Tommy Karim Amrullah (140710120019)
Shafira Nerissa Arviana (140710120034)
TUGAS KE-4 PENGOLAHAN SINYAL GEOFISIKA
1. Script Program untuk melakukan konvolusi
Listing Program :
clc clear all close all
x=input('Masukkan sekuens x(n) = '); t1=input('Masukkan waktu mulai sekuens x t1 = '); v=input('Masukkan sekuens v(n) = '); t2=input('Masukkan waktu mulai sekuens v t2 = '); l1=length(x); l2=length(v); ln=l1+l2-1;
a=t1+l1-1; t=t1:a; subplot(3,1,1); stem(t,x); grid on; xlabel('waktu'); ylabel('amplitudo'); TITLE('Sekuens x');
a=t2+l2-1; t=t2:a; subplot(3,1,2); stem(t,v); grid on; xlabel('waktu'); ylabel('amplitudo'); TITLE('Sekuens v');
yn=conv(x,v); tn=t1+t2; a=tn+ln-1; t=tn:a; subplot(313); stem(t,yn); grid on; xlabel('waktu'); ylabel('amplitudo'); TITLE('Hasil Konvolusi');
Tampilan Program :
Keterangan :
Untuk script konvolusi ini, dimasukkan dua buah sekuens sinyal yaitu x dan v
dimana dimasukkan jumlah dan nilai amplitudo untuk masing-masing sinyal.
Disini juga diinputkan waktu mulai atau waktu awal untuk tiap sekuens x dan v
dimana dapat dilihat dari tampilan bahwa kurva menunjukkan nilai amplitudo
terhadap waktu. l1 dan l2 merupakan panjang dari masing-masing sekuens yang
sudah diinputkan. Lalu dilakukan perumusan sedemikian rupa untuk mendapatkan
bentuk sinyal yang merupakan sinyal diskrit. Sehingga dapat dilakukan subplot
untuk masing-masing sekuens dengan sintaks subplot(3,1,1) untuk melihat urutan
tampilan yang terdiri dari tampilan sekuens x, sekuens v, dan hasil konvolusi.
Untuk melihat hasil konvolusi dari kedua sinyal tersebut digunakan sintaks
yn=conv(x,v) dan selanjutnya diplotkan terhadap waktu.
2. Operasi Konvolusi terhadap dua buah sinyal sederhana
Listing Program :
clc clear all close all
L=input('Panjang gelombang(L) : '); P=input('Lebar pulsa (P) (dengan P
ylabel('amplitudo'); TITLE('Konvolusi xv');
Tampilan Program :
Keterangan :
Untuk kasus konvolusi ini merupakan sinyal unit step diskrit dimana diinputkan
panjang gelombang (L) dan lebar sinyal(P), disini diasumsikan apabila nilai P
telah melebihi nilai L maka amplitudo akan bernilai 0. Sedangkan apabila masih
memenuhi syarat dimana nilai P
selanjutnya model tersebut dicocokkan dengan data observasi. Jika terdapat
perbedaan antara pemodelan yang dibuat dengan data hasil observasi maka
parameter fisis yang digunakan pada model tersebut diubah sedemikian hingga
mendekati / sesuai dengan data observasi. Metode inversi dalam terminologinya
berarti metode "pembalikan". Pembalikan disini berarti pembalikan terhadap
proses pemodelan kedepan.
Meju (1994), mendeskripsikan proses inversi sebagai : "Jika terdapat
sebuah kumpulan informasi atau data mengenai kuantitas sebuah pengukuran,
maka dengan menggunakan hubungan teoretis akan dapat ditu runkan
sekumpulan nilai parameter yang menjelaskan atau menghasilkan in formasi atau
data hasil pengukuran tersebut" (Meju,1994).
Pada metoda seismik, inversi me rupakan suatu teknik untuk mendapatkan model
bumi dengan menggunakan data seismik sebagai input. Berikut ditampilkan
ilustrasi dari hubungan antara proses pemodelan kedepan dan proses inversi.
Model jejak seismik
Model yang paling dasar dan umum dari jejak seismik disebut dengan
model konvolusi, yaitu sebuah model jejak seismik didapatkan dari konvolusi
reflektifitas bumi terhadap fungsi sumber seismik. Fungsi sumber seismik ini
dinyatakan dalam bentuk fungsi wavelet (Russell,1988).
( ) ( ) ( ) ( )
dimana :
s(t) = jejak seismik
w(t) = wavelet seismik
r(t) = reflektifitas bumi
n(t) = noise
* = operator konvolusi
Pada persamaan (3.1), reflektifitas bumi diasumsikan terdiri dari koefisien -
koefisien refleksi pada tiap sampel waktu dan wavelet diasumsikan sebagai fungsi
yang tidak tajam / smooth terhadap waktu. Dengan menerapkan Fourier transform
pada persamaan (3.1), maka model jejak seismik menjadi:
( ) ( ) ( )
dengan,
S(f) = Fourier transform dari s(t)
W(f) = Fourier transform dari w(t)
R(f) = Fourier transform dari r(t)
Pada persamaan (3.2) tersebut, konvolusi berubah menjadi bentuk perkalian pada
domain frekuensi.
Seismogram sintetik merupakan rekaman seismik yang dibuat secara
teoretis dari data fungsi reflektifitas (stikogra m) yang dikonvolusikan dengan
sinyal sumber (wavelet). Gelombang seismik akan dipa ntulkan pada setiap
reflektor dan besaramplitudo gelombang yang dipantulkan akan proporsional
dengan besar reflektifitas. Seismogram sintetik final merupakan superposisi dari
refleksi-refleksi semua reflektor. Seismogram sintetik untuk keperluan ini
biasanya ditampilkan dengan format (polaritas, bentuk gelombang) yang sama
dengan rekaman seismik.
Selain untuk keperluan pengikatan data seismik dan sumur seperti yang
telah dijelaskan di atas, seismogram sintetik juga berguna untuk mediagnosa
karakter refleksi dari lapisan-lapisan bawah perm ukaan tanah. Dalam hal ini,
seismogram sintetik dapat dibuat sesuai dengan kebutuhan, dalam bent uk asal
(jejak riil seismik) maupun dalam bentuk yang telah ditransformasi (jejak
kuadratur seismik beserta atribut turunannya) untuk menganalisis perubahan
parameter-parameter fisis batuan.
Secara teori, rekaman data seismik yang diperoleh dari akuisisi data di
lapangan merupakan konvolusi antara gelombang sumber w(t) dengan fungsi
reflektifitas lapisan bawah permukaan tanah R(t) yang ditambah noise n(t).
Seismogram sintetik mengambil bentuk ideal rekaman data seismik, yaitu s(t)
dengan bentuk wavelet sumber yang juga diidealkan secara matematis. Dari
Persamaan (3.1) terlihat bahwa diperlukan 2 parameter utama untuk membuat
suatu rekaman seismogram sintetik sebagai model konvolusi, yaitu wavelet
sumber dan fungsi reflektifitas bawah permukaan tanah.
Wavelet
Wavelet adalah suatu fungsi gelombang terhadap waktu yang digambarkan
sebagai gelombang kecil. Dalam penerapannya, wavelet yang digunakan biasanya
adalah simple wavelet, yaitu wavelet yang hanya bervariasi terhadap waktu dan
bentuknya tidak kompleks. Salah satu jenis wavelet yang sering digunakan adalah
wavelet Ricker. Wavelet Ricker adalah wavelet yang hanya bergantung pada
frekuensi dominannya, frekuensi puncak dari spektrum amplitudenya terletak
pada domain waktu. Wavelet ini terdiri dari dua jenis yaitu wavelet Ricker fasa
nol dan fasa minimum. Perumusan untuk wavelet fasa nol adalah sebagai berikut
(Greenhalgh,1997):
( ) ( )
Sedangkan, untuk fasa minimumnya adalah :
( ) ( ( )
Pengaruh frekuensi dominan terhadap puncak untuk wavelet Ricker fasa nol:
Impedansi akustik (IA)
Salah satu sifat akustik yang khas pada batuan adalah Impedansi Akustik (IA)
yang merupakan perkalian antara kecepatan gelombang P (Vp) dan densitas ( )
Dalam mengontrol harga IA, kecepatan mempunyai arti lebih penting
daripada densitas. Sebagai contoh, material pengisi pori batuan (air, gas, minyak)
lebih mempengaruhi harga kecepatan daripada densitas. Anstey (1977)
menganalogikan IA dengan sifat kekerasan batuan. Batuan yang keras dan sukar
dimampatkan seperti batu gamping dan granit mempunyai IA tinggi, sedangkan
batuan yang lunak seperti lempung mempunyai IA rendah. Koefisien refleksi
bergantung pada harga impedansi akustik antara dua lapisan batuan. Jika
impedansi akustik lapisan batuan atas lebih kecil dari impedansi akustik bawah
maka harga koefisien refleksi positif dan negatif apabila sebaliknya.
Metode Inversi Seismik
Hingga saat ini belum ada definisi baku mengenai inversi seismik. Russel
menuliskan : "Inversi Geofisika meliputi pemetaan sifat fisik objek bawah
permukaan dengan pemnggunakan pengukuran yang dilakukan di permukaan, bila
mungkin dengan kontrol data sumur". (Russel,1998) . Seperti telah dijelaskan
diatas, inversi seismik merupakan suatu teknik dalam memproses data seismik
untuk menginterpretasi data seismik itu sendiri. Secara umum, inversi seismik
adalah suatu proses untuk menentukan seperti apakah karakter fisis dari batuan
dan fluida yang ditampilkan oleh rekaman data seismik. parameter fisis yang
umumnya dicari adalah impedansi, kecepatan dan densitas, selain itu parameter
inversi yang lain yang bisa didapatkan adalah Poisson's ratio, inkompresibilitas
(Lambda), modulus geser atau kekakuan (rigiditas / Mu ), dan lain lain.Saat ini
telah dikembangkan berbagai metode inversi seismik, dan metode-metode
tersebut telah digunakan dalam bidang seismik eksplorasi. Beberapa metode yang
telah berkembang dengan cukup baik diantaranya adalah Model Based Inversion,
Band-Limited Inversion, Sparse Spike, L-1 Norm, Maximum Likelihood. Maka
koefisien refleksi pada batas antara dua lapisan merupakan perbandingan dari
perbedaan impe dansi akustik pada kedua lapisan dengan penjumlahan impeda
nsi akustik dari kedua lapisan yang berdekatan.
Inversi rekursif diskrit
Berikut adalah perumusan inversi rekursif diskrit (Russell,1988):
[
]
Kelemahan dari inversi rekursif diskrit ini adalah, terjadinya pembatasan pita
(band-limiting) frekuensi yang menyebabkan hilangnya komponen frekuensi
rendah dan frekuensi tinggi (Russell,1988).
Inversi Berbasis Model
Inversi ini diawali dengan membangun sebuah model geologi dan
membandingkannnya dengan data seismik hasil pengukuran lapangan. Hasil
perbandingan ini kemudian akan digunakan untuk memperbaharui model
sedemikian rupa secara iteratif (berulang) sehingga model tersebut akan
menghasilkan kecocokan yang makin mendekati dengan data seismik aslinya.
Kekurangan dari metode ini adalah sangat mungkin menghasilkan data yang
sangat cocok dengan data asli, namun di hasilkan dari model yang sama sekali
berbeda. Hal tersebut terjadi dikarenakan adanya kemungkinan yang tak terbatas
dari kombinasi parameter yang digunakan dala m model inversinya (non-unik).
Inversi Band Limited
Inversi band limited merupakan modifikasi dari inversi rekursif diskrit.
Metode ini bertujuan untuk mengembalikan frekuensi rendah yang hilang ketika
inversi rekursif diterapkan pada data seismik. Frekuensi rendah diperoleh dengan
melakukan low pass filter terhadap data sumur log. Perumusan metode ini sama
seperti pada metode inversi diskrit, yaitu dimulai dengan menginvers persamaan
koefisien refleksi (3.6) untuk mendapatkan impedansi akustik lapisan ken.
Berikut perumusan dari inversi band limited (Ferguson&Margrave,1996) sehingga
diperoleh:
(
)
Persamaan di atas mengintegrasi jejak seismik dan hasilnya dieksponenkan untuk
mendapatkan jejak impedansi akustik.
Parameter noise yang digunakan terbagi menjadi tiga, yaitu:
1. Noise periodik
Noise periodik adalah noise yang dibuat dengan menggunakan fungsi sinus
yang frekuensi serta amplitudenya dibuat tetap.
2. Noise random / acak
Noise random adalah noise yang dibuat dengan menggunakan random
generator pada Matlab.
3. Noise berbentuk fungsi wavelet
Noise ini dibuat dengan menggunakan fungsi wavelet Ricker fasa nol.
Kesimpulan
1. Kedua metode cukup baik dalam mengestimasi impedansi akustik dengan
diperoleh error yang cukup kecil (