8/13/2019 Standar Asuhan Keperawatan Sindrom Nefrotik
1/12
STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN
SINDROM NEFROTIK
BAB I
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
Sindroma nefrotik adalah status klinis yang ditandai dengan peningkatan
permeabilitas membrane glomerolus terhadap protein, yang mengakibatkan kehilangan
protein urinarius yang massif (Wong, 2003).
Sindrom nefrotik (SN) adalah sekumpulan gejala yang terdiri dari proteinuri massif,
hipoalbuminemia yang disertai atau tidak dengan edema dan hiperkolestrolemia
Secara klinis SN terdiri dari:
1. Edema massif2. Proteinuria3. Hipoalbuminemia4. Hiperkolestrolemia atau mormokolestrolemiaMenurut Kliegman (2011), Sindrom nefrotik ditandai dengan proteinuria,
hipoproteinemia, edema, dan hiperlipidemia
B. Etiologi
Menurut Kliegman (2011), kebanyakan (90%) anak yang menderita nefrosis
mempunyai beberapa bentuk sindrom nefrotik idopatik; penyakit lesi minimal ditemukan
pada sekitar 85%, proliferasi mesangium pada 5%, dan sclerosis setempat 10%. Pada
10% anak sisanya menderita nefrosis, sindrom nefrotik sebagian besar diperantarai oleh
beberapa bentuk glomerulonefritis, dan yang tersering adalah membranosa dan
membranoproliferatif.
Sebab yang pasti belum diketahui. Akhir-akhir ini di anggap suatu penyakit auto
immune. Jadi merupakan suatu reaksi antigen-anti bodi. Umumnya para ahli membagi
etiologinya menjadi:
1. Sindroma nefrotik bawaanDiturunkan sebagai resesif autosomal atau karena reaksi maternotetal. Resisten
terhadap semua pengobatan. Gejalanya adalah edema pada masa neonatus.
Pengcangkokan ginjal dalam masa neonatus telah dicoba tetapi tidak berhasil.
8/13/2019 Standar Asuhan Keperawatan Sindrom Nefrotik
2/12
Prognosis buruk dan biasanya penderita meninggal dalam bulan-bulan pertama
kehidupannya.
2. Sindroma nefrotik sekunder disebabkan oleh :a. Malaria kuartana atau parasit lain
b.Penyakit kolagen seperti lupus eritematosus diseminata, purpura anafilaktoidc. Glomerulonefritis akut, glumerulonefritis kronis, thrombosis vena renalisd.Bahan kimia seperti trimetadion, paradion, penisilamain, garam, emas ,
sengatan lebah, racun oak, air raksa.
e. Amilodosis, penyakit sel sabit, hiperprolinemia, nefritis membrano proliferativehipokomplementemik
3. Sindrom nefrotik idiopatik (tidak diketahui penyebabnya)Berdasarkan histopatologi yang tampak pada biopsi ginjal dengan pemeriksaan
mikroskop biasa dan mikroskop elektron, Churg dkk. membagi dalam empat
golongan yaitu:
a. Kelainan minimalDengan mikroskop biasa glomerulus tampak normal, sedangkan dengan
mikroskop electron tampak foot processus sel terpadu. Dengan cara
imunofluoresensi kternyata tidak terdapat IgG atau immunoglobulin beta-IC
pada dinding kapiler glomerulus.
Golongan ini lebih banyak terdapat pada anak dari pada orang dewasa.
Prognosis lebih baik dibandingkan dengan golongan lain.
b.Nefropati membranosaSemua glomerulus menunjukkan penebalan dinding kapiler yang terrsebar
tanpa proliferasi sel. Tidak sering ditemukan pada anak. Prognosis kurang baik
c. Glomerulonefritis proliferative.Glomerulonefritis proliferatif eksudatif difus
Terdapat proliferasi sel mesangial dan infiltrasi sel polimorfonukleus.
Pembengkakan sitoplasma endotel yang menyebabkan kapiler tersumbat.
Kelainan ini sering ditemukan pada nefritis yang timbul setelah infeksi dengan
Streptococcus yang berjalan progresif dan pada sindrom nefrotik
Prognosis jarang baik, tetapi kadang-kadang terdapat penyembuhan setelah
pengobatan yang lama.
Dengan penebalan batang lobular (lobular stalk thickening).
Terdapat poliferasai sel mesangial yang tersebar dan penebalan batang lobular.
8/13/2019 Standar Asuhan Keperawatan Sindrom Nefrotik
3/12
Dengan bulan sabit (crescent)
Terdapat poliferasi sel mesangial dan poliferasi sel epitel simpai (kapsular) dan
visceral. Prognosis buruk.
Glomerulonefritis membranoproliferatif.
Proliferasi sel mesengial dan penempatan fibrin yang meneyerupai membrana
basalais di mesangium. Titer globulin beta-1C atau beta-1A rendah.
Lain-lain.
Misalnya perubahan proliferasi yang tidak khas.
d.Glomerulosklerosis fokal segmentalis.Pada kelainan ini yang menyolok glomerulus. Sering disertai dengan atrofi
tubulus. Prognosis buruk.
C. Patofisiologi
Kelainan patogenik yang mendasari nefrosis adalah proteinuria, akibat dari kenaikan
permeabilitas dinding kapiler glomnerulus. Mekanisme dari kenaikan permeabilitas
dinding kapiler glomerulus. Mekanisme dari kenaikkan permeabnilitas ini belum
diketahui tetapi mungkin terkait, setidak-tidaknya sebagian, dengan hilangnya muatan
negative glikoprotein dalam dinding kapiler. Pada status nefrosis, protein yang hilang
biasanya melebihi 2 g/24 jam dan terutama terdiri dari albumin; hipoproteinemianya pada
dasarnya adalah hipoalbuminemia. Umumnya, edema muncul bila kadar albumin serum
turun di bawah 2,5 g/dl.
Mekanisme pembentukkan edema pada nefrosis tidak dimengerti sepenuhnya.
Kemungkinanya adalah bahwa edema didahului oleh timbulnya hipoalbuminemia. Akibat
kehilangan protein urin. Hipoalbunemia ,menyebabkan penurunan tekanan onkotik
plasma, yang memungkinkan transudasi cairan dari ruang intravaskuler ke ruang
interstisial. Penurunan volume intravaskuler menurunkan tekanan perfusi ginjal;
mengaktifkan system rennin-angitensin-aldosteron, yang merangsang reabsorbsi natrium
di tubulus distal. Penurunan volume intravaskuler juga merangsang pelepasan hormone
antidiuretik, yang mempertinggi rearbsorbsi masuk ke ruang instertisial, memperberat
edema. Adanya factor-faktor lain yang juga memainkan peran pada pembentukan edema
dapat ditunjukkan melalui observasi bahwa beberapa penderita sindrom nefrotik
mempunyai volume intravaskuler yang normal atau meningkat dan kadar rennin serta
aldosteron plasma normal atau menurun. Penjelasan secara hipotesis meliputi defek
8/13/2019 Standar Asuhan Keperawatan Sindrom Nefrotik
4/12
intrarenal dalam eksresi natrium dan air atau adanya agen dalam sirkulasi yang
menaikkan permeabilitas dinding kapile di seluruh tubuh, serta dalam ginjal.
Pada status nefrosis, hmpir semua kadar lemak dan lipoprotein serum meningkat.
Sekurang kurangnya ada dua factor yang memberikan sebagian penjelasan:
1. hipoproteinemia merangsang sintesis protein menyeluruh dalam hati, termasuklipoprotein
2. katabolisme lemak menurun, karena penurunan kadar lipoprotein lipase plasma,system enzim utama yang mengambil lemak dari plasma.
Reaksi antigen antibody menyebabkan permeabilitas membrane basalis glomerulus
meningkat dan diikuti kebocoran sejumlah protein (albumin). Tubuh kehilangan albumin
lebih dari 3,5 gram/hari menyebabkan hipoalbuminemia, diikuti gambaran klinis sindrom
nefrotik seperti sembab, hiperliproproteinemia dan lipiduria.
Patofisiologi beberapa gejala dari sindrom nefrotik :
1. Proteinuria (albuminuria)Proteinuria (albuminuria) masif merupakan penyebab utama terjadinya
sindrom nefrotik, namun penyebab terjadinya proteinuria belum diketahui benar.
Salah satu teori yang dapat menjelaskan adalah hilangnya muatan negatif yang
biasanya terdapat di sepanjang endotel kapiler glomerulus dan membran basal.
Hilangnya muatan negatif tersebut menyebabkan albumin yang bermuatan negatif
tertarik keluar menembus sawar kapiler glomerulus. Terdapat peningkatan
permeabilitas membrane basalis kapiler-kapiler glomeruli, disertai peningkatan
filtrasi protein plasma dan akhirnya terjadi proteinuria(albuminuria). Beberapa
faktor yang turut menentukan derajat proteinuria(albuminuria) sangat komplek.
a. Konsentrasi plasma proteinb. Berat molekul proteinc. Electrical charge proteind. Integritas barier membrane basalise. Electrical charge pada filtrasi barrierf. Reabsorpsi, sekresi dan katabolisme sel tubulusg. Degradasi intratubular dan urin
2. HipoalbuminemiaPlasma mengandung macam-macam protein, sebagian besar menempati
ruangan ekstra vascular(EV). Plasma terutama terdiri dari albumin yang berat
molekul 69.000.
8/13/2019 Standar Asuhan Keperawatan Sindrom Nefrotik
5/12
Hepar memiliki peranan penting untuk sintesis protein bila tubuh kehilangan
sejumlah protein, baik renal maupun non renal. Mekanisme kompensasi dari hepar
untuk meningkatkan sintesis albumin, terutama untuk mempertahankan komposisi
protein dalam ruangan ekstra vascular(EV) dan intra vascular(IV).
Walaupun sintesis albumin meningkat dalam hepar, selalu terdapat
hipoalbuminemia pada setiap sindrom nefrotik. Keadaan hipoalbuminemia ini
mungkin disebabkan beberapa factor :
a. kehilangan sejumlah protein dari tubuh melalui urin (prooteinuria) dan usus(protein losing enteropathy)
b. Katabolisme albumin, pemasukan protein berkurang karena nafsu makanmenurun dan mual-mual
c. Utilisasi asam amino yang menyertai penurunan faal ginjalBila kompensasi sintesis albumin dalam hepar tidak adekuat, plasma albumin
menurun, keadaan hipoalbuminemia. Hipoalbuminemia ini akan diikuti oleh
hipovolemia yang mungkin menyebabkan uremia pre-renal dan tidak jarang
terjadi oligouric acute renal failure. Penurunan faal ginjal ini akan mengurangi
filtrasi natrium Na+ dari glomerulus (glomerular sodium filtration) tetapi keadaan
hipoalbuminemia ini akan bertindak untuk mencegah resorpsi natrium Na+
kedalam kapiler-kapiler peritubular. Resorpsi natrium na+ secara peasif sepanjang
Loop of Henle bersamaan dengan resorpsi ion Cl- secara aktif sebagai akibat
rangsangan dari keadaan hipovolemia. Retensi natrium dan air H2O yang
berhubungan dengan system rennin-angiotensin-aldosteron (RAA) dapat terjadi
bila sindrom nefrotik ini telah memperlihatkan tanda-tanda aldosteronisme
sekunder. Retensi natrium dan air pada keadaan ini (aldosteronisme) dapat
dikeluarkan dari tubuh dengan pemberian takaran tinggi diuretic yang
mengandung antagonis aldosteron.
3. SembabHipoalbuminemia menyebabkan penurunan tekanan onkotik dari kapiler-
kapiler glomeruli, diikuti langsung oleh difusi cairan kejaringan interstisial, klinis
dinamakan sembab. Penurunan tekanan onkotik mungkin disertai penurunan
volume plasma dan hipovolemia. Hipovolemia menyebabkan retensi natrium dan
air. (lihat skema)
Proteinuria masih menyebabkan hipoalbuminemia dan penurunan tekanan
onkotik dari kapiler-kapiler glomeruli dan akhirnya terjadi sembab.
8/13/2019 Standar Asuhan Keperawatan Sindrom Nefrotik
6/12
Mekanisme sembab dari sindrom nefrotik dapat melalui jalur berikut :
a. Jalur langsung/direkPenurunan tekanan onkotik dari kapiler glomerulus dapat langsung
menyebabkan difusi cairan ke dalam jaringan interstisial dan dinamakan
sembab.
b. Jalur tidak langsung/indirekPenurunan tekanan onkotik dari kepiler glomerulus dapat menyebabkan
penurunan volume darah yang menimbulkan konsekuensi berikut:
Aktivasi system rennin angiotensin aldosteron
Kenaikan plasma rennin dan angiotensin akan menyebabkan rangsangan
kelenjar adrenal untuk sekresi hormone aldosteron. Kenaikan konsentrasi
hormone aldosteron akan mempengaruhi sel-sel tubulus ginjal untuk
mengabsorbsi ion natrium sehingga ekskresi ion natrium menurun.
Kenaikan aktivasi saraf simpatetik dan circulating cathecolamines.
Kenaikan aktivasi saraf simpatetik dan konsentrasi katekolamin,
menyebabkan tahanan atau resistensi vaskuler glomerulus meningkat.
Kenaikan tahanan vaskuler renal ini dapat diperberat oleh kenaikan plasma
rennin dan angiotensin.
D. Tanda dan Gejala
1. Retensi cairan edema, edema biasanya terjadi pada muka (mata), dada , perut, tungkai
dan genetalia. Biasanya lunak dan cekung bila ditekan (piting). Sembab ringan:
kelopak mata bengkak. Sembab berat: anasarka, asites, pembengkakan skrotum/labia,
hidiotoraks, sembab paru
2. Penurunan jumlah urineurine gelap, berbuih atau berbusa. Proteinuria > 3,5 g/hr pada
dewasa atau 0,05 g/kgBB/hr pada anak-anak
3. Anoreksia (nafsu makan menurun)
4. Berat badan meningkat
5. Gagal tumbuh kembang & pelisutan otot (jangka panjang)
6. Malaise dan tanda khas: Hipoalbuminemia < 30 g/l, Hiperlipidemia, umumnya
ditemukan hiperkolesterolemia, Hiperkoagulabilitas yang akan meningkatkan resiko
trombosis vena dan arteri
7. Diare karena edema mukosa
8. Kulit pucat
8/13/2019 Standar Asuhan Keperawatan Sindrom Nefrotik
7/12
9. Kadang-kadang sesak karena hidrotoraks atau diafragma letak tinggi (asites)
10.Kadang-kadang hipertensi
E. Pemeriksaan Penunjang
Dilakukan pemeriksaan urin dan darah untuk memastikan proteinuria, proteinemia,
hipoalbuminemia, dan hiperlipedemia. Diperiksa fungsi ginjal dan hematuria. Biasanya
ditemukan penurunan kalsium plasma. Diagnosis pasti melalui biopsi ginjal.
F. Manajemen Terapi
Penatalaksaan medis untuk sindom nefrotik mencakup komponen perawatan berikut ini:
1. Pemberian kortikosteroid (prednison) dengan dosis 2 mg/kg/per hari sesuai program2. Penggantian protein (dari makanan atau 25% albumin)3. Pengurangan edema melalaui terapi diuretic dan restriksi narium (diuretic hendaknya
dilakukan secara cermat untuk mencegah terjadinya penurunan volume intravaskuler,
pembentukan thrombus dan ketidakseimbangan elektrolit)
4. Rumatan keseimbangan elektrolit5. Inhibitor enzim pengkonverensiangiotensin (menurunkan banyaknya proteinuria
pada glomerulonefritis membrosa)
6. Agens pengalkilasi (sitotoksik) klorambusil dan siklofostamid (untuk sindromanefrotik tergantung steroid dan pasien yang seering mangalami kekambuhan)
7. Obat nyeri (untuk mangatasi ketidaknyamanan berhubungan dengan edema dan terapiinvasive)
8. Antibiotic untuk mencegah infeksi9. Terapi albumin jika oral dan output urin kurang10.Pembatasan sodium jika anak hypertensi11.Istirahat sampai edema tinggal sedikit12.Diet protein 3 4 gram/kg BB/hari13.Diuretikum : furosemid 1 mg/kgBB/hari. Bergantung pada beratnya edema dan
respon pengobatan. Bila edema refrakter, dapat digunakan hididroklortiazid (25 50
mg/hari), selama pengobatan diuretik perlu dipantau kemungkinan hipokalemi,
alkalosis metabolik dan kehilangan cairan intravaskuler berat.
14.Kortikosteroid : Selama 28 hari prednison diberikan per oral dengan dosis 60 mg/hariluas permukaan badan (1bp) dengan maksimum 80 mg/hari.
Kemudian dilanjutkan dengan prednison per oral selama 28 hari dengan dosis 40
8/13/2019 Standar Asuhan Keperawatan Sindrom Nefrotik
8/12
mg/hari/1bp, setiap 3 hari dalam satu minggu dengan dosis maksimum 60 mg/hari.
Bila terdapat respon selama pengobatan, maka pengobatan ini dilanjutkan secara
intermitten selama 4 minggu
15.Antibiotika bila ada infeksi16.Punksi ascites17.Digitalis bila ada gagaljantung.
http://nursingbegin.com/asuhan-keperawatan-pada-klien-dengan-infark-miokard-akut/http://nursingbegin.com/asuhan-keperawatan-pada-klien-dengan-infark-miokard-akut/8/13/2019 Standar Asuhan Keperawatan Sindrom Nefrotik
9/12
BAB II
STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. IdentitasUmur : lebih sering pada anakanak usia antara 34 tahun
Jenis kelamin : lebih banyak menyerang pria dengan perbandingan presentase
pria:wanita 2:1
2. Keluhan utamaa. Edema atau sembab, biasanya pada daerah mata, dada, perut, tungkai, dan
genitalia
b. Malaisec. Sesak nafasd. Kaki terasa berat dan dingin karena adanya edemae. Sakit kepalaf. Diareg. Urine sedikit, gelap, dan berbusah. Berat badan meningkati. Kulit pucat
3. Riwayat penyakit dahuluAnak pernah menderita penyakit infeksi ginjal (glumerulonefritis) sebelumnya
4. Riwayat penyakit keluargaApakah ada anggota keluarga yang pernah menderita penyakit ini atau diabetes
mellitus
5. Riwayat pertumbuhan dan perkembanganTerjadi peningkatan berat badan karena adanya edema & sering tidak masuk sekolah
sehingga prestasi belajarnya terganggu
6. Riwayat nutrisiDiet kaya protein terutama protein hewani
7. Dampak hospitalisasiPerpisahan & lingkungan baru
8. Pemeriksaan fisikKesadaran : disorentasi, gelisah, apatis, letargi, somnolent sampai koma
Kepala : edema muka terutama daerah orbita, mulut bau khas ureum
8/13/2019 Standar Asuhan Keperawatan Sindrom Nefrotik
10/12
Dada : pernafasan cepat dan dalam, nyeri dada
Perut : adanya edema anasarka (asites)
Ekstrimitas : edema pada tungkai.
Kulit : sianosis, akral dingin, turgor kulit menurun
Tanda vital : peningkatan suhu tubuh, nadi cepat dan lemah, hipertensi, nafas cepat
dan dalam (kusmaul), dyspnea
9. Pemeriksaan penunjangUJI URINE
Protein urinemeningkat
Urinaliscast hialin dan granular, hematuria
Dipstick urinepositif untuk protein dan darah
Berat jenis urinemeningkat
UJI DARAH
Albumin serummenurun
Kolesterol serummeningkat
Hemoglobin dan hematokritmeningkat (hemokonsentrasi)
Laju endap darah (LED)meningkat
Elektrolit serumbervariasi dengan keadaan penyakit per orangUJI DIAGNOSTIK
Biopsy ginjal merupakan uji diagnostic yang tidak dilakukan secara rutin
B. Diagnosa Keperawatan
1. Excess Fluid Volume (00026)
2. Risiko kekurangan volume cairan (00028)
3. Risiko kerusakan integritas kulit (00047)
4. Risiko Infeksi (00004)
5. Intoleransi Aktivitas (00092)
6. Imbalance Nutrition: less than body requirements (00002)
8/13/2019 Standar Asuhan Keperawatan Sindrom Nefrotik
11/12
C. Rencana Asuhan Keperawatan (Lihat Lampiran)
D. Discharge Planning
1. Konsumsi dosis kecil obat steroid rutin untuk mencegah relaps
2. Pemantauan berat badan
3. Pemantauan keadaan klinik (edema, tekanan darah, efek sampiing kortikosteroid), air
kemih (protein), pengobatan (medikamentosa dan diet), control sebulan sekali kecuali
ada pertimbangan khusus.
4. Edukasi nutrisi meliputi makanan yang boleh dan tidak diberikan. Dengan prinsip:
a. Diet dengan jumlah kalori yang cukup sesuai dengan umur dan berat badan anak
b. Protein/zat pembangun tinggi seperti daging, telur dan ikan
c. Jumlah garam dibatasi dan dikurangi, 2-3 g/kg/BB
d. Makanan disediakan dalam keadaan hangat
8/13/2019 Standar Asuhan Keperawatan Sindrom Nefrotik
12/12
DAFTAR PUSTAKA
Bets & Sowden. 2002.KeperawatanPediatri, ed 3. Jakarta: Penerbit Buku Kedoktera EGC
Brenner, Bary M. 2008. The Kidney Brenner & Rectors 8th Edition Vol 1. USA:Saunder
Elsevier.
Bulechek, Gloria M., Butcher Howard K., Joahne M.D. 2008. Nursing Interventions
Classification (NIC) Fifth Edition. USA:Mosby Elsevier
Clarkson, Michael R., Clara N. Magee., Barry M. Brenner. 2010. Pocket Companion to
Brenner & Rectors The Kidney 8thEdition.USA:Saunder Elvesier.
Herdman, H (ed). 2012. Nursing Diagnoses Definitions and Classification 2012-2014.
Oxford:Wiley-Blackwell
Jameson, J. Larry., Joseph Losclzo. 2010. Horisons Neprology and Acid Base Disorder.
USA:The Mc Graw-Hill Companies
Kliegman, Robert M., Bonita F. Stanton., Nina F. Schor., Joseph W., Ricrad E. Behrman.
2011.Nelson Textbook of Pediatric 19thEdition. USA:Sounders Elsevier.
Moorhead, Sue., Marion Johnson., Maridean L. Maas., Elizabeth Swanson. 2008. Nursing
Outcomes Classification (NOC) Fourth Edition. USA:Mosby Elsevier
Rehnke, Helmut G., Bradley M. Denker. 2010. Renal pathopysiologi The essentials Third
Edition.Philadelphia:Wolters Kluwer (health) Uppicort Williams & Wilkins
Wong, Donna. L. 2003. Pedoman Klinis Perawatan Pediatrik Ed. 4.Jakarta: PEnerbit Buku
Kedokteran EGC