Sifat Fisik, Mekanik, dan Macam-Macam Uji Dental Material
Disusun Oleh:
drg. Putri Rejeki, SKG
NIK. 1987100920181123001
PROGRAM STUDI SARJANA KEDOKTERAN GIGI DAN PROFESI
DOKTER GIGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA
2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa. Berkat
rahmat dan tuntunan dari-Nya, penulis dapat menyelesaikan tugas dan kewajiban
penulis dalam menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul “Sifat Fisik, Mekanik, dan
Macam-Macam Uji Dental Material” tepat waktu dan sesuai rencana.
Adapun tujuan dari penulisan karya ilmiah ini adalah untuk memenuhi
penugasan pada Program Studi Sarjana Kedokteran Gigi dan Profesi Dokter Gigi
FK Universitas Udayana. Tentunya dalam penulisan karya ilmiah ini tidak lepas
dari dukungan semua pihak, dengan memberikan saran maupun pendapatnya.
Untuk itu penulis ucapkan terima kasih yang sebesar – besarnya kepada yang
terhormat:
1. Koordinator Prodi, Dr. dr. Ni Made Linawati, M.Si yang telah
membantu dan membimbing selama proses penulisan karya ilmiah ini.
2. drg. Desak Nyoman Ari Susanti, M.Kes selaku Kepala Departemen
Ilmu Dental Material
3. Teman-teman dosen dan semua pihak, yang telah memberi masukan
kepada penulis.
Disadari sepenuhnya bahwa penulisan karya ilmiah ini masih jauh dari
sempurna. Karena keterbatasan pengetahuan dari penulis, maka dari itu diharapkan
saran dan kritik yang bersifat konstruktif demi sempurnanya karya ilmiah ini.
Denpasar, 21 Februari 2019
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i
KATA PENGANTAR ...................................................................................... ii
DAFTAR ISI ..................................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ iv
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 4
1. 1 Latar Belakang ........................................................................................... 4
1. 2 Rumusan Masalah ...................................................................................... 5
1. 3 Tujuan Penulisan ........................................................................................ 5
1. 4 Manfaat Penulisan ...................................................................................... 5
BAB II KAJIAN TEORI……... ........................................................................ 6
2.1 Sifat Fisik Dental Material........................................................................... 6
2.2 Sifat Mekanik Dental Material ................................................................... 12
2.3 Uji Dental Material………………………................................................... 19
BAB III PENUTUP .......................................................................................... 22
3.1 Kesimpulan ................................................................................................. 22
3.2 Saran ............................................................................................................ 23
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 24
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dental Material merupakan suatu ilmu yang mempelajari tentang bahan
kedokteran gigi yang menyangkut mengenai jenis bahan, komposisi, sifat,
kegunaan dan cara penggunaannya (Sulastri S, 2017). Hal yang menyangkut
mengenai bahan-bahan kedokteran gigi tentunya tidak bisa terlepas dari suatu
struktur unsur. Struktur unsur yang dimaksud di sini adalah sifat fisik dan
mekanik dalam kedokteran gigi itu sendiri .
Pada karya ilmiah ini penulis akan membahas mengenai sifat mekanis dan
juga sifat fisik dari dental material. Dalam makalah ini pula kami juga berusaha
untuk mengidentifikasi apa saja yang terkait dengan sifat-sifat fisik dan
mekanik tersebut. Adapun yang dimaksud dengan sifat fisik merupakan segala
aspek dari suatu objek atau zat yang dapat diukur atau dipersepsikan tanpa
mengubah identitasnya. Dimana dalam makalah ini sifat fisik yang dijelaskan
adalah sifat termofisika dan abrasi. Adapun yang dimaksud dengan sifat
mekanik adalah suatu kemampuan bahan untuk membawa atau menahan gaya
dan energi. Sifat mekanis sendiri dibedakan menjadi dua yaitu sifat mekanis
berdasarkan elastisitasnya dan sifat mekanik lainya. Sifat mekanis berdasarkan
elastisitasnya dibagi menjadi 4 bagian yaitu modulus elastis, modulus Young
dinamis, fleksibeliti, dan ketahanan. Sedangkan untuk sifat mekanis lainnya
dapat dibagi menjadi beberapa bagian seperti Toughness, Fracture Toughness,
Ductility, Malleability, dan Hardness. (Triyana D, Anis AH, dkk. 2013)
Selain itu, pada karya ilmiah ini, penulis juga mengangkat tentang macam-
macam uji dental material, dimana dental material yang digunakan harus
memenuhi standar yang dikeluarkan oleh ADA, ISO, FDI, dan lain-lain. Setiap
bahan mempunyai struktur dan komposisi sesuai dengan kegunaannya.
(Ananda AS, dkk. 2014). Oleh karena itu, pada karya ilmiah ini tidak hanya
membahas tentang sifat fisik dan mekanik dari dental material tetapi juga
membahas macam-macam uji dental material yang nantinya akan diaplikasikan
pada pasien sehingga harus bersifat biokompatibel.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa sajakah sifat fisik dari dental material?
2. Apa sajakah sifat mekanik dari dental material?
3. Bagaimanakah macam-macam uji dental material tersebut?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Mengetahui sifat fisik dan mekanik pada dental material
2. Mengetahui material yang digunakan dalam bidang kedokteran gigi
3. Mengetahui fungsi dental material dalam bidang kedokteran gigi
4. Mengetahui penerapan dari sifat mekanis dan fisik dalam material
kedokteran gigi
1.4 Manfaat Penulisan
Sebagai seorang klinisi agar dapat mengetahui sifat fisik & mekanik dari
dental material dan mengetahui material apa saja yang digunakan dalam
kedokteran gigi beserta fungsinya, yang nantinya dapat diterapkan di dalam
praktik kedokteran gigi sehari-hari.
BAB II
KAJIAN TEORI
2.1 Sifat Fisik Dental Material
2.1.1 Sifat Termofisika
Ketika bahan restorasi ditempatkan di dalam rongga yang dalam, panas
yang ditransmisikan ke pulpa gigi vital harus dibatasi sehingga mencegah
guncangan termal dan trauma. Dalam keadaan lain, seperti dengan basis gigi
tiruan yang bersentuhan dengan permukaan mukosa, transmisi sejumlah energi
panas tertentu diharapkan dapat menyampaikan sensasi panas dan dingin yang
terkait dengan makanan dan minuman. Atribut seperti itu diatur oleh sifat-sifat
konduktivitas termal dan kegunaan termal. Kategori lain dari perilaku termal
adalah ekspansi ketika dipanaskan dan kontraksi ketika didinginkan. Jika,
misalnya, restorasi gigi mengembang dan berkontraksi pada tingkat yang
berbeda dari jaringan keras yang berdekatan, kegagalan marjinal dan kebocoran
dapat terjadi. adalah atribut diatur oleh koefisien ekspansi termal.
Konduktivitas termal (κ) adalah properti fisik yang mengatur transfer
panas melalui material dengan aliran energy. Secara umum, konduktivitas
termal meningkat dalam urutan sebagai berikut: polimer <keramik <logam,
meskipun ada pengecualian. Bahan yang memiliki konduktivitas panas yang
tinggi disebut konduktor, sedangkan bahan konduktivitas termal rendah disebut
isolator. Semakin tinggi konduktivitas termal, semakin besar kemampuan suatu
zat mengirimkan energi panas, dan sebaliknya. Jika gradien termal tidak
berubah, konduktivitas termal adalah ukuran panas yang ditransfer. Namun, jika
gradien suhu berubah seiring waktu, yang mana tidak mungkin terjadi di dalam
mulut, kegunaan termal akan menentukan jumlah panas yang ditransfer dan,
akibatnya perubahan suhu yang dialami.
Difusi termal adalah ukuran kecepatan perubahan suhu yang akan
menyebar melalui suatu objek ketika satu permukaan dipanaskan. Ini dihitung
dari konduktivitas termal dibagi dengan produk kepadatan dan kapasitas panas.
Bahan dengan kepadatan tinggi dan panas spesifik tinggi kemungkinan akan
memiliki kegunaan termal yang rendah. Bahan semacam itu mengubah suhunya
sangat lambat. Kapasitas panas yang rendah dan konduktivitas termal yang
tinggi menyebabkan kegunaan yang tinggi, dan perubahan suhu mengirimkan
dengan cepat melalui material.
Parameter sangat penting dalam aplikasi gigi sebagai luas mulai
memproduksi restorasi cor dan mempertahankan segel di margin restorasi.
Pengaruhnya adalah menentukan prosedur yang telah dikembangkan untuk
menggunakan pola lilin, casting mahkota logam, menempatkan amalgam dan
restorasi resin komposit, dan menyiapkan mahkota dan jembatan dari logam-
keramik. Restorasi gigi dapat memuai atau berkontraksi lebih dari gigi selama
perubahan suhu; sehingga mungkin ada microleakage marginal yang
berdekatan dengan restorasi, atau restorasi dapat terlepas dari gigi. (Anusavice
KJ, 2004).
2.1.2 Keterkaitan Abrasi Terhadap Sifat Fisik Dental Material
Abrasi atau yang sering disebut sebagai keausan atau pengikisan,
merupakan mekanisme kompleks yang terajadi dalam rongga mulut. Seringkali
abrasi digunakan untuk membandingkan bahan-bahan dengan klasifikasi
tertentu, seperti satu merek logam tuang dengan merek lain jenis logam tuang
campuran yang sama. (Anusavice KJ, 2004). Keausan terjadi apabila dua buah
benda yang saling menekan dan saling bergesekan. Keausan yang lebih sering
terjadi pada bahan yang lebih lunak. (Dwitarina W, Yusuf Kaelani. 2012).
Menurut Anusavice (2004), mekanisme kompleks ini mencakup sejumlah
faktor. Adapun faktor – faktor tersebut dapat dibagi menjadi 9, yaitu:
a. Kekerasan material, kekerasan material adalah kemampuan benda untuk
menahan tekanan.
b. Tekanan gigit, semakin besar tekanan pada permukaan benda yang
berkontak, material akan cepat aus, begitu pula sebaliknya. Meskipun
tekanan gigit pada pasien tidak dapat diperhitungkan secara pasti, namun
untuk mencegah terjadinya keausan yang cepat maka operator dapat
memoles permukaan yang aus untuk mengurangi tingkat keausan email
yang destruktif seperti pada material keramik.
c. Frekuensi kunyah, semakin besar frekuensi kunyah maka semakin cepat
suatu material mengalami keausan dan sebaliknya.
d. Sifat fisik material, merupakan bagaimana respon suatu material terhadap
perubahan lingkungan rongga mulut.
e. Komposisi cairan
f. Perubahan suhu
g. Sifat abrasif makanan
h. Ketidak teraturan permukaan gigi, seperti adanya alur (groove), ceruk (pit),
atau lingir (ridge) anatomis yang kecil.
Pengujian in vitro sangat handal jika digunakan untuk melakukan pengujian
terhadap ketahanan abrasi. In vitro dirancang untuk mengsimulasi sedekat
mungkin jenis abrasi tertentu dimana bahan akan digunakan secara in vivo.
Meskipun demikian, pengujian keausan secara in vitro tidak selalu memprediksi
keausan in vivo secara akurat karena besarnya kerumitan di bidang klinis.
Kekentalan merupakan ketahanan suatu bahan untuk bergerak, dan
merupakan ukuran konsistensi suatu cairan beserta ketidakmampuannya untuk
mengalir. Ketahanan untuk bergerak disebut viskositas atau kekentalan.
Sebagai contoh, suatu cairan berada pada ruang di antara dua lempeng metal,
lempeng bawah tidak dapat bergerak dan lempeng atas digerakkan dengan
kecepatan (V) tertentu, suatu gaya (F) diperlukan untuk mengatasi tarikan yang
dihasilkan oleh friksi (viskositas) dari cairan. Kekentalan dikendalikan oleh
gaya friksi internal dalam cairan. Setiap bahan kedokteran gigi mempunyai
kekentalan yang berbeda dalam penerapannya di klinik. Adapun satuan dari
kekentalan adalah Poise atau dyne sec/cm². Kekentalan dari kebanyakan cairan
meningkat cepat dengan meningkatnya temperatur. Kekentalan bergantung
pada perubahan wujud sebelumnya dari cairan. Suatu jenis cairan yang menjadi
kurang kental dan lebih cair di bawah tekanan, disebut tiksotropik. Pasta
profilaksis gigi, plaster, semen resin, dan beberapa bahan cetak adalah
tiksotropik. Sifat tiksitropik dari bahan-bahan ini menguntungkan karena
membuat bahan tidak mengalir dari sendok cetak sampai dapat diletakkan
diatas jaringan mulut, sedang pasta proflaksis tidak mengalir dari mangkuk
karet sampai mangkuk berputar terhadap gigi yang akan dibersihkan.
(Anusavice KJ, 2004).
Warna dan cahaya sangat berperan dalam estetika. Pertimbangan estetik
dalam kedokteran gigi restoratif dan prostetik dianggap menduduki prioritas
tinggi dalam beberapa dekade terakhir ini. Sebagai contoh, pencarian bahan
restorasi untuk tujuan umum yang ideal, bahan pengisi langsung dan bahan
restorasi sewarna gigi adalah suatu tantangan dalam berbagai penelitian bahan
kedokteran gigi .Cahaya adalah radiasi elektromagnetik yang dapat terdeteksi
oleh mata manusia. Mata sensitif terhadap panjang gelombang lebih kurang 400
(ungu) sampai 700 nm (merah gelap). Intensitas cahaya yang dipantulkan dan
kombinasi intensitas panjang gelombang yang ada pada pancaran cahaya
menentukan sifat penampilan (corak, nilai dan kroma). Agar suatu obyek dapat
dilihat, obyek harus memantulkan atau meneruskan cahaya yang diterimanya
dari sumber dari luar. Cahaya biasanya plikromatik, yaitu beberapa campuran
dari berbagai panjang gelombang. Cahaya diserap atau dihamburkan secara
selektif atau keduanya, pada panjang gelombang tertentu. Warna merupakan
suatu instrumen ilmiah yang mengukur intensitas dan panjang gelombang
cahaya. Mata dapat membedakan antara warna yang terlihat berdampingan pada
permukaan halus atau tidak teratur, baik melengkung ataupun datar. Sistem
warna Munsell merupakan suatu system untuk menyesuaikan warna gigi tiruan
dengan warna asli dalam kedokteran gigi. Untuk menetapkan suatu warna tanpa
kesalahan perlu digunakan tiga parameter yaitu hue, chroma, dan value yang
menjadi standar untuk menggambarkan warna gigi. (Anusavice KJ, 2004).
Hue berhubungan terhadap karakteristik warna yang memberikan suatu
identifikasi dan perbedaan dari suatu warna terhadap warna yang lainnya.
Merah adalah hue, demikian juga kuning, biru dan warna lain yang telah
diketahui namanya. Salah satu warna dapat dicampur dengan warna lain sebagai
warna tambahan dan dapat dicapai dalam variasi warna yang berkelanjutan dari
satu warna terhadap warna yang lainnya. Contohnya, merah dan kuning
dicampur dalam suatu proporsi untuk mendapatkan seluruh hue dari merah
sampai oranye ke kuning. Kemudian Munsell menggunakan simbol untuk
mendesain 10 sektor hue yaitu R, YR, Y, GY, G, BG, B, PB,P, dan PR. R untuk
merah, YR untuk merah-kuning, Y untuk kuning, GY untuk kuning-ungu, G
untuk hijau, BG untuk hijau-biru, B untuk biru, PB untuk biru-ungu dan P untuk
ungu.
Chroma adalah suatu kualitas yang membedakan warna yang kuat dari satu
warna yang lemah. Chroma merupakan intensitas warna yang memisahkan hue
dari value. Chroma menunjukkan sejumlah warna dalam hue, dihubungkan
sebagai lingkaran dari pusat seperti jari-jari dalam kumparan. Chroma
berhubungan dengan banyaknya pigmen yang ada pada warna yang
digambarkan pada awalnya. Jika warna memiliki konsentrasi yang kuat pada
pigmen hue, maka warnanya kuat.
Value merupakan kualitas warna yang membedakan antara warna terang
dengan warna gelap. Hal ini dapat dipengaruhi oleh jarak antara objek dan
sumber cahaya. Objek akan terlihat terang bila objek tersebut dekat dengan
sumber cahaya dan objek akan terlihat lebih gelap bila jauh dari sumber cahaya.
Skala value diukur dari angka 0-10 yang artinya angka 0 untuk hitam dan 10
untuk putih. Warna gelap dapat diistilahkan dengan value yang rendah dan
sebaliknya. (Anusavice KJ, 2004).
2.2 Sifat Mekanik Dental Material
2.2.1 Sifat Mekanik
Sifat mekanik didefinisikan oleh hukum mekanika, yaitu ilmu fisik yang
berhubungan dengan energi dan kekuatan serta efeknya. Jadi semua sifat
mekanis adalah ukuran ketahanan material terhadap deformasi atau fraktur di
bawah gaya yang diterapkan. (Anusavice, K 2003)
Salah satu faktor penting dalam membuat protesa gigi adalah kekuatan,
sifat mekanis dari material daripada memastikan bahwa protesa menjalankan
fungsi yang dimaksudkan secara efektif, aman dan untuk jangka waktu yang
wajar. Secara umum, kekuatan adalah kemampuan protesa untuk menahan
tekanan yang diberikan tanpa mengalami fraktur atau deformasi permanen
(regangan plastik). Deformasi plastik terjadi ketika batas tekanan elastis dalam
protesa dilampaui. Pada faktor akhir jumlah tekanan, landasan konsep dari
penyebab fraktur bahan dan pemahaman mengenai bentuk yang akan
meningkatkan atau mengurangi resistensi fraktur pada rongga mulut harus sudah
diprediksi. Hal ini akan memungkinkan untuk membedakan penyebab potensial
kegagalan klinis yang dapat dikaitkan dengan material, kesalahan dokter gigi,
kesalahan teknisi, atau faktor pasien. (Anusavice, 2003)
Potensi kegagalan protesa di bawah gaya yang diterapkan berkaitan
dengan sifat mekanik dari material prostetik. Sifat mekanis adalah respons
terukur, baik elastis (dapat kembali saat gaya dihilangkan) dan plastik (tidak
dapat balik) dari bahan di bawah gaya yang diterapkan, distribusi gaya, atau
tekanan. Menurut Anusavice (2003), sifat mekanik dinyatakan dalam satuan
tekanan dan/atau regangan yang dapat sebagai:
1. Deformasi elastis atau reversibel (batas proporsional, ketahanan, dan
modulus elastisitas)
2. Plastis atau irreversibel deformasi
3. Kombinasi deformasi elastis dan plastik, seperti ketangguhan dan
kekuatan luluh.
2.2.2 Stress dan Strain
Tekanan adalah gaya per satuan luas yang bekerja pada jutaan atom atau
molekul dalam suatu bidang material tertentu. Kecuali untuk situasi flexural
tertentu, seperti spesimen four-point bending, tekanan akan menurun seiring
dengan fungsi jarak dari daerah yang diterapkan gaya atau tekanan. Dalam
kedokteran gigi, terdapat beberapa jenis tekanan yang berkembang menurut sifat
gaya yang diterapkan dan bentuk objek. Termasuk tekanan tarik, tekanan geser,
dan tekanan tekan. Kekuatan dari material didefinisikan sebagai tekanan rata-
rata di mana suatu bahan mulai menunjukkan sejumlah deformasi plastis tertentu
atau di mana fraktur terjadi dalam spesimen uji dengan bentuk dan ukuran yang
sama. Kekuatan tergantung pada beberapa faktor termasuk (1) strain rate, (2)
bentuk benda uji, (3) permukaan akhir (yang mengontrol ukuran relatif dan
jumlah kerusakan permukaan), dan (4) lingkungan di mana suatu material diuji.
Namun, kekuatan klinis dari bahan brittle (seperti keramik, amalgam, komposit,
dan semen) mungkin tampak rendah ketika kerusakan besar muncul atau jika
terdapat area yang menjadi pusat tekanan karena desain prostetik yang tidak
tepat. Di bawah kondisi ini, prostesis dapat mengalami fraktur karena gaya yang
diterapkan jauh lebih rendah karena tekanan terlokalisasi melebihi kekuatan
material pada lokasi fraktur (tekanan terpusat).
a. Tensile Stress
Tekanan tarik disebabkan oleh beban yang menyebabkan regangan atau
pertambahan panjang. Ada beberapa situasi tekanan tarik murni dalam
kedokteran gigi. Deformasi bridgework merupakan contoh dari situasi
tekanan yang kompleks ini. Dalam fixed prostodontics, sticky candy dapat
digunakan untuk melepaskan crown dengan tekanan tarik ketika pasien
mencoba membuka mulut mereka. Disamping itu, tekanan tarik, tekanan
kompresif, dan geser juga dapat dihasilkan oleh bending force.
b. Compressive Stress
Jika benda diberikan beban ke bawah maka akan cenderung untuk memadat
atau memendek, resistensi internal terhadap beban tersebut dinamakan
tekanan tekan (compressive stress). Tekanan tekan berhubungan dengan
regangan tekan. Untuk menghitung tekanan tarik atau tekanan tekan, gaya
yang diterapkan dibagi oleh luas penampang tegak lurus terhadap arah gaya.
c. Shear Stress
Tekanan geser (shear stress) cenderung menahan geseran atau putaran dari
satu bagian. Tekanan geser juga bisa dihasilkan oleh aksi memutar pada
material. Sebagai contoh, jika suatu gaya diterapkan sepanjang permukaan
email gigi oleh instrumen yang sejajar antara enamel dan braket ortodontik,
braket dapat mengalami debond oleh kegagalan tekanan geser dari agen
luting resin. Tekanan geser dihitung dengan membagi gaya oleh daerah
sejajar dengan arah gaya
d. Flexural (Bending) Stress
Tekanan lentur (bending stress) dihasilkan oleh tiga unit ridge atau fixed
partial denture (FPD) dan dua unit kantilever FPD. Tekanan ini dihasilkan
oleh kekuatan lentur dalam peralatan gigi dengan: (1) dengan menargetkan
struktur seperti FPD ke tiga titik pembebanan, di mana titik akhir ditetapkan
dan gaya diterapkan antara titik akhir ini (2) dengan menargetkan struktur
kantilever hanya pada satu ujung ke beban di sepanjang bagian mana pun
dari bagian yang tidak terbebani. Juga, ketika pasien menggigit suatu objek,
gigi anterior menerima gaya yang pada suatu sudut ke sumbu panjangnya,
sehingga menciptakan tekanan lentur di dalam gigi. (Anusavice, 2003)
2.2.3 Sifat Mekanik Berdasar Elastisitas
Ada beberapa sifat mekanik penting dan parameter dalam mengukur
regangan elastis atau regangan plastis yaitu modulus elastis (juga disebut
modulus Young atau modulus elastisitas), modulus Young yang dinamis
(ditentukan oleh pengukuran kecepatan gelombang ultrasonik), modulus Shean,
fleksibilitas, ketahanan, dan rasio Poisson. Sifat-sifat lain yang ditentukan dari
tekanan pada ujung bagian tekanan-regangan atau dalam deformasi plastik awal
(proportional limit, elastic limit, and yield strength).
a. Modulus Elastis
Modulus elastis menyatakan kekakuan (stiffness) atau rigidity dari suatu
material. Gambar 1. di bawah ini adalah grafik tekanan-regangan untuk
kawat ortodontik stainless steel yang telah mengalami gaya tarik. Kekuatan
tarik, kekuatan luluh (yield) (0,2% offset), batas proporsional, dan modulus
elastis ditunjukkan pada gambar. Angka ini menunjukkan plot tekanan yang
sebenarnya berbanding regangan karena gaya telah dibagi dengan
mengubah luas penampang karena kawat sedang diregangkan.
Gambar 1. Grafik tekanan-regangan untuk kawat ortodontik stainless steel
yang telah mengalami gaya tarik
b. Modulus Young Dinamis
Modulus elastis dapat diukur dengan metode dinamis serta statis. Karena
kecepatan suara yang berjalan melalui benda padat dapat dengan mudah
diukur dengan transduser gelombang ultrasonik longitudinal dan transversal
serta kecepatan gelombang suara dan kerapatan material dapat digunakan
untuk menghitung modulus elastis dan nilai rasio Poisson.
c. Fleksibilitas
Dalam kasus peralatan kedokteran gigi dan restorasi gigi, nilai tinggi untuk
batas elastis (tekanan yang menyebabkan material tidak akan kembali ke
keadaan semula ketika gaya dilepaskan) adalah persyaratan bahan dari apa
bahan dibuat, karena struktur diharapkan kembali ke bentuk aslinya setelah
ditekan dan gaya dihilangkan (pemulihan elastis). Biasanya modulus
elastisitas yang cukup tinggi juga diinginkan, karena hanya deformasi kecil
yang akan berkembang di bawah tekanan yang cukup besar, seperti dalam
kasus inlay atau material cetak. Fleksibilitas maksimum didefinisikan
sebagai regangan lentur yang terjadi ketika material ditekankan pada batas
proporsionalnya.
d. Ketahanan (Resistensi)
Ketika jarak antar atom bertambah, energi internal meningkat. Selama
tekanan tidak lebih besar dari batas proporsional, energi ini dikenal sebagai
resilience. Ketahanan (resilience) dikaitkan dengan "pegas," tetapi
berkonotasi sesuatu yang lebih dari ini. Ketahanan didefinisikan sebagai
jumlah energi yang diserap dalam volume satuan struktur ketika ditekankan
pada batas proporsionalnya. Ketahanan dua atau lebih bahan dapat
dibandingkan dengan mengamati bagian di bawah daerah elastis dari
tekanan-regangannya, dengan mengasumsikan bahwa itu dibentuk pada
skala yang sama. Bahan dengan area elastis yang lebih besar memiliki
ketahanan yang lebih tinggi. (Anusavice, 2003)
2.2.4 Sifat Mekanik Lain
a. Toughness
Toughness didefinisikan sebagai jumlah energi yang diperlukan untuk
menyebabkan deformasi elastis dan plastis material. Ini adalah ukuran dari
energi yang dibutuhkan untuk menyebabkan kerusakan dalam struktur.
Modulus resilience adalah energi yang diperlukan untuk menekan struktur
pada batas proporsionalnya. Ketangguhan meningkat dengan peningkatan
kekuatan dan ductility. Semakin besar kekuatan dan semakin tinggi ductility
(total regangan plastik), semakin besar ketangguhannya. Dengan demikian,
dapat disimpulkan bahwa material yang keras umumnya kuat, meskipun
material yang kuat tidak selalu tangguh.
b. Fracture Toughness
Kekuatan ductility material seperti paduan emas dan beberapa komposit
berguna untuk menentukan tekanan maksimum bahwa restorasi bahan-
bahan ini dapat bertahan sebelum sejumlah deformasi atau fraktur plastis
terjadi. Untuk material rapuh seperti keramik, nilai kekuatan hanya
memiliki nilai terbatas protesa keramik. Fracture toughness, atau intensitas
tekanan adalah sifat mekanik yang menggambarkan ketahanan material
rapuh terhadap fraktur di bawah tekanan yang diterapkan.
c. Ductility & Malleability
Ketika struktur ditekan melebihi batas proporsionalnya, ia menjadi rusak
permanen. Jika material menahan tekanan tarik dan deformasi permanen
tanpa rusak, dinamakan ductile. Daktilitas mewakili kemampuan material
untuk bertahan dari deformasi permanen di bawah beban tarik sebelum
patah. Kemampuan material untuk mempertahankan deformasi permanen
yang cukup tanpa rusak di bawah kompresi, disebut kelenturan
(malleability). Emas adalah logam murni yang paling ductile dan mudah
dibentuk, dan perak adalah yang kedua. Daktilitas adalah deformasi plastis
maksimum yang dapat ditahan material saat diregangkan pada suhu kamar.
Ini sangat penting dari sudut pandang kedokteran gigi. Besarannya dapat
dinilai dengan jumlah deformasi permanen yang ditunjukkan oleh kurva
tekanan-regangan. Setelah fraktur, tekanan mekanis dikurangi menjadi nol,
dan regangan sisa mewakili jumlah deformasi permanen yang telah
terbentuk dalam objek.
d. Hardness
Istilah hardness sulit didefinisikan. Dalam mineralogi, hardness relatif
merupakan kemampuan untuk menahan goresan. Dalam metalurgi, dan di
sebagian besar disiplin lainnya, konsep kekerasan yang paling umum
diterima adalah "perlawanan terhadap indentasi." Pada prinsip inilah,
sebagian besar tes kekerasan modern dirancang. Lekukan menghasilkan
permukaan bahan dari kekuatan yang diterapkan dari titik yang tajam atau
hasil partikel abrasif dari interaksi banyak sifat. Di antara sifat-sifat yang
terkait dengan kekerasan material adalah kekuatan tekan, batas
proporsional, dan keuletan. (Anusavice, 2003)
2.3 Uji Dental Material
Sifat mekanis dari dental material sangat penting. Salah satu sifat mekanis
seperti yang sudah disebutkan adalah compressive strength, yang merupakan
tekanan resistensi internal terhadap beban (Anusavice, 2003). Dalam video
dapat dilihat dental material gipsum yang digunakn memiliki compressive
strength. Tekanan diukur menggunakan suatu alat untuk mengukur tekanan.
Gipsum dimanipulasi sesuai prosedur. Dimulai dengan pencampuran air
dengan bubuk sesuai rasio kemudian pengadukan dan dicetak membentuk 3
kubus yang sama ukurannya. Kubus gipsum kemudian diletakan pada alat
pengukur tekanan kompresi. Kemudian pengukuran dilakukan dengan
mengatur tekanan awal pada mesin yang akan meningkat dengan waktu dan
mengamati waktu saat gipsum mengalami deformasi. Pengukuran diperoleh
sebagai berikut :
Tekanan awal
(kgf/cm2)
Waktu
mengalami
deformasi (s)
Tekanan
tertinggi
(kgf/cm2)
Tekanan akhir
(kgf/cm2)
Gipsum 420 420 108,6 636 184
Gipsum 560 560 120,8 729 85,9
Gipsum 630 630 123,4 763 49
Dapat dilihat saat gipsum diberikan tekanan kompresi awal yang paling
rendah yaitu 420 kgf/cm2 atau 6000 Psi memerlukan waktu 108, 6 detik untuk
mengalami deformasi pada tekanan tertinggi 636 kgf/cm2 yang dapat ditahan
dan tekanannya kompresinya langsung turun menjadi 184 kgf/cm2. Gipsum
560 dengan tekanan awal 560 kgf/cm2 atau 8000 Psi memerlukan waktu 120,8
detik untuk mengalami deformasi pada tekanan tertinggi 729 kgf/cm2 yang
dapat ditahan dan tekanan akhir langsung turun menjadi 85,9 kgf/cm2.
Sedangkan gipsum 630 yang diberikan tekanan awal 630 kgf/cm2 atau 9000
Psi dan waktu 123,4 detik untuk deformasi pada tekanan tertinggi 763 kgf/cm2
yang dapat ditahan dan tekanan kompresi yang mampu ditahan langsung turun
menjadi 49 kgf/cm2.
Berdasarkan data diatas dapat disimpulkan bahwa tekanan kompresi besar
yang diberikan pada gipsum dapat menyebabkan deformasi namun demikian
gipsum masih mampu menahan tekanan kompresi minimal yang diberikan.
Deformasi yang terjadi disini merupakan contoh deformasi plastis dimana
gipsum tidak dapat kembali lagi ke bentuk awal setelah tekanan dilepaskan
(Anusavice, 2003). Semakin besar tekanan kompresi akhir, deformasi yang
didapatkan juga semakin parah dan tekanan kompresi yang mampu ditahan
semakin menurun setelah deformasi terjadi.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Sifat Termofisika terjadi ketika bahan restorasi ditempatkan di dalam rongga
yang dalam, panas yang ditransmisikan ke pulpa gigi vital harus dibatasi
sehingga mencegah guncangan termal dan trauma. Sifat Termofisika memiliki
tiga bagian, yaitu Konduktivitas Termal, Difusivitas Termal, dan Koefisien dari
pembuangan ekstan. Abrasi atau yang sering disebut sebagai keausan atau
pengikisan, merupakan mekanisme kompleks yang terajadi dalam rongga mulut.
Adapun faktor – faktor dari mekanisme kompleks tersebut, yaitu kekerasan
material, tekanan gigitan, frekuensi kunyah, sifat fisik material, komposisi
cairan, perubahan suhu, sifat abrasive makanan, dan ketidakteraturan permukaan
gigi.
Sifat mekanik didefinisikan oleh hukum mekanika, yaitu ilmu fisik yang
berhubungan dengan energi dan kekuatan dan efeknya. Pusat-pusat diskusi
terutama pada badan-badan bukan pada hal dinamis yang bergerak. Jadi semua
sifat mekanis adalah ukuran ketahanan material terhadap deformasi atau fraktur
di bawah gaya yang diterapkan.
Sifat mekanis dari dental material sangat penting. Salah satu sifat mekanis
seperti yang sudah disebutkan adalah compressive strength, yang merupakan
tekanan resistensi internal terhadap beban. Dalam video dapat dilihat dental
material gipsum yang digunakn memiliki compressive strength. Tekanan diukur
menggunakan suatu alat untuk mengukur tekanan. Semakin besar tekanan
kompresi akhir, deformasi yang didapatkan juga semakin parah dan tekanan
kompresi yang mampu ditahan semakin menurun setelah deformasi terjadi.
3.2 Saran
Makalah ini dapat dijadikan sebagai literature review untuk mahasiswa
kedokteran gigi, teman sejawat dokter gigi, maupun sivitas akademika yang
ingin mengangkat materi yang sama. Dan juga, karya ilmiah ini jauh dari kata
sempurna, oleh karena itu diharapkan saran dari pembaca untuk lebih
menyempurnakan isi dari makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Ananda AS, dkk. 2014. Blok 1 modul 4 : “Dental Material 1”. Diakses
melalui : https://www.scribd.com/doc/287630062/Dental-Material-1 pada tanggal
16 September 2018
Anusavice, K 2003, Phillips Science of Dental Material, 7th ed, Saunders
Elsevier, China.
Anusavice KJ. Phillips Buku Ajar Ilmu Bahan Kedokteran Gigi. Edisi
10.Jakarta: EGC, 2004: 27-39
Dwi Tarina W., dan Yusuf Kaelani. 2012. Studi Eksperimental Laju
Keausan (Specific Wear Rate) Resin Akrilik dengan Penambahan Serat Penguat
pada Dental Prosthesis JURNAL TEKNIK ITS, Vol. 1, Hal. B125. [Diunduh
pada 2 September 2018]. Diakses melalui :
http://ejurnal.its.ac.id/index.php/teknik/article/view/393
Sulastri S. 2017. Prinsip Dasar Dental Material dan Jenis Bahan Tumpatan
Gigi. Diakses melalui :
https://www.google.co.id/url?sa=t&source=web&rct=j&url=http://bppsdmk.kemk
es.go.id/pusdiksdmk/wp-content/uploads/2017/11/Dental_bab1-
6.pdf&ved=2ahUKEwikzeTqscTdAhWIso8KHTNKBP8QFjAAegQIAhAB&usg
=AOvVaw0RRQMMRyN3br2ZvgQa1yM6 pada tanggal 15 September 2018
Triyana D, Anis AH, dkk. 2013. Makalah Diskusi Sifat Fisik dan Sifat
Mekanis Dental Material. Diakses melalui :
https://www.scribd.com/doc/154235287/SIFAT-SIFAT-MATERIAL-
KEDOKTERAN-GIGI pada tanggal 15 September 2018
Top Related