UJI LAPANG LACAK BALAK KAYU JATI
DENGAN PENANDA RAPD
NUR QALBI
DEPARTEMEN SILVIKULTUR
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009
UJI LAPANG LACAK BALAK KAYU JATI
DENGAN PENANDA RAPD
NUR QALBI
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan
Pada Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN SILVIKULTUR
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009
Judul Skripsi : Uji Lapang Lacak Balak Kayu Jati dengan Penanda RAPD
Nama : Nur Qalbi
NIM : E14204001
Menyetujui:
Dosen Pembimbing,
Dr. Ir. Iskandar Z. Siregar, M.For.Sc.
NIP. 131 878 498
Mengetahui:
Dekan Fakultas Kehutanan IPB,
Dr. Ir. Hendrayanto, M.Agr.
NIP. 131 578 788
Tanggal Lulus:
Field Test of Teak Wood Log Tracking Using RAPD Marker
by: Nur Qalbi and Iskandar Z Siregar
INTRODUCTION. Demand for teak based product increases progressively, particularly as raw materials for furniture industry. The increasing demand for teak wood, exceeds the amount that can be produced sustainably by production forest. The gaps existing between demand for raw material teak wood and the volume of teak wood which can be produced have triggered the activity of illegal logging and administrative manipulation of wood. Therefore there is a need for accurate method of producing evidence which is difficult to be manipulated to support log tracking and determine the origin of doubtful wood. The use of genetics technology is a new method to be developed and applied for log tracking certification and evidence seeking for criminal cases, such as illegal logging. Genetic markers are inherent and internal features of the wood itself, so they are difficult to be manipulated. One of the methods of genetic marking which could be applied for DNA analysis was RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA). The objectives of this research were testing the matching between stump wood DNA and wood DNA in log landing site (TPK), and approximate detection of the origins of stolen woods and woods which are used for sawmill industry, based on existing database. MATERIALS AND METHOD. This research was conducted in Room of Genetic Analysis, Sub-department of Silviculture, Faculty of Forestry; and Laboratory of Molecular Biology, Inter University Center (PAU), Bogor Agricultural University, from August through October 2008. Plant materials used were woods from KPH (Forest Management Unit) Purwakarta (stump wood and TPK wood) and KPH Ciamis (stump wood, TPK wood, stolen wood and sawmill industry wood). The method used was RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA). Equipments used were among other things, tube, micropipette, tips, centrifugation, freezer, electrophoresis bath, PCR machine and UV transilluminator. Materials used were buffer extract, PVP, chloroform, phenol, ethanol, aquabidest, DNA, primer, H2O, taq polymerase, agarose, buffer TAE and blue juice. Tracking of stump wood and TPK wood was conducted on the basis of allelic structure of individual stump woods and TPK woods which were tested. Approximate detection of the origin of stolen wood and sawmill wood was conducted by cluster analysis. RESULTS AND CONCLUSION. Results of log tracking showed similarity in allelic structure between stump wood and TPK wood in teak populations of Ciamis but not for population of Purwakarta. This phenomenon showed DNA technology can be used to match wood DNA between stump and that in TPK. Results of cluster analysis showed that stolen woods and woods used in sawmill industry grouped themselves in West Java cluster, or specifically in cluster KPH Ciamis with least genetic distance of 0.0353 for stolen woods and 0.0358 for woods used in sawmill industry. Key words: log tracking, teak wood, genetics, RAPD.
Uji Lapang Lacak Balak Kayu Jati dengan Penanda RAPD
Oleh: Nur Qalbi dan Iskandar Z Siregar
PENDAHULUAN. Permintaan akan produk berbahan jati terus mengalami peningkatan, utamanya sebagai bahan baku untuk industri furniture. Meningkatnya permintaan akan kayu jati tersebut melebihi jumlah yang dapat diproduksi secara lestari dari hutan produksi. Adanya kesenjangan antara kebutuhan bahan baku kayu jati dengan volume kayu jati yang dapat diproduksi, telah memicu berlangsungnya kegiatan penebangan ilegal dan manipulasi kayu secara administrasi. Untuk itu, diperlukan suatu metode pembuktian yang akurat dan sulit untuk dimanipulasi untuk mendukung kegiatan lacak balak dan untuk memecahkan asal-usul kayu yang meragukan. Penggunaan teknologi genetik merupakan metode baru yang dapat dikembangkan dan diterapkan untuk kegiatan sertifikasi lacak balak dan pembuktian kasus kejahatan hutan seperti penebangan ilegal. Penanda genetik bersifat internal dan melekat di dasar kayu sehingga sulit untuk dimanipulasi. Salah satu metode penanda genetik yang dapat diaplikasikan untuk analisis DNA adalah RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA). Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji kecocokan DNA kayu tunggak dengan DNA kayu di Tempat Penimbunan Kayu (TPK) serta untuk menduga asal-usul kayu curian dan kayu yang digunakan untuk industri penggergajian berdasarkan database yang ada. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Ruang Analisis Genetika, Bagian Silvikultur, Fakultas Kehutanan dan Laboratorium Biologi Molekuler Pusat Antar Universitas (PAU), Institut Pertanian Bogor dari bulan Agustus sampai Oktober 2008. Bahan tanaman yang digunakan yaitu kayu dari KPH Purwakarta (kayu tunggak dan kayu TPK) dan KPH Ciamis (kayu tunggak, kayu TPK, kayu curian dan kayu industri penggergajian). Metode yang digunakan adalah RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA). Alat-alat yang digunakan di antaranya tube, mikro pipet, tips, sentrifugasi, freezer, bak elektroforesis, mesin PCR dan UV transilluminator. Bahan-bahan yang digunakan adalah buffer ekstrak, PVP, chloroform, fenol, etanol, aquabidest, DNA, primer, H2O, Taq polymerase, agarose, buffer TAE dan blue juice. Lacak balak kayu tunggak dan kayu di TPK dilakukan berdasarkan struktur alelik individu kayu tunggak dan TPK yang diujikan, pendugaan asal usul kayu curian dan kayu industri penggergajian dilakukan dengan analisis klaster/kelompok. HASIL DAN KESIMPULAN. Hasil analisis lacak balak menunjukkan adanya kesamaan struktur alelik kayu di tunggak dengan kayu di TPK, pada populasi jati Ciamis tetapi berbeda pada populasi jati Purwakarta. Hal ini menunjukkan bahwa teknologi DNA dapat digunakan untuk mencocokkan DNA kayu tunggak dengan DNA kayu di TPK. Dari hasil analisis gerombol, diperoleh kayu curian dan kayu yang digunakan untuk industri penggergajian mengelompok ke klaster Jawa Barat tepatnya ke klaster Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Ciamis dengan nilai jarak genetik yang terkecil yaitu 0.0353 untuk kayu curian dan 0.0358 untuk kayu yang digunakan untuk industri penggergajian. Kata kunci: lacak balak, kayu jati, genetik, RAPD.
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Uji Lapang Lacak
Balak Kayu Jati dengan Penanda RAPD adalah benar-benar hasil karya saya
sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing yang belum pernah digunakan
sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Januari 2009
Nur Qalbi
NRP E14204001
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Camba, kota Makassar pada tanggal 30 Desember
1986 dari Ayah bernama Muh. Ratule dan Ibu Siti Rosnah Rasyid. Penulis
merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara.
Pada tahun 1993 penulis masuk di Sekolah Dasar Negeri I Camba. Tahun
1999 penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar Negeri dan melanjutkan
pendidikan di SLTP Negeri 1 Camba sampai tahun 2001. Setelah itu penulis
melanjutkan pendidikan di SMU Negeri 1 Camba pada tahun 2001 sampai tahun
2004. Tahun 2004 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur
Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis memilih Program Studi Budidaya
Hutan, Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian
Bogor.
Selama perkuliahan, penulis mengikuti Praktek Pengenalan dan
Pengelolaan Hutan (P3H). Praktek Umum Kehutanan (PUK) dilaksanakan di
Baturraden dan Cilacap, sedangkan Praktek Umum Pengelolaan Hutan (PUPH)
dilaksanakan di Getas, Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Cepu Unit II Jawa
Timur dari bulan Juli sampai Agustus 2007. Pada bulan Juli sampai Agustus 2008,
penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapang (PKL) tentang pembangunan hutan
rakyat di Desa Cihideung Ilir, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor. Selain itu,
penulis pernah menjadi asisten mata kuliah Silvikultur dan Fisiologi Pohon untuk
program Sarjana pada tahun ajaran 2007/2008 dan asisten mata kuliah Silvikultur
dan Genetika Hutan pada tahun ajaran 2008/2009.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia
dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi sebagai salah satu
syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Institut Pertanian Bogor.
Dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Agustus 2008 penulis memilih
judul " Uji Lapang Lacak Balak Kayu Jati dengan Penanda RAPD.
Dengan penuh kerendahan hati penulis ingin mengucapkan terima kasih
kepada:
1. Ayah, Bunda, Ka Upi dan Ka Linda atas semua dukungan dan do’anya.
2. Bapak Dr. Ir. Iskandar Z. Siregar, M.For.Sc selaku dosen pembimbing atas
segala bantuan dan bimbingannya.
3. Prof. Dr. Ir. Imam Wahyudi, MS selaku dosen penguji dari Departemen
Hasil Hutan dan Dr. Ir. Burhanuddin Masyud, MS selaku dosen penguji
dari Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan yang telah memberikan
arahan dan masukan.
4. Tedi Yunanto, S.Hut atas semua bantuan dan ilmunya.
5. Teman-teman BDH 41 atas bantuan dan dukungannya.
Penulis berharap semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat khususnya
bagi pembangunan hutan di Indonesia. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih
banyak kekurangan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran untuk
menyempurnakannya.
Bogor, Januari 2009
Penulis
DAFTAR ISI Halaman
KATA PENGANTAR ................................................................................. i
DAFTAR ISI................................................................................................ ii
DAFTAR TABEL........................................................................................ iii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................... iv
DAFTAR LAMPIRAN............................................................................... v BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................ 1 1.2 Tujuan ............................................................................. 3 1.3 Hipotesis.......................................................................... 3 1.4 Manfaat Penelitian .......................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jati (Tectona grandis Linn.f.) ........................................ 4
2.1.1 Klasifikasi.................................................................. 4 2.1.3 Sifat-sifat Umum ....................................................... 5 2.1.4 Pemanfaatan Tanaman Jati ........................................ 6
2.2 Penanda Genetik ............................................................. 7 2.3 RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA).............. 8 2.4 Sertifikasi Lacak Balak Kayu ......................................... 10 2.5 Sertifikasi Kayu dengan Pelabelan.................................. 13 2.6 Penebangan Ilegal sebagai Suatu Bentuk Kejahatan
Hutan............................................................................... 18
BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu ........................................................... 21
3.2 Alat dan Bahan................................................................. 21 3.2.1 Bahan Tanaman......................................................... 21 3.2.2 Alat dan Bahan Analisis Keragaman DNA............... 22 3.2.3 Data Penelitian .......................................................... 22
3.3 Prosedur Penelitian............................................................ 23 3.4.1 Ekstraksi DNA........................................................... 24 3.4.2 Proses Amplifikasi DNA dengan Teknik RAPD ...... 25 3.4.3 Uji Kualitas dan Kuantitas DNA Hasil PCR............. 26
3.4 Analisis Data...................................................................... 27 3.4.1 Skoring Hasil Amplifikasi DNA dengan Teknik PCR-RAPD ............................................................... 27 3.4.2 Analisis Lacak Balak Kayu Tunggak dan
Kayu TPK Per Populasi ............................................ 28 3.4.3 Analisis Lacak Balak Kayu Tunggak dan
Kayu TPK Per Individu............................................. 29 3.4.4 Pendugaan Asal Kayu Curian dan Kayu yang digunakan untuk Industri Penggergajian................... 29
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Optimasi Ekstraksi dan Isolasi DNA ................................. 31 4.2 Optimasi PCR-RAPD (Polymerase Chain Reaction-
Random Amplified Polymorphic DNA)............................. 32 4.3 Interpretasi dan Analisis Data ............................................ 34
4.3.1 Lacak Balak Populasi Kayu Tunggak dan Kayu TPK Per Populasi ............................................ 34
4.3.2 Lacak Balak Populasi Kayu Tunggak dan Kayu TPK Per Individu............................................. 35
4.3.3 Pendugaan Asal Kayu Curian dan Kayu yang digunakan untuk Industri Penggergajian.................... 38
4.4 Kemungkinan Aplikasinya untuk Lacak Balak di Hutan Tanaman Jati Perum Perhutani............................... 42
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan......................................................................... 46 5.2 Saran ................................................................................... 47
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 48
LAMPIRAN............................................................................................... 51
DAFTAR TABEL
No. Judul Halaman
1. Rincian sumber contoh uji kayu jati yang digunakan ....................... 21
2. Alat dan bahan teknik RAPD............................................................ 22
3. Komposisi bahan untuk reaksi PCR pada teknik RAPD .................. 25
4. Urutan basa nukleotida primer .......................................................... 26
5. Tahapan proses PCR-RAPD ............................................................. 26
6. Rekapitulasi hasil uji chi-square populasi jati Purwakarta dan Ciamis......................................................................................... 35
7. Lokus penanda pada primer OPO 10, OPO 14 dan OPY 13 ............ 36
8. Hasil pengujian lacak balak per individu populasi Purwakarta dan Ciamis ...................................................................... 36
DAFTAR GAMBAR
No. Judul Halaman
1. Perkembangan ekspor kayu jati di Indonesia tahun 1998-2000 ....... 6
2. Metode pelabelan dengan cat dan label pahat................................... 14
3. Metode pelabelan dengan palu.......................................................... 14
4. Contoh label konvensional................................................................ 15
5. Contoh label dengan metode pelabelan nail-based labels ................ 15
6. Scanner yang digunakan pada metode RFID.................................... 17
7. Pelabelan dengan metode microtaggant tracers ............................... 17
8. Tipologi pembalakan liar dan korupsi .............................................. 20
9. Bagan prosedur teknik RAPD........................................................... 23
10. Cara penilaian pita dengan sistem skoring........................................ 28
11. Contoh hasil ekstraksi DNA pada contoh uji kayu ........................... 31
12. Hasil PCR primer OPO-14................................................................ 33
13. Dendrogram populasi jati Jawa, kayu curian dan kayu industri berdasarkan analisis RAPD .............................................................. 39
14. Dendrogram populasi jati Purwakarta, Ciamis, kayu curian dan kayu industri berdasarkan analisis RAPD ................................. 40
15. Bagan alir tata usaha kayu Perum Perhutani..................................... 43 16. Label barcode 1 dimensi dan 2 dimensi ........................................... 45
DAFTAR LAMPIRAN
No. Judul Halaman
1. Foto DNA hasil amplifikasi PCR ..................................................... 52
2. Hasil skoring populasi jati Purwakarta dan jati Ciamis .................... 55
3. Uji chi-square per individu ............................................................... 63
4. Hasil skoring populasi jati Jawa, kayu curian dan kayu industri ...... 71
5. Hasil skoring populasi jati Purwakarta, jati Ciamis, kayu curian dan kayu industri ............................................................................... 74
6. Identitas dan jarak genetik Nei (1978) antar populasi jati Jawa, kayu curian dan kayu industri............................................................ 82
7. Identitas dan jarak genetik Nei (1978) antar populasi jati Purwakarta, jati Ciamis, kayu curian dan kayu industri .................... 83
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kayu jati dengan kondisi kelas kuat dan kelas awet serta nilai artistik yang
tinggi, memiliki pangsa pasar dalam dan luar negeri. Oleh karena itu, permintaan
produk berbahan jati terus meningkat, sebagai bahan baku untuk industri kreatif
seperti industri furniture dan cindera mata. Menurut Sumarna (2007); Tini dan
Amri (2000), kebutuhan pasar domestik kayu jati mencapai 2-2.5 juta m3 per
tahun dengan volume ekspor semakin meningkat yaitu 35 700 m3 pada tahun 1998
dan pada tahun 2000 mencapai 70 950 m3. Peningkatan kebutuhan bahan kayu jati
ini juga didukung dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk. Dari data
Statistik Indonesia (2008) tercatat bahwa jumlah penduduk Indonesia terus
mengalami peningkatan dari tahun 1971 yang berjumlah 119 208 229 jiwa
menjadi 218 868 791 jiwa pada tahun 2005. Peningkatan ini berakibat
meningkatnya permintaan bahan baku kayu, utamanya kayu jati untuk furniture.
Meningkatnya permintaan kayu jati tersebut melebihi jumlah yang
dapat diproduksi secara lestari dari hutan produksi. Menurut Tini & Amri
(2002), produksi jati total yang berasal dari hutan yang dikelola Perum Perhutani
adalah 800 000 m3 per tahun dan tahun 2000 Perum Perhutani hanya
mengeluarkan kayu dalam bentuk log sebanyak 762 654 m3. Dari total produksi
tersebut, 85% dijual dalam bentuk log dan selebihnya digunakan untuk memenuhi
kebutuhan bahan baku industri milik Perum Perhutani dan industri mitra
kerjasama pengolahan Perhutani dengan swasta.
Adanya kesenjangan antara kebutuhan bahan baku kayu jati dengan volume
kayu jati yang dapat diproduksi, telah memicu berlangsungnya kegiatan
penebangan ilegal ataupun manipulasi kayu secara administrasi. Tahun 2003
tercatat ada 293 kasus penebangan ilegal di Indonesia dan di Pulau Jawa sendiri
tercatat ada 54 kasus penebangan ilegal (Dephut 2004). Manipulasi dokumen-
dokumen kayu dilakukan dengan “pencucian” status kayu ilegal menjadi kayu
legal. Di Indonesia kayu legal dibuktikan dengan adanya Surat Keterangan Sah
Hasil Hutan (SKSHH) yang dikeluarkan oleh Departemen Kehutanan. Dalam
prakteknya, banyak dijumpai penyimpangan dalam penggunaan SKSHH ini
seperti penjualan dokumen SKSHH ataupun permintaan khusus SKSHH secara
kolusi. Oleh karena itu, banyak kayu ilegal dengan dokumen asli menjadi kayu
legal dan pelakunya bebas tidak terjerat hukum untuk melanjutkan praktek-
praktek ilegalnya.
Berbagai metode pembuktian asal-usul kayu telah banyak digunakan, seperti
metode labeling manual (stiker), pelabelan dengan pahat, label dengan paku dan
sebagainya. Akan tetapi, berbagai metode pelabelan tersebut memiliki kekurangan
berupa mudah untuk hilang dan mudah untuk dimanipulasi oleh pihak yang tidak
bertanggung jawab. Untuk hal tersebut, diperlukan suatu metode pembuktian yang
akurat dan sulit untuk dimanipulasi untuk memecahkan asal-usul kayu yang
meragukan. Penggunaan teknologi genetik merupakan metode baru yang dapat
dikembangkan dan diterapkan untuk kegiatan sertifikasi lacak balak dan
pembuktian kasus kejahatan hutan seperti penebangan ilegal. Penanda genetik
bersifat internal dan melekat di dasar kayu sehingga sulit untuk dimanipulasi.
Menurut Eckert (1997), diacu dalam Kholik (2008), teknologi genetik melalui
analisis molekuler DNA terbukti akurat mengungkap berbagai kasus kejahatan,
meskipun mahal dan memerlukan waktu yang cukup lama.
Salah satu metode penanda genetik yang dapat diaplikasikan untuk analisis
DNA adalah RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA). Penanda genetik
RAPD memiliki beberapa keunggulan bila dibandingkan dengan penanda genetik
lainnya yaitu lebih efisien, ekonomis, bersifat non-radioaktif, sederhana dan tidak
memerlukan pengetahuan atau informasi mengenai urutan basa, serta lebih
menghemat tenaga. Selain itu, metode ini mampu diaplikasikan secara luas untuk
berbagai tanaman, tidak memerlukan DNA dalam jumlah besar dengan tingkat
kemurnian lebih tinggi dan memiliki tingkat polimorfik serta resolusi yang cukup
tinggi (Young et al. 2000; Dunham 2004; Hidayanto 2006).
1.2 Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah:
1.2.1 Menguji kecocokan DNA kayu tunggak dengan DNA kayu di Tempat
Penimbunan Kayu (TPK).
1.2.2 Menduga asal-usul kayu curian dan kayu yang digunakan untuk industri
penggergajian berdasarkan database yang ada.
1.3 Hipotesis
Hipotesis yang diuji adalah:
1.3.1 Adanya kesamaan antara DNA kayu tunggak dengan DNA kayu di Tempat
Penimbunan Kayu (TPK).
1.3.2 Kayu curian dan kayu yang digunakan untuk keperluan industri
penggergajian berdasarkan database yang ada berasal dari Kesatuan
Pemangkuan Hutan (KPH) Ciamis Perum Perhutani Unit III Jawa Barat-
Banten.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah memberikan
informasi tentang kelayakan penggunaan penanda genetik untuk kegiatan lacak
balak kayu jati Perum Perhutani.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Jati (Tectona grandis Linn.f)
2.1.1 Klasifikasi
Tanaman jati yang tumbuh di Indonesia berasal dari India. Tanaman ini
mempunyai nama ilmiah Tectona grandis Linn.f. Secara historis nama tectona
berasal dari bahasa Portugis (tekton) yang berarti tumbuhan yang memiliki
kualitas yang tinggi (Sumarna 2007). Dalam sistem klasifikasi, tanaman jati
memiliki penggolongan sebagai berikut :
divisi : Spermatophyta
kelas : Angiospermae
sub-kelas : Dicotyledoneae
ordo : Verbenales
famili : Verbenaceae
genus : Tectona
spesies : Tectona grandis Linn.f.
Sebaran alami jati terdapat di India, Myanmar dan Thailand. Di India,
tanaman jati dikenal dengan banyak nama daerah seperti Ching-jagu (wilayah
Asam); saigun, segun (Bengali); tekku (Bombay); kyun (Burma); saga, sagach
(Gujarat). Tanaman ini dalam bahasa Jerman dikenal dengan nama teck atau
teakbaun dan di Inggris dikenal dengan nama teak. Penyebaran tanaman di
Indonesia ditemukan di seluruh Jawa, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara,
Sumbawa, Maluku dan Lampung (Nurhasybi 2002).
Di pulau Jawa, hutan jati paling banyak menyebar di Provinsi Jawa
Tengah dan Jawa Timur, yaitu sampai ketinggian 650 meter di atas permukaan
laut. Akan tetapi di daerah Besuki jati dapat tumbuh pada ketinggian 200 meter di
atas permukaan laut (Anonim 2008).
2.1.2 Sifat-sifat Umum
Tanaman jati yang tumbuh di alam dapat mencapai diameter 220 cm.
Bentuk batang tidak teratur serta beralur. Warna kayu teras (bagian tengah)
cokelat muda, cokelat merah-tua atau merah-cokelat, sedangkan warna kayu gubal
(bagian luar teras hingga kulit) putih atau kelabu kekuningan. Tekstur kayu agak
kasar dan tidak merata, permukaan kayu licin agak berminyak dan memiliki
gambaran yang indah (Sumarna 2007). Pola lingkaran tahun pada kayu teras
tampak jelas sehingga menghasilkan gambaran yang indah. Dengan kehalusan
tekstur dan keindahan warna kayunya, jati digolongkan sebagai kayu mewah.
Ditinjau dari sifat fisiknya, kayu jati mempunyai berat jenis antara 0.62-
0.75 dan memiliki kelas kuat II dengan penyusutan hingga kering tanur 2.8-5.2%.
Ditinjau dari sifat mekaniknya, kayu jati memiliki keteguhan lentur statik 718
(kg/cm2) dan tegangan batas patah 1031 (kg/cm2) serta modulus elastisitas kayu
sekitar 127.7 (1000 kg/cm2). Sedangkan keteguhan tekan sejajar arah serat
maksimum adalah 550 (kg/cm2) (Sumarna 2007).
Sifat kimia kayu jati memiliki kadar selulosa 47.5%, lignin 29.9%,
pentosan 14.4%, abu 1.4%, silika 0.4% dan nilai kalor 5081 kal/gram. Keawetan
kayu sesuai dengan hasil uji terhadap Cryptotermes cynocephalus, jamur dan
rayap, tergolong kelas II yang berarti kayu tersebut dapat terserang rayap dalam
kapasitas rendah dengan kondisi kayu yang dipengaruhi oleh umur pohon, yaitu
semakin tua semakin sulit terserang rayap. Keawetan kayu dapat diusahakan
dengan pelaburan Carbolineum dan NaF (Sumarna 2007).
Menurut sifat-sifat kayunya, dikenal beberapa jenis jati di daerah Jawa
yaitu (Mahfudz et al. 2006); jati lengo atau jati malam, memiliki kayu yang keras,
berat, terasa halus bila diraba dan seperti mengandung minyak, berwarna gelap,
banyak berbercak dan bergaris; jati sungu yang berwarna hitam, padat dan berat;
jati werut dengan kayu yang keras dan serat berombak, jati doreng yang berkayu
sangat keras dengan warna loreng-loreng hitam menyala dan sangat indah serta
jati kapur yang kayunya berwarna keputih-putihan karena mengandung banyak
kapur.
2.1.3 Pemanfaatan Tanaman Jati
Pemanfaatan jati telah dimulai sejak pendudukan Belanda. Pada masa
pendudukan Belanda, kayu jati digunakan untuk berbagai keperluan seperti
pembuatan rumah, pekerjaan umum, bantalan rel kereta api dan untuk pembuatan
kapal. Disamping itu, kayu jati digunakan sebagai pengganti bahan besi untuk
konstruksi yang berada di daerah yang mudah mengalami perkaratan. Penampilan
kayu jati yang menarik dengan warna kayu teras dan kayu gubal yang bervariasi,
dari cokelat muda, cokelat kelabu sampai cokelat merah tua dan kadang diselingi
dengan warna putih kekuningan, menjadikan jati digunakan untuk keperluan
pembuatan bahan meubel atau furniture dan bahan baku pembuatan kerajinan
(Tini & Amri 2002).
Stabilitas kayu jati yang sangat baik dengan nilai kembang susut yang
relatif lebih kecil, menjadikan kayu ini sangat cocok digunakan untuk produk
outdoor (di luar ruangan) di negara 4 musim. Kondisi ini membuka jalan ekspor
untuk kayu jati ke negara-negara 4 musim yang umumnya merupakan negara
maju seperti Eropa, Amerika dan Australia (Tini & Amri 2002). Selama tahun
1998-2000, ekspor kayu jati Indonesia untuk negara-negara importir terus
mengalami peningkatan (Gambar 1).
Sumber: Tini & Amri (2002)
Gambar 1 Perkembangan ekspor kayu jati Indonesia tahun 1998-2000.
2.2 Penanda Genetik
Penanda genetik biasa juga disebut dengan marka genetik, merupakan
ekspresi pada individu yang terlihat oleh mata atau terdeteksi dengan alat tertentu
yang menunjukkan dengan pasti genotipe suatu individu. Penanda genetik yang
baik memiliki sifat polimorfik, multialel, kodominan, non-epistatik, netral dan
tidak sensitif terhadap pengaruh lingkungan (de Vienne 2003, diacu dalam Kholik
2008).
Finkeldey (2005) menyatakan bahwa suatu penanda genetik adalah suatu
satuan keturunan. Banyak jenis penanda telah diidentifikasi, namun hanya
beberapa dari segi praktis banyak digunakan dalam genetika hutan. Menurut
Finkeldey (2005), penanda genetik dapat dibedakan menjadi:
1. Polimorfisme morfologi
Penanda genetik ini sangat langka pada populasi alami dan hanya penting
untuk tanaman hias. Pada tahun 1865, Mendel melakukan percobaan pada kacang
ercis (Pisum sativum) dengan memanfaatkan perbedaan sifat-sifat morfologi
seperti struktur permukaan pada biji (berkeriput dan halus). Dari hasil percobaan,
Mendel menemukan bahwa setiap turunan yang dihasilkan oleh F1 akan
memperlihatkan kelompok-kelompok dengan variasi karakter yang dominan atau
resesif (Welsh 1991).
2. Sifat-sifat warna
Sifat-sifat warna tertentu pada beberapa pohon disebabkan oleh satu alel
dominan pada lokus tunggal dan bersifat langka pada populasi alami. Mendel
telah melakukan percobaan menggunakan polimorfisme warna bunga kacang
polong. Mendel melakukan percobaan perkawinan dihibrid dengan dua sifat beda
yang digunakan yaitu bentuk biji dan warna biji pada kacang ercis dan
perkawinan trihibrid dengan tiga sifat beda yaitu warna bunga, bentuk biji dan
warna biji (Suryo 2005).
3. Produksi metabolisme sekunder
Kandungan produksi metabolisme sekunder tertentu yang merupakan hasil
dari aliran metabolik sekunder tertentu yang merupakan hasil dari aliran
metabolik kompleks seringkali dikendalikan hanya oleh satu atau sejumlah kecil
lokus gen. Penelitian dengan penanda genetik ini memerlukan banyak tenaga dan
biaya, sementara studi penurunan sifat untuk penanda ini sulit dilakukan atau
bahkan tidak mungkin dilakukan, jumlah lokus polimorfik rendah dan
heterozigositas tidak dapat diukur disebabkan oleh dominasi dari alel-alel tertentu.
4. Isoenzim
Isoenzim atau isozim adalah enzim-enzim yang mengkatalisa reaksi
metabolisme biokimia yang sama. Isoenzim pada jenis pohon hutan tropis telah
dipelajari secara mendalam sejak awal tahun 70-an pada abad lalu dan sampai
sekarang masih merupakan gen penanda terpenting untuk jenis pohon hutan.
Polimorfisme isozim sejauh ini adalah alat yang terpenting dan paling banyak
digunakan dalam analisis berbagai aspek dan sistem genetik pohon hutan tropis.
5. Penanda DNA
Akhir-akhir ini penelitian menggunakan DNA secara langsung telah
banyak berkembang. Keuntungan dari penanda DNA adalah kemungkinan bekerja
dengan jumlah penanda yang tidak terbatas. Tinggi atau rendahnya variasi dari
penanda-penanda spesifik dapat dipilih berdasar pada tujuan dari studi. Penanda
DNA dapat dibedakan menjadi RFLPs (Restriction Fragment Length
Polymorphisms), RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA), mikrosatelit dan
AFLP (Amplified Fragment Length Polymorphisms). Pengembangan jenis-jenis
penanda molekuler baru berdasarkan pada PCR mengalami kemajuan yang pesat.
Di masa mendatang, kepentingan penanda-penanda DNA juga akan meningkat
untuk penelitian genetik pada tumbuhan hutan tropis. Penanda molekuler berbasis
pada teknik Polymerase Chain Reaction (PCR) telah menghasilkan metode yang
lebih obyektif untuk analisis keragaman DNA.
2.3 RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA)
RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA) merupakan salah satu
metode yang sering digunakan untuk analisis profil DNA genom. Teknik RAPD
ini merupakan suatu metode analisis DNA genom dengan cara melihat pola pita
DNA yang dihasilkan setelah DNA genom diamplifikasi menggunakan primer
acak. Metode ini didasarkan atas teknik reaksi polimerasi berantai (PCR)
(Rohaeni 2007).
Penanda RAPD dihasilkan melalui proses amplifikasi DNA dengan
menggunakan primer tunggal atau sekuen nukleotida pendek (10-20 base pair)
yang sekuennya dibuat secara acak (Wiliams et al. 1990). Teknik RAPD
dilakukan dengan menggunakan primer-primer pendek (biasanya 10 base pair)
dari suatu sekuensi yang dipilih secara bebas dan mengamplikasikan bagian dari
DNA total yang tidak diketahui. Amplifikasi dari potongan-potongan tergantung
pada ada atau tidaknya sekuensi komplementer terhadap primer pendek. Fragmen-
fragmen DNA biasanya secara langsung dipisahkan pada gel agarose (Finkeldey
2005).
Teknik RAPD dapat digunakan untuk menentukan keragaman genetik
melalui amplifikasi DNA dengan primer acak tunggal berukuran pendek sekitar
10 susunan basa dalam mesin PCR. Keragaman genetik dapat diamati berdasarkan
pita DNA hasil amplifikasi. Amplifikasi pada mesin PCR memanfaatkan
komplementasi basa primer dengan basa DNA cetakan, selanjutnya enzim
polymerase DNA menambahkan dNTP (denukleotida) untuk pembentukan DNA
yang baru. Proses dalam mesin PCR mengikuti pola sintesis DNA (replikasi)
dalam sel mahluk hidup (Innis & Gelfand 1990). Komponen-komponen yang
dibutuhkan dalam reaksi ini hampir sama dengan komponen dalam proses
replikasi DNA yaitu enzim polymerase DNA, DNA cetakan, basa-basa nukleotida
yang sering disebut dNTP (dATP, dCTP, dGTP, dTTP), buffer dengan MgCl2 dan
aqudest steril (Innis & Gelfand 1990).
RAPD sangat kuat dalam mendeteksi polimorfisme dalam jumlah besar
karena oligonukleotida dari primer dapat mendeteksi semua genom dalam reaksi
PCR. Produk dari amplifikasi DNA diskoring berdasarkan ukuran serta
kemunculan pita. Polimorfisme terjadi ketika pita muncul pada suatu induk tetapi
tidak pada induk yang lainnya. Sekalipun fragmen homolog terdapat pada induk
lain, akan tetapi menunjukkan pita pada ukuran yang berbeda, hal ini akan
diskoring sebagai penanda yang berbeda (Dunham 2004).
Metode penanda RAPD mendeteksi polimorfisme DNA yang
menggambarkan ada tidaknya amplifikasi pada suatu lokus. Lokus dari penanda
RAPD hanya ada dua tampilan saja yang dapat diobservasi yaitu ada atau
tidaknya pita. Oleh karena itu, pada tingkat genotipe alel homozygot dan
heterozygot tidak dapat dibedakan. Alel yang tidak muncul dianggap resesif
terhadap alel yang muncul. Oleh karena itu, penanada RAPD diekspresikan dan
diskoring sebagai alel yang dominan (Young et al. 2000; Dunham 2004).
2.4 Sertifikasi Lacak Balak Kayu
Sertifikasi lacak balak merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh
pihak ketiga untuk mengeluarkan suatu pernyataan bahwa suatu hasil hutan,
dalam hal ini kayu, telah diproduksi dari hutan yang lestari. Lacak balak
merupakan komponen sistem sertifikasi yang kritis karena menjadi penghubung
antara unit manajemen hutan atau unit usaha kehutanan sebagai produsen dan
masyarakat sebagai konsumen hasil hutan (LEI 2003a). Proses sertifikasi lacak
balak merupakan salah satu kegiatan utama sertifikasi ekolabel untuk memantau
aliran kayu dari hutan ke pabrik (Voght et al. 2000, diacu dalam Kholik 2008).
Menurut LEI (2003b), ekolabel berasal dari kata eco yang berarti
lingkungan hidup dan label yang berarti suatu tanda pada produk yang
membedakannya dari produk lain. Pada lingkup kegiatan kehutanan, ecolabelling
adalah suatu cara untuk memberikan informasi kepada konsumen mengenai
produk kayu yang dipasarkan dalam bentuk sertifikat atau ekolabel yang
menunjukkan bahwa kayu tersebut berasal atau dihasilkan dari suatu hutan yang
dikelola secara lestari (Sarijanto 1995). Dalam penerapannya, ekolabel
memerlukan adanya kesiapan perangkat yang meliputi standar dan pedoman
pelaksanaan (manual), institusi (kelembagaan) dan mekanisme kerja serta penilai
(assesor).
Ekolabel yang dapat dipercaya diberikan melalui proses sertifikasi oleh
pihak ketiga yang independen untuk menilai bahwa suatu produk diproduksi
dengan mengindahkan kaidah-kaidah pelestarian lingkungan hidup. Dalam
penerapan ekolabel, setidaknya ada 5 jaminan yang perlu digunakan sebagai
landasan pelabelan produk kayu (Abidin 1995) :
1. Kepastian ditaatinya jatah tebang hutan lestari.
2. Kepastian pulihnya tegakan secara alami atau dengan bantuan permudaan
alam atau buatan.
3. Kepastian terpeliharanya keanekaragaman hayati.
4. Kepastian terpeliharanya kualitas air, tanah dan udara.
5. Kepastian terpeliharanya peri kehidupan dan budaya masyarakat setempat.
Manfaat sertifikasi yang secara langsung dapat dirasakan adalah
kemudahan dalam melakukan promosi dan bertambahnya apresiasi para importir
dan pembeli terhadap perusahaan. Sertifikasi ekolabel juga memberi manfaat
positif bagi manajemen internal perusahaan berupa meningkatnya efisiensi
manajemen akibat dari penataan sistem produksi yang lebih baik, sesuai dengan
kriteria dan indikator sertifikasi ekolabel (LEI 2003c). Bagi konsumen yang
peduli pada lingkungan hidup, ekolabel merupakan sebuah garansi yang
menunjukkan bahwa produk yang mendapatkan label sudah memenuhi kriteria
peduli lingkungan (Ahmad et al. 1993, diacu dalam Sarijanto 1995).
Ekolabel dapat pula disamakan dengan sebuah standar produk yang dapat
memberikan dua kemungkinan yaitu (Fahutan IPB 1995) :
1. Dalam perdagangan, produk yang berstandar selalu mempunyai harga
lebih tinggi daripada produk serupa yang tidak berstandar. Harga yang
lebih tinggi diharapkan dapat memberikan dorongan atau intensif bagi
produsen untuk mencapainya. Apabila ini terjadi, ekolabel sebagai standar
benar-benar dapat memberikan nilai ekonomi bagi produsen, sehingga
pengelolaan hutan secara lestari dapat diwujudkan melalui sertifikasi
ekolabel.
2. Standar produk, dalam hal tertentu tidak selalu berhubungan dengan harga
produknya, tetapi standar tersebut berguna untuk dapat memasuki segmen
pasar tertentu. Dalam perdagangan akan memberikan pengaruh terhadap
peningkatan peran (share) produk tersebut untuk memasuki pasar.
Penelitian di Amerika pada tahun 1993 terhadap 12 000 konsumen dengan
pendapatan lebih besar dari US$ 50 000 per tahun menunjukkan apabila ada
ekolabel, 68% diantaranya bersedia membayar lebih besar dari harga furniture
yang biasa ditawarkan dan sisanya tidak bersedia. Dari 68% konsumen tersebut,
26% bersedia membayar 1-5% lebih tinggi, 33% bersedia membayar 6–10% lebih
tinggi dan sisanya 8% bersedia membayar 11–15% lebih tinggi. Sementara itu,
penelitian di Inggris pada tahun 1991 tidak disebutkan jumlah respondennya, 33%
konsumen bersedia membayar 13% lebih tinggi daripada harga yang biasa berlaku
(Fahutan IPB 1995).
Sebagai suatu komponen utama dari sertifikasi ekolabel, sertifikasi lacak
balak pada prinsipnya dilakukan terhadap dua hal (LEI 2003a):
a. Kejelasan sistem pergerakan hasil hutan.
b. Kinerja sistem pergerakan hasil hutan.
Dalam perjalanannya, hasil hutan baik secara sendiri-sendiri maupun
dalam susunan sortimen mengalami mutasi (perubahan bentuk, ukuran, jumlah,
kualitas, tanda dan penampilan). Lokasi mutasi disebut sebagai simpul pergerakan
dan dapat terbagi ke dalam tiga rute (LEI 2003a); rute I yaitu simpul-simpul yang
berada pada rentang jarak dari hutan ke pembeli pertama atau industri pengolah
hasil hutan hulu; rute II yaitu simpul-simpul yang berada di dalam industri dan
rute III yaitu simpul-simpul yang berada pada rentang jarak antara industri ke
pembeli akhir atau ke kapal.
Faktor kunci yang diperlukan dalam sistem lacak balak adalah cara-cara
praktis untuk memeriksa legalitas kayu. Adapun prinsip yang dipakai dalam
penilaian lacak balak adalah penilaian satu langkah ke belakang (one step
backward), yaitu hanya menilai sumber hasil hutan pada satu simpul sebelumnya
sudah tersertifikasi atau belum. Jika satu simpul sebelumnya belum tersertifikasi,
lacak balak perlu dilanjutkan pada simpul sebelumnya lagi dan seterusnya sampai
diperoleh rantai tak terputus yang menerangkan bahwa asal hasil hutan adalah dari
pengelolaan hutan produksi lestari. Dengan kata lain, sertifikat Chain of Custody
(CoC) hanya dapat diberikan pada industri atau pedagang yang mendapatkan
sumber kayunya dari pengelola hutan yang telah mempunyai sertifikat ekolabel
atau dari sumber yang legal dan traceable (dapat dilacak asalnya) (LEI 2003a).
2.5 Sertifikasi Kayu dengan Pelabelan
Sertifikat pengelolaan hutan lestari dan sertifikasi lacak balak memberi
dampak positif terhadap image suatu produk. Melalui sertifikasi lacak balak,
produsen bisa menempelkan logo pada produk, yang menginformasikan bahwa
produk telah melalui proses yang memperhatikan kelestarian hutan. Hal ini
berpengaruh pada meningkatnya permintaan kepada perusahaan yang
bersangkutan (LEI 2003c). Agar efektif, lacak balak kayu harus didasarkan pada
prinsip-prinsip berikut (Dykstra et al. 2002):
1. Identifikasi; Log kayu ataupun produk dari kayu harus dapat diidentifikasi
dengan beberapa jenis label teknologi.
2. Pemisahan; Dilakukan di setiap mata rantai dalam proses lacak balak yang
dimulai dari hutan hingga menjadi produk di tangan konsumen. Hal ini
dilakukan dengan memisahkan antara kayu yang berasal dari sumber yang
diketahui dengan kayu yang berasal dari sumber yang tidak diketahui.
3. Dokumentasi; Label yang terdapat di kayu harus dapat didokumentasikan,
untuk menyediakan informasi mengenai volume kayu, jenis, kualitas dan
atribut lainnya.
Berbagai jenis label dapat digunakan dalam mengidentifikasi kayu pada
proses lacak balak yaitu (Dykstra et al. 2002):
1. Cat konvensional dan label pahat
Metode pelabelan kayu paling tua berupa pengecetan atau pemahatan
informasi perusahaan dan informasi identifikasi kayu pada log kayu. Seperti label
pada umumnya, label ini berupa dokumentasi identifikasi kayu untuk memberikan
informasi yang lebih terperinci tentang asal kayu, jenis, dimensi dan volume kayu.
Alat ukir (pahat) yang digunakan berupa pisau khusus yang digunakan untuk
membuat tanda pada ujung kayu. Kode berupa informasi penting ataupun
dokumentasi tambahan dibuat dalam lingkaran yang telah dipahat pada ujung log
kayu.
Pelabelan dengan cat seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2, dapat
dibedakan menjadi cat berbasis minyak yang lebih terang dan cat berbasis air.
Kedua jenis cat ini tahan lama, memberikan tanda yang lebih jelas di kayu, mudah
untuk diaplikasikan dan dapat digunakan pada kondisi yang lembab (basah) serta
memiliki titik beku yang kecil. Akan tetapi cat berbasis minyak terkadang
mengandung lebih banyak bahan yang bersifat korosif dan toksik dibandingkan
cat berbasis air.
Sumber: Dykstra et al. (2002) Gambar 2 Metode pelabelan dengan cat (kiri) dan label pahat (kanan).
2. Branding hammers (pembuatan label dengan palu)
Pembuatan label dengan palu merupakan metode pelabelan kayu tradisional
yang masih digunakan oleh sebagian besar industri kayu. Akan tetapi, saat ini
industri kayu sebagian besar telah beralih pada sistem barcode. Metode pelabelan
dengan palu, memiliki bentuk pelabelan yang khas untuk memudahkan dalam
pengidentifikasian. Pelabelan ini berupa dokumentasi identifikasi kayu untuk
memberikan informasi yang lebih terperinci tentang asal kayu, jenis, dimensi dan
volume kayu. Contoh pelabelan dengan metode branding hammers dapat dilihat
pada Gambar 3.
Sumber: Dykstra et al. (2002) Gambar 3 Metode pelabelan dengan palu (branding hammers).
3. Label konvensional
Label konvensional menggunakan kertas atau plastik (Gambar 4) yang
direkatkan pada kayu dengan logam atau palstik yang dikeraskan, paku dan bahan
perekat lainnya. Untuk kayu yang akan dibuat pulp, digunakan label yang dapat
hancur bersama kayu pada proses pembuatan pulp . Label konvensional seringkali
berupa informasi barcode, sehingga dapat dibaca dengan barcode scanner.
(a) (b)
Keterangan: a= label konvensional biasa, b= label konvensional untuk kayu pulp Sumber: Dykstra et al. (2002)
Gambar 4 Contoh label konvensional.
4. Nail-based label (label dengan paku)
Metode pelabelan ini ditancapkan pada ujung log kayu atau pada produk
kayu. Umumnya, label ini dibuat dari logam atau plastik yang telah dikeraskan
yang kemudian ditempelkan pada kayu dengan paku. Label ini seringkali berupa
informasi barcode, sehingga dapat dibaca dengan barcode scanner. Contoh label
dengan metode ini dapat dilihat pada Gambar 5.
Sumber: Dykstra et al. (2002) Gambar 5 Contoh label dengan metode pelabelan nail-based label.
5. Magnetic stripe card (kartu strip magnetik)
Kartu strip magnetik ini terbuat dari kertas atau plastik. Masing-masing
kartu memiliki sebuah strip magnetik berwarna hitam yang dapat menyimpan
informasi dan kemudian diinterpretasikan (dapat dibaca) dengan sebuah alat
pembaca khusus. Dalam pengaplikasiannya, metode pelabelan ini umumnya
memerlukan airport transit ticket dan bankcards. Saat ini, kartu strip magnetik
digunakan untuk berbagai aplikasi dan merupakan teknologi yang dapat
digunakan di berbagai sektor termasuk sektor keuangan (financial sector) dan
keamanan (security sector). Untuk penyandian pada kartunya sendiri telah diatur
dengan standar ISO. Selain itu, memungkinkan adanya hak milik atas penyandian
dan sebagian reader dapat diprogram sesuai dengan penyandian yang dibuat.
6. Kartu Smart (Smart card)
Merupakan kartu plastik berukuran kartu kredit yang dapat menyimpan
banyak informasi pada sebuah cip mikro. Terdapat dua tipe smart card, yaitu:
1. Dumb smart card, yaitu kartu yang hanya dapat menyimpan memori tapi
tidak dapat digunakan dalam proses data.
2. True smart card, yaitu berupa memori prosesor mikro yang terdapat di
dalam kartu, memungkinkan digunakan untuk proses suatu data ataupun
membuat suatu keputusan dari data yang ada dalam memori. Selain itu,
kartu ini tidak tergantung oleh satu prosesor eksternal. Dengan prosesor
mikro yang terdapat di kartu, bermacam metode dapat digunakan untuk
menjaga akses informasi di dalam kartu sehingga memberikan keamanan
terhadap data tersebut.
7. RFID (Radio Frequency Identification) labels
RFID terdiri atas radio penerima yang dapat menerima dan mengirim data
dengan transmisi radio. Umumnya radio penerima dimasukkan pada label ”nail-
based label” untuk mendukung kegiatan pelacakan kayu. Label RFID merupakan
suatu label yang dapat dibaca tanpa harus melakukan kontak langsung dengan
label yang bersangkutan. Jarak pembacaan dan penulisan dapat berubah dari
millimeter ke beberapa meter, tergantung pada teknologi yang digunakan. RFID
yang dapat digunakan bervariasi tergantung dari industri pengguna dan
pengaplikasiannya, dengan frekuensi yang sering digunakan berkisar antara 125
kHz-5.8 GHz. Label RFID hanya dapat mengirimkan data apabila terdapat
rangsangan sinyal dari suatu reader/scanner (Gambar 6) yang cocok dan
penggunaannya relatif lebih aman.
Sumber: Dykstra et al. (2002)
Gambar 6 Scanner yang digunakan pada metode RFID (Radio Frequency Identification) labels.
8. Microtaggant tracers
Microtaggant merupakan partikel mikroskopik yang tersusun atas beberapa
lapis plastik dengan warna yang berbeda. Setiap microtaggant adalah sebuah kode
warna, microchip polimer terdiri atas 10 lapis yang mencakup lapisan magnetik
dan lapisan fluorescens, yang menjadikan label ini dapat digunakan untuk
identifikasi kode. Berjuta permutasi dapat dibuat dengan mengkombinasikan
beberapa warna pada sekuen yang berbeda. Kode dapat dibaca dengan mikroskop
ukuran kecil dengan perbesaran 100x. Contoh label dengan metode ini pada log
kayu dapat dilihat pada Gambar 7.
Sumber: Dykstra et al. (2002) Gambar 7 Pelabelan dengan metode microtaggant tracers.
9. Chemical tracer paint
USDA forest service telah menggunakan teknologi pelabelan ini sejak
tahun 1988. Cat yang digunakan memuat dua jenis pelacak kimia. Pelacak kimia
yang satu dapat dideteksi di lapangan dan yang lain hanya dapat diidentifikasi
dengan alat laboratorium. Pelacakan di lapangan dideteksi dengan meneteskan
bahan kimia pada label cat. Pelacakan di laboratorium diidentifikasi dengan bahan
kimia analisis yang lebih canggih, sehingga dapat memberikan hasil identifikasi
yang lebih akurat dan meningkatkan mutu pembuktian. Dalam prakteknya, batang
dan tunggak pohon yang telah ditebang dicat dengan cat warna yang mengandung
kode (tracer). Cat pada pohon mudah untuk diidentifikasi dan dapat diuji setiap
saat menggunakan test kit lapangan.
10. Chemical and genetic fingerprinting
Teknologi ini memberikan pembuktian pada identifikasi produk dengan
menguji komposisi kimia dan genetik dari pohon. Metode sidik jari dengan bahan
kimia mencakup beberapa metode: Near Infrared (NIR), pyrolisis, analysis of
trace elements dan gas chromatoghraphy. Sementara itu, metode sidik jari genetik
mencakup analisis DNA genom yang terdapat pada tanaman yaitu DNA pada inti
sel, DNA mitokondria dan DNA plastid.
2.6 Penebangan Ilegal sebagai Suatu Bentuk Kejahatan Hutan
Penebangan ilegal didefinisikan sebagai tindakan menebang kayu dengan
melanggar peraturan kehutanan. Tindakan ini adalah sebuah kejahatan yang
mencakup kegiatan menebang kayu di areal yang dilindungi, area konservasi dan
taman nasional serta menebang kayu tanpa ijin yang tepat di hutan-hutan
produksi. Permintaan yang besar dari industri kayu lokal maupun luar negeri
khususnya Malaysia dan Singapura, telah mendorong aktifitas kriminal tersebut
(Rukmana 2004, diacu dalam Setiono & Husain 2005). Semakin banyaknya
sumber kayu ilegal dari Indonesia untuk mendukung permintaan perdagangan
kayu dunia menjadi ancaman terbesar terhadap hutan Indonesia (CIFOR 2008).
Menurut Departemen Kehutanan, jumlah kayu ilegal yang diselundupkan
keluar dari Indonesia pada tahun 2001-2003 adalah sekitar 9 juta m3 dan
kemudian diproses menjadi produk-produk kayu dan dikonsumsi oleh negara-
nagara maju. Perkiraan nilai dari perdagangan kayu ilegal tersebut adalah 2.16
miliar dollar AS. Sekitar 90% dari keuntungan pembalakan liar di Indonesia
berakhir direkening bank di tempat lain, terutama di Singapura, Malaysia dan
Hongkong (Setiono & Husain 2005). Berdasarkan data Perum Perhutani Unit III
Jawa Barat-Banten, pencurian dan penjarahan hutan dari tahun 1977-1999 dan
hingga saat ini mengalami peningkatan. Intensitas pencurian dan penjarahan hutan
pada tahun 1977 mencapai 180% yang kemudian meningkat menjadi 600% pada
tahun 1998 (Kodra & Rais 2004).
Cukong (penyokong dana) adalah otak dibalik kejahatan pembalakan liar.
Cukong merencanakan semua langkah yang harus dilakukan untuk mengambil
kayu secara ilegal dan menjualnya seakan kayu tersebut diperoleh secara legal.
Untuk menyembunyikan harta hasil pembalakan liar dan mencucinya, penyokong
dana pertama-tama membayar sejumlah uang untuk para pembalak dan pemimpin
masyarakat lokal. Pembayaran ini dapat berupa uang tunai, infrastruktur (seperti
jalan dan fasilitas umum lainnya) ataupun jasa. Sebagai balasannya, penyokong
dana memperoleh akses kepada hutan alam yang dibutuhkan untuk memperoleh
kayu. Mereka juga menyuap oknum di sektor kehutanan untuk memperoleh surat-
surat yang sah. Proses ini pada dasarnya mencuci kayu ilegal menjadi kayu legal
(Setiono & Husain 2005).
Cukong juga menjaga hubungan baik dengan oknum pengambil keputusan
kunci dalam pemerintahan (termasuk penegak hukum dan militer) dan legislatif.
Mereka biasanya menngirim “uang pertemanan” (goodwill) ke rekening bank
yang dimiliki oleh oknum pengambil keputusan tersebut atau perwakilannya di
Indonesia atau di luar negeri. Perusahaan kayu yang legal juga sering terlibat
dalam pembalakan liar. Mereka mempunyai surat ijin yang sah dari pemerintah
untuk mengambil kayu. Dengan ijin tersebut, perusahaan kayu sering menebang
kayu di luar area konsesi mereka dan memproduksi kayu lebih dari kuota kayu
tahunannya (Setiono & Husain 2005). Tipologi pembalakan liar dan korupsi ini
dapat dilihat pada Gambar 8.
US$
Rp, barang, jasa
Rp
Rp Rp US$
Rp
Keterangan: = Transaksi tunai = Transaksi bank Sumber: Setiono dan Husain (2005)
Gambar 8 Tipologi pembalakan liar dan korupsi.
Cukong
Penebang illegal
Pembeli kayu
Pembeli non-kayu
Pengambil keputusan kunci
Pemimpin masyarakat
Pejabat pemerintah
Pejabat penegak hukum
Barang konsumen, bisnis legal dan illegal, bank
BAB III
BAHAN DAN METODE
3.1 Tempat dan Waktu
Penelitian analisis DNA dilakukan di Ruang Analisis Genetika, Bagian
Silvikultur, Fakultas Kehutanan dan Laboratorium Biologi Molekuler Pusat Antar
Universitas (PAU), Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilakukan dari bulan
Agustus sampai Oktober 2008.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Bahan Tanaman
Bahan tanaman yang digunakan adalah kayu yang berasal dari dua lokasi
Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Perum Perhutani Unit III Jawa Barat-Banten,
yaitu KPH Ciamis dan KPH Purwakarta. Contoh kayu yang digunakan berasal
dari blok penebangan (tunggak) KPH Ciamis dan KPH Purwakarta, Tempat
Penimbunan Kayu (TPK) KPH Ciamis dan KPH Purwakarta, kayu industri dan
kayu curian dari KPH Ciamis. Untuk lebih lengkapnya, rincian contoh uji kayu
jati yang digunakan beserta lokasi pengambilannya disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Rincian sumber contoh uji kayu Jati yang digunakan
No. Lokasi Asal Petak Jenis Contoh Uji
Jumlah Contoh Uji Letak Geografis
1 54 b Kayu tunggak 11 06’28’04.3”S-107’28’50.4”E
2 KPH Purwakarta
54 b Kayu TPK 11 06’28’08.3”S-107’28’51.0”E
3 53 b Kayu tunggak 20 07'21'41.2"S-108'33"18.6"E
4 53 b Kayu TPK 20 07'21'47.5"S-108'33'26.2"E
5 - Kayu curian 7 07’22’06.0”S-108'33'10.1"E
6
KPH Ciamis
- Kayu industri 12 07'21'30.1"S-108'33'24.7"E
Keterangan : KPH = Kesatuan Pemangkuan Hutan, TPK = Tempat Penimbunan Kayu
3.2.2 Alat dan Bahan Analisis Keragaman DNA
Teknik DNA yang digunakan untuk kegiatan lacak balak kayu yaitu teknik
RAPD. Adapun alat dan bahan yang diperlukan untuk mendapatkan data primer
dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Alat dan bahan teknik RAPD
Tahapan Pekerjaan Analisis
Ekstraksi PCR Visualisasi DNA Analisis Data
RAPD
Alat: sarung tangan karet, gunting, tube 1.5 ml, spidol permanen, mortar, pestel, mikropipet, tips, rak tube, vortex, mesin sentrifugasi, waterbath, freezer, desikator. Bahan: Nitrogen cair, buffer ekstrak, PVP 2%, chloroform IAA, phenol, isopropanol dingin, NaCl, etanol 95%, buffer TE.
Alat: tube 0.2 ml, spidol permanen, alat tulis, mikro pipet, tips, mesin sentrifugasi, mesin PCR PTC-100. Bahan: DNA, aquabidest, H2O, primer random (OPO dan OPY), Taq polymerase.
Alat: microwave, mikropipet, tips, mesin sentrifugasi, bak elektroforesis, cetakan agar, erlenmeyer, gelas ukur, tempat pencampur DNA, sarung tangan karet, UV transilluminator, alat foto DNA. Bahan: agarose, buffer TAE 1x, blue juice 10x, DNA, marker, EtBr.
Alat: komputer, softwere POPGENE versi 1.31 dan NTSYS versi 2.0.
3.2.3 Data Penelitian
Data yang dikumpulkan dan digunakan dalam penelitian adalah data primer
dan data sekunder. Data primer yang digunakan diperoleh dari hasil ekstraksi
DNA yang kemudian diamplifikasi dengan teknik PCR (Polymerase Chain
Reaction) dan divisualisasi, untuk mendapatkan lokus masing-masing individu.
Data sekunder yang digunakan sebagai database DNA adalah data hasil penelitian
Kholik (2008) yang berjudul Variasi Genetik, isotop dan spektra Near Infrared
(NIR) kayu Jati di Jawa. Data yang diambil adalah hasil foto DNA dari 9 KPH
yaitu Banten, Indramayu, Ciamis, Cepu, Randublatung, Kendal, Bojonegoro,
Ngawi dan Kebonharjo.
3.3 Prosedur Penelitian
Metode yang digunakan dalam kegiatan lacak balak DNA kayu adalah
dengan metode RAPD. Secara umum prosedur penelitian dengan metode RAPD
dapat dilihat pada Gambar 9.
Gambar 9 Bagan prosedur teknik RAPD.
Pada penelitian ini, tidak dilakukan seleksi primer karena primer yang
digunakan adalah primer yang telah digunakan pada penelitian Kholik (2008).
Data primer
NTSysPopgene Deskriptif
Interpretasi dan analisis data
PCR primer terbaik
Elektroforesis agar 2% Tidak
Pemotretan hasil amplifikasi
Pewarnaan (staining)
Database DNA
Elektroforesis agar 2%
PCR seleksi primer
Pewarnaan (staining)
Pewarnaan (staining)
Elektroforesis agar 1% Tidak
Contoh uji kayu
Ekstraksi DNA
3.3.1 Ekstraksi DNA
Ektraksi DNA merupakan metode pemisahan DNA dari bahan-bahan yang
tidak diperlukan. Untuk mengurangi aktivitas enzim selama ekstraksi digunakan
nitrogen cair, yang juga dapat mempermudah proses penghancuran bahan
tanaman. Metode yang digunakan untuk ekstraksi adalah metode CTAB (Cetyl
Trimethyl Ammonium Bromide), dari Murray & Thompson (1980) yang telah
dimodifikasi Brown (1991) sebagaimana yang diacu dalam Yunanto (2006).
Bahan yang akan dianalisis berupa contoh uji kayu Jati, dibor dalam
keadaan steril menggunakan ukuran mata bor 2.5 mm. Pengambilan serbuk
dilakukan pada bagian kayu gubal sebanyak 0.2 g dan dimasukan dalam tube.
Serbuk tersebut kemudian ditambahkan 500-700 µL larutan buffer ekstrak (Tris-
HCl 1M pH 8.0, NaCl 5M, EDTA 0.5M, CTAB 10%, merkaptoetanol, PVP 1%
dan H2O) serta 100 µL PVP 2% kemudian divortex. Setelah itu dilakukan
inkubasi di dalam mangkok porselin berisi air yang dipanaskan di atas kompor
listrik selama 45 menit pada suhu 65oC. Stirer berukuran 5 mm dimasukan dalam
tube untuk mengoptimalkan ekstraksi selama proses inkubasi. Selama proses
inkubasi, air dalam mangkuk porselin harus tetap dikontrol.
Untuk memisahkan antara cairan pelarut dengan cairan yang mengandung
DNA (supernatant) ditambahkan chloroform IAA 500 μl dan fenol 10 μl,
kemudian dikocok dan disentrifugasi pada kecepatan 13 000 rpm selama 2 menit.
Hasil sentrifugasi terpisah menjadi dua fase yaitu bagian atas merupakan fase air
yang berisi asam nukleat (supernatant) dan bagian bawah yaitu fase organik yang
berisi pelarut organik. Cairan yang mengandung DNA (supernatant) dipindahkan
ke dalam tube baru. Proses tersebut dilakukan sebanyak dua kali.
Untuk mendapatkan pellet DNA, supernatant ditambahkan isopropanol
dingin 500 mikro liter dan NaCl 300 mikro liter dan disimpan di dalam freezer
selama 45 menit-1 jam. Pemberian isopropanol dingin dan garam NaCl
menyebabkan pengendapan DNA dan terbentuknya benang-benang asam nukleat
yang halus dan berwarna putih. Fase padat (pellet) dicuci dengan etanol 100%
sebanyak 300 mikro liter yang ditambahkan ke dalam tube untuk memurnikan
DNA dari sisa-sisa bahan kimia. Proses tersebut dilakukan 2 kali, kemudian
dikeringkan di dalam desikator ±15 menit. Langkah terakhir adalah menambahkan
buffer TE sebanyak 20 μl. Hal ini dilakukan agar DNA lebih stabil. DNA akan
lebih stabil dalam keadaan larutan dibandingkan dalam bentuk benang-benang
halus. Buffer TE yang mengandung tris-HCL dan EDTA mampu mengkelat logam
yang dapat menjadi kofaktor enzim nuklease (Sambrook et al. 1989, diacu dalam
Nuryani 2003).
3.3.2 Proses Amplifikasi DNA dengan Teknik PCR-RAPD (Polymerase Chain
Reaction-Random Ampified Polymorphic DNA )
DNA hasil proses ekstraksi sebelum dilakukan proses amplifikasi harus
dilakukan pengenceran dengan menggunakan aquabidest. Besarnya perbandingan
antara DNA dengan aquabidest tergantung dari tebal dan tipisnya DNA genomik
hasil ekstraksi.
Proses amplifikasi dengan metode RAPD menggunakan bahan kimia dari
Promega. Secara umum proses amplifikasi DNA dengan metode PCR-RAPD
menggunakan 4 komponen utama yang dicampurkan ke dalam microtube ukuran
0.2 ml. Komponen yang diperlukan untuk teknik RAPD disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3 Komposisi bahan untuk reaksi PCR pada teknik RAPD
No. Nama Bahan 1 Contoh Uji Reaksi X Sample Reaksi 1 H2O 2.5 μl X x 2.5 μl 2 Go Taq Green Master Mix Qit 7.5 μl X x 7.5 μl 3 Primer 1.5 μl X x 1.5 μl 4 Cetakan DNA 2 μl X x 2 μl
Primer yang digunakan adalah primer yang telah digunakan pada
penelitian Kholik (2008), yaitu primer dari golongan OPO dan OPY. Primer dari
golongan OPO yang digunakan untuk proses amplifikasi DNA adalah yang
memiliki kode O10 dan O14. Sedangkan primer dari golongan OPY yang
digunakan adalah yang memiliki kode Y13 dan Y20. Urutan basa nukleotida
primer golongan OPO dan OPY (Yunanto 2006) disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4 Urutan basa nukleotida primer (Operon Technology)
No. Primer Urutan Basa
1 OPO-10 5' TCAGAGCGCC '3
2 OPO-14 5' AGCATGGCTC '3
3 OPY-13 5' CACAGCGACA '3
4 OPY-20 5' AGCCGTGGAA'3
Secara umum, proses PCR melalui 3 tahapan penting yaitu denaturation,
annealing, dan extension. Dalam proses PCR dibutuhkan suhu yang berbeda-beda
tergantung pada teknik, bahan kimia, dan juga primer yang digunakan. Adapun
tahapan dalam proses PCR dengan menggunakan teknik RAPD dapat dilihat pada
Tabel 5.
Tabel 5 Tahapan proses PCR-RAPD
Tahapan Suhu Waktu Jumlah Siklus Pra-denaturation 95oC 2 menit 1 Denaturation Annealing Extension
95oC 37oC 72oC
1 menit 2 menit 2 menit
45 45 45
Final Extension 72oC 5 menit 1
3.3.3 Uji Kualitas dan Kuantitas DNA
Untuk menguji kualitas DNA hasil ekstraksi dilakukan elektroforesis
dengan menggunakan gel agarose dengan konsentrasi sebesar 1% (b/v), dimana
15 ml buffer TAE 1x dicampurkan dengan 0.15 gram agarose (untuk cetakan
kecil 8-12 sumur), dan 33 ml buffer TAE dicampurkan dengan 0.33 gram agarose
(untuk cetakan besar 17-25 sumur). Campuran agar 1% tersebut dipanaskan di
dalam microwave untuk selanjutnya dituangkan ke dalam cetakan dan ditunggu
sampai padat, kemudian disimpan di dalam bak elektroforesis yang berisi buffer
TAE.
Setelah agar yang padat berada di dalam bak elektroforesis, 3 µl Blue
Juice 10x dan 4 mikro liter DNA dicampurkan dan dimasukkan ke dalam lubang-
lubang di dalam agarose dengan menggunakan mikropipet. Elektroforesis
dilakukan dengan menggunakan aliran listrik dengan tegangan 100 volt sekitar 30
menit. Pada prinsipnya, proses elektroforesis dilakukan dengan memigrasikan
DNA dalam gel agarose dari arus (-) ke arus (+). Untuk melihat hasil
elektroforesis dilakukan pewarnaan dengan larutan Ethidium Bromida (EtBr)
dengan konsentrasi 1% (v/v), dan selanjutnya pita DNA hasil isolasi dilihat
dengan menggunakan alat UV transilluminator.
Untuk menguji kualitas DNA hasil PCR, dilakukan elektroforesis dengan
menggunakan gel agarose dengan konsentrasi sebesar 2% (b/v), dimana 15 ml
buffer TAE 1x dicampurkan dengan 0.30 gram agarose (untuk cetakan kecil 8-12
sumur), dan 33 ml buffer TAE dicampurkan dengan 0.66 gram agarose (untuk
cetakan besar 17-25 sumur). Campuran agar 2% tersebut dipanaskan di dalam
microwave untuk selanjutnya dituangkan ke dalam cetakan dan ditunggu sampai
padat, kemudian disimpan di dalam bak elektroforesis yang berisi buffer TAE.
Elektroforesis dilakukan dengan menggunakan aliran listrik dengan
tegangan 80 volt sekitar 45-60 menit. Pada prinsipnya, proses elektroforesis
dilakukan dengan memigrasikan DNA dalam gel agarose dari arus (-) ke arus (+).
Untuk melihat hasil elektroforesis dilakukan pewarnaan dengan larutan Ethidium
Bromida (EtBr) dengan konsentrasi 1% (v/v). Selanjutnya pita DNA hasil isolasi
dilihat dengan menggunakan alat UV transilluminator lalu difoto untuk kemudian
diinterpretasi dan dianalisis.
3.4 Analisis Data
3.4.1 Skoring Hasil Amplifikasi DNA dengan Teknik PCR-RAPD
Hasil PCR yang telah dielektroforesis selanjutnya difoto dan dianalisis
dengan melakukan skoring pola pita yang muncul. Pola pita yang muncul (positif)
diberi nilai 1 dan pola pita yang tidak muncul (negatif) diberi nilai 0. Contoh
proses skoring dapat dilihat pada Gambar 10.
Gambar 10 Cara penilaian pita dengan sistem skoring (1= ada pita, 0= tidak ada
pita).
3.4.2 Analisis Lacak Balak Kayu Tunggak dan Kayu TPK Per Populasi
Analisis dilakukan dengan membandingkan struktur alelik (1 dan 0) kayu
tunggak dan kayu TPK dengan uji chi-kuadrat (chi-square). Chi-kuadrat adalah
uji nyata (goodness of fit) apakah data yang diperoleh benar menyimpang dari
nisbah yang diharapkan, tidak secara kebetulan (Crowder 1986). Hasil yang
diperoleh dari skoring hasil amplifikasi DNA kemudian dianalisis dengan uji chi-
kuadrat (chi-square) untuk menguji kecocokan DNA kayu tunggak dengan DNA
kayu di TPK.
Menurut Crowder 1986, metode chi-kuadrat adalah cara yang dapat
dipakai untuk membandingkan data percobaan yang diperoleh dari persilangan-
persilangan dengan hasil yang diharapkan berdasarkan hipotesis secara teoritis.
Perhitungan chi-kuadrat dilakukan dengan rumus (Crowder 1986) :
χ² = (o - e)2 e
dimana : χ² = Nilai chi-kuadrat.
o = Jumlah allele yang diamati (observed).
e = Jumlah allele yang diharapkan (expected).
Perhitungan chi-kuadrat dilakukan pada frekuensi absolut dan frekuensi
relatif alel 1 dan alel 0 masing-masing populasi pada masing-masing primer.
Frekuensi absolut adalah jumlah kemunculan alel (1 dan 0) pada beberapa lokus
pada masing-masing primer yang diujikan. Frekuensi relatif merupakan frekuensi
kemunculan alel (1 dan 0) pada beberapa lokus pada masing-masing primer yang
diujikan.
Lokus Individu
L1 L2 L3 L4 1 1 0 1 1 2 1 1 1 0 3 1 1 0 1 4 0 0 1 1 5 1 1 0 1
L1
L2
L3
L4
1 2 3 4 5
IndividuLokus
Perhitungan chi-kuadrat dilakukan dengan microsoft excel sehingga
diperoleh χ²hitung yang kemudian dicocokkan dengan χ²tabel pada selang
kepercayaan 95 %. Adapun hipotesis yang diuji adalah :
H0 : Struktur alelik (1 dan 0) contoh uji kayu di tunggak sama dengan contoh uji
kayu di TPK.
H1 : Struktur alelik (1 dan 0) contoh uji kayu di tunggak tidak sama dengan
contoh uji kayu di TPK.
3.4.3 Analisis Lacak Balak Kayu Tunggak dan Kayu TPK Per Individu
Analisis lacak balak per individu dilakukan dengan membandingkan
genotype masing-masing individu kayu di tunggak dan di TPK. Perbandingan
genotype individu di tunggak dan di TPK didasarkan atas adanya lokus penanda
pada primer yang digunakan. Lokus yang digunakan sebagai lokus penanda
adalah lokus yang memiliki intensitas dan kontuinitas kemunculan yang lebih
tinggi dibanding yang lainnya. Minimal 60% struktur genotype dari masing-
masing pasangan individu kayu yang diujikan (tunggak dan TPK) harus sama.
Apabila 33% dari populasi yang diujikan memiliki kesamaan struktur genotype,
maka dianggap semua pasangan individu kayu pada populasi yang diujikan
sealiran (Certisource 2008).
Analisis ini hanya dilakukan pada lokus tertentu yang merupakan lokus
penanda karena metode RAPD merupakan suatu metode yang mengamplifikasi
DNA secara acak dengan ukuran pita yang sangat bervariasi untuk masing-masing
individu untuk suatu primer yang digunakan. Oleh karena itu, masing-masing
individu akan memiliki pola pita yang berbeda tergantung pada DNA genom
individu yang sekuennya sama dengan sekuen primer yang digunakan.
3.4.4 Pendugaan Asal Kayu Curian dan Kayu Industri Penggergajian
Hasil perhitungan baik data primer (hasil skoring kayu curian dan kayu
industri) maupun data sekunder kemudian dianalisis dengan menggunakan
software POPGENE Versi 32. Pengelompokan kerabat dilakukan berdasarkan
metode Unwieghted Pair Grouping with Arithmatic Averaging (UPGMA) (Nei
1973, diacu dalam Yunanto 2006) dengan software Numerical Taxonomy and
Multivariate Analysis System (NTSys) Versi 2.01. Parameter variasi genetik
berupa analisis klaster/kelompok dan jarak genetik yang diperoleh dari
pengolahan data, kemudian digunakan untuk menduga asal kayu curian dan kayu
yang digunakan untuk industri penggergajian.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Optimasi Ekstraksi dan Isolasi DNA
Ekstraksi dan isolasi DNA dilakukan dengan metode CTAB yang
dimodifikasi untuk mendapatkan DNA yang cukup murni. Ekstraksi DNA
dilakukan pada bagian kayu gubal. Hal ini mengacu pada penelitian Kholik
(2008), diperoleh bahwa DNA pada bagian kayu gubal lebih banyak dibandingkan
bagian kayu teras. Bagian kayu gubal adalah bagian sel-sel kayu yang masih aktif
tumbuh serta belum banyak mengandung senyawa polifenol dan senyawa
metabolit sekunder lainnya, sehingga diharapkan DNA yang diperoleh lebih
banyak. Hasil ekstraksi DNA pada kayu dapat dilihat pada Gambar 11.
Keterangan: 1= Ada pita hasil optimasi ekstraksi DNA, 0= Tidak ada pita hasil optimasi ekstraksi DNA
Gambar 11 Contoh hasil ekstraksi DNA pada contoh uji kayu.
Hasil ekstraksi DNA seperti pada Gambar 11 menunjukkan DNA kayu jati
sangat tipis dan relatif masih kotor. DNA kayu yang tipis disebabkan karena
dalam kayu sendiri terkandung sifat degraded-DNA yaitu DNA yang telah
terdegradasi tidak tersebar merata pada semua jaringan kayu. Hasil ekstraksi yang
kotor ini masih banyak mengandung klorofom, kandungan fenol yang tinggi,
alkohol ataupun kontaminasi protein, polisakarida dan RNA. Perbandingan
pengenceran yang dilakukan adalah 100x (99 µL aquabidest : 1 µL DNA).
1 0 0 0 0 0 1 0 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1 1 1 0 1 1 0 0
Perbandingan pengenceran yang dilakukan mengacu pada penelitian sebelumnya
yaitu Kholik (2008) dan Purnamasari (2008), yaitu pengenceran 100x
menghasilkan DNA amplifikasi yang relatif optimal.
4.2 Optimasi PCR-RAPD (Polymerase Chain Reaction Random Amplified
Polymorphic DNA)
Kegiatan PCR dilakukan dengan menggunakan primer OPO 10, OPO 14,
OPY 13 dan OPY 20. Primer ini telah digunakan sebelumnya untuk megetahui
variasi genetik pada kayu jati di Jawa. DNA yang digunakan adalah hasil ekstraksi
contoh uji kayu pada bagian kayu gubal yaitu kayu tunggak (20 contoh uji dari
Purwakarta dan 11 contoh uji dari Ciamis), kayu di TPK (20 contoh uji dari
Purwakarta dan 11 contoh uji dari Ciamis), kayu curian (7 contoh uji) dan kayu
industri (12 contoh uji) yang berasal dari Ciamis. Hasil ampilifikasi DNA dengan
primer OPO 14 dapat dilihat pada Gambar 12. Hasil ampilifikasi DNA dengan
PCR dengan primer OPO 10, OPY 13 dan OPY 20 disajikan pada Lampiran 1.
Amplifikasi DNA dengan 4 primer (OPO 14, OPO 10, OPY 13 dan OPY
20) pada kayu tunggak, kayu di TPK, kayu curian dan kayu industri yang telah
dilakukan menghasilkan fragmen yang bervariasi tergantung pada jenis primer
yang digunakan. Ukuran fragmen yang dihasilkan berkisar antara 100bp sampai
lebih dari 1000bp, dengan jumlah fragmen berkisar antara 1 hingga 7 pita untuk
kayu tunggak, kayu di TPK, kayu curian dan kayu untuk industry penggergajian.
Jumlah lokus yang dihasilkan untuk masing-masing primer berbeda. Lokus
terbanyak ditemukan pada primer OPO 10 sebanyak 18 lokus.
M P5 P4 P3 P2 21 20 19 18 17 16 15 14 13 12 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 M P21 P20 P19 P18 P17 P16 P15 P14 P13 P12 P11 P10 P9 P8 P7 P6
1000bp
300 bp
(a)
21 20 19 18 17 16 15 14 13 12 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 M M C7 C6 C5 C4 C3 C2 C1 22
1000bp
200 bp
(b)
I12 I11 I10 I9 I8 I7 I6 I5 M M I4 I3 I2 I1
1000bp
300 bp
Keterangan: (a)= Contoh uji jati Purwakarta, P1-P21= Purwakarta tunggak, 2-21= Purwakarta TPK; (b)= Contoh uji jati Ciamis, 1-6 dan 13-17= Ciamis tunggak, 7-12 dan 18-22 = Ciamis TPK, C1-C7= Kayu curian, I1-I12= Kayu industri Ciamis, M= Marker
Gambar 12 Hasil PCR primer OPO 14.
Tidak semua pita menunjukkan kualitas yang bagus yang dihasilkan oleh
masing-masing primer, utamanya pada primer OPO 10 untuk contoh uji kayu
industri (Lampiran 1). Ada beberapa pita yang kurang jelas yang kemudian
menimbulkan keraguan dalam menginterpretasikan dan menganalisis pita.
Beberapa faktor yang mungkin menyebabkan hal ini, yaitu kurang murninya DNA
genom yang digunakan, proses pengenceran, dan komposisi bahan-bahan yang
kurang tepat. Menurut Suryanto (2003), konsentrasi DNA contoh, ukuran panjang
primer, komposisi basa primer, konsentrasi ion Mg dan suhu hibridisasi primer
harus dikontrol dengan hati-hati agar dapat diperoleh pita-pita DNA yang utuh
dan baik.
4.3 Interpretasi dan Analisis Data
4.3.1 Lacak Balak Kayu Tunggak dan Kayu TPK Per Populasi
Lacak balak per populasi dilakukan dengan uji chi-square. Uji chi-square
digunakan untuk mengetahui apakah data yang diperoleh menyimpang atau tidak
dari hasil yang diharapkan. Uji chi-square dilakukan pada contoh uji Purwakarta
dan contoh uji Ciamis secara terpisah. Uji ini biasanya digunakan dalam
persilangan (plant breeding) dua tanaman dengan perbandingan yang diharapkan
(hipotesis) berdasarkan pada pemisahan alel secara bebas, pembuahan gamet
secara rambang dan terjadi segregasi sempurna (Crowder 1986).
Uji chi-square dilakukan pada kayu tunggak dan kayu di TPK untuk
populasi Ciamis dan Purwakarta. Nilai skoring tunggak merupakan nilai yang
diamati (observed) dan nilai skoring TPK merupakan nilai yang diharapkan
(expected). Nilai skoring untuk uji chi-square contoh uji dari Purwakarta dan
Ciamis disajikan secara lengkap pada Lampiran 2. Hasil rekapitulasi uji chi-
square disajikan pada Tabel 6. Uji chi-square secara lengkap disajikan pada
Lampiran 3.
Tabel 6 Rekapitulasi hasil uji chi-square populasi jati Purwakarta dan Ciamis
n hitung No Primer Populasi
Tunggak TPK FR FA tabel
1 Purwakarta 20 20 10.305 206.109 2 OPO 10 Ciamis 11 11 1.677 18.451
50.998
3 Purwakarta 20 20 3.415 68.297 4
OPO 14 Ciamis 11 11 0.529 5.822
38.885
5 Purwakarta 20 20 1.783 35.670 6 OPY 13 Ciamis 11 11 2.225 24.474
48.602
7 Purwakarta 20 20 7.054 141.072 8 OPY 20 Ciamis 11 11 0.595 6.543
38.885
Keterangan : TPK= Tempat Penimbunan Kayu, n= Jumlah contoh uji, FR= Frekuensi relatif,
FA= Frekuensi absolut
Dari Tabel 6 dapat diketahui bahwa nilai hitung frekuensi relatif lebih
kecil dari tabel pada populasi Purwakarta dan Ciamis untuk keempat primer
yang digunakan. Sementara itu, nilai hitung frekuensi absolut pada populasi
Purwakarta lebih besar dari tabel untuk primer OPO 10, OPO 14 dan OPY 20.
Primer OPY 13 memiliki nilai hitung yang lebih kecil dari tabel. Demikian
pula pada populasi Ciamis, memiliki hitung frekuensi absolut yang lebih kecil
dari tabel . Dengan demikian, dapat diketahui bahwa hipotesis 0 (H0) dapat
diterima untuk masing-masing populasi pada setiap primer yang digunakan pada
pengujian dengan frekuensi relatif, sementara penerimaan hipotesis 0 (H0)
bervariasi pada pengujian dengan frekuensi absolut berdasarkan primer yang
digunakan. Hal ini terjadi karena adanya perbedaan yang cukup signifikan antara
nilai frekuensi relatif dan frekuensi absolut pada masing-masing lokus.
Penerimaan hipotesis 0 (H0) berarti struktur alelik (1 dan 0) antara kayu tunggak
sama dengan kayu di TPK, pada populasi jati Ciamis dan Purwakarta.
4.3.2 Lacak Balak Populasi Kayu Tunggak dan Kayu TPK Per Individu
Dari foto hasil amplifikasi PCR RAPD yang telah dilakukan, diperoleh
beberapa lokus yang memiliki intensitas kemunculan yang lebih sering
dibandingkan yang lainnya. Lokus ini digunakan sebagai lokus penanda seperti
yang disajikan pada Tabel 7.
Tabel 7 Lokus penanda pada primer OPO 10, OPO 14 dan OPY 13
Lokus Penanda No Primer Populasi
Purwakarta Populasi Ciamis
1 OPO 10 900bp 1000bp
400bp 500bp
2 OPO 14 300bp 900bp
1000bp
300bp 900bp
1000bp
3 OPY 13 300bp 600bp 900bp
300bp 500bp
Keterangan: bp= base pair
Primer yang digunakan untuk penentuan lokus penanda adalah primer yang
memilki nilai Gst yang terbesar yaitu primer OPO 10, OPO 14 dan OPY 13.
Primer dengan Gst terbesar (OPO 10, OPO 14 dan OPY 13) dapat dijadikan
sebagai primer penanda untuk kepentingan lacak balak. Hasil pengujian lacak
balak per individu disajikan pada Tabel 8.
Tabel 8 Hasil pengujian lacak balak per individu populasi Purwakarta dan Ciamis
POPULASI PURWAKARTA
No Tunggak TPK Persentase Kesamaan Genotype (%) Keterangan
1 01111000 11111011 62.5 V 2 01111011 01111111 87.5 V 3 00111011 11111101 50.0 X 4 11111000 11011111 50.0 X 5 01111100 11011110 62.5 V 6 11111110 11011111 87.5 V 7 11111011 11011111 75.0 V 8 01111111 11001001 37.5 X 9 11111010 11011101 50.0 X
10 11111111 11111101 87.5 V 11 11001111 11001111 100 V 12 00111011 00111110 75.0 V 13 10101111 11111110 62.5 V 14 11111110 11011101 62.5 V 15 11011111 01111111 75.0 V 16 11111111 10111111 87.5 V 17 11111011 01111111 62.5 V 18 11111010 10111010 75.0 V 19 11111111 00001000 12.5 X 20 11111101 10111000 75.0 V
Persentasi V 75%
POPULASI CIAMIS
No Tunggak TPK Persentase Kesamaan Genotype (%)
Keterangan
1 1110101 1110111 85.7 V 2 1010110 1010111 85.7 V 3 1110111 1111101 71.4 V 4 1101111 1011111 71.4 V 5 1110110 1100110 85.7 V 6 1100100 1110111 57.1 X 7 1011111 1101111 71.4 V 8 1011111 1111111 85.7 V 9 0111110 1111101 57.1 X
10 1111111 0111010 57.1 X 11 0111111 0011111 71.4 V
Persentasi V 72.73%
Keterangan: X= struktur genotype kayu di tunggak berbeda dengan kayu di TPK, V= struktur genotype kayu di tunggak sama dengan kayu di TPK
Dari Tabel 8 dapat diketahui bahwa populai Purwakartaa dan populasi
Ciamis memiliki memiliki kesamaan struktur genotype lebih dari 33% yaitu 75%
untuk populasi Purwakarta dan 72.73% untuk populasi Ciamis. Hal ini berarti
bahwa struktur genotype masing-masing individu kayu di tunggak dan kayu di
TPK pada populasi Purwakarta dan populasi Ciamis sama yang merupakan kayu
dengan satu aliran (berasal dari individu pohon yang sama pada blok yang sama).
Hasil ini cukup berbeda dengan pengujian lacak balak per populasi dengan
uji chi-square dengan frekuensi absolut, yaitu terdapat perbedaan antara DNA
kayu tunggak dengan DNA kayu di TPK. Hal ini disebabkan pada uji chi-square
dengan frekuensi absolut, pengujian didasarkan atas rata-rata kemunculan alel
semua individu pada satu populasi pada suatu lokus tertentu. Sementara pengujian
lacak balak per individu dilakukan dengan membandingkan masing-masing
individu di tunggak dan di TPK. Untuk penggunaan pengujian lacak balak
tergantung pada keperluan dan waktu yang tersedia. Pengujian per populasi dapat
dilakukan dalam waktu yang relatif lebih singkat, akan tetapi memiliki tingkat
keakuratan yang lebih rendah. Sementara pengujian per individu memerlukan
waktu yang yang relatif lebih lama dengan tingkat keakuratan yang lebih tinggi.
4.3.3 Pendugaan Asal Kayu Curian dan Kayu yang Digunakan untuk
Industri Penggergajian
Pendugaan asal kayu curian dan kayu yang digunakan untuk industri
penggergajian dilakukan berdasarkan variasi genetik antar populasi. Menurut
Finkeldey (2005), variasi genetik dapat diukur dengan dua parameter, yaitu dalam
populasi dan antar populasi. Peubah yang digunakan untuk mencirikan variasi
genetik dalam populasi yaitu Presentase Lokus Polimorfik (PLP), multiplisitas
genetik dan rata-rata jumlah alel per lokus (A/L) serta keragaman genetik (He).
Sementara itu, peubah yang digunakan untuk mencirikan variasi genetik antar
populasi yaitu pembagian variasi genetik (Fst atau Gst), jarak genetik dan analisis
klaster/kelompok.
Pendugaan asal kayu curian dan kayu yang digunakan untuk industri
penggergajian dilakukan berdasarkan variasi genetik antar populasi yaitu dengan
analisis klaster/kelompok pada populasi kayu jati curian, kayu jati industri, kayu
jati Jawa, kayu jati Purwakarta dan kayu jati Ciamis. Selain itu, dilakukan
perbandingan jarak genetik antara kayu curian dan kayu yang digunakan untuk
industri penggergajian dengan populasi kayu jati Jawa, kayu jati Purwakarta dan
kayu jati Ciamis. Berdasarkan analisis nilai jarak genetik yang telah dihitung
berdasarkan software POPGENE versi 3.2 yang diolah menggunakan metode
pemasangan kelompok aritmatika tidak berbobot (Unweighted Pair-Grouping
Method with Aritmatic Averaging, UPGMA) dengan software Numerical
Taxonomy and Mulivariate Analysis System (NTSys) Versi 2.01., dihasilkan
dendrogram jarak genetik antar populasi seperti terlihat pada Gambar 13 dan
Gambar 14.
Jawa Barat-Banten
Jawa Tengah Jawa Timur Gambar 13 Dendrogram populasi jati Jawa, kayu curian dan kayu industri
penggergajian berdasarkan analisis RAPD.
Pada dendogram yang disajikan pada Gambar 13, dapat dilihat bahwa
populasi jati Jawa yang dianalisis membentuk dua kelompok (klaster) besar yaitu
kelompok besar pertama terdiri dari populasi Banten, Indramayu, dan Ciamis
yang merupakan Unit III Jawa Barat-Banten serta kayu curian dan kayu industri.
Kelompok besar kedua dibentuk oleh keenam populasi lainnya yang termasuk
Unit I Jawa Tengah dan Unit II Jawa Timur.
Berdasarkan dendogram tersebut, diketahui bahwa populasi kayu curian
dan kayu industri mengelompok ke kelompok besar (klaster) Jawa Barat-Banten.
Hal yang sama juga terlihat pada dendogram jarak genetik antar populasi jati Jawa
Barat (Ciamis dan Purwakarta) dengan kayu curian dan industri (Gambar 14).
Dari dendogram tersebut dapat diketahui bahwa populasi kayu curian dan kayu
industri mengelompok ke klaster populasi jati dari Ciamis. Populasi kayu industri
mengelompok terlebih dahulu dengan kelompok populasi jati Ciamis (tunggak
dan TPK) yang kemudian diikuti dengan populasi kayu curian.
Purwakarta
Ciamis
Gambar 14 Dendrogram populasi jati Purwakarta, Ciamis, kayu curian dan kayu
industri berdasarkan analisis RAPD.
Jarak genetik pada Lampiran 6 menunjukkan nilai jarak genetik kayu
curian dengan populasi Banten adalah 0.0631, populasi Indramayu adalah 0.1011
dan dengan populasi Ciamis adalah 0.0748. Sedangkan populasi kayu industri,
memiliki nilai jarak genetik dengan populasi Banten sebesar 0.0999, dengan
populasi Indramayu sebesar 0.1235 dan dengan populasi Ciamis sebesar 0.1188.
Nilai jarak genetik untuk populasi kayu curian dan kayu industri dengan populasi
jati Banten dan populasi jati Ciamis cenderung lebih kecil (struktur genetik sama).
Nilai jarak genetik yang lebih kecil menunjukkan adanya kekerabatan yang lebih
dekat (lebih identik) antara populasi kayu curian dan kayu industri penggergajian
dengan populasi jati Banten dan jati Ciamis.
Selain dengan pendugaan tersebut, dilakukan pula pendugaan jarak genetik
antara populasi kayu curian dan kayu industri penggergajian dengan populasi jati
Ciamis dan Purwakrta, untuk menduga asal kayu curian dan kayu yang digunakan
untuk industri penggergajian. Dari hasil pendugaan, diperoleh nilai jarak genetik
kayu curian yang terkecil adalah 0.0353 dan untuk kayu industri adalah 0.0358,
yang diperoleh dengan populasi jati dari TPK Ciamis. Sementara itu, nilai jarak
genetik yang terbesar untuk populasi kayu curian dan kayu industri adalah dengan
populasi tunggak dari Purwakarta yaitu sebesar 0.0974 untuk populasi kayu curian
dan 0.0778 untuk populasi kayu industri. Hasil ini menunjukkan bahwa populasi
kayu curian dan kayu industri lebih identik dengan populasi jati Ciamis dengan
jarak genetik yang lebih kecil (struktur genetik sama). Nilai jarak genetik antar
populasi jati Ciamis, Purwakrta, kayu curian dan kayu industri secara lengkap
dapat dilihat pada Lampiran 7.
Hubungan kekerabatan antara dua individu atau dua populasi dapat diukur
berdasarkan kesamaan sejumlah karakter dengan asumsi bahwa karakter-karakter
berbeda disebabkan oleh adanya perbedaan susunan genetik. Salah satu pola
pengelompokan populasi berdasarkan perbedaan struktur DNA yang dimiliki
(hubungan kekerabatan) adalah dengan dendogram, seperti yang disajikan pada
Gambar 13 dan Gambar 14. Pengelompokan ini didasarkan atas perhitungan jarak
genetik antara dua populasi yang biasanya dianalisa oleh sebuah matrik dengan
elemen-elemennya berupa jarak genetik dengan pasangan kombinasinya yaitu
populasi (Finkeldey 2005). Analisis kelompok/kelaster untuk menduga hubungan
kekerabatan antara populasi divisualisasikan dengan dendogram jarak genetik.
Populasi dengan jarak genetik yang kecil, yaitu populasi yang secara genetik
sama, bersatu pertama kali dan bersatu lagi dengan populasi yang secara genetik
berbeda jarak (Finkeldey 2005).
Pengelompokan kayu industri dan kayu curian ke klaster populasi jati
Jawa Barat-Banten menunjukkan bahwa kayu curian dan kayu industri berasal
dari Jawa Barat, tepatnya dari Ciamis (berdasarkan dendogram pada Gambar 14).
Selain itu, dari dendogram pada Gambar 13 dapat dilihat bahwa populasi jati dari
tunggak Purwakarta menyatu dengan populasi jati dari TPK Purwakarta
membentuk satu klaster. Demikian pula pada populasi jati dari tunggak Ciamis
menyatu dengan populasi jati dari TPK Ciamis membentuk satu klaster bersama
kayu curian dan kayu industri. Pengelompokan ini menunjukkan adanya
hubungan kekerabatan yang lebih dekat antara populasi jati dari tunggak
Purwakarta dengan populasi jati dari TPK Purwakarta dan populasi jati dari
tunggak Ciamis dengan populasi jati dari TPK Ciamis.
4.4 Kemungkinan Aplikasinya untuk Lacak Balak di Hutan Tanaman Jati
Perum Perhutani
Penggunaan DNA sebagai teknologi penanda layak digunakan untuk
kegiatan lacak balak kayu jati, karena memiliki kemampuan untuk melacak
individu batang pohon (log) yang memiliki struktur genetik yang mirip. Teknologi
penanda genetika seperti RAPD dapat digunakan untuk menduga asal usul kayu
curian dan kayu yang digunakan untuk industri penggergajian, serta untuk
keperluan verifikasi aliran kayu dari hutan hingga industri dan konsumen. Hal ini
berarti bahwa penanda genetika seperti RAPD dapat digunakan sebagai suatu
metode baru yang dapat mendukung Tata Usaha Kayu (TUK) Perum Perhutani.
Tata Usaha Kayu Perum Perhutani meliputi beberapa bagian seperti yang
disajikan pada Gambar 15. Masing-masing bagian memiliki dokumen yang sering
disebut sebagai Djawatan Kehutanan (DK). Pengisian beberapa dokumen yang
disebut DK tersebut ada yang dimulai 2 tahun sebelum penebangan (daftar klem),
pada saat penebangan, DK yang diisi di kantor asisten Perhutani (asper), TPK,
Kesatuan Bisnis Mandiri (KBM) sampai ke konsumen. Dokumen yang sampai ke
tangan konsumen adalah DK 308, berupa daftar kavling yang berisi informasi
tentang kayu (No. kayu, No. blok, No. identitas, sortimen, identitas pembeli dan
harga jual kayu).
Keterangan: DK 316 = Daftar taksasi (penebangan) DK 301 = Daftar penerimaan kayu bernomor DK 302 = Daftar penerimaan kayu tidak bernomor DK 303 = Daftar penghelaan (penyaradan khusus A3, terdapat data ukuran kayu) DK 304 = Daftar angkutan biasa kayu beromor (A3) DK 304b= Daftar angkutan biasa kayu tidak bernomor (A1 dan A2) DK 307 = Daftar pertelaan (kegiatan sehari-hari yang dikerjakan oleh mandor) DK 305 = Daftar gabungan penerimaan (301+302) DK 303a= Daftar gabungan penghelaan (terdapat data jumlah batang, volume kayu, nilai
nominal (Rp), tanpa data ukuran kayu) DK 304a= Daftar angkutan antara (penyaradan untuk kayu A1 dan A2) DK 305b= Daftar gabungan angkutan antara DK 305a= Daftar gabungan angkutan biasa (A1,A2 dan A3) DK 306 = Daftar pembetulan (antara hasil pengujian Asper dengan pengujian di TPK) DK 311 = Daftar mutasi (penambahan kayu, jumlah sisa yang lalu dan jumlah sisa persediaan) DK 326 = Daftar persediaan kayu bernomor di hutan DK 327 = Daftar persediaan kayu bernomor di TPK hutan DK 328 = Daftar persediaan kayu tidak bernomor DK 308 = Daftar kavling DK 309a= Sisa persediaan di TPK untuk kayu tidak bernomor DK 309b= Sisa persediaan di TPK untuk kayu bernomor DK 310 = Mutasi di TPK berupa jumlah penambahan kayu DK 310a= Mutasi di TPK berupa jumlah pengurangan kayu Sumber: Heriawan I (3 November 2008), komunikasi pribadi
Gambar 15 Bagan alir tata usaha kayu Perum Perhutani.
Daftar kavling dibuat di TPK yang kemudian dikirim ke KBM (Kesatuan
Bisnis Mandiri) dan selanjutnya diperlihatkan ke konsumen pada saat penjualan
kayu untuk semua sortimen. Sortimen kayu jati di Perum Perhutani dibedakan
menjadi 3 yaitu sortimen A1 dengan diameter <20 cm, sortimen A2 dengan
diameter 20 cm-29 cm dan sortimen A3 dengan diameter 30 cm-up dan sortimen
A1 dan A2 dikenal dengan kayu tidak bernomor sedang sortimen A3 dikenal
dengan kayu bernomor. Sementara itu, bentuk penjualan kayu ke konsumen dapat
dibedakan menjadi (Hariawan I3 November 2008, komunikasi pribadi):
1. Langsung, yaitu pembeli membayar langsung atas kayu yang dibelinya di
KBM yang bersangkutan. Pada pembelian ini, pembeli dapat membeli
Kantor ASPER
DK 305, DK 303a, DK 304a, DK
305b, DK305a DK 306, DK 311, DK 326, DK 327, DK328
Lokasi tebangan
Daftar klem, DK 316, DK 301, DK 302, DK 303, DK
304, DK 304b, DK
307
TPK
DK 308, DK 309a, DK 309b, DK 310, DK
310a
KBM SAR Wil. Bogor
Penjualan ke
konsumen
KBM Unit Bandung
Pelaporan
dengan memilih kayu per sortimen dalam satu populasi sortimen yang
dimasukkan dalam satu daftar kavling.
2. Lelang, pembelian ini hampir sama dengan metode pembelian secara
langsung. Akan tetapi, pada metode ini pembeli tidak dapat memilih per
sortimen dalam satu populasi sortimen. Pembeli langsung membeli satu
populasi sortimen yang dimasukkan dalam satu daftar kavling.
3. Kontrak, pembelian ini berdasarkan ijin yang diperoleh dari kepala unit
atau rapat direksi.
Selain ke konsumen, Kesatuan Bisnis Mandiri SAR (KBM SAR) juga
melaporkan segala bentuk kegiatan ke KBM Unit yang berlokasi di Bandung. Hal
yang dilaporkan adalah jumlah kayu yang diterima, jumlah kayu yang
dipasarkan/dijual serta sisa persediaan. Jenis laporan yang dibuat dapat dibedakan
menjadi 2 yaitu; (1) Perni 39 yang berupa laporan pertanggungjawaban fisik dan
keuangan, dan (2) Daftar Kemajuan Pekerjaan (DKP) yang dibuat per periode (30
hari).
Dykstra et al. (2002) mengemukakan bahwa kegiatan setifikasi lacak balak
atau pembuktian asal-usul kayu dapat dilakukan dengan berbagai metode
pelabelan. Beberapa metode yang telah digunakan adalah pelabelan dengan cat
konvensional, pelabelan dengan pahat, label konvensional, anatomi hingga ke
metode pelabelan dengan sidik jari kimia maupun sidik jari genetik (genetic
fingerprinting). Dengan label sertifikasi tersebut, dapat meyakinkan konsumen
(domestik dan internasional) bahwa produk kayu berasal dari hutan yang dikelola
dengan baik atau lestari dan dari sumber yang legal. Pengembangan metode
pelabelan dengan penanda genetik (genetic fingerprinting) memiliki keunggulan
dibanding metode lainnya yaitu kekonsistenan karena penanda ini akan tetap
melekat pada kayu sehingga sulit untuk dimanipulasi. Untuk itu, metode ini dapat
digunakan untuk mendukung kegiatan lacak balak kayu Jati Perum Perhutani.
Beberapa metode pelabelan (label konvensional, nail based label, RFID
dan genetic fingerprinting) saat ini telah dikembangkan dengan sistem barcode.
Label ini telah banyak digunakan oleh industri kayu yang berada di luar negeri.
Label pada sistem barcode dapat dibedakan menjadi label barcode 1 dimensi dan
label barcode 2 dimensi seperti yang ditunjukkan pada Gambar 17. Kapasitas
penyimpanan data pada dua jenis barcode tersebut berbeda, barcode 1 dimensi
(16a) hanya dapat menyimpan data antara 8 sampai 30 karakter, sementara
barcode 2 dimensi (16b) dapat menyimpan data hingga 7000 karakter. Informasi
yang terdapat pada barcode dapat dibaca dengan sebuah scanner, untuk kemudian
diiterpretasikan dengan komputer (Dykstra et al. 2002).
(a) (b)
Keterangan: (a): Label barcode 1 dimensi, (b)= Label barcode 2 dimensi Sumber: Dykstra et al (2002)
Gambar 16 Label dengan sistem barcode.
Untuk di Indonesia, pelabelan ditangani oleh beberapa lembaga ekolabel
termasuk diantaranya LEI (Lembaga Ekolabel Indonesia). Salah satu cara yang
digunakan untuk mengenalkan sistem sertifikasi tersebut adalah melalui logo atau
merek yang akan digunakan sebagai jaminan bahwa suatu produk telah memenuhi
prinsip-prinsip pengelolaan sumberdaya alam yang lestari. Perusahaan yang ingin
memakai Logo LEI pada kayu bundar akan dibuat dalam bentuk stensil yang
dicat. Penggunaan logo LEI pada produk dibedakan menjadi (LEI 2002):
1. Penggunaan logo pada produk (on-product), yaitu logo LEI dapat dipakai
pada produk dan pembungkus produk. Pemakaian utama logo LEI adalah
untuk mempromosikan produk yang berasal dari sumberdaya alam yang
dikelola secara lestari.
2. Penggunaan logo pada no-product (off-product), yaitu logo LEI dapat
dipakai oleh pemegang sertifikat dalam brosur, selebaran, iklan-iklan,
promosi dan pada prospektus dan laporan perusahaan.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini sebagai berikut:
1. Pada pengujian lacak balak per populasi dengan frekuensi absolut dengan
primer OPO 10, OPO 14, OPY 20 tidak terdapat kecocokan DNA kayu di
tunggak dan di TPK. Pengujian dengan frekuensi absolut dengan primer OPY
13 menunjukkan adanya kecocokan DNA kayu di tunggak dan di TPK pada
populasi jati Ciamis dan jati Purwakarta.
2. Pada pengujian lacak balak per individu diperoleh struktur genotype yang
sama antara individu kayu tunggak dan kayu di TPK. Hal ini berarti terdapat
kecocokan DNA kayu di tunggak dan di TPK pada populasi jati Ciamis dan
jati Purwakarta.
3. Dari hasil analisis gerombol antar populasi Jati Jawa dengan kayu industri
dan kayu curian terbentuk 2 kelompok besar (klaster Jawa Barat-Banten dan
klaster Jawa Tengah dan Jawa Timur), yaitu populasi kayu curian dan kayu
industri penggergajian mengelompok ke klaster Jawa Barat-Banten. Analisis
gerombol antar populasi Jati Purwakarta dan Cimais dengan kayu industri dan
kayu curian terbentuk 2 kelompok besar (Klaster Purwakarta dan klaster
Ciamis), yaitu populasi kayu curian dan kayu industri penggergajian
mengelompok ke klaster populasi Jati Ciamis.
5.2 Saran
Saran yang direkomendasikan dari penelitian ini sebagai berikut:
1. Primer yang dapat digunakan untuk uji lacak balak secara cepat adalah OPO
14 dan OPY 13 karena memiliki nilai yang lebih stabil untuk menduga aliran
kayu dari tunggak ke TPK.
2. Diujicobakannya penelitian dengan teknik penanda molekuler lain dengan
konsentrasi yang lebih tinggi seperti RFLP, AFLP dan mikrosatelit untuk
mendapatkan lokus penanda, untuk menunjang kepentingan lacak balak kayu.
DAFTAR PUSTAKA
Abidin R. 1995. Penerapan ekolabel dipandang dari sudut pemanenan kayu. Di dalam: Suhendang E, Haeruman H, Soerianegara I, editor. Pengelolaan Hutan Produksi Lestari di Indonesia: Konsep, Permasalahan dan Strategi Menuju Era Ekolabel. Proceeding Simposium; Jakarta, 10-12 Agustus 1995. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. hlm 381-388.
[Anonim]. 2004. Kesenjangan permintaan dan penawaran perburuk kondisi
industri pengolah kayu. Kompas. [terhubung berkala]. http: /www.kompas.com/kompascetak/040414ekonomi969514.htm. [23 Oktober 2008].
[CIFOR] Center of International Forestri Research. 2008. UU tindak pencucian
uang Indonesia yang baru dapat menolong menyelamatkan hutan Indonesia. http: //www.cifor.cgiar.org/ Press Room/ Media Release/ Archive/ htm. [23 Oktober 2008].
Certisource. 2008. DNA verivication of orign: the Certicource approach.
www.certisource.net. [23 Oktober 2008]. Crowder LV. 1986. Genetika Tumbuhan. Kusdiarti L, penerjemah; Soetarso,
editor. Yoyakarta: Gadjah Mada University Press. Terjemahan dari: Plant Genetics.
[Dephut] Departemen Kehutanan. 2004. Pencapaian kegiatan pemberantasan
illegal logging tahun 2003. http:// www.dephut.go.id/ index.php?q=id/ node/ 907. [23 Oktober 2008].
Dunham RA. 2004. Aquaculture and Fisheries Biotechnology Genetic
Approaches. Alabama: CABI Publishing. Dykstra DP, George K, Taylor R, Nussbaum R, Magrath W, Story J. 2002.
Technologies for wood tracking: Verifying and monitoring the Chain of Custody and legalcompliance in thr timber industri. http: www.worldife.org/what/global market/forest/WWF Binarytem 7383.pdf. [6 November 2008].
[Fahutan IPB] Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. 1995. Pembaruan
kebijakan pengelolaan hutan menuju era sertifikasi ekolabel. Di dalam: Suhendang E, Haeruman H, Soerianegara I, editor. Pengelolaan Hutan Produksi Lestari di Indonesia: Konsep, Permasalahan dan Strategi Menuju Era Ekolabel. Proceeding Simposium; Jakarta, 10-12 Agustus 1995. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. hlm 11-25.
Finkeldey R. 2005. Pengantar Genetika Hutan Tropis. Jamhuri E., Siregar IZ., Siregar UJ., Kertadikara AW., penerjemah. Gottingen: Institute of Forest Genetics and Forest Tree Breeding Georg-August-Univerity-Gottingen. Terjemahan dari : An Introduction to Tropical Forest Genetics.
Hidayanto MA. 2006. Diagnosis jenis Shorea parvifolia Dyer. dan Shorea
leprosula Miq. berdasarkan Random Amplified Polymorphic DNA (RAPD) [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.
Innis MA, Gelfand DH. 1990. PCR Protocol, Optimation of PCRs. Oxford:
Academic Press. Kholik A. 2008. Variasi genetik, isotop dan spektra Near Infrared (NIR) kayu
Jati di Jawa [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Kodra HAS, Rais SH. 2004. Bumi Makin Panas Banjir Makin Luas: Menyibak
Tragedi Kerusakan Hutan. Bandung: Penerbit Nuansa. [LEI] Lembaga Ekolabel Indonesia. 2002. Kebijakan logo/merek Lembaga
Ekolabel Indonesia. http: // www.lei.or.id/ Indonesia/ file/ download _LEI_ 54c2.html. [6 Oktober 2008].
. 2003a. Sertifikasi hutan : Lacak balak.
http://www.lei.or.id/indonesia/sistem.php?cat=24. [23 Oktober 2008]. . 2003b. Konsep dasar ekolabel.
http://www.lei.or.id/indonesia/ekolabel.php?cat=8#. [23 Oktober 2008]. . 2003c. Perkembangan sertifikasi lacak
balak. http: //www.lei.or.id/ indonesia/ news _ detail.php? Cat = 1 & news_id = 83. [23 Oktober 2008].
Mahfudz, Fauzi MA, Yuliah, Herawan T, Prastyono, Supriyanto H. 2006.
Sekilas tentang Jati (Tectona grandis). Yogyakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan Yogyakarta.
Nurhasybi. 2002. Jati (Tectona grandis Linn.f.). Di dalam: Buharman, Djaman
DF, Widyani N, Fatmawati IS, editor. Atlas Benih Tanaman Hutan Indonesia. Ed ke-4. Bogor: Balai Litbang Teknologi Perbenihan. hlm 22-24.
Purnamasari E.H. 2008. Variasi genetik Jati Jawa berdasarkan metode Random
Amplified Polymorphic DNA (RAPD) [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Rohaeni WR. 2007. Analisis keterpautan marka RAPD (Random Amplified Polimorphic DNA) dengan ketahanan penyakit layu Fusarium pada semangka (Citrullus lanatus (Tunberg) Matsum dan Nakai) [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Sarijanto T. 1995. Sistem pengelolaan hutan produksi lestari menuju era
ekolabel. Di dalam: Suhendang E, Haeruman H, Soerianegara I, editor. Pengelolaan Hutan Produksi Lestari di Indonesia: Konsep, Permasalahan dan Strategi Menuju Era Ekolabel. Proceeding Simposium; Jakarta, 10-12 Agustus 1995. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. hlm 1-10.
Setiono B, Husein Y. 2005. Memerangi kejahatan kehutanan dan Mendorong
Prinsip Kehati-hatian Perbankan untuk Mewujudkan Pengelolaan Hutan yang Berkelanjutan. CIFOR Occasional Paper 44(i): 1-27.
[SI] Statistik Indonesia. 2008. Jumlah penduduk menurut provinsi.
http://www.datastatistikindonesia.com/component/option,com_tabel/task,show/Itemid,165/. [23 Oktober 2008].
Sumarna Y. 2007. Budidaya Jati. Jakarta: Penebar Swadaya. Suryanto D. 2003. Melihat keanekaragaman organisme melalui beberapa teknik
genetika molekuler. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara.
Suryo. 2005. Genetika Starata 1. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Tini N, Amri K. 2002. Mengebunkan Jati Unggul Pilihan Investasi Prospektif.
Depok: PT Agro Media Pustaka. Welsh JR. 1991. Dasar-dasar Genetika dan Pemuliaan Tanaman. Mogea JP,
penerjemah. Jakarta: Penerbit Erlangga. Terjemahan dari: Fundamental of Plant Genetic and Breedeng.
Williams JGK, Kubelik AR, Livak KJ, Rafalski JA, Tingey SV. 1990. DNA
polymorphisms applied by arbitrary primers are useful as genetic markers. Nucleic Acids Research 18: 6531-6535.
Young A., Boshier D., Boyle T., editor. 2000. Forest conservation Genetics. Colling wood: CSIRO Publishing.
Yunanto T. 2006. Implikasi genetik sistem silvikultur TPTJ pada jenis Shorea johorensis di HPH PT Sari Bumi Kusuma berdasarkan Random Amplified Polymorphic DNA (RAPD) [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
Lampiran 1 Foto DNA hasil amplifikasi PCR
Primer OPO 10 M P5 P4 P3 P2 21 20 19 18 17 16 15 14 13 12 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 I8 I7 I6 I5 I4 I3 I2 I1 M P21P20P19P18P17P16P15 P14P13P12P11P10P9P8 P7 P6
1000 bp 1000 bp
100 bp 100bp
6p 5p 6p 6p 6p 4p 4p 4p 5p 4p 6p 2p 3p 5p 5p 5p 2p 5p 4p 3p 6p 1p 3p 4p 5p 3p 4p 6p 4p 5p 6p 6p 6p 6p 6p 5p 5p 5p 5p 7p 5p 6p 6p 7p 2p 4p 5p3p 20 19 18 17 16 15 14 13 12 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 M I12 I11 I10 I9 M 29 28 27 26 25 24 23 22 21
1000 bp 1000bp 100 bp
100 bp
4p 2p 2p 2p 2p 2p 3p 2p 4p 3p 1p 5p 1p 2p 4p 4p 2p 4p 4p 1p 1p 1p 1p 1p 6p 4p 7p 6p 6p 1p 7p 3p 4p
Keterangan : M= Marker, P2-P21= Purwakarta tunggak, 2-21= Purwakarta TPK, I1-I12=
Industri Ciamis, 1-6 dan 13-17= Ciamis tunggak, , 7-12 dan 18-22= Ciamis TPK,23-29= Kayu curian, 1p-7p= Jumlah pita hasil amplifikasi DNA masing-maisng individu
Lanjutan
Primer OPY 13
M P5 P4 P3 P2 21 20 19 18 17 16 15 14 13 12 11 10 9 8 6 4 3 2 I8 I7 I6 I5 I4 I3 I2 I1 M P21 P20 P19 P18 P17 P16 P15P14 P13P12P11P10 P9 P8 P7 P6
1000 bp 1000 bp
100 bp 100 bp
4p 5p 4p 3p 4p 6p 3p 4p 4p 4p 4p 5p 3p 4p 5p 1p 3p 5p 4p 3p 6p 1p 7p 4p 4p 5p 7p 4p 5p 4p 3p 3p 4p 4p 3p 4p 3p 5p 5p 5p 5p 6p 5p 4p 7p 5p
M 20 19 18 17 16 15 14 13 12 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 I12 I11 I10 I9 M K 29 28 27 26 25 24 23 22 21 7’ 5’
M
1000 bp 1000 bp
100 bp 100 bp 5p 5p 5p 5p 6p 5p 4p 5p 5p 6p 5p 6p 4p 5p 5p 3p 6p 4p 4p 7p 5p 5p 5p 5p 5p 4p 4p 4p 4p 5p 4p 7p 6p 5p 1p
Keterangan : M= Marker, K= Kontrol negatif, P2-P21= Purwakarta tunggak, 2-21, 5’, 7’=
Purwakarta TPK, I1-I12= Industri Ciamis, 1-6 dan 13- 17= Ciamis tunggak, 7-12 dan 18-22= Ciamis TPK, 23-29= Kayu curian, 1p-7p= Jumlah pita hasil amplifikasi DNA masing-maisng individu
Lanjutan
Primer OPY 20 M P5 P4 P3 P2 21 20 19 18 17 16 15 14 13 12 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 I8 I7 I6 I5 I4 I3 I2 I1 M P21P20 P19 P18P17P16 P15 P14 P13 P12P11 P10 P9 P8 P7P6
1000 bp 1000 bp
100 bp 100 bp
4p 3p 4p 4p 3p 5p 3p 3p 4p 5p 4p 4p 2p 5p 2p 4p 4p 4p 2p 5p 3p 4p 5p 2p 7p 6p 4p 6p 4p 1p 4p 5p 7p 4p 4p 4p 3p 3p 3p 2p 4p 4p 4p 3p 3p 1p 4p 4p 2p 21 20 19 18 17 16 15 14 13 12 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 M I12 I11 I10 I9 M 29 28 27 26 25 24 23 22 M
1000 bp 1000 bp
100 bp 100 bp 1p 1p 2p 1p 3p 1p 1p 1p 3p 3p 5p 4p 1p 2p 3p 1p 1p 2p 2p 2p 1p 5p 5p 4p 2p 3p 5p 6p 6p 4p 2p 1p 1p
Keterangan : M= Marker, P2-P21= Purwakarta tunggak, 2-21= Purwakarta TPK, I1-I12=
Industri Ciamis,1-6 dan 13-17= Ciamis tunggak, 7-12 dan 18-22= Ciamis TPK, 23-29= Kayu curian, 1p-7p= Jumlah pita hasil amplifikasi DNA masing-maisng individu
.
Lampiran 2 Hasil skoring populasi jati Purwakarta dan Ciamis
Primer OPO 10; Contoh uji Purwakarta Lokus
Ind 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
2 0 0 1 0 0 1 0 1 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 3 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 4 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 5 0 0 1 1 0 1 0 1 0 0 1 0 1 0 0 0 0 0 6 0 0 0 1 1 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 7 0 0 0 1 1 0 0 1 0 0 1 0 1 0 0 0 0 0 8 0 0 0 1 1 0 0 1 0 0 1 0 1 1 0 0 0 0 9 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0
10 0 0 0 1 1 0 1 0 0 1 1 0 1 1 0 0 0 0 11 0 0 0 1 1 0 0 1 0 1 1 0 1 1 0 0 0 0 12 0 0 0 1 1 0 0 1 1 1 1 0 1 1 0 0 0 0 13 1 0 1 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 14 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 15 0 0 0 1 1 0 0 1 0 1 1 0 1 1 0 0 0 0 16 0 0 1 0 0 0 0 1 1 1 1 0 1 1 0 0 0 0 17 0 0 0 0 0 0 1 0 1 0 1 0 1 1 1 0 0 0 18 0 0 0 1 0 0 1 0 1 0 1 0 1 0 0 0 0 0 19 0 0 1 1 0 0 1 0 1 0 1 0 1 0 0 0 0 0 20 0 0 0 1 0 0 1 1 0 0 1 0 1 1 0 0 0 0 21 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 1 0 1 1 1 0 0 0 P2 0 0 1 1 0 0 0 1 1 1 1 0 1 0 1 0 0 0 P3 0 0 0 0 1 1 0 1 1 0 0 1 1 0 1 0 0 0 P4 0 0 1 0 1 0 1 1 1 0 1 0 1 1 0 0 0 0 P5 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 0 0 0 P6 0 0 0 1 0 1 0 0 1 1 1 0 1 0 0 0 0 0 P7 0 0 0 0 0 1 0 0 1 1 1 0 1 1 0 1 0 0 P8 0 0 0 0 0 1 0 0 1 1 1 0 1 1 0 1 0 0 P9 0 0 1 0 0 1 0 1 0 0 1 0 1 1 0 0 0 0
P10 0 0 0 1 0 1 0 1 0 0 1 0 1 1 0 1 1 0 P11 0 0 0 0 0 1 0 0 1 0 1 0 1 1 0 1 0 0 P12 0 0 0 1 0 1 0 0 1 0 1 0 1 1 0 0 0 0 P13 0 0 1 0 1 1 0 1 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 P14 0 0 1 0 1 1 0 1 1 0 1 0 1 1 0 1 0 0 P15 0 0 0 0 0 1 0 1 0 0 1 0 1 1 0 1 0 0 P16 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 1 1 0 1 0 0 P17 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 1 0 0 1 0 1 0 0 P18 0 0 0 0 1 1 0 0 1 0 0 1 1 1 0 1 0 0 P19 0 0 0 0 1 1 0 1 0 1 1 0 0 1 0 1 0 0 P20 0 0 0 0 1 1 0 0 1 1 0 0 0 1 0 1 0 0 P21 0 0 0 0 1 1 0 0 1 0 1 0 0 1 0 1 0 0
Keterangan : 2-21= Purwakarta TPK, P2-P21= Purwakarta tunggak
Lanjutan Primer OPO 10; Contoh uji Ciamis
Lokus Ind
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 1 0 0 0 1 1 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 2 0 0 1 1 0 1 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 3 0 0 1 1 0 1 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 4 0 0 0 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 5 0 0 0 1 0 1 0 0 1 1 0 0 1 0 0 0 0 0 6 0 0 1 1 0 1 0 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 7 0 0 0 1 0 1 0 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 8 0 0 0 0 0 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 9 0 1 1 1 1 1 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0
10 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 11 0 0 1 1 0 1 0 1 1 0 1 0 1 0 0 0 0 0 12 0 1 1 1 0 1 0 0 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 13 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 14 0 1 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 15 0 0 1 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 16 0 0 1 1 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 17 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 18 0 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 19 0 0 0 1 0 1 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 20 0 0 0 1 0 1 0 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 21 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 1 0 1 0 0 22 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 1 0 1 1 1 1 0 1
Keterangan : 1-6 dan 13-17= Ciamis tunggak, 7-12 dan 18-22= Ciamis TPK
Lanjutan Primer OPO 14; Contoh uji Purwakarta
Lokus Ind 1 2 3 4 5 6 7 1 9 10 11 12 13
2 0 0 1 1 0 0 0 1 0 1 0 0 0 3 0 0 1 1 0 1 0 1 0 1 1 0 1 4 0 0 1 0 0 1 0 1 0 1 0 0 0 5 0 1 1 1 0 1 0 1 0 1 0 0 0 6 0 0 1 0 0 0 0 1 0 1 0 0 0 7 0 0 1 1 0 0 0 1 0 1 0 0 0 8 0 0 1 1 0 0 0 1 0 1 0 1 0 9 0 1 1 0 0 0 1 1 0 1 0 1 0
10 0 1 1 0 0 0 0 1 0 1 0 1 0 11 0 0 1 0 0 0 0 1 0 1 0 1 0 12 0 0 0 1 0 1 0 0 1 1 1 0 0 13 0 0 1 0 0 0 0 1 0 1 0 1 0 14 1 0 1 1 0 1 1 0 0 1 1 0 0 15 1 0 1 1 0 1 0 1 0 1 1 1 0 16 0 0 0 1 0 1 0 1 1 1 1 1 0 17 1 0 1 0 0 1 0 1 0 1 1 0 0 18 1 0 1 0 0 1 0 1 0 1 1 0 0 19 0 0 1 0 0 1 1 1 0 1 1 0 0 20 0 1 1 0 0 0 0 1 0 1 1 0 0 21 0 0 1 0 0 0 0 1 0 1 0 0 0 P2 0 0 1 1 0 1 0 1 0 1 0 0 0 P3 0 0 1 1 0 0 0 1 0 1 0 0 0 P4 0 1 1 1 0 0 0 1 0 1 0 0 0 P5 0 0 0 0 0 1 0 1 0 1 0 0 0 P6 1 0 0 1 0 0 0 1 0 1 0 0 0 P7 0 0 0 1 0 1 0 0 1 1 0 1 0 P8 0 0 0 1 0 1 0 0 0 1 0 1 0 P9 1 0 0 1 0 1 0 1 0 1 0 0 0
P10 0 0 0 1 0 1 0 0 1 1 0 1 0 P11 1 0 1 1 0 1 0 1 0 1 0 0 0 P12 1 0 0 1 0 1 0 0 0 1 0 1 0 P13 0 0 1 0 0 0 0 1 0 1 0 1 0 P14 0 0 1 0 0 0 0 1 0 1 0 1 0 P15 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 P16 0 0 1 0 0 0 0 1 0 1 0 1 0 P17 0 0 1 1 0 1 0 1 1 1 0 1 0 P18 0 0 1 0 0 0 0 1 0 1 0 0 0 P19 0 0 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 0 P20 0 0 0 1 0 1 1 0 0 1 0 1 0 P21 0 0 1 1 0 0 0 1 0 1 0 1 0
Keterangan : 2-21= Purwakarta TPK, P2-P21= Purwakarta tunggak
Lanjutan Primer OPO 14; Contoh uji Ciamis
Lokus Ind 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
1 0 1 0 0 1 1 0 1 1 1 0 0 0 2 0 0 1 0 0 1 1 1 0 1 0 0 0 3 0 0 1 1 1 0 0 1 0 1 0 0 0 4 0 1 0 0 0 1 0 1 0 1 0 0 0 5 0 1 1 1 0 0 0 1 0 1 0 0 0 6 0 0 0 0 0 0 0 1 0 1 0 0 0 7 0 1 1 1 0 0 0 1 0 1 0 0 0 8 0 0 0 1 0 0 0 1 0 1 0 0 0 9 0 1 1 0 0 1 1 1 0 1 0 0 0
10 0 0 0 1 1 0 1 1 0 1 0 1 0 11 0 1 0 1 0 0 0 1 0 1 0 0 0 12 0 1 1 0 0 0 0 1 0 1 0 0 0 13 0 0 1 0 0 1 0 1 0 1 0 1 0 14 0 0 1 1 0 0 0 1 0 1 0 0 0 15 0 0 1 0 0 0 0 1 0 1 0 0 0 16 0 0 1 1 0 0 0 1 0 1 0 0 0 17 0 1 0 0 0 0 0 1 0 1 0 1 0 18 1 0 1 1 0 1 0 1 0 1 0 0 0 19 0 0 1 0 0 0 0 1 0 1 0 0 0 20 0 1 1 0 0 1 0 1 0 1 0 0 0 21 0 1 1 0 0 1 0 1 0 0 0 0 0 22 0 0 1 1 0 1 0 1 1 1 0 1 0
Keterangan : 1-6 dan 13-17= Ciamis tunggak, 7-12 dan 18-22= Ciamis TPK
Lanjutan Primer OPY 13; Contoh uji Purwakarta
Lokus Ind
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 2 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 3 0 0 1 1 1 1 0 0 0 1 1 0 0 1 0 0 0 4 0 0 0 0 1 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 5 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 6 0 1 1 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 7 0 1 0 1 0 1 0 0 1 0 1 0 0 0 0 0 0 8 0 0 1 0 1 1 0 1 0 1 0 0 0 1 0 0 0 9 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0
10 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 11 0 1 0 0 1 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 1 12 0 1 0 0 1 1 0 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 13 0 0 0 0 1 1 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 14 0 1 1 0 1 1 0 0 0 1 1 0 0 1 0 0 0 15 0 1 1 0 1 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 16 0 1 1 0 1 1 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 17 0 1 1 0 1 1 0 0 0 1 1 0 0 1 0 0 0 18 0 0 1 0 0 1 0 0 0 1 1 0 0 1 0 0 0 19 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 20 0 1 1 0 1 1 0 0 0 1 1 0 0 1 0 0 0 21 0 1 0 0 1 0 0 0 0 1 1 0 0 1 0 0 0 P2 0 0 0 0 1 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 P3 0 1 0 0 1 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 P4 0 1 1 1 1 0 0 0 0 1 1 0 0 1 0 0 0 P5 0 1 0 0 1 1 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 P6 0 1 1 0 0 1 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 P7 0 1 1 0 1 1 0 1 0 1 0 0 1 0 0 0 0 P8 0 0 1 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 P9 0 1 1 1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0
P10 0 1 1 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 P11 0 1 1 1 0 0 0 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 P12 0 1 1 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 P13 0 1 1 0 0 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 P14 0 1 0 0 0 1 0 1 0 0 1 0 1 0 0 0 0 P15 0 1 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 P16 0 1 1 0 0 1 0 1 0 1 0 0 0 1 0 0 0 P17 0 1 1 0 1 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 P18 0 1 1 0 1 1 0 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 P19 0 0 1 1 1 1 0 0 0 0 0 1 0 1 0 0 0 P20 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 1 0 0 0 P21 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 1 0 1 0 0 0
Keterangan : 2-21= Purwakarta TPK, P2-P21= Purwakarta tunggak
Lanjutan Primer OPY 13; Contoh uji Ciamis
Lokus Ind
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
1 1 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 2 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 1 0 0 0 0 0 3 0 1 1 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 4 0 1 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 5 0 1 1 1 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 6 0 0 1 0 0 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 7 0 1 1 1 0 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 1 0 8 0 1 0 0 1 1 1 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0 9 0 0 1 0 1 0 0 1 0 1 1 0 0 0 0 0 0
10 0 1 1 1 1 1 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 11 0 1 0 1 0 1 0 0 0 1 0 0 1 0 0 1 0 12 0 1 1 0 1 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 13 0 1 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 14 0 1 1 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 15 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 16 0 1 0 1 0 0 1 0 1 0 1 0 1 0 0 0 0 17 0 1 0 0 1 1 0 1 0 1 1 0 1 0 0 0 0 18 0 1 1 0 1 1 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 19 0 1 1 1 1 1 0 0 0 1 0 1 0 0 0 0 0 20 0 0 1 0 0 1 1 0 0 1 1 1 0 0 0 0 0 21 0 1 1 0 1 1 0 1 0 0 1 0 0 1 0 0 0 22 0 1 1 0 1 1 0 1 0 1 1 0 0 1 0 0 0
Keterangan : 1-6 dan 13-17= Ciamis tunggak, 7-12 dan 18-22= Ciamis TPK
Lanjutan Primer OPY 20; Contoh uji Purwakarta
Lokus Ind
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 2 1 1 1 0 0 1 0 0 1 0 1 0 0 3 0 1 1 0 0 1 0 1 1 0 0 0 0 4 0 1 1 0 0 1 1 1 1 0 1 1 0 5 0 0 1 0 0 1 1 1 1 0 1 1 0 6 0 1 1 0 0 1 1 1 1 0 1 0 1 7 0 1 1 0 0 1 0 1 1 0 0 1 0 8 0 0 0 0 0 1 1 1 0 0 0 0 0 9 0 1 1 0 0 1 0 1 1 0 1 0 0
10 0 1 1 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 11 0 1 1 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 12 1 1 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 13 0 1 1 0 0 1 0 0 1 0 1 1 1 14 1 1 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 15 1 1 1 0 0 1 0 1 0 0 0 0 0 16 1 1 1 0 0 1 0 1 0 0 0 0 0 17 1 1 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 18 0 1 1 0 0 1 0 1 0 0 1 0 0 19 1 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 20 0 1 1 1 0 1 0 1 1 0 0 0 0 21 0 1 1 1 0 1 0 0 1 0 1 1 0 P2 0 1 1 1 0 1 0 0 1 0 0 1 0 P3 0 1 1 1 0 1 0 0 0 0 1 1 0 P4 1 1 1 0 1 1 0 1 1 0 1 1 0 P5 0 1 1 1 0 1 0 0 1 0 1 0 0 P6 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 P7 0 1 1 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 P8 0 1 1 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 P9 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0
P10 0 1 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 P11 1 0 1 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 P12 0 1 1 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 P13 1 1 1 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 P14 0 1 1 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 P15 1 1 1 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 P16 0 1 1 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 P17 1 1 1 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 P18 0 1 1 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 P19 0 1 1 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 P20 1 1 1 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 P21 1 1 1 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0
Keterangan : 2-21= Purwakarta TPK, P2-P21= Purwakarta tunggak
Lanjutan
Primer OPY 20; Contoh uji Ciamis
Lokus Ind
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 3 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 4 0 1 1 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 5 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 6 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 7 1 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 8 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 9 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
10 1 1 1 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 11 1 1 1 1 0 1 1 1 0 0 0 0 0 12 1 1 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 13 1 1 1 1 0 1 0 0 0 0 1 0 0 14 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 15 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 16 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 17 1 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 18 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 19 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 20 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 21 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 22 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0
Keterangan : 1-6 dan 13-17= Ciamis tunggak, 7-12 dan 18-22= Ciamis TPK
Lampiran 3 Uji chi-square
Primer OPO 10; Populasi Purwakarta
Frekuensi Absolut Frekuensi Relatif No Lokus Alel
Tunggak TPK χ² Hitung
Tunggak TPK χ² Hitung
1 1 0 1.000 0.050 0.000 0.050 1 0 19 20 0.053 0.950 1.000 0.003 1 0 0 - 0.000 0.000 -
2 0 20 20 0.000 1.000 1.000 0.000 1 5 5 0.000 0.250 0.250 0.000
3 0 15 15 0.000 0.750 0.750 0.000 1 14 4 7.143 0.700 0.200 0.357
4 0 6 16 16.667 0.300 0.800 0.833 1 7 10 1.286 0.350 0.500 0.064
5 0 13 10 0.692 0.650 0.500 0.035 1 2 18 128.000 0.100 0.900 6.400
6 0 18 2 14.222 0.900 0.100 0.711 1 7 2 3.571 0.350 0.100 0.179
7 0 13 18 1.923 0.650 0.900 0.096 1 12 10 0.333 0.600 0.500 0.017
8 0 8 10 0.500 0.400 0.500 0.025 1 7 14 7.000 0.350 0.700 0.350
9 0 13 6 3.769 0.650 0.300 0.188 1 6 7 0.167 0.300 0.350 0.008
10 0 14 13 0.071 0.700 0.650 0.004 1 14 15 0.071 0.700 0.750 0.004
11 0 6 5 0.167 0.300 0.250 0.008 1 0 2 - 0.000 0.100 -
12 0 20 18 0.200 1.000 0.900 0.010 1 17 15 0.235 0.850 0.750 0.012
13 0 3 5 1.333 0.150 0.250 0.067 1 9 16 5.444 0.450 0.800 0.272
14 0 11 4 4.455 0.550 0.200 0.223 1 2 3 0.500 0.100 0.150 0.025
15 0 18 17 0.056 0.900 0.850 0.003 1 0 12 - 0.000 0.600 -
16 0 20 8 7.200 1.000 0.400 0.360 1 0 1 - 0.000 0.050 -
17 0 20 19 0.050 1.000 0.950 0.003 1 0 0 - 0.000 0.000 -
18 0 20 20 0.000 1.000 1.000 0.000
TOTAL 206.109 TOTAL 10.305 Keterangan: TPK= Tempat Penimbunan Kayu. (-)= Tidak terdefinisikan
Lanjutan
Primer OPO 10; Ciamis
Frekuensi Absolut Frekuensi Relatif No Lokus Alel
Tunggak TPK χ² Hitung
Tunggak TPK χ²
Hitung 1 0 0 - 0.000 0.000 - 1 0 11 11 0.000 1.000 1.000 0.000 1 1 2 1.000 0.091 0.182 0.091
2 0 10 9 0.100 0.909 0.818 0.009 1 6 3 1.500 0.545 0.273 0.136
3 0 5 8 1.800 0.455 0.727 0.164 1 8 6 0.500 0.727 0.545 0.045
4 0 3 5 1.333 0.273 0.455 0.121 1 1 2 1.000 0.091 0.182 0.091
5 0 10 9 0.100 0.909 0.818 0.009 1 9 9 0.000 0.818 0.818 0.000
6 0 2 2 0.000 0.182 0.182 0.000 1 1 1 0.000 0.091 0.091 0.000
7 0 10 10 0.000 0.909 0.909 0.000 1 2 4 2.000 0.182 0.364 0.182
8 0 9 7 0.444 0.818 0.636 0.040 1 3 6 3.000 0.273 0.545 0.273
9 0 8 5 1.125 0.727 0.455 0.102 1 5 4 0.200 0.455 0.364 0.018
10 0 6 7 0.167 0.545 0.636 0.015 1 0 6 - 0.000 0.545 -
11 0 11 5 3.273 1.000 0.455 0.298 1 0 0 - 0.000 0.000 -
12 0 11 11 0.000 1.000 1.000 0.000 1 3 3 0.000 0.273 0.273 0.000
13 0 8 8 0.000 0.727 0.727 0.000 1 0 2 - 0.000 0.182 -
14 0 11 9 0.364 1.000 0.818 0.033 1 0 1 - 0.000 0.091 -
15 0 11 10 0.091 1.000 0.909 0.008 1 0 2 - 0.000 0.182 -
16 0 11 9 0.364 1.000 0.818 0.033 1 0 0 - 0.000 0.000 -
17 0 11 11 0.000 1.000 1.000 0.000 1 0 1 - 0.000 0.091 -
18 0 11 10 0.091 1.000 0.909 0.008
TOTAL 18.4513 TOTAL 1.677 Keterangan: TPK= Tempat Penimbunan Kayu. (-)= Tidak terdefinisikan
Lanjutan
Primer OPO 14; Purwakarta
Frekuensi Absolut Frekuensi Relatif No Lokus Alel
Tunggak TPK χ² Hitung
Tunggak TPK χ² Hitung
1 4 4 0.000 0.200 0.200 0.000 1 0 16 16 0.000 0.800 0.800 0.000 1 4 2 1.000 0.200 0.100 0.050
2 0 16 18 0.250 0.800 0.900 0.013 1 18 11 2.722 0.900 0.550 0.136
3 0 2 9 24.500 0.100 0.450 1.225 1 9 15 4.000 0.450 0.750 0.200
4 0 11 5 3.273 0.550 0.250 0.164 1 0 1 - 0.000 0.050 -
5 0 20 19 0.050 1.000 0.950 0.003 1 10 12 0.400 0.500 0.600 0.020
6 0 10 8 0.400 0.500 0.400 0.020 1 3 1 1.333 0.150 0.050 0.067
7 0 17 19 0.235 0.850 0.950 0.012 1 18 15 0.500 0.900 0.750 0.025
8 0 2 5 4.500 0.100 0.250 0.225 1 2 4 2.000 0.100 0.200 0.100
9 0 18 16 0.222 0.900 0.800 0.011 1 20 20 0.000 1.000 1.000 0.000
10 0 0 0 - 0.000 0.000 - 1 9 0 9.000 0.450 0.000 0.450
11 0 11 20 7.364 0.550 1.000 0.368 1 7 12 3.571 0.350 0.600 0.179
12 0 13 8 1.923 0.650 0.400 0.096 1 1 0 1.000 0.050 0.000 0.050
13 0 19 20 0.053 0.950 1.000 0.003
TOTAL 68.297 TOTAL 3.415 Keterangan: TPK= Tempat Penimbunan Kayu. (-)= Tidak terdefinisikan
Lanjutan
Primer OPO 14; Ciamis
Frekuensi Absolut Frekuensi Relatif No Lokus Alel
Tunggak TPK χ² Hitung
Tunggak TPK χ² Hitung
1 0 1 - 0.000 0.091 - 1 0 11 10 0.091 1.000 0.909 0.008 1 4 6 1.000 0.364 0.545 0.091
2 0 7 5 0.571 0.636 0.455 0.052 1 7 8 0.143 0.636 0.727 0.013
3 0 4 3 0.250 0.364 0.273 0.023 1 4 6 1.000 0.364 0.545 0.091
4 0 7 5 0.571 0.636 0.455 0.052 1 2 1 0.500 0.182 0.091 0.045
5 0 9 10 0.111 0.818 0.909 0.010 1 4 5 0.250 0.364 0.455 0.023
6 0 7 6 0.143 0.636 0.545 0.013 1 1 2 1.000 0.091 0.182 0.091
7 0 10 9 0.100 0.909 0.818 0.009 1 11 11 0.000 1.000 1.000 0.000
8 0 0 0 - 0.000 0.000 - 1 1 1 0.000 0.091 0.091 0.000
9 0 10 10 0.000 0.909 0.909 0.000 1 11 10 0.091 1.000 0.909 0.008
10 0 0 1 - 0.000 0.091 - 1 0 0 - 0.000 0.000 -
11 0 11 11 0.000 1.000 1.000 0.000 1 2 2 0.000 0.182 0.182 0.000
12 0 9 9 0.000 0.818 0.818 0.000 1 0 0 - 0.000 0.000 -
13 0 11 11 0.000 1.000 1.000 0.000
TOTAL 5.822 TOTAL 0.529 Keterangan: TPK= Tempat Penimbunan Kayu. (-)= Tidak terdefinisikan
Lanjutan
Primer OPY 13; Purwakarta
Frekuensi Absolut Frekuensi Relatif No Lokus Alel
Tunggak TPK χ² Hitung
Tunggak TPK χ² Hitung
1 0 0 - 0.000 0.000 - 1
0 20 20 0.000 1.000 1.000 0.000 1 11 15 1.455 0.550 0.750 0.073
2 0 9 5 1.778 0.450 0.250 0.089 1 11 13 0.364 0.550 0.650 0.018
3 0 9 7 0.444 0.450 0.350 0.022 1 3 4 0.333 0.150 0.200 0.017
4 0 17 16 0.059 0.850 0.800 0.003 1 14 10 1.143 0.700 0.500 0.057
5 0 6 10 2.667 0.300 0.500 0.133 1 16 12 1.000 0.800 0.600 0.050
6 0 4 8 4.000 0.200 0.400 0.200 1 0 1 - 0.000 0.050 -
7 0 20 19 0.050 1.000 0.950 0.003 1 3 8 8.333 0.150 0.400 0.417
8 0 17 12 1.471 0.850 0.600 0.074 1 1 0 1.000 0.050 0.000 0.050
9 0 19 20 0.053 0.950 1.000 0.003 1 13 14 0.077 0.650 0.700 0.004
10 0 7 6 0.143 0.350 0.300 0.007 1 8 3 3.125 0.400 0.150 0.156
11 0 12 17 2.083 0.600 0.850 0.104 1 0 4 - 0.000 0.200 -
12 0 20 16 0.800 1.000 0.800 0.040 1 0 2 - 0.000 0.100 -
13 0 20 18 0.200 1.000 0.900 0.010 1 11 8 0.818 0.550 0.400 0.041
14 0 9 12 1.000 0.450 0.600 0.050 1 2 0 2.000 0.100 0.000 0.100
15 0 18 20 0.222 0.900 1.000 0.011 1 0 0 - 0.000 0.000 -
16 0 20 20 0.000 1.000 1.000 0.000 1 1 0 1.000 0.050 0.000 0.050
17 0 19 20 0.053 0.950 1.000 0.003
TOTAL 35.670 TOTAL 1.783 Keterangan: TPK= Tempat Penimbunan Kayu. (-)= Tidak terdefinisikan
Lanjutan
Primer OPY 13; Ciamis
Frekuensi Absolut Frekuensi Relatif No Lokus Alel
Tunggak TPK χ² Hitung
Tunggak TPK χ² Hitung
1 1 0 1.000 0.091 0.000 0.091 1
0 10 11 0.100 0.909 1.000 0.009 1 8 8 0.000 0.727 0.727 0.000
2 0 3 3 0.000 0.273 0.273 0.000 1 6 8 0.667 0.545 0.727 0.061
3 0 5 3 0.800 0.455 0.273 0.073 1 2 4 2.000 0.182 0.364 0.182
4 0 9 7 0.444 0.818 0.636 0.040 1 3 7 5.333 0.273 0.636 0.485
5 0 8 4 2.000 0.727 0.364 0.182 1 5 7 0.800 0.455 0.636 0.073
6 0 6 4 0.667 0.545 0.364 0.061 1 2 3 0.500 0.182 0.273 0.045
7 0 9 8 0.111 0.818 0.727 0.010 1 3 4 0.333 0.273 0.364 0.030
8 0 8 7 0.125 0.727 0.636 0.011 1 1 2 1.000 0.091 0.182 0.091
9 0 10 9 0.100 0.909 0.818 0.009 1 3 5 1.333 0.273 0.455 0.121
10 0 8 6 0.500 0.727 0.545 0.045 1 1 3 4.000 0.091 0.273 0.364
11 0 10 8 0.400 0.909 0.727 0.036 1 3 4 0.333 0.273 0.364 0.030
12 0 8 7 0.125 0.727 0.636 0.011 1 2 3 0.500 0.182 0.273 0.045
13 0 9 8 0.111 0.818 0.727 0.010 1 0 1 - 0.000 0.091 -
14 0 11 10 0.091 1.000 0.909 0.008 1 0 0 - 0.000 0.000 -
15 0 11 11 0.000 1.000 1.000 0.000 1 1 2 1.000 0.091 0.182 0.091
16 0 10 9 0.100 0.909 0.818 0.009 1 0 0 - 0.000 0.000 -
17 0 11 11 0.000 1.000 1.000 0.000
TOTAL 24.474 TOTAL 2.225 Keterangan: TPK= Tempat Penimbunan Kayu. (-)= Tidak terdefinisikan
Lanjutan
Primer OPY 20; Purwakarta
Frekuensi Absolut Frekuensi Relatif No Lokus Alel
Tunggak TPK χ² Hitung
Tunggak TPK χ² Hitung
1 7 8 0.143 0.350 0.400 0.007 1
0 13 12 0.077 0.650 0.600 0.004 1 17 18 0.059 0.850 0.900 0.003
2 0 3 2 0.333 0.150 0.100 0.017 1 19 19 0.000 0.950 0.950 0.000
3 0 1 1 0.000 0.050 0.050 0.000 1 2 15 84.500 0.100 0.750 4.225
4 0 18 5 9.389 0.900 0.250 0.469 1 0 1 - 0.000 0.050 -
5 0 20 19 0.050 1.000 0.950 0.003 1 20 19 0.050 1.000 0.950 0.003
6 0 0 1 - 0.000 0.050 - 1 4 0 4.000 0.200 0.000 0.200
7 0 16 20 1.000 0.800 1.000 0.050 1 11 1 9.091 0.550 0.050 0.455
8 0 9 19 11.111 0.450 0.950 0.556 1 11 3 5.818 0.550 0.150 0.291
9 0 9 17 7.111 0.450 0.850 0.356 1 0 0 - 0.000 0.000 -
10 0 20 20 0.000 1.000 1.000 0.000 1 9 4 2.778 0.450 0.200 0.139
11 0 11 16 2.273 0.550 0.800 0.114 1 5 3 0.800 0.250 0.150 0.040
12 0 15 17 0.267 0.750 0.850 0.013 1 2 0 2.000 0.100 0.000 0.100
13 0 18 20 0.222 0.900 1.000 0.011
TOTAL 141.072 TOTAL 7.054 Keterangan: TPK= Tempat Penimbunan Kayu. (-)= Tidak terdefinisikan
Lanjutan
Primer OPY 20; Ciamis
Frekuensi Absolut Frekuensi Relatif No Lokus Alel
Tunggak TPK χ² Hitung
Tunggak TPK χ² Hitung
1 7 8 0.143 0.636 0.727 0.013 1
0 4 3 0.250 0.364 0.273 0.023 1 4 6 1.000 0.364 0.545 0.091
2 0 7 5 0.571 0.636 0.455 0.052 1 3 3 0.000 0.273 0.273 0.000
3 0 8 8 0.000 0.727 0.727 0.000 1 2 2 0.000 0.182 0.182 0.000
4 0 9 9 0.000 0.818 0.818 0.000 1 0 0 - 0.000 0.000 -
5 0 11 11 0.000 1.000 1.000 0.000 1 8 6 0.500 0.727 0.545 0.045
6 0 3 5 1.333 0.273 0.455 0.121 1 0 2 - 0.000 0.182 -
7 0 11 9 0.364 1.000 0.818 0.033 1 0 1 - 0.000 0.091 -
8 0 11 10 0.091 1.000 0.909 0.008 1 0 0 - 0.000 0.000 -
9 0 11 11 0.000 1.000 1.000 0.000 1 1 0 1.000 0.091 0.000 0.091
10 0 10 11 0.100 0.909 1.000 0.009 1 1 0 1.000 0.091 0.000 0.091
11 0 10 11 0.100 0.909 1.000 0.009 1 0 1 - 0.000 0.091 -
12 0 11 10 0.091 1.000 0.909 0.008 1 0 0 - 0.000 0.000 -
13 0 11 11 0.000 1.000 1.000 0.000
TOTAL 6.543 TOTAL 0.595 Keterangan: TPK= Tempat Penimbunan Kayu. (-)= Tidak terdefinisikan
Lampiran 4 Hasil skoring populasi Jati Jawa, kayu curian dan kayu industri
Primer OPO 10 LOKUS IND 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
11 0 1 0 1 0 1 1 0 0 0 12 1 0 1 1 0 1 0 0 0 0 13 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 14 0 0 1 0 1 1 1 0 0 0 15 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 36 0 1 1 0 1 0 1 0 0 0 37 0 0 1 1 1 1 1 0 0 0 38 0 1 1 0 1 0 0 0 0 0 39 0 0 1 0 1 0 0 0 0 0 40 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 41 0 0 0 0 1 1 1 0 0 0 42 0 1 0 0 1 1 0 0 0 0 43 0 0 1 1 1 1 1 0 0 0 44 0 0 0 0 1 1 1 0 0 0 45 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 1 0 0 1 0 1 0 0 0 0 0 2 0 1 1 0 1 1 0 0 1 0 3 0 0 1 1 1 0 0 0 1 0 4 0 0 1 0 1 1 0 0 1 1 5 0 0 1 0 1 1 0 0 0 0 6 0 0 0 0 1 1 0 0 1 0 7 0 1 0 0 1 1 0 0 0 0 8 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 9 0 0 1 0 1 0 0 0 0 0 10 0 1 1 0 1 1 0 0 0 0 26 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 27 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 28 0 1 1 0 1 1 0 0 0 0 29 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 30 0 0 1 1 1 0 0 0 0 0 16 0 0 0 0 1 0 0 1 1 0 17 0 0 0 0 1 0 0 1 1 1 18 0 0 0 0 1 0 0 1 1 0 19 0 0 0 1 1 0 0 1 1 0 20 0 0 0 1 1 0 0 1 1 0 21 0 1 0 1 1 0 0 1 1 0 22 0 0 0 1 1 0 0 1 1 1 23 0 0 0 1 1 0 0 1 0 1 24 0 1 0 1 1 0 0 0 0 1 25 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 31 0 0 0 1 1 0 0 1 1 1 32 0 1 1 1 1 0 0 0 0 0 33 0 0 0 0 1 0 0 1 1 1 34 0 0 0 1 1 0 0 0 1 0 35 0 0 0 0 0 1 0 1 1 0 I1 0 0 0 1 1 1 1 0 1 0 I2 0 0 1 0 1 0 1 0 1 0 I3 0 0 0 1 1 1 1 0 0 0 I4 0 0 1 0 0 1 0 0 1 0 I5 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 I6 0 0 1 0 1 1 0 0 1 0 I7 0 0 0 0 1 0 1 0 0 0 I8 0 0 1 0 0 1 0 0 1 0 I9 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0
I10 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 I11 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 I12 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 C1 0 0 1 1 1 0 0 0 0 0 C2 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 C3 1 1 0 0 1 1 0 0 0 0 C4 1 1 0 0 1 1 0 0 0 0 C5 1 1 0 0 1 1 0 0 0 0 C6 1 0 0 0 1 1 0 0 0 0 C7 0 0 0 0 1 1 1 0 1 0
Keterangan: 11-15= Banten, 36-40= Indramayu, 41-45= Ciamis, 1-5= Cepu, 6-10= Randublatung, 26-30= Kendal, 16-20= Bojonegoro, 21-25= Ngawi, 31-35= Kebon harjo, C1-C7= Kayu curian, I1-I12= Kayu industry
Lanjutan
Primer OPO 14 LOKUS IND
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 11 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 12 0 0 1 1 1 0 1 0 0 0 0 0 0 13 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 14 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 15 0 0 1 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 36 0 0 1 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 37 0 1 0 1 0 0 0 1 1 0 0 0 0 38 0 0 1 1 0 1 1 0 0 0 0 0 0 39 1 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 40 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 41 0 0 0 1 0 1 0 1 1 0 0 0 0 42 0 0 0 1 0 1 0 0 1 0 1 0 0 43 0 0 0 1 1 1 1 1 1 0 1 0 0 44 0 0 0 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 45 0 0 0 1 0 1 0 1 1 0 1 0 0 1 0 0 1 1 1 0 1 0 0 0 0 0 0 2 0 0 1 1 1 0 1 0 0 0 0 0 0 3 0 1 1 0 1 0 1 1 0 0 0 0 0 4 0 0 1 0 1 0 1 0 0 0 0 0 0 5 0 0 0 0 1 0 1 1 0 0 0 0 0 6 0 0 0 0 1 0 1 0 0 0 0 0 0 7 0 0 1 0 1 0 1 1 0 0 0 0 0 8 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 9 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 10 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 26 0 0 1 0 1 0 0 0 0 0 0 1 0 27 0 0 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 28 0 0 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 29 0 0 0 0 1 0 1 1 1 0 0 0 0 30 0 0 1 0 1 0 1 1 0 0 1 0 0 16 0 0 0 1 0 0 1 1 0 0 0 0 0 17 0 0 0 1 1 0 1 0 0 0 0 0 0 18 0 0 0 0 1 0 1 0 0 0 0 0 0 19 0 0 0 1 1 0 1 0 0 0 0 0 0 20 0 0 0 1 1 0 1 0 0 0 0 0 0 21 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 22 0 1 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0 23 0 0 0 1 1 0 1 1 0 0 0 0 0 24 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 25 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 31 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 32 0 0 0 0 1 0 0 1 1 0 0 0 0 33 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 34 0 0 1 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 35 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 I1 0 0 1 1 1 0 1 0 1 0 0 0 1 I2 0 0 0 0 0 1 0 0 1 0 1 1 0 I3 0 0 0 1 0 1 1 0 1 0 0 0 0 I4 0 0 0 1 0 1 0 0 0 0 1 0 0 I5 0 0 0 1 0 1 1 0 1 0 0 0 0 I6 0 0 0 1 0 1 1 0 1 0 1 0 0 I7 0 0 0 1 0 1 0 0 1 0 1 0 0 I8 0 0 0 1 0 1 0 0 1 0 0 0 0 I9 0 0 0 1 0 0 0 1 0 1 1 1 0
I10 0 0 0 1 0 1 0 0 1 0 0 0 0 I11 0 0 1 1 0 1 1 0 1 1 1 0 0 I12 0 0 1 1 0 1 1 0 1 0 1 1 0 C1 0 0 0 0 0 1 1 0 1 0 1 0 0 C2 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 C3 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 C4 0 0 0 1 0 1 0 0 1 0 1 0 0 C5 0 0 1 1 0 1 0 0 1 0 1 0 0 C6 0 0 0 1 0 1 0 0 1 0 1 0 0 C7 0 0 0 1 0 1 0 0 1 0 1 0 0
Keterangan: 11-15= Banten, 36-40= Indramayu, 41-45= Ciamis, 1-5= Cepu, 6-10= Randublatung, 26-30= Kendal, 16-20= Bojonegoro, 21-25= Ngawi, 31-35= Kebon harjo, C1-C7= Kayu curian, I1-I12= Kayu industry
Lanjutan
Primer OPY 13 LOKUS IND 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
11 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 12 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 13 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 14 0 0 0 1 0 1 1 0 0 0 0 15 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 36 1 0 0 1 0 1 0 0 0 0 0 37 0 0 0 1 0 1 0 0 0 0 0 38 1 0 0 1 0 1 1 0 0 0 0 39 1 0 0 1 0 1 0 0 0 0 0 40 1 0 0 1 0 1 1 0 0 0 0 41 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 42 0 0 0 1 0 1 0 0 0 0 0 43 0 0 0 1 0 1 1 0 0 0 0 44 0 0 0 1 0 1 0 0 0 0 0 45 0 0 0 1 0 1 0 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 1 1 0 0 0 2 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 3 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 4 0 0 1 0 0 0 0 0 1 0 1 5 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 6 1 0 1 1 0 1 1 0 0 0 0 7 0 0 1 1 0 1 1 0 0 0 0 8 1 1 1 0 0 1 0 0 0 0 0 9 0 0 1 0 0 1 1 0 0 0 0 10 0 0 1 1 0 1 1 0 0 0 0 26 0 0 0 1 0 1 0 0 0 0 0 27 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 28 0 0 0 1 0 1 0 1 0 0 0 29 0 0 0 1 0 0 1 1 0 0 0 30 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 16 1 0 1 1 0 1 1 0 0 0 1 17 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 18 1 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 19 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 20 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 21 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 22 0 0 0 0 1 0 1 0 0 0 0 23 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 24 0 0 0 0 1 0 1 0 0 0 0 25 0 0 0 0 1 0 1 0 0 0 0 31 1 0 1 0 0 1 1 0 0 0 0 32 0 0 1 0 0 1 1 0 0 0 0 33 0 1 1 0 0 1 0 0 0 0 0 34 1 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 35 0 0 1 0 0 1 1 0 0 0 0 I1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 0 1 I2 0 0 1 0 1 1 0 0 1 0 1 I3 0 0 0 1 0 0 0 0 0 1 1 I4 0 1 0 0 1 1 0 0 1 0 1 I5 0 0 0 0 0 1 1 0 0 1 1 I6 0 0 1 0 1 1 0 1 1 0 1 I7 0 0 0 1 1 0 0 1 0 0 1 I8 0 1 0 1 1 1 1 1 0 0 1 I9 0 0 0 1 1 0 0 0 1 1 1
I10 0 1 0 0 1 0 1 1 1 0 1 I11 0 0 0 1 1 1 1 0 0 0 1 I12 0 1 0 0 1 0 1 1 1 1 1 C1 0 1 0 1 1 0 0 0 1 1 0 C2 1 1 0 0 1 0 0 1 0 1 1 C3 0 1 1 1 0 0 0 1 1 0 0 C4 0 0 0 1 0 1 1 1 0 0 0 C5 0 1 1 0 1 1 1 0 1 0 0 C6 0 0 0 0 0 1 1 0 1 1 1 C7 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 1
Keterangan: 11-15= Banten, 36-40= Indramayu, 41-45= Ciamis, 1-5= Cepu, 6-10= Randublatung, 26-30= Kendal, 16-20= Bojonegoro, 21-25= Ngawi, 31-35= Kebon harjo, C1-C7= Kayu curian, I1-I12= Kayu industry
Lanjutan
Primer OPY 20 LOKUS IND 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
11 0 0 0 1 0 1 0 1 0 0 0 12 0 0 0 1 0 1 0 1 0 0 0 13 0 1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 14 0 0 0 1 0 1 0 0 0 0 0 15 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 36 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 37 0 1 1 1 0 1 0 0 0 0 0 38 0 1 0 1 0 0 0 1 0 1 0 39 0 1 1 1 0 1 0 0 0 0 0 40 0 1 0 0 1 1 0 0 0 0 0 41 0 0 0 1 1 1 0 1 0 0 1 42 0 0 0 1 1 1 1 1 0 0 1 43 0 0 0 0 1 1 0 1 0 1 0 44 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 45 0 0 0 1 1 1 0 1 0 1 1 1 0 1 0 0 0 0 0 0 1 0 0 2 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 3 0 1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 4 0 1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 5 0 1 0 0 1 1 1 0 0 0 0 6 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 7 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 8 0 0 0 1 1 0 0 0 1 1 1 9 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 10 0 0 0 0 0 0 1 0 1 1 1 26 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 1 27 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 28 0 0 0 1 0 1 0 0 0 0 0 29 0 0 0 1 0 0 1 0 1 1 1 30 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 16 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 1 17 0 1 0 1 0 0 1 1 0 0 0 18 0 0 1 1 1 0 0 0 0 0 0 19 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 1 20 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 21 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 22 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 23 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 24 0 0 1 1 0 0 0 0 1 0 1 25 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 31 0 1 1 1 1 1 0 0 0 0 1 32 0 0 1 0 1 0 0 0 0 0 1 33 0 0 0 1 1 0 1 1 0 0 1 34 0 1 0 1 0 1 0 1 0 0 1 35 0 0 1 0 0 0 0 1 1 0 0 I1 1 0 0 1 0 1 1 1 0 1 1 I2 1 0 1 1 0 1 0 1 0 0 0 I3 1 0 0 1 0 1 0 0 0 0 0 I4 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 I5 1 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 I6 1 1 1 1 0 0 0 0 0 1 0 I7 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 I8 1 1 0 0 1 0 0 0 0 1 0 I9 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0
I10 1 0 1 0 0 0 0 0 0 1 0 I11 1 0 1 0 0 1 0 0 0 1 0 I12 1 0 1 0 0 1 0 1 0 0 0 C1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 C2 1 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 C3 0 1 0 0 0 1 0 1 0 0 0 C4 1 0 0 1 1 1 0 1 1 1 0 C5 1 0 0 1 1 1 0 1 0 0 0 C6 1 0 0 1 0 1 0 1 0 0 0 C7 1 0 0 1 0 1 0 1 0 0 0
Keterangan: 11-15= Banten, 36-40= Indramayu, 41-45= Ciamis, 1-5= Cepu, 6-10= Randublatung, 26-30= Kendal, 16-20= Bojonegoro, 21-25= Ngawi, 31-35= Kebon harjo, C1-C7= Kayu curian, I1-I12= Kayu industri
Lampiran 5 Hasil skoring populasi Jati Purwakarta, Ciamis, kayu industri dan kayu curian
Primer OPO 10; Contoh uji Purwakarta Lokus Ind
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 2 0 0 1 0 0 1 0 1 1 0 0 0 1 0 0 0 0 3 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0 4 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 5 0 0 1 1 0 1 0 1 0 0 1 0 1 0 0 0 0 6 0 0 0 1 1 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 7 0 0 0 1 1 0 0 1 0 0 1 0 1 0 0 0 0 8 0 0 0 1 1 0 0 1 0 0 1 0 1 1 0 0 0 9 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0
10 0 0 0 1 1 0 1 0 0 1 1 0 1 1 0 0 0 11 0 0 0 1 1 0 0 1 0 1 1 0 1 1 0 0 0 12 0 0 0 1 1 0 0 1 1 1 1 0 1 1 0 0 0 13 1 0 1 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 14 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 15 0 0 0 1 1 0 0 1 0 1 1 0 1 1 0 0 0 16 0 0 1 0 0 0 0 1 1 1 1 0 1 1 0 0 0 17 0 0 0 0 0 0 1 0 1 0 1 0 1 1 1 0 0 18 0 0 0 1 0 0 1 0 1 0 1 0 1 0 0 0 0 19 0 0 1 1 0 0 1 0 1 0 1 0 1 0 0 0 0 20 0 0 0 1 0 0 1 1 0 0 1 0 1 1 0 0 0 21 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 1 0 1 1 1 0 0 P2 0 0 1 1 0 0 0 1 1 1 1 0 1 0 1 0 0 P3 0 0 0 0 1 1 0 1 1 0 0 1 1 0 1 0 0 P4 0 0 1 0 1 0 1 1 1 0 1 0 1 1 0 0 0 P5 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 0 0 P6 0 0 0 1 0 1 0 0 1 1 1 0 1 0 0 0 0 P7 0 0 0 0 0 1 0 0 1 1 1 0 1 1 0 1 0 P8 0 0 0 0 0 1 0 0 1 1 1 0 1 1 0 1 0 P9 0 0 1 0 0 1 0 1 0 0 1 0 1 1 0 0 0 P10 0 0 0 1 0 1 0 1 0 0 1 0 1 1 0 1 1 P11 0 0 0 0 0 1 0 0 1 0 1 0 1 1 0 1 0 P12 0 0 0 1 0 1 0 0 1 0 1 0 1 1 0 0 0 P13 0 0 1 0 1 1 0 1 1 0 0 0 0 1 0 0 0 P14 0 0 1 0 1 1 0 1 1 0 1 0 1 1 0 1 0 P15 0 0 0 0 0 1 0 1 0 0 1 0 1 1 0 1 0 P16 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 1 1 0 1 0 P17 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 1 0 0 1 0 1 0 P18 0 0 0 0 1 1 0 0 1 0 0 1 1 1 0 1 0 P19 0 0 0 0 1 1 0 1 0 1 1 0 0 1 0 1 0 P20 0 0 0 0 1 1 0 0 1 1 0 0 0 1 0 1 0 P21 0 0 0 0 1 1 0 0 1 0 1 0 0 1 0 1 0
Keterangan : P2-P21= Purwakarta tunggak, 2-21= Purwakarta TPK
Lanjutan
Primer OPO 10; Contoh uji Ciamis
Lokus Ind 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
1 0 0 0 1 1 1 0 0 1 1 0 1 0 0 0 0 0 2 0 1 1 1 1 1 0 0 0 1 0 1 1 0 0 0 0 3 0 0 1 1 0 1 0 0 1 1 1 1 1 0 0 0 0 4 0 0 0 1 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 5 0 0 0 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 0 0 0 0 6 0 0 1 1 0 1 0 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 7 0 0 0 1 1 1 0 1 1 1 0 1 0 0 0 0 0 8 0 0 0 0 0 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 9 0 1 1 1 1 1 0 0 1 0 0 1 1 0 0 0 0
10 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 11 0 0 1 1 1 1 0 1 1 0 1 0 1 0 0 0 0 12 0 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 0 0 0 0 0 0 13 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 14 0 1 1 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 15 0 0 1 1 1 0 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 16 0 0 1 1 0 1 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 17 0 0 0 0 0 0 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 18 0 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 19 0 0 0 1 1 1 1 0 1 1 1 0 0 0 0 0 0 20 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 21 0 0 0 0 1 0 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1 0 22 0 0 1 0 1 0 0 0 0 0 1 1 1 0 0 1 1 C1 0 0 0 0 1 1 1 0 1 1 1 0 0 0 0 1 1 C2 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 C3 1 0 1 1 1 0 1 1 0 0 1 0 1 0 0 0 1 C4 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1 1 C5 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1 0 C6 1 0 1 1 1 0 1 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 C7 0 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 I1 0 0 0 0 0 1 0 1 1 1 0 0 1 0 0 1 1 I2 0 0 0 0 1 0 0 1 0 1 0 1 1 0 0 1 0 I3 0 0 0 0 1 1 1 0 1 1 0 1 1 0 0 1 0 I4 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 I5 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0 I6 1 0 0 0 1 1 1 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 I7 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 1 1 0 0 0 0 I8 1 0 0 1 0 0 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 I9 0 0 0 0 1 0 0 0 1 1 0 0 1 0 0 0 0
I10 0 0 0 1 0 1 1 0 1 0 0 0 1 0 0 1 0 I11 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 1 0 0 1 0 I12 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 1 0 0 1 1
Keterangan : 1-6 dan 13-17= Ciamis tunggak, 7-12 dan 18-22= Ciamis TPK, C1-C7= Kayu curian, I1-I12= Industri Ciamis
Lanjutan
Primer OPO 14; Contoh uji Purwakarta
Lokus Ind 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2 0 0 1 1 0 0 1 0 1 0 0 0 3 0 0 1 1 1 0 1 0 1 1 0 1 4 0 0 1 0 1 0 1 0 1 0 0 0 5 0 1 1 1 1 0 1 0 1 0 0 0 6 0 0 1 0 0 0 1 0 1 0 0 0 7 0 0 1 1 0 0 1 0 1 0 0 0 8 0 0 1 1 0 0 1 0 1 0 1 0 9 0 1 1 0 0 1 1 0 1 0 1 0
10 0 1 1 0 0 0 1 0 1 0 1 0 11 0 0 1 0 0 0 1 0 1 0 1 0 12 0 0 0 1 1 0 0 1 1 1 0 0 13 0 0 1 0 0 0 1 0 1 0 1 0 14 1 0 1 1 1 1 0 0 1 1 0 0 15 1 0 1 1 1 0 1 0 1 1 1 0 16 0 0 0 1 1 0 1 1 1 1 1 0 17 1 0 1 0 1 0 1 0 1 1 0 0 18 1 0 1 0 1 0 1 0 1 1 0 0 19 0 0 1 0 1 1 1 0 1 1 0 0 20 0 1 1 0 0 0 1 0 1 0 0 0 21 0 0 1 0 0 0 1 0 1 0 0 0 P2 0 0 1 1 1 0 1 0 1 0 0 0 P3 0 0 1 1 0 0 1 0 1 0 0 0 P4 0 1 1 1 0 0 1 0 1 0 0 0 P5 0 0 0 0 1 0 1 0 1 0 0 0 P6 0 1 0 1 0 0 1 0 1 0 0 0 P7 0 0 0 1 1 0 1 1 1 0 1 0 P8 0 0 0 1 1 0 0 0 1 0 1 0 P9 0 1 0 1 1 0 1 0 1 0 0 0 P10 0 0 0 1 1 0 1 1 1 0 1 0 P11 1 0 1 1 1 0 1 0 1 0 0 0 P12 1 0 0 1 1 0 0 0 1 0 1 0 P13 0 0 1 0 0 0 1 0 1 0 1 0 P14 0 0 1 0 0 0 1 0 1 0 1 0 P15 0 1 0 1 1 0 1 0 1 0 1 0 P16 0 0 1 0 0 0 1 0 1 0 1 0 P17 0 0 1 1 1 0 1 1 1 0 1 0 P18 0 0 1 0 0 0 1 0 1 0 0 0 P19 0 0 1 1 1 0 1 1 1 0 1 0 P20 0 0 0 1 1 1 0 0 1 0 1 0 P21 0 0 1 1 0 0 1 0 1 0 1 0
Keterangan : P2-P21= Purwakarta tunggak, 2-21= Purwakarta TPK
Lanjutan
Primer OPO 14; Contoh uji Ciamis Lokus
Ind 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1 0 0 1 1 1 0 0 1 1 0 0 0 2 0 0 1 0 1 0 0 0 1 0 0 0 3 0 0 1 1 0 0 0 0 1 0 0 0 4 0 0 0 0 1 0 1 0 1 0 0 0 5 0 0 1 1 1 0 0 0 1 0 0 0 6 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 7 0 0 1 1 0 0 0 0 1 0 0 0 8 0 0 1 1 0 0 0 0 1 0 0 0 9 0 0 1 0 1 0 1 0 1 0 0 0
10 0 0 1 1 1 0 1 0 1 0 1 0 11 0 1 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 12 0 0 1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 13 0 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 14 0 0 1 1 0 0 1 0 1 0 0 0 15 0 0 1 1 0 0 1 0 1 0 0 0 16 0 0 1 1 0 0 1 0 1 0 1 0 17 0 0 1 0 0 0 1 0 1 0 0 0 18 1 0 0 1 1 0 1 0 1 0 0 0 19 0 0 1 0 0 0 1 0 1 0 0 0 20 0 1 1 1 1 0 1 0 1 0 0 0 21 0 1 1 0 1 0 1 0 0 0 0 0 22 0 0 1 1 1 0 1 1 1 0 0 0 C1 0 0 1 1 1 0 1 0 1 0 0 1 C2 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 C3 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 C4 0 0 1 0 0 0 1 0 1 0 0 0 C5 0 1 0 1 0 0 1 0 1 0 0 0 C6 0 0 1 1 0 0 1 0 1 0 0 0 C7 0 0 1 1 0 0 1 0 1 0 0 0 I1 0 0 1 0 1 0 0 1 1 0 0 1 I2 0 0 1 1 1 0 0 1 0 0 1 0 I3 0 0 1 1 1 0 1 1 0 0 1 0 I4 0 0 1 0 1 0 0 0 1 0 1 0 I5 0 0 1 1 0 0 0 1 0 0 1 0 I6 0 0 1 1 1 0 1 0 1 0 1 0 I7 0 0 1 1 1 0 0 0 1 0 0 0 I8 0 0 1 1 0 0 0 1 1 0 0 0 I9 0 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 I10 0 0 1 1 1 0 1 0 1 0 0 1 I11 0 0 0 1 1 0 1 0 1 0 0 0 I12 0 0 1 1 1 0 1 1 1 0 1 0
Keterangan : 1-6 dan 13-17= Ciamis tunggak, 7-12 dan 18-22= Ciamis TPK, C1-C7= Kayu curian, I1-I12= Industri Ciamis
Lanjutan
Primer OPY 13; Contoh uji Purwakarta
Lokus Ind 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
2 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 3 0 0 1 1 1 1 0 0 1 1 0 0 1 0 0 4 0 0 0 0 1 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 5 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 6 0 1 1 0 1 0 1 0 0 0 0 0 1 0 0 7 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 0 0 0 0 8 0 0 1 0 1 1 1 0 1 0 0 0 1 0 0 9 0 1 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 1 0 0
10 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 11 0 1 0 0 1 1 0 0 1 0 0 0 1 0 1 12 0 1 0 0 1 1 1 0 1 0 0 0 0 0 0 13 0 0 0 0 1 1 0 0 1 0 0 0 0 1 0 14 0 1 1 0 1 1 0 0 1 1 0 0 1 0 0 15 0 1 1 0 1 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 16 0 1 1 0 1 1 0 0 1 0 0 0 0 1 0 17 0 1 1 0 1 1 0 0 1 1 0 0 1 0 0 18 0 0 1 0 0 1 0 0 1 1 0 0 1 0 0 19 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 1 0 0 20 0 1 1 0 1 1 0 0 1 1 0 0 1 0 0 21 0 1 0 0 1 0 0 0 1 1 0 0 1 0 0 P2 0 0 0 0 1 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 P3 0 1 0 0 1 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 P4 0 1 1 1 1 0 0 0 1 1 0 0 1 0 0 P5 0 1 0 0 1 1 0 0 1 1 0 0 0 0 0 P6 0 1 1 0 0 1 1 0 0 0 1 0 0 0 0 P7 0 1 1 0 1 1 1 0 1 1 0 1 0 0 0 P8 0 0 1 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 P9 0 1 1 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0
P10 0 1 1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 P11 0 1 1 1 0 0 1 0 1 0 0 0 0 0 0 P12 0 1 1 0 0 1 0 0 1 0 0 0 1 0 0 P13 0 1 1 0 0 1 1 0 0 1 0 0 0 0 0 P14 0 1 0 0 0 1 1 0 0 1 0 1 0 0 0 P15 0 1 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 1 0 0 P16 0 1 1 0 0 1 1 0 1 0 0 0 1 0 0 P17 0 1 1 0 1 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 P18 0 1 1 0 1 1 1 0 1 1 0 0 0 0 0 P19 0 0 1 1 1 1 0 0 0 0 1 0 1 0 0 P20 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 1 0 0 P21 0 0 0 0 1 0 1 0 0 0 1 0 1 0 0
Keterangan : P2-P21= Purwakarta tunggak, 2-21= Purwakarta TPK
Lanjutan
Primer OPY 13; Contoh uji Ciamis
Lokus Ind 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
1 1 0 1 1 1 0 1 1 0 0 0 1 0 0 1 2 0 1 0 1 0 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 3 0 1 1 1 1 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 4 0 1 1 1 1 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 5 0 1 1 1 0 0 1 0 1 0 0 0 0 0 0 6 0 0 1 1 0 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 7 0 1 1 1 1 0 0 0 0 1 0 1 0 0 1 8 0 1 0 0 1 1 1 1 1 0 0 1 0 0 0 9 0 0 1 0 1 0 1 0 0 1 1 0 0 0 0
10 0 1 1 1 1 1 0 1 1 0 0 0 0 0 0 11 0 1 0 1 0 1 0 0 0 1 0 1 0 0 1 12 0 1 1 1 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 13 0 1 0 1 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 14 0 1 1 1 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 15 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 1 0 0 0 16 0 1 0 1 1 0 1 1 0 1 0 1 0 0 0 17 0 1 0 0 1 1 1 0 0 1 0 1 0 0 0 18 0 1 1 0 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 19 0 1 1 1 1 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 20 0 0 1 0 1 1 1 1 0 1 0 0 0 0 0 21 0 1 1 1 0 1 0 0 0 0 1 0 1 0 0 22 0 1 1 1 1 1 0 0 0 1 0 0 1 0 0 C1 0 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 0 0 C2 1 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 1 0 0 C3 0 1 0 0 0 0 0 1 0 0 1 0 1 0 0 C4 0 1 0 1 1 1 1 0 0 0 0 0 1 0 0 C5 0 1 0 1 0 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 C6 1 1 1 0 1 0 0 0 1 1 0 1 1 0 0 C7 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 0 1 1 0 0 I1 0 1 1 0 0 0 1 0 1 0 0 0 1 0 0 I2 0 1 1 0 0 1 1 0 0 1 0 0 1 0 0 I3 1 0 1 1 0 0 0 0 0 0 1 0 1 0 0 I4 0 1 1 0 0 1 1 1 0 1 0 0 1 0 0 I5 0 0 0 1 0 0 1 0 1 0 1 0 1 0 0 I6 0 0 0 0 0 1 1 1 0 1 0 0 1 0 0 I7 1 0 0 1 0 1 0 0 0 1 0 0 1 0 0 I8 0 1 0 0 0 1 1 0 0 1 0 0 1 0 0 I9 0 0 1 1 1 0 1 0 0 1 0 1 0 0 0 I10 0 1 0 1 1 0 1 1 1 0 0 1 0 0 1 I11 1 1 0 1 1 1 1 0 0 1 0 1 0 0 1 I12 0 1 0 1 1 0 1 0 0 1 0 1 0 0 1
Keterangan : 1-6 dan 13-17= Ciamis tunggak, 7-12 dan 18-22= Ciamis TPK, C1-C7= Kayu curian, I1-I12= Industri Ciamis
Lanjutan Primer OPY 20; Contoh uji Purwakarta
Lokus Ind 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
2 1 1 1 0 1 0 0 1 0 0 3 0 1 1 0 1 0 1 1 0 0 4 0 1 1 0 1 0 0 1 1 0 5 0 0 1 0 1 1 1 1 1 1 6 0 1 1 0 1 0 0 1 0 0 7 0 1 1 0 1 0 1 1 0 0 8 0 0 0 0 1 0 1 0 0 0 9 0 1 1 0 1 1 1 1 0 0
10 0 1 1 0 1 0 0 0 1 0 11 0 1 1 0 1 0 0 0 0 0 12 1 0 1 0 1 0 0 1 0 0 13 0 1 1 0 1 0 0 0 1 1 14 1 0 1 0 1 0 0 0 0 0 15 1 0 1 0 1 0 1 0 0 0 16 1 1 1 0 1 0 1 0 0 0 17 1 1 1 0 1 0 0 0 0 0 18 0 1 1 0 1 0 0 1 1 0 19 1 0 1 0 1 0 0 0 0 0 20 0 0 1 0 1 0 1 1 0 0 21 0 0 1 0 1 0 0 1 0 0 P2 0 0 1 0 1 0 1 1 0 0 P3 0 0 1 0 1 0 0 0 0 0 P4 1 1 1 0 1 0 0 0 0 0 P5 0 1 1 0 1 0 0 0 1 0 P6 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 P7 0 1 1 1 1 0 0 0 0 0 P8 0 1 1 1 1 0 0 0 0 0 P9 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 P10 0 1 1 0 1 0 0 0 0 0 P11 1 0 1 1 1 0 0 0 0 0 P12 0 1 1 1 1 0 0 0 0 0 P13 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 P14 0 1 1 1 1 0 0 0 0 0 P15 1 1 1 0 1 0 0 0 0 1 P16 0 1 1 0 1 0 0 0 1 0 P17 1 1 1 0 1 0 0 0 0 0 P18 0 1 1 0 1 0 0 0 0 0 P19 0 1 1 1 1 0 0 0 0 0 P20 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 P21 1 1 1 0 1 0 0 0 0 0
Keterangan : P2-P21= Purwakarta tunggak, 2-21= Purwakarta TPK
Lanjutan Primer OPY 20; Contoh uji Ciamis
Lokus Ind 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 3 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 4 0 1 1 1 0 0 0 0 0 0 5 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 6 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 7 1 0 0 1 1 0 0 0 0 0 8 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 9 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0
10 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 11 1 1 1 1 0 0 1 0 0 0 12 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 13 1 1 1 1 0 0 0 1 0 0 14 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 15 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 16 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 17 1 1 0 1 0 0 0 1 0 0 18 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 19 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 20 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 21 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 22 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 C1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 C2 1 1 1 0 0 0 1 0 0 0 C3 0 1 1 1 0 0 1 0 0 0 C4 1 0 1 1 1 0 0 1 0 0 C5 1 0 1 1 1 0 1 0 0 0 C6 1 0 1 1 0 1 0 0 0 0 C7 1 0 1 1 0 0 1 0 0 0 I1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 0 I2 1 1 1 1 0 0 1 1 0 1 I3 1 1 1 1 0 1 0 0 0 0 I4 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 I5 1 1 0 0 1 0 0 1 0 0 I6 1 1 1 1 0 0 0 1 0 0 I7 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 I8 1 1 1 0 1 0 0 1 0 0 I9 0 1 1 1 0 0 1 0 0 0
I10 1 0 1 0 0 0 1 1 0 0 I11 1 1 1 0 0 0 0 1 0 0 I12 1 1 1 0 0 1 1 0 0 0
Keterangan : 1-6 dan 13-17= Ciamis tunggak, 7-12 dan 18-22= Ciamis TPK,C1-C7= Kayu curian, I1-I12= Industri Ciamis
Lampiran 6 Identitas dan jarak genetik Nei (1978) antar populasi Jati Jawa, kayu
curian dan kayu industri berdasarkan analisis RAPD
Pop ID/IS 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
1 **** 0.9587 0.9219 0.9023 0.9444 0.9403 0.8854 0.9190 0.9381 0.9388 0.9049
2 0.0422 **** 0.9220 0.8642 0.9104 0.8973 0.8513 0.8715 0.8875 0.9039 0.8838
3 0.0813 0.0813 **** 0.8043 0.8700 0.8532 0.8188 0.8445 0.8653 0.9279 0.8880
4 0.1028 0.1459 0.2178 **** 0.9083 0.9410 0.8735 0.8959 0.8824 0.8747 0.8341
5 0.0573 0.0939 0.1393 0.0962 **** 0.9365 0.9122 0.8921 0.9771 0.8901 0.8566
6 0.0616 0.1084 0.1588 0.0609 0.0656 **** 0.8560 0.9301 0.9157 0.9057 0.8684
7 0.1218 0.1609 0.1999 0.1352 0.0919 0.1555 **** 0.8767 0.9515 0.8360 0.8047
8 0.0844 0.1375 0.1690 0.1099 0.1141 0.0725 0.1316 **** 0.9081 0.9273 0.8819
9 0.0639 0.1193 0.1447 0.1251 0.0232 0.0881 0.0498 0.0964 **** 0.8811 0.8400
10 0.0631 0.1011 0.0748 0.1338 0.1164 0.0991 0.1792 0.0755 0.1266 **** 0.9575
11 0.0999 0.1235 0.1188 0.1813 0.1547 0.1411 0.2173 0.1257 0.1744 0.0434 ****
Keterangan: 1= Banten, 2= Indramayu, 3= Ciamis, 4= Cepu, 5= Randublatung, 6= Kendal, 7= Bojonegoro, 8= Ngawi, 9= Kebonharjo, 10= Kayu curian, 11= Kayu industri
Indeks ketidaksamaan (ID)/jarak genetik: kayu curian & kayu industri dengan populasi Jati Jawa Barat
Lampiran 7 Identitas dan jarak genetik Nei (1978) antar populasi Jati Purwakarta,
Ciamis, kayu curian dan kayu industri berdasarkan analisis RAPD
Pop ID/IS 1 2 3 4 5 6
1 **** 0.9687 0.9269 0.9330 0.9072 0.9252
2 0.0318 **** 0.9391 0.9507 0.9157 0.9403
3 0.0759 0.0628 **** 0.9977 0.9530 0.9572
4 0.0693 0.0506 0.0023 **** 0.9653 0.9649
5 0.0974 0.0881 0.0482 0.0353 **** 0.9470
6 0.0778 0.0616 0.0437 0.0358 0.0545 ****
Keterangan: 1=Purwakarta tunggak, 2= Purwakarta TPK, 3= Ciamis tunggak, 4= Ciamis TPK, 5= Kayu curian,6= Kayu industri
Indeks ketidaksamaan (ID)/jarak genetik terkecil populasi kayu curian & kayu industri
Indeks ketidaksamaan (ID)/jarak genetik terbesar populasi kayu curian & kayu industri
Top Related