1. ASUHAN KEPERAWATAN MENINGITIS
KONSEP DASAR PENYAKIT MENINGITIS
A. Pengertian
Meningitis adalah infeksi pada meninges yang biasanya disebabkan oleh invasi bakteri dan
hanya sedikit oleh virus. Prognosis bergantung pada anak, organisme, dan respon anak terhadap
terapi. Meningitis bakteri menyebabkan keatia jika tidak ditagani segera. (Muscari, Mary E. 2005
: 188).
Meningitis tuberkulosa terjadi akibat komplikasi penyebaran tuberkulosis primer, biasanya
dari paru. Meningitis terjadi bukan karena terinfeksinya selaput otak langsung oleh penyebaran
hematogen, tetapi biasanya sekunder melalui pembentukan tuberkel pada permukaan otak,
sumsum tulang belakang atau vertebra yang kemudian pecah kedalam rongga araknoid (Rich dan
McCordeck).
Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis dan
mycibacterium bovis. Kumpulan protein basil tuberkulosis menyebabkan nekrosis jaringan,
sedangkan lemaknya menyebabkan sifat tahan asam merupakan faktor penyebab terjadinya
fibrosis dan terbentuknya sel epiteloid dan tuberkel. (Ngastiyah, 2005 : 63)
Peradangan ditemukan sebagian besar pada dasar otak, terutama pads batang otak tempat
terdapat eksudat dan tuberkel. Eksudat yang serofibrinosa dan gelatinosa dapat menimbulkan
obstruksi pada sisterna basalis dan mengakibatkan hidrosefalus serta kelainan pada saraf otak.
(Ngastiyah 2005; 188)
B. Etiologi
Terjadinya meningitis tuberkulosa merupakan akibat penyebaran tuberkulosis
(Mycobacterium tuberculosis) primer melalui pembentukan tuberkel pada permukaan otak,
sumsum tulang belakan atau vertebrata ysang kemudian pecah kedalam rongga arakhnoid (Rich
dan McCordeck). (Ngastiyah 2005 : 188)
Meningitis dapat disebabkan oleh berbagai organisme yang bervariasi, tetapi ada tiga tipe
utama yakni :
a. Infeksi bakteri, piogenik yang disebabkan oleh bakteri pembentuk pus, terutama
meningokokus, pneumokokus, dan basil influenza.
1 | m a k a l a h K M B
b. Tuberkulosis, yang disebabkan oleh basil tuberkel (Mycobacterium tuberculose).
c. Infeksi virus, yang disebabkan oleh agen – agen virus yang sangat bervariasi. (Elizabeth
Indah, 1998 : 2).
Etiologi lainnya yaitu :
a. Bakteri : Haemophilus influenza (tipe B), streptococcus pneumoniae, neisseria meningitides,
b - hemolytic streptococcus, staphylococcus aureu, e. coli.
b. Faktor maternal : rupture membrane fetal, infeksi maternal pada minggu terakhir kehamilan.
c. Faktor imunologi : defisiensi mekanisme imun, defisiensi immunoglobulin, anak yang
mendapat obat – obat imunosupresi.
d. Anak dengan kelainan system saraf pusat, pembedahan atau injury yang berhubungan
dengan system persarafan.
C. Anatomi dan Fisiologi
Meningen (selaput otak) mrupakan selaput yang membungkus otak dan sumsum tulang
belakang, melindungi struktur saraf halus yang membawa pembuluh darah dan cairan sekresi
(serebro spinal), memperkecil terjadinya benturan atau getaran yang terdiri dari 3 lapisan:
a. Durameter (lapisan sebelah luar)
Selaput keras pembungkus otak yang berasal dari jaringan ikat tebal dan kuat. Durameter
pada tempat tertentu mengandung rongga yang mengalirkan darah vena ke otak yang dinamakan
sinus longitudunal superior, terletak diantara kedua hemisfer otak.
b. Arakhnoid (lapisan tengah)
Arakhnoid merupakan selaput halus yang memisahkan durameter dengan piameter
membentuk sebuah kantong atau balon yang berisi cairan otak yang meliputi seluruh susunan
saraf pusat.
c. Piameter (lapisan sebelah dalam)
Piameter merupakan selaput tipis yang terdapat pada permukaan jaringan otak, piameter
berhubungan dengan arakhnoid melalui struktur-struktur jaringan ikat yang disebut trabekel.
Adapun fungsi meningeal sebagai berikut :
1) Menyelubungi dan melindungi susunan saraf pusat
2) Melindungi pembuluh darah dan menutupi sinus venus
3) Berisi cairan serebrospinal
2 | m a k a l a h K M B
D. Patofisiologi
Meningitis tuberkulosa terjadi akibat komplikasi penyebaran tuberkulosis primer, biasanya
dari paru. Meningitis terjadi bukan karena terinfeksinya selaput otak langsung oleh penyebaran
hematogen, tetapi biasanya sekunder melalui pembentukan tuberkel pada permukaan otak,
sumsum tulang belakang atau vertebra yang kemudian pecah kedalam rongga araknoid (Rich dan
McCordeck). Meningitis bakteri; netrofil, limposit dan yang lainnya merupakan sel radang.
Eksudat terdiri dari bakteri fibrin dan leukosit yang dibentuk diruang subaraknoid. Penumpukan
pada CSF akan bertambah dan mengganggu aliran cerebrospinal fluid disekitar otak dan medula
spinalis. Terjadi vasodialatasi yang cepat dari pembuluh darah dan jaringan otak dapat
menimbulkan trombosis dinding pembuluh darah dan jaringan otak dapat menjadi infark.
Penyebaran Mycobacterium Tuberculosis dapat mencapai otak melalui penyebaran limfe dan
darah. Otak dapat menjadi tempat Mycobacterium tuberkulosis berkembangbiak dan mati
selanjutnya. Kadang-kadang bakteri ini dapat mengeluarkan massa keju ke dalam cairan
serebrospinal sehingga terjadi meningitis.
E. Manifestasi Klinis
Pada meningitis tuberkulosa secara klinis kadang-kadang belum terdapat gejala meningitis
nyata walaupun selaput otak sudah terkena.
Gejala biasanya didahului oleh stadium prodromal berupa iritasi selaput otak. Meningitis
biasanya mulai perlahan-lahan tanpa panas atau terdapat kenikan suhu yang ringan saja, jarang
terjadi akut dengan panas yang tinggi. Sering dijumpai anak mudah terangsang atau menjadi
apatis dan tidurnya sering terganggu. Anak besar dapat mengeluh sakit kepala. Anoreksia,
obstipasi dan muntah sering dijumpai.
Kemudian disusul stadium transisi dengan kejang. Gejala-gejala diatas menjadi lebih berat
dan gejala rangsangan meningeal mulai nyata, kaku kuduk, seluruh tubuh menjadi kaku dan
timbul opistotonus. Reflek tendon menjadi lebih tinggi, ubun-ubun menonjol dan umumnya juga
terdapat kelumpuhan urat saraf mata sehingga timbul gejala strabismus dan nistagmus. Suhu
tubuh menjadi lebih tinggi dan kesadaran menurun hingga timbul stupor.
3 | m a k a l a h K M B
Stadium terminal berupa kelumpuhan-kelumpuhan, koma menjadi lebih dalam, pupil
melebar dan tidak bereaksi sama sekali. Pernapasan dan nadi menjadi tidak teratur, sering terjadi
pernapasan “Cheyne-Strokes”. (Ngastiyah 2005 : 188).
F. Manajemen Medis Secara Umum
Pemberian kombinasi obat antituberkulosis dan ditambah dengan kostikosteroid, pengobatan
simtomatik bila terjadi kejang, koreksi dehidrasi akibat masukan makanan yang kurang atau
muntah-muntah, fisioterapi. Umumnya dipakai kombinasi Streptomisin, PAS, dan INH.
(Ngastiyah 2005 : 189)
G. Dampak Masalah Terhadap Fungsi Sistem Tubuh Lain
a. Sistem persarafan
Penurunan kesadaran terjadi karena terganggunya sel – sel saraf sensoris dan motorik yang
diakibatkan karena hipoksia jaringan otak yang terkena infeksi. Karena terganggunya sel – sel
saraf sensoris dan motoris itu maka akan mengganggu pada anggota tubuh lainnya dan akan
terjadi reflek – reflek yang abnormal pada klien.
b. Sistem Kardiovaskuler
Pada klien meningitis tedapat bendungan-bendungan pembuluh darah pada piameter serta
pembesaran fleksus koiredeus. Dengan adanya bendungan-bendungan pembuluh tersebut akan
menimbulkan adanya peningkatan tekanan darah atau penurunan tekanan darah.
c. Sistem Pernafasan
Akibat adaya pembentukan tuberkel akan mengakibatkan suplai darah yang membawa O2 ke
otak menurun sehingga timbul hipoksia pada jaringan otak. Selain itu penurunan kesadaran yang
menyebabkan intolensi aktifitas dapat membuat aliran darah ke paru-paru berkurang sehingga
sekret sulit untuk di alirkan ke saluran pernafasan yang akan mengakibatkan akumulasi sekret
yang dapat menghambat proses pernapasan dan supali oksigen (O2).
d. Sistem Perkemihan
Karena adanya penurunan kesadaran maka akan terjadi inkontinensia urine atau retensi urine, hal
ini ini disebabkan oleh asupan cairan yang tidak adekuat dan tidak dapat mengontrol keinginan
untuk miksi.
4 | m a k a l a h K M B
e. Sistem Pencernaan
Pada klien dengan meningitis asupan nutrisi tidak adekuat karena intoleransi aktifitas dan
imobilitas fisik akibat penurunan kesadaran yang dapat menimbulkan penurunan peristaltik usus
yang mengakibatkan konstipasi.
f. Sistem Integumen
Pada keadaan keterbatasan gerak karena penurunan kesadaran dan suhu tubuh turun naik akibat
proses infeksi/peradangan ini akan mengganggu sistem termoregulasi. Pengeluaran keringat
karena suhu tubuh naik turun yang tidak menentu membuat tubuh selalu basah dan timbul ruam
serta lecet, dan karena tirah baring yang lama dapat juga terjadi dekubitus.
g. Sistem Muskuloskeletal
Akibat dari kurangnya suplai O2 ke jaringan otak dapat menyebabkan kerusakan otak yang
selanjutnya dapat menimbulkan berbagai kelumpuhan dan sering ditemukan kelumpuhan
anggota gerak,. Kelumpuhan dapat bersifat plaksid (lemas), kemudian terjadi kekakuan sendi.
H. Konsep Pertumbuhan dan Perkembangan
a. Pertumbuhan usia toddler (1-3 tahun)
Pertumbuhan merupakan suatu peningkatan jumlah dan ukuran (Whaley dan Wong 2000).
Marlow (1988) mengemukakan pertumbuhan sebargai suatu peningkatan ukuran tubuh yang
dapat diukur dengan meter atau centimeter untuk tinggi badan dan kilogram atau gram untuk
berat badan.
Pertumbuhan pada anak usia toddler (1-3 tahun)
Karakteristik fisik
1) Berat badan
a). Toddler menambah berat badan sebanyak 2,2 kg pertahun.
b). Penambahan berat badan menurun secara seimbang.
2) Tinggi badan
a). Tinggi badan meningkat kira-kira 7,5 cm pertahun.
b). Proporsi tubuh berubah; lengan dan kaki tumbuh dengan laju yang lebih cepat daripada
kepala dan badan.
c). Lordosis lumbar pada medula spinalis kurang terlihat.
d). Tubuh toddler tidak begitu gemuk dan pendek.
5 | m a k a l a h K M B
e). Tungkai mempunyai tampilan yang bengkok (torsi tibialis).
3) Lingkar kepala
a). Fontanel anterior menutup pada usia 15 bulan
b). Lingkar kepala meningkat 2,5 cm pertahun.
4) Gigi (molar pertama dan kedua serta gigi taring mulai muncul)
b. Perkembangan
Perkembangan menitikberatkan pada perubahan yang terjadi secara bertahap dari tingkat
yang paling rendah ke tingkat yang paling tinggi dan kompleks melalui proses maturasi dan
pembelajaran (Whaley dan Wong 2000). Marlow (1988) mendefinisikan perkembangan sebagai
peningkatan keterampilan dan kapasitas anak untuk berfungsi secara bertahap dan terus-menerus.
Perkembangan motorik kasar usia 18 bulan
- Mulai bisa berjalan; jarang jatuh.
- Menaiki dan menuruni tangga
- Menaiki perabot
- Bermain dengan mainan-mainan yang dapat ditarik
- Dapat mendorong perabot yang ringan ke sekeliling ruangan
- Duduk sendiri diatas bangku.
Perkembangan motorik halus usia18 bulan
- Membangun menara yang terdiri dari 3 balok
- Mencoret-coret sembarangan
- Minum dari cangkir
Perkembangan bahasa usia 2 tahun
- Menggunakan kalimat dengan dua dan tiga kata
- Menggunakan hofrasis
- Lebih dari setengah pembicaraannya dapat dimengerti.
6 | m a k a l a h K M B
PROSES ASUHAN KEPERAWATAN
Proses keperawatan merupakan lima tahap proses yang konsisten sesuai dengan
perkembangan profesi keperawatan.
1. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu proses yang
sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan
mengidentifikasi status kesehatan klien. (Nursalam, 2001:1). Pengkajian ini dilakukan dengan
metode wawancara/tanya jawab, observasi, serta studi dokumentasi.
a. Biodata
Biografi klien meliputi nama, jenis kelamin, usia, alamat, dan penanggungjawab.
b. Keluhan Utama
Menurut Robert priharjo (1996 ; 9), untuk mengutamakan masalah atau keluhan secara lengkap.
Anak dengan meningitis sering mengalami kejang, pen ururnan kesadaran, demam yang tinggi,
dan pada anak lebih besar sering mengeluh sakit kepala.
c. Riwayat Kesehatan
Riwayat kehamilan, riwayat persalinan, penyakit kronis, neoplasma, riwayat pembedahan otak,
cedera kepala, serta riwayat imunisasi.
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Keadaan kesehatan keluarga yang berhubungan dengan kesehatan klien/yang dapat
mempengaruhi keadaan masalah klien baik riwayat penyakit keturunan atau pola hidup keluarga.
e. Riwayat Kehamilan
Keadaan ibu selama hamil, keluhan pada saat hamil, apakah ibu menbapatkan imunisasi TT,
nutrisi ibu selama hamil apakah ada makanan pantangan selama hamil, apakah ada riwayat
penyakit yang berhubungan dengan kehamilan pola. Kebiasaan ibu yang mempengaruhi terhadap
kehamilan.
f. Riwayat Persalinan
Petugas yang menolong jenis persalinan, kesehatan ibu selama melahirkan posisi janin sewaktu
melahirkan, apakah bayi langsung menangis. Kesehatan ibu dan bayi setelah melahirkan, berat
badan dan tinggi badan saat dilahirkan, adanya riwayat BBLR yang kurang dari 2500 gram,
apakah colostrum keluar segera, apakah bayi sudah mendapatkan imunisasi.
g. Pertumbuhan dan Perkembangan pada Usia Toddler (1-3 Tahun)
7 | m a k a l a h K M B
Pertumbuhan merupakan suatu peningkatan jumlah dan ukuran (Whaley dan Wong 2000).
Marlow (1988) mengemukakan pertumbuhan sebargai suatu peningkatan ukuran tubuh yang
dapat diukur dengan meter atau centimeter untuk tinggi badan dan kilogram atau gram untuk
berat badan. Pertumbuhan adalah suatu proses alamiah yang terjadi pada individu, yaitu secara
bertahap anak akan semakin bertambah berat dan tinggi. Jadi, pertumbuhan berkaitan dengan
kualitas fisik individu anak.
Pertumbuhan pada anak usia toddler (1-3 tahun)
Karakteristik fisik
1). Berat badan
a. Toddler menambah berat badan sebanyak 2,2 kg pertahun.
b. Penambahan berat badan menurun secara seimbang.
2) Tinggi badan
a. Tinggi badan meningkat kira-kira 7,5 cm pertahun.
b. Proporsi tubuh berubah; lengan dan kaki tumbuh dengan laju yang lebih cepat daripada
kepala dan badan.
c. Lordosis lumbar pada medula spinalis kurang terlihat.
d. Tubuh toddler tidak begitu gemuk dan pendek.
e. Tungkai mempunyai tampilan yang bengkok (torsi tibialis).
3) Lingkar kepala
a. Fontanel anterior menutup pada usia 15 bulan.
b. Lingkar kepala meningkat 2,5 cm pertahun.
4) Gigi (molar pertama dan kedua serta gigi taring mulai muncul)
Perkembangan menitikberatkan pada perubahan yang terjadi secara bertahap dari tingkat
yang paling rendah ke tingkat yang paling tinggi dan kompleks melalui proses maturasi dan
pembelajaran (Whaley dan Wong 2000). Marlow (1988) mendefinisikan perkembangan sebagai
peningkatan keterampilan dan kapasitas anak untuk berfungsi secara bertahap dan terus-menerus.
Perkembangan motorik kasar usia 18 bulan
a) Mulai bisa berjalan; jarang jatuh.
b) Menaiki dan menuruni tangga
c) Menaiki perabot
d) Bermain dengan mainan-mainan yang dapat ditarik
8 | m a k a l a h K M B
e) Dapat mendorong perabot yang ringan ke sekeliling ruangan.
f) Duduk sendiri diatas bangku.
Perkembangan motorik halus usia18 bulan
a) Membangun menara yang terdiri dari 3 balok
b) Mencoret-coret sembarangan
c) Minum dari cangkir
Perkembangan bahasa usia 2 tahun
a) Menggunakan kalimat dengan dua dan tiga kata
b) Menggunakan hofrasis
c) Lebih dari setengah pembicaraannya dapat dimengerti.
h. Pemeriksaan fisik (Menurut Sunaryono, 1999 : 59)
Pada bayi dan anak (usia 3 bulan hingga 2 tahun) : Kaji adanya demam, malas makan, muntah,
mudah terstimulus, kejang, menangis dengan merintih, ubun-ubun menonjol, kaku kuduk, tanda
kernig dan brudzinsky positif.
Kesadaran
Kesadaran biasanya menurun hingga timbul stupor dan penampilan tampak lemah.
Tanda-tanda vital
Pada klien biasanya terdapat peningkatan suhu tubuh dan peningkatan denyut nadi serta
peningkatan respirasi.
1). Daerah kepala dan leher
Kepala mengalami pembesaran, rambut dan kulit kepala biasanya tidak terdapat kelainan,
ubun-ubun biasanya menonjol. Mata dapat mengalami kelumpuhan urat saraf sehingga timbul
strabismus dan nistagmus dapat juga terjadi potofobia, mulut dan kulit bibir tampak kering
2). Daerah dada dan abdomen
Dada terdapat ketidakteraturan pernapasan atau apnea suara napas rales.Perut datar lembut,
ditemukan adanya peningkatan peristaltik usus, tidak ditemukan adanya luka iritasi.
3). Genetalia dan anus
Bentuk genetalia tidak ditemukan adanya kelainan atau lesi, hanya pada daerah anus tampak ada
luka iritasi
4). Ekstremitas atas dan bawah
Biasanya tidak ada kelainan bentuk pada ekstremitas atas dan bawah.
9 | m a k a l a h K M B
i. Data penunjang
Pemeriksaan lumbal fungsi untuk pemeriksaan bakteriologik, tekanan dan jumlah sel meninggi,
kadar glukosa dan klorida biasanya menurun, rontgen untuk mengetahui adanya infiltrat, kadar
protein meninggi,uji tuberkulin.
j. Pemberian therapi
Pengobatan meningitis tuberkulosa ialah pemberian kombinasi obat antituberkulosis ditambah
dengan kostikosteroid, pengobatan simtomatik bila terdapat kejang. Pemberian antibiotik dan
sawar otak.
k. Diagnosa keperawatan
Diagosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan respon manusia (status
kesehatan atau resiko perubahan pola) dari individu atau kelompok dimana perawat secara
akontabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga
status kesehatan, menurunkan, membatasi, mencegah dan merubah (a Carpenito 2000).
(Nursalam 2001 : 35)
NANDA menyatakan bahwa diagnosa keperawatan adalah “keputusan klinik tentang respon
individu, keluarga dan masyarakat tentang masalah kesehatan aktual atau potensial, sebagai
dasar seleksi intervensi keperawatan untuk mencapai tujuan asuhan keperawatan sesuai dengan
kewenangan perawat”.
Diagnosa yang mungkin timbul pada anak dengan Meningitis.
1) Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan proses inflamasi.
2) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan meningkatnya tekanan intra kranial.
3) Tidak efektifnya bersihan jalan napas berhubungan dengan kelemahan otot pernapasan,
ketidakmampuan untuk betuk, dan penurunan kesadaran.
4) Tidak efektif pola napas berhubungan dengan menurunnya kemampuan bernapas.
5) Resiko injury berhubungan dengan disorientasi, kejang, gelisah
6) Perubahan proses berfikir berhubungan dengan perubahan tingkat kesadaran.
7) Kurangnya volume cairan berhubungan dengan menurunnya intake cairan, kehilangan cairan
abnormal.
8) Kelebihan volume cairan berhubungan dengan tidak adekuatnya sekresi hormon antidiuretik.
9) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, lemah, mual,
muntah.
10 | m a k a l a h K M B
10) Kecemasan berhubungan dengan adanya situasi yang mengancam.
2. Perencanaan
Perencanaan meliputi pengembangan strategi desain untuk mencegah, mengurangi atau
mengoreksi masalah-masalah yang diidentifikasi pada diagnosa keperawatan (Nursalam 2000 :
51)
Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan proses inflamasi.
Tujuan : mempertahankan perfusi serebral yang adekuat
Intervensi dan rasional
1) Monitor klien dengan ketat terutama setelah fungsi lumbal untuk mencegah terjadinya nyeri
yang dapat meningkatkan tekanan intrakranial.
2) Pertahankan anak tetap kontak dengan lingkungan sekitar agar anak tetap dapat berorientasi
pada lingkungan.
3) Mengobservasi dan mencatat tanda-tanda vital, tingkat kesadaran, menilai status neurologi.
Perubahan-perubahan ini menandakan adanya perubahan tekanan intrakranial juga untuk
mengetahui dan sebagai data awal tindakan selanjutnya.
4) Monitor adanya peningkatan tekanan intra kranial (meningkatnya lingkar kepala, fontanel
menonjol, meningkatnya tekanan darah, menurunnya nadi, pernapasan tidak beraturan, mudah
terstimulasi, menangis merintih, defisit focal, kejang)
5) Catat setiap kejang yang terjadi, anggota tubuh yang terkena, lamanya kejang, dan aura.
6) Menyiapkan peralatan antisipasi terjadinya kejang
7) Meninggikan bagian kepala tempat tidur 300
8) Mempertahankan kepala dan leher dalam satu garis lurus untuk memudahkan venous return.
9) Menagajarkan kepada anak untuk menghindari valsava manuver (mengedan, batuk, bersin)
dan jika merubah posisi anak lakukan secara perlahan. Untuk mencegah terjadinya peningkatan
tekanan intrakranial.
10) Melakukan latihan pasif aktif ROM (Range Of Motion). Mencegah kontraktur dan kekakuan
serta untuk merangsang sirkulasi perifer.
11) Hindari dilakukannya pengikatan jika memungkinkan. Pengikatan dapat menimbulkan
kontraktur dan luka baru.
11 | m a k a l a h K M B
12) Monitor tanda-tanda septik syok (hipotensi, hiperthermi, meningkatnya pernapasan,
kebingungan, disorientasi, vasokontriksi perifer). Untuk mendeteksi lebih dini adanya
peningkatan tekanan intrakranial.
13) Memberikan therapi untuk mengurangi edema sesuai order. Mencegah terjadinya
komplikasi.
14) Memberikan oksigen sesuai order. Dengan pemberian oksigen dapat mencegah terjadinya
hifoksia pada jaringan.
Tidak efektif pola napas berhubungan dengan menurunnya kemampuan bernapas.
Tujuan : Mempertahankan oksigenasi yang adekuat
Intervensi dan rasional.
1) Monitor frekuensi napas, Auskultrasi suara pernapasan, pola, inspirasi dan ekspirasi,
observasi kulit, kuku, membran mukosa terhadap adanya sianosis. Untuk mendeteksi perubahan-
perubahan oksigenasi.
2) Monitor analisa gas darah terhadap adanya hipoksia. Mendeteksi terjadinya hifoksia pada
jaringan.
3) Melakukan rontgen dada untuk mengetahui adanya infiltrat.
4) Ganti posisi setiap 2 jam, anjurkan anak menakukan aktivitas sesuai toleransi. Membantu
sirkulasi darah dalam menyalurkan oksigen keseluruh tubuh.
5) Mempertahankan kepatenan jalan napas; melakukan pengisapan lendir, dan mengatur posisi
tidur dengan kepala ekstensi. Mencegah terjadinya aspirasi.
6) Memberikan oksigen sesuai order dan monitor efektifitas pemberian oksigen tersebut. Untuk
mencegah terjadinya hifoksia.
7) Observasi meningkatnya pernapasan, kebingungan, disorientasi, vasokontriksi perifer
laporkan setiap perubahan ke dokter. Untuk mendeteksi adanya perubahan-perubahan
oksigenasi.
Resiko injury berhubungan dengan disorientasi, kejang, gelisah
Tujuan : mencegah injury
Intervensi dan rasional
1) Awasi klien yang kejang dan delirium untuk mencegah terjadinya injury.
2) Beri bantalan dan ikatan pada klien delirium untuk mencegah terjadinya injury.
3) Kaji status pernapasan untuk mencegah terjadinya asfiksia yang dapat menimbulkan injury.
12 | m a k a l a h K M B
4) Hindari penigkatan tekanan intra kranial; yang dapat menimbulkan valsava manuver; batu,
mengejan, bersin, rangsangan dari prosedur seperti ; pengisapan lendir dilakukan denga hati-hati.
Untuk mencegah terjadinya injury
Perubahan proses berfikir berhubungan dengan perubahan tingkat kesadaran.
Tujuan : mempertahankan fungsi sensori
Intervensi dan rasional
1) Bertingkahlaku tenang, konsisten, bicara lambat dan jelas untuk meningkatkan pemahaman
anak.
2) Mengajak anak berbicara ketika melakukan tindakan, meggunakan sentuha terapeutik.
3) Mengorientasi secara verbal kepada orang, tempat, waktu, situasi; menyediakan mainan,
barang yang disukai, barang yang dikenal, radio, televisi.
4) Memanggil dengan nama yang disukai anak, menganjurkan orangtua untuk ada disamping
anak.
Kelebihan volume cairan berhubungan dengan tidak adekuatnya sekresi hormon
antidiuretik.
Tujuan : mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit
Intervensi dan rasional
1) Mengobservasi tanda-tanda dehidrasi (membran mukosa kering, meningkatnya nadi,
meningkatnya serum sodium, kehilangan berat badan, meningkatnya Bj urine, kehilangan cairan
yang besar dibanding intake cairan). Bj urine yang pekat menandakan sekresi yang meningkat.
2) Mengobservasi tanda-tanda retensi cairan dan cairan hipotonik untuk mendeteksi
keseimbangan cairan.
3) Menimbang berat badan setiap hari dengan waktu dan skala yang sama untuk mengetahui
dan mendeteksi tanda-tanda retensi urine dan mencegah peningkatan tekanan intrakranial.
4) Memastikan bahwa jumlah cairan yang masuk tidak berlebihan untuk mencegah oedema.
5) Memberikan cairan dengan jumlah yang sedikit tapi sering untuk mengurangi distensi
lambung.
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, lemah,
mual, muntah.
Tujuan : mempertahankan kebutuhan nutrisi yang adekuat.
13 | m a k a l a h K M B
Intervensi dan rasional.
1) Ijinkan anak untuk memakan makanan yang ditoleransi anak, rencanakan untuk
memperbaiki kualitas gizi pada saat selera makan anak meningkat.
2) Berikan makanan yang disertai suplemen nutrisi untuk meningkatkan kualitas intake nutrisi.
3) Menganjurkan kepada orang tua untuk memberikan makan kepada anak dengan tekhnik
sedikit tapi sering. Dapat memenuhi intake nutrisi yang adekuat.
4) Menganjurkan kepada anak untuk makan secara perlahan, dan menghindari posisi berbaring
1 jam setelah makan menghindari distensi abdomen.
5) Menciptakan lingkungan yang menyenangkan pada waktu makan (menghilangkan bau yang
tidak menyenangkan, udara segar, bunyi yang mengganggu).
6) Menimbang berat badan setiap hari dengan waktu dan skala yang sama.
7) Menjelaskan pentingnya asupan nutrisi yang adekuat untuk penyembuhan penyakit dapat
memeberikan informasi dan pilihan pada orangtua dalam pemberian nutrisi secara adekuat.
8) Ijinkan keluarga untuk makan bersama jika memungkinkan untuk merangsang intake nutriri
yang adekuat.
9) Membatasi intake cairan selama makan untuk mengurangi distensi lambung.
Kecemasan berhubungan dengan adanya situasi yang mengancam.
Tujuan : orangtua akan mengekspresikan kecemasan terhadap kemungkinan kehilangan anak dan
mencari solusi untuk mengatasinya.
Intervensi dan rasional.
1) Mengkaji perasaan dan persepsi orang tua terhadap situasi atau masalah yang dihadapi hal
dapat membantu perawat dalam memberikan informasi yang tepat kepada orang tua.
2) Memfasilitasi orang tua untuk mengekspresikan kecemasan dan tentukan hal yang paling
penting membuat anak/keluarga merasa terancam, mendengarkan dengan aktif dan empati.
3) Memberikan dukungan kepada keluarga dan menjelaskan kondisi anak sesuai dengan realita
yang ada serta menjelaskan program pengobatan yang diberikan untuk mengurangi rasa takut
dan kecemasan keluarga.
4) Mengajarkan tekhnik relaksasi yang sederhana (napas dalam).
5) Membantu orangtua untuk mngembangkan strategi untuk melakukan penyesuaian terhadap
krisis akibat penyakit yang diderita anak.
14 | m a k a l a h K M B
6) Memberikan dukungan kepada keluarga untuk mengembangkan harapan realitis terhadap
anak.
7) Menganalisa sistem yang mendukung dan penggunaan sumber-sumber di masyarakat
(pengobatan, keuangan, sosial) untuk membantu proses penyesuaian keluarga terhadap penyakit
anak.
2. ASUHAN KEPERAWATAN ABSES OTAK
A. KONSEP DASAR MEDIK
A. Pengertian
Abses otak adalah suatu proses infeksi yang melibatkan parenkim otak; terutama
disebabkan oleh penyebaran infeksi dari fokus yang berdekatan oleh penyebaran infeksi dari
fokus yang berdekatan atau melaui sistem vaskular.berdasarkan lokasinya 80% abses terdapat
pada cerebrum dan 50% pada cerebelum dan 5-20% terjadi lebih dari satu tempat (Esther,)
B. Etiologi
Berbagai mikroorganisme dapat ditemukan pada AO, yaitu bakteri, jamur dan parasit.
a. Bakteri yang tersering adalah Staphylococcus aureus, Streptococcus anaerob, Streptococcus
beta hemolyticus, Streptococcus alpha hemolyticus, E. coli dan Baeteroides. Abses oleh
Staphylococcus biasanya berkembang dari perjalanan otitis media atau fraktur kranii. Bila infeksi
berasal dari sinus paranasalis penyebabnya adalah Streptococcus aerob dan anaerob,
Staphylococcus dan Haemophilus influenzae. Abses oleh Streptococcus dan Pneumococcus
sering merupakan komplikasi infeksi paru. Abses pada penderita jantung bawaan sianotik
umumnya oleh Streptococcus anaerob.
b. Jamur penyebab AO antara lain Nocardia asteroides, Cladosporium trichoides dan spesies
Candida dan Aspergillus. Walaupun jarang, Entamuba histolitica, suatu parasit amuba usus dapat
menimbulkan AO secara hematogen.
c. Komplikasi dari infeksi telinga (otitis media, mastoiditis )hampir setengah dari jumlah
penyebab abses otak serta Komplikasi infeksi lainnya seperti ; paru-paru (bronkiektaksis,abses
paru,empiema) jantung ( endokarditis ), organ pelvis, gigi dan kulit.
15 | m a k a l a h K M B
C. Patofisiologi
Fase awal abses otak ditandai dengan edema lokal, hiperemia infiltrasi leukosit atau
melunaknya parenkim. Trombisis sepsis dan edema. Beberapa hari atau minggu dari fase awal
terjadi proses liquefaction atau dinding kista berisi pus. Kemudian terjadi ruptur, bila terjadi
ruptur maka infeksi akan meluas keseluruh otak dan bisa timbul meningitis.
AO dapat terjadi akibat penyebaran perkontinuitatum dari fokus infeksi di sekitar otak
maupun secara hematogen dari tempat yang jauh, atau secara langsung seperti trauma kepala dan
operasi kraniotomi. Abses yang terjadi oleh penyebaran hematogen dapat pada setiap bagian
otak, tetapi paling sering pada pertemuan substansia alba dan grisea; sedangkan yang
perkontinuitatum biasanya berlokasi pada daerah dekat permukaan otak pada lobus tertentu.
AO bersifat soliter atau multipel. Yang multipel biasanya ditemukan pada penyakit
jantung bawaan sianotik; adanya shunt kanan ke kiri akan menyebabkan darah sistemik selalu
tidak jenuh sehingga sekunder terjadi polisitemia. Polisitemia ini memudahkan terjadinya
trombo-emboli. Umumnya lokasi abses pada tempat yang sebelumnya telah mengalami infark
akibat trombosis; tempat ini menjadi rentan terhadap bakteremi atau radang ringan. Karena
adanya shunt kanan ke kin maka bakteremi yang biasanya dibersihkan oleh paru-paru sekarang
masuk langsung ke dalam sirkulasi sistemik yang kemudian ke daerah infark. Biasanya terjadi
pada umur lebih dari 2 tahun. Dua pertiga AO adalah soliter, hanya sepertiga AO adalah
multipel. Pada tahap awal AO terjadi reaksi radang yang difus pada jaringan otak dengan
infiltrasi lekosit disertai udem, perlunakan dan kongesti jaringan otak, kadang-kadang disertai
bintik perdarahan. Setelah beberapa hari sampai beberapa minggu terjadi nekrosis dan pencairan
pada pusat lesi sehingga membentuk suatu rongga abses. Astroglia, fibroblas dan makrofag
mengelilingi jaringan yang nekrotik. Mula-mula abses tidak berbatas tegas tetapi lama kelamaan
dengan fibrosis yang progresif terbentuk kapsul dengan dinding yang konsentris. Tebal kapsul
antara beberapa milimeter sampai beberapa sentimeter. Beberapa ahli membagi perubahan
patologi AO dalam 4 stadium yaitu :
1) stadium serebritis dini
2) stadium serebritis lanjut
16 | m a k a l a h K M B
3) stadium pembentukan kapsul dini
4) stadium pembentukan kapsul lanjut.
Abses dalam kapsul substansia alba dapat makin membesar dan meluas ke arah ventrikel
sehingga bila terjadi ruptur, dapat menimbulkan meningitis. Infeksi jaringan fasial, selulitis
orbita, sinusitis etmoidalis, amputasi meningoensefalokel nasal dan abses apikal dental dapat
menyebabkan AO yang berlokasi pada lobus frontalis. Otitis media, mastoiditis terutama
menyebabkan AO lobus temporalis dan serebelum, sedang abses lobus parietalis biasanya terjadi
secara hematogen.
Mikroorganisme penyebab abses masuk ke otak dengan cara :
1. Implanmentasi langsung akibat trauma,tindakan obrasi ,pungsi lumbal,penyebab infeksi
kronik pada telinga,sinus mastoid,di mana bakteri masuk ke otak dengan melalui tulang atau
pembuluh darah.
2. Penyebab infeksi dari focus primer pada paru- paru seperti abses paru,bronchiactasis
,empyema,pada endokarditis dan perikarditis.
3. Komplikasi pada meninghitis purulenta.
Mikroorganisme yang umum menyebabkan abses otak adalah streptococci,bacteriodes
fragilis,Esterichia coli.
Setelah terjadi implamentasi bakteri kemudian terjadi reaksi peradangan inkal dengan
karakteristik edema local,hyperaemia ,adanya infiltrasi dan jaringan menjadi lunak.pada tingkat
ini lokasi pembentukan abses Nampak kongestik .lunak ,mengandung minyak perdarahan
petechikal dan sebukan neoutrofil.beberapa hari sampai beberapa bulan jaringan otak tejadi
nekrosis dan mengeluarkan m.issa pus.di luar jaringan nekrotik tampak jaringan granulasi yang
mengandung kapiler,fibroslat,limposit dan sel plasmajika tanpa pengobatan yang memadai pus
akan membesar,menyebar dan meluas subarachnoid dan ventrikel.
D. Manifestasi klinik
Gejala lokal yang terlihat pada abses otak Lobus Gejala
a. Frontalis mengantuk, tidak ada perhatian, hambatan dalam mengambil keputusan,Gangguan
intelegensi, kadang-kadang kejang
b. Temporalis tidak mampu meyebut objek;tidak mampu membaca, menulis atau,mengerti
kata-kata;hemianopia.
17 | m a k a l a h K M B
c. Parietalis gangguan sensasi posisi dan persepsi stereognostik,kejang fokal,hemianopia
homonim,disfasia,akalkulia,agrafia
d. Serebelum sakit kepala suboksipital,leher kaku,gangguan koordinasi,nistagmus,tremor
intensional.
E. Komplikasi
Komplikasi meliputi :
- retardasi mental
- epilepsi
- kelainan neurologik fokal yang lebih berat.
Komplikasi ini terjadi bila AO tidak sembuh sempurna.
F. Test Diagnostik
Tindakan diagnostik yaitu :
a. CT Scan
Mengidentifikasi dan melokalisasi abses besar dan abses kecil disekitarnya
b. Arteriografi
Menunjukkan lokasi abses di lobus temporal atau abses cerebellum
G. Penatalaksanaan
a. Terapi antibiotik. Kombinasi antibiotik dengan antibiotik spektrum luas.
Antibiotik yang dipakai ;Penicilin, chlorampenicol (chloramyetin) dan nafacillen (unipen).
Bila telah diketahui bakteri anaerob, metrodiazelo (flagyl) juga dipakai.
b. Surgery ; aspirasi atau eksisi lengkap untuk evaluasi abses.
Pengo
Konsep Dasar Keperawatan
1. Pengkajian
a. Anamnesis
Identitas klen; usia, jenis, kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tgl MRS,
askes dst.
Keluhan utama ; nyeri kepala disertai dengan penurunan kesadaran.
Riwayat penyakit sekarang ; demam, anoreksi dan malaise, peninggian tekanan intrakranial serta
gejala nerologik fokal .
18 | m a k a l a h K M B
Riwayat penyakit dahulu ; pernah atau tidak menderita infeksi telinga (otitis media, mastoiditis )
atau infeksi paru-paru (bronkiektaksis,abses paru,empiema ) jantung ( endokarditis ), organ
pelvis, gigi dan kulit.
b. Pemeriksaan fisik
1) KU
2) Pola fungsi kesehatan :
a) Aktivitas/istirahat :
Gejala;malaise
Tanda ; ataksia, masalah berjalan, kelumpuhan, gerakan involunter.
b) Sirkulasi
Gejala;adanya riwayat kardio patologi, seperti endokarditis
Tanda ; TD meningkat,nadi menurun (berhubungan peningkatan TIK dan pengaruh pada
vasomotor).
c) Eliminasi
Tanda;adanya inkontensia dan/atau retensi
d) Nutrisi
Gejala ; kehilangan nafsu makan,disfagia (pada periode akut )
Tanda ; anoreksia,muntah.turgor kulit jelek,membran mukosa kering.
e) Higiene
Tanda ; ketergantungan terhadap semua kebutuhan perawatan diri(pada periode akut)
f) Neurosensori
Gejala ;sakit kepala, parestesia, timbul kejang, gangguan penglihatan
Tanda ;penurunan status mental dankesadaran,kehilangan memori, sulit dalam mengambil
keputusan,afasia,mata; pupil unisokor (peningkatan TIK),nistagmus.kejang umum lokal.
g) Nyeri/keamanan
Gejala ; Sakit kepala mungkin akan diperburuk oleh ketegangan;leher/punggung kaku.
Tanda ; tampak terus terjaga. Menangis/mengeluh.
h) Pernapasan
Gejala ; adanya riwayat infeksi sinus atau paru
Tanda ;peningkatan kerja pernapasan ( episode awal ). Perubahan mental (letargi sampai koma)
dan gelisah
19 | m a k a l a h K M B
i) Keamanan
Gejala ; adanya riwayat ISPA/infeksi lain meliputi ; mastoiditis, telinga tengah, sinus,abses gigi;
infeksi pelvis,abdomen atau kulit;fungsi lumbal, pembedahan, fraktur pada tengkorak/cedera
kepala.
Tanda ; suhu meningkat, diaforesis, menggigil. Kelemahan secara umum; tonus otot flaksid atau
spastik;paralisis atau parese. Gangguan sensasi
2 .Diagnosa keperawatam
Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien dengan abses otak, yaitu:
Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan proses peradangan,
peningkatan tekanan intra kranial (TIK)
Ditandai dengan :
Data Subjektif (DS):
a. Klien mengatakan nyeri kepala
b. Klien mengatakan merasa mual
c. Klien mengatakan merasa lemah
d. Klien mengatakan bahwa pandangannya kabur
Data Objektif (DO):
a. Perubahan kesadaran
b. Perubahan tanda vital
c. Perubahan pola napas, bradikardia
d. Nyeri kepala
e. Muntah
f. Kelemahan motorik
g. Kerusakan pada Nervus kranial III, IV, VI, VII, VIII
h. Refleks patologis
i. Perubahan nilai ACD
j. Hasil pemeriksaan CT scan adanya edema serebri, abses
20 | m a k a l a h K M B
Resiko injuri: jatuh berhubungan dengan aktivitas kejang, penurunan kesadaran dan
status mental.
Ditandai dengan:
Data Subjektif (DS):
Kelurga klien mengatakan bahwa klien mengalami penurunan kesadaran.
Data Objektif (DO):
a. Penurunan kesadaran
b. Aktivitas kejang
c. Perubahan status mental
Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan umum, defisit neurologik.
Ditandai dengan:
Data Subjektif (DS):
Pasien mengatakan lemah.
Data Objektif (DO):
a. Paralisis, parese, hemiplegia, tremor
b. Kekuatan otot kurang
c. Kontraktur, atropi.
Hipertermia berhubungan dengan infeksi
Ditandai dengan:
Data Subjektif (DS):
Pasien mengatakan demam dan rasa haus.
Data Objektif (DO):
a. Suhu tubuh diatas 38o C.
b. Perubahan tanda vital
c. Kulit kering
d. Peningkatan leukosit
Ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan intake tidak adekuat, kehilangan cairan.
Ditandai dengan:
Data Subjektif (DS):
Pasien mengatakan demam dan rasa haus, muntah
Data Objektif (DO):
21 | m a k a l a h K M B
a. Suhu tubuh di atas 38oC.
b. Turgor kulit kurang
c. Mukosa mulut kering
d. Urine pekat
e. Perubahan nilai elektrolit
Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia,
kelemahan, mual dan muntah, intake yang tidak adekuat.
Ditandai dengan:
Data Subjektif (DS):
Pasien mengatakan tidak nafsu makan, mual dan muntah.
Data Objektif (DO):
a. Pasien tidak menghabiskan makanan yang telah disediakan
b. Diet makan
c. Penurunan BB
d. Adanya tanda-tanda kekurangan nutrisi: anemis, cepat lelah.
e. Hb dan Albumin kurang dari normal
f. Tekanan darah kurang dari normal.
Nyeri berhubungan dengan nyeri kepala, kaku kuduk, iritasi meningeal.
Ditandai dengan:
Data Subjektif (DS):
Pasien menguluh nyeri kepala, kaku pada leher dan merasa tidak nyaman.
Data Objektif (DO):
a. Ekspresi wajah menunjukkan rasa nyeri
b. Kaku kuduk positif
c. Peningkatan nadi
22 | m a k a l a h K M B
3. Intervensi
Nyeri akut b.d proses inflamasi, toksin dalam sirkulasi
Tujuan : Nyeri teratasi atau dapat dikontrol.
Kriteria hasil : klien melaporkan nyeri berkurang atau dapat diatasi, dapat mengidentifikasi
aktivitas yang meningkatkan atau mengurangi nyeri, klien tidak gelisah, skala nyeri 0-1 atau
teratasi.
Intervensi:
berikan lingkungan yang tenang, ruangan agak gelap sesuai indikasi
(menurunkan reaksi terhadap stimulasi dari luar atau sensitivitas pada,cahaya dan meningkatkan
relaksasi)
a. Tingkatkan tirah baring, bantulah kebutuhan perawatan diri yang penting.
(menurunkan gerakan yang dapat meningkatkan nyeri)
Kolaborasi
a. Berikan analgetik, seperti asetaminofen, kodein.
( untuk menghilangkan nyeri )
Hambatan mobilitas fisik b/d gangguan persepsi atau kognitif, penurunan kekuatan,terapi
pembatasan/kewaspadaan keamanan mis tirah baring, imobilisasi.
Tujuan : klien dapat menunjukkan cara mobilisasi secara optimal
Kriteria hasil : klien dapat mempertahankan posisi tubuh yang optimal, klien dapat
mempertahankan/meningkatkan kekuatan dan fungsi tubuh yang sakit,mempertahankan
integritas kulit, kandung kemih dan fungsi usus.
23 | m a k a l a h K M B
Intervensi :
1. Periksa kembali kembali kemampuan dan keadaan secara fungsional pada kerusakan yang
terjadi(mengidentifikasi kemungkinan kerusakan secara fungsional dan mempengaruhi pilihan
intervensi yang akan dilakukan )
2. Kaji derajat imobilisasi pasien dengan menggunakan skala ketergantungan (0-4)
Nilai 0 : klien mampu mandiri.
Nilai 1 : memerlukan bantuan/peralatan yang minimal.
Nilai 2 : memerlukan bantuan sedang/dengan
pengawasan/diajarkan.
Nilai 3 : memerlukan bantuan/peralatan yang terus menerus dan alat khusus
Nilai 4 : tergantung secara total pada pemberi asuhan.
Seseorang dalam semua katagori sama-sama mempunyai risiko kecelakaan namun katagori 2-4
mempunyai resiko terbesar untuk terjadinya bahaya tersebut sehubungan dengan imobilisasi.
3. Letakkan pasien pada posisi tertentu. Ubah posisi pasien secara teratur dan buat sedikit
perubahan posisi antar waktu.
(perubahan posisi yang teratur menyebabkan penyebaran terhadap berat badan dan menigkatkan
sirkulasi seluruh bagian tubuh.
4. Berikan bantuan untuk melakukan ROM
(mempertahankan mobilisasi dan fungsi sendi/posisi normal ekstrimitas dan menurunkan
terjadinya vena statis.
5. Berikan perawatan kulit dengan cermat, masase dengan pelembab, ganti linen/pakaian yang
basah tersebut tetap bersih dan bebas dari kerutan.
( meningkatkan sirkulasi dan elastisitas kulit dan menurunkan terjadinya eksekoriasi kulit )
6. Pantau haluaran urin. Catat warna dan bau urine. Bantu dengan latihan kandung kemih bila
memungkinkan.
24 | m a k a l a h K M B
Risti perubahan perfusi jaringan serebral b/d edema serebral
Tujuan : Pasien kembali pada,keadaan status neurologis sebelum sakit, Meningkatnya kesadaran
pasien dan fungsi sensoris.
Kriteria hasil : Tanda-tanda vital dalam batas normal, Rasa sakit kepala berkurang, Kesadaran
meningkat, adanya peningkatan kognitif dan tidak ada atau hilangnya tanda-tanda tekanan
intrakranial yang meningkat.
Intervensi :
1. pantau status neurologis dengan teratur dan bandingkan dengan keadaan normalnya,
seperti GCS
( pengkajian kecenderungan adanya perubahan tingkat kesadaran dan potensial penigkatan
tekanan intrakranial adalah sangat berguna dalam menentukan lokasi,dan perkembangan dari
kerusakan cerebral )
2. pantau pernapasan, catat pola dan irama pernapasan.
( tipe dari pola pernapasan merupakan tanda yang berat dari adanya peningkatan TIK/daerah
serebral yang terkena dan mungkin merupakan indikasi perlunya untuk melakukan intubasi
disertai pemasangan ventilator mekanik.
3. pantau intake dan output. Catat karakteristik urine, turgor kulit dan keadaan membran
mukosa.(hipertermi menigkatkan kehilangan air tak kasat mata dan menigkatkan resiko
dehidrasi, terutama jika kesadaran menurun.
Kolaborasi
1. tinggikan kepala tempat tidur sekitar 15-45 derajat sesuai toleransi dan indikasi. Jaga
kepala tetap pada posisi netral.
(peningkatan aliran vena dari kepala akan menurunkan TIK.)
2. berikan obat sesuai indikasi seperti ; deksametason, klorpomasin, asetaminofen.
Deksametason : dapat menurunkan permeabilitas kapiler untuk membatasi pembentukan edema
serebral.
Klorpomasin : obat pilihan dalam mengatasi kelainan postut tubuh atau mengigil yang dapat
meningkatkan TIK.
25 | m a k a l a h K M B
Asetaminofen : menurunkan metabolisme seluler/menurunkan konsumsi oksigen dan resiko
kejang.
Kurang pengetahuan tentang kondisi abses otak, prognosis dan perawatan abses otak b.d
kurangnya informsi
Tujuan : Klien mengetahui tentang kondisi abses otak, prognosis dan perawatan abses otak
Kriteria Hasil : Klien terlihat tenang, Klien mengerti tentang kondisinya
Intervensi :
1. Berikan informasi dalam bentuk-bentuk dan segmen yang sederhana.
( menurunnya rentang perhatian pasien dapat menurunkan kemampuan untuk
menerima,mengingat,menyimpan informasi yang diberikan,)
2. Beri kesempatan pada klien dan keluarga untuk bertanyaa mengenai hal-hal yang tidak
diketahuinya
Perubahan perpusi jaringan serebral b/d proses peradangan ,peningkatan tik
Data pendukung
a. Perubahan kesadaran
b. Perubahan tanda vital
c. Perubahan pola napas
d. Nyeri kepala
e. Mual dan muntah
f. Kelemahan motorik
g. Kerusakan pada nervus cranial III,IV,VII,VIM
h. Reflex patologis
i. Perubahan nilai ACD
j. Hasil pemeriksaan ct scan adanya edema serebri,abses.
k. Pandangan kabur
26 | m a k a l a h K M B
3. ASUHAN KEPERAWATAN HIPERPARATIROIDISME
A. KONSEP DASAR MEDIK
ANATOMI
Kelenjar paratiroid tumbuh dari jaringan endoderm, yaitu sulcus pharyngeus ketiga dan
keempat. Kelenjar paratiroid yang berasal dari sulcus pharyngeus keempat cenderung bersatu
dengan kutub atas kelenjar tiroid yang membentuk kelenjar paratiroid dibagian kranial. Kelenjar
yang berasal dari sulcus pharyngeus ketiga merupakan kelenjar paratiroid bagian kaudal, yang
kadang menyatu dengan kutub bawah tiroid. Akan tetapi, sering kali posisinya sangat bervariasi.
Kelenjar paratiroid bagian kaudal ini bisa dijumpai pada posterolateral kutub bawah kelenjar
tiroid, atau didalam timus, bahkan berada dimediastinum. Kelenjar paratiroid kadang kala
dijumpai di dalam parenkim kelenjar tiroid. (R. Sjamsuhidajat, Wim de Jong, 2004, 695)
Secara normal ada empat buah kelenjar paratiroid pada manusia, yang terletak tepat
dibelakang kelenjar tiroid, dua tertanam di kutub superior kelenjar tiroid dan dua di kutub
inferiornya. Namun, letak masing-masing paratiroid dan jumlahnya dapat cukup bervariasi,
jaringan paratiroid kadang-kadang ditemukan di mediastinum.
Setiap kelenjar paratiroid panjangnya kira-kira 6 milimeter, lebar 3 milimeter, dan
tebalnya dua millimeter dan memiliki gambaran makroskopik lemak coklat kehitaman. Kelenjar
paratiroid orang dewasa terutama terutama mengandung sel utama (chief cell) yang mengandung
apparatus Golgi yang mencolok plus retikulum endoplasma dan granula sekretorik yang
mensintesis dan mensekresi hormon paratiroid (PTH). Sel oksifil yang lebih sedikit namun lebih
besar mengandung granula oksifil dan sejumlah besar mitokondria dalam sitoplasmanya Pada
manusia, sebelum pubertas hanya sedikit dijumpai, dan setelah itu jumlah sel ini meningkat
seiring usia, tetapi pada sebagian besar binatang dan manusia muda, sel oksifil ini tidak
ditemukan.Fungsi sel oksifil masih belum jelas, sel-sel ini mungkin merupakan modifikasi atau
sisa sel utama yang tidak lagi mensekresi sejumlah hormon.
27 | m a k a l a h K M B
FISIOLOGI
Kelenjar paratiroid mengeluarkan hormon paratiroid (parathiroid hormone, PTH) yang
bersama-sama dengan Vit D3, dan kalsitonin mengatur kadar kalsium dalam darah. Sintesis PTH
dikendalikan oleh kadar kalsium plasma, yaitu dihambat sintesisnya bila kadar kalsium tinggi
dan dirangsang bila kadar kalsium rendah. PTH akan merangsang reabsorbsi kalsium pada
tubulus ginjal, meningkatkan absorbsi kalsium pada usus halus, sebaliknya menghambat
reabsorbsi fosfat dan melepaskan kalsium dari tulang. Jadi PTH akan aktif bekerja pada tiga titik
sasaran utama dalam mengendalikan homeostasis kalsium yaitu di ginjal, tulang dan usus. (R.
Sjamsuhidayat, Wim de Jong, 2004, 695)
Dalam pemeriksaan, hormone paratiroid berfungsi mempertahankan konsentrasi ion Ca
dalam plasma dan mengontrol ekskresi calsium dan fosfat
Peningkatan PTH dapat menyebabkan yaitu sebagai berikut :
- Meningkatkan Ca serum dan menurunkan fosfat serum.
- Meningkatkan ekskresi dari P tetapi menurunkan ekskresi Ca
- Merangsang pelepasan Ca dari tulang
- Meningkatkan alkali fosfatase serum bila terjadi perubahan tulang
- Mengaktivkan vit D dalam ginjal (25-hydroxycalciferol menjadi 1,25 hydroxycholecalciferol)
PTH berupa molekul utuh yang dipecah dalam fragmen2 : frag terminal N (PTH-N), mid-
mol (PTH-M) dan frag terminal C (PTH-C). PTH-N & PTH-M memiliki aktivitas biologic.
PTH-C tidak sama dengan memiliki aktifitas biologik tapi memiliki T ½ yang lebih panjang,
sering sebagai parameter laboratorium. Kontrol dari sekresi melalui mekanisme feedback negatif
oleh ion Ca.
Kelainan Hormon Paratiroid yaitu dapat berupa:
1. Hipertiroidisme
- primer
- sekunder
- tersier
2. Hipoparatiroidisme
28 | m a k a l a h K M B
3. Pseudohipoparatiroidisme
A. Pengertian Hiperparatiroidisme
Hiperparatiroidisme adalah berlebihnya produksi hormon paratiroid oleh kelenjar
paratiroid ditandai dengan dekalsifikasi tulang dan terbentuknya batu ginjal yang mengandung
kalsium.
Hiperparatiroidisme dibagi menjadi 2, yaitu hiperparatiroidisme primer dan sekunder.
Hiperparatiroidisme primer terjadi dua atau tiga kali lebih sering pada wanita daripada laki-laki
dan pada pasien-pasien yang berusia 60-70 tahun. Sedangkan hiperparatiroidisme sekunder
disertai manifestasi yang sama dengan pasien gagal ginjal kronis. Rakitisi ginjal akibat retensi
fosfor akan meningkatkan stimulasi pada kelenjar paratiroid dan meningkatkan sekresi hormon
paratiroid. (Brunner & Suddath, 2001)
Hiperparatiroidisme adalah karakter penyakit yang disebabkan kelebihan sekresi
hormone paratiroid, hormon asam amino polipeptida. Sekresi hormon paratiroid diatur secara
langsung oleh konsentrasi cairan ion kalsium. Efek utama dari hormon paratiroid adalah
meningkatkan konsentrasi cairan kalsium dengan meningkatkan pelepasan kalsium dan fosfat
dari matriks tulang, meningkatkan penyerapan kalsium oleh ginjal, dan meningkatkan produksi
ginjal. Hormon paratiroid juga menyebabkan phosphaturia, jika kekurangan cairan fosfat.
hiperparatiroidisme biasanya terbagi menjadi primer, sekunder dan tersier. (Lawrence Kim, MD,
2005, section 2).
Hiperparatiroidisme adalah suatu keadaan dimana kelenjar-kelenjar paratiroid
memproduksi lebih banyak hormon paratiroid dari biasanya. Pada pasien dengan hiperparatiroid,
satu dari keempat kelenjar paratiroid yang tidak normal dapat membuat kadar hormon paratiroid
tinggi tanpa mempedulikan kadar kalsium. dengan kata lain satu dari keempat terus mensekresi
hormon paratiroid yang banyak walaupun kadar kalsium dalam darah normal atau meningkat.
(www.endocrine.com)
B. Klasifikasi Hiperparatiroid
a. Hiperparatiroidisme primer
Jarang terjadi pada anak. Bila mulainya terjadi pada neonatus, kelainan ini selalu disebabkan
oleh hyperplasia menyeluruh pada kelenjar paratiroid, tetapi yang mulai selama anak biasanya
akaibat dari adenoma benigna tunggal.
29 | m a k a l a h K M B
b. Hiperparatiroidisme neonatus primer
Telah dilaporkan pada kurang dari 50 bayi. Gejala – gejala berkembang segera setelah lahir
dan terdiri dar anoreksia, iritabilitas, letargi, konstipasi, dan gagal tumbuh. Rontgenogram
menunjukkan resorpsi tulang periosteum, osteoporosis, dan fraktur patologis. Gejala – gejala
mungkin ringan, sembuh tanpa pengobatan, atau mengalami perjalanan yang mematikan dengan
cepat jika diagnosis dan pengobatan ditangguhkan. Secara histologis, kelenjar paratiroid terdiri
dari hyperplasia difus. Banyak bayi yang terkena berada pada keluarga dengan tanda – tanda
klinis dan biokimia hiperkalsemia hipokalsiurik familial( bayi – bayi ini adalah homozigot untuk
mutasi pada gena reseptor pengindra – Ca 2+seseorang dengan satu kopi mutasi ini menunjukkan
hiperkalsemia hipokalsiurik familial autosom dominant.
c. Hiperparatiroidisme masa anak
Biasanya menjadi nampak setelah berusia 10 tahun dan paling sering disebabkan oleh
adenoma tunggal. Ada banyak keluarga yang tiga atau lebih anggotanya menderita
hiperparatiroidisme. Pada kasus hiperparatiroidisme autosom dominant demikian, kebanyakan
dari anggota keluarga yang terkena adalah orang dewasa, tetapi anak yang terlibat pada sekitar
sepertiga turunannya ( pedigree). Beberapa penderita yang terkena dalam keluarga ini tidak
bergejala dan hanya terdeteksi dengan penelitian yang cermat. Pada beberapa keluarga,
hiperparatiroidisme juga terjadi sebagai bagian dari susunan yang dikenal sebagai sindrom
neoplasia endokrin multiple ( NEM ).
d. Hiperparatiroidisme neonatus sementara
Telah terjadi pada sebagian kecil bayi yang lahir dari ibu dengan hipoparatiroidisme
( idiopatik atau bedah ) atau dengan pseudohipoparatiroidisme. Pada setiap kasus, penyakit ibu
ini belum terdiagnosis atau diobati secara tidak cukup selam kaehamilan. Penyebab keadaan ini
adalah pemjanan intrauteri kronis terhadap hipokalsemia dengan akibat hyperplasia kelenjar
paratiroid janin. Pada bayi baru lahir, manifestasinya melibatkan terutama tulang dan
penyembuhan terjadi antara 4 dan 7 bulan.
30 | m a k a l a h K M B
C. Etiologi
Menurut Lawrence Kim, MD. 2005,etiologi hiperparatiroid yaitu:
1. Kira-kira 85% dari kasus hiperparatiroid primer disebabkan oleh adenoma tunggal.
2.Sedangkan 15% lainnya melibatkan berbagai kelenjar (contoh berbagai adenoma atau
hyperplasia). Biasanya herediter dan frekuensinya berhubungan dengan kelainan endokrin lainny
3.Sedikit kasus hiperparatiroidisme utama disebabkan oleh paratiroid karsinoma. Etiologi dari
adenoma dan hyperplasia pada kebanyakan kasus tidak diketahui. Kasus keluarga dapat terjadi
baik sebagai bagian dari berbagai sindrom endrokin neoplasia, syndrome hiperparatiroid tumor
atau hiperparatiroidisme turunan. Familial hypocalcuric dan hypercalcemia dan neonatal severe
hyperparathyroidism juga termasuk kedalam kategori ini.
4. Beberapa ahli bedah dan ahli patologis melaporkan bahwa pembesaran dari kelenjar yang
multiple umumnya jenis adenoma yang ganda. Pada ± 15 % pasien semua kelenjar hiperfungsi;
chief cell parathyroid hyperplasia.
D. Patofisiologi
Hiperparatiroidisme dapat bersifat primer (yaitu yang disebabkan oleh hiperplasia atau
neoplasma paratiroid) atau sekunder, dimana kasus biasanya berhubungan dengan gagal ginjal
kronis.
Pada 80% kasus, hiperparatiroidisme primer disebabkan oleh adenoma paratiroid jinak;
18% kasus diakibatkan oleh hiperplasia kelenjar paratiroid: dan 2% kasus disebabkan oleh
karsinoma paratiroid (damjanov,1996). Normalnya terdapat empat kelenjar paratiroid. Adenoma
atau karsinoma paratiroid ditandai oleh pembesaran satu kelenjar, dengan kelenjar lainnya tetap
normal. Pada hiperplasia paratiroid, keempat kelenja membesar. Karena diagnosa adenoma atau
hiperplasia tidak dapat ditegakan preoperatif, jadi penting bagi ahli bedah untuk meneliti
keempat kelenjar tersebut. Jika teridentifikasi salah satu kelenjar tersebut mengalami pembesaran
adenomatosa, biasanya kelenjar tersebut diangkat dan laninnya dibiarkan utuh. Jika ternyata
keempat kelenjar tersebut mengalami pembesaran ahli bedah akan mengangkat ketiga kelelanjar
dan meninggalkan satu kelenjar saja yang seharusnya mencukupi untuk mempertahankan
homeostasis kalsium-fosfat.
Hiperplasia paratiroid sekunder dapat dibedakan dengan hiperplasia primer, karena
keempat kelenjar membesar secara simetris. Pembesaran kelanjar paratiroid dan hiperfungsinya
31 | m a k a l a h K M B
adalah mekanisme kompensasi yang dicetuskan oleh retensi format dan hiperkalsemia yang
berkaitan dengan penyakit ginjal kronis. Osteomalasia yang disebabkan oleh hipovitaminosis D,
seperti pada riketsia, dapat mengakibatkan dampak yang sama.
Hiperparatiroidisme ditandai oleh kelebihan PTH dalam sirkulasi. PTH terutama bekerja
pada tulang dan ginjal. Dalam tulang, PTH meningkatkan resorpsi kalsium dari limen tubulus
ginjal. Dengan demikian mengurangi eksresi kalsium dalam urine. PTH juga meningkatkan
bentuk vitamin D3 aktif dalam ginjal, yang selanjutnya memudahkan ambilan kalsium dari
makanan dalam usus. Sehingga hiperkalsemia dan hipofosatmia kompensatori adalah
abnormlitas biokimia yang dideteksi melalui analisis darah. Konsentrasi PTH serum juga
meningkat. ( Rumahorbor, Hotma,1999)
Produksi hormon paratiroid yang berlebih disertai dengan gagal ginjal dapat
menyebabkan berbagai macam penyakit tulang, penyakit tulng yang sering terjadi adalah osteitis
fibrosa cystica, suatu penyakit meningkatnya resorpsi tulang karena peningkatan kadar hormon
paratiroid. Penyakit tulang lainnya juga sering terjadi pada pasien, tapi tidak muncul secara
langsung. (Lawrence Kim, MD, 2005, section 5)
Kelebihan jumlah sekresi PTH menyebabkan hiperkalsemia yang langsung bisa
menimbulkan efek pada reseptor di tulang, traktus intestinal, dan ginjal. Secara fisiologis sekresi
PTH dihambat dengan tingginya ion kalsium serum. Mekanisme ini tidak aktif pada keadaan
adenoma, atau hiperplasia kelenjar, dimana hipersekresi PTH berlangsung bersamaan dengan
hiperkalsemia. Reabsorpsi kalsium dari tulang dan peningkatan absorpsi dari usus merupakan
efek langsung dari peningkatan PTH.
Pada saat kadar kalsium serum mendekati 12 mg/dL, tubular ginjal mereabsorpsi kalsium
secara berlebihan sehingga terjadi keadaan hiperkalsiuria. Hal ini dapat meningkatkan insidens
nefrolithiasis, yang mana dapt menimbulkan penurunan kreanini klearens dan gagal ginjal.
Peningkatan kadar kalsium ekstraselular dapat mengendap pada jaringan halus. Rasa sakit timbul
akibat kalsifikasi berbentuk nodul pada kulit, jaringan subkutis, tendon (kalsifikasi tendonitis),
dan kartilago (khondrokalsinosis). Vitamin D memainkan peranan penting dalam metabolisme
kalsium sebab dibutuhkan oleh PTH untuk bekerja di target organ.
32 | m a k a l a h K M B
E. Manifestasi Klinik
Pasien mungkin tidak atau mengalami tanda-tanda dan gejala akibat terganggunya
beberapa sistem organ. Gejala apatis, keluhan mudah lelah, kelemahan otot, mual, muntah,
konstipasi, hipertensi dan aritmia jantung dapat terjadi; semua ini berkaitan dengan peningkatan
kadar kalsium dalam darah. Manifestasi psikologis dapat bervariasi mulai dari emosi yang
mudah tersinggung dan neurosis hingga keadaan psikosis yang disebabkan oleh efek langsung
kalsium pada otak serta sistem saraf. Peningkatan kadar kalsium akan menurunkan potensial
eksitasi jaringan saraf dan otot.
Pembentukan batu pada salah satu atau kedua ginjal yang berkaitan dengan
peningkatan ekskresi kalsium dan fosfor merupakan salah satu komplikasi hiperparatiroidisme
primer. Kerusakan ginjal terjadi akibat presipitasi kalsium fosfat dalam pelvis da ginjal parenkim
yang mengakibatkan batu ginjal (rena calculi), obstruksi, pielonefritis serta gagal ginjal.
Gejala muskuloskeletal yang menyertai hiperparatiroidisme dapat terjadi akibat
demineralisasi tulang atau tumor tulang, yang muncul berupa sel-sel raksasa benigna akibat
pertumbuhan osteoklast yang berlebihan. Pasien dapat mengalami nyeri skeletal dan nyeri tekan,
khususnya di daerah punggung dan persendian; nyeri ketika menyangga tubuh; fraktur patologik;
deformitas; dan pemendekkan badan. Kehilangan tulang yang berkaitan dengan
hiperparatiroidisme merupakan faktor risiko terjadinya fraktur.
Insidens ulkus peptikum dan prankreatis meningkat pada hiperparatiroidisme dan
dapat menyebabkan terjadinya gejala gastroitestinal. (Brunner & Suddath, 2001)
F. Pemeriksaan Diagnostik
Hiperparatiroidisme didiagnosis ketika tes menunjukkan tingginya level kalsium dalam
darah disebabkan tingginya kadar hormone paratiroid. Penyakit lain dapat menyebabkan
tingginya kadar kalsium dalam darah, tapi hanya hiperparatiroidisme yang menaikkan kadar
kalsium karena terlalu banyak hormon paratiroid. Pemeriksaan radioimmunoassay untuk
parathormon sangat sensitif dan dapat membedakan hiperparatiroidisme primer dengan penyebab
hiperkalasemia lainnya pada lebih dari 90 % pasien yang mengalami kenaikan kadar kalsium
serum.
Kenaikkan kadar kalsium serum saja merupakan gambaran yang nonspesifik karena
kadar dalam serum ini dapat berubah akibat diet, obat-obatan dan perubahan pada ginjal serta
tulang. Perubahan tulang dapat dideteksi dengan pemeriksaan sinar-x atau pemindai tulang pada
33 | m a k a l a h K M B
kasus-kasus penyakit yang sudah lanjut. Penggambaran dengan sinar X pada abdomen bisa
mengungkapkan adanya batu ginjal dan jumlah urin selama 24 jam dapat menyediakan informasi
kerusakan ginjal dan resiko batu ginjal. Pemeriksaan antibodi ganda hormon paratiroid
digunakan untuk membedakan hiperparatiroidisme primer dengan keganasan, yang dapat
menyebabkan hiperkalsemia. Pemeriksaan USG, MRI, Pemindai thallium serta biopsi jarum
halus telah digunakan untuk mengevaluasi fungsi paratiroid dan untuk menentukan lokasi kista,
adenoma serta hiperplasia pada kelenjar paratiroid.
Tes darah mempermudah diagnosis hiperparatiroidisme karena menunjukkan penilaian
yang akurat berapa jumlah hormon paratiroid. Sekali diagnosis didirikan, tes yang lain sebaiknya
dilakukan untuk melihat adanya komplikasi. Karena tingginya kadar hormon paratiroid dapat
menyebabkan kerapuhan tulang karena kekurangan kalsium, dan pengukuran kepadatan tulang
sebaiknya dilakukan untuk memastikan keadaan tulang dan resiko fraktura.
Salah satu kelemahan diagnostik adalah terjadinya penurunan bersihan fragmen akhir
karboksil PTH pada pasien gagal ginjal, menyebabkan peningkatan palsu kadar PTH serum total.
Penetuan PTH amino akhir atau PTH utuh direkomendasikan untuk menilai fungsi paratiroid
pasien gagal ginjal. (Clivge R. Taylor, 2005, 783)
Laboratorium:
1) Kalsium serum meninggi
2) Fosfat serum rendah
3) Fosfatase alkali meninggi
4) Kalsium dan fosfat dalam urin bertambah
5) Foto Rontgen:
o Tulang menjadi tipis, ada dekalsifikasi
o Cystic-cystic dalam tulang
o Trabeculae di tulang
PA: osteoklas, osteoblast, dan jaringan fibreus bertambah
G. Komplikasi
1) peningkatan ekskresi kalsium dan fosfor
2) Dehidrasi
3) batu ginjal
34 | m a k a l a h K M B
4) hiperkalsemia
5) Osteoklastik
6) osteitis fibrosa cystica
H. Penatalaksanaan
Terapi yang dianjurkan bagi pasien hiperparatiroidisme primer adalah tindakan bedah
untuk mengangkat jaringan paratiriod yang abnormal. Namun demikian, pada sebagian pasien
yang asimtomatik disertai kenaikaan kadar kalsium serum ringan dan fungsi ginjal yang normal,
pembedahan dapat ditunda dan keadaan pasien dipantau dengan cermat akan adanya
kemungkinan bertambah parahnya hiperkalsemia, kemunduran kondisi tulang, gangguan ginjal
atau pembentukan batu ginjal (renal calculi).
Dehidrasi karena gangguan pada ginjal mungkin terjadi, maka penderita
hiperparatiroidisme primer dapat menderita penyakit batu ginjal. Karena itu, pasien dianjurkan
untuk minum sebanyak 2000 ml cairan atau lebih untuk mencegah terbentuknya batu ginjal. Jus
buah yang asam dapat dianjurkan karena terdapat bukti bahwa minuman ini dapt menurunkan pH
urin. Kepada pasien diuminta untuk melaporkan manifestasi batu ginjal yang lain seperti nyeri
abdomen dan hemapturia. Pemberian preparat diuretik thiazida harus dihindari oleh pasien
hiperparatiroidisme primer karena obat ini akan menurunkan eksresi kalsium lewat ginjal dan
menyebabkan kenaikan kadar kalsium serum. Disamping itu, pasien harus mengambil tindakan
untuk menghindari dehidrasi. Karena adanya resiko krisis hiperkalsemia, kepada pasien harus
diberitahukan untuk segera mencari bantuan medis jika terjadi kondisi yang menimbulkan
dehidrasi (muntah, diare).
Mobilitas pasien dengan banyak berjalan atau penggunaan kursi goyang harus
diupayakan sebanyak mungkin karena tulang yang mengalami stress normal akan melepaskan
kalsium merupakan predisposisi terbentuknya batu ginjal.
Pemberian fosfat per oral menurunkan kadar kalsium serum pada sebagian pasien.
Penggunaan jangka panjang tidak dianjurkan karena dapat mengakibatkan pengendapan ektopik
kalsium fosfat dalam jaringan lunak.
Diet dan obat-obatan. Kebutuhan nutrisi harus dipenuhi meskipun pasien dianjurkan
untuk menghindari diet kalsium terbatas atau kalsium berlebih. Jika pasien juga menderita ulkus
peptikum, ia memerlukan preparat antasid dan diet protein yang khusus. Karena anoreksia umum
35 | m a k a l a h K M B
terjadi, peningkatan selera makan pasien harus diupayakan. Jus buah, preparat pelunak feses dan
aktivitas fisik disertai dengan peningkatan asupan cairan akan membantu mengurangi gejala
konstipasi yang merupakan masalah pascaoperatif yang sering dijumpai pada pasien-pasien ini.
ASUHAN KEPERAWATAN HIPERPARATIROIDISME
A. Pengkajian
Tidak terdapat manifestasi yang jelas tentang hiperparatiroidisme dan hiperkalsemia
resultan. Pengkajian keperawatan yang rinci mencakup :
1) Riwayat kesehatan klien.
2) Riwayat penyakit dalam keluarga.
3) Keluhan utama, antara lain :
a) Sakit kepala, kelemahan, lethargi dan kelelahan otot
b) Gangguan pencernaan seperti mual, muntah, anorexia, obstipasi, dan nyeri lambung
yang akan disertai penurunan berat badan
c) Depresi
d) Nyeri tulang dan sendi.
4) Riwayat trauma/fraktur tulang.
5) Riwayat radiasi daerah leher dan kepala.
6) Pemeriksaan fisik yang mencakup :
a) Observasi dan palpasi adanya deformitas tulang.
b) Amati warna kulit, apakah tampak pucat.
c) Perubahan tingkat kesadaran.
7) Bila kadar kalsium tetap tinggi, maka akan tampak tanda psikosis organik seperti bingung
bahkan koma dan bila tidak ditangani kematian akan mengancam.
8) Pemeriksaan diagnostik, termasuk :
a) Pemeriksaan laboratorium : dilakukan untuk menentukan kadar kalsium dalam plasma yang
merupakan pemeriksaan terpenting dalam menegakkan kondisi hiperparatiroidisme. Hasil
pemeriksaan laboratorium pada hiperparatiroidisme primer akan ditemukan peningkatan kadar
kalsium serum; kadar serum posfat anorganik menurun sementara kadar kalsium dan posfat urine
meningkat.
36 | m a k a l a h K M B
b) Pemeriksaan radiologi, akan tampak penipisan tulang dan terbentuk kista dan trabekula pada
tulang.
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan utama yang dapat dijumpai pada klien dengan hiperparatiroidisme
antara lain :
1) Risiko terhadap cidera yang berhubungan dengan demineralisasi tulang yang mengakibatkan
fraktur patologi.
2) Perubahan eliminasi urine yang berhubungan dengan keterlibatan ginjal sekunder terhadap
hiperkalsemia dan hiperfosfatemia.
3) Perubahan nutrisi yang berubahan dengan anorexia dan mual.
4) Konstipasi yang berhubungan dengan efek merugikan dari hiperparatiroidisme pada saluran
gastrointestinal.
C. Rencana Tindakan Keperawatan
Risiko terhadap cidera yang berhubungan dengan demineralisasi tulang yang
mengakibatkan fraktur patologi.
Tujuan : Klien tidak akan menderita cidera, seperti yang ditunjukkan oleh tidak terdapatnya
fraktur patologi.
Intervensi Keperawatan :
1. Lindungi klien dari kecelakaan jatuh
R/ : Karena klien rentan untuk mengalami fraktur patologis bahkan oleh benturan ringan
sekalipun. Bila klien mengalami penurunan kesadaran pasanglah tirali tempat tidurnya.
2. Hindarkan klien dari satu posisi yang menetap, ubah posisi klien dengan hati-hati.
R/ : Mobilitas pasien dengan banyak berjalan atau penggunaan kursi goyang harus diupayakan
sebanyak mungkin karena tulang yang mengalami stress normal akan melepaskan kalsium
merupakan predisposisi terbentuknya batu ginjal.
3. Bantu klien memenuhi kebutuhan sehari-hari selama terjadi kelemahan fisik.
R/ : Membantu pasien mengoptimalkan proses penyembuhan.
4. Atur aktivitas yang tidak melelahkan klien.
37 | m a k a l a h K M B
R/ : Mengoptimalkan energi untuk proses penyembuhan pasien.
5. Ajarkan cara melindungi diri dari trauma fisik seperti cara mengubah posisi tubuh, dan cara
berjalan serta menghindari perubahan posisi yang tiba-tiba.
R/ : Mencegah terjadinya trauma fisik.
6. Ajarkan klien cara menggunakan alat bantu berjalan bila dibutuhkan. Anjurkan klien agar
berjalan secara perlahan-lahan.
R/ : Membantu pasien untuk lebih mandiri karena klien rentan untuk mengalami fraktur
patologis bahkan oleh benturan ringan sekalipun
Perubahan eliminasi urine yang berhubungan dengan keterlibatan ginjal sekunder
terhadap hiperkalsemia dan hiperfosfatemia.
Tujuan : Klien akan kembali pada haluaran urine normal, seperti yang ditunjukkan oleh tidak
terbentuknya batu dan haluaran urine 30 sampai 60 ml/jam.
Intervensi Keperawatan :
1. Perbanyak asupan klien sampai 2500 ml cairan per hari.
R/ :Dehidrasi merupakan hal yang berbahaya bagi klien dengan hiperparatiroidisme karena akan
meningkatkan kadar kalisum serum dan memudahkan terbentuknya batu ginjal.
2. Berikan sari buahn canbery atau prune untuk membantu agar urine lebih bersifat asam.
R/ :Keasaman urine yang tinggi membantu mencegah pembentukkan batu ginjal, karena kalsium
lebih mudah larut dalam urine yang asam ketimbang urine yang basa.
Perubahan nutrisi yang berubahan dengan anorexia dan mual.
Tujuan : Klien akan mendapat masukan makanan yang mencukupi, seperti yang dibuktikan oleh
tidak adanya mual dan kembali pada atau dapat mempertahankan berat badan ideal.
Intervensi Keperawatan :
1. Berikan dorongan pada klien untuk mengkonsumsi diet rendah kalsium untuk memperbaiki
hiperkalsemia.
R/ : Untuk mencegah terjadinya hiperkalsemia
2. Jelaskan pada klien bahwa tidak mengkonsumsi susu dan produk susu
R/ :Dapat menghilangkan sebagian manifestasi gastrointestinal yang tidak menyenangkan.
38 | m a k a l a h K M B
3. Bantu klien untuk mengembangkan diet yang mencakup tinggi kalori tanpa produk yang
mengandung susu.
R/ : Dapat menghilangkan sebagian manifestasi gastrointestinal yang tidak menyenangkan.
4. Rujuk klien ke ahli gizi untuk membantu perencanaan diet klien.
R/ : Agar lebih tepat dalam penentuan kebutuhan nutrisi yang harus dipenuhi oleh pasien dimana
pasien dianjurkan untuk menghindari diet kalsium terbatas atau kalsium berlebih. Karena
anoreksia umum terjadi, peningkatan selera makan pasien harus diupayakan.
Konstipasi yang berhubungan dengan efek merugikan dari hiperparatiroidisme pada
saluran gastrointestinal.
Tujuan : Klien akan mempertahankan BAB normal, seperti pada yang dibuktikan oleh BAB
setiap hari (sesuai dengan kebiasaan klien).
Intervensi Keperawatan :
1. Upayakan tindakan yang dapat mencegah konstipasi dan pengerasan fekal yang diakibatkan
oleh hiperkalsemia.
R/ : Membantu mengurangi gejala konstipasi.
2. Tingkatkan asupan cairan dan serat dalam diet. Klien harus minum sedikitnya enam sampai
delapan gelas per hari kecuali bila ada kontra indikasi.
R/ : Menghindari terjadinya konstipasi pada pasien
39 | m a k a l a h K M B
4. ASUHAN KEPERAWATAN HIPOPARATIROID
A. KONSEP DASAR MEDIK
Definisi
a. Hipoparatiroid adalah defisiensi kelenjar paratiroid dengan tetani sebagai gejala utama
(Haznam).
b. Hipoparatiroid adalah hipofungsi kelenjar paratiroid sehingga tidak dapat mensekresi hormon
paratiroid dalam jumlah yang cukup. (Guyton).
c. Hipoparatiroidisme adalah kondisi dimana tubuh tidak membuat cukup hormon paratiroid atau
parathyroid hormone (PTH).
Dari pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa hipoparatiroid hipofungsi dari
kelenjar paratiroid sehingga hormon paratiroid tidak dapat disekresi dalam jumlah yang cukup,
dengan gejala utamanya yaitu tetani.
Hipoparatiroid terjadi akibat hipofungsi paratiroid atau kehilangan fungsi kelenjar
paratiroid sehingga menyebabkan gangguan metabolisme kalsium dan fosfor; serum kalsium
menurun (bisa sampai 5 mg %), serum fosfor meninggi (9,5-12,5 mg%). Keadaan ini jarang
sekali ditemukan dan umumnya sering disebabkan oleh kerusakan atau pengangkatan kelenjar
paratiroid pada saat operasi paratiroid atau tiroid, dan yang lebih jarang lagi ialah tidak adanya
kelenjar paratiroid (secara congenital).
Etiologi
Penyebab spesifik dari penyakit hipoparatiroid belum dapat diketahui secara pasti.
Adapun etiologi yang dapat ditemukan pada penyakit hipoparatiroid, antara lain :
1. Defisiensi sekresi hormon paratiroid, ada dua penyebab utama:
Post operasi pengangkatan kelenjar paratiroid dan total tiroidektomi
Idiopatik, penyakit ini jarang dan dapat congenital atau didapat (acquired)
2. Hipomagnesemia
3. Sekresi hormone paratiroid yang tidak aktif
4. Resistensi terhadap hormone paratiroid (pseudohipoparatiroidisme)
40 | m a k a l a h K M B
Penyebab yang paling umum dari hipoparatiroidisme adalah luka pada kelenjar-kelenjar
paratiroid, seperti selama operasi kepala dan leher.
Pada kasus-kasus lain, hipoparatiroidisme hadir waktu kelahiran atau mungkin
berhubungan dengan penyakit autoimun yang mempengaruhi kelenjar-kelenjar paratiroid
bersama dengan kelenjar-kelenjar lain dalam tubuh, seperti kelenjar-kelenjar tiroid, ovari, atau
adrenal.
Hipoparatiroidisme adalah sangat jarang. Ini berbeda dari hiperparatiroidisme, kondisi
yang jauh lebih umum dimana tubuh membuat terlalu banyak PTH.
Patofisiologis
Pada hipoparatiroidisme terdapat gangguan dari metabolisme kalsium dan fosfat, yakni
kalsium serum menurun (bisa sampai 5 mgr%) dan fosfat serum meninggi (bisa sampai 9,5 -
12,5 mgr%).
Pada yang post operasi disebabkan tidak adekuat produksi hormon paratiroid karena
pengangkatan kelenjar paratiroid pada saat operasi. Operasi yang pertama adalah untuk
mengatasi keadaan hiperparatiroid dengan mengangkat kelenjar paratiroid. Tujuannya adalah
untuk mengatasi sekresi hormon paratiroid yang berlebihan, tetapi biasanya terlalu banyak
jaringan yang diangkat. Operasi kedua berhubungan dengan operasi total tiroidektomi. Hal ini
disebabkan karena letak anatomi kelenjar tiroid dan paratiroid yang dekat (diperdarahi oleh
pembuluh darah yang sama) sehingga kelenjar paratiroid dapat terkena sayatan atau terangkat.
Hal ini sangat jarang dan biasanya kurang dari 1 % pada operasi tiroid. Pada banyak pasien tidak
adekuatnya produksi sekresi hormon paratiroid bersifat sementara sesudah operasi kelenjar tiroid
atau kelenjar paratiroid, jadi diagnosis tidak dapat dibuat segera sesudah operasi.
Pada pseudohipoparatiroidisme timbul gejala dan tanda hipoparatiroidisme tetapi kadar
PTH dalam darah normal atau meningkat. Karena jaringan tidak berespons terhadap hormon,
maka penyakit ini adalah penyakit reseptor. Terdapat dua bentuk: (1) pada bentuk yang lebih
sering, terjadi pengurangan congenital aktivitas Gs sebesar 50 %, dan PTH tidak dapat
meningkatkan secara normal konsentrasi AMP siklik, (2) pada bentuk yang lebih jarang, respons
AMP siklik normal tetapi efek fosfaturik hormon terganggu.
41 | m a k a l a h K M B
Manifestasi Klinis
Gejala-gejala utama adalah reaksi-reaksi neuromuscular yang berlebihan yang
disebabkan oleh kalsium serum yang sangat rendah. Keluhan-keluhan dari penderita (70 %)
adalah tetani atau tetanic aequivalent. Tetani menjadi manifestasi sebagai spasmus corpopedal
dimana tangan berada dalam keadaan fleksi sedangkan ibu jari dalam adduksi dan jari-jari lain
dalam keadaan ekstensi. Juga sering didapatkan articulatio cubitti dalam keadaan fleksi dan
tungkai bawah dan kaki dalam keadaan ekstensi. Dalam tetanic aequivalent:
1. Konvulsi-konvulsi yang tonis atau klonis
2. Stridor laryngeal (spasme ) yang bisa menyebabkan kematian
3. Parestesia
4. Hipestesia
5. Disfagia dan disartria
6. Kelumpuhan otot-otot
7. Aritmia jantung
8. Gangguan pernapasan
9. Epilepsi
10. Gangguan emosi seperti mudah tersinggung, emosi tidak stabil
11. Gangguan ingatan dan perasaan kacau
12. Perubahan kulit rambut, kuku gigi, dan lensa mata
13. Kulit kering dan bersisik
14. Rambut alis dan bulu mata yang bercak-bercak atau hilang
15. Kuku tipis dan rapuh
16. Erupsi gigi terlambat dan tampak hipoplastik
Klasifikasi
Hipoparatiroid dapat berupa hipoparatiroid neonatal, simpel idiopatik hipoparatiroid, dan
hipoparatiroid pascabedah.
1.Hipoparatiroid neonatal
Hipoparatiroid neonatal dapat terjadi pada bayi yang dilahirkan oleh ibu yang sedang menderita
hiperparatiroid. Aktivitas paratiroid fetus sewaktu dalam uterus ditekan oleh maternal
hiperkalsemia.
42 | m a k a l a h K M B
2.Simpel idiopatik hipoparatiroid
Gangguan ini dapat ditemukan pada anak-anak atau orang dewasa. Terjadinya sebagai akibat
pengaruh autoimun yang ada hubungannya dengan antibodi terhadap paratiroid, ovarium,
jaringan lambung dan adrenal. Timbulnya gangguan ini dapat disebabkan karena menderita
hipoadrenalisme, hipotiroidisme, diabetes mellitus, anemia pernisiosa, kegagalan ovarium
primer, hepatitis, alopesia dan kandidiasis.
3.Hipoparatiroid pascabedah
Kelainan ini terjadi sebagai akibat operasi kelenjar tiroid, atau paratiroid atau sesudah operasi
radikal karsinoma faring atau esofagus. Kerusakan yang terjadi sewaktu operasi tiroid, biasanya
sebagai akibat putusnya aliran darah untuk kelenjar paratiroidisme karena pengikatan arteri tiroid
inferior. Hipoparatiroid yang terjadi bersifat sementara atau permanen. Karena itu kadar kalsium
serum harus diperiksa sesudah melakukan operasi-operasi tersebut, tiga bulan kemudian dan
sewaktu-waktu bila ada kelainan klinis walaupun tak khas yang menjurus pada diagnosis
hipoparatiroid.
Pemeriksaan Diagnostik
1. Elektrokardiografi : ditemukan interval QT yang lebih panjang.
2. Foto Rontgen : sering terlihat klasifikasi bilateral pada ganglion basalis di tengkorak,
kadang-kadang juga serebellum dan pleksus koroid, densitas tulang normal/bertambah.
3. Laboratorium : Kadar kalsium serum rendah, kadar fosfor anorganik tinggi, fosfatase
alkali normal atau rendah.
Penatalaksanaan Medis
A.Hipoparatiroid akut
Serangan tetani akut paling baik pengobatannya adalah dengan pemberian intravena 10-20 ml
larutan kalsium glukonat 10% (atau chloretem calcium) atau dalam infus. Di samping kalsium
intravena, disuntikkan pula parathormon (100-200 U) dan vitamin D 100.000 U per oral.
B.Hipoparatiroid menahun
Tujuan pengobatan yang dilakukan untuk hipoparatiroid menahun ialah untuk meninggikan
kadar kalsium dan menurunkan fosfat dengan cara diet dan medikamentosa. Diet harus banyak
43 | m a k a l a h K M B
mengandung kalsium dan sedikit fosfor. Medikamentosa terdiri atas pemberian alumunium
hidroksida dengan maksud untuk menghambat absorbsi fosfor di usus.
Di samping itu diberikan pula ergokalsiferol (vitamin D2), dan yang lebih baik bila
ditambahkan dihidrotakisterol. Selama pengobatan hipoparatiroid, harus waspada terhadap
kemungkinan terjadi hiperkalsemia. Bila ini terjadi, maka kortisol diperlukan untuk menurunkan
kadar kalsium serum.
Komplikasi
1. Hipokalsemia
Keadaan klinis yang disebabkan oleh kadar kalsium serum kurang dari 9 mg/100ml. Kedaan ini
mungkin disebabkan oleh terangkatnya kelenjar paratiroid waktu pembedahan atau sebagai
akibat destruksi autoimun dari kelenjar-kelenjar tersebut.
2. Insufisiensi ginjal kronik
Pada keadaan ini kalsium serum rendah, fosfor serum sangat tinggi, karena retensi dari fosfor
dan ureum kreatinin darah meninggi. Hal ini disebabkan tidak adanya kerja hormon paratiroid
yang diakibatkan oleh keadaan seperti diatas (etiologi).
KONSEP ASKEP
Pengkajian
Dalam pengkajian klien dengan hipoparatiroidisme yang penting adalah mengkaji manifestasi
distres pernapasan sekunder terhadap laringospasme. Pada klien dengan hipoparatiroidisme akut,
perlu dikaji terhadap adanya tanda perubahan fisik nyata seperti kulit dan rambut kering. Kaji
juga terhadap sindrom seperti Parkinson atau adanya katarak. Pengkajian keperawatan lainnya
mencakup :
I. Data Demografi
Identitas pada klien yang harus diketahui diantaranya: nama, umur, agama, pendidikan,
pekerjaan, suku/bangsa, alamat, jenis kelamin, status perkawinan, dan penanggung biaya.
44 | m a k a l a h K M B
II. Riwayat Penyakit :
1. Keluhan Utama
Biasanya Klien merasa ada kelainan bentuk tulang , pendarahan yang sulit berhenti , kejang-
kejang , kesemutan dank lien merasa lemas / lemah .
Periksa juga terhadap temuan tanda Chvosteks atau Trousseaus positif. Kaji pula manifestasi
distress pernapasan sekunder terhadap laringospasme. Pada klien dengan
hipoparatiroidisme akut, perlu dikaji terhadap adanya tanda perubahan fisik nyata seperti kulit
dan rambut kering. Juga kaji terhadap sindrom seperti
Parkinson atau adanya katarak.
2. Riwayat penyakit saat ini
Tanyakan pada klien tentang manifestasi bekas atau kesemutan disekitar mulut atau ujung jari
tangan atau ujung jari kaki .
3. Riwayat penyakit dahulu :
Tanyakan apakah klien pernah megalami tindakan operasi khususnya pengangkatan kelenjar
tiroid atau kelenjar paratiroid. Tanyakan pada klien apakah ada riwayat penyinaran pada leher .
4. Riwayat penyakit keluarga:
Adakah penyakit yang diderita oleh anggota keluarga yang mungkin ada hubungannya dengan
penyakit klien sekarang, yaitu riwayat keluarga dengan Hipoparatiroid.
III. Pemeriksaan Fisik :
B1 (Breathing) : amati bunyi suara nafas . pada klien hipoparatiroid biasanya terdengar suara
stridor, suara serak.
B2 (Blood) : amati adanya disritmia jantung, sianosis, palpitasi
B3 (Brain) : amati adanya parestesis pada bibir, lidah, jari-jari, kaki. Kesemutan, tremor,
hiperefleksia, tanda chvostek’s dan trousseau’s positif papil edema, labilitas emosional, peka
rangsang, ansietas, perubahan dalam tingkat kesadaran, tetani kejang
B 4 (Bladder) : pembentukan kalkuli pada ginjal
B 5 (Bowel) : mual, muntah, nyeri abdomen
45 | m a k a l a h K M B
B 6 (Bone) : Amati tanda fisik, seperti; rambut tipis, pertumbuhan kuku buruk yang deformitas
dan gampang patah, kulit kering. Amati apakah ada kelainan bentuk tulang
(Endokrin) : penurunan sekresi parathormon dari jumlah normal
IV. Pemeriksaan diagnostik
1. Pemeriksaan kadar kalsium serum.
2. Pemeriksaan radiologi.
Diagnosa Keperawatan
1. Resiko cedera berhubungan dengan resiko kejang atau tetani yang diakibatkan oleh
hipokalsemia.
2. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan spasme laring akibat aktivitas kejang.
3. Intoleran aktivitas berhubungan dengan penurunan cardiak output.
Intervensi
1. Resiko cedera berhubungan dengan resiko kejang atau tetani yang diakibatkan oleh
hipokalsemia.
Tujuan: Klien tidak mengalami cedera dengan kriteria: reflek normal, tanda vital stabil,
makan diet dan obat seperti yang dianjurkan, kadar kalsium serum normal.
Intervensi:
Intervensi Rasional
a. Pantau tanda-tanda vital dan reflek
tiap 2 jam sampai 4 jam.
b. Pantau fungsi jantung secara terus
menerus/gambaran EKG.
c. Bila pasien dalam tirah baring
berikan bantalan paga tempat tidur
dan pertahakan tempat tidur dalam
posisi rendah.
a. untuk mengetahui kelainan sedini mungkin.
b. Untuk mengetahui abnormalitas dari gambaran
EKG.
c. Untuk mencegah terjadinya injuri/jatuh.
d. Untuk menghindari cedera yang terjadi akibat
benda yang terdapat di lingkungan sekitar
klien dan mencegah kerusakan lebih berat
akibat kejang.
46 | m a k a l a h K M B
Intervensi Rasional
d. Bila aktivitas kejang terjadi ketika
pasien bangun dari tempat tidur,
bantu pasien untuk berjalan,
singkirkan benda-benda yang
membahayakan, bantu pasien
dalam menangani kejang dan
reorientasikan bila perlu.
e. Kolaborasi dengan dokter dalam
menangani gejala dini dengan
memberikan dan memantau
efektifitas cairan parenteral dan
kalsium.
f. Pemberian kalsium dengan hati-hati.
g. Berikan suplemen vitamin D dan
kalsium sesuai program.
h. Kaji ulang pemeriksaan kadar
kalsium.
e. Antisifasi terhadap hipokalsemia dengan cara
penanganan medis.
f. Pemberian kalsium yang terlalu cepat akan
mengakibatkan tromboflebitis hipotensi.
g. Untuk membantu memenuhi kekurangan
kalsium dalam tubuh.
h. Untuk mengontrol kadar kalsium serum.
2. Ketidakefektifan jalan nafas berhubungan dengan spasme laring akibat aktivitas kejang.
Jalan nafas efektif dengan kriteria:
a) Frekwensi, irama, dan kedalaman pernafasan normal.
b) Auskultasi paru menunjukan bunyi yang bersih.
Intervensi:
Intervensi Rasional
a. Siapkan peralatan penghisap dan
jalan nafas oral di dekat tempat
tidur sepanjang waktu.
a. Supaya memudahkan karena serangan bisa
secara tiba-tiba.
b. Untuk memudahkan dalam tindakan apabila
47 | m a k a l a h K M B
Intervensi Rasional
b. Siapkan tali tracheostomi, oksigen,
dan peralatan resusitasi manual siap
pakai sepanjang waktu.
Edema laring:
c. Kaji upaya pernafasan dan kualitas
suara setiap 2 jam.
d. Auskultasi untuk mendengarkan
stridor laring setiap 4 jam.
e. Laporkan gejala dini pada dokter dan
kolaborasi untuk mempertahankan
jalan nafas tetap terbuka.
f. Intruksikan pasien agar
menginformasikan pada perawat
atau dokter saat pertama terjadi
tanda kekakuan pada tenggorok
atau sesak nafas.
g. Baringkan pasien untuk
mengoptimalkan bersihan jalan
nafas, pertahankan kepala dalam
posisi kepala dalam posisi alamiah,
garis tengah.
Kejang:
h. Bila terjadi kejang: pertahankan jalan
nafas, penghisapan orofaring sesuai
indikasi, berikan O2 sesuai pesanan,
pantau tensi, nadi, pernafasan dan
tanda-tanda neurologis, periksa
setelah terjadi kejang, catat
terjadi sumbatan jalan nafas.
c. Untuk mengetahui suara dan keadaan jalan
nafas.
d. Adanya stridor suatu tanda adanya oedema
laring.
e. Kolaborasi dengan dokter untuk
mempertahankan jalan nafas tetap terbuka
karena perawat terbatas akan hak dan
wewenang.
f. Agar perawat bisa siap-siap untuk
melakukan suatu tindakan.
g. Untuk mencegah penekanan jalan
nafas/mempertahankan jalan nafas untuk
tetap terbuka.
h. Bila terjadi kejang otomatis O2 ke otak
menurun sehingga bisa berakibat fatal ke
seluruh jaringan tubuh termasuk pernafasan.
i. Kolaborasi dengan dokter dalam hal
tindakan wewenang dokter (pengobatan dan
tindakan).
j. Untuk mencegah terjadinya serangan
berulang.
48 | m a k a l a h K M B
Intervensi Rasional
frekwensi, waktu, tingkat
kesadaran, bagian tubuh yang
terlibat dan lamanya aktivitas
kejang.
i. Siapkan untuk berkolaborasi dengan
dokter dalam mengatasi status
efileptikus misalnya: intubasi,
pengobatan.
j. Lanjutkan perawatan untuk kejang.
3. Intoleran aktivitas berhubungan dengan penurunan cardiak output.
Kien dapat memenuhi kebutuhan aktivitas dengan kriteria:
a) Tingkat aktivitas meningkat tanpa dispnoe, tachicardi atau peningkatan tekanan darah.
b) Melakukan aktivitas tanpa bersusah payah.
Intervensi:
Intervensi Rasional
a. Kaji pola aktivitas yang lalu.
b. Kaji terhadap perubahan dalam
gejala muskuloskeletal setiap 8 jam.
c. Kaji respon terhadap aktivitas: Catat
perubahan tensi, nadi, pernafasan,
hentikan aktivitas bila terjadi
perubahan, tingkatkan keikutsertaan
dalam kegiatan kecil sesuai dengan
peningkatan toleransi, ajarkan
pasien untuk memantau respon
terhadap aktivitas dan untuk
mengurangi, menghentikan atau
a. Untuk membandingkan aktivitas sebelum sakit
dan yang akan diharapkan setelah perawatan.
b. Untuk memantau keberhasilan perawatan.
c. Untuk melihat suatu perkembangan perawatan
terhadap aktivitas secara bertahap.
d. Dengan merencanakan perawatan, perawat
dengan klien dapat mempermudah suatu
keberhasilan karena datangnya kemauan dari
klien.
e. Untuk mengatasi kelelahan akibat latihan.
f. Untuk menghemat penggunaan energi klien.
49 | m a k a l a h K M B
Intervensi Rasional
meminta bantuan ketika terjadi
perubahan.
d. Rencanakan perawatan bersama
pasien untuk menentukan aktivitas
yang ingin pasien selesaikan:
Jadwalkan bantuan dengan orang
lain.
e. Seimbangkan antara waktu aktivitas
dengan waktu istirahat.
f. Simpan benda-benda dan barang
lainnya dalam jangkauan yang
mudah bagi pasien.
5.ASKEP STROKE
KONSEP DASAR PENYAKIT
50 | m a k a l a h K M B
DEFINISI
a. Stroke adalah suatu keadaan yang timbul karena terjadi gangguan peredaran darah di otak
yang menyebabkan terjadinya kematian jaringan otak sehingga mengakibatkan seseorang
menderita kelumpuhan atau kematian (Fransisca B. Batticaca).
b. Menurut Hudak (1996), stroke adalah deficit neurologis yang mempunyai serangan
mendadak dan berlangsung 24 jam sebagai akibat dari cardiovascular disease (CVD).
c. Stroke merupakan salah satu manifestasi neurologi yang umum yang timbul secara
mendadak sebagai akibat adanya gangguan suplai darah ke otak (Depkes, 1995).
d. Stroke merupakan gangguan sirkulasi serebral dan merupakan satu gangguan neurologik
pokal yang dapat timbul sekunder dari suatu proses patologik pada pembuluh darah serebral
misalnya trombosis, embolus, ruptura dinding pembuluh atau penyakit vaskuler dasar, misalnya
arterosklerosis arteritis trauma aneurisma dan kelainan perkembangan (Price, 1995).
ETIOLOGI
Pecahnya pembuluh darah otak sebagian besar diakibatkan oleh rendahnya kualitas pembuluh
darah otak.Sehingga dengan adanya tekanan darah yang tinggi pembuluh darah mudah pecah.
Faktor resiko terjadinya stroke ada 2 :
1. Faktor resiko yang dapat diobati / dicegah :
a. Perokok.
b. Penyakit jantung ( Fibrilasi Jantung )
c. Tekanan darah tinggi.
d. Peningkatan jumlah sel darah merah ( Policitemia).
e. Transient Ischemic Attack ( TIAs).
2. Faktor resiko yang tak dapat di rubah :
a. Usia di atas 65.
b. Peningkatan tekanan darah.
c. Keturunan ( Keluarga ada stroke).
d. Pernah terserang stroke.
e. Race ( Kulit hitam lebih tinggi )
f. Sex ( laki-laki lebih 30 % daripada wanita ), DM.
51 | m a k a l a h K M B
Penyebab utamanya dari stroke diurutkan dari yang paling penting adalah arterosklerosis
(trombosis) embolisme, hipertensi yang menimbulkan pendarahan srebral dan ruptur aneurisme
sekular. Stroke biasanya disertai satu atau beberapa penyakit lain seperti hipertensi, penyakit
jantung, peningkatan lemak di dalam darah, DM atau penyakit vasculer perifer (Price, 1995).
TANDA DAN GEJALA
Gejala stroke yang timbul tergantung dari jenis stroke.
1. Gejala pada stroke hemoragik berupa :
a. Deficit neurologi mendadak, didahului gejala prodromal yang terdiri pada saat istirahat atau
bangun pagi.
b. Kadang tidak terjadi penurunan kesadaran.
c. Terjadi terutama pada usia >50 tahun.
d. Gejala neurologis yang timbul bergantung pada berat ringannya gangguan pembuluh darah
dan lokasinya.
2. Gejala klinis pada stroke akut berupa:
a. Kelumpuhan wajah atau anggota badan (biasanya hemiparesis) yang tmbul mendadak.
b. Gangguan sensibilitas pada satu anggota badan (gangguan hemisensorik).
c. Perubahan mendadak pada status mental (konfusi, delirium, letargi, stupor, atau koma).
d. Afasia (tidak lancar atau tidak dapat bicara).
e. Disartria (bicara pelo atau cadel).
f. Ataksia (tungjai atau anggota badan tidak tepat pada sasaran).
g. Vertigo (mual dan muntah atau nyeri kepala).
PATOFISIOLOGI
Setiap kondisi yang menyebabkan perubahan perfusi darah pada otak akan menyebabkan
keadaan hipoksia. Hipoksia yang berlangsung lama dapat menyebabkan iskemik otak. Iskemik
yang terjadi dalam waktu yang singkat kurang dari 10-15 menit dapat menyebabkan deficit
sementara dan bukan deficit permanen. Sedangkan iskemik yang terjadi dalam waktu yang lama
dapat menyebabkan sel mati permanen dan mengakibatkan infark pada otak.
Setiap deficit focal permanen akan bergantung pada daerah otak mana yang terkena.
Daerah otak yang terkena akan menggambarkan pembuluh darah otak yang terkena. Pembuluh
52 | m a k a l a h K M B
darah yang paling sering mengalami iskemik adalah arteri serebral tengah dan arteri karotis
interna. Defisit fokal permanen dapat tidak diketahui jika klien pertama kali mengalami iskemik
otak total yang dapat teratasi.
Jika aliran darah ketiap bagian otak terhambat karena thrombus atau emboli, maka mulai
terjadi kekurangan suplai oksigen ke jaringan otak. Kekurangan oksigen dalam 1 menit dapat
menunjukan gejala yang dapat pulih seperti kehilangan kesadaran. Sedangkan kekurangan
oksigen dalam waktu yang lebih lama menyebabkan nekrosis mikroskopik neuron-neuron. Area
yang mengalami nekrosis disebut infark.
Gangguan peredaran darah otak akan menimbulkan gangguan pada metabolism sel-sel
neuron, dimana sel-sel neuron tidak dapat menyimpan glikogen sehingga kebutuhan metabolism
tergantung dari glukosa dan oksigen yang terdapat pada arteri-arteri yang menuju otak.
Perdarahan intracranial termasuk perdarahan kedalam ruang subarachnoid atau ke dalam
jaringan otak sendiri. Hipertensi mengakibatkan timbulnya penebalan dan degenerative
pembuluh darah yang dapat menyebabkan rupturnya arteri serebral sehingga perdarahan
menyebar dengan cepat dan menimbulkan perubahan setempat serta iritasi pada pembuluh darah
otak.
Perdarahan biasanya terhenti karena pembentukan thrombus oleh fibrin trombosit dan
oleh tekanan jaringan. Setelah 3 minggu, darah mulai di reabsorbsi. Rupture ulangan merupakan
resiko serius yang terjadi sekitar 7-10 hari setelah perdarahan pertama.
Rupture ulangan menyebabkan terhentinya aliran darah kebagian tertentu, menimbulkan
iskemik fokal, dan infark jaringan otak. Hal tersebut dapat menimbulkan gegar otak dan
kehilangan kesadaran, peningkatan tekanan cairan serebrospinal (CSS), dan mengakibatkan
gesekan otak (otak terbelah sepanjang serabut). Perdarahan mengisi fentrikel atau hematoma
yang merusak jaringan otak.
Perubahan sirkulasi CSS, obstruksi vena, adanya edema dapat menyebabkan peningkanan
tekana intracranial yang membahayakan jiwa dengan cepat. Peningkatan tekanan intracranial
yang tidak diobati mengakibatkan herniasi unkus atau serebellum. Disamping itu, terjadi
bradikardia, hipertensi sistemik, dan gangguan pernafasan.
Darah merupakan bagian yang merusak dan bila terjadi hemodialisa, darah dapat
mengiritasi pembuluh darah, meningen, dan otak. Darah dan vasoaktif yang dilepas mendorong
spasme arteri yang berakibat menurunnya parfusi serebral. Spasme serebri atau vasospasme
53 | m a k a l a h K M B
biasa terjadi pada hari ke-4 sampai ke-10m setelah terjadinya perdarahan dan menyebabkan
konstriksi arteri otak. Vasospasme merupakan komplikasi yang mengakibatkan terjadinya
penurunan fokal neurologis, iskemik otak, dan infark.
.
KLASIFIKASI
1. Stroke iskemik (infark atau kematian jaringan).
Serangan sering terjadi pada usia 50 tahun atau lebih dan terjadi pada malam hingga pagi hari.
a. Trombosis pada pembuluh darah otak (thrombosis of serebral vessels).
b. Emboli pada pembuluh darah otak (embolism of serebral vesels).
2. Stroke hemoragik (perdarahan). Serangan sering terjadi pada usia 20-60 tahun dan biasanya
timbul setelah beraktifitas fisik atau karena psikologis (mental).
a. Perdarahan intra serebral (parenchymatous hemorrhage),gejalanya:
a) Tidak jelas, kecuali nyeri kepala hebat karena hipertensi.
b) Serangan terjadi pada siang hari, saat beraktifitas, dan emosi atau marah.
c) Mual atau muntah pada permulaan serangan.
d) Hemiparesis atau hemiplegia terjadi sejak awal serangan.
e) Kesadaran menurun dengan cepat dan menjadi koma (65 % terjadi kurang dari ½ jam
sampai 2 jam; <2% terjadi setelah 2 jam sampai 19 hari).
b. Perdarahan subarachnoid (subarachnoid hemorrhage).
a) Nyeri kepala hebat dan mendadak.
b) Kesadaran sering terganggu dan sangat berfariasi.
c) Ada gejala dan tanda meningeal.
d) Papiledema terjadi bila ada perdarahan subarachnoid karena pecahnya aneurisma
pada arteri komunikans anterior atau arteri karotis interna.
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK/PENUNJANG
Pemeriksaan klinis melalui anamnesis dan pengkajian fisik (neurologis):
1. Riwayat penyakit sekarang (kapan timbulnya, lamanya serangan, gejala yang timbul).
54 | m a k a l a h K M B
2. Riwayat penyakit dahulu (hipertensi, jantung, DM, disritmis, ginjal, pernah mengalami
trauma kepala).
3. Riwayat penyakit keluarga (hipertensi, jantung, DM).
4. Aktifitas (sulit beraktifitas, kehilangan sensasi penglihatan, gangguan tonus otot, gangguan
tingkat kesadaran).
5. Sirkulasi (hipertensi, jantung, disritmia, GGK).
6. Makanan/cairan (nafsu makan berkurang, mual, muntah pada fase akut, hilang sensasi
pengecapan pada lidah, obesitas sebagai factor resiko).
7. Neurosensorik (sinkop atau pingsan, vertigo, sakit kepala, panglihatan berkurang atau ganda,
hilang rasa sensorik kontralateral, afasia motorik, reaksi pupil tidak sama).
8. Kenyamanan (sakit kepala dengan intensitas yang beda, tingkah laku yang tidak stabil,
gelisah, ketergantungan otot).
9. Pernafasan (merokok sebagai factor resiko, tidak mampu menelan karena batuk).
10. Interaksi social (masalah bicara, tidak mampu berkomunikasi).
Pemeriksaan penunjang:
1. Angiografi serebral. Membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik misalnya
pertahanan atau sumbatan arteri.
2. Scan Tomografi Komputer (Computer Tomografy Scan – CT Scan). Mengetahui adanya
tekanan normal dan adanya trobosis, emboli serebral, dan tekanan intracranial (TIK).
Peningkatan TIK dan cairan yang mengandung darah menunjukan adanya perdarahan
subarachnoid dan perdarahan intracranial. Kadar protein total meningkat, beberapa kasus
thrombosis disertai proses inflamasi.
3. Magnetik Resonance I maging (MRI). MMenunjukan daerah infark, perdarahan, malformasi
arteriovena (MAV).
4. Ultrasonografi Dopler ( USG dopler). Mengidentifikasi penyakit arteriovena (masalah
system arteri karotis [aliran darah atau timbulnya plak]) da arteriosklerosis.
5. Elektroensepalogram (Electroensephalogram-EEG). Mengidentifikasi masalah pada
gelombang otak dan memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.
55 | m a k a l a h K M B
6. Sinar tengkorak. Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pienal daerah yang
berlawanan dari massa yang meluas, kalsifikasi karotis interna terdapat pada trobosis serebral;
kalsifikasi parsial dinding aneurisma pad perdarahan subarachnoid.
Pemeriksaan Laboratorium:
1. Darah rutin
2. Gula darah
3. Urin rutin
4. Cairan serebrospinal
5. Analisa gas darah (AGD)
6. Biokimia darah
7. Elektrolit
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
PENGKAJIAN
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan proses keperawatan untuk mengenal
masalah klien, agar dapat memberi arah kepada tindakan keperawatan. Tahap pengkajian terdiri
dari tiga kegiatan, yaitu pengumpulan data, pengelompokkan data dan perumusan diagnosis
keperawatan. (Lismidar, 1990)
1. Pengumpulan data
Pengumpulan data adalah mengumpulkan informasi tentang status kesehatan klien yang
menyeluruh mengenai fisik, psikologis, sosial budaya, spiritual, kognitif, tingkat perkembangan,
status ekonomi, kemampuan fungsi dan gaya hidup klien. (Marilynn E. Doenges et al, 1998)
1) Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan, alamat,
pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register, diagnose medis.
2) Keluhan utama
Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, dan tidak dapat
berkomunikasi. (Jusuf Misbach, 1999)
3) Riwayat penyakit sekarang
56 | m a k a l a h K M B
Serangan stroke hemoragik seringkali berlangsung sangat mendadak, pada saat klien sedang
melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak
sadar, disamping gejala kelumpuhan separuh badan atau gangguan fungsi otak yang lain. (Siti
Rochani, 2000)
4) Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala,
kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat
adiktif, kegemukan. (Donna D. Ignativicius, 1995)
5) Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes militus. (Hendro
Susilo, 2000)
6) Riwayat psikososial
Stroke memang suatu penyakit yang sangat mahal. Biaya untuk pemeriksaan, pengobatan dan
perawatan dapat mengacaukan keuangan keluarga sehingga faktor biaya ini dapat mempengaruhi
stabilitas emosi dan pikiran klien dan keluarga.
7) Pola-pola fungsi kesehatan
a) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Biasanya ada riwayat perokok, penggunaan alkohol, penggunaan obat kontrasepsi oral.
b) Pola nutrisi dan metabolism
Adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual muntah pada fase akut.
c) Pola eliminasi
Biasanya terjadi inkontinensia urine dan pada pola defekasi biasanya terjadi konstipasi
akibat penurunan peristaltik usus.
d) Pola aktivitas dan latihan
Adanya kesukaran untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/
hemiplegi, mudah lelah.
e) Pola tidur dan istirahat
Biasanya klien mengalami kesukaran untuk istirahat karena kejang otot/nyeri otot.
f) Pola hubungan dan peran
Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami kesukaran untuk
berkomunikasi akibat gangguan bicara.
57 | m a k a l a h K M B
g) Pola persepsi dan konsep diri
Klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah, tidak kooperatif.
h) Pola sensori dan kognitif
Pada pola sensori klien mengalami gangguan penglihatan/kekaburan pandangan,
perabaan/sentuhan menurun pada muka dan ekstremitas yang sakit. Pada pola kognitif
biasanya terjadi penurunan memori dan proses berpikir.
i) Pola reproduksi seksual
Biasanya terjadi penurunan gairah seksual akibat dari beberapa pengobatan stroke, seperti
obat anti kejang, anti hipertensi, antagonis histamin.
j) Pola penanggulangan stress
Klien biasanya mengalami kesulitan untuk memecahkan masalah karena gangguan proses
berpikir dan kesulitan berkomunikasi.
k) Pola tata nilai dan kepercayaan
Klien biasanya jarang melakukan ibadah karena tingkah laku yang tidak stabil,
kelemahan/kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.
8) Pemeriksaan Fisik
a) Keadaan umum
(1) Kesadaran : umumnya mengelami penurunan kesadaran
(2) Suara bicara : kadang mengalami gangguan yaitu sukar dimengerti, kadang tidak bisa
bicara
(3) Tanda-tanda vital : tekanan darah meningkat, denyut nadi bervariasi
b) Pemeriksaan integument
(1) Kulit : jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika kekurangan cairan
maka turgor kulit kan jelek. Di samping itu perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus
terutama pada daerah yang menonjol karena klien CVA Bleeding harus bed rest 2-3
minggu
(2) Kuku : perlu dilihat adanya clubbing finger, cyanosis
(3) Rambut : umumnya tidak ada kelainan
c) Pemeriksaan kepala dan leher
(1) Kepala : bentuk normocephalik
58 | m a k a l a h K M B
(2) Muka : umumnya tidak simetris yaitu mencong ke salah satu sisi
(3) Leher : kaku kuduk jarang terjadi (Satyanegara, 1998)
d) Pemeriksaan dada
Pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas terdengar ronchi, wheezing ataupun suara nafas
tambahan, pernafasan tidak teratur akibat penurunan refleks batuk dan menelan.
e) Pemeriksaan abdomen
Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bed rest yang lama, dan kadang terdapat kembung.
f) Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus
Kadang terdapat incontinensia atau retensio urine
g) Pemeriksaan ekstremitas
Sering didapatkan kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.
h) Pemeriksaan neurologi
(1) Pemeriksaan nervus cranialis
Umumnya terdapat gangguan nervus cranialis VII dan XII central.
(2) Pemeriksaan motorik
Hampir selalu terjadi kelumpuhan/kelemahan pada salah satu sisi tubuh.
(3) Pemeriksaan sensorik
Dapat terjadi hemihipestesi.
(4) Pemeriksaan refleks
Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang. Setelah beberapa hari
refleks fisiologis akan muncul kembali didahuli dengan refleks patologis.(Jusuf Misbach,
1999)
9) Pemeriksaan penunjang
a) Pemeriksaan radiologi
(1) CT scan : didapatkan hiperdens fokal, kadang-kadang masuk ventrikel, atau
menyebar ke permukaan otak. (Linardi Widjaja, 1993)
(2) MRI : untuk menunjukkan area yang mengalami hemoragik. (Marilynn E. Doenges,
2000)
(3) Angiografi serebral : untuk mencari sumber perdarahan seperti aneurisma atau
skuler. (Satyanegara, 1998)
59 | m a k a l a h K M B
(4) Pemeriksaan foto thorax : dapat memperlihatkan keadaan jantung, apakah terdapat
pembesaran ventrikel kiri yang merupakan salah satu tanda hipertensi kronis pada
penderita stroke. (Jusuf Misbach, 1999)
b) Pemeriksaan laboratorium
(1) Pungsi lumbal : pemeriksaan likuor yang merah biasanya dijumpai pada perdarahan
yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna likuor masih normal
(xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama. (Satyanegara, 1998)
(2) Pemeriksaan darah rutin
(3) Pemeriksaan kimia darah : pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia. Gula darah
dapat mencapai 250 mg dalajm serum dan kemudian berangsur-angsur turun kembali.
(Jusuf Misbach, 1999)
(4) Pemeriksaan darah lengkap : unutk mencari kelainan pada darah itu sendiri. (Linardi
Widjaja, 1993)
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan merupaka suatu pernyataan dari masalah pasien yang nyata
ataupun potensial dan membutuhkan tindakan keperawatan sehingga masalah pasien dapat
ditanggulangi atau dikurangi.
1. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparesis, kehilangan keseimbangan dan
koordinasi, spastisitas, dan cidera otak.
2. Kurangnya pemenuhan perawatan diri (hygiene, toileting, berpindah, makan) yang
berhubungan dengan hemiparese/hemiplegi
3. Gangguan eliminasi urin (inkontinensia urin) yang berhubungan dengan kelemahan otot
spicter.
4. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi darah otak.
5. Resiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kelemahan otot
mengunyah dan menelan.
6. Resiko ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan penurunan refleks
batuk dan menelan.
7. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang paparan informasi.
60 | m a k a l a h K M B
INTERVENSI KEPERAWATAN
No
Dx
Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi Rasional
1 1.Tujuan:
a. Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama 3x24 jam klien
mampu melaksanakan
aktivitas fisik sesuai
dengan kemampuannya.
2. Kriteria Hasil:
a. Tidak terjadi kontraktur
sendi.
b. Bertabahnya kekuatan
otot.
c. Klien menunjukkan
tindakan untuk
meningkatkan mobilitas
Mandiri:
1. Kaji kemampuan
secarafungsional/luasnya
kerusakan awal dan dengan cara
yang teratur. Klasifikasikan
melalui skala 0-4 ( rujuk pada
MK: Trauma Kranioserebral,
DK: Mobilitas fisik, kerusakan ,
hal. 282 ).
2. Ubah posisi minimal setiap 2
jam ( telentang, miring ) dan
sebagainya dan jika
memungkinkan bias lebih
sering jika diletakkan dalam
posisi bagian yang terganggu.
3. Letakkan pada posisi telungkup
satu kali atau dua kali sehari
jika pasien dapat
mentoleransinya.
4. Mulailah melakukan latiahan
rentang rentang gerak aktif dan
pasif pada semua ekstremitas
saat masuk. Anjurkan
melakukan latihan seperti
latihan quadrisep/gluteal,
Mandiri:
1. Mengidentifikasi
kekuatan/kelemahan dan
dapat memberikan informasi
mengenai pemulihan. Bantu
dalam pemilihan terhadap
intervensi, sebab teknik yang
berbeda digunakan untuk
paralisis spastic dengan
flaksid.
2.Menurunkan risiko terjadinya
trauma/iskemia jaringan.
Aerah yang terkena
mengalami
perburukan/sirkulasi yang
lebih jelek dan menurunkan
sensasi dan lebih besar
menimbulkan kerusakan pada
kulit/dekubitus.
3. Membantu mempertahankan
ekstensi pinggul fungsional;
tetapi kemungkinan akan
meningkatkan ansietas
terutama mengenai
kemampuan pasien untuk
bernafas.
61 | m a k a l a h K M B
meremas bola karet,
melebarkan jari-jari dan
kaki/telapak.
5. Sokong ekstremitas dalam
posisi fungsionalnya, gunakan
papan kaki (foot board ) selama
periode paralisis flaksid.
Pertahankan posisi kepala
netral.
6. Gunakan penyangga lengan
ketika pasien berada dalm
posisi tegak, sesuai indikasi.
7. Evaluasi penggunaan
dari/kebutuhan alat untuk
pengaturan posisi dan/atau
pembalut selama periode
paralisis spastic.
8. Tempatkan bantal dibawah
aksila untuk melakukan abduksi
pada lengan.
9. Tinggikan tangan dan kepala.
10. Tempatkan “hand roll”
keras pada telapak tangan
dengan jari-jari dan ibu jari
saling berhadapan.
4. Meminimalkan atrofi otot,
meningkatkan sirkulasi,
membantu mencegah
kontratur. Menurunkan risiko
terjadinya hiperkalsiuria dan
osteoporosis jika masalah
utamanya adalah pendarahan.
Catatan: stimulasi yang
berlebihan dapat menjadi
pencetus adanya pendarahan
berulang.
5. Mencegah
kontraktur/footdrop dan
memfasilitasi kegunaanya jika
berfungsi kembali. Paralisis
flaksid dapat mengganggu
kemampuannya untuk
menyangga kepala, dilain
pihak paralisis spastic dapat
mengarah pada deviasi
kepala kesalah satu sisi.
6. Selama paralisis flaksid
penggunaan penyangga dapat
menurunkan risiiko terjadinya
subluksasio lengan dan
“sindrom bahu-lengan.”
7. Kontraktur fleksi dapat
62 | m a k a l a h K M B
11. Posisikan lutut dan panggul
dalam posisi ekstensi.
12. Pertahankan kaki dalam
posisi netral dengan
gulungan/bantalan trokanter.
13. Gunakan papan kaki secara
bergantian, jika memungkinkan.
14. Bantu untuk mengembangkan
keseimbangan duduk ( seperti
meninggikan bagian kepala,
tempat tidur, bantu untuk duduk
disisi tempat tidur, biarkan
pasien menggunakan kekuatan
tangan untuk menyokong berat
badan dan kaki yang kuat untuk
memindahkan kaki yang sakit;
meningkatkan waktu duduk )
dan keseimbangan dalam
berdiri ( seperti letakkan sepatu
yang datar; sokong bagian
belakang bawah pasien dengan
tangan sambil meletakkan lutut
penolong diluar lutut pasien;
bantu menggunakan alat
pegangan parallel dan walker).
15. Observasi daerah yang
terjadi akibat dari otot fleksor
lebih kuat dibandingkan
dengan otot ekstensor.
8. Mencegah adduksi bahu dan
fleksi siku.
9. Meningkatkan aliran balik
vena dan membantu
mencegah terbentuknya
edema.
10. Alas/dasar yang keras
menurunkan stimulasi fleksi
jari-jari, mempertahankan
jari-jari dan ibu jari pada
posisi normal (posisi
anatomis).
11. Mempertahankan posisi
fungsional.
12. Mencegah rotasi eksternal
pada pinggul.
13. Penggunaan yang kontinu
(setelah perubahan dari
paralisis flaksid ke spastik)
dapat menyebabkan tekanan
yang berlebihan pada sendi
peluru kaki, meningkatkan
63 | m a k a l a h K M B
terkena termasuk warna, edema,
atau tanda lain dari gangguan
sirkulasi.
16. Inspeksi kulit terutama pada
daerah-daerah yang menonjol.
Lakukan masase secara hati-hati
pada daerah kemerahan dan
berikan alat bantu seperti
bantalan lunak kulit sesuai
kebutuhan.
17. Bangunkan dari kursi
sesegera mungkin setelah tanda-
tanda vital stabil kecuali pada
hemoragik serebral.
18. Alasi kursi duduk dengan
busa atau balon air dan bantu
pasien untuk memindahkan
berat badan dengan interval
yang teratur.
19. Susun tujuan dengan
pasien/orang terdekat untuk
berpartisipasi dalam
aktivitas/latihan dan mengubah
posisi.
20. Anjurkan pasien untuk
membantu pergerakan dan
spastisitas, dan secara nyata
meningkatkan fleksi plantar.
14. Membantu dalam melatih
kembali jaras saraf,
meningkatkan respons
proprioseptik dan motorik.
15. Jaringan yang mengalami
edema lebih mudah
mengalami trauma dan
penyembuhannya lambat.
16. Titik-titik tekanan pada
daerah yang menonjol paling
beresiko untuk terjadinya
penurunan perfusi/iskemia.
Stimulasi sirkulasi dan
memberikan bantalan
membantu mencegah
kerusakan kulit dan
berkembangnya dekubitus.
17. Membantu menstabilkan
tekanan darah
( tonusvasomotor terjaga),
meningkatkan keseimbangan
ekstrimitas dalam posisi
normal dan pengosongan
kantung kemih/ginjal,
menurunkan resiko terjadinya
64 | m a k a l a h K M B
latihan dengan menggunakan
ekstremits yang tidak sakit
untuk
menyokong/menggerakkan
daerah tubuh yang mengalami
kelemahan.
Kolaborasi:
1. Berikan tempat tidur dengan
matras bulat (seperti egg crate
mattres ) ,tempat tidur air, alat
plotasi atau tempat tidur khusus
(seperti tempat tidur kinetic)
sesuai indikasi.
2. Konsultasikan dengan ahli
fisioterapi secara aktif, latihan
resisitif, dan ambulasi pasien.
3. Bantulah dengan stimulasi
elektrik, seperti TENS sesuai
indikasi.
4. Berikan obat relaksan otot,
antispasmodik sesuaia indikasi,
seperti baklofen, dantrolen.
batu kandung kemih dan
infeksi karena urin yang
statis.
18. Mencegah atau menurunkan
tekanan koksigeal/kerusakan
kulit.
19. Meningkatkan harapan
terhadap
perkembangan/peningkatan
dan memberikan perasaan
kotrol/kemandirian.
20. Dapat berespons dengan
baik jika daerah yang sakit
tidak menjadi lebih terganggu
dan memerlukan dorongan
serta latihan aktif untuk
“menyatukan kembali”
senagai bagian dari tubuhnya
sendiri.
Kolaborasi:
1.Meningkatkan distribusi
merata berat badn yang
menurunkan tekanan pada
tulang-tulang tertentu dan
membantu untuk mencegah
kerusakan kulit/terbentuknya
dekubitus. Tempat tidur
khusus membantu dengan
65 | m a k a l a h K M B
letak paien obesitas
(kegemukan), meningkatkan
sirkulasi dan menurunkan
terjadinya vena statis untuk
menurunkan resiko terhadap
cedera pada jaringan dan
komplikasi seperti pneumonia
ortostatik.
2.Program yang khusus dapat
dikembangkan untuk
menemukan kebutuhan yang
berarti/menjaga kekurangan
tersebut dalam keseimbangan,
koordinasi, dan kekuatan.
3.Dapat membantu memulihkan
kekuatan otot dan
meningkatkan control otot
volunteer.
4.Mungkin diperlukan untuk
menghilangkan spastisitas
pada ekstermitas yang
terganggu.
2 1.Tujuan:
a. Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama 3x24 jam
kebutuhan perawatan diri
klien terpenuhi.
2. Kriteria Hasil:
a. Klien dapat melakukan
aktivitas perawatan diri
Mandiri :
1. Uji kemampuan dan tingkat
kekurangan( dengan
menggunakan skala 0 - 4 )
untuk melakukan kebutuhan
sehari-hari.
2. Hindari melakukan sesuatu
untuk pasien yang dapat
Mandiri :
1. Membantu dalam
mengantisipasi/merencanakan
pemenuhan kebutuhan secara
individual.
2. Pasien ini mungkin jadi
sangat ketakutan dan sangat
tergantung dan meskipun
66 | m a k a l a h K M B
sesuai dengan
kemampuan klien.
b. Klien dapat
mengidentifikasi sumber
pribadi/komunitas untuk
memberikan bantuan
sesuai kebutuhan.
dilakukan pasien sendiri, tetapi
berikan bantuan sesuai
kebutuhan.
3. Sadari perilaku dari aktivitas
impulsif karena gangguan
dalam mengambil keputusan.
4. Pertahankan dukungan, sikap
yang tegas. Beri pasien waktu
yang cukup untuk mengerjakan
tugasnya.
5. Berikan umpan balik yang
positif untuk setiap usaha yang
dilakukan atau keberhasilannya.
6. Buat rencana terhadap
gangguan penglihatan yang ada;
seperti :
a. Letakkan makanan dan alat-alat
lainnya pada sisi pasien yang
tidak sakit.
b. Sesuaikan tempat tidur
sehingga sisi tubuh pasien yang
tidak sakit menghadap ke
ruangan dengan sisi yang sakit
menghadap ke dinding.
c. Posisikan prabot menjauhi
dinding.
bantuan yang diberikan
bermanfaat dalam mencegah
frustasi, adalah penting bagi
pasien untuk melakukan
sebanyak mungkin untuk diri
sendiri untuk
mempertahankan harga diri
dan meningkatkan pemulihan.
3. Dapat menunjukkan
kebutuhan intervensi dan
pengawasan tambahan untuk
meningkatkan keamanan
pasien.
4. Pasien akan memerlukan
empati tetapi perlu untuk
mengetahui pemberi asuhan
yang akan membantu pasien
secara konsisten
5. Meningkatkan perasaan
makna diri. Meningkatkan
kemandirian, dan mendorong
pasien untuk berusaha secara
kontinou.
6.
a. Pasien akan dapat melihat
untuk memakan makanannya.
b. Akan dapat melihat jika
67 | m a k a l a h K M B
7.Gunakan alat bantu pribadi,
seperti kombinasi pisau
bercabang, sikat tangkai
panjang, tangkai panjang untuk
mengambil sesuatu dari lantai;
kursi mandi pancuran; kloset
duduk yang agak tinggi.
8. Kaji kemampuan pasien untuk
berkomunikasi tentang
kebutuhannya untuk
menghindari dan/atau
kemampuan untuk
menggunakan urinal, bedpan.
Bawa pasien ke kamar mandi
dengan teratur /interval waktu
tertentu untuk berkemih jika
memungkinkan.
9. Identifikasi kebiasaan defekasi
sebelumnya dan kembalikan
pada kebiasaan pola normal
tersebut. Kadar makanan yang
berserat, anjurkan untuk minum
banyak dan tingkatkan aktivitas.
Kolaborasi:
1. Berikan obat supositoria dan
pelunak feses.
2. Konsultasikan dengan ahli
fisioterapi/ahli terapi okupasi.
naik/turun dari tempat tidur,
dapat mengobservasi orang
yang datang ke ruangan
tersebut.
c. Memberi keamanan ketika
pasien bergerak di ruangan
untuk menurunkan resiko
jatuh/terbentur prabot
tersebut.
7. Pasien dapat menangani diri
sendiri, meningkatkan
kemandirian dan harga diri.
8. Mungkin mengalami
gangguan saraf kandung
kemih, tidak dapat
mengatakan kebutuhannya
pada fase pemulihan akut,
tetapi biasanya dapat
mengontrol kembali fungsi ini
sesuai perkembangan proses
penyembuhan.
9. Mengkaji perkembangan
program latihan ( mandiri )
dan membantu dalam
pencegahan konstipasi dan
sembelit ( pengaruh jangka
panjang ).
68 | m a k a l a h K M B
Kolaborasi:
1. Mungkin dibutuhkan pada
awal untuk membantu
menciptakan garing
meransang fungsi defekasi
teratur.
2.Memberikan bantuan yang
mantap untuk
mengembangkan rencana
terapi dan mengidentifikasi
kebutuhan alat penyokong
khusus.
3
1. Tujuan :
a. Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama 3x24 jam klien
mampu mengontrol
eliminasi urinya.
2. Kriteria hasil :
a. Klien akan melaporkan
penurunan atau hilangnya
inkontinensia.
b. Tidak ada distensi
bladder
Mandiri :
1. Identifikasi pola berkemih dan
kembangkan jadwal berkemih
sering.
2. Ajarkan untuk membatasi
masukan cairan selama malam
hari.
3. Ajarkan teknik untuk
mencetuskan refleks berkemih
(rangsangan kutaneus dengan
penepukan suprapubik,
manuver regangan anal).
4. Bila masih terjadi
inkontinensia, kurangi waktu
antara berkemih pada jadwal
yang telah direncanakan.
Mandiri :
1. Berkemih yang sering dapat
mengurangi dorongan dari
distensi kandung kemih yang
berlebih.
2. Pembatasan cairan pada
malam hari dapat membantu
mencegah enuresis.
3. Untuk melatih dan membantu
pengosongan kandung kemih.
4. Kapasitas kandung kemih
mungkin tidak cukup untuk
menampung volume urine
sehingga memerlukanuntuk
lebih sering berkemih.
69 | m a k a l a h K M B
5.Berikan penjelasan tentang
pentingnya hidrasi optimal
(sedikitnya 2000 cc per hari bila
tidak ada kontraindikasi).
5. Hidrasi optimal diperlukan
untuk mencegah infeksi
saluran perkemihan dan batu
ginjal.
4 1.Tujuan:
a. Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama 3x24 jam proses
komunikasi klien dapat
berfungsi secara optimal.
2. Kriteria Hasil:
a. Terciptanya suatu
komunikasi dimana
kebutuhan klien dapat
dipenuhi.
b. Klien mampu merespon
setiap berkomunikasi
secara verbal maupun
isyarat.
Mandiri:
1.Kaji tipe /derajat disfungsi,
seperti pasien tidak tampak
memahami kata atau mengalami
kesulitan berbicara atau
membuat pengertian sendiri.
2. Bedakan antara afasia dengan
disartria.
3. Perhatikan kesalahan dalam
komunikasi dan berikan umpan
balik.
4. Mintalah pasien untuk
mengikuti perintah sederhana
( seperti “ buka mata,” “ tunjuk
ke pintu “ ) ulangi dengan kata/
kalimat yang sederhana.
5.Tunjukkan objek dan minta
pasien untuk menyebutkan
nama benda tersebut.
Mandiri:
1. Membantu menentukan
daerah dan derajat kerusakan
serebral yang terjadi dan
kesulitan pasien dalam
beberapa atau seluruh tahap
proses komunikasi. Pasien
mungkin mempunyai
kesulitan memahami kata
yang diucapkan ( afasia
sensorik/ kerusakan pada area
Wernick ); mengucapkan
kata-kata dengan benar
( afasia ekspresif/kerusakan
pada area bicara Broca ) atau
mengalami kerusakan pada
kedua daerah tersebut.
2. Intervensi yang dipilih
tergantung pada tipe
kerusakannya. Afasia adalah
gangguan dalam
menggunakan dan
mengintepretasikansimbol-
70 | m a k a l a h K M B
6. Mintalah pasien untuk
mengucapkan suara sederhana
seperti “ Sh” atau “ Pus “.
7.Minta pasien untuk menulis
nama dan/atau kalimat yang
pendek. Jika tidak dapat
menulis, mintalah pasien untuk
membaca kalimat yang pendek.
8. Tempatkan tanda
pemberitahuan pada ruang
perawat dan ruangan pasien
tentang adanya gangguan
bicara. Berikan bel khusus bila
perlu.
9. Berikan metode komunikasi
alternatif, seperti menulis di
papan tulis, gambar. Berikan
petunjuk visual ( gerakan
tangan, gambar-gambar, daftar
kebutuhan, demonstrasi ).
10. Antisipasi dan penuhi
kebutuhan pasien.
11. Katakan secara langsung
dengan pasien, bicara perlahan,
dan dengan tenang. Gunakan
pertanyaan terbuka dengan
simbol bahasa dan mungkin
melibatkan komponen
sensorik dan/ atau motorik,
seperti ketidakmampuan
untuk memahami
tulisan/ucapan atau menulis
kata, membuat tanda,
berbicara. Seseorang dengan
disantria dapat memahami,
membaca, dan menulis bahasa
tetapi mengalami kesulitan
membentuk/mengucapkan
kata sehubungan dengan
kelemahan dan paralisis dari
otot-otot daerah oral.
3. Pasien mungkin kehilangan
kemampuan untuk memantau
ucapan yang keluar dan tidak
menyadari bahwa komunikasi
yang diucapkan tidak nyata.
Umpan balik membantu
pasien merealisasikan kenapa
pemberi asuhan tidak
mengerti/merespon sesuai dan
memberikan kesempatan
untuk mengklarifikasikan
isi /makna yang terkandung
dalam ucapannya.
4. Melakukan penilaian
71 | m a k a l a h K M B
jawaban “ Ya/ Tidak”
selanjutnya kembangkan pada
pertanyaan yang lebih kompleks
sesuai dengan respons pasien.
12. Bicaralah dengan nada
normal dan hindari percakapan
yang cepat. Berikan pasien
jarak waktu untuk berespons.
Bicaralah tanpa tekanan
terhadap sebuah respons.
13. Anjurkan pengunjung/orang
terdekat mempertahankan
usahanya untuk berkomunikasi
dengan pasien, seperti membaca
surat, diskusi tentang hal-hal
yang terjadi pada keluarga.
14. Diskusikan mengenai hal-hal
yang dikenal pasien, seperti
pekerjaan, keluarga, dan hobby
( kesenangan ).
15. Hargai kemampuan pasien
sebelum terjadi penyakit;
hindari “ pembicaraan yang
merendahkan “ pada pasien atau
membuat hal-hal yang
menentang kebanggaan pasien .
terhadap adanya kerusakan
sensorik
( afasia sensorik ).
5. Melakukan penilaian
terhadap adanya kerusakan
motorik( afasia motorik,
seperti pasien mungkin
mengenalinya tetapi tidak
dapat menyebutkannya).
6. Mengidentifikasi adanya
disartria sesuai komponen
motorik dari bicara ( seperti
lidah, gerakan bibir, control
nafas ) yang dapat
mempengaruhi artikulasi dan
mungkin juga tidak disertai
afasia motorik.
7. Menilai kemampuan menulis
( agrafia ) dan kekurangan
dalam membaca yang benar
( aleksia ) yang juga
merupakan bagian dari afasia
sensorik dan afasia motorik.
8. Menghilangkan ansietas
pasien sehubungan dengan
ketidakmampuannya untuk
72 | m a k a l a h K M B
Kolaborasi:
1. Konsultasikan dengan/ rujuk
kepada ahli terapi wicara.
berkomunikasi dan perasaan
takut bahwa kebutuhan pasien
tidak akan terpenuhi dengan
segera. Penggunaan bel yang
diaktifkan dengan tekanan
minimal akan bermanfaat
ketika pasien tidak dapat
menggunakan system bel
reguler.
9. Memberikan komunikasi
tentang kebutuhan
berdasarkan keadaan/ defisit
yang mendasarinya.
10. Bermanfaat dalam
menurunkan frustasi bila
tergantung pada orang lain
dan tidak dapat
berkomunikasi secara berarti.
11. Menurunkan
kebingungan/ansietas selama
proses komunikasi dan
berespons pada informasi
yang lebih banyak pada suatu
waktu tertentu. Sebagai proses
latihan kembali untuk lebih
mengembangkan komunikasi
lebih lanjut dan lebih
kompleks akan menstimulasi
73 | m a k a l a h K M B
memori dan dapat
meningkatkan asosiasi
ide/kata.
12. Pasien tidak perlu merusak
pendengaran, dan
meninggikan suara dapat
menimbulkan marah pasien/
menyebabkan kepedihan.
Memfokuskan respons dapat
mengakibatkan frustasi dan
mungkin menyebabkan pasien
ikut bicara “ otomatis, “
seperti memutarbalikkan kata,
berbicara kasar/kotor.
13. Mengurangi isolasi social
pasien dan meningkatkan
penciptaan komunikasi yang
efektif.
14. Meningkatkan percakapan
yang bermakna dan
memberikan kesempatan
untuk keterampilan praktis.
15. Kemampuan pasien untuk
merasakan harga diri, sebab
kemampuan intelektual pasien
seringkali tetap baik.
74 | m a k a l a h K M B
Kolaborasi:
1. Pengkajian secara individual
kemampuan bicara dan
sensori, motorik dan kognitif
berfungsi untuk
mengidentifikasi kekurangan/
kebutuhan terapi.
5 1.Tujuan
a. Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama 3x24 jam tidak
terjadi gangguan nutrisi.
2. Kriteria hasil
a. Berat badan dapat
dipertahankan/ditingkatkan
b. Hb dan albumin dalam
batas normal
Mandiri :
1.Tentukan kemampuan klien
dalam mengunyah, menelan dan
reflek batuk.
2.Letakkan posisi kepala lebih
tinggi pada waktu, seama dan
sesudah makan.
3.Stimulasi bibir untuk menutup
dan membuka mulut secara
manual dengan menekan ringan
diatas bibir/dibawah gagu jika
dibutuhkan.
4. Letakkan makanan pada daerah
mulut yang tidak terganggu.
5. Berikan makan dengan
berlahan pada lingkungan yang
tenang.
Mandiri :
1. Untuk menetapkan jenis
makanan yang akan diberikan
pada klien.
2. Untuk klien lebih mudah
untuk menelan karena gaya
gravitasi.
3. Membantu dalam melatih
kembali sensori dan
meningkatkan kontrol
muskuler.
4. Memberikan stimulasi sensori
(termasuk rasa kecap) yang
dapat mencetuskan usaha
untuk menelan dan
meningkatkan masukan
5. Klien dapat berkonsentrasi
pada mekanisme makan tanpa
adanya distraksi/gangguan
dari luar
75 | m a k a l a h K M B
6. Mulailah untuk memberikan
makan peroral setengah cair,
makan lunak ketika klien dapat
menelan air.
7.Anjurkan klien menggunakan
sedotan meminum cairan.
8. Anjurkan klien untuk
berpartisipasi dalam program
latihan/kegiatan
Kolaborasi :
Kolaborasi dengan tim dokter
untuk memberikan ciran
melalui iv atau makanan
melalui selang.
6. Makan lunak/cairan kental
mudah untuk
mengendalikannya didalam
mulut, menurunkan terjadinya
aspirasi.
7. Menguatkan otot fasial dan
dan otot menelan dan
merunkan resiko terjadinya
tersedak.
8. Dapat meningkatkan
pelepasan endorfin dalam
otak yang meningkatkan
nafsu makan.
Kolaborasi :
Mungkin diperlukan untuk
memberikan cairan pengganti
dan juga makanan jika klien
tidak mampu untuk
memasukkan segala sesuatu
melalui mulut.
6 1.Tujuan :
a. Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama 3x24 jam jalan
Mandiri :
1. Berikan penjelasan kepada
klien dan keluarga tentang
sebab dan akibat
Mandiri :
1. Klien dan keluarga mau
berpartisipasi dalam
mencegah terjadinya
76 | m a k a l a h K M B
nafas tetap efektif.
2. Kriteria hasil :
a. Klien tidak sesak nafas.
b. Tidak terdapat ronchi,
wheezing ataupun suara
nafas tambahan.
c. Tidak retraksi otot bantu
pernafasan.
d. Pernafasan teratur, RR
16-20 x per menit
ketidakefektifan jalan nafas.
2. Rubah posisi tiap 2 jam sekali.
3. Berikan intake yang adekuat
(2000 cc per hari).
4. Observasi pola dan frekuensi
nafas.
5. Auskultasi suara nafas.
6. Lakukan fisioterapi nafas
sesuai dengan keadaan umum
klien
ketidakefektifan bersihan
jalan nafas.
2. Perubahan posisi dapat
melepaskan sekret darim
saluran pernafasan.
3.Air yang cukup dapat
mengencerkan secret.
4.Untuk mengetahui ada
tidaknya ketidakefektifan
jalan nafas.
5.Untuk mengetahui adanya
kelainan suara nafas.
6.Agar dapat melepaskan sekret
dan mengembangkan paru-
paru
7 1.Tujuan:
a. Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
Selma 3x24 jam klien
mampu memahami
tentang kondisi atau
prognosis dan aturan
terapeutik
2. Kriteria Hasil:
a. Klien memulai
perubahaan gaya hidup
Mandiri:
1. Evaluasi tipe/derajat dari
gangguan persepsi sensori.
2. Diskusikan keadaan patologis
yang khusus dan kekuatan pada
individu.
3. Tinjau ulang keterbatasan saat
ini dan diskusikan
rencana/kemungkinan
Mandiri:
1. Defisit mempengaruhi pilihan
metode pengajaran dan isi/
kompleksitas instruksi.
2. Membantu dalam
membangun harapan yang
realistis dan meningkatkan
pemahaman terhadap keadaan
dan kebutuhan saat ini.
77 | m a k a l a h K M B
b. Berpatisipasi dalam
proses belajar
c. Mengungkapkan
pemahaman tentang
kondisi atau prognosis
dan aturan terapeutik.
melakukan kemabali aktivitas
(termasuk hubungan seksual ).
4. Tinjau ulang/ pertegas kembali
pengobatan yang diberikan.
Identifikasi cara meneruskan
program setelah pulang.
5. Diskusikan rencana untuk
memenuhi kebutuhan
perawatan diri.
6. Berikan instruksi dan jadwal
tertulis mengenai aktivitas,
pengobatan, dan faktor-faktor
penting lainnya.
7. Anjurkan pasien untuk merujuk
pada daftar/ komunikasi tertulis
atau catatan yang ada daripada
hanya bergantung pada apa
yang diingat.
8. Sarankan pasien menurunkan/
membatasi stimulasi lingkungan
terutama selama kegiatan
berpikir.
9. Rekomendasikan pasien untuk
meminta bantuan dalam proses
pemecahan masalah dan
3. Meningkatkan
pemahaman,memberikan
harapan pada masa datang dan
menimbulkan harapan dari
keterbatasan hidup secara
“normal”
4. Aktivitas yang dianjurkan,
pembatasan, dan kebutuhan
obat/terapi dibuat pada dasar
pendekatan interdisiplin
terkoordinasi. Mengikuti cara
tersebut merupakan suatu hal
yang penting pada kemajuan
pemulihan/pencegahan
komplikasi.
5. Berbagai tingkat bantuan
mungkin diperlukan/perlu
direncanakan berdasarkan
pada kebutuhan secara
individual.
6. Memberikan penguatan visual
dan sumber rujukan setelah
sembuh.
7. Memberikan bantuan untuk
menyokong ingatan dan
meningkatkan perbaikan
dalam keterampilan daya
78 | m a k a l a h K M B
memvalidasi kkeputusan, sesuai
kebutuhan.
10. Identifikasi faktor-faktor
resiko secara individual
( seperti hipertensi, kegemukan,
merokok, aterosklerosis,
menggunakan kontrasepsi oral )
dan perubahan pola hidup yang
penting.
11. Identifikasi tanda/ gejala
yang memerlukan kontrol
secara medis, contoh :
perubahan fungsi penglihatan,
sensorik, motorik; gangguan
respons mental atau perilaku,
dan sakit kepala yang hebat.
12. Rujuk pada perencanaan
pemulihan/pengawasan
perawatan di rumah dengan
mengunjungi perawat.
13. Identifikasi sumber-sumber
yang ada di masyarakat, seperti
perkumpulan stroke, atau
program pendukung lainnya.
14. Rujuk/ tegaskan perlunya
evaluasi dengan tim ahli
pikir.
8. Stimulasi yang beragam dapat
memperbesar gangguan
proses berpikir.
9. Beberapa pasien ( terutama
dengan masalah CSV kanan )
mungkin mengalami
gangguan dalam cara
pengambilan keputusan yang
memanjang dan berperilaku
impulsive, kehilangan
kemampuan untuk
mengungkapkan keputusan
yang dibuatnya.
10. Meningkatkan kesehatan
secara umum dan mungkin
menurunkan resiko kambuh.
11. Evaluasi dan intervensi
dengan cepat menurunkan
resiko terjadinya
komplikasi/kehilangan fungsi
yang berlanjut.
12. Lingkungan rumah mungkin
memerlukan evaluasi dan
modifikasi untuk memenuhi
kebutuhan individu.
79 | m a k a l a h K M B
rehabilitasi, seperti ahli
fisioterapi fisik, terapi okupasi,
terapi wicara.
13. Meningkatkan kemampuan
koping dan meningkatkan
penanganan di rumah dan
penyesuaian terhadap
kerusakan.
14. Kerja yang baik pada
akhirnya
diharapkan/meminimalkan
adanya gejala sisa atau
penurunan neurologis.
6.ASUHAN KEPERAWATAN HIPERTIROID
Definisi Hipertiroid
Hipertiroid atau Hipertiroidesme adalah suatu keadaan atau gambaran klinis akibat produksi
hormon tiroid yang berlebihan oleh kelenjar tiroid yang terlalu aktif. Karena tiroid memproduksi
hormon tiroksin dari lodium, maka lodium radiaktif dalam dosis kecil dapat digunakan untuk
mengobatinya (mengurangi intensitas fungsinya).
Kelenjar tiroid adalah subtansi kimia yang diproduksi oleh kelenjar tiroid dan dilepaskan
kedalam aliran darah. Hormon tiroid saling berinteraksi dengan hampir seluruh sel tubuh, yang
menyebabkan sel tubuh untuk meningkatkan aktivitas metabolisme mereka. Kelainan banyaknya
hormon tiroid ini yang secara khas mempercepat metabolisme tubuh. Metabolisme adalah proses
kimia dan fisika yang menciptakan unsur dan menghasilkan energi yang diperlukan untuk fungsi
sel, pertumbuhan dan divisi.
Hipertiroid atau Hipertiroidisme biasanya dapat diatasi dengan obat-obatan. Pilihan lainnya
adalah pembedahan untuk mengangkat kelenjar tiroid atau pemberian yodium radiaktif. Setiap
pengobatan memiliki kelebihan dan kekurangan.
80 | m a k a l a h K M B
Agar bekerja sebagaimana mestinya, kelenjar tiroid memerlukan sejumlah kecil yodium :
Jumlah yodium yang berlebihan bisa menurunkan jumlah hormon yang dibuat dan mencegah
pelepasan hormon tiroid. Karena itu untuk menghentikan pelepasan hormon tiroid yang
berlebihan, bisa diberikan yodium dosis tinggi. Pemberian yodium terutama bermanfaat jika
hipertirodisme harus segera dikendalikan (misalnya jika terjadi badai tiroid atau sebelum
dilakukan tindakan pembedahan). Yodium tidak digunakan pada pengobatan rutin atau
pengobatan jangka panjang. Propiltiourasil atau metimatol merupakan obat yang paling sering
digunakan untuk mengobati hipertiroidisme. Obat ini memperlambat fungsi tiroid dengan cara
mengurangi pembentukan hormon tiroid oleh kelenjar. Kedua obat tersebut diberikan per-oral
(ditelan), dimulai dengan dosis tinggi. Selanjutnya disesuaikan dengan hasil pemeriksaan darah
terhadap hormon tiroid.
Tiroiditis adalah radang kelenjar tiroid yang biasanya diikuti dengan gejala hipertiroid.
Penyakit ini lebih banyak ditemukan pada wanita setelah melahirkan, yang beberapa bulan
kemudian timbul gejala hipotiroid. Sebagian besar akan pulih kembali menjadi normatiroid.
Setelah pengobatan dengan radiasi yodium radiaktif, atau setelah tindakan beda, jaringan tiroid
menjadi tidak berdungsi atau terambil semua oleh operasi mata akan timbul gejala hipotiroid.
Obat-obatan beta bloker (misalnya prapanolol) membantu mengendalikan beberapa gejala
Hipertiroid. Obat ini efektif dalam memperlambat denyut jantung yang cepat, mengurangi
gemetar dan mengendalikan kecemasan. Beta broker terutama bermanfaat dalam mengatasi
badai tiroid dan penderita yang dikendalikan oleh obat lain. Sebagian besar pemakaian yodium
radiaktif pada akhirnya menyebabkan hipotiroidlisme sekitar 25% penderita mengalamai
hipoteroidisme dalam waktu 1 tahun setelah pemberian radioaktif.
Pada riroldektomi, kelenjar tiroid diangkat melalui pembedahan. Pembedahan merupakan
terapi pilihan bagi penderita muda, penderita yang gondoknya sangat besar, penderita yang
alergi, terhadap obat atau mengalami efek samping akibat obat. Setelah menjalani pembedahan,
bisa terjadi hipotiroidisme kepada penderita ini diberikan terapi salih hormon sepanjang
hidupnya.
Anatomi fisiologi
Mekanisme yang berjalan di dalam tubuh manusia tersebut diatur oleh dua sistem pengatur
utama, yaitu: sistem saraf dan sistem hormonal atau sistem endokrin (Guyton & Hall: 1159).
81 | m a k a l a h K M B
Pada umumnya, sistem saraf ini mengatur aktivitas tubuh yang cepat, misalnya kontraksi otot,
perubahan viseral yang berlangsung dengan cepat, dan bahkan juga kecepatan sekresi beberapa
kelenjar endokrin (Guyton & Hall: 703). Sedangkan, sistem hormonal terutama berkaitan dengan
pengaturan berbagai fungsi metabolisme tubuh, seperti pengaturan kecepatan rekasi kimia di
dalam sel atau pengangkutan bahan-bahan melewati membran sel atau aspek lain dari
metabolisme sel seperti pertumbuhan dan sekresi (Guyton & Hall:1159).
Hormon tersebut dikeluarkan oleh sistem kelenjar atau struktur lain yang disebut sistem
endokrin.Salah satu kelenjar yang mensekresi hormon yang sangat berperan dalam metabolisme
tubuh manusia adalah kelenjar tiroid. Dalam pembentukan hormon tiroid tersebut dibutuhkan
persediaan unsur yodium yang cukup dan berkesinambungan. Penurunan total sekresi tiroid
biasanya menyebabkan penurunan kecepatan metabolisme basal kira-kira 40 sampai 50 persen di
bawah normal, dan bila kelebihan sekresi hormon tiroid sangat hebat dapat menyebabkan
naiknya kecepatan metabolisme basal sampai setinggi 60 sampai 100 persen di atas normal
(Guyton & Hall: 1187). Keadaan ini dapat timbul secara spontan maupun sebagai akibat
pemasukan hormon tiroid yang berlebihan (Price & Wilson:337-338). Tiroksin dan triiodotironin
berfungsi meningkatkan kecepatan reaksi kimia dalam hampir semua sel tubuh, jadi
meningkatkan tingkat metabolisme tubuh umum. Kalsitonin berfungsi memacu pengendapan
kalsium di dalam tulang sehingga menurunkan konsentrasi tingkat metabolisme tubuh umum.
Fungsi Hormon-hormon tiroid yang lain:
Memegang peranan penting dalam peetumbuhan fetus khususnya pertumbuhan saraf dan
tulang
Mempertahankan sekresi GH dan gonadotropin
Efek kronotropik dan inotropik terhadap jantung yaitu menambah kekuatan kontraksi otot
dan menambah irama jantung
Merangsang pembentukan sel darah merah
Mempengaruhi kekuatan dan ritme pernafasan sebagai kompensasi tubuh terhadap
kebutuhan oksigen akibat metabolism.
Bereaksi sebagai antagonis kalsium.
Patofisiologi
82 | m a k a l a h K M B
Penyebab hipertiroidisme biasanya adalah penyakit graves, goiter toksika. Pada kebanyakan
penderita hipertiroidisme, kelenjar tiroid membesar dua sampai tiga kali dari ukuran normal,
disertai dengan banyak hiperplasia dan lipatan-lipatan sel-sel folikel ke salam folikel, sehingga
jumlah sel-sel ini lebih meningkat beberapa kali dibandingkan dengan pembesaran kelenjar.
Juga, setiap sel meningkatkan kecepatan 5-15 kali lebih besar dari pada normal.
Pada hipertiroidisme, konsentrasi TSH plasma menurun, karena ada sesuatu yang
“menyerupai” TSH, Biasanya bahan-bahan ini adalah antibody immunoglobulin yang disebut
TSI (Thyroid Stimulating Immunoglobulin), yang berkaitan dengan reseptor yang mengikat
TSH. Bahan-bahan tersebut merangsang aktivasi CAMP dalam sel, dengan hasil akhirnya adalah
hipertiroidisme. Karena itu pada pasien hipertiroidisme konsentrasi TSI meningkat. Bahan ini
mempunyai efek perangsangan yang panjang pada kelenjar tiroid, yakni selama 12 jam, berbeda
dengan efek TSH yang hanya berlangsung satu jam. Tingginya sekresi hormon tiroid yang
disebabkan oleh TSI selanjutnya juga menekan pembentukan TSH oleh kelenjar hipofisis
anterior.
Pada hipertiroidisme, kelenjar tiroid “dipaksa” mensekresikan hormon hingga diluar batas,
sehingga untuk memenuhi pesanan tersebut, sel-sel sekretori kelenjar tiroid membesar. Gejala
klinis pasien yang sering berkeringat dan suka hawa dingin termasuk akibat dari sifat hormon
tiroid yang kalorigenik, akibat peningkatan laju metabolisme tubuh yang diatas normal. Bahkan
akibat proses metabolisme yang menyimpang ini, terkadang penderita hipertiroidisme
mengalami kesulitan tidur. Efek pada kepekaan sinaps saraf yang mengandung tonus otot
sebagai akibat dari hipertiroidisme ini menyebabkan terjadinya tremor otot yang halus dengan
frekuensi 10-15 kali perdetik, sehingga penderita mengalami gemetar tangan yang abnormal.
Nadi yang takikardia atau diatas normal juga merupakan salah satu efek hormone tiroid pada
system kardiovaskular. Eksopthalamus yang terjadi merupakan reaksi inflamasi autoimun yang
mengenai daerah jaringan periorbital dan otot-otot ekstraokuler, akibatnya bola mata terdesak
keluar.
Manifestasi klinis
Hipertiroid pada penyakit graves adalah akibat antibodi reseptor TSH yang merangsng
aktivitas tiroid, sedang pada goiter multimodular toksik berhubungan dengan autonomi tiroid itu
sendiri.
83 | m a k a l a h K M B
Perjalanan penyakit hipertiroid biaanya perlahan-lahan dalam beberapa bulan sampai
beberapa tahun. Manifestasi klinis yang paling sering adalah penurunan berat badan, kelelahan,
tremor : gugup berkeringat banyak, tidak tahan panas, palpasi dan pembesaran tiroid.
Etiologi
Hipertiroidisme dapat terjadi akibat disfungsi kelenjar tiroid, hipofisis, atau hipotalamus.
Peningkatan TSH akibat malfungsi kelenjar tiroid akan disertai penurunan TSH dan TRF karena
umpan balik negatif TH terhadap pelepasan keduanya. Hipertiroidisme akibat rnalfungsi
hipofisis memberikan gambaran kadar TH dan TSH yang finggi. TRF akan Tendah karena
uinpan balik negatif dari HT dan TSH. Hipertiroidisme akibat malfungsi hipotalamus akan
memperlihatkan HT yang finggi disertai TSH dan TRH yang berlebihan.
Beberapa penyakit yang menyebabkan Hipertiroid yaitu :
1. Penyakit Graves
Penyakit ini disebabkan oleh kelenjar tiroid yang oberaktif dan merupakan penyebab hipertiroid
yang paling sering dijumpai. Penyakit ini biasanya turunan. Wanita 5 kali lebih sering daripada
pria. Di duga penyebabnya adalah penyakit autonoium, dimana antibodi yang ditemukan dalam
peredaran darah yaitu tyroid stimulating.
Immunogirobulin (TSI antibodies), Thyroid peroksidase antibodies (TPO) dan TSH receptor
antibodies (TRAB). Pencetus kelainan ini adalah stres, merokok, radiasi, kelainan mata dan kulit,
penglihatan kabur, sensitif terhadap sinar, terasa seperti ada pasir di mata, mata dapat menonjol
keluar hingga double vision. Penyakit mata ini sering berjalan sendiri dan tidak tergantung pada
tinggi rendahnya hormon teorid. Gangguan kulit menyebabkan kulit jadi merah, kehilangan rasa
sakit, serta berkeringat banyak.
2. Toxic Nodular Goiter
Benjolan leher akibat pembesaran tiroid yang berbentuk biji padat, bisa satu atau banyak. Kata
toxic berarti hipertiroid, sedangkan nodule atau biji itu tidak terkontrol oleh TSH sehingga
memproduksi hormon tiroid yang berlebihan.
3. Minum obat Hormon Tiroid berlebihan
Keadaan demikian tidak jarang terjadi, karena periksa laboratorium dan kontrol ke dokter yang
tidak teratur. Sehingga pasien terus minum obat tiroid, ada pula orang yang minum hormon tiroid
dengan tujuan menurunkan badan hingga timbul efek samping.
4. Produksi TSH yang Abnormal
84 | m a k a l a h K M B
Produksi TSH kelenjar hipofisis dapat memproduksi TSH berlebihan, sehingga merangsang
tiroid mengeluarkan T3 dan T4 yang banyak.
5. Tiroiditis (Radang kelenjar Tiroid)
Tiroiditis sering terjadi pada ibu setelah melahirkan, disebut tiroiditis pasca persalinan, dimana
pada fase awal timbul keluhan hipertiorid, 2-3 bulan kemudian keluar gejala hpotiroid.
6. Konsumsi Yoidum Berlebihan
Bila konsumsi berlebihan bisa menimbulkan hipertiroid, kelainan ini biasanya timbul apabila
sebelumnya si pasien memang sudah ada kelainan kelenjar tiroid.
Komplikasi
Komplikasi tiroid adalah suatu aktivitas yang sangat berlebihan dari kelenjar tiroid, yang
terjadi secara tiba-tiba. Badai tiroid bisa menyebabkan :
1. Demam, kegelisahan, perubahan suasana hati, kebingungan
2. Kelemahan dan pengisutan otot yang luar biasa
3. Perubahan kesadaran (bahkan sampai terjadi koma)
4. Pembesaran hati disertai penyakit kuning yang ringan
Badal tiroid merupakan suatu keadaan darurat yang sangat berbahaya dan memerlukan
tindakan segera. Tekanan yang berat pada jantung bisa menyebabkan ketidakteraturan irama
jantung yang bisa berakibat fatal (aritmia) dan syok. Badal tiroid biasanya terjadi karena
hipertiroid tidak diobati atau karena pengobatan yang tidak adekuat dan bisa dipicu oleh :
- Infeksi
- Pembedahan
- Stress
- Diabetes yang kurang terkendali
- Ketakutan
- Kehamilan atau persalinan
Penatalaksanaan
85 | m a k a l a h K M B
Tujuan pengobatan hipertiroid adalah produksi hormon (obat anti tiroid) atau merusak
jaringan tiroid (yodium radioaktif, tiroidektomi sub total)
1. Obat antitiroid
Digunakan dengan indikasi :
a. Terapi untuk memperpanjang remisi atau mendapatkan remisi yang menetap pada pasien
muda dengan struma ringan sampai sedang dan tirrotoksikosis.
b. Obat untuk mengontrol tirotoksikosis pada fase sebelum pengobatan, atau sesudah
pengobatan pada pasien yang mendapat yodium radioaktif.
c. Persiapan tiroidektomi
d. Pengobatan pasien hamil dan orang lanjut usia
e. Pasien dengan krisis tiroid
Obat antitiroid yang sering digunakan :
Obat Dosis awal (mg/hari) Pemeriksaan (mg/hari)
Karbimatol
Metimazol
Propiltiourasil
30 – 60
30 – 60
300 – 600
5 – 20
5 – 20
50 – 200
Obat-obatan ini umumnya diberikan sekitar 18 – 24 bulan. Pada pasien hamil biasanya diberikan
propil tiourasil dengan dosis serendah mungkin yaitu 200 mg/hari atau lebih lagi. Pada masa
laktasi juga diberikan propiltiourasil karena hanya sedikit sekali yang keluar dari air susu ibu,
oasis yang dipakai 100-500 mg tiap 8 jam.
2. Pengobatan dengan yodium radioaktif
Indikasi pengobatan dengan yodium radiaktif diberikan pada :
a. Pasien umur 35 tahun atau lebih
b. Hipertiroid yang kambuh sesudah di operasi
c. Gagal mencapai remisi sesudah pemberian obat antitiroid
d. Tidak mampu atau tidak mau pengobatan dengan obat antitiroid
86 | m a k a l a h K M B
e. Adenoma toksik, goiter multinodular toksik
3. Operasi
Tiroidektomi subtotal efektif untuk mengatasi hipertiroid. Indikasi operasi adalah :
a. Pasien umur muda dengan struma besar serta tidak berespons terhadap obat antitiroid
b. Pada wanita hamil (trimester kedua) yang memerlukan obat antitiroid dosis besar
c. Alergi terhadap obat antitiroid, pasien tidak dapat menerima yodium radioaktif.
d. Adenoma toksik atau strauma multinodular toksik
e. Pada penyakit graves yang berhubungan dengan satu atau lebih nodul
Sebelum operasi biasanya pasien diberi obat antitiroid sampai eutitiroid sampai eutiroid
kemudian diberi cairan kalium yodida 100-200 mg/hari atau cairan lugol 10-14 tetes/ hari selama
10 hari sebelum dioperasi untuk mengurangi vaskularisasi pada kelenjar tiroid.
4. Pengobatan tambahan
a. Sekat β-adrenergik
Obat ini diberikan untuk mengurangi gejala dan tanda hipertiroid. Dosis diberikan 40-200
mg/hari yang dibagi atas 4 dosis. Pada orang lanjut usia diberik 10 mg/6 jam.
b. Yodium
Yodium terutama digunakan untuk persiapan operasi. Sesudah pengobatan dengan yodium
radiaktif dan pada krisis tiroid. Biasanya diberikan pada dosis 100-300 mg/hari.
c. Ipodat
Ipodat kerjanya lebih cepat dan sangat baik digunakan pada keadaan akut seperti krisis tiroid
kerja padat adalah menurunkan konversi T4 menjadi T3 diperifer, mengurangi sintesis hormon
tiroid, serta mengurangi pengeluaran hormon dari tiroid.
d. Litium
Litium mempunyai daya kerja seperti yodium, namun tidak jelas keuntungannya dibandingkan
dengan yodium. Litium dapat digunakan pada pasien dengan krisis tiroid alergi terhadap yodium.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan yang dilakukan adalah :
1. TSH serum (biasanya menurun)
2. T3, T4 (biasanya meningkat)
3. Test darah hormon tiroid
87 | m a k a l a h K M B
4. X-ray scan, CAT scan, MRI scan (untuk mendeteksi adanya tumor)
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Aktivitas atau istirahat
Gejala : Imsomnia, sensitivitas meningkat, Otot lemah,gangguan koordinasi, kelelahan berat
Tanda : Atrofi otot
2. Sirkulasi
Gejala : Palpitasi, nyeri dada (angina)
Tanda : Distritmia (vibrilasi atrium), irama gallop, murmur, peningkatan tekanan darah dengan
tekanan nada yang berat. Takikardia saat istirahat, sirkulasi kolaps, syok (krisis tirotoksikosis)
3. Eliminasi
Gejala : Perubahan pola berkemih (poliuria, nocturia), rasa nyeri/terbakar, kesulitan berkemih
(infeksi), infeksi saluran kemih berulang, nyeri tekan abdomen, diare, urine encer, pucat, kuning,
poliuria (dapat berkembang menjadi oliguria atau anuria jika terjadi hipovolemia berat), urine
berkabut, bau busuk (infeksi), bising usus lemah dan menurun, hiperaktif (diare).
4. Integritas / Ego
Gejala : Stress, tergantung pada orang lain, masalah finansial yang berhubungan dengan kondisi.
Tanda : Ansietas peka rangsang
5. Makanan / Cairan
Gejala : Hilang nafsu makan, mual atau muntah, tidak mengikuti diet, peningkatan masukan
glukosa atau karbohidrat, penurunan berat badan lebih dari periode beberapa hari/minggu, haus,
penggunaan diuretik (tiazid)
Tanda : Kulit kering atau bersisik, muntah, pembesaran thyroid (peningkatan
kebutuhan metabolisme dengan pengingkatan gula darah), bau halitosis atau
manis, bau buah (napas aseton)
88 | m a k a l a h K M B
6. Neurosensori
Gejala : Pusing atau pening, sakit kepala kesemutan, kelemahan pada otot parasetia, gangguan
penglihatan.
Tanda : Disorientasi, mengantuk, lethargi, stupor atau koma (tahap lanjut), gangguan memori
baru masa lalu ) kacau mental. Refleks tendon dalam (RTD menurun;koma), aktivitas kejang
( tahap lanjut dari DKA).
7. Nyeri / Kenyamanan
Gejala : Abdomen yang tegang atau nyeri (sedang / berat), wajah meringis dengan palpitasi,
tampak sangat berhati-hati.
8. Pernapasan
Gejala : Merasa kekurangan oksigen, batuk dengan / tanpa sputum purulen (tergantung adanya
infeksi atau tidak)
Tanda : sesak napas, batuk dengan atau tanpa sputum purulen (infeksi), frekuensi pernapasan
meningkat
9. Keamanan
Gejala : Kulit kering, gatal, ulkus kulit
Tanda : Demam, diaforesis, kulit rusak, lesi atau ulserasi, menurunnya kekuatan umum/rentang
gerak, parastesia atau paralysis otot termasuk otot pernapasan (jika kadar kalium menurun
dengan cukup tajam)
10. Seksualitas
Gejala : Rabas wanita ( cenderung infeksi ), masalah impotent pada pria.
Tanda : Glukosa darah meningkat 100-200 mg/ dl atau lebih, aseton plasma positif secara
mencolok, asam lemak bebas kadar lipid dengan kolosterol meningkat.
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang lazim terjadi pada klien yang mengalami hipertiroidisme adalah
sebagai berikut :
Risiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan hipertiroid
tidak terkontrol, keadaan hipermetabolisme, peningkatan beban kerja jantung.
Kelelahan berhubungan dengan hipermetabolik dengan peningkatan kebutuhan energi.
89 | m a k a l a h K M B
Risiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
peningkatan metabolisme (peningkatan nafsu makan/pemasukan dengan penurunan berat badan).
Risiko tinggi terhadap kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan perubahan
mekanisme perlindungan dari mata: kerusakan penutupan kelopak mata/eksoftalmus.
Ansietas berhubungan dengan faktor fisiologis: status hipermetabolik.
Kurang pengetahuan mengenai kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan
dengan tidak mengenal sumber informasi.
Risiko tinggi perubahan proses pikir berhubungan dengan perubahan fisiologik, peningkatan
stimulasi SSP/mempercepat aktifitas mental, perubahan pola tidur.
C. Intervensi keperawatan
Risiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan hipertiroid tidak
terkontrol, keadaan hipermetabolisme,peningkatan beban kerja jantung
Tujuan : Klien akan mempertahankan curah jantung yang adekuat sesuai dengan
kebutuhan tubuh, dengan kriteria :
- Nadi perifer dapat teraba normal
- Vital sign dalam batas normal.
- Pengisian kapiler normal
- Status mental baik
- Tidak ada disritmia
Intervensi :
Pantau tekanan darah pada posisi baring, duduk dan berdiri jika
memungkinkan. Perhatikan besarnya tekanan nadi
Rasional : Hipotensi umum atau ortostatik dapat terjadi sebagai akibat dari
vasodilatasi perifer yang berlebihan dan penurunan volume sirkulasi
90 | m a k a l a h K M B
Periksa kemungkinan adanya nyeri dada atau angina yang dikeluhkan
pasien.
Rasional : Merupakan tanda adanya peningkatan kebutuhan oksigen oleh
otot jantung atau iskemia
Auskultasi suara nafas, perhatikan adanya suara yang tidak normal (seperti krekels)
Rasional : Murmur yang menonjol berhubungan dengan curah
jantung meningkat pada keadaan hipermetabolik
Observasi tanda dan gejala haus yang hebat,mukosa membran kering, nadi
lemah, penurunan produksi urine dan hipotensi
Rasional : Dehidrasi yang cepat dapat terjadi yang akan menurunkan
volume sirkulasi dan menurunkan curah jantung
Catat masukan dan keluaran
Rasional : Kehilangan cairan yang terlalu banyak dapat menimbulkan
dehidrasi berat
Kelelahan berhubungan dengan hipermetabolik dengan peningkatan kebutuhan
energi
Tujuan : Klien akan mengungkapkan secara verbal tentang peningkatan tingkat
energi
Intervensi :
Pantau tanda vital dan catat nadi baik istirahat maupun saat aktivitas.
Rasional : Nadi secara luas meningkat dan bahkan istirahat, takikardia mungkin ditemukan
Ciptakan lingkungan yang tenang
Rasional : Menurunkan stimulasi yang kemungkinan besar dapat menimbulkan
agitasi, hiperaktif dan insomnia
Sarankan pasien untuk mengurangi aktivitas
Rasional : Membantu melawan pengaruh dari peningkatan metabolism
Berikan tindakan yang membuat pasien merasa nyaman seperti massase
Rasional : Meningkatkan relaksasi
91 | m a k a l a h K M B
Risiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan
dengan peningkatan metabolisme (peningkatan nafsu makan/pemasukan dengan
penurunan berat badan)
Tujuan : Klien akan menunjukkan berat badan stabil dengan kriteria :
- Nafsu makan baik.
- Berat badan normal
- Tidak ada tanda-tanda malnutrisi
Intervensi :
Catat adanya anoreksia, mual dan muntah
Rasional : Peningkatan aktivitas adrenergic dapat menyebabkan gangguan
sekresi insulin/terjadi resisten yang mengakibatkan hiperglikemia
Pantau masukan makanan setiap hari, timbang berat badan setiap hari
Rasional : Penurunan berat badan terus menerus dalam keadaan masukan
kalori yang cukup merupakan indikasi kegagalan terhadap terapi antitiroid
Kolaborasi untuk pemberian diet tinggi kalori, protein, karbohidrat dan vitamin
Rasional : Mungkin memerlukan bantuan untuk menjamin pemasukan zat-zat
makanan yang adekuat dan mengidentifikasi makanan pengganti yang sesuai.
Risiko tinggi terhadap kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan
perubahan mekanisme perlindungan dari mata: kerusakan penutupan kelopak
mata/eksoftalmus
Tujuan : Klien akan mempertahankan kelembaban membran mukosa mata, terbebas
dari ulkus
Intervensi :
Observasi adanya edema periorbital
Rasional : Stimulasi umum dari stimulasi adrenergik yang berlebihan
Evaluasi ketajaman mata
Rasional : Oftalmopati infiltratif adalah akibat dari peningkatan jaringan retroorbita
Anjurkan pasien menggunakan kaca mata gelap
92 | m a k a l a h K M B
Rasional : Melindungi kerusakan kornea
Bagian kepala tempat tidur ditinggikan
Rasional : Menurunkan edema jaringan bila ada komplikasi
Ansietas berhubungan dengan faktor fisiologis: status hipermetabolik
Tujuan : Klien akan melaporkan ansietas berkurang sampai tingkat dapat diatasi dengan kriteria :
Pasien tampak rileks
Intervensi :
Observasi tingkah laku yang menunjukkan tingkat ansietas
Rasional : Ansietas ringan dapat ditunjukkan dengan peka rangsang dan
insomnia
Bicara singkat dengan kata yang sederhana
Rasional : Rentang perhatian mungkin menjadi pendek,konsentrasi
berkurang, yang membatasi kemampuan untuk mengasimilasi informasi
Jelaskan prosedur tindakan
Rasional : Memberikan informasi yang akurat yang dapat menurunkan
kesalahan interpretasi
Kurangi stimulasi dari luar
Rasional : Menciptakan lingkungan yang terapeutik
Kurang pengetahuan mengenai kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan tidak mengenal sumber informasi
Tujuan : Klien akan melaporkan pemahaman tentang penyakitnya dengan kriteria :
Mengungkapkan pemahaman tentang penyakitnya
Intervensi :
Tinjau ulang proses penyakit dan harapan masa depan
Rasional : Memberikan pengetahuan dasar dimana pasien dapat menentukan pilihan
berdasarkan informasi
Berikan informasi yang tepat
93 | m a k a l a h K M B
Rasional : Berat ringannya keadaan, penyebab, usia dan komplikasi yang
muncul akan menentukan tindakan pengobatan
Identifikasi sumber stress
Rasional : Faktor psikogenik seringkali sangat penting dalam
memunculkan/eksaserbasi dari penyakit ini
Tekankan pentingnya perencanaan waktu istirahat
Rasional : Mencegah munculnya kelelahan
Berikan informasi tanda dan gejala dari hipotiroid
Rasional : Pasien yang mendapat pengobatan hipertiroid besar kemungkinan
mengalami hipotiroid yang dapat terjadi segera setelah pengobatan selama 5
tahun kedepan
Risiko tinggi perubahan proses pikir berhubungan dengan perubahan fisiologik,
peningkatan stimulasi SSP/mempercepat aktifitas mental, perubahan pola tidur
Tujuan : Mempertahankan orientasi realitas umumnya, mengenali perubahan
dalam berpikir/berprilaku dan faktor penyebab.
Intervensi :
Kaji proses pikir pasien seperti memori, rentang perhatian, orientasi terhadap
tempat, waktu dan orang
Rasional : Menentukan adanya kelainan pada proses sensori
Catat adanya perubahan tingkah laku
Rasional : Kemungkinan terlalu waspada, tidak dapat beristirahat, sensitifitas
meningkat atau menangis atau mungkin berkembang menjadi psikotik yang sesungguhnya
Kaji tingkat ansietas
Rasional : Ansietas dapat merubah proses pikir
Ciptakan lingkungan yang tenang,turunkan stimulasi lingkungan
Rasional : menurunan stimulasi eksternal dapat menurunkan hiperaktifitas/refleks, peka
rangsang saraf, halusinasi pendengaran
Orientasikan pasien pada tempat dan waktu
94 | m a k a l a h K M B
Rasional : Membantu untuk mengembangkan dan mempertahankan kesadaran
pada realita/lingkungan
Anjurkan keluarga atau orang terdekat lainnya untuk mengunjungi klien.
Rasional : Membantu dalam mempertahankan sosialisasi dan orientasi pasien.
Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi seperti sedatif/tranquilizer, atau
obat anti psikotik.
Rasional : Meningkatkan relaksasi,menurunkan hipersensitifitas saraf/agitasi
untuk meningkatkan proses pikir.
7. ASKEP HIPOTIROIDISME
PENGERTIAN
Hipotiroidisme adalah satu keadaan penyakit yang di sebabkan oleh kurang penghasilan
hormon tiroid oleh kelenjar tiroid. Hipotiroidisme adalah suatu keadaan di mana kelenjar tiroid
kurang aktif dan menghasilkan terlalu sedikit hormon tiroid. Hipotiroid yang sangat berat di
sebut miksedema. Hipotiroidisme terjadi akibat penurunan kadar hormon tiroid dalam darah.
Hipotiroidisme merupakan keadaan yang ditandai dengan terjadinya hipofungsi tiroid
yang berjalan lambat dan di ikuti oleh gejala-gejala kegagalan tiroid. Keadaan ini terjadi akibat
kadar hormone tiroid berada di dibawah nilai optimal (brunner & suddarth).
Jika produksi hormon tiroid tidak adekuat maka kelenjar tiroid akan berkompensasi untuk
meningkatkan sekresinya sebagai respon terhadap rangsangan hormon TSH. Penurunan hormon
sekresi hormon kelenjar tiroid akan menurunkan laju metabolisme basal yang akan
memepengaruhi semua sistem tubuh. Proses metabolik yang di pengaruhi oleh :
Penurunan produksi asam lambung (Aclorhidria).
Penurunan motilitas usus.
Penurunan detak jantung.
Gangguan fungsi neurologik.
Penurunan produksi panas
95 | m a k a l a h K M B
Penurunan hormon tiroid juga akan mengganggu metabolisme lemak di mana akan
terjadi peningkatan kadar kolesterol dan trigliserida sehingga klien berpotensi mengalami
atherosklerosis. Akumulasi proteoglicans hidrophilik di rongga intertisial seperti rongga pleura,
cardiak dan abdominal sebagai tanda miksedema. Pembentukan eritrosit yang tidak optimal
sebgai dampak dari menurunnya hormon tiroid memungkinkan klien mengalami anemia.
ETIOLOGI
Hipotiroidisme dapat terjadi akibat malfungsi kelenjar tiroid, hipofisis, atau hipotalamus.
Apabila di sebabkan oleh malfungsi kelenjar tiroid, maka kadar HT yang rendah akan di sertai
oleh peningkatan kadar TSH dan TRH karena tidak adanya umpan balik negatif oleh HT pada
hipofisis anterior dan hipotalamus. Apabila hipotiroidisme terjadi akibat malfungsi hipofisis,
maka kadar HT yang rendah di sebabkan oleh rendahnya kadar TSH. TRH dari hipotalamus
tinggi karena. tidak adanya umpan balik negatif baik dari TSH maupun HT. Hipotiroidisme yang
di sebabkan oleh malfungsi hipotalamus akan menyebabkan rendahnya kadar HT, TSH, dan
TRH.
Penyebab yang paling sering yang di temukan pada orang dewasa adalah tiroiditis
otoimun (tiroditis Hashimoto), dimana system imun menyerang kelenjar tiroid (Tonner &
Schlechte, 1993). Gejala hipotiroidisme di ikuti oleh gejala hipotiroidisme dan miksedema.
Hipotiroidisme juga sering terjadi pada pasien dengan riwayat hipotiroidisme yang
menjalani terapi radioiodium, pembedahan atau preparat anti tiroid. Kejadian ini paling sering
dijumpai pada wanita lanjut usia. Terapi radiasi untuk penanganan kanker kepala dan leher kini
semakin sering menjadi penyebab hipotiroidisme pada laki-laki. Karena itu, pemeriksaan fungsi
tiroid di anjurkan bagi semua pasien yang menjalani terapi tersebut.
a. Penyakit Hipotiroidisme :
Penyakit Hashimoto atau yang juga di sebut tiroiditis otoimun, terjadi akibat adanya
otoantibodi yang merusak jaringan kelenjar tiroid. Hal ini menyebabkan penurunan HT yang di
sertai peningkatan kadar TSH dan TRH akibat umpan balik negatif yang minimal. Penyebab
tiroiditis otoimun tidak di ketahui, tetapi tampaknya terdapat kecenderungan genetik untuk
mengidap penyakit ini. Penyebab yang paling sering di temukan adalah tiroiditis Hashimoto.
Pada tiroiditis Hashimoto, kelenjar tiroid seringkali membesar dan hipotiroidisme terjadi
beberapa bulan kemudian akibat rusaknya daerah kelenjar yang masih berfungsi.
96 | m a k a l a h K M B
b. Penyebab kedua tersering adalah pengobatan terhadap hipertiroidisme. Baik yodium
radioaktif maupun pembedahan cenderung menyebabkan hipotiroidisme.
c. Gondok endemik adalah hipotiroidisme akibat defisiensi iodium dalam makanan. Gondok
adalah pembesaran kelenjar tiroid. Pada defisiensi iodiurn terjadi gondok karena sel-sel tiroid
menjadi aktif berlebihan dan hipertrofik dalarn usaha untuk menyerap sernua iodium yang tersisa
dalam. darah. Kadar HT yang rendah akan di sertai kadar TSH dan TRH yang tinggi karena
minimnya umpan balik. Kekurangan yodium jangka panjang dalam makanan, menyebabkan
pembesaran kelenjar tiroid yang kurang aktif (hipotiroidisme goitrosa).
d. Kekurangan yodium jangka panjang merupakan penyebab tersering dari hipotiroidisme di
negara terbelakang.
e. Karsinoma tiroid dapat, tetapi tidak selalu menyebabkan hipotiroidisme. Namun, terapi
untuk kanker yang jarang di jumpai ini antara lain adalah tiroidektomi, pemberian obat penekan
TSH, atau terapi iodium radioaktif untuk mengbancurkan jaringan tiroid. Semua pengobatan ini
dapat menyebabkan hipotiroidisme. Pajanan ke radiasi, terutama masa anak-anak adalah
penyebab kanker tiroid. Defisiensi iodium juga dapat meningkatkan risiko pembentukan kanker
tiroid karena hal tersebut merangsang proliferasi dan hiperplasia sel tiroid.
MANIFESTASI KLINIK
Hipotiroidisme di tandai dengan gejala-gejala sebagai berikut :
1. Nafsu makan berkurang.
2. Sembelit.
3. Pertumbuhan tulang dan gigi yang lambat.
4. Suara serak.
5. Berbicara lambat.
6. Kelopak mata turun.
7. Wajah bengkak.
8. Rambut tipis, kering dan kasar.
9. Kulit kering, kasar, bersisik dan menebal.
10. Denyut nadi lambat.
11. Gerakan tubuh lamban.
12. Lemah.
97 | m a k a l a h K M B
13. Pusing.
14. Capek.
15. Pucat.
16. Sakit pada sendi atau otot.
17. Tidak tahan terhadap dingin.
18. Depresi.
19. Penurunan fungsi indera pengecapan dan penciuman.
20. Alis mata rontok.
21. Keringat berkurang.
98 | m a k a l a h K M B
PATOFISIOLOGI
Patofisiologi hipotiroidisme didasarkan atas masing-masing penyebab yang dapat menyebabkan
hipotiroidisme, yaitu :
a. Hipotiroidisme sentral (HS)
Apabila gangguan faal tiroid terjadi karena adanya kegagalan hipofisis, maka disebut
hipotiroidisme sekunder, sedangkan apabila kegagalan terletak di hipothalamus disebut
hipotiroidisme tertier. 50% HS terjadi karena tumor hipofisis. Keluhan klinis tidak hanya
karena desakan tumor, gangguan visus, sakit kepala, tetapi juga karena produksi hormon
yang berlebih (ACTH penyakit Cushing, hormon pertumbuhan akromegali, prolaktin
galaktorea pada wanita dan impotensi pada pria). Urutan kegagalan hormon akibat desakan
tumor hipofisis lobus anterior adalah gonadotropin, ACTH, hormon hipofisis lain, dan TSH.
b. Hipotiroidisme Primer (HP)
Hipogenesis atau agenesis kelenjar tiroid. Hormon berkurang akibat anatomi kelenjar.
Jarang ditemukan, tetapi merupakan etiologi terbanyak dari hipotiroidisme kongenital di
negara barat. Umumnya ditemukan pada program skrining massal. Kerusakan tiroid dapat
terjadi karena,
1. Operasi,
2. Radiasi,
3. Tiroiditis autoimun,
4. Karsinoma,
5. Tiroiditis subakut,
6. Dishormogenesis, dan
7. Atrofi.
8. Pascaoperasi.
9. Strumektomi dapat parsial (hemistrumektomi atau lebih kecil), subtotal atau total. Tanpa
kelainan lain, strumektomi parsial jarang menyebabkan hipotiroidisme. Strumektomi subtotal
M. Graves sering menjadi hipotiroidisme dan 40% mengalaminya dalam 10 tahun, baik
karena jumlah jaringan dibuang tetapi juga akibat proses autoimun yang mendasarinya.
10. Pascaradiasi. Pemberian RAI (Radioactive iodine) pada hipertiroidisme menyebabkan lebih
dari 40-50% pasien menjadi hipotiroidisme dalam 10 tahun. Tetapi pemberian RAI pada
nodus toksik hanya menyebabkan hipotiroidisme sebesar <5%. Juga dapat terjadi pada
99 | m a k a l a h K M B
radiasi eksternal di usia <20 tahun : 52% 20 tahun dan 67% 26 tahun pascaradiasi, namun
tergantung juga dari dosis radiasi.
11. Tiroiditis autoimun. Disini terjadi inflamasi akibat proses autoimun, di mana berperan
antibodi antitiroid, yaitu antibodi terhadap fraksi tiroglobulin (antibodi-antitiroglobulin, Atg-
Ab). Kerusakan yang luas dapat menyebabkan hipotiroidisme. Faktor predisposisi meliputi
toksin, yodium, hormon (estrogen meningkatkan respon imun, androgen dan supresi
kortikosteroid), stres mengubah interaksi sistem imun dengan neuroendokrin. Pada kasus
tiroiditis-atrofis gejala klinisnya mencolok. Hipotiroidisme yang terjadi akibat tiroiditis
Hashimoto tidak permanen.
12. Tiroiditis Subakut. (De Quervain) Nyeri di kelenjar/sekitar, demam, menggigil. Etiologi
yaitu virus. Akibat nekrosis jaringan, hormon merembes masuk sirkulasi dan terjadi
tirotoksikosis (bukan hipertiroidisme). Penyembuhan didahului dengan hipotiroidisme
sepintas.
13. Dishormogenesis. Ada defek pada enzim yang berperan pada langkah-langkah proses
hormogenesis. Keadaan ini diturunkan, bersifat resesif. Apabila defek berat maka kasus
sudah dapat ditemukan pada skrining hipotiroidisme neonatal, namun pada defek ringan,
baru pada usia lanjut.
14. Karsinoma. Kerusakan tiroid karena karsinoma primer atau sekunder, amat jarang.
Hipotiroidisme sepintas. Hipotiroidisme sepintas (transient) adalah keadaan hipotiroidisme
yang cepat menghilang. Kasus ini sering dijumpai. Misalnya pasca pengobatan RAI, pasca
tiroidektomi subtotalis. Pada tahun pertama pasca operasi morbus Graves, 40% kasus
mengalami hipotiroidisme ringan dengan TSH naik sedikit. Sesudah setahun banyak kasus
pulih kembali, sehingga jangan tergesa-gesa memberi substitusi. Pada neonatus di daerah
dengan defisiensi yodium keadaan ini banyak ditemukan, dan mereka beresiko mengalami
gangguan perkembangan saraf.
15. Pada hipertiroidisme, metabolisme dan produksi panas akan meningkat. Metabolisme basal
hampir mendekati dua kalinya. Pasien yang terkena lebih menyukai suhu lingkungan yang
lebih dingin, pada lingkungan yang panas pasien cenderung berkeringat lebih banyak
(intoleransi panas). Kebutuhan O2 yang meningkat membutuhkan hiperventilasidan
merangsang eritropoesis. Pasa satu sisi , peningkatan lipolisis menyebabkan penurunan berat
badan, dan pada sisi lain menyebabkab hiperlipiasidemia. Sementar itu, konsentrasi VLDL,
100 | m a k a l a h K M B
LDL, dan kolesterol berkurang. Pengaruhnya pada metabolisme karbohidrat memudahkan
terbentuknya diabetes melitus (reversibel). Bila diberikan glukosa (tes toleransi glukosa),
konsentrasi glukosa di dalam plasma akan meningkat secara lebih cepat lebih nyata dari pada
orang sehat, peningkatan akan diikuti oleh penurunan yang cepat (toleransi glukosa
terganggu). Meskipun hormon tiroid meningkatkan sintesis, hipertiroidisme akan
meningkatkan enzim proteolitis yag berlebihan dengan peningkatan pembentukan dan eksresi
urea. Massa otot akan berkurang, pemecahan matriks tulang dapat menyebabkan
osteoporosis, hiperkalsemiadan hiperkalsiuria.
16. Akibat kerja perangsangan jatnung, curah jantung dan tekanan darah sistolik akan meningkat.
Fibrilasi atrium kadang dapat terjadi. Pembuluh darah perifer akan berdilatasi. Laju filtrasi
glomerulus (GFR), aliran plasma ginjal (RPF), serta transpor tubulus akan meningkat di
ginjal. Sedangkan di hati pemecahan hormon steroid dan obat akan dipercepat. Perangsangan
di otot usus halus akan menyebabkan diare, peningkatan eksitabilitas neuromuskular akan
menimbulkan hiperrefleksia, tremor, kelemahan otot dan insomnia. Pada anak-anak,
percepatan pertumbuhan kadang dapat terjadi.
KOMPLIKASI DAN PENATALAKSANAAN
1. Koma miksedema adalah situasi yang mengancam nyawa yang di tandai oleh eksaserbasi
(perburukan) semua gejala hipotiroidisme termasuk hipotermi tanpa menggigil, hipotensi,
hipoglikemia, hipoventilasi, dan penurunan kesadaran hingga koma. Kematian dapat terjadi
apabila tidak di berikan HT dan stabilisasi semua gejala. Dalam keadaan darurat (misalnya
koma miksedem), hormon tiroid bisa di berikan secara intravena.
2. Hipotiroidisme di obati dengan menggantikan kekurangan hormon tiroid, yaitu dengan
memberikan sediaan per-oral (lewat mulut). Yang banyak di sukai adalah hormon tiroid
buatan T4. Bentuk yang lain adalah tiroid yang di keringkan (di peroleh dari kelenjar tiroid
hewan).
3. Pengobatan pada penderita usia lanjut di mulai dengan hormon tiroid dosis rendah, karena
dosis yang terlalu tinggi bisa menyebabkan efek samping yang serius. Dosisnya di turunkan
secara bertahap sampai kadar TSH kembali normal. Obat ini biasanya terus di minum
sepanjang hidup penderita.
101 | m a k a l a h K M B
4. Pengobatan selalu mencakup pemberian tiroksin sintetik sebagai pengganti hormon tiroid.
Apabila penyebab hipotiroidism berkaitan dengan tumor susunan saraf pusat, maka dapat di
berikan kemoterapi, radiasi, atau pembedahan.
5. Gambaran wajah pasien dengan miksedema. Gambar sebelah kiri pada saat diagnosa awal
dan gambar sebelah kanan setelah penggantian terapi dengan tiroksin.
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan darah yang mengukur kadar HT (T3 dan T4), TSH, dan TRH akan dapat
mendiagnosis kondisi dan lokalisasi masalah di tingkat susunan saraf pusat atau kelenjar
tiroid. Pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui fungsi tiroid biasanya menunjukkan
kadar T4 yang rendah dan kadar TSH yang tinggi.
2. Pemeriksaan fisik menunjukkan tertundanya pengenduran otot selama pemeriksaan reflex.
Penderita tampak pucat, kulitnya kuning, pinggiran alis matanya rontok, rambut tipis dan
rapuh, ekspresi wajahnya kasar, kuku rapuh, lengan dan tungkainya membengkak serta
fungsi mentalnya berkurang. Tanda-tanda vital menunjukkan perlambatan denyut jantung,
tekanan darah rendah dan suhu tubuh rendah. Pemeriksaan ronsen dada bisa menunjukkan
adanya pembesaran jantung.
KONSEP ASKEP
PENGKAJIAN
1. Identitas klien
Merupakan biodata klien yang meliputi : nama, umur, jenis kelamin, agama, suku
bangsa / ras, pendidikan, bahasa yang dipakai, pekerjaan, penghasilan dan alamat.
2. Keluhan utama
Keluhan utama yaitu kurang energi, manifestasinya sebagai lesu, lamban bicara, mudah
lupa, obstipasi. Metabolisme rendah menyebabkan bradikardia, tidak tahan dingin, berat
badan naik dan anoreksia. Kelainan psikologis meliputi depresi, meskipun nervositas dan
agitasi dapat terjadi. Kelainan reproduksi yaitu oligomenorea, infertil, aterosklerosis
meningkat.
102 | m a k a l a h K M B
3. Riwayat penyakit sekarang
Pada orang dewasa, paling sering mengenai wanita dan ditandai oleh peningkatan laju
metabolik basal, kelelahan dan letargi, kepekaan terhadap dingin, dan gangguan menstruasi.
Bila tidak diobati, akan berkembang menjadi miksedema nyata.
Pada bayi, hipotiroidisme hebat menimbulkan kretinisme.
Pada remaja hingga dewasa, manifestasinya merupakan peralihan dengan retardasi
perkembangan dan mental yang relatif kurang hebat serta miksedema disebut demikian
karena adanya edematus, penebalan merata dari kulit yang timbul akibat penimbunan
mukopolisakarida hidrofilik pada jaringan ikat di seluruh tubuh.
4. Riwayat penyakit dahulu
Hipotiroidisme tidak terjadi dalam semalam, tetapi perlahan selama berbulan-bulan,
sehingga pada awalnya pasien atau keluarganya tidak menyadari, bahkan menganggapnya
sebagai efek penuaan. Pasien mungkin kedokter ketika mengalami keluhan yang tidak khas
seperti lelah dan penambahan berat badan. Dokter akan meminta pemeriksaan laboratorium
yang tepat, yaitu kadar T4 rendah dan TSH yang tinggi, sehingga diagnosis hipotirodisme
dapat diketahui pada tahap awal ketika gejalanya masih ringan.
5. Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi
- Ekspresi wajah tumpul
- Capek
- Mengantuk
- Berat badan meningkat
- Kelambanan mental
- Kurangnya pertumbuhan rambut
- Suara parau (seperti katak)
- Kulit bersisik
- Oedema seluruh tubuh
- Sakit kepala
- Mual
- Anoreksia
103 | m a k a l a h K M B
b. Palpasi
- Denyut nadi melemah
- Konstipasi
Auskultasi
- Detak jantung lambat
- Tekanan darah menurun
c. Perkusi
- Suara perut dullness
6. Pemeriksaan Per Sistem
a. Integumen
a) Kulit kering, pecah-pecah, bersisik dan menebal
b) Pembengkakan, tangan, mata dan wajah
c) Tidak tahan dingin
d) Pertumbuhan kuku buruk, kuku menebal
b. Muskuloskeletal
a) Volume otot bertambah, glossomegali
b) Kejang otot, kaku, paramitoni
c) Artralgia dan efusi sinovial
d) Osteoporosis
e) Pertumbuhan tulang terhambat pada usia muda
f) Umur tulang tertinggal disbanding usia kronologis
g) Kadar fosfatase alkali menurun
c. Neurologik
a) Letargi dan mental menjadi lambat
b) Aliran darah otak menurun
c) Kejang, koma, dementia, psikosis (gangguan memori, perhatian kurang, penurunan reflek
tendon)
d) Ataksia (serebelum terkena)
e) Gangguan saraf ( carfal tunnel)
f) Tuli perseptif, rasa kecap, penciuman terganggu
d. Kardiorespiratorik
104 | m a k a l a h K M B
a) Bradikardi, disritmia, hipotensi
b) Curah jantung menurun, gagal jantung
c) Efusi pericardial (sedikit, temponade sangat jarang)
d) Kardiomiopati di pembuluh. EKG menunjukkan gelombang T mendatar/inverse
e) Penyakit jantung iskemic
f) Hipotensilasi
g) Efusi pleural
e. Gastrointestinal
a) Konstipasi, anoreksia, peningkatan BB, distensi abdomen
b) Obstruksi usus oleh efusi peritoneal
c) Aklorhidria, antibody sel parietal gaster, anemia pernisiosa
f. Renalis
a) Aliran darah ginjal berkurang, GFR menurun
b) Retensi air (volume plasma berkurang)
c) Hipokalsemia
g. Hematologi
a) Anemia normokrom normositik
b) Anemia mikrositik/makrositik
c) Gangguan koagulasi ringan
h. Sistem endokrin
a) Pada perempuan terjadi perubahan menstruasi seperti amenore / masa menstruasi yang
memanjang, menoragi dan galaktore dengan hiperprolaktemi
b) Gangguan fertilitas
c) Gangguan hormone pertumbuhan dan respon ACTH, hipofisis terhadap insulin akibat
hipoglikemi
d) Gangguan sintesis kortison, kliren kortison menurun
e) Insufisiensi kelenjar adrenal autoimun
f) Psikologis / emosi : apatis, agitasi, depresi, paranoid, menarik diri, perilaku maniak
g) Manifestasi klinis lain berupa : edema periorbita, wajah seperti bula (moon face), wajah
kasar, suara serak, pembesaran leher, lidah tebal, sensitifitas terhadap opioid, haluaran urin
menurun, lemah, ekspresi wajah kosong dan lemah.
105 | m a k a l a h K M B
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Intoleran aktivitas berhubungan dengan kelelahan dan penurunan proses kognitif.
2. Perubahan suhu tubuh.
3. Konstipasi berhubungan dengan penurunan gastrointestinal .
4. Kurangnya pengetahuan tentang program pengobatan untuk terapi penggantian tiroid seumur
hidup.
5. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan depresi ventilasi.
6. Perubahan pola berpikir berhubungan dengan gangguan metabolisme dan perubahan status
kardiovaskuler serta pernapasan.
RENCANA KEPERAWATAN
Intoleran aktivitas berhubungan dengan kelelahan dan penurunan proses kognitif.
Tujuan
- Meningkatkan partisipasi dalam aktivitas dan kemandirian.
Criteria hasil
- Klien mendapatkan istrahat yang adekuat.
- Klien mampu beraktivasi sesuai dengan kebutuhan atau yang diinginkan.
Intervensi :
a) Atur interval waktu antar aktivitas untuk meningkatkan istirahat dan latihan yang dapat di
tolerir.
Rasional :
Mendorong aktivitas sambil memberikan kesempatan untuk mendapatkan istirahat yang
adekuat.
b) Bantu aktivitas perawatan mandiri ketika pasien berada dalam keadaan lelah.
Rasional :
Memberi kesempatan pada pasien untuk berpartisipasi dalam aktivitas perawatan mandiri.
c) Berikan stimulasi melalui percakapan dan aktifitas yang tidak menimbulkan stress.
Rasional :
Meningkatkan perhatian tanpa terlalu menimbulkan stress pada pasien.
d) Pantau respons pasien terhadap peningkatan aktititas.
106 | m a k a l a h K M B
Rasional :
Menjaga pasien agar tidak melakukan aktivitas yang berlebihan atau kurang.
Perubahan suhu tubuh berhubungan dengan peningkatan produksi panas.
Tujuan
- Pemeliharaan suhu tubuh yang normal.
Criteria hasil
- Suhu tubuh klien dalam rentang normal (36,0-37,50 C)
Intervensi :
a) Berikan tambahan lapisan pakaian atau tambahan selimut.
Rasional :
Meminimalkan kehilangan panas.
b) Hindari dan cegah penggunaan sumber panas dari luar (misalnya bantal pemanas, selimut
listrik atau penghangat).
Rasional :
Mengurangi risiko vasodilatasi perifer dan kolaps vaskuler.
c) Pantau suhu tubuh pasien dan melaporkan penurunannya dari nilai dasar suhu normal pasien.
Rasional :
Mendeteksi penurunan suhu tubuh dan di mulainya koma miksedema.
d) Lindungi terhadap pajanan hawa dingin dan hembusan angin.
Rasional :
Meningkatkan tingkat kenyamanan pasien dan menurunkan lebih lanjut kehilangan panas.
Konstipasi berhubungan dengan penurunan gastrointestinal.
Tujuan : Pemulihan fungsi usus yang normal.
Criteria hasil
- Pola defekasi klian dalam batas normal.
Intervensi :
a) Dorong peningkatan asupan cairan.
Rasional :
Meminimalkan kehilangan panas.
b) Berikan makanan yang kaya akan serat.
107 | m a k a l a h K M B
Rasional :
Meningkatkan masa feses dan frekuensi buang air besar.
c) Ajarkan kepada klien, tentang jenis-jenis makanan yang banyak mengandung air.
Rasional :
Untuk peningkatan asupan cairan kepada pasien agar feses tidak keras.
d) Pantau fungsi usus.
Rasional :
Memungkinkan deteksi konstipasi dan pemulihan kepada pola defekasi yang normal.
e) Dorong klien untuk meningkatkan mobilisasi dalam batas-batas toleransi latihan.
Rasional :
Meningkatkan evakuasi feses.
f) Kolaborasi : untuk pemberian obat pecahar dan enema bila di perlukan.
Rasional :
Untuk mengencerkan feses.
Kurangnya pengetahuan tentang program pengobatan untuk terapi penggantian tiroid
seumur hidup.
Tujuan : Pemahaman dan penerimaan terhadap program pengobatan yang di resepkan.
Intervensi :
a) Jelaskan dasar pemikiran untuk terapi penggantian hormon tiroid.
Rasional :
Memberikan rasional penggunaan terapi penggantian hormon tiroid seperti yang diresepkan,
kepada pasien.
b) Uraikan efek pengobatan yang dikehendaki pada pasien.
Rasional :
Mendorong pasien untuk mengenali perbaikan status fisik dan kesehatan yang akan terjadi
pada terapi hormon tiroid.
c) Bantu pasien menyusun jadwal dan cheklist untuk memastikan pelaksanaan sendiri terapi
penggantian hormon tiroid.
Rasional :
Memastikan bahwa obat yang di gunakan seperti yang di resepkan.
d) Uraikan tanda-tanda dan gejala pemberian obat dengan dosis yang berlebihan dan kurang.
108 | m a k a l a h K M B
Rasional :
Berfungsi sebagai pengecekan bagi pasien untuk menentukan apakah tujuan terapi terpenuhi.
e) Jelaskan perlunya tindak lanjut jangka panjang kepada pasien dan keluarganya.
Rasional :
Meningkatkan kemungkinan bahwa keadaan hipo atau hipertiroidisme akan dapat di deteksi
dan di obati.
Pola napas tidak efektif berhubungan dengan depresi ventilasi.
Tujuan : Perbaikan status respiratorius dan pemeliharaan pola napas yang normal.
Intervensi :
a) Pantau frekuensi seperti kedalaman, pola pernapasan, oksimetri denyut nadi dan gas darah
arterial.
Rasional :
Mengidentifikasi hasil pemeriksaan dasar untuk memantau perubahan selanjutnya dan
mengevaluasi efektifitas intervensi.
b) Dorong pasien untuk napas dalam dan batuk.
Rasional :
Mencegah aktifitas dan meningkatkan pernapasan yang adekuat.
c) Berikan obat (hipnotik dan sedatip) dengan hati-hati.
Rasional :
Pasien hipotiroidisme sangat rentan terhadap gangguan pernapasan akibat gangguan obat
golongan hipnotik-sedatif.
d) Pelihara saluran napas pasien dengan melakukan pengisapan dan dukungan ventilasi jika di
perlukan.
Rasional :
Penggunaan saluran napas artifisial dan dukungan ventilasi mungkin di perlukan jika terjadi
depresi pernapasan.
Perubahan pola berpikir berhubungan dengan gangguan metabolisme dan perubahan
status kardiovaskuler serta pernapasan.
Tujuan : Perbaikan proses berpikir.
Intervensi :
a) Orientasikan pasien terhadap waktu, tempat, tanggal dan kejadian di sekitar dirinya.
109 | m a k a l a h K M B
b) Berikan stimulasi lewat percakapan dan aktifitas yang tidak bersifat mengancam.
Rasional :
Memudahkan stimulasi dalam batas-batas toleransi pasien terhadap stress.
c) Jelaskan kepada pasien dan keluarga bahwa perubahan pada fungsi kognitif dan mental
merupakan akibat dan proses penyakit .
Rasional :
Meyakinkan pasien dan keluarga tentang penyebab perubahan kognitif dan bahwa hasil akhir
yang positif di mungkinkan jika di lakukan terapi yang tepat.
110 | m a k a l a h K M B
7. HIPOPITUITARI
A. Definisi
Hipofungsi kelenjar hipofisis (hipopituitarisme) dapat terjadi akibat penyakit pada
kelenjar sendiri atau pada hipotalamus. (Robbins Cotran Kumar)
Hipopitutarisme is pituitary insuffisienency from destruction of the anterior lobe of the
pituitary gland. (Diane C. Baughman)
Hipopituitarisme mengacu kepada keadaan sekresi beberapa hormon hipofisis anterior
yang sangat rendah. (Elizabeth C Erorwin)
Hipopituitarisme adalah hiposekresi satu atau lebih hormon hipofise anterior. (Barbara
C. Long)
Hipopituitarisme adalah disebabkan oleh macam – macam kelainan antara lain nekrosis,
hipofisis post partum (penyakit shecan), nekrosis karena meningitis basalis trauma tengkorak,
hipertensi maligna, arteriasklerosis serebri, tumor granulema dan lain – lain (Kapita Selekta
Edisi:2)
B. Anatomi Fisiologi
Secara Anatomi, Hypofisis cerebri atau glandula pituitari adalah struktur lonjong kecil
yang melekat pada permukaan bawah otak melalui infundibulum. Lokasinya sangat terlindungi
baik yaitu terletak pada sella turcica ossis sphenoidalis. Disebut master endocrine gland karena
hormon yang dihasilkan kelenjar ini banyak mempengaruhi kelenjar endokrin lainnya.
Dibagi menjadi 2 (dua) lobus, yaitu:
1. Lobus anterior ( adenohypofisis),
dibagi lagi menjadi:
a. Pars anterior ( pars distalis )
b. Pars intermedia
Dipisahkan oleh suatu celah,
sisa kantong embrional.
Juluran dari pars anterior yaitu pars
tuberalis meluas keatas sepanjang
permukaan anterioar dan lateral
tangkai hypofisis.
111 | m a k a l a h K M B
2. Lobus posterior (neurohypofisis)
Dibagi menjadi 2 (dua) lobus, yaitu:
Dengan Vaskularisasi Arteri carotis interna bercabang Arteri Hypophysialis superior dan
inferior. Vena bermuara ke dalam sinus intercavernosus.
Secara Histologi, kelenjar hipofise terbagi menjadi dua bagian yaitu: adenohipofise, dan
neurohipofise.
a. Adenohipofise
1. Pars distalis
Bagian ini merupakan bagian utama dari kelenjar hypofisis krn meliputi 75% dari seluruh
kelenjar. Dengan sedian yang diberi pewarnaan HE dapat dibedakan menjadi 2 macam sel :
a. Sel Chromophobe (Sel utama)
Sitoplasma tidak menyerap bahan warna sehingga tampak intinya saja, ukuran selnya kecil. Sel
ini biasanya berkelompok dibagian tengah dari lempengan sel chromofil sehingga ada dugaan
bahwa sel ini merupakan sel yang sedang tidak aktif dan nantinya dapat berubah menjadi sel
acidofil atau sel basofil pada saat diperlukan.
b. Sel Kromofil
Bagian ini terdiri dari :
1. Sel Acidophil
Ukurannya lebih besar dengan batas yang jelas dan dengan pewarnaan HE rutin
sitoplasmanya berwarna merah muda. Berdasakan reaksinya terhadap bahan cat, dapat
dibedakan menjadi 2 sel:
a. Sel orangeophil (alpha acidophil = sel somatrotope)
Sel ini dapat dicat dengan orange-G, menghasilkan hormon GH
b. Sel carminophil (epsilon acidhophil = sel mammotrope)
Sel ini bereaksi baik terhapat cat azocarmin. Jumlah sel ini meningkat selama dan setelah
kehamilan. Hormon yang dihasilkan hormon prolaktin
2. Sel Basophil
Sel ini memiliki inti lebih besar dari sel acidiphil dan dengan pewarnaan HE sitoplasmanya
tampak berwarna merah ungu atau biru. Bila memakai pengecatan khusus aldehyde fuchsin,
dapat dibedakan 2 macam sel :
a. Sel beta basophil (sel thyrotrophic)
112 | m a k a l a h K M B
Sel ini tercat baik dengan aldehyde – fuchsin dan menghsilkan hormon thyrotropic hormone
b. Sel delta basophil
Sel ini tercat baik dengan aldehyde – fuchsin dan menghsilkan hormon thyrotropic hormone.
Dengan perwarnaan aldehyde – fuchsin tidak tercat dengan baik. Berdasarkan hormon yang
dibentuk, diduga sel ini ada 3 macam:
1. Sel Gonadotropin tipe I menghasilkan FSH
2. Sel Gonadotropin tipe II menghasilkan LH
3. Sel Corticotrophic menghasilkan hormon ACTH, pada manusia sel ini membentuk
melanocyte stimulating hormone ( MSH)
B. Pars intermedia
Bagian hypophysis ini pada manusia mengalami rudimenter, dan tersusun dari suatu lapisan sel
tipis yang berupa lempengan – lempengan yang tidak teratur dan gelembung yang berisi koloid.
Pada manusia diduga membentuk melanocyte stimulating hormon ( MSH ) yang akan
merangsang kerja sel melanocyte untuk membentuk pigmen lebih banyak. Tetapi hal ini masih
dalam penelitian lebih lanjut.
C.Neurohipofise
Terdiri dari dua macam struktur:
1. Pars Nervousa: infundibular processus
2. Infundibulum: neural stalk (merupakan tangkai yang menghubungkan neurohipofise dengan
hipotalamus)
Bagian ini tersusun dari:
a. Serabut syaraf tak bermyelin yang berasal dari neuro secretory cell hypotalamus yang
dihubungkan melalui hypotalamo – hypophyseal tract.
b. Sel Pituicyte: sel ini menyerupai neuroglia yaitu selnya kecil dan mempunyai pelanjutan-
pelanjutan sitoplasma yang pendek.
Ciri khas yang terdapat dalam neuro – hipophyse ini adalah adanya suatu struktur yang
disebut herring’s bodies yang merupakan neurosekret dari neuro-secretory cell dari hypotalamus
yang kemudian dialirkan melalui axon dan ditimbun dalam neuro hypophyse sebagai granul.
Hormon – hormon yang dihasilkan oleh bagian ini adalah : ADH (vasopressin ), oxytocin.
Dipandang dari sudut fisiologi, kelenjar hipofisis dibagi menjadi:
1. Hipofisis Anterior (Adenohipofisis)
113 | m a k a l a h K M B
Hormon yang dikeluarkan oleh hipofisis anterior berperan utama dalam pengaturan fungsi
metabolisme di seluruh tubuh. Hormon-hormonnya yaitu:
a. Hormon Pertumbuhan
Meningkatkan pertumbuhan seluruh tubuh dengan cara mempengaruhi pembentukan protein,
pembelahan sel, dan deferensiasi sel.
b. Adrenokortikotropin (Kortikotropin)
Mengatur sekresi beberapa hormon adrenokortikal, yang selanjutnya akan mempengaruhi
metabolism glukosa, protein dan lemak.
c. Hormon perangsang Tiroid (Tirotropin)
Mengatur kecepatan sekresi tiroksin dan triiodotironin oleh kelenjar tiroid, dan selanjutnya
mengatur kecepatan sebagian besar reaksi kimia diseluruh tubuh.
d. Prolaktin
Meningkatkan pertunbuhan kelenjar payudara dan produksi air susu.
e. Hormon Perangsang Folikel dan Hormon Lutein
Mengatur pertumbuhan gonad sesuai dengan aktivitas reproduksinya.
2. Hipofisis Posterior (Neurohipofisis)
Ada 2 jenis hormon:
a. Hormon Antideuretik (disebit juga vasopresin)
Mengatur kecepatan ekskresi air ke dalam urin dan dengan cara ini akan membantu mengatur
konsentrasi air dalam cairan tubuh.
b. Oksitosis.
Membantu menyalurkan air susu dari kelenjar payudara ke putting susu selama pengisapan
dan mungkin membantu melahirkan bayi pada saat akhir masa kehamilan.
3. Pars Intermedia
Daerah kecil diantara hipofisis anterior dan posterior yang relative avaskular, yang pada
manusia hamper tidak ada sedangkan pada bebrapa jenis binatang rendah ukurannya jauh
lebih besar dan lebih berfungsi.
Pembuluh darah yang menghubungkan hipotalamus dengan sel- sel kelenjar hipofisis
anterior. Pembuluh darah ini berkhir sebagai kapiler pada kedua ujungnya, dan makanya
disebut system portal.dalam hal ini system yang menghubungkan hipotalamus dengan
kelenjar hipofisis disebut juga system portal hipotalamus – hipofisis. System portal
114 | m a k a l a h K M B
merupakan saluran vascular yang penting karena memungkinkan pergerakan hormone
pelepasan dari hypothalamus ke kelenjar hipofisis, sehingga memungkinkan hypothalamus
mengatur fungsi hipofisis. Rangsangan yang berasal dari tak mengaktifkan neuron dalam
nucleus hypothalamus yang menyintesis dan menyekresi protein degan berat molekul yang
rendah. Protein atau neuro hormone ini dikenal sebagai hormone pelepas dan penghambat.
Hormon –hormon ini dilepaskan ke dalam pembuluh darah system portal dan akhirnya
mencapai sel – sel dalam kelenjar hipofisis. Dalam rangkaian kejadian tersebut hormon-
hormon yang dilepaskan oleh kelenjar hipofisis diangkt bersama darah dan merangsang
kelenjar-kelenjar lain ,menyebabkan pelepasan hormon – hormon kelenjar sasaran. Akhirnya
hormon – hormon kelenjar sasaran bekerja pada hipothalamus dan sel – sel hipofisis yang
memodifikasi sekresi hormon.
C. Etiologi
Hipopiutuitarisme dapat terjadi akibat malfungsi kelenjar hipofisis atau hipotalamus.
Penyebabnya menyangkut :
1. Infeksi atau peradangan oleh : jamur, bakteri piogenik.
2. Penyakit autoimun (Hipofisis limfoid autoimun)
3. Tumor, misalnya dari sejenis sel penghasil hormon yang dapat mengganggu pembentukan
salah satu atau semua hormon lain.
4. Umpan balik dari organ sasaran yang mengalami malfungsi. Misalnya, akan terjadi
penurunan sekresi TSH dari hipofisis apabila kelenjar tiroid yang sakit mengeluarkan HT
dalam kadar yang berlebihan.
5. Nekrotik hipoksik (kematian akibat kekurangan O2) hipofisis atau oksigenasi dapat merusak
sebagian atau semua sel penghasil hormon. Salah satunya sindrom sheecan, yang terjadi
setelah perdarahan maternal.
D. Patofisiologi
Penyebab hipofungsi hipofisis dapat bersifat primer dan sekunder. Primer bila gangguannya
terdapat pada kelenjar hipofisis itu sendiri dan sekunder bila gangguan terdapat pada
hipotalamus, penyebab tersebut diantaranya:
1. Defek perkembangan kongenital, seperti pada dwarfisme pituitari.
2. Tumor yang merusak hipofise atau merusak hipotalamus.
3. Iskemia, seperti pada nekrosis post parfum.
115 | m a k a l a h K M B
Hipopituitary pada orang dewasa dikenal sebagai penyakit simmods yang ditandai dengan
kelemahan umum: intolesansi terhadap dingin, nafsu makan buruk, penurunan BB dan hipotensi.
Wanita yang mengalami penyakit ini tidak akan mengalami menstruasi dan pada pria akan
menderita impotensi dan kehilangan libido. Pada masa kanak-kanak akan menyebabkan
dwafirasme (kerdil).
E. Tanda dan Gejala
1. Sakit kepala dan gangguan penglihatan atau adanya tanda – tanda tekanan intara kranial yang
meningkat. Mungkin merupakan gambaran penyakit bila tumor menyita ruangan yang cukup
besar.
2. Gambaran dari produksi hormon pertumbuhan yang berlebih termasuk akromegali (tangan
dan kaki besar demikian pula lidah dan rahang), berkeringat banyak, hipertensi dan artralgia
(nyeri sendi).
3. Hiperprolaktinemia: amenore atau oligomenore galaktore (30%), infertilitas pada wanita,
impotensi pada pria.
4. Sindrom Chusing : obesitas sentral, hirsutisme, striae, hipertensi, diabetes mellitus,
osteoporosis.
5. Defisiensi hormon pertumbuhan : (Growt Hormon = GH) gangguan pertumbuhan pada anak
– anak.
6. Defisiensi Gonadotropin : impotensi, libido menurun, rambut tubuh rontok pada pria,
amenore pada wanita.
7. Defisiensi TSH : rasa lelah, konstipasi, kulit kering gambaran laboratorium dari
hipertiroidism.
8. Defisiensi Kortikotropin : malaise, anoreksia, rasa lelah yang nyata, pucat, gejala – gejala
yang sangat hebat selama menderita penyakit sistemik ringan biasa, gambaran laboratorium
dari penurunan fungsi adrenal.
9. Defisiensi Vasopresin : poliuria, polidipsia, dehidrasi, tidak mampu memekatkan urin.
G. Komplikasi
1. Gangguan hipotalamus.
2. Penyakit organ ’target’ seperti gagal tiroid primer, penyakit addison atau gagal gonadal
primer.
3. Penyebab sindrom chusing lain termasuk tumor adrenal, sindrome ACTH ektopik.
116 | m a k a l a h K M B
4. Diabetes insipidus psikogenik atau nefrogenik.
5. Syndrom Parkinson
H. Penatalasanaan Medik
1. Kausal.
Bila disebabkan oleh tumor, umumnya dilakukan radiasi. Bila gejala – gejala tekanan oleh
tumor progresif dilakukan operasi.
2. Terapi Substitusi
a. Hidrokortison antara 20 – 30 mg sehari
diberikan per–os, umumnya disesuaikan dengan siklus harian sekresi steroid yaitu 10 – 15
mg waktu pagi, 10 mg waktu malam. Prednison dan deksametason tidak diberikan karena
kurang menyebabkan retensi garam dan air, bila terdapat stres (infeksi, operasi dan lain -
lain), dosis oral dinaikkan atau diberikan parenteral. Bila terjadi krisis adrenal atasi syok
segera dengan pemberian cairan per-infus NaCl-glukosa, steroid dan vasopreses.
b. Puluis tiroid / tiroksin diberikan setelah terapi dengan hidrokortison.
c. Testosteron pada penderita laki – laki berikan suntikan testosteron enantot atau testosteron
siprionat 200 mg intramuskuler tiap 2 minggu. Dapat juga diberikan fluoxymestron 10 mg
per-os tiap hari.
d. Esterogen diberikan pada wanita secara siklik untuk mempertahankan siklus haid. Berikan
juga androgen dosis setengah dosis pada laki – laki hentikan bila ada gejala virilisasi
’’growth hormone’’ bila terdapat dwarfisme (cebol).
3. Tumor hipofisis, diobati dengan pembedahan radioterapi atau obat (misal : akromegali dan
hiperprolaktinemia dengan hymocriptine). Beberapa cara pengobatan sering dilakukan.
4. Defisiensi hormon host diobati sebagai berikut : penggantian GH untuk defisiensi GH pada
anak – anak, tiroksin dan kortison untuk defisiensi TSH dan ACTH, penggantian androgen
atau esterogen untuk defisiensi gonadotropin sendiri (isolated) dapat diobati dengan
penyuntikan FSH atau HCG.
5. Desmopressin dengan insuflasi masal dalam dosis terukur.
117 | m a k a l a h K M B
I. Penatalaksanaan Keperawatan
1. Pemberian hormon pertumbuhan sintesis (oksigen).
2. Ciptakan agar kondisi klien dapat dengan bebas mengungkapkan perasaan dan fikirannya
tentang perubahan tubuh yang dialaminya.
3. Bangkitkan motivasi agar klien mau melaksanakan program pengobatan yang sudah
ditentukan.
4. Anjurkan klien memeriksakan diri secara teratur ke tempat pelayanan terdekat.
5. Anjurkan pada keluarga untuk dapat membantu klien memenuhi kebutuhan sehari-harinya
bila diperlukan serta dapat menciptakan lingkungan yang kondusif dalam keluarga seperti
menghindari perselisihan atau persaingan yang tidak sehat.
6. Bantu klien untuk mengembangkan sisi positif yang dimiliki serta bantu untuk beradaptasi.
7. Ajarkan klien cara melakukan perawatan kulit secara teratur setiap hari.
8. Berikan pendidikan kesehatan tentang penyakitnya, pengobatannya, dan kunci keberhasilan
pengobatan
Asuhan Keperawatan Klien Dengan Hipopituitari
1. Pengkajian
Pengkajian keperawatan pada klien dengan kelainan ini antara lain mencakup:
a) Riwayat penyakit masa lalu
Adakah penyakit atau trauma pada kepala yang pernah diderita klien, serta riwayat radiasi
pada kepala.
b) Sejak kapan keluhan dirasakan
Dampak defisiensi GH mulai tampak pada masa balita sedang defisiensi gonadotropin nyata
pada masa praremaja.
c) Apakah keluhan terjadi sejak lahir.
Tubuh kecil dan kerdil sejak lahir terdapat pada klien kretinisme.
d) Kaji TTV dasar untuk perbandingan dengan hasil pemeriksaan yang akan datang.
e) Berat dan tinggi badan saat lahir atau kaji pertumbuhan fisik klien.Bandingkan perumbuhan
anak dengan standar.
f) Keluhan utama klien:
1. Pertumbuhan lambat.
118 | m a k a l a h K M B
2. Ukuran otot dan tulang kecil.
3. Tanda – tanda seks sekunder tidak berkembang, tidak ada rambut pubis dan rambut axila,
payudara tidak tumbuh,
penis tidak tumbuh, tidak mendapat haid, dan lain – lain.
4. Interfilitas.
5. Impotensi.
6. Libido menurun.
7. Nyeri senggama pada wanita.
g) Pemeriksaan fisik
Amati bentuk dan ukuran tubuh, ukur BB dan TB, amati bentuk dan ukuran buah dada,
pertumbuhan rambut axila dan pubis pada klien pria amati pula pertumbuhan rambut wajah
(jenggot dan kumis).
h) Palpasi kulit, pada wanita biasanya menjadi kering dan kasar.
i) Tergantung pada penyebab hipopituitary, perlu juga dikaji data lain sebagai data penyerta
seperti bila penyebabnya adalah tumor maka perlu dilakukan pemeriksaan terhadap fungsi
serebrum dan fungsi nervus kranialis dan adanya keluhan nyeri kepala.
j) Kaji pula dampak perubahan fisik terhadap kemapuan klien dalam memenuhi kebutuhan
dasarnya.
k) Data penunjang dari hasil pemeriksaan diagnostik seperti : Foto kranium untuk melihat
pelebaran dan atau erosi sella tursika.
l) Pemeriksaan serta serum darah : LH dan FSH GH, androgen, prolaktin, testosteron, kartisol,
aldosteron, test stimulating yang mencakup uji toleransi insulin dan stimulasi tiroid releasing
hormone.
2. Diagnosa
Diagnosa keperawatan yang dapat dijumpai pada klien hipopituitary adalah :
a) Gangguan citra tubuh yang berhubungan dengan perubahan struktur tubuh dan fungsi tubuh
akibat defisiensi gonadotropin dan defisiensi hormon pertumbuhan.
b) Koping individu tak efektif berhubungan dengan kronisitas kondisi penyakit.
c) Harga diri rendah berhubungan dengan perubahan penampilan tubuh.
d) Gangguan persepsi sensori (penglihatan) berhubungan dengan gangguan transmisi impuls
sebagai akibat penekanan tumor pada nervus optikus.
119 | m a k a l a h K M B
e) Ansietas berhubungan dengan ancaman atau perubahan status kesehatan.
f) Defisit perawatan diri berhubungan dengan menurunnya kekuatan otot.
g) Resiko gangguan integritas kulit (kekeringan) berhubungan dengan menurunnya kadar
hormonal.
3. Intervensi
Secara umum tujuan yang diharapkan dari perawatan klien dengan hipofungsi hipofisis
adalah:
1. Klien memiliki kembali citra tubuh yang positif dan harga diri yang tinggi.
2. Klien dapat berpartisipasi aktif dalam program pengobatan.
3. Klien dapat memenuhi kebutuhan hidup sehari – hari.
4. Klien bebas dari rasa cemas.
5. Klien terhindar dari komplikasi
Diagnosa Gangguan citra tubuh yang berhubungan dengan
perubahan struktur tubuh dan fungsi tubuh akibat
defisiensi gonadotropin dan defisiensi hormon
pertumbuhan.
Tujuan Setelah dilakukan tindakan keperawatan, klien memiliki
kembali citra tubuh yang positif dan harga diri yang
tinggi.
Kriteria Hasil1. Melakukan kegiatan penerimaan, penampilan misalnya:
kerapian, pakaian, postur tubuh, pola makan, kehadiran
diri.
2. Penampilan dalam perawatan diri / tanggung jawab
peran.
Intervensi 1. Dorong individu untuk mengekspresikan perasaan.
Rasional: Kita dapat mengkaji sejauh mana tingkat
penolakan terhadap kenyataan akan kondisi fisik
tubuh, untuk mempercepat teknik penyembuhan /
penanganan.
2. Dorong individu untuk bertanya mengenai masalah,
120 | m a k a l a h K M B
penanganan, perkembangan, prognosa kesehatan.
Rasional: Dengan mengetahui proses perjalanan
penyakit tersebut maka klien secara bertahap akan mulai
menerima kenyataan.
3. Tingkatkan komunikasi terbuka, menghindari kritik /
penilaian tentang perilaku klien.
Rasional:Membantu untuk tiap individu untuk
memahami area dalam program sehingga salah
pemahaman
tidak terjadi.
4. Berikan kesempatan berbagi rasa dengan individu yang
mengalami pengalaman yang sama.
Rasional: Sebagai problem solving
5. Bantu staf mewaspadai dan menerima perasaan sendiri
bila merawat pasien lain.
Rasional: Perilaku menilai, perasaan jijik, marah dan
aneh dapat mempengaruhi perawatan /ditransmisikan
pada klien, menguatkan harga negatif / gambaran.
Diagnosa Koping individu tak efektif berhubungan dengan
kronisitas kondisi penyakit
Tujuan Setelah dilakukan tindakan keperawatan tingkat koping
individu meningkat.
Kriteria Hasil1. Mengungkapkan perasaan yang berhubungan
dengan keadaan emosional.
2. Mengidentifikasi pola koping personal
dan konsekuensi perilaku yang diakibatkan.
3. Mengidentifikasi kekuatan personal dan
menerima dukungan melalui hubungan keperawatan.
4. Membuat keputusan dan dilanjutkan dengan
tindakan yang sesuai / mengubah situasi provokatif
dalam lingkungan personal.
121 | m a k a l a h K M B
Intervensi 1. Kaji status koping individu yang ada.
Rasional: Meningkatkan proses interaksi sosial karena
klien mengalami peningkatan komunikatif.
2. Berikan dukungan jika individu berbicara.
Rasional: Klien meningkatkan rasa percaya diri kepada
orang lain.
3. Bantu individu untuk memcahkan masalah (problem
solving).
Rasional: Dengan berkurangnya ketegangan, ketakutan
klien akan menurun dan tidak mengucil /
mengisolasikan diri dari lingkungan.
4. Instruksikan individu untuk melakukan teknis relasi,
dalam proses teknik pembelajaran penatalaksanaan stress.
Rasional: Ketepatan penanganan dan proses
penyembuhan.
5. Kolaborasi dengan tenaga ahli psikologi untuk proses
penyuluhan.
Rasional: Klien mengerti tentang penyakitnya.
Diagnosa Harga diri rendah berhubungan dengan perubahan
penampilan tubuh.
Tujuan Setelah dilakukan tindakan keperawatan harga diri
meningkat.
Kriteria Hasil1. Mengungkapkan hasil perasaan dan pikiran mengenai
diri.
2. Mengidentifikasikan dua atributif positif mengenai diri.
Intervensi 1. Bina hubungan saling percaya perawat dan klien.
Rasional: Rasa percaya diri meningkat, pasien menerima
kenyataan akan penampilan tubuh.
2. Tingkatkan interaksi sosial.
Rasional: Pasien akan merasa berarti, dihargai,
dihormati, serta diterima oleh lingkungan.
122 | m a k a l a h K M B
3. Diskusikan harapan /keinginan / perasaan.
Rasional: Dengan cara pertukaran pengalaman perasaan
akan lebih mampu dalam mencegah faktor penyebab
terjadinyaharga diri rendah.
4. Rujuk ke pelayanan pendukung.
Rasional: Memberikan tempat untuk pertukaran masalah
dan pengalaman yang sama.
Diagnosa Gangguan persepsi sensori (penglihatan) berhubungan
dengan gangguan transmisi impuls sebagai akibat
penekanan tumor pada nervus optikus.
Tujuan Setelah dilakukan tindakan keperawatan penglihatan
berangsur –angsur membaik.
Kriteria Hasil1. Menunjukkan tanda adanya penurunan gejala yang
menimbulkan gangguan persepsi sensori
2. Mengidentifikasi dan menghilangkan faktor resiko jika
mungkin.
3. Menggunakan rasionalisasi dalam tindakan penanganan.
Intervensi 1. Kurangi penglihatan yang berlebih.
Rasional: Mengurangi tingkat ketegangan otot mata,
meningkatkan relaksasi mata.
2. Orientasikan terhadap keseluruhan 3 bidang (orang,
tempat, waktu).
Rasional: Untuk mengetahui faktor penyebab melalui tes
sensori indera penglihatan.
3. Sediakan waktu untuk istirahat bagi klien tanpa
gangguan.
Rasional: Meningkatkan kepekaan indera penglihatan
melalui stimulus indera khususnya penglihatan.
4. Gunakan berbagai metode untuk menstimulasi indera.
Rasional: Mempertahankan normalitas melalui waktu
123 | m a k a l a h K M B
lebih muda bila tidak mampu menggunakan penglihatan.
Diagnosa Ansietas berhubungan dengan ancaman atau perubahan
status kesehatan.
Tujuan Ansietas berhubungan dengan perubahan status
kesehatan berkurang.
Kriteria Hasil1. Peningkatan kenyaman psikologis dan fisik.
2. Menggambarkan ansietas dan pola kopingnya.
Intervensi 1. Bina hubungan saling percaya.
Rasional: Komunikasi terapeutik dapat memudahkan
tindakan.
2. Catat respon verbal non verbal pasien.
Rasional: Mengetahui perasaan yang sedang dialami
klien.
3. Berikan aktivitas yang dapat menurunkan ketegangan.
Rasional: Kondisi rileks dapat menurunkan tingkat
ancietas.
4. Jadwalkan istirahat adekuat dan periode menghentikan
tidur.
Rasional: Mengatasi kelemahan, menghemat energi dan
dapat meningkatkan kemampuan koping.
Diagnosa Defisit perawatan diri berhubungan dengan menurunnya
kekuatan otot.
Tujuan Setelah dilakukan tindakan keperawatan klien dapat aktif
dalam aktifitas perawatan diri.
Kriteria Hasil1. Mengidentifikasi kemampuan aktifitas perawatan diri.
2. Melakukan kebersihan optimal setelah bantuan dalam
perawatan diberikan.
3. Berpartisipasi secara fisik / verbal dalam aktifitas,
perawatan diri / pemenuhan kebutuhan dasar.
Intervensi 1. Kaji faktor penyebab menurunnya defisit perawatan diri.
124 | m a k a l a h K M B
Rasional: Menghambat faktor penyebab dapat
meningkatkan perawatan diri.
2. Tingkatkan partisipasi optimal.
Rasional: Partisipasi optimal dapat memaksimalkan
perawatan diri.
3. Evaluasi kemampuan untuk berpartisipasi dalam setiap
aktivitas perawatan.
Rasional: Dapat menumbuhkan rasa percaya diri klien.
4. Beri dorongan untuk mengexpresikan perasaan tentang
kurang perawatan diri.
Rasional: Dapat memberikan kesempatan pada klien
untuk melakukan perawatan diri.
Diagnosa Resiko tinggi gangguan integritas kulit (kekeringan)
berhubungan dengan menurunnya kadar hormonal.
Tujuan Setelah dilakukan keperawatan integritas kulit dalam
kondisi normal.
Kriteria Hasil1. Mengidentifikasi faktor penyebab.
2. Berpartisipasi dalam rencana pengobatan yang
dilanjutkan untuk meningkatkan penyembuhan luka.
3. Menggambarkan etiologi dan tindakan pencegahan.
4. Memperlihatkan integritas kulit bebas dari luka tekan.
Intervensi 1. Pertahankan kecukupan masukan cairan untuk hidrasi
yang adekuat.
Rasional: Mengurangi ketidaknyamanan yang
dihubungkan dengan membran mukosa yang kering dan
untuk rehidrasi.
2. Berikan dorongan latihan rentang gerak dan mobilisasi.
Rasional: Meningkatkan pemeliharaan fungsi otot /
sendi.
3. Ubah posisi atau mobilisasi.
Rasional: Meningkatkan posisi fungsional pada
125 | m a k a l a h K M B
ekstrimitas.
4. Tingkatkan masukan karbohidrat dan protein untuk
mempertahankan keseimbangan nitrogen positif.
Rasional: Kelemahan dan kehilangan pengaturan
metabolisme terhadap makanan dapat mengakibatkan
malnutrisi.
5. Pertahankan tempat tidur sedatar mungkin.
Rasional: Posisi datar menjaga keseimbangan tubuh dan
mencegah retensi cairan pada daerah tertentu sehingga
tidak terjadi edema lokal.
126 | m a k a l a h K M B
8. HIPERPITUITARY
Definisi Hiperpituitary
Hiperpituitary adalah suatu kondisi patologis yang terjadi akibat tumor atau hiperplasi
hipofisisme sehingga menyebabkan peningkatkan sekresi salah satu hormone hipofise atau lebih
yang dikeluarkan oleh kelenjar pituitari . Hormon – hormon hipofisis lainnya sering dikeluarkan
dalam kadar yang lebih rendah. (Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Kelenjar
Hipofise, Hotma Rumahardo, 2000 : 36)
Etiologi
Hiperpituitari dapat terjadi akibat malfungsi kelenjar hipofisis atau hipotalamus, penyebab
mencakup :
Adenoma primer salah satu jenis sel penghasil hormone, biasanya sel penghasil GH,ACTH
atau prolakter.
Tidak ada umpan balik kelenjar sasaran, misalnya peningkatan kadar TSH terjadi apabila
sekresi kelenjar tiroid menurun atau tidak ada. (Buku Saku Patofisiologis, Elisabeth, Endah
P. 2000. Jakarta : EGC)
Manifestasi klinis
Perubahan bentuk dan ukuran tubuh serta organ – organ dalam (seperti tangan, kaki, jari –
jari tangan, lidah, rahang, kardiomegali)
Impotensi
Visus berkurang
Nyeri kepala dan somnolent
Perubahan siklus menstruasi (pada klien wanita), infertilitas
127 | m a k a l a h K M B
Libido seksual menurun
Kelemahan otot, kelelahan dan letargi (Hotman Rumahardo, 2000 : 39)
tumor yang besar dan mengenai hipotalamus: suhu tubuh, nafsu makan dan tidur bisa
terganggu, serta tampak keseimbangan emosi
gangguan penglihatan sampai kebutaan total
Patofisiologi
Hiperfungsi hipofise dapat terjadi dalam beberapa bentuk bergantung pada sel mana dari
kelima sel-sel hipofise yang mengalami hiperfungsi. Kelenjar biasanya mengalami pembesaran
disebut adenoma makroskopik bila diameternya lebih dari 10 mm atau adenoma mikroskopik
bila diameternya kurang dari 10 mm, yang terdiri atas 1 jenis sel atau beberapa jenis sel.
Adenoma hipofisis merupakan penyebab utama hiperpituitarisme.penyebab adenoma hipofisis
belum diketahui. Adenoma ini hampir selalu menyekresi hormon sehingga sering disebut
functioning tumor.
Kebanyakan adalah tumor yang terdiri atas sel-sel penyekresi GH,ACTH dan prolaktin.
Tumor yang terdiri atas sel-sel pensekresi TSH-,LH- atau FSH- sangat jarang terjadi.
Functioning tumor yang sering di temukan pada hipofisis anterior adalah:
1. prolactin-secreting tumors ( tumor penyekresi prolaktin ) atau prolaktinoma.
Prolaktinoma (adenoma laktotropin) biasanya adalah tumor kecil, jinak, yang terdiri atas sel-
sel pensekresi prolaktin. Gejala khas pada kondisi ini sangat jelas pada wanita usia reproduktif
dan dimana terjadi tidak menstruasi, yang bersifat primer dan sekunder, galaktorea (sekresi ASI
spontan yang tidak ada hubungannya dengan kehamilan), dan infertilitas.
2. somatotroph tumors ( hipersekresi pertumbuhan )
Adenoma somatotropik terdiri atas sel-sel yang mengsekresi hormon pertumbuhan. Gejalah
klinik hipersekresi hormon pertumbuhan bergantung pada usia klien saat terjadi kondisi ini.
Misalnya saja pada klien prepubertas,dimana lempeng epifise tulang panjang belum
menutup, mengakibatkan pertumbuhan tulang-tulang memanjang sehingga mengakibatkan
128 | m a k a l a h K M B
gigantisme. Pada klien postpubertas, adenoma somatotropik mengakibatkan akromegali, yang
ditandai dengan perbesaran ektremitas ( jari, tangan, kaki ), lidah, rahang, dan hidung. Organ-
organ dalam juga turut membesar ( misal; kardiomegali).
Kelebihan hormon pertumbuhan menyebabkan gangguan metabolik, seperti hiperglikemia
dan hiperkalsemia. Pengangkatan tumor dengan pembedahan merupakan pengobatan pilihan.
Gejala metabolik dengan tindakan ini dapat mengalami perbaikan, namun perubahan tulang tidak
mengalami reproduksi.
3. corticotroph tumors ( menyekresi ardenokortikotrofik /ACTH )
Adenoma kortikotropik terdiri atas sel-sel pensekresi ACTH. Kebanyakan tumor ini adalah
mikroadonema dan secara klinis dikenal dengan tanda khas penyakit Cushing’s.
ada dua perubahan fisiologis karena tumor hipofisis:
1. perubahan yang timbul karena adanya space-occupying mass dalam kranium.
2. perubahan yang di akibatkan oleh hipersekresi hormone dari tumornya itu sendiri.
Adenoma hipofisis adalah adenoma intraselular (tumor didalam sella tursika ), dengan besar
diameter kurang dari 1cm dengan tanda-tanda hipersekresi hormone.
Klasifikasi hipofisis/ adenoma hipofisis.
1. encapsulated (tidak ada metastasis dalam sella tursika )
2. invasive ( sella tursika rusak karena metastasis )
3. mikroadenoma ( encapsulate tumor dengan diameter kurang dari 10 mm )
4. makroadenoma ( encapsulate tumor dengan diameter lebih dari 10mm).
Tumor ini bisa sampai ke suprasellar.
Perubahan neorologis bisa terjadi akibat tekanan jaringan tumor yang semakin
membesar.tekanan ini bisa terjadi saraf optic, saraf karnial III (okulomotor ), saraf karnial IV
( troklear ), dan saraf karnial V (trigeminal).tumor yang sangat besar bisa menginfiltrasi
hipotalamus.
Syndrome hyperpituitary :
1) SIADH (Syndrome of inappropriate Antidiuretic Hormone)
Definisi
129 | m a k a l a h K M B
Kumpulan gejala akibat gangguan hormon antidiuretik. Gangguan produksi hormon
antidiuretik ini menyebabkan retensi garam atau hiponatremia, osmolaritas serum,
peningkatan gravitas urin, edema atau dehidrasi,dan peningkatan hormon plasma vasopresin.
Biasanya fungsi adrenal, tyroid dan ginjal dalam batas normal. Hal lain kadang gejala
SIADH berhubungan dengan trauma kepala atau tumor, dimana patologi akan mengambil
biopsi untuk memastikannya
Etiologi
SIADH sering terjadi pada pasien gagal jantung atau dengan gangguan hipotalamus
(bagian dari otak yang berkoordinasi langsung dengan kelenjar hipofise dalam memproduksi
hormone). Pada kasus lainnya, missal: beberapa keganasan (ditempat lain dari tubuh) bisa
merangsang produksi hormon anti diuretik, terutama keganasan di paru dan kasus lainnya
seperti dibawah ini:
Meningitis – peradangan pada meningens, selaput pelindung otak dan saraf spinalis
Encephalitis – peradangan dijaringan otak
Tumor otak
Penyakit paru
Trauma kepala
Guillain-Barré syndrome (GBS) – keadaan reversible yang menyerang jaringan syaraf,
menyebabkan lemah otot, nyeri dan paralisa temporer di wajah dan otot kaki dan paralisa di
bagian dada bisa menganggu proses bernafas
Penggunaan obat tertentu
Kerusakan hipotalamus atau kelenjar hipofise saat pembedahan
Manifestasi klinis :
Pada kasus SIADH berat, gejalanya meliputi:
Nausea
Muntah
Irritability
Perubahan prilaku seperti meracau, bingung dan halusinasi
Stupor
Koma
130 | m a k a l a h K M B
Patofisiologi
Salah satu rangsangan yang menyebabkan sekresi ( vasopresin) menjadi kuat adalah
penurunan volume darah. Keadaan ini terjadi secara hebat terutama saat volume darah turun
15 – 25 persen, dengan kecepatan sekresi meningkat sering sampai 50 kali dari normal.
Penyebab peningkatan ini adalah atrium, terutama atrium kanan, mempunyai reseptor regang
yang di bangkitkan, reseptor akan mengirimkan sinyal ke otak untuk menghambat sekresi
ADH. Sebaliknya, bila tidak dibangkitkan akibat tidak penuhnya pengisian, terjadi proses
yang berlawanan, dengan peningkatan sekresi ADH yang sangat besar. Lebih lanjut, di
samping reseptor regangan atrium, penurunan regangan baroreseptor pada daerah karotid,
aortik dan pulmonari dalam peningkatan sekresi ADH.
Sekresi darah yang terlalu banyak ke dalam atrium dapat terjadi pada jantung yang
kardiomegali. Atrium yang mebesar tanpa di ikutioleh katup – katupnya membuat darah
menumpuk pada atrium – atrium dan akhirnya terjadilah gagal jantung
2) Galaktore
Definisi
Galaktore adalah pembentukan air susu pada pria atau wanita yang tidak sedang dalam masa
menyusui
Etiologi
Penyebabnya adalah prolaktinoma (tumor yang menghasilkan prolaktin) pada kelenjar
hipofisa. Pada saat terdiagnosis biasanya prolaktinoma ini ukurannya kecil, tetapi pada pria
tumor ini cenderung membesar.Pembentukan prolaktin yang berlebihan dan terjadinya
galaktore juga bisa dirangsang oleh obat-obatan seperti fenotiazin, obat tertentu untuk
tekanan darah tinggi (terutama metildopa) dan narkotik. Penyebab lainnya yang mungkin
adalah hipotiroidisme.gagal ginjal dan efek samping obat bisa menjadi faktor penyebab
Manifestasi klinis
Gangguan siklus menstruasi atau siklusnya berhenti
Wajah tampak merah
vagina kering sehingga terjadi gangguan dalam melakukan hubungan seksual
Penderita pria mengalami sakit kepala atau kehilangan lapang pandang perifernya
Sekitar 2/3 penderita pria kehilangan gairah seksualnya dan menjadi impoten
131 | m a k a l a h K M B
Patofisiologi
Kelebihan prolaktin hampir selalu di sebabkan oleh adenoma hipofise, biasanya berupa
mikrokardenoma (diameter tumor kurang dari 1 cm). Atau disfungsi hipotalamus. Dopamin
merupakan inhibitor hipotalamik primer untuk pelepasan prolaktin terputusnya trasnmisi
dopamin kehipofise dapat menyebabkan prolaktin berlebihan
3) Gigantisme
Definisi
Gigantisme adalah pertumbuhan abnormal dari seluruh tubuh karena kelenjar hypophysis
memproduksi hormon berlebihan. Hipofisis adalah kelenjar seukuran biji kacang tanah dan
menggantung dari otak, terbaring di sebelah dalam tulang pelipis dekat bola mata. Penyakit
ini ditandai oleh pembesaran dan penebalan tulang dahi, rahang, kaki, dan tangan secara
berangsur. Penyakit ini berlangsung lambat dan baru diketahui setelah penderita memasuki
usia menengah. kelainan yang disebabkan oleh karena sekresi Growth Hormone (GH) yang
berlebihan dan terjadi sebelum dewasa atau sebelum proses penutupan epifisis
Etiologi
Gigantisme Primer atau Hipofisis, di mana penyebabnya adalah adenoma hipofisis.
Gigantisme Sekunder atau hipothalamik, disebabkan oleh karena hipersekresi GHRH dari
Hipothalamus. Gigantisme yang disebabkan oleh tumor ektopik (paru, pankreas, dll) yang
mensekresi GH. Gigantisme disebabkan oleh sekresi GH yang berlebihan. Keadaan ini dapat
diakibatkan tumor hipofisis yang menyekresi GH atau karena kelainan hipotalamus yang
mengarah pada pelepasan GH secara berlebihan. Gigantisme dapat terjadi bila keadaan
kelebihan hormone pertumbuhan terjadi sebelum lempeng epifisis tulang menutup atau masih
dalam masa pertumbuhan. Penyebab kelebihan produksi hormone pertumbuhan terutama
adalah tumor pada sel-sel somatrotop yang menghasilkan hormone pertumbuhan
Patofisiologi
Sel asidofilik, sel pembentuk hormone pertumbuhan di kelenjar hipofisis anterior menjadi
sangat aktif atau bahkan timbul tumor pada kelenjar hipofisis tersebut. Hal ini
mengakibatkan sekresi hormone pertumbuhan menjadi sangat tinggi. Akibatnya, seluruh
jaringan tubuh tumbuh dengan cepat sekali, termasuk tulang. Pada Gigantisme, hal ini terjadi
132 | m a k a l a h K M B
sebelum masa remaja, yaitu sebelum epifisis tulang panjang bersatu dengan batang tulang
sehingga tinggi badan akan terus meningkat (seperti raksasa).
Biasanya penderta Gigantisme juga mengalami hiperglikemi. Hiperglikemi terjadi karena
produksi hormone pertumbuhan yang sangat banyak menyebabkan hormone pertumbuhan
tersebut menurunkan pemakaian glukosa di seluruh tubuh sehingga banyak glukosa yang
beredar di pembuluh darah. Dan sel-sel beta pulau Langerhans pancreas menjadi terlalu aktif
akibat hiperglikemi dan akhirnya sel-sel tersebut berdegenerasi. Akibatnya, kira-kira 10
persen pasien Gigantisme menderita Diabetes Melitus.
Pada sebagian besar penderita Gigantisme, akhirnya akan menderita panhipopitutarisme
bila Gigantisme tetap tidak diobati sebab Gigantisme biasanya disebabkan oleh adanya tumor
pada kelenjar hipofisis yang tumbuh terus sampai merusak kelenjar itu sendiri.
Manifestasi klinis :
Pertumbuhan linier yang cepat
Tanda – tanda wajah kasar
pembesaran kaki dan tangan
Pada anak muda, pertumbuhan cepat kepala dapat mendahului pertumbuhan linier
Beberapa penderita memiliki masalah penglihatan dan perilaku
Pertumbuhan abnormal menjadi nyata pada masa pubertas
Jangkung dapat tumbuh sampai ketinggian 8 kaki atau lebih
4) Akromegali
Definisi
Akromegali adalah pertumbuhan berlebihan akibat pelepasan hormon pertumbuhan yang
berlebihan dan terjadi pada usia 30-50 tahun
Etiologi
Pelepasan hormon pertumbuhan berlebihan hampir selalu disebabkan oleh tumor hipofisa
jinak (adenoma)
Manifestasi klinis
Tulang mengalami kelainan bentuk, bukan memanjang. Gambaran tulang wajah menjadi
kasar, tangan dan kakinya membengkak
Penderita memerlukan cincin, sarung tangan, sepatu dan topi yang lebih besar
Rambut badan semakin kasar sejalan dengan menebal dan bertambah gelapnya kulit
133 | m a k a l a h K M B
Kelenjar sebasea dan kelenjar keringat di dalam kulit membesar, menyebabkan keringat
berlebihan dan bau badan yang menyengat
Pertumbuhan berlebih pada tulang rahang (mandibula) bisa menyebabkan rahang menonjol
(prognatisme)
Tulang rawan pada pita suara bisa menebal sehingga suara menjadi dalam dan serak. Lidah
membesar dan lebih berkerut-kerut. Tulang rusuk menebal menyebabkan dada berbentuk
seperti tong. Sering ditemukan nyeri sendi; setelah beberapa tahun bisa terjadi artritis
degeneratif yang melumpuhkan. Jantung biasanya membesar dan fungsinya sangat terganggu
sehingga terjadi gagal jantung
Kadang penderita merasakan gangguan dan kelemahan di tungkai dn lengannya karena
jaringan yang membesar menekan persarafan. Saraf yang membawa sinyal dari mata ke otak
juga bisa tertekan, sehingga terjadi gangguan penglihatan, terutama pada lapang pandang
sebelah luar
sakit kepala hebat
Patofisiologi
Bila tumor asidofilik timbul sesudah masa dewasa muda-yakni, sesudah epifisis tulang
panjang bersatu dengan batang tulang maka orang itu tidak dapat tumbuh lebih tinggi lagi,
namun jaringan ikat longgarnya masih terus tumbuh dan tebal tulangnya msih terus tumbuh.
Perbesaran tadi terutama dapat di lihat pada tulang – tulang kecil tangan dan kaki serta pada
tulang membranosa, termasuk tulang tengkorak, hidung, penonjolan tulang dahi , tepi
supraorbital, bagian bawah rahang, dan bagian tulang vertebra, sebab pada masa dewasa
muda pertumbuhan tulang – tulang ini tidak berhenti. Akibatnya, tulang rahang tampak
menonjol ke depan, kadang kala sampai setengah inci ke depan, dahi menyempit ke depan
sebab pertumbuhan tepi supraorbitalnya sangat besar, hidung membesar sampai dua kali
ukuran normal, kakinya membutuhkan sepatu berukuran 14 atau lebih besar, dan jari –
jarinya menjadi sangat tebal
5) Penatalaksanaan
a) Terapi
Dikenal 2 macam terapi, yaitu:
134 | m a k a l a h K M B
1. Terapi pembedahan (Hipofisektomi melalui nasal atau jalur transkranial )
Tindakan pembedahan adalah cara pengobatan utama. Dikenal dua macam
pembedahan tergantung dari besarnya tumor yaitu : bedah makro dengan melakukan
pembedahan pada batok kepala (TC atau trans kranial) dan bedah mikro (TESH atau trans
ethmoid sphenoid hypophysectomy). Cara terakhir ini (TESH) dilakukan dengan cara
pembedahan melalui sudut antara celah infra orbita dan jembatan hidung antara kedua mata,
untuk mencapai tumor hipofisis. Hasil yang didapat cukup memuaskan dengan keberhasilan
mencapai kadar HP yang diinginkan tercapai pada 70 – 90% kasus. Keberhasilan tersebut
juga sangat ditentukan oleh besarnya tumor.
Pembedahan transphenoidal
Pendekatan transphenoidal sering digunakan dalam melakukan reseksi suatu adenoma. Sela
tursika dicapai melalui sinus sphenoid, dan tumor diangkat dengan bantuan suatu mikroskop
bedah. Insisi dibuat antara gusi dan bibir atas. Pendekatan ini pun digunakan untuk memasang
implant. Suatu lubang dibuat pada durameter pada jalan masuk sela tursika. Biasanya dirurup
dengan lapisan fascia yang diambil dari tungkai, sehingga pasien harus disiapkan untuk insisi
tungkai. Penampilan ini dilakukan untuk mencegah bocornya cairan serebrospinal (CSF).
Kebocoran CSF dapat terjadi beberapa hari postoperatif tapi harus ditutup. Hidung mungkin
mempet dan suatu sling perban ditempatkan dibawahnya untuk mengabsorpsi drainage.
Monitoring terhadap adanya kebocoran CSF perlu dilakukan.
Data-data berikut harus diperhatikan :
1. Keluhan postnasal drip
2. Menelan yang konstan
3. Adanya halo ring pada nasal sling atau balutan (tanda berupa cairan CSF yang jernih
disekeliling cairan serosa yang lebih gelap ditengahnya)
4. Memeriksa ada tidaknya glukosa pada drainase nasal.
Cairan serebrospinal mengandung glukosa, sedangkan cairan nasal tidak. Jika tes glukosa
positif, bahan pemeriksaan harus dikirim ke laboratorium untuk konfirmasi lebih lanjut.
Jika terdapat kebocoran yang menetap, pasien dianjurkan untuk tirah baring dengan kepala
terangkat untuk menggantikan tekanan pada tambalan yang sudah ditentukan. Seringkali
135 | m a k a l a h K M B
kebocoran CSF sembuh dengan sendirinya, tetapi kadang-kadang diperlukan perbaikan dengan
tindakan operasi. Aktivitas yang meningkatkan tekanan intrakranial harus dihindari.
Nyeri kepala dapat timbul dan dapat diobati dengan analgetik nonnarkotik tau cordein.
Nyeri kepala persisten atau rigiditas nuchal (kaku kuduk) dapat memberikan petunjuk akan
adanya meningitis dan hal ini harus segera dilaporkan. Karena kemungkinan terjadinya risiko
infeksi, maka antibiotik profilaktif dapat diberikan saat preoperatif atau postoperatif.
Intervensi keperawatan lainnya bagi pasien dengan operasi transphenoidal meliputi hal
berikut :
1. Memberikan cairan peroral dan diet cairan jernih segera setelah pasien sadar dan tak lagi
merasa mual setelah tinadakan anastesia.
2. Meningkatkan diet yang sesuai (anorexia dapat timbul karena menurutnya sensasi
penciuman).
3. Meyakinkan pasien bahwa kehilangan sensasi penciuman hanya sementara dan akan
membaik segera setelah penutup hidung nasal sling diangkat.
4. Memberikan O2 dengan kelembaban tertentu untuk menjaga kelembaban mukosa nasal dan
oral.
5. Melakukan perawatan mulut
a. Jangan menggosok gigi (untuk mencegah distrupsi benangjahitan).
b. Menggunakan kapas halus dan lembab pada saat membersihkan gigi.
c. Sering melakukan bilas mulut.
b. Pembedahan transfontal
Jika tumor hipofise dibawah tulang-tulang dari sella tursika (ekstra sellar),
kraniotoomi dilakukan untuk mendapatkan suatu lapang operasi yang cukup. Tumor-tumor
intraserebral lain, penyakit-penyakit atau trauma terhadap struktur-struktur yang berdekatan
dengan hipofise atau dapat menyebabkan disfungsi hipofise sementara maupun permanen.
2. Terapi radiasi
Indikasi radiasi adalah sebagai terapi pilihan secara tunggal, kalau tindakan operasi tidak
memungkinkan, dan menyertai tindakan pembedahan kalau masih terdapat gejala akut setelah
terapi pembedahan dilaksanakan.Radiasi memberikan manfaat pengecilan tumor, menurunkan
kadar GH , tetapi dapat pula mempengaruhi fungsi hipofisis. Penurunan kadar GH umumnya
mempunyai korelasi dengan lamanya radiasi dilaksanakan. Eastment dkk menyebutkan bahwa,
136 | m a k a l a h K M B
terjadi penurunan GH 50% dari kadar sebelum disinar (base line level), setelah penyinaran dalam
kurun waktu 2 tahun, dan 75% setelah 5 tahun penyinaran.
Radiasi hipofisis dilakukan pada pasien dengan adenoma hipofisis yang besar yang tidak
seluruh tumor bisa di angkat. 80% dari pasien dengan akromegali dapat disembuhkan dengan
radiasi. Selain mual dan muntah, efek samping radiasi yang paling sering ditemukan adalah
hipopituitarisme.
b) pemberian obat
Bromocriptine ( parloden ) : suatu dopamine. Merupakan obat pilihan pada kelebihan
prolaktin. Pada mikroadenoma, prolaktin dapat normal kembali. Juga diberikan pada klien
dengan akromegali, untuk mengurangi ukuran tumor.Observasi efek samping pemberian
bromokriptin seperti: hipotensi ortostatik, iritasi lambung, mual, kram abdomen, konstipasi,
bila ada efek samping di atas kolaborasi dengan dokter, berikan obat-obatan setelah klien
makan (tidak diberikan di antara waktu makan).
6) Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan fungsi target organ
Pemeriksaan ACTH, TSH, FSH dan LH serta hormone nontropik
Tes provokasi dengan menggunakan stimulan atau supresan hormone dan dengan melakukan
efeknya terhadap kadar hormone sarum
Foto rongen kepala dan tulang kerang tubuh dengan CT scan
Pengukuran lapang pandang
Tes toleransi glukosa
Tes supresi dengan dexamethason (Hotman Rumahardo, 2000 : 39).
7) Penyuluhan kesehatan pasien dan keluarga
Pasien bersama keluarganya memerlukan penyuluhan kesehatan dan dukungan tentang
perubahan pada citra tubuh, kecemasan, disfungsi seksual, intoleransi aktifitas dan obat yang
diteruskan dirumah. Pasien pascareseksi transfenoidal perlu di beritahu untuk menghindari
kegiatan yang bisa mengakibatkan peningkatan tekanan intracranial, misalnya :
137 | m a k a l a h K M B
membungkuk, bersin, batuk dan maneuver valsalva ketika defekasi. Pasien perlu
menghindari konstipasi. Pasien memerlukan bantuan ketika melakukan aktifitas hidup sehari-
hari karena ia cepat merasa lelah.
8) Pendidikan kesehatan
Pendidikan kesehatan dilakukan sebelum tindakan pembedahan dilaksanakan. Setelah
tindakan transpenoidal hipofisektomi, perawat menjelaskan agar klien menghindari aktivitas
yang dapat menghambat penyembuhan seperti mengejan, batuk dll. Juga jelaskan agar klien
mengindahkan faktor-faktor yang dapat mencegah obstipasi seperti makan makanan tinggi
serat, minum air yang cukup, pelunak feses bila diperlukan.
Klien tidak menyikat gigi 1-2 minggu sampai penyembuhan sempurna, cukup berkumur
setiap kali setelah makan. Jelaskan bahwa sensasi hilang rasa pada daerah insisi adalah biasa,
dapat berlangsung 3- 4 bulan. Oleh karena itu anjurkan klien memeriksakan gusinya untuk
mengetahui adanya lesi dan perdarahan dengan menggunakan cermin setiap hari.Setelah
operasi, pemberian hormon
untuk memepertahankan keseimbangan cairan. Jelaskan penggunaan obat-obatan dan
jelaskan pula perlunya tindak lanjut secara teratur.
ASUHAN KEPERAWATAN TEORI
PENGKAJIAN
a. Pengkajian perawatan secara umum
Pemantauan akan potensial komlikasi kelainan endokrin dan pengelolaannya
Pemantauan akan tanda – tanda dan gejala klinik yang menunjukkan adanya
ketidakseimbangan hormonal
Mengetahui persepsi pasien dan keluarga pasien mengenai masalah kesehatan, pengelolaan
dan bantuan yang diperlukan
Menentukan narasumber yang diperlukan pasien dan keluarganyauntuk dapat mengatasi
penyakitnya dan untuk pengelolaannya di rumah sakit dan setelah pulang dari rumah sakit
pengkajian psikologis dan sosial
b. Pengkajian keperawatan secara khusus
1. Riwayat penyakit
138 | m a k a l a h K M B
2. Kaji usia, jenis kelamin dan riwayat penyakit yang sama dalam keluarga
3. Kaji riwayat penyakit, Tanyakan manifestasi klinis dari peningkatan prolaktin, GH dan
ACTH mulai dirasakan
4. Keluhan utama, melipuse :
Perubahan ukuran dan bentuk tubuh serta organ-organ tubuh seperti jari-jari, tangan, dll.
Dispaneuria dan pada pria disertai dengan impotensia
Nyeri kepala
Libido seksual menurun
Perubahan tingkat energi, kelelahan, dan letargi.
Nyeri pada punggung dan perasaan tidak nyaman.
Nyeri kepala, kaji P, Q, R, S, T.
Gangguan penglihatan seperti menurunnya ketajaman penglihatan ganda, dsb.
Kesulitan dalam hubungan seksual.
Perubahan siklus menstruasi ( pada klien wanita ) mencakup keteraturan, kesulitan hamil
5. Pemeriksaan fisik dan masalah klinik yang sering di jumpai, meliputi :
Amati bentuk wajah, khas apabila ada hipersekresi GH seperti bibir dan hidung besar, dagu
menjorok ke depan
Amati adanya kesulitan mengunyah dan geligi yang tidak tumbuh dengan baik
Pemeriksaan ketajaman penglihatan akibat kompresi saraf optikus, akan dijumpai penurunan
visus
Amati perubahan pada persendian dimana klien mengeluh nyeri dan sulit bergerak
Peningkatan perspirasi pada kulit menyebabkan kulit basah karena berkeringat
Suara membesar karena hipertropi laring
Pada palpasi abdomen, didapat hepatomegali dan splenomegali
Hipertensi
Disfagia akibat lidah membesar
Pada perkusi dada dijumpai jantung membesar
Kelemahan
Perubahan nutrisi
Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
Perubahan karakteristik tubuh
139 | m a k a l a h K M B
Intoleransi terhadap stress
Ketidakstabilan emosional
c. Data Subjektif
1. Kelemahan dan pola tidur
2. Pola makan ( fekuensi dan asupan makanan)
3. Higiene khusus dan kebutuhan untuk bercukur
4. Riwayat kardiovaskular
5. Polaintake dan output cairan
6. Rasa tidak nyaman
7. Penggunaan obat – obatan
8. Riwayat reproduksi
9. Penggunaan medikasi
10. Kelainan endokrin dan pengelolaannya
d. Data Objektif
1. Tinggi dan berat badan
2. Proporsi tubuh
3. Jumlah dan distribusi masa obat
4. Distribusi lemak
5. Pigmentasi kulit
6. Distribusi rambut
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Perubahan citra tubuh yang berhubungan dengan perubahan penampilan fisik
2) Disfungsi seksual yang berhubungan dengan penurunan libido ; infertilitas impotent
3) Nyeri kepala yang berhubungan dengan penekanan jaringan oleh tumor
4) Perubahan sensori perseptual (penglihatan) yang berhubungan dengan gangguan transmisi
impuls akibat kompresi tumor pada nervus optikus
Diagnosa keperawatan tambahan yang juga dijumpai adalah
1. Nyeri(kepala,punggung) yang berhubungan dengan tekanan jaringan oleh tumor; hormon
pertumbuhan yang berlebihan
2. Takut yang berhubungan dengan ancaman kematian akibat tumor otak
140 | m a k a l a h K M B
3. Ansietas yang berhubungan dengan ancaman terhadap perubahan status kesehatan
4. Koping individu takefektif yang berhuhubungan dengan hilangnya kontrol terhadap tubuh
5. Intoleransi aktifitas yang berhubungan dengan kelemahan,latergi
6. Perubahan sensori-persepsual (penglihatan) yang berhubungan dengan gangguan tranmisi
impuls akibat kompresi tumor pada nervu optikus
INTERVENSI KEPERAWATAN
Perubahan citra tubuh yang berhubungan dengan perubahan penampilan fisik
Tujuan: Dalam waktu 2 sampai 3 minggu klien akan memiliki kembali citra tubuh yang positif
Intervensi keperawatan
a. Non pembedahan
Klien dengan kelebihan GH
1. Dorong klien agar mau mengungkapkan pikiran dan perasaannya terhadap perubahan
penampilan tubuhnya
Rasional : Agar perawat dapat mengetahui apa yang dirasakan oleh klien sehubungan
perubahan tubuhnya
2. Bantu klien mengidentifikasi kekuatannya serta segi-segi positif yang dapat dikembangkan
oleh klien
Rasional : Agar klien mampu mengembangkan dirinya kembali
Klien dengan kelebihan prolaktin
1. Yakinlah klien bahwa sebagian gejala dapat berkurang dengan pengobatan ( ginekomastia,
galaktorea )
Rasional : agar klien tetap optimis dan berfikir positif selama pengobatan.
2. Dorong klien untuk mengungkapkan perasaanya
b. Pemberian obat-obatan
1. Kolaborasi pemberian obat-obat seperti: bromokriptin (parloden). Merupakan obat pilihan
pada kelebihan prolaktin. Pada mikroadenoma, prolaktin dapat normal kembali. Juga
diberikan pada klien dengan akromegali, untuk mengurangi ukuran tumor.
141 | m a k a l a h K M B
2. Observasi efek samping pemberian bromokriptin seperti: hipotensi ortostatik, iritasi
lambung, mual, kram abdomen, konstipasi, bila ada efek samping di atas kolaborasi dengan
dokter, berikan obat-obatan setelah klien makan (tidak diberikan di antara waktu makan
3. Kolaborasi pemberian terapi radiasi. Terapi radiasi tidak diberikan pada hiperpituitarisme
akut.partikel alfa atau proton beam sebagai sumber radiasi lebih efektif tetapi responnya
lambat
4. Awasi efek samping terapi radiasi seperti: hipopituitarisme, kerusaka nervus optikus,
disfungsi okulomotorius, perubahan lapang pandang
Disfungsi seksual yang berhubungan dengan penurunan libido ; infertilitas impotent.
Tujuan: Klien akan mencapai tingkat kepuasan pribadi dari fungsi seksual
Identifikasi masalah spesifik yang berhubungan dengan pengalaman pada klien terhadap
fungsi seksualnya.
Rasional : agar perawat dapat mengetahui masalah seksual klien dan lebih terbuka kepada
perawat.
Dorong klien agar mau mendiskusikan masalah tersebut dengan pasangannya.
Rasional : agar klien mendapat hasil mufakat bersama pasangannya.
Kolaborasi pemberian obat – obatan bromokriptin
Bila masalah ini timbul setelah hipofisektomi, kolaborasi pemberian gonadotropin
Nyeri kepala yang berhubungan dengan penekanan jaringan oleh tumor
Dorong klien agar mau mengungkapkan apa yang dirasakan. Rasional : agar perawat
mengetahui apa yang dirasakan klien
Kaji skala nyeri
Rasional : untuk mengetahui intensitas dari nyeri dan untuk menentukan intervensi
selanjutnya
Berikan tehnik relaksasi dan distraksi
Rasional : pengalihan perhatian dapat mengurangi rasa nyeri.
Kolaborasi pemberian analgetik untuk mengurangi rasa nyeri.
Rasional : pemberian obat analgetik untuk mengurangi nyeri
142 | m a k a l a h K M B
Perubahan sensori perseptual (penglihatan) yang berhubungan dengan gangguan
transmisi impuls akibat kompresi tumor pada nervus optikus.
Dorong klien agar mau melakukan pemeriksaan lapang pandang.
Rasional : agar perawat mengetahui jarak lapang klien
9. ASKEP DM
A. Pengertian
Diabetes mellitus adalah keadaan dimana tubuh tidak menghasilkan atau memakai insulin
sebagaimana mestinya. Insulin adalah hormon yang membawa glukosa darah ke dlaam sel-sel
dan menyimpannya sebagai glikogen (Tambayong, Jan, 2000 : 157).
Pendapat dari Smeltzer, S.C dan Bare (2001 : 1220) Diabetes Mellitus adalah gangguan
metabolisme dengan karakteristik intoleransi glukoda atau penyakit yang disebabkan oleh
ketidakseimbangan antara persediaan insulin dengan kebutuhan- klasifikasi diabetes yang utama
adalah :
1. Diabetes Mellitus tipe I : DM tergantung insulin.
2. Diabetes Mellitus tipe II : DM tidak tergantung insulin.
3. Diabetes Mellitus yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom lainnya.
4. Diabetes Mellitus gestasional.
B. Etiologi
Menurut Smeltzer, S.C dan Bare (2001 : 1224) penyebab diabetes mellitus dikelompokkan
menjadi 2 :
1. DM tipe I disebabkan oleh
a. Faktor genetik
Penderita DM tidak mewarisi DM tipe itu sendiri tapi mewarisi suatu kecenderungan genetik ke
arah terjadinya diabetes ini ditemukan pada penderita HLA (Human Leucocyto Antigen).
b. Faktor lingkungan
143 | m a k a l a h K M B
Karena destruksi sel beta, contoh : hasil penyelidikan yang mengatakan bahwa virus atau toksin
tertentu dapat memicu proses auto imun yang menimbulkan destruksi sel beta.
2. DM tipe II
Disebabkan oleh usia (retensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun)
obesitas, riwayat keluarga, kelompok etnik (di Amerika Serikat, golongan hisponik serta
penduduk asli Amerika tertentu memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk terjadinya DM)
Terjadinya DM tipe II dibandingkan dengan golongan non Amerika.
C. Manifestasi Klinik
Pendapat Smeltzer, S.C dan Bare (2000 : 1220) manifestasi klinik dari Diabetes Mellitus antara
lain :
1. Glukosuria : adanya kadar glukosa dalam urin.
2. Poliuri : sering kencing dan diuresis osmotik.
3. Polidipsi : banyak minum akibat dari pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebih.
4. Polifagi : banyak makan akibat menurunnya simpanan kalori.
5. Penurunan berat badan secara drastis karena defisiensi insulin juga mengganggu
metabolisme protein dan lemak.
Berdasarkan Tjokroprawiro (1998 : 1) menyebutkan tanda dan gejala diabetes mellitus antara
lain :
1. Trias DM antara lain banyak minum, banyak kencing dan banyak makan.
2. Kadar glukosa darah pada > 120 mg/dl.
3. Kadar glukosa 2 jam sesudah makan > 200 mg/dl.
4. Glukosuria (adanya glukosa dalam urin)
5. Mudah lelalh, kesemutan, kulit terasa panas.
6. Rasa tebal di kulit, kram, mudah mengantuk.
7. Mata kabur, gigi mudah goyah, dan mudah lepas.
8. Kemampuan sexual menurun, impoten.
D. Patofisiologi
Defisiensi insulin terjadi sebagai akibat dari kerusakan sel beta langerhans, defisiensi insulin
tersebut akan menyebabkan peningkatan pembentukan glikogen sehingga glikogen akan
144 | m a k a l a h K M B
mengalami suatu penurunan yang mengakibatkan hiperglikemi, peningkaan kadar glukosa hepar
dan peningkatan lipolisis.
Hiperglikemi akan mengakibatkan seseorang mengalami glukosuria, yang menyebabkan
osmotik diuresis.
Osmotik diuresis akan menimbulkan sesuatu keadaan di mana ginjal tidak dapat
meningkatkan glukosa yang difiltrasi. Ginjal tidak mengikat glukosa yang difiltrasi akan
mengakibatkan cairan diikat oleh glukosa, sehingga cairan dalam tubuh akan berlebihan yang
akan dimanifestasikan dengan banyak mengeluarkan urin (poliuri).
Poliuri akan menyebabkan banyak kehilangan elektrolit dan dalam tubuh dan akibatnya
akan menimbulkan masalah kurang volume cairan, dehidrasi akan membuat seseorang banyak
minum (polidipsi).
Apabila tubuh kehilangan kalori, akan menyebabkan seseorang dalam keadaan lemah,
sehingga akan muncul permasalahan intoleransi aktifitas sedangkan keadaan polifagia akan
mengakibatkan munculnya masalah perubahan nutrisi lebih dari kebutuhan (Price, S.A. dan
Wilson, L.M., 1995 : 112).
145 | m a k a l a h K M B
D. Komplikasi
Menurut Price, S.A dan Wilson, L.M (1995 : 1117) komplikasi diabetes mellitus dapat dibagi
menjadi 2 kategori yaitu :
1. Komplikasi metabolik akut
1. Komplikasi metabolik yang serius adalah ketoasidosis diabetes yang akan mengakibatkan
kerosis terjadi pada jangka pendek.
2. Peningkatan beban ion hidrogen dan asidosis metabolik.
3. Hipolikemi
2. Komplikasi metabolik kronik
1. Makro angiopati yang mengenai pembuluh darah besar seperti pada jantung pada otak.
2. Mikro angiopati yang mengenai pembuluh darah kecil seperti retinopati diabetik, nefropati
diabetik.
3. Neuropati diabetik rentang infeksi seperti TBC, infeksi saluran kemih, ulkus pada kaki.
E. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik pada DM menurut Donges dkk (2001 : 728) antara lain :
1. Glukosa darah : meningkat 100-200 mg/dl atau lebih.
2. Aseton plasma (keton) : positif secara metabolik.
3. Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkat
4. Osmolalitas serum : meningkat tetapi biasanya kurang dari 330 mosm/lt
5. Elektrolit
1. Natrium : mungkin normal, meningkat atau menurun.
2. Kalium : normal atau peningkatan semu (perpindahan seluler selanjutnya akan menurut).
6. Haemoglobin glikosilat : kadarnya melipat 2-4 dari dari normal.
7. Gas darah arteri : biasanya menunjukkan pH rendah dan penurunan pada HCO3 (asidosis
metabolik) dengan kompensasi alkalosis respiratorik.
8. Trombosit darah, hematokrit mungkin meningkat atau (dehidrasi / leukositosis, hema
konsentrasi, merupakan respon terhadap stres atau infeksi).
9. Ureum atau kreatinin : mungkin meningkat atau normal (dehidrasi atau penurunan fungsi
ginjal).
10. Amilase darah : mungkin meningkat yang mengidentifikasikan adanya pankreatitis akut
sebagai penyebab dari DKA (Diabetik Keto Asidosis).
146 | m a k a l a h K M B
11. Insulin darah mungkin menurun bahkan sampai tidak ada (tipe I) atau normal sampai tinggi
(tipe II) yang mengidentifikasikan infusiensi insulin atau gangguan dalam penggunaannya
(endogen atau eksogen).
12. Pemeriksaan fungsi tiroid : peningkatan aktivitas hormon tiroid dapat meningkatkan glukosa
darah dan kebutuhan akan insulin.
13. Urin : gula dan aseton positif berat jenis dan osmolalitas mungkin meningkat.
14. Kultur dan sensitivitas : kemungkinan adanya infeksi pada saluran kemih, infeksi pernafasan
dan infeksi pada luka.
F. Penatalaksanaan
Menurut Smeltzer, S.C dan Bare (2001 : 1226) ada 5 komponen dalam penatalaksanaan DM
yaitu :
1. Diit
2. Latihan jasmani
3. Pemantauan
4. Terapi (jika diperlukan)
5. Pendidikan
Berdasarkan Engram, B (1998 : 535) penatalaksanaan DM yaitu :
1. Untuk DM tipe I
Insulin (karena tidak ada insulin endogen yang dihasilkan).
2. Untuk DM tipe II
Modifikasi diit, latihan dan agen hipoglikemia.
Menurut Long B.C (1996 : 81) pencegahan DM yaitu :
1. Pencegahan primer
a. Menghindari obesitas (jika perlu)
b. Pengurangan BB dengan supervisi medik merupakan fokus utama dalam pencegahan DM
tidak tergantung insulin.
2. Pencegahan sekunder yaitu dengan deteksi DM.
G. Fokus Pengkajian
Fokus pengkajian pada penyakit DM menurut Doenges, dkk (2000 : 726)
147 | m a k a l a h K M B
1. Aktifitas dan istirahat
2. Sirkulasi
3. Integritas ego
4. Eliminasi
5. Makanan atau cairan
6. Neurosensori
7. Nyeri atau kenyamanan
8. Pernafasan
9. Keamanan
10. Sexualitas
11. Penyuluha
H. Diagnosa Fokus Intervensi Keperawatan
Menurut Doenges, dkk (2000 : 729) diagnosa keperawatan dan intervensi keperawatan pada
penyakit DM adalah :
Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik, kehilangan gastrik
berlebihan : diare, muntah, masukan dibatasi, mual, kacau mental.
Kriteria hasil : Pasien dapat mendemonstrasikan hidrasi adekuat.
Intervensi :
1. Pantau tanda-tanda vital.
2. Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit dan membran mukosa.
3. Pantau masukan dan pengeluaran catat berat jenis urin.
4. Ukur berat badan tiap hari.
5. Pertahankan untuk memberikan cairan paling sedikit 2500 ml/hari.
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakcukupan
insulin, penurunan masukan oral, status hiper metabolisme.
Kriteria hasil :
a. Pasien akan mencerna jumlah kalori yang tepat.
b. Pasien menunjukkan tingkat energi biasanya.
c. Pasien akan mendemonstrasikan BB stabil.
Intervensi :
1. Timbang BB setiap hari sesuai dengan indikasi.
148 | m a k a l a h K M B
2. Tentukan program diet akan pola makan pasien.
3. Berikan makanan cair yang mengandung zak makanan dan elektrolit.
4. Identifikasi maknan yang disukai termasuk kebutuhan etnik / kultur
5. Observasi tanda-tanda hiperglikemi.
6. Lakukan pemeriksaan gula darah yang menggunakan “fingerstick”
7. Berikan pengobatan insulin secara teratur dengan metode insulin intermitten.
Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kadar glukosa tinggi, penurunan fungsi
leukosit, perubahan pada sirkulask, infeksi pernafasan yang ada sebelumnya, atau infeksi
saluran kemih.
Kriteria hasil :
a. Pasien akan mengidentifikasi intervensi untuk mencegah atau menurunkan resiko
infeksi.
b. Pasien akan mendemonstrasikan tehnik, perubahan gaya hidup untuk mencegah
infeksi.
Intervensi :
1. Observasi tanda-tanda infeksi.
2. Tingkatkan upaya pencegahan infeksi.
3. Pertahankan tehnik aseptik pada prosedur invansif
4. Pasang kateter atau lakukan perawatan genetalias.
5. Auskultasi bunyi nafas.
6. Bantu pasien untuk melakukan oral hygiene.
7. Lakukan pemeriksaan kultur dan sensitivitas sesuai dengan indikasi.
8. Berikan antibiotik yang sesuai.
Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolik, perubahan kimia
darah : insufisiensi insulin, peningkatan kebutuhan energi, status hipermetabolis atau
infensi.
Kriteria hasil :
a. Pasien mengungkapkan peningkatan tingkat energi.
b. Pasien menunjukkan perbaikan kemampuan untuk berpartisipasi dalam aktivitas.
Intervensi :
1. Diskusikan dengan pasien kebutuhan akan aktivitaas.
149 | m a k a l a h K M B
2. Berikan aktivitas alternatif periode istirahat.
3. Pantau nadi, frekuensi pernafasan dan tekanan darah sebelumnya dan sesudah aktivitas.
4. Diskusikan cara menghemat kalori.
5. Tingkatkan partisipasi pasien dalam melakukan aktivitas
10. ASKEP MYASTENIA GRAVIS
Konsep Dasar Medik
1. Definisi
Myastenia gravis merupakan gangguan yang mempengaruhi trasmisi neuromuskuler pada
otot tubuh yang kerjanya dibawah kesadaran seseorang (volunteer) . Karakteristik yang muncul
berupa kelemahan yang berlebihan dan umumnya terjadi kelelahan pada otot-otot volunter dan
hal itu dipengaruhi oleh fungsi saraf cranial (Brunner
and Suddarth 2002).
Myasthenia gravis adalah gangguan neuromuskuler yang mempengaruhi transmisi impuls
pada otot-otot volunter tubuh (Sandra M. Neffina 2002).
150 | m a k a l a h K M B
Myasthenia gravis merupakan kelemahan otot yang parah dan satu-satunya penyakit
neuromuskular dengan gabungan antara cepatnya terjadi kelelahan otot-otot volunter dan
lambatnya pemulihan (dapat memakan waktu 10-20 kali lebih lama dari normal) (Price dan
Wilson, 1995).
2. Etiologi
Kelainan primer pada Miastenia gravis dihubungkan dengan gangguan transmisi pada
neuromuscular junction, yaitu penghubung antara unsur saraf dan unsur otot. Pada ujung akson
motor neuron terdapat partikel -partikel globuler yang merupakan penimbunan asetilkolin (ACh).
Jika rangsangan motorik tiba pada ujung akson, partikel globuler pecah dan ACh dibebaskan
yang dapat memindahkan gaya sarafi yang kemudian bereaksi dengan ACh Reseptor (AChR)
pada membran postsinaptik.
Reaksi ini membuka saluran ion pada membran serat otot dan menyebabkan masuknya
kation, terutama Na, sehingga dengan demikian terjadilah kontraksi otot. Penyebab pasti
gangguan transmisi neromuskuler pada Miastenia gravis tidak diketahui. Dulu dikatakan, pada
Miastenia gravis terdapat kekurangan ACh atau kelebihan kolinesterase, tetapi menurut teori
terakhir, faktor imunologik yang berperanan.
3. Patofisiologi
Dalam kasus Myasthenia Gravis terjadi penurunan jumlah Acetyl Choline Receptor
(AChR). Kondisi ini mengakibakan Acetyl Choline(ACh) yang tetap dilepaskan dalam jumlah
normal tidak dapat mengantarkan potensial aksi menuju membran post-synaptic. Kekurangan
reseptor dan kehadiran ACh yang tetap pada jumlah normal akan mengakibatkan penurunan
jumlah serabut saraf yang diaktifkan oleh impuls tertentu. inilah yang kemudian menyebabkan
rasa sakit pada pasien.
Pengurangan jumlah AChR ini dipercaya disebabkan karena proses auto-immun di dalam
tubuh yang memproduksi anti-AChR bodies, yang dapat memblok AChR dan merusak membran
post-synaptic. Menurut Shah pada tahun 2006, anti-AChR bodies ditemukan pada 80%-90%
pasien Myasthenia Gravis. Percobaan lainnya, yaitu penyuntikan mencit dengan
Immunoglobulin G (IgG) dari pasien penderita Myasthenia Gravis dapat mengakibatkan gejala-
gejala Myasthenic pada mencit tersebut, ini menujukkan bahwa faktor immunologis memainkan
peranan penting dalam etiology penyakit ini.
151 | m a k a l a h K M B
Alasan mengapa pada penderita Myasthenia Gravis, tubuh menjadi kehilangan toleransi
terhadap AChR sampai saat ini masih belum diketahui. Sampai saat ini, Myasthenia Gravis
dianggap sebagai penyakit yang disebabkan oleh sel B, karena sel B lah yang memproduksi anti-
AChR bodies. Namun, penemuan baru menunjukkan bahwa sel T yang diproduksi oleh Thymus,
memiliki peranan penting pada patofisiologis penyakit Myasthenia Gravis. Hal ini ditunjukkan
dengan banyaknya penderita Myasthenic mengalami hiperplasia thymic dan thymoma.
4. Manifetasi Klinis
a. Kelemahan otot ekstrim dan mudah mengalami kelelahan
b. Diplobia (penglihatan ganda)
c. Ptosis (jatuhnya kelopak mata)
d. Disfonia (gangguan suara)
e. Kelemahan diafragma dan otot-otot interkosal progressif menyebabkan gawat napas.
5. Pemeriksaan Diagnostik
a. Test serum anti bodi resptor ACh yang positif pada 90% pasien.
b. Test tensilon : injeksi iv memeperbaiki respon motorik sementara dan menurunkan gejala pada
krisis miastenik untuk sementara waktu memperburuk gejala-gejala pada krisis kolinergik.
c. Test elektro fisiologis untuk menunjukan penurunan respon rangsangan saraf berulang.
d. CT dapat menunjukan hiperplasia timus yang dianggap menyebabkan respon autoimun.
6. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan diarahkan pada perbaikan fungsi melalui pemberian obat
antikolinestrase dan mengurangi serta membuang antibodi yang bersikulasi
a. Obat Anti Kolinestrase
piridostigmin bromide (mestinon), ambenonium klorida (Mytelase), neostigmin bromide
(Prostigmin). diberikan untuk meningkatkan respon otot terhadap impuls saraf dan meningkatkan
kekuatan otot, hasil diperkirakan dalam 1 jam setelah pemberian.
b. Terapi Imunosupresif
ditujukan pada penurunan pembentukan antibody antireseptor atau pembuangan antibody
secara langsung dengan pertukaran plasma. kortikostreoid menekan respon imun, menurunkan
jumlah antibody yang menghambat pertukaran plasma (plasmaferesis) menyebabkan reduksi
152 | m a k a l a h K M B
sementara dalam titer antibodi. Thimektomi (pengangkatan kalenjer thymus dengan operasi)
menyebabkan remisi subtansial, terutama pada pasien dengan tumor atau hiperlasia kalenjer
timus. kalenjer timus. kalenjer timus. kalenjer timus. kalenjer timus.
Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a) Anamnesis
Identitas klien :
Meliputi nama, alamat, umur, jenis kelamin, status
Keluhan utama :
Kelemahan otot
Riwayat kesehatan :
Diagnosa miasenia didasarkan pada riwayat dan pesentasi klinis. Riwayat kelemahan otot
setelah aktivitas dan pemulihan kekuatan pasial setelah istirahat sangatlah menunukkan
miastenia gravis, pasien mugkin mengeluh kelemahan setelah melakukan pekerjaan fisik yang
sederhana . riwayat adanya jatuhnya kelopak mata pada pandangan atas dapat menjadi
signifikan, juga bukti tentang kelemahan otot.
B1 (Breathing) :
Dispnea, resiko terjadi aspirasi dan gagal pernafasan akut
B2 (Bleeding) :
Hipotensi / hipertensi, takikardi / bradikardi
B3 (Brain) :
Kelemahan otot ektraokular yang menyebabkan palsi ocular, jatuhnya kelopak mata atau
dislopia intermien, bicara klien mungkin disatrik
B4 (Bladder) :
Menurunkan fungsi kandung kemih, retensi urine, hilangnya sensasi saat berkemih.
B5 ( Bowel) :
Kesulitan menelan-mengunyah, disfagia, kelemahan otot diafragma dan peristaltic usus
turun.
B6 (Bone) :
Gangguan aktifitas/ mobilitas fisik, kelemahan otot yang berlebihan.
153 | m a k a l a h K M B
2. Diagnosa Keperawatan
a) Ketidakefektifan pola nafas yang berhubungan dengan kelemahan otot pernafasan.
b) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan peningkatan produksi mukus
dan penurunan kemampuan batuk efektif.
c) Resiko tinggi aspirasi yang berhubungan dengan penutupan kontrol tersedak dan batuk efektif.
d) Gangguan pemenuhan nutrisi yang berhubungan dengan ketidakmampuan menelan.
e) Kerusakan mobilitas fisik yang berhubungan dengan kelemahan otot-otot volunter.
f) Gangguan aktivitas hidup sehari-hari yang berhubungan dengan kelemahan fisik umum,
keletihan.
g) Gangguan komunikasi verbal yang berhubungan dengan disfonia, gangguan pengucapan kata,
gangguan neuromuskular, kehilangan kontrol tonus otot fasial atau oral.
h) Gangguan citra diri yang berhubungan dengan adanya ptosis, ketidakmampuan komunikasi
verbal.
3. Rencana Keperawatan
Ketidakefektifan pola nafas yang berhubungan dengan kelemahan otot pernafasan
Tujuan : Dalam waktu 1 x 24 jam setelah diberikan intervensi pola pernafasan klien kembali
efektif
Kriteria Hasil : Irama, frekuensi dan kedalaman pernafasan dalam batas normal, bunyi nafas
terdengar jelas, respirator terpasang dengan optimal.
Intervensi :
1. Kaji kemampuan ventilasi
R/ : Untuk klien dengan penurunan kapasitas ventilasi perawat mengkaji frekuensi pernafasan,
kedalaman dan bunyi nafas, pantau hasil tes fungsi paru-paru (volume tidal, kapasitas vital,
kekuatan inspirasi), dengan interval yang sering dalam mendeteksi masalah paru-paru, sebelum
perubahan kadar gas darah arteri dan sebelum tampak gejala klinis.
2. Kaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan, laporkan setiap perubahan yang terjadi
R/ : dengan mengkaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan, kita dapat mengetahui
sejauh mana perubahan kondisi klien
3. Baringkan klien dalam posisi yang nyaman dalam posisi duduk
R/ : penurunan diafragma memperluas daerah dada sehingga ekspansi paru bisa maksimal.
154 | m a k a l a h K M B
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan peningkatan produksi
mukus dan penurunan kemampuan batuk efektif
Tujuan : Dalam waktu 3 x 24 jam setelah diberikan intervensi jalan nafas kembali efektif. Tujuan
utama dari intervensi adalah menghilangkan kuantitas dari viskositas sputum untuk memperbaiki
ventilasi paru-paru dan pertukaran gas.
Kriteria hasil : Dapat mendemonstrasikan batuk efektif, dapat menyatakan strategi untuk
menurunkan kekentalan sekresi, tidak ada suara nafas tambahan dan pernafasan klien normal
(16-20 x/menit) tanpa ada penggunaan otot bantu nafas.
Intervensi :
1. Kaji warna, kekentalan dan jumlah sputum
R/ : Karakteristik sputum dapat menunjukkan berat ringannya obstruktif
2. Atur posisi semifowler
R/ : Meningkatkan ekspansi dada
3. Pertahankan asupan cairan sedikitnya 2500 ml/hari kecuali tidak diindikasikan
R/ : Hidrasi yang adekuat membantu mengencerkan sekret dan mengefektifkan pembersihan
jalan nafas.
Gangguan aktivitas hidup sehari-hari yang berhubungan dengan kelemahan fisik umum,
keletihan.
Tujuan : Infeksi bronkhopulmonal dapat dikendalikan untuk menghilangkan edema inflamsi dan
memungkinkan penyembuhan aksi siliaris normal, infeksi pernafasan minor yang tidak
memberikan dampak pada individu yang memiliki paru-paru normal, dapat berbahaya bagi klien
dengan PPOM.
Kriteria hasil : frekuensi nafas 16-20 x/menit, frekuensi nadi 70-90 x/menit dan kemampuan
batuk efektif dapat optimal, tidak ada tanda peningkatan suhu tubuh.
Intervensi :
1. Kaji kemampuan klien dalam melakukan aktivitas
R/ : Menjadi data dasar dalam melakukan intervensi selanjutnya.
155 | m a k a l a h K M B
2. Atur cara beraktivitas klien sesuai kemampuan
R/ : Sasaran klien adalah memperbaiki kekuatan dan daya tahan.
3. Evaluasi kemampuan aktivitas motorik
R/ : Menilai tingkat keberhasilan dari terapi yang telah diberikan.
Gangguan komunikasi verbal yang berhubungan dengan disfonia, gangguan pengucapan
kata, gangguan neuromuskular, kehilangan kontrol tonus otot fasial atau oral.
Tujuan : klien dapat menunjukkan pengertian terhadap masalah komunikasi, mampu
mengoperasikan perasaannya, mampu menggunakan bahasa isyarat.
Kriteria hasil : terciptanya suatu komunikasi di mana kebutuhan klien dapat dipenuhi, klien
mampu merespons setiap berkomunikasi secara verbal maupun isyarat.
Intervensi :
1. Kaji kemampuan komuniksai klien
R/ : Kelemahan otot-otot bicara pada klien krisis myasthenia gravis dapat berakibat pada
komunikasi.
2. Lakukan metode komunikasi yang ideal sesuai dengan kondisi klien
R/ : Teknik untuk meningkatkan komunikasi meliputi mendengarkan klien, mengulangi apa yang
mereka coba komunikasikan denga jelas dan membuktikan yang diinformasikan, berbicara
dengan klien terhadap kedipan mata mereka dan / atau goyangan jari-jari tangan atau jari-jari
kaki untuk menjawab ya tau tidak.
3. Beri penjelasan bahwa klien di ruang ini mengalami gangguan berbicara, sediakan bel
khusus bila perlu
R/ : Untuk kenyamanan yang berhubungan dengan ketidakmampuan berkomunikasi.
Gangguan citra diri yang berhubungan dengan adanya ptosis, ketidakmampuan
komunikasi verbal.
Tujuan : citra diri klien meningkat
Kriteria hasil : mampu menyatakan atau mengomunkasikan dengan orang terdekat tentang situasi
dan perubahan yang sedang terjadi, mampu menyatakan penerimaan diri terhadap situasi,
mengakui dan menggabungkan perubahan ke dalam konsep diri dengan cara yang akurat tanpa
harga diri yang negatif.
156 | m a k a l a h K M B
Intervensi :
1. Kaji perubahan dari gangguan persepsi dan hubungkan dengan derajat ketidalmampuan
R/ : Menentukan bantuan individual dalam menyususn rencana perawatan atau pemilihan
intervensi.
2. Identifikasi arti dari kehilangan atau disfungsi pada klien
R/ : Beberapa klien dapat menerima dan mengatur perubahan fungsi secara efektif dengan sedikit
penyesuaian diri, sedangkan yang lain mempunyai kesulitan membandingkan mengenal dan
mengatur kekurangan.
3. Catat ketika klien menyatakan terpengaruh seperti sekarat atau mengingkari dan menyatakan
inilah kematian
R/ : mendukung penolakan terhadap bagan tubuh atau perasaan negatif terhadap gambaran tubuh
dan kemampuan yang nerupakan kebutuhan dan intervensi serta dukungan emosional.
11. ASUHAN KEPERAWATAN ENCEPHALITIS
DEFINISI
Ensefalitis adalah infeksi yang mengenai CNS yang disebabkan oleh virus atau mikro
organisme lain yang non purulent. (Rahman M, 1998).
Ensefalitis adalah infeksi jaringan otak oleh berbagai macam mikroorganisme. (Purnawan
junadi, 1982).
Ensefalitis adalah infeksi jaringan otak oleh berbagai macam mikroorganisme. Pada
ensefalitis terjadi peradangan jaringan otak yang dapat mengenai selaput pembungkus otak dan
medula spinalis.(hasan, 1997).
157 | m a k a l a h K M B
KLASIFIKASI
Klasifikasi menurut Soedarmo dkk, (2008) adalah:
1) Ensefalitis fatal yang biasanya didahului oleh viremia dan perkembang biakan virus
ekstraneural yang hebat
2) Ensefalitis subklinis yang biasanya didahului viremia ringan, infeksi otak lambat dan
kerusakan otak ringan
3) Infeksi asimptomatik yang ditandai oleh hmpir tidak adanya viremia, sangat terbatasnya
replikasi ekstraneural
4) Infeksi persisten.
Meskipun Indonesia secara klinis dikenal banyak kasus encephalitis tetapi baru Japanese
B encepalitis yang ditemukan (Soedarmo dkk,2008).
ANATOMI DAN FISIOLOGI SISTEM PERSYARAFAN
a) Pengertian
Menurut Setiadi, (2007) sistem syaraf adalah salah satu organ yang berfungsi untuk
menyelenggarakan kerja sama yang rapih dalam organisasi dan koordinasi kegiatan tubuh.
Dengan pertolongan syaraf kita dapat mengisap suatu rangsangan dari luar pengndalian pekerja
otot.
b) Sel sel pada sistem syaraf
1) Neuron
Unit fungsional sistem syaraf yang terdiri dari : Badan Sel, yaitu bagian yang mengendalikan
metabolisme keseluruhan neuron. Sedangakan Akson adalah suatu prosesus tunggal, yang lebih
tipis dan lebih panjang dari dendrit. Bagian ini mengahantarkan impuls menjauhi badan sel ke
neuron lain, ke sel lain atau ke ke badan sel neuron yang menjadi asal akson ( arah menuju ke
luar sel ). Maka, Semua akson dalam sistem syaraf perifer di bungkus oleh lapisan schwann
( neurolema ) yang di hasilkan oleh sel – sel schwann. Kemudian mielin berfungsi sebagai
insulator listrik dan mempercepat hantaran impuls syaraf. Sedangkan Dendrit adalah Perpanjang
158 | m a k a l a h K M B
sitoplasma yang biasanya berganda dan pendek yang berfungsi sebagai penghantar impuls ke sel
tubuh.
2) Neuroglial
Sel penunjang tambahan pada susunan syaraf pusat yang berfungsi sebagai jaringan ikat
yang mensuport sel dan nervous sistem.
3) Sistam komunikasi sel
Rangsangan ini di sebut stimulus, sedangkan yang di hasilkan dinamakan respon. Alat
penghantar stimulus yang berfungsi menerima rangsangan disebut reseptor,sedangkan yang
menjawab stimulus di sebut efektor seperti otot,sel , kelenjar atau sebagainya.
c) Sistem Syaraf Pusat
1) Perkembangan Otak
Otak terletak dalam rongga kranium (tengkorak) berkembang dari sebuah tabung yang mulanya
memperlihatkan tiga gejala pembesaran otak awal,yaitu:
a) Otak depan menjadi hamisfer serebri, korpus striatum, talamus, serta hipotalamus.
Fungsinya menerima dan mengintegrasikan informasi mengenai kesadaran dan emosi.
b) Otak tengah,mengkoordinir otot yang berhubungan dengan penglihatan dan
pendengaran. Otak ini menjadi tegmentum, krus serebrium, korpus kuadriigeminus.
c) Otak belakang ( pons ), bagian otak yang menonjol kebnyakan tersusun dari lapisan
fiber ( berserat ) dan termasuk sel yang terlibat dalam pengontrolan pernafasan. Otak
belakang ini menjadi :
Pons vorali, membantu meneruskan informasi. Medula oblongata, mengendalikan fungsi
otomatis organ dalam( internal ). Serebelum, mengkoordinasikan pergerakan dasar.
2) Pelindung Otak
(a) Kulit kepala dan rambut
(b) Tulang tengkorak dan columna vetebral
(c) Meningen ( selaput otak )
3) Bagian – bagian Otak
a) Hemifer cerebral ( otak besar )di bagi menjadi 4 lobus, yaitu :
159 | m a k a l a h K M B
(1) Lobus frontalis, menstimuli pergerakan otot, yang bertanggung jawab untuk proses
berfikir
(2) Lobus parietalis, merupakan area sensoris dari otak yang merupakan sensasi
perabaan, tekanan, dan sedkit menerima perubahan temperatur.
(3) Lobus occipitallis, mengandung area visual yang menerima sensasi dari mata.
(4) Lobus temporalis, mengandung area auditory yang menerima sensasi dari telinga.
Area khusus otak besar (cerebrum ) adalah :
Somatic sensory area yang menerima impuls dari reseptor sensory tubuh. Primary motor
area yang mengirim impuls ke otot skeletal broca’s area yang terliabat dalam kemampuan bicara.
Cerebelum ( otak kecil )
Fungsi cerebelum mengmbalikan tonus otot di luar kesadaran yang merupakan suatu
mekanisme syaraf yang berpengaruh dalam pengaturan dan pengendalian terhadap :
(1)Perubahan ketegangan dalam otot untuk mempertahankan keseimbangan dan sikap tubuh,
(2)Terjadinya kontraksi dengan lancar dan teratur pada pergerakan di bawah pengendalian
kemauan dan mempunyai aspek keterampilan.
Ada tiga jens kelompok syaraf yang di bentuk oleh syaraf cerebrospinalis yaitu:
(a)Syaraf sensorik, ( syaraf afferen ), yaitu membawa impuls dari otak dan medulla spinalis ke
perifer.
(b) Syaraf motorik ( syaraf efferen ), menghantarkan impuls dari otak dan medulla spinalis ke
perifer.
(c)Syaraf campuran, yang mengandung serabut motorik dan sensorik, sehingga dapat mengantar
impuls dalam dua jurusan.
4) Medulla Spinallis
Disebut juga sumsum tulang belakang. Yang terlindung di dalam tulang belakang dan berfungsi
untuk mengadakan komunikasi anatara otak dan semua bagian tubuh serta berperan dalam :
gerak reflek, berisi pusat pengontrolan yang penting, heart rate contol atau denyut jantung,
pengaturan tekanan darah, pernafasan, menelan, muntah.
d) Susunan Syaraf Perifer
160 | m a k a l a h K M B
Sistem syaraf perifer menyampaikan informasi antara jaringan dan saraf pusat ( CNS )
dengan cara membawa signals dari syaraf pusat ke CNS. Susunan syaraf terbagi menjadi 2, yaitu
:
1) Susunan syaraf somatic
Susunan syaraf yang memiliki peranan yang spesifik untuk mengatur aktivitas otot sadar
atau serat lintang, jadi syraf ini melakuakan sistem pergerakan otot yang di sengaja atau tanpa
sengaja
2) Susunan syaraf otonom
Susunan syaraf yang mempunyai peranan penting mempengaruhi pekerjaan otot sadar
atau serat lntang, dengan membawa informasi ke otot halus atau otot jantung yang dilakuakan
otomatis.Menurut fungsinya susunan syaraf otonom terdiri dari dua bagian yaitu:
(a) Susunan syaraf simpatis
(b) Susunan syaraf para simpatis( Setiadi,2007).
Etiologi
Berbagai macam mikroorganisme dapat menyebabkan ensefalitis, misalnya bakteri
protozoa, cacing, jamur, spiroxhaeta dan virus. Penyebab terpenting dan paling sering adalah
virus. Infeksi dapat terjadi karena virus langsung ke otak atau reaksi radang akut karena infeksi
sistemik atau vaksinasi terdahulu.
Macam-macam ensefalitis virus menurut Robin :
Infeksi virus yang bersifat epidemik
Infeksi virus yang bersifat sporadik
Ensefalitis pasca infeksio, pasca morbili, dan pasca varisela.
Patogenesis
Virus masuk ke tubuh pasien melalui kulit, saluran nafas dan saluran cerna. Setelah
masuk ke dalam tubuh, virus akan menyebar ke seluruh tubuh dengan beberapa cara :
Setempat virus alirannya terbatas menginfeksi selaput lendir permukaan atau organ tertentu.
Penyebaran hematogen primer, yaitu virus masuk ke dalam darah menyebar ke organ dan
berkembang biak di organ tersebut.
161 | m a k a l a h K M B
Penyebaran melalui saraf-saraf, yaitu virus berkembang biak di permukaan selaput lendir
dan menyebar melalui sistem saraf.
Masa prodromal berlangsung selama 1-4 hari ditandai dengan demam, sakit kepala,
pusing, muntah, nyeri tenggorokan, malaise, nyeri ekstremitas dan pucat, gejala lainnya berupa
gelisah, perubahanperilaku, gangguan kesadaran dan kejang.
Tanda dan gejala ensefalitis
Meskipun penyebabnya berbeda-beda, gejala klinis ensefalitis lebih kurang sama dan
khas, sehingga dapat digunakan sebagai kriteria diagnosis. Secara umum,gejala berupa trias
ensepalitis yang terdiri dari demam, kejang dan kesadaran menurun, sakit kepala, kadang disertai
kaku kuduk apabila infeksi mengenai meningen,dapat terjadi gangguan pendengaran dan
penglihatan. (Mansjoer,2000).
Adapun tanda dan gejala ensefalitis sebagai berikut :
1. Suhu yang mendadak naik,seringkali ditemukan hiperpireksia
2. Kesadaran dengan cepat menurun
3. Muntah
4. Kejang- kejang yang dapat bersifat umum, fokal atau twiching saja (kejang-kejang di muka)
5. Gejala-gejala serebrum lain, yang dapat timbul sendiri-sendiri atau bersama-sama, misal
paresis atau paralisis, afasia, dan sebagainya (hassan,1997).
Inti dari sindrom ensefalitis adalah adanya demam akut, demam kombinasi tanda dan
gejala : kejang, delirium, bingung, stupor atau koma, aphasia hemiparesis dengan asimetri refleks
tendon dan tanda babinski, gerakan infolunter, ataxia, nystagmus, kelemahan otot-otot wajah.
Pemeriksaan Pemeriksaan penunjang :
Secara klinik dapat di diagnosis dengan menemukan gejala klinik tersebut diatas:
1. Biakan : dari darah : viremia berlangsung hanya sebentar saja sehingga sukar untuk
mendapatkan hasil yang positif. Dari likuor atau jaringan otak. Akan dapat gambaran jenis
kuman dan sensitivitas terhadap antibiotika.
2. Pemeriksaan serologis : uji fiksasi komplemen, uji inhibisi henaglutinasi dan uji teutralisasi.
Pada pemeriksaan serologis dapat diketahui reaksi antibodi tubuh, IgM dapat dijumpai pada awal
gejala penyakit timbul.
3. Pemeriksaan darah : terjadi peningkatan leukosit.
162 | m a k a l a h K M B
4. Fungsi lumbal likuor serebospinalis sering dalam batas normal. Kadang- kadang ditemukan
sedikit peningkatan jumlah sel, kadar protein atau glukosa.
5. EEG / Electroencephalography EEG sering menunjukan aktivitas listrik yang merendah
sesuai dengan kesadaran yang menurun, adanya kejang,koma,tumor,infeksi sistem saraf, bekuan
darah, abses, jaringan parut otak, dapat menyebabkan aktivitas listrik berbeda dari pola normal
irama dan kecepatan. (Smeltzer,2002).
6. CT Scan, pemeriksaan CT Scan otak sering kali di dapat hasil normal, tetapi bisa juga
didapat hasil edema diffuse.
Penatalaksanaan
Obat-obat antikonvulsif untuk memberantas kejang segera diberikan secara intramusuler
atau intravena tergantung pada kebutuhan, misalnya luminal atau valium. ‘’Intravenous fluid
drip’’ langsung dipasang. Cairan bergantung pada anak.
a. Isolasi : isolasi bertujuan untuk mengurangi stimuli atau rangsangan dari luar dan sebagai
tindakan pencegahan.
b. Terapi antimikroba, sesuai hasil kultur obat yang mungkin di anjurkan oleh dokter:
Ampicilin :200mg/kg BB/24 Jam, dibagi 4 dosis.
Kemicetin : 100 mg/kg bb/24 jam dibagi 4 dosis.
Bila ensefalitis disebabkan oleh virus (HSV). Acyclovir diberikan secara intravena dengan
dosis 30 mg/kg bb per hari, dan dilanjutkan selama 10-14 hari untuk mencegah kekambuhan.
c. Mengurangi meningkatnya tekanan intracranial.
d. Mengontrol kejang, obat anti konfulsif diberikan segera untuk memberantas kejang.obat
yang diberikan adalah valium dan atau luminal. Dan valium dapat diberikan dengan dosis 0,3 –
0,5 mg/kg bb/ kali.
e. Mempertahankan ventilasi, berdasarkan jalan nafas, berikan O2 sesuai kebutuhan
(2-3menit).
f. Mengontrol perubahan suhu lingkungan.
Komplikasi
Angka kematian untuk ensefalitis ini masih tinggi, berkisar antara 35-50 %, dari pada
penderita yangb hidup 20-40 % mempunyai komplikasi atau gejala sisa berupa paralitis.
163 | m a k a l a h K M B
Gangguan penglihatan atau gejala neurologik yang lain. Penderita yang sembuh tanpa kelainan
neurologik yang nyata,dalam perkembangan selanjutnya masih mungkin menderita retardasi
mental, gangguan tingkah laku dan epilepsi.
Penkes
Penatalaksanaan kejang dan demam :
Memberikan kompres hangat jika klien demam.
Menganjurkan atau memberikan banyak minum saat badan klien panas
KONSEP ASKEP
Pengkajian
IDENTITAS DIRI KLEN
Nama klien, tanggal lahir, umur, jenis kelamin, agama, bangsa, bahasa, pendidikan,
pekerjaan, status pernikahan,alamat / no telp, tgl masukrmh sakit, no register,dx medis, sumber
informasi, tanggal pengkajian.
RIWAYAT KESEHATAN SEKARANG
a. Alasan masuk : hal yang mendorong klien mencari pertolongan tenaga kesehatan
b. Keluhan utama : Panas badan meningkat kurang lebih 1-4 hari, kejang, kesadaran menurun,
Gelisah ,muntah-muntah , sakit kepala. Dan perkembangan penyakit saat ini dan sekarang (here
and now) yang masih dirasakan harus menggambarkan kriteria PQRST.
c. Upaya dan terapi yang telah di lakukan untuk mengatasinya :
III. RIWAYAT KESEHATAN YANG LALU
Klien sebelumnya menderita batuk , pilek kurang lebih 1-4 hari, pernah menderita penyakit
Herpes, penyakit infeksi pada hidung,telinga dan tenggorokan.
IV. RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA
Genogram tiga generasi, Identifikasi penyakit yang pernah di derita / sedang di derita
keluarga, riwayat penyakit keturunan, penyakit ensefalitis yang diderita keluarga.
V. RIWAYAT PSIKOSOSIAL
164 | m a k a l a h K M B
Pola peran berhubungan dengan keluarga baik dan tidak ada masalah.
VI. PEMENUHAN KEBUTUHAN DASAR
A. Nutrisi & Cairan
Pemenuhan Nutrisi Biasanya klien dengan gizi kurang asupan makana dan cairan dalam
jumlah kurang dari kebutuhan tubuh. Pada pasien dengan Ensefalitis biasanya ditandai Dengan
adanya mual, muntah, kepalah pusing, kelelahan. Status Gizi yang berhubungan dengan keadaan
tubuh. Postur tubuh biasanya kurus ,rambut merah karena kekurangan vitamin A, berat badan
kurang dari normal
B. Eliminasi:
Kebiasaan Defekasi sehari-hari Biasanya pada pasien Ensefalitis karena pasien tidak
dapat melakukan mobilisasi maka dapat terjadi obstipasi. Kebiasaan Miksi sehari-hari
Biasanya pada pasien Ensefalitis kebiasaan mictie normal frekuensi normal.
Jika kebutuhan cairan terpenuhi. Jika terjadi gangguan kebutuhan cairan maka produksi irine
akan menurun, konsentrasi urine pekat.
C. Istirahat/Tidur
Biasanya pola tidur dan istirahat pada pasien Ensefalitis biasanya tidak dapat dievaluasi
karena pasien sering mengalami apatis sampai koma.
D. Personal Higiene
Dapat di temukan berbagai kesulitan untuk melaksanakan aktivitas perawatan diri dan dapat
menimbulkan ketergantungan.
E. Pola Aktifitas
a. Aktivitas sehari-hari : klien biasanya terjadi gangguan, karena Ensefalitis dengan gizi buruk
mengalami kelemahan.
b. Kebutuhan gerak dan latihan : bila terjadi kelemahan maka latihan gerak dilakukan latihan
positif.
c. Upaya pergerakan sendi : bila terjadi atropi otot pada gizi buruk maka dilakukan latihan pasif
sesuai ROM (range of motion)
d. Kekuatan otot berkurang karena Ensefalitis dengan gizi buruk .
e. Kesulitan yang dihadapi bila terjadi komplikasi ke jantung ,ginjal ,mudah terkena infeksi
berat,aktifitas turun ,Hb turun ,punurunan kadar albumin serum, gangguan pertumbuhan.
F. Seksualitas
165 | m a k a l a h K M B
Dapat menyebabkan masalah pada klien dalam berhubungan dengan pasangannya. Dapat terjadi
perubahan pola pola seksualitas yang membutuhkan konsultasi/konseling lebih lanjut.
G. Spiritualitas
Dapat terjadi gangguan dalam melaksanakan ibadah rutin yang biasa klien lakukan berhubungan
dengan keterbatasan gerak dan nyeri yang dapat mempengaruhi kegiatan ibadah rutin yang biasa
di lakukan klien sehari-hari.
H. Sosial
Faktor menderita ensefalitis, dapat menyebabkan kerusakan interaksi social klien dengan
keluarga atau orang lain : perubahan peran ; isolasi diri.
Pemeriksaan fisik
Tingkat kesadaran : Adanya penurunan tingkat kesadaran.
GCS : Eye respon: … Motorik respon: … Verbal respon: …
Keadaan umum : Sakit
Kulit : Saat diraba kulit terasa agak panas
Ttv : Terjadi peningkatan sistol tekanan darah, penurunan
nadi bradikardia, peningkatan frekuensi pernafasan.
Kepala : Wajah tampak lesu, pucat, sakit kepala, varestesia,
Terasa kaku pada semua persyarafan yang terkena,
kehilangan sensasi(kerusakan pada asaraf kranial).
Mata : Gangguan pada penglihatan, seperti diplopia, menguji
penglihatan, ukuran pupil, reaksi terhadap sinar dan
ketidaknormalan pergerakan mata.
Telinga : Ketulian atau mungkin hipersensitif terhadap
kebisingan.
Hidung : Adanya gangguan penciuman
Mulut dan gigi : Membran mukosa kering, lidah terlihat bintik putih
dan Kotor.
Leher : Terjadi kaku kuduk dan terasa lemas.
Dada : Adanya riwayat kardiopatologi seperti endokarditis,
beberapa penyakit jantung kongenital.
Abdomen : Biasanya klien mual dan muntah.
166 | m a k a l a h K M B
Genetalia, rectum dan abdomen : Tidak ada kelainan.
Eksremitas atas dan bawah : Tidak ada kekuatan otot dan teraba dingin.
BB Dan TB : Penurunan berat badan akibat penurunan nafsu
makan dan tinggi badan di kaji sesuai usia.
Pemeriksaan laboratorium
Gambaran cairan serebrospinal dapat dipertimbangkan meskipun tidak begitu membantu.
Biasanya berwarna jernih ,jumlah sel 50-200 dengan dominasi limfasit. Kadar protein kadang-
kadang meningkat, sedangkan glukosa masih dalam batas normal.
Gambaran EEG memperlihatkan proses inflamasi difus (aktifitas lambat bilateral).Bila
terdapat tanda klinis flokal yang ditunjang dengan gambaran EEG atau CT scan dapat dilakukan
biopal otak di daerah yang bersangkutan. Bila tidak ada tanda klinis flokal, biopsy dapat
dilakukan pada daerah lobus temporalis yang biasanya menjadi predileksi virus Herpes Simplex.
Diagnosa Keperawatan
1. Resiko tinggi infeksi b/d daya tahan terhadap infeksi turun.
2. Resiko tinggi perubahan perpusi jaringan b/d Hepofalemia, anemia.
3. Resiko tinggi terhadap trauma b/d aktivitas kejang fokal.
4. Nyeri b/d adanya proses infeksi yang ditandai dengan anak menangis, gelisah.
5. Gangguan mobilitas b/d penurunan kekuatan otot yang ditandai dengan ROM terbatas.
6. Gangguan sensorik motorik (penglihatan, pendengaran, gaya bicara) b/d kerusakan susunan
saraf pusat.
7. Ansietas b/d ancaman kematian/ perubahan dalam status kesehatan.
8. Kurang pengetahuan b/d keterbatasan kognitif.
12. HEAD ENJURY
KONSEP DASAR
Pengertian Cedera Kepala
Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai atau
tanpa disertai perdarahan interstisial dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya kontinuitas
otak (Tarwoto,dkk,2007:125).
167 | m a k a l a h K M B
Cedera kepala adalah cedera yang meliputi trauma kulit kepala, tengkorak dan otak.
Cedera kepala paling sering dan penyakit neurologik yang serius diantara penyakit neurologik
dan merupakan proporsi epidemic sebagai hasil kecelakaan jalan raya (Smeltzer & Bare 2001).
Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama pada
kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas (Arif
Mansjoer,dkk,2000:3).
Cedera kepala merupakan proses dimana terjadi trauma langsung atau deselerasi
terhadap kepala yang menyebabkan kerusakan tengkorak dan otak (Pierce A. Grace,2007:91).
Trauma atau cedera kepala juga dikenal sebagai cedera otak adalah gangguan fungsi
normal otak karena trauma baik trauma tumpul maupun trauma tajam (Fransisca B.
Batticaca,2008:96).
ETIOLOGI
Cedera kepala dapat disebabkan:
1) Kecelakaan lalu lintas
2) Terjatuh
3) Kecelakaan industri
4) Kecelakaan olahraga
5) Luka pada persalinan
KOMPLIKASI LAIN SETELAH TRAUMATIC
Berupa:
1) Infeksi sistemik
Seperti: Pneumonia, Infeksi saluran kemih, Septikemia.
2) Infeksi bedah neuro
Seperti: Infeksi luka, Osteomielitis, Meningitis, Ventikulitis, Abses otak.
3) Osifikasi heterotrofik
168 | m a k a l a h K M B
Seperti: Nyeri tulang pada sendi-sendi yang penunjang berat badan.
( Sumber: Brunner dan Suddart,2002:2215 )
PENATALAKSANAAN
Pasien dengan trauma kepala berat sering mengalami gangguan pernapasan, syock
hipovolemik, gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit, tekanan intracranial yang tinggi,
kejang-kejang, gangguan kardiovaskuler. Perlu mendapat penanganan yang tepat.
a. Pengelolaan Pernapasan
Pasien harus ditempatkan dalam posisi miring atau seperti posisi koma, periksa mulut
keluarkan gigi palsu bila ada, jika banyak ludah atau lendir lakukan penghisapan dan
bersihkan sisa muntahan bila ada. Lakukan hiperoksigenasi sebelum, selama dan sesudah
penghisapan. Hindari fleksi leher yang berlebihan karena bias mengakibatkan terganggunya
jalan napas atau peningkatan TIIK. Pasang Tuba orotrakeal. Trakesotomi dilakukan bila lesi
didaerah mulut atau faring parah.
Perawat harus mengkaji frekuensi dan upaya pernapasan pasien, warna kulit, bunyi
pernapasan ekspansi dada. Bila terdapat gangguan, gas darah arteri harus diukur
mengevaluasi efektifitas ventilasi. Bila pasien gelisah dan melawan bantuan respirasi, perlu
diberikan penenang diazepam. Posisi pasien harus selalu diubah setiap 3 jam dan lakukan
fisioterapi dada 2 kali sehari.
b. Gangguan Mobilitas Fisik
Pasca cidera posisi harus dibentuk segera. Posisi yang benar akan membantu menghambat
tonus abnormal dan memungkinkan penanganan yang lebih mudah oleh terapis fisik dan okupasi
serta perawat yang membantu pasien mempertahankan rentang gerak penuh. Posisi tubuh yang
umu pasca cidera kepala adalah opistotonus perawatan harus dilakukan dengan tujuan untuk
menghentikan pola refleksif dan penurunan tonus otot abnormal. Perawat harus menghindarkan
terjadinya kontraktur dengan melakukan ROM pasif dengan meregangkan otot dan
mempertahankan mobilitas fisik. Perawat harus menggerakan setiap sendi sesuai rentang gerak
normalnya. Lakukan waktu memandikan pasien.
c. Kerusakan Kulit
Dengan hilangnya fungsi motorik, klien sangat rentan terjadinya kerusakan kulit, pasien
tidak sadar atau pasien yang immobilitas adanya penekanan, kelembaban, gesekan,
169 | m a k a l a h K M B
danpenurunan sensasi. Satu-satunya cara menghindari gangguan intregritas kulit adalah
hilangkan penekanan. Dan intervensi yang paling efektif adalah mobilitas.
d. Masalah Hidrasi
Pada klien cidera kepala terjadi konstriksi arteri-arteri renalis sehingga pembentukan urine
berkurang dan garam ditahan didalam tubuh akibat peningkatan tonus ortosimpatik. Pengukuran
masukan dan haluran cairan yang akurat dan evaluasi terhadap perubahan berat badan dari hari
kehari sangat penting pada pengkajian keseimbangan cairan. Pada dua hari pertama masukan
cairan sebaiknya dibatasi 1 L/24 jam, hari ketiga keempat 1,5 L dan seterusnya 2 L/24 jam. Bila
diberikan terapi koertikosteroid, diuretic atau cairan hiperosmolar, jumlah cairan disesuaikan.
Cairan yang diberikan ialah campuran Glukosa 5% dan NaCl 0,4%. Perawat juga harus mengkaji
kulit klien dan membrane mukosa terhadap kekeringan dan pecah-pecah, yang mencetuskan
timbulnya cidera lanjut. Evaluasi terhadap perubahan kardiovaskuler secara ketat terutama
dengan mengukur tanda-tanda vital, tekanan vena sentral serta curah jantung.
e. Nutrisi pada trauma Otak Berat
Nutrisi pada klien trauma otak memerlukan jumlah kalori 2 kali lipat dengan
meningkatnya aktivitas system saraf ortosimpatik yang tampak pada hipertensi dan takikardi.
Kegelisaan dan tonus otot yang meningkat menambah kebutuhan kalori. Bila ebutuhan kalori ini
tidak dipenuhi maka jaringan tubuh dan lemak akan diurai, penyembuhan luka akan lebih lama,
timbul dekubitus, daya tahan tubuh menurun. Sebelum nutrisi diberikan kemampuan menelan
gunakan sonde untuk memasukan nutrisi. Evaluasi juga penutupan bibir dan gerakan lidah,
bicara ngorok yang menandakan penurunan otot orofaringeal. Selain itu pertimbangan lain
sebelum memberikan makanan peroral adalah status pernapasan dan kekuatan batuk.
f. Masalah Eliminasi
Pemantauan eliminasi usus dan fasilitas defekasi normal adalah tanggung jawab
keperawatan. Pada fase akut perawatan cidera otak, tanggung lainnya diprioritaskan seperti
pencegahan peningkatan TIK. Mekanisme normal dari pengosongan usus secara dasar oleh
aktivitas refleks pada tingkat medulla spinalis. Pada cidera otak, control volunteer pada
perangsangan dan penghambatan refleks terganggu. Rangsang dengan jari untuk menimbulkan
refleks ditingkat medulla. Ini dapat dilakukan dengan jari bersarung tangan, enema volume kecil
atau iritan kimia seperti biosaodil (dukolak), supositorio. Selain masalah defekasi yang
diperhatikan juga hádala masalah eliminasi urine. Pada fase akut kateter bisa menjadi sumber
170 | m a k a l a h K M B
infeksi. Latihan Bandung kemih bisa dimulai dengan kateter intermitten, frekuensi berkemih atau
sistostomi suprapubik indwelling yang memberikan infeksi lebih sedikit.
g. Masalah Komunikasi
1) Disfasia
Ketika berkomunikasi dengan pasien disfasia, yang paling baik adalah dengan menggunakan
bahasa yang sederhana dengan gerakan tangan dan isyarat lingkungan. Menunjukkan objek, nada
suara, ekspresi wajah. Waktu dalam sehari, dan rutinitas rumah sakit berperan terhadap
pemahaman klien gunakan kalimat pendek, nada suara normal karena klien tidak tuli, klien
hanya mengalami kesulitan memahami arti apa yang didengar.
2) Disartia
Sekelompok gangguan wicara yang diakibatkan dari gangguan control otot mekanik bicara,
kerusakan pada saraf pusat.
3) Apraksia
Ketidakmampuan untuk melakukan, meminta, gerakan kompleks atau trampil oleh karena
kelemahan otot, deficit sensori, kurang pemahaman. Dibagi apxaksia idesional, idemotor, oral.
Ciri utama apraksia adalah ketidakmampuan mengikuti perintah, tapi mampu melakukan secara
spontan. Perawatan dilakukan ara menghindari perintah, biarkan klien melakukan dengan
spontan. Hindari perintah minum tapi berikan gelas, biarkan reflek minum bekerja.
h. Obat-obatan yang sering digunakan
1) Manitol IV dengan dosis awal 1 g/kg BB, evaluasi 15-20 menit, bila belum ada perbaikan
tambahkan dosis 0,25 g/kg BB. Hati-hati terhadap kerusakan ginjal.
2) Steroid digunakan untuk mengurangi edema otak.
3) Natrium bikarbonat, untuk mencegah terjadinya asidosis.
4) Antikonvulsan, masih bersifat controversial. Tujuan pemberian untuk profilaksis kejang.
5) Terapi koma, merupakan langkah terakhir untuk mengendalikan TIK secara, konservatif.
Terapi ini menurunkan metabolisme otak, mengurangi edema, dan menurunkan TIK. Biasanya
dilakukan 24-48 jam.
6) Antipiretik, demam akan memperburuk keadaan karena akan meningkatkan metabolisme
dan dapat terjadi dehidrasi, kerusakan otak. Jika penyebab infeksi tambahkan Antibiotik.
7) Sedasi, gaduh gelisah merupakan gejala yang sering ditemukan pada penderita cidera otak
dan dapat meningkatkan tekanan intracranial. Lorazepam (Ativan) 1-2 mg IV/IM dapat diberikan
171 | m a k a l a h K M B
dan dapat diulang pemberiannya dalam 2-4 jam. Kerugian pemberian sedasi ini adalah kita tidak
dapat memantau kesadaran penderita.
8) Antasida AH2, untuk mencegah perdarahan GIT: Simetidin, Ranitidin, Famotidin.
9) Furosemid, adakalanya diberikan bersama dengan obat anti edema lain. Dosis 1 mg/k BB
IV dapat iulang tiap 6-12 jam.
g. Penatalaksanaan trauma kepala yang memerlukan tindakan bedah saraf
Penatalaksanaan trauma kepala yang memerlukan tindakan bedah saraf, merupakan proses yang
terdiri dari serangkaian tahapan yang saling berkaitan satu sama laian dalam mengambil
keputusan dalam melakukan tindakan pembedahan antara lain adalah sebagai berikut
Tahap 1
a) Penilaian awal pertologan pertama, dengan memprioritaskan penilaian yaitu :
(1) Airway : Jalan Nafas
(a) Memberikan jalan dari sumbatan lendir, muntahan, benda asing
(b) Bila perlu dipasang endotrakeal
(2) Breathing : Pernapasan
Bila pola pernapasan terganggu dilakukan nafas buatan atau ventilasi dengan respirator
(3) Circulation : Perearan darah
(a) Mengalami hipovelemik syok
(b) Infus dengan cairan kristaloid
(c) Ringer lactat, Nac 10,9%, D5%, 45 salin
(4) Periksa adanya kemungkinan adanya perdarahan
(a) Tentukan hal berikut : lamanya tak sadar, lamanya amnesia post trauma, sebab cedera, nyeri
kepala, muntah.
(b) Pemeriksaan fisik umum dan neurologist
(c) Monitor EKG
b) Diagnosis dari pemeriksaan laboratorium dan foto penunjang telah dijelaskan didepan
c) Indikasi konsul beda saraf :
(1) Coma berlangsung > 6 jam
(2) Penurunan kesadaran (gg neurologos progresif)
(3) Adanya tanda-tanda neorologist fokal, sudah ada sejak
terjadi cedera kepala
172 | m a k a l a h K M B
(4) Kejang lokal atau umum post trauma
(5) Perdarahan intra cranial
Tahap II : Observasi perjalanan klinis dan perawatan supportif
Tahap III
a) lndikasi pembedahan
(1) Perlukaan pada kulit kepala.
(2) Fraktur tulang kepala
(3) Hematoma intracranial.
(4) Kontusio jaringan otak yang mempunyai diameter > 1 cm dan atau
laserasi otak
(5) Subdural higroma
(6) Kebocoran cairan serebros pinal
b) Kontra indikasi
(1) Adanya tanda renjatan/shock, bukan karena trauma tapi karena sebab lain missal:
rupture alat viscera (rupture hepar, lien, ginjal), fraktur berat pada ekstremitas.
(2) Trauma kepala dengan pupil sudah dilatasi maksimal dan reaksi cahaya negative,
denyut nadi dan respirasi irregular.
c ) Tujuan pembedahan
( l ) Mengeluarkan bekuan darah dan jaringan otak yang nekrose
(2) Mengangkat tulang yang menekan jaringan otak
(3) Mengurangi tekanan intracranial
(4 ) Mengontrol perdarahan
(5) Menutup/memperbaiki durameter yang rusak
(6) Menutup defek pada kulit kepala untuk mencegah infreksi atau kepentingan kosmetik.
d) Persiapan pembedahan
(1) Mempertahankan jalan naf as agar tetap bebas
(2) Pasang infuse
(3) Observasi tanda-tanda vital
(4) Pemeriksaan laboratorium
(5) Pemberian antibiotik profilaksi
(6) Pasnng NGT, DC
173 | m a k a l a h K M B
(7) Therapy untuk menurunkan TIK, dan anti konvulsan
Tahap IV:
a) Pembedahan Spesifik
(1) Perlukaan pada kulit prinsipnya dilakukan "debridemen" Pada lesi desak
ruang intrakranial traumatic pada prinsipnya dilakukan kraniotomi yang cukup luasnya.
(2) Pada hematom Epipidual biasanya dilakukan
(a) Trepansi
(b) Kraniotomi yang diperluas dengan kraniektomi
Bila diagnosa dengan CT scan yang menunjukkan lesi dengan jelas, cukup dengan kraniotomi
yang terbatas. Pada epidural hematom yang lebih tebal < 1,5-1 cm, belum perlu tindakan operasi.
(3) Pada Hematom Subdural
Pada Hematom Subrudal akut senantiasa diperlukan kraniotomi yang luas. Tindakan kraniektomi
atau membuat lubang bur tidak dianggap cukup, ini hanya hematom subdural yang kronis,
(4) Pada Hematom intraserebral dart kontusio serebri dengan efek massa yang jelas.
Dilakukan tindakan kraniotomi yang cukup luas;
(a) Bila terdapat kontusio dengan diameter > 1cm, dipermukaan kortelis
hendaknya diisap sampai batas jaringan otak yang sehat.
(b) Menimbulkan efek massa yang jelas
(c) Menyebabkan penyimpangan garis tengah > 45 mm
(d) Volume diperkirakan > 30 cc atau diameter > 3 cm
(e) Menunjukkan peninggian tekanan inrakarnial > 30 mmHg dan atau
berkaitan dengan gangguan neurologik yang progresif
Pada hematorna intraserebral yang kronis dapat dilakukan dengan trepanasi secara
konvensional dan aspirasi.
(5) Pada intraventrikuler hematoma;
(a) Kraniotomi aspirasi hematom
(b) Trepanasi – drenase ventrikurel
(c) Bila timbul tanda-tanda hidrosefalus, dilakukan ventrikuloperitoneal shunt.
Prognosis buruk bila GCS < 8 pada saat masuk dirawat. Bila GCS > 8 prognosis lebih baik kira-
kira 86% hidupnya tidak tergantung orang lain.
(6) Pada subdural higroma Pada Rhinorrhea
174 | m a k a l a h K M B
(7) Pada Laserasi otak
(8) Pada fraktur tulang kepala terbuka
(9) Pada fraktur yang menekan tertutup
b) Evaluasi: komplikasi yang perlu diperhatikan:
(l) Perdarahan ulang
(2) Kebocoran cairan otak
(3) lnfeksi pada luka atau sePsis
(4) Timbulnya edema serebri
(5) Timbulnya edema pulmonum neurogenik, peninggian TIK
(6) Nyeri kepala setelah penderita sadar Kovulsi
c) Outcome
Outcome akibat trauma kepala. waluupun sudah dilakukan tindakan operasi tergantung
beberepa faktor diantaranya:
(l) Saat dilakukan operasi
(2) Tergantung pada penilaian tingkat kesadaran faktor usia
(3) Tergantung tanda-tanda vital waktu masuk
(4) Tergantung pada peninggian intrakraniel Tergantung pada faktor hematom: jenis, sifatnya,
volume dan lokalisasinya, misalnya:
(a) Outcome epidural hematem dengan kontusio serebri lebih buruk daripada kalau hanya ada
epidural hematomnya (Guillermann, 1996)
(b) Volume hernatom epidural (EDH) : EDH < 50 cc dengan mortaiitas 12%, EDH 50 - 100 cc
dengan mortalitas 33%, EDH > 100 cc dengan mortalitas 66%.
175 | m a k a l a h K M B
Asuhan Keperawatan Prria Cedera Kepnla
l. Pengkajian
Pengkajian adalah langkah awal dari tahapan proses keperawatan dalam mengkaji harus
memperhatikan data dasar pasien. Informasi yang didapat dari klien (sumber data primer), data
yang didapat dari orang lain (data sekunder), catatan kesehatan klien, informasi atau laporan
laboratorium, tes diagnostik, keluarga dan orang terdekat, atau anggota team kesehatan
merupakan pengkajian data dasar (A. Aziz Alimul Hidayat 2001:12)
a. Identitas pasien dan keluarga (penanggung jawab): nama umur, hubungan pasien dengan
penanggung jawab.
b. Riwayat kesehatan meliputi berikut ini :
1) Kapan cedera terjadi?
2) Apa penyebab cedera?
3) Apakah peluru kecepatan tinggi?
4) Apa objek yang membentur?
5) Bagaimana proses terjadinya cedera pada kepala? Apakah Klien jatuh?
6) Dari mana arah datangnya pukulan? Bagaimana kekuatan pukulan?
7) Apakah Klien kehilangan kesadaran?
8) Berapa lama durasi dan periode sadar?
9) Dapatkah Klien dibangunkan?
c. Bidang Pengkajian
l) Tingkat kesadran dan responsivitas.
Tingkat kesadaran atau responsivitas diujikaji secara teratur karena perubahan pada tingkat
kesadaran mendahului semua perubahan tanda vital dan neurologik lain. Skala koma Glasgaw
digunakan untuk mengkaji tingkat kesadaran berdasarkan tiga kriteria pembukaan mata respon
verbal dan respon motorik terhadap perintah verbal atau stimulus nyeri.
2) Pemeriksaan saraf kranial
a) Nervus olfaktorius (nerves kranial 1)
Nervus olfaktorius menghantarkan bau menuju otak dan kemudian diolah lebih lanjut. Dengan
mata tertutup dan pada saat yang sama satu lubang hidung ditutup. Penderita diminta
membedakan zat aromatik lemah seperti vanila, cengkeh, kopi dan lain-lain.
b) Nervus optikus (nervus kranial II)
176 | m a k a l a h K M B
Nervus optikus menghantarkan impuls dari retina menuju klasma optikum. Kemudian melalui
traktus optikus menuju korteks oksipitalis untuk dikenali dan diinterpretasikan saraf ini dapat
diperiksa dengan tes ketajaman penglihatan dengan menggunakan tes snellen atau penderita
diminta membaca berbagai ukuran huruf pada surat kabar. Dan dengan tes lapang pandang
dengan cara penderita diminta untuk menutup salah satu matanya dan diminta untuk melihat
lurus ke depan. Sebuah pensil atau jari pemeriksa digerakan memasuki lapang pandang mata
yang tidak tertutup dilakukan dari empat arah. Penderita diminta untuk menyebutkan kapan
pensil atau juri mulai tampak memasuki lapang pandang.
c) Nervus okulomotoris, troklearis dsn abdusen (nervus III, IV dan V)
Ketiga saraf ini diperiksa bersama karena bekerja sama mengatur otot-otot ekstra okuler. Selain
itu, saraf okulomotoris juga berfungsi mengangkat kelopak mata atas dan mempersarafi otot
konstriktor yang mengubah ukuran pupil. Persarafan ini diperiksa dengan menyuruh penderita
mengikuti gerakan tangan atau pensil dengan mata bergerak ke atas, bawah, medial dan lateral.
Selain itu persarafan ini diperiksa dengan cara refleks pupil terhadap cahaya.
d) Nervus trigeminus (nervus V)
Nervus trigeminus membawa serabut motorik maupun sensorik dan memberi persarafan ke otot
temporalis dan maseter, yang merupakan otot-otot pengunyah. Bagi motorik saraf ini diperiksa
dengan meminta pendcrita mengatupkan gigi dan menggerakan rahang.
e) Nervus fasialis (nervus VII)
Saraf ini membawa serabut sensorik yang menghantar persepsi pengecepan bagian anterior lidah
dan serabut motorik yang mempersarafi semua otot ekspresi wajah, termasuk tersenyum,
mengerutkan dahi dan menyeringai. Bagian motorik nervus fasialis dapat dinilai dengan
menyuruh penderita melakukan berbagai gerakan wajah dan memperhatikan cara bicara
penderita. Sensasi pengecapan dapat dinilai dengan meminta penderita dengan membedakan rasa
manis, asam, asin dan pahit.
f) Nervus vestibulokoklearis (nervus VII)
Saraf vestibulokoklearis berfungsi mempertahankan keseimbangan dan menghantarkan impuls
yang memungkinkan seseorang mendengar. Pemerikasa ini dilakukan dengan tes pendengaran
{whispering watc tick test) dan dengan menggunakan garpu tala (tes rinne dan weher)
g) Nervus glosufaringeus dan nervus vagus ( nervus IX dan X)
177 | m a k a l a h K M B
Nervus glusofaringeus memiliki bagian sensorik yang menghantarkan pengecapan bagian
posterior lidah, mempersarafi sinus karotikus dan korpus karotikus serta memberi sensasil faring.
Nervus vagus mempersarafi semua visera toraks dan abdomen dan mengahantarkan impuls dari
dinding usus, jantung dan paru. Penilaian nervus vagus ditujukan pada evaluasi fungsi motorik
palatum, faring dan laring. Fungsi ini dinilai dengan mengevaluasi palatum mole dan refleks
menelan.
h) Nervus asesorius (nervus Xl)
Nervus asesorius adalah nervus motorik yang mempersarafi otot sternokleido mastoideus dan
bagian otot trapezius. Fungsi ini dinilai dengan penderita diminta untuk menggerakan kepala dan
penderita diminta mengangkat rengan ke arah vertikal.
i) Nervus hipoglosus (nervus kranialis)
Nervus hipoglosus mempersarafi otot-otot lidah. Fungsi lidah yang normal sangat penting urrtuk
berbicara.dan menelan.
3) Pemeriksaan fungsi motorik
Berbagai kerusakan sistem motorik pada tiap tingkatan dapat mengganggu koordinasi dan
gaya berjalan. Tes yang dapat mengetahui adanya gangguan koordinasi: penderita diminta untuk
berjalan pada satu garis dengan tumit ditempelkan pada ujung jari kaki yeng lain. Selain itu
penderita diminta untuk meniru gerakan sederhana yang cepat (memukulkan telapak tangan dan
punggung tangan pada lutut secara bergantian). Gaya bejalan dapat dinilai dengan meminta
penderia berjalan.
Tonus dan kekuatan otot harus diperhatikan, gangguan neuron motorik atas meningkatkan
tonus otot, sedangkan gangguan neuron motor bawah menurunkan tonus otot. Tonus otot
diperiksa dengan cara menggerakan sendi secara pasif, Kekuatan otot dapat diperiksa dengan
membandingkan otot saat sisi dengan otot sisi lainnya pada waktu penderita mencoba melakukan
gerakan-gerakan pemeriksa.
4) Tes Rangsang Meningeal (Tes Rangsang Selaput Otak)
a) Nuchal rigidity (kuku kuduk)
Cara pemeriksaan: klien tanpa bantal, lakukan terlebih dahulu fleksi leher ke lateral,
menyingkirkan kemungkinan kekakuan leher karena proses lokal di leher seperti fraktur dan
artritis akut. Lakukan fleksi leher (mendekatkan dagu ke sternum), mengalami tahanan karena
nyeri yang timbul
178 | m a k a l a h K M B
b) Tanda Kernig
Lakukan fleksi paha hingga persendian panggul mencapai sudut 900 derajat, setelah itu
tungkai bawah diekstensikan pada persendian lutut. Positif jika terdapat rasa tahanan dan sakit
sebelum mencapai sudut 135 derajat.
c) Tanda Brudzinski I dan II
Bila pada saat fleksi leher terjadi juga fleksi pada kedua lutut, maka tanda Brudzinski I
positif.
Tanda Brudzinski II, dilakukan satu tungkai difleksikan pada persendian panggul, sedang
tungkai yang lain lagi berada dalam keadaan ekstensi. Positif bila tungkai yang eksterisi ikut
fleksi.
6) Aktivitas/istirahat
Merasa lemah, lelah, kaku, hilang keseimbangan, perubahan kesadaran, letargi, hemiparese,
quadriplegia, masalah dalam keseimbangan, kehilangan tonus otot.
7) Sirkulasi
Perubahan tekanan darah atau normal. Perubahan frekuensi jantung (bradikardi, takikardi).
8) Integritas ego
Perubahan tingkah laku atau kepribadian, cemas, mudah tersinggung, bingung.
9) Elimiansi
Inkontinensia kandung kemih/usus atau mengalami gangguan fungsi makanan/cairan,
mual muntah dan mengalami perubahan selera, gangguan menelan.
10) Nyeri atau ketidaknyamanan
Sakit kepala dengan intensitas dan durasi yang berbeda, wajah menyeringai, gelisah
tidak bisa beristirahat.
11) Pernafasan
Perubahan pola nafas, stridor, ronki, mengi positif.
12) Pemeriksaan diagnostik
Menurut Marilyn E.Doengoes, et. Al, 2000 :272
a) CT Scan, bertujuan untuk mengidetifikasi adanya hemoragik, menentukan ukuran
ventrikuler, pergeseran jaringan otak.
b) MRI tujuannya sama dengan CT Scan.
179 | m a k a l a h K M B
c) Angiografi serebral menunjukkan kelainan sirkulasi serebral, seperti pergeseran jaringan
otak akibat edema, perdarahan dan trauma.
d) EEG, memperlihatkan keberadaan atau berkembangnya gelombang patologis.
e) Sinar X, mendeteksi adanya perubahan struktur tulang (fraktur), pergeseran struktur dari
garis-garis tengah (karena perdarahan edema), adanya fragmen tulang.
f) BAER (Brain Aditory Evoked Respon) rnenunjukan fungsi korteks dan batang otak.
g) PET (Position Emission Tomography menunjukkan perubahan aktivitas metabolisme pada
otak.
h) Fungsi lumbal, CSS, menduga kemungkinan adanya pcrdarahan subraknoid.
i) GDA (Gus Darah Arteri), mengetahui adanya masalah ventilasi atau oksigenesi yang akan
dapat meningkatkan TIK, Kimia atau elekrolit darah, mengetahui ketidakseimbangan yang
berperan dalam meningkatkan TIK atau perubahan mental.
k) Pemeriksaan toksikologi, mendeteksi obat yang mungkin bertanggungjawab terhadap
penurunan kesadaran.
l) Kadar antikonvulsan darah: Dapat dilakukan untuk mengetahui tingkat terapi yang cukup
efektif untuk mengatasi kejang.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah kebutuhan klinis mengenai seseorang, keluarga, atau
masyarakat sebagai akibat dari masalah kesehatan atau proses kehidupan yang aktual atau
potensial. (A. Aziz Alimul Hidayat 2001:24)
Berikut ini adalah diagnosa keperawatan Cedera kepala menurut Marilyn E. Doengoes
at. all 2000, 273-289 :
a. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penghentian aliran darah oleh
hematoma.
b. Resiko tinggi pola nafas tidak efektif bcrhuhungan dengan kerusakan neurovaskuler
c. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan transmisi
d. Perubahan proses pikir berhubungan dengan perubahan fisiologis
e. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan persepsi atau kognitif
f. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengun trauma jaringan
g. Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
penurunan tingkat kesadaran.
180 | m a k a l a h K M B
h. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan krisis situasional
i. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan
kurang pemajanan
3. Rencana Keperawatan
Perencanaan adalah pengembangan strategi desain untuk mencegah, mengurangi,
mengatasi masalah-masalah yang telah diidentifikasi dalam diagnosis keperawatan
(Nikmatur Rohmah, 2009:58)
Berikut ini adalah intervensi keperawatan Cedera kepala menurut Marilyn E Doengoes:
Perubahan perfusi jaringan serebral
l) Dapat dihubungkan dengan:
Penghentian aliran darah oleh sol (hemoragi, hematoma): edema serebral (respon lokal atau
umum pada cedera perubahan metabolik takur lajak obat alkohol), penurunun TD sistematik
atau hipoksia (hipovolemia, distamia jantung).
2) Kemungkinan dibuktikan oleh :
a) Perubahan tingkat kesadaran, kehilangan memori.
b) Perubahan respon motorik atau sensorik gelisah.
c) Perubahan tanda vital.
3) Hasil yang diharapkan atau kriteria evaluasi pasien akan :
Mempertahankan tingkat kesadaran biasa atau perbaikan, kognisi dan fungsi motorik atau
sensorik.
Intervensi diagnosa perubahan perfusi jaringan serebral
Intervensi Rasional
1. Tentukan faktor-faktor yang
berhubungan dengan keadaan tertentu
atau yang menyebabkan koma
penurunan perfusi jaringan otak dan
potensial peningkatan TIK
1. Menentukan pilihan intervensi
2. Pantau/catat status neurologist secara
teratur dan bandingkan dengan nilai
standar (GCS)
2. Mengkaji adanya kecenderungan pada
tingkat kesadaran dan potensial
peningkatan TIK
3. Kaji respon motorik terhadap 3. Mengukur kesadaran secara
181 | m a k a l a h K M B
penglihatan yang sederhana keseluruhan dan kemampuan untuk
merespon pada rangsangan eksternal
dan merupakan petunjuk keadaan
kesadaran terbaik pasien
4. Kaji perubahan pada penglihatan
seperti adanya penglihatan yang kabur,
ganda, lapang pandang menyempit dan
kedalaman presepsi
4. Gangguan penglihatan yang dapat
diakibatkan oleh kerusakan
mikroskopik pada otak mempunyai
konsekuensi terhaap keamanan
5. Catat ada atau tidaknya refleks-refleks
tertentu seperti refleks melenlan, batuk
dan babinski dan sebagainya
5. Penurunan refleks menandakan
adanya kerusakan pada tingkat otak
tengah atau batang otak
6. Pertahankan kepala atau leher pada
posisi tengah atau posisi netral,
sokong dengan gulungan handuk kecil
atau bantal kecil
6. Kepala yang miring pada salah satu
sisi menekan vena juguralis dan
menghambat darah vena yang
selanjutnya akan meningkatkan TIK
7. Batasi pemberian cairan sesuai
indikasi. Beri cairan melalui IV
dengan alat kontrol
7. Pembatasan cairan mungkin
diperlukan untuk menurunkan edema
serebral; meminimalkan fluktasi aliran
vaskuler TD dan TIK
8. Berikan oksigen tambahan sesuai
indikasi
8. Menurunkan hipoksemia yang mana
dapat meningkatkan vasolidai dan
volume darah serebral yang meingkat
TIK
Resiko tinggi terhadap tidak efektif pola nafas
1) Faktor resiko meliputi :
a) Kerusakan neurovaskuler (cedera pada pusat pernafasan otak).
b) Kerusakan persepsi atau kognitif.
c) Obstruksi trakeobronkial.
2) Kemungkinan dibuktikan oleh :
Tidak dapat diterapkan; adanya tanda-tanda dan gejala dapat membuat diagnosis aktual.
182 | m a k a l a h K M B
3) Hasil yang diharapkan atau kriteria evaluasi, pasien akan :
Mempertahankan pola pernafasan normal atau efektif, bebas diangosis, dengan GDA dalam
batas normal pasien.
Intervensi pada diagnosis resiko tinggi terhadap tidak efektif pola nafas
Intervensi Rasional
1. Pantau frekuensi, irama
kedalaman pernafasan,
catat ketidakteraturan
pernafasan
1. Perubahan dapat menandakan
awitan komplikasi pulmonal
(umumnya mengikuti cedera otak),
atau menandakan lokasi atau
luasnya keterlibatan otak
2. Angkat kepala tempat tidur
sesuai aturannya, posisi
miring sesuai indikasi
2. Untuk memudahkan ekspansi paru
atau ventilasi paru dan kemungkinan
lidah jatuh yang menyambut jalan
nafas
3. Anjurkan pasien untuk
melakukan nafas dalam
yang efektif jika pasien
sadar
3. Mencegah atau menurunkan
atelektasis
4. Auskultasi suara nafas,
perhatikan daerah
hipoventilasi dan adanya
suara-suara tambahan yang
tidak normal (seperti
krekesl, ronchi, mengi)
4. Untuk mengidintifikasi adanya
masalah paru seperti atelaktasi atau
obstruksi jalan nafas yang
membahayakan oksigensi serebral
dan atau menandakan terjadinya
infeksi paru (umumnya merupakan
komplikasi paru dari cedera kepala)
5. Lakukan ronsen torak
5. Melihat keadaan ventilasi dan tanda-
tanda komplikasi yang berkembang
6. Berikan oksigen 6. Memaksimalkan oksigen pada
daerah arteri dan membantu dalam
183 | m a k a l a h K M B
pencegahan hipoksia
Perubahan persepsi sensorik
l) Dapat dihubungkan dengan :
Perubahan persepsi sensorik, transmisi dan atau integrasi (trauma atau defisit neurologis).
2) Kemungkinan dibuktikan oleh :
a) Disorientasi terhadap waktu tempat dan orang.
b) Perubahan dalam respon terhadap rangsang.
c) Inkoordinasi motorik perubahan dalam postur, ketidakmampuan untuk memberi tahu posisi
bagian tubuh (propiosepsi).
d) Perubahan pola komunikasi.
3) Hal yang diharapkan atau kriteria evaluasi pasian akan :
a) Melakukan kembali atau mempertahankan tingkat kesadaran biasanya dan fungsi persepsi.
b) Mengikuti perubahan dalam kemampuan dan adanya keterbatasan residu.
Intervensi pada diagnosa perubahan persepsi sensorik
Intervensi Rasional
1. Evaluasi atau pantau secara
teratur perubahan orientasi,
kemampuan berbicara, alam
perasaan atau afektif, sensorik
dan proses pikir
1. Fungsi serebral bagian atas
biasanya terpenuhi lebih dulu
oleh adanya gangguan sirkulasi,
oksigenasi
2. Kaji kesadaran sensorik
seperti respon sentuhan, panas
atau dingin, benda tajam atau
tumpul dan kedasaran
terhadap gerakan dan letak
tubuh
2. Informasi penting untuk
keamanan
3. Hilangkan suara bising atau
stimulasi yang berlebihan
sesuai kebutuhan
3. Menurunkan ansietas, respon
emosi yang berlebihan atau
bingung yang berhubungan
184 | m a k a l a h K M B
dengan sensorik yang berlebihan
4. Bicara dengan suara yang
lembut dan pelan, gunakan
kalimat yang pendek dan
sederhana, pertahankan kontak
mata
4. Pasien mungkin mengalami
keterbatasan perhatian atau
pemahaman selama masa akut
dan penyembuhan
5. Buat jadwal istirahat yang
adekuat atau periode tidur
tanpa ada gangguan
5. Mengurangi kelelahan,
mencegah kejenuhan,
memberikan kesempatan untuk
tidur
Perubahan proses pikir
1) Dapat dihubungkan dengan perubahan fisiologis, konflik psikologis.
2) Kemungkinan dibuktikan oleh :
a) Defisit atau perubahan memori jarak jauh saat ini yang baru terjadi
b) Pengalihan perhatian, perubahan lapang atau konsentrasi perhatian.
c) Disorientasi pada waktu, tempat, orang, lingkungan dan kejadian.
3) Hal yang diharapkan atau kriteria evaluasi pasien akan :
a) Memperhatikan atau melakukan kembali orientasi mental dan reabilitas biasanya.
b) Mengenai perubahan berpikir atau perilaku
c) Berpartisipasi dalam aturan terapeuntik atau penyerapan kognitif.
Intervensi pada Diagnosa Perubahan Proses Pikir
Intervensi Rasional
1. Kaji rentang perhatian,
kebingungan, dan catat
tingkat ansietas pasien
1. Rentang perhatian kemampuan
untuk konsentrasi mungkin
memendek secara tajam yang
menyebabkan dan merupakan
potensi terhadap terjadinya ansietas
yang mempengaruhi proses pikir
pasien
2. Pastikan dengan orang 2. Masa pemulihan cedera kepala
185 | m a k a l a h K M B
terdekat untuk
membandingkan
kepribadian atau tingkah
laku pasien sebelum
mengalami trauma dengan
respon pasien sekarang
meliputi fase agitasi, respon marah,
dan fase berbicara atau proses pikir
yang kacau
3. Pertahankan bantuan yang
konsisten dari staff
sebanyak mungkin
3. Memberikan pasien perasaan yang
stabil dan mampu mengontrol situasi
4. Berikan penjelasan
mengenai prosedur-
prosedur dan tekanan
kembali penjelasan yang
diberikan itu oleh senyawa
lain
4. Kehilangan struktur internal
(perubahan dalam memori, alasan
dan kemampuan untuk membuat
konseptual) menimbulkan kekuatan
5. Jelaskan pentingnya
melakukan pemeriksaan
neurologis secara berulang
dan teratur
5. Pemahaman bahwa pengkajian
dilakukan secara teratur untuk
mencegah atau membatasi
komplikasi yang mungkin terjadi
atau tidak menimbulkan suatu hal
yang serius pada pasien dapat
membantu menurunkan ansietas
6. Koordinasikan atau ikut
serta pada pelatihan
kognitif atau program
rehabilitasi sesuai indikasi
6. Membantu dengan metode
pengajaran yang baik untuk
kompensasi gangguan pada
kemampuan berfikir dan mengatasi
masalah konsentrasi, memori, daya
penilaian, runtunan dan
menyelesaikan masalah
186 | m a k a l a h K M B
Kerusakan mobilitas fisik
l) Dapat dihubungkan dengan :
Kerusakan persepsi kognitif, penurunan kekuatan atau tahanan, terapi pembatasan atau
kewaspadaan keamauan, misalnya: tirah baring, imobilisasi.
2) Kemungkinan dibuktikan oleh
a) Ketidakn mampuan bergerak sesuai tujuan dalam lingkungan fisik termasuk mobilitas di tempat
tidur, pemindahan ambulasi.
b) Kerusakan koordinasi, keterbatasan rentang gerak, penurunan kekuatan atau kontrol otot.
3) Hal yang diharapkan atau kriteria evaluasi pasien akan:
Mempertahankan atau meningkatkan kekuatan dan fungsi bagian tubuh yang sakit atau
kompensasi.
Intervensi pada diagnosa kerusakan mobilitas fisik
Intervensi Rasional
1. Periksa kembali
kemampuan dan keadaan
secara fungsional pada
kerusakan yang terjadi
1. Mengidentifikasi kemungkinan
kerusakan secara fungsional dan
mempengaruhi pilihan intervensi
yang akan dilakukan
2. Letakkan pasien pada
posisi tertentu untuk
menghindari kerusakan
karena tekanan
2. Perubahan posisi yang teratur
menyebabkan penyebaran terhadap
berat badan dan meningkatkan
sirkulasi padaseluruh tubuh
3. Pertahanan kesejajaran
tubuh secara fungsional,
seperti pantat, kaki dan
tangan
3. Bidai tangan bervariasi dan didesain
untuk mencegah deformitas tangan
dan meningkatkan fungsinya secara
optimal
4. Berikan atau bantu untuk
melakukan rentang gerak
4. Mempertahankan mobilitas dan
fungsi sendi atau posisi normal
ekstermitas dan menurunkan
terjadinya yang statis
5. Instruksikan atau bantu
pasien dengan program
5. Proses penyembuhan lambat
seringkali menyertai trauma kepala
187 | m a k a l a h K M B
latihan dan penggunaan
alat mobilitas
dan pemulihan secara fisik
merupakan bagian yang amat penting
dari suatu program pemulihan secara
fisik merupakan bagian yang penting
dari suatu program pemulihan
tersebut
6. Berikan perawatan kulit
dengan cermat, masase
dengan pelembab dan
ganti linen atau pakaian
yang basah
6. Meningkatkan sirkulasi dan
elastisitas kulit dan menurunkan
resiko terjadinya ekskoriasi kulit
Resiko tinggi terhadap infeksi :
l) Faktor resiko meliputi :
a) Jaringan trauma, kulit rusak. prosedur infasif
b) Penurunan kerja sillia, slasis cairan tubuh.
c) Kekurangan nutrisi.
d) Respon inflamasi tertekan (penggunan steroid).
e) Perubahan integritas system tertutup (kebocoran CSS).
2) Kemungkinan dibuktikan oleh :
Tidak dapat diharapkan; adanya tanda-tanda dan gejala-gejala membuat diagnosa aktual.
3) Hal yang diharapkan atau kriteria evaluasi pasian akan :
a) Mempertahankan normotermia, bebas tanda-tanda infeksi.
b) Mencapai penyembuhan luka tepat waktu bila ada.
Intervensi pada Diagnosa Resiko Tinggi terhadap Infeksi
Intervensi Rasional
1. Berikan perawatan aseptic
dan antiseptik. Pertahankan
teknik cuci tangan yang baik
1. Cara pertama untuk menghindari
terjadinya infeksi nasokomial
2. Observasi daerah kulit yang
mengalami kerusakan
2. Deteksi dini perkembangan infeksi
memungkinkan untuk melakukan
188 | m a k a l a h K M B
(seperti luka, garis jahitan),
daerah yang terpasang alat
invasi (seperti infus) catat
karakteristik dari drainase
dan adanya inflamasi
tindakan dengan segera dan
mencegah terhadap komplikasi
selanjutnya
3. Pantau suhu tubuh secara
teratur
3. Dapat mengidentifikasi
perkembangan sepsis yang
selanjutnya memerlukan evaluasi
atau tindakan dengan segera
4. Batasi pengunjung yang
dapat menularkan infeksi
atau cegah pengunjung yang
mengalami infeksi saluran
nafas bagian atas
4. Menurunkan pemajanan terhadap
pembawa kuman penyebab infeksi
5. Berikan antibiotik sesuai
indikasi
5. Terapi profilaktif dapat digunakan
dalam pasien yang mengalami
trauma, kebocoran CSS atau
setelah dilakukan pembedahan
untuk menurunkan resiko
terjadinya infeksi nasokomial
Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.
l) faktor resiko meliputi :
Perubahan kemampuan untuk mencerna nutrisi (pemurnian tingkat kesadaran), kelemahan otot
yang diperlukan untuk mengunyah, menelan, status hipermetabolik.
2) Kemungkinan dibuktikan oleh :
Tidak dapat diterapkan; adanya tanda-tanda dan gejala-gejala membuat diagnosa aktual.
189 | m a k a l a h K M B
3) Hal yang diharapkan kriteria evaluasi pasien akan :
a) Mendemonstrasikan pemeliharaan atau kemajuan peningkatan berat badan sesuai tujuan
b) Tidak mengalami tanda-tanda malnutrisi dengan nilai laboratorium dalam rentang normal
Intervensi pada Diagnosa Resiko Tinggi terhadap Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Intervensi Rasional
1. Kaji kemampuan pasien
untuk mengunyah, menelan,
batuk, dan mengatasi sekresi
1. Faktor ini menentukan pemilihan
terhadap jenis makanan sehingga
pasien harus terlindung dari
aspirasi
2. Auskultasi bising usus, catat
adanya penurunan atau
hilangnya suara yang
hiperaktif
2. Fungsi saluran pencernaan
biasanya tetap baik pada kasus
cedera kepala. Jadi bising usus
membantu dalam menentukan
respon untuk makan atau
berkembangnya komplikasi
3. Timbang berat badan sesuai
indikasi
3. Mengevalusi keefektifan atau
kebutuhan mengubah pemberian
nutrisi
4. Berikan makanan dalam
jumlah kecil dan dalam
waktu yang sering dan teratur
4. Meningkatkan proses pencemaran
dan toleransi pasien terhadap
nutrisi yang diberikan dan dapat
meningkatkan kerjasama pasien
saat makan
5. Tingkatkan kenyamanan
lingkungan yang santai
termasuk sosialisasi saat
makan
5. Sosialisasi waktu makan dengan
orang terdekat atau teman dapat
meningkatkan pemasukan dan
menormalkan fungsi makan
6. Konsultasikan dengan ahli
gizi
6. Merupakan sumber yang efektif
untuk kebutuhan kalori atau
nutrisi tergantung pada usia, berat
190 | m a k a l a h K M B
badan, ukuran tubuh, keadaan
penyakit sekarang
Perubahan proses keluarga
1) Dapat dihubungkan dengan :
Transisi dan krisis situasional. Ketidakpastian tentang hasil atau harapan,
2) Kemungkinan di buktikan oleh :
a) Kesulitan beradaptasi terhadap perubahan atau menghadapi pengalaman traumatik secara
konstruktif.
b) Ketidak tepatan untuk mengekpresikan atau menerima perasaan dari anggota keluarga.
3) Hal yang diharapkan atau kriteria evaluasi pasien akan :
a) Mulai mengekpresikan perasaan dengan bebas dan tepat
b) Mengidentifikasikan sumber-sumber internal dan eksternal untuk menghadapi situasi.
Intervensi pada Diagnosa Perubahan Proses Keluarga
Intervensi Rasional
1. Catat bagian-bagian dari unit
keluarga, keberadaan atau
keterlibatan system
pendukung
1. Menentukan adanya sumber
keluarga dan mengidentifikasi hal-
hal yang diperlukan
2. Anjurkan keluarga untuk
menentukan hal-hal yang
menjadi perhatiannya tentang
keseriusan kondisi, kemung-
kinan untuk meninggal atau
kecatatan (ketidakmampuan)
2. Kegembiraan dapat berubah menjadi
kesedihan atau kemarahan akan
”kehilangan dan kebutuhan
pertemuan dengan orang baru yang
mungkin asing bagi keluarga dan
bahkan tidak disukai oleh
keluarganya” berlarutnya perasaan
seperti tersebut diatas dapat
menimbulkan depresi
3. Tentukan dan anjurkan untuk
menggunakan cara-cara
koping tingkah laku yang
3. Berfokus kepada kekuatan dan
penguatan kemampuan khusus untuk
menghadapi krisis cacat sekarang ini
191 | m a k a l a h K M B
cukup sebelumnya dilakukan
4. Libatkan keluarga dalam
pertemuan tim rehabilitasi dan
perencanaan perawatan atau
pengambilan keputusan
4. Memfasilitasi komunikasi,
memungkinkan keluarga untuk
menjadi bagian integral dari
rehabilitasi dan memberikan rasa
kontrol
Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan kebutuhan pengobatan
1) Dapat dihubungkan dengan :
Kurang pemahaman, tidak mengenal informasi atau sumber-sumber, kurang mengingat atau
keterbatsan kognitif,
2) Kemungkinan dibuktikan oleh :
Meminta informasi, pernyataan salah konsepsi, ketidakakuratan mengikuti instruksi.
3) Hal yang diharapkan atau kriteria evaluasi pasien akan :
a) Mengungkapkan pemahaman tentang kondisi, aturan pengobatan, potensial kornplikasi.
b) Melakukan prosedur yang dilakukan dengan benar.
Intervensi pada Diagnosa Kurang Pengetahuan
Intervensi Rasional
1. Evaluasi kemampuan dan
kesiapan untuk belajar dari
keluarga pasien dan juga
keluarganya
1. Memungkinkan untuk
menyampaikan bahan yang
didasarkan atas kebutuhan secara
individual
2. Berikan kembali informasi
yang berhubungan dengan
proses trauma dan pengaruh
sesudahnya
2. Membantu dalam menciptakan
harapan yang realitas dan
meningkatkan pemahaman pada
keadaan saat ini dan kebutuhannya
3. Diskusikan rancana untuk
memenuhi kebutuhan
perawatan diri
3. Berbagai tingkat bantuan mungkin
perlu direncanakan yang
didasarkan atas kebutuhan yang
bersifat individual
4. Berikan kembali atau 4. Aktivitas, pembatasan, pengobatan
192 | m a k a l a h K M B
berikan penguatan terhadap
pengobatan yang diberikan
sekarang. Indikasi program
yang kontinu setelah proses
penyembuhan
atau kebutuhan terapi yang
direkomendasikan diberikan atau
disusun atas dasar pendekatan
antara disiplin atau evaluasi amat
penting untuk perkembangan
pemulihan atau pencegahan
terhadap komplikasi
5. Berikan instruksi dalam
bentuk tulisan dan jadwal
mengenai aktivitas, obat-
obatan dan faktor-faktor
penting lainnya
5. Memberikan penggunaan visual
dan rujukkan setelah sembuh
193 | m a k a l a h K M B