STUDI MIKROBIOLOGI DAN SIFAT KIMIA
MIKROORGANISME LOKAL (MOL) YANG DIGUNAKAN
PADA BUDIDAYA PADI METODE SRI
( System of Rice Intensification )
ARUM ASRIYANTI SUHASTYO
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Studi Mikrobiologi dan Sifat
Kimia Mikroorganisme Lokal (MOL) yang digunakan pada Budidaya Padi
Metode SRI (System of Rice Intensification) adalah karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Agustus 2011
Arum Asriyanti Suhastyo
NRP 151080061
ABSTRACT
ARUM ASRIYANTI SUHASTYO. The study of Microbiology and Chemical
Properties of Local Microorganisms (MOL) used in Rice Cultivation with the
Method of SRI (System of Rice Intensification). Supervised by ISWANDI ANAS,
DWI ANDREAS SANTOSA and YULIN LESTARI.
The use of local microorganism (MOL) liquid in the SRI method of rice
cultivation developed in Indonesia starts early from the preparation of seedlings to
vegetative phase, panicle formation and grain filling. MOL is a liquid that can be
made from materials available around us such as a waste of vegetables, bamboo
shoots, golden snails, maja fruit, gamal leaves, banana hump, cooked rice, urine of
rabbits, etc. The liquid is generally given 10, 20, 30, 40 and 60 days after planting
(DAP) or as needed. This study used the MOL liquid made from banana hump,
golden snails and rabbit urine. The research objective was to determine the
microbes, identify microbes, chemical properties and growth pattern microbes in
the MOL of banana hump, golden snails and rabbit urine. The research was
conducted at the Soil Biotechnology Laboratory of IPB starting from April 2010
to January 2011. It used a complete random design with one factor (time) and
three replications. The results showed the patterns of microbial growth in the third
MOL tends to decline after 7th day, while for fungi tended to decrease after 14
th
day. Azotobacter-like tend to increase after 7th day of fermentation. For
Azospirillum-like and MPF growth tends to decline after the 7th
day and Cellulitic
Microbes growth tends to decline after 14th day of fermentation in the three types
of MOL. The results showed that the identification of microbial isolates by using
selective media NFB and NFM was not Azotobacter and Azospirillum , but is has
the characteristic and microbial properties such as Azotobacter and Azospirillum
so classified in Azotobacter-like and Azospirillum-like. The best fermentation time
to obtain an optimum microbial population was in 7-14 days. The MOL of banana
hump had a average the lowest pH value (4,2-4,5) and the highest EC value
(10,44-12,82 µS/cm) during the fermentation process. The MOL of golden snail
had a average the highest pH (4,5-6,55) and and the most oxidative-reductive Eh
values [269- (-381) mV] during the fermentation process. The MOL of rabbit
urine had the lowest average value of EC (2,18-2,23 µS/cm) and containes more
elements of K, Ca, Mg, Cu, Zn, Fe and Mg than both of the other types of MOL.
Further, Bacillus sp, Aeromonas sp, and Aspergillus niger were identified in the
MOL of banana hump. The MOL of golden snails contained Staphylococcus sp
and Aspergillus niger, whereas the MOL of rabbit urine had Bacillus sp,
Rhizobium sp, Pseudomonas sp, Aspergillus niger and Verticillium sp.
Key words: SRI (System of Rice Intensification), MOL, chemical properties of
MOL
RINGKASAN
ARUM ASRIYANTI SUHASTYO. Studi Mikrobiologi dan Sifat Kimia
Mikroorganisme Lokal (MOL) yang digunakan pada Budidaya Padi Metode SRI
(System of Rice Intensification). Dibimbing oleh ISWANDI ANAS, DWI
ANDREAS SANTOSA dan YULIN LESTARI.
SRI (System of Rice Intensification) merupakan salah satu metode
budidaya padi yang sedang dikembangkan oleh pemerintah sebagai salah satu
upaya untuk meningkatkan produksi padi dalam rangka mempertahankan
ketahanan pangan nasional. SRI menekankan pada manajemen pengelolaan tanah,
tanaman dan air yang mampu meningkatkan produktivitas padi melalui
pemberdayaan kelompok dan kearifan lokal yang berbasis pada kegiatan ramah
lingkungan. Pada mulanya SRI dikembangkan di Madagaskar tahun 1984 dan
pada tahun 1997 diperkenalkan di Indonesia. Budidaya SRI dapat menggunakan
pupuk organik, anorganik maupun kombinasi antara pupuk organik dan
anorganik.
Pada budidaya padi metode SRI penggunaan larutan MOL dilakukan sejak
awal yaitu dari persiapan bibit, fase vegetatif, pembentukan malai sampai
pengisian bulir padi. MOL merupakan cairan yang dapat dibuat dari limbah
sayuran, rebung, keong mas (Pomacea canaliculata), buah maja (Aegle
marmelos), limbah buah-buahan, daun gamal (Glirisida sepium), bonggol pisang,
nasi, urin kelinci dan lain-lain. MOL mengandung unsur hara makro dan mikro
dan juga mengandung mikrob yang berpotensi sebagai perombak bahan organik,
perangsang pertumbuhan, dan sebagai agen pengendali hama penyakit tanaman.
Berdasarkan kandungan yang terdapat dalam MOL tersebut, maka MOL dapat
digunakan sebagai pendekomposer, pupuk hayati, dan sebagai pestisida organik
terutama sebagai fungsida. Pada umunya para petani di berbagai daerah yang
menggunakan metode SRI memberikan larutan MOL pada 10, 20, 30, 40 dan 60
hari setelah tanam (HST) atau sesuai kebutuhan. Hasilnya penggunaan dan
pemberian larutan MOL mampu meningkatkan produksi padi serta meningkatkan
pula kesuburan tanah. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui,
mengidentifikasi mikrob serta sifat-sifat kimia dan pola pertumbuhan mikrob
dalam MOL bonggol pisang, MOL keong mas dan MOL urin kelinci.
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Bioteknologi Tanah, Departemen
Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian IPB sejak bulan April
2010- Januari 2011. Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan rancangan
acak lengkap (RAL) dengan dengan satu faktor (waktu) dan 3 ulangan.
Selanjutnya penyeleksian berdasarkan nilai tengah tertinggi dari peubah
menggunakan uji jarak berganda Duncan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola pertumbuhan mikrob pada
ketiga MOL cenderung menurun setelah hari ke-7 sedangkan untuk fungi
cenderung menurun setelah hari ke-14. Azotobacter-like pada ketiga MOL
pertumbuhannya cenderung meningkat setelah hari ke-7 fermentasi. Untuk
Azospirillum-like dan MPF pertumbuhannya cenderung menurun setelah hari ke-7
sedangkan Mikrob Selulolitik pertumbuhan cenderung menurun setelah hari ke-
14 fermentasi. Hasil identifikasi menunjukkan bahwa mikrob yang diisolasi
dengan menggunakan media selektif NFM dan NFB ternyata bukan Azotobacter
dan Azospirillum, namun mikrob tersebut mempunyai ciri dan sifat seperti
Azotobacter dan Azospirillum sehingga digolongkan kedalam Azotobacter-like
dan Azospirillum-like. Waktu fermentasi terbaik sehingga dapat diperoleh
populasi mikrob yang optimum adalah pada 7-14 hari. MOL bonggol pisang
mempunyai rata-rata nilai pH terendah (4,2-4,5) dan nilai EC tertinggi (10,44-
12,82 µS/cm) selama proses fermentasi. MOL keong mas mempunyai rata-rata
nilai pH tertinggi (4,5-6,55) dan nilai Eh paling oksidatif-reduktif [269- (-381)
mV] selama proses fermentasi. MOL urin kelinci mempunyai rata-rata nilai EC
terendah (2,18-2,23 µS/cm) dan mengandung unsur K2O, Ca, Mg, Cu, Zn, Fe dan
Mg lebih tinggi daripada kedua MOL yang lain. Pada MOL bonggol pisang
teridentifikasi Bacillus sp, Aeromonas sp dan Aspergillus niger. Pada MOL keong
mas teridentifikasi Staphylococcus sp dan Aspergillus niger, sedangkan pada
MOL urin kelinci teridentifikasi Bacillus sp, Rhizobium sp, Pseudomonas sp,
Aspergillus niger dan Verticillium sp.
Kata kunci: Mikroorganisme Lokal (MOL), sifat kimia MOL, SRI (System of Rice
Intensification)
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2011
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
STUDI MIKROBIOLOGI DAN SIFAT KIMIA
MIKROORGANISME LOKAL (MOL) YANG DIGUNAKAN
PADA BUDIDAYA PADI METODE SRI
( System of Rice Intensification )
ARUM ASRIYANTI SUHASTYO
Tesis
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi IlmuTanah
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Iman Rusmana, M.Si.
Judul Penelitian : Studi Mikrobiologi dan Sifat Kimia Mikroorganisme
Lokal (MOL) yang digunakan pada Budidaya Padi
Metode SRI (System of Rice Intensification)
Nama : Arum Asriyanti Suhastyo
NRP : A151080061
Disetujui
Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Iswandi Anas, M.Sc.
Ketua
Dr. Ir. Dwi Andreas Santosa, M.S. Dr. Ir. Yulin Lestari
Anggota Anggota
Mengetahui
Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana
Ilmu Tanah
Dr. Ir. Atang Sutandi, M.Si. Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc.Agr.
Tanggal Ujian : 18 Juli 2011 Tanggal Lulus :
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan
karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian yang
berjudul “Studi Mikrobiologi dan Sifat Kimia Mikroorganisme Lokal (MOL)
yang digunakan pada Budidaya Padi Metode SRI (System of Rice Intensification)”
ini disusun sebagai salah satu syarat tugas akhir dalam mencapai gelar Magister
Sains pada Program Studi Ilmu Tanah, Institut Pertanian Bogor.
Penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr.
Ir. Iswandi Anas, M.Sc., Bapak Dr. Ir. Dwi Andreas Santosa, M.S. dan Ibu Dr. Ir.
Yulin Lestari selaku pembimbing yang banyak sekali memberikan arahan dan
bimbingan sehingga penulisan karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Terima kasih
kepada Bapak Dr. Ir. Iman Rusmana, MSi yang telah bersedia menjadi penguji
luar komisi. Terima kasih kepada Ditjen DIKTI Kementerian Pendidikan Nasional
atas kesempatan yang diberikan kepada penulis dalam memperoleh beasiswa
tugas belajar di Sekolah Pascasarjana IPB. Terima kasih kepada rekan-rekan
penelitian Muchlis M Bakrie, S.P., Mila P Utami, S.P., serta kepada Bapak Togi R
Hutabarat, S.P., Bapak Ir. Fakhrur Razie, M.Si, Bapak Sardjito, Ibu Asih Karyati,
Ibu Julaeha, Enjelia, S.P., Sindy Marieta Putri, S.P., Yuli Ratna Pratiwi, S.P.,
Nesya Ayu Dewi, S.P., Dita Damayanti, S.P.,Richad Gunawan dan adik-adik
Biotek atas bantuan dan kerjasamanya selama penelitian dan penulisan tesis
berlangsung. Terima kasih kepada rekan-rekan Mayor Ilmu Tanah Angkatan
2008, Agroteknologi Tanah Angkatan 2008 dan Himpunan Mahasiswa
Pascasarjana Ilmu Tanah atas kebersamaan yang terbina selama ini.
Pada kesempatan ini penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada
ayahanda Muchlas dan ibunda Sri Sudarsi, Mas Andung dan Mas Andin, Bapak
dan Ibu Sabarno atas doa, dorongan dan motivasinya kepada penulis. Terima
kasih kepada Mas Wawan atas doa, cinta, kesabaran, perhatian serta pengorbanan
yang tulus.
Akhir kata, semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang
terkait dan pihak-pihak yang membutuhkan informasi.
Bogor, Agustus 2011
Penulis
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Banjarnegara, Jawa Tengah pada tanggal 10 Maret
1980, merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara pasangan bapak Muchlas HS
dan ibu Sri Sudarsi.
Pendidikan Sarjana Pertanian jurusan Ilmu Tanah ditempuh di Fakultas
Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta, lulus tahun 2003 dan mendapat
gelar Sarjana Pertanian (S.P). Tahun 2008 penulis diterima bekerja di Politeknik
Banjarnegara dan pada tahun yang sama mendapat kesempatan beasiswa tugas
belajar dari Ditjen DIKTI Kementerian Pendidikan Nasional melalui Program
Hibah Pendirian Politeknik Baru pada Mayor Ilmu Tanah Departemen Ilmu Tanah
dan Sumberdaya Lahan, Institut Pertanian Bogor.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ...................................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................. xiv
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xv
PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
Latar Belakang ..................................................................................... 1
Tujuan Penelitian ................................................................................. 3
Hipotesis Penelitian.............................................................................. 3
TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................. 4
SRI (System of Rice Intensification) ...................................................... 4
Mikroorganisme Lokal (MOL) .............................................................. 5
Mikrob .................................................................................................. 6
Azotobacter ...................................................................................... 7
Azospirillum ..................................................................................... 7
Mikrob Pelarut Fosfat ....................................................................... 8
Mikrob Selulolitik ............................................................................ 9
Pertumbuhan mikrob ........................................................................ 11
Sifat Kimia ............................................................................................ 11
BAHAN DAN METODE ........................................................................... 12
Tempat dan Waktu ................................................................................ 12
Bahan dan Alat ..................................................................................... 12
Metode Penelitian .................................................................................. 12
Pelaksanaan Penelitian .......................................................................... 13
Pengamatan ........................................................................................... 14
HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................. 18
Populasi mikrob .................................................................................. 18
Mikrob total ...................................................................................... 18
Fungi ................................................................................................ 20
Azotobacter-like ................................................................................ 21
Azospirillum-like ............................................................................... 22
Mikrob Pelarut Fosfat ....................................................................... 23
Mikrob Selulolitik ............................................................................ 24
Sifat kimia MOL .................................................................................. 25
Nilai pH MOL .................................................................................. 26
Nilai EC MOL .................................................................................. 27
Nilai Eh MOL ................................................................................... 28
Kandungan unsur hara ...................................................................... 29
Identifikasi mikrob ............................................................................... 30
KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................... 35
Kesimpulan .......................................................................................... 35
Saran .................................................................................................... 36
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 37
LAMPIRAN ............................................................................................... 42
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Parameter penelitian, metode dan media tumbuh mikrob…......... 14
2 Parameter dan metode/alat untuk analisis kimia………………… 16
3 Kandungan unsur hara dan nisbah C/N MOL bonggol pisang,
MOL keong mas dan MOL urin kelinci………………………….
29
4 Identifikasi isolat mikrob dan fungi dari MOL bonggol pisang,
MOL keong mas dan MOL urin kelinci…………………………
31
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Diagram alir penelitian…………………………………………… 17
2 Pola pertumbuhan mikrob total pada MOL bonggol pisang, MOL
keong mas dan MOL urin kelinci selama 21 hari...........................
18
3 Pola pertumbuhan fungi pada MOL bonggol pisang, MOL
keong mas dan MOL urin kelinci selama 21 hari...........................
20
4 Pola pertumbuhan Azotobacter-like pada MOL bonggol pisang,
MOL keong mas dan MOL urin kelinci selama 21 hari………....
21
5 Pola pertumbuhan Azospirillum-like pada MOL bonggol pisang,
MOL keong mas dan MOL urin kelinci selama 21 hari………....
23
6 Pola pertumbuhan Mikrob Pelarut Fosfat pada MOL bonggol
pisang, MOL keong mas dan MOL urin kelinci selama 21 hari…
24
7 Pola pertumbuhan Mikrob Selulolitik pada MOL bonggol pisang,
MOL keong mas dan MOL urin kelinci selama 21 hari…………
25
8 Nilai pH pada MOL bonggol pisang, MOL keong mas dan MOL
urin kelinci selama 21 hari……......................................................
26
9 Nilai EC pada MOL bonggol pisang, MOL keong mas dan MOL
urin kelinci selama 21 hari………………………………………..
27
10 Nilai Eh pada MOL bonggol pisang, MOL keong mas dan MOL
urin kelinci selama 21 hari………………………………………..
28
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Bahan dan komposisi media tumbuh mikrob yang dipergunakan
pada penelitian……………………………………………………
43
2 Populasi mikrob total, fungi, Azotobacter-like, Azospirillum-like,
MPF dan Mikrob Selulolitik pada ketiga MOL…………
45
3 Analisis ragam populasi mikrob total, fungi, Azotobacter-like,
Azospirillum-like, MPF dan Mikrob Selulolitik pada MOL
bonggol pisang……………………………………………………
46
4 Analisis ragam populasi mikrob total, fungi, Azotobacter-like,
Azospirillum-like, MPF dan Mikrob Selulolitik pada MOL keong
mas..................................................................................................
47
5 Analisis ragam populasi mikrob total, fungi, Azotobacter-like,
Azospirillum-like, MPF dan Mikrob Selulolitik pada MOL urin
kelinci............................................................................
48
6 Sifat kimia urin kelinci, air sisa cucian beras, bonggol pisang dan
keong mas kering...........................................................................
49
7 Nilai pH, EC, Eh MOL bonggol pisang, MOL keong mas dan
MOL urin kelinci............................................................................
49
8 Karakteristik dan identifikasi isolat bakteri dari MOL bonggol
pisang, MOL keong mas dan MOL urin kelinci............................
50
9 Karakteristik dan identifikasi isolat fungi dari MOL bonggol
pisang, MOL keong mas dan MOL urin kelinci ...........................
51
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Komoditas tanaman pangan khususnya padi merupakan komoditas yang
penting karena sebagian besar masyarakat Indonesia mengkonsumsi beras sebagai
makanan pokok. Pemerintah telah banyak melakukan program dan kebijakan
untuk meningkatkan produksi padi/gabah, diantaranya Program Bimas Gotong
Royong, Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) maupun kebijakan-kebijakan
untuk menanam padi varietas unggul. Akan tetapi usaha-usaha tersebut masih
perlu untuk ditingkatkan. Salah satu yang sekarang sedang dikembangkan adalah
metode budidaya SRI (System of Rice Intensification). SRI merupakan pendekatan
dalam teknik budidaya padi, yang menekankan pada manajemen pengelolaan
tanah, tanaman dan air yang mampu meningkatkan produktivitas padi melalui
pemberdayaan kelompok dan kearifan lokal yang berbasis pada kegiatan ramah
lingkungan (Deptan, 2008).
Budidaya ini ditemukan oleh FR. Henri de Laulanie di Madagaskar pada
tahun 1984 dan dikenalkan di Indonesia pada tahun 1997. Prinsip-prinsip dasar
dari budidaya padi SRI adalah pindah tanam bibit berusia muda ( 8-10 hari setelah
semai), ditanam sebanyak satu bibit per titik tanam dengan jarak tanam lebar 25 x
25 cm atau 30 x 30 cm, kondisi tanah lembab (tidak tergenang), penyiangan
dilakukan sejak awal sekitar umur 10 hari diulang 2-3 kali dengan interval 10 hari,
pemupukan dilakukan dengan pupuk anorganik, organik maupun kombinasi
keduanya serta menganjurkan pemakaian bahan organik (kompos) (Berkelaar,
2001; Stoop et al, 2002).
Pada budidaya padi metode SRI penggunaan larutan MOL
(Mikroorganisme Lokal) dilakukan sejak awal yaitu dari persiapan bibit, fase
vegetatif, pembentukan malai sampai pengisian bulir padi. MOL merupakan
cairan yang dapat dibuat dari bahan-bahan yang ada disekitar kita seperti limbah
sayuran, rebung, keong mas (Pomacea canaliculata), buah maja (Aegle
marmelos), limbah buah-buahan, daun gamal (Glirisida sepium), bonggol pisang,
nasi, urin kelinci dan lain-lain (NOSC, 2008).
2
Keunggulan penggunaan MOL yang paling utama adalah mudah dan
murah. Petani dapat kreatif membuat MOL dengan memanfaatkan bahan-bahan
yang ada disekitarnya. Cara membuat MOL mudah, bahan-bahan seperti limbah
dapur, keong mas, urin kelinci, buah maja, bonggol pisang dan sebagainya
dihaluskan atau dicincang kemudian dimasukkan kedalam drum plastik, kemudian
dicampur dengan larutan yang mengandung glukosa seperti air nira, air kelapa
atau air gula sebagai sumber energi, dan dibiarkan selama beberapa hari. Setelah
itu larutan MOL dapat dipakai untuk menyemprot tanaman padi di sawah (NOSC,
2008) dan dapat juga digunakan sebagai aktivator dalam proses pembuatan
kompos.
Proses pengomposan alami membutuhkan waktu yang sangat lama, antara
6-12 bulan sampai benar-benar bahan organik tersebut tersedia bagi tanaman.
Proses pengomposan dapat dipercepat dengan menggunakan mikrob penghancur
(dekomposer) dari beberapa bulan menjadi beberapa minggu saja. Seperti
dilaporkan Husen dan Irawan (2008) penggunaan dekomposer lokal dari MOL
pepaya dalam pengomposan jerami menurunkan nisbah C/N secara cepat sampai
stabil sehingga dapat digunakan pada minggu ke-5 setelah inkubasi.
Para petani di berbagai daerah yang menggunakan metode SRI pada
umumnya memberikan larutan MOL pada 10, 20, 30, 40 dan 60 hari setelah
tanam (hst) atau sesuai kebutuhan (Kalsim, 2007) dengan dosis 4,8 l/ha
(Setianingsih, 2009). Hasilnya penggunaan dan pemberian larutan MOL mampu
meningkatkan produksi padi serta meningkatkan pula kesuburan tanah.
Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa larutan MOL
mengandung mikrob, zat perangsang tumbuh serta unsur hara. Permasalahannya,
dengan bahan baku yang berbeda-beda untuk pembuatan larutan MOL tersebut,
tentu kandungan berbagai macam mikrob, unsur hara maupun sifat kimia juga
berbeda. Berkaitan dengan hal ini perlu diidentifikasi berbagai mikrob yang
terkandung dalam larutan MOL, agar dapat diketahui peran mikrob serta sifat-sifat
kimia yang terdapat pada larutan MOL sehingga dapat meningkatkan produksi
tanaman dan kesuburan tanah.
3
Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui dan mengidentifikasi mikrob serta sifat-sifat kimia
yang terkandung dalam MOL bonggol pisang, MOL keong mas dan MOL
urin kelinci.
2. Untuk mengetahui pola pertumbuhan mikrob pada MOL bonggol pisang,
MOL keong mas dan MOL urin kelinci.
.
Hipotesis Penelitian
1. Pada MOL bonggol pisang, MOL keong mas dan MOL urin kelinci
mengandung mikrob serta sifat-sifat kimia.
2. Pada MOL bonggol pisang, MOL keong mas dan MOL urin kelinci pola
pertumbuhan mikrob meningkat selama waktu fermentasi.
4
TINJAUAN PUSTAKA
SRI (System of Rice Intensification)
Budidaya SRI pertama kali ditemukan oleh seorang biarawan Yesuit asal
Perancis yang bernama FR. Henri de Laulanie di Madagaskar pada tahun 1984.
SRI merupakan sistem budidaya tanaman padi yang intensif dan efisien dengan
manajemen yang berbasis pada pengelolaan tanah, tanaman dan air (DISIMP,
2006). SRI menerapkan pula proses pemberdayaan petani dalam pengelolaan
lahan dan air dengan pertimbangan jauh kedepan yaitu nilai-nilai pertanian yang
berkelanjutan (Deptan, 2008).
Prinsip dasar dari budidaya SRI yaitu penggunaan benih yang bermutu, bibit
ditanam berumur muda (8-10 hari) dengan pola satu bibit per lubang dan ditanam
dangkal dengan posisi perakaran berbentuk L. Jarak tanam yang lebih lebar 25 x
25 cm atau 30 x 30 cm, pengelolaan air dengan irigasi terputus (tanah lembab tapi
tidak sampai tergenang) dan pengendalian hama terpadu dengan tidak
menggunakan pestisida dan bahan-bahan sintetik. SRI ini tidak hanya bertujuan
untuk meningkatkan produksi padi tetapi juga kesejahteraan petani melalui
peningkatan pendapatan usaha tani (Sato dan Uphoof, 2006).
Pengelolaan lahan pertanian yang ramah lingkungan dengan menggunakan
metode SRI melalui penggunaan kompos serta pemanfaatan MOL diyakini
mampu memelihara kesuburan tanah, meningkatkan populasi mikrob tanah,
menjaga kelestarian lingkungan sekaligus dapat mempertahankan serta
meningkatkan produktivitas tanah. Beberapa penelitian telah dilakukan dan
dilaporkan bahwa penggunaan kompos dan pupuk organik dalam metode SRI
dapat meningkatkan populasi mikrob seperti Azospirilium, Azotobacter dan lain-
lain dalam rizosfir secara berlipat dibandingkan dengan cara konvensional yang
biasa petani lakukan dalam melakukan budidaya tanaman padi (Uphoff et al.
2009). Secara khusus pemupukan organik pada budidaya SRI berkontribusi
menaikkan hampir empat kali lipat jumlah Azospirillum dan hampir dua kali lipat
jumlah Azotobacter dan Mikrob Pelarut Fosfat pada rizosfir (Anas et al. 2011).
5
Penggunaan larutan MOL pada budidaya padi SRI dilakukan dari mulai
sebelum tanam sampai dengan pembentukan dan pengisian bulir padi.
Penggunaan larutan sebelum tanam padi dilakukan pada saat pengomposan jerami
yang nantinya diaplikasikan kedalam tanah. Pemberian larutan MOL sebagai
pupuk cair biasanya dilakukan 5 kali yaitu pada 10, 20, 30,40, 60 hst (Kalsim,
2007) dan bisa berbeda-beda sesuai dengan tingkat kebutuhan petani.
Mikroorganisme Lokal (MOL)
MOL adalah cairan yang berbahan dari berbagai sumber daya alam yang
tersedia setempat. MOL mengandung unsur hara makro dan mikro dan juga
mengandung mikrob yang berpotensi sebagai perombak bahan organik,
perangsang pertumbuhan dan sebagai agen pengendali hama penyakit tanaman.
Berdasarkan kandungan yang terdapat dalam MOL tersebut, maka MOL dapat
digunakan sebagai pendekomposer, pupuk hayati, dan sebagai pestisida organik
terutama sebagai fungsida (Purwasasmita dan Kunia, 2009).
Para petani meracik MOL berdasarkan pengalaman atau pemahaman yang
diambil dari pelatihan yang diberikan oleh para inisiator SRI. Berbagai larutan
MOL dapat dibuat dari berbagai bahan yang tersedia disekitar kita. Beberapa
contoh larutan MOL yang dibuat para petani antara lain: MOL buah-buahan,
MOL daun gamal, MOL bonggol pisang, MOL sayuran, MOL rebung, MOL
limbah dapur, MOL protein dan lain-lain (Purwasasmita dan Kunia, 2009).
Keunggulan penggunaan larutan MOL yang paling utama adalah murah.
Bahan-bahan yang ada disekitar kita seperti buah-buahan busuk, rebung, daun
gamal, keong, urin sapi, urin kelinci serta sisa makanan dapat digunakan sebagai
bahan pembuat MOL. Bahan-bahan tersebut dimasukkan ke dalam drum yang
kemudian dicampur dengan larutan yang mengandung glukosa seperti air nira, air
kelapa atau air gula. Kemudian drum ditutup dan difermentasi sampai beberapa
hari. Setelah itu MOL dapat dipakai untuk menyemprot tanaman dengan terlebih
dahulu diencerkan dengan perbandingan 400 cc cairan MOL diencerkan dengan
14 l air (Amalia, 2008) dengan dosis 4,8 l/ha (Setianingsih, 2009).
6
Berbagai contoh MOL yang dibuat dan diaplikasikan para petani adalah
MOL buah-buah untuk membantu bulir padi agar lebih berisi, MOL daun gamal
untuk penyubur daun tanaman dan disemprotkan pada padi umur 30 hst, MOL
bonggol pisang untuk dekomposer saat pembuatan kompos dan disemprotkan
pada padi umur10, 20, 30 dan 40 hst. MOL sayuran untuk merangsang tumbuhnya
malai dan disemprotkan pada umur padi 60 hari, MOL rebung untuk merangsang
pertumbuhan tanaman dan disemprotkan pada padi umur 15 hari dan masih
banyak MOL-MOL yang lain (Purwasasmita dan Kunia, 2009).
Mikrob
Pada ekosistem tanah terdapat berbagai jenis mikrob seperti: bakteri, fungi,
aktinomisetes, protozoa dan ganggang. Keberadaan mikrob tersebut memiliki arti
penting terhadap dinamika ekosistem tersebut. Mikrob tanah memiliki peran
antara lain mendekomposisi residu tanaman, hewan dan mikrob, sebagai pemacu
dan pengatur utama laju mineralisasi unsur-unsur hara dalam tanah serta sebagai
penambat unsur-unsur hara dalam tanah (Killham, 1994).
Peran mikrob dalam siklus berbagai unsur hara terutama N, P dan K di
dalam tanah sangat penting. Apabila salah satu jenis mikrob tersebut tidak
berfungsi maka akan terjadi ketimpangan dalam daur unsur hara di dalam tanah.
Bakteri merupakan kelompok mikrob dalam tanah yang paling dominan dan dapat
berjumlah separuh dari biomassa mikrob di dalam tanah (Rao, 1994).
Fungi terdapat disetiap tempat terutama di darat dalam berbagai bentuk,
ukuran dan warna. Pada umumnya fungi mempunyai kemampuan yang lebih baik
dibanding bakteri dalam menguraikan sisa-sisa tanaman terutama yang
mengandung hemiselulosa, selulosa dan lignin (Alexander, 1977). Selain dapat
menguraikan bahan-bahan berkayu, fungi juga dapat menghasilkan zat yang
bersifat racun sehingga dapat dipakai untuk mengontrol pertumbuhan/
perkembangan organisme pengganggu. Seperti fungi Tricoderma sp. yang efektif
mengendalikan patogen penyebab rebah kecambah Rhizoctonia solani, busuk
batang Fusarium sp., akar gada Plasmodiophora brassicae dan lain-lain (Nasahi,
2010). Secara metabolik, fungi tergolong heterotrof dan mendapatkan energi dari
7
oksidasi senyawa-senyawa organik (Killham, 1994). Fungi bersifat aerob obligat
dimana oksigen diperlukan untuk kelangsungan hidupnya.
Beberapa genus dari bakteri seperti Rhizobium, Azotobacter, Azospirillum,
Pseudomonas terlibat dalam penambatan N2 dan penyedia unsur hara untuk
tanaman disekitar perakaran. Azotobacter, Azospirillum dan Mikrob Pelarut Fosfat
merupakan mikrob yang menguntungkan dalam meningkatkan pertumbuhan
tanaman (Rao, 1994).
Azotobacter
Azotobacter merupakan bakteri penambat N2 non simbiotik yang bersifat
aerobik. Azotobacter juga memproduksi hormon pertumbuhan sitokinin dan
auksin yang dilaporkan pertama kali oleh Vancura dan Macurra pada tahun 1960
(Vancura 1988). Selain kemampuannya menambat N2 yang tinggi, Azotobacter
juga dapat meningkatkan panjang akar tanaman padi, menambah berat basah akar
dan meningkatkan pertumbuhan tinggi tanaman padi (Razie, 2003).
Genus Azotobacter termasuk dalam grup Gram negatif, aerobik, berbentuk
batang hingga bulat, tunggal bergabung, tidak beraturan dan kadang-kadang
membentuk rantai dengan berbagai panjang, tidak motil (Holt et al. 1994). Koloni
Azotobacter mempunyai ciri-ciri berbentuk convex, smooth, putih, moist
(Wedhastri, 2002). Bakteri ini dapat hidup di tanah dan air. Walaupun bakteri ini
bersifat aerobik, namun dapat tumbuh dengan kadar oksigen yang rendah (Holt et
al. 1994).
Azospirillum
Azospirillum merupakan bakteri penambat N2 non simbiotik seperti
Azotobacter. Azospirillum termasuk ke dalam grup bakteri Gram negatif. Bakteri
ini memiliki ciri khas yaitu memiliki sifat mikroaerofilik. Pada medium semi
padat yang mengandung malat, Azospirillum membentuk lapisan berwarna putih,
padat dan berombak yang disebut pelikel. Bentuk sel Azospirillum vibroid, koma
atau batang lurus dengan lebar sel 0,9-1,2 mm dengan suhu optimum untuk
tumbuh 34-37oC. Pertumbuhan Azospirillum sangat baik pada medium yang
mengandung asam malat, asam suksinat atau asam piruvat (Okon et al. 1976)
8
Penambatan N2 oleh Azospirillum dimungkinkan karena adanya enzim
nitrogenase. Proses penambatan N2 dengan adanya enzim nitrogenase terjadi
sebagai berikut: energi ATP dan elektron feredoksin mereduksi protein Fe
menjadi reduktan, kemudian reduktan mereduksi protein MoFe yang kemudian
mereduksi N2 menjadi NH3 dengan hasil sampingan berupa gas H2. Bersamaan
dengan itu terjadi reduksi asetilen menjadi etilen yang digunakan sebagai
indikator proses penambatan N2 secara biologis (Marschner, 1986).
Infeksi yang disebabkan oleh Azospirillum tidak menyebabkan perubahan
morfologi perakaran, tetapi meningkatkan jumlah rambut akar yang menyebabkan
percabangan akar lebih berperan dalam penyerapan hara (Rahmawati, 2005).
Selain itu berdasarkan hasil penelitian Razie (2003), Azospirillum juga mampu
menambah panjang akar serta bobot basah akar padi. Menurut Lestari et al.
(2007), Azospirillum menghasilkan hormon asam indol asetat yang secara nyata
meningkatkan tinggi tanaman padi serta berpengaruh nyata terhadap panjang akar
tanaman padi.
Mikrob Pelarut Fosfat
Mikrob Pelarut Fosfat (MPF) merupakan mikrob yang mempunyai
kemampuan melarutkan P tidak tersedia menjadi bentuk yang dapat digunakan
oleh tanaman. Pelarutan senyawa P oleh MPF berlangsung secara kimia dan
biologis baik untuk bentuk P organik maupun anorganik. Mekanisme pelarutan
fosfat secara kimia merupakan mekanisme pelarutan fosfat utama yang dilakukan
oleh mikrob. Mikrob tersebut mengekskresikan sejumlah asam organik berbobot
molekul rendah seperti oksalat, suksinat, tartrat, sitrat, laktat, asetat, formiat,
propionat dan lain-lain (Alexander, 1977; Beauchamp dan Hume, 1997). Asam-
asam organik tersebut akan membentuk senyawa komplek dengan ion Ca, Fe dan
Al sehingga unsur P akan dibebaskan dan tersedia bagi tanaman. Meningkatnya
asam-asam organik tersebut diikuti dengan penurunan pH yang tajam. Pelarutan
fosfat secara biologis terjadi karena mikrob tersebut menghasilkan enzim antara
lain enzim fosfatase (Lynch, 1983) dan enzim fitase (Alexander, 1977).
MPF terdiri dari golongan bakteri, fungi dan sedikit aktinomisetes. MPF
yang termasuk golongan bakteri antara lain adalah Pseudomonas striata, P.
9
putida, P. fluorescens, P. denitrificans, Bacillus polymyxa, B. megatherium,
Thiobacillus sp., serta Mycobaterium dan dari golongan fungi antara lain
Aspergillus niger, A.awamori, P. digitatum, P. bilaji dan lain-lain (Alexander,
1977). Populasi MPF dari golongan bakteri jauh lebih banyak dibandingkan
dengan golongan fungi. Media selektif yang umum digunakan untuk mengisolasi
dan memperbanyak MPF adalah Agar Pikovskaya yang berwarna putih keruh,
karena mengandung P tidak larut seperti kalsium fosfat. Potensi MPF untuk
melarutkan fosfat tidak tersedia dicirikan oleh zona bening (halozone) disekitar
koloni mikrob (Rao, 1982).
Penggunaan MPF di bidang pertanian sangat dibutuhkan sebagai salah
satu upaya meningkatkan ketersediaan senyawa P bagi tanaman. Penelitian
Setiawati (1998) secara umum menyatakan bahwa bakteri pelarut fosfat P.
putida dan P. fluorescens lebih banyak melarutkan P dari sumber AlPO4. Fungi
pelarut fosfat Aspergillus niger dan Aspergillus ficuum lebih banyak melarutkan
P dari Ca3(PO4)2. Penelitian Premono (1994) mendapatkan Aspergillus ficuum
mampu melarutkan bentuk-bentuk Ca-P dan Fe-P, sedangkan P. putida, P.
fluorescens mampu melarutkan Ca, Fe maupun occluded-P.
Beberapa peneliti mengemukakan bahwa keefektifan bakteri pelarut fosfat
tidak hanya disebabkan oleh kemampuannya dalam melarutkan fosfat tetapi juga
disebabkan kemampuannya dalam menghasilkan zat pengatur tumbuh, seperti
asam indol asetat dan asam giberelin. Selain itu beberapa bakteri pelarut fosfat
juga dapat berperan meningkatkan kesehatan akar dan pertumbuhan tanaman
melalui proteksinya terhadap penyakit. Seperti pada penelitian Setiawati dan
Mihardja (2008) P. putida dan P. diminuta secara in vitro dapat menghambat
pertumbuhan fungi patogen Rhizoctonia solani sebesar 58,35% dan 41,96%.
Mikrob Selulolitik
Mikrob selulolitik seperti bakteri dan fungi menghasilkan seperangkat
enzim yang menghidrolisis selulosa menjadi oligosakarida yang lebih kecil dan
akhirnya menjadi glukosa yang berfungsi sebagai sumber karbon dan unsur hara
bagi pertumbuhan mikrob tersebut. Enzim yang berperan dalam proses hidrolisis
10
tersebut adalah selulase yang dihasilkan mikrob sebagai respon terhadap adanya
selulosa pada lingkungan hidupnya (Busto et al. 1995).
Umumnya mikrob yang mampu mendegradasi selulosa juga mampu
mendegradasi hemiselulosa (Alexander,1977). Selulosa merupakan karbohidrat
utama yang disintesis oleh tanaman dan menempati hampir 60% komponen
penyusun struktur tanaman. Jumlah selulosa di alam sangat berlimpah sebagai sisa
tanaman atau dalam bentuk limbah pertanian seperti jerami padi, sisa tanaman
jagung, gandum dan kedelai. Sulitnya mendegradasi limbah tersebut
menyebabkan petani lebih suka membakar jeraminya dilahan pertanian daripada
memanfaatkannya kembali melalui pengomposan. Hal ini disebabkan karena
sangat sedikitnya mikrob yang secara alami efektif untuk merombak limbah
berselulosa.
Bakteri selulolitik antara lain adalah Clostridium acetobutylicum,
Ruminicoccus flavefaciens, Ruminicoccus albus dan Cillobacterium
cellulosolvens (Lynd et al. 2002). Selain bakteri, fungi juga termasuk dalam
kelompok Mikrob Selulolitik. Beberapa mikrob terutama dari kelompok fungi
memiliki kemampuan untuk menghidrolisis selulosa alami melalui aktifitas
selulolitik yang dimilikinya (Salma dan Gunarto, 1999). Sutedjo et al (1991)
mengemukakan bahwa fungi dapat mendegradasi selulosa lebih baik di dalam
tanah dan kompos terutama dibawah kondisi tropis. Mekanisme degradasi
selulosa oleh berbagai mikrob tergantung sifat keadaan mikrob dan kondisi-
kondisi dekomposisi.
Mikrob selain bersifat menguntungkan ada pula yang merugikan. Bakteri
maupun fungi yang bersifat merugikan, antara lain Ralstonia solanacearum yang
menyebabkan penyakit layu bakteri, Agrobacterium tumefaciens yang penyebab
tumor pada tumbuhan, Xanthomonas sp. yang penyebab penyakit kresek pada
tanaman padi dan lain-lain. Fungi yang merugikan antara lain Phytium penyebab
penyakit rebah semai, Phythophthora infestans penyebab penyakit pada daun
tanaman kentang, Fusarium oxysporum penyebab layu fusarium dan lain-lain
(Pracaya, 2007).
11
Pertumbuhan mikrob
Pertumbuhan merupakan peningkatan komponen-komponen sel yang
selanjutnya menyebabkan peningkatan ukuran sel, peningkatan jumlah sel, atau
peningkatan kedua-duanya. Kecepatan pertumbuhan masing-masing mikrob tidak
sama. Hal ini sesuai dengan tahapan pertumbuhan mikrob yang terdiri dari 4 fase
yaitu pertama fase adaptasi (lag phase). Pada fase ini mikrob baru menyesuaikan
diri dengan lingkungannya yang baru sehingga kecepatan pertumbuhannya masih
rendah. Fase kedua merupakan fase pertumbuhan dipercepat (exponential phase),
selama fase ini metabolisme sel paling aktif, dipengaruhi pula oleh medium
tempat tumbuhnya seperti pH, kandungan nutrien, juga kondisi lingkungannya.
Selanjutnya merupakan fase pertumbuhan tetap (stationary phase). Fase ini
didahului dengan melambatnya pertumbuhan mikrob karena beberapa sebab,
misalnya nutrien pada medium yang semakin berkurang maupun adanya hasil-
hasil metabolisme yang mungkin beracun sehingga menghambat pertumbuhan
mikrob. Pada fase ini jumlah mikrob yang mati semakin meningkat sampai terjadi
dimana kematian seimbang dengan pertumbuhan. Fase yang terakhir merupakan
fase kematian (death phase). Pada fase ini jumlah mikrob yang mati semakin
banyak karena beberapa sebab seperti habisnya nutrien dalam medium, habisnya
energi cadangan dalam sel mikrob atau karena pengaruh kondisi lingkungan
(Dwijoseputro, 2010).
Bahan makanan yang digunakan oleh mikrob dapat berfungsi antara lain
sebagai sumber energi, bahan pembangun sel dan aseptor atau donor elektron.
Secara garis besar bahan makanan dibagi menjadi tujuh golongan yaitu air,
sumber energi, sumber karbon, sumber aseptor elektron, sumber mineral, faktor
tumbuh, dan sumber nitrogen (Sumarsih, 2003).
Sifat Kimia
MOL sebagai cairan yang terbuat dari limbah atau bahan-bahan organik
yang ada disekitar kita mengandung mikrob serta mengandung sifat-sifat kimia
yang mempengaruhi pertumbuhan mikrob tersebut. Sifat-sifat kimia yang
mempunyai pengaruh terhadap pertumbuhan mikrob antara lain adalah pH. pH
12
merupakan derajat kemasaman yang menunjukkan banyaknya ion H+ atau OH
-
dalam suatu larutan. Apabila ion H+ lebih banyak dari OH
- disebut masam dan
apabila ion OH- lebih banyak daripada ion H
+ disebut basa (Tan, 1982). Derajat
kemasaman penting bagi pertumbuhan mikrob. Sebagian besar mikrob menyukai
pH netral (pH 7) untuk pertumbuhannya. Berdasarkan pH-nya mikrob dapat
dikelompokkan menjadi 3 yaitu (a) mikrob asidofil, adalah kelompok mikrob
yang dapat hidup pada pH 2,0 -5,0, (b) mikrob mesofil adalah kelompok mikrob
yang dapat hidup pada pH 5,5 – 8,0, dan (c) mikrob alkalifil adalah kelompok
mikrob yang dapat hidup pada pH 8,4 -9,5.
Sifat kimia lain yang terdapat dalam larutan MOL adalah konduktivitas
listrik (EC, Electrical Conductivity) atau daya hantar listrik, dimana EC ini
berhubungan dengan pengukuran kadar garam dalam larutan hara. EC memberi
indikasi mengenai hara yang terkandung dalam larutan dan yang diserap oleh
akar. Larutan kaya hara akan mempunyai EC yang lebih besar daripada larutan
yang mempunyai sedikit hara. Nilai EC tergantung jenis ion yang terkandung
dalam larutan hara, konsentrasi ion dan suhu larutan (Morgan, 2000).
Oksidasi-reduksi merupakan reaksi pemindahan elektron dari donor
elektron kepada aseptor elektron. Donor elektron akan teroksidasi karena
pelepasan elektron, sedangkan aseptor elektron akan tereduksi karena
penambahan elektron. Menurut Tan (1982) keseimbangan redoks biasanya
dinyatakan dengan konsep potensial redoks (Eh). Potensial redoks (Eh) adalah
potensial elektroda standar sel-paruh diukur terhadap suatu elektroda penunjuk
standar, yakni elektroda hidrogen. Selain Eh, reaksi redoks juga dicirikan oleh
aktivitas elektron, bila proses reduksi dominan, maka jumlah elektron akan
meningkat. Menurut Ponnamperuma (1976), nilai Eh yang tinggi dan positif
menunjukkan kondisi oksidatif, sebaliknya nilai Eh yang rendah bahkan negatif
menunjukkan kondisi reduktif. Eh pada tanah berdrainase baik berkisar antara
+400 hingga +700 mV, sedangkan tanah tergenang berkisar antara -250 sampai -
300 mV (Hardjowigeno dan Rayes, 2005).
13
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi Tanah, Departemen
Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian IPB sejak bulan April
2010- Januari 2011.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari bahan pembuat MOL
yaitu bonggol pisang Apu (Mussa paradisica linn), keong mas (Pomacea
canaliculata) dan urin kelinci, air sisa cucian beras, gula merah dari kelapa (gula
Jawa). Media untuk pertumbuhan mikrob yaitu Nutrient Agar (NA), Potato
Dextrosa Agar (PDA), Pikovskaya, Nitrogen Free Media (NFM), Nitrogen Free
Bromthymol Blue (NFB), dan Carboxymethyl Cellulose (CMC) serta bahan-
bahan kimia habis pakai untuk analisis kimia. Alat yang digunakan terdiri dari
alat-alat laboratorium untuk analisis mikrob dan kimia.
Metode Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan rancangan acak lengkap
(RAL) dengan satu faktor (waktu) dan 3 ulangan. Selanjutnya penyeleksian
berdasarkan nilai tengah tertinggi dari peubah menggunakan uji jarak berganda
Duncan. Analisis data dilakukan dengan menggunakan Program SAS 9.1.
Model matematisnya adalah:
Yij = µ + αi + εij
dimana:
Yij = pengamatan pada perlakuan ke-I dan ulangan ke-j
µ = rataan umum
αi = pengaruh perlakuan waktu ke-i
εij = galat perlakuan waktu ke-i pada ulangan ke-j
14
Pelaksanaan Penelitian
Pembuatan MOL
1. Persiapan
Bahan yang digunakan masing-masing adalah bonggol pisang Apu (Musa
paradisiaca Linn) yang diiris-iris dengan ukuran ± 0,5 – 1 cm sebanyak 5 kg,
keong mas (Pomacea canaliculata) yang ditumbuk beserta cangkangnya
sebanyak 5 kg, urin kelinci 5 l, air sisa cucian beras 10 l (didapat dari 5 l beras
yang dicuci dengan 10 l air) dan gula merah dari kelapa (gula Jawa) 1 kg yang
kemudian diiris halus. Alat yang diperlukan adalah penumbuk, pisau, kayu
pengaduk dan drum ukuran 18 l.
2. Cara pembuatan MOL
Air sisa cucian beras dicampur dengan gula merah (gula Jawa) yang telah diiris
halus dimasukkan dalam drum kemudian diaduk sampai gula larut (air sisa
cucian beras berubah warna menjadi coklat) kemudian dimasukkan keong mas,
diaduk kembali sampai tercampur merata kemudian tutup drum dengan
penutupnya. Begitu juga langkah-langkah untuk pembuatan MOL bonggol
pisang dan MOL urin kelinci (NOSC, 2008).
Pengambilan sampel MOL
1. Pengambilan sampel MOL untuk analisis mikrob
Pengambilan sampel dilakukan pada 1x24 jam( hari ke-1), 7x24 jam (hari ke-
7), 14x24 jam (hari ke-14) dan 21x24 jam (hari ke-21). Sampel MOL diambil
dengan menggunakan pipet pada 3 kedalaman yang berbeda, yaitu 4 cm, 14 cm
dan 23 cm.
2. Pengambilan sampel MOL untuk analisis kimia
Pengambilan sampel dilakukan setelah pengambilan sampel yang digunakan
untuk analisis mikrob. Pengambilan sampel dilakukan dengan terlebih dahulu
MOL diaduk kemudian sampel diambil melalui kran yang ada dibagian bawah
drum. Untuk pengukuran Eh dilakukan dengan alat Eh meter pada kedalaman
9 cm dari permukaan larutan MOL.
15
Pengamatan
Analisis mikrob
Analisis mikrob dilakukan untuk mengetahui populasi mikrob total, fungi,
Azotobacter-like, Azospirillum-like, MPF dan Mikrob Selulolitik. Parameter
penelitian, metode dan media tumbuh mikrob disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Parameter penelitian, metode dan media tumbuh mikrob
Parameter Metode Media
Mikrob total Cawan hitung Nutrient Agar (NA) (Rao, 1982)
Fungi Cawan hitung Potato Dextrosa Agar (PDA) (Anas,
1989)
Azotobacter-like Cawan hitung Nitrogen Free Media (NFM)
(Rao, 1982)
Azospirillum-like MPN Nitrogen Free Bromthymol Blue
(NFB) (Okon et al. 1977)
MPF Cawan hitung Pikovskaya (Rao, 1982)
Mikrob Selulolitik Cawan hitung Carboxymethyl Cellulose (CMC)
(Coronel dan Joson, 1986)
Seri pengenceran dibuat dengan terlebih dahulu menyiapkan erlenmeyer 250
ml yang berisi 90 ml larutan garam fisiologis (8,5 g NaCl per liter) dan tabung
reaksi yang berisi 9 ml larutan garam fisiologis. Semua erlenmeyer dan tabung
reaksi ditutup dengan kapas, penutupan ini dilakukan dengan hati-hati agar jangan
sampai basah sewaktu diautoklaf. Erlenmeyer dan tabung reaksi yang berisi
larutan garam fisiologis diautoklaf selama 20 menit pada suhu 121oC dan
didinginkan sebelum digunakan lebih lanjut. Setelah dingin, 10 ml sampel larutan
MOL dimasukkan ke dalam 90 ml larutan garam fisiologis steril tersebut,
selanjutnya dibuat seri pengenceran sampai 10-7
. Seri pengenceran yang
digunakan untuk menetapkan populasi masing-masing parameter berbeda. Untuk
mikrob total digunakan seri pengenceran 10-5
, 10-6
, 10-7
, Azotobacter-like,
Azospirillum-like dan Mikrob Selulolitik digunakan seri pengenceran 10-3
, 10-4
,
16
10-5
, fungi dan MPF digunakan pengenceran 10-4
, 10-5
, 10-6
. Sebanyak 1 ml
larutan dari masing-masing seri pengenceran dipindahkan ke cawan petri yang
kemudian dituang ke media biak sesuai dengan mikrob yang akan ditumbuhkan.
Bahan dan komposisi media tumbuh mikrob yang digunakan disajikan pada Tabel
Lampiran 1. Setelah itu cawan petri digoyang secara perlahan-lahan agar media
dan suspensi tercampur sempurna, lalu diinkubasi pada suhu 25-30oC. Populasi
mikrob total, MPF, Azotobacter-like dan Mikrob Selulolitik dihitung setelah 3-5
hari, sedangkan untuk Azospirillum-like inkubasi dilakukan selama 7 hari.
Keseluruhan proses dilakukan secara steril untuk menghindari kontaminasi yang
dapat mengganggu parameter yang ditetapkan.
Pemurnian
Pemurnian dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh biakan murni yang
diinginkan tanpa ada kontaminan dari mikrob lain. Pada tahap pemurnian untuk
Azotobacter-like dipilih koloni tunggal yang mempunyai bentuk paling besar,
moist dan bening. Untuk Azospirillum-like koloni yang dipilih berasal dari pelikel
yang paling jelas sedangkan untuk MPF dan Mikrob Selulolitik dipilih koloni
yang mempunyai zona bening paling luas. Koloni yang terpisah tersebut
dipisahkan dengan cara pengoresan kuadran ke media yang baru.
Identifikasi
Identifikasi mikrob terpilih dilakukan berdasarkan ciri-ciri morfologi
koloni seperti elevasi, pinggiran, warna, bentuk dan jenis Gram. Identifikasi
secara fisiologis dilakukan dengan menggunakan alat KIT API NE 20 yaitu sistem
standar untuk identifikasi mikrob non-enterik. Untuk fungi identifikasi
berdasarkan karakter morfologi koloni secara makroskopi dan mikroskopi.
Analisis kimia
Analisis kimia dilakukan untuk mengetahui kandungan unsur hara, pH,
EC dan Eh pada larutan MOL. Pengamatan untuk pH, EC dan Eh dilakukan pada
17
hari ke-1, 7, 14 dan 21 sedangkan untuk unsur hara pada hari ke-14. Parameter
dan metode untuk analisis kimia disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Parameter dan metode/alat untuk analisis kimia
Parameter Metode/Alat
pH pH meter/Fisher accumet® model 230A
Eh Eh meter/TOA
EC EC meter/wtw inolab cond level 1
N-NO3-, N-NH4
+ Kjeldahl
C organik Walkey & Black
P2O5 Bray-1/Spektrofotometer Spectonic 20 Bausch &
Lomb
K2O Ekstrak HCl 25%/Flamefotometer Corning 405
Ca.Mg,
Fe,Zn,Cu,Mn
NH4OAC pH 7/AAS Shimadzu AA-6300
Ekstrak HCl 0,05 N/AAS Shimadzu AA-6300
Analisis Data
Data yang terkumpul dianalisis dengan menggunakan analisis sidik ragam
untuk mengetahui pengaruh perlakuan dan dilanjutkan dengan uji jarak berganda
Duncan taraf 0,05 untuk mengetahui beda nyata antar perlakuan (Mattjik dan
Sumertajaya, 2006).
18
Tahapan kegiatan penelitian
Gambar 1 Diagram alir penelitian.
Pembuatan MOL
MOL bonggol pisang
MOL keong mas
MOL urin kelinci
Isolasi mikrob
Mikrob total, fungi,
Azotobacter-like,
Azospirillum-like, MPF dan
Mikrob Selulolitik
Kajian sifat kimia
pH, EC, Eh, Analisis
unsur hara
Pembuatan seri pengenceran
Pembuatan media
Isolasi mikroba
Pengukuran
pH, EC, Eh dan unsur
hara makro dan mikro
Perhitungan populasi mikrob,
pemurnian dan identifikasi mikrob
Analisis data
19
HASIL DAN PEMBAHASAN
Populasi mikrob
Populasi mikrob pada MOL bonggol pisang, MOL keong mas dan MOL
urin kelinci meliputi total populasi mikrob, fungi, Azotobacter-like, Azospirillum-
like, MPF dan Mikrob Selulolitik. Pengamatan populasi mikrob pada ketiga MOL
dilakukan sebanyak 4 kali dengan selang waktu 7 hari sekali selama 21 hari.
Mikrob total
Pola pertumbuhan mikrob total selama 21 hari pada ketiga MOL dapat
dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2 Pola pertumbuhan mikrob total pada MOL bonggol pisang, MOL
keong mas dan MOL urin kelinci selama 21 hari.
Pada Gambar 2 dapat dilihat bahwa populasi mikrob total selama 21 hari
cenderung mengalami penurunan setelah hari ke-7 pada MOL keong mas dan
MOL urin kelinci. Kondisi ini diduga terkait dengan nilai Eh (Gambar 10) yang
nilainya terus mengalami penurunan setelah hari ke-7. Nilai Eh menunjukkan
kondisi oksidatif dan reduktif dalam larutan. Nilai Eh ini berpengaruh terhadap
kehidupan mikrob, kondisi reduktif menggambarkan aktivitas mikrob rendah
akibat oksigen yang berkurang dan sebaliknya. Dampaknya adalah mikrob tidak
6,606,807,007,207,407,607,808,008,208,408,60
1 7 14 21
po
pu
lasi
[lo
g(x)
cfu
/ml]
Hari
MOL Bonggol pisangMOL Keong masMOL Urin kelinci
20
bisa bekerja dengan optimal terutama mikrob yang bersifat aerobik dalam
mendekomposisi bahan-bahan organik.
Berdasarkan hasil pengamatan, total populasi mikrob terbanyak terdapat
pada MOL bonggol pisang (Tabel Lampiran 2). Hal ini diduga karena kandungan
karbohidrat bonggol pisang yang tinggi. Bonggol pisang segar mengandung
karbohidrat sebesar 11,6% sedangkan bonggol pisang kering mengandung
karbohidrat 66,2% (Muslim, 2008) dan serat kasar 38,38% (Ekawati, 1993). Pada
penelitian ini berdasarkan hasil analisis unsur hara, kandungan N, P dan K
bonggol pisang berturut-turut sebesar 0,48, 0,05 dan 0,17 % (Tabel Lampiran 6).
Apabila ditambah dengan air sisa cucian beras yang juga mengandung karbohidrat
serta unsur hara makro-mikro (Tabel Lampiran 6) dan gula sebagai sumber
glukosa, maka sumber makanan pada MOL bonggol pisang cukup untuk
mendukung pertumbuhan mikrob.
Karbohidrat merupakan substrat utama yang diperlukan untuk fermentasi.
Tingginya kandungan karbohidrat dan serat (selulosa) bonggol pisang disebabkan
karena bonggol pisang merupakan tempat cadangan makanan bagi tanaman pisang
selama pertumbuhannya. Selain itu berdasarkan hasil analisis kandungan unsur
hara (Tabel 3) MOL bonggol pisang kandungan C organik-nya lebih tinggi
(1,06%) dibandingkan dengan MOL yang lain.
Total populasi mikrob pada MOL keong mas dan MOL urin kelinci rata-
rata mengalami pertumbuhan optimum pada hari ke-7 sedangkan MOL bonggol
pisang pada hari ke-14. Hal ini diduga pada saat itulah kondisi lingkungan serta
sumber bahan makanan untuk mikrob dalam keadaan yang tersedia dan optimum.
Pertumbuhan mikrob selanjutnya mengalami penurunan dikarenakan sumber
makanan yang tersedia diduga terus mengalami penurunan.
Pada MOL bonggol pisang dan MOL keong mas menunjukkan bahwa
waktu fermentasi tidak berpengaruh nyata terhadap total populasi mikrob (Tabel
Lampiran 2). Hal ini dapat dilihat dari masing-masing nilai Pr > F (Tabel
Lampiran 3 dan 4). Pada MOL urin kelinci total populasi mikrob pada hari ke-7
memiliki pengaruh berbeda nyata dengan total populasi mikrob pada hari ke-1, 14
dan 21. Hal ini dapat dilihat bahwa total populasi mikrob pada hari ke-7 memiliki
rataan tertinggi yaitu 27,1 x 107cfu/ml.
21
Fungi
Pola pertumbuhan fungi pada ketiga MOL selama 21 hari dapat dilihat
pada Gambar 3. Pertumbuhan fungi pada ketiga MOL cenderung mengalami
peningkatan selama waktu fermentasi. Populasi optimum fungi MOL bonggol
pisang dan MOL urin kelinci terdapat pada hari ke-14, setelah itu populasinya
menurun. Untuk MOL keong mas populasi optimum terdapat pada hari ke-21.
Kondisi MOL yang berupa larutan menyebabkan kandungan oksigen
menjadi terbatas, sedangkan fungi bersifat aerob dimana oksigen diperlukan untuk
kelangsungan hidupnya. Sebagian besar hifa fungi harus melakukan kontak
dengan udara untuk mendapatkan suplai oksigen, selain itu pertumbuhan fungi
juga dipengaruhi antara lain oleh faktor-faktor seperti kandungan bahan organik,
pH, aerasi, suhu, cahaya, kelembaban dan senyawa-senyawa kimia
dilingkungannya (Gandjar et al. 2006).
Gambar 3 Pola pertumbuhan fungi pada MOL bonggol pisang, MOL keong mas
dan MOL urin kelinci selama 21 hari.
Pertumbuhan fungi juga sebagaimana mikrob yang lain akan selalu
mengikuti fase pertumbuhan. Setiap mikrob mempunyai waktu yang berbeda-beda
untuk mengikuti fase pertumbuhan, ada yang cepat melakukan penyesuaian pada
media baru ada juga yang lambat. Fungi dapat tumbuh pada kisaran pH yang lebih
luas yaitu 2,5-8,5 dengan pH optimum 5,5-7,5, dibandingkan kisaran pH
pertumbuhan optimum bakteri sekitar 6,5-7,5 (Fardiaz, 1992).
0,00
1,00
2,00
3,00
4,00
5,00
6,00
1 7 14 21
po
pu
lasi
[lo
g(x)
cfu
/ml]
Hari
MOL Bonggol pisangMOL Keong masMOL Urin kelinci
22
Pada MOL bonggol pisang, MOL keong mas dan MOL urin kelinci waktu
fermentasi tidak berpengaruh nyata terhadap total populasi fungi (Tabel Lampiran
2). Secara umum berdasarkan hasil pengamatan, total populasi fungi terbanyak
terdapat pada MOL keong mas (Tabel Lampiran 2). Hal ini diduga terkait dengan
nilai pH pada MOL keong mas yaitu setelah hari ke-7 fermentasi pH berkisar 6-
6,5 yang merupakan kisaran pH optimum untuk pertumbuhan fungi yaitu 5,5-7,5.
Azotobacter-like
Pola pertumbuhan Azotobacter-like selama 21 hari pada ketiga MOL
dapat dilihat pada Gambar 4. Pola pertumbuhan Azotobacter-like pada ketiga
MOL cenderung mengalami peningkatan selama waktu fermentasi (Gambar 4).
Gambar 4 Pola pertumbuhan Azotobacter-like pada MOL bonggol pisang, MOL
keong mas dan MOL urin kelinci selama 21 hari.
Pertumbuhan optimum Azotobacter-like pada MOL bongggol pisang dan
MOL keong mas terjadi pada hari ke-21, sedangkan pada MOL urin kelinci pada
hari ke-14. Berdasarkan hasil pengamatan, populasi Azotobacter-like tertinggi
terdapat pada MOL bonggol pisang (Tabel Lampiran 2). Hal ini diduga karena
kandungan C organik pada MOL bonggol pisang lebih tinggi daripada kedua
MOL yang lain (Tabel 3). C organik merupakan sumber energi untuk
pertumbuhan mikrob.
Azotobacter-like merupakan kelompok mikrob yang dapat tumbuh pada
media selektif Azotobacter dan mempunyai ciri-ciri seperti Azotobacter.
0,00
1,00
2,00
3,00
4,00
5,00
6,00
1 7 14 21
po
pu
lasi
[lo
g(x)
cfu
/ml]
Hari
MOL Bonggol pisang
MOL Keong mas
MOL Urin kelinci
23
Azotobacter merupakan bakteri penambat N2 non simbiotik. Pada penelitian ini,
media selektif yang digunakan adalah NFM. Koloni Azotobacter mempunyai ciri-
ciri berbentuk bulat, convex, smooth, moist, berwarna putih, bening sampai keruh
(Wedhastri, 2002). Berdasarkan hasil identifikasi, teridentifikasi adanya Bacillus
sp. dan Staphylococcus sp. Hal ini menunjukkan bahwa kedua mikrob yang
teridentifikasi tersebut mempunyai ciri seperti Azotobacter sehingga digolongkan
sebagai Azotobacter-like.
Waktu fermentasi tidak berpengaruh nyata terhadap populasi Azotobacter-
like pada MOL urin kelinci (Tabel Lampiran 2). Hal ini dapat dilihat dari nilai Pr
> F (Tabel Lampiran 5). Pada MOL bonggol pisang populasi Azotobacter-like
pada hari ke-21 mempunyai pengaruh berbeda nyata dengan populasi pada hari
ke-1 dan 7, tetapi tidak berbeda nyata dengan populasi pada hari ke-14. Hal ini
dapat dilihat bahwa pada hari ke-21 populasi Azotobacter-like memiliki rataan
tertinggi yaitu 51 x 104 cfu/ml. Pada MOL keong mas, waktu fermentasi
berpengaruh nyata terhadap populasi Azotobacter-like. Populasi Azotobacter-like
pada hari ke-21 berbeda nyata dengan hari ke-1 dan 14 tapi tidak berbeda nyata
dengan populasi pada hari ke-7. Begitu juga dengan populasi Azotobacter-like
pada hari ke-7 dengan hari ke-1 dan 14 tidak berbeda nyata.
Azospirillum-like
Pola pertumbuhan Azospirillum-like selama 21 hari pada ketiga MOL
dapat dilihat pada Gambar 5. Pola pertumbuhan Azospirillum-like pada MOL
bonggol pisang dan MOL keong mas mempunyai kecenderungan yang sama,
yaitu menurun setelah hari ke-7 fermentasi, sedangkan pada MOL urin kelinci
pertumbuhan cenderung terus menurun setelah hari ke-1 fermentasi.
Berdasarkan hasil pengamatan, populasi tertinggi Azospirillum-like
terdapat pada MOL keong mas (Tabel Lampiran 2). Azospirillum-like merupakan
kelompok mikrob yang dapat tumbuh pada media selektif Azospirillum dan
mempunyai ciri-ciri seperti Azospirillum. Azospirillum juga merupakan bakteri
penambat N2 non simbiotik seperti Azotobacter. Pada penelitian ini, media selektif
yang digunakan media NFB. Anas (1989) menyatakan bahwa dalam media NFB
ciri Azospirillum adalah pembentukan pelikel yang berwarna putih, padat dan
24
berombak. Akan tetapi berdasarkan hasil identifikasi, pada media NFB tumbuh
Bacillus sp., Staphylococcus sp. dan Rhizobium sp. Hal ini menunjukkan bahwa
mikrob tersebut mempunyai ciri seperti Azospirillum sehingga digolongkan dalam
Azospirillum-like.
Gambar 5 Pola pertumbuhan Azospirillum-like pada MOL bonggol pisang, MOL
keong mas dan MOL urin kelinci selama 21 hari.
Pada MOL bonggol pisang dan MOL keong mas waktu fermentasi tidak
berpengaruh nyata terhadap populasi Azospirillum-like (Tabel Lampiran 2). Hal
ini dapat dilihat dari nilai Pr > F (Tabel Lampiran 3 dan 4). Pada MOL urin
kelinci populasi Azospirillum-like pada hari ke-1 berbeda nyata dengan populasi
pada hari ke-7, 14 dan 21. Hal ini dapat dilihat bahwa pada hari ke-1
Azospirillum-like mempunyai rataan tertinggi yaitu sebesar 140 x 102
cfu/ml.
Mikrob Pelarut Fosfat
Pola pertumbuhan MPF selama 21 hari pada ketiga MOL dapat dilihat
pada Gambar 6. Pola pertumbuhan MPF pada ketiga MOL terdapat
kecenderungan yang sama yaitu pertumbuhan optimum terjadi pada hari ke-7
kemudian mengalami penurunan.
Hal ini menunjukkan bahwa pada hari ke-7 merupakan kondisi dimana
semua faktor tumbuh yang diperlukan oleh MPF dalam keadaan tersedia.
Selanjutnya populasi MPF mengalami penurunan, diduga karena bahan organik
sebagai sumber karbonnya sudah mulai menurun ketersediaannya. Pada penelitian
0,00
1,00
2,00
3,00
4,00
5,00
6,00
1 7 14 21
po
pu
lasi
[lo
g(x)
cfu
/ml]
Hari
MOL Bonggol pisang
MOL Keong mas
MOL Urin kelinci
25
ini MPF ditumbuhkan dengan media selektif Pikovskaya (Rao, 1982) yang
berwarna putih keruh, dengan sumber P tidak larut adalah kalsium fosfat. Setelah
diinkubasi selama 3-5 hari, potensi mikrob untuk melarutkan fosfat tidak tersedia
dicirikan oleh adanya zona bening (halozone) disekitar koloni.
Gambar 6 Pola pertumbuhan MPF pada MOL bonggol pisang, MOL keong mas
dan MOL urin kelinci.
Pada ketiga jenis MOL ini, semuanya mengandung MPF dan jumlah
terbanyak terdapat pada MOL bonggol pisang (Tabel Lampiran 2). Tingginya
populasi MPF pada MOL bonggol pisang diduga karena tingginya kandungan C
organik MOL bonggol pisang (1,06%) dibandingkan dengan kedua MOL yang
lain serta kandungan P (Tabel 3). Pada Tabel Lampiran 2 ditunjukkan bahwa
waktu fermentasi tidak berpengaruh nyata terhadap populasi MPF pada MOL
bonggol pisang dan MOL keong mas. Hal ini dapat dilihat dari nilai Pr > F (Tabel
Lampiran 3 dan 4). Pada MOL urin kelinci populasi MPF pada hari ke-7 memiliki
pengaruh berbeda nyata dengan populasi pada hari ke-1, 14 dan 21. Hal ini dapat
dilihat bahwa pada hari ke-7 populasi MPF memiliki rataan tertinggi yaitu sebesar
245000 x 102 cfu/ml.
Mikrob Selulolitik
Pola pertumbuhan Mikrob Selulolitik selama 21 hari pada ketiga MOL
dapat dilihat pada Gambar 7. Pola pertumbuhan Mikrob Selulolitik pada ketiga
MOL cenderung mengalami peningkatan selama waktu fermentasi. Pada MOL
0,00
1,00
2,00
3,00
4,00
5,00
6,00
7,00
8,00
1 7 14 21
po
pu
lasi
[lo
g(x)
cfu
/ml]
Hari
MOL Bonggol pisangMOL Keong masMOL Urin kelinci
26
bonggol pisang dan MOL urin kelinci pertumbuhan mengalami peningkatan
sampai hari ke-14 kemudian turun, sedangkan pada MOL keong mas peningkatan
pertumbuhan sampai hari ke-7 selanjutnya menurun.
Gambar 7 Pola pertumbuhan Mikrob Selulolitik pada MOL bonggol pisang,
MOL keong mas dan MOL urin kelinci selama 21 hari.
Rata-rata populasi Mikrob Selulolitik terbanyak terdapat pada MOL
bonggol pisang (Tabel Lampiran 2). Hal ini diduga terkait dengan kandungan
selulosa pada MOL bonggol pisang. Selulosa merupakan sumber karbon yang
dibutuhkan dalam pertumbuhan mikrob. Pada penelitian ini digunakan bahan
CMC sebagai sumber karbon karena merupakan bentuk selulosa yang mudah
dihidrolisis. Mikrob yang dapat menghancurkan selulosa mempunyai daerah yang
terang disekitar koloni (Anas, 1989). Tabel Lampiran 2 menunjukkan bahwa
waktu fermentasi tidak berpengaruh nyata terhadap populasi Mikrob Selulolitik
pada ketiga MOL.
Sifat Kimia MOL
Sebagaimana suatu proses pelapukan, bahan organik yang difermentasikan
akan mengalami perubahan fisik maupun kimia oleh aktivitas mikrob. Perubahan
fisik diindikasikan dengan hancurnya jaringan maupun sel bahan dan hal ini akan
diikuti oleh perubahan kimia yang dicirikan dengan meningkatnya kandungan
unsur dalam larutan hasil fermentasi. Sifat kimia yang diamati pada penelitian ini
0,000,501,001,502,002,503,003,504,004,50
1 7 14 21
po
pu
lasi
[lo
g(x)
cfu
/ml]
Hari
MOL Bonggol pisang
MOL Keong mas
MOL Urin kelinci
27
meliputi nilai pH, EC, Eh dan kandungan unsur hara yang terkandung dalam
MOL bonggol pisang, MOL keong mas dan MOL urin kelinci.
Nilai pH MOL
Dinamika perubahan pH selama 21 hari pada MOL bonggol pisang, MOL
keong mas dan MOL urin kelinci dapat dilihat pada Gambar 8 dan Tabel
Lampiran 7.
Gambar 8 Nilai pH pada MOL bonggol pisang, MOL keong mas dan MOL urin
kelinci selama 21 hari.
Pada Gambar 8 terlihat bahwa rata-rata nilai pH pada MOL bonggol
pisang dan MOL urin kelinci cenderung stabil, kecuali pada MOL keong mas
pada hari ke-7 pH mengalami kenaikan. Rata-rata nilai pH terendah selama waktu
fermentasi terdapat pada MOL bonggol pisang. Hal ini diduga karena kandungan
karbohidrat yang tinggi pada bonggol pisang menyebabkan pH menjadi rendah
karena perombakan karbohidrat secara anaerobik akan menghasilkan asam
organik-asam organik seperti asam asetat, asam piruvat serta asam laktat. Rata-
rata nilai pH MOL keong mas selama waktu fermentasi adalah yang tertinggi.
Keong mas mengandung protein yang cukup tinggi selain kandungan bahan yang
lain. Menurut Kusarpoko (1994) perombakan protein akan menghasilkan nitrogen
dan amonia yang bersifat alkalis, sehingga perombakan protein ini akan
menyebabkan nilai pH menjadi meningkat.
pH MOL urin kelinci mengalami penurunan pada hari ke-7 kemudian
cenderung stabil (Tabel Lampiran 7). Adanya aktivitas mikrob yang terdapat
0
1
2
3
4
5
6
7
1 7 14 21
pH
Hari
MOL Bonggol Pisang
MOL Keong Mas
MOL Urin Kelinci
28
pada MOL mengeluarkan gas-gas sebagai hasil fermentasi atau respirasi.
Kebanyakan gas yang timbul karena aktivitas mikrob adalah CO2. Gas ini timbul
sebagai hasil pernafasan aerob maupun anaerob. Terlepasnya CO2 dalam larutan
akan membentuk senyawa asam karbonat (H2CO3) yang mudah terurai menjadi
ion-ion H+ dan HCO3
-. Ion-ion H
+ ini akan menentukan kemasaman
(Dwijoseputro, 2010). Makin lama waktu fermentasi berlangsung, maka tingkat
dekomposisi bahan organik akan semakin lanjut. Kondisi ini mengakibatkan
peningkatan konsentrasi ion-ion H+ dalam larutan fermentasi sehingga pH
menjadi lebih rendah.
Nilai EC MOL
Hasil pengukuran nilai EC selama 21 hari pada MOL bonggol pisang,
MOL keong mas dan MOL urin kelinci dapat dilihat pada Gambar 9.
Gambar 9 Nilai EC pada MOL bonggol pisang, MOL keong mas dan MOL urin
kelinci selama 21 hari.
Pada Gambar 9 terlihat bahwa nilai EC MOL bonggol pisang rata-rata
lebih tinggi selama waktu fermentasi dibandingkan dengan nilai EC MOL keong
mas dan MOL urin kelinci. Nilai EC terkait dengan kepekatan larutan serta
kemampuan menghantarkan arus listrik. Selain itu juga terkait dengan banyaknya
unsur hara yang terkandung dalam larutan, semakin banyak unsur hara yang
terkandung maka semakin tinggi nilai EC yang berarti bahwa kemampuan larutan
tersebut untuk mengantarkan ion listrik ke akar tanaman semakin tinggi. Nilai EC
0
2
4
6
8
10
12
14
1 7 14 21
EC (
µS/
cm)
Hari
MOL Bonggol PisangMOL Keong MasMOL Urin Kelinci
29
tergantung dari jenis ion yang terkandung dalam larutan, konsentrasi ion dan suhu
larutan.
Nilai EC MOL bonggol pisang lebih tinggi daripada MOL keong mas dan
MOL urin kelinci walaupun berdasarkan analisis unsur hara (Tabel 3) MOL urin
kelinci mempunyai beberapa kandungan nilai unsur hara lebih tinggi. Hal ini
diduga karena konsentrasi ion pada MOL bonggol pisang dan MOL keong mas
lebih tinggi daripada MOL urin kelinci sehingga lebih pekat. Konsentrasi yang
tinggi ini dipengaruhi oleh banyaknya jumlah partikel terlarut yang menyebabkan
jarak antar partikel menjadi lebih rapat dan kemungkinan untuk terjadinya
tumbukan lebih besar sehingga kemampuan untuk menghantarkan arus listriknya
lebih besar. Menurut pernyataan Chalcedaas (1998) EC mengukur jumlah total
partikel bermuatan listrik dalam larutan, tetapi tidak membedakan antara satu ion
dengan ion lain sehingga EC tidak dapat mendeteksi keseimbangan hara dalam
suatu larutan.
Nilai Eh MOL
Hasil pengukuran nilai Eh selama 21 hari pada MOL bonggol pisang,
MOL keong mas dan MOL urin kelinci disajikan dalam Gambar 10.
Gambar 10 Nilai Eh pada MOL bonggol pisang, MOL keong mas dan MOL urin
kelinci selama 21 hari.
Pada Gambar 10 terlihat bahwa dengan semakin lama waktu fermentasi
nilai Eh semakin menurun. MOL bonggol pisang pada hari ke-1 mempunyai nilai
Eh sebesar 175 m/V dan pada hari ke-21 nilai Eh sebesar -271 m/V. MOL keong
-500
-400
-300
-200
-100
0
100
200
300
400
1 7 14 21Eh (
mV
)
Hari
MOL Bonggol Pisang
MOL Keong Mas
MOL Urin Kelinci
30
mas pada hari ke-1 terukur nilai Eh sebesar 269 m/V dan pada hari ke-21 sebesar -
381 m/V sedangkan MOL urin kelinci pada hari ke-1 mempunyai nilai Eh sebesar
173 m/V menurun hingga -158 m/V pada hari ke-21 (Tabel Lampiran 7).
Kondisi MOL yang berupa larutan berpengaruh pada nilai Eh. Terjadi
penurunan nilai Eh dengan semakin lama waktu fermentasi. Nilai Eh yang tinggi
dan positif menunjukkan kondisi oksidatif, sebaliknya nilai Eh yang rendah
bahkan negatif menunjukkan kondisi reduktif (Ponnamperuma, 1976). Nilai Eh
bervariasi antara +400 sampai +700 mV selama oksigen masih ada dalam larutan.
Setelah oksigen habis tingkat reduksi akan berkisar antara +400 sampai -300 mV.
Pada MOL bonggol pisang, perubahan suasana menjadi reduktif terjadi lebih
awal. Nilai Eh ini berpengaruh terhadap kehidupan mikrob, kondisi reduksi
menggambarkan konsumsi O2 tinggi dan sebagai indikator aktivitas mikrob yang
tinggi.
Kandungan unsur hara
Analisis kimia yang meliputi unsur hara makro dan mikro serta nisbah C/N
yang terkandung dalam larutan MOL bonggol pisang, MOL keong mas dan MOL
urin kelinci disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3 Kandungan unsur hara dan nisbah C/N MOL bonggol pisang, MOL
keong mas dan MOL urin kelinci
Kandungan unsur
hara Bonggol pisang Keong mas Urin kelinci
NO3- (ppm) 3087 37051 10806
NH4+ (ppm) 1120 2241 896
P2O5 (ppm) 439 683 395
K2O (ppm) 574 1782 2502
Ca (ppm) 700 5600 6200
Mg (ppm) 800 2600 11400
Cu (ppm) 6,8 64,7 82,4
Zn (ppm) 65,2 132,6 169,2
Mn (ppm) 98,3 84,1 39,4
Fe (ppm) 0,09 0,12 0,38
C-org (%) 1,06 0,93 0,22
C/N 2,2 2,5 0,5
31
Proses fermentasi dilihat dari segi perubahan fisik berarti dekomposisi
terhadap bentuk fisik dari bahan padatan. Hal ini berarti bahwa akan terjadi
pembebasan sejumlah unsur penting dalam bentuk senyawa-senyawa kompleks
maupun senyawa-senyawa sederhana kedalam larutan fermentasi.
Pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa MOL keong mas mempunyai kandungan
N tersedia dan nisbah C/N lebih tinggi daripada kedua MOL yang lain. Tingginya
nilai N ini diduga selain berasal dari kandungan N bahan (Tabel Lampiran 6), juga
seperti diketahui bahwa keong mas mengandung protein yang cukup tinggi 12,2
g/100 g daging keong mas (Suharto dan Kurniawati, 2008). Didalam jaringan N
merupakan komponen penyusun dari banyak senyawa esensial seperti protein,
asam amino, asam nukleat, nukleotida dan banyak senyawa penting untuk
metabolisme. Pada proses dekomposisi (Buckman dan Brady, 1982) protein
merupakan senyawa yang cepat terurai. Penguraian ini menghasilkan bentuk-
bentuk sederhana senyawa nitrogen seperti NH4+, NO2
-, NO3
- maupun N2. Pada
Tabel 3 juga dapat dilihat MOL keong mas memiliki kandungan P lebih tinggi
daripada kedua MOL yang lain. Hal ini diduga berasal dari kandungan P bahan.
Pada MOL urin kelinci kandungan unsur K, Ca, Mg, Cu, Zn, Fe, Mg lebih tinggi
dibandingkan MOL bonggol pisang dan MOL keong mas. Ini menunjukkan
bahwa MOL urin kelinci mempunyai nilai nutrisi yang lebih baik.
Identifikasi mikrob
Hasil identifikasi mikrob yang diisolasi dari MOL bonggol pisang, MOL
keong mas dan MOL urin kelinci dengan menggunakan media selektif NFM,
NFB, Pikovskaya dan CMC dapat dilihat pada Tabel 4. Karakterisasi dari isolat
bakteri dan fungi yang dimurnikan didapatkan hasil seperti dapat dilihat pada
Tabel Lampiran 8 dan 9.
Isolat BMBP1, BMKM1 dan BMUK1 merupakan isolat yang dapat
tumbuh pada media NFM yang merupakan media selektif untuk isolasi
Azotobacter. Koloni Azotobacter mempunyai ciri-ciri berbentuk bulat, convex,
smooth, moist, berwarna putih, bening sampai keruh (Wedhastri, 2002). Pada
penelitian ini dari media NFM diambil satu koloni dari beberapa ciri koloni yang
32
ada untuk diidentifikasi yaitu koloni tunggal dan mempunyai bentuk paling besar,
moist dan bening. Berdasarkan hasil identifikasi isolat tersebut bukan
Azotobacter melainkan teridentifikasi sebagai Staphylococcus sp. dan Bacillus sp.
Hal ini menunjukkan bahwa pada media NFM dapat tumbuh mikrob lain yang
mempunyai ciri seperti Azotobacter. Azotobacter merupakan mikrob penambat N2,
sehingga kedua mikrob tersebut diduga mempunyai kemampuan seperti
Azotobacter, oleh karena itu dimasukkan kedalam golongan Azotobacter-like.
Tabel 4 Mikrob yang diisolasi dari MOL bonggol pisang, MOL keong mas dan
MOL urin kelinci dengan menggunakan media selektif
Media
isolasi Sumber isolat Kode Identifikasi
NFM
MOL bonggol pisang BMBP1 Tidak teridentifikasi
MOL keong mas BMKM1 Staphylococcus sp.
MOL urin kelinci BMUK1 Bacillus sp.
NFB
MOL bonggol pisang BMBP2 Bacillus sp.
MOL keong mas BMKM2 Staphylococcus sp.
MOL urin kelinci BMUK2 Rhizobium sp.
Pikovskaya
MOL bonggol pisang BMBP3 Aeromonas sp.
FMBP3 Aspergillus niger
MOL keong mas BMKM3 Tidak teridentifikasi
FMKM3 Aspergillus niger
MOL urin kelinci BMUK3 Pseudomonas sp.
FMUK3 Aspergillus niger
CMC
MOL bonggol pisang FMBP4 Tidak teridentifikasi
MOL keong mas FMKM4 Aspergillus niger
MOL urin kelinci FMUK4 Verticillium sp. Keterangan: B=Bakteri; F=fungi; MBP=MOL Bonggol Pisang; MKM=MOL Keong Mas;
MUK=MOL UrinKelinci;1=media NFM; 2=media NFB; 3=media Pikovskaya;
4=media CMC
Isolat BMBP2, BMKM2 dan BMUK2 merupakan isolat yang dapat
tumbuh pada media NFB yang merupakan media selektif untuk isolasi
Azospirillum yang berbentuk semi padat. Mikrob yang tumbuh pada media ini
mempunyai ciri khas yaitu membentuk pelikel berwarna putih. Pada penelitian ini
koloni yang diambil untuk diidentifikasi berasal dari pelikel yang paling jelas.
Berdasarkan hasil identifikasi, ternyata bukan Azospirillum yang teridentifikasi
melainkan Bacillus sp., Staphylococcus sp. dan Rhizobium sp. Hal ini
33
menunjukkan bahwa pada media ini yang berbentuk pelikel tidak hanya
Azospirillum akan tetapi terdapat mikrob-mikrob lain yang dapat tumbuh dan
mempunyai bentuk yang sama. Mikrob-mikrob yang teridentifikasi tersebut
diduga mempunyai kemampuan seperti Azospirillum sehingga dimasukkan
kedalam golongan Azospirillum-like.
Isolat BMBP3, BMKM3 dan BMUK3 merupakan isolat yang dapat
tumbuh pada media Pikovskaya, media selektif untuk isolasi MPF. Media ini
berwarna putih keruh karena mengandung P tidak larut seperti kalsium fosfat.
Ciri dari koloni mikrob yang berpotensi dapat melarutkan fosfat yang tidak
tersedia adalah adanya zona bening (halozone) disekitar koloni. Pada penelitian
ini, dasar untuk menentukan isolat yang akan identifikasi adalah dipilih satu
koloni yang mempunyai zona bening paling luas. Berdasarkan hasil identifikasi
didapatkan Aeromonas sp. dan Pseudomonas sp. BMKM3 tidak teridentifikasi.
Aeromonas sp. dan Pseudomonas sp. termasuk dalam kelompok MFP yaitu
mikrob yang mempunyai kemampuan melarutkan P yang terfiksasi dalam tanah
dan mengubahnya menjadi bentuk yang tersedia sehingga dapat diserap oleh
tanaman.
Isolat FMBP3, FMKM3 dan FMUK3 juga merupakan isolat yang berasal
dari media Pikovskaya. Berdasarkan hasil identifikasi didapatkan bahwa isolat
yang diidentifikasi adalah Aspergillus niger. Aspergillus niger termasuk kedalam
fungi pelarut fosfat, yaitu fungi yang mempunyai kemampuan seperti bakteri
pelarut fosfat.
Isolat FMBP4, FMKM4 dan FMUK4 diisolasi dari media CMC. Media
CMC merupakan media untuk isolasi fungi selulolitik. Aktivitas mikrob
selulolitik pada media CMC ditunjukkan denga adanya warna jernih tepat
disekitar koloni setelah diwarnai merah kongo 1%. Berdasarkan hasil identifikasi
pada media ini terdapat Aspergillus niger dan Verticillium sp. FMBP4 tidak
teridentifikasi.
Bacillus sp. merupakan salah satu genus bakteri yang berbentuk batang,
warna koloni putih susu, Gram +, aerob obligat atau fakultatif, positif terhadap uji
enzim katalase dan oksidase, biasanya motil dengan flagel peritrichous.
Endospora oval, kadang-kadang bundar dan sangat resisten pada kondisi yang
34
tidak menguntungkan (Holt et al. 1994). Bacillus sp.secara alami terdapat dimana-
mana dan termasuk spesies yang hidup bebas atau bersifat patogen. Genus
Bacillus ini mempunyai kemampuan yang berbeda-beda diantaranya mampu
merombak senyawa organik, mampu menghasilkan antibiotik, berperan dalam
nitrifikasi dan denitrifikasi serta termasuk juga dalam kelompok bakteri pelarut
fosfat. Selain itu Bacillus sp. telah terbukti memiliki potensi sebagai agen
pengendali hayati yang baik, misalnya terhadap bakteri patogen seperti R.
solanacearum (Soesanto, 2008).
Bakteri genus Staphyllococcus sp. kebanyakan merupakan mikroflora
yang hidup pada manusia serta pada organisme lainnya. Bakteri ini sering
diisolasi dari produk makanan, debu dan air. Beberapa spesies ada yang patogen
pada manusia dan hewan. Staphylococcus sp. merupakan bakteri Gram +, tidak
berspora, tidak motil, fakultatif anaerob, warna koloni biasanya buram, bisa putih
atau krem, bersifat positif pada uji katalase dan oksidase dan sering mengubah
nitrat menjadi nitrit (Holt et al. 1994). Staphylococcus sp. mudah tumbuh pada
berbagai macam media bakteri dalam lingkungan aerobik atau mikroaerofilik
(Jawetz et al. 2007). Media yang sering digunakan untuk mengisolasi
Staphylococcus sp. adalah NA (Nutrient Agar) dan MSA (Manitol Salt Agar).
Bakteri Aeromonas sp. yang teridentifikasi pada MOL bonggol pisang
termasuk dalam spesies Aeromonas hidrophyla. Bakteri ini dapat ditemukan di
lingkungan perairan yang bersih, kotor, laut, air yang mengandung klorit maupun
tidak mengandung klorit. Aeromonas hydrophyla juga dapat hidup pada kondisi
aerobik maupun anaerobik. Bakteri ini dikategorikan sebagai bakteri patogen
opportunis yaitu bakteri yang dapat menyebabkan penyakit bila kondisi
memenuhi syarat. Aeromonas hidrophyla ini merupakan patogen yang sangat
penting pada lingkungan perairan, daratan, manusia dan juga hewan terutama ikan
(Janda dan Abbott, 2010).
Rhizobium sp. yang teridentifikasi pada MOL urin kelinci termasuk dalam
spesies Rhizobium radiobacter yang merupakan reklasifikasi dari Agrobacterium
tumefaciens. Bakteri ini tumbuh pada media NFB yang merupakan media tidak
mengandung N2, karena mempunyai ciri-ciri yang sama dengan Azospirillum
maka bakteri ini dapat digolongkan kedalam Azospirillum-like. Bakteri ini
35
merupakan bakteri penyebab penyakit Crown Gall. Akan tetapi tidak semua genus
Agrobacterium ini adalah patogen, ada juga yang antagonis. Rhizobium
radiobacter merupakan bakteri Gram negatif, bersifat aerobik (Amy et al. 2002).
Pseudomonas sp. yang teridentifikasi pada MOL keong mas termasuk
dalam spesies Pseudomonas putida. Pseudomonas putida termasuk dalam
kelompok MPF, yaitu mikrob yang mempunyai kemampuan melarutkan P yang
terfiksasi dalam tanah dan mengubahnya menjadi bentuk yang tersedia sehingga
dapat diserap oleh tanaman. Seperti dilaporkan Premono dan Widyastuti (1994)
bahwa aktivitas Pseudomonas putida dapat menghasilkan asam-asam organik
diantaranya asam oksalat yang akan mengkhelat ion-ion penjerap P sehingga P
dapat tersedia untuk tanaman. Dilaporkan juga bahwa penambahan inokulan P.
putida 2 x 1011
sel/pot dapat meningkatkan kadar N jaringan tanaman jagung.
Aspergillus niger merupakan fungi yang banyak ditemukan melimpah
dialam. Aspergillus niger termasuk dalam kelompok fungi pelarut fosfat yang
mempunyai peranan seperti bakteri pelarut fosfat. Selain itu Aspergillus niger juga
berpotensi menghasilkan enzim selulase yang berfungsi untuk mendegradasi
selulosa. Hasil penelitian Maningsih dan Anas (1996) menunjukkan Aspergillus
niger dapat meningkatkan kelarutan P dari AlPO4 sebesar 13,5% dan dapat
meningkatkan P larut dalam tanah Ultisol 30,4% dibanding kontrol. Beberapa
spesies dari genus Aspergillus mempunyai kemampuan yang lebih tinggi dalam
melarutkan fosfat terikat dibandingkan dengan bakteri. Dilaporkan oleh Bharata
(2004) bahwa kombinasi perlakuan Aspergillus niger dengan Chromolaena
odorata selama inkubasi enam minggu menghasilkan P tersedia paling tinggi
sebesar 41,78 (ppm) pada media pupuk fosfat alam.
Verticillium sp. merupakan fungi yang patogen pada tanaman dan juga
parasit pada fungi yang lain dan insekta tetapi non patogenik pada manusia.
Verticillium sp. dan Paecilomyces sp. banyak ditemukan menginfeksi kutu daun
jagung Rhopalosiphum maidis dan ulat kubis Plutella xylostella di daerah Bogor
yang mempunyai kelembaban tinggi (Prayogo, 2006). Selain bersifat patogen
Verticillium sp. ini juga dapat bersifat antagonis karena sering digunakan untuk
mengendalikan penyakit karat (Sumartini, 2010) dan juga dapat digunakan
36
sebagai agen hayati pada tanaman sayuran maupun perkebunan. Dilaporkan
Prayogo (2006) Verticillium sp. mampu menyebabkan kematian R. linearis 20%.
37
KESIMPULAN DAN SARAN
KESIMPULAN
Berdasarkan uraian dalam hasil dan pembahasan diperoleh beberapa
kesimpulan sebagai berikut:
1. Pola pertumbuhan mikrob pada ketiga MOL cenderung menurun setelah hari
ke-7 sedangkan untuk fungi cenderung menurun setelah hari ke-14.
2. Azotobacter-like pada ketiga MOL pertumbuhannya cenderung meningkat
setelah hari ke-7 fermentasi. Untuk Azospirillum-like dan MPF
pertumbuhannya cenderung menurun setelah hari ke-7 sedangkan Mikrob
Selulolitik pertumbuhan cenderung menurun setelah hari ke-14 fermentasi.
3. Hasil identifikasi menunjukkan bahwa mikrob yang diisolasi dengan
menggunakan media selektif NFM dan NFB ternyata bukan Azotobacter dan
Azospirillum, namun mikrob tersebut mempunyai ciri seperti Azotobacter dan
Azospirillum sehingga digolongkan kedalam Azotobacter-like dan
Azospirillum-like.
4. Waktu fermentasi terbaik sehingga dapat diperoleh populasi mikrob yang
optimum adalah pada 7-14 hari.
5. MOL bonggol pisang memiliki kisaran nilai pH antara 4,2-4,5 dan kisaran nilai
EC antara 10,44-12,82 µS/cm selama waktu fermentasi. MOL keong mas
memiliki kisaran nilai pH antara 4,5-6,55 dan nilai Eh antara 269 - (-381) mV
selama waktu fermentasi. MOL urin kelinci memiliki kisaran nilai EC antara
2,18-2,23 µS/cm selama waktu fermentasi dan mengandung unsur K, Ca, Mg,
Cu, Zn, Fe dan Mg lebih tinggi daripada kedua MOL yang lain.
6. Pada MOL bonggol pisang teridentifikasi Bacillus sp., Aeromonas sp. dan
Aspergillus niger. Pada MOL keong mas teridentifikasi Staphylococcus sp. dan
Aspergillus niger, sedangkan pada MOL urin kelinci teridentifikasi Bacillus
sp., Rhizobium sp., Pseudomonas sp., Aspergillus niger dan Verticillium sp.
38
SARAN
Pada studi awal ini telah diperoleh waktu fermentasi 7-14 hari untuk
pertumbuhan optimum mikrob pada ketiga jenis MOL yang diuji, sehingga
disarankan suatu penelitian lanjut untuk menguji MOL tersebut dengan waktu
fermentasi tersebut dilapang.
39
DAFTAR PUSTAKA
Amalia A. 2008. Pembuatan starter/MOL (Mikro Organisme Lokal) oleh petani.
http://organicfield.wordpress.com/. [10 April 2010].
Amy C, Gruszecki DO, Sarah H, Armstrong,MT, Ken B, Waites MD. 2002.
Rhizobium radiobacter bacteremia and its detection in the clinical
laboratory [abstrak]. Clin Microb Newsletter 24(20): 151-155.
http://www.cmnewsletter.com [21 Maret 2011].
Anas I. 1989. Biologi Tanah dalam Praktek. Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat Antar
Universitas Bioteknologi Institut Pertanian Bogor.
Anas I, Rupela OP, Thiyagarajan TM, Uphoff N. 2011. A review of studies on
SRI effect on beneficial in rice soil rhizosphere. Paddy Water Environ.
9:53-64.
Alexander M. 1977. Introduction to Soil Microbiology 2nd
Ed. New York: John
Wiley and Sons.
Bharata D. 2004. Hubungan antara inokulasi fungi pelarut fosfat, pemberian
sumber C dan waktu inkubasi terhadap ketersediaan P pupuk fosfat alam
[skripsi]. Surakarta: Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret.
Beauchamp EG, Hume DJ. 1997. Agricultural soil manipulation: the use of
bacteris, manuring, and plowing. P.634-664. In J.D. van Elsas, J.T.
Trevors, and E.M.H wellington (Eds.). Modern Soil Microbiology. New
York: Marcel Dekker.
Berkelaar D. 2001. Sistem intensifikasi padi (The System of Rice Intensification-
SRI): sedikit dapat memberi lebih banyak. Buletin ECHO (terjemahan).
Buckman HO, Brady NC. 1982. Ilmu Tanah. Terjemahan Soegiman. Jakarta:
Bharata Karya Aksara.
Busto MD, Ortega N, Peres-Mateos M. 1995. Introduction of β-glukosidaein
fungal and soil bacteria cultures. Soil Biol Biochem 27(7):949-954.
Chalcedaas PNM.1998. Conductivity of nutrient simplyfied. Practical Hydroponic
and Greenhouse. International Trade Directory 1998-1999. p 122-124.
Coronel LM, Joson LM. 1986. Isolation, screening and characterization of
cellulose utilizing bacteria. Philip J Sci 2:223-226.
[Deptan] Departemen Pertanian Republik Indonesia. 2008. Pedoman teknis
pengembangan usaha tani padi sawah organiknik metode System of Rice
Intensification (SRI). http://pla.deptan.go.id/pdf/ [10 Juli 2010].
40
[DISIMP]. 2006. Decentralized irrigation system improvement project in eastrn.
Dwijoseputro D. 2010. Dasar-dasar Mikrobiologi. Cet. 17. Jakarta: Penerbit
Djambatan.
Ekawati IGA. 1993. Pemanfaatan bonggol pisang untuk produksi enzim selulase
dari Aspergillus niger dan Trichoderma reesei [tesis]. Bogor: Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Fardiaz S. 1992. Mikrobiologi Pangan. Jakarta: PT Gramedia. Jakarta.
Gandjar I, Sjamsuridzal W, Oetari A. 2006. Mikologi Dasar dan Terapan.
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Hardjowigeno S, Rayes L. 2005. Tanah Sawah. Banyumedia Publishing.
Holt JG, Krieg NR, Sneath PHA, Staley JT, Williams ST. 1994. Bergey’s Manual
of determinative Bacteriology. Philadelpia: Lippincott Williams &
Wilkins.
Husen E, Irawan. 2008. Efektivitas dan efisiensi mikroba decomposer komersial
dan lokal dalam pembuatan kompos jerami. http:
www.balittanah.litbang.deptan.go.id/dokumentasi/prosiding2008pdf/edihu
sen.pdf [9 Februari 2011].
Janda JM, Abbott SL. 2010. The Genus Aeromonas: Taxonomy, Pathogenicity,
and Infection. Clin Microb Reviews 23(1):35-73.
Jawetz, Melnick, dan Adelbergs, 2007. Mikrobiologi Kedokteran. Surabaya:
Salemba Medika.
Kalsim DK. 2007. State of the art SRI (pertanyaan dan pernyataan mengenai SRI),
kerjasama dengan Balai Irigasi, Puslitbang Air, Balitbang Departemen
Pekerjaan Umum.
Killham K.1994. Soil Ecology. Melbourne: Cambrige University Press.
Kusarpoko B. 1994. Isolasi dan karakterisasi bakteri anaerobik perombak limbah
cair pabrik kelapa sawit [tesis]. Bogor: Teknologi Industri Pertanian,
Institut Pertanian Bogor.
Lestari P, Susilowati DN, Riyanti EI. 2007. Pengaruh hormon asam indol asetat
yang dihasilkan Azospirillum sp. terhadap perkembangan akar padi. J
Agrobiogen 3(2):66-72.
Lynch JM. 1983. Soil Biotechnology. London: Blackwell Sci. Pub. Co.
Lynd LR, Weimer PJ, Zyl WHV, Pretorius LS. 2002. Microbial cellulose
utilization: fundamentals and biotechnology. Microbiol. Mol. Bi. Rev
66:506-577.
41
Maningsih G, Anas I. 1996. Peranan Aspergillus niger dan bahan organik dalam
transformasi P anorganik tanah. Dalam Pemberitaan Penelitian Tanah dan
Pupuk. Badan Litbang Pertanian. Puslittanak. 14:31-36.
Marschner H. 1986. Mineral Nutrition in Higher Plants. London: Academic Press
Inc. p 174-194.
Mattjik AA, Sumertajaya IM. 2006. Perancang percobaan dengan aplikasi SAS
dan MINITAP. Bogor: IPB Press. hal:271.
Morgan L. 2000. Electrical Conductivity in Hydrophonics. In Knutson A. (Eds).
The Best of The Growing Edge. Corvallis: New York Moon Publ.
Inc.pp:39-44.
Muslim MNA. 2008. Pemanfaatan limbah hutan pisang (Musa Paradisiaca),
dalam upaya mengatasi dampak krisis global. Lomba Karya Tulis YPHL.
http://www.kabarindonesia.com. [20 April 2010].
Nasahi C. 2010. Peran mikroba dalam pertanian organik. Bandung: Jurusan Hama
dan Penyakit Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Padjajaran.
NOSC. 2008. Panduan pelatihan SRI Organik. Nagrak Organic Center. Sukabumi.
Okon Y, Albercth SL, Burris RH. 1976. Factor affecting growth and Nitrogen
fixation of Spirillum lipoferum. J Bacteriol 127(3):1248-1254.
.1977. Methods for growing Spirillum
lipoferum for counting it in pure cultures and association with plants. Appl
Environ Microbiol 33(1):85-88.
Ponamperuma FN. 1976. Physicochemical Properties of Submerged Soils in
Relation to Fertility. In The Fertility of Paddy Soils and Fertilizer
Applications for Rice. Food and Fertilizer Technology Center. Taipei.
Pracaya. 2007. Hama dan Penyakit Tanaman. Jakarta: Penebar Swadaya.
Prayogo Y. 2006. Sebaran dan efikasi berbagai genus cendawan entomopatogen
terhadap Riptortus linearis pada kedelai di Lampung dan Sumatera
Selatan. J HPT Tropika 6(1):14-22.
Premono ME. 1994. Jasad renik pelarut fosfat: pengaruhnya terhadap P-tanah dan
efisiensi pemupukan P tanaman tebu [disertasi]. Bogor: Fakultas Pertanian,
Institut Pertanian Bogor.
Premono ME, Widyastuti R. 1994. Stabilitas Pseudomonas putida dalam medium
pembawa dan potensinya sebagai pupuk hayati. Hayati 1(2):55-58.
42
Purwasasmita M, Kunia K. 2009. Mikroorganisme lokal sebagai pemicu siklus
kehidupan dalam bioreaktor tanaman. Seminar Nasional Teknik Kimia
Indonesia- SNTKI 2009. Bandung 19-20 Oktober 2009.
Rahmawati N. 2005. Pemanfaatan biofertilizer pada pertanian organik .Medan:
Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.
Razie F. 2003. Karakteristik Azotobacter spp dan Azospirillum spp dari Rizosfer
padi sawah di daerah Kalimantan Selatan dan pengaruhnya terhadap
pertumbuhan awal padi [tesis]. Bogor: Fakultas Pertanian, Intitut Pertanian
Bogor.
Rao NS. 1982. Biofertilizers and Agriculture. New Delhi: Oxford & IBH
Publishing Co.
. 1994. Mikroorganisme Tanah dan Pertumbuhan Tanaman. Ed ke 2.
Terjemahan Herawati Susilo. Jakarta: UI Press.
Salma, Gunarto L. 1999. Enzim selulase dari Trichoderma spp . J Tin Ilmiah Riset
Bio dan Biotek Pertanian 2(2).
Sato S, Uphoff N. 2006. Raising factor productivity in irrigated rice production:
Oppportunities with the system of rice intensification. Desentralized
Irrigation System with Improvement Project In Eastern Region of
Indonesia (DISIMP).
Setianingsih R. 2009. Kajian pemanfaatan pupuk organik cair mikroorganisme
lokal (MOL) dalam priming, umur bibit dan peningkatan daya hasil
tanaman padi (Oryza sativa L.) (uji coba penerapan System of Rice
Intensification (SRI)) [tesis]. Surakarta: Fakultas Pertanian Universitas
Sebelas Maret.
Setiawati TC. 1998. Efektifitas mikroba pelarut P dalam meningkatkan
ketersediaan P dan pertumbuhan tembakau Besuki Na-Oogst (Nicotiana
tabaccum L) [tesis]. Bogor: Fakultas Pertanian, Intitut Pertanian Bogor.
Setiawati TC, Mihardja PA. 2008. Identifikasi dan kuantifikasi metabolit bakteri
pelarut fosfat dan pengaruhnya terhadap aktivitas Rhizoctonia solani pada
tanaman kedelai. J Tanah Trop 13(3): 233-240.
Soesanto L. 2008. Pengantar dan Pengendalian Hayati Penyakit Tanaman.
Jakarta: Rajawali Pers.
Stoop WA, Uphoof N, Kassam A. 2002. A review of agricultural research issues
raised by the system of rice intensification (SRI) from
Madagascar:opportunities for improving farming systems for resource-
poor farmers. Agric Syst 71:249-274.
43
Suharto H, Kurniawati N. 2008. Keong mas dari hewan peliharaan menjadi hama
utama padi sawah. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi.
http://bbpadi.litbang.deptan.go.id/index.php/ [30 Juli 2011].
Sumarsih S. 2003. Mikrobiologi Dasar. Yogyakarta: Jurusan Ilmu Tanah.
Fakultas Pertanian UPN “Veteran” Yogyakarta.
Sumartini. 2010. Penyakit karat pada kedelai dan cara pengendaliannya yang
ramah lingkungan. Balai Penelitian Tanaman Kacang dan Umbi-umbian.
Malang. http://www.pustaka.litbang.deptan.go.id/publikasi/p3293105.pdf .
[21 Juli 2010].
Sutedjo MM, Kartasapoetra AG, Sastroatmodjo RDS. 1991. Mikrobiologi Tanah.
Jakarta: Penerbit Rineka Cipta.
Tan KH. 1982. Dasar-dasar Kimia Tanah. Yogyakarta: UGM Press.
Uphoff N, Iswandi A, Rupela OP, Thakur A, Thiyagarajan TM. 2009. Learning
about positive plant microbial interactions from the System of Rice
Intensification (SRI). Paper for International Conference on Positive Plant-
Microbial Interactions in Relation to Plant Performance and Ecosystem
Function, organized by the Association of Applied Biology.
Grantham.UK.December 15-16,2009.
Vancura V. 1988. Microorganisms, thei mutual relation and functions in the
rhizosphere. Di dalam Vancura V & Kunc F (eds). Soil Microbial Ass.
Praha: Elsivier.
Wedhastri S. 2002. Isolasi dan seleksi Azotobacter spp penghasil faktor tumbuh
dan penambat nitrogen dari tanah masam. J Ilmu Tanah dan Ling 3:45-51.
44
LAMPIRAN
45
Tabel Lampiran 1 Bahan dan komposisi media tumbuh mikrob yang dipergunakan
pada penelitian
Nama media Bahan Komposisi
(g lt-1
) larutan
Nutrient Agar (Rao, 1982) Agar Nutrient 28
Potato Dextrosa Agar (Anas, 1989)
Kentang
200
Dekstrose 20
Agar 20
Agar Pikovskaya ( Rao, 1982)
Glukosa
10
Ca3(PO4) 5
(NH4)2SO4 0,5
KCl 0,2
MgSO4.7H2O 0,1
MnSO4 Sedikit
FeSO4 Sedikit
Yeast ekstrak 0,5
Agar 20
Nitrogen Free Media (Rao, 1982)
K2HPO4
0,9
KH2PO4 0,1
MgSO4.7H2O 0,1
CaCl2.2H2O 0,1
NaMoO4.2H2O 0,05
FeSO4.7H2O 0,0125
Manitol 5
Agar 20
Nitrogen Free Bromthymol Blue (Okon
et al.1977)
K2HPO4
0,5
Asam malat 5
MgSO4.7H2O 0,2
NaCl 0,1
CaCl2.2H2O 0,02
Agar 2,3
Larutan unsur
mikro
2 ml
Larutan BTB 2 ml
46
Lanjutan Tabel Lampiran 1
Nama media Bahan Kompisisi
(g lt-1
) larutan
Carboximethyl cellulose KH2PO4 1
(Coronel dan Joson, 1986) K2SO4 0,5
NaCl 0,5
FeSO4 0,5
NH4NO3 0,1
MnSO4 0,01
CMC 10
Agar 25
Merah kongo 1
47
Tabel Lampiran 2 Populasi mikrob total, fungi, Azotobacter-like, Azospirillum-
like, MPF dan Mikrob Selulolitik pada ketiga MOL
MOL
Waktu
(hari)
Populasi
Mikrob Fungi
Azotobacter-
like
Azospirillum-
like MPF
Mikrob
Selulolitik
Bonggol
pisang
………………..…………………..cfu m
-1………………………………………...........
1 2,3 x 108 0 5,2 x 10
4b 94,7 x 10
3 4,2 x 10
5 0
7 1,5 x 108 0 4,4 x 10
4b 130 x 10
3 227 x 10
5 1,6 x 10
2
14 3,3 x 108 28,7 x 10
3 30,5 x 10
4ab 4,8 x 10
3 197 x 10
5 146 x 10
2
21 1,7 x 108 1,9 x 10
3 51 x 10
4a 58 x 10
3 56 x 10
5 70 x 10
2
8,8 x 10
8 30,6 x 10
3 91,1 x 10
4 287,5 x 10
3 484,2 x 10
5 217,6 x 10
2
Keong
mas
………………..…………………..cfu m
-1………………………………………...........
1 2,3 x 107 0 2,3 x 10
3b 140 x 10
3 3,2 x 10
5 0
7 9,3 x 107 0 229 x 10
3ab 158 x 10
3 244 x 10
5 77 x 10
2
14 4,8 x 107 9,8 x 10
3 146 x 10
3b 7 x 10
3 6,3 x 10
5 7,2 x 10
2
21 2,3 x 107 63,7 x 10
3 409 x 10
3a 101 x 10
3 6,8 x 10
5 9,7 x 10
2
18,7 x 10
7 73,5 x 10
3 786,3 x 10
3 406 x 10
3 260,3 x 10
5 93,9 x 10
2
Urin
kelinci
………………..…………………..cfu m-1
………………………………………...........
1 10,1 x 107b 0 9,1 x 10
4 140 x 10
2a 470 x 10
2b 0
7 27,1 x 107a 0 5,7 x 10
4 60 x 10
2b 245000 x 10
2 a 0
14 5,9 x 107b 63,9 x 10
3 9,9 x 10
4 893 x 10
2b 76200 x 10
2b 17,8 x 10
2
21 2,2 x 107b 2,2 x 10
3 4,8 x 10
4 1,3 x 10
2b 3,8 x 10
2b 8,9 x 10
2
45,3 x 107
66,1 x 103 29,5 x 10
4 1094,3 x 10
2 321673,8 x 10
2 26,7 x 10
2
Keterangan: angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama menurut kolom tidak berbeda
nyata pada taraf 5% menurut uji Duncan.
48
Tabel Lampiran 3 Analisis ragam populasi mikrob total, fungi, Azotobacter-like,
Azospirillum-like, MPF dan Mikrob Selulolitik pada MOL
bonggol pisang
Sumber
keragaman db
Jumlah
kuadrat
Kuadrat
tengah F-Hit Pr > F R-Sq
------------------------------------ Mikrob -------------------------------
Waktu 3 4.974 1.658 2.65 0.1201 0.498653
Galat 8 5.000.866 62.510.833
Total 11 99.748.667
------------------------------------ Fungi ---------------------------------
Waktu 3 1.790.482.558 596.827.519 3.15 0.0864 0.541535
Galat 8 1.515.825.933 189.478.242
Total 11 3.306.308.492
--------------------------------- Azotobacter-like----------------------------
Waktu 3 451.728.666.667 15.057.622.222 7.49 0.0104 0.737510
Galat 8 160.776.513.333 20.097.064.167
Total 11 612.505.180.000
------------------------------- Azospirillum-like ---------------------------
Waktu 3 25.768.640.000 8.589.546.667 2.93 0.0993 0.513846
Galat 8 23.422.606.667 2.927.825.833
Total 11 49.191.246.667
----------------------------------- MPF -----------------------------------
Waktu 3 1.044.997 34.833.235 3.86 0.0563 0.591306
Galat 8 722.277.242 90.284.052
Total 11 17.672.695
----------------------- Mikrob Selulolitik------------------------
Waktu 3 447.930.011 149.310.004 1.22 0.3640 0.313725
Galat 8 979.851.259 122.481.407
Total 11 1.427.781.270
49
Tabel Lampiran 4 Analisis ragam total populasi mikrob, fungi, Azotobacter-like,
Azospirillum-like, MPF dan Mikrob Selulolitik pada MOL
keong mas
Sumber
keragaman db Jumlah kuadrat
Kuadrat
tengah F-Hit Pr > F R-Sq
----------------------------------- Mikrob ---------------------------------------
Waktu 3 10.882.097 36.273.656 2.34 0.1493 0.467698
Galat 8 1.238.528 154.816
Total 11 23.267.377
-------------------------------------- Fungi ----------------------------------------
Waktu 3 8.428.846.558 2.809.615.519 0.97 0.4547 0.265915
Galat 8 23.268.665.933 2.908.583.242
Total 11 31.697.512.492
----------------------------------- Azotobacter-like ----------------------------------
Waktu 3 260.304.692.057 86.768.230.686 4.93 0.0317 0.649006
Galat 8 140.777.586.157 17.597.198.270
Total 11 401.082.278.215
---------------------------- Azospirillum-like -------------------------------------
Waktu 3 31.144.322.500 10.381.440.833 1.28 0.3467 0.323529
Galat 8 65.119.926.667 8.139.990.833
Total 11 96.264.249.167
-------------------------------------------- MPF -----------------------------------
Waktu 3 12.747.121 42.490.402 2.81 0.1080 0.512937
Galat 8 12.104.106 15.130.133
Total 11 24.851.227
------------------------- Mikrob Selulolitik----------------------------
Waktu 3 1.167.819.589 389.273.196 0.87 0.4941 0.246696
Galat 8 3.566.022.593 445.752.824
Total 11 4.733.842.183
50
Tabel Lampiran 5 Analisis ragam total populasi mikrob, fungi, Azotobacter-like,
Azospirillum-like, MPF dan Mikrob Selulolitik pada MOL urin
kelinci
Sumber
keragaman db Jumlah kuadrat Kuadrat tengah F-Hit Pr > F R-Sq
----------------------------------- Mikrob ---------------------------------------
Waktu 3 10.912.884 36.376.281 9.04 0.0060 0.772136
Galat 8 32.204.907 40.256.133
Total 11 14.133.375
----------------------------------- Fungi --------------------------------------------
Waktu 3 8.982.396.300 2.994.132.100 1.00 0.4397 0.273417
Galat 8 23.869.951.867 2.983.743.983
Total 11 32.852.348.167
----------------------------------- Azotobacter-like ----------------------------------
Waktu 3 5.687.729.167 1.895.909.722 1.63 0.2575 0.379606
Galat 8 9.295.500.000 1.161.937.500
Total 11 14.983.229.167
---------------------------- Azospirillum-like -------------------------------------
Waktu 3 41.113.213.333 13.704.404.444 270.16 0.0001 0.990226
Galat 8 405.813.333 50.726.667
Total 11 41.519.026.667
-------- ----------------------------- MPF ----------------------------------------
Waktu 3 11.023.993 36.746.645 9.52 0.0051 0.781096
Galat 8 3.089.495 38.618.688
Total 11 14.113.488
------------------------- Mikrob Selulolitik----------------------------
Waktu 3 650.948.558 216.982.853 3.61 0.0650 0.575161
Galat 8 480.819.933 60.102.492
Total 11 1.131.768.492
51
Tabel Lampiran 6 Sifat kimia urin kelinci, air sisa cucian beras, bonggol pisang
dan keong mas kering
Sampel N P K Ca Mg C-org
C/N Cu Zn Mn Fe
pH
--------------------%------------------------ --------------ppm--------------
Urin kelinci 0,43 0,02 4,31 0,84 1,69 0,41 2,93 47,3 144,8 26,7 329 8,1
Air beras 0,013 0,025 0,71 0,64 0,36 0,25 19,23 0,9 1,4 2,8 1,6 5,2
Bonggol pisang 0,48 0,05 0,17 - - - - - - - - -
Keong mas 0,37 0,15 0,07 - - - - - - - - -
Tabel Lampiran 7 Nilai pH, EC, Eh MOL bonggol pisang, MOL keong mas dan
MOL urin kelinci
Sampel Hari ke-
1 7 14 21
-------------------- pH ---------------------
MOL Bonggol Pisang
MOL Keong Mas 4,3
4,5
5,15
4,25
6,55
4,4
4,5
6,1
4,6
4,2
6
4,45 MOL Urin Kelinci
MOL Bonggol Pisang
MOL Keong Mas
-------------- EC (µS/cm) ---------------
10,44
6,12
2,23
12,4
4,305
2,205
12,78
5,525
2,18
12,82
5,69
2,145 MOL Urin Kelinci
MOL Bonggol Pisang
MOL Keong Mas
---------------- Eh (mV)*----------------
175
269
173
33
236
48
-208
-282
-4
-271
-381
-158 MOL Urin Kelinci *diukur dengan Eh meter (merk TOA) pada kedalaman 9 cm dari permukaan larutan MOL
52
Tabel Lampiran 8 Karakteristik isolat bakteri dari MOL bonggol pisang, MOL
keong mas dan MOL urin kelinci
Karakteristik Bonggol pisang Keong mas Urin kelinci
BMBP2 BMBP3 BMKM1 BMKM2 BMUK1 BMUK2 BMUK3
Morfologi koloni
Elevasi Datar Cembung Cembung Datar Datar Datar Datar
Pinggiran Rata Rata Bergerigi Bergelombang Bergerigi Bergerigi Rata
Warna Putih susu
Krem Putih susu Putih susu Putih susu
Krem Krem
Morfologi Batang pendek
Batang pendek
Kokus Kokus Batang sedang
Batang pendek
Batang pendek
Reaksi Gram Positif Negatif Positif Positif Positif Negatif Negatif
Biokimia Uji katalase + * + + + * *
Nitrat * * + + * + *
Sukrosa * * + + * * *
Manitol * * + + * * *
Maltosa * * + + * * *
Urase * * + + * * *
Manosa * * + + * * *
Glukosa + * * * + * *
Trytofan * - * * * - -
D-Glukosa
(1.92 mg) * + * * * - +
L-Arginin * + * * * + +
Urea * - * * * + -
Esculine * + * * * + +
Gelatin * - * * * - +
PNPG * + * * * + + D-Glukosa (1.56 mg) * + * * * + +
Arabinosa * + * * * + +
D-Mannosa * + * * * + +
D-Manitol * + * * * + + N-Asetil Glukosamin * + * * * + +
D-Maltosa * + * * * + + Potassium Glukonat * + * * * + +
Capric Acid * - * * * - -
Adipic Acid * - * * * - -
Malic Acid * - * * * + - Trisodium
Citrat * * * * * + - Phenilacetic Acid * - * * * - +
Oxydase * + * * * + +
Genus Bacillus sp.
Aeromonas sp.
Staphylococcus sp. Bacillus sp.
Rhizobium sp.
Pseudomonas sp.
Keterangan: 1) B=bakteri; BP=bonggol pisang; KM=keong mas; UK=urin kelinci; 1=media NFM; 2=media NFB; 3=media Pikovskaya
2) (+) = terjadi reaksi,( -) = tidak terjadi reaksi 3) * = tidak dianalisis
53
Tabel Lampiran 9 Karakteristik isolat fungi dari MOL bonggol pisang, MOL
keong mas dan MOL urin kelinci
Isolat Karakteristik Nama
FMBP3
FMKM3
FMUK3
FMKM4
Konidia bulat, kasar, berwarna
kecoklatan-hitam
Konidiofor sederhana
Hifa bersekat
Kepala konidia biseriat
Vesikel globus
Kepala konidia bulat/radial
Aspergillus niger
FMUK4
Koloni berbentuk seperti kapas
Berwarna putih sampai putih krem
Hifa bersepta dan hialin
Konidiofor hialin
Konidia berbentuk oval terdiri dari satu
sel
Verticillium sp.
Keterangan: F=fungi; BP=bonggol pisang; KM=keong mas; UK=urin kelinci; 3=media Agar
Pikovskaya; 4=media CMC