MAKALAHASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN
DECOMPRESSION SICKNESS
DI SUSUN OLEH :
ADE FATHUR RIDHOI 1510711015
\
S1 KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UPN “Veteran” JAKARTA
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat dan
perkenan-Nya saya dapat menyusun makalah ini sehingga dapat terselesaikan makalah
mengenai Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Decompression Sickness. Penulis
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan dan
partisipasi, baik moril maupun materil dalam pembuatan makalah ini.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah teknologi keperawatan. Selain
itu, makalah ini juga dibuat untuk bahan pembelajaran mengenai Asuhan Keperawatan pada
Klien dengan Decompression Sickness
Kami menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari sempurna, baik dari
isi, materi, maupun penyajiannya. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik, saran
dan masukkan dari pembaca untuk perbaikan.
Jakarta, Mei 2017
Penulis,
Ade Fathur Ridhoi
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.........................................................................................................i
DAFTAR ISI.......................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG......................................................................................1
1.2 TUJUAN
1.2.1 TUJUAN UMUM............................................................................2
1.2.2 TUJUAN KHUSUS........................................................................2
BAB II TINJAUAN TEORI
2.1 PENGERTIAN.................................................................................................3
2.2 PREVALENSI..................................................................................................3
2.3 FAKTOR RISIKO............................................................................................3
2.4 ETIOLOGI........................................................................................................4
2.5 KLASIFIKASI..................................................................................................4
2.6 PATOFISIOLOGI............................................................................................5
2.7 MANIFESTASI KLINIS..................................................................................5
2.8 PEMERIKSAAN PENUNJANG.....................................................................6
2.9 KOMPLIKASI..................................................................................................7
2.10 PENATALAKSANAAN MEDIS....................................................................7
BAB III TINJAUAN KASUS
3.1 ILUSTRASI KASUS........................................................................................9
3.2 DATA FOKUS.................................................................................................9
3.3 ANALISA DATA.............................................................................................10
3.4 DIAGNOSA KEPERAWATAN......................................................................12
3.5 RENCANA KEPERAWATAN........................................................................12
BAB IV PENUTUP
4.1 KESIMPULAN.................................................................................................14
4.2 SARAN.............................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Decompression sickness atau dalam Bahasa Indonesia disebut penyakit dekompresi, ini
merupakan suatu kecelakaan yang timbul akibat penurunan tekanan lingkungan yang
mendadak. Hal ini biasanya terjadi pada penyelam yang naik ke permukaan secara cepat
tanpa mempertimbangkan tekanan disetiap meter ketika menuju ke permukaan. Penyakit ini
memiliki gold period yaitu 24 jam setelah kejadian.
RUBT (Ruang Udara Bertekanan Tinggi) atau juga disebut ruang hiperbaric merupakan
terapi di mana penderita harus ada disuatu ruangan bertekanan tinggi dan bernafas dengan
oksigen murni (100%) pada tekanan udara lebih besar dari pada udara atmosfer normal.
Terapi hiperbaric merupakan salah satu terapi yang diberikan pada penderita decompression
sickness, untuk mengurangi kandungan nitrogen dalam tubuh.
Tidak banyak juga pembahasan ataupun jurnal yang membahas mengenai penyakit
dekompresi. Terjadinya penyakit dekompresi (DCS) sangat jarang terjadi dan jumlah
penyelam aktif di seluruh dunia tidak diketahui. Menurut South Pacific Underwater Medicine
Society (SPUMS) dan European Underwater and Baromedical Society dalam Obat
Menyelam dan Hiperbarik yang baru dikeluarkan, tingkat perkiraan penyakit dekompresi
sekitar 2,8 kasus dari 10.000 kali penyelaman. Mereka melihat bahwa kejadian di penyelam
gua lebih rendah dari jumlah kasus yang diharapkan. Praktik dan pelatihan selam yang tepat
harus dipertimbangkan untuk pencegahan DCS. (Pulley. 2012 dalam Christina L. Javier.
Decompression of Sickness)
1.2 TUJUAN
1.2.1 TUJUAN UMUM
Pembaca dapat memahami Asuhan Keperawatan pada Klien Decompression
Sickness.
1.2.2 TUJUAN KHUSUS
1.2.2.1 Pembaca mengetahui pengertian decompression sickness
1.2.2.2 Pembaca mengetahui prevalensi decompression sickness
1.2.2.3 Pembaca mengetahui faktor risiko decompression sickness
1.2.2.4 Pembaca mengetahui etiologi decompression sickness
1.2.2.5 Pembaca mengetahui klasifikasi decompression sickness
1
1.2.2.6 Pembaca mengetahui patofisiologi decompression sickness
1.2.2.7 Pembaca mengetahui manifestasi klinis decompression sickness
1.2.2.8 Pembaca mengetahui pemeriksaan penunjang decompression
sickness
1.2.2.9 Pembaca mengetahui komplikasi decompression sickness
1.2.2.10 Pembaca mengetahui penatalaksanaan medis decompression
sickness
2
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 PENGERTIAN
Penyakit dekompresi adalah suatu kecelakaan yang timbul akibat penurunan tekanan
lingkungan yang mendadak. (Simanungkalit, Susan H. Perpustakaan UI)
Penyakit dekompresi adalah suatu penyakit atau kelainan yang disebabkan oleh pelepasan
dan pengembangan gelembung-gelembung gas dari fase terlarut dalam darah atau jaringan-
jaringan akibat penurunan tekanan disekitarnya. (Tjahjadi. 1995 dalam Analisis Kesehatan
Dan Keselamatan Lingkungan Kerja Penyelam Tradisional (Safety Health Environment
Analysis For Traditional Divers)
2.2 PREVALENSI
Berbagai penyakit dan kecelakaan dapat terjadi pada nelayan dan penyelam tradisional,
hasil penelitian Depkes RI tahun 2006 di Pulau Bungin, Nusa Tenggara Barat ditemukan
57,5% nelayan penyelam menderita nyeri persendian, 11,3% menderita gangguan
pendengaran ringan sampai ketulian. Di Kepulauan Seribu ditemukan 41,37% nelayan
penyelam menderita barotrauma atau perdarahan akibat tubuh mendapat tekanan yang
berubah secara tiba-tiba pada beberapa organ/jaringan serta 6,91% penyelam menderita
kelainan dekompresi yang di sebabkan tidak tercukupinya gas nitrogen akibat penurunan
tekanan yang mendadak, sehingga menimbulkan gejala sakit pada persendian, susunan
syaraf, saluran pencernaan, jantung, paru-paru dan kulit. (Sukbar, La Dupai, Sabril
Munandar. 2016)
2.3 FAKTOR RISIKO
Faktor predisposisi DCS dalam penelitian Pulley (2012) itu dikategorikan sesuai dengan
pengaruh berikut; Pengaruh sifat fisiologis dan pengaruh lingkungan.
Pengaruh sifat fisiologis meliputi:
o Umur
o Dehidrasi
o Kekurangan peredaran darah
o Obesitas / lemak tubuh
3
o Kelelahan
o Buruk kondisi fisik
o cedera muskuloskeletal sebelumnya
Faktor lingkungan meliputi;
o Air dingin
o Setelan selam yang dipanaskan
o Kondisi laut yang kasar
o Pekerjaan berat
(Pulley. 2012 dalam Christina L. Javier. Decompression of Sickness)
Pada presentasi klinis Medscape, mereka menyertakan kesalahan penyelam sebagai
salah satu faktor penyebab penyakit dekompresi. Berikut adalah daftar kesalahan biasa
penyelam (Leo, 2013). Beberapa penyelaman harian tidak mengikuti tabel menyelam “Breath
holding Travelling” ke dataran tinggi dalam waktu 24 jam setelah menyelam dapat
menyebabkan penyakit dekompresi. (Leo. 2013 dalam Christina L. Javier. Decompression of
Sickness)
2.4 ETIOLOGI
Decompression sickness mungkin juga disebabkan oleh banyak faktor. Salah satunya,
adalah pembentukan gelembung dalam darah atau jaringan sepanjang atau setelah penurunan
tekanan lingkungan. Bekerja di daerah udara tekan juga bisa menyebabkan penyakit
dekompresi. Menurut Naval Safety Center yang ditulis oleh Ibu Kelsey Leo, waktu
menyelam seperti menyelam terlalu lama dan menyelam terlalu cepat bisa memicu penyakit
ini. Salah satu alasan utama pendakian cepat adalah
Mungkin karena panik Pendakian terkendali tidak boleh lebih dari 10 meter per menit untuk
menghindari DCS. Saat permukaan terlalu cepat, bisa menyebabkan tekanan tinggi kemudian
gelembung nitrogen terbentuk dalam darah. Setelah pembentukan gelembung nitrogen dari
darah akan meluas dan terkumpul ke dalam sendi, jaringan dan bagian tubuh lainnya.
Gelembung bisa menghalangi sirkulasi darah yang akan menyebabkan kematian. (Bulmann
1984 dalam Christina L. Javier. Decompression of Sickness).
2.5 KLASIFIKASI
4
Secara umum, ada 2 jenis penyakit dekompresi dibagi berdasarkan beratringannya gejala
dan untuk pengobatan :
1. Tipe I, (pain only beds) yang melibatkan otot, kulit, dan limfatik, yang
lebih ringan dan tidak biasanya mengancam nyawa.
2. Tipe II (serious), kadang-kadang mengancam kehidupan, dan
mempengaruhi berbagai sistem organ. The sumsum tulang belakang
terutama rentan, daerahrawan lainnya termasuk otak, sistem pernapasan
(misalnya, emboli paru), dansistem peredaran darah (misalnya, gagal
jantung, syok kardiogenik). Mengacu pada sendi lokal atau nyeri otot
akibat penyakit dekompresi tetapi seringdigunakan sebagai sinonim untuk
setiap komponen dari gangguan. (Bennett, Mike. 2004. Azhari bahar. 2009)
2.6 PATOFISIOLOGI
Selama menyelam, udara dihirup pada tekanan yang lebih besar dari biasanya,
menyebabkan peningkatan jumlah nitrogen yang terlarut dalam jaringan tubuh. Semakin lama
dan dalam menyelam, semakin besar jumlah nitrogen yang akan dilarutkan sampai semua
jaringan jenuh. Selama pendakian, nitrogen harus dihilangkan saat tekanan ambien menurun.
Idealnya, selama pendakian yang direncanakan dengan pengurangan tekanan ambien yang
terkendali, nitrogen berdifusi ke gradien tekanan dari jaringan ke darah vena dan masuk ke
alveoli untuk dihembuskan. Namun, jika laju pendakian terlalu besar, gas bisa keluar dari
larutan dan membentuk gelembung dalam jaringan. Gelembung dapat menyebabkan
kerusakan melalui distorsi jaringan, penyumbatan vaskular atau stimulasi mekanisme
kekebalan yang menyebabkan edema jaringan, hemokonsentrasi dan hipoksia. (Bennet,
michael, Dr. Decompression illness. 2006)
2.7 MANIFESTASI KLINIS
Decompression sickness Tipe 1 :
1. Sakit ringan yang sembuh dalam waktu 10 menit onset (niggles)
2. Pruritus (kulit membungkuk)
3. Ruam kulit (bintik-bintik atau maling pada kulit atau ruam papular atau
plaquelike)
4. Kulit kulit jeruk (jarang)
5. Pitting edema
6. Anoreksia, mual
5
7. Kelelahan berlebihan
8. Kusam, dalam, berdenyut, sakit gigi jenis sakit di sendi, tendon, atau tisuue
(tikungan)
9. Gerakan ekstremitas terbatas dengan suara berderak saat sendi bergerak
Decompression sickness Tipe 2 :
1. Gejala menirukan trauma tulang belakang (nyeri punggung bawah, paresis,
kelumpuhan, parestesia, kehilangan kontrol sfingter)
2. Sakit kepala atau gangguan penglihatan
3. Pusing
4. Penglihatan terowongan
5. Perubahan status mental
6. Mual, muntah, fertigo, nistagmus, tinnitus, dan anusa parsial
7. Ketidaknyamanan substernal pada inspirasi, perbekalan tidak produktif yang
bisa menjadi paroksismal, dan mengurangi gangguan pernapasan.
8. Emfisema subkutan
9. Tanda dan gejala syok hipovolemik atau embolisasi gas arterial
10. Tergantung dimana perjalanan emboli gas, kemungkinan tanda dan gejala
infark miokard, stroke dan kejang.
(Lippincott, William & Wilkins. 2008. Multisystem Disorder. Wolters Kluwer)
2.8 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang pada penyakit dekompresi (Caisson’s Disease)
1. Laboratorium
Pada penderita yang dicurigai mengalami penyakit dekompresi yang disertai
dengan perubahan status mental, maka hal-hal yang pelu dievaluasi adalah kadar
glukosa darah, darah lengkap, kadar natrium, magnesium, kalsium, dan fosfor,
saturasi oksigen, kadar etanol dan skrining obat-obatan lainnya, level
karboksihemoglobin.
Pada penderita yang dicurigai mengalami penyakit dekompresi yang disertai
dengan syok, maka hal-hal yang perlu dievaluasi adalah kadar glukosa darah, darah
lengkap, elektrolit dan ureum kreatinin, asam laktat, PT/aPTT/INR, level
karboksihemoglobin
6
2. Radiologi
a. Foto toraks, untuk mencari bukti adanya pneumotoraks, pneumomediastinum,
emfisema subkutis, pneumoperikardium, perdarahan alveolar, dan
menurunnya aliran darah pulmoner yang disebabkan oleh emboli pulmoner
nirogen.
b. CT Scan kepala, jika status mental tidak membaik dengan menggunakan terapi
hiperbarik, pertimbangkan etiologi lain.
c. MRI, untuk melihat ada tidaknya lesi fokal medulla spinalis, atau kerusakan
jaringan otak akibat embolisasi gas arterial
3. Pemeriksaan penunjang lainnya, meliputi EKG dan/atau evaluasi saturasi oksigen
(http://med.unhas.ac.id/kedokteran/wp-content/uploads/2016/09/Bahan-Ajar-
Penyakit-Dekompresi.pdf)
2.9 KOMPLIKASI
Dapat berupa paralisis residual, nekrosis miokardial, dan beberapa komplikasi lainnya
akibat iskemik. (http://med.unhas.ac.id/kedokteran/wp-content/uploads/2016/09/Bahan-Ajar-
Penyakit-Dekompresi.pdf)
2.10 PENATALAKSANAAN MEDIS
Penatalaksanaan pada pasien Caisson Disease, pertama-tama yang harus dilakukan
adalah mempertahankan jalan napas dengan menjamin ventilasi dan mencapai sirkulasi.
Pasien harus ditempatkan dalam posisi terlentang. Langkah-langkah penatalaksanaan lainnya
meliputi :
a) Pemberian oksigen 100% 15 liter / menit dengan menggunakan masker reservoir.
Namun perlu diperhatikan pemberian oksigen 100% hanya dapat ditoleransi
hingga 12 jam karena dapat menyebabkan toksisitas oksigen paru.
b) Pemberian cairan untuk mempertahankan output urin yang baik. Cairan yang
diberikan lebih dari 0.5ml/kg/hari. Hemokonsentrasi yang terkait dengan Caisson
Disease adalah hasil dari peningkatan permeabilitas pembuluh darah yang
dimediasi oleh kerusakan endotel. Cairan dapat diberikan secara oral atau
diberikan secara intravena berupa NaCl 0.9% atau kristaloid / koloid untuk
mengatasi dehidrasi yang mungkin timbul setelah penyelaman (diuresis
7
perendaman menyebabkan penyelam kehilangan 250-500 cc cairan per jam) atau
pergeseran cairan yang dihasilkan dari DCS.
c) Pemberian steroid deksametason 10 sampai 20 mg secara intravena, kemudian
dilanjutkan 4 mg setiap 6 jam.
d) Diazepam ( 5-10 mg ) jika pasien mengalami pusing, ketidakstabilan dan
gangguan visual terkait dengan kerusakan labirin (vestibular) pada telinga bagian
dalam.
e) Dilantin (Fenitoin) diberikan IV 50 mg / menit selama 10 menit untuk 500 mg
pertama dan kemudian 100 mg setiap 30 menit setelahnya untuk memantau
konsentrasi darah yang dipertahankan 10 sampai 20 mcg / mL. Jika lebih dari 25
mcg / mL beracun. Beberapa orang memberikan aspirin 600 mg sebagai anti-
platelet.
f) DCS dapat meningkatkan kemungkinan perdarahan dalam jaringan sehingga
antikoagulan tidak boleh digunakan secara rutin dalam pengobatan DCS. Satu
pengecualian untuk aturan ini adalah kasus kelemahan ekstremitas bawah.
Heparin molekul berat rendah (LMWH) harus digunakan untuk semua pasien
dengan ketidakmampuan berjalan pada setiap tingkat kelumpuhan ekstremitas
bawah yang disebabkan oleh DCS neurologis. Enoxaparin 30 mg atau setara
diberikan secara subkutan setiap 12 jam, dimana harus dimulai sesegera mungkin
setelah cedera untuk mengurangi risiko trombosis vena dalam (DVT) dan emboli
paru pada pasien lumpuh.
g) Terapi in-air recompression dalam ruang hiperbarik merupakan terapi di mana
penderita harus ada disuatu ruangan bertekanan tinggi dan bernafas dengan
oksigen murni (100%) pada tekanan udara lebih besar dari pada udara atmosfer
normal.
(Rijadi, R.M. Kesehatan Kelautan TNI AL. P: 89-103)
8
BAB III
TINJAUAN KASUS
3.1 ILUSTRASI KASUS
Pasien datang ke rumah sakit di antar oleh rekannya dalam keadaan tidak sadar. Rekan pasien
yang mengantar mengatakan 30 menit yang lalu pasien menyelam di pantai dan setelah
dipermukaan tidak lama kemudian pasien pingsan. Setelah sadar pasien mengeluh mengalami
kelemahan ekstremitas bawah setelah menyelam, sesak, nyeri pada persendian, dan nyeri
kepala, dan mati rasa pada ekstremitas bawah. Hasil tanda-tanda vital didapatkan, TD :
90/80mmHg, RR: 24x/mnt, N: 100x/mnt, S : 35,50C. Hasil lab didapatkan, Leukosit 8.200/ul,
Eritrosit: 5,10 juta/ul, Hb: 16%, Trombosit: 198.000/ul, Glukosa test: 111mg/Dl. Tampak
parapharese inferior, aktivitas pasien selalu dibantu keluarga, napas cepat. Hasil radiologi,
foto thorax terdapat emboli pada paru-paru. Hasil MRI, terdapat nekrosis iskemik metafisis
dan diafisis sum-sum tulang. Kekuatan otot :
3.2 DATA FOKUS
DATA SUBJEKTIF DATA OBJEKTIF
1. Rekan pasien yang mengantar
mengatakan 30 menit yang lalu
pasien menyelam di pantai
2. dan setelah dipermukaan tidak lama
kemudian pasien pingsan
3. pasien mengeluh mengalami
kelemahan ekstremitas bawah setelah
menyelam,
4. sesak,
5. nyeri pada persendian,
6. dan nyeri kepala,
7. dan mati rasa pada ekstremitas
1. Hasil tanda-tanda vital didapatkan,
TD : 90/80mmHg, RR: 24x/mnt, N:
100x/mnt, S : 35,50C
2. Tampak parapharese inferior,
aktivitas pasien selalu dibantu
keluarga, napas cepat. Hasil radiologi,
foto thorax terdapat emboli pada
paru-paru,
3. Hasil radiologi, foto thorax terdapat
emboli pada paru-paru.
4. Hasil MRI, terdapat nekrosis iskemik
metafisis dan diafisis sum-sum tulang
9
5555 5555
1111 1111
bawah. 5. Hasil lab didapatkan, Leukosit
8.2000/ul, Eritrosit: 5,10 juta/ul, Hb:
16%, Trombosit: 198.000/ul, Glukosa
test: 111mg/Dl
6. Kekuatan otot :
3.3 ANALISA DATA
DATA FOKUS PROBLEM ETIOLOGI
DATA SUBJEKTIF
1. Rekan pasien yang
mengantar
mengatakan 30 menit
yang lalu pasien
menyelam di pantai
2. Setelah dipermukaan
tidak lama kemudian
pasien pingsan
3. Setelah sadar pasien
mengeluh mengalami
kelemahan
ekstremitas bawah
setelah menyelam
4. Klien mengeluh nyeri
pada persendian
5. Klien mengeluh nyeri
kepala
6. Klien mengeluh mati
rasa pada ekstremitas
bawah
DATA OBJEKTIF
1. Hasil TTV : TD : 90/80mmHg, N:
Hambatan mobilitas fisik
(00085)
Gangguan neuromuskular
10
5555 5555
1111 1111
100x/mnt, S : 35,50C2. Hasil lab didapatkan,
Leukosit 8.2000/ul, Eritrosit: 5,10 juta/ul, Hb: 16%, Trombosit: 198.000/ul, Glukosa test: 111mg/Dl.
3. Tampak parapharese inferior
4. Aktivitas pasien selalu dibantu keluarga,
5. Hasil MRI, terdapat nekrosis iskemik metafisis dan diafisis sum-sum tulang
6. Kekuatan otot :
DATA SUBJEKTIF
1. Rekan pasien yang mengantar mengatakan 30 menit yang lalu pasien menyelam di pantai
2. Setelah dipermukaan tidak lama kemudian pasien pingsan
3. Setelah sadar pasien mengeluh sesak
DATA OBJEKTIF1. Hasil TTV: RR:
24x/mnt2. Napas klien tampak
cepat. 3. Hasil radiologi, foto
thorax terdapat emboli pada paru-paru
Ketidakefektifan pola napas
(00032)
Gangguan neuromuskular
11
5555 5555
1111 1111
3.4 DIAGNOSA KEPERAWATAN
N
O
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Hambatan mobilitas fisik b.d gangguan neuromuskular (00085)
2. Ketidaefektifan pola napas b.d gangguan neuromuskular (00032)
3.5 RENCANA KEPERAWATAN
Hari,
Tanggal /
Jam
DIAGNOSA
KEPERAWATAN
TUJUAN &
KRITERIA HASIL
INTERVENSI
Hambatan mobilitas
fisik b.d gangguan
neuromuskular
(00085)
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama 7x24 jam.
Masalah hambatan
mobilitas fisik teratasi.
Dengan kriteria hasil:
1. Dapat
menggerakkan
ekstremitas
bawah
2. Nyeri sendi
berkurang atau
hilang
3. Hasil MRI tidak
terdapat
nekrosis
iskemik
4. Kekuatan otot :
5. Mati rasa pada
Peningkatan mekanika tubuh
(0140)
1. Kaji komitmen pasien
untuk belajar dan
menggunakan postur
tubuh yang benar
2. Kaji pemahaman pasien
tentang mekanika tubuh
yang benar
3. Bantu untuk
menghindari duduk
dengan posisi yang
sama dalam jangka
waktu yang lama
Terapi latihan: ambulasi
(0221)
1. Sediakan tempat tidur
berketinggian rendah
2. Bantu pasien untuk
perpindahan
Kolaborasi
12
5555 5555
5555 5555
ekstremitas
berkurang atau
hilang
1. Dengan dokter dan
fisioterpi untuk terapi
hyperbaric
Ketidaefektifan pola
napas b.d gangguan
neuromuskular
(00032)
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama 3x24 jam.
Masalah
ketidakefektifan pola
napas teratasi. Dengan
kriteria hasil:
1. Keluhan sesak
berkurang
2. Hasil TTV
dalam batas
normal, RR: 16-
24x/mnt
3. Hasil foto
thorax, emboli
tidak ada atau
berkurang
4. Tidak ada
penggunaan
otot-otot bantu
nafas
5. Tidak ada
pengunaan nafas
cuping hidung
Manajemen jalan napas (3140)
1. Posisikan pasien untuk
memaksimalkan
ventilasi
2. Auskultasi suara napas
3. Monitor status
pernapasan dan
oksigenasi
Monitor pernapasan (3350)
1. Monitor kecepatan,
irama, kedalaman dan
kesulitan bernafas
2. Catat pergerakan dada,
ketidaksimetrisan,
penggunaan otot-otot
bantu nafas
3. Monitor pola nafas
4. Monitor saturas oksigen
Kolaborasi
1. Dengan dokter dalam
pemberian terapi
oksigen
13
BAB IV
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
Penyakit dekompresi adalah suatu penyakit atau kelainan yang disebabkan oleh
pelepasan dan pengembangan gelembung-gelembung gas dari fase terlarut dalam
darah atau jaringan-jaringan akibat penurunan tekanan disekitarnya. Manifestasi yang
paling umum mencakup parestesia, hypesthesia, nyeri sendi. Tanda dan gejala yang
lebih serius meliputi kelemahan motorik, ataksia, dispnea, disfungsi sfingter uretra
dan dubur, syok dan kematian. Penggunaan oksigen dengan tekanan untuk
mempercepat difusi gas dan resolusi gelembung, alasan untuk pengobatan dengan
oksigen hiperbarik (HBO2) mencakup pengurangan langsung volume gelembung.
4.2 SARAN
Kepada penyelam agar lebih memperhatikan hal-hal yang dapat
membahayakan diri, dan berlatih kepada penyelam profesional dan berpengalaman.
Kepada instansi mengadakan seminar dan pelatihan dari persiapan menyelam
hingga teori-teori yang digunakan dalam menyelam dan pertolongan pertama pada
decompression sickness.
Kepada masyarakat awam agar segera dibawa ke Rumah sakit atau pelayanan
kesehatan terdekat apabila terjadi decompression sickness pada rekannya agar
mendapat pertolongan pertama.
14
15
DAFTAR PUSTAKA
Alias, syakirah. 2014. (available from: https://www.scribd.com/document/236010132/Decompression-Sickness , diakses pada : 25 Mei 2017)
Bahar,Azhari. Penyakit Dekompresi. Slide Kuliah: Sisten Neuropsikiatri.2009.
Bennet, michael, Dr. Decompression illness. 2006 (available from:
https://powcs.med.unsw.edu.au/sites/default/files/powcs/group/2006DivingMedicine.pdf , diakses pada 25 Mei 2017)
Bennett, Mike. Handbook of diving and Hyperbaric Medicine, The Prince of Wales Hospital
Oktober 2004.2.
Bullechek, Gloria M. Howard K. Butcher, Joanne M.Dchterman, Cheryl M. Wagner. 2016.
Nursing Intervention Classification (NIC). Edisi Bahasa Indonesia keenam. Elsevier
Christina L. Javier. Decompression of Sickness. B.S Biology
Kusuma, Ratih. Caisson Disease. 2012. (Available from: http://www.scribd.com/doc/92963588/Caisson-Disease, diakses pada : 25 Mei 2017)
Lippincott, William & Wilkins. 2008. Multisystem Disorder. Wolters Kluwer (available from: https://books.google.co.id/books?id=bzJzBhfvWIEC&pg=PA442&dq=complication+of+decompression+of+sickness&hl=id&sa=X&ved=0ahUKEwiWifexwIrUAhUERI8KHdudBn4Q6AEIJjAA#v=onepage&q=%20decompression%20of%20sickness&f=false )
Moorhead, Sue, Marion Johnson, Meridean L. Maas, Elizabeth Swanson. 2016. Nursing
Outcome Classification (NOC). Edisi Bahasa Indonesia Kelima. Elsevier
Rijadi, R.M. Penyakit Dekompresi. Ilmu Kesehatan Penyelaman dan Hiperbarik. Lembaga
Kesehatan Kelautan TNI AL. P: 89-103.
https://books.google.co.id/books?id=trFI0pzT-DIC&pg=PA443&lpg=PA443&dq=laboratory+evaluation+decompression+sickness&source=bl&ots=6kR0htxyI4&sig=K73DavFVzEcP7ZFw912Q9XO3fYw&hl=id&sa=X&redir_esc=y#v=onepage&q=laboratory%20evaluation%20decompression%20sickness&f=false
2015. Diagnosis Keperawatan "Definisi dan Klasifikasi 2015 -2017". Edisi 10. EGC: Jakarta
Top Related