4
4
1. Propolis
a. Deskripsi
Kata propolis berasal dari bahasa Yunani, yakni pro bermakna
sebelum dan polis berarti kota. Secara umum propolis dapat diartikan
sebelum sampai kota. Kota dalam kehidupan lebah madu adalah sarang
(Hoesada et al., 2007). Istilah ini diberikan untuk menggambarkan
kegunaan propolis sebagai zat pelindung di pintu masuk sarang, baik
terhadap invasi serangga lain maupun terhadap cuaca sehingga “kota”
lebah madu selalu dalam kondisi steril berkat propolis (Suranto, 2010).
Propolis dapat ditemukan dengan mudah di pintu-pintu masuk
sarang lebah madu dan di seluruh tepian sarang lebah yang biasanya
tersimpan dalam pola zig-zag. Pola ini memungkinkan penyimpanan
propolis lebih efektif sehingga dapat digunakan untuk mengisi celah,
menutupi jalan masuk sarang, atau dicairkan kembali jika harus
digunakan di tempat lain di dalam sarang (Suranto, 2010). Topracki
(2005) menjelaskan bahwa lebah madu menggunakan propolis untuk
pertahanan sarang, mengkilatkan bagian dalam sarang, dan menjaga
suhu lingkungan. Gambar 1 menjelaskan propolis digunakan oleh
lebah madu untuk mengurangi ukuran pintu masuk sarang.
5
Gambar 1. Lebah Madu Menggunakan Propolis untuk Mengurangi Ukuran
Pintu Masuk Sarang (Krell, 1996).
Propolis merupakan substrat getah (resin) yang bersifat lengket
seperti lem sehingga disebut sebagai bee glue (Hoesada et al., 2007).
Propolis dihasilkan lebah madu dengan cara mengumpulkan resin dari
berbagai macam tumbuhan, khususnya dari bunga dan kuncup daun,
kemudian resin ini dicampur dengan bee wax (lilin lebah) dan berbagai
enzim yang terdapat pada saliva lebah sehingga menjadi resin yang
berbeda dari resin asalnya (Krell, 1996).
b. Karakteristik
Propolis berwarna kuning terang sampai cokelat kemerahan,
tergantung pada sumber resin atau tumbuhannya (Suranto, 2010).
Bahkan propolis yang transparan telah dilaporkan oleh Coggshall dan
Morse dalam Krell (1996). Namun, dari sekian banyak warna propolis,
warna cokelat gelap adalah paling sering dijumpai. Menurut Toprakci
(2005), propolis bersifat pekat, bergetah, berwarna cokelat kehitaman,
mempunyai bau yang khas, dan terasa pahit.
6
Propolis mempunyai aroma wangi dan sangat lengket pada
suhu sarang, saat baru dibentuk (Suranto, 2010). Pada suhu 250-450C
propolis adalah zat yang lembut, lentur, dan sangat lengket. Di bawah
suhu 150C dan terutama ketika beku, propolis menjadi keras dan rapuh.
Di atas suhu 450C akan semakin lengket dan bergetah. Sementara itu
pada suhu 600-700C propolis akan mencair, tetapi untuk beberapa
sampel propolis titik leleh dapat mencapai suhu 1000C (Krell, 1996).
c. Kandungan Kimia
Propolis mempunyai kandungan kimia bervariasi tergantung
kondisi geografis dan ekosistem yang ada (Kosalec et al., 2004). Pada
tahun 1990 peneliti Oxford telah menemukan sekitar 150 jenis
mikroelemen di dalam propolis (Suranto, 2010). Tabel 1 menjelaskan
mengenai kandungan kimia propolis.
Tabel 1. Kandungan Kimia Propolis
Kelas Komponen Jumlah Grup Komponen
Resin 45-55 % Flavonoid, asam fenolat (kafeik, asam ferulik), dan esternya
Lilin dan asam lemak
25-53 % Sebagian besar dari lilin lebah dan beberapa dari tanaman
Minyak esensial 10 % Senyawa volatilProtein 5 % Protein kemungkinan berasal dari
pollen dan amino bebasSenyawa organik lain dan mineral
5 % 14 macam mineral yang paling terkenal adalah Fe dan Zn. Senyawa organik lain seperti: keton, laktan, kuinon, asam benzoat dan esternya, vitamin, dan gula
(Sumber : Krell, 1996)
7
1) Flavonoid dan Senyawa Fenol
Krell (1996) menyatakan bahwa kandungan propolis
berfungsi untuk memperbaiki kondisi patologi dari bagian tubuh
yang sakit, bekerja sebagai antioksidan dan antibiotik serta
meningkatkan sistem imunitas baik humoral maupun seluler
karena mengandung flavonoid tinggi. Flavonoid adalah
sekelompok besar senyawa polifenol tanaman (Winarsi, 2007).
Menurut Kosalec et al. (2004), kandungan flavonoid dan senyawa
fenol yang tinggi di dalam propolis berfungsi sebagai antibakteri,
antivirus, antijamur, antioksidan, dan antiperadangan serta
meningkatkan sistem kekebalan tubuh. Menurut Wade (2005),
flavonoid merupakan antioksidan dan antibiotik yang berfungsi
menguatkan dan mengantisipasi kerusakan pada pembuluh darah
serta bahan aktif antiperadangan dan antivirus.
Flavonoid diketahui dapat menghambat oksidasi lipid dan
pembentukan lipid peroksida melalui mekanisme penangkapan
radikal bebas dan metal chelation (flavonoid dapat mengikat Cu2+
suatu logam yang dapat menginduksi terjadinya oksidasi lipid),
(Hegazi dan El-Hady, 2007). Radikal bebas adalah atom atau
molekul aktif yang memiliki elektron tidak berpasangan (unpaired
electron), (Priyanto, 2009). Elektron yang tidak berpasangan dalam
senyawa radikal memiliki kecenderungan untuk mencari pasangan.
Umumnya, senyawa yang diserang adalah senyawa ikatan kovalen
8
makromolekul, seperti lipid, protein, maupun DNA (Priyanto,
2009; Winarsi, 2007).
Penelitian Ichikawa et al. (2002) dan Kumazawa et al.
(2004) membuktikan bahwa kemampuan propolis sebagai
antioksidan dapat menangkap radikal hidroksil (OH•) dan
superoksida (O2•) kemudian menetralkan radikal bebas tersebut
sehingga keutuhan struktur sel dan jaringan serta membran lipid
terjaga. Ramirez et al. dalam Bankova (2000) menambahkan
bahwa propolis berperan sebagai antioksidan karena mengandung
kafeik dan asam ferulik beserta esternya.
2) Lilin
Lilin yang terkandung di dalam propolis sebagian besar
merupakan derivat dari lilin lebah (bee wax). Namun, tidak sedikit
lilin yang berasal langsung dari tanaman. Lilin lebah umumnya
mengandung ikatan ester, asam lemak, dan rantai alkohol
hidrokarbon (Suranto, 2010).
3) Minyak Esensial
Ragam minyak esensial dalam propolis tergantung jenis
bunga yang menjadi sumbernya. Minyak esensial propolis bersifat
volatil (mudah menguap) dan memiliki aroma yang khas
(Krell, 1996). Petri dalam Suranto (2010) menjelaskan bahwa
9
minyak esensial dalam propolis berperan sebagai antibakteri dan
antijamur.
4) Pollen
Persentase pollen yang terkandung dalam propolis sekitar
5 %. Pollen menjadi penyumbang kadar protein dalam propolis.
Dari semua asam amino yang terdapat dalam propolis, arginin dan
prolin tergolong yang terbanyak, sekitar 45,8 % (Suranto, 2010).
Jenis asam amino lainnya adalah triptofan, metionin, lisin,
fenilalanin, leusin, isoleusin, valin, tirosin, alanin, treonin, histidin,
serin, asam glutamat, dan asam aspartat (Hoesada et al., 2007).
5) Mineral
Jenis mineral yang ditemukan dalam propolis berjumlah
sekitar 14 jenis. Zat besi (Fe) dan seng (Zn) adalah kandungan
mineral terbanyak (Suranto, 2010). Kedua zat ini dibutuhkan dalam
membentuk sistem pertahanan tubuh. Enzim superoksida
dismutase (SOD), salah satu dari antioksidan endogenus,
memerlukan bantuan mineral seperti mangan (Mn), seng (Zn), zat
besi (Fe), dan tembaga (Cu) agar bisa bekerja (Winarsi, 2007).
Antioksidan endogenus (primer) adalah suatu senyawa yang dapat
memberikan atom hidrogen secara cepat kepada senyawa radikal
sehingga segera terbentuk senyawa yang lebih stabil (Priyanto,
2009; Winarsi, 2007). Mineral zat besi (Fe) selain sebagai kofaktor
10
SOD juga berperan sebagai kofaktor antioksidan endogenus
katalase (Winarsi, 2007). Kofaktor merupakan suatu elemen yang
dengannya suatu faktor lain harus bersatu untuk dapat berfungsi
(Hartanto et al., 2000). Jenis mineral lainnya adalah emas (Au),
perak (Ag), caesium (Cs), merkuri (Hg), timbal (Pb), kalsium (Ca),
magnesium (Mg), kalium (K), natrium (Na), mangan (Mn),
tembaga (Cu), fosfor (P), kobalt (Co), sulfur (S), alumunium (Al),
fluor (F), dan selenium (Se), (Hoesada et al., 2007; Suranto, 2010).
Selenium (Se) merupakan mineral yang dibutuhkan tubuh untuk
pengaktifan antioksidan endogenus glutation peroksidase
(GSH-Px), (Winarsi, 2007).
6) Senyawa Organik
Selain kaya akan asam amino dan mineral, propolis juga
mengandung beberapa komponen senyawa organik, seperti keton,
lakton, quinon, steroid, asam benzoat dan esternya, vitamin (B1,
B2, B6, C, E, dan A), dan gula (Krell, 1996; Suranto, 2010).
Vitamin C, E, dan A dapat berperan sebagai antioksidan non-
enzimatis, suatu antioksidan eksogenus (sekunder) yang berperan
menghambat Reactive Oxygen Species (ROS) dengan cara
pengkelatan metal atau dirusak pembentukannya (Priyanto, 2009;
Winarsi, 2007).
11
2. Ginjal
a. Fisiologi
Ginjal merupakan organ penting dalam mempertahankan
homeostasis dengan cara mengatur konsentrasi konstituen plasma,
terutama elektrolit dan air, dan dengan mengeliminasi semua zat sisa
metabolisme (kecuali CO2 yang dikeluarkan oleh paru-paru) dan
senyawa asing (Gartner dan Hiatt 2007; Wilson, 2006). Zat sisa
metabolisme tubuh yang dieliminasi ginjal, di antaranya urea, asam
urat, dan kreatinin, sedangkan senyawa asing yang dieliminasi ginjal
adalah toksin, metabolit obat-obatan, zat penambah pada makanan,
pestisida, dan bahan-bahan eksogen non-nutrisi lainnya yang berhasil
masuk ke dalam tubuh (Sherwood, 2001). Selain itu, ginjal juga
berperan dalam fungsi hormonal, mensekresikan eritropoietin dan
renin, dan fungsi metabolisme, mengubah vitamin D menjadi bentuk
aktifnya (Young dan Heath, 2002).
b. Anatomi
Ginjal merupakan organ besar, berjumlah sepasang, berwarna
kemerahan, berbentuk seperti kacang, dan terletak dalam
retroperitoneum pada dinding posterior abdomen. Ginjal memiliki
berat 130-150 gram dengan ukuran panjang sekitar 11 cm, lebar sekitar
4-5 cm, dan tebal sekitar 3 cm. Posisi hati menyebabkan letak ginjal
kanan berada sekitar 1-2 cm lebih rendah dibandingkan ginjal kiri
(Gartner dan Hiatt, 2007). Kutub atas ginjal kanan terletak setinggi iga
12
kedua belas, sedangkan kutub atas ginjal kiri terletak setinggi iga
kesebelas (Wilson, 2006). Permukaan ginjal halus dan terdapat di
dalam suatu kapsul yang dikelilingi oleh lemak perinefrik dan fasia
Gerota (Chandrasoma dan Clive, 2005). Ginjal juga memiliki sisi
medial cekung dan permukaan lateral yang cembung. Sisi medial yang
cekung, hilum, merupakan tempat masuknya saraf, keluar dan
masuknya pembuluh darah (arteri renalis dan vena renalis) dan
pembuluh limfe, serta keluarnya ureter (Mescher, 2010; Sherwood,
2001).
c. Histologi
Setiap ginjal dibagi dalam korteks di bagian luar yang tercat
gelap dan medula di bagian dalam yang tercat lebih terang (Pakurar
dan Bigbee, 2004). Korteks ginjal terdiri dari pars konvulata dan pars
radiata. Pars konvulata tersusun dari korpuskuli ginjal dan tubuli yang
membentuk labirin kortikal. Pars radiata tersusun dari bagian-bagian
lurus (segmen lurus tubulus proksimal dan segmen lurus tubulus distal)
dari nefron dan duktus kolektivus. Massa jaringan korteks yang
mengelilingi setiap piramid medula membentuk sebuah lobus renalis,
dan setiap berkas medula merupakan pusat dari lobulus renalis.
Jaringan korteks juga terdapat di antara piramid medula, yang disebut
kolumna Bertini (Gartner dan Hiatt, 2007). Gambar 2 menjelaskan
struktur histologis ginjal.
13
Gambar 2. Struktur Histologis Ginjal (Mescher, 2010)
Medula ginjal terdiri atas 10-18 struktur berbentuk kerucut atau
piramid yang disebut piramid medula. Setiap berkas medula terdiri atas
satu atau lebih duktus kolektivus bersama bagian lurus beberapa
nefron (Junqueira et al., 2005).
1) Nefron
Nefron adalah unit fungsional ginjal. Setiap ginjal
mempunyai sekitar satu juta nefron yang pada dasarnya
mempunyai struktur dan fungsi yang sama. Setiap nefron terdiri
dari kapsula Bowman yang mengitari rumbai kapiler glomerulus,
tubulus kontortus proksimal, lengkung Henle, dan tubulus
kontortus distal (Wilson, 2006).
14
2) Korpuskulum Ginjal
Korpuskulum ginjal terdiri atas kapsula epitel berdinding
ganda yang disebut kapsula Bowman dan kapiler glomerulus yang
berada di dalamnya. Lapisan kapsula Bowman bagian luar
(parietal) terdiri atas epitel selapis pipih dan lapisan dalam (viseral)
terdiri atas epitel dari sel-sel podosit yang melekat erat pada
kapiler-kapiler glomerulus. Di antara kedua lapisan kapsula
Bowman terdapat celah sempit disebut ruangan Bowman atau
ruang urinarius. Fungsi ruangan ini adalah menampung cairan hasil
penyaringan melalui dinding kapiler glomerulus dan lapisan viseral
kapsula Bowman (Junqueira et al., 2005; Steven dan Lowe, 2005).
Korpuskulum ginjal memiliki dua kutub yaitu kutub
vaskuler dan kutub uriner. Kutub vaskuler merupakan tempat
masuk dan keluarnya arteriol aferen dan eferen glomerulus dan
sekaligus sebagai tempat peralihan kapsula Bowman parietal
melipat menjadi viseral. (Gartner dan Hiatt, 2007). Kutub uriner
merupakan transisi dari ruangan Bowman menuju lumen tubulus
kontortus proksimal dan juga tempat terjadinya perubahan dari
epitel selapis pipih (parietal) kapsula Bowman menjadi kuboid atau
silindris di tubulus kontortus proksimal (Steven dan Lowe, 2005).
Selama perkembangan embrional, epitel lapisan viseral
kapsula Bowman sangat dimodifikasi. Sel-sel lapisan viseral ini
disebut dengan podosit. Podosit melekat erat pada kapiler
15
glomerulus dengan cara membentuk tonjolan-tonjolan protoplasma
primer (prosesus primer). Dari setiap cabang prosesus primer
menjulurkan lagi prosesus sekunder atau pedikel yang melekat erat
pada membran basal kapiler glomerulus. Pedikel yang berdekatan
saling bersilangan dan di antaranya terdapat celah-celah sempit
yang disebut celah filtrasi. Celah-celah ini berhubungan dengan
ruangan yang lebih besar yang terbentuk di antara prosesus-
prosesus primer yang disebut ruang subpodosit yang akhirnya
masuk ke dalam ruangan Bowman (Junqueira et al., 2005).
3) Glomerulus
Glomerulus merupakan struktur yang dibentuk oleh
beberapa berkas anastomosis kapiler yang berasal dari cabang-
cabang arteriol aferen. Komponen jaringan ikat pada arteriol aferen
tidak masuk ke dalam kapsula Bowman dan secara normal sel-sel
jaringan ikat digantikan oleh tipe sel khusus, yaitu sel-sel
mesangial. Ada dua kelompok sel mesangial, yaitu sel mesangial
ekstraglomerular yang terletak pada kutub vaskuler dan sel
mesangial intraglomerular mirip perisit yang terletak di dalam
korpuskulum ginjal (Gartner dan Hiatt, 2007). Sekelompok sel
khusus yaitu sel jukstaglomerularis (modifikasi otot polos arteriol
aferen), makula densa, dan sel mesangial ekstraglomerular
membentuk bangunan penting disebut aparatus jukstaglomerulus.
Bangunan ini terletak dekat dengan kutub vaskuler glomerulus
16
yang berperan penting dalam mengontrol volume cairan
ekstraseluler dan tekanan darah, serta mengatur pelepasan renin
(Guyton dan Hall, 2007; Wilson, 2006).
Peran glomerulus dalam sistema uropoetika adalah
memfiltrasi plasma darah. Filtrat glomerulus mempunyai susunan
kimia sama seperti plasma darah tetapi hanya sedikit mengandung
protein karena protein tidak dapat menembus barier filtrasi ginjal.
Filtrat glomerulus mengalir ke tubulus kontortus proksimal untuk
memulai proses reabsorbsi dan sekresi (Guyton dan Hall, 2007).
4) Tubulus Kontortus Proksimal
Tubulus kontortus proksimal berawal dari kutub uriner
korpuskulum ginjal. Saluran ini berjalan berliku-liku dan bagian
akhir berjalan lurus melewati pars radiata korteks untuk
melanjutkan diri menjadi lengkung Henle. Sebagai segmen nefron
yang terpanjang dan terlebar, tubulus ini memenuhi hampir
sebagian besar korteks dan dalam sediaan sering terpotong
melintang atau serong (Young dan Heath, 2002). Sel-sel dalam
tubulus kontortus proksimal berbentuk kuboid simpleks dengan
batas-batas sel yang tidak tegas akibat interdigitasi antara membran
sel yang bersebelahan. Sitoplasma sangat asidofilik bergranula, inti
bulat dan besar, serta berkromatin padat. Puncak sel yang
menghadap ke lumen tubulus mempunyai mikrovili panjang
disebut brush border (Steven dan Lowe, 2005).
17
Tubulus proksimal ginjal berfungsi dalam mekanisme
reabsorbsi dan sekresi. Dalam keadaan normal, semua glukosa dan
67 % natrium dan klorida direabsrobsi melalui proses aktif yang
memerlukan energi. Air berdifusi secara pasif mengikuti gradien
osmotik. Bila jumlah glukosa dalam filtrat glomerulus berlebihan
dan melampaui batas ambang reabsorbsi tubulus proksimal, maka
akan dikeluarkan bersama-sama urine, misalnya pada penderita
diabetes melitus (Sherwood, 2001; Ward, 2009). Tubulus kontortus
proksimal juga mereabsorbsi aktif asam-asam amino, asam
askorbat, dan protein dalam filtrat glomerulus (Ward, 2009).
Proses sekresi yang terpenting pada tubulus kontortus proksimal
adalah sekresi H+, K+, dan ion-ion organik (Sherwood, 2001).
Sel-sel tubulus kontortus proksimal mempunyai tanda-
tanda sel yang bermetabolisme tinggi, mempunyai banyak
mitokondria untuk menyokong proses transpor aktif yang sangat
cepat dan cukup tepat (Guyton dan Hall, 2007). Tubulus kontortus
proksimal adalah lokasi yang paling sering mengalami kerusakan
akibat toksikan. Hal ini terjadi karena tubulus kontortus proksimal
merupakan tempat pertama yang dilalui oleh toksikan. Selain itu,
sebelum obat dan metabolitnya diekskresikan melalui urine,
terlebih dahulu akan dikonsentrasikan dalam sel tubulus kontortus
proksimal ginjal sehingga kadar toksik pada tubulus kontortus
proksimal meningkat (Wilson, 2006). Sitokrom P450 (C-P450) di
18
ginjal yang berperan dalam pembentukan N-asetyl-p-
benzoquinoneimine (NAPQI), metabolit toksik dari parasetamol
yang dapat memacu timbulnya nefrotoksisitas, sebagian besar
terdapat di tubulus kontortus proksimal (Mycek et al., 2001).
5) Lengkung Henle
Lengkung Henle adalah stuktur berbentuk huruf U terdiri
atas segmen tebal desenden, dengan struktur mirip tubulus
kontortus proksimal, kecuali brush border di sini kurang
berkembang; segmen tipis desenden; segmen tipis asenden; dan
segmen tebal asenden, yang strukturnya mirip dengan tubulus
kontortus distal. Peralihan antara segmen tebal ke segmen tipis
biasanya terjadi secara mendadak melalui pergantian sel-sel kuboid
atau kolumner rendah menjadi sel pipih (Steven dan Lowe, 2005).
Segmen tebal distal asenden menuju korteks dan menghampiri
kutub vaskuler glomerulus asalnya, tepatnya di antara arteriol
eferen dan eferen. Sel-sel tubulus di tempat ini tersusun lebih rapat
dan lebih tinggi dari pada sekitarnya, dinamakan makula densa.
Kemudian tubulus melanjutkan diri menjadi tubulus kontortus
distal (Junqueira et al., 2005).
Proses pemekatan filtrat akan terjadi selama melewati
lengkung Henle. Hal dikarenakan lengkung Henle menimbulkan
gradien hipertonis dalam medula yang akan berpengaruh terhadap
konsentrasi urine pada waktu melewati tubulus kolektivus. Bagian
19
desenden lengkung Henle sangat permiabel terhadap air, Na+, dan
Cl-. Karena interstisial medulla hipertonis terhadap filtrat,
akibatnya Na+ dan Cl- masuk sedangkan air akan keluar
meninggalkan filtrat. Bagian asenden lengkung Henle tidak
permiabel terhadap air dan secara aktif mentransport Na+ dan Cl- ke
dalam cairan interstisial sehingga tubulus ini sangat berperan
dalam mempertahankan cairan interstisial medula yang hipertonis.
Akibat hilangnya Na+ dan Cl- yang tidak diikuti keluarnya air,
maka filtrat yang mencapai tubulus kontortus distal bersifat
hipotonis (Guyton dan Hall, 2007; Ward, 2009).
6) Tubulus Kontortus Distal
Nefron melanjutkan diri menjadi tubulus kontortus distal
setelah melewati makula densa. Tubulus kontortus distal berjalan
berliku-liku dan berada di dalam korteks berdampingan dengan
tubulus kontortus proksimal. Tubulus ini berakhir di dekat pars
radiata, bermuara ke dalam duktus kolektivus. Sel-selnya
berbentuk kuboid dengan sitoplasma jernih, intinya bulat terletak
di sentral. Pada permukaan epitelnya terdapat mikrovili pendek
tetapi tidak membentuk brush border. Tubulus distal lebih pendek
daripada tubulus kontortus proksimal sehingga pada irisan tampak
lebih sedikit, dengan diameter lebih sempit. Pada umumnya sel-
selnya tercat kurang kuat dibanding dengan tubulus proksimal
(Steven dan Lowe, 2005; Sherwood, 2001).
20
Di dalam tubulus kontortus distal terjadi pertukaran ion,
bila terdapat aldosteron, Na+ diresorbsi dan ion K+ diekskresi.
Tubulus ini juga mengekskresi H+ dan NH4+ (amonium) ke dalam
urine. Mekanisme di sini penting untuk mengendalikan
keseimbangan asam basa darah. Tubulus kontortus distal bersama-
sama dengan tubulus kolektivus sangat permiabel terhadap air bila
terdapat hormon antidiuretik (ADH), (Guyton dan Hall, 2007;
Sherwood, 2001; Ward, 2009).
7) Tubulus kolektivus
Tubulus kolektivus atau duktus ekskretorius tidak termasuk
bagian nefron karena secara embriologis keduanya berbeda.
Tubulus ini berjalan di dalam pars radiata korteks menuju medula.
Di bagian medula agak ke tengah, beberapa duktus bersatu
membentuk duktus yang lebih besar dan bermuara di apeks
piramid, yaitu duktus papilaris Bellini. Tempat muara dari duktus-
duktus papilaris sangat banyak dan diameternya cukup besar
sehingga menyerupai saringan disebut cribrosa area. Tubulus
kolektivus menyalurkan urine dari nefron ke pelvis renalis dengan
mengabsorbsi air akibat pengaruh hormon antidiuretik (ADH),
(Gartner dan Hiatt, 2007; Steven dan Lowe, 2005).
Propolis
Vit. A, Fenol, Kafeik, Asam firulik beserta
esternya, Asam amino esensial
Vit. C
Vit. E
Flavonoid
Parasetamol dosis toksik
BioaktivasiC-P450
Kerusakan Sel Ginjal
21
B. Kerangka Pemikiran
Cu-ZnMn
Se
Fe
Peningkatan
(elektrofilik)
Ikatan kovalen dengan makromolekul (nukleofilik)
Lipid peroksida
AktivasiGSH-Px
Aktivasi SOD
Aktivasi katalase
Meningkatkan Total
Antioxidant Status (TAS)
Reactive Oxygen
Species (ROS)
makromolekul
Nekrosis sel epitel tubulus proksimal ginjal
Aktivasi nitrit oxide (NO) dan adhesi
leukosit
Stres oksidatif
Konjugasi glutation
Variabel luar yang tidak terkendali: kondisi Keterangan:
22
Variabel luar yang tidak terkendali: kondisi Keterangan:
Top Related