BAB IPENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Perdarahan obstetrik masih memegang peranan penting sebagai penyebab
utama kematian maternal, sekalipun di negara maju, terutama pada kelompok sosio-
ekonomi lemah. Laporan oleh Chiaki dan kawan-kawan disebutkan perdarahan
obstetrik disebutkan perdarahan obstetrik yang sampai menyebabkan kematian
maternal terdiri atas solutio plasenta (19%) dan koagulopati (14%) ,robekan jalan
lahir terutama ruptur uteri (16%), plasenta previa (7%) dan plasenta akreta/ ikreta dan
perkreta (6%) dan atonia uteri (15 %).1
Dalam Reproductive Health Library no.5 terdapat data global mengenai
kematian maternal, setiap tahun terdapat 180 sampai 200 juta perempuan menjadi
hamil dan 585.000 orang diantaranya meninggal akibat salah satu komplikasi
sehubungan dengan kehamilan dan persalinan.1
Solusio plasenta adalah terlepasnya sebagian atau seluruh permukaan
maternal plasenta dari tempat implatasinya yang normal pada lapisan desidua
endomentrium sebelum waktunya yakni sebelum anak lahir.2
Solusio plasenta sebenarnya lebih berbahaya daripada plasenta previa bagi ibu
hamil dan janinnya. Pada perdarahan tersembunyi yang luas di mana perdarahan
retroplasenta yang banyak dapat mengurangi sirkulasi utero-plasenta dan
menyebabkan hipoksia janin. Di samping itu, pembentukan hematoma retroplasenta
yang luas bisa menyebabkan koagulopati konsumtif yang fatal bagi ibu.2
Komplikasi solusio plasenta berasal dari perdarahan retroplasenta yang terus
berlangsung sehingga menimbulkan bebrbagai akibat pada ibu seperti anemia, syok
hipovolemik, insufisiensi fungsi plasenta, gangguan pembekuan darah, gagal ginjal
mendadak, dan uterus couvelaire di samping komplikasi sindroma insufisiensi fungsi
plasenta pada janin berupa angka kematian perinatal yang tinggi. Kematian janin,
1
kelahiran prematur dan kematian perinatal merupakan komplikasi yang paling sering
terjadi pada solusio plasenta.3
2
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
2.1 Solusio Plasenta
2.1.1 Definisi
Solusio plasenta adalah terlepasnya sebagian atau seluruh permukaan
maternal plasenta dari tempat implantasinya yang normal pada lapisan desidua
endometrium sebelum waktunya yakni sebelum anak lahir.
Gambar 2.3 Solusio plasenta (sumber: Mayo Foundation for Medical Education And Research,2005)
2.1.2 Etiologi
Sebab yang jelas terjadinya solusio plasenta belum diketahui, hanya parah ahli
mengemukakan teori :
Akibat turunnya tekanan darah secara tiba-tiba oleh spasme dari arteri yang
menuju keruangan interviler, maka terjadilah anoksemia dari jaringan bagian
distalnya. Sebelum ini menjadi nekrotik, spasme hilang dan darah kembali
mengalir kedalam intervili, namun pembuluh darah distal tadi sudah demikian
rapuhnya serta mudah pecah, yang mengakibatkan terjadi hematoma yang
lambat laun melepaskan plasenta dari rahim. Darah yang berkumpul di
belakang plasenta disebut hematoma retroplasenter.
3
Faktor-faktor yang mempengaruhi antara lain :
1) Faktor vaskuler (80-90%), yaitu toksemia gravidarum, glomerulonefritis
kronik, dan hipertensi esensial. Karena desakan darah tinggi, maka
pembuluh darah mudah pecah, kemudian terjadi hematoma retroplasenter
dan plasenta sebagian terlepas.
2) Faktor trauma
Pengecilan yang tiba-tiba dari uterus pada hidramnion dan gemeli
Tarikan pada tali pusat yang pendek akibat pergerakan janin yang
banyak/bebas, versi luar, atau pertolongan persalinan.
3) Faktor paritas
Lebih banyak dijumpai pada multi daripada primi. Holmer mencatat
bahwa dari 83 kasus solusio plasenta dijumpai 45 multi dan 18 primi
4) Pengaruh lain seperti anemia, malnutrisi, tekanan uterus pada vena cava
inferior, dan lain-lain
5) Trauma langsung seperti jatuh, kena tendang, dan lain-lain.
2.1.3 Klasifikasi
Plasenta dapat terlepas hanya pada pinggirnya saja (ruptur sinus marginalis),
dapat pula terlepas lebih luas (solusio plasenta parsialis), atau bisa seluruh permukaan
maternal plasenta terlepas (solusio plasenta totalis). Perdarahan yang terjadi dalam
banyak kejadian akan merembes antara plasenta dan miometrium untuk seterusnya
menyelinap dibawah selaput ketuban dan akhirnya memperoleh jalan ke kanalis
servikalis dan keluar melalui vagina ( reveled hemorrhage). Akan tetapi, ada kalanya,
walaupun jarang, perdarahan tersebut tidak keluar melalui vagina (concealed
hemorrhage) jika :
Bagian plasenta sekitar perdarahn masih melekat pada dinding rahim
Selaput ketuban masih melekat pada dinding rahim
4
Perdarahan masuk kedalam kantong ketuban setelah selaput ketuban pecah
karenanya
Bagian terbawah janin, umumnya kepala, menempel ketat pada segmen
bawah rahim
Dalam klinis solusio plasenta dibagi kedalam berat ringannya gambaran klinik
sesuai dengan luasnya permukaan plasenta yang terlepas, yaitu solusio plasenta
ringan, solusio plasenta sedang, dan solusio plasenta berat. Yang ringan biasanya
baru diketahui setelah plasenta lahir dengan adanya hematom yang tidak luas pada
permukaan maternal atau ada ruptur sinus marginalis. Pembagian secara klinik ini
baru definitif bila ditinjau retrospektif karena soluiso plasenta yang ringan bisa
berkembang menjadi lebih bera dari waktu ke waktu. Keadaan umum penderita bisa
menjadi buruk apabila perdarahnnya cukup banyak pada kategori concealed
hemorrhage.
Solusio plasenta ringan
Luas plasenta yang terlepas tidak sampai 25%, atau ada yang menyebutkan kurang
dari 1/6 bagian. Jumlah darah yang keluar biasanya kurang dari 250 ml. Tumpahan
darah yang keluar terlihat seperti pada haid bervariasi dari sedikit sampai seperti
menstruasi yang banyak. Gejala-gejala perdarahan sukar dibedakan dari plasenta
previa kecuali warna darah yang kehitaman. Komplikasi terhadap ibu dan janin
belum ada.
Solusio plasenta sedang
Luas plasenta yang terlepas telah melebihi 25%, tetapi belum mencapai separuhnya
(50%). Jumlah darah yang keluar lebih banyak dari 250 ml tetapi belum mencapai
1.000 ml. Umumnya pertumpahan darah terjadi keluar dan kedalam bersama-sama.
Gejala-gejala dan tanda-tanda sudah jelas seperti rasa nyeri pada perut yang terus
menerus, denyut jantung janin menjadi cepat, hipotensi dan takikardi.
5
Solusio plasenta berat
Luas plasenta yang terlepas sudah melebihi 50%, dan jumlah darah yang keluar telah
mencapai 1.000 ml atau lebih. Pertumpahan darah bisa terjadi keluar dan kedalam
bersama-sama. Gejala-gejala dan tanda-tanda klinik jelas, keadaan umum penderita
buruk disertai syok, dan hampir semua janinnya telah meninggal. Komplikasi
koagulopati dan gagal ginjal yang ditandai pada oliguri biasanya telah ada.
2.1.4 Patofisiologi
Solusio plasenta merupakan hasil akhir dari suatu proses yang bermula dari
suatu keadaan yang mampu memisahkan vili-vili korialis plasenta dari tempat
implantasinya pada desidua basalis sehingga terjadi perdarahan. Oleh karena itu
patofisiologinya bergantung pada etiologi. Pada trauma abdomen etiloginya jelas
karena robeknya pembuluh darah di desidua.
Dalam banyak kejadian perdarahan berasal dari kematian sel (apoptosis) yang
disebabkan oleh iskemia dan hipoksia. Semua penyakit ibu yang dapat menyebabkan
pembentukan trombosis dalam pembuluh darah desidua atau dalam vaskular vili
dapat berujung kepada iskemia dan hipoksia setempat yang menyebabkan kematian
sejumlah sel dan mengakibatkan perarahan sebagai hasil akhir. Perdarah tersebut
menyebabkan desidua basalis terlepas kecuali selapisan tipis yang tetap melekat pada
miometrium. Dengan demikian, pada tingkat permulaan sekali dari proses terdiri atas
pembentukan hematom yang bisa menyebabkan pelepasan yang lebih luas, kompresi
dan kerusakan pada bagian plasenta sekelilingnya yang berdekatan. Pada awalnya
mungkin belum ada gejala kecuali terdapat hematom pada bagian belakang plasenta
yang baru lahir. Dalam arteri spiralis dalam desidua. Hematoma reroplasenta
mempengaruhi penyampaian nutrisi dan oksigen dari sirkulasi maternal/plasenta
kesirkulasi janin. Hematoma yang terbentuk dengan cepat meluas dan melepaskan
plasenta lebih luas/banyak sampai kepinggirnya sehingga darah yang keluar
merembes antara selaput ketuban dan miometrium untuk selanjutnya keluar melalui
6
serviks ke vagina(revealed hemorrhage). Perdarahan tidak bisa berhenti karena uterus
yang lagi mengandung tidak mampu berkontraksi untuk menjepit pembuluh arteri
spiralis yang terputus. Walaupun jarang, terdapat perdarahan tinggal teperangkap
didalam uterus (concealed hemorrhage).
Terdapat beberapa keadaan yang secara teoritis dapat berakibat kematian sel
karena iskemia dan hipoksia pada desidua.
Pada pasien dengan korioamnionitis, misalnya pada ketuban pecah prematur
sitokines, eisikanoid, dan bahan-bahan oksidan lain seperti superoksida.
Semua bahan ini mempunyai daya sitotoksis yang menyebabkan iskemia dan
hipoksia yang berujung dengan kematian sel. Slah satu kerja sitotoksis dari
endotoksin adalah terbentuknya NOS (Nitric Oxide Synthase) yang
berkemampuan menghasilkan NO (Nitric Oxide) yaitu suatu vasodilator kuat
dan penghambat agregasi trombosit. Metabolisme NO menyebabkan
pembentukan peroksinitrit suatu oksidan tahan lama yang mampu
menyebabkan iskemia dan hipoksia pada sel-sel endotelium pembuluh darah.
Oleh karena faedah NO terlampaui oleh peradangan kuat, maka sebagai hasil
akhir terjadilah iskemia dan hipoksia yang menyebabkan kematian sel dan
perdarahan. Kedalam kelompok penyakit ini termasuk autoimun antibodi,
antikardiolopin antibodi, lupus antikoagulan, semuanya telah lama dikenal
berakibat buruk pada kehamilan termsuk melatarbelakngi kejadian solusio
plasenta.
Kelainan genetik berupa defisiensi protein c dan protein s keduannya
meningkatkan pembentukan trombosis dan dinyatakan terlibat dalam etilogi
preeklampsi dan solusio plasenta.
Pada pasien dengan penyakit trombofilia dimana ada kecenderungan
pembekuan berkhir dengan pembentukan trombosis didalam desidua basalis
yang megakibatkan iskemia dan hipoksia.
7
Keadaan hyperhomocysteinemia dapat menyebabkan kerusakan pada
endotelium vaskular yang berakhir dengan pembentukan trombosis pada vena
atau menyebabkan kerusakan pada arteria spiralis yang memasok darah ke
plasenta dan menjadi sebab lain dari solusio plasenta. Pemeriksaan PA
plasenta dari penderita hiperhomosisteinemia menunjukkan gambaran
patologik yang mendukung hiperhomosisteinemia sebagai faktor etiologi
solusio plasenta. Meningkatkan konsumsi asam folat dan piridoksin akan
mengurangi hiperhomosisteinemia karena kedua vitamin ini berperan sebagai
kofaktor dalam metabolisme metionin menjadi homosstein. Metionin
mengalami remetilasi oleh enzim metilentetrahidrofolat reduktase (MTHFR)
menjadi homosistein. Mutasi pada gen MTHFR mencegah proses remetilasi
dan menyebabkan kenaikan kadar homosistein dalam darah. Oleh sebab itu,
disarankan melakukuan pemeriksaan hiperhomosisteinemia pada pasien
solusio plasenta yang penyebab laiinya tidak jelas.
Nikotin dan kokain keduanya dapat menyebabkan vasokontriksi yang bisa
menyebabkan iskemia dan pada plasentas sering dijumpai bermacam lesi
sepert infark, oksidatif stres, apoptosis, dan nekrosis, yang kesemuanya ini
berpotensi merusak hubungan uterus dengan plasenta yang berujung kepada
solusio plasenta.
2.1.5 Manifestasi klinis
Solusio plasenta ringan
Kurang lebih 30 % penderita solusio plasenta ringan tidak atau sedikit sekali
melahirkan gejala. Pada keadaan yang sangat ringan tidak ada gejala kecuali
hematom yang berukuran beberapa sentimeter terdapat pada permukaan maternal
plasenta. Ini dapat diketahui secara retrospektif pada inspeksi plasenta setelah partus.
Rasa nyeri pada perut masih ringan dan darah yang keluar masih sedikit, sehingga
belum keluar melalui vagina. Nyeri yang belum terasa menyulitkan membedakannya
8
dengan plasenta previa kecuali darah yang keluar berwarna merah segra pada plasenta
previa. Tanda-tanda vital dan keadaan umum ibu ataupun janin masih baik. Pada
inspeksi atau auskultasi tidak dijumpai kelainan kecuali pada palpasi sedikit terasa
nyeri lokal pada tempat terbentuk hematom dan perut sedikit tegang tapi bagian-
bagian janin masih dapat dikenal. Kadar fibrinogen darah dalam batas-batas normal
yaitu 350 mg%. Walaupun belum memerlukan intervensi segera, keadaan yang
ringan ini perlu dimonitor terus sebagai upaya mendeteksi keadaaan bertambah berat.
Pemeriksaan ultrasonografi berguna untuk menyingirkan plasenta previa dan
mungkin bisa mendeteksi luasnya solusio solusio terutama pada solusio sedang atau
berat.
Solusio plasenta sedang
Gejala-gejala dan tanda-tanda sudah jels seperti rasa nyeri pada perut yang
terus menerus, denyut jantung janin biasanya telah menunjukkan gawat janin,
perdarahan yang tampak keluar lebih banyak, takikardi, hipotensi, kulit dingin dan
keringatan, oliguria mulai ada, kadar fibrinogen berkurang antara 150 sampai 250
mg/100 ml, dan mungkin kelainan pemebekuan darah dan gangguan fungsi ginjal
sudah mulai ada.
Rasa nyeri dan tegang perut jelas sehingga palpasi bagian-bagian anak sukar.
Rasa nyeri datangnya akut kemudian menetap tidak bersifat hilang timbul sperti pada
his yang normal. Perdarahan pervaginam jelas dan berwarna kehitaman, penderita
pucat karena mulai ada syok sehingga keringat dingin. Kaeadaan janin biasanya
sudah gawat. Pada stadium ini bisa jadi telah timbul his dan persalinan telah mulai.
Pada pemantauan keadaan janin dengan kardiotokografi bisa jadi telah ada deselerasi
lambat. Perlu dilakukan tes gangguan pembekuan darah. Bila terminasi persalinan
terlambat atau fasilitas perawatan intensif neonatus tidak memadai, kematian
perinatal dapat dipastikan terjadi.
9
Solusio plasenta berat
Perut sangat nyeri dan tegang serta keras seperti papan (defance musculaire)
disertai perdarahan yang berwarna hitam. Oleh karena itu palpasi bagian-bagian janin
tidak mungkin lagi dilakukan. Fundus uteri lebih tinggi daripada yang seharusnya
oleh karena terjadi penumpukan darah didalam rahim pada kategori concealed
hemorrhage. Jika dalam mas aobservasi tinggi fundus bertambah lagi berarti
perdarahan baru masih berlangsung. Pada inspeksi rahim kelihatan membulat dan
kulit diatasnya kencang dan berkilat. Pada asukultasi denyut jantung janin tidak
terdengar lagi akibat gangguan anatomik dan fungsi dari plasenta. Keadaan umum
menjadi buruk disertai syok. Ada kalanya keadaan umum ibu jauh lebih bruruk
dibandingkan perdarahan yang tidak seberapa keluar dari vagina. Hipofibrinogenemia
dan oliguria boleh jadi telah ada sebagai akibat komplikasi pembekuan darah
intravaskuler yang luas (disseminated intravascular coagulation), dan gangguan
fungsi ginjal. Kadar fibrinogen darah rendah yaitu kurang dari 150 mg% dan telah
ada trombositopenia.
2.1.6 Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan tanda klinik yaitu perdarahan
melalui vagina, nyeri pada uterus, kontraksi tetanik pada uterus, dan pada solusio
plasenta yang berat terdapat kelainan denyut jantung janin pada pemeriksaan dengan
CTG. Namun, adakalanya pasien datang dengan gejala mirip persalinan prematur,
ataupun datang dengan perdarahan tidak banyak dengan perut tegang, tetapi janin
telah meninggal. Diangnosis definitif hanya bisa ditegakkan secara retrospektif yaitu
setelah partus dengan melihat adanya hematoma retroplasenta.
Pemeriksaan dengan ultrasonografi berguna untuk membedakannya dengan
plasenta previa, tetapi pada solusio plasenta pemeriksaan dengan USG tidak
memberikan kepastian berhubung kompleksitas gambaran retroplasenta yang normal
mirip dengan gambaran perdarahan retroplasenta pada solusio plasenta. Kompleksitas
10
gambaran normal retroplasenta, kompleksitas vasskuler rahim sendiri, desidua dan
mioma semuanya bisa mirip dengan solusio plasenta dan memberikan hasil positif
palsu.
Penggunaan color doppler bisa membantu diagnosis solusio plasenta dimana
tidak terdapat sirkulasi darah yang aktif, sedangkan pada kompleksitas lain, baik
kompleksitas retroplasenta yang hiperekoik maupun yang hipoekoik seperti mioma
dan kontraksi uterus, terdapat sirkulasi darah yang aktif. Pada kontraksi uterus
terdapat sirkulasi aktif didalamnya, pada mioma sirkulasi aktif terdapat lebih banyak
pada bagian perifer daripada di bagian tengahnya.
2.1.7 Penanganan
Semua pasien dengan solusio plasenta harus segera dilakukan pemeriksaan
darah lengkap termasuk kadar hb dan golongan darah serta gambaran pembekuan
darah dengan memeriksa waktu pembekuan, waktu protrombin, waktu tromboplastin
parsial, kadar fibrinogen dan kadar hancuran fibrin dan hancuran fibrinogen dalam
plasma. Pemeriksaan dengan ultrasonografi berguna terutama untuk membedakannya
dengan plasenta previa dan memastikan janin masih hidup.
Penanganan terhadap solusio plasenta bisa bervariasi sesuai keadaan kasus
masing-masing tergantung berat ringannya penyakit, usia kehamilan, serta keadaan
ibu dan janinnya. Bilamana janin masih hidup dan cukup bulan, dan bilamana
persalinan normal belum ada tanda-tanda, umumnya dipilih persalinan melalui bedah
sesar darurat. Pada perdarahan yang cukup banyak segera lakukan resusitasi dengan
pemberian tranfusi darah dan kristaloid yang cukup diikuti persalinan yang dipercepat
untuk mengendalikan perdarahan dan menyelamatkan ibu. Umumnya kehamilan
diakhiri dengan induksi atau stimulasi partus pada kasus ringan atau janin telah mati
atau langsung dengan bedah sesar pada kasus yang berat atau telah terjadi gawat
janin.
11
Penanganan ekspektatif pada kehamilan belum genap bulan berfaedah bagi
janin, tetapi umumnya persalinan preterm tidak terhindarkan baik spontan sebagai
komplikasi solusio plasenta maupun atas indikassi obstetrik yang timbul setelah
beberapa hari dalam rawatan.
Pada kasus dimana telah terjadi kematian janin dipilih pervaginam kecuali ada
perdarahan berat yang tidak teratasi dengan tranfusi darah yang banyak ada indikasi
lain yang menghendaki persalinan dilakukan perabdominam.
2.1.8 Komplikasi
Komplikasi solusio plasenta berasal dari perdarahan retroplasenta yan terus
berlangsung sehingga menimbulkan berbagai akibat pada ibu seperti anemia, syok
hipovolemik, insufisiensi fungsi plasenta, gangguan pembekuan darah, gagal ginjal
mendadak, dan uterus couvelaire disamping komplikasi sindroma insufisiensi fungsi
plasenta pada janinberupa angka kematian perinatal yang tinggi. Sindroma sheehan
terdapat pada beberpa penderita yang terhindar dari kematian setelah menderita syok
yang berlangsung lama yang menyebabkan iskemia dan nekrosis adenohipofisis
sebagai akibat solusio plasenta.
Kematian janin, kelahiran prematur dan kematian perinatal merupakan
komplikasi yang paling sering terjadi pada asoluiso plasenta. Solusio plasenta
berulang dilaporkan juga bisa terjadi pada 25% perempuan yang pernah menderita
solusio plasenta sebelumnya. Solusio plasenta kronik dilaporkan juga tejadi dimana
proses pembentukan hematom retroplasenta berhenti tanpandijelang oleh persalinan.
Komplikasi koagulopati dijelaskan sebagai berikut. Hematoma retroplasenta yang
tebentuk mengakibatkan pelepasan tromboplastin kedalam peredaran darah.
Tromboplastin bekerja mempercepat perobmakan protrombin menjadi trombin.
Trombin yang terbentuk dipakai untuk mengubah fibrinogen menjadi fibrin untuk
membentuk lebih banyak bekuan darah terutama pada solusio plasenta berat. Melalui
mekanisme ini apabila pelepasan tromboplastin cukup banyak dapat menyebabkan
12
terjadi pembekuan darah intravaskular yang luas (disseminated intravascular
coagulation) yang semakin menguras persediaan fibrinogen dan faktor-faktor
pemebkuan lain. Akibat lain dari pembekuan darah intravaskular ialah terbentuknya
plasmin dari plasminogen yang dilepaskan pada setiap kerusakan jaringan. Karena
kemampuan fibrinolisis dari plasmin ini maka fibrin yang terbentuk dihancurkannya.
Penghancuran butir-butir fibrin yang terbentuk intravaskular oleh plasmin berfaedah
menghancurkan bekuan-bekuan darah dalam pembeluh darah kecil dengan demikian
berguna mempertahankan keutuhan sirkulasi mikro. Pada solusio plasenta berat
dimana telah terjadi perdarahan melebihi 2.000 ml dapat dimengerti kalau akhirnya
akan terjadi kekurangan fibrinogen dalam darah sehingga persediaan fibrinogen
lambat laun mencapai titik kritis (<150 mg/100 ml darah) dan terjadi
hipofibrinogenemia. Pada kadar ini telah terjadi gangguan pembeuan darah
(consumptive coagulopathy) yang secara laboratoris terlihat pada memanjangya
waktu pembekuan melebihi 6 menit dan bekuan darah yang telah terbentuk mencair
kembali. Pada keadaan yang lebih parah darah tidak mau membeku sama sekali
apabila kadar fibrinogen turun dibawah 100 mg%.
2.1.9 Prognosis
Solusio plasenta mempunyai prognosis yang buruk baik bagi ibu hamil dan
lebih buruk lagi bagi janin jika dibandingkan dengan plasenta previa. Solusio plasenta
ringan masih mempunyai prognosis yang baik bagi ibu dan janin karena tidak ada
kematian dan morbiditasnya rendah. Solusio plasenta sedang mempunyai prognosis
yang lebih buruk terutama terhadap janinnya karena mortalitas dan morbiditas
perinatal yang tinggi disamping morbiditas ibu, yang lebih berat. Solusio plasenta
berat mempunyai prognosis paling buruk baik terhadap ibu lebih-lebih terhadap
janinnya. Umumnya pada keadaan yang demikian janin telah mati dan mortalitas
maternal meningkat akibat salah satu komplikasi. Pada solusio plasenta sedang dan
berat prognosisnya juga bergantung pada kecepatan dan ketepatan bantuan medik
13
yang diperoleh pasien. Transfusi darah yang banyak dengan segera dan terminasi
kehamilan tepat waktu sangat menurunkan morbiditas dan mortalitas maternal dan
perinatal.
14
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Solusio plasenta adalah terlepasnya sebagian atau seluruh permukaan
maternal plasenta dari tempat implantasinya yang normal pada lapisan desidua
endometrium sebelum waktunya yakni sebelum anak lahir.
Plasenta dapat terlepas hanya pada pinggirnya saja (ruptur sinus marginalis),
dapat pula terlepas lebih luas (solusio plasenta parsialis), atau bisa seluruh permukaan
maternal plasenta terlepas (solusio plasenta totalis). Sebab yang jelas terjadinya
solusio plasenta belum diketahui, hanya parah ahli mengemukakan teori : Akibat
turunnya tekanan darah secara tiba-tiba oleh spasme dari arteri yang menuju
keruangan interviler, maka terjadilah anoksemia dari jaringan bagian distalnya,
Faktor trauma, Pengaruh lain seperti anemia, malnutrisi, tekanan uterus pada vena
cava inferior, dan lain-lain.
Penanganan terhadap solusio plasenta bisa bervariasi sesuai keadaan kasus
masing-masing tergantung berat ringannya penyakit, usia kehamilan, serta keadaan
ibu dan janinnya. Bilamana janin masih hidup dan cukup bulan, dan bilamana
persalinan normal belum ada tanda-tanda, umumnya dipilih persalinan melalui bedah
sesar darurat.
15
DAFTAR PUSTAKA
1. Prawirodihardjo S,Winkjosastro H. Ilmu Kebidanan. Edisi ke 3. PT Bina
pustaka sarwono prawirohardjo. 2010. 493-503.
2. Cunningham FG,Leveno KJ, Bloom SL,Hauth JC, Gilstrap L, Wenstrom KD.
Williams Obsterics. 22nd. McGraw Hill. 2005. 819-23.
3. Chalik TMA. Perdarahan Pada Kehamilan Lanjut Dan Persalinan. Dalam: Ilmu
Kebidanan, Saifuddin AB, Rachimhadi T, Wiknjosastro GH, editors. Jakarta:
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2005. Hal 492-521.
4. Cunningham FG et al. Obstetri Williams. Jakarta: EGC; 2005. Hal. 246, 336-
7,685-735.
16