BAB 1PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Batu ginjal merupakan batu saluran kemih (urolithiasis), sudah dikenal sejak
zaman Babilonia dan Mesir kuno dengan diketemukannya batu pada kandung
kemih mummi. Batu saluran kemih dapat diketemukan sepanjang saluran kemih
mulai dari sistem kaliks ginjal, pielum, ureter, buli-buli dan uretra. Batu ini
mungkin terbentuk di di ginjal kemudian turun ke saluran kemih bagian bawah
atau memang terbentuk di saluran kemih bagian bawah karena adanya stasis urine
seperti pada batu buli-buli karena hiperplasia prostat atau batu uretra yang
terbentu di dalam divertikel uretra.
Penyakit batu saluran kemih menyebar di seluruh dunia dengan perbedaan
di negara berkembang banyak ditemukan batu buli-buli sedangkan di negara maju
lebih banyak dijumpai batu saluran kemih bagian atas (gunjal dan ureter),
perbedaan ini dipengaruhi status gizi dan mobilitas aktivitas sehari-hari. Angka
prevalensi rata-rata di seluruh dunia adalah 1-12 % penduduk menderita batu
saluran kemih.
Batu dapat menyebabkan infeksi berulang, gangguan ginjal, atau hematuria.
Obstruksi akut menyebabkan kolik ginjal dengan nyeri pinggang yang berat,
seringkali menyebar ke selangkangan, dan kadang disertai mual, muntah, rasa
tidak nyaman di abdomen, disuria, nyeri tekan ginjal, dan hematuria.Penyebab
terbentuknya batu saluran kemih diduga berhubungan dengan gangguan aliran
urine, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi dan keadaan-keadaan
lain yang masih belum terungkap (idiopatik).
1.2 Tujuan
a. Tujuan umum:
Mahasiswa dapat mengetahui asuhan keperawatan pada klien dengan
urolithiasis.
b. Tujuan khusus
Mampu mengidentifikasi pengertian, etiologi, tanda dan gejala, klasifikasi,
patofisiologi, penatalaksanaan, pemeriksaan diagnostik urolithiasis..
Mampu mengiidentifikasi proses keperawatan denganurolithiasis
1.3 Manfaat
1. Mahasiswa:
Mahasiswa memahami penyakit urolithiasis sehingga menunjang
pembelajaran mata kuliah sistem Perkemihan.
Mahasiswa mengetahui proses keperawatan yang benar sehingga dapat
menjadi bekal dalam persiapan praktik di rumah sakit.
2. Institusi:
Dapat membantu perkembangan ilmu keperawatan khususnya
proses keperawatan dengan urolithiasis di institusi kelompok melakukan
studi.
Dijadikan acuan dan bahan bagi penulis/kelompok lain yang berminat
untukmenulis makalah tentang asuhan keperawatan dengan urolithiasis.
BAB 2TINJAUAN PUSTAKA
2.1 KONSEP DASAR TEORI
2.1.1 Pengertian
Batu ginjal (urolitiasis) adalah bentuk deposit mineral, paling umum
oskalat Ca2+ dan fosfat Ca
2+ , namun asam urat dan kristal lain juga pembentuk
batu. Meskipun kalkulus ginjal dapat terbentuk dimana saja dari saluran
perkemihan, batu ini paling umum ditemukan pada palvis dan kalik ginjal. Batu
ginjal dapat tetap asimtomatik sampai keluar kedalam ureter dan/atau aliran urine
terhambat (Doengoes, 2000. Hal 686).
Batu ginjal adalah suatu keadaan terdapatnya batu (kalkuli) di ginjal.batu
yang terbentuk di tubuli ginjal kemudian berada di kaliks, infundibulum, pelvis
ginjal dan bahkan bisa mengisi pelvis serta seluruh kaliks ginjal. Batu yang
mengisi pielum dan lebih dari dua kaliks ginjal memebrikan gambaran
menyerupai tanduk rusa sehingga disebut batu staghorn (muttaqin, arif. 20012)
Batu ginjal adalah batu yang terdapat di saluran kemih, batu yang sering
dijumpai tersusun dari Kristal-kristal kalsium (Elizabeth J. Corwin, 2009). Batu
ginjal adalah adanya batu dalam sistem perkemihan sebanyak 60% kandungan
batu ginjal terdiri atas kalsium oksalat, asam urat. Magnesium, amonium, dan
fosfat atau gelembung asam amino. (dr.nursalam dkk. 2009)
2.1.2 Anatomi Ginjal
Ginjal terletak pada dinding posterior abdomen di belakang peritoneum
pada kedua sisi vertebra thorakalis ke 12 sampai vertebra lumbalis ke-3.Bentuk
ginjal seperti biji kacang.Ginjal kanan sedikit lebih rendah dari ginjal kiri, karena
adanya lobus hepatis dexter yang besar.
Fungsi ginjal
a) memegang peranan penting dalam pengeluaran zat-zat toksis atau racun,
b) mempertahankan suasana keseimbangan cairan,
c) mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa dari cairan tubuh, dan
d) mengeluarkan sisa-sisa metabolisme akhir dari protein ureum, kreatinin dan
amoniak.
Struktur Ginjal.
Setiap ginjal terbungkus oleh selaput tipis yang disebut kapsula fibrosa,
terdapat cortex renalis di bagian luar, yang berwarna cokelat gelap, dan medulla
renalis di bagian dalam yang berwarna cokelat lebih terang dibandingkan
cortex.Bagian medulla berbentuk kerucut yang disebut pyramides renalis, puncak
kerucut tadi menghadap kaliks yang terdiri dari lubang-lubang kecil disebut
papilla renalis.
Hilum adalah pinggir medial ginjal berbentuk konkaf sebagai pintu
masuknya pembuluh darah, pembuluh limfe, ureter dan nervus..Pelvis renalis
berbentuk corong yang menerima urin yang diproduksi ginjal. Terbagi menjadi
dua atau tiga calices renalis majores yang masing-masing akan bercabang menjadi
dua atau tiga calices renalis minores Struktur halus ginjal terdiri dari banyak
nefron yang merupakan unit fungsional ginjal. Diperkirakan ada 1 juta nefron
dalam setiap ginjal. Nefron terdiri dari : Glomerulus, tubulus proximal, ansa
henle, tubulus distal dan tubulus urinarius.
Persarafan Ginjal.
Ginjal mendapatkan persarafan dari fleksus renalis(vasomotor). Saraf ini
berfungsi untuk mengatur jumlah darah yang masuk ke dalam ginjal, saraf ini
berjalan bersamaan dengan pembuluh darah yang masuk ke ginjal.
2.1.3 Etiologi
1. Idiopatik (tidak diketahui)
2. Infeksi saluran kemih (ISK)
Infeksi oleh bakteri yang memecah ureum dan membentuk amonium akan
mengubah pH urine menjadi alkali dan mengendapkan garam – garam fosfat. Batu
struvite secara khas mengendap karena infeksi, khususnya oleh
spesies Pseudomonas atau Proteusmikroorganisme pemecah ureum ini lebih di
jumpai pada wanita.
3. Imobilisasi
Imobilisasi menyebabkan kalsium terlepas kedalam darah dan tersaring oleh
ginjal.
4. Penyakit Gout
Produksi asam urat meningkat dalam urine yang merubah pH urine menjadi
asam sehingga kristal - kristal asam urat mengendap.
5. Kurangnya asupan air putih
Dapat menurunkan konsentrasi substansi dalam urine dan mengendapkan
kristal yang dapat membentuk batu.
6. Obstruksi
Obstruksi pada aliran urin yang menimbulkan statis di dalam traktus
urinarius
7. Faktor eksogen
Lingkungan, makanan, infeksi dan kejenuhan mineral
8. Faktor endogen
Genetik misal, hiperkalsiuria, hipersistinuria
2.1.4 Patofisiologi
1. Proses Perjalanan Penyakit
Tipe batu ginjal yang utama adalah kalsium oksalat dan kalsium fosfat yang
menempati 75% hingga 80% dari semua kasus batu ginjal; batu struvite
(magnesium, amonium, dan fosfat) 15%, dan asam urat 7%. Batu sistin relatif
jarang terjadi dan mewakili 1% dari semua batu ginjal. (Kowalak, 2003).
Menurut Suharyanto dan Madjid (2009), sebagian besar batu saluran
kemih adalah idiopatik. Teori terbentuknya batu antara lain :
a. Teori Inti Matriks
Terbentuknya batu saluran kemih memerlukan substansi organik sebagai
inti. Substansi organik ini terutama terdiri dari mukopolisakarida dan
mukoprotein yang akan mempermudah kristalisasi dan agregasi substansi
pembentuk batu.
b. Teori Supersaturasi
Terjadinya kejenuhan substansi pembentuk batu dalam urine seperti sistin,
santin, asam urat, kalsium oksalat akan mempermudah terbentuknya batu.
c. Teori Presipitasi – Kristalisasi
Perubahan pH urine mempengaruhi solubilitas substansi dalam urine.
Pada urine yang bersifat asam akan mengendap sistin, santin, asam dan garam
urat. Sedangkan pada urine yang bersifat alkali akan mengendap garam –
garam oksalat.
d. Teori Berkurangnya Faktor Penghambat
Berkurangnya faktor penghambat seperti peptid fosfat, pirofosfat,
polifosfat, sitrat, magnesium, asam mukopolisakarida akan mempermudah
pembentukan batu saluran kemih.
Urolithiasis atau kalkulus renal dapat terbentuk di mana saja di dalam
traktus urinarius kendati paling sering ditemukan pada piala ginjal (pelvis renal)
atau kalises. Urolithiasis memiliki ukuran yang beragam dan bisa soliter atau
multiple.
Meskipun penyebab pastinya tidak diketahui (idiopatik), namun secara
garis besar faktor predisposisinya adalah Infeksi saluran kemih (ISK), imobilisasi,
penyakit Gout, kurangnya asupan air putih, dan adanya obstruksi di saluran
kemih. Infeksi saluran kemih (ISK) disebabkan adanya bakteri pseudomonas yang
dapat memecah ureum dan membentuk amonium yang akan mengubah pH urine
menjadi alkali dan mengendapkan garam – garam fosfat.
Imobilisasi membuat aktivitas otot menurun sehingga terjadi
demineralisasi tulang. Kalsium terlepas kedalam darah dan tersaring oleh ginjal
menimbulkan keadaan hiperkalsiuria. Hiperkalsuria dapat mengendapkan kristal –
kristal kalsium dan membentuk batu.
Penyakit gout yaitu penyakit dengan peningkatan produksi asam urat.
Produksi asam urat dalam urine pun meningkat dan pH urine berubah menjadi
asam. pH yang asam mengakibatkan kristal – kristal asam urat mengendap dan
membentuk batu. Kurangnya asupan air putih dapat meningkatkan konsentrasi
substansi dalam urine dan mengendapkan kristal yang dapat membentuk batu.
Obstruksi pada aliran urin yang menimbulkan statis di dalam traktus
urinarius dan mempermudah timbulnya bakteri penyebab infeksi. Terbentuknya
batu di ginjal menyebabkan obstrusi pada ginjal yang akan menekan parenkim
ginjal. Kolik renal biasanya timbul karena ginjal yang tertekan.
Ginjal yang mengalami penekanan akan mengakibatkan distensi pada
abdomen. Di sisi lain penekanan ginjal dapat merusak renal yang menyebabkan
nekrosis. Jika batu turun ke ureter maka terjadi obstruksi pada ureter yang
menyumbat lubang sambungan utero – pelvis yang menimbulkan nyeri atau biasa
disebut kolik ureter. Sumbatan menyebabkan peningkatan frekuensi kontraksi
peristaltik yang mengakibatkan trauma dan menimbulkan hematuria.
Obstruksi ureter juga menyebabkan keadaan stasis urine sehingga
mikroorganisme berkembang dan terjadi infeksi. Stasis urine menimbulkan rasa
ingin berkemih, namun hanya sedikit urine yang keluar, dan mengandung darah
akibat aksi abrasif batu. Stasis urine dapat mengalirkan aliran balik urine ke ginjal
sehingga terjadi hidronefrosis yang dapat merusak renal dan menyebabkan
nekrosis renal. Penurunan GFR (Glomerulus Filtration Rate) juga terjadi akibat
keadaan stasis urine yang bisa berakibat lanjut menyebabkan kegagalan ginjal
(GGK).
Batu yang terjebak di kandung kemih biasanya menyebabkan gejala iritasi
dengan infeksi traktus urinarius. Jika batu menyebabkan obstruksi pada leher
kandung kemih, akan terjadi retensi urine.
2.1.5 Manifestasi Klinis
a. Kolik renal atau ureter, tergantung dimana letak adanya batu. Apabila batu
ada didalam pelvis ginjal, penyebab nyerinya aadalah hidronefrosis dan
nyeri ini tidak tajam, tetap dirasakan di area sudut kostovertebra. Apabila
batu turun kedalam ureter, pasien akan mengalami nyeri yang hebat, kolik,
dan rasa seperti ditikam. Nyeri ini bersifat intermitten dan disebabkan oleh
spasme (kejang) ureter dan anoksia dinding ureter yang ditekan batu.
Nyeri ini menyebar ke area suprapubik, genitalia eksterna dan femur
b. Nausea dan vomitus akibat adanya distesnsi abdomen karena penekanan
ginjal
c. Demam dan menggigil karena infeksi
d. Hematuria, karena adanya abrasi pada ureter karena batu.
e. Oliguria dan anuria, akibat adanya stasis urine.
2.1.6 Pemeriksaan Diagnostik
1) Pemeriksaan Laboratorium
Sedimen urin / tes dipstik untuk mengetahui sel eritrosit, lekosit, bakteri
(nitrit), dan pH urin.
Kreatinin serum untuk mengetahui fungsi ginjal.
C-reactive protein, hitung leukosit sel B, dan kultur urin biasanya dilakukan
pada keadaan demam.
Natrium dan kalium darah dilakukan pada keadaan muntah.
Kadar kalsium dan asam urat darah dilakukan untuk mencari faktor risiko
metabolik.
Urinalisasi
Warna mungkin kuning ,coklat gelap,berdarah,secara umum menunjukan
SDM, SDP, kristal ( sistin,asam urat,kalsium oksalat), ph asam (meningkatkan
sistin dan batu asam urat) alkali ( meningkatkan magnesium, fosfat amonium, atau
batu kalsium fosfat), urine 24 jam :kreatinin, asam urat kalsium, fosfat, oksalat,
atau sistin mungkin meningkat), kultur urine menunjukan ISK, BUN/kreatinin
serum dan urine; abnormal (tinggi pada serum/rendah pada urine) sekunder
terhadap tingginya batu obstruktif pada ginjal menyebabkan iskemia/nekrosis.
Warna : normal kekuning-kuningan, abnormal merah menunjukkan hematuri
(kemungkinan obstruksi urine, kalkulus renalis, tumor,kegagalan ginjal).PH :
normal 4,6 – 6,8 (rata-rata 6,0), asam (meningkatkan sistin dan batu asam urat),
alkali (meningkatkan magnesium, fosfat amonium, atau batu kalsium fosfat), Urin
24 jam : Kreatinin, asam urat, kalsium, fosfat, oksalat, atau sistin mungkin
meningkat), kultur urine menunjukkan Infeksi Saluran Kencing , BUN hasil
normal 5 – 20 mg/dl tujuan untuk memperlihatkan kemampuan ginjal untuk
mengekskresi sisa yang bemitrogen. Kreatinin serum hasil normal laki-laki 0,85
sampai 15mg/dl perempuan 0,70 sampai 1,25 mg/dl tujuannya untuk
memperlihatkan kemampuan ginjal untuk mengekskresi sisa yang bemitrogen.
Darah lengkap: Hb,Ht,abnormal bila psien dehidrasi berat atau
polisitemia.
2. Hormon Paratyroid mungkin meningkat bila ada gagal ginjal ( PTH.
Merangsang reabsobsi kalsiumm dari tulang, meningkatkan sirkulasi s\erum
dan kalsium urine.
3. Foto Rntgen: Menunjukan adanya kalkuli atau perubahan anatomik pada
area ginjal dan sepanjang urewter.
4. IVP: Memberukan konfirmasi cepat urolithiasis seperti penyebab
nyeri,abdominal atau panggul.Menunjukan abnormalitas pada struktur
anatomik (distensi ureter).
5. Sistoureterokopi: Visualiasi kandung kemih dan ureter dapat menunjukan
batu atau efek obstruksi.
6. USG ginjal: Untuk menentukan perubahan obstruksi,dan lokasi batu.
Pemeriksaan radiologi khusus yang dapat dilakukan meliputi :
Retrograde atau antegrade pyelography
Spiral (helical) unenhanced computed tomography (CT)
Scintigraphy
2.1.7 Penatalaksanaan
1. Tujuan dasar penatalaksanaan adalah :
o Menghilangkan batu.
o Menentukan jenis batu.
o Mencegah kerusakan nefron
o Mengendalikan infeksi.
o Mengurangi obstruksi yang terjadi.
2. Penatalaksanaan medis yang diberikan pada pasien Urolithiasis, berupa :
a. Terapi Farmakologis
1) Morfin dan meperiden yang dapat mencegah syok dan sinkop akibat nyeri
yang luar biasa.
2) Amonium klorida atau asam asetohidroksamik (Lithostat), dapat
mengubah urin menjadi asam pada kasus urolithiasis karena batu kalsium.
3) Allopurinol (Zyloprim) untuk mengurangi kadar asam urat serum dan
ekskresi asam urat ke dalam urine, sehingga urine menjadi basa.
b. Terapi Nutrisi
1) Makanan yang harus dihindari adalah :
a)Makanan yang kaya akan vitamin D, karena vitamin D meningkatkan
reabsorbsi kalsium. Contoh makanan:
Produk susu : semua keju, susu ( > dari ½ cangkir sehari ), krim asam
(yoghurt).
Daging, ikan, unggas : otak, jantung, hati, ginjal, sardin, sweetbread, telur
ikan, kelinci, rusa.
Sayuran : lobak, bayam, buncis, seledri, kedelai.
Buah : kismis, semua jenis beri, anggur.
Roti, sereal : roti murni, roti gandum, catmeal, beras merah, jagung giling,
sereal.
2) Makanan yang harus dibatasi
Garam meja dan makanan tinggi natrium, karena Na bersaing dengan Ca
dalam reabsorbsinya di ginjal.
Minuman : teh, coklat, minuman berkarbonat, bir.
Lain – lain : kacang, sup yang dicampur susu, makanan pencuci mulut
yang dicampur susu, seperti kue basah, kue kering dan pie.
3. Terapi Penghancuran dan Pengangkatan Batu
a. Lithotripsi gelombang kejut ekstrakorporeal / Extracorporeal Shock Wave
Lithotripsi (ESWL)
Prosedur noninvasif yang digunakan untuk menghancurkan urolithiasis
dengan cara amplitudo tekanan berenergi tinggi dari gelombang kejut
sekitar 1000 – 3000 gelombang kejut, dan dibangkitkan melalui suatu
pelepasan energi yang kemudian disalurkan ke air dan jaringan lunak,
tekanan gelombang mengakibatkan permukaan batu pecah, dan akhirnya
menyebabkan batu tersebut menjadi bagian – bagian yang lebih kecil.
b. Nefrostomi perkutan dan nefrostop dimasukkan kedalam traktus perkutan
yang sudah dilebarkan kedalam parenkim ginjal batu dapat diangkat dengan
forcep atau jaring tergantung ukurannya, alat ultrasound dimasukkan
melalui selang nefrostomi disertai pemakaian gelombang ultrasonik untuk
mengjancurkan batu serpihan diigrasi dan dihisap keluar dari duktus
kolektivus. Batu yang besar selanjutnya dapat dikurangi dengan disentegrasi
ultrasonik dan diangkat dengan forcep atau jaring. Selang nefrostomi
perkutan dibiarkan ditempatnya untuk menjamin bahwa ureter tidak
mengalami obstruksi oleh edema dan bekuan darah. Komplikasi perdarahan,
infeksi, dan ekstravasasi urine.
c. Ureteroskopi, mencakup visualisasi dan akses ureter dengan memasukkan
suatu alat ureteroskop dengan menggunakan laser, lithotripsihidraulik, atau
ultrason kemudian diangkat. Suatu stent dapat dimasukkan dan dibiarkan
selama 48 jam/lebih setelah prosedur untuk menjaga kepatenan ureter.
d. Infus cairan kemolitik, misalnya agen pembuat basa (ankylating) dan
pembuat asam (acidifyng) untuk melarutkan batu dapat dilakukan sebagai
alternatif penanganan untuk pasien kurang beresiko terhadap terapi lain dan
menolak metode lain.
e. Pembedahan
Jika batu terletak di dalam ginjal, pembedahan dilakukan dengan
nefrolitotomi (insisi pada ginjal untuk mengangkat batu) atau nefrektomi ,
jika ginjal tidak berfungsi akibat infeksi atau hidronefrosis. Batu di dalam
piala ginjal diangkat dengan pielolitotomi, sedangkan batu pada ureter
diangkat dengan ureterolitotomi, dan batu pada kandung kemih diangkat
dengan sistotomi.
2.1.8 Komplikasi
1) Sumbatan atau obstruksi akibat adanya pecahan batu.
2) Infeksi, akibat diseminasi partikel batu ginjal atau bakteri akibat obstruksi.
3) Kerusakan fungsi ginjal akibat sumbatan yang lama sebelum pengobatan
atau pengangkatan batu ginjal.
4) Obstruksi
5) Hidronephrosis.
BAB 3KONSEP DASAR KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
Nama : Ny. S
Jenis kelamin : Perempuan
Masuk ke Rs : 23 Juni 2015
Umur : 35 tahun
Agama : islam
Alamat : Peusangan
Pengkajian pada pasien batu ginjal meliputi :
a. Aktivitas/istirahat
Gejala :
1) Riwayat pekerjaan monoton, pekerjaan dimana pasien terpajan pada
lingkungan bersuhu tinggi
2) Keterbatasan aktifitas atau imobilisasi berhubungan dengan kondisi
sebelumnya (contoh : penyakit tak sembuh, cedera medulla spinalis)
b. Sirkulasi
Tanda :
1) Peningkatan TD/nadi (nyeri, ansietas, gagal ginjal)
2) Kulit hangat dan kemerahan atau pucat
c. Eliminasi
Gejala :
1) Riwayat ISK kronis, obstruksi sebelumnya (kalkulus)
2) Penurunan haluaran urine, kandung kemih penuh
3) Rasa terbakar, dorongan berkemih
4) Diare
Tanda :
1) Oliguria, hematuria, piuria
2) Perubahan pola berkemih
d. Makanan dan cairan
Gejala :
1) Mual/muntah, nyeri tekan abdomen
2) Riwayat diet tinggi purin, kalsium oksalat dan atau fosfat
3) Hidrasi yang tidak adekuat, tidak minum air dengan cukup
Tanda :
1) Distensi abdomen, penurunan/tidak ada bising usus
2) Muntah
e. Nyeri dan kenyamanan
Gejala :
1) Nyeri hebat pada fase akut (nyeri kolik), lokasi nyeri tergantung lokasi batu
(urolithiasis menimbulkan nyeri dangkal konstan)
Tanda :
1) Perilaku berhati – hati, perilaku distraksi
2) Nyeri tekan pada area ginjal yang sakit
f. Keamanan
Gejala :
1) Penggunaan alkohol
2) Demam/menggigil
g. Penyuluhan/pembelajaran
Gejala :
1) Riwayat batu saluran kemih dalam keluarga, penyakit ginjal, hipertensi, gout,
ISK kronis.
2) Riwayat penyakit usus halus, bedah abdomen sebelumnya,
hiperparatiroidisme.
3) Penggunaan antibiotika, antihipertensi, natrium bikarbonat, alupurinol, fosfat,
tiazid, pemasukan berlebihan kalsium atau vitamin.
3.2 Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum
Kondisi umum = gelisah dan tampak meringis namun nyeri nonkolik.
Pemeriksaan Fisik Hasil
Inspeksi Flatuensi (+)
Palpasi Nyeri tekan kuadran kanan atas (+)
Perkusi Timpani pada abdomen dan nyeri ketok
CVA dextra (+)
Auskultasi Bising usus menurun
3.3 Diagnosa
Adapun diagnosa keperawatan pada pasien Urolithiasis meliputi :
1. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan frekuensi/dorongan kontraksi
ureteral, trauma jaringan sekunder terhadap urolithiasis.
2. Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan iritasi ginjal/ureteral,
obstruksi mekanik dan inflamasi.
3. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan
mual/muntah dan diuresis pasca obstruksi.
4. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan kurang terpajan/mengingat, salah interpretasi informasi,
dan tidak mengenal sumber informasi.
Diagnosa Post OP Pyelolitotomi Urolithiasis meliputi:
1. Nyeri (akut) berhubungan dengan insisi pembedahan
2. Resiko infeksi berhubungan dengan Invasi kuman pada luka operasi
3. Kerusakan integritas jaringan kulit berhubungan dengan Interupsi mekanis
pada kulit / jaringan. Perubahan sirkulasi, efek – efek yang ditimbulkan oleh
medikasi; akumulasi drain; perubahan status metabolis.
4. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan kurang terpajan/mengingat, salah interpretasi informasi,
dan tidak mengenal sumber informasi.
3.4 Perencanaan
Perencanaan meliputi pengembangan strategi desain untuk mencegah,
mengurangi, atau mengoreksi masalah – masalah yang diidentifikasi pada
diagnosa keperawatan. Secara tradisional, rencana keperawatan merupakan
metode komunikasi tentang asuhan keperawatan pada pasien.
Berikut intervensi keperawatan pada Urolithiasis :
1. Pre OP
a. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan frekuensi/dorongan kontraksi
ureteral, trauma jaringan sekunder terhadap urolithiasis.
Data Subyektif : Adanya nyeri
Data Obyektif : Rasa tidak enak di perut, ekspresi wajah meringis,
posisi menahan sakit, sulit tidur dan istirahat, dan
berusaha mencari posisi untuk menghilangkan nyeri.
Tujuan : Nyeri berkurang atau hilang dan spasme terkontrol
Kriteria hasil : Tampak rileks, mampu tidur/istirahat dengan tepat
Intervensi :
1) Catat lokasi, lamanya intensitas (skala 0 - 10) dan penyebaran. Peningkatan
TD dan nadi, gelisah dan merintih.
R/ : Mengevaluasi tempat obstruksi, kemajuan gerakan kalkulus.
Nyeri tiba – tiba dapat mencetuskan ketakutan, gelisah dan ansietas berat.
2) Jelaskan penyebab nyeri dan pentingnya melaporkan ke perawat terhadap
perubahan nyeri.
R/ : Memberikan kesempatan untuk pemberian analgesik sesuai waktu.
Penghentian nyeri secara tiba – tiba biasanya menunjukkan lewatnya batu
3) Berikan tindakan nyaman seperti pijatan punggung, lingkungan untuk
istirahat
R/ : Meningkatkan relaksasi, dan meningkatkan koping Bantu/dorong
bernafas secara fokus
R/ : Mengarahkan kembali dan membantu relaksasi otot
4) Bantu dengan ambulasi sering sesuai indikasi dan tingkatkan pemasukan
cairan sedikitnya 3 – 4 L/hari.
R/ : Hidrasi kuat, memungkinkan lewatnya batu, mencegah statis urine, dan
membantu mencegah pembentukkan batu selanjutnya
5) Pertahankan keluhan peningkatan/ menetapnya nyeri abdomen
R/ : Obstruksi lengkap ureter dapat menyebabkan perforasi dan ekstravasasi
urine kedalam area perirenal.
6) Berikan obat sesuai indikasi
R/ : Menurunkan kolik uretral, meningkatkan relaksasi otot dan menurunkan
edema jaringan untuk membantu gerakan batu
7) Berikan kompres hangat pada punggung
R/ : menghilangkan tegangan otot dan dapat menurunkan refleks spasme.
8) Pertahankan patensi kateter bila digunakan
R/ : Mencegah stasis urine, menurunkan resiko tekanan ginjal meningkat
dan infeksi. Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan iritasi
ginjal/ureteral, obstruksi mekanik dan inflamasi.
Data Subyektif : Adanya kesulitan untuk berkemih
Data Obyektif : sakit saat brkemih, urine tidak lancar, hematuria
Tujuan : Pola eliminasi urine normal
Kriteria Hasil : Berkemih dengan jumlah normal dan pola biasanya,
tidak mengalami tanda obstruksi
Intervensi :
1) Kaji pola berkemih, frekuensi, konsistensi, bau, volume, dan warna urine
pasien
R/ : Mengetahui pengaruh iritasi kandung kemih dengan frekuensi miksi
2) Anjurkan pasien untuk minum sebanyak 2000 cc per hari
R/ : Membantu mempertahnkan fungsi ginjal, pemmberian air secara
orberian air secara oral adalah pilihan terbaik untuk mendukung aliran
darah renal dan untuk membilas bakterii dari traktus urinarius
3) Anjurkan menghindari konsumsi minuman kopi, teh, soda, dan alcohol;
awasi adanya distensi kandung kemih
R/ : Menurunkan iritasi dengan menghindari minuman yang bersifat
mengiritasi saluran kemih.
4) Awasi adanya distensi kandung kemih
R/ : Retensi urin dapat menyebabkan distensi jaringan kandung
kemih/ginjal, potensial resiko infeksi, gagal ginjal
5) Awasi pemeriksaan laboratorium seperti kultur urine, elektrolit, BUN,
kreatinin.
R/ : Peningkatan BUN, kreatinin, dan elektrolit mengindikasikan disfungsi
ginjal.
6) Berikan obat sesuai indikasi
R/ : terapi yang digunakan bertujuan untuk mengurangi nyeri,
memperlancar aliran urine, dan membebaskan obstruksi.
Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan
mual/muntah dan diuresis pasca obstruksi.
Data Subyektif : Mual, muntah, haus.
Data Obyektif : Demam, BB turun, membran mukosa kering, turgor kulit
kering.
Tujuan : Mempertahankan kesimbangan cairan adekuat
Kriteria Hasil : Tanda vital stabil dan BB dalam rentang normal, nadi perifer
normal, membran mukosa lembab, dan turgor kulit baik.
3.5 Implementasi Keperawatan
Pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan
yang spesifik dilaksanakan untuk memodifikasi faktor – faktor yang
mempengaruhi masalah kesehatan klien.
Tujuan pelaksanaan adalah membantu klien dalam mencapai tujuan yang
telah ditetapkan, yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit,
pemulihan kesehatan dan memfasilitasi koping.
Pendekatan tindakan keperawatan meliputi :
1. Independen
Adalah kegiatan yang dilaksanakan oleh perawat tanpa petunjuk dan
perintah dari dokter atau tenaga kesehatan lainnya.
2. Interdependen
Adalah tindakan keperawatan yang menjelaskan suatu kegiatan yang
memerlukan kerjasama dengan tenaga kesehatan lainnya misalnya tenaga sosial,
ahli gizi, fisioterapi dan dokter.
3. Dependen
Adalah tindakan yang berhubungan dengan pelaksanaan rencana tindakan
medis.
3.6 Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan dengan cara
melakukan identifikasi sejauh mana diagnosa keperawatan, rencana tindakan dan
pelaksanaannya sudah berhasil dicapai. Ada dua komponen untuk mengevaluasi
tindakan keperawatan yaitu :
1. Evaluasi formatif (Proses)
Fokus tipe evaluasi ini adalah aktivitas dari proses keperawatan dan hasil
kualitas pelayanan, tindakan keperawatan. Evaluasi proses kasus dilaksanakan
segera setelah perencanaan keperawatan dilaksanakan untuk membantu
keefektifan terhadap tindakan. Evaluasi ini berupa respon klien setelah
pelaksanaan tindakan keperawatan.
2. Evaluasi sumatif (Hasil)
Fokus evaluasi hasil adalah perubahan perilaku atau status kesehatan klien
pada akhir tindakan perawatan klien. Tipe evaluasi ini dilaksanakan pada akhir
tindakan keperawatan. Sistem penulisan ada tahap evaluasi ini bisa menggunakan
sistem “SOAP” atau model komponen lainnya.
BAB 4PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Jadi batu ginjal adalah batu yang terbentuk di tubuli ginjal kemudian
berada di kaliks, infundibulum, pelvis ginjal dan bahkan bisa mengisi pelvis serta
seluruh kaliks ginjal dan merupakan batu slauran kemih yang paling sering terjadi.
Batu ini terbentuk di ginjal kemudian turun ke saluran kemih bagian
bawah atau memang terbentuk di saluran kemih bagian bawah karena adanya
stasis urine seperti pada batu buli-buli karena hiperplasia prostat atau batu uretra
yang terbentu di dalam divertikel uretra.
Penyakit batu saluran kemih menyebar di seluruh dunia dengan perbedaan
di negara berkembang banyak ditemukan batu buli-buli sedangkan di negara maju
lebih banyak dijumpai batu saluran kemih bagian atas (gunjal dan ureter),
perbedaan ini dipengaruhi status gizi dan mobilitas aktivitas sehari-hari.
Pencegahan dari batu ginjal ini dapat dilakukan dengan menghindari
dehidrasi dengan minum cukup upayakan produksi urine 2 - 3 liter per hari, diet
rendah zat/komponen pembentuk batu, aktivitas harian yang cukup dan
medikamentosa.
4.2 Saran
1. Bagi Mahasiswa
Diharapkan mahasiswa agar dapat meningkatkan pengetahuannya tentang
macam-macam penyakit dan juga meningkatkan kemampuan dalam
pembuatan asuhan keperawatan pada pasien dengan Batu ginjal.
2. Bagi perawat
Diharapkan bagi perawat agar dapat meningkatkan keterampilan dalam
memberikan asuhan keperawatan serta pengetahuannya sehingga dapat
memberikan asuhan keperawatan yang optimal terkhususnya pada pasien
dengan penyakit batu ginjal.
3. Bagi Dunia keperawatan
Diharapkan asuhan keperawatan ini dapat terus diperbaiki kekurangannya
sehingga dapat menambah pengetahuan yang lebih baik bagi dunia
keperawatan, serta dapat diaplikasikan untuk mengembangkan kompetensi
dalam keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA
Anonym. 2012. asuhan-keperawatan-batu-ginjal.wordpress.htm
Doengoes, E. M. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi Kedua. Jakarta: EGC.
Dr. Nursalam, pransisca. 2009. Asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem perkemihan.Salemba medika. Jakarta.
Judith M. Wilkinson, Nancy R. Ahern. 2011. Buku Satu Diagnosa Keperawatan Nanda NIC NOC, Edisi 9.EGC. Jakarta
Muttaqin arif &kumala sari. 2012. Asuhan keperawatan gangguan sistem perkemihan.Salemba medika. Jakarta.
Price & Wilson. 2006, Patofisologi-Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Ed.6, EGC, Jakarta
Suharyanto, tato, & mudjid, abdul. 2009. Asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan sistem perkemihan.Salemba Medika. Jakarta.
Top Related