Tetralogi Fallot
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Tetralogi fallot adalah penyakit berupa kelainan jantung bawaan, terdiri dari kombinasi empat
kelainan jantung (walaupun yang paling nyata ada tiga) yang disebabkan karena "sindrom bayi
biru" (baby blue syndrome), dijabarkan pertama kali oleh Arthur Fallot(1850-1911), seorang
dokter dari Perancis. Penyakit ini berupa penyempitan katup pangkal pembuluh darah paru,
kebocoran sekat dinding antara (ventrikel (bilik jantung), dextroposition (Inggris = penggeseran
ke kanan) aorta, (sehingga sekaligus menerima darah arteri dan vena), serta hipertrofi
(penggembungan) ventrikel kanan. Dengan demikian, sebagian besar darah dari ventrikel kanan
langsung mengalir ke aorta dan tidak menjalani sirkulasi paru, sehingga mengakibatkan warna
biru pada wajah dan sebagian tubuh (sianosis) dengan kesulitan mengambil nafas.
Empat defek dari kelainan jantung tersebut, ialah:
1. Defek septum ventrikular
2. Defek stenosis pulmonal, yang dapat berupa infundibular, valvular, supravalvular, atau
kombinasi, yang menyebabkan obstruksi aliran darah ke dalam arteri pulmonal
3. Hipertrofi ventrikel kanan, dan
4. Berbagai derajat overriding aorta.
Defek septum ventrikular rata-rata besar. Pada anak dengan tetralogi fallot, diameter aortanya
lebih besar dari normal, sedangkan arteri pulmonalnya lebih kecil dari normal.[1] Gagal janjung
kongestif biasanya dikaitkan dengan defek yang mengakibatkan suatu pirau besar dari kiri ke
kanan.[1]
Penderita tetralogi fallot menunjukkan gejala mengeluarkan lendir pada bibir dan mulut, kadang-
kadang timbul batu darah (hemoptitis), sesak napas sehingga anak balita biasanya akan
berjongkok untuk memulihkan tenaganya.[1] Jari penderita penyakit ini mengalami pembesaran
bagian kuku (clubbing).[3] Penderita tersebut juga mengalami perlambatan pertumbuhan,
kemungkinan komplikasi sangat tinggi, di antaranya trombosis darah otak, radang katup jantung,
mudah terjadi pendarahan.[1] Anak demikian jarang mencapai usia remaja.[1] Penderita tetralogi
fallot biasanya direncanakan untuk menjalani bedah jantung; namun, indikasi untuk koreksi total
versus penanganan paliatif bergantung pada kebijakan ahli bedah dan pengalaman serta
teknologi yang ada.[
Top Related