LAPORAN PRAKTIKUM
FISIOLOGI HEWAN
DISUSUN OLEH
MUHAMAD HASBI ASHSHIDIQI
12317244004
PENDIDIKAN BIOLOGI KELAS INTERNASIONAL
JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2014
MENGHITUNG DENYUT NADI DAN CARDIAC OUTPUT
A. TUJUAN PRAKTIKUM
1. Mengukur denyut nadi (pulsus) pada arteri radialis.
2. Menghitung Cardiac Output (CO).
B. DASAR TEORI
Respirasi adalah proses umum dimana organisme mengambil energi bebas dalam
lingkungannya dengan mengoksidasi substrat organik. Untuk mencapai hasil tersebut, organisma
tingkat tinggi memakan berbagai bahan makanan dan mengubah menjadi molekul sederhana
melalui proses pencernaan dan molekul yang terbentuk masuk dalam sel-sel yang selanjutnya
mengalami oksidasi dengan bantuan sejumlah molekul oksigen yang berasal dari sitem
pernapasan. Produk dari oksidasi (CO2 dan H2O) dikeluarkan oleh sel ke dalam lingkungannya.
Tujuan dari pernapasan adalah untuk menyediakan oksigen (O2) bagi seluruh jeringan tubuh dan
membuang karbondioksida (CO2) ke atmosfir. Dalam proses respirasi terdapat beberapa
tahapan-tahapan yaitu respirasi eksternal dan respirasi internal. Respirasi eksternal merupakan
sebentuk pertukaran gas, sehingga oksigen (O2) dari paru-paru masuk ke dalam darah, dan
karbondioksida (CO2) dan air (H2O) keluar dari darah masuk ke paru-paru. Sedangkan respirasi
internal merupakan proses pertukaran karbondioksida (CO2) dengan oksigen (O2) di tingkat sel.
Jantung merupakan suatu organ otot berongga yang terletak di pusat dada. Bagian kanan
dan kiri jantung masing-masing memiliki ruang sebelah atas (atrium) yang mengumpulkan darah
dan ruang sebelah bawah (ventrikel) yang mengeluarkan darah. Agar darah hanya mengalir
dalam satu arah, maka ventrikel memiliki satu katup pada jalan masuk dan satu katup pada jalan
keluar. Fungsi utama jantung adalah menyediakan oksigen ke seluruh tubuh dan membersihkan
tubuh dari hasil metabolisme (karbondioksida). Jantung melaksanakan fungsi tersebut dengan
mengumpulkan darah yang kekurangan oksigen dari seluruh tubuh dan memompanya ke dalam
paru-paru, dimana darah akan mengambil oksigen dan membuang karbondioksida. Jantung
kemudian mengumpulkan darah yang kaya oksigen dari paru-paru dan memompanya ke jaringan
di seluruh tubuh.
Denyut Nadi (pulse) adalah getaran/ denyut darah di dalam pembuluhdarah arteri akibat
kontraksi ventrikel kiri jantung. Denyut ini dapat dirasakan dengan palpasi yaitu dengan
menggunakan ujung jari tangan di sepanjang jalannya prmbuluh darah arteri, terutama pada
tempat-tempat tonjolan tulang dengan sedikit menekan diatas pembuluh darah arteri. Frekunsi
denyut nadi manusia bervariasi, tergantung dari banyaknya faktor yang mempengaruhinya. Efek
Windkessel yaitu aorta akan mengembang jika ventrikel berkontraksi sehingga darah dari
ventrikel dapat tertampung dalam aorta dan diteruskan ke arteri. Aorta mempunyai daya
komplians (peregangan) yang sangat tinggi. Tempat-tempat lain untuk menghitung denyut nadi
antara lain yaitu :
1. Arteri temporalis : Pada tulang pelipis
2. Arteri caratis : Pada leher
3. Arteri femoralis : Pada lipatan paha
4. Arteri dorsalis pedis : Pada punggung kaki
5. Arteri politela : Pada lipatan lutut
6. Arteri bracialis : Pada lipatan siku
7. Ictus cordis : Pada dinding iga, rusuk ke 5 – 7
Frekuensi denyut nadi (heart rate, HR) yaitu banyak denyut jantung permenit. Stroke
Volume (SV) yaitu volume satu kali pompa yang merupakan volume akhir diastole dikurangi
volume akhir sistole. Volume akhir diastole tergantung regangan (komplians), tekanan
mendorong (filling pressure) vena cava. Tekanan nadi saat beristirahat pada kebanyakan orang
adalah 40 mmHg dan ini bisa meningkat hingga 100mmHg ketika orang dewasa yang sehat
sedang berolahraga. Sangat jarang terjadi tekanan denyut nadi kurang dari 40mmHg.
Jika tekanan nadi lebih rendah dari biasanya, itu mencerminkan stroke volume rendah dan
ini berarti bahwa jantung tidak mampu memompa jumlah darah yang seharusnya. Hal ini bisa
disebabkan karena masalah yang sangat serius seperti gangguan jantung kongestif atau shock.
Jika tekanan nadi lebih dari 40 mmHg, biasanya terbaca volume antara 60 dan 80mmHg, ada
beberapa alasan mengapa hal ini terjadi. Ini merupakan indikator adanya arteri yang kaku,
kebocoran pada katup aorta, dan adanya jalur ekstra pada aliran darah dari arteri ke
hipotiroidisme, urat, atau beberapa jenis kombinasi dari hal tersebut.
Cardiac Output (CO) adalah banyak darah yang dipompa selama satu menit. Cardiac
Output merupakan hasil kali dari strike volume dengan frekuensi denyut jantung. Faktor-faktor
yang mempengaruhi frekuensi denyut jantung antara lain yaitu jenis kelamin, jenis aktifitas,
temperatur, usia, berat badan dan keadaan emosi atau psikis.
C. METODE PRAKTIKUM
1. Alat dan Bahan
a. Jam (stopwatch)
b. Tally counter
2. Cara Kerja
a. Langkah pertama
Menempelkan ketiga jari pada pergelangan tangan di atas arteri radialis dengan sedikit
menekan hingga merasakan denyut nadi.
Menghitung banyaknya denyutan dalam semenit (heart rate, HR).
b. Langkah kedua
Melakukan kegiatan olahraga selama ± 10 menit.
Melakukan pengukuran denyut nadi seperti langkah pertama.
c. Langkah ketiga
Menghitung Cardiac Output (CO) dengan menggunakan rumus :
Cardiac Output (CO) = HR x SV
D. HASIL PRAKTIKUM
Laki-laki
Sebelum KegiatanCO
Setelah KegiatanCO
NoKodeNama
UmurDenyutNadi
NoKodeNama
UmurDenyutNadi
1 Hasbi 20 80 5.600 1 Hasbi 20 85 5.950
2 Opik 20 95 6.650 2 Opik 20 148 10.360
3 Reza 20 86 6.020 3 Reza 20 126 8.820
4 Rendra 19 88 6.160 4 Rendra 19 132 9.240
5 Bayu 19 80 5.600 5 Bayu 19 120 8.400
6 Joko 19 91 6.370 6 Joko 19 115 8.050
7 Hening 19 89 6.230 7 Hening 19 150 10.500
Total 609 42.630 Total 876 61.320
Rata-rata 87 6.090 Rata-rata 125.14 8.760
Standar Deviasi 5.5377 387.64 Standar Deviasi 22.093 1546,5
Perempuan
Sebelum KegiatanCO
Setelah KegiatanCO
NoKodeNama
UmurDenyutNadi
NoKodeNama
UmurDenyutNadi
1 Noviana 20 81 5.670 1 Noviana 20 108 7.560
2 Ana A. 20 90 6.300 2 Ana A. 20 123 8.610
3 Vyta 20 65 4.550 3 Vyta 20 132 9.240
4 Anna As. 20 85 5.950 4 Anna As. 20 121 8.470
5 Fatharani 19 81 5.670 5 Fatharani 19 81 5.670
6 Kurnia 18 71 4.970 6 Kurnia 18 71 4.970
7 Dita 21 93 6.510 7 Dita 21 93 6.510
8 Agustina 19 78 5.460 8 Agustina 19 78 5.460
9 Luthfiani 20 92 6.440 9 Luthfiani 20 92 6.440
10 Cinthya I. 20 80 5.600 10 Cinthya I. 20 80 5.600
11 Marbelisa 18 91 6.370 11 Marbelisa 18 91 6.370
12 Fatma 19 82 5.740 12 Fatma 19 82 5.740
13 Untsa 19 88 6.160 13 Untsa 19 88 6.160
14 Asri F. 20 83 5.810 14 Asri F. 20 83 5.810
15 Sari 18 67 4.690 15 Sari 18 67 4.690
16 Galuh 19 105 7.350 16 Galuh 19 105 7.350
17 Ayu Dien 20 96 6.720 17 Ayu Dien 20 96 6.720
Total 1.428 99.960 Total 1.591 111.370
Rata-rata 84 5.880 Rata-rata 93.588 6.551
Standar Deviasi 10.386 727.04 Standar Deviasi 18.584 1300.9
E. PEMBAHASAN
Praktikum ini bertujuan untuk mengukur denyut nadi (pulsus) pada arteri radialis dan
menghitung Cardiac Output (CO). Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum ini antara
lain stopwatch dan tally counter, sedangkan cara kerja dalam praktikum ini yaitu dengan
menempelkan ketiga jari pada pergelangan tangan di atas arteri radialis dengan sedikit menekan
hingga merasakan denyut nadi. Kemuadian menghitung banyaknya denyutan dalam semenit
(heart rate, HR). Kemudian melakukan kegiatan berolahraga selama 10 menit dan menghitung
kembali banyaknya denyutan dalam semenit seperti pada kegiatan pertama. Setelah itu
menghitung Cardiac Output (CO) dengan menggunakan rumus :
Cardiac Output (CO) = HR x SV
Pulsus atau denyut nadi merupakan tekanan darah yang menekan dinding arteri dan
merambat di sepanjang arteri. Pada umumnya pulsus merupakan akibat dari tekanan yang
ditimbulkan oleh kontraksi ventrikel kiri. Pulsus umumnya diperiksa pada arteri radialis pada
manusia, arteri ekor pada sapi atau kerbau, arteri femuralis pada kucing, dan arteri jugularis
(leher) pada kuda.
Hasil yang diperoleh dibagi dalam 2 kelompok yaitu kelompok laki-laki yang terdiri atas
7 orang dan kelompok perempuan yang terdiri atas 17 orang. Pada kelompok laki-laki, rata-rata
banyaknya denyut nadi yaitu 87 dengan rata-rata cardiac output (CO) yaitu 6,090. Denyut nadi
terendah pada kelompok laki-laki sebelum dilakukan kegiatan berolahraga diperoleh dari Hasbi
dan Bayu yaitu 80. Sedangkan, denyut nadi tertinggi diperoleh dari Opik yaitu 95.
Kemudian melakukan kegiatan berolahraga selama 10 menit berlari-lari atau menuruni
tangga. Selanjutnya menghitung kembali banyaknya denyut nadi dan cardiac output (CO)
seperti pada kegiatan pertama. Hasil yang diperoleh yaitu rata-rata banyak denyut nadi pada
kelompok laki-laki setelah melakukan kegiatan berolahraga yaitu 125,14 dengan jumlah cardiac
output (CO) yaitu 8,760. Denyut nadi terendah pada kelompok laki-laki setelah dilakukan
kegiatan berolahraga diperoleh dari Hasbi yaitu 85. Sedangkan, denyut nadi tertinggi diperoleh
dari Hening yaitu 150.
Dari kelompok perempuan, rata-rata banyaknya denyut nadi yaitu 84 dengan rata-rata
cardiac output (CO) sebanyak 5,880. Dengan banyak denyut nadi terendah diperolah dari Vyta
yaitu 65 dan denyut nadi tertinggi diperolah dari Galuh sebanyak 105. Kemudian hasil setelah
melakukan kegiatan berolahraga, rata-rata banyaknya denyut nadi yaitu 93,588 dengan cardiac
output (CO) sebanyak 5,551. Dengan banyak denyut nadi terendah diperolah dari Sari yaitu 67
dan denyut nadi tertinggi diperolah dari Vyta sebanyak 132.
Dari analisis diatas, diperoleh bahwa selalu terjadi peningkatan dari sebelum berkegiatan
olahraga hingga setelah berkegiatan olahraga. Hal ini dikarenakan kerja jantung meningkat
dalam memompa darah guna memenuhi kebutuhan oksigen dalam tubuh. Dengan kata lain,
semakin lama dan keras kegiatan kegiatan olahraga maka semakin banyak denyut nadi
ditimbulkan.
F. KESIMPULAN
1. Pada kelompok laki-laki, rata-rata banyaknya denyut nadi yaitu 87 dengan rata-rata cardiac
output (CO) yaitu 6,090. Setelah kegiatan berolahraga, rata-rata banyak denyut nadi yaitu
125,14 dengan jumlah cardiac output (CO) yaitu 8,760.
2. Dari kelompok perempuan, rata-rata banyaknya denyut nadi yaitu 84 dengan rata-rata cardiac
output (CO) sebanyak 5,880. Setelah kegiatan berolahraga, rata-rata banyaknya denyut nadi
yaitu 93,588 dengan cardiac output (CO) sebanyak 5,551.
DAFTAR PUSTAKA
Nurcahyo, Heru dan Harjana, Tri. 2013. Petunjuk Praktikum Fisiologi Hewan. Yogyakarta : FMIPA
UNY.
Pearce, Evelyn. 1983. Anatomi Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta : PT Gramedia.
Soedjono, Basuki M.Pd. 1988. Anatomi dan Fisiologi. Jakarta : Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.
Soewolo, dkk. 2003. Fisiologi Manusia. Malang : Universitas Negeri Malang Press.
Wulangi, S. Kartolo. 1993. Prinsip-Prinsip Fisiologi Hewan. Jakarta : Departemen Pendidikan Dan
Kebudayaan.
PENGARUH TEKANAN OSMOTIK TERHADAP ERITROSIT
A. TUJUAN PRAKTIKUM
1. Mengetahui kecepatan hemolisis dan krenasi eritrosit pada berbagai konsentrasi larutan.
2. Mengetahui presentase hemolisis eritrosit pada berbagai konsentrasi larutan.
B. DASAR TEORI
Pada hewan multiseluler, sel-sel yang menyusun organisme berada dalam suatu
lingkungan yang disebut lingkungan interna (melieu interieur). Lingkungan interna tersebut
tidak lain adalah ruang antar sel (intercelluler space). Ruang antar sel bukan merupakan suatu
ruang kosong, melainkan ruangan yang dipenuhi cairan, demikian juga ruang dalam sel
(sitoplasma).
Cairan tubuh hakekatnya merupakan pelarut zat-zat yang terdapat dalam tubuh, dengan
demikian mengandung berbagai macam zat yang diperlukan oleh sel dan sisa-sisa metabolisme
yang dibuang oleh sel. Selain itu, cairan tubuh juga pemberi suasana pada sel, sebagai contoh
kehangatan (suhu), kekentalan (viskositas), dan keasaman (pH) yang dipengaruhi oleh faktor-
faktor fisik maupun kimiawi dari dalam dan luar tubuh. Zat-zat yang diperlukan oleh sel antara
lain:
1. Oksigen untuk pembakaran dan menghasilkan energi serta panas.
2. Makanan dalam bentuk sari-sari makanan (glukosa, asam lemak, dan asam amino) untuk
membentuk energi, dinding sel dan sintesis protein.
3. Vitamin.
4. Mineral sebagai katalisator proses enzimatis.
5. Air sebagai media pelarut di dalam sel.
Cairan darah merupakan sarana untuk transport makanan maupun sisa-sisa metabolisme,
membawa nutrisi (komponen makanan) mulai dari proses absorbsi dan mendistribusikannya
sampai tingkat intraseluler di mana nutrisi akan mengalami proses metabolisme. Hasil proses
metabolismenya akan didistribusikan ke seluruh tubuh dan ekskresinya akan dikeluarkan dari
tubuh. Distribusi cairan tubuh dibedakan menjadi cairan intrasel dan cairan ekstrasel. Cairan
intrasel adalah cairan yang berada dalam sel yang merupakan jumlah cairan terbanyak, ± 70 %
dari jumlah total air dalam tubuh. Sedangkan cairan ekstrasel adalah cairan yang berada di luar
sel, jumlahnya ± 30 % dari cairan seluruh tubuh.
Tekanan osmotic adalah daya dorong air yang dihasilkan oleh partikel-partikel zat terlarut
di dalamnya. Molekul air mempunyai sifat umum yaitu bergerak secara difusi sesuai dengan
gradient (laju pertambahan) konsentrasi. Air cenderung berdifusi dari daerah zat terlarut yang
sedikit (konsentrasi pelarut tinggi) ke tempat jumlahzat yang terlarut banyak (konsentrasi pelarut
rendah).
Keseimbangan osmotik merupakan kekuatan yang besar untuk memindahkan air agar
dapat melintasi membran sel. Bila cairan interseluler dan ekstraseluler dalam keseimbangan
osmotic, maka perubahan yang relative kecil pada konsentrasi zat terlarut impermeable dalam
cairan ekstraseluler dapat menyebabkan perubahan luar biasa dalam volume sel.
1. Cairan isotonik.
Jika suatu sel diletakkan pada suatu larutan dengan zat terlarut impermeabel (tidak
dapat dilewati) maka sel tidak akan mengerut atau membengkak karena konsentrasi air dalam
cairan intraseluler tidak dapat masuk atau keluar dari sel sehingga terdapat keseimbangan
antara cairan intraseluler dan ekstraseluler.
2. Cairan hipotonik.
Jika suatu sel diletakkan dalam larutan yang mempunyai konsentrasi zat terlarut
impermeabel lebih rendah, air akan berdifusi ke dalam sel menyebabkan sel membengkak
karena mengencerkan cairan intraseluler sampai kedua larutan mempunyai osmolaritas yang
sama.
3. Cairan hipertonik.
Jika suatu sel diletakkan dalam larutan yang mempunyai konsentrasi zat terlarut
impermeable lebih tinggi, air akan mengalir keluar dari sel ke dalam cairan ekstraseluler. Pada
keadaan ini sel akan mengerut sampai kedua konsentrasi menjadi sama.
Osmosis memainkan peranan yang sangat penting salah satunya pada membran sel darah
merah saat mengalami peristiwa hemolisis dan krenasi. Kerusakan membran eritrosit dapat
disebabkan oleh penambahan larutan hipotonis atau hipertonis ke dalam darah. Apabila medium
di sekitar eritrosit menjadi hipotonis (karena penambahan larutan NaCl hipotonis), medium
tersebut (plasma dan larutan) akan masuk ke dalam eritrosit melalui membran yang bersifat
semipermiabel dan menyebabkan sel eritrosit menggembung. Bila membran tidak kuat lagi
menahan tekanan yang ada di dalam sel eritrosit itu sendiri, maka sel akan pecah.
Lisis merupakan istilah umum untuk peristiwa menggelembung dan pecahnya sel akibat
masuknya air ke dalam sel. Lisis pada eritrosit disebut hemolisis, yang berarti peristiwa pecahnya
eritrosit akibat masuknya air ke dalam eritrosit sehingga hemoglobin keluar dari dalam eritrosit
menuju ke cairan sekelilingnya. Membran eritrosit bersifat permeabel selektif, yang berarti dapat
ditembus oleh air dan zat-zat tertentu, tetapi tidak dapat ditembus oleh zat-zat tertentu yang lain.
Hemolisis ini akan terjadi apabila eritrosit dimasukkan ke dalam medium yang hipotonis
terhadap isi sel eritrosit. Peristiwa sebaliknya dari hemolisis adalah krenasi, yaitu peristiwa
mengkerutnya membran sel akibat keluarnya air dari dalam eritrosit. Krenasi dapat terjadi
apabila eritrosit dimasukkan ke dalam medium yang hipertonis terhadap isi eritrosit.
Membran sel eritrosit seperti halnya membran sel lainnya tersusun atas lipid bilayer dan
bersifat semipermeabel. Membran sel yaitu selaput yang membatasi sel dengan lingkungan
disekitarnya (melieu interieur) dan berfungsi sebagai pelindung, penyaring dan pengatur kelur-
masuknya zat-zat dari luar ke dalam maupun sebaliknya. Pada kondisi cairan hipertonis, maka
air akan berpindah dari dalam eritrosit sehingga eritrosit akan mengalami penyusutan (krenasi).
Sebaliknya pada kondisi hipotonis, maka air akan masuk ke dalam eritrosit sehingga eritrosit
akan mengalami pengembungan yang selanjutnya akan pecah (lisis).
Zat-zat yang didapat dari hasil metabolisme diangkut melalui sirkulasi darah kemudian
melalui kapiler pindah ke ruang antar sel (intercelluler space) selanjunya berpindah ke
sitoplasma melalui membran sel.
C. METODE PRAKTIKUM
1. Alat dan Bahan
Mikroskop
Blood lancet steril (disposable)
Kapas
alkohol
Object glass
Larutan NaCl dengan berbagai konsentrasi
2. Cara Kerja
Mensterilkan ujung jari tengah atau jari manis menggunakan kapas yang telah ditetesi
alkohol, biarkan hingga mengering.
Menusuk ujung jari menggunakan blood lancet steril sehingga darah keluar.
Meneteskan darah pada 3 object glass yang berbeda.
Mengamati menggunakan mikroskop dan mencatat waktu hemolisis eritrosit.
D. HASIL PRAKTIKUM
No. NamaWaktu Krenasi (detik)
0,3 % 0,5 % 0,7 % 1 % 3 %1 Vyta Andri S.U. 369 199 88 - -2 M. Hasbi Ash. - 184 87 - 203 Rinaldi Indra S. 363 197 89 - -4 Opik Prasetyo 288 210 107 - -5 Anna Astuti - 197 73 - 236 Rendra Darari F.I. 338 201 67 - -7 Fatharani Yurian W. - 49 - 35 308 Kurnia Imalasari - 350 140 - 359 Hanifudi Bayu F. 400 192 94 - -10 Dita Imanasita W. 363 189 97 - -11 Agustina Budi I. - 70 55 36 -12 Luthfiani P. - 110 - 34 1713 Marbelisa B. - 130 - 101 6614 Fatma Ismawati - 60 - 41 4515 Rizza Untsa N. - 125 - 32 1916 Andi Joko P. - 203 86 - 2117 Hening T.R. - 63 57 37 -18 Asri F. - 58 - 49 2519 Sari Trisnaningsih - 361 165 - 3620 Shintya Galuh N.S. - 260 120 - 2521 Ayu Dien I. 368 213 103 - -Rata-rata 335 172 95 46 30
E. PEMBAHASAN
Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui kecepatan hemolisis dan krenasi eritrosit pada
berbagai konsentrasi larutan dan mengetahui presentase hemolisis eritrosit pada berbagai
konsentrasi larutan. Alat dan bahan yang digunakan yaitu mikroskop, sampel darah, blood lancet
steril (disposable), kapas, alkohol, object glass, dan larutan NaCl dengan berbagai konsentrasi.
Prosedur kerja yang dilakukan antara lain mensterilkan ujung jari tengah atau jari manis
menggunakan kapas yang telah ditetesi alkohol, biarkan hingga mengering. Kemudian enusuk
ujung jari menggunakan blood lancet steril sehingga darah keluar. Meneteskan darah pada 3
object glass yang berbeda, setelah itu engamati menggunakan mikroskop dan mencatat waktu
hemolisis eritrosit.
Hasil yang diperoleh yaitu rata-rata waktu krenasi pada konsentrasi 0.3 % adalah 335 detik.
Rata-rata waktu krenasi pada konsentrasi 0.5 % adalah 172 detik. Rata-rata waktu krenasi pada
konsentrasi 0.7 % adalah 95 detik. Rata-rata waktu krenasi pada konsentrasi 1 % adalah 46 detik.
Rata-rata waktu krenasi pada konsentrasi 3 % adalah 30 detik. Dari hasil tersebut menujukkan
bahwa semakin tinggi konsentrasi larutan NaCl makan waktu krenasinya semakin cepat. Hal ini
dikarenakan konsentrasi larutan pada lingkungan interna (melieu interieur) semakin pekat,
sehingga waktu krenasi sel juga akan semakin cepat.
Tekanan osmotic adalah daya dorong air yang dihasilkan oleh partikel-partikel zat terlarut
di dalamnya. Molekul air mempunyai sifat umum yaitu bergerak secara difusi sesuai dengan
gradient (laju pertambahan) konsentrasi. Air cenderung berdifusi dari daerah zat terlarut yang
sedikit (konsentrasi pelarut tinggi) ke tempat jumlahzat yang terlarut banyak (konsentrasi pelarut
rendah).
Keseimbangan osmotik merupakan kekuatan yang besar untuk memindahkan air agar
dapat melintasi membran sel. Bila cairan interseluler dan ekstraseluler dalam keseimbangan
osmotic, maka perubahan yang relative kecil pada konsentrasi zat terlarut impermeable dalam
cairan ekstraseluler dapat menyebabkan perubahan luar biasa dalam volume sel.
Cairan di lingkungan interna (melieu interieur) memiliki tekanan atau konsentrasi sama
dengan cairan dalam sel disebut isotonis (osmotic equilibrium), lebih tinggi daripada cairan
dalam sel disebut hipertonis, dan lebih rendah dari cairan dalam sel disebut hipotonis. Cairan
hipertonis akan menarik air secara osmosis dari sitoplasma ke luar sehingga eritrosit akan
mengalami penyusutan atau yang disebut krenasi atau plasmolysis. Sebaliknya, cairan hipotonis
akan menyebabkan air berpindah ke dalam sitoplasma sehingga eritrosit akan menggembung
yang kemudian pecah (hemolisis).
F. KESIMPULAN
1. Waktu krenasi
Konsentrasi 0.3 % = 335 detik
Konsentrasi 0.5 % = 172 detik
Konsentrasi 0.7 % = 95 detik
Konsentrasi 1 % = 46 detik
Konsentrasi 3 % = 30 detik
2. Semakin tinggi konsentrasi larutan NaCl makan waktu krenasi sel semakin cepat.
DAFTAR PUSTAKA
Frandson, R. D. 1992. Anatomi dan Fisiologi. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Nurcahyo, Heru dan Harjana, Tri. 2013. Petunjuk Praktikum Fisiologi Hewan. Yogyakarta : FMIPAUNY.
Soedjono, Basoeki.1988. Anatomi dan Fisiologi Manusia. Jakarta : Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.
MENGHITUNG SEL DARAH MERAH (ERYTHROCYTE)
A. TUJUAN PRAKTIKUM
1. Menghitung jumlah sel darah merah (SDM).
B. DASAR TEORI
Darah pada semua hewan vertebrata tersusun atas plasma, sel darah merah (SDM), sel
darah putih (SDP), keping-keping darah (trombosit). Plasma berfungsi sebagai medium cair yang
di dalamnya terlarur protein (albumin, fibrinogen, dan globulin) sehingga disebut protein
plasma. Selain itu, juga terlarut nutrien lainnya (glukosa, asam lemak, dan kolesterol), vitamin,
mineral, garam anorganik terutama sodium klorida (NaCl), limbah metabolisme dan gas.
Erotrosit pada manusia berbentuk diskus bikonkav, diameternya 6-9 µm, bagian tengah
memiliki ketebalan 1 µm, bagian tepi mamiliki ketebalan 2 - 2.5 µm dan tidak memiliki inti.
Membran eritrosit tersusun atas fosfolipid (lipid bilayer) layaknya membran sel lainnya.
Sitoplasma tersusun atas hemoglobin (Hb) sekitar 34%, tidak terdapat mitokondria, lisosom,
ribosom, retikulum endoplasma, dan badan Golgi. Sehingga metabolisme sangat terbatas dengan
menggunakan enzim-enzim metabolisme yang telah ada. Kation yang terdapat dalam sitoplasma
eritrosit antara lain yaitu K+, Na+, Ca2+, Mg2+ dan anion dalam bentuk Cl-, HCO3-, Hb, fosfat
anorganik dan 2,3-DPG.
Eritrosit secara umum terdiri dari hemoglobin, sebuah metaloprotein kompleks yang
mengandung gugus heme, dimana dalam golongan heme tersebut, atom besi akan tersambung
secara temporer dengan molekul oksigen (O2) di paru-paru dan insang, dan kemudian molekul
oksigen ini akan di lepas ke seluruh tubuh. Oksigen dapat secara mudah berdifusi lewat membran
sel darah merah. Hemoglobin di eritrosit juga membawa beberapa produk buangan seperti CO2
dari jaringan-jaringan di seluruh tubuh. Hampir keseluruhan molekul CO2 tersebut dibawa dalam
bentuk bikarbonat dalam plasma darah. Myoglobin, sebuah senyawa yang terkait dengan
hemoglobin, berperan sebagai pembawa oksigen di jaringan otot.
Keutuhan bentuk eritrosit sangat tergantung pada tekanan osmosis medium sekitarnya.
Pada kondisi hipotonik akan mengalami pembengkakan kemudian ruptur (hemolisis). Hemolisis
pada kondisi isotonik terjadi karena agen-agen yang merusak permukaan, seperti sabun, deterjen
atau klorofom. Sitoskeleton berfungsi untuk mengatur bentuk membran eritrosit sehingga
bentuknya fleksibel. Krenasi jika berada pada lingkungan (larutan) yang hipertonis.
Jumlah eritrosit normal pada orang dewasa berkisar antara 4.500.000 – 6.000.000 sel per
mm3 (pada laki-laki) dan 4.000.000 – 5.500.000 sel per mm3 (pada perempuan). Polisitemia
(polycythemia) adalah suatu kondisi jumlah eritrosit meningkat sangat nyata di dalam sirkulasi.
Anemia adalah kondisi kemampuan tubuh mengangkut oksigen berkurang karena berkurangnya
jumlah SDM atau Hb. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi jumlah eritrosit yaitu :
1. Fisiologis karena adaptasi terhadap lingkungan lokal, misalnya adaptasi pada tempat tinggi
(pegunungan), maka jumlah SDM dapat mencapai 8 juta sel per mm3, hal ini disebut
physiological polycythemia.
2. Patologis karena adanya tumor pada sumsum tulang, maka jumlah SDM dapat mencapai 10-
11 juta sel per mm3, hal ini disebut polycythemia vera.
Umur (lifespan) eritrosit dalam sirkulasi berkisar antara 120 hari pada laki-laki dan 100
hari pada perempuan. Setelah melampaui batas tersebut, eritrosit akan kehilangan kemampuan
metabolisme yang kemudia akan dihancurkan oleh limfa, hati, sumsum tulang dan sel
retikuloendothelial. Sebagian besar komponennya akan dimanfaatkan kembali seperi Fe dari
heme dan asam amino dari globin.
C. METODE PRAKTIKUM
1. Alat dan Bahan
Blood lancet steril (disposable)
Alkohol
Kapas
Larutan Hayem
2. Cara Kerja
Mensterilkan ujung jari tengah atau jari manis menggunakan kapas yang telah ditetesi
alkohol, biarkan hingga mengering.
Menusuk ujung jari menggunakan blood lancet steril sehingga darah keluar.
Mengambil darah dengan pipet khusus sampai tanda 0,5 kemudian membersihkan
ujungnya dengan kapas. Kemudian menghisap larutan Hayem sampai tanda 101, lalu
dikocok secara perlahan.
Meneteskan cairan diatas dengan pipet lewat tepi kaca penutup hingga merata dan
menghitung jumlah SDP dengan mikroskop pada kotak bagian tengah (E) kemudia
dilanjutkan pada kotak yang berada di atas (B), bawah (H), kanan(F) dan kiri (D) dari kotak
tengah.
A B C
D E F
G H I
Menghitung dengan rumus :
Jumlah SDM/mm3 = jumlah SDM x 10 x 5 x 200
Atau
Jumlah SDM/mm3 = jumlah SDM x 10.000
D. HASIL PRAKTIKUM
Perempuan
No Nama Umur Kotak JumlahJumlah eritrosit(SDM/ mm3)
1Shintya GaluhN.S
19
Kiri Atas 60
= 363 x 10.000= 3.630.000 SDM/mm3
Kanan Atas 79Kanan Bawah 74Kiri Bawah 55Tengah 95Total 363
2 Kurnia Irmalasari 18
Kiri Atas 73
= 360 x 10.000= 3.600.000 SDM/mm3
Kanan Atas 86Kanan Bawah 65Kiri Bawah 71Tengah 65Total 360
3 Sari Trisnaningsih 18
Kiri Atas 87
= 459 x 10.000= 4.590.000 SDM/mm3
Kanan Atas 91Kanan Bawah 96Kiri Bawah 82Tengah 103Total 459
4 Rizza Untsa N. 19
Kiri Atas 81
= 409 x 10.000= 4.090.000 SDM/mm3
Kanan Atas 89Kanan Bawah 75Kiri Bawah 83Tengah 81
Total 409
5Dita Imanasita W.S.
20
Kiri Atas 77
= 422 x 10.000= 4.220.000 SDM/mm3
Kanan Atas 97Kanan Bawah 80Kiri Bawah 85Tengah 83Total 422
6 Iis Aida Y. 20
Kiri Atas 83
= 447 x 10.000= 4.470.000 SDM/mm3
Kanan Atas 97Kanan Bawah 72Kiri Bawah 98Tengah 99Total 447
7 Citra Ayuliasari 20
Kiri Atas 61
= 285 x 10.000= 2.850.000 SDM/mm3
Kanan Atas 55Kanan Bawah 57Kiri Bawah 53Tengah 59Total 285
8 Vyta Andri S. U. 19
Kiri Atas 71
= 380 x 10.000= 3.800.000 SDM/mm3
Kanan Atas 79Kanan Bawah 83Kiri Bawah 73Tengah 74Total 380
9 Agustina Budi L. 19
Kiri Atas 87
= 479 x 10.000= 4.790.000 SDM/mm3
Kanan Atas 84Kanan Bawah 77Kiri Bawah 102Tengah 129Total 479
10Fatharani YurianW.
19
Kiri Atas 113
= 487 x 10.000= 4.870.000 SDM/mm3
Kanan Atas 89Kanan Bawah 100Kiri Bawah 104Tengah 81Total 487
11 Asri F. 20
Kiri Atas 84
= 422 x 10.000= 4.220.000 SDM/mm3
Kanan Atas 107Kanan Bawah 79Kiri Bawah 75Tengah 77Total 422
12 Noviana Hapsari 20
Kiri Atas 70
= 373 x 10.000= 3.730.000 SDM/mm3
Kanan Atas 77Kanan Bawah 76Kiri Bawah 74Tengah 72
Total 373
Total 48.860.000 SDM/mm3
Rata-rata 4.071.667 SDM/mm3
Standar Deviasi (SD) 581968,9672
Laki-laki
No Nama Umur Kotak JumlahJumlah eritrosit(SDM/ mm3)
1 Muhamad HasbiA.
20
Kiri Atas 83
= 402 x 10.000= 4.020.000 SDM/mm3
Kanan Atas 79Kanan Bawah 80Kiri Bawah 75Tengah 85Total 402
2 Andi Joko P. 19
Kiri Atas 115
= 636 x 10.000= 6.360.000 SDM/mm3
Kanan Atas 101Kanan Bawah 118Kiri Bawah 160Tengah 142Total 636
3 Rendra Darari F.I. 19
Kiri Atas 73
= 382 x 10.000= 3.820.000 SDM/mm3
Kanan Atas 77Kanan Bawah 75Kiri Bawah 79Tengah 78Total 382
4 Opik Prasetyo 20
Kiri Atas 79
= 544 x 10.000= 5.440.000 SDM/mm3
Kanan Atas 97Kanan Bawah 109Kiri Bawah 105Tengah 154Total 544
5 Muhamad Reza P. 20
Kiri Atas 82
= 448 x 10.000= 4.480.000 SDM/mm3
Kanan Atas 87Kanan Bawah 95Kiri Bawah 87Tengah 97Total 448
6Hanifudin BayuF.
19
Kiri Atas 68
= 320 x 10.000= 3.200.000 SDM/mm3
Kanan Atas 60Kanan Bawah 56Kiri Bawah 65Tengah 71Total 320
7Hening TriandikaR.
20
Kiri Atas 43
= 201 x 10.000= 2.010.000 SDM/mm3
Kanan Atas 42Kanan Bawah 51Kiri Bawah 33Tengah 32Total 201
Total 29.330.000 SDM/mm3
Rata-rata 4.190.000 SDM/mm3
Satandar Deviasi (SD) 1429090,62
E. PEMBAHASAN
Sel darah merah, eritrosit adalah jenis sel darah yang paling banyak dan berfungsi
membawa oksigen ke jaringan-jaringan tubuh lewat darah dalam hewan bertulang belakang.
Bagian dalam eritrosit terdiri dari hemoglobin, sebuah biomolekul yang dapat mengikat oksigen.
Hemoglobin akan mengambil oksigen dari paru-paru dan insang, dan oksigen akan dilepaskan
saat eritrosit melewati pembuluh kapiler. Warna merah sel darah merah sendiri berasal dari
warna hemoglobin yang unsur pembuatnya adalah zat besi. Pada manusia, sel darah merah dibuat
di sumsum tulang belakang, lalu membentuk kepingan bikonkaf. Di dalam sel darah merah tidak
terdapat nukleus. Sel darah merah sendiri aktif selama 120 hari sebelum akhirnya dihancurkan.
Praktikum ini bertujuan untuk mengetahaui jumlah sel darah merah (erytrosit). Alat dan
bahan yang digunakan yaitu blood lancet steril (disposable), alkohol, kapas dan larutan Hayem.
Langkah kerja yang dilakukan yaitu mensterilkan ujung jari tengah atau jari manis menggunakan
kapas yang telah ditetesi alkohol, biarkan hingga mengering. Kemudian Menusuk ujung jari
menggunakan blood lancet steril sehingga darah keluar. Mengambil darah dengan pipet khusus
sampai tanda 0,5 kemudian membersihkan ujungnya dengan kapas. Kemudian menghisap
larutan Hayem sampai tanda 101, lalu dikocok secara perlahan. Meneteskan cairan diatas dengan
pipet lewat tepi kaca penutup hingga merata dan menghitung jumlah SDP dengan mikroskop
pada kotak bagian tengah (E) kemudia dilanjutkan pada kotak yang berada di atas (B), bawah
(H), kanan(F) dan kiri (D) dari kotak tengah. enghitung dengan rumus :
Jumlah SDM/mm3 = jumlah SDM x 10 x 5 x 200
Atau
Jumlah SDM/mm3 = jumlah SDM x 10.000
Hasil yang diperoleh kemudian dikelompokkan dalam 2 kelompok berdasarkan jenis
kelamin, kelompok laki-laki terdiri atas 7 orang dang kelompok perempuan terdiri atas 12 orang.
Untuk kelompok perempuan rata-rata jumlah SDM yaitu 4.071.667 SDM/mm3, sedangkan rata-
rata SDM dalam kelompok laki-laki yaitu 4.190.000 SDM/mm3.
Berdasarkan teori, jumlah eritrosit normal pada orang dewasa berkisar antara 4.500.000 –
6.000.000 sel per mm3 (pada laki-laki) dan 4.000.000 – 5.500.000 sel per mm3 (pada
perempuan). Pada kelompok perempuan terdapat 5 orang yang memiliki jumlah SDM dibawah
standar yaitu Noviana Hapsari, Vyta Andri Setyo Utami, Citra Ayuliasari, Kurnia Irmalasari dan
Shintya Galuh Nindy Sagita. Sedangkan untuk kelompok laki-laki terdapat 5 orang yaitu
Muhamad Hasbi Ashshidiqi, Rendra Darari Fakhrin Ikranagara, Muhammad Reza Pahlevi,
Hanifudin Bayu Firmansyah, dan Hening Triandika Rahman yang memiliki jumlah SDM
dibawah standar. Sedangkan Andi Joko Purnomo memiliki jumlah SDM yang berlebih yaitu
6.360.000 SDM/mm3.
Kerungan jumlah SDM menyebabkan penyakit anemia, yaitu berkurangnya kemampuan
darah mengangkut oksigen karena kurangnya jumlah SDM. Sedagkan polisistemia adalah
kondisi dimana jumlah SDM meningkat secara nyata atau dalam kata lain jumlah SDM yang
melampui standar. Dari data diatas, diketahui bahwa 10 orang diduga menderita anemia dan 1
orang diduga menderita polisitemia dari total 19 orang yang melakukan penghitungan SDM.
F. KESIMPULAN
1. Jumlah eritrosit normal pada orang dewasa berkisar antara 4.500.000 – 6.000.000 sel per mm3
(pada laki-laki) dan 4.000.000 – 5.500.000 sel per mm3 (pada perempuan).
2. Terdapat 10 orang yang diduga menderita anemia yaitu Noviana Hapsari, Vyta Andri Setyo
Utami, Citra Ayuliasari, Kurnia Irmalasari, Shintya Galuh Nindy Sagita, Muhamad Hasbi
Ashshidiqi, Rendra Darari Fakhrin Ikranagara, Muhammad Reza Pahlevi, Hanifudin Bayu
Firmansyah, dan Hening Triandika Rahman. Dan 1 orang yang diduga menderita polisistemia
yaitu Andi Joko Puenomo.
DAFTAR PUSTAKA
Guyton A. C., Hall J. E. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta : EGC.
Nurcahyo, Heru dan Harjana, Tri. 2013. Petunjuk Praktikum Fisiologi Hewan. Yogyakarta : FMIPA
UNY.
Pearce, Evelyn. 1983. Anatomi Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta : PT Gramedia.
Soedjono, Basoeki.1988. Anatomi dan Fisiologi Manusia. Jakarta : Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.
MENGHITUNG SEL DARAH PUTIH (LEUCOCYTE)
A. TUJUAN PRAKTIKUM
1. Menghitung sel darah putih (SDP).
B. DASAR TEORI
Sel darah putih (SDP) atau leukosit berasal dari myeloblast (stem cell). Pembentukan SDP
di dalam sumsum tulang, kecuali limfosit yakni di kelenjar thymus dan bursa ekuivalen. Jumlah
leukosit pada orang dewasa normal berkisar 5.000 – 9.000/mm3. Leukosit merupakan unit yang
mobil/aktif dari sistem pertahanan tubuh. Leukosit ini sebagian dibentuk di sumsum tulang
(granulosit, monosit dan sedikit limfosit) dan sebagian lagidi jaringan limfe (limfosit dan sel-sel
plasma). Setelah dibentuk, sel-sel ini diangkut dalam darah menuju berbagai bagian tubuh untuk
digunakan. Kebanyakan sel darah putih ditranspor secara khusus ke daerah yang terinfeksi dan
mengalami peradangan serius (Guyton, 1997). Fungsi sel darah putih ini adalah untuk
melindungi badan dari infeksi penyakit serta pembentukan antibodi di dalam tubuh. Jumlah sel
darah putih lebih sedikit daripada sel darah merah dengan perbandingan 1:700.
Jumlah leukosit dipengaruhi oleh umur, penyimpangan dari keadaan basal dan lain-lain .
Pada bayi baru lahir jumlah leukosit tinggi, sekitar 10.000-30.000/mm3. Jumlah leukosit tertinggi
pada bayi umur 12 jam yaitu antara 13.000-38.000/mm3. Setelah itu jumlah leukosit turun secara
bertahap dan pada umur 21 tahun jumlah leukosit berkisar antara 4.500-11.000/mm3. Pada
keadaan basal jumlah leukosit pada orang dewasa berkisar antara 5.000-9.0004/mm3. Jumlah
leukosit meningkat setelah melakukan aktifitas fisik yang sedang, tetapi jarang lebih dari
11.000/mm3.
Penyakit yang disebabkan akibat kelebihan sel darah putih yaitu leukemia atau kanker
darah yang merupakan sekelompok penyakit neoplastik yang beragam, ditandai oleh
perbanyakan secara tak normal dari sel-sel pembentuk darah di sumsum tulang dan jaringan
limfoid. Sel-sel normal di dalam sumsum tulang digantikan oleh sel tak normal atau abnormal.
Sel abnormal ini keluar dari sumsum dan dapat ditemukan di dalam darah perifer atau darah tepi.
Sel leukemia mempengaruhi hematopoiesis atau proses pembentukan sel darah normal dan
imunitas tubuh penderita. Pada leukemia, sel darah putih membelah diri tidak terkendali dan sel
darah muda yang normalnya hanya hidup di sumsum tulang dapat keluar dan bertahan hidup.
Kondisi sel darah putih yang turun di bawah normal disebut leukopeni. Pada kondisi ini
seseorang harus diberikan obat antibiotik untuk meningkatkan daya tahan dan keamanan tubuh.
Apabila tidak, maka orang tersebut dapat meninggal dunia. Pada orang yang terkena kanker
darah atau leukemia, sel darah putih bisa mencapai 20 ribu butir/mm3 atau lebih. Kondisi di
mana jumlah sel darah putih naik di atas jumlah normal disebut leukositosis
Jenis-jenis SDP berdasarkan bentuk intinya dapat dibedakan menjadi granulosit dan
agranulosit. Granulosit karena mamiliki granula di dalam sitoplasmanya. Granulosit dapat
dibedakan menjadi 3 jenis yaitu :
1. Neutrofil (62%), memiliki granula yang berukuran kecil dan berwarna merah muda serta
dapat meningkat jumlahnya pada infeksi akibat bakteri.
2. Eosinofil (2,3%), memiliki granula berwarna kemerahan dan jumlahnya dapat meningkat
pada infeksi parasit.
3. Basofil (0,4%), memiliki granulosa berwarna ungu dan biru dan jumlahnya dapat meningkat
pada reaksi alergi.
Agranulosit karena tidak memiliki granulosa di dalam sitoplasmanya. Agranulosit dapat
dibedakan menjadi 2 jenis yaitu :
1. Monosit (5,3%), memiliki nukleus tunggal, berukuran besar, motil, bercat biru dan berfungsi
sebagai fagosit.
2. Limfosit (30%), memiliki nukleus tunggal, berukuran besar, nonmotil, berbentuk bulat, bercat
biru, dan berfungsi memproduksi antibodi.
Sel-sel darah putih merupakan suatu komponen dalam mekanisme pertahanan tubuh yang
penting. Sebagian besar darinya melakukan fagositosis, suatu proses inegasi dan digesi
(memasukan dan mencerna makanan) mikroorganisme dan partikel asing lainnya. Netrofil dan
monosit paling giat berfagositosis sedangkan eosinofil hanya sedang saja. Semua leukosit adalah
sel motil, suatu sifat yang memungkinkannya menerobos kapiler darah melalui ruang interseluler
dinding kapiler darah dan migrasi gerakan amuboid kearah luka karena ertikel menyerbu
jaringan. Netrofil dan limfosit sengat motil, sementara eunosofil sangat lamban. Lekosit
melindungi tubuh terhadap penyakit. Netrofil dan monosit menghancurkan bakteri dengan
memakannya. Bakteri yang dimakan dicerna oleh enzim yang dikeluarkan lekosit. Lekosit terus
melakukakan ingesi partikel sampai mereka terbunuh sehingga terkumpul hasil pemecahnnya.
Netrofil mampu memakan 5 sampai 35 bakteri, monosit mampu memangsa sebanyak 100 bakteri
sebelum kematiannya.
Setelah bakteri dihancurkan, jaringan akan diganti. Beberapa jaringan mempunyai
kemampuan regenerasi dengan perbanyakan sel-sel yang bertetangga. Kemampuan tersebut
pada jaringan kcil atau terbatas sekali dan digantikan oleh jaringan ikat yang mensekresikan
serabut-serabut untuk membentuk jaringan parut. (Basoeki, 1988)
C. METODE PRAKTIKUM
1. Alat dan Bahan
Pipet khusus bertanda “11”
Bilik hitung
Blood lancet steril (disposable)
Kapas
Alkohol
Reagen Turk
2. Cara Kerja
Mensterilkan ujung jari tengah atau jari manis menggunakan kapas yang telah ditetesi
alkohol, biarkan hingga mengering.
Menusuk ujung jari menggunakan blood lancet steril sehingga darah keluar.
Mengambil darah dengan pipet khusus sampai tanda 0,5 kemudian membersihkan
ujungnya dengan kapas. Kemudian menghisap reagen Turk sampai tanda 11, lalu dikocok
secara perlahan.
Meneteskan cairan diatas dengan pipet lewat tepi kaca penutup hingga merata dan
menghitung jumlah SDP dengan mikroskop pada kotak A, C, G dan I.
A B C
D E F
G H I
Menghitung dengan rumus :
Jumlah SDP/mm3 = (jumlah total SDP x 20 x 10)/4
atau
Jumlah SDP/mm3 = jumlah rata-rata SDP x 20 x 10
D. HASIL PRAKTIKUM
Perempuan
No Nama Umur Kotak Jumlah Jumlah SDP/
1Vyta Andri S.U. 20
Kiri Atas (A) 21
= (107 x 20 x 10)/4= 5.350 SDP/mm3
Kanan Atas (C) 20Kanan Bawah (I) 39Kiri Bawah (G) 27Total 107
2 Rizza Untsa N. 19
Kiri Atas (A) 32
= (123 x 20 x 10)/4= 6.150 SDP/mm3
Kanan Atas (C) 27Kanan Bawah (I) 36Kiri Bawah (G) 28Total 123
3 Citra Ayuliasari 20
Kiri Atas (A) 34
= (140 x 20 x 10)/4= 7.000 SDP/mm3
Kanan Atas (C) 38Kanan Bawah (I) 36Kiri Bawah (G) 32Total 140
4 Asri F. 20
Kiri Atas (A) 27
= (79 x 20 x 10)/4= 3.950 SDP/mm3
Kanan Atas (C) 17Kanan Bawah (I) 19Kiri Bawah (G) 16Total 79
5 Iis Aida Y. 20
Kiri Atas (A) 27
= (134 x 20 x 10)/4= 6.700 SDP/mm3
Kanan Atas (C) 36Kanan Bawah (I) 35Kiri Bawah (G) 36Total 134
6SariTrisnaningsih
18
Kiri Atas (A) 22
= (90 x 20 x 10)/4= 4.500 SDP/mm3
7Kanan Atas (C) 15Kanan Bawah (I) 25Kiri Bawah (G) 28Total 90
7Shintya GaluhN.S.
19
Kiri Atas (A) 58
= (204 x 20 x 10)/4= 10.200 SDP/mm3
Kanan Atas (C) 58Kanan Bawah (I) 39Kiri Bawah (G) 49Total 204
8Fatharani YurianW.
19Kiri Atas (A) 53
= (171 x 20 x 10)/4Kanan Atas (C) 52Kanan Bawah (I) 35
Kiri Bawah (G) 25 = 8.550 SDP/mm3
Total 171
9 Kurnia Imalasari 18
Kiri Atas (A) 31
= (106 x 20 x 10)/4= 5.300 SDP/mm3
Kanan Atas (C) 20Kanan Bawah (I) 30Kiri Bawah (G) 19Total 106
10Dita ImanasitaW.
20
Kiri Atas (A) 34
= (119 x 20 x 10)/4= 5.950 SDP/mm3
Kanan Atas (C) 36Kanan Bawah (I) 20Kiri Bawah (G) 29Total 119
11 Agustina Budi I. 19
Kiri Atas (A) 46
= (195 x 20 x 10)/4= 9.750 SDP/mm3
Kanan Atas (C) 51Kanan Bawah (I) 45Kiri Bawah (G) 53Total 195
12 Cinthya I. 20
Kiri Atas (A) 31
= (132 x 20 x 10)/4= 6.600 SDP/mm3
Kanan Atas (C) 32Kanan Bawah (I) 34Kiri Bawah (G) 35Total 132
13 Marbelisa B. 18
Kiri Atas (A) 34
= (153 x 20 x 10)/4= 7.650 SDP/mm3
Kanan Atas (C) 38Kanan Bawah (I) 41Kiri Bawah (G) 40Total 153
Laki-Laki
No Nama Umur Kotak Jumlah Jumlah SDP/
1M. Hasbi Ash. 20
Kiri Atas (A) 30
= (148 x 20 x 10)/4= 7.400 SDP/mm3
Kanan Atas (C) 34Kanan Bawah (I) 38Kiri Bawah (G) 48Total 148
2 Rinaldi Indra S.
Kiri Atas (A) 33
= (154 x 20 x 10)/4= 7.700 SDP/mm3
Kanan Atas (C) 48Kanan Bawah (I) 37Kiri Bawah (G) 36Total 154
3 Opik Prasetyo 19
Kiri Atas (A) 38= (164 x 20 x 10)/4= 8.200 SDP/mm3
Kanan Atas (C) 41Kanan Bawah (I) 37Kiri Bawah (G) 48
Total 164
4 M. Reza Pahlevi 20
Kiri Atas (A) 42
= (172 x 20 x 10)/4= 8.600 SDP/mm3
Kanan Atas (C) 47Kanan Bawah (I) 43Kiri Bawah (G) 40Total 172
5 Andi Joko P. 19
Kiri Atas (A) 24
= (96 x 20 x 10)/4= 4.800 SDP/mm3
Kanan Atas (C) 25Kanan Bawah (I) 26Kiri Bawah (G) 21Total 96
6 Hening T.R. 20
Kiri Atas (A) 53
= (217 x 20 x 10)/4= 10.850 SDP/mm3
7Kanan Atas (C) 55Kanan Bawah (I) 56Kiri Bawah (G) 33Total 217
E. PEMBAHASAN
Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui jumlah sel darah putih (SDP). Penghitungan
jumlah SDP ini sangat diperlukan untuk mengetahui fungsi fisiologis pada manusia. Alat dan
bahan yang digunakan yaitu pipet khusus bertanda “11”, bilik hitung, blood lancet steril
(disposable), kapas, dan alkohol. Pada praktikum ini, kesterilan sangan diperlukan untuk
mengurangi potensi penularan penyakit tertentu.
Prosedur kerja yang dilakukan yaitu mensterilkan ujung jari tengah atau jari manis
menggunakan kapas yang telah ditetesi alkohol, biarkan hingga mengering. Kemudian menusuk
ujung jari menggunakan blood lancet steril sehingga darah keluar. Setelah itu mengambil darah
dengan pipet khusus sampai tanda 0,5 kemudian membersihkan ujungnya dengan kapas.
Kemudian menghisap reagen Turk sampai tanda 11, lalu dikocok secara perlahan. Meneteskan
cairan diatas dengan pipet lewat tepi kaca penutup hingga merata dan menghitung jumlah SDP
dengan mikroskop pada kotak A, C, G dan I. Kemudian menghitung dengan rumus :
Jumlah SDP/mm3 = (jumlah total SDP x 20 x 10)/4
atau
Jumlah SDP/mm3 = jumlah rata-rata SDP x 20 x 10
Hasil yang diperoleh kemudian dikelompokkan ke dalam 2 kelompok yaitu kelompok laki-
laki dan kelompok perempuan. Kelompok laki-laki terdiri atas 6 orang dan kelompok perempuan
terdiri atas 13 orang.
Berdasarkan teori, jumlah leukosit pada orang dewasa normal berkisar 5.000 – 9.000/mm3.
Dalam kelompok laki-laki, Hening Triandika Rahman memiliki SDP lebih dari standar yaitu
10.850 SDP/mm3, sedangkan Andi Joko Purnomo memiliki SDP dibawah standar yaitu 4.800
SDP/mm3. Sedangkan pada kelompok perempuan, terdapat 2 orang yang memiliki SDP yang
lebih dari standar yaitu Agustina Budi Lestari dan Shintya Galuh Nindy Sagita yang masing-
masing memiliki jumlah SDP sejumlah 9.750 SDP/mm3 dan 10.200 SDP/mm3. Juga terdapat 2
orang yang SDP-nya kurang dari standar yaitu Sari Trisnaningsih dan Asri Fathianihayati yang
masing-masing memiliki jumlah SDP, 4.500 SDP/mm3 dan 3.950 SDP/mm3.
Jumlah SDP rendah dibawah standar mengindikasikan bahwa orang tersebut memiliki
kelainan dalam proses penyembuhan dikarenakan kadar SDP yang sedikit. Sedangkan bagi orang
yang memiliki SDP berlebih mengindikasikan potensi adanya leukimia, sehingga diharapkan
untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut.
F. KESIMPULAN
1. Terdapat 3 orang yang memiliki SDP dibawah standar yaitu Andi Joko Purnomo, Sari
Trisnaningsih dan Asri Fathianihayati.
2. Terdapat 3 orang yang memiliki SDP diatas standar yaitu Hening Triandika Rahman,
Agustina Budi Lestari dan Shintya Galuh Nindy Sagita.
3. Jumlah SDP rendah dibawah standar mengindikasikan bahwa orang tersebut memiliki
kelainan dalam proses penyembuhan dikarenakan kadar SDP yang sedikit. Sedangkan bagi
orang yang memiliki SDP berlebih mengindikasikan potensi adanya leukimia, sehingga
diharapkan untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut.
DAFTAR PUSTAKA
Frandson, R. D. 1992. Anatomi dan Fisiologi. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Guyton A. C., Hall J. E. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta : EGC.
Nurcahyo, Heru dan Harjana, Tri. 2013. Petunjuk Praktikum Fisiologi Hewan. Yogyakarta : FMIPA
UNY.
Soedjono, Basoeki. 1988. Anatomi dan Fisiologi Manusia. Jakarta : Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.
PENGARUH SUHU LINGKUNGAN TERHADAP SUHU TUBUH
A. TUJUAN PRAKTIKUM
1. Melakukan pengukuran suhu tubuh homeoterm.
2. Mengamati pengaruh suhu lingkungan terhadap suhu tubuh.
B. DASAR TEORI
Hewan berdarah panas adalah hewan yang dapat menjaga suhu tubuhnya, pada suhu-suhu
tertentu yang konstan biasanya lebih tinggi dibandingkan lingkungan sekitarnya. Sebagian panas
hilang melalui proses radiasi, berkeringat yang menyejukkan badan. Melalui evaporasi berfungsi
menjaga suhu tubuh agar tetap konstan. Contoh hewan berdarah panas adalah bangsa burung dan
mamalia, hewan yang berdarah dingin adalah hewan yang suhu tubuhnya kira-kira sama dengan
suhu lingkungan sekitarnya.
Suhu tubuh tergantung pada neraca keseimbangan antara panas yang diproduksi atau
diabsorbsi dengan panas yang hilang. Panas yang hilang dapat berlangsung secara radiasi,
konveksi, konduksi dan evaporasi. Radiasi adalah transfer energi secara elektromagnetik, tidak
memerlukan medium untuk merambat dengan kecepatan cahaya. Konduksi merupakan transfer
panas secara langsung antara dua materi padat yang berhubungan lansung tanpa ada transfer
panas molekul. Panas menjalar dari yang suhunya tinggi kebagian yang memiliki suhu yang
lebih rendah. Konveksi adalah suatu perambatan panas melalui aliran cairan atau gas. Besarnya
konveksi tergantung pada luas kontak dan perbedaan suhu.
Evaporasi merupakan konveksi dari zat cair menjadi uap air, besarnya laju konveksi
kehilangan panas karena evaporasi. Hewan mempunyai kemampuan adaptasi terhadap
perubahan suhu lingkungan. Sebagai contoh, pada suhu dingin, mamalia dan burung akan
meningkatkan laju metabolisme dengan perubahan hormon-hormon yang terlibat di dalamnya,
sehingga meningkatkan produksi panas. Pada ektoterm (misal pada lebah madu), adaptasi
terhadap suhu dingin dengan cara berkelompok dalam sarangnya. Hasil metabolisme lebah
secara kelompok mampu menghasilkan panas di dalam sarangnya.
Organisme berdarah panas (homeoterm) memiliki organ pengatur suhu tubuh yaitu
hipothalamus agar suhu tubuh tetap pada kondisi optimal. Pengaturan suhu tubuh
(thermoregulasi) bertujuan agar panas yang dihasilkan dari berbagai proses metabolisme dan
yang diperoleh dari lingkungan sekitar harus seimbang dengan banyaknya panas yang
dikeluarkan oleh tubuh.
Proses regulasi atau pengaturan panas tubuh yang paling banyak berperan adalah sel-sel
saraf hipothalamus yang peka terhadap perubahan suhu tubuh terutama suhu darah. Bila
Hypotalamus bagian belakang menerima informasi suhu luar lebih rendah dari suhu tubuh, maka
pembentukan panas ditambah dengan meningkatkan metabolisme dan aktivitas otot dengan cara
menggigil dan pengeluaran panas dengan pembuluh darah kulit mengecil dan pengurangan
produksi keringat. Hal ini menyebabkan suhu tubuh tetap dipertahankan normal. Namun
sebaliknya, Hypotalamus bagian depan merupakan pusat pengatur suhu tubuh yang bertugas
mengeluarkan panas. Bila Hypotalamus bagian depan menerima informasi suhu lebih tinggi dari
suhu tubuh, maka pengeluaran panas ditingkatkan dengan pelebaran pembuluh darah kulit dan
menambah produksi keringat.
Mekanisme regulasi panas tersebut berlangsung secara cepat karena melibatkan sistem
saraf dan hormon sehingga disebut neuro-endokrin. Regulasi panas tubuh menggunakan sistem
feedback (umpan balik negatif) artinya apabila panas tubuh melebihi suhu optimal, maka
hipothalamus akan berusaha menurunkan ke suhu optimal dan sebaliknya.
Suhu tubuh manusia diatur oleh sistem thermostat di dalam otak yang membantu suhu
tubuh yang konstan antara 36,5oC dan 37,5oC. Suhu tubuh normal manusia akan bervariasi dalam
sehari. Seperti ketika tidur, maka suhu tubuh kita akan lebih rendah dibanding saat kita sedang
bangun atau dalam aktivitas. Dan pengukuran yang diambil dengan berlainan posisi tubuh juga
akan memberikan hasil yang berbeda. Pemeriksaan suhu akan memberikan tanda suhu inti yang
secara ketat dikontrol karena dapat dipengaruhi oleh reaksi kimiawi. Pemeriksaan suhu tubuh
dapat dilakukan di beberapa tempat yaitu ketiak, mulut, dan anus. Pengambilan suhu di bawah
lidah (dalam mulut) normal sekitar 37oC, sedang diantara lengan (ketiak) sekitar 36,5oC sedang
di rectum (anus) sekitar 37,5oC
Makanan yang masuk ke dalam tubuh memengaruhi proses metabolisme sel tubuh. Proses
tersebut bisa berlangsung cepat jika makanan yang masuk tergolong merangsang. Misalnya,
makanan pedas atau makanan bersuhu tinggi. Jika proses metabolisme sel tubuh berlangsung
cepat, suhu tubuh meningkat. Sitokin (salah satu protein) pun terpicu muncul. Salah satu bahan
yang tergolong sitokin adalah kalikrein. Bahan itu berpengaruh terhadap pelebaran pembuluh
darah yang menuju kelenjar keringat di kulit. Dampaknya, keringat pun mengucur keluar.
Keringat merupakan mekanisme tubuh untuk mendinginkan diri. Ketika kita melepaskan cairan
melalui pori-pori tubuh, maka cairan itu akan menguap. Keseluruhan proses itu menurunkan
suhu tubuh.
Nilai standar untuk mengetahui batas normal suhu tubuh manusia dibagi menjadi empat
yaitu :
1. Hipotermi, bila suhu tubuh kurang dari 36°C
2. Normal, bila suhu tubuh berkisar antara 36 – 37,5°C
3. Febris / pireksia, bila suhu tubuh antara 37,5 – 40°C
4. Hipertermi, bila suhu tubuh lebih dari 40°C
C. METODE PRAKTIKUM
1. Alat dan Bahan
Katak
Termometer batang
Air dingin
Air hangat
Stopwatch
2. Cara Kerja
Meletakkan termometer ke dalam mulut katak selama ± 5 menit, kemudian mengamati
skalanya dan mencatatnya.
Memasukkan katak ke dalam tabung Erlemeyer 1 L yang telah terisi air dingin ¾
volumenya kemudian mengamati suhu tubuhnya setelah 5 menit direndam.
Mengulangi langkah kedua dengan menggunakan air hangat.
D. HASIL PRAKTIKUM
No KelompokSuhu Katak (oC) Suhu Praktikan (oC)
Awal Air Dingin Air Hangat Awal Air Dingin Air Hangat
1 Kelompok 1 31 20 34.5 37 37 37
2 Kelompok 2 30 18 32 36.4 36.2 33.8
3 Kelompok 3 36.8 26 37 37 37 37
4 Kelompok 4 20 24 35 36.8 36.8 36.8
5 Kelompok 5 23 25 36 35 35 35
6 Kelompok 6 32 29 37 36 36 36
7 Kelompok 7 20 24 35 36 36 36
8 Kelompok 8 18 24 34 36 36 36
9 Kelompok 9 19 23 35 35 35 35
10 Kelompok 10 18 22 33 36 36 36
E. PEMBAHASAN
Praktikum ini bertujuan untuk melakukan pengukuran suhu tubuh homeoterm dan
engamati pengaruh suhu lingkungan terhadap suhu tubuh. Alat dan bahan yang digunakan antara
lain katak, termometer batang, air dingin, air hangat, dan stopwatch. Prosedur yang dilakukan
yaitu meletakkan termometer ke dalam mulut katak selama ± 5 menit, kemudian mengamati
skalanya dan mencatatnya kemudian emasukkan katak ke dalam tabung Erlemeyer 1 L yang
telah terisi air dingin ¾ volumenya kemudian mengamati suhu tubuhnya setelah 5 menit
direndam, hal yang sama dilakukan menggunakan air hangat.
Hasil yang diperoleh yaitu suhu awal katak yang diperoleh rata-rata 25.4oC, setelah
perlakuan dengan air dingin rata-rata 23,7oC dan setelah perlakuan dengan air hangat suhunya
rata-rata 34.8 oC. Katak merupakan hewan yang berdarah dingin, yaitu organisme yang suhu
tubuhnya dipengaruhi oleh suhu di lingkungan sekitarnya. Apabila suhu lingkungan rendah
maka suhu tubuhnya akan turun, begitu pula sebaliknya jika suhu lingkungan tinggi maka suhu
tubuhnya akan naik.
Pada saat tubuh praktikan diperlakukan sama dengan yang diperlakukan pada katak,
namum pada tubuh praktikan tidak terdapat perubahan yang signifikan baik sebelum maupun
sesudah diberi perlakuan. Suhu tubuh praktikan dipertahankan pada suhu optimal yaitu ± 36 oC.
Hal ini dikarenakan manusia termasuk berdarah panas karena mampu menghasilkan panas atau
suhu tubuhnya tidak dipengaruhi oleh suhu lingkungan. Panas pada tubuh manusia terutama
dihasilkan dari proses metabolisme atau pembakaran zat-zat makanan.
Tubuh diatur oleh suatu organ susunan syaraf pusat yaitu hypotalamus melalui sistem
umpan balik yang rumit. Bagian belakang hipotalamus merupakan pusat pengatur suhu tubuh
yang bertugas meningkatkan produksi panas dan mengurangi pengeluaran panas. Bila
hypotalamus bagian belakang menerima informasi suhu luar lebih rendah dari suhu tubuh, maka
pembentukan panas ditambah dengan meningkatkan metabolisme dan aktivitas otot dengan cara
menggigil dan pengeluaran panas dengan pembuluh darah kulit mengecil dan pengurangan
produksi keringat. Hal ini menyebabkan suhu tubuh tetap dipertahankan normal. Namun
sebaliknya, hypotalamus bagian depan merupakan pusat pengatur suhu tubuh yang bertugas
mengeluarkan panas. Bila hypotalamus bagian depan menerima informasi suhu lebih tinggi dari
11 Kelompok 11 29 25 35 36.7 35.9 36.5
12 Kelompok 12 29 25 35 32.5 35.8 33
Rata-rata 25.4 23.7 34.8 35.8 35.9 35.6
suhu tubuh, maka pengeluaran panas ditingkatkan dengan pelebaran pembuluh darah kulit dan
menambah produksi keringat
Pengeluaran keringat melalui kulit terjadi sebagai efek peningkatan suhu yang melewati
batas kritis, yaitu 37°C. pengeluaran keringat menyebabkan peningkatan pengeluaran panas
melalui evaporasi. Peningkatan suhu tubuh sebesar 1°C akan menyebabkan pengeluaran keringat
yang cukup banyak sehingga mampu membuang panas tubuh yang dihasilkan dari metabolisme
basal 10 kali lebih besar. Pengeluaran keringat merupakan salh satu mekanisme tubuh ketika
suhu meningkat melampaui ambang kritis. Pengeluaran keringat dirangsang oleh pengeluaran
impuls di area preoptik anterior hipotalamus melalui jaras saraf simpatis ke seluruh kulit tubuh
kemudian menyebabkan rangsangan pada saraf kolinergic kelenjar keringat, yang merangsang
produksi keringat. Kelenjar keringat juga dapat mengeluarkan keringat karena rangsangan dari
epinefrin dan norefineprin.
F. KESIMPULAN
1. Organisme berdarah panas (homeoterm) memiliki organ pengatur suhu tubuh yaitu
hipothalamus agar suhu tubuh tetap pada kondisi optimal.
2. Suhu tubuh cenderung turun saat berada dilingkungan yang memiliki suhu rendah, begitu pula
sebaliknya.
DAFTAR PUSTAKA
Duke, NH. 1995. The Physiology of Domestic Animal. New York : Comstock Publishing.
Nurcahyo, Heru dan Harjana, Tri. 2013. Petunjuk Praktikum Fisiologi Hewan. Yogyakarta : FMIPA
UNY.
Pearce, Evelyn C. 1990. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta : PT Gramedia.
MENGUKUR KADAR HEMOGLOBIN (Hb)
A. TUJUAN PRAKTIKUM
1. Mengukur kadar hemoglobin (Hb) darah.
B. DASAR TEORI
Erythrocyte merupakan salah satu sel tubuh manusia yang tidak memiliki inti
(nonnucleated cells), tetapi sitoplasma memiliki protein yang berfungsi sebagai pengangkut
oksigen yang disebut hemoglobin. Kadar hemoglobin merupakan salah sati indikator apakah
manusia menderita anemia atau tidak. Kadar Hb pada kondisi normal tergantung dari usia
masing-masing individu. Kadar hemoglobin dalam darah sangat tergantung pada jenis kelamin
dan umur seseorang, antara lain yaitu :
1. Pria dewasa : 13.2 - 17.3 g/dL darah
2. Perempuan : 11.7 - 15.5 g/dL darah
3. Bayi baru lahir : 15.2 - 23.6 g/dL darah
4. Anak usia 1-3 tahun : 10.8 - 12.8 g/dL darah
5. Anak usia 4-5 tahun : 10.7 - 14.7 g/dL darah
6. Anak usia 6-10 tahun : 10.8 - 15.6 g/dL darah
Hemoglobin merupakan molekul bulat dengan diameter 5.5 nm yang ditemukan pada sel
darah merah, dengan fungsi utamanya untuk mentransport oksigen dari paru-paru ke setiap
jaringan dalam tubuh. Molekul Hb A (hemoglobin manusia dewasa, A = adult) berisi dua rantai
a (masing-masing 141 residu) dan dua rantai b (masing-masing 146 residu). Molekul Hb A
umumnya tersusun sebagai a2b2. Kapasitas hemoglobin untuk mengikat oksigen bergantung
pada keberadaan gugus prostetik yang disebut heme. Gugus heme yang menyebabkan darah
berwarna merah. Gugus heme terdiri dari komponen anorganik dan pusat atom besi.
Hemoglobin (Hb) tersusun atas protein globin dan ferroproto-porfirin (heme) yang
berikatan non-kovalen. Setiap molekul Hb memiliki 4 atom Fe yang terdapat pada heme, dan
setiap atom Fe dapat mengikat oksigen secara reversibel, dengan demikian setiap molekul Hb
teroksigenasi atau disebut HbO2 (oksiHb) mengandung 4 mol oksigen. Hb juga dapat berikatan
dengan CO2 pada gugus asam aminonya membentuk karbamino Hb (HbCO2), juga dengan NO
membentuk HbNO. Peroksid, ferrisianid dan kuinon dapat mengoksidasi Fe2+ menjadi Fe3+
sehingga terbentuk metHb yang tidak mampu mengikat O2 maupun CO2. MetHb dapat direduksi
menjadi Hb oleh dithionit (Na2S2O4). MetHb dapat bereaksi dengan anion OH- pada H+
basa/alkalis dan Cl- pada pH asam.
Hb + HCl Globin-HCl + Ferroproto-porfirin
Hb A (dewasa) terdiri atas rantai alfa (α) dan beta (β) dengan ikatan non-kovalen. Tiap
rantai mempunyai 80 lebih asam amino dan setiap sub-unit terdiri atas 7 segmen helik yang
ditandai A-H. Sifat unik Hb adalah kemampuannya berikatan secara reversibel dengan oksigen
dengan membentuk kompleks oksigen yang stabil tanpa terjadi oksidasi Fe2+ menjadi Fe3+. Hal
ini karena adanya sifat hidrofilik kantung heme.
C. METODE PRAKTIKUM
1. Alat dan Bahan
Hemoglobinometer Sahli
Blood lancet steril (disposable)
Kapas
Alkohol
Aquadest
Larutan HCl 0,1 N
2. Cara Kerja
Mensterilkan ujung jari manis atau jari tengah dengan kapas yang telah ditetesi alkohol.
Menusuk ujung jari dengan blood lancet steril (disposable) sehingga darah keluar.
Menghisap darah menggunakan pipet khusus yang telah disediakan hingga tanda garis
pada pipet.
Memasukkan darah kedalam tabung dan menambahkan larutan HCl 0,1 N.
Mengaduk larutan dalam tabung hingga merata.
Menambahkan tetes demi tetes aquadest sambil terus diaduk hingga warnanya sesuai
dengan warna larutan standar pada Hemoglobinometer Sahli.
Mencatat angka pada tabung berskala yang menujukkan kadar Hb dalam gr/100 mL darah
atau gr/dl.
D. HASIL PRAKTIKUM
Laki-laki
No. Nama Umur Kadar Hb (gr/dl)
1 Muhamad Hasbi A. 20 10
2 Opik Prasetyo 19 15
3 Muhammad Reza P. 20 16
4 Rendra Darari F. I. 19 8
5 Hanifudin Bayu F. 20 10.4
6 Andi Joko P. 19 12
7 Hening Triandika R. 20 10
Rata-rata 19,57 11.8
Perempuan
No. Nama Umur Kadar Hb (gr/dl)
1 Noviana Hapsari 20 12
2 Ana Arifatul U. 19 10
3 Vyta Andri S. U. 20 8.4
4 Anna Astuti 20 10
5 Fatharani Yurian W. 19 13
6 Dita Imanasita W. 20 11
7 Agustina Budi I. 20 11
8 Luthfiani P. 20 14
9 Cinthya I. 20 12
10 Marbelisa B. 19 11
11 Fatma Ismawati 19 7
12 Rizza Untsa N. 19 12
13 Citra Ayuliasari 20 12
14 Asri F. 20 10
15 Sari Trisnaningsih 19 12
16 Shintya Galuh N.S. 19 13
17 Ayu Dien I. 20 8
18 Luthfiani P. 20 14
Rata-rata 19.6 11.2
E. PEMBAHASAN
Erythrocyte merupakan salah satu sel tubuh manusia yang tidak memiliki inti
(nonnucleated cells), tetapi sitoplasma memiliki protein yang berfungsi sebagai pengangkut
oksigen yang disebut hemoglobin. Kadar hemoglobin merupakan salah sati indikator apakah
manusia menderita anemia atau tidak. Kadar Hb pada kondisi normal tergantung dari usia
masing-masing individu.
Penetapan Hb metode Sahli didasarkan atas pembentukan hematin asam setelah darah
ditambah dengan larutan HCl 0.1N kemudian diencerkan dengan aquadest. Pengukuran secara
visual dengan mencocokkan warna larutan sampel dengan warna batang gelas standar. Metode
ini memiliki kesalahan sebesar 10-15%, sehingga tidak dapat untuk menghitung indeks eritrosi.
Praktikum ini bertujuan untuk mengukur kadar hemoglobin (Hb) dalam darah. Pengukuran kadar
hemoglobin dalam darah memerlukan alat dan bahan yaitu hemoglobinometer Sahli, blood
lancet steril (disposable), kapas, alkohol, aquadest, dan larutan HCl 0,1 N.
Prosedur kerja yang dilakukan dalam kegiatan pengukuran kadar hemoglobin yaitu
ensterilkan ujung jari manis atau jari tengah dengan kapas yang telah ditetesi alkohol. Kemudian
menusuk ujung jari dengan blood lancet steril (disposable) sehingga darah keluar. Lalu
menghisap darah menggunakan pipet khusus yang telah disediakan hingga tanda garis pada
pipet. Setelah itu, memasukkan darah kedalam tabung dan menambahkan larutan HCl 0,1 N
kemudian dikocok hingga merata. Kemudian menambahkan tetes demi tetes aquadest sambil
terus diaduk hingga warnanya sesuai dengan warna larutan standar pada Hemoglobinometer
Sahli. Langkah terakhir, mencatat angka pada tabung berskala yang menujukkan kadar Hb dalam
gr/100 mL darah atau gr/dl.
Hasil yang diperoleh kemudian dikelompokkan dalam 2 kelompok berdasarkan jenis
kelamin. Kelompok laki-laki terdiri atas 7 orang dengan hasil kadar hemoglobin rata-rata 11.8
gr/dL dengan rata-rata usia ± 20 tahun. Sedangkan kelompok perempuan terdiri atas 18 orang
dengan kadar hemoglobin rata-rata 11.2 gr/dL dengan usia rata-rata ± 20 tahun. Hasil yang
diperoleh diatas menunjukkan bahwa kadar hemoglobin baik dalam kelompok laki-laki maupun
perempuan masih dalam keadaan normal. Apabila kadar hemoglobin kurang maka hal ini
mengindikasikan sebagai penderita anemia.
Pemeriksaan hemoglobin dalam darah mempunyai peranan yang penting dalam diagnosa
suatu penyakit, karena hemoglobin merupakan salah satu protein khusus yang ada dalam sel
darah merah dengan fungsi khusus yaitu mengangkut O2 ke jaringan dan mengembalikan
CO2 dari jaringan ke paru-paru. Kegunaan dari pemeriksaan hemoglobin ini adalah untuk
mengetahui ada tidaknya gangguan kesehatan pada pasien, misalnya kekurangan hemoglobin
yang biasa disebut anemia. Hemoglobin bisa saja berada dalam keadaan terlarut langsung dalam
plasma. Akan tetapi kemampuan hemoglobin untuk mengikat oksigen tidak bekerja secara
maksimum dan akan mempengaruhi pada faktor lingkungan.
Hemoglobin yang meningkat terjadi karena keadaan hemokonsentrasi akibat dehidrasi
yang menurun dipengaruhi oleh berbagai masalah klinis. Hemoglobin merupakan pigmen dari
eritrosit yang sangat kompleks. Hemoglobin merupakan persenyawaan antara protein, globin
dan zat warna (heme). Keistimewaan dari hemoglobin adalah dapat mengikat O2 dan CO2. Pada
metode sahli, darah sengan larutan HCl 0,1 N akan membentuk hematin yang berwarna coklat.
Setelah itu, warna disamakan dengan warna standar sahli dengan menambahkan aquadest
sebagai pengencer. Prinsip hemoglobin diubah mejadi asam hematin, kemudian warna yang
terjadi dibandingkan secara visual dengan standar dalam alat itu.
F. KESIMPULAN
1. Kelompok laki-laki dengan hasil kadar hemoglobin rata-rata 11.8 gr/dL dengan rata-rata usia
± 20 tahun.
2. Kelompok perempuan dengan kadar hemoglobin rata-rata 11.2 gr/dL dengan usia rata-rata ±
20 tahun.
3. Anemia yaitu penyakit yang ditimbulkan karena kurangnya kadar hemoglobin dalam darah.
DAFTAR PUSTAKA
Frandson, R. D. 1992. Anatomi dan Fisiologi. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Guyton A. C., Hall J. E. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta : EGC.
Nurcahyo, Heru dan Harjana, Tri. 2013. Petunjuk Praktikum Fisiologi Hewan. Yogyakarta : FMIPA
UNY.
Soedjono, Basoeki. 1988. Anatomi dan Fisiologi Manusia. Jakarta : Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.
UJI GOLONGAN DARAH DENGAN SISTEM “ABO”
A. TUJUAN PRAKTIKUM
1. Menentukan golongan darah dengan sistem “ABO”.
2. Menentukan waktu koagulasi darah.
B. DASAR TEORI
Darah adalah cairan yang terdapat pada semua makhluk hidup (kecuali tumbuhan tingkat
tinggi) yang berfungsi mengirimkan zat-zat dan oksigen yang dibutuhkan oleh jaringan tubuh,
mengangkut bahan-bahan kimia hasil metabolisme, dan juga sebagai pertahanan tubuh terhadap
virus atau bakteri. Darah manusia adalah cairan jaringan tubuh. Fungsi utamanya adalah
mengangkut oksigen yang diperlukan oleh sel-sel di seluruh tubuh. Darah juga menyuplai
jaringan tubuh dengan nutrisi, mengangkut zat-zat sisa metabolisme, dan mengandung berbagai
bahan penyusun sistem imun yang bertujuan mempertahankan tubuh dari berbagai penyakit.
Hormon-hormon dari sistem endokrin juga diedarkan melalui darah.
Sistem penggolongan darah ABO ditentukan oleh antigen A, B dan H/O. Golongan darah
A jika mempunyai aglutinogen (antigen) A dan aglutinin beta (β). Golongan darah B jika
mempunyai aglutinogen (antigen) B dan aglutini alfa (α). Golongan darah AB jika mempunyai
aglutinogen A dan B serta tidak memiliki aglutinin. Golongan darah O jika tidak mempunyai
aglutinogen dan aglutinin.
Aglutinin dalam plasma merupakan gamma globulin seperti halnya dengan antibodi lainya
yang dihasilkan oleh sel-sel sama yang menghasilkan antibodi setiap antigenya. Antigen A dan
B dalam jumlah sedikit maasuk ke dalama tubuh melalui makanan, bakteri, atau dengan cara
lain. Zat ini mengawali pembentukan aglutinin anti A dan aglutinin anti B. Bayi baru lahir
mempunyai aglutinin sedikit, hal ini menunjukan bahwa pembentukan aglutinin terjadi setelah
lahir.
Selain itu, masih terdapat sistem penggolongan darah lainnya yaitu Lewis. Antigen Lewis
yaitu Le-α, Le-β yang terdapat di dalam plasma darah. MN grup berdasarkan adanya protein
glikoporin. Glikoporon A untuk golongan M dan glikoporin B untuk golongan N. Demikian juga
golongan Rh+ dan Rh-.
Golongan darah A, B, AB dan O mempunyai arti sangat penting dalam transfusi darah
kerena adanya interaksi antigen-antibodi dari pemberi darah (donor) dengan penerima darah
(resipien) yang dapat menimbulkan penggumpalan (aglutinasi). Penggumpalan terjadi bila
antigen A bertemu dengan anti-A dan antigen B bertemu dengan anti-B.
Kedua antigen yang telah diuraikan di atas diwariskan oleh satu seri alel. Alel itu diberi
simbol I (berasal dari kata Isoaglutinin, suatu protein yang terdapat pada permukaan sel eritrosit).
Orang yang membentuk antigen-A mempunyai alel IA, yang mampu membentuk antigen-B
mempunyai alel IB, sedangkan yang tidak mampu membentuk antigen sama sekali mempunyai
alel resesif ii.
1. Golongan darah A mempunyai antigen A, alel IA, genotip IAIA atau IAi
3. Golongan darah B mempunyai antigen B, alel IB, genotip IBIB atau IBi
4. Golongan darah AB mempunyai antigen A dan B, alel IA dan IB, genotip IAIB
5. Golongan darah O tidak mempunyai antigen A dan B, alel i, genotip ii
Salah satu komponen darah yaitu trombosit atau keping-keping darah yang memiliki peran
dalam proses koagulasi darah. Proses koagulasi darah dimaksudkan agar apabila terjadi
kerusakan pembuluh darah, maka tidak terjadi kehilangan darah. Pada kondisi tertentu seperti
hemofilia, dapat terjadi kelainan atau gangguan koagulasi darah sehingga darah sukar menjedal
dan akibatnya tubuh dapat kehilangan darah.
Trombosit berasal dari stem sel di sumsum tulang yang disebut sebagai megakarosit
kemudian berkembang menjadi trombosit. Karakteristik trombosit antara lain yaitu berukuran
kecil, mudah pecah dan berjumlah ± 250.000.
Teori koagulasi darah menurut Morowitz (1904) yaitu pada peristiwa pendarahan, maka
jaringan yang robek (rusak) akan menyebabkan trombosit pecah dan membebaskan
tromboplastin kemudian tromboplastin dan ion Ca mengaktifkan protrombin menjadi trombin.
Trombin tersebut akan mempengaruhi perubahan fibrinogen menjadi benang-benang fibrin,
sehingga menutup jaringan yang rusak. Protrombin adalah senyawa globulin yang larut dan
dihasilkan di hati dengan bantuan vitamin K, perubahan protrombin yang belum aktif menjadi
trombin yang aktif dapat dipercepat oleh ion kalsium (Ca). Fibrinogen adalah protein yang larut
dalam plasma darah.
Hemostasis merupakan peristiwa penghentian perdarahan akibat putusnya atau robeknya
pembuluh darah, sedangkan thrombosis terjadi ketika endothelium yang melapisi pembuluh
darah rusak atau hilang. Proses ini mencakup pembekuan darah (koagulasi) dan melibatkan
pembuluh darah, agregasi trombosit serta protein plasma baik yang menyebabkan pembekuan
maupun yang melarutkan bekuan. Pada hemostasis terjadi vasokonstriksi inisial pada pembuluh
darah yang cedera sehingga aliran darah di sebelah distal cedera terganggu. Kemudian
hemostasis dan thrombosis memiliki 3 fase yang sama yaitu :
1. Pembekuan agregat trombosit yang longgar dan sementara pada tempat luka. Trombosit akan
mengikat kolagen pada tempat luka pembuluh darah dan diaktifkan oleh thrombin yang
terbentuk dalam kaskade pristiwa koagulasi pada tempat yang sama, atau oleh ADP yang
dilepaskan trombosit aktif lainnya. Pada pengaktifan, trombosit akan berubah bentuk dan
dengan adanya fibrinogen, trombosit kemudian mengadakan agregasi terbentuk sumbat
hemostatik ataupun trombos.
2. Pembentukan jarring fibrin yang terikat dengan agregat trombosit sehingga terbentuk sumbat
hemostatik atau trombos yang lebih stabil.
3. Pelarutan parsial atau total agregat hemostatik atau trombos oleh plasmin.
Proses penggumpalan darah sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor intrinsik, misalnya
fibrinogen, protrombin, proconvertin dan lain-laindan ekstrinsik darah, misalnya tromboplastin
jaringan, tromboplastin pembuluh, luka, permukaan kasar/halus, suhu lingkungan, pengenceran,
dan bahan antikoagulas dan lain-lain. Permukaan kasar, suhu lungkungan panas, dan pengadukan
mempercepat penggumpalan, sedangkan permukaan halus, suhu lingkungan dingin, dan
pengenceran menghambat proses koagulasi. Sementara itu antikoagulan seperti EDTA, heparin,
natrium sitrat/oxalat akan menghentikan proses koagulasi.
C. METODE PRAKTIKUM
1. Alat dan Bahan
Blood lancet steril (disposable)
Kapas
Alkohol
Object glass
Tusuk gigi
Serum anti-A dan anti-B
2. Cara Kerja
Menentukan golongan darah
o Mensterilkan ujung jari tengan atau jari manis dengan kapas yang telah ditetesi alkohol,
biarkan hingga kering.
o Menusuk ujung jari dengan blood lancet steril (disposable) sehingga darah keluar dan
meneteskan pada object glass sebanyak 3 tetes berbeda.
o Uji tetes pertama dengan serum anti-A, tetes kedua dengan serum anti-B, kemudian
diasuk ketiganya.
o Mengamati apakah terjadi aglutinasi atau tidak, kemudian menentukan jenis golongan
darahnya.
Penggumpalan darah
o Mensterilkan ujung jari tengah atau jari manis dengan kapas yang etalah ditetesi
alkohol, biarkan hingga mengering.
o Menusuk ujung jari menggunakan blood lancet steril (disposable) sehingga darah
keluar.
o Meneteskan satu tetes darah pada object glass, kemudian setiap 30 detik lakukan
tusukan-tususkan dengan jarum pentul pada tetes darah tersebut.
o Mengamati adanya benang-benang fibrin, kemudian mencatat waktunya.
D. HASIL PRAKTIKUM
1. Golongan darah
No. Nama UmurGolongan
Darah
Koagulasi
(30 detik ke-)
1 Noviana Hapsari 20 A 7
2 Ana Arifatul U. 19 B 2
3 Vyta Andri S.U. 20 B 3
4 M. Hasbi Ash. 20 O 2
5 Opik Prasetyo 19 O 2
6 Anna Astuti 20 O 4
7 M. Reza Pahlevi 20 B 2
8 Rendra Darari F.I. 19 O 1
9 Fatharani Yurian W. 19 B 8
10 Kurnia Imalasari 18 B 2
11 Hanifudi Bayu F. 20 B 2
12 Dita Imanasita W. 20 O 3
13 Agustina Budi I. 19 A 1
14 Luthfiani P. 20 B 6
15 Cinthya I. 20 B 5
16 Marbelisa B. 19 O 3
17 Fatma Ismawati 19 B 7
18 Rizza Untsa N. 19 A 5
19 Andi Joko P. 19 O 2
20 Citra Ayuliasari 20 O 4
21 Hening T.R. 20 O 3
22 Asri F. 20 A 3
23 Sari Trisnaningsih 18 B 2
24 Shintya Galuh N.S. 19 B 3
25 Ayu Dien I. 20 O 1
Presentase :
a. Golongan darah A = 100 % = 16 %
b. Golongan darah B = 100 % = 44 %
c. Golongan darah O = 100 % = 40 %
d. Golongan darah AB = 100 % = 0 %
E. PEMBAHASAN
Praktikum ini bertujuan untuk enentukan golongan darah dengan sistem “ABO” dan
enentukan waktu koagulasi darah. Alat dan bahan yang digunakan yaitu blood lancet steril
(disposable), kapas, alkohol, object glass, tusuk gigi, serum anti-A dan serum anti-B. Prosedur
kerja yang dilakukan antara lain mensterilkan ujung jari tengan atau jari manis dengan kapas
yang telah ditetesi alkohol, biarkan hingga kering. Kemudian menusuk ujung jari dengan blood
lancet steril (disposable) sehingga darah keluar dan meneteskan pada object glass sebanyak 3
tetes berbeda. Uji tetes pertama dengan serum anti-A, tetes kedua dengan serum anti-B,
kemudian diasuk ketiganya. Untuk tetes ketiga, diamati setiap 30 detik hingga diketahui waktu
koagulasinya.
Apabila antigen-A bertemu dengan anti-A, demikian juga antigen-B bertemu dengan anti-
B, maka darah akan menggumpal dan terjadi hemolisis atau pemecahan sel darah merah.
Sehingga dalam melakukan tranfusi darah baik donor maupun resipien harus diperiksa terlebih
dahulu golongan darahnya berdasarkan penggolongan darah ABO. Proses penggumpalan yaitu
sebagai berikut, aglutinin melekatkan dirinya pada darah karena aglutinin bivalen. Satu aglutinin
pada saat yang sama dapat mengikat dua sel darah merah sehingga menyebabkan sel melekat
satu sama lain dan menggumpal.
Dari hasil percobaan diperoleh sebanyak 4 orang atau 16 % memiliki golongan darah A.
11 orang atau 44 % memiliki golongan darah B, dan 10 orang atau 40 % memiliki golongan
darah O. Tidak satupun dari 25 praktikan yang memiliki golongan darah AB.
Sistem penggolongan darah ABO ditentukan oleh antigen A, B dan H/O. Golongan darah
A jika mempunyai aglutinogen (antigen) A dan aglutinin beta (β). Golongan darah B jika
mempunyai aglutinogen (antigen) B dan aglutini alfa (α). Golongan darah AB jika mempunyai
aglutinogen A dan B serta tidak memiliki aglutinin. Golongan darah O jika tidak mempunyai
aglutinogen dan aglutinin.
Salah satu komponen darah yaitu trombosit atau keping-keping darah yang memiliki peran
dalam proses koagulasi darah. Proses koagulasi darah dimaksudkan agar apabila terjadi
kerusakan pembuluh darah, maka tidak terjadi kehilangan darah. Semakin cepat waktu koagulasi
makan semakin cepat pula proses penutupan luka oleh trombin dengan membentuk benang-
benang fibrin. Dari hasil percobaan, waktu koagulasi yang diperoleh yaitu 3 orang pada 30 detik
pertama, 8 orang pada 30 detik kedua, 6 orang pada 30 detik ketiga, 2 orang pada 30 detik
keempat, 2 orang pada 30 detik kelima, 1 orang pada 30 detik keenam, 2 orang pada 30 detik
ketujuh dan 1 orang pada 30 detik kedelapan.
Golongan darah lebih ditentukan oleh faktor genetis oleh karena itu salah satu manfaat tes
golongan darah yaitu menentukan hubungan keluarga, dan tranfusi darah. Dalam trafusi darah
dari satu orang ke orang lain, darah donor dengan darah penerima dalam keadaan normal.
Klasifikasi golongan darah tergantung pada ada atau tidaknya kedua aglutinogen.
Teori koagulasi darah menurut Morowitz (1904) yaitu pada peristiwa pendarahan, maka
jaringan yang robek (rusak) akan menyebabkan trombosit pecah dan membebaskan
tromboplastin kemudian tromboplastin dan ion Ca mengaktifkan protrombin menjadi trombin.
Trombin tersebut akan mempengaruhi perubahan fibrinogen menjadi benang-benang fibrin,
sehingga menutup jaringan yang rusak.
F. KESIMPULAN
1. Presentase golongan darah dari 25 praktikan
a. Golongan darah A = 100 % = 16 %
b. Golongan darah B = 100 % = 44 %
c. Golongan darah O = 100 % = 40 %
d. Golongan darah AB = 100 % = 0 %
2. Koagulasi adalah peristiwa menggumpalnya darah dengan tujuan untuk menghindari
kehilangan darah saat terjadi luka.
3. Saat peristiwa pendarahan, maka jaringan yang robek (rusak) akan menyebabkan trombosit
pecah dan membebaskan tromboplastin kemudian tromboplastin dan ion Ca mengaktifkan
protrombin menjadi trombin. Trombin tersebut akan mempengaruhi perubahan fibrinogen
menjadi benang-benang fibrin, sehingga menutup jaringan yang rusak.
DAFTAR PUSTAKA
Frandson, R. D. 1992. Anatomi dan Fisiologi. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Guyton A. C., Hall J. E. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta : EGC.
Nurcahyo, Heru dan Harjana, Tri. 2013. Petunjuk Praktikum Fisiologi Hewan. Yogyakarta : FMIPA
UNY.
Soedjono, Basoeki. 1988. Anatomi dan Fisiologi Manusia. Jakarta : Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.
Wulangi, K. S. 1993. Prinsip-Prinsip Fisiologi Hewan. Jakarta : Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.
PEMERIKSAAN WARNA, KEJERNIHAN DAN pH URINE
A. TUJUAN PRAKTIKUM
1. Mengamati warna, kejernihan dan derajat keasaman (pH) urine.
B. DASAR TEORI
Ginjal merupakan alat untuk menyaring darah sehingga zat-zat sisa metabolisme yang
bersifat racun dan tak berguna dapat dikeluarkan dari dalam tubuh melalui air kencing. Zat-zat
tersebut harus dikeluarkan karena dapat mengganggu kesehatan. Selain itu, ginjal juga berperan
menjaga keseimbangan air dalam tubuh atau menjaga tekanan osmotik cairan tubuh sehingga
perannya sangat penting dalam menjaga kondisi tubuh agar tetap seimbang dan dinamis
(homeostasis) atau terciptanya kondisi sehat. kencing tampak berbuih, berwarna kuning dan
berbau, merupakan hasil penyaringan cairan darah yang dilakukan oleh ginjal.
Urin atau air seni atau air kencing adalah cairan sisa yang diekskresikan oleh ginjal yang
kemudian akan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses urinasi. Eksreksi urin diperlukan
untuk membuang molekul-molekul sisa dalam darah yang disaring oleh ginjal dan untuk
menjaga homeostasis cairan tubuh. Urin disaring di dalam ginjal, dibawa melalui ureter menuju
kandung kemih, akhirnya dibuang keluar tubuh melalui uretra.
Urin terdiri dari air dengan bahan terlarut berupa sisa metabolisme (seperti urea), garam
terlarut, dan materi organik. Cairan dan materi pembentuk urin berasal dari darah atau cairan
interstisial. Komposisi urin berubah sepanjang proses reabsorpsi ketika molekul yang penting
bagi tubuh, misal glukosa, diserap kembali ke dalam tubuh melalui molekul pembawa. Cairan
yang tersisa mengandung urea dalam kadar yang tinggi dan berbagai senyawa yang berlebih atau
berpotensi racun yang akan dibuang keluar tubuh. Materi yang terkandung di dalam urin dapat
diketahui melalui urinalisis.
Urinalisis adalah tes yang dilakukan pada sampel urin pasien untuk tujuan diagnosis
infeksi saluran kemih, batu ginjal, skrining dan evaluasi berbagai jenis penyakit ginjal,
memantau perkembangan penyakit seperti diabetes melitus dan tekanan darah tinggi (hipertensi),
dan skrining terhadap status kesehatan umum. Urin atau air seni atau air kencing adalah cairan
sisa yang diekskresikan oleh ginjal yang kemudian akan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui
proses urinasi. Eksreksi urin diperlukan untuk membuang molekul-molekul sisa dalam darah
yang disaring oleh ginjal dan untuk menjaga homeostasis cairan tubuh. Namun, ada juga
beberapa spesies yang menggunakan urin sebagai sarana komunikasi olfaktori.
Secara kimiawi kandungan zat dalan urin diantaranya adalah sampah nitrogen (ureum,
kreatinin dan asam urat), asam fipurat, zat sisa pencernaan sayuran dan buah, badan keton zat
sisa metabolism lemak, ion-ion elektrolit (Na, Cl, K, Amonium, sulfat, Ca dan Mg), hormone,
zat toksin (obat, vitamin dan zat kimia asing), zat abnormal (protein, glukosa, sel darah kristal
kapur dsb). (Campbell, 2004)
Sistem ekskresi merupakan hal yang pokok dalam homeostatis karena sistem tersebut
membuang limbah metabolisme dan merespons terhadap ketidak seimbangan cairan tubuh
dengan cara mengeksresikan ion-ion tertentu sesuai kebutuhan. Sistem ekskresi sangat beraneka
ragam, tetapi semuanya mempunyai kemiripan fungsional. Secara umum, sistem eksresi
menghasilkan urin melalui dua proses utama yaitu filtrasi cairan tubuh dan penyulingan
(reabsopsi) larutan cair yang dihasilkan dari filtrasi itu. (Campbell, 2004).
Proses ekskresi melalui ginjal berfungsi untuk mengeluarkan sisa-sisa metabolisme dan
menjaga agar jumlah air dan ion yang masuk seimbang dengan yang keluar. Kondisi ini penting
agar suasana malieu interieur tetap sesuai untuk kelangsungan proses fisiologis di dalam sel atau
yang disebut homeotasis (steady internal state). Ekskresi oleh ginjal memiliki peranan :
1. Memelihara keseimbangan air.
2. Memelihara keseimbangan elektrolit Na+, K+, Mg2+, Cl- dan Ca2+. Ion Na+, Cl- dan HCO3-
merupakan ion ekstraseluler, sedangkan K+ dan Mg2+ merupakan ion intraseluler.
3. Memelihara pH darah.
4. Mengeluarkan sisa-sisa metabolisme yang merupakan racun bagi tubuh, seperti :
Urea (CO(NH)2) berasal dari katabolisme asam amino pada proses glukoneogenesis
menjadi senyawa bukan nitrogen dan senyawa nitrogen. Senyawa nitrogen kemudian
diubah menjadi amonia (bersifat toksik) oleh enzim deaminase. Selanjutnya di sel hati,
amonia melalui siklus ornitin akan dikombinasikan dengan karbondioksida menjadi urea
(tidak bersifat toksik) dan kemudian dikeluarkan lewat ginjal.
Asam urat berasal dari nitrogen asam nukleat purine dan pirimidin. Kelebihan asam urat
akan ditimbun pada persendian dan dapat menimbulkan nyeri sendi (gout).
Kreatinin berasal dari kreatin fosfat (sumber energi) yang banyak terdapat dalam otot.
Pemecahan kreatin akan menghasilkan kreatinin, terutama ditemukan pada kondisi puasa.
Normal pH urine sedikit asam yaitu sekitar 4,5 - 7,5. Urine yang telah melewati temperatur
ruangan untuk beberapa jam dapat menjadi alkali karena aktifitas bakteri. Seorang vegetarian
urinennya sedikit alkali
C. METODE PRAKTIKUM
1. Alat dan Bahan
Tabung reaksi
Urine
pH stick
2. Cara Kerja
Pemeriksaan warna urine
o Memasukkan ± 10 mL urine ke dalam tabung reaksi kemudian mengamati dengan cara
menerawang tabung yang berisi urine tersebut.
o Menyatakan warna urine tersebut dalam tidak berwarna, kuning muda, kuning tua,
kuning kemerahan, merah, coklat kehijauan dan putih seperti susu.
Pemeriksaan kejernihan urine
o Melakukan langkah yang sama seperi pemeriksaan warna urine.
o Menyatakan kejernihan urine dalam jernih, agak keruh, keruh dan sangat keruh.
Pemeriksaan pH urine
o Memasukkan urine pada tabung reaksi kemudian celupkan pH stick.
o Mengamati perubahan warnanya dan mencatat pH-nya.
D. HASIL PRAKTIKUM
No. Nama Warna Kejernihan Keasaman (pH)
1 Ana Arifatul U. Kuning Jernih 6
2 Vyta Andri S.U. Kuning Jernih 6
3 M. Hasbi Ash. Kuning Jernih 7
4 Rinaldi Indra S. Kuning Jernih 6
5 Anna Astuti Orange Keruh 5
6 Iis Aida Y. Kuning Jernih 7
7 M. Reza Pahlevi Kuning Jernih 7
8 Rendra Darari F.I. Kuning Jernih 7
9 Fatharani Yurian W. Kuning Keruh 6
10 Kurnia Imalasari Kuning Jernih 6
11 Hanifudi Bayu F. Kuning Keruh 6
12 Agustina Budi I. Kuning Jernih 6
13 Luthfiani P. Kuning Jernih 5.5
14 Fatma Ismawati Kuning Jernih 6
15 Rizza Untsa N. Kuning Jernih 6.5
16 Andi Joko P. Orange Jernih 6
17 Citra Ayuliasari Kuning Jernih 6
18 Hening T.R. Kuning Jernih 6
19 Asri F. Kuning Jernih 7
20 Sari Trisnaningsih Kuning Jernih 6
21 Shintya Galuh N.S. Kuning Jernih 6
22 Ayu Dien I. Kuning Jernih 7
Presentase :
1. Warna urine
a. Kuning = 100% = 83.3 %
b. Orange = 100% = 19.7 %
2. Kejernihan
a. Jernih = 100% = 83.3 %
b. Keruh = 100% = 19.7 %
3. Keasaman (pH)
a. pH 5-6 = 100% = 9 %
b. pH 6-7 = 100% = 64 %
c. pH 7-8 = 100% = 27 %
E. PEMBAHASAN
Praktikum ini bertujuan untuk engamati warna, kejernihan dan derajat keasaman (pH)
urine. Alat dan bahan yang digunakan antara lain tabung reaksi, sampel urine dan pH stick.
Prosedur kerja yang dilakukan antara lain untuk menentukan warna urine, memasukkan ± 10 mL
urine ke dalam tabung reaksi kemudian mengamati dengan cara menerawang tabung yang berisi
urine tersebut selanjutnya menyatakan warna urine tersebut dalam tidak berwarna, kuning muda,
kuning tua, kuning kemerahan, merah, coklat kehijauan dan putih seperti susu. Untuk
menentukan kejernihan urine sama dengan saat pemeriksaan warna urine namun dinyatakan
dalam jernih, agak keruh, keruh dan sangat keruh. Untuk menentukan pH urine dilakukan dengan
mencelupkan pH stick kemudian mencocokkan dengan gambar yang ada pada kotak pH stick.
Hasil yang diperoleh yaitu untuk pemeriksaan warna urine dari 22 orang, diketahui bahwa
83.3 % memiliki urine yang berwarna kuning dan 19.7 % memiliki urine yang berwarna orange.
Untuk pemeriksaan kejernihan urine, hasil yang diperoleh yaitu 83.3 % memiliki urine yang
jernih sedangkan 19.7 % memiliki urine yang keruh. Sedangkan hasil pemeriksaan pH urine
diketahui bahwa untuk pH dengan rentang 5-6 sebesar 9 %, pH 6-7 sebesar 64 % dan pH 7-8
sebesar 27 %.
Sebanyak 6 orang memiliki pH netral sedangkan 16 orang lainnya memiliki pH yang
bersifat asam. Dari hasil diatas dapat diketahui bahwa urine yang dijadikan sampel dikategorikan
normal dan tidak dalam keadaan terganggu. Interpretasi warna urin dapat menggambarkan
kondisi kesehatan organ dalam seseorang, antara lain :
1. Keruh disebabkan adanya partikel padat pada urin seperti bakteri, sel epithel, lemak, atau
kristal-kristal mineral.
2. Pink biasanya disebabkan oleh efek samping obat-obatan dan makanan tertentu seperti bluberi
dan gula-gula,
3. Coklat muda seperti warna air teh, warna ini merupakan indicator adanya kerusakan atau
gangguan hati seperti hepatitis atau serosis.
4. Kuning gelap, warna ini disebabkan banyak mengkonsumsi vitamin B kompleks yang banyak
terdapat dalam minuman berenergi.
F. KESIMPULAN
1. Warna urine
c. Kuning = 100% = 83.3 %
d. Orange = 100% = 19.7 %
2. Kejernihan
a. Jernih = 100% = 83.3 %
b. Keruh = 100% = 19.7 %
3. Keasaman (pH)
a. pH 5-6 = 100% = 9 %
b. pH 6-7 = 100% = 64 %
c. pH 7-8 = 100% = 27 %
DAFTAR PUSTAKA
Campbell, Neil A., Reece, J.B., & Mitchell, L.G. 2004. Biologi Edisi Kelima Jilid Tiga. Jakarta:
Penerbit Erlangga.
Mu’nisa, Mushawwir, dan Arsad. 2012. Penuntun Praktikum Fisiologi Hewan. Makassar : Jurusan
Biologi FMIPA UNM.
Nurcahyo, Heru dan Harjana, Tri. 2013. Petunjuk Praktikum Fisiologi Hewan. Yogyakarta : FMIPA
UNY
Pearce, Evelyn C. 2002. Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis. Jakarta: PT Gramedia.
Soewolo, dkk. 2005. Fisiologi Manusia. Malang: Universitas Malang Press.
Villee, Walker, dan Barnes. 1984. Zoologi Umum Edisi Keenam Jilid I. Jakarta: Penerbit Erlangga.
PEMERIKSAAN PROTEIN DAN GLUKOSAN DALAM URINE
A. TUJUAN PRAKTIKUM
1. Melakukan pemeriksaan adanya kandungan protein dalam urine.
2. Melakukan pemeriksaan adanya kandungan glukosa dalam urine.
B. DASAR TEORI
Proses pembentukan urine meliputi filtrasi gromeruler, reabsopsi tubuler dan sekresi
tubuler.
1. Filtrasi Glomeruler
Glomerulus berfungsi sebagai saringan darah (filtrasi darah). Filtrasi merupakan
perpindahan cairan dari glomerulus ke tubulus melewati membran filtrasi yang terdiri atas 3
lapisan yaitu sel endothel glomerulus, membrana basalis dan epitel kapsula Bowman. Filtrasi
terjadi karena adanya perbedaan tekanan antara kapiler glomerulus dengan tubulus, tekanan
glomerulus 70 mmHg, tekanan tubuler 25 mmHg, jadi tekanan dorong sekitar 45 mmHg yang
menyebabkan terjadinya filtrasi glomeruler.
Membran filtrasi bersifat semipermeabel artinya hanya zat-zat tertentu saja yang dapat
melaluinya, misalnya air dan glukosa. Filtrasi menghasilkan ultrfiltrat (cairan glomerulus)
yang mengandung air, garam anorganik, glukosa, asam amino, urea, asam urat, dan kreatin.
FaktorNegatiffaktor yang mempengaruhi kecepatan filtrasi antara lain :
Tekanan hidrostatik glomerulus
Tekanan hidrostatik kapsula Bowman
Tekanan osmotik protein plasma
Peningkatan permeabilitas membran filtrasi
Penurunan luas membran filtrasi
2. Reabsopsi Tubuler
Merupakan perpindahan cairan dari tubulus renalis ke kapiler peritubuler. Proses
reabsopsi bersifat selektif tergantung kebutuhan tubuh pada senyawa yang terdapat dalam
ultrafiltrat. Glukosa direabsopsi secara sempurna pada kondisi normal, kecuali pada kondisi
diabetes mellitus sehingga kemampuan reabsopsi glukosa melampaui ambang batas
maksimal sehingga glukosa dijumpai dalam urine. Proses reabsopsi air pada TCP secara
osmosis, sedangkan di TCD secara fakultatif artinya tergantung kebutuhan. Dari sekitar 120
mL/menit air yang difiltrasi sekitar 119 mL/menit direabsopsi lagi, jadi hanya 1 mL/menit
atau 1.500 mL/hari.
Reabsopsi air di TCD dipengaruhi oleh ADH (antidiuretic hormone) yang berpengaruh
menghambat reabsopsi air sehingga jumlah urine menjadi lebih banyak (diabetes insipidus).
Pada TCP terjadi proses reabsopsi NaCl dengan cara transpor aktif. Reabsopsi
garamNegatifgaram berperan mempertahankan keimbangan elektrolit. Reabsopsi glukosa,
ion Na dan ion Cl dilakukan dengan cara transpor aktif dan pasif. Material seperti glukosa,
sodium, dan kalsium disebut high treshold sebab direabsopsi secara sempurna, sedangkan
material seperti urea dan asam urat disebut low treshold karena direabsopsi kurang sempurna.
3. Sekresi Tubuler
Sekresi subtansi ke tubulus dilakukan secara transpor aktif. Kelebihan asam atau basa
akan dikurangi dengan sekresi tubuler. Obat-obatan seperti penisilinn disamping difiltrasi
juga disekresikan.
Zat-zat abnormal yang ditemukan dalam urine dan merupakan indikator adanya
kelainan fungsi ginjal yaitu :
a. Glukosa (diabetes mellitus).
b. Benda keton (ketosis).
c. Albumin (nephritis).
d. Sel darah merah (nephritis).
e. Urine pada kondisi tertentu juga mengandung senyawa-senyawa lain misalnya obat,
hormon (hCG) dan lain-lain.
4. Augmentasi
Augmentasi adalah proses penambahan zat sisa dan urea yang mulai terjadi di tubulus
kontortus distal. Komposisi urin yang dikeluarkan lewat ureter adalah 96% air, 1,5% garam,
2,5% urea, dan sisa substansi lain, misalnya pigmen empedu yang berfungsi memberi warm
dan bau pada urin. Zat sisa metabolisme adalah hasil pembongkaran zat makanan yang
bermolekul kompleks. Zat sisa ini sudah tidak berguna lagi bagi tubuh. Sisa metabolisme
antara lain, CO2, H20, NHS, zat warna empedu, dan asam urat
Aldosteron dihasilkan oleh korteks kelenjar adrenal berfungsi menstimuli reabsopsi ion
sedium dan ion klorid oleh tubulus ginjal dan eliminasi (pengeluaran) ion potasium. Renin
yang dihasilkan oleh sel arteriol ginjal sebagai akibat turunnya intake (pemasukan) ion
sedium, akan mengubah angiotensinogen (dihasilkan oleh sel hepar) menjadi angiotensin
yang berperan merangsang sekresi aldosteron, yang kemudian meningkatkan reabsopsi
sodium. Air 80% direabsopsi secara osmosis terjadi didalam TCD dan TC yang dikontrol oleh
ADH dari pituitaria posterior.
Kadar glukosa darah merupakan salah satu indikator parameter fungsi fisiologis hewan
maupun manusia yang jumlahnya pada kondisi normal berkisar antara 70 mg/dL. Pada
kondisi tertentu jumlah glukosa darah mengalami peningkatan sehingga dalam urine
ditemukan glukosa karena telah melebihi ambang batas (treshold). Adanya glukosa dalam
urine dapat diketahui dengan uji Fehling. Prinsip uji Fehling adalah sifat mereduksi glukosa
terhadap kuprioksida (CuSO4) sehingga terbentuk endapan berwarna merah bata (merah
kekuningan). Hal itu menunjukkan bahwa seseorang mengalami gangguan pemeliharaan
homeostasis kadar glukosa darah.
C. METODE PRAKTIKUM
1. Alat dan Bahan
Sample urine
Tabung reaksi
Reagen Robert
Reagen Fehling
Pipet pasteur
Asam sulfosalisilat
Lampu spiritus
Penjepit tabung reaksi
Rak tabung reaksi
2. Cara Kerja
Uji Robert
Memasukkan 2 mL urine ke dalam tabung reaksi kemudian menambahkan 2 mL reagen
Robert dengan pipet melewati dinding tabung secara perlahan.
Mengamati dengan menerawang apakah terbentuk cincin putih pada batas antara urine
dengan reagen Robert.
Uji Sulfosalisilat
Memasukkan 3 mL urine ke dalam tabung reaksi.
Meneteskan 3-5 tetes asam sulfosalisilat 20% ke dalam tabung reaksi yang berisi urine.
Mengamati apakan terjadi kekeruhan pada larutaan di dalam tabung reaksi.
Uji Fehling
Memasukkan 2 mL urine ke dalam tabung reaksi kemudian menanbahkan 2 mL reagen
Fehling.
Memanaskan tabung reaksi dengan lampu spiritus hingga mendidih.
Mengamati apakah terbentuk endapan merah bata/latutan berwarna merah kekuningan.
D. HASIL PRAKTIKUM
1. Uji Protein
No. NamaHasil Uji Protein
Uji Robert Uji Sulfosalisilat
1 Muhamad Hasbi Ash. Negatif Negatif
2 Shintya Galuh N. S. Negatif Negatif
3 Fatharani Yurian W. Negatif Negatif
4 Fatma Ismawati Negatif Negatif
5 Asri Fathianihayati Negatif Negatif
6 Agustina Budi Lestari Negatif Negatif
7 Hening Triandika R. Negatif Negatif
8Vyta Andri Setyo
UtamiNegatif Negatif
9 Hanifudin Bayu F. Negatif Negatif
10 Muhammad Reza P. Negatif Negatif
11 Citra Ayuliasari Negatif Negatif
12 Opik Prasetyo Negatif Negatif
13 Dita Imanasita W. S. Negatif Negatif
14 Rendra Darari F. I. Negatif Negatif
15 Ayu Dien I. Negatif Negatif
16 Luthfiani P Negatif Negatif
17 Rizza Untsa N. Negatif Negatif
18 Sari Trisnaningsih Negatif Negatif
19 Kurnia Irmalasari Negatif Negatif
20 Ana Arifatul U. Negatif Negatif
21 Anna Astuti Negatif Negatif
22 Andi Joko P. Negatif Negatif
23 Noviana Hapsari Negatif Negatif
24 Cinthya I. Negatif Negatif
25 Marbelisa B. Negatif Negatif
2. Uji Fehling
No. Nama Hasil Uji
1 Muhamad Hasbi Ash. Negatif
2 Shintya Galuh N. S. Negatif
3 Fatharani Yurian W. Negatif
4 Fatma Ismawati Negatif
5 Asri Fathianihayati Negatif
6 Agustina Budi Lestari Negatif
7 Hening Triandika R. Negatif
8Vyta Andri Setyo
UtamiNegatif
9 Hanifudin Bayu F. Negatif
10 Muhammad Reza P. Negatif
11 Citra Ayuliasari Negatif
12 Opik Prasetyo Negatif
13 Dita Imanasita W. S. Negatif
14 Rendra Darari F. I. Negatif
15 Ayu Dien I. Negatif
16 Luthfiani P Negatif
17 Rizza Untsa N. Negatif
18 Sari Trisnaningsih Negatif
19 Kurnia Irmalasari Negatif
20 Ana Arifatul U. Negatif
21 Anna Astuti Negatif
22 Andi Joko P. Negatif
23 Noviana Hapsari Negatif
24 Cinthya I. Negatif
25 Marbelisa B. Negatif
E. PEMBAHASAN
Praktikum ini bertujuan untuk melakukan pemeriksaan adanya kandungan protein dan
glukosa dalam urine. Alat dan bahan yang digunakan yaitu sample urine, tabung reaksi, reagen
Robert, reagen Fehling, pipet pasteur, asam sulfosalisilat, lampu spiritus, penjepit tabung reaksi,
dan rak tabung reaksi. Sedangkan prosedur yang dilakukan antara lain, untuk uji Robert yaitu
memasukkan 2 mL urine ke dalam tabung reaksi kemudian menambahkan 2 mL reagen Robert
dengan pipet melewati dinding tabung secara perlahan kemudian engamati dengan menerawang
apakah terbentuk cincin putih pada batas antara urine dengan reagen Robert.
Untuk uji sulfosalisilat yaitu memasukkan 3 mL urine ke dalam tabung reaksi kemudian
meneteskan 3-5 tetes asam sulfosalisilat 20% ke dalam tabung reaksi yang berisi urine
selanjutnya mengamati apakan terjadi kekeruhan pada larutaan di dalam tabung reaksi. Untuk
uji Fehling yaitu memasukkan 2 mL urine ke dalam tabung reaksi kemudian menanbahkan 2 mL
reagen Fehling kemudian emanaskan tabung reaksi dengan lampu spiritus hingga mendidih,
selanjutnya mengamati apakah terbentuk endapan merah bata/latutan berwarna merah
kekuningan.
Setelah melakukan ketiga uji diatas, diketahui bahwa hasilnya adalah negatif adanya
protein maupun glukosa. Sehingga dapat disimpulkan bahwa urine dari semua praktikan adalah
normal. Sehingga disimpulkan pula bahwa kerja ginjal dalam pembentukan urine berjalan sesuai
dengan fungsinya.
Proteinuria (albuminuria) yaitu adanya albumin dan globulin dalam urin dengan
konsentrasi abnormal. Proteinuria fisiologis terdapat ± 0.5% protein, ini dapat terjadi setelah
latihan berat, setelah makan banyak protein, atau sebagai akibat dari gangguan sementara pada
sirkulasi ginjal bila seseorang berdiri tegak. Proteinuria pada penyakit ini meningkat dengan
makin beratnya kerusakan ginjal. Proteinuria dapat juga terjadi karena keracunan tubulus ginjal
oleh logam berat. (Soewolo, 2005)
Sedangkan glukosa urine adalah gugus gula sederhana yang masih ada di urine setelah
melewati berbagai proses di ginjal. Jika masih terdapat glukosa di dalam urine, hal ini
menandakan terdapat suatu hal yang bermasalah dalam aktivitas reabsopsi pada ginjal.
Disebabkan karena kurang hormon insulin, yaitu hormon yang mengubah glukosa menjadi
glikogen. Jika gula darah tinggi juga dapat dimaksudkan bahwa gula di darah juga tinggi.
Kadar glukosa normal adalah 70110 mg/dl dan 16-300 mg/24 jam pada urin . (Campbell, 2004)
F. KESIMPULAN
1. Urine dari semua praktikan negatif mengandung protein dan glukosa.
2. Proteinuria (albuminuria) yaitu adanya albumin dan globulin dalam urin dengan konsentrasi
abnormal.
3. glukosa urine adalah gugus gula sederhana yang masih ada di urine setelah melewati berbagai
proses di ginjal.
DAFTAR PUSTAKA
Campbell, Neil A., Reece, J.B., & Mitchell, L.G. 2004. Biologi Edisi Kelima Jilid Tiga. Jakarta:
Penerbit Erlangga.
Mu’nisa, Mushawwir, dan Arsad. 2012. Penuntun Praktikum Fisiologi Hewan. Makassar : Jurusan
Biologi FMIPA UNM.
Nurcahyo, Heru dan Harjana, Tri. 2013. Petunjuk Praktikum Fisiologi Hewan. Yogyakarta : FMIPA
UNY.
Pearce, Evelyn C. 2002. Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis. Jakarta: PT Gramedia.
Soewolo, dkk. 2005. Fisiologi Manusia. Malang: Universitas Negeri Malang Press.
Villee, Walker, dan Barnes. 1984. Zoologi Umum Edisi Keenam Jilid I. Jakarta: Penerbit Erlangga.
MEREKAM GERAKAN MATA SAAT MEMBACA
A. TUJUAN PRAKTIKUM
1. Merekam refleks gerakan mata saat membaca dengan menggunakan alat perekam elektro-
okulograph (EOG).
B. DASAR TEORI
Bola mata diikat dan digerakkan oleh enam otot mata ekstrinsik, yaitu otot lurus atas dan
otot lurus bawah, otot lurus samping dan otot lurus tengah, otot serong atas dan otot serong
bawah. Dinding bola mata terdiri dari tiga lapis jaringan, yaitu sklera, koroid, dan retina. Sklera
merupakan lapisan dinding bola mata yang paling luar, tersusun dari suatu jaringan fibrosa yang
kuat. Koroid merupakan lapisan tengan dari dinding bola mata, lapisan berpigmen dan
merupakan lapisan yang penuh dengan pembuluh darah. Dan retina merupakan lapisan paling
dalam dari bola mata, yang tersusun atas (dari luar ke dalam) suatu lapisan berpigmen, lapisan
fotoreseptor, lapisan bipolar, dan lapisan ganglion. Pengaturan otot pergerakan mata diatur oleh
tiga pasang (enam otot mata ekstrinsik), yaitu:
1. Musculus rectus lateralis dan medialis yang berkontraksi timbal balik untuk menggerakkan
mata dari sisi ke sisi.
2. Musculus rectus superior dan inferior yang berkontraksi menggerakkan mata ke atas dan ke
bawah.
3. Musculus obligus superior dan inferior yang memutar bola mata dalam mempertahankan
lapang penglihatan dan posisi berdiri.
Mata sebagai indera penglihatan dapat bergerak ke segala arah dalam orbitnya untuk
memperluas medan penglihatan. Gerakan mata tersebut sering disebut dengan gerakan mata
berputar (sirkuler) namun dalam praktiknya gerakan mata tersebut dibagi dalam gerakan mata
secara horisontal dan vertikal. Dalam keadaan normal, kedua bola mata (kanan dan kiri) selalu
bergerak searah atau disebut gerakan mata konjugatif. Oleh karena itu, untuk merekam gerakan
bola mata cukup dilakukan perekaman satu bola mata saja. Penempatan elektrode perekam untuk
merekam ferakan mata horisontal, pada kedua canthus temporal, sedangkan untuk gerakan
vertikal di atas dan dibawah mata.
Gerakan bola mata dapat direkam karena bola mata merupakan suatu dipollistrik yang
dapat bergerak. Hal ini disebabkan anatara kornea dan retina terdapat beda potensial yang tetap
(steady). Kornea bermuatan positif terhadap retina dan beda potensial ini akan tetap meskipun
bola mata dikeluarkan (eksisi) dari kantung mata.
Gerakan mata yang paling penting adalah gerakan yang menyebabkan mata itu terfiksasi
pada bagian yang luas pada dari lapangan pandangan. Gerakan fiksasi ini diatur oleh dua
mekanisme saraf, pertama adalah pengaturan yang menyebabkan orang dapat menggerakan mata
secara acak untuk menemukan objek dalam penglihatannya yang kemudian akan difiksasinya.
Gerakan ini disebut mekanisme fiksasi volunteer. Kedua adalah mekanisme yang dapat
menahan mata secara tetap pada obyek seketika setelah itu ditemukan oleh mata, keadaan
ini disebut sebagai mekanisme fiksasi involunteer.
Dengan menempatkan dua elektroda pada garis yang tegak lurus pada sumbu kornea-
retina, maka potensial kornea-retina ini akan menimbulkan fluktuasi potensial yang sesuai
dengan gerakan bola mata. Disebabkan karena kornea atau retina, yang berbeda polaritas
muatannya akan mendekati atau menjauhi kedua elektrode tersebut sesuai dengan gerakan bola
mata. Fluktuasi potensial yang timbul pada kedua elektrode pengukur tersebut dapat direkam
secara elektro-fisiologik. Hingga dapat dikatakan bahwa elektro-okulografi adalah merubah
kualitas gerakan bola mata menjadi kuantitas beda potensial yang direkam pada koordinat
cartesian.
Refleks merupakan fenomena stimulus-respon yang dapat terjadi tanpa disadari. Lengkung
refleks (reflex arc) merupakan unit fungsional tersederhana dari fungsi sistem nervosum.
Lengkung refleks terdiri atas beberapa komponen yaitu reseptor, neuron sensoris, neuron
motoris, dan afektor (otot). Jenis dan macam reseptor saraf sebagai contoh yaitu pada kulit
(panas, sentuhan, nyeri), pada persendian (pacini), pada tendo (badan Golgi), dan pada otot skelet
(muscle spindle). Berdasarkan banyaknya sambungan neuron (sinapsis), maka dapat dibedakan
menjadi refleks monosinaptik, disinaptik, dan polisinaptik.
C. METODE PRAKTIKUM
1. Alat dan Bahan
Elektro-okulograph (EOG)
Elektroda perekam
Gel elektroda
Kapas
Alkohol
Teks bacaan dalam bahasa Indonesia dan Inggris
2. Cara Kerja
Mengatur kepekaan rekam EOG 0,15 mV/cm.
Mengatur kecepatan rekam 25 mm/detik.
Mengatur frekuensi rekam 0-30 Hz.
Membersihkan kulit kepala di bagian canthus lateralis dengan kapas yang telah ditetesi
alkohol.
Memasang elektrode perekan pada canthus lateralis nata kanan, mata kiri dan tengah dahi.
Membaca bacaan dalam bahasa Indonesia dan Inggris.
Menganalisis hasil rekaman gerakan mata saat membaca.
D. HASIL PRAKTIKUM
No NamaJumlah Fiksasi Durasi (detik/baris)
BahasaInonesia
BahasaInggris
BahasaInonesia
BahasaInggris
1 Noviana Hapsari 60 61 2.01 2.42 Ana Arifatul U. 48 36 1.8 2.363 M. Hasbi Ash. 72 61 2.4 3.14 Opik Prasetyo 79 76 2.34 2.25 Anna Astuti 44 32 1.3 1.56 M. Reza Pahlevi 56 43 2.8 2.257 Fatharani Yurian W. 54 45 1.94 2.28 Kurnia Imalasari 63 51 3.3 3.049 Dita Imanasita W. 59 58 1.74 1.7110 Agustina Budi I. 139 78 2.77 3.4411 Marbelisa B. 40 45 1.5 1.812 Fatma Ismawati 53 37 1.54 1.813 Andi Joko P. 50 38 1.57 2.114 Citra Ayuliasari 100 67 1.65 1.4515 Hening T.R. 72 67 2.11 2.6816 Asri F. 61 52 2.7 3.617 Sari Trisnaningsih 67 32 2.4 2.518 Shintya Galuh N.S. 53 44 1.8 1.919 Ayu Dien I. 75 88 1.8 2.44
Rata-rata 67 53 2.1 2.3
E. PEMBAHASAN
Praktikum ini bertujuan untuk merekam refleks gerakan mata saat membaca dengan
menggunakan alat perekam elektro-okulograph (EOG). Alat dan bahan yang dibutuhkan antara
lain elektro-okulograph (EOG), elektroda perekam, gel elektroda, kapas, alkohol, dan teks
bacaan dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris.
Prosedur kerja yang dilakukan antara lain mengatur kepekaan rekam EOG 0,15 mV/cm
kemudian engatur kepekaan rekam EOG 0,15 mV/cm dan frekuensi rekam 0-30 Hz.
embersihkan kulit kepala di bagian canthus lateralis dengan kapas yang telah ditetesi alkohol
lalu memasang elektrode perekan pada canthus lateralis nata kanan, mata kiri dan tengah dahi.
Membaca bacaan dalam bahasa Indonesia dan Inggris kemudian menganalisis hasil rekaman
gerakan mata saat membaca.
Hasil yang diperoleh dari 19 orang yang melakukan kegiatan merekam gerak mata yaitu
rata-rata jumlah fiksasi saat membaca teks berbahasa Indonesia yaitu 67 dan untuk teks
berbahasa Inggris diperoleh rata-rata jumlah fiksasi yaitu 53. Kemudian dari penghitungan
waktu/durasi saat membaca yaitu untuk teks berbahasa Indonesia rata-rata 2.1 detik per baris dan
untuk teks berbahasa Inggris rata-rata 2.3 detik per baris. Dari data yang diperoleh dalam tabel,
seseorang yang memiliki jumlah fiksasi yang kecil cenderung memiliki tingkat konsentrasi yang
tinggi serta waktu/durasi yang cepat saat membaca.
Mata sebagai indera penglihatan dapat bergerak ke segala arah dalam orbitnya untuk
memperluas medan penglihatan. Gerakan mata tersebut sering disebut dengan gerakan mata
berputar (sirkuler) namun dalam praktiknya gerakan mata tersebut dibagi dalam gerakan mata
secara horisontal dan vertikal. Dalam keadaan normal, kedua bola mata (kanan dan kiri) selalu
bergerak searah atau disebut gerakan mata konjugatif. Oleh karena itu, untuk merekam gerakan
bola mata cukup dilakukan perekaman satu bola mata saja. Penempatan elektrode perekam untuk
merekam ferakan mata horisontal, pada kedua canthus temporal, sedangkan untuk gerakan
vertikal di atas dan dibawah mata.
Gerakan bola mata dapat direkam karena bola mata merupakan suatu dipollistrik yang
dapat bergerak. Hal ini disebabkan anatara kornea dan retina terdapat beda potensial yang tetap
(steady). Kornea bermuatan positif terhadap retina dan beda potensial ini akan tetap meskipun
bola mata dikeluarkan (eksisi) dari kantung mata.
Dengan menempatkan dua elektroda pada garis yang tegak lurus pada sumbu kornea-
retina, maka potensial kornea-retina ini akan menimbulkan fluktuasi potensial yang sesuai
dengan gerakan bola mata. Disebabkan karena kornea atau retina, yang berbeda polaritas
muatannya akan mendekati atau menjauhi kedua elektrode tersebut sesuai dengan gerakan bola
mata. Fluktuasi potensial yang timbul pada kedua elektrode pengukur tersebut dapat direkam
secara elektro-fisiologik. Hingga dapat dikatakan bahwa elektro-okulografi adalah merubah
kualitas gerakan bola mata menjadi kuantitas beda potensial yang direkam pada koordinat
cartesian.
F. KESIMPULAN
1. Rata-rata jumlah fiksasi saat membaca teks berbahasa Indonesia yaitu 67 dan untuk teks
berbahasa Inggris diperoleh rata-rata jumlah fiksasi yaitu 53.
2. Waktu/durasi saat membaca yaitu untuk teks berbahasa Indonesia rata-rata 2.1 detik per baris
dan untuk teks berbahasa Inggris rata-rata 2.3 detik per baris.
3. Lengkung refleks (reflex arc) merupakan unit fungsional tersederhana dari fungsi sistem
nervosum. Lengkung refleks terdiri atas beberapa komponen yaitu reseptor, neuron sensoris,
neuron motoris, dan afektor (otot).
DAFTAR PUSTAKA
Campbell, Neil A., Reece, J.B., & Mitchell, L.G. 2000. Biologi, Edisi Kelima Jilid Tiga. Jakarta:
Penerbit Erlangga.
Nurcahyo, Heru dan Harjana, Tri. 2013. Petunjuk Praktikum Fisiologi Hewan. Yogyakarta : FMIPA
UNY.
MENGUKUR UDARA RESPIRASI
A. TUJUAN PRAKTIKUM
1. Mengetahui pengaruh ukuran tubuh terhadap laju respirasi hewan.
2. Mengetahui pengaruh luas permukaan tubuh terhadap laju respirasi hewan.
B. DASAR TEORI
Setiap organisme multiseluler memiliki sistem respirasi yang berperan mendapatkan dan
mensuplai kebutuhan oksigen untuk aktivitas seluler dan melepaskan karbondioksida untuk
kelangsungan kehidupannya. Sistem pernafasan vertebrata tersusun atas saluran pernafasan dan
paru-paru sebagai tempat pertukaran udara pernafasan. Pada ikan pertukaran udara terjadi pada
insang dan trakea pada serangga.
Semua makhluk hidup melakukan pernafasan (respirasi) untuk memenuhi kebutuhan
oksigen dan membuang karbondioksida. Oksigen digunakan untuk pembakaran (oksidasi) zat-
zat makanan terutama glukosa menjadi sumber energi, air, karbondioksida dan panas.
Volume paru-paru manusia sangat terbatas sehingga hanya dapat menghirup udara sebatas
kapasitas paru-paru. Volume paru-paru setiap manusia berbeda-beda sesuai dengan ukuran paru-
paru, kekuatan, dan cara bernapasnya. Jika kita bernapas secara normal, maka udara yang kita
hirup dan dihembuskan ada sebanyak 0,5 liter. Volume udara sebanyak itu disebut udara
pernapasan atau udara tidal.
Jika setelah bernapas normal, maka udara dari luar masih dapat kita hirup sedalam-
dalamnya masuk ke paru-paru, udara demikian disebut udara komplementer. Volume udara
komplementer ada sebanyak 1,5 liter. Begitu juga bila setelah bernapas normal ternyata kita
masih dapat mengeluarkan udara dari dalam paru-paru dengan cara mengembuskan napas
sekuat-kuatnya, maka udara yang dikeluarkan itu disebut udara suplementer. Volume udara
suplementer ada sebanyak 1 liter.
Pada saat kita mengembuskan napas sekuat-kuatnya, di dalam paru-paru tetap masih ada
udara sebanyak 1 liter. Udara demikian disebut udara sisa atau udara residu. Jika kita bernapas
sedalam-dalamnya dan mengembuskan sekuat-kuatnya, maka volume udara yang masuk dan
keluar adasebanyak 3,5 sampai 4 liter. Volume udara sebanyak itu disebut kapasitas vital paru-
paru. Kapasitas vital paru-paru meliputi udara pernapasan, udara komplementer, dan ada udara
suplementer. Daya tamping maksimal paru-paru (kapisitas total paru-paru) ada sebanyak lebih
kurang 5 liter. Kapasitas total paru-paru meliputi kapasitas vital paru-paru ditambah dengan
udara residu.
Insecta (serangga) bernafas dengan menggunakan tabung udara yang disebut trakea.
melalui lubang-lubang kecil pada eksoskeleton yang disebut stigma atau spirakel. Stigma
dilengkapi dengan bulu-bulu untuk menyaring debu. Stigma dapat terbuka dan tertutup karena
adanya katup-katup yang diatur oleh otot. Tabung trakea bercabang-cabang ke seluruh tubuh.
Cabang terkecil berujung buntu dan berukuran ± 0,1 nanometer. Cabang ini disebut trakeolus;
beisi udara dan cairan. Oksigen larut dalam cairan ini kemudian berdifusi ke dalam sel-sel di
dekatnya. Jadi, pada insect, oksigen tidak diedarkan melalui darah, tetapi melalui trakea. Pada
belalang misalnya, keluar masuknya udara ke dalam trakea diatur oleh kontraksi otot perut.
Ketika otot kendur, volume perut normal dan udara masuk. Ketika otot berkontraksi sehingga
udara keluar. Udara masuk melalui empat pasang sigma depan dan keluar melalui enam pasang
stigma abdomen. Dengan demikian, udara yang miskin oksigen tidak akan bercampur dengan
udara kaya karbondioksida yang masuk.
C. METODE PRAKTIKUM
1. Alat dan Bahan
Respirometer
Pipet pasteur
Penggaris
Butiran KOH
Vaselin
Larutan eosin
Belalang
2. Cara Kerja
Menimbang belalang sebelum melakukan percobaan.
Memasukkan belalang ke dalam respirometer.
Memasukkan 3 butir KOH ke dalam respirometer dan meleletkan vaselin pada sumbat
antara botol dengan selang.
Meneteskan larutan eosin pada lubang selangnya.
Mencatat skala pada selang dari awal hingga larutan eosin berhenti bergetak.
D. HASIL PRAKTIKUM
No Nama Hewan Berat (gr)Waktu Respirasi
(detik)
1 Kelompok 1Belalang Coklat 0.7 271Belalang Hitam 0.03 401
2 Kelompok 2Belalang Hijau Besar 0.6 210Belalang Hijau Kecil 0.4 240
3 Kelompok 3Belalang Hijau Besar 0.8 200Belalang Hijau Kecil 0.3 250
4 Kelompok 4Belalang Coklat 0.4 183Belalang Hijau 0.3 223
5 Kelompok 5Belalang A 0.72 210Belalang B 1.4 134
6 Kelompok 6- - -- - -
7 Kelompok 7Belalang Hijau 0.2 372Belalang Coklat 0.3 170
8 Kelompok 8Belalang Coklat 0.3 328Belalang Hijau 0.4 308
9 Kelompok 9Belalang Coklat 0.4 382Belalang Hijau 0.6 241
10 Kelompok 10Belalang Coklat 0.3 90Tiger Beetle 0.2 119
11 Kelompok 11Belalang Coklat 0.3 160Belalang Hijau 0.1 190
12 Kelompok 12Belalang 0.7 123Lebah 0.1 215
1. Berat serangga < 0.5 gram
Berat rata-rata 0.3 gram = 244 detik
2. Berat serangga > 0.5 gram
Berat rata-rata 0.8 gram = 198 detik
E. PEMBAHASAN
Insecta (serangga) bernafas dengan menggunakan tabung udara yang disebut trakea.
melalui lubang-lubang kecil pada eksoskeleton yang disebut stigma atau spirakel. Stigma
dilengkapi dengan bulu-bulu untuk menyaring debu. Stigma dapat terbuka dan tertutup karena
adanya katup-katup yang diatur oleh otot. Tabung trakea bercabang-cabang ke seluruh tubuh.
Cabang terkecil berujung buntu dan berukuran ±0,1 nanometer. Cabang ini disebut trakeolus;
beisi udara dan cairan. Oksigen larut dalam cairan ini kemudian berdifusi ke dalam sel-sel di
dekatnya. Jadi, pada insect, oksigen tidak diedarkan melalui darah, tetapi melalui trakea. Pada
belalang misalnya, keluar masuknya udara ke dalam trakea diatur oleh kontraksi otot perut.
Ketika otot kendur, volume perut normal dan udara masuk. Ketika otot berkontraksi sehingga
udara keluar. Udara masuk melalui empat pasang sigma depan dan keluar melalui enam pasang
stigma abdomen. Dengan demikian, udara yang miskin oksigen tidak akan bercampur dengan
udara kaya karbondioksida yang masuk.
Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh ukuran tubuh terhadap laju respirasi
hewan dan mengetahui pengaruh luas permukaan tubuh terhadap laju respirasi hewan. Alat dan
bahan yang digunakan antara lain yaitu respirometer, pipet pasteur, penggaris, butiran KOH,
vaselin, larutan eosin dan belalang.
Prosedur yang dilakukan yaitu menimbang belalang terlebih dahulu sebelum melakukan
percobaan kemudian memasukkan belalang ke dalam respirometer. Memasukkan 3 butir KOH
ke dalam respirometer dan meleletkan vaselin pada sumbat antara botol dengan selang
selanjutnya eneteskan larutan eosin pada lubang selangnya. Langkah terakhir mencatat skala
pada selang dari awal hingga larutan eosin berhenti bergetak.
Hasil yang diperoleh yaitu serangga dengan berat di bawah 0.5 gram memiliki berat rata-
rata 0.3 gram dengan lama waktu respirasi 244 detik dan serangga dengan berat di atas 0.5 gram
memiliki berat rata-rata 0.8 gram dengan lama waktu repirasi 198 detik. Hasil ini menunjukkan
bahwa serangga yang memiliki berat tubuh lebih besar memliki waktu respirasi yang lebih cepat.
Hal ini dikarena ukuran tubuh sangat menentukan laju respirasi suatu organisme. Karena
organisme yang lebih besar cenderung membutuhkan oksigen lebih besar daripada organisme
yang lebih kecil, karena kebutuhan untuk bergerak yang juga besar.
Selain ukuran tubuh yang lebih besar, organisme besar juga memiliki organ pernapasan
dengan volume yang besar pula. Sehingga apabila diletakkan pada ruang yang yang dihambat
dan udah tidak bisa masuk, maka organisme besar tersebut akan lebih cepat mati karena udara
yang dibutuhkannya sangat besar sedangkan stok udara yang ada sangat terbatas.
F. KESIMPULAN
1. Serangga dengan berat di bawah 0.5 gram memiliki berat rata-rata 0.3 gram dengan lama
waktu respirasi 244 detik dan serangga dengan berat di atas 0.5 gram memiliki berat rata-rata
0.8 gram dengan lama waktu repirasi 198 detik.
2. Ukuran tubuh sangat menentukan laju respirasi suatu organisme.
DAFTAR PUSTAKA
Nurcahyo, Heru dan Harjana, Tri. 2013. Petunjuk Praktikum Fisiologi Hewan. Yogyakarta : FMIPA
UNY.
Soedjono, Basuki M.Pd. 1988. Anatomi dan Fisiologi. Jakarta : Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.
Wulangi, S. Kartolo. 1993. Prinsip-Prinsip Fisiologi Hewan. Jakarta : Departemen Pendidikan Dan
Kebudayaan.
Top Related