TUGAS KMB 1
(Askep Dengan Efusi Pleura)
Oleh:
Kelompok 8
Sesra mulyani
Rury maulidia sari
Yuli fitri
Dwi wulan dari
Syafrika
Riki saputra
STIKes MERCUBAKTIJAYA PADANG
2011/2012
KATA PENGANTAR
Assalamu”alaikum Wr.Wb.
Segala puji bagi Allah SWT Tuhan semesta alam,atas rahmat dan hidayahn-Nya tim
penulis akhirnya dapat menyelesaikan makalah”Askep dengan efusi pleura”.makalah ini dibuat
bertujuan untuk menambah wawasan penulis mengenai materi yang terkait.selain itu,juga untuk
memenuhi tugas KMB 1
Dalam proses penyusunan nya ,penulis berusaha menyusun dan memilah-milah materi
yang didapat dari beberapa sumber yang tersedia termasuk pengalaman tim penulis sendiri.dalam
proses pembuatannya banyak sekali terjadi perbedaan pikiran diantara tim penulis.dan
sumbangan pikiran dari orang-orang disekeliling kami,penghargaan yang besar disampaikan
kepada mereka karena telah berbaik hati sebagai penyedia keterangan.
Ucapan terimakasih penulis aturkan kepada orangtua penulis yang telah mengirimkan
do’anya ,kepada dosen penulis yang telah memberikan pengarahan mengenai materi yang terkait
dan kepada teman-teman sejawat yang telah memberikan masukan dan motivasi kepada penulis
dalam menyelesaikan makalah ini.
Keterbatasan pengetahuan penulis menyebabkan makalah ini sangat jauh dari
kesempurnaan sehingga kemungkinan banyak sekali kesalahan-kesalahan yang berserakan di
dalamnya.barangkali juga banyak kata yang sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari
tercecer dan tidak msuk dalam salah satu meteri.oleh karena itu,tak ada gading yang tak retak
dan tak ada mawar yang berduri.kritik dan saranya sangat berarti bagi penulis sebagai pedoman
natinya dalam makalah selanjutnya
Wassalamu’alaikum wr.wb
Padang,November 2012
(penulis)
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Hambatan resorbsi cairan dari rongga pleura dapat terjadi oleh banyak hal diantaranya
adanya bendungan seperti pada dekompensasi kordis, penyakit ginjal, tumor mediastinum,
ataupun akibat proses keradangan seperti tuberculosis dan pneumonia. Hambatan reabsorbsi
cairan tersebut mengakibatkan penumpukan cairan di rongga pleura yang disebut efusi pleura.
Efusi pleura tentu mengganggu fungsi pernapasan sehingga perlu penatalaksanaan yang baik.
Pasien dengan efusi pleura yang telah diberikan tata laksana baik diharapkan dapat sembuh dan
pulih kembali fungsi pernapasannya, namun karena efusi pleura sebagian besar merupakan
akibat dari penyakit lainnya yang menghambat reabsorbsi cairan dari rongga pleura, maka
pemulihannya menjadi lebih sulit. Karena hal tersebut, masih banyak penderita dengan efusi
pleura yang telah di tatalaksana namun tidak menunjukkan hasil yang memuaskan.
Efusi pleura merupakan manifestasi klinik yang dapat dijumpai pada sekitar 50-60%
penderita keganasan pleura primer. Sementana 95% kasus mesotelioma (keganasan pleura
primer) dapat disertai efusi pleura dan sekitar 50% penderita kanker payudara akhirnya akan
mengalami efusi pleura.
Kejadian efusi pleura yang cukup tinggi apalagi pada penderita keganasan jika tidak
ditatalaksana dengan baik maka akan menurunkan kualitas hidup penderitanya dan semakin
memberatkan kondisi penderita. Paru-paru adalah bagian dari sistem pernapasan yang sangat
penting, gangguan pada organ ini seperti adanya efusi pleura dapat menyebabkan gangguan
pernapasan dan bahkan dapat mempengaruhi kerja sistem kardiovaskuler yang dapat berakhir
pada kematian.
Perbaikan kondisi pasien dengan efusi pleura memerlukan penatalaksanaan yang tepat
oleh petugas kesehatan termasuk perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan di rumah sakit.
Untuk itu maka perawat perlu mempelajari tentang konsep efusi pleura dan penatalaksanaannya
serta asuhan keperawatan pada pasien dengan efusi pleura. Maka dalam makalah ini akan
dibahas bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan efusi pleura.
B.Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah konsep penyakit efusi pleura?
2. Bagaimanakah proses asuhan keperawatan pada pasien dengan efusi pleura?
C.Tujuan
Tujuan Umum
Mengetahui bagaimana proses asuhan keperawatan pada pasien dengan efusi pleura
Tujuan Khusus
1. Mahasiswa mampu Mengidentifikasi konsep efusi pleura
2. Mahasiswa mampu Mengidentifikasi proses keperawatan pada efusi pleura meliputi
pengkajian, analisa data dan diagnosa, intervensi dan evaluasi
BAB II
PEMBAHASAN
A.Anatomi
Paru-paru terletak pada rongga dada. Masing-masing paru berbentuk kerucut. Paru kanan
dibagi oleh dua buah fisura kedalam tiga lobus atas, tengah dan bawah. Paru kiri dibagi oleh
sebuah tisuda ke dalam dua lobus atas dan bawah (John Gibson, MD, 1995, 121).
Permukaan datar paru menghadap ke tengah rongga dada atau kavum mediastinum. Pada
bagian tengah terdapat tampuk paru-paru atau hillus paru-paru dibungkus oleh selaput yang tipis
disebut Pleura (Syaifudin B.AC , 1992, 104).
Pleura merupakan membran tipis, transparan yang menutupi paru dalam dua lapisan :
Lapisan viseral, yang dekat dengan permukaan paru dan lapisan parietal menutupi permukaan
dalam dari dinding dada. Kedua lapisan tersebut berlanjut pada radix paru. Rongga pleura adalah
ruang diantara kedua lapisan tersebut.
B.Fisiologi
Sistem pernafasan atau disebut juga sistem respirasi yang berarti “bernafas lagi”
mempunyai peran atau fungsi menyediakan oksigen (O2) serta mengeluarkan carbon dioksida
(CO2) dari tubuh. Fungsi penyediaan O2 serta pengeluaran CO2 merupakan fungsi yang vital bagi
kehidupan.
Proses respirasi berlangsung beberapa tahap antara lain :
1. Ventilasi
Adalah proses pengeluaran udara ke dan dari dalam paru. Proses ini terdiri atas 2 tahap :
Inspirasi yaitu pergerakan udara dari luar ke dalam paru. Inspirasi terjadi dengan adanya
kontraksi otot diafragma dan interkostalis eksterna yang menyebabkan volume thorax membesar
sehingga tekanan intra alveolar menurun dan udara masuk ke dalam paru.
Ekspirasi yaitu pergerakan udara dari dalam ke luar paru yang terjadi bila otot-otot expirasi
relaxasi sehingga volume thorax mengecil yang secara otomatis menekan intra pleura dan
volume paru mengecil dan tekanan intra alveola menurun sehingga udara keluar dari paru.
2. Pertukaran gas di dalam alveol dan darah.
3. Transport gas
Yaitu perpindahan gas dari paru ke jaringan dan dari jaringan ke paru dengan bantuan darah
(aliran darah).
4. Pertukaran gas antara darah dengan sel-sel jaringan.Metabolisme penggunaan O2 di
dalam sel serta pembuatan CO2 yang juga disebut pernafasan seluler. (Alsagaff H, Abdul
Moekty, 1995, 15).
Permukaan rongga pleura berbatasan lembab sehingga mudah bergerak satu ke yang lainnya
(John Gibson, MD, 1995, 123). Dalam keadaan normal seharusnya tidak ada rongga kosong
diantara kedua pleura karena biasanya hanya terdapat sekitar 10-20 cc cairan yang merupakan
lapisan tipis serosa yang selalu bergerak secara teratur (Soeparman, 1990, 785). Setiap saat
jumlah cairan dalam rongga pleura bisa menjadi lebih dari cukup untuk memisahkan kedua
pleura, maka kelebihan tersebut akan dipompa keluar oleh pembuluh limfatik (yang membuka
secara langsung) dari rongga pleura ke dalam mediastinum. Permukaan superior dari diafragma
dan permukaan lateral dari pleura parietis disamping adanya keseimbangan antara produksi oleh
pleura parietalis dan absorbsi oleh pleura viseralis . Oleh karena itu ruang pleura disebut sebagai
ruang potensial. Karena ruang ini normalnya begitu sempit sehingga bukan merupakan ruang
fisik yang jelas. (Guyton dan Hall, Ege,1997, 607).
C.Denifisi
Efusi pleural adalah penumpukan cairan di dalam ruang pleural, proses penyakit primer
jarang terjadi namun biasanya terjadi sekunder akibat penyakit lain. Efusi dapat berupa cairan
jernih, yang mungkin merupakan transudat, eksudat, atau dapat berupa darah atau pus
(Baughman C Diane, 2000).
Efusi pleural adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak diantara
permukaan visceral dan parietal, proses penyakit primer jarang terjadi tetapi biasanya merupakan
penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Secara normal, ruang pleural mengandung sejumlah
kecil cairan (5 sampai 15ml) berfungsi sebagai pelumas yang memungkinkan permukaan pleural
bergerak tanpa adanya friksi (Smeltzer C Suzanne, 2002).
Efusi pleura adalah istilah yang digunakan bagi penimbunan cairan dalam rongga pleura.
(Price C Sylvia, 1995)
Effusi pleura adalah penimbunan cairan pada rongga pleura (Price & Wilson 2005).
Pleura merupakan lapisan tipis yang mengandung kolagen dan jaringan elastis yang melapisi
rongga dada (pleura parietalis) dan menyelubungi paru (pleura visceralis). Diantara pleura
parietalis dan pleura visceralis terdapat suatu rongga yang berisi cairan pleura yang berfungsi
untuk memudahkan kedua permukaan bergerak selama pernafasan. Tekanan dalam rongga
pleura lebih rendah dari tekanan atmosfer, sehingga mencegah kolaps paru. Bila terserang
penyakit, pleura mungkin mengalami peradangan atau udara atau cairan dapat masuk ke dalam
rongga pleura menyebabkan paru tertekan atau kolaps.
Cairan dalam keadaan normal dalam rongga pleura bergerak dari kapiler didalam
pleuraparietalis ke ruang pleura dan kemudian diserap kembali melalui pleura visceralis. Selisih
perbedaan absorpsi cairan pleura melalui pleura visceralis lebih besar daripada selisih perbedaan
pembentukan cairan oleh pleura parietalis dan permukaan pleura visceralis lebih besar daripada
pleura parietalis sehingga pada ruang pleura dalam keadaan normal hanya terdapat beberapa
mililiter cairan.
B.Etiologi
Berbagai penyebab timbulnya effusi pleura adalah :
1. Neoplasma, seperti neoplasma bronkogenik dan metastatik.
2. Kardiovaskuler, seperti gagal jantung kongestif, embolus pulmonary dan perikarditis.
3. Penyakit pada abdomen, seperti pankreatitis, asites, abses dan sindrom Meigs.
4. Infeksi yang disebabkan bakteri, virus, jamur, mikobakterial dan parasit.
5. Trauma
6. Penyebab lain seperti lupus eritematosus sistemik, rematoid arthritis, sindroms nefrotik
dan uremia.
C.Patofisiologi
Patofisiologi terjadinya effusi pleura tergantung pada keseimbangan antara cairan dan protein
dalam rongga pleura. Dalam keadaan normal cairan pleura dibentuk secara lambat sebagai
filtrasi melalui pembuluh darah kapiler. Filtrasi yang terjadi karena perbedaan tekanan osmotic
plasma dan jaringan interstitial submesotelial kemudian melalui sel mesotelial masuk ke dalam
rongga pleura. Selain itu cairan pleura dapat melalui pembuluh limfe sekitar pleura.
Pada kondisi tertentu rongga pleura dapat terjadi penimbunan cairan berupa transudat
maupun eksudat. Transudat terjadi pada peningkatan tekanan vena pulmonalis, misalnya pada
gagal jatung kongestif. Pada kasus ini keseimbangan kekuatan menyebabkan pengeluaran cairan
dari pmbuluh darah. Transudasi juga dapat terjadi pada hipoproteinemia seperti pada penyakit
hati dan ginjal. Penimbunan transudat dalam rongga pleura disebut hidrotoraks. Cairan pleura
cenderung tertimbun pada dasar paru akibat gaya gravitasi.
Penimbunan eksudat disebabkan oleh peradangan atau keganasan pleura, dan akibat
peningkatan permeabilitas kapiler atau gangguan absorpsi getah bening.Jika efusi pleura
mengandung nanah, keadaan ini disebut empiema. Empiema disebabkan oleh prluasan infeksi
dari struktur yang berdekatan dan dapat merupakan komplikasi dari pneumonia, abses paru atau
perforasi karsinoma ke dalam rongga pleura. Bila efusi pleura berupa cairan hemoragis disebut
hemotoraks dan biasanya disebabkan karena trauma maupun keganasan.
Efusi pleura akan menghambat fungsi paru dengan membatasi pengembangannya. Derajat
gangguan fungsi dan kelemahan bergantung pada ukuran dan cepatnya perkembangan penyakit.
Bila cairan tertimbun secara perlahan-lahan maka jumlah cairan yang cukup besar mungkin akan
terkumpul dengan sedikit gangguan fisik yang nyata.
Kondisi efusi pleura yang tidak ditangani, pada akhirnya akan menyebabkan gagal nafas.
Gagal nafas didefinisikan sebagai kegagalan pernafasan bila tekanan partial Oksigen (Pa O2)≤
60 mmHg atau tekanan partial Karbondioksida arteri (Pa Co2) ≥ 50 mmHg melalui pemeriksaan
analisa gas darah.
D.Woc
(Terlampir)
E.Manifestasi Klinis
Biasanya manifestasi klinisnya adalah yang disebabkan penyakit dasar. Pneumonia akan
menyebabkan demam, menggigil, dan nyeri dada pleuritis, sementara efusi malignan dapat
mengakibatkan dipsnea dan batuk. Ukuran efusi akan menentukan keparahan gejala. Efusi pleura
yang luas akan menyebabkan sesak nafas. Area yang mengandung cairan atau menunjukkan
bunyi napas minimal atau tidak sama sekali menghasilkan bunyi datar, pekak saat diperkusi.
Egofoni akan terdengar di atas area efusi. Deviasi trakea menjauhi tempat yang sakit dapat
terjadi jika penumpukan cairan pleural yang signifikan. Bila terjadi efusi pleural kecil sampai
sedang, dipsnea mungkin saja tidak terdapat. Berikut tanda dan gejala:
a) Adanya timbunan cairan mengakibatkan perasaan sakit karena pergesekan, setelah cairan
cukup banyak rasa sakit hilang. Bila cairan banyak, penderita akan sesak napas.
b) Adanya gejala-gejala penyakit penyebab seperti demam, menggigil, dan nyeri dada
pleuritis (pneumonia), panas tinggi (kokus), subfebril (tuberkulosisi), banyak keringat,
batuk, banyak riak.
c) Deviasi trachea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika terjadi penumpukan cairan
pleural yang signifikan.
d) Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan, karena cairan akan
berpindah tempat. Bagian yang sakit akan kurang bergerak dalam pernapasan, fremitus
melemah (raba dan vocal), pada perkusi didapati daerah pekak, dalam keadaan duduk
permukaan cairan membentuk garis melengkung (garis Ellis Damoiseu).
e) Didapati segitiga Garland, yaitu daerah yang pada perkusi redup timpani dibagian atas
garis Ellis Domiseu. Segitiga Grocco-Rochfusz, yaitu daerah pekak karena cairan
mendorong mediastinum kesisi lain, pada auskultasi daerah ini didapati vesikuler
melemah dengan ronki.
f) Pada permulaan dan akhir penyakit terdengar krepitasi pleura.
Keberadaan cairan dikuatkan dengan rontgen dada, ultrasound, pemeriksaan fisik, dan
torakosentesis. Cairan pleural dianalisis dengan kultur bakteri, pewarnaan Gram, basil tahan
asam (untuk tuberkulosis), hitung sel darah merah dan putih, pemeriksaan kimiawi (glukosa,
amylase, laktat dehidrogenase, protein), analisis sitologi untuk sel-sel malignan, dan pH. Biopsi
pleura mungkin juga dilakukan.
Tanda dan Gejala Umumnya:
1. Batuk
2. Dispnea bervariasi
3. Adanya keluhan nyeri dada (nyeri pleuritik)
4. Pada efusi yang berat terjadi penonjolan ruang interkosta.
5. Pergerakan dada berkurang dan terhambat pada bagian yang mengalami efusi.
6. Perkusi meredup diatas efusi pleura.
7. Egofoni diatas paru yang tertekan dekat efusi.
8. Suara nafas berkurang diatas efusi pleura.
9. Fremitus fokal dan raba berkurang.
10. Jari tabuh merupakan tanda fisik yang nyata dari karsinoma bronkogenik, bronkiektasis,
abses dan TB paru.
F.Pemeriksaan Penunjang
a) Rontgen Toraks
Dalam foto thoraks terlihat hilangnya sudut kostofrenikus dan akan terlihat permukaan yang
melengkung jika jumlah cairan > 300 cc. Pergeseran mediastinum kadang ditemukan.
b) CT Scan Thoraks
Berperan penting dalam mendeteksi ketidaknormalan konfigurasi trakea serta cabang utama
bronkus, menentukan lesi pada pleura dan secara umum mengungkapkan sifat serta derajat
kelainan bayangan yang terdapat pada paru dan jaringan toraks lainnya.
c) Ultrasound
Ultrasound dapat membantu mendeteksi cairan pleura yang timbul dan sering digunakan
dalam menuntun penusukan jarum untuk mengambil cairan pleura pada torakosentesis.
d) Torakosentesis
G.Komplikasi
1. Fibrotoraks
Efusi pleura yang berupa eksudat yang tidak ditangani dengan drainase yang baik akan
terjadi perlekatan fibrosa antara pleura parietalis dan pleura viseralis. Keadaan ini disebut dengan
fibrotoraks. Jika fibrotoraks meluas dapat menimbulkan hambatan mekanis yang berat pada
jaringan-jaringan yang berada dibawahnya. Pembedahan pengupasan(dekortikasi) perlu
dilakukan untuk memisahkan membrane-membran pleura tersebut.
2. Atalektasis
Atalektasis adalah pengembangan paru yang tidak sempurna yang disebabkan oleh
penekanan akibat efusi pleura.
3. Fibrosis paru
Fibrosis paru merupakan keadaan patologis dimana terdapat jaringan ikat paru dalam jumlah
yang berlebihan. Fibrosis timbul akibat cara perbaikan jaringan sebagai kelanjutan suatu proses
penyakit paru yang menimbulkan peradangan. Pada efusi pleura, atalektasis yang
berkepanjangan dapat menyebabkan penggantian jaringan paru yang terserang dengan jaringan
fibrosis.
4. Kolaps Paru
Pada efusi pleura, atalektasis tekanan yang diakibatkan oleh tekanan ektrinsik pada sebagian /
semua bagian paru akan mendorong udara keluar dan mengakibatkan kolaps paru.
H.Penatalaksanaan
Pada efusi yang terinfeksi perlu segera dikeluarkan dengan memakai pipa intubasi melalui
selang iga. Bila cairan pusnya kental sehingga sulit keluar atau bila empiemanya multiokuler,
perlu tindakan operatif. Mungkin sebelumnya dapat dibantu dengan irigasi cairan garam
fisiologis atau larutan antiseptik. Pengobatan secara sistemik hendaknya segera dilakukan, tetapi
terapi ini tidak berarti bila tidak diiringi pengeluaran cairan yang adequate.
Untuk mencegah terjadinya lagi efusi pleura setelah aspirasi dapat dilakukan pleurodesis
yakni melengketkan pleura viseralis dan pleura parietalis. Zat-zat yang dipakai adalah tetrasiklin,
Bleomicin, Corynecbaterium parvum dll.
1. Pengeluaran efusi yang terinfeksi memakai pipa intubasi melalui sela iga.
2. Irigasi cairan garam fisiologis atau larutan antiseptik (Betadine).
3. Pleurodesis, untuk mencegah terjadinya lagi efusi pleura setelah aspirasi.
4. Torasentesis: untuk membuang cairan, mendapatkan spesimen (analisis), menghilangkan
dispnea.
5. Water seal drainage (WSD)
Drainase cairan (Water Seal Drainage) jika efusi menimbulkan gejala subyektif seperti nyeri,
dispnea, dll. Cairan efusi sebanyak 1 – 1,2 liter perlu dikeluarkan segera untuk mencegah
meningkatnya edema paru, jika jumlah cairan efusi lebih banyak maka pengeluaran cairan
berikutya baru dapat dilakukan 1 jam kemudian.
6 .Antibiotika jika terdapat empiema.
7. Operatif.
Tujuan pengobatan adalah untuk menemukan penyebab dasar, untuk mencegah
penumpukan kembali cairan, dan untuk menghilangkan ketidaknyamanan serta dipsnea.
Pengobatan spesifik ditujukan pada penyebab dasar (misal gagal jantung kongestif, pneumonia,
seosis)
Torakosintesis dilakukan untuk membuang cairan, untuk mendapatkan specimen guna
keperluan analisis, dan untuk menghilangkan dipsnea. Namun bila penyebab dasar adalah
malignansi, efusi dapat terjadi kembali dalam beberapa hari atau minggu. Torasentesis berulang
menyebabkan nyeri, penipisan protein dan elektrolit, dan kadang pneumotoraks. Dalam keadaan
ini pasien mungkin diatasi dengan pemasangan selang dada dengan drainase yang dihubungkan
ke system drainase water-seal atau pengisapan untuk mengevaluasi ruang pleura dan
pengembangan paru.
Agens yang secara kimiawi mengiritasi, seperti tetrasiklin, dimasukkan ke dalam ruang
pleura untuk mengobliterasi ruang pleural dan mencegah akumulasi cairan lebih lanjut. Setelah
agens dimasukkan, selang dada diklem dan pasien dibantu untuk mengambil berbagai posisi
untuk memastikan penyebaran agens secara merata dan untuk memaksimalkan kontak agens
dengan permukaan pleural. Selang dilepaskan klemnya sesuai yang diresepkan, dan drainase
dada biasanya diteruskan beberapa hari lebih lama untuk mencegah reakumulasi cairan dan
untuk meningkatkan pembentukan adhesi antara pleural viseralis dan parietalis.
Penatalaksanaan Keperawatan
Peran perawat dalam perawatan pasien dengan efusi pleural termasuk penerapan regimen
medis. Perawat menyiapkan serta memposisikan pasien untuk tindakan torasentesis dan
memberikan dukungan sepanjang prosedur dilakukan. Karena pleura yang terkena, maka akan
terjadi nyeri yang hebat; oleh karenanya pasien dibantu untuk mengambil posisi yang paling
sedikit menimbulkan nyeri, dan medikasi nyeri diberikan sesuai yang dibutuhkan.
Jika drainase selang dada dan sistem water-seal yang digunakan, perawat bertanggung
jawab untuk pemantauan fungsi sistem dan mencatat jumlah drainase pada interval yang
diharuskan. Asuhan keperawatan yang berhubungan dengan penyebab dasar efusi pleura akan
spesifik tergantung pada kondisi tersebut.
BAB III
ASKEP TEORITIS
A.Pengkajian
Pengumpulan Data
Data-data yang dikumpulkan atau dikaji meliputi :
a. Identitas Pasien
Pada tahap ini perawat perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis kelamin, alamat
rumah, agama atau kepercayaan, suku bangsa, bahasa yang dipakai, status pendidikan dan
pekerjaan pasien.
b. Keluhan Utama
Biasanya pada pasien dengan effusi pleura didapatkan keluhan berupa sesak nafas, rasa
berat pada dada, nyeri pleuritik akibat iritasi pleura yang bersifat tajam dan terlokasilir terutama
pada saat batuk dan bernafas serta batuk non produktif.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien dengan effusi pleura biasanya akan diawali dengan adanya tanda-tanda seperti
batuk, sesak nafas, nyeri pleuritik, rasa berat pada dada, berat badan menurun dan sebagainya.
Perlu juga ditanyakan mulai kapan keluhan itu muncul. Apa tindakan yang telah dilakukan untuk
menurunkan atau menghilangkan keluhan-keluhannya tersebut.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Perlu ditanyakan apakah pasien pernah menderita penyakit seperti TBC paru, pneumoni,
gagal jantung, trauma, asites dan sebagainya. Hal ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan
adanya faktor predisposisi.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit-penyakit yang
disinyalir sebagai penyebab effusi pleura seperti Ca paru, asma, TB paru dan lain sebagainya.
f. Riwayat Psikososial
Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara mengatasinya serta
bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang dilakukan terhadap dirinya.
g. Pengkajian Pola-Pola Fungsi Kesehatan
1) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Adanya tindakan medis dan perawatan di rumah sakit mempengaruhi perubahan persepsi
tentang kesehatan, tapi kadang juga memunculkan persepsi yang salah terhadap pemeliharaan
kesehatan. Kemungkinan adanya riwayat kebiasaan merokok, minum alkohol dan penggunaan
obat-obatan bisa menjadi faktor predisposisi timbulnya penyakit.
2) Pola nutrisi dan metabolisme
Dalam pengkajian pola nutrisi dan metabolisme, kita perlu melakukan pengukuran tinggi
badan dan berat badan untuk mengetahui status nutrisi pasien, selain juga perlu ditanyakan
kebiasaan makan dan minum sebelum dan selama MRS pasien dengan effusi pleura akan
mengalami penurunan nafsu makan akibat dari sesak nafas dan penekanan pada struktur
abdomen. Peningkatan metabolisme akan terjadi akibat proses penyakit. pasien dengan effusi
pleura keadaan umumnya lemah.
3) Pola eliminasi
Dalam pengkajian pola eliminasi perlu ditanyakan mengenai kebiasaan ilusi dan defekasi
sebelumdan sesudah MRS. Karena keadaan umum pasien yang lemah, pasien akan lebih banyak
bed rest sehingga akan menimbulkan konstipasi, selain akibat pencernaan pada struktur abdomen
menyebabkan penurunan peristaltik otot-otot tractus degestivus.
4) Pola aktivitas dan latihan
Akibat sesak nafas, kebutuhan O2 jaringan akan kurang terpenuhi dan Px akan cepat
mengalami kelelahan pada aktivitas minimal. Disamping itu pasien juga akan mengurangi
aktivitasnya akibat adanya nyeri dada. Dan untuk memenuhi kebutuhan ADL nya sebagian
kebutuhan pasien dibantu oleh perawat dan keluarganya.
5) Pola tidur dan istirahat
Adanya nyeri dada, sesak nafas dan peningkatan suhu tubuh akan berpengaruh terhadap
pemenuhan kebutuhan tidur dan istitahat, selain itu akibat perubahan kondisi lingkungan dari
lingkungan rumah yang tenang ke lingkungan rumah sakit, dimana banyak orang yang mondar-
mandir, berisik dan lain sebagainya.
6) Pola hubungan dan peran
Akibat dari sakitnya, secara langsung pasien akan mengalami perubahan peran, misalkan
pasien seorang ibu rumah tangga, pasien tidak dapat menjalankan fungsinya sebagai seorang ibu
yang harus mengasuh anaknya, mengurus suaminya. Disamping itu, peran pasien di
masyarakatpun juga mengalami perubahan dan semua itu mempengaruhi hubungan interpersonal
pasien.
7) Pola persepsi dan konsep diri
Persepsi pasien terhadap dirinya akan berubah. Pasien yang tadinya sehat, tiba-tiba
mengalami sakit, sesak nafas, nyeri dada. Sebagai seorang awam, pasien mungkin akan
beranggapan bahwa penyakitnya adalah penyakit berbahaya dan mematikan. Dalam hal ini
pasien mungkin akan kehilangan gambaran positif terhadap dirinya.
8) Pola sensori dan kognitif
Fungsi panca indera pasien tidak mengalami perubahan, demikian juga dengan proses
berpikirnya.
9) Pola reproduksi seksual
Kebutuhan seksual pasien dalam hal ini hubungan seks intercourse akan terganggu untuk
sementara waktu karena pasien berada di rumah sakit dan kondisi fisiknya masih lemah.
10) Pola penanggulangan stress
Bagi pasien yang belum mengetahui proses penyakitnya akan mengalami stress dan
mungkin pasien akan banyak bertanya pada perawat dan dokter yang merawatnya atau orang
yang mungkin dianggap lebih tahu mengenai penyakitnya.
11) Pola tata nilai dan kepercayaan
Sebagai seorang beragama pasien akan lebih mendekatkan dirinya kepada Tuhan dan
menganggap bahwa penyakitnya ini adalah suatu cobaan dari Tuhan.
h. pemeriksaan fisik
1) Status Kesehatan Umum
Tingkat kesadaran pasien perlu dikaji, bagaimana penampilan pasien secara umum,
ekspresi wajah pasien selama dilakukan anamnesa, sikap dan perilaku pasien terhadap petugas,
bagaimana mood pasien untuk mengetahui tingkat kecemasan dan ketegangan pasien. Perlu juga
dilakukan pengukuran tinggi badan berat badan pasien.
2) Sistem Respirasi
Inspeksi pada pasien effusi pleura bentuk hemithorax yang sakit mencembung, iga
mendatar, ruang antar iga melebar, pergerakan pernafasan menurun. Pendorongan mediastinum
ke arah hemithorax kontra lateral yang diketahui dari posisi trakhea dan ictus kordis. RR
cenderung meningkat dan Px biasanya dyspneu.
Fremitus tokal menurun terutama untuk effusi pleura yang jumlah cairannya > 250 cc.
Disamping itu pada palpasi juga ditemukan pergerakan dinding dada yang tertinggal pada dada
yang sakit.
Suara perkusi redup sampai peka tegantung jumlah cairannya. Bila cairannya tidak
mengisi penuh rongga pleura, maka akan terdapat batas atas cairan berupa garis lengkung dengan
ujung lateral atas ke medical penderita dalam posisi duduk. Garis ini disebut garis Ellis-
Damoisseaux. Garis ini paling jelas di bagian depan dada, kurang jelas di punggung.
Auskultasi Suara nafas menurun sampai menghilang. Pada posisi duduk cairan makin ke
atas makin tipis, dan dibaliknya ada kompresi atelektasis dari parenkian paru, mungkin saja akan
ditemukan tanda-tanda auskultasi dari atelektasis kompresi di sekitar batas atas cairan. Ditambah
lagi dengan tanda i – e artinya bila penderita diminta mengucapkan kata-kata i maka akan
terdengar suara e sengau, yang disebut egofoni (Alsagaf H, Ida Bagus, Widjaya Adjis, Mukty
Abdol, 1994,79)
3) Sistem Cardiovasculer
Pada inspeksi perlu diperhatikan letak ictus cordis, normal berada pada ICS – 5 pada
linea medio claviculaus kiri selebar 1 cm. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui ada
tidaknya pembesaran jantung. Palpasi untuk menghitung frekuensi jantung (health rate) dan
harus diperhatikan kedalaman dan teratur tidaknya denyut jantung, perlu juga memeriksa adanya
thrill yaitu getaran ictus cordis. Perkusi untuk menentukan batas jantung dimana daerah jantung
terdengar pekak. Hal ini bertujuan untuk menentukan adakah pembesaran jantung atau ventrikel
kiri. Auskultasi untuk menentukan suara jantung I dan II tunggal atau gallop dan adakah bunyi
jantung III yang merupakan gejala payah jantung serta adakah murmur yang menunjukkan
adanya peningkatan arus turbulensi darah.
4) Sistem Pencernaan
Pada inspeksi perlu diperhatikan, apakah abdomen membuncit atau datar, tepi perut
menonjol atau tidak, umbilicus menonjol atau tidak, selain itu juga perlu di inspeksi ada tidaknya
benjolan-benjolan atau massa.
Auskultasi untuk mendengarkan suara peristaltik usus dimana nilai normalnya 5-35 kali
permenit. Pada palpasi perlu juga diperhatikan, adakah nyeri tekan abdomen, adakah massa
(tumor, feces), turgor kulit perut untuk mengetahui derajat hidrasi pasien, apakah hepar teraba,
juga apakah lien teraba. Perkusi abdomen normal tympanik, adanya massa padat atau cairan akan
menimbulkan suara pekak (hepar, asites, vesika urinarta, tumor).
5) Sistem Neurologis
Pada inspeksi tingkat kesadaran perlu dikaji Disamping juga diperlukan pemeriksaan
GCS. Adakah composmentis atau somnolen atau comma. refleks patologis, dan bagaimana
dengan refleks fisiologisnya. Selain itu fungsi-fungsi sensoris juga perlu dikaji seperti
pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan dan pengecapan.
6) Sistem Muskuloskeletal
Pada inspeksi perlu diperhatikan adakah edema peritibial, palpasi pada kedua ekstremetas
untuk mengetahui tingkat perfusi perifer serta dengan pemerikasaan capillary refil time. Dengan
inspeksi dan palpasi dilakukan pemeriksaan kekuatan otot kemudian dibandingkan antara kiri
dan kanan.
7) Sistem Integumen
Inspeksi mengenai keadaan umum kulit higiene, warna ada tidaknya lesi pada kulit, pada
Px dengan effusi biasanya akan tampak cyanosis akibat adanya kegagalan sistem transport O2.
Pada palpasi perlu diperiksa mengenai kehangatan kulit (dingin, hangat, demam). Kemudian
texture kulit (halus-lunak-kasar) serta turgor kulit untuk mengetahui derajat hidrasi seseorang.
i. Pemeriksaan Penunjang
Hasil pemeriksaan medis dan laboratorium
a).Pemeriksaan Radiologi
Pada fluoroskopi maupun foto thorax PA cairan yang kurang dari 300 cc tidak bisa
terlihat. Mungkin kelainan yang tampak hanya berupa penumpukkan kostofrenikus. Pada effusi
pleura sub pulmonal, meski cairan pleura lebih dari 300 cc, frenicocostalis tampak tumpul,
diafragma kelihatan meninggi. Untuk memastikan dilakukan dengan foto thorax lateral dari sisi
yang sakit (lateral dekubitus) ini akan memberikan hasil yang memuaskan bila cairan pleura
sedikit (Hood Alsagaff, 1990, 786-787).
b).Biopsi Pleura
Biopsi ini berguna untuk mengambil specimen jaringan pleura dengan melalui biopsi
jalur percutaneus. Biopsi ini digunakan untuk mengetahui adanya sel-sel ganas atau kuman-
kuman penyakit (biasanya kasus pleurisy tuberculosa dan tumor pleura) (Soeparman, 1990,
788).
j. Pemeriksaan Laboratorium
Dalam pemeriksaan cairan pleura terdapat beberapa pemeriksaan antara lain :
1. Pemeriksaan Biokimia
Secara biokimia effusi pleura terbagi atas transudat dan eksudat yang perbedaannya dapat
dilihat pada tabel berikut :
Transudat Eksudat
Kadar protein dalam effusi 9/dl < 3 > 3
Kadar protein dalam effusi < 0,5 > 0,5
Kadar protein dalam serum
Kadar LDH dalam effusi (1-U) < 200 > 200
Kadar LDH dalam effusi < 0,6 > 0,6
Kadar LDH dalam serum
Berat jenis cairan effusi < 1,016 > 1,016
Rivalta Negatif Positif
Disamping pemeriksaan tersebut diatas, secara biokimia diperiksakan juga cairan pleura :
Kadar pH dan glukosa. Biasanya merendah pada penyakit-penyakit infeksi, arthritis
reumatoid dan neoplasma
Kadar amilase. Biasanya meningkat pada paulercatilis dan metastasis adenocarcinona
(Soeparman, 1990, 787).
6. Analisa cairan pleura
Transudat : jernih, kekuningan
Eksudat : kuning, kuning-kehijauan
Hilothorax : putih seperti susu
Empiema : kental dan keruh
Empiema anaerob : berbau busuk
Mesotelioma : sangat kental dan berdarah
7. Perhitungan sel dan sitologi
Leukosit 25.000 (mm3):empiema
Banyak Netrofil : pneumonia, infark paru, pankreatilis, TB paru
Banyak Limfosit : tuberculosis, limfoma, keganasan.
Eosinofil meningkat : emboli paru, poliatritis nodosa, parasit dan jamur
Eritrosit : mengalami peningkatan 1000-10000/ mm3 cairan tampak
kemorogis, sering dijumpai pada pankreatitis atau pneumoni. Bila erytrosit > 100000 (mm3
menunjukkan infark paru, trauma dada dan keganasan.
Misotel banyak : Jika terdapat mesotel kecurigaan TB bisa disingkirkan.
Sitologi : Hanya 50 - 60 % kasus- kasus keganasan dapat
ditemukan sel ganas. Sisanya kurang lebih terdeteksi karena akumulasi cairan pleura lewat
mekanisme obstruksi, preamonitas atau atelektasis (Alsagaff Hood, 1995 : 147,148)
8. Bakteriologis
Jenis kuman yang sering ditemukan dalam cairan pleura adalah pneamo cocclis, E-coli,
klebsiecla, pseudomonas, enterobacter. Pada pleuritis TB kultur cairan terhadap kuman tahan
asam hanya dapat menunjukkan yang positif sampai 20 % (Soeparman, 1998: 788).
B.Diagnosa Keperawatan
Beberapa diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan effusi pleura
antara lain :
1. Ketidakefektifan pola pernafasan berhubungan dengan menurunnya ekspansi paru
sekunder terhadap penumpukkan cairan dalam rongga pleura (Susan Martin
Tucleer, dkk, 1998).
2. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.
Sehubungan dengan peningkatan metabolisme tubuh, pencernaan nafsu makan
akibat sesak nafas sekunder terhadap penekanan struktur abdomen (Barbara
Engram, 1993).
3. Cemas sehubungan dengan adanya ancaman kematian yang dibayangkan
(ketidakmampuan untuk bernafas).
4. Gangguan pola tidur dan istirahat sehubungan dengan batuk yang menetap dan
sesak nafas serta perubahan suasana lingkungan Barbara Engram).
5. Ketidakmampuan melakukan aktivitas sehari-hari sehubungan dengan keletihan
(keadaan fisik yang lemah) (Susan Martin Tucleer, dkk, 1998).
6. Kurang pengetahuan mengenai kondisi, aturan pengobatan sehubungan dengan
kurang terpajang informasi (Barbara Engram, 1993)
C.Perencanaan/Intervensi
Setelah merumuskan diagnosa keperawatan, dibuat rencana tindakan untuk mengurangi,
menghilangkan dan mencegah masalah klien.(Budianna Keliat, 1994, 16)
Dx:Ketidakefektifan pola pernafasan berhubungan dengan menurunnya ekspansi paru
sekunder terhadap penumpukan cairan dalam rongga pleura.
Tujuan : Pasien mampu mempertahankan fungsi paru secara normal
Kriteria hasil : Irama, frekuensi dan kedalaman pernafasan dalam batas normal, pada
pemeriksaan sinar X dada tidak ditemukan adanya akumulasi cairan, bunyi nafas terdengar jelas.
Rencana tindakan :
1.Identifikasi faktor penyebab.
Rasional : Dengan mengidentifikasikan penyebab, kita dapat menentukan jenis effusi
pleura sehingga dapat mengambil tindakan yang tepat.
2. Kaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan, laporkan setiap perubahan yang terjadi.
Rasional : Dengan mengkaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan, kita dapat
mengetahui sejauh mana perubahan kondisi pasien.
3.Baringkan pasien dalam posisi yang nyaman, dalam posisi duduk, dengan kepala tempat
tidur ditinggikan 60 – 90 derajat.
Rasional : Penurunan diafragma memperluas daerah dada sehingga ekspansi paru bisa
maksimal.
4.Observasi tanda-tanda vital (suhu, nadi, tekanan darah, RR dan respon pasien).
Rasional : Peningkatan RR dan tachcardi merupakan indikasi adanya penurunan fungsi paru.
5. Lakukan auskultasi suara nafas tiap 2-4 jam.
Rasional : Auskultasi dapat menentukan kelainan suara nafas pada bagian paru-paru.
6. Bantu dan ajarkan pasien untuk batuk dan nafas dalam yang efektif.
Rasional : Menekan daerah yang nyeri ketika batuk atau nafas dalam. Penekanan otot-
otot dada serta abdomen membuat batuk lebih efektif.
7. Kolaborasi dengan tim medis lain untuk pemberian O2 dan obat-obatan serta foto thorax.
Rasional : Pemberian oksigen dapat menurunkan beban pernafasan dan mencegah terjadinya
sianosis akibat hiponia. Dengan foto thorax dapat dimonitor kemajuan dari berkurangnya cairan
dan kembalinya daya kembang paru.
Dx2:Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh sehubungan
dengan peningkatan metabolisme tubuh, penurunan nafsu makan akibat sesak nafas.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria hasil : Konsumsi lebih 40 % jumlah makanan, berat badan normal dan hasil
laboratorium dalam batas normal.
Rencana tindakan :
1.Beri motivasi tentang pentingnya nutrisi.
Rasional : Kebiasaan makan seseorang dipengaruhi oleh kesukaannya, kebiasaannya,
agama, ekonomi dan pengetahuannya tentang pentingnya nutrisi bagi tubuh.
3. Auskultasi suara bising usus.
Rasional : Bising usus yang menurun atau meningkat menunjukkan adanya gangguan
pada fungsi pencernaan.
4. Lakukan oral hygiene setiap hari.
Rasional : Bau mulut yang kurang sedap dapat mengurangi nafsu makan.
5. Sajikan makanan semenarik mungkin.
Rasional : Penyajian makanan yang menarik dapat meningkatkan nafsu makan.
6. Beri makanan dalam porsi kecil tapi sering.
Rasional : Makanan dalam porsi kecil tidak membutuhkan energi, banyak selingan
memudahkan reflek.
7. Kolaborasi dengan tim gizi dalam pemberian di’it TKTP
Rasional : Di’it TKTP sangat baik untuk kebutuhan metabolisme dan pembentukan
antibody karena diet TKTP menyediakan kalori dan semua asam amino esensial.
8. Kolaborasi dengan dokter atau konsultasi untuk melakukan pemeriksaan laboratorium
alabumin dan pemberian vitamin dan suplemen nutrisi lainnya (zevity, ensure, socal,
putmocare) jika intake diet terus menurun lebih 30 % dari kebutuhan.
Rasional : Peningkatan intake protein, vitamin dan mineral dapat menambah asam lemak
dalam tubuh.
Dx3:Cemas atau ketakutan sehubungan dengan adanya ancaman kematian yang dibayangkan
(ketidakmampuan untuk bernafas).
Tujuan : Pasien mampu memahami dan menerima keadaannya sehingga tidak
terjadi kecemasan.
Kriteria hasil : Pasien mampu bernafas secara normal, pasien mampu beradaptasi
dengan keadaannya. Respon non verbal klien tampak lebih rileks dan santai, nafas teratur dengan
frekuensi 16-24 kali permenit, nadi 80-90 kali permenit.
Rencana tindakan :
1. Berikan posisi yang menyenangkan bagi pasien. Biasanya dengan semi fowler.
Jelaskan mengenai penyakit dan diagnosanya.
Rasional : pasien mampu menerima keadaan dan mengerti sehingga dapat
diajak kerjasama dalam perawatan.
2. Ajarkan teknik relaksasi
Rasional : Mengurangi ketegangan otot dan kecemasan
3. Bantu dalam menggala sumber koping yang ada.
Rasional : Pemanfaatan sumber koping yang ada secara konstruktif sangat
bermanfaat dalam mengatasi stress.
4. Pertahankan hubungan saling percaya antara perawat dan pasien. Rasional :
Hubungan saling percaya membantu proses terapeutik
5. Kaji faktor yang menyebabkan timbulnya rasa cemas.
Rasional : Tindakan yang tepat diperlukan dalam mengatasi masalah yang
dihadapi klien dan membangun kepercayaan dalam mengurangi kecemasan.
6. Bantu pasien mengenali dan mengakui rasa cemasnya.
Rasional : Rasa cemas merupakan efek emosi sehingga apabila sudah
teridentifikasi dengan baik, perasaan yang mengganggu dapat diketahui.
Dx 4:Gangguan pola tidur dan istirahat sehubungan dengan batuk yang menetap dan
nyeri pleuritik.
Tujuan : Tidak terjadi gangguan pola tidur dan kebutuhan istirahat terpenuhi.
Kriteria hasil : Pasien tidak sesak nafas, pasien dapat tidur dengan nyaman tanpa
mengalami gangguan, pasien dapat tertidur dengan mudah dalam waktu 30-40 menit dan pasien
beristirahat atau tidur dalam waktu 3-8 jam per hari.
Rencana tindakan :
1.Beri posisi senyaman mungkin bagi pasien.
Rasonal : Posisi semi fowler atau posisi yang menyenangkan akan memperlancar
peredaran O2 dan CO2.
2. Tentukan kebiasaan motivasi sebelum tidur malam sesuai dengan kebiasaan pasien
sebelum dirawat.
Rasional : Mengubah pola yang sudah menjadi kebiasaan sebelum tidur akan
mengganggu proses tidur.
3. Anjurkan pasien untuk latihan relaksasi sebelum tidur.
Rasional : Relaksasi dapat membantu mengatasi gangguan tidur.
4. Observasi gejala kardinal dan keadaan umum pasien.
Rasional : Observasi gejala kardinal guna mengetahui perubahan terhadap kondisi
pasien.
Dx 5:Ketidakmampuan melaksanakan aktivitas sehari-hari sehubungan dengan keletihan
(keadaan fisik yang lemah).
Tujuan : Pasien mampu melaksanakan aktivitas seoptimal mungkin.
Kriteria hasil : Terpenuhinya aktivitas secara optimal, pasien kelihatan
segar dan bersemangat, personel hygiene pasien cukup.
Rencana tindakan :
1.Evaluasi respon pasien saat beraktivitas, catat keluhan dan tingkat aktivitas serta adanya
perubahan tanda-tanda vital.
Raasional : Mengetahui sejauh mana kemampuan pasien dalam melakukan aktivitas.
2. Bantu Px memenuhi kebutuhannya.
Rasional : Memacu pasien untuk berlatih secara aktif dan mandiri.
3. Awasi Px saat melakukan aktivitas.
Rasional : Memberi pendidikan pada Px dan keluarga dalam perawatan selanjutnya.
4. Libatkan keluarga dalam perawatan pasien.
Rasional : Kelemahan suatu tanda Px belum mampu beraktivitas secara penuh.
5. Jelaskan pada pasien tentang perlunya keseimbangan antara aktivitas dan istirahat.
Rasional : Istirahat perlu untuk menurunkan kebutuhan metabolisme.
6. Motivasi dan awasi pasien untuk melakukan aktivitas secara bertahap.
Rasional : Aktivitas yang teratur dan bertahap akan membantu mengembalikan pasien
pada kondisi normal.
Dx 6:Kurang pengetahuan mengenai kondisi, aturan pengobatan sehubungan dengan
kurangnya informasi.
Tujuan : Pasien dan keluarga tahu mengenai kondisi dan aturan pengobatan.
Kriteria hasil :
a. Px dan keluarga menyatakan pemahaman penyebab masalah.
b. PX dan keluarga mampu mengidentifikasi tanda dan gejala yang memerlukan
evaluasi medik.
c. Px dan keluarga mengikuti program pengobatan dan menunjukkan perubahan
pola hidup yang perlu untuk mencegah terulangnya masalah.
Rencana tindakan :
1.Kaji patologi masalah individu.
Rasional : Informasi menurunkan takut karena ketidaktahuan. Memberikan pengetahuan
dasar untuk pemahaman kondisi dinamik dan pentingnya intervensi terapeutik.
2. Identifikasi kemungkinan kambuh atau komplikasi jangka panjang.
Rasional : Penyakit paru yang ada seperti PPOM berat, penyakit paru infeksi dan
keganasan dapat meningkatkan insiden kambuh.
3. Kaji ulang tanda atau gejala yang memerlukan evaluasi medik cepat (contoh, nyeri dada
tiba-tiba, dispena, distress pernafasan).
Rasional : Berulangnya effusi pleura memerlukan intervensi medik untuk mencegah,
menurunkan potensial komplikasi.
4. Kaji ulang praktik kesehatan yang baik (contoh, nutrisi baik, istirahat, latihan).
Rasional : Mempertahankan kesehatan umum meningkatkan penyembuhan dan dapat
mencegah kekambuhan.
D.Implementasi
Implementasi merupakan pelaksanaan rencana keperawatan oleh perawat terhadap
pasien. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan rencana keperawatan
diantaranya :
Intervensi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi ; ketrampilan
interpersonal, teknikal dan intelektual dilakukan dengan cermat dan efisien pada situasi yang
tepat, keamanan fisik dan psikologis klien dilindungi serta dokumentasi intervensi dan respon
pasien.
Pada tahap implementasi ini merupakan aplikasi secara kongkrit dari rencana intervensi
yang telah dibuat untuk mengatasi masalah kesehatan dan perawatan yang muncul pada pasien
(Budianna Keliat, 1994,4).
E.Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan, dimana evaluasi adalah
kegiatan yang dilakukan secara terus menerus dengan melibatkan pasien, perawat dan anggota
tim kesehatan lainnya.
Tujuan dari evaluasi ini adalah untuk menilai apakah tujuan dalam rencana keperawatan
tercapai dengan baik atau tidak dan untuk melakukan pengkajian ulang (US. Midar H, dkk,
1989).
Kriteria dalam menentukan tercapainya suatu tujuan, pasien :
a. Mampu mempertahankan fungsi paru secara normal.
b. Kebutuhan nutrisi terpenuhi.
c. Tidak terjadi gangguan pola tidur dan kebutuhan istirahat terpenuhi.
d. Dapat memenuhi kebutuhan perawatan diri sehari-hari untuk mengembalikan
aktivitas seperti biasanya.
e. Menunjukkan pengetahuan dan gejala-gejala gangguan pernafasan seperti sesak
nafas, nyeri dada sehingga dapat melaporkan segera ke dokter atau perawat yang
merawatnya.
f. Mampu menerima keadaan sehingga tidak terjadi kecemasan.
g. Menunjukkan pengetahuan tentang tindakan pencegahan yang berhubungan dengan
penatalaksanaan kesehatan, meliputi kebiasaan yang tidak menguntungkan bagi
kesehatan seperti merokok, minum minuman beralkohol dan pasien juga
menunjukkan pengetahuan tentang kondisi penyakitnya.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Efusi pleural adalah adanya sejumlah besar cairan yang abnormal dalam ruang antara
pleural viseralis dan parietalis. Bergantung pada cairan tersebut, efusi dapat berupa
transudat(Gagal jantung, sirosis hepatis dan ascites) atau eksudat (infeksi dan neoplasma) ; 2
jenis ini penyebab dan strategi tata laksana yang berbeda. Efusi pleura yang disebabkan oleh
infeksi paru disebut infeksi infeksi parapneumonik. Penyebab efusi pleura yang sering terjadi di
negara maju adalah CHF, keganasan, pneumonia bakterialis, dan emboli paru. Di Negara
berkembang, penyebab paling sering adalah tuberculosis.
Pasien dapat datang dengan berbagai keluhan, termasuk nafas pendek, nyeri dada, atau
nyeri bahu. Pemeriksaan fisik dapat normal pada seorang pasien dengan efusi kecil. Efusi yang
lebih besar dapat menyebabkan penurunan bunyi nafas, pekak pada perfusi, atau friction rub
pleura.
Efusi pleura merupakan penyakit komplikasi yang sering muncul pada penderita penyakit
paru primer, dengan demikian segera tangani penyakit primer paru agar efusi yang terjadi tidak
terlalu lama menginfeksi pleura.
B.Saran
Dengan askep yang penulis tulis si pembaca dapat melakukan asuhan keperawatan
dengan benar,dan mampu mengatasi masalah yang ada pada pasien difusi plura ini.dan dapat di
jadikan pedoman nantinya.
DAFTAR PUSTAKA
1. Amin, Muhammad dkk (ed). 1989. Ilmu penyakit paru. Surabaya : Airlangga University
Press
2. Baughman, C Diane. 2000. Keperawatan medical bedah. Jakarta: EGC
3. Doenges, E Mailyn. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk perencanaan
dan pendokumentasian perawatan pasien. Ed3. Jakarta: EGC
4. Mansjoer, A, 2001, Kapita Selekta Kedokteran Edisi ke 3 Jilid I, Jakarta : Media
Aesculapius FKUI.