2008
Ulkus Gaster
Gastric Ulcer
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Peptic Ulcer Disease (PUD) merupakan penyakit yang ditandai dengan
adanya ulkus yang dapat terdapat pada gaster, yang kemudian disebut ulkus
gaster, dan duodenum, yang kemudian disebut ulkus duodenum. Ulkus gaster atau
tukak lambung merupakan daerah lokal erosi pada lapisan lambung, sehingga
timbul nyeri perut, perdarahan mungkin, dan gejala gastrointestinal lainnya.
Penyebab paling umum dari ulkus lambung adalah infeksi perut yang
berhubungan dengan bakteri Helicobacter pylori (H. pylori).
Ulkus gaster masih sering ditemukan di Indonesia. Sekitar 6-15%
prevalensi kejadian ulkus gaster terjadi pada usia 20-50 tahun. Paling sering
didiagnosis pada orang dewasa usia pertengahan sampai usia lanjut, tetapi lesi ini
mungkin sudah muncul sejak usia muda (Nasif et al, 2008).
Diagnosis segera pada ulkus gaster akan sangat berpengaruh pada
pengobatan serta dapat mencegah komplikasi dari penyakit tersebut. Oleh karena
itu, penting untuk mengetahui mengenai penyakit ulkus gaster itu sendiri dan cara
diagnosis. Sehingga dapat ditentukan penatalakasanaan yang cukup baik dari segi
penyembuhan maupun pencegahan ulkus gaster.
B. Tujuan
Presentasi Kasus ini disusun sebagai salah satu syarat Kepaniteraan Klinik
Ilmu Penyakit Dalam di Rumah Sakit Margono Soekardjo, dimana didalamnya
berisi tentang definisi, etiologi, patofisiologi, diagnosis, tatalaksana dan prognosis
dari ulkus gaster.
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Ulkus gaster adalah lesi dalam yang menembus seluruh lapisan tipis
dari mukosa gastrointestinal dan mukosa muskularis (Tanawski et al., 2001).
Ulkus gaster atau tukak lambung merupakan daerah lokal erosi pada lapisan
lambung, sehingga timbul nyeri perut, perdarahan mungkin, dan gejala
gastrointestinal lainnya. Penyebab paling umum dari ulkus lambung adalah
infeksi perut yang berhubungan dengan bakteri Helicobacter pylori (H pylori).
B. Etiologi
Menurut Sam LK (1994) ada beberapa faktor etiologi terjadinya ulkus
gaster yaitu infeksi Helicobacter pylori, penggunaan NSAID, merokok, dan
kebiasaan makanan.
1. Helicobacter pylori
Telah lama diketahui ulkus gaster mempunyai hubungan dengan
infeksi kuman Helicobacter pylori (H. pylori). H. pylori merupakan
penyebab utama terjadi tukak gaster. Banyak terjadi pada orang kulit gelap
di bandingkan dengan kulit putih. Prevalensi infeksi H. pylori dalam
ulserasi komplek misalnya perdarahan dan perforasi, sangat rendah jika
dibandingkan penemuan dalam penyakit ulserasi yang tidak komplek.
(Anand et al, 2011). Menurut suatu penelitian, 70% ulkus gaster adalah
karena infeksi kuman H. pylori (Wannmacher, 2011).
2. NSAID
Penggunaan NSAID merupakan penyebab umum terjadi ulkus
gaster. Penggunaan obat ini mengganggu peresapan mukosa,
menghancurkan mukosa dan menyebabkan kerusakan mukosa Sebanyak
30% orang dewasa yang menggunakan NSAID mempunyai GI yang
kurang baik. Selain itu adalah faktor usia, jenis kelamin, pengambilan
dosis yang tinggi atau kombinasi dari NSAID, penggunaan NSAID dalam
jangka waktu yang lama, penggunaan disertai antikoagulan dan severe
comorbid illness. Sebuah kajian prospektif jangka panjang mendapati
pasien dengan arthritis yang usia diatas 65 tahun yang secara teratur
menggunakan aspirin pada dosis rendah berisiko terjadi dispepsia apabila
berhenti menggunakan NSAID. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan
NSAID harus dikurangkan. Walaupun prevalensi penggunaan NSAID
pada anak tidak diketahui, tetapi sudah menampakkan peningkatan,
terutama pada anak dengan arthritis kronik yang dirawat dengan NSAID.
Laporan menunjukkan terjadi ulserasi pada penggunaan ibuprofen dosis
rendah, walau hanya 1 atau 2 dosis (Anand et al, 2011).
Penggunaan kortikosteroid saja tidak meningkatkan terjadinya
tukak gaster, tetapi penggunaan bersama NSAID mempunyai potensi
untuk terjadi tukak gaster. Risiko perdarahan saluran cerna bagian atas
dapat terjadi dengan penggunaan diuretik spironolakton atau serotonin
reuptake inhibitor (Anand et al,2011).
3. Genetik
Lebih dari 20% pasien mempunyai sejarah keluarga tukak gaster
(Anand et al, 2011).
4. Penyakit lain
Selain itu, salah satu daripada penyakit ini mungkin berkaitan
dengan tukak gaster yaitu sirosis hati, penyakit paru obstruktif kronik dan
penyakit autoimun. Lain-lain jangkitan, termasuk virus Epstein-Barr,
HIV, heilmannii Helicobacter, herpes simpleks, influenza, sifilis,
Candida albicans, histoplasmosis, mucormycosis, dan anisakiasis (Anand
et al, 2011).
C. Epidemiologi
Peptic ulcer disease (PUD) di Amerika Serikat mempengaruhi sekitar
4,5 juta orang setiap tahun dengan 20% disebabkan H. Pylori. Prevalensi
ulkus gaster pada laki-laki adalah 11-14% dan prevalensi pada wanita adalah
8-11% (Anand et al, 2011). Sekitar 3000 kematian setiap tahun di Amerika
Serikat disebabkan oleh tukak gaster. Ada bukti bahwa merokok, penggunaan
rutin aspirin, dan penggunaan steroid yang lama menyebabkan ulkus gaster.
Faktor genetik memainkan peranan penyebab ulkus gaster (Katz, 2001)
Di Indonesia, ditemukan antara 6-15% pada usia 20-50 tahun. terutama
pada lesi yang hilang timbul dan paling sering didiagnosis pada orang dewasa
usia pertengahan sampai usia lanjut, tetapi lesi ini mungkin sudah muncul
sejak usia muda (Nasif et al, 2008).
D. Faktor Risiko
Beberapa faktor risiko yang menyebabkan tukak gaster ini antaranya
adalah faktor jenis kelamin. Jenis kelamin lelaki adalah yang banyak terkena
tukak gaster. Selain itu adalah faktor umur. Lelaki yang lebih berusia lebih
cenderung terkena tukak gaster. Faktor risiko yang lain adalah penggunaan
obat nyeri yang regular, status sosio ekonomi yang rendah dan juga
penggunaan alkohol. Terdapat juga kajian mengatakan merokok juga boleh
menyebabkan tukak gaster (McCoy, 2010).
E. Patofisiologi
Menurut Shay and Sun dalam Balance Theory 1974, ulkus atau tukak
terjadi bila terjadi gangguan keseimbangan antara faktor agresif/asam dan
pepsin dengan defensif yaitu mukus, bikarbonat, aliran darah dan bias faktor
agresif (Tarigan, 2001).
Tukak gaster terjadi akibat multifaktor yang menyebabkan terjadinya
ketidakseimbangan antara faktor agresif dan faktor defensif. Faktor agresif
tebagi menjadi faktor endogen (HCl, pepsinogen/pepsin) dan faktor agresif
eksogen (obatobatan, alkohol, infeksi). Faktor defensif meliputi mukus
bikarbonat dan prostaglandin. Keadaan dan lingkungan individu juga
memberikan kontribusi dalam terjadinya tukak yang mengakibatkan terjadinya
peningkatan sekresi asam lambung atau melemahnya barier mukosa.
H. pylori hidup di lapisan dalam mukosa terutama mukosa antrum
menyebabkan kelemahan pada sistem pertahanan mukosa dengan mengurangi
ketebalan lapisan mukosa dengan melepaskan berbagai macam enzim seperti
urease, lipase, protease dan posfolipase dan mengeluarkan berbagai macam
sitotoksin (vacuolating cytotoxin/ Vac A gen) yang dapat menyebabkan
vakuolisasi sel-sel epitel. Urease dapat memecah urea dalam lambung menjadi
ammonia yang toksik terhadap sel-sel epitel, sedangkan protease dan
fosfolipase A2 menekan sekresi mukus yang menyebabkan daya tahan
mukosa menurun, lalu merusak lapisan kaya lipid pada apikal sel epitel dan
melalui kerusakan sel-sel ini asam lambung berdifusi balik menyebabkan
nekrosis yang lebih luas sehingga terjadi tukak gaster (Tarigan, 2001).
F. Diagnosis
Diagnosis ulkus gaster dapat ditegakkan melalui anamnesis mengenai
gambaran klinis ulkus peptikum, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang.
1. Anamnesis
Secara umum, pasien ulkus gaster biasanya mengeluh dispepsia.
Dispepsia merupakan sindrom klinis atau kumpulan keluhan beberapa
penyakit saluran cerna, seperti mual, muntah, kembung, nyeri ulu hati,
sendawa, rasa terbakar, rasa penuh ulu hati, dan cepat merasa kenyang.
Rasa nyeri pada ulkus gaster timbul setelah makan. Rasa nyeri pada ulkus
gaster dirasakan di sebelah kiri. Rasa nyeri bermula dari bermula pada satu
titik (pointing sign) yang akhirnya difus, dan menjalar hingga ke
punggung. Hal ini kemungkinan disebabkan penyakit yang bertambah
berat atau komplikasi berupa penetrasi ke organ pankreas.
2. Pemeriksaan Fisik
Ulkus tanpa komplikasi biasanya jarang menimbulkan kelainan
fisik. Rasa nyeri ulu hati pada daerah kiri atau kanan dari garis tengah
perut dan penurunan berat badan merupakan tanda fisik yang dapat
dijumpai. Goncangan perut (succusion splashing) yang dijumpai 4-5 jam
setelah makan disertai muntah-muntah (isinya biasanya makanan yang
dimakan beberapa jam sebelumnya) merupakan tanda adanya retensi
cairan lambung karena komplikasi ulkus (gastric outlet obstruction atau
stenosis pilorus).
3. Pemeriksaan Penunjang
Ada dua cara untuk mendiagnosis ulkus. Pertama, disebut sebagai
“upper GI series”, dimana pasien diminta untuk menelan barium,
kemudian difoto dengan xray untuk melihat mukosa lambung. Kedua,
disebut sebagai “EGD (EsophagoGastro Duodenoscopy)”, disebut juga
“upper endoscopy”, untuk melihat secara langsung mukosa lambung dan
duodenum. (Scafer, T.W., 2008) Disamping itu, untuk memastikan
diagnosa keganasan ulkus gaster harus dilakukan pemeriksaan
histopatologi, sitologi brushing dengan biopsy melalui endoskopi. Biopsy
diambil dari pinggiran dasar ulkus, dengan ditemukannya bakteri H. pylori
sebagai etiologi ulkus peptikum maka dianjurkan pemeriksaan ter CLO,
serologi, UBT denganbiopsi melalui endoskopi (Tarigan P, 2007; Akil,
H.A.M., 2007).
Gambaran radiologi ulkus berupa crater atau kawah dengan batas
jelas disertai lipatan mukosa yang teratur keluar dari pinggiran ulkus dan
niche dan gambaran suatu proses keganasan lambung yang biasa dijumpai
adalah gambaran filling defect. Gambaran endoskopi untuk suatu ulkus
jinak berupa luka terbuka dengan pinggiran teratur, mukosa licin dan
normal disertai lipatan yang teratur keluar dari pinggiran ulkus. Karena
tingginya kejadian keganasan pada ulkus gaster (70%), maka dianjurkan
untuk dilakukan biopsy dan endoskopi ulang setelah 8-12 minggu terapi
eradikasi (Tarigan P, 2007; Harrison’s, 2005).
G. Diagnosis Banding
Diagnosis banding untuk ulkus gaster adalah:
1. Dispepsia non ulkus
2. Dispepsia fungsional
3. Tumor lambung atau saluran cerna bagian atas
4. GERD
5. Penyakit vascular
6. Penyakit pankreatobilier
7. Penyakit gastroduodenal Crohn’s (Tarigan P, 2007; Akil, H.A.M., 2007)
H. Tatalaksana
Penatalaksanaan ulkus gaster terdiri dari terapi non medikamentosa,
medikamentosa, dan operatif. Pada umumnya manajemen atau pengobatan
ulkus gaster dilakukan secara medikamentosa, sedangkan cara pembedahan
dilakukan apabila terjadi komplikasi seperti perforasi, obstruksi dan
perdarahan yang tidak dapat diatasi (Akil, H.A.M., 2007). Tujuan terapi
adalah:
1. Menghilangkan keluhan
2. Menyembuhkan atau memperbaiki kesembuhan ulkus
3. Mencegah kekambuhan atau rekurensi
4. Mencegah komplikasi.
Walaupun ulkus gaster dan ulkus duodenum sedikit berbeda dalam
patofisiologi tetapi respon terhadap terapi sama. Ulkus gaster biasanya lebih
besar, akibatnya memerlukan waktu terapi yang lebih lama. Untuk pengobatan
ulkus gaster sebaiknya dilakukan biopsy untuk menyingkirkan adanya suatu
keganasan (Tarigan P, 2007; Scafer, T.W., 2008; Akil, H.A.M., 2007).
1. Terapi Non Medikamentosa
a. Istirahat
Istirahat yang cukup dapat mempercepat penyembuhan.
b. Diet
Pemberian diet yang mudah dicerna khususnya pada ulkus yang aktif
perlu dilakukan. Mengurangi makanan yang merangsang pengeluaran
asam lambung atau pepsin, makanan yang merangsang timbulnya
nyeri dan zat-zat lain yang dapat menganggu pertahanan mukosa
gastroduodenal perlu diperhatikan. (Tarigan P, 2007)
Cabai, makanan yang merangsang, dan makanan yang mengandung
asam dapat menimbulkan rasa sakit, walaupun belum didapat bukti
keterkaitannya. Pasien mungkin mengalami intoleransi terhadap
makanan tersebut, atau makanan tersebut mempengaruhi motilitas
usus. Dalam hal ini dianjurkan untuk menghindari makanan tersebut.
Beberapa peneliti menganjurkan makanan biasa, lunak, tidak
merangsang, dan diet seimbang.
Merokok sebaiknya dihindari. Merokok dapat menghalangi
penyembuhan ulkus gaster kronik, menghambat sekresi bikarbonat
pankreas, menambah keasaman bulbus duodenum, menambah refluks
duodenogastrik akibat relaksasi sfingter pilorus, sekaligus
meningkatkan kekambuhan ulkus.
Alkohol sebaiknya dihindari karena dapat meningkatkan risiko
perdarahan dan komplikasi lain. Air jeruk yang asam, coca cola, bir,
kopi tidak mempunyai pengaruh ulserogenik pada mukosa lambung,
tetapi dapat menambah sekresi asam lambung sehingga sebaiknya
jangan dikonsumsi saat perut kosong.
c. Obat-obatan
Menghindari penggunaan NSAID karena dapat menekan produksi
prostaglandin yang sangat berperan dalam proteksi mukosa lambung.
Saat ini telah tersedia COX 2 inhibitor yang selektif untuk penyakit
osteoartritis/rematoid artritis yang kurang menimbulkan keluhan pada
lambung.
2. Terapi Medikamentosa
a. Terapi ulkus dengan kausa H. pylori
Eradikasi merupakan tujuan utama dalam terapi. Walaupun antibiotic
mungkin cukup untuk terapi, namun kombinasi dengan penghambat
pompa proton (PPI) dengan dua jenis antibiotic merupakan cara pilihan.
Kombinasi tersebut :
1) PPI 2x1 + amoksisilin 2x1 g/hari + klaritromisin 2x500mg
2) PPI 2x1 + amoksisilin 2x1 g/hari + metronidazole 2x500mg
3) PPI 2x1 + klaritromisin 2x500mg + metronidazole 2x500mg
Jenis preparat dan kemasan PPI yang tersedia: omeprazol 20mg,
rabeprazol 10 mg, pantoprazol 40mg, lanzoprazol 30mg, dan
esomeprazol magnesium 20/40mg (Tarigan P, 2007; Scafer, T.W.,
2008; Akil, H.A.M., 2007).
Jika gagal dengan terapi tripel maka dianjurkan memberikan regimen
dengan terapi kuadripel, yaitu :
1) PPI 2 x 1
2) Bismuth Subsalisilat 4 x 2 tablet
3) MNZ 4 x 250 mg
4) Tetrasiklin 4 x 500 mg
b. Terapi ulkus dengan H. pylori disertai NSAID
Eradikasi H. pylori sebagai tindakan utama, bila mungkin pengobatan
NSAID dihentikan atau diganti dengan obat NSAID spesifik COX 2
inhibitor. PPI diberikan untuk meningkatkan pH lambung di atas 4.
Penggunaan NSAIDs terus menerus setelah eradikasi H. pylori perlu
diberikan PPI sebagai upaya pencegahan terjadinya komplikasi
(Tarigan P, 2007; Scafer, T.W., 2008; Akil, H.A.M., 2007).
c. Terapi ulkus akibat NSAID
Penggunaan NSAID terutama memblok kerja COX-1 akan
meningkatkan kelainan struktural gastroduodenal. Oleh karena itu
penggunaan NSAID pada pasien-pasien dengan kelainan
musculoskeletal yang lama harus disertai dengan obat-obatan yang
menekan produksi asam lambung seperti antagonis reseptor H2 (H2RA)
atau PPI dan diupayakan pH lambung di atas 4 atau dengan
menggunakan obat sintetik prostaglandin (misoprostol 200Kg/hari)
sebagai sitoprotektif apabila penggunaan NSAID tidak bisa dihentikan
(Tarigan P, 2007; Scafer, T.W., 2008; Akil, H.A.M., 2007).
d. Terapi ulkus non-H. pilori dan non-NSAID
Pada ulkus yang hanya disebabkan oleh peningkatan asam lambung,
maka terapi dilakukan dengan memberikan obat yang dapat menetralisir
asam lambung dalam lumen atau obat yang menekan produksi asam
lambung.
1) Antasida, dapat menyembuhkan ulkus namun dosis biasanya lebih
tinggi dan digunakan dalam jangka waktu lebih lama dan lebih
sering (7x sehari, dosis 1008mEq/hari) dengan komplikasi diare
yang mungkin terjadi.
2) H2 receptor antagonist (H2RA), berperan dalam menghambat
pengaruh histamine sebagai mediator untuk sekresi asam melalui
reseptor histamin-2 pada sel parietal,tetapi kurang berpengaruh
terhadap sekresi asam melalui pengaruh kolinergik atau gastrin
postprandial. Beberapa jenis preparat yang dapat digunakan seperti
cimetidin 2x400mg/hari, atau 1x800mg pada malam hari,
ranitidine diberikan 300mg sebelum tidur malam atau
2x150mg/hari, famotidin diberikan 40mg sebelum tidur malam
atau 2x20 mg/hari. Masing-masing diberikan selama 8-12 minggu
dengan penyembuhan sekitar 90%.
3) Proton pump inhibitor (PPI), merupakan obat pilihan untuk ulkus
peptikum, diberikan sekali sehari sebelum sarapan pagi atau jika
perlu 2 kali sehari sebelum makan pagi dan makan malam, selama
4minggu dengan tingkat penyembuhan di atas 90%.
4) Obat lain selain sukralfat 2x2gr sehari, atau 4x1 sehari berfungsi
menutup permukaan ulkus sehingga menghindari iritasi atau
pengaruh asam-pepsin dan garam empedu, dan disamping itu
mempunyai efek tropic.
(Tarigan P, 2007; Akil, H.A.M., 2007)
3. Tindakan Operasi
Indikasi operasi pada ulkus gaster adalah :
a. Elektif, karena gagal terhadap pengobatan.
b. Darurat, karena terdapat komplikasi berupa perforasi, perdarahan, atau
stenosis pilorik.
c. Ulkus gaster dengan dugaan keganasan pada korpus dan fundus (70%
keganasan)
Ulkus pada daerah antrum dilakukan anterektomi, dan Bilroth 1
anastomosis/gastroduodenostomi, bila disertai ulkus duodenum dilakukan
vagotomi. Ulkus di daerah esofago-gastrik dilakukan operasi
radikal/subtotal gastrektomi dengan Roux-en-Y/esofagogastro jejunostomi
(prosedur Csendo).
I. Komplikasi
Komplikasi ulkus gaster menurun setelah adanya obat ARH2, PPI dan
terapi eradikasi bakteri H. pylori. Komplikasi terdiri atas:
1. Perdarahan, insiden perdarahan 15-25%, meningkat pada usia lanjut (>60
tahun) akibat adanya penyakit degeneratif dan meningkatnya pemakaian
NSAID. Sebagian besar perdarahan spontan, sebagian memerlukan
tindakan endoskopi terapi, bila gagal dilanjutkan dengan terapi operasi
(5% pasien memerlukan transfusi darah). Pantozol/PPI 2amp/100ccNACL
0,9 drips selama 10 jam secara parenteral dan diteruskan selama beberapa
hari dapat menurunkan kejadian perdarahan ulang. (Tarigan P, 2007; Akil,
H.A.M., 2007; Harrison’s, 2005)
2. Perforasi, insidensi 6-7%, hanya 2-3% mengalami perforasi terbuka ke
peritoneum, 10% tanpa keluhan atau tanda perforasi dan 10% disertai
perdarahan ulkus dengan mortalitas yang meningkat. Insidensi perforasi
pada usia lanjut karena proses aterosklerosis dan meningkatnya
penggunaan NSAID. Perforasi ulkus gaster biasanya ke lobus kiri hati
dapat menimbulkan fistula gastro kolik. Penetrasi adalah suatu bentuk
perforasi yang tidak terbuka atau tanpa pengeluaran isi lambung karena
tertutup omentum atau organ perut sekitar. Terapi perforasi; dekompresi,
pemasangan nasogastric tube, aspirasi cairan lambung, pasien dipuasakan,
diberi nutrisi parenteral total dan pemberian antibiotika diikuti tindakan
operasi. (Tarigan P, 2007; Akil, H.A.M., 2007)
3. Stenosis pilorik atau gastric outlet obstruction, insidensi 1-2% dari pasien
ulkus. Keluhan pasien akibat obstruksi mekanik berupa cepat kenyang,
muntah berisi makanan tak tercerna, mual, sakit perut setelah makan, berat
badan menurun. Kejadian obstruksi bisa temporer akibat peradangan
daerah peripilorik timbul edema dan spasme. Ini akan membaik, jika
peradangan sembuh.
KESIMPULAN
1. Ulkus gaster atau tukak lambung merupakan daerah lokal erosi pada lapisan
lambung, sehingga timbul nyeri perut, perdarahan mungkin, dan gejala
gastrointestinal lainnya. Penyebab paling umum dari ulkus lambung adalah
infeksi perut yang berhubungan dengan bakteri Helicobacter pylori (H. pylori).
2. Faktor etiologi terjadinya ulkus gaster yaitu infeksi Helicobacter pylori,
penggunaan NSAID, merokok, dan kebiasaan makanan.
3. Penegakkan diagnosis ulkus gaster dapat ditegakkan melalui anamnesis
mengenai gambaran klinis ulkus peptikum, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang berupa endoskopi.
4. Pentalaksanaan ulkus gaster meliputi terapi nonmedikamentosa,
medikamentosa, dan operatif. Pengobatan ulkus gaster didasarkan berdasarkan
etiologi dari ulkus gaster.
DAFTAR PUSTAKA
Akil, H.A.M, Tukak duodenum, dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, editor Aru W. Sudoyo, dkk., Edisi IV, FKUI, 2007.
Anand, B.S., Katz, J., 2011. Peptic Ulcer Disease, Medscape Reference, Professor. Department of Internal Medicine, Division of Gastroenterology, Baylor College of Medicine.
Harrison’s., Principle of Internal Medicine, 16th edition, editors Kasper, D.L., et. al., McGarw-Hills Companies, New York, 2005.
Katz, J. 2011. Peptic Ulcer Disease, Clinical Professor of Medicine, Drexel University College of Medicine. Department of Medicine, Section of Gastroenterology and Hepatology, Hospital of the Medical College of Pennsylvania.
McCoy, K. 2010. Gastric Ulcer. Baptist Health System. Available from: http://www.mbhs.org/ (Accessed 28 January 2013)
Nasif, H. , Dahlan, R. , Lingga, L.I. 2008. Jurnal Profil Dan Optimalisasi Penggunaan Kombinasi Anti Tukak Peptik Dengan Antasida Pada Pasien Tukak Peptik Di Ruang Rawat Inap SMF Penyakit Dalam RSAM Bukit Tinggi.
Sam, LK. 1994. Aetiological factors of peptic ulcer. Perspectives of epidemiological observations his century. U.S National Library of Medicine. Available from http://www.ncbi.nlm.nih.gov/ (Accessed 28 January 2013)
Schafer, T.W., Peptic Ulcer Disease, The American College of Gastroenterology, Bethesda, Maryland., 2008, www.acg.gi.org, diakses 29 Januari 2013
Tarigan, P. 2001. Tukak Gaster. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi IV Jilid I. Jakarta: Pusat Penerbitan Fakultas Kedokteran. Page: 338-344
Tarigan, P., Tukak Gaster, dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, editor Aru W. Sudoyo, dkk., Edisi IV, FKUI, 2007.
Wannmacher, L. 2011. Antacids and Other Antiulcer Medicines. 18th Expert Committee on the Selection and Use of Essential Medicines.