenghs
Threats
Weaknesses
Sumber: Hasil Olahan Data, 2013
Gambar 19. Pemetaan SWOT Kepariwisataan
Kelurahan Jelekong
0, 1
0, 55
149
1) Asumsi strategi SO
Asumsi strategi SO dihasilkan berdasarkan analisis silang antara
kekuatan dengan peluang.
2) Asumsi Strategi ST
Asumsi Strategi ST dihasilkan berdasarkan analisis silang antara
kekuatan dengan ancaman.
3) Asumsi Strategi WO
Asumsi strategi WO merupakan asumsi strategi yang didapatkan
berdasarkan hasil analisis silang antara kelemahan dengan
peluang.
4) Asumsi Strategi WT
Asumsi strategi WT didapatkan berdasarkan analisis silang antara
kelemahan dengan ancaman.
Pilihan strategi pengembangan Kelurahan Jelekong digambarkan
pada tabel berikut ini:
150
Tabel 18.
SWOT
Faktor Internal
Faktor Eksternal
Strength (S)
1. Kelurahan Jelekong merupakan pusat seni
budaya tradisional sunda terutama wayang
golek dan kerajinan lukisan.
2. Kelurahan Jelekong memiliki berbagai
potensi pariwisata lainnya yang dapat
dikembangkan, mulai dari wisata seni budaya
sunda lain, seperti: Tari Jaipongan, Seni
Musik Tradisional (Calung, Reog Dogdog,
Kacapi Suling), Seni Pencak Silat, Sisingaan,
Gajahdepok, Jampana (arak – arakan 17an).
3. Jumlah organisasi sosial yang cukup tinggi.
4. Letak yang tidak terlalu jauh dari Kota
Bandung
Weakness (W)
1. Belum memiliki sarana dan prasarana
yang memadai dan sesuai dengan tema
pengembangan pariwisata, yaitu
pariwisata pedesaan
2. Variasi aktivitas yang dapat dilakukan
saat ini masih terbatas dan bersifat
homogen.
3. Belum terorganisasi nya pengelolaan
pariwisata dengan baik. Belum
terbentuknya koordinasi antar organisasi
sosial.
Opportunities (O)
1. Lahan pertanian basah dan kering
memungkinkan dikembangan
kegiatan agrowisata dan industri
makanan tradisional juga dapat
mendukung daya tarik
2. Kebijakan pemerintah kabupaten
mengenai kawasan strategis
pariwisata, yang memudahkan
akses untuk pemodal dalam
Strategi S–O
1. Mengembangkan berbagai potensi pariwisata
yang dimiliki sesuai peruntukannya sebagai
pariwisata berbasis alam dengan tema
ekowisata berbentuk agrowisata dan
pengembangan potensi budaya selain wayang
golek dan seni lukis agar daya tarik budaya di
Kelurahan Jelekong sebagai pusat seni tradisi
Sunda menjadi lengkap.
Strategi W–O
1. Menciptakan aktivitas pariwisata yang
lebih variatif yang dapat didukung
dengan potensi agrowisata, industry
makanan tradisional dan potensi budaya
selain wayang golek dan seni lukis.
2. Memanfaatkan kebijakan pemerintah
untuk mendapatkan dana dalam
pengembangan, melalui organisasi yang
15
0
151
membantu pengembangan
pariwisata
2. Membentuk jaringan koordinasi yang
terstruktur dan baik antar organisasi sosial.
3. Membuat perencanaan strategis untuk
mengembangkan tema ekowisata di
Kelurahan Jelekong dengan memanfaatkan
potensi agrowisata serta pengembangan
potensi budaya selain wayang golek dan seni
lukis.
ada, namun harus terkoordinasi dengan
baik antar organisa sisosial.
Threat (T)
1. Saingan dari daya tarik wisata
budaya lain di kota bandung
2. Bencana banjir Sungai Cieunteung
yang dapat mengganggu
aksesibilitas menuju Kelurahan
Jelekong
Strategi S-T
1. Menggali seluruh potensi budaya selain
wayang golek dan seni lukis, agar daya tarik
wisata menjadi lengkap. Serta melakukan
strategi pemasaran tertentu seperti
pemanfaatan media sosial (facebook/ twitter.
2. Mencari jalu ralternatif yang tidak begitu
jauh dengan kondisi jalan yang baik untuk
menuju Kelurahan Jelekong di saat bencana
banjir.
Strategi W-T
1. Membangun sarana dan prasaran pariwisata
yang bertema lokal tradisional pedesaan yang
khas, sesuai tema pusat seni budaya
tradisional Sunda sebagai langkah
diferensiasi dari daya tarik wisata bertema
budaya lainnya.
2. Menciptakan daya tarik wisata agrowisata,
industri makanan tradisional dan potensi
budaya selain wayang golek dan seni lukis,
sebagai salah satu strategi diferensiasi dengan
daya tarik wisata bertema budaya lainnya.
3. Melakukan sosialisasi mengenai kondisi
aksesibilitas menuju Kelurahan Jelekong saat
bencana banjir, agar wisatawan tidak merasa
kecewa dan dapat mengantisipasi dengan
menggunakan jalur alternatif.
Sumber: Hasil Olahan Data, 2013
151
Top Related