METODE PEMBELAJARAN KITAB KUNING DI PONDOK PESANTREN MTI
PANINGGAHAN
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana
Pendidikan (S1) Pada Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
OLEH
SISRI MILAWATI
NIM.2114.084
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
JURUSAN TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI ( IAIN) BUKITTINGGI
TA. 2017/2018
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Berbicara tentang metode pembelajaran berarti berbicara dunia pendidikan,
didalam dunia pendidikan, guru sebagai salah satu komponen pendidikan dan merupakan
suatu bidang profesi, mempunyai peranan yang sangat penting dalam proses belajar
mengajaruntuk membawa anak didiknya kepada kedewasaan dalam arti yang sangat luas.
Bahkan boleh dikatakan bahwa keberhasilan suatu proses belajar mengajar ini terletak
ditangan guru.
Metode pembelajaran merupakan cara yang dipergunakan guru dalam mengadakan
hubungan dengan siswa pada saat berlangsungnya pengajaran.1 Jadi, didalam
pembelajaran terjadi interaksi antara seorang guru dengan siswa melalui metode tersebut.
Metode pembelajaran dapat dianggap sebagai suatu prosedur atau proses yang teratur,
suatu jalan atau cara yang teratur untuk melakukan pembelajaran.2
Di Indonesia sejauh ini telah memiliki perhatian yang tinggi terhadap masalah
pendidikan mulai dari tingkat dasar sampai keperguruan tinggi yang telah berkembang
dan berperan dalam mencerdaskan anak bangsa. Lain halnya dengan pendidikan formal,
masih banyak pendidikan non formal yang tetap memiliki eksistensi yang tinggi dalam
kehidupan masyarakat indonesia baik yang bersifat tradisional maupun yang bersifat
modern, semua mengalami perkembangan dan kemajuan yang pesat, serta selalu
1 Nana Sudjana, Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2011),
hlm.76
2Suyono, Belajar dan Pembelajaran, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011), hlm. 19
mendapatkan perhatian dari pemerintah indonesia, yang salah satunya adalah lembaga
pendidikan pondok pesantren.
Pesantren merupakan lembaga pendidikan dan pengajaran agama, umumnya
dengan cara non klasikal, dimana kyai mengajarkan ilmu agama islam kepada santri-
santri berdasarkan kitab-kitab yang ditulis dalam bahasa arab oleh ulama abad
pertengahan, dan para santri biasanya tinggal di pondok (asrma) dalam pesantren
tersebut. Pesantren sebagai lembaga pendidikan tradisional memiliki watak yang utama,
yaitu sebagai lembaga pendidikan yang memiliki ciri-ciri khas yang berbeda dengan
tradisi keilmuan lembaga-lembaga lainnya, seperti sekolah. Salah satu ciri utama dari
pesantren adalah sebagai pembeda lembaga keilmuan yang lain adalah kitab kuning,
yaitu sebuah buku yang mana di dalamnya terdapat tulisan arab yang tidak memakai
baris sehingga untuk membaca buku tersebut perlu memahami terlebih dahulu dasar-
dasar bahasa arab seperti nahwu, saraf dan lainnya. Sebagaimana firman Allah Q.S. An-
Nahl ayat 43:
ر إك رنملتاعللل وما أرسلنا من قبلك إلا رجالا نىحي إليهم فس ٣٤ ىك لى أ أل ذلكArtinya: “dan Kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang lelaki yang
Kami beri wahyu kepada mereka; Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai
pengetahuan jika kamu tidak mengetahui.3
Sesuai ayat di atas bahwa Allah memerintah kita untuk bertanya kepada orang yang
mempunyai pengetahuan, yakni para ulama yang ahli dalam kitab Taurat dan kitab Injil
(jika kalian tidak mengetahui) hal tersebut, mereka pasti mengetahuinya karena
kepercayaan kalian kepada mereka lebih dekat dari pada kepercayaan kalian terhadap
Nabi Muhammad SAW.
Kitab yang berisi ilmu-ilmu keislaman, khususnya ilmu Nahwu, yang ditulis atau
dicetak dengan huruf Arab dalam bahasa Arab. Kitab-kitab ini ditulis oleh para ulama
3Haidar Putra Daulay, Pendidikan Islam Dalam Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia, (Jakarta:
Kencana, 2004), hlm. 23
Islam pada zaman pertengahan. Kepintaran dan kemahiran seorang santri diukur dari
kemampuannya membaca serta mensyarahkan (menjelaskan) isi kitab-kitab
tersebut.Pentingnya pembelajaran kitab kuning ini adalah pertama, sebagai pengantar
bagi langkah ijtihad; kedua, sebagai materi pokok dalam memahami, manafsirkan dan
manerapkan bagian hukum positif yang menempatkan hukum islam; ketiga, sesuai
dengan tujuan pengajian kitab kuning adalah untuk mendidik calon-calon ulama.4 Kitab
kuning tersebut tidak hanya menjelaskan tentang hukum tetapi juga membicarakan
tentang sejarah kehidupan nabi, perang, para ulama, dan lain sebagainya.
Jadi, kitab kuning merupakan ciri khas dari pesantren, untuk menguasai ilmu kitab
kuning atau untuk mempelajarinya harus memahami ilmu nahwu dan sharaf, Karena
untuk mempelajarai kitab kita juga harus memahami makna/maksud dari kalimatnya. Di
pondok pesantren MTI Paninggahan berbagai macam jumlah kitab-kitab, dari kitab
Fiqih, Nahwu, Sharaf, Hadits, Tafsir dan masih banyak kitab yang lainnya.
Pembelajaran kitab kuning ini memiliki tingkat kesulitan yang tinggi, dengan tulisan
yang berbahasa arab dan lafaznya tanpa baris, membuat siswa susah untuk
memahaminya.Karakteristik atau ciri khas dari kitab kuning selain tidak berbaris,
kadang-kadang lembaran-lembarannya terlepas tidak terjilid, sehingga bagian-bagian
yang di perlukan mudah di ambil tanpa harus membawa semua lembaran yang ada dalam
satu kitab tersebut. Dan karena kitab ini tidak memakai harakat atau baris maka di sebut
juga kitab gundul, karena bentuk-bentuk hurufnya gundul, tanpa harus di sertakan baris
ini salah satu penyebab sulitnya kitab kuning untuk di baca, apalagi di pahami kecuali
bagiorang yang menguasai ilmu alat, yaitu: ilmu nahwu dan sharaf.
4Abdul Aziz Dahlan (et.al), Suplemen Ensiklopedia Islam, (Jakarta: PT Ikhtiar Baru), hlm. 335
Dilihat dari realita saat ini kitab kuning sudah mulai terbelakang dengan semakin
banyaknya bermunculan terjemahan dari kitab kuning maka kebanyakan dari masalah
agama hanya melihat kepada terjemahan saja. Ini membuktikan bahwa betapa lemahnya
umat islam. Oleh karena itu peran madrasah dan pesantren sangat menentukan nasib
kitab kuning untuk masa yang akan datang.
Oleh sebab itu, untuk memahami dan mempelajarinya guruharus menggunakan
metode pembelajaran kitab kuning, supaya lebih memudahkan peserta didik dalam
memahami pelajaran kitab kuning tersebut, seperti metode wetonan atau bandongan,
metode sorongan, metode diskusi, metode hafalan dan metode halaqah.5
Tujuan metode ini digunakan agar lebih memudahkan siswa dalam memahami
pembelajaran kitab kuning dan juga bisa meningkatkan minat siswa dalam belajar,
karena dengan guru menggunakan metode yang bervariasi siswa akan berperan aktif
dalam proses belajar mengajar.
Agar pelaksanaan proses belajar mengajar terkhusus pelajaran Kitab Kuning dapat
berjalan dengan baik, maka dibutuhkan metode guru dalam pembelajaran kitab kuning
untuk memudahkan siswa dalam memahami meteri kitab kuning dan bisa meningkatkan
minat siswa dalam belajar. Metode pembelajaran kitab kuning juga dilakukan di MTI
Paninggahan, di sekolah tersebut terdapat beberapa permasalahan diantaranya siswa yang
kurang memahami pelajaran kitab kuning. Maka dalam proses pembelajaran guru harus
bisa menggunakan metode yang tepat agar kegiatan pembelajaran berlangsung dengan
baik.
Sesuai dengan hasil observasi awal yang peneliti lakukan di MTI Paninggahan,
terlihat bahwa di dalam proses pembelajaran kitab kuning siswa masih belum memahami
5Hasan Basri, Beni Ahmad Saebani, Ilmu Pendidikan Islami, (Bandung: Pustaka Setia, 2010), hlm.
236-238
materi pelajaran, dimana guru dalam menggunakan metode pembelajaran belum menarik
perhatian siswa dalam belajar kitab kuning, terlihat guru hanya fokus membacakan isi
kitab di depan sehingga membuat siswa belum memahami materi pelajaran kitab kuning
dan membuat siswa tidak fokus dalam belajar. Hal ini di tandai dengan keluar masuknya
siswa dalam proses pembelajaran dan siswa cenderung berbicara dengan teman
sebangkunya dan hanya sebagian siswa yang memperhatikan guru menjelaskan materi
pelajaran. Hal ini yang didukung oleh pernyataan Muhamad Fauzan siswa disekolah
tersebut yang mengatakan, “Saat pembelajaran Kitab Kuning berlangsung saya merasa
kurang tertarik untuk belajar sehingga saat pembelajaran berlangsung saya menjadi tidak
fokus untuk mendengarkan penjelasan dari guru.6
Berdasarkan penjelasan tersebut diatas dapat diketahui bahwa siswa kurang
memahami pelajaran kitab kuning, sehingga berdampak pada tidak fokusnya siswa saat
proses pembelajaran berlangsung. Maka penulis tertarik untuk menyusun skripsi dengan
judul “Metode Pembelajaran Kitab Kuning di Pondok Pesantren MTI
Paninggahan”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka dapat diidentifikasikan masalah
sebagai berikut:
1. Kurangnya pemahaman siswa dalam belajar kitab kuning sehingga berdampak
pada tidak fokusnya siswa saat pembelajaran berlangsung.
2. Metode yang digunakan kurang menarik minat belajar siswa.
6Muhamad Fauzan, Siswa Kelas VIII di MTs.TI Paninggahan, Berdasarkan Hasil Wawancara pada 26
Desember 2017
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan batasan masalah yang penulis kemukakan di atas dapat dirumuskan
permasalahan pokok dalam penelitian ini adalah: Bagaimanakah Metode Pembelajaran
Kitab Kuning Di Pondok Pesantren MTI Paninggahan?
D. Batasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah yang penulis kemukakan di atas, maka penulis
membatasi masalah dalam penelitian ini yaitu “MetodePembelajaran Kitab Kuning Fiqih
Pada Siswa MTs.TI Kelas VIII di Pondok Pesantren MTI Paninggahan”.
E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah: Untuk Mengetahui
Bagaimanakah Metode Pembelajaran Kitab Kuning Di Pondok Pesantren MTI
Paninggahan.
Adapun kegunaan dalam penelitian ini adalah:
1. Untuk menambah pengetahuan dan wawasan bagi pembaca pada umumnya
dan bagi penulis khususnya berkenaan dengan metode pembelajaran kitab
kuning pada siswa MTs.TI kelas VIII di pondok pesantren MTI Paninggahan.
2. Sebagai partisipasi sumbangan penulis dalam menambah koleksi perpustakaan
IAIN BUKITTINGGI.
3. Sebagai bahan masukan dan informasi bagi penulis sebagai salah seorang
calon sarjana Tarbiyah yang nantinya akan terjun ke tengah-tengah masyarakat
dan bertugas sebagai pendidik khususnya yang berhubungan dengan dunia
pendidikan.
4. Untuk memenuhi syarat-syarat dalam penulis skripsi untuk mencapai gelar
sarjana (S.1) pada Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Jurusan Pendidikan
Agama Islam di IAIN Bukittinggi.
F. Penjelasan Judul
Metode Pembelajaran Merupakan suatu cara atau strategi yang dilakukan oleh guru agar
terjadi proses belajar pada diri siswa untuk mencapai tujuan.
Metode pembelajaran diambil dari kata “metode” yang artinya
cara melaksanakan dan kata “pembelajaran” yang artinya proses
terjadinya perubahan tingkah laku seseorang menuju kearah yang
lebih baik.7 Yang dimaksud disini yaitu metode pembelajaran
yang digunakan di pondok pesantren MTI Paninggahan.
Kitab Kuninng Merupakan sebuah buku yang mana di dalamnya terdapat tulisan
arab yang tidak memakai baris sehingga untuk membaca buku
tersebut perlu memahami terlebih dahulu dasar-dasar bahasa arab
dan Qawa’id seperti nahwu, sharaf dan lainnya.8
MTs.TI Paninggahan Merupakan Pondok Pesantren yang terletak di Jorong Subarang
Nagari Paninggahan Kecamatan Junjung Sirih. Dipondok
pesantren tersebut mengajarkan ilmu agama yang bersumber dari
kitab kuning.
7Endang Mulyatiningsih, Metode Penelitian Terapan Bidang Pendidikan, (Bandung: Alfabeta, 2012),
hlm. 233 8Haidar Putra Daulay, Pendidikan Islam..., hlm. 23
G. Sistematika Penulisan
BAB I Pendahuluan
Dalam bab ini yang pertama dibahas adalah latar belakang masalah, fokus
penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, penjelasan judul dan sistematika
penulisan.
BAB II Landasan Teori
Dalam bab ini dikaji beberapa teori yang berkaitan dengan penelitian, yaitu tentang
Metode Pembelajaran, Kitab Kuning dan Pondok Pesantren MTI Paninggahan
BAB III Metode Penelitian
Berisi tentang jenis penelitian, informan penelitian, teknik pengumpulan data,
teknik pengolahan data, teknik analisis data dan pengujian keabsahan data.
Jadi, yang penulis maksud dari judul di atas adalah suatu tinjauan atau penelitian
yang dilaksanakan untuk mengetahui MetodePembelajaran Kitab Kuning pada Siswa
MTs.TI Kelas VIII di Pondok Pesantren MTI Paninggahan.
BAB II
LANDASAN TEORITIS
A. Kitab Kuning
1. Pengertian Kitab Kuning
Kitab kuning merupakan sebuah buku yang mana di dalamnya terdapat tulisan arab
yang tidak memakai baris sehingga untuk membaca buku tersebut perlu memahami
terlebih dahulu dasar-dasar bahasa arab seperti nahwu, saraf dan lainnya.9
Kitab itu disebut “kitab kuning” karena umumnya dicetak di atas kertas berwarna
kuning yang berkualitas rendah. Kadang-kadang lembar-lembaranya lepas tak terjilid
sehingga bagian-bagian yang perlu mudah diambil. Biasanya, ketika belajar para santri
hanya membawa lembaran-lembaran yang akan dipelajari dan tidak membawa kitab
secara utuh. Ini sudah merupakan ciri khas dari kitab kuning itu sendiri sehingga kitab ini
menjadi kitab yang unik untuk dipelajari karena dapat membawa embaran-lembaran
yang akan dipelajari tanpa harus membawa keseluruhan dari isi kitab tersebut.
Menurut Azyumardi Azra, “Kitab Kuning mempunyai format sendiri yang khas
dan warna kertas “kekuning-kuningan”. Melihat dari warna kitab ini yang unik maka
kitab ini lebih dikenal dengan kitab kuning. Akan tetapi akhir-akhir ini ciri-ciri tersebut
telah mengalami perubahan.
Perbedaannya terletak pada isi, sistematika, metodologi, bahasa, dan
pengarangnya. Meskipun begitu, julukan “kitab kuning“ tetap melekat padanya. Kitab
kuning dipelajari terutama di pesantren memiliki bermacam-macam ilmu keagamaan
9Haidar Putra Daulay, Pendidikan Islam dalam Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia, (Jakarta:
Kencana, 2004), hlm. 23
untuk mengembangkan ajaran agama dan mengembangkan pendidikan agama bagi para
siswa, agar mereka mempunyai keyakinan yang kuat dalam melaksanakan ibadah.10
Karakteristik atau ciri khas dari kitab kuning selain tidak berbaris, kadang-kadang
lembaran-lembarannya terlepas tidak terjilid, sehingga bagian-bagian yang yang di
perlukan mudah di ambil tanpa harus membawa semua lembaran yang ada dalam satu
kitab tersebut. Dan karena kitab ini tidak memakai harakat atau baris maka di sebut juga
kitab gundul, karena bentuk-bentuk hurufnya gundul, tanpa harus di sertakan baris ini
salah satu penyebab sulitnya kitab kuning untuk di baca, apalagi di pahami kecuali
bagiorang yang menguasai ilmu alat, yaitu: ilmu nahwu dan sharaf.
Kitab kuning tidak memakai paragraf, berbeda dengan kitab putih yang memakai
paragraf. Juga tidak memakai tanda baca yang jelas, seperti titik dan koma.Selain itu,
bahasa yang di pakai dalam kitab kuning ini adalah bahasa baku, gaya bahasanya tidak
sama sengan bahasa modren yang di gunakan dalam kitab putih, karena bahasa yang di
pakai dalam kitab putih ini suda bercampur dengan bahasa modren. Untuk bisa membaca
kitab kuning di perlukan keterampilan serta ketekunan karena karya-karya klasik
mempunyai gaya bahasa dan sistematika tersendiri yang terasa asing bagi orang
mutakhir. Sedangkan kitab kuning sudah tersusun secara sistematis dan bahasa yang
ringkas, sehingga mudah untuk dibaca dan dipahami dari kitab kuning
Salah satu tradisi agung (great tradition) di Indonesia adalah tradisi pengajaran
agama Islam seperti yang muncul di pesantren dan lembaga-lembaga serupa di luar Jawa
serta Semenanjung Malaya. Alasan pokok munculnya pesantren ini adalah unutk
mentranmisikan Islam tradisional sebagaimana yang terdapat dalam kitab-kitab klasik
10
Husain Muhammad, ‘Kontekstualisasi Kitab Kuning: Tradisi Kajian dan Metode Pengajaran’ hal.
270
yang di tulis berabad-abad yang lalu. Kitab-kitab ini dikenal di Indonesia sebagai kitab
kuning.11
Kitab klasik yang lebih dikenal dengan nama kitab kuning mempunyai peranan
yang sangat penting dalam mengembangkan ajaran islam, ini menunjukkan bahwa kitab
kuning penting untuk dipelajari. Ilmuan Islam menulis karyanya berupa sebuah kitab
yang berwarna unik yaitu kekuning-kuningan yang dipelajari oleh Madrasah dasn
Pondok Pesantren.12
Tradisi kitab kuning jelas bukan berasal dari Indonesia. Semua kitab klasik yang di
pelajari di Indonesia berbahasa Arab, dari sebahagian besar di tulis sebelum Islam
tersebar di Indonesia. Demikian juga banyak kitab syarah yang di tilis klasik yang bukan
berasal dari Indonesia ( meskipun jumlah syarah yang di tulis ulama Indonesia makin
banyak ). Sejumlah kitab yang dipelajari di pesantren relatif baru, tetapi tidak ditulis di
Indonesia, melainkan di Makkah atau Madinah (meskipun pengArangnya boleh orang
Indonesia sendiri).13
Dalam tadisi intelektual Islam, khususnya di Timur Tengah, dikenal dua istilah
kitab-kitab klasik (al-kutub al-qadimah), dan kitab-kitab modern (al-kutub al-‘ashriyah).
Perbedaan antara kedua istilah kitab-kitab tersebut dicirikan, oleh cara penulisannya
yang tidak mengenal pemberhentian, tanda baca, dan kesan bahasanya yang berat, klasik,
dan tanpa syakl (harakat). Spesifikasi kitab kuning secara umum terletak dalam
formatnya, yang terdiri dari dua bagian, yaitu matn (teks asal) dan syarh (komentar, teks
penjelas atas matn).14
11
Martin Van Bruinessen, Kitab Kuning Pesantren dan Tarekat, (Bandung: Mizan, 1999), Cet. 3, hlm.
17 12
Azyumardi Azra, Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi Menuju Millenium Baru,(Jakarta:
Logos, 1999), cet. 1, hlm. 111 13
Martin van Bruinessen,Kitab Kuning Pesantren dan Tarekat..., hlm. 22 14
Jurnal Nurul Hanani, Manajemen Pengembangan Pembelajaran Kitab Kuning, (STAIN Kediri: 2017), vol 15, hlm. 10
Pelestarian pengajaran kitab kuning di pesantren telah berjalan terus menerus, dan
secara kultural telah menjadi ciri khas pesantren sampai saat ini. Disini peran
kelembagaan pesantren dalam meneruskan tradisi keilmuan klasik sangatlah besar.
Pengajaran-pengajaran kitab klasik tersebut pada gilirannya telah menumbuhkan warna
tersendiri dalam bentuk paham dan sistem nilai tertentu. Sistem nilai ini berkembang
secara wajar dan mengakar dalam kultur pesantren, baik yang berbentuk dari pengajaran
kitab-kitab klasik maupun yang lahir dari pengaruh lingkungan pesantren.
Dari kelompok ilmu-ilmu nonsyariat, yang banyak dikenal ialah kitab-kitab nahwu
saraf, yang mutlak diperlukan sebagai alat bantu untuk memperoleh kemampuan
membaca kitab gundul.
Dapat dikatakan bahwa kitab kuning yang banyak beredar di kalangan pesantren
adalah kitab yang berisi ilmu-ilmu syariat, khususnya ilmu fikih. Pada kertas yang
kuning dan tidak memakai baris (kitab gundul) sehinggakitab ini juga disebut dengan
kitab kuning.
Kitab klasik atau yang disebut dengan kitab kuning mempunyai ciri-ciri sebagai
berikut:
a. Kitab-kitabnya berbahasa Arab
b. Umumnya tidak memakai syakal bahkan tanpa titik dan koma
c. Berisi keilmuan yang cukup berbobot
d. Metode penulisannya dianggap kuno dan relevansinya dengan ilmu
kontemporer kerap kali tampak menipis
e. Lazimnya dikaji dan dipelajari dipondok pesantren dan banyak diantara
kertasnya bewarna kuning.
Ciri-ciri kitab kuning yang lain juga di ungkapkan oleh Mujamil, yaitu:
a) Penyususnannya dari yang lebih besar terinci ke yang lebih kecil seperti
kitabun, babun, fashlun, dan seterusnya.
b) Tidak menggunakan tanda baca yang lazim, tidak memakai titik, koma,
tanda seru, tanda tanya, dan lain sebagainya.
c) Selalu digunakan istilah dan rumus-rumus tertentu seperti untuk
menyatakan pendapat yang kuat dengan memakai istilah Al-madzha, Al-
ashlah, Al-arjah, dan seterusnya, untuk menyatakan kesepakatan antar
ulama beberapa madzhab di gunakan istilah ijmaan, sedangkan untuk
menyatakan kesepakatan antar ulama dalam satu madzhab digunakan istilah
ittifaaqan.
Kitab kuning selain memiliki ciri-ciri di atas, juga memiliki sebaran kitab
kuning di pesantren, adapun kitab-kitab kuning yang beredar di pesantren-pesantren
memiliki beberapa kajian, sebagai berikut:
a) Bidang kitab Tarekh (Khulasoh Nurul Yakin)
b) Bidang kitab Nahwu (Mukhtasor Jiddan)
c) Bidang kitab Fiqih (Al-Ghayah at-Taqrib)
d) Bidang kitab Tafsir (Jalalain)
e) Bidan kitab Hadits (Arba’in An-Nawawiyah)
f) Bidang kitab Sharaf (Al-Bana al-Asas).
Dari sejumlah kitab kuning yang diajarakan di pesantren, fiqih merupakan
disiplin ilmu yang memperoleh perhatian terbesar. Tetapi bukan pelajaran lain
terabaikan. Karya-karya fiqih yang dipelajarai dipesantren berada dalam satu alur
pemikiran mazhab, khususnya mazhab al-syafi‟i. Survei Van Brunessen, ia
mengungkapkan bahwa karya-karya fiqih Syafi‟i berasal atau merupakan kreasi
lanjutan dari tiga kitab kuning terdahulu; masing-masing kitab al-Muharrar karya
Rafi‟i (625H/1226 M), kitab al-Taqrib karya Abu Syuja‟ kira-kira (976 H/1567 M).
Ketiga kitab ini masing-masing membuat garis sejarah perkembangan sejumlah kitab
sendiri sesudahnya.15
2. Jenis-jenis Kitab Kuning
Kitab kuning dilihat dari sudut pandang memiliki berberapa unsur yang penting
untuk diketahui maka dapat kita ketahui dan dapat kita pahami arti dari kitab kuning. Di
antaranya sebagai berikut:
a) Kandungan maknanya.
b) Kadar penyajian.
c) Kreativitas penulisan.
d) Penampilan uraian.
Dilihat dari kandungan maknanya, kitab kuning dapat dikelompokkan menjadi
dua macam, yaitu:
1) Kitab kuning yang berbentuk penawaran atau penyajian ilmu secara polos
(naratif) seperti sejarah, hadis, dan tafsir.
2) Kitab kuning yang menyajikan materi yang berbentuk kaidah-kaidah
keilmuan seperti nahwu, usul fikih, dan mustalah al-hadis (istilah-istilah
yang berkenaan dengan hadis).
15
Jurnal Nurul Hanani, Manajemen Pengembangan..., hlm. 12-14
Sementara itu, dilihat dari kadar penyajiannya, kitab kuning dapat dibagi atas
tiga macam, yaitu:
1) Mukhtasar, yaitu kitab yang tersusun secara ringkas dan menyajikan pokok-
pokok masalah, baik yang muncul dalam bentuk nazam atau syi‟r (puisi)
maupun dalam bentuk nasr (prosa).
2) Syarah, yaitu kitap kuning yang memberikan uraian panjang lebar,
menyajikan argumentasi ilmiah secara komparatif, dan banyak mengutip
ulasan ulama dengan argumentasi masing-masing.
3) Kitab kuning yang penyajian materinya tidak terlalu ringkas tetapi juga tidak
terlalu panjang (mutawassitah).
Dilihat dari kreativitas penulisannya, kitab kuning dapat dikelompokkan
menjadi tujuh macam yaitu:
1) Kitab yang menampilkan gagasan baru, seperti Kitab ar-Risalah (kitab ushul
fiqh) karya Imam Syafi‟i, Al-„Arud wa al-Qawafi (kaidah-kaidah
penyususnan syair) karya Imam Khalil bin Atha‟, Abu Hasan Al Asy‟ari, dan
lain-lain.
2) Kitab yang muncul sebagai penyempurnaan terhadap karya yang telah ada,
seperti kitab Nahwu (tata bahasa Arab) karya As Sibawaih yang
menyempurnakan karya Abul Aswad Ad Duwali.
3) Kitab yang berisi (syarah) terhadap kitab yang telah ada, seperti kitab Hadits
karya Ibnu Hajar Al Asqolani yang memberikan komentar terhadap kitab
Shahih Bukhari.
4) Kitab yang meringkas karya yang panjang lebar, seperti Alfiyah Ibnu Malik
(buku tentang Nahwu yang disusun dalam bentuk sya‟ir sebanyak 1.000
bait).
5) Kitab yang berupa kutipan dari berbagai kitab lain, seperti Ulumul Qur‟an
(buku tentang ilmu-ilmu al-Qur‟an) karya Al-Aufi
6) Kitab yang memperbaharui sistematika kitab-kitab yang telah ada, seperti
kitab Ihya’ Ulum Ad Din karya Imam Al-Ghazali
7) Kitab yang berisi kritik, seperti kitab Mi’yar Al ‘Ilm (sebuah buku yang
meluruskan kaidah-kaidah logika) karya Al-Ghazali.
Adapun dilihat dari penampilan uraiannya, kitab kuning memiliki lima dasar
yaitu:
1) Mengulas pembagian sesuatu yang umum menjadi khusus, sesuatu yang
ringkas menjadi terperinci, dan seterusnya.
2) Menyajikan redaksi yang teratur dengan menampilkan beberapa pernyataan
dan kemudian menyusun kesimpulan.
3) Membuat ulasan tertentu ketika mengulangi uraian yang dianggap perlu,
sehingga penampilan materinya menarik dan pola pikirnya dapat lurus.
4) Memberikan batasan-batasan jelas ketika penulisnya menurunkan sebuah
definisi
5) Menampilkan beberapa ulasan dan argumentasi terhadap pernyataan yang
dianggap perlu.
Maka dapatlah dikelompokan kitab kuning berdasarkan kepada cirinya,
kandungan maknanya, kadar penyajiannya, kreativitas penulisannya, penampilan
uraiannya, dari keseluruhan kitab kuning yang dipelajari ataupun yang tidak dipelajari
oleh madrasah maupun pesantren tapi keseluruhan kitab kuning yang ada mempunyai
karakteristik/corak yang berbeda-beda.
Setiap cabang ilmu merupakan sistem tertutup dan di satu ilmu boleh jadi
terdapat dalil-dalil dan pandangan bertentangan dengan yang di cabang ilmu lain. Para
filosof dan mutakallim, sufi dan ahli metafisika, fakih dan ahli hadis masing-masing
punya wacana sendiri, kadang-kadang bertentangan satu dengan yang lain.16
Penulisan kitab kuning oleh ulama zaman dahulu merupakan tradisi keilmuan
Islam karena, “hampir pada tiap-tiap masalah terdapat lebih dari satu pendapat atau
pendekatan berbeda dalam tradisi keilmuan Islam. Kalaupun ada perkembangan
dalam tradisi keilmuan-yang terkadang terjadi akibat perkembangan politik-itupun
biasanya dalam bentuk pergeseran antar disiplin, di mana satu disiplin lebih mendapat
perhatian daripada sebelumnya, sedangakn disiplin lain mundur.17
Kita sering merasakan unsur populis atau suasana anti elite di kalangan
pendukung hadis. Elit ulama sering mengklaim hak-hak istimewa karenamereka
memiliki ilmu canggih yang langka. Pokok hadis relative sederhana dan dapat
dipahami tanpa pendidikan khusus; selain itu semua hadis didukungwewenang Nabi.
Karena itu, suatu hadis bisa dianggap sebagai argumen lebih kuat dari seluruh ilmu
intelektual.
Secara keseluruhan, ilmu-ilmu intelektual (al-um al-aqliyah) seperti logika,
filsafat, metafisika, kalam, ketabiban (thibb) semenjak zaman klasik sedikit demi
sedikit harus memberi lapangan kepada ilmu-ilmu agama dalam arti sempit (al-
ulum al-naqliyah: studi hadis, tafsir tradisional dan sebagainya). Proses ini
pemiskinan tradisi intelektual Islam.18
Sebagai intelektual muslim penguasaan kitab
kuning sangat diperlukan untuk tempat rujukan. Maka madrasah dan pesantren
16Jurnal Nur Hanani, Manajemen Perkembangan..., hlm. 6-8
17Martin Van Belinessen, Kitab KuningPesantren dan Tarekat, (Bandung: Mizan, 1999), hlm. 17
18Martin Van Belinessen, Kitab Kuning...., hlm. 20
berperan aktif melatih dan mendidik siswa untuk mahir dalam penguasaan kitab
kuning.
B. Metode Pembelajaran Kitab Kuning
1. Pengertian Metode Pembelajaran
Metode pembelajaran merupakan suatu cara atau strategi yang dilakukan oleh
guru agar terjadi proses belajar pada diri siswa untuk mencapai tujuan. Metode
pembelajaran diambil dari kata “metode” yang artinya cara melaksanakan dan kata
“pembelajaran” yang artinya proses terjadinya perubahan tingkah laku seseorang menuju
kearah yang lebih baik. Karena dengan adanya metode diharapkan mampu membantu
guru dan siswa dalam tercapainya tujuan pendidikan sesuai kurikulum yang
dicanangkan. Pada prinsipnya bahwa manusia itu harus berusaha dan berfikir dalam
mengerjakan suatu pekerjaan atau usaha tersebut tentu menggunakan cara, cara inilah
yang disebut dengan metode.19
Metode pembelajaran dapat juga disebut dengan metode mengajar. Metode
mengajar adalah alat yang dapat merupakan bagian dari perangkat alat atau cara dalam
pelaksanaan suatu strategi belajar mengajar. Dalam hal ini pengertian metode
pembelajaran sama dengan metode mengajar. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
metode pembelajaran adalah cara yang merupakan bagian dari strategi belajar mengajar
yang digunakan oleh guru untuk mencapai tujuan pembelajaran agar siswa tertarik pada
apa diajarkan guru serta siswa dapat belajar secara optimal.20
19
Endang Mulyatiningsih, Metode Penelitian Terapan Bidang Pendidikan, (Bandung: Alfabeta, 2012),
hlm. 233 20
Hasibuan dan Moedjiono, Proses Belajar Mengajar, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009), hlm.
3
Hal yang demikian tidak mudah atau sukar dilakukan, jika tidak mengikuti
metode yang tepat, guru dituntut menguasai metode pengajaran, agar bahan
pelajaran yang diajarkan diterima dan dicerna oleh siswa.21
Kitab kuning pada umumnya berbahasa Arab dan tidak mempunyai harakat
maka dibutuhkan juga suatu metode untuk mengajarkan bagaimana kitab tersebut
dapat dibaca oleh para siswa, dan sebelum menterjemahkan dan menguraikan materi
pelajaran kitab kuning sudah barang tentu dibahas matannya atau tata bahasanya.
Penguasaan metode tersebut dalam mengajarkan kitab kuning harus
mencangkup berbagai unsur penting seperti yang dikemukakan Drs. HD. Hidayat,
MA. Sebagai pengertian metode belajar yang dikutip sebagai berikut:22
a. Memilih materi pelajaran yang hendak diajarkan.
b. Menyusun (mengurutkan) materi yang telah dipilih berdasarkan tingkat
serta jenjang pendidikan.
c. Mengunakan teknik mengajar termasuk media pengajaran
d. Evaluasi.
Dari kutipan di atas diketahui bahwa unsur metode itu meliputi empat unsur,
unsur-unsur ini merupakan yang harus ada dalam metode pengajaran, apakah ia dalam
berbentuk metode mengajar matan dan terjemahan yang banyak diterapkan di
pondok-pondok pesantren maupun metode aural atau oral aproach (takiyah,
sam'iyah, safawiyah) yang diterapkan di madrasah negeri seperti MTs.
Dalam metode aural, para ahli bahasa Arab lebih banyak berorientasi kepada
sistem bunyi, bentuk kata dan struktur kalimat. Para ahli bahasa dalam menerapkan
metode ini bertumpu kepada hipotesis yang dapat dikutip sebagai berikut:23
a. Bahasa itu adalah percakapan bukan tulisan.
21
Ismail, Strategi Pembelajaran,(Semarang: Rasail, 2008), hlm. 7 22
Zuhairini, dkk, Sejarah Pendidikan islam, (Jakarta: PT: BUMI AKSARA, 1992), hlm. 212 23
Abu Ahmadi, Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 1997), hlm, 136-137
b. Bahasa adalah kebiasaan yang teratur.
c. Yang perlu dipelajari pertama adalah bahasa bukan tentang bahasa (analisa
bahasa yang biasa ditemui dibuku qawaid)
d. Bahasa adalah apa yang diucapkan oleh (penutur) artinya (abna lughah)
bukan yang seharusnya mereka katakan.
e. Bahasa di dunia berbeda yang satu dengan yang lain.
Lima hipotesis para ahli bahasa seperti yang diungkapkan di atas, sangat
berpengaruh pada metode sam'iyah, safawiyah dalam pengajaran dan merupakan
ciri-ciri penerapannya sebagai berikut:
a) Kegiatan proses belajar mengajar yang pertama kali dilakukan, bertujuan
agar pengajar menguasai bahan pelajaran secara lisan terlebih dahulu,
sebelum diperlihatkan kepada mereka bagaimana tulisannya. Dalam hal
ini hendaknya guru betul-betul melatih mereka bagaimana mengucapkan
huruf dan kalimat dengan intonasi yang baik. Jadi, metode ini mengajarkan
empat keterampilan bahasa secara berimbang dengan urutan sebagai
berikut: istima (menyimak), kalam (berbicara), qiraat (membaca), kitabah
(menulis).
b) Langkah pertama dalam mengajar bahasa asing dengan metode ini ialah
mengajarkan dialog-dialog yang mengandung ungkapan sebagai berikut :
- Yang digunakan penutur asli sehari-hari
- Meliputi pola kalimat atau susunan kalimat tertentuyang sengaja akan
dilatihkan selanjutnya, bagi pemula tentu saja struktur kalimat dasar
yang tinggi frekwensinya. Sedangkan kosa kata yang arus diberikan
masih terbatas sekali pada tingkat pemula ini, sebab paling penting di
sini dalah pelajar menguasai struktur atau pola kalimat.
c) Susunan atau pola kalimat dengan cara meniru dan menghafal secara
intensif, dengan tujuan agar pelajar menguasi benar susunan atau pola
kalimat itu, sehingga mampu mengucap secara optimis, setiap kali
diperlukan.
d) Materi dan proses belajar mengajar berjalan dari yang mudah kepada yang
sulit.
e) Metode kitab kuning ini memberikan pemahaman kepada siswa tentang
maksud dari satu materi yang dipelajari boleh jadi dalam penyampian
materi guru kitab kuning menggunakan kamus atau buku panduan lainnya
untuk tambahan bagi siswa, dalam menjelaskan makna suatu kata atau
kalimat, guru menggunakan berbagai media pengajaran yang sesuai
(sebagaimana metode langsung seperti gambar, model sampel,
dramatisasi) jadi guru kitab kuning diberi kebebasan dalam memakai
metode untuk pengajaran kitab kuning ini karena yang dibutuhkan dalam
pengajaran kitab kuning tersebut adalah memberi pemahaman dan
pengertian yang cukup kepada para siswa. Proses terjemahan kitab kuning
dilakukan dengan cara menterjemahkan menurut nahwu dan saraf
(Qawaid) karena makna dan maksud dari suatu kalimat tergantungpada
bentuk kalimatnya, oleh karena ini pelajaran nahwu dan syaraf sangat
penting dipelajari sebagai dasar dari kitab kuning.
f) Qawaid (Tata bahasa dalam bahasa Arab) adalah salah satu unsur untuk
dapat membaca kitab kuning bagaimana memberi suatu harakat sebuah
kalimat makan. Qawa‟id ini sangat dibutuhkan sebab betul dan
salahnya suatu bacaan dalam membaca kitab kuning tergantung kepada
qawa‟idnya. Qawaid ini memiliki tiga unsur yaitu:
- Nahwu.
- Saraf.
- Balagah.
Tiga unsur dalam qawaid ini merupakan kunci dari membaca kitab kuning dan
juga disebut sebagai kitab gundul sebab tidak memiliki harakat. Pengajaran kitab
kuning yang merupakan pelajaran pokok pada madrasah dan pesantren yang diajarkan
mayoritas oleh para kyai yang sudah mempunyai kemapuan menguasi kitab
kuning.
Di dalam memberikan pengajaran kitab kuning kepada para siswa guru
yang mengajar kitab kuning memiliki gaya seni mengajar yang berebeda-beda baik di
madrasah maupun di pesantren. Bila dilihat dari sistem pengajaran yang diterapkandi
dunia pesantren, memang terdapat kemiripan dengan tata laksana pengajaran dalam
ritual keagamaan Hindu, dimana terdapatnya penghormatan yang besar oleh murid
(santri) kepada kiainya. Sehubungan dengan hal ini Cak Nur menggambarkan, kyai
duduk diatas kursi yang dilandasi bantal dan para santri duduk mengelilinginya.
Dengan cara begini timbul sikap hormat dan sopan oleh para santri terhadap kyai
seraya dengan tenang mendengarkan uraian-uraian yang disampaikan
kyainya.Sehingga peran kyai sangat fenomenal dan signifikan dalam keberlangsungan
atau eksistensi sebuah pesantren, sebab kyai adalah sebuah elemen dasar sebuah
pesantren.Saat sekarang ini tidak lagi hanya lagi diperuntukkan bagi yang memiliki
pesantren. Sudah banyak juga gelar kiai dugunakan terhadap ulama yang tidak
memiliki pesantren.24
Meskipun materi yang dipelajarinya terdiri dari teks tertulis,namun
penyampaiannya secara lisan oleh para kyai adalah penting. Kitab dibacakan keras-
24
Haidar Putra Daulay, Pendidikan Islam..., hlm. 22
keras oleh kyai didepan sekelompok santri, sementara para santri yang memegang
bukunya sendiri memberikan harakat sebagaimana bacaan sang kyai dan mencatat
penjelasannya, baik dari segi lughawi (bahasa) maupun ma‟nawi (makna).
Santri boleh jadi mengajukan pertanyaan, tetapi biasanyaterbatas pada konteks
sempit kitab itu. Jarang sekali adanya usaha. Kyai jarang menanyakan apakah santri
benar-benar memahami kitab yang dibacakan untuknya, kecuali pada tingkat
pemahaman lughawi. Kitab-kitab yang bersifat pengantar sering dihapalkan,
sementara kitab-kitab advanced hanya dibaca saja dari awal sampai akhir.
(Namun, dalam lingkungan kecil tamatan pesantren, ada diskusi kitab untuk
mencari kerelevansi kekiniannya, baik secara historis maupun kultural).25
Di samping mengajarkan kitab-kitab khusus kepada para santrinya, juga
mengadakan pengajian mingguan untuk umum di mana dibahas kitab-kitab yang
relative sederhana.Pelaksanaan pengajaran kitab kuning berbeda dengan
pelaksanaan pelajaran lainnya ini dapat digambarkan pada teori yang dipakai oleh
kyai seperti, seorang kyai berada di hadapan para siswa atau santrinya dan
membacakan sebuah kitab maka, para siswa atau santrinya mendengarkan dengan
seksama agar bacaan kitab itu dapat mereka pahami dengan benar, setelah kyai
membacakan sebuah kitab maka kyai biasa menanyakan kepada siswanya tentang
kalimat Arab yang dibacakan, untukpertama kali pengajaran ditujukan kepada kalimat
Arabnya karena untuk memahami makna/maksud dari sebuah kitab harus terlebih
dahulu memahami kalimatnya. Sedangkan pelajaran selain kitab kuning seorang
pendidik cuma memberikan uraian/ penjabaran materi kepada siswanya.26
Di dalam menyajikan materi kitab kuning ada pembahasan yang harus untuk
diajarkan yaitu, kalimat Arabnya, makna/artinya, tujuan dan maksudnya.
25
Abdul Aziz Dahlan. (et.al), Suplemen..., hlm. 336 26
Azyumardi Azra, Renaisans Islam Asia Tenggara: Sejarah Wacana dan Kekuasaan, (Bandung:
RosdaKarya, cet. I, 1999) H. 41
Penguasan terhadap kalimat (matan) sangat diutamakan karna maksud dan tujuan
dari pengarangberdasarkan kepada bentuk kalimatnya (tata bahasanya).
2. Macam-macam Metode Pembelajaran Kitab Kuning
Yang membedakan kitab kuning dengan yang lainnya adalah metode
mempelajarinya sudah dikenal bahwa ada dua metode yang berkembang dilingkungan
pesantren untuk mempelajari kitab kuning. Pertama, metode sorongan, kedua, metode
bandongan. Selain kedua metode di atas, sejalan dengan usaha kontekstualisasi kajian
kitab kuning, dilingkungan pesantren dewasa ini telah berkembang beberapa metode,
seperti metode hafalan, diskusi, tanya jawab dan lain sebagainya.
Adapun macam-macam metode pemebelajaran kitab kuning, menurut
Zamakhsyari Dhofier dan Nurcolish Madjid, metode pembelajaran kitab kuning meliputi,
metode sorongan dan bandongan, sedangkan Husein Muhammad menambahkan bahwa,
selain metode wetonan atau bandongan dan metode sorongan, diterapkan juga metode
diskusi (munadzarah), dan metode hafalan. Adapun pengertian-pengertian tersebut
adalah sebagai berikut:
a. Metode wetonan atau bandongan
Metode wetonan atau bandonganmerupakan cara penyampaian kitab dimana
seorang guru, kiai, atau ustadz membacakan dan menjelaskan isi kitab, sementara
santri, murid, atau siswa mendengarkan, memberikan makna dan menerima.
Menurut Armai Arief bahwa metode bandongan adalah bahwa kyai
menggunakan bahasa daerah setempat, kyai membaca, menerjemahkan,
menerangkan kalimat demi kalimat kitab yang dipelajarinya, santri secara cermat
mengikuti penjelasan yang diberikan kyai dengan memberikan catatan-catatan
tertentu pada kitabnya masing-masing dengan kode-kode tertentu sehingga kitabnya
disebut kitab jenggot karena banyaknya catatan-catatan yang menyerupai jenggot
seorang kyai.
Adapun kelebihan dan kelemahan metode wetonan atau bandongan ini,
sebagai berikut:
1) Lebih cepat dan praktis untuk mengajar santri yang jumlahnya banyak.
2) Lebih efektif bagi murid yang telah mengikuti sistem sorongan secara
intensif.
3) Materi yang diajarkan sering diulang-ulang sehingga memudahkan anak
untuk memahaminya.
4) Sangat efesien dalam mengajarkan ketelitian memahami kalimat yang
sulit dipelajari.
Adapun kelemahan dari metode bandongan ini, antara lain:
1) Metode ini dianggap lamban dan tradisional, karena dalaam penyampaian
materi sering diulang-ulang.
2) Guru lebih kreatif dari pada ssiswa, karena proses belajarnya berlangsung
satu jalur (monolog).
3) Dialog antara guru dan murid tidak banyak terjadi sehingga murid cepat
bosan.
Adapun langkah-langkah pelaksanaan metode bandongan sebagai berikut:
1) Guru pada awal pertemuan membaca do‟a dan shalawat kepada nabi
Muhammad saw.
2) Guru membaca, menterjemahkan dan menerangkan kitab yang dipelajari,
guru menterjemahkan arti kata demi kata kemudian diberi harakat sesuai
dengan kedudukannya.
3) Santri mengikuti secaara cermat penjelasan yang diberikan guru dengan
memberi catatan-catatan baik berupa syakal/baris, makna/terjemah atau
keterangan-keterangan penting lainnya.27
b. Metode sorongan
Metode sorongan merupakan pengajian yang merupakan permintaan dari
seorang atau beberapa orang santri kepada kyainya untuk diajari kitab tertentu,
pengajian sorongan biasanya hanya diberikan kepada santri-santri yang cukup maju,
khususnya yang berminat hendak menjadi kyai.Dalam metode sorongan, santri
mendatangi kyai dengan membawa kitab kuning atau kitab gundul, lalu
membacanya didepan kyai dan menerjemahkannya. Jika cara pembacaannya kurang
tepat dari sisi sudut pandang ilmu nahwu dan ilmu sharaf, terjemahannya pun akan
keliru. Lalu, kyai menanyakan alasan-alasan santri membacanya demikian, hingga
santri memahaminya dan mengulang pembacaannya sampai benar-benar sesuai
menurut ilmu nahwu dan sharaf.
Metode sorongan sebagai metode yang sangat penting untuk para santri,
terutama santri yang bercita-cita menjadi kyai. Karena dengan metode sorongan,
santri akan memperoleh ilmu yang meyakinkan dan lebih terfokus pada parsyaratan
utama menjadi kyai, yakni memahami ilmu alat dalam ilmu-ilmu yang paling
prinsipil di pondok pesantren.
Adapun kelebihan dan kelemahan metode sorongan ini, sebagai berikut:
1) Terjadi hubungan yang erat dan harmonis antara guru dengan murid.
2) Memungkinkan bagi seorang guru untuk mengawasi, menilai dan
membimbing semaksimal mungkin kemampuan seorang murid dalam
menguasai bahasa arab, serta murid mendaapatkan penjelasan yang pasti
27
Hasan Basri, Beni Ahmad Saebani, Ilmu Pendidikan Islami, (Bandung: Pustaka Setia, 2010), hlm.
236
tanpa harus menerka-nerka tentang interpretasi suatu kitab karena
berhadapan dengan guru secara langsung yang memungkinkan terjadinya
tanya jawab.
3) Guru dapat mengetahui secara pasti kualitas yang telah dicapai muridnya.
4) Santri yang IQ nya tinggi akan cepat menyelesaikan pelajaran (kitab),
sedangkan yang IQ nya rendah ia membutuhkan waktu yang cukup lama.
Adapun kelemahan metode sorongan ini, sebagai berikut:
1) Tidak efisien karena hanya mengahadapi beberapa murid (tidak lebih dari
5 orang), sehingga kalau menghadapi murid yang banyak metode ini
kurang begitu tepat.
2) Membuat murid cepat bosan karena metode ini menuntut kesabaran,
kerajinan, ketaatan, dan disiplin pribadi.
3) Murid kadang hanya menangkap kesan verbalisme semata terutama
mereka yang tidak mengerti terjemahan dari bahasa tertentu28
Adapun langkah-langkah pelaksanaan metode ini, sebagai berikut:
1) Guru pada awal pertemuan membacaa do‟a dan shalawat kepada naabi
Muhammad saw.
2) Guru menyuruh santri membaca kitab satu persatu dihadapan guru, dan
guru mendengarkan apa yang dibaca oleh muridnya.
c. Metode diskusi
Metode diskusi merupakan sebagai jalan untuk memecahkan suatu
permasalahan yang memerlukan beberapa jawaban alternatif yang dapat mendekati
kebenaran dalam proses belajar mengajar. Didalam forum diskusi atau munadzaroh
ini, para santri biasanya mulai pada jenjang menengah, mambahas atau
28
Armai Arif, Pengantara Ilmu Dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), hlm.
155-156
mendiskusikan suatu kasus dalam kehidupan masyaraakat sehari-hari untuk
kemudian dicari pemecahannya secara fiqih. Dalam diskusi yang dilakukan oleg
guru adalah Guru sebagai moderator dengan tujuan agar santri aktif dalam belajar
dan santri bebas mengajukan pertanyaan ataupun pendapatnya dalam memecahkan
permasalahan.
Berikut ada beberapa kelebihan dan kelemahan metode diskusi ini, sebagai
berikut:
1) Merangsang siswa untuk lebih aktif dalam memberikan ide-ide dan
gagasan.
2) Dapat membiasakan diri bertukar fikiran dalam mengatasi setiap
permasalahan.
3) Membantu murid untuk mengambil keputusan yang lebih baik.
4) Tidak terjebak kedalam fikiran individu yang kadang-kadang salah, penuh
prasangka dan sempit.
5) Melatih siswa untuk mengemukakan pendapat dan melatih siswa untuk
bisa menghargai pendapat orang lain. Dengan diskusi orang akan
mempertimbangkan alasan-alasan/pikiran-pikiran orang lain.
Selain kelebihannya, ada beberapa kelemahannya, antara lain:
1) Kadang-kadang pembahasan dalam diskusi meluas, sehingga kesimpulan
menjadi kabur.
2) Memerlukan waktu yang cukup panjang.
3) Dalam diskusi sering terjadi perbedaan pendapat yang bersifat emosional
yang tidak terkontrol.
4) Kemungkinan ada siswa yang tidak ikut aktif, sehingga diskusi baginya
hanyalah merupakan kesempatan untuk melepaskan tanggung jawab.29
.
d. Metode hafalan
Metode hafalan merupakan suatu teknik yang digunakan oleh seorang
pendidik dengan menyerukan anak didiknya untuk menghafalkan sejumlah kata-kata
(mufrodat), atau kalimat-kalimat maupun kaidah-kaidah. Tujuan teknik ini adalah
agar anak didik mampu mengingat pelajaran yang diketahui serta melatih daya
kognisinya, ingatan dan fantasinya. Hafalan juga bisa diartikan kegiatan belajar
santri dengan cara menghafal suatu teks tertentu dibawah bimbingan dan
pengawasan kyai atau ustadz.
Adapun kelebihan dan kelemahan metode ini, sebagai berikut:
1) Cara baik untuk mengingat pelajaran sekaligus melatih daya ingat santri.
2) Bagi santri yang menyukai metode ini akan mendukung pemahaman
terhadap kitab.
Adapun kelemahan dari meteode ini, anatara lain:
1) Kemungkinan akan terjadi kebosanan pada diri santri jika metode ini
dijalankan terus menerus.
2) Bagi santri yang ingatannya minim akan menyita banyak waktu, karena
waktu belajar hanya digunakan untuk mengahafal.30
Adapun langkah-langkah pelaksanaan metode ini, sebagai berikut:
1) Guru diawal pertemuan membacaa do‟a shalawat nabi saw.
2) Guru menyerukan pada santri untuk menghafal sejumlah mufradat atau
kalimat-kalimat atau menghafal suatu teks.
e. Metode Halaqah
29
Jurnal Nurul Hanani, Manajemen Pengembangan..., hlm. 17 30
Jurnal Nur Hanani, Manajemen Perkembangan..., hlm. 16-18
Halaqah merupakan kelompok kelas dari sistem bandongan. Halaqah yang
arti bahasanya lingkaran murid atau sekelompok siswa yang belajar dibawah
bimbingan seorang guru atau belajar bersama dalam suatu tempat. Halaqoh ini juga
merupakan diskusi untuk memahami isi kitab, bukan untuk mempertanyakan
kemungkinan benar salahnya, metode halaqah ini dimaksudkan sebagai penyajian
bahan pelajaran dengan cara murid atau santri membahasnya bersama-sama melalui
tukar pendapat tentang suatu topik atau masalah tertentu yang ada dalam kitab
kuning. Dalam metode ini kyai atau guru bertindak sebagai moderator dengan tujuan
agar santri aktif dalam belajar dan dengan melalui metode ini santri akan tumbuh
dan berkembang pemikiran yang kritis, analitis dan logis. Adapun langkah-
langkahnya sebagai berikut:
1) Guru pada awal pertemuan membaca do‟a dan shalawat kepada nabi
Muhammad saw.
2) Dengan cara duduk melingkar, duduk di atas lantai dibawah bimbingan
seorang guru.
3) Sebelum pelajaran dimulai santri mengulang dan mempelajari kembali
secara sendiri, mentelaah pelajaran yang sudah diajarkan pertemuan
sebelumnya.
Mengenai metode kitab kuning di pesantren salafiyah tidak akan terlepas dari
penggunaan metode tradisional konvensional. Metode pembelajaran dapat diartikan
sebagai cara-cara yang dipergunakan untuk menyampaikan ajaran sampai ketujuan.
Dalam kaitannya dengan pondok pesantren salafiyah, ajaran adalah apa yang terdapat
dalam kitab kuning atau kitab rujukan atau referensi yang dipegang oleh lembaga
tersebut
Pengembangan metode pembelajaran di pondok pesantren yang diterapkan di
madrasah tidak berbeda dengan pendidikan umum. Di pesantren juga digunakan metode
ceramah, metode tanya jawab, dan metode diskusi, yaitu sebagai berikut:
a. Metode ceramah, yaitu sebagai cara menyajikan pelajaran melalui penuturan
secara lisan atau penjelasan langsung kepada sekelompok siswa.
Ada beberapa kelebihan dan kelemahan etode ceramah ini, sebagai berikut:
1) Ceramah merupakan metode yang “murah” dan “mudah” untuk dilakukan.
2) Ceramah dapat menyajikan materi pelajaran yang luas.
3) Ceramah dapat memberikan pokok-pokok materi yang perlu ditonjolkan.
4) Melalui ceramah guru dapat mengontrol keadaan kelas.
Adapun kelemahan metode ceramah ini, sebagai berikut:
1) Materi yang dapat dikuasai siswa sebagai hasil dari ceramah akan terbatas
pada apa yang dikuasai guru.
2) Guru yang kurang memiliki kemampuan bertutur kata yang baik, ceramah
akan dianggap sebagai metode yang membosankan.
3) Melalui ceramah sangat sulit mengetahui apakah seluruh siswa sudah
mengerti apa yang dijelaskan atau belum.31
b. Metode Demonstrasi
Metode demonstrasi ini suatu metode mengajar dimana guru atau orang
lain yang sengaja diminta atau murid sendiri memperlihatkan pada seluruh
kelas tentang suatu proses melakukan sesuatu. metode demonstrasi ini dapat
diterapkan oleh pengajar kitab kuning untuk mendemonstrasikan materi-materi
yang telah diajarkan, seperti sholat, wudhu‟, dan sebagainya.
31
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi..., hlm. 147-149
Ada beberapa kelebihan dan kelemahan dari metode ini, sebagai
berikut:
1) Proses pembelajaran akan menarik, sebab siswa tidak hanya mendengar,
tetapi juga melihat peristiwa yang terjadi.
2) Dengan cara mengamati secara langsung siswa akan memiliki kesempatan
untuk membandingkan antara teori dan kenyataan, dengan demikian lebih
meyakinkan kebenaran materi pelajaran.32
c. Metode Tanya Jawab
Metode tanya jawab adalah penyampaian pesan pengajaran dengan
cara mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan siswa memberikan jawaban, atau
sebaliknya siswa diberi kesempatan bertanya dan guru yang menjawab
pertanyaannya.
Ada beberapa kelebihan dan kelemahan dari metode ini, antara lain:
1) Sebagai ulangan pelajaran yang telah berlalu.
2) Sebagai selingan dalam menjelaskan pelajaran.
3) Kelas akan lebih hidup karena siswa dibawa kearah berfikir secara aktif.
Adapun kelemahan metode ini, sebagai berikut:
1) Waktu yang digunakan dalam pelajaran akan tersita dan kurang dapat
dikontrol secara baik oleh guru karena banyaknya pertanyaan yang
timbul dari siswa.
2) Kemungkinan terjadi penyimpangan perhatian siswa bilamana terdapat
pertanyaan atau jawabn yang tidak berkenaan dengan sasaran yang
dibicarakan.
32
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi..., hlm. 152-153
Berdasarkan uraian di atas dapat penulis tarik kesimpulan bahwa metodologi
pengajaran bahasa Arab ialah : suatu ilmu pengetahuan yang membahas tentang
jalan atau cara yang harus dilalui secara sistematis dan terformulasi, dan menjadi alat
bagi guru dalam menyampaikan tujuan pengajaran kitab kuning, dan memudahkan
bagi siswa atau santri mencerna kitab kuning tersebut dan menerapkannya.
3. Tujuan Pembelajaran Kitab Kuning
Salah satu aspek penting dan mendasar dalam pembelajaran adalah aspek tujuan.
Menurut tujuan pembelajaran merupakan syarat mutlak dalam mendepenisikan
pembelajaran itu sendiri yang paling tidak didasarkan kepada konsep dasar mengenai
manusia, alam, dan ilmu serta pertimbangan prinsip-prinsip dasar. Karena itu menurut
para ahli tujuan pembelajaran merupakan rumusan-rumusan dari berbagai harapan
ataupun keinginan manusia.
Adapun tujuan pembelajaran kitab kuning adalah sejalan dengan konsep dasar
dan tujuan pendidikan agama Islam, yaitu meningkatkan keimanan, pemahaman,
penghayatan, pengalaman peserta didik tentang agama Islam. Terutama untuk mendidik
calon-calon ulama yang mempunyai tujuan untuk mencari pengalaman dan hal perasaan
yang berhubungan dengan keagamaan. Sehingga menjadi muslim yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa serta berakhlak mulia dalam berkehidupan
pribadi bermasyarakat, berbangsa dan negara.
Dari tujuan diatas dapat ditarik beberapa dimensi yang hendak ditingkatkan dan
dituju oleh tujuan pembelajaran kitab kuning yaitu:
a. Dimensi keimanan peserta didik ( dalam hal ini ) santri terhadap pendidikan
agama Islam
b. Dimensi pengalaman dan pendalaman ( intelektual ) serta keilmuan santri
terhadap ajaran Islam
c. Dimensi penghayatan danpengalaman batin yang dirasakan santri dalam
ajaran Islam.33
4. Eksistensi Pembelajaran Kitab Kuning
Jamaluddin Athiyah, seorang ilmuan kontemporer Mesir dan penyusun buku
Turas al–Fiqh al–Islami (Warisan fikih Islam), menyebutkan setidaknya ada tiga alasan
mengapa kitab kuning tetap perlu dikaji, yaitu: pertama, sebagai pengantar dari langkah
ijtihad dan pembinaan hukum Islam komtemporer; kedua, sebagai materi pokok dalam
memahami, menafsirkan, dan menerapkan bagian-bagian hukum positif yang masih
menempatkan hukum Islam atau mazhab fikih tertentu sebagai sumber hukum, baik
secara histories maupun secara resmi; ketiga, sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan
umat manusia secara universal dengan memberikan sumbangan bagi kemajuan ilmu
hukum sendiri melalui studi perbandingan hukum (dirasah al–qanun al–muqaran).34
Terhadap kitab kuning ada tiga sikap yang ditunjukkan para peminat studi Islam.
Pertama, sikap menolak secara apriori terhadap semua kitab kuning dengan alasan bahwa
pemikiran ulama yang tertuang dalam kitab–kitab tersebut sudah tidak sesuai lagi dengan
kebutuhan dan tuntutan hidup zaman modern. Kedua, sikap menerima sepenuhnya
dengan alasan bahwa pendapat–pendapat ulama yang terdapat di dalamnya sudah
dianggap baku dan telah disepakati secara ijmak oleh kaum muslimin.
Sikap ini tampak pada diri para pendukung mazhab fikih tertentu; mereka
menerima sepenuhnya kitab kuning dalam bidang fikih mazhabnya. Ketiga, sikap
menerima secara kritis, yaitu menerima pendapat–pendapat ulama yang tertuang di
dalam kitabkitab kuning terlebih dahulu meneliti kebenarannya.35
Maka dibutuhkan
suatu lembaga formal untuk mengajarkan kitab kuning kepada peserta didik baik itu
pesantren maupun madrasah. Salah satu tradisi mengembangkan ajaran Islam adalah
33Muhammad Yakub, Pondok Pesantren..., hlm, 73
34Abdul Aziz Dahlan (et.al), Suplemen Ensiklopedia Islam..., hlm. 335
35Abdul Aziz Dahlan ,Suplemen Ensiklopedia Islam, hlm. 345
dengan cara memberikan bimbingan kepada para peserta didik untuk mempelajari kitab
kuning.
Kitab kuning memberikan arti agama seluas-luasnya ini terbukti dengan
banyaknya pendapat dalam satu masalah agama, dan juga kitab kuning merupakan
tempat merujuk kepada permasalahan agama yang tidak kita pahami dari al- Qur‟an.
Kalau dilihat secara teliti peranan kitab kuning dalam membimbing ilmuan muslim
sangat berpengaruh besar ini dapat dibuktikan bahwa para intelektual muslim merujuk
kepada kitab kuning, Walaupun sekarang suadah banyak kitab kuning diterjemahkan
kedalam bahasa Indonesia.
Untuk menjadi seorang intelektual muslim sangat dibutuhkan penguasaan
terhadap kitab kuning. Titik esensi dan sumber pokok dari diskursus kitab kuning
sebagai literatur keagamaan Islam tak bisa tidak adalah wahyu Allah yang disampaikan
kepada Nabi Muhammad sehingga berwujud Al–Quran. Esensi dan sumber pokok ini
kemudian dilengkapi dengan sumber kedua, yakni sunnah atau hadits Rasulullah S.A.W.
Wahyu yang berasal dari Allah S.W.T adalah sumber pengetahuan yang mutlak; dan
hanya Nabi Muhammad Saw yang dilimpahi rahmat untuk menerima wahyu tersebut
dari malaikat. Pada pihak lain, hadits sebagai sumber diskursus kitab kuning berada pada
level kedua dari segi kemutlakannya, khususnya hadist shahih mutawatir.36
Oleh karena
itu maka sangat diharapkan kepada para peserta didik pada madarasah/pesantren yang
merupakan suatu lembaga pengajaran agama Islam yang menitik beratkan kepada
penguasaan kitab kuning.
Dilihat dari realita sekarang ini kitab kuning sudah mulai terbelakang dengan
semakin banyaknya bermunculan terjemahan dari kitab kuning maka kebanyakan dari
masalah agama hanya melihat kepada terjemahannya saja. Ini membuktikan bahwa
36
Azyumardi Azra, Esai-EsaiIntelektual..., hlm. 115
betapa lemahnya umat Islam. Oleh karena ini peran madrasah dan pesantren sangat
menentukan nasib kitab kuning untuk masa yang akan datang.
Akal dalam batas-batas tertentu memainkan peran yang tidak bisa
dikesampingkan dalam menafsirkan, memperjelas, mengembangkan dan merinci apa
yang diperoleh melalui wahyu dan hadits. Seperti bisa diharapkan, apa yang bisa
dihasilkan oleh akal bukanlah sesuatu yang mutlak; ia tak lebih dari pada sekedar hasil
ijtihad, yang bisa benar dan bisa salah terlepas dari tingkatannya, bisa berbeda dari satu
individu atau kelompok kepada individu atau kelompok lainnya.
Salah satu tradisi agung di Indonesia adalah tradisi pengajar agama Islam seperti
yang muncul di pesantren dan lembaga-lembaga serupa di luar Jawa serta semananjung
Malaya. Alasan pokok munculnya pesantren ini adalah untuk mentransmisikan Islam
tradisional sebagaimana yang terdapat dalam kitab-kitab klasik yang ditulis beradab-adab
yang lalu. Kitab-kitab ini dikenal di Indonesia sebagai kitab kuning.
Kitab kuning pada umumnya dipahami sebagai kitab-kitab keagamaan berbahasa
Arab, menggunakan aksara Arab, yang di hasilkan oleh para ulama dan pemikir muslim
lainnya di masa lampau khususnya yang berasal dari timur tengah. Kitab kuning
mempunyai format sendiri yang khas, dan warna kertas kekuning-kuningan. Azzumadi
Azra memperluas pengertian kitab kuning sebagai kitab keagamaan bahasa Arab Melayu
atau Jawa atau bahasa-bahasa lokal lain di Indonesia dengan menggunakan aksara Arab,
yang lain di tulis oleh ulama di Timur Tengah, juga di tulis oleh ulama Indonesia
sendiri.37
37
Azyumardi Azra, Pendidikan Islam. Tradisi..., hlm. 111
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini tergolong pada penelitian lapangan (field research) yang bersifat
deskriptif kualitaatif, yaitu penelitian yang tidak dimaksudkan untuk menguji hipotesis
tertentu, tetapi hanya menggambarkan apa adanya tentang suatu variabel. Sebagai
prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriftif berupa kata-kata tertulis atau lisan
dari orang yang berperilku yang dapat diamati.38
Metode field research yaitu metode
dengan jalan mengandakan penelitian di lapangan atau masyarakat dengan
mengumpulkan data-data yang sesuai dengan pembahasan. Penelitian ini dilakukan di
Pondok Pesantren MTI Paninggahan Kecamatan Junjung Sirih untuk melihat
MetodePembelajaran Kitab Kuning pada Siswa MTs.TI Kelas VIII di Pondok Pesantren
MTI Paninggahan.
B. Lokasi Penelitian
Yang menjadi lokasi penelitian ini adalah pondok pesantren MTI Paninggahan
pada tingkat Madrasah Tsanawiyah yang terletak di Paninggahan.
C. Informan Penelitian
38
Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Rineka Rosda Karya, 1995), cet. Ke-
5, hlm.3
Informan adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang
situasi dan kondisi lokasi penelitian.39
Dia berkewajiban secara sukarela menjadi anggota
penelitian walaupun bersifat informal. Sebagai anggota tim dengan kebaikan dan
kesukarelaan. Ia dapat memberikan pandangan tentang nilai-nilai, proses dan
kebudayaan yang menjadi latar belakang penelitian ini. Adapun yang menjadi informan
kunci dalam penelitian ini adalah Guru yang mengajar kitab kuning di kelas VIIIdan
informan pendukungnya adalah Kepala Sekolah MTs.TIdan siswa MTs.TI kelas VIII.
D. Teknik Pengumpulan Data
Untuk tercapainya kesempurnaan dalam penelitian ini maka penulis
menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut:
a. Observasi
Obsevasi merupakan suatu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan
cara mengadakan penelitian secara teliti. Serta pencatatan serta sistematis. Observasi
adalah sebagai alat pengumpul data, observasi langsung memberikan sumbangan
yang sangat penting sekali dalam penelitian deskriptif. Jenis-jenis informasi tertentu
dapat di peroleh melalui pengamatan langsung oleh peneliti.40
Hasil observasi ini berguna untuk menguatkan data yang di peroleh dari hasil
wawancara. Teknik pengumpulan data melalui observasi ini, penulis mengamati
Metode Pembelajaran Kitab Kuning Fiqih Pada Kelas VIII MTs.TI di Pondok
Pesantren MTI Paninggahan kemudian data ini dituangkan kedalam hasil
penelitian.41
b. Wawancara
39
Lexy. J. Moleong, Metodologi...,hlm.3 40
Sanafiyah Faisal, MetodologiPenelitianPendidikan, (Surabaya: Usaha Nasional, 2004), hlm.204 41
Sugiyono, MetodePesnelitianKuantitatif, KualitatifdanR&D, (Bandsung: Alfabeta, 2011), hlm. 145
Wawancara adalah suatu percakapan yang diarahkan pada suatu masalah
tertentu merupakan proses tanya jawab lisan dimana dua orang atau lebih
berhadapan secara fisik. Wawancara dilakukan untuk memperoleh data atau
informasi sebanyak mungkin dan sejelas mungkin kepada subjek penelitian.
Wawancara merupakan bentuk pengumpulan data yang paling sering digunakan
dalam penelitian kualitatif.
Wawancara pada penelitian kualitatif memiliki sedikit perbedaan di
bandingkan dengan wawancara lainya. Seperti wawancara pada penerimaan pegawai
baru dan penerimaan mahasiswa baru. Wawancara pada penelitian kualitatif
merupakan pembicaraan yang mempunyai tujuan dan didahului beberapa pertanyaan
informasi ke formal. Walaupun semua percakapan mempunyai aturan peralihan
tertentu atau kendali oleh satu atau informan lainya, aturan pada wawancara
penelitian lebih ketat. Tidak seperti pada percakapan biasa, wawancara penelitian
ditujukan untuk mendapatkan informasi dari satu sisi saja sehingga hubungan
asimetris harus tampak. Peneliti cenderung mengarahkan wawancara pada
penemuan perasaan, persepsi, dan pemikiran informan.
Berdasarkan penjelasan penjelasan tersebut, dapat disimpulkan wawancara
merupakan suatu kegiatan tanya jawab dengan tatap muka (face to face) antara
pewawancara dengan orang yang di wawancarai (intervieuwer) tentang masalah
yang diteliti, dimana pewawancara bermaksud memperoleh persepsi, sikap, dan pola
pikir dari yang diwawancarai yang relevan dengan masalah yang diteliti. Karena
wawancara itu di rancang oleh pewawancara maka hasilnya pun dipengaruhi olek
karakteristik pribadi pewawancara.42
Pedoman wawancara berfungsi sebagai
pengendali, agar proses wawancara tidak kehilangan arah.43
c. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan catatan atau karya seseorang tentang sesuatu yang
sudah berlalu. Dokumen tentang orang atau sekelompok orang, peristiwa, atau
kejadian dalam situasi sosial yang sesuai dan terkait dengan fokus penelitian adalah
sumber informasi yang sangat berguna dalam penelitian kualitatif. Dokumen itu
dapat berbentuk tes tertulis, artefacts, gambar, maupun foto. Dokumen tertulis dapat
pula berupa sejarah kehidupan (life histories), biografi, karya tulis, dan cerita.
Disamping itu ada pula material budaya, atau hasil karya seni yang merupakan
sumber informasi dalam penelitian kualitatif. Dalam penelitian antropologi dokumen
material budaya atau artefacts sangat bermakna, karena pada dokumen atau material
budaya maupun artefacts itu tersimpan nilai-nilai yang tinggi sesuai dengaan waktu,
zaman dan konteksnya.44
E. Teknik Pengolahan Data
Dalam mengolah data ada tiga alur kegiatan yang dapat dilakukan, hal ini sesuai
dengan pendapat miles dan huberman dalam buku sugiyono yaitu:45
1. Reduksi Data
Reduksi data merupakan suatu proses penyeleksian, penyederhanaan,
pengabstrakan dan pemindahan data yang diperoleh dari catatan lapangan sebagai
42
Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif Teori dan Praktek, (Jakarta : PT. Bumi Aksara, 2015),
hlm.160-161 43
Cholid Narbuko Abu Ahmadi, Metode Penelitian, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 1997), Cet. Ke-1, hlm.
83 44
Muri Yusuf, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif&Penelitian Gabungan, (Jakarta: Kencana,
1999), hlm. 391 45
Sugiyono, Metode Penelitian..., hlm. 337
wahana perangkum data. Langkah ini penulis lakukan dengan cara memeriksa dan
menganalisis seluruh data yang diperoleh dari hasil observasi dan wawancara.
Setelah diperiksa dilakukan penyeleksian dan penyederhanaan data sesuai dengan
data yang dibutuhkan sesuai fokus penelitian.
2. Display Data
Display data merupakan penyajian data dengan cara menampilkan informasi
yang didapatkan melalui kegiatan reduksi, kemudian informasi yang diperoleh baik
melalui observasi dan wawancara dihimpun dan dikelompokkan berdasarkan fokus
masalah yang penulis teliti.
3. Verifikasi Data
Verifikasi merupakan suatu proses penarikan kesimpulan dan pembuktian
kebenaran suatu penelitian.
F. Teknik Analisis Data
Teknik analisa data yang digunakan adalah :
a. Menelaah seluruh data yang terdiri dari berbagai sumber yaitu dari wawancara dan
observasi.
b. Reduksi data yang dilakukan dengan membuat abstraksi. Abstraksi merupakan usaha
untuk membuat rangkuman yang inti, proses dan pertanyaan-pertanyaan yang perlu
dijaga, sehingga tetap berada di dalamnya selanjutnya adalah menyusun satuan.46
c. Satuannya itu kemudian dikategorikan, kategori itu dilakukan sambil membuat
koding. Koding adalah mengklasifikasikan atau mengelompokkan jawaban dari
responden dan menganalisa data.
G. Triangulasi Data
46
Lexy J. Moleong, Metodologi...,hlm.190
Keabsahan data yang diperoleh dilapangan disusun berdasarkan kriteria dan
teknik tertentu, sehingga dalam menerapkan keabsahan data diperlukan teknik
pemeriksaan data. Pelaksanaan teknik pemeriksaan data dilakukan melalui triangulasi
data.
Triangulasi data adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan
sesuatu yang lain diluar itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding
terhadap data tersebut. Teknik triangulasi yang paling banyak digunakan adalah
pemeriksaan melalui sumber lainnya.47
Triangulasi dengan sumber berarti membandingkan dan mengecek balik derajat
kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam
metode kualitatif. Hal ini dapat dicapai dengan jalan Membandingkan data hasil
pengamatan dengan hasil wawancara.
47
Lexy.s J. Moleong, Metodologi...,hlm. 178
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Temuan Umum
1. Sejarah Berdirinya Pondok Pesantren MTI Paninggahan
Berdirinya pada tanggal 5 Mei 1969 dibawah pimpinan Buya H.Djawaher Arsyad
yang merupakan wujud kepedulian putera paninggahan terhadap kehidupan beragama
masyarakat nagari paninggahan khususnya. Pada awalnya santri pertama berjumlah 100
orang melalui pendidikan pondok di surau tinggi jorong subarang paninggahan. Sejalan
dengan semangat untuk belajar ilmu agama para santri serta kebutuhan masyarakat
paninggahan akan lembaga pendidikan agama maka terkumpulah dana untuk
membangun gedung belajar yang baru didaerah Tabing Parumahan Nagari Paninggahan,
maka pada tahun 1977 proses belajar santri dipindahkan ke gedung yang baru dibangun.
Namun karena berbagai kendala dan situasi politik yang dihadapi waktu itu pendidikan
para santri kembali pindah ketempat awalnya berdiri yaitu Surau Tinggi Batang Aia
Jorong Subarang Nagari Paninggahan dengan melaksanakan pendidikan Pondok
Pesantren yang khusus mengajarkan ilmu agama islam yang bersumber dari kitab
kuning.
Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan tuntutan dunia pendidikan
serta kebutuhan masarakat, pada tahun 1979 MTI Paninggahan mulai membuka
pendidikan Madrasah Tsanawiyah dan Madrasah Aliyah. Seiring dengan waktu dan
perkembangan zaman serta tuntutan dunia pendidikan, MTI Paninggahan terus berbenah
diri dari waktu ke waktu. Dari surau hingga gedung kegiatan belajar berlantai tiga.
Peningkatan mutu pendidikan mesti harus dilakukan untuk memenuhi tuntutan
masyarakat, melalui pengadaan media penunjang kegiatan pembelajaran ( Lab. Bahasa,
Lab. Komputer, Pustaka). Peningkatan kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan
melalui pelatihan, seminar, loka karya. Semuanya tidak terlepas dari usaha dan kerja
seluruh komponen yang ada di MTI Paninggahan (pimpinan, kepala, komite, majelis
guru, pegawai dan siswa), yang memiliki komitmen bersama yang kuat, yang saling
mengambil peran disalah satu sisi untuk kemajuan MTI, yang bermula dari kesungguhan,
mengukir prestasi menuju ridho illahi.
Buya H.Djawaher Arsyad lahir pada tanggal 01 Januari 1930 di Paninggahan,
beliau menamatkan pendidikkan Sekolah Rakyat (SR) setingkat SD pada tahun 1952,
kemudian melanjutkan pendidikan Madrasah Tarbiyah Islamiyah Jaho Padang Panjang,
tamat tahun 1962. Setelah menamtkan pendidikan di Madrasah Tarbiyah Islamiyah Jaho
pada tahun 1962 kemudian Buya H.Djawaher Arsyad melanjutkan pendidikan di
Fakultas Kuliah Syari‟ah Madrasah Tarbiyah Islamiyah Candung Bukittinggi selama satu
tahun. Kemudian setelah tamat Buya H.Djawaher Arsyad langsung mengabdi sebagai
tenaga pengajar di MTI Candung Bukittinggi. Pada awal berdirinya Pondok Pesantren
Madrasah Tarbiyah Islamiyah Paninggahan, tahun 1969 Buya H.Djawaher Arsyad masih
mengabdi di MTI Candung Bukittinggi sampai 1971. Kemudian mulai 1971 beliau
memutuskan untuk berhenti mengabdi di MTI Candung dan menetap sebagai tenaga
pengajar dan pimpinan di Pondok Pesantren Madrasah Tarbiyah Islamiyah Paninggahan
yang beliau dirikan bersama kawan-kawan sampai sekarang. Untuk memenui rukun
islam yang kelima pada tahun 1987 beliau menunaikan ibadah haji ke Bitullah. Selain
bertindak sebagai pimpinan dan tenaga pengajar di Pondok Pesantren Madrasah Tarbiyah
Islamiyah Paninggahan pendirian Yayasan Bustanul Abrar tercantum dengan akta notaris
no: 16/VIII/2000/PM.KBR.
2. Visi dan Misi
Visi Pondok Pesantren MTI Paninggahan adalah “terwujudnya generasi islam”
Misi Pondok Pesantren MTI Paninggahan adalah:
1. Membelajarkan siswa untuk mendalami, mengembangkan dan mengajarkan
agama islam.
2. Membudayakan kepribadian yang berdisiplin, jujur, dan berakhlakul karimah.
3. Menumbuhkan nilai-nilai ukuwah islamiyah.
4. Menciptakan suasana belajar yang kondusif, kreatif dan inovatif.
3. Keadaan Guru
Keadaan santri, Guru dan Sarana Awal berdiri MTI Paninggahan ini tidak dapat
diterangkan ataupun dituliskan secara jelas, karena awal dari proses belajar mengajar di
MTI ini dimulai di surau-surau. Jadi santrinya banyak berasal dari Paninggahan dan
sekitarnya. Kemudian semakin banyaknya peminat untuk mengikuti pelajaran tentang
keagamaan, maka Buya H.Djawaher Arsyad berambisi untuk mendirikan sebuah
lembaga pendidikan dengan nama MTI Paninggahan karena letaknya di Paninggahan.
Sedangkan guru yang mengajar waktu itu hanya Buya H.Djawaher Arsyad. Mengenai
guru-guru lainnya bekerja sama dengan ulama-ulama di antaranya Ustadz Fadil, Ustadz
Nursalim, Ustadz Dalimi, dan Ustadz Syahril Alen, dan masih ada ulama-ulama yang
lainnya yang tidak dapat untuk dijelaskan satu persatu.
Pada keadaan sekarang ini MTI Paninggahan mempunyai 45 orang tenaga pengajar
yang terdiri dari guru Tsanawiyah dan Aliyah, sedangkan santri berjumlah 278 orang
yang rinciannya 202 santri Tsanawiyah dan 76 orang santri Aliyah. Untuk lebih jelasnya
keadaan guru dan santri di MTI Paninggahan pada saat sekarang ini dapat dijelaskan
melalui tabel berikut ini:
Tabel 1
Keadaan Guru di MTI Paninggahan
N
O
Nama
Pengajar
Mata Pelajaran Yang Diajar
1
H. Djawaher
Arsyad
Nahwu, Sharaf
2 Dra. Murni K
Akidah Akhlak, Bahasa Arab,
Tauhid
3
H.Alisar
Mayus, S.Ag
Fiqih
4
H. Arba'I
Mizen
Ushul Fiqih, Fiqih
5 Arlis, B Nahwu, Hadits
6 Lendra, S.Pd Bahasa Indonesia
7
Firdaus,
S.Pd.I
Bahasa Inggris
8
Gusriwati,
S.Pd
Matematika
9
Desmawati,
S.Ag
Sejarah Kebudayaan Islam
1
0
Asmadianto,
SE Ekonomi
1
1
Fatmawati
Zandra, A.Md PKWN
1
2
Lidya Reza,
A.Md TIK
1
3
Arman
Saputra, S.Pd.I PENJASORKES
1
4
Esi Ratnasari,
SS Sejarah, Sosiologi
1
5
Nurhayati,
S.Pd.I Bahasa Arab
1
6
Afrianto, S.Pd
Fiqih
1
7
Jufri, S.Ag
Fiqih
1
8
Fevi Yetmi,
S.Pt Biologi
1
9
Husniati
Fisika
2
0
Elisa, S.Pd
Bahasa Indonesia
2
1
Nadia, S.Pd
Sosiologi
2
2
Marliza, S.Pd
Bahasa Inggris
2
3
Arpis
Nurdiansyah,S.Sos Sosiologi
2
4
Arianto
Tandika, S.Pd Matematika
2 Israwati, Tafsir
5 A.Md
2
6
Herdianto,
M.Pd Tauhid, Fiqih
2
7
Arnis, S.Pd.I
Fiqih
2
8
Salman, A.Ma
Kaligrafi
2
9
Revina
Rosa,SS Bahasa Arab
3
0
Ermon, A.Md
PENJASORKES
3
1
Andi Hakim,
S.Pd.I Al-Qur‟an Hadits
3
2
Deswita, S.Pd
Sejarah Kebudayaan Islam
3
3
Yufrinaldi Nahwu, Tafsir
3
4
Rafika, S.Pd.I
Matematika
3
5
Mitria Mice,
S.Pd Matematika
3
6
Juli
Anggraini, S.Si Sejarah
3
7
Rigeska Putra,
S.Pd.I Tahfiz, Praktek Ibadah
3
8
Pebri, S.Pd
PENJASORKES
3
9
Nofrizal Hadits
4
0
Rahmawida,
S.Pd
Bahasa Indonesia
4
1
Riki Rizal,
S.Pd Tahfiz
4
2
Iqra Ranggi
Mutia,S.Pd.I Bahasa Inggris
4
3
Wesi Susanti,
S.Pd Biologi
4
4
Harzeni
Novrida, S.Pd Geografi
4
5
Randi
Permana Bahasa Arab
Sumber data: Arsip MTI Paninggahan
4. Sarana dan Prasarana
Sarana dan prasarana yang ada di MTI Paninggahan untuk melangsungkan proses
belajar adalah dapat diterangkan melalui tabel berikut:
Tabel 2
Sarana dan Prasarana
N
o
Sarana
Prasarana
Ju
mlah
Keku
rangan
1. Ruangan Belajar
14
Lokal
4
lokal
2.
Ruangan
Kepala/Pimpinan
2
Ruang
1
Ruang
3.
Ruangan Tata
Usaha
1
Ruang
-
4. Ruangan Guru
1
Ruang
-
5. Ruang BP/BK - -
6. Pustaka
1
Ruang
-
7. Lab Computer
1
ruang
-
8. Lab. IPA
1
ruang
1
ruang
9. Ruangan UKS
1
ruang
-
10. WC Guru dan
Siswa
2
Unit
2
Unit
11. Lapangan Olah
Raga
2
bh
2 bh
12. Mushalla
1
unit
-
13. Gudang
1
ruang
-
Sumber data: Papan Data Sarana dan Prasarana MTI Paninggahan Tahun 2018
Berdasarkan tabel data diatas terlihat sarana dan prasarana yang ada di MTI
Paninggahan sudah mencukupi untuk dilangsungkan proses belajar mengaajar.
5. Prestasi Pondok Pesantren MTI Paninggahan Tiga Tahun Terahir
Prestasi pondok pesantren MTI Paninggahan yang diraih selama thun terakhir ini
akan dijelaskan dalam tabel berikut ini:
Tabel 3
Prestasi Pondok Pesantren MTI Paninggahan
N
O
.
Jenis Prestasi T
ingkat
T
ahun
1
.
Juara II Voli Ball Putra K
ab
2
014
2
.
Juara III Tahfiz Putri K
ab
2
014
3
.
Peserta RAIDA Daerah P
rovinsi
2
014
4 Juara I KSM Fisika K 2
. ab 015
5
.
Juara 1 MTQ K
ab
2
015
6
.
Juara II Pidato Bahasa Inggris PA K
ab
2
015
7
.
Juara II Pidato Bahasa Inggris PI K
ab
2
015
8
.
Juara II Badminton PI K
ab
2
015
9
.
Juara II Tenis Meja PI K
ab
2
015
1
0
.
Juara II Lari 100 m PI K
ab
2
015
1
1
.
Juara III MTQ PA K
ab
2
015
1
2
.
Juara III Menulis Cerpen P
rovinsi
2
016
1
3
.
Juara I Penjelajah tercepat K
ab
2
016
1
4
Juara I KSM Kimia MA K
ab
2
016
.
1
5
.
Juara I KSM Akidah Akhlak
tingkat MA
K
ab
2
016
1
6
.
Juara II cab lukisan Islami Pospeda P
rovinsi
2
016
1
7
.
Juara III Kaligrafi Pospeda P
rovinsi
2
016
1
8
.
Juara I KSM Matematika K
ab
2
017
1
9
.
Juara I KSM Geografi K
ab
2
017
2
0
.
Juara II Akista 4 MAN 2 SOLOK K
ab
2
018
Sumber Data: Arsip MTI Paninggahan
Berdasarkan tabel diatas terlihat bahwa ada beberapa prestasi yang diraih beberapa
tahun terakhir ini, dari tahun 2014-2018. Selain mempelajari kitb para santri juga bisa
meraih prestasi yang lain seperti pembelajaran umum dan yang lainnya.
B. Temuan Khusus
1. Metode Pembelajaran Kitab Kuning Di Pondok Pesantren
MTI Paninggahan
Pada bab I skripsi ini telah penulis jelaskan bahwasanya Metode pembelajaran
merupakan cara berlangsungnya proses kegiatan belajar mengajar sesuai dengan kaidah
pembelajaran. Sedangkan pesantren MTI Paninggahan sendiri telah menerapkan metode
pembelajaran sesuai dengan ciri khas kepesantrenan.
Menurut kepala sekolah yakni Ibuk Nurhayati mengatakan bahwa metode
pembelajaran yang digunakan di Pesantren MTI Paninggahan masih menggunakan
sistem ala pesantren, seperti metode wetonan atau bandongan, metode hafalan, metode
sorongan, sejak dulu sampai sekarang.48
Selain itu, di Pondok Pesantren MTI
Paninggahan mempelajari berbagai macam jenis-jenis kitab kuning, yang mana akan di
terangkan pada pembahasan selanjutnya.
2. Jenis-jenis Kitab Kuning Yang di Pelajari di MTI
Jenis-jenis kitab kuning yang dipelajari di Pondok Pesantren MTI Paninggahan
beragam, khususnya pada kelas VIII sama dengan pondok pesantren lainnya, juga
mempelajari berbagai macam jenis kitab kuning. Lebih jauh kepala sekolah MTs.TI
menjelaskan bahwa jenis kitab kuning yang dipelajari dipondok pesantren beragam,
terkhusus kelas VIII seperti Kitab Kuning Fiqih, Kitab Hadits, Kitab Nahwu, Kitab
Sharaf, Tafsir, dan Kitab Tarekh.49
Berdasarkan penjelasan di atas tergambar bahwasanya di MTI Paninggahan kitab
kuning yang dipelajari siswa beragam, jenis kitab kuning yang dipelajari memiliki 2
macam bagian yaitu:
48
Nurhayati, Kepala Sekolah MTs.TI Paninggahan, Wawancara Pribadi, Paninggahan: 24 Mei 2018 49
Nurhayati, Kepala Sekolah MTs.TI Paninggahan, Wawancara Pribadi, Paninggahan: 24 Mei 2018
a. Jenis kitab kuning yang dilihat dari kandungan maknanya, seperti kitab kuning Hadits,
kitab Tafsir, Tarekh, Fiqih, Sharaf dan Kitab Nahwu. Lebih jauh Ustadz Afrianto
beliau mengatakan:
“Kitab kuning Hadits yang dipelajari di Pondok Pesantren MTI
Paninggahan adalah kitab kuning yang membahas tentang sifat-sifat nabi
Muhammad SAW baik dari perkataan, perbuatan maupun ketetapan nabi
Muhammad SAW, yang bisa menjadi tauladan bagi siswa, sedangkan kitab
kuning tafsir yang dipelajari untuk memahami makna dari lafaz-lafaz tertentu
(menjelaskan makna kata alif lam mim), Kitab Tarekh yang dipelajari yaitu
membahas tentang sejarah perjalanan hidup nabi dan para sahabat beliau, begitu
juga dengan kitab Fiqih, dimana siswa mempelajari tentang Thaharah (bersuci),
dan kitab kuning Sharaf mempelajari tentang cara mentasrifkan Fi’il Madhi dan
Mudhari’, hampir sama dengan pelajaran kitab kuning Nahwu, karena antara
keduaya saling berkaitan ”.50
Berdasarkan penjelasan di atas dapat dipahami bahwa kitab kuning hadist yang
dipelajari, dapat membantu siswa untuk mengetahui tentang kepribadian atau sifat-sifat
nabi baik berupa perkataan, perbuatan maupun ketetapan nabi Muhammad SAW serta
meneladani sifat-sifat beliau. Begitu juga dengan kitab kuning tafsir yang di pelajari
siswa, supaya siswa bisa memahami makna perkalimatnya (alif lam mim). Selain kitab
kuning hadits, ada juga mempelajari kitab kuning tarekh, dimana siswa juga membahas
tentang sejarah perjalanan hidup nabi Muhammad SAW dan para sahabat-sahabat beliau.
Dan kitab kuning Fiqih yang dipelajari bisa membantu siswa untuk mengetahui tentang
cara Thaharah (bersuci), serta kitab kuning Sharaf yang dipelajari untuk memudahkan
siswa mentasrifkan Fi’il Madhi ke Fi’il Mudhari’.
Mempelajari kitab kuning Nahwu akan membantu siswa untuk membaca tulisan
Arab lainnya seperti kitab-kitab yang lain, karena kitab nahwu mempelajari tentang tasrif
fi’il madhi dan mudhari’ sehingga bisa memudahkan siswa untuk membaca kitab kuning.
Sebagaimana penuturan dari Kepala Sekolah bahwa beliau mengatakan:
50
Afrianto, Pembimbing Pembelajaran Kitab Kuning Fiqih, Wawancara Pribadi, Paninggahan: 24 Mei
2018
“Kitab Kuning Nahwu yang dipelajari di MTI Paninggahan untuk
membantu siswa mempelajari Al-Qur‟an dan bisa memudahkan siswa membaca
kitab kuning, karena dalam belajar kitab kuning siswa mempelajari tentang tasrif
Fi’il Madi dan Fi’il Mudhari’ dan mempelajari tentang cara ‘irab”51
Berdasarkan penjelasan di atas dapat di pahami bahwa pelajaran kitab kuning ini
memiliki tingkat kesulitan yang tinggi, maka dengan siswa memepelajari kitab nahwu
siswa bisa lebih mudah untuk membaca kitab kuning, karena kitab nahwu membahas
tentang tasrif fi‟il madhi dan fi‟il mudhari‟ dan bagaimana cara „irabnya, sehingga
dengan mudah siswa untuk bisa membaca lafaz dari kitab kuning yang tidak memiliki
baris. Karena untuk memahami dan membaca kitab kuning ini membutuhkan kaidah-
kaidah ilmu nahwu dan sharaf, karena antara kitab kuning nahwu dan sharaf
pelajarannya saling berkaitan.
b. Jenis kitab kuning dilihat dari kreatifitas penulisannya, disini penulis hanya
menjelaskan tentang jenis kitab kuning yang dipelajari dikelas VIII memiliki 6 macam
jenis kitab kuning, yaitu kitab Nahwu, Hadits, Tafsir, Sharaf, Fiqih, dan kitab Tarekh,
Jenis kitab ini dilihat dari karya penulisannya. Hal ini sesuai hasil wawancara penulis
dengan Ustadz Afrianto pembimbing pembelajaran kitab kuning fiqih dikelas VIII
menyatakan:
“Jenis kitab kuning yang dipelajari di MTs.TI kelas VIII yang dilihat dari
karya penulisannya ialah kitab Fiqih Al-Ghayah at-Taqrib karya Syuja‟ Ahmad
bin Husaini bin Ahmad, kitab Nahwu Mukhtasor Jiddan karya Al-„Allamah Al-
Sayyid Ahmad Zaini Dahlan, kitab Hadits Arba’in An-Nawawiyah karya Imam
Nawawi, kitab Tafsir Jalalain karya Jalaluddin al-Mahalli dan Jalaluddin As-
sayuthi, kitab Tarekh Khulasoh Nurul Yakin karya „Umar „abdul Jabbar, kitab
Sharaf Al-Bana al-Asas karya Ibrahim Bin „Abdul Wahhab”.52
Berdasarkan penjelasan diatas, bahwa jenis kitab kuning yang di pelajari di
pondok pesantren MTI Paninggahan pada kelas VIII memiliki 6 jenis kitab kuning,
yaitu kitab fiqih, kitab hadits, kitab tafsir, kitab nahwu, kitab sharaf dan kitab tarekh,
51
Nurhayati, Kepala Sekolah MTs.TI Paninggahan, Wawancara Pribadi, Paninggahan: 24 Mei 2018 52
Afrianto, Pembimbing Pembelajaran Kitab Kuning Fiqih, Wawancara Pribadi, Paninggahan: 24 Mei
2018
masing-masingnya memiliki karya penulisan yang berbeda-beda. Sesuai teori jenis
kitab kuning dilihat dari karya penulisannya hanya memakai satu karya penulisan saja
yaitu kitab kuning nahwu karya As Sibawaih, tetapi di pondok pesantren MTI
Paninggahan jenis kitab kuning yang dilihat dari karya penulisannya tidak hanya
memakai satu karya penulisan saja, tetapi memiliki karya penulisan yang berbeda-beda.
3. Macam-macam Metode Pembelajaran Kitab Kuning Fiqih Pada Kelas VIII
MTs.TI di Pondok Pesantren MTI Paninggahan
Disamping telah mempelajari jenis-jenis kitab kuning yang beragam di kelas VIII
MTs.TI, tentu guru juga menggunakan metode yang beragam pula, di bawah ini penulis
akan menjelaskan metode pembelajaran kitab kuning fiqih, adapun metode
pembelajarannya sebagai berikut:
a. Metode Wetonan atau Bandongan
Metode wetonan merupakan cara penyampaian kitab dimana seorang guru,
kiai, atau ustadz membacakan dan menjelaskan isi kitab, sementara santri, murid,
atau siswa mendengarkan, memberikan makna dan menerima. Guru
menterjemahkan arti kata demi kata dan menerangkan kitab yang dipelajari, siswa
hanya memberikan catatan pada kitabnya berupa syakal/baris.
Berdasarkan hasil wawancara dengan guru yang mengajar kitab kuning fiqih
menyatakan:
“Bapak dalam belajar kitab kuning menggunakan metode bandongan
dimana guru membacakan isi kitab dan menerangkan yang dipelajari, siswa
hanya mendengarkannya lalu memberikan catatan pada kitabnya masing-
masing. Tujuannya metode ini saya gunakan, karena pelaksanaan metode ini
tidak membutuhkan waktu yang lama”53
Hal ini senada dengan hasil observasi yang penulis lakukan:
53
Afrianto, Pembimbing Pembelajaran Kitab Kuning Fiqih, Wawancara Pribadi, Paninggahan: 24 Mei
2018
“Guru menggunakan metode bandongan ini, guru pada awal
pembelajaran membaca salam dan shalawat nabi lalu siswa menjawab salam
guru dan ikut serta bershalawat bersama dengan guru, lalu guru menanyakan
sampai dimana batas pembelajaran sebelumnya, lalu guru membacakan isi
kitab dan menterjemahkannya dan siswa hanya mendengarkan serta memberi
catatan penting pada kitabnya”
Hal ini didukung oleh pernyataan dari kepala sekolah MTs.TI Paninggahan,
yaitu:
“Guru menggunakan metode bandongan membuat guru lebih aktif dari
pada siswa sehingga siswa kurang bisa memahami isi kitab yang dibacakan
oleh guru dikelas, karena guru hanya membacakan isi dan terjemahan, siswa
hanya mendengarkan penjelasan dari guru.”54
Hal ini senada dengan hasil observasi yang penulis lakukan:
“Guru lebih fokus di depan membacakan isi kitab dan terjemahannya
dan hanya sesekali guru berdiri, itupun hanya berdiri di depan saja tidak
berjalan untuk mendekati siswa, ketika guru sedang membacakan isi kitab
tidak semua siswa yang memperhatikan pelajaran, dikarenakan guru terlalu
fokus didepan membacakan kitab”
Guru dalam menggunakan metode harus bisa semaksimal mungkin, sehingga
dalam proses pembelajaran kitab kuning fiqih siswa lebih aktif dalam belajar dan siswa
memahami pembelajaran kitab kuning, dan komunikasi antara guru dan murid berjalan
dengan baik, sehingga membuat siswa fokus dalam mengikuti proses pembelajaran
kitab kuning fiqih, sebagaimana hasil wawancara peneliti dengan Kepala Sekolah
MTs.TI Paninggahan bahwa beliau menyatakan:
“Dalam penggunaan metode pembelajaran kitab kuning fiqih guru lebih
sering menggunakan metode bandongan, dari dulu sampai sekarang hanya itu saja
metode pembelajaran kitab kuning yang sering di pakai oleh guru mata pelajaran
kitab fiqih begitu juga dengan mata pelajaran kitab kuning yang lainnya.55
Hal ini didukung oleh pernyataan dari seorang siswa kelas VIII menyatakan:
54
Nurhayati, Kepala Sekolah MTs.TI Paninggahan, Wawancara Pribadi, Paninggahan: 24 Mei 2018 55
Nurhayati, Kepala Sekolah MTs.TI Paninggahan, Wawancara Pribadi, Paninggahan: 24 Mei 2018
“Dalam proses pembelajaran kitab kuning fiqih guru hanya membacakan
isi kitab dan kami hanya mendengarkan saja dan guru hanya duduk saja didepan
membacakan kitab sehingga membuat saya kurang tertarik dalam belajar.”56
Hal ini senada dengan hasil observasi yang peneliti lakukan:
“Ketika guru membacakan kitab di depan kelas, masih terlihat siswa yang
keluar masuk kelas, karena guru lebih sering di depan membacakan kitab,
sehingga guru tidak begitu memperhatikan keadaan kelas dan membuat siswa
sering keluar masuk kelas dan ada juga yang berbicara dengan temannya”
Berdasarkan data di atas, selain mengajar dikelas, guru juga harus memperhatikan
situasi kelas sehingga proses pembelajaran berlangsung dengan baik, guru dikelas tidak
hanya fokus membacakan isi kitab di depan, tetapi juga mendekati siswa agar siswa
termotivasi untuk belajar.
Metode yang digunakan guru harus bisa menarik perhatian siswa serta semangat
yang tinggi dalam belajar dan dengan metode yang digunakan guru bisa memudahkan
siswa dalam memahami materi pelajaran kitab kuning fiqih, hal ini sesuai hasil
wawancara penulis dengan kepala sekolah MTs.TI Paninggahan mengatakan:
“Siswa masih belum memahami materi pelajaran kitab kuning fiqih,
karena guru hanya membacakan isi kitab dan menterjemahkannya didepan dan
siswa memberi catatan penting pada kitabnya, hal tersebut akan membuat siswa
pasif karena lebih dominan guru yang membaca kitab dibandingkan siswa”.57
Hal ini senada dengan hasil observasi yang penulis lakukan:
“Terlihat siswa masih belum paham dalam belajar kitab kuning, dimana
siswa masih kelihatan bingung, dan ketika disuruh untuk membaca kitab, siswa
masih ragu untuk membacanya karena mereka tidak paham, selain itu guru hanya
didepan membacakan kitab sedangkan siswa hanya menulis catatan penting pada
kitabnya”.
Sebagaimana hasil wawancara penulis dengan siswa kelas VIII mengatakan:
56
Muhammad Fauzan, Siswa Kelas VIII MTs.TI Paninggahan, Wawancara Pribadi, Paninggahan: 24
Mei 2018 57
Nurhayati, Kepala Sekolah MTs.TI Paninggahan, Wawancara Pribadi, Paninggahan: 24 Mei 2018
“Bahwa kami kurang paham dengan materi yang disampaikan guru,
karena guru hanya fokus didepan membacakan isi kitab dan menterjemahkan
kitab sedangkan kami mencatat hal yang penting pada kitab kami masing-masing,
hal tersebut membuat kami tidak paham dalam membaca kitab karena guru yang
lebih sering membacakan didepan sedangkan kami hanya menerima saja”.58
Berdasarkan data diatas dapat dipahami bahwa dalam proses pembelajaran guru
harus bisa menggunakan metode yang bervariasi sehingga membuat siswa lebih fokus
dalam belajar dan tidak membuat siswa keluar masuk dalam proses pembelajaran
berlangsung. Dalam proses belajar mengajar seorang guru selalu berusaha agar
siswanya dapat memahami dan mengerti dengan apa yang disampaikan oleh siswanya
dengan mudah, seorang guru akan berusaha semaksimal mungkin mengubah metode-
metode pembelajarannya yang dapat menarik perhatian, motivasi dan semangat siswa
dalam belajar.
Guru dalam menggunakan metode harus sesuai dengan materi yang akan
disampaikan dikelas serta melihat kondisi kelasnya, sehingga guru dalam melaksanakan
proses pembelajaran akan berjalan dengan baik, dalam menggunakan metode
setidaknya guru akan mengalami kesulitan atau kendala-kendala didalam kelas, sesuai
hasil wawancara penulis dengan guru pembimbing kitab kuning fiqih menyatakan:
“Dalam penggunaan metode ini, kendala yang saya hadapi yaitu
kurangnya kedisiplinan santri dalam belajar kitab kuning, dimana santri dalam
belajar ada yang tidak membawa kitab kuning dan ada yang tidak membawa
pensil untuk menulis catatan penting pada kitabnya, kurangnya semangat santri
belajar kitab kuning, dimana santri dalam belajar kitab kuning ada yang
mengantuk dalam proses pembelajaran, dan luasnya materi pembelajaran kitab
kuning, dimana materi dalam pembelajaran kitab kuning tidak hanya
menggunakan bahasa indonesia tetapi juga menggunakan bahasa Arab yang tidak
berbaris baik dalam membaca, menulis maupun mengucapkan lafaznya, sehingga
memberikan kesulitan dalam membaca, menulis dan melafazkannya bagi
santri.”59
Hal ini senada dengan hasil observasi yang penulis lakukan:
58
Okta Riandi, Siswa Kelas VIII, Wawancara Pribadi, Paninggahan: 25 Mei 2018 59
Afrianto, Pembimbing Pembelajaran Kitab Kuning Fiqih, Wawancara Pribadi, Paninggahan: 24 Mei
2018
“Kendala yang dihadapi guru dalam menggunakan metode bandongan
dalam belajar kitab kuning ialah dimana santri ada yang tidak disiplin dalam
belajar kitab kuning, santri ada yang keluar masuk dalam belajar dan ada yang
berbicara dengan teman sebangkunya, ada yang mengantuk dalam belajar kitab
kuning”
Hal itu terjadi karena beberapa penyebab salah satu diantaranya adalah, para
santri telah lelah dan capek dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar karena dari
awal mulai kegiatan pembelajaran pada pukul 07:30 pagi hari sampai pukul 14:30
(dengan waktu istirahat kira-kira 30 menit), membuat siswa kurang semangat dan tidak
fokus dalam belajar.
Sebagaimana hasil wawancara penulis dengan siswa kelas VIII mengatakan:
“Dalam belajar kitab kuning semangat kami akan turun jika ada materi
pembelajaran kitab kuning yang sulit untuk kami pahami, dan dalam
pembelajaran kitab kuning, guru hanya menggunakan satu metode saja, metode
itu saja yang digunakan sehingga membuat kami kurang fokus dalam belajar
kitab kuning”60
Berdasarkan data diatas, dapat dipahami bahwa guru dalam menggunakan metode
pembelajaran tidak selamanya akan berjalan dengan lancar, tentu adanya kendala-
kendala atau kesulitan yang dihadapi, terutama pada santri atau siswa dalam belajar
kitab kuning ada yang kurang disiplin, dimana ada siswa yang tidak membawa kitab
dalam belajar dan ada siswa yang tidak membawa pensil dan lain sebagainya, dan siswa
yang kurang semangat dalam belajar kitab kuning, dilihat pada saat proses
pembelajaran kitab berlangsung masih ada siswa yang mengantuk dalam belajar, dan
dengan luasnya materi kitab kuning juga menjadi kendala bagi guru dalam
menggunakan metode bandongan, karena guru tidak hanya membacakan isi kitab tetapi
juga menterjemahkan isi kitab tersebut ke dalam bahasa indonesia.
Oleh sebab itu, untuk mengatasi kendala-kendala tersebut seorang guru harus bisa
mengatasinya, dari siswa yang malas membawa kitabnya dalam belajar kitab kuning,
60
Amrozi, Siswa Kelas VIII, Wawancara Pribadi, Paninggahan: 25 Mei 2018
guru harus menekankan pada siswa untuk membawa kitab dan pensil mereka dalam
pembelajaran kitab kuning untuk mencatat kata-kata penting dalam kitabnya. Dan bagi
siswa yang tidak bersemngat dalam belajar kitab kuning, guru harus memberikan
motivasi atau dorongan pada santri atau siswa tersebut untuk mau belajar kitab kuning
fiqih, yaitu berupa keutamaan-keutamaan yang bersumber dari al-Qur‟an dan al-Sunnah
serta kisah-kisah yang inspirasi para ulama yang semangat menuntut ilmu, sehingga
tujuan utama menuntut ilmu adalah mendapatkan surga dan menghilangkan kebodohan
dalam diri manusia.
Dengan demikian, cara seperti itu akan timbul semangat siswa dalam belajar kitab
kuning, karena dalam mempelajari kitab kuning fiqih ini butuh kesabaran dalam
mempelajarinya, sebab bukan hanya mendengar dan menulisnya, tetapi yang paling
berat adalah memahami, menghafal dan membaca sesuai kaidah bahasa Arab sehingga
membutuhkan pemahaman yang mendalam dan ketelitian khususnya dalam
pembelajaran kitab kuning fiqih pada kelas VIII MTs.TI Paninggahan.
b. Metode Sorongan
Metode sorongan merupakan metode dimana seorang santri membaca kitab
kuning satu persatu, seorang santri membaca kitab dan menguraikan isi kitab
dihadapan guru, guru hanya mendengarkan apa yang disampaikan oleh santri
tersebut, ketika guru menemukan kesalahan terhadap kitab yang dibaca santri, maka
guru akan memperbaikinya.
Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan guru yang mengajar kitab
kuning fiqih menyatakan:
“Bahwa metode sorongan ini memang pernah digunakan dalam
pembelajaran kitab kuning fiqih, karena metode ini menuntut siswa untuk
belajar sendiri dan guru hanya menanyakan tentang tasrifnya gimana, ketika
siswa salah lalu saya yang akan memperbaikinya. Tapi metode ini jarang
digunakan, karena muridnya banyak maka metode ini saya rasa kurang
begitu tepat digunakan”61
Hal ini diperjelas oleh Kepala Sekolah MTs.TI Paninggahan bahwa beliau
menyatakan:
“Metode sorongan ini memang bagus digunakan, karena metode ini
menyuruh siswa untuk belajar sendiri, siswa membaca kitabnya dihadapan
guru lalu guru menanyakan tentang tasrifnya. Terkadang guru dalam
menggunakan metode ini jarang menerangkan dikelas, karena siswa disuruh
untuk membaca kitabnya sendiri62
Hal ini sesuai hasil observasi yang penulis lakukan:
“Guru dalam menggunakan metode sorongan ini, ketika siswa
disuruh untuk membaca kedepan, masih ada siswa yang belum paham
dengan materi kitab kuning fiqih, terlihat juga guru belum menerangkan
materi lalu menyuruh siswa untuk membaca kedepan, dan metode ini jarang
sekali digunakan, karena membutuhkan waktu yang cukup lama, karena
siswanya cukup banyak, padahal metode ini bagus untuk melatih kemampuan
siswa”
Hal ini didukung oleh pernyataan dari siswa kelas VIII menyatakan:
“Guru dalam pembelajaran kitab kuning fiqih memang pernah
menyuruh kami untuk membacakan kitab secara perorangan kedepan, dan
guru menanyakan tentang bagaimana tasrifnya dan bagaimana cara i’rabnya
tapi kami tidak paham jika guru belum menerangkannya”63
Berdasarkan data di atas dapat dipahami bahwa metode sorongan ini memang
bagus untuk di gunakan dalam pembelajaran kitab kuning, karena menuntut siswa
untuk bisa belajar sendiri dan guru hanya menanyakan bagaimana cara ‘irabnya dan
tasrifnya, tetapi ini membuat siswa tidak paham dengan materi kitab kuning fiqih
sebelum guru menerangkan materinya dikelas, ketika siswa disuruh membaca kitab
kuning secara perorangan, kadang membuat guru malas untuk menerangkan materi
61
Afrianto, Pembimbing Pembelajaran Kitab Kuning Fiqih, Wawancara Pribadi, Paninggahan: 24 Mei
2018 62
Nurhayati, Kepala Sekolah MTs.TI Paninggahan, Wawancara Pribadi, Paninggahan: 24 Mei 2018 63
Nola Erlinda, Siswa Kelas VIII, Wawancara Pribadi, Paninggahan: 26 Mei 2018
kitab kuning dikelas. Namu jika metode ini sering digunakan guru dapat mengetahui
secara pasti kualitas yang telah dicapai oleh muridnya.
c. Metode Hafalan
Metode hafalan merupakan suatu teknik yang digunakan oleh pendidik untuk
menyerukan peserta didiknya untuk menghafal mufradat atau teks atau kalimat-
kalimat. Metode hafalan juga bisa diartikan kegiatan belajar santri dengan cara
menghafal suatu teks tertentu dibawah bimbingan ustadz atau guru.
Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan guru pembimbing kitab kuning
fiqih menyatakan:
“Dalam pembelajaran kitab kuning fiqih saya juga menggunakan
metode hafalan, siswa disuruh menghafal tentang bagaimana tata cara
pelaksanaan bersuci (thaharah) dan yang lainnya. Tapi jarang sekali metode ini
saya gunakan, karena membutuhkan waktu yang lama, karena saya harus
mendengarkan siswa membaca hafalannya satu persatu kedepan, tujuan
metode ini saya gunakan supaya melatih ingatan siswa sehingga siswa bisa
ingat tentang pelajaran yang telah mereka pelajari sebelumnya”64
Metode hafalan ini bisa untuk memudahkan siswa dalam belajar, karena
dengan metode ini para siswa bisa menghafal kosa-kata atau mufrhadat sehingga bisa
melatih ingatan siswa. Tapi dalam penggunaan metode ini seorang guru juga harus
bisa menggunakan waktu semaksimal mungkin, karena metode hafalan ini
membutuhkan waktu yang cukup lama dalam proses pembelajaran.
Hal ini didukung oleh pernyataan dari Kepala Sekolah MTs.TI Paninggahan
menyatakan:
“Bahwa guru mata pelajaran kitab kuning fiqih juga menggunakan
metode hafalan ini, tetapi memang membutuhkan waktu yang cukup panjang,
guru harus mendengarkan satu persatu teks yang dihafal oleh siswa, maka guru
mata pelajaran fiqih harus bisa menyesuaikan waktu dengan sebaik-
baiknya.”65
Sesuai hasil observasi yang penulis lakukan:
64
Afrianto, Pembimbing Pembelajaran Kitab Kuning Fiqih, Wawancara Pribadi, Paninggahan: 24 Mei
2018 65
Nurhayati, Kepala Sekolah MTs.TI Paninggahan, Wawancara Pribadi, Paninggahan: 24 Mei 2018
“Bahwa dalam penggunaan metode hafalan ini, guru kadang lupa akan
waktu, karena pada jam pelajaran telah habis guru masih belum keluar dari
kelas sehingga memakai waktu jam pelajaran yang lain”
Hal ini didukung oleh pernyataan dari siswa kelas VIII menyatakan:
“Bahwa dalam pembelajaran kitab kuning fiqih memang ada
hafalannya, seperti mengahafal kosa-kata dan tata cara pelaksanaan bersuci
(thaharah). Tapi kadang kami kurang suka, karena waktunya yang singkat dan
kadang kami ada yang tidak kebagian untuk menyetor hafalan, karena
menyetor hafalan itu diberi juga penilaian, selain itu kami juga mengalami
kseulitan dalam mengahafal kosa-kata karena tulisannya yang berbahasa
Arab.”66
Hal ini senada dengan hasil observasi yang penulis lakukan:
“siswa dalam mengahafal kosa-kata atau kalimat-kalimat bahasa Arab
tersebut, siswa mengalami kesulitan, karena dengan tulisannya yang berbahasa
Arab susah bagi siswa untuk menghafalnya”
Berdasarkan data di atas dapat dipahami bahwa metode hafalan memang bisa
untuk memudahkan dan melatih ingatan siswa dalam belajar kitab kuning fiqih, siswa
bisa menghafal tentang kosa-kata atau mufrhadat atau kalimat-kalimat, tetapi guru
dalam menggunakan metode harus bisa menggunakan waktu sebaik-baiknya sehingga
tidak membuat siswa kurang suka disebabkan siswa tidak kebagian untuk menyetorkan
hafalannya dan guru harus bisa membimbing siswa dalam menghafal, agar siswa tidak
mengalami kesulitan karena dengan tulisannya yang berbahasa Arab membutuhkan
ketelitian serta bimbingan dari guru yang mengajar kitab kuning.
Dengan demikian dari apa yang telah penulis kemukakan di atas dapat dipahami
dan diambil kesimpulan bahwasanya guru sudah menggunakan beberapa metode,
namun belum berjalan maksimal karena masih ada yang belum tercapai, dilihat dari
proses pembelajaran kitab kuning dikelas guru yang lebih aktif dari pada siswa dan
dialog antar guru dan murid tidak banyak terjadi sehingga membuat murid cepat bosan
dalam belajar.
66
Intan Putri Delima, Siswa Kelas VIII, Wawancara Pribadi, Paninggahan: 28 Mei 2018
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya maka
dapatlah ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Jenis-jenis kitab kuning yang dipelajari di MTs.TI beragam, terutama di kelas VIII
MTs.TI yaitu kitab kuning fiqih, hadits, tafsir, nahwu, sharaf, dan tarekh, dari 6 jenis
kitab kuning yang dipelajari di kelas VIII tidak hanya memiliki satu karya penulisan
saja, tetapi memiliki karya penulisan yang berbeda-beda.
2. Selain itu di pondok pesantren MTI Paninggahan guru juga menggunakan metode
pembelajaran kitab kuning pada pembelajaran kitab kuning fiqih di kelas VIII MTs.TI
Paninggahan.
a) Menggunakan metode wetonan atau bandongan, metode bandongn ini yang
sering digunakan, karena tidak membutuhkan waktu yang lama untuk
menyampaikan materi pelajaran kitab kuning. Metode ini belum berjalan
maksimal karena guru hanya duduk di depan membacakan isi kitab dan
menterjemahkannya sedangkan siswa membuat catatan penting pada kitabnya,
hal tersebut membuat guru lebih aktif dari siswa sehingga dialog antara guru dan
siswa tidak banyak terjadi. Dengan guru hanya fokus didepan membacakan isi
kitab, siswa akan merasa tidak bersemangat untuk belajar seperti siswa
mengantuk sehingga membuatnya melas untuk belajar.
b) Metode yang digunakan metode sorongan, dimana guru menyuruh siswa untuk
membaca isi kitab kedepan secara perorangan dan guru hanya menanyakan
tentang ‘irabnya dan tasrifnya, metode ini jarang digunakan karena
membutuhkan waktu yang lama karena dengan jumlah siswa yang lumayan
banyak membutuhkan waktu yang cukup untuk mendengarkan satu persatu siswa
membacakan kitabnya.
c) Metode hafalan adalah dimana guru menyuruh santri untuk mengahafal kosa-kata
atau teks dan kalimat-kalimat untuk melatih daya ingat santri dalam belajar kitab
kuning fiqih. Metode ini belum berjalan maksimal karena masih ada siswa yang
kesulitan dalam menghafalkan kosa-kata dan guru dalam menggunakan metode
ini harus bisa menggunakan waktu semaksimal mungkin sehingga tidak memakai
waktu jam pelajaran yang lain.
Walaupun sekolah telah menerapkan berbagai metode pembelajaran kitab kuning
fiqih pada kelas VIII namun hasilnya belum memuaskan, dilihat dari masih adanya siswa
yang belum memahami materi pelajaran kitab kuning serta guru dalam menggunakan
metode, guru hanya membacakan kitab didepan sehingga membuat siswa pasif dalam
belajar, dan guru menyuruh siswa untuk belajar sendiri sehingga membuat guru malas
untuk menerangkan materi kitab kuning dikelas, dan di lihat dari cara guru menggunakan
metode, guru belum bisa mengatur waktu semaksimal mungkin dalam proses
pembelajaran kitab kuning fiqih.
B. Saran-saran
Berdasarkan kesimpulan diatas maka penulis menyarankan kepada:
1. Kepala sekolah untuk melakukan pembinaan terhadap guru yang mengajar kitab
kuning fiqih dalam penggunaan metode pembelajaran kitab kuning dikelas,
sehingga guru bisa lebih tepat dalam memilih metode pembelajaran kitab kuning
fiqih.
2. Pembimbing pembelajaran kitab kuning fiqih untuk terus meningkatkan metode
pembelajaran sehingga para siswa termotivasi untuk mengikuti proses
pembelajaran kitab kuning di kelas. Dimana metode sorongan tersebut lebih bagus
digunakan dalam proses pembelajaran kitab kuning, karena siswa di tuntut untuk
belajar sendiri dan siswa di suruh secara perorangan untuk membacakan kitabnya
di depan sehingga membuat siswa lebih aktif dalam belajar kitab kuning.
3. Para santri yang belajar kitab kuning fiqih untuk mengikuti kegiatan pembelajaran
lebih semangat lagi karena sangat menunjang demi kemudahan mempelajari
leteratur pelajaran yang berbahasa Arab.
Top Related