MAKNA SIMBOLIS YANG TERDAPAT PADA RIASAN WAJAH DAN AKSESORIS PADA
PENGANTIN GAYA YOGYA PAES AGENG
(Dra. Herina Yuwati M.Pd.)
ABSTRACT
Dalam perkawinan adat Yogyakarta, riasan wajah bagi pengantin amatlah penting karena dalam
resepsi pernikahan merupakan kebanggan bagi yang punya hajat, untuk bisa menyuguhkan pada para tamu
pengantin yang sangat cantik dan elok dipandang bagi semuanya. Tetapi hanya sebatas itu masyarakat
memahaminya. Tulisan ini dimaksudkan berbagai makna simbolis yang terdapat pada kesatuan tata rias
dan asesori rias Pengantin Jogja Paes Ageng agar dipahami oleh masyarakat.
Tulisan ini dimaksudkan agar generasi berikutnya mau memahami nilai – nilai yang terkandung
didalamnya sehingga bisa mengangkat, memperkenalkan kembali kepada masyarakat bahwa riasan wajah
pada pengantin dan asesorinya merupakan salah satu kebutuhan pokok yang mempunyai nilai keindahan
yang adiluhung.
Kata kunci : Makna Simbolis, Riasan Wajah dan Asesori, Pengantin Jogja Paes Ageng
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sesuai dengan visi misi yang terdapat di
perguruan tinggi Akademi Kesejahteraan
sosial “ AKK “ Yogyakarta dimana dalam visi
dan misi tersebut terdapat kata kearifan lokal
maka sebagai insan pendidikan turut
mengembangkan kebudayaan ssuai dengan
program pemerintah, maka penulis membuat
jurnal yang berkaitan dengan hal tersebut
diatas.
Tata rias serta aksesoris pada Pengan tin
gaya Paes Ageng Yogyakarta didalamnya
terdapat makna simbolis yang amat dalam.
Karena semula semua gaya pengntin di
Yogyakarta adalah milik Kraton
Ngayogjakarta Hadiningrt . Pengantin –
pengantin tersebut hanya dipakai oleh Raja,
anak raja, kerabat keraton dan lingkungan
kerajaan saja. Tetapi seiring berjalannya
waktu,raja juga ingin masyarakat tahu dan
juga karena majunya jaman maka riasan
pengantin tersebut sebagian boleh dikenakan
oleh masyarakat umum. Sehingga sampai
sekarang ini masyarakat umum dapat
mempergunakannya.
Karena dahulu riasan pengantin hanya
dipakai oleh keluarga kerajaan, oleh karena itu
semuanya banyak mengandung makna
simbolis didalamnya. Sehingga banyak pula
aturan – aturan yang terdapat didalamnya.
Saya menulis jurnal dengan judul tersebut
diatas dimaksudkan agar perias pengantin
muda, pemerhati kebudayaan, terutama
mahasiswa AKS “ AKK “ Yogyakarta
mengetahui makna simbolis yang ada
didalamnya, tidak hanyaa bisa mengerjakan
riasannya saja. Di AKS “ AKK “ Yogyakarta
Rias Pengantin Gaya Yogya Paaes Ageng
merupakan salah satu mata kuliah yang
ditempuh di semester IV di jurusan Tata Rias.
Sehingga diharapkan mahasiswa AKS “ AKK
“ Yogyakarta terutama jurusan Tata Rias
mengetahui makna simbolisnya.
B. Batasan Masalah
Yang diteliti adalah Riasan Wajah dan
Asesori penganti gaya Yogya Paes Ageng.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut diatas
maka rumusan masalah tersebut adalah :
1. Apa makna simbolis yang terdapat pada
Riasan wajah dan asesori pada Pengantin
Gaya Yogya Paes Ageng?
2. Bagaimana asal usul Riasan wajah dan
asesori pada Pengantin Gaya Yogya Paes
Ageng?
3. Bagaimana bentuk dari Riasan wajah dan
asesori Pengantin Gayaa Yogya Paes
Ageng?
D. Tujuan Penelitian
Pada penelitian ini tujuannya adalah :
1. Ingin mengetahui makna simbolis yang
terdapat pada riasan wjah dan asesori
Pengantin Gaya Yogya Paes Ageng.
2. Ingin mengetahui asal usul riasan wajah
dan asesori Pengantin Gaya Yogya Paes
ageng.
3. Ingin mengetahui bentuk riasan adan
asesori Pengantin Gaya Yogya Paes
Ageng.
E. Manfaat Penulisan
Penulisan ini diharapkan dapat
memberikan masukan kepada mahasiswa AKS
“ AKK “ Yogyakarta,perias pengantin
muda,pemerhati kebudayaan,masyarakat
,maupun pelaku bisnis dibidang tata rias
pengantin agar mereka mengetahui makna
simbolis yang terdapat didalamnya sehingga
dapat menjaga warisan leluhur dengan baik
sebagai penerus pelestari kebudayaan lokal.
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pandangan Masyarakat tentang Makna
Simbolis.
Dalam kehidupan manusia ada yang
dinamakan daur hidup yaitu yang dimaksud
diantaranya adalah lahir, hidup dan mati.
Semua manusia pasti mengalaminya. Dalam
hidup manusia terdapat kehidupan yang harus
dilalui yaitu pernikahan. Dalam pernikahan ini
biasanya orang – orang dalam
penyelenggaraannya akan berusaha dengan
sebaik mungkin agar pada saat hari
pernikahannya tidak terjadi hal – hal yang
tidak diinginkan atau terjadi halangan. Karena
pada umumnya pada saat menjelang
pernikahan ada saja hal – hal yang
merintanginya. Oleh karena itu biasanya agar
sampai pada hari pernikahan bahkan mereka
yaitu calon pengantin, yang punya hajat
bahkan periasnyapun kadang berpuasa ,
dimaksudkan agar tidak ada aral melintang
dalam hajatan itu.
Menurut Marmien Sardjono
Yosodipuro,1996, mengatakan bahwa tugas
perias pengantin tidaklah ringan/ karena harus
memenuhi syarat – syarat tertentu yaitu dapat
menguasai segala sesuatu yang berkaitan
dengan perkawinan dan dapat menjadi sumber
bagi orang lain tentang bagaimana upacara
perkawinan adat orang Jawa diselenggarakan.
Lebih – lebih bagi orang yang akan
mempunyai hajat mantu. Selain itu juga
dituntut selalu menambah ilmu agar menjadi
perias pengantin yang dapat dipercaya dan
dipertanggung jawabkan kinerjanya. Perias
pengantin dituntut untuk sempurna dalam
mengerjakan merias pengantin, mak perias
pengantin harus disiplin diri dalam waktu dan
selalu menepati janji dengan keluarga yang
mempunyai hajat. Juga harus rendah diri,
menghormati dan menghargai sesama. Bahkan
harus bijaksana,memegang teguh aturan dan
dapat menjadi panutan bagi pengantin yang
diriasnya.
Sedangkan menurut Wigung
Wiratsongko,2018, mengatakan bahwa sebagai
inspirasi para empu paes tentang makna
simbolis ayang ada pada riasan pengantin
Jawa, maka sejauh mana fungsi dan makna
simbolis rias kebesaran kraton itu berperan
dalam Pengantin gaya Yogyakarta. Hal ini
dimaksudkan agar kita tidak terjebak dalam
ilusi bahwa semu yng tersirat pada tata rias
harus mempunyi makna filosofi yang akhirnya
menjadi mengda – ada karena dicari – cari
makna simbolisnya. Disamping itu juga untuk
memebuka kesadaran kita bahwa adaptasi dan
inovasi budaya tradisi dengan budaya luar atau
budaya asing. Sejak dulu sudah dilakukan dan
bisa diterima selama pengaruh luar itu dapat
distilir menyatu dengan rasa Jawa, sehingga
dapat dicapai harmonisasi yang tetap
memperlihatkan nafas ketimuran.
Menurut Agustin
Kemalawati,2018.mengatakan bahwa arti yang
terkandung dalam simbol diperlukan suatu
pemahaman terhadp pihak yang menjadi
pokok pengkajian. Sebab simbol merupakan
sarana untuk menguraikan, menggambarkan
atau menjelaskan tentang sesuatu pesan yang
terkandung didalam sesuatu simbol, yang
biasanya berkaitan dengan budaya masyarakat
yang mengembangkan simbol tersebut. Seperti
upacara religius dalam suatu masyarakat
adalah merupakan lambang atau simbol dari
konsep – konsep yang terkandung dalam
sistem kepercayaan pada masyarakat tersebut.
Pada masyarakat orang Jawa juga banyak
dipergunakan simbolisme dalam tata cara
berbusana, terutama dalam busana – busana
tradisional atau busana yang dipakai dalam
upacaraa tradisional. Pemakaian simbolisme
dalam busana Jawa ini tampak pada bentuk
motif dan warnanya. Misalnya simbol –
simbol yang tampak pada mitif batik klasik
Jawa,selain disusun dengan memperhatikan
keindahan juga diperhatikan mengenai falsafah
yang tercermin dari masing – masing bentuk
motif yang ada. Jadi batik – batik tradinional
Jawa selin memiliki keindahaan visual juga
menampilkan keindahan filosofis.
Masyarakat
Jawa
Makna
Simbolis
Busana
Riasan
Wajah
Asesoris
Gambar 1.
Makna Simbolis Pada Pengantin Jogja Paes
Ageng
B. Riasan wajah dan Asesori Penganti Yogya
Paes Ageng
Telah disebutkan diatas bahwa dalam
masyarakat Jawa sarat dengn makna simbolis
dalam kehidupannya. Hal ini dimaksudkan dan
diharapkan semuanya mengandung makna
baik, karena merupakan harapan agar kelak
dikemudian hari kedua calon pengantin
menjalani kehidupan rumah tangga mereka
dengan semua kebaikan. Oleh karena itu tentu
saja dalam merias pengantin terutama
pengantin Jawa yaitu pengantin daerah
Yogyakarta Gaya Paes Ageng sarat
mengandung makna simbolis yang mempunyai
pengharapan kelak pengaantin menjalni
hidupnya semuanya baik.
Pada upacara panggih Pengantin Yogya
Paes Ageng pengantin putrinya menggunakaan
busana keprabon dengan rias wajah yang
disebut Paes Ageng. Busana keprabon putri
terdiri dari kampuh dengan tengahan putih,
udhet cinde, nyamping cinde, memakai lima
buah cunduk mentul, pethat gunungan, ceplok
jebehan sritaman, kelat bahu, buntal, kalung
atau sangsang sungsun, gelang atau binggel
kana dan beberapa asesori yang disebut Raja
Keputren.
Keseluruhan tata rias wajah yang disebut
Paes Ageng mengandung beberapa makna
simbolis yang mencerminkan keagungan,
ketenangan dan kedewasaan yang dalam
istilah seni paes digambarkan sebagai “ Wanda
Luruh “ maksudnya yaitu pandangannya
luruh/turun kebawah. Simbol – simbol tersebut
tersermin dalam bentuk cengkorongan atau
bisa disebut paes dalam bentuk penunggul,
pengapit, penitis dan godeg. Ditengah
penunggul ada hiasan berbentuk belah ketupat
disebut dengan kinjengan. Dibawah penunggul
diantara mata agak keatas sedikit diberi citak
yang berbentuk belah ketupat terbuat dari daun
sirih. Alis berbentuk menjangan ranggah.
Menjangan atau rusa adalah bintang yng amat
cekatan. Disekitar mata diberi gambaran yang
disebut dengan jahitaan mataa. Gelung atau
disebut juga sanggul dibuat menyerupai
bentuk bokor mengkurep yang didalamnya
diisi irisan daun pandan yang diberi rajut agar
dapat menyatu . Sanggul tersebut ditutup
dengan rajut melati yaitu rajut yang terbuat
dari bunga melati yang masih kudup atau
belum mekar. Dibawah sanggul bokor
mengkurep agak sebelah kanan sedikit ada
koncer dari bunga melati yang disebut gajah
ngoling. Gajah ngoling ini terbuat dari roncean
bunga melati yang diisi dengan irisan daun
pandan , bentuknya panjang bulat. Untuk
hiasan sanggulnya berupa bunga ceplok
jebehan yaitu bunga mawar tiruan yang
diletakkan disebelah kanan dan kiri sanggul (
jebehan ) dan ditengah sanggul ( ceplok ).
Bunga mawar itu ada tiga macam, khusus
untuk jebehannya yaitu mawar merah, mawar
kuning dan mawar hijau. Sedang ceploknya
biasanya berwarna merah, bentuknya bunga
mawar. Juga masih menggunakan asesoris atau
perhiasan yang terdiri dari : 1. Sisir gunungan
atau pethat sebanyak 1 buah. 2. Cunduk
mentul sebanyak lima buah. 3. Sumping dari
ron kates atau daun pepaya, dibagian
tengahnya diberi prodo sebagai hiasan pada
telinga pengantin wanita. Sumping untuk
pengantin laki – laki disebut sumping
mangkara, yang terbuat dari emas atau
sekarang terbuat dari logam kuningan atau
bahan untuk memebuat perhiasan. 4. Gelang
dua buah atau disebut binggel kan yang
berbentuk melingkar. 5. Kalung bersusun tiga
atau disebut sangsangan sungsun. 6. Kelat
bahu atau hiasan lengan berbentuk naga
melingkar.
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan
pendekatan deskriptif kualitatif karena akan
lebih mengena dalam memberikan hasilnya
dan kesimpulannya akan lebih tepat.
B. Lokasi penelitian
Penelitian ini berlokasi di Yogykarta yaitu
ditempat ara perias pengantin, para pemerhati
rias pengantin, pebisnis yang bergerak
dibidang rias pengantin dan para pakar tentang
rias pengantin.
C. Subyek Penelitian
Subyek yang dipergunakan dalam penelitian
ini adalah :
1. Para perias pengantin yang masih muda.
2. Pemerhati rias pengantin.
3. Para pakar rias pengantin.
D. Obyek Penelitian
Yang dijadikan obyek dalam penelitian ini
adalah kegiatan yang dilakukan dalam merias
pengantin.
E. Metode Penentuan Subyek
Dalam penelitian ini subyek penelitiannya
ditentukan dengan cara sampling dengn
menggunakan tehnik proposive sampling atau
disebut juga logika pengambilan sampel yaitu
penulis mencari sumber yang tidak dibatasi
sehingga penyampaian informasi tidak
berulang – ulang.
F. Tehnik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini data yang diperlukan
adalah data primer maupun data sekunder baik
merupakan data yang kualitatif maupun
kuantitatif. Data primer didapat dengan cara
wawancara dan observasi di lapangan. Sedang
data sekunder didapat dari berbgai sumber
yang ada yaitu catatan yang ada pada perias
pengantin, buku – buku yang berhubungan
dengan ris pengantin, peneliti sejenis yang
terdahulu dan lain – lain. Adapun caranya
adlah dengan :
1. Wawancara atau interview.
Metode wawancara ini dilakukan
untuk mendapatkan data tentang riasan
pengantin dan asesorinya yang biasa
dilakukan oleh para perias pengantin.
2. Para pakar rias pengantin.
3. Para pemerhati rias pengantin.
Bentuk wawancara dilakukan baik secara
kelompok maupun perorangan dengan
wawancara terhimpun dan bebas terpimpin
secara laangsung dengan menemui orang –
orang tersebut.
G. Metode Observasi.
Observasi dilakukan dengan mengikuti
kegiatn para perias pengantin saat mereka
merias pengantin.
H. Metode Dokumentasi
Dokumentasi dilakukan dengan cara
mengumpulkan data dengan meliht buku –
buku yang berhubungan dengan rias
pengantin,dokumen, gambar yang terkait
dengn rias pengantin. Sedangkan data
sekunder yaitu melihat para peris pengantin
merias pengantin, juga para pemerhati saat
mengeluarkn statemennya mengenai rias
pengantin Jawa terutama Pengantin daerah
Yogyakarta.
I. Keabsahan Data.
Maksudnya adalah menguatkan
pemeriksaan dan memanfaatkn sesuatu diluar
data untuk mengecek atau sebagai bahan
perbandingan terhadap data tersebut. Untuk
memperoleh derajat data yang baik maka
dilakukan sesuatu yang dapat memperdalam
perolehan data tersebut yaitu dengan
memaksimalkan pengumpulan data di
lapangan, sehingga lebih mengenal keadaan di
tempat lapangan yang tidak mempengaruhi
situasi. Selain itu juga dilakukan pengumpulan
data dengan memilih berbagai sumber yang
sesuai. Sehingga data yang dihasilkan dapat
dibandingkan antara data wawancara,
observasi dan dokumentasi.
J. Analisis Data
Kumpulan data yang sudah dikumpulkan
akan diklasifikasi dengan sistematis,sehingga
selanjutnya dapat dilakukan analisis data
dengan menggunakan metode kualitatif dengan
pola berfikir deskriptif yaitu dimaksudkan
untuk menggambarkan secara sistematis data
yang tersimpan sesuai dengan data yang berada
di lapangan.
PEMBAHASAN
A. Rias Pengantin Gaya Yogya Paes Ageng
1. Sejarah Rias Pengantin Yogyakarta.
Di Yogyakarta banyak sekali terdapat
bermacam – macam rias pengantin.
Adapun yang sudah dibakukan oleh
Dewan Pimpinan Daerah ( DPD ) HARPI
“ Melati “ bekerjasama dengan Dinas
Pendidikan Propinsi dan Dinas
Kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta
adalah sebagi berikut :
a. Rias Pengantin Paes Ageng.
b. Rias Pengantin Paes Ageng Jangan
Menir.
c. Rias Pengantin Paes Ageng Kanigaran.
d. Rias Pengantin Kesatrian Ageng.
e. Rias Pengantin Kesatrian.
f. Rias Pengantin Jogja Putri.
g. Rias Pengantin Jogja Berkerudung
Tanpa Paes.
Dalam penelitian ini, peneliti
membahas tentang Rias Pengantin Paes
Ageng.
Zaman dulu upacara adat perkawinan
dan busana pengantin Gaya Yogyakarta
masih sangt seerhana, belum teratur dan
belum ada keseragaman, masih campur –
campur. Sebelum Indonesia merdeka
upacara perkawinn adat dilksanakan
berdsarkan kelompok/ strata sosial
masyarakat yang berlaku saat itu,
sehingga tidak mungkin seseorang yang
bukan kerabat keraton mengenakan
busana pengantin dan upacara milik
keraton.
Seiring berjalannya waktu maka
sekarang ini tradisi kraton ngayogjakarta
Hadiningrat seperti pernikahan, tarapan,
tedak siten sudah menjadi milik
masyarakat. Siapapun yang ingin
melaksanakan perkawinan dengan tradisi
kraton sudah tidak mengalami kesulitan
lagi. Apalagi setelah Indinesia merdeka,
busana pengantin kraton berkembang luas
walaupun masih belum mengenai sasaran
yang benar.
Berdasarkan semua tersebut diatas
maka pada tahun 1960 Ibu Marmien
Sardjono yang pernah menjadi bedoyo
kraton bersama Ibu Kirab Prajoko Halpito,
Ibu Siti Rohaya Donolobo dan Ibu
Kandam Sosronegoro ( semua sudah
almarhum ) berniat mengembangkan dan
memperkenalkan busana pengantin kraton
kepada masyarkat umum. Beliau – beliau
tersebut diatas pernah menjadi anggota
pengurus PP 16 ( Persatuan Pemaes 16)
yang menjadi cikal bakal dari HARPI “
Melati “.
2. Makna Simbolis yang ada pada Rias
Pengantin Yogya Paes Ageng dan
Asesorinya.
a. Makna Simbolis pada Rias Pengantin
Yogya Paes Ageng.
Untuk merias pengantin tentu saja
dimaksudkan agar pengantin tersebut
pas dihari pernikahannya terlihat sangat
cantik, lepas dari semua permasalahan
yang ada. Oleh karena itu tentu saja
semua pengantin yang dirias akan
selalu terlihat cantik. Setelah pengantin
dirias oleh perias pengantin maka apa
yang terkandung dalam riasan
pengantin tersebut dimaksudkan
mempunyai makna simbolis yang
semuanya baik. Adapun makna
simbolis yang ada di riasan pengantin
Gaya Yogya Paes Ageng adalah sebgai
berikut :
1) Disebut PENUNGGUL yaitu
terletak dibagian tengah dahi
berbentuk seperti potongan daun
sirih yang melintang. Penunggul ini
berbentuk meruncing yang
merupakan lambang dari antifik atau
meru atau gunung ( lambang
TRIMURTI = Shiwa, Wishnu,
Brahma ). Menurut agama Hindu,
Trimurti merupakan lambang yang
memberikan kemakmuran dan
kebahagiaan manusia. Juga
melambangkan tiga kekuatan sentral
yang manunggal. Dalam kehidupan
sehari – hari manusia terjadi
hubungan vertikal yaitu
menggambarkan hubungan antara
manusia dengan Tuhannya.
Sedangkan juga terjadi hubungan
horisontal yaitu hubungan yang
terjadi antara manusia dengan
sesama. Dalam perkawinan
hubungan horisontal ini
dimaksudkan hubungan antara
suami dengan istrinya dan antara
suami istri dengan masyarakat
sekitarnya. Tanpa hubungan –
hubungan ini rumah tangga yang
telah dibangun bersama akan
mengalami kepincangan. Penunggul
dalam bahasa jawa juga diartikan
sebagai tunggul yang bisa diartikan
sebagai yang tertinggiatau
terkemuka. Sedangkan arti lain dari
penunggul adalah intan tengah atau
jari tengah, karena berdasarkan
letaknya penunggul terletak
ditengah – tengah dahi pengantin
diantara dua pengapit. Selanjutnya
penunggul juga diartikan sebagai
wanita yang harus ditinggikan (
perempuan ). Hal ini memberikan
peringatan kepada pengantin pria
bahwa wanita sebagai istrinya itu
harus ditinggikan dan dihormati
derajatnya. Suami harus setia dan
mencintai istrinya secara total,
demikian juga sebaliknya bagi
wanita harus juga mencintai dan
setia pada suaminya.
Selain itu penunggul juga
mengartikan suatu perubahan status
pengantin wanita yang sebelumnya
adalah orang lain dalam keluarga
maupun masyarakat, sekarang
menjadi bagian dari keluarga suami
.Sebagai seorang istri wanita harus
mampu membawa nama baik suami,
dengan berhasilnya mendidik anak –
anak mereka dikemudian hari. Maka
penunggul diletakkan di dahi depan
dan pucuknya lurus dengan pucuk
hidung. Penunggul merupakan suatu
ornamen yang membentuk garis
lurus dari atas kebawah dan ke
pucuk hidung ( sebagai titik sentral
wajah ). Ornamen ini identik dengan
arti filosofis dan fungsinya. Jadi
wanda luruh merupakan arti yang
dalam berkaitan dengan peranan
wanita dalam rumah tangga.
2) Disebut PENGAPIT karena
merupakan bentuk paes yang berada
di kiri dan kanan penunggul.
Pengapit ini berbentuk ngudup
kantil yaitu bunga kantil yang belum
mekar dan dibagian ujung berbentuk
sedikit runcing. Dalam pola paes
lekukan ini mengapit penunggul.
Pengapit mengandung arti
pendamping kanan dan kiri. Kadang
walaupun manusia menjadi manusia
sempurna yaitu baik segalanya,
namun apabila terpengaruh oleh
sifat buruk dari pendampingnya
sebelah kiri yaitu istrinya atau
suminya maka akan tersesat juga.
Oleh karena itu pendamping kanan
sebagai suami harus berperan
sebagai penyeimbang dan
pemomong setia yang selalu
mengingatkan melalui suara hati
agar kebaikan seseorang tetap kuat
dan teguh sehingga tidak
terpengaruh.
3) Disebut PENITIS karena merupakan
bentuk paes yang berada diatas
godheg atau terletak disebelah kiri
dan kanan pengapit. Dalam pola
paes lekukan ini berada paling luar.
Bentuk penitis ini seperti potongan
daun sirih tetapi lebih kecil
ujungnya sedikit melengkung.
Penitis merupakan simbol kearifan
dan harapan agar kedua mempelai
mencapai tujuan yang tepat.
4) Disebut GODHEGkarena
merupakan bentuk paes yang
memperindah cambang. Godheg
berbentuk melengkung kebelakang
menyerupai ujung pisau ( mangot )
yang mengandung arti bahwa
seseorang harus mengetahui asal
usulnya. Manusia harus mengetahui
darimna dia datang dan kemana dia
harus pergi ( sangkan paraning
dumadi ). Ketika manusi sudah
paham tentang asal usulnya dan
selalu mengasah mingising budi,
maka manusia diharapkan dapat
kembali ke asal dengan sempurna
dengan tidak mengutamakan
keduniawian.
5) Disebut JAHITAN MATA karena
merupakan riasan atau garis mata
dari sudut mata mengarah ke
pangkal penitis. Riasan disekitar
mata ini diberi garis – garis atau
jahitan mata sehingga mata terlihat
lebih indah, anggun dan terbuka
lebar ( mblalak tetapi tidak rongeh ).
Dulu dalam membuat jahitan mata,
sekitar mata tidak diberi alas bedak
sehingga terliht kulit aslinya.
Sekarang seiring berkembangnya
jaman jahitan mata dibuat dari pinsil
garisnya dan isinya sebabai kulit asli
diberi perona mata warna coklat.
Hal ini lebih mempermudah perias
pengantin untuk membuat jahitan
mata. Simbol dari jahitan mata
adalah untuk memperjelas
penglihatan ( waskito paningaling
lahir .Hasilnya penglihatan ini harus
dinalar dengan pikiran sehingga
dapat menjadi pegangan yang kuat
selama hidup. Makna ini terkandung
dalam jahitan mata berupa dua garis
menuju ke pelipis. Bila ditarik ketas
garis tersebut mengarah menuju ke
otak. Dari sini dapat disimpulkan
bahwa segala sesuatu yang dilihat
baik maupun buruk harus ditampung
dan disaring, kemudian dinalar
dengan akal. Ini adalah lambang
bahwa seorang istri dapat melihat
segala sesuatu secara cermat.
6) Disebut ALIS MENJANGAN
RANGGAH karena merupakan
riasan dialis dengan model tanduk
rusa ( menjangan, Jawa ) yang
menggambarkan keindahan,
kecantikan dan keagungan
pengantin putri. Menjangan atu rusa
merupakan hewan yang bertanduk
paling lengkap dianggap dapat
mengatasi dan menghadapi serangan
buruk dari berbagai arah. Riasan ini
memeiliki harapan agar seorang istri
dapat selalu waspada dan bijaksana (
tanggap ing sasmita ). Dalam
hubungan dengan fungsi estetis, alis
menjangan ranggah memberi
pertimbangan teerhadap tata rias
wajah ( dahi ) yang meriah dan
agung. Demikian pula memberi
pertimbangan terhadap riasan
rambut atau sanggul.
7) Dsebut CITAK ( pasu atau cipta )
karena merupakan hiasan yang
terletak di tengah dahi diantara dua
alis yang berbentuk belah ketupat
terbuat dari daun sirih. Citak ini
memiliki arti simbolis melambangkn
pusat dari seluruh daya cipta
manusia. Citak merupakan stilisasi
otak yang merupakan pusat atau
sentrum daripada keseluruhan
kompleks ide – ide atau pusat budi
daya manusia.
8) Disebut KERTEP dan PRODO.
Merupakan hiasan sebagai
keindahan dan pengisi bidang
pengapit, penunggul, penitis yang
latarnya warna hitam pekat. Kertep
ini biasanya berwrna kuning yang
bentuknya menyerupai piring
gepeng ( biasa untuk hiasan pada
baju ). Kadang perias penganbtin
menggumakankertep warna putih,
bahkan kadang ada yang digabung
berwarna kuning dan putih. Jika
menggunakan penggabungan kertep
warna kuning dan pitih ini
dinamakan silih asih. Sedang prodo
adalah guntungan seperti emas
warna kuning yang tertempel di
kertas. Biasanya dipergunakan
untuk pinggiran paes atau
cengkorongan, sehingga paes
tersebut akan lebih terlihat
gemerlap. Prodo ini juga
dipergunakan untuk membuat
kinjeng dan sayapnya. Pertemuan
warna yang kontras antara kertep
dan prodo dengan warna hitam akan
menyebbkan terjadinya penonjolan
bentuk yang akan menarik
perhatian.
9) Disebut KINJENGAN karena
merupakan hiasan berbentuk belah
ketupat dan kiri kanannya ada
bentuk segitiga sebagai sayap.
Kinjengan ini istilahnya capung –
capungan yang berwarna keemasan
yang terbuat dari prodo yang
menggambarkan capung yang
merupakan binatang yang kenal
diam. Capung ini sayapnya selalu
bergerak dan tak kenal lelah terbang
bebas. Menggambarkan sesuatu
usaha yang gigih yang tidak kenal
berhenti. Dalam hal ini diharapkan
pengantin memulai hidupnya kelak
harus berusaha terus, tak mengenal
lelah dalam berusaha mencari rejeki.
Kinjengan diletakkan di dalam
bentuk penunggul, pengapit, penitis
dan godheg dimaksudkan bahwa ada
hubungan fungsional antara
pengertian hidup dengan otak
sebagai sumber rasio. Bahwa dalam
setiap usaha untuk memenuhi
tuntutan hidup hendaklah berpilak
pada kenyataan atau realita yang
ada. Orang Jawa biasa mengatakan
dalam menempuh hidup hendaknya
jangan ngoyo atau berusaha diluar
batas kemampuan. Seseorang yang
dalam hidupnya ngoyo akan
berakibat negatif yaitu cepat capai,
sakit – sakitan dan menyeleweng
dengan melakukan segala cara untuk
mencapai tujuan.
Rias Pengantin Jogja Paes Ageng
pada hiasan pengantin wanita sebgian
besar terletak di dahi. Hal ini memberikan
kesan betapa pentingnya ekspresi wajah
seseorang wanita pada saat menjadi
pengantin. Oleh karena itu sekarang ini
banyak sekali perias – perias pengantin
muda bermunculan. Walaupun mereka
sebetulnya tidak mengetahui persis makna
simbolis yang terdapat pada riasan wajah
pengantin. Maka penelitian ini dilakukan
agar para perias muda juga mengetahui
makna simbolis yang terdapat di dalam
riasan wajah pengantin, tidak hanya bisa
melakukan merias saja.
Keseluruhan riasan simbolik ini
berwarna hitam yang melmbangkan
keabadian dan keanggunan.
Tabel I
Simbolisme Riasan Wajah Pengantin
Yogya Paes Ageng
Unsur
Riasan Makna Simbolis
Penunggul Melambangkan meru atau
gunung ( Trimurti =
Shiwa, Wishnu, Brahma)
yang memberikan
kemakmuran, kebahagiaan
umat manusia. Hubungan
timbal balik antara
manusia dengan Tuhan,
antara suami istri.
Pengapit Melambangkan
Unsur
Riasan Makna Simbolis
pendamping kanan dan
kiri, harus berperan
sebagai Penyeimbang dan
pemomong setia.
Penitis Lambang kearifan adan
harapan agar kedua
mempelai mencapai tujuan
yang tepat.
Godheg Lambang manusia harus
mengetahui asal usulnya
Jahitan Mata Lambang memperjelas
penglihatan dan berfungsi
sebagai penyaring baik
dan buruk
Alis
Menjangan
Ranggah
Lambang dapat mengatasi
dan menghadapi serangan
buruk dari berbagai arah
Citak Lambang pusat dari
seluruh daya cipta manusia
Kertep Lambang keindahan
Kinjengan Lambang usaha yang tak
kenal berhenti
b. Makna Simbolis pada Asesori atau
Perhiasan Pengantin Yogya Paes
Ageng.
1) Raja Keputren
Raja Keputren merupakan
perhiasan yang terbuat dari logam
kuningan untuk hiasan pengantin
Yogya Paes Ageng. Adapun
macamnya adalah sebagai berikut :
a) Sisir gunungan ( pethat )
berbentuk gunungan sebagai
lambang keagungan Tuhan
dengan segala ciptaannya
gunung, air, tanah, tumbuhan,
binatang yang menjdi sumber
kehidupan manusia. Dengan
demikian pethat gunungan ini
sebagai simbol harapan
terciptanya kebahagiaan lahir
batin.
b) Cunduk Mentul sebagai hiasan
kepala berjumlah lima buah.
Merupakan gambaran sinar
matahari yang berpijar memberi
kehidupan. Berjumlah ganjil ( 5
buah ) melambangkan sesuatu
yang serba lebih atau sarwo
linuwih.
c) Sumping. Merupakan hiasan
telinga pengantin wanita terbuat
dari ron kates/ pupus daun
pepaya yang terkait dengan kata “
tekate wis tumetes “ artinya
tekatnya sudah bulat untuk
mendampingi suami. Sumping
pengantin laki – laki disebut
sumping Mangkara dari kata
Maya Angkara. Sumping
pemakainya bahwa pada
dasarnya kehidupan manusia
dipengaruhi oleh obsesi dan
ambisi. Maka pemakai mangkara
diharapkan dapat menetralisir
ambisi dengan rasio sehingga
hidup menjadi lebih baik dan
terarah. Pengguna mangkara
biasanya hanya diperuntukkan
bagi Raja dan Putra Mahkota,
kecuali untuk busana pengantin
yang biasa disebut Raja Sehari.
d) Gelang Kana ( binggel ). Gelang
ini berbentuk melingkar tanpa
batas ujung pangkalnya.
Mempunyai makna keabadian
dan kesetiaan. Kata “ kana “
berarti simpal atau suh, maka
pemakai gelang ini harus sadar
akan fungsinya sebagai suh atau
bertanggung jawab.
e) Kalung Sungsun ( sangsangan
sungsun ). Yaitu kalung bersusun
tiga sebagai perlambang tingkat
kehidupan manusia dari lahir,
kawin dan mati yang
dihubungkan dengan konsepsi
Jawa tentang alam fana, alam
antara dan alam baka atau antara
jagad cilik, jagad gumelar dan
jagad gede.
f) Kelat Bahu. Yaitu hiasan lengn
berbentuk Naga melingkar sebgai
lambang bersatunya pola rasa
dengan pola berpikir yang
mendatangkan kekuatan. Kelat
bahu dibagian ujungnya ada
kepala naganya dan dibagin
ujung satunya ada ekor naga.
Kelat bahu ini dipakai dengan
kepala naga menghadap
kebelakang yang merupkan
simbol penolak bala yang datang
dari arah belakang. Binatang
naga diyakini oleh masyarakat
Jawa membaawa kemakmuran
dan perlindungan dari bahaya
yang bersifat ghoib. Binatang
naga juga banyak dijumpai pada
lukisan di busana, kalung, kelat
bahu, gelang tapi juga pada
kepala kapal, ukiran pedarinagn (
tempat tidur tradisional Jawa ).
Naga juga merupakan simbol
berdirinya kraton Yogyakarta
tahun 1756 yang ditulis dengan
sengkelan, mamet yang
berbentuk dua ekor ular naga
berwarna hijau ( sebagai simbol
ketenangan dan ketentraman )
saling berliltan ekornya (
dwinaga rasa tunggal ). Juga
relief yang terdapat pada renteng
batu rana ( tembok panjang )
bagian dalam regol kemagangan.
Ukiran naga yaang dipilih
merupakan lambang dari naga
bumi atau naga pertolo untuk
mengingatkan kepada para
penguasa bahwa tegaknya sebuah
negara atau kerajaan karena
adanya dukungan golongan
bawah atau rakyat.
g) Subang. Hiasan yang dikenakan
pada daun telinga kiri dan kanan,
sebagai simbol meningkatnya
pengetahuan manusia melalui
ttelinga kiri dan kanan.
h) Centung. Hiasan sejenis sisir
yang ujungnya melengkung dan
dipasang pada pangkal
penunggul. Simbol
kesempurnaan manusia untuk
menyatu dengan Allah.
i) Pending / slepe. Ikat pinggang
simbol peringatan bagi manusia
agar dapat mengendalikan nafsu
birahi.
2) Bunga dan Asesoris yang lain.
Bunga dan asesoris yang lain
merupakan perhiasan yang letaknya
pada sanggul.
a) Ceplok Jebehan. Bunga ceplok
jebehan ini berwarna merah,
kuning dan hijau yang
berbentuk bunga mawar.
Sekarangnini ceplok jebehan
dibuat yang praktis oleh para
pengrajin hiasan pengantin
yaitu terbuat dari bahan sutra
atau satin. Sebelum dibuat
seperti itu dahulu memakai
bunga asli yaitu bunga mawar,
kantil, kenang, ceplok liring.
Saat ini upacara di dalan kraton
diselenggarakan dalam waktu
beberapa hari maka
dikahawatirkan akan mudah
layu. Oleh karena itu sekarang
dipakailh bunga sritaman tiruan
agar tahan lama.
b) Roncen bunga melati yang
terdapat pada Pengantin Yogya
Paes Ageng antara lain :
(1) Rajut melati dan gajah
ngoling. Umumnya
pengantin daerah
Yogyakarta menggunakan
bunga melati untuk
tambahan asesorinya.
Biasanya menggunakan
bunga melati, karena melati
merupakan bunga yang
harum dan melambangkan
kesucian, juga diharapkan
membawa nama harum dan
berguna bagi masyarakat.
Sehingga pengantin
menggunakan rajut untuk
membungkus sanggulnya
yang terbuat dari bunga
melati dan ditambah
dengan roncean bunga
gajah ngoling juga terbuat
dari bunga melati.
(2) Roncen Buntal. Roncen
buntal ini adalah tambahan
ikat pinggang untuk
pengantin yang terbuat dari
daun – daunan, antara lain
daari daun kroton/ puring
yang biasa tumbuh dan
ditanam di makam –
makam yang merupakan
tempat tinggak roh halus.
Hal ini dimaksudkan agar
tidak ada gangguan ghaib
karena roh halus tinggal
disitu. Juga daun pupus
pisang , dimaksudkan agar
semua kesalahan diantara
kedua pengantin
dipupuskan atau
dimaafkan. Juga bunga
potro menggolo, merupakn
bunga kecil –kecil beraneka
warna. Biasa digunakan
pada pengantin berwarna
merah atau oranye. Hal ini
dimaksudkan untuk tolak
bala.
Tabel II
Simbolisme Asesori Pengantin
Yogya Paes Ageng
Unsur
Asesori Makna Simbolis
Sisir
Gelungan
Lambang keagungan Tuhan
dengan segala ciptaannya
Cunduk
Mentul
Lambang sinar matahari
yang bercahaya
memberikan kehidupan
Sumping Lambang pada dasarnya
manusia dipengaruhi oleh
obsesi dan ambisi
Gelang
Kana
Lambang pemakainya
sebagai suh atau
bertanggung jawab
Kalung
Sungsun
Perlambang tingkat
kehidupan manusia
Kelat Bahu Lambang mendatangkan
kekuatan
Roncean
Bunga
Melati
Lambang kesucian dan
kebahagiaan
Gambar 2
Pengantin Jogja Paes Ageng
Gambar 3.
Cengkorongan
SIMPULAN
Asal usul riasan wajah Pengantin Yogya Paes
Ageng berasal dari kraton yang dulunya dipakai
oleh raja, putra raja, kerabat kraton. Sekarang
sudah dapat dikenakan oleh masyarakat umum. Hal
ini dimaksudkan oleh kalangan kraton agar
masyarakat umum dapat
mengetahuinya,mengenakannya danikut
melestarikaan sebagai warisan budaya yang tidak
boleh ditinggalkan dan dilupakan bahkan harus
dilestarikan.
Mengenai riasan wajah Penganti Yogya Paes
Ageng memang sudh harus begitu, tidak boleh
diganti dengan bentuk yang lain, karena
merupakan ciri khas dari riasan penganti Yogya
Paes Ageng. Juga pada perhiasan atau asesorisnya
merupakan ciri khas dari pengantin tersebut,
sehingga tidak boleh digantidengan bentuk yang
lain karena akan menyalahi aturan yang ada.
Sedang pada makna simbolis yang ada pada
riasan wajah maupun asesoris atau perhiasannya
merupakan harapan menuju kearah kebaikan,
karena pertama kali melangkah ke pelaminan
sampai membentuk keluarga baru, sampai nanti
maut memisahkan mereka semuanya diharapkan ke
arah kebaikan bagi keluarga baru tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Marmien Sardjono. 1996. Rias Pengantin Gaya
Yogyakarta dengan segala
Upacaranya. Yogyakarta : Kanisius
Wigung Wratsangka. 2018. Menggali Nilai nilai
Kearifan lokal Dalam tata Rias dan
Busana Pengantin Gaya Yogyakarta.
Jakarta : Sri Renggo Darsana
Jurna Socia Akademika. Volume 5. No 1. 30
Januari 2018
Budiono Herusutato. 1984. Simbolisme dalam
Budaya Jawa. Yogyakarta : Hanindita.
Kraton Ngayoguakarta Hadiningrat. 2002. Kraton
Jogja : The History and Cultural
Heritage. Jakarta : PT. Jayakarta
Agung Offset.
Top Related