BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar BelakangBatu empedu adalah timbunan kristal di dalam kandung empedu atau
di dalam saluran empedu. Batu yang ditemukan di dalam kandung empedu
disebut kolelitiasis, sedangkan batu di dalam saluran empedu disebut
koledokolitiasis (Lesmana, 2009).
Kolelitiasis merupakan keadaan yang membuat 10% hingga 25%
pasien harus menjalani pembedahan kandung empedu. Bentuk yang akut
yang paling sering ditemukan di antara wanita yang berusia pertengahan;
bentuk kronis di antara manula.Kolesistitis dengan penanganan yang baik
mempunyai prognosis yang cukup baik (Kowalak, 2011).
Di negara Barat, batu empedu mengenai 10% orang dewasa lebih tinggi di
negara Amerika Latin (20% hingga 40%) dan rendah di negara Asia (3%
hingga 4%).Batu empedu menimbulkan masalah kesehatan yang cukup
besar ,seperti ditunjukkan oleh statistik AS ini:
Lebih dari 20 juta pasien di perkirakan mengidap batu empedu, yang total
beratnya beberapa ton.
Sekitar 1 juta pasien baru terdiagnosis mengidap batu empedu per tahun,
dengan dua pertiganya menjalani pembedahan.
Angka kematian akibat pembedahan untuk bedah saluran empedu secara
keseluruhan sangat rendah, tetapi sekitar 1000 pasien meninggal setiap
tahun akibat penyakit batu empedu atau penyulit pembedahan.
(kumar, 2007)
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana konsep dasar kolelitiasis?
1.2.2 Bagaimana konsep dasar asuhan keperawatan pada pasien dengan
kolelitiasis?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Secara umum tujuan dari penulisan makalah ini dimaksudkan untuk
memenuhi tugas perkuliahan Keperawatan Sistem Pencernaan.
1.3.2 Tujuan Khusus
Untuk mengetahui dan lebih memahami definisi, patogenesa, gejala klinis,
diagnose dan penatalaksanaan kolelitiasis karena penyakit batu empedu sudah
merupakan masalah kesehatan yang penting.
BAB 2
TINJAUAN TEORI
2.1 Anatomi Kandung Empedu
Kandung empedu merupakan kantong berbentuk alpukat yang terletak
tepat dibawah lobus kanan hati. Kandung empedu mempunyai fundus,
korpus, infundibulum, dan kolum. Fundus bentuknya bulat, ujungnya buntu
dari kandung empedu. Korpus merupakan bagian terbesar dari kandung
empedu. Kolum adalah bagian yang sempit dari kandung empedu.
Empedu yang di sekresi secara terus menerus oleh hati masuk ke
saluran empedu yang kecil dalam hati. Saluran empedu yang kecil bersatu
membentuk dua saluran yang lebih besar yang keluar dari permukaan hati
sebagai duktus hepatikus komunis. Duktus hepatikus bergabung dengan
duktus sistikus membentuk duktus koledokus.
Gambar 2.1 Gambaran anatomi kandung empedu (Emedicine, 2007)
2.2 Fisiologi
Salah satu fungsi hati adalah untuk mengeluarkan empedu, normalnya
antara 600-1200 ml/hari. Kandung empedu mampu menyimpan sekitar 45 ml
empedu. Diluar waktu makan, empedu disimpan untuk sementara di dalam
kandung empedu, dan di sini mengalami pemekatan sekitar 50 %. Fungsi
primer dari kandung empedu adalah memekatkan empedu dengan absorpsi air
dan natrium. Kandung empedu mampu memekatkan zat terlarut yang kedap,
yang terkandung dalam empedu hepatik 5-10 kali dan mengurangi volumenya
80-90%.
Menurut Guyton &Hall, 1997 empedu melakukan dua fungsi penting
yaitu :
1. Empedu memainkan peranan penting dalam pencernaan dan absorpsi
lemak, karena asam empedu yang melakukan dua hal antara lain : asam
empedu membantu mengemulsikan partikel-partikel lemak yang besar
menjadi partikel yang lebih kecil dengan bantuan enzim lipase yang
disekresikan dalam getah pankreas, Asam empedu membantu transpor
dan absorpsi produk akhir lemak yang dicerna menuju dan melalui
membran mukosa intestinal.
2. Empedu bekerja sebagai suatu alat untuk mengeluarkan beberapa
produk buangan yang penting dari darah, antara lain bilirubin, suatu
produk akhir dari penghancuran hemoglobin, dan kelebihan kolesterol
yang di bentuk oleh sel- sel hati.
Pengosongan kandung empedu dipengaruhi oleh hormon kolesistokinin,
hal ini terjadi ketika makanan berlemak masuk ke duodenum sekitar 30 menit
setelah makan. Dasar yang menyebabkan pengosongan adalah kontraksi
ritmik dinding kandung empedu, tetapi efektifitas pengosongan juga
membutuhkan relaksasi yang bersamaan dari sfingter oddi yang menjaga
pintu keluar duktus biliaris komunis kedalam duodenum. Selain
kolesistokinin, kandung empedu juga dirangsang kuat oleh serat-serat saraf
yang menyekresi asetilkolin dari sistem saraf vagus dan enterik. Kandung
empedu mengosongkan simpanan empedu pekatnya ke dalam duodenum
terutama sebagai respon terhadap perangsangan kolesistokinin. Saat lemak
tidak terdapat dalam makanan, pengosongan kandung empedu berlangsung
buruk, tetapi bila terdapat jumlah lemak yang adekuat dalam makanan,
normalnya kandung empedu kosong secara menyeluruh dalam waktu sekitar
1 jam.
Garam empedu, lesitin, dan kolesterol merupakan komponen terbesar
(90%) cairan empedu. Sisanya adalah bilirubin, asam lemak, dan garam
anorganik. Garam empedu adalah steroid yang dibuat oleh hepatosit dan
berasal dari kolesterol. Pengaturan produksinya dipengaruhi mekanisme
umpan balik yang dapat ditingkatkan sampai 20 kali produksi normal kalau
diperlukan.
2.3 Definisi
Kolelitiasis adalah pembentukan batu (kalkuli) di dlam kandung
empedu atau saluran bilier. Batu terbentuk dari unsur-unsur padat yang
memebentuk cairan empedu (Smeltzer dan Bare, 2002)
Kolelitiasis yang merupakan keadaan inflamasi akut atau kronis
dengan menimbulkan distensi kandung empedu yang nyeri, biasanya disertai
batu empedu yang terjepit dalam duktus sistikus (Kowalak, 2011 ).
Kolelitiasis merupakan keadaan yang membuat 10% hingga 25%
pasien harus menjalani pembedahan kandung empedu. Bentuk yang akut
yang paling sering ditemukan di antara wanita yang berusia pertengahan;
bentuk kronis di antara manula.Kolesistitis dengan penanganan yang baik
mempunyai prognosis yang cukup baik.
2.4 Etiologi
Penyebab kolelitiasis dapat meliputi :
Batu empedu (penyebab paling sering)
Aliran darah yang buruk atau tidak terdapat pada kandung empedu
Metabolisme kolesterol dan garam empedu yang abnormal
Metabolisme kolessterol dan garam-garam empedu yang abnormal
memainkan peranan yang penting dalam pembentukan batu empedu.Hati
membuat getah empedu secara terus-menerus. Kandung empedu memekatkan
getah empedu dan menyimpannya sampai duodenum mengirim sinyal bahwa
usus 12 jari ini membutuhkan getah empedu untuk membantu mencernakan
lemak. Perubahan komposisi getah empedu menyebabkan pembentukan batu
empedu.Perubahan kemampuan absorpsi dinding kandung empedu juga
memiliki kontribusi pada pembentukan batu empedu (Kowalak, 2011 ).
2.5 Faktor Resiko
1.Usia dan jenis kelmain
prevalensi batu empedu meningkat seumur hidup. Di Amerika Serikat,kurang
dari 5% hingga 6% populasi yang berusia kurang dari 40 tahun mengidap
batu,berbeda dengan 25% hingga 30% pada mereka yang berusia lebih dari
80 tahun. Prevalensi pada perempuan berkulit putih adalah sekitar dua kali
dibandingkan laki-laki.
2.Etnik dan geografik
Prevalensi batu empedu kolesterol mendekati 75% pada populasi Amerika
asli-suku Pima, Hopi, dan Navajo, sedangkan batu pigmen jarang; prevalensi
tampaknya berkaitan dengan hipersekresi kolesterol empedu. Batu empedu
lebih prevalen di masyarakat industri Barat dan jarang di masyarakat yang
sedang atau belum berkembang.
3.Lingkungan
Pengaruh estrogen, termasuk kontrasepsi oral dan kehamilan, meningkatkan
penyerapan dan sintesis kolesterol sehingga terjadi peningkatan ekskresi
kolesterol dalam empedu. Kegemukan, penurunan berat yang cepat, dan
terapi dengan obat antikolesterolemia juga dilaporkan berkaitan erat dengan
peningkatan sekresi kolesterol empedu.
4.Penyakit didapat.
Setiap keadaan dengan motilitas kandung empedu yang berkurang
mempermudah terbentuknya batu emped, seperti kehamilan, penurunan berat
yang cepat, dan cedera medula spinalis.Namun, pada sebagian besar kasus
hipomotilitas kandung empedu timbul tanpa sebab yang jelas.
5.Hereditas.
Selain etnisitas, riwayat keluarga saja sudah menimbulkan resiko, demikian
juga berbagi kelainan herediter metabolisme, misalnya yang berkaitan dengan
gangguan sintesis dan sekresi garam empedu. (kumar, 2007)
2.6 Klasifikasi Kolelitiasis
1. Batu kolesterol: biasanya berukuran besar, soliter, berstruktur bulat atau
oval, berwarna kuning pucat dan sering kali mengandung kalsium dan
pigmen. Kolesterol yang merupakan unsur normal pembentuk empedu
bersifat tidak larut dalam air. Kelarutannya bergantung pada asam-asam
empedu dan lesitin (pospolipid) dalam empedu. Pada pasien yang
cenderung menderita batu empedu akan terjadi penurunan sintesis asam
empedu dan peningkatan sintesis kolesterol dalam hati.
2. Batu pigmen: terdiri atas garam kalsium dan salah satu dari anion
(bilirubinat, karbonat, fosfat, atau asam lemak rantai panjang). Batu-batu
ini cenderung berukuran kecil, multipel, dan berwarna hitam kecoklatan.
Batu pigmen berwarna coklat berkaitan dengan hemolisis kronis. Batu
berwarna coklat berkaitan dengan infeksi empedu kronos (batu semacam
ini lebih jarang dijumpai). Batu pigmen akan terbentuk bila pigmen tak
terkonjugasi dlam empedu mengadakan presipitasi (pengendapan)
sehingga terjadi batu. Resiko terbentuknya batu semacam ini semakin
besar pada pasien sirosis, hemolisis, dan infeksi percabangan bilier.
3. Batu campuran: batu ini merupakan campuran antara batu kolesterol dan
batu pigmen atau dengan substansi lain (kalsium karbonat, fosfat, garam
empedu, dan palmitat), dan biasanya berwarna coklat tua.
2.7 Manifestasi Klinis
1. Rasa nyeri dan kloik bilier
Jika duktus sistikus tersumbat oleh batu empedu, kandung empedu
akan mengalami distensi dan akhirnya infeksi. Pasien akan mengalami
panas dan mungkin teraba mssa padat pada abdomen. Pasien akan
mengalami kolik bilier disertai nyeri hebat pada abdomen kuadran kana
atas yang menjalar ke punggung atau bahu kanan. Rasa nyeri ini biasanya
disertai dengan mual muntah dan bertambah hebat dalam waktu beberapa
jam sesudah makan makanan dalam porsi besar. Kolik bilier di sebabakan
oleh kontaksi kandung empedu yang tidak dapat mengalirkan empedu
keluar akibat tersumbatnya saluran oleh batu. Keluhan ini didefinisikan
sebagai nyeri di perut atas berlangsung lebih dari 20 menit sampai 12 jam.
2. Ikterus
Ikterus biasanya terjadi pada obstruksi duktus koleduktus. Akibat
obstruksi pengaliran getah empedu kedalam deodenum maka akan terjadi
peningkatan kadar empedu dalam darah. Hal ini membuat kulit dan
membran mukosa berwarna kuning. Keadaan ini sering disertai dengan
gejala gatal-gatal yang mencolok pada kulit.
3. Perubahan warna urin dan feses
Ekskresi pigmen empedu oleh ginjal akan membuat urin berwarna
sangat gelap. feses yang tidak lagi diwarnai oleh pigmen empedu akan
tampak kelebu dan biasanya pekat yang disebut “clay color-ed”
4. Defisiensi vitamin
Obstruksi aliran empedu juga menggangu absorpi vitamin yang larut
dalam lemak (yaitu vitamin A,D,dan K) karena itu pasien dapat
memperlihatkan gejala defisiensi vitamin-vitamin ini jika obstruksi bilier
berjalan lama. defisiensi vitamin K dapat mengganggu pembekuan darah
yang normal. bilamana batu empedu terlepas dan tidak lagi menyumbat
duktus sistikus, kandung empedu akan mengalirkan isinya keluar dan
proses inflamasi segera mereda dalam waktu yang relatif singkat. jika batu
empedu terus menyumbat saluran tersebut, penyumbatan ini dapat
mengakibatkan abses, nekrosis, dan perporasi desertai peritonitis
generalisata.
2.8 Patofisiologi
A.Perubahan sekresi empedu
sekresi empedu jenuh kolesterol dalam hati
Endapan kolesterol dalam kandung empedu
Pengendapan
Perubahan unsur kimia
Supersaturasi progresif
Stasis bilier
Unsur sel/bakteri, mukus, meningkatkan viskositas empedu
Infeksi bakteri dalam saluran empeduGangguan kontraksi kandung empedu, spasme sfingter Oddi, hormon kehamilan (perlambatan
pengosongan kamdung empedu)
Batu empedu
Obstruksi duktus sistikus Obstruksi duktus koledukus Kolesistitis akut Kolesistitis kronis
Dispepsia, intoleransi lemak, nyeri ulu hati, flatulen
Feses dempulUrin gelap
Kolik bilier
Penyerapan bilirubin indirek oleh darah
Distensi kandung empeduPenyerapan bilirubin indirek
(terkonjugasi) oleh darahGangguan absorpsi vitamin A, D, E, K.
Ikterus
Pruritus
Fundus kandung empedu
Peritonitis
Ruptur kandung empedu
Gangguan epigastrium: rasa penuh, nyeri, samar kuadran kanan atas
2.9 Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan sinar X abdomen
2. Ultrasonografi
Pemerisaan USG telah menggantikan kolelistografi oral sebagai prosedur
diagnostik pilihan karena pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan cepat serta
akurat dan dapat digunakan pada penderita disfungsi hati dan ikterus.
3. Pemeriksaan pencitraan radionuklida atau koleskintografi
Dalam prosedur ini preparat radio aktif disuntikan secara intravena.
preparat ini kemudian diambil oleh hepatosit dan dengan cepat disekresikan
kedalam sistim bilier. selanjutnya dilakukan pemindaian saluran empedu untuk
mendapatkan gambar kandung empedu dan percabangan bilier.
4. Kolesistografi
Kolangiografi oral dapat dilakukan untuk mendeteksi batu empedu dan
mengkaji kemampuan kandung empedu untuk melakukan pengisian,
memekatkan isinya, berkontraksi serta mengosongkan isinya. Media kontras
yang mengandung iodium yang disekresikan oleh hati dan dipekatkan dalam
kandung empedu diberikan kepada pasien. Kandung empedu yang normal akan
terisi oleh bahan radiopaque ini. Jika terdapat batu empedu, bayangannya akan
nampak tampak pada foto rontgen.
5. Pemeriksaan laboratorium
a. Darah lengkap:leokositosis sedang (akut)
b. Bilirubin dan amilase serum:meningkat
c. Enzim hati serum: AST(SGOT);ALT(SGPT);LDH agak meningkat;
alkalin fosfat dan
d. 5-nukleotidase:ditandai peningkatan obstruksi bilier.
e. Kadar protrombin: menurun bila obstruksi saluran empedu dalam usus
menurunkan absorpsi vitamin K.
6. Ct-Scan
Menunjukan batu empedu dan dilatasi saluran empedu.
Gb 2.2 CT-Scan abdomen atas menunjukkan batu empedu multiple
7. ERCP ( Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreatography)
Yaitu sebuah kanul yang dimasukan ke dalam duktus koledukus dan duktus
pancreatikus, kemudian bahan kontras disuntikkan ke dalam duktus tersebut.
Fungsi ERCP ini memudahkan visualisasi langsung stuktur bilier dan
memudahkan akses ke dalam duktus koledukus bagian distal untuk mengambil
batu empedu, selain itu ERCP berfungsi untuk membedakan ikterus yang
disebabkan oleh penyakit hati (ikterus hepatoseluler dengan ikterus yang
disebabkan oleh obstuksi bilier dan juga dapat digunakan untuk menyelidiki
gejala gastrointestinal pada pasien-pasien yang kandung empedunya sudah
diangkat.ERCP ini berisiko terjadinya tanda-tanda perforasi/ infeksi.
Gb 2.3 ERCP menunjukkan batu empedu di duktus ekstrahepatik (panah pendek) dan di duktus intrahepatik (panah panjang)
8. Magnetic Resonance Cholangio-pancreatography (MRCP)
Magnetic resonance cholangio-pancreatography atau MRCP adalah
modifikasi dari Magnetic Resonance Imaging (MRI), yang memungkinkan
untuk mengamati duktus biliaris dan duktus pankreatikus. MRCP dapat
mendeteksi batu empedu di duktus biliaris dan juga bila terdapat obstruksi
duktus.
Gb 2.4 Hasil MRCP
2.10 Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan non bedah
a. Farmakologis
1) Untuk menghancurkan batu: ursodiol/actigal
2) Efek samping: bersifat hepatotoksik pada fetus sehingga kontra indikasi
pada ibu hamil.
3) Mengurangi konten kolesterol dalam batu empedu: chenodiol/chenix
4) Untuk mengurangi gatal-gatal: cholestiramine(Questran)
5) Menurunkan rasa nyeri: analgetik
b. Pengangkatan batu empedu tanpa pembedahan
1) Pelarutan batu empedu.
Dengan menginfuskan suatu bahan pelerut(mono-oktanoin atau
metil tertierbutil eter/MTBE) kedalam kandung empedu.dapat
diinfuskan melalui selang atau kateter yang dipasang perkutan langsung
kedalam kandung empedu melalui selang atau drain yang dimasukan
melalui saluran T tube untuk melarutkan batu
2) Pengangkatan non bedah
Sebuah kateter dan alat disertai jaring yang terpasang padanya
disisipkan lewat saluran T tube atau lewat fistula yang terbentuk pada
saat insersi T tube, jaring digunakan untuk memegang dan menarik
keluar batu yang terjepit dalam duktus koledokus
3) Extracorpreal Shock Wave Lithotripsy (ESWL)
Menggunakan gelombang kejut berulang (repeated shock waves)
Yang diarahkan kepada batu empedu untuk memecah batu tersebut
menjadi sejumlah fragmen.
2. Pembedahan
a. Kolelistektomi
Dalam prosedur ini, kandung empedu diangkat setelah arteri dan
duktus sistikus diligasi. Sebuah drain (penrose) di tempatkan dalam
kandung empedu dan di biarkan menjulur keluar lewat luka operasi untuk
mengalirkan darah, cairan serosanguinus, dan getah empedu ke dalam
kasa absorben.
b. Minikolelitektomi
Prosedur ini untuk mengeluarkan kandung empedu lewat luka insisi
selebar 4 cm.
c. Kolelistektomi laparaskopik
Dilakukan lewat luka insisi yang kecil atau luka tusukan melalui
dindingmonoksida untuk membantu pemasangan endoskop.
d. Koledokostomi
Insisi dilakukan pada duktus koledokus untuk mengeluarkan batu.
Setelah batu dikeluarkan biasanya dipasang kateter ke dalam duktus
tersebut untuk drainase getah empedu sampai edema mereda. Kateter ini
dihubungkan dengan selang drainase gravitas.
3. Manejemen diet
a. Mengurangi pemasukan makanan selama fase akut
b. Pemasangan NGT untuk mengurangi mual dan muntah
c. Pembatasan diet lemak terutama pada pasien dengan obesitas.
2.11 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien kolelitiasis
1. Obstruksi duktus sistikus
2. Kolik bilier
3. Kolesistitis akut
4. Perikolesistitis
5. Peradangan pankreas (pankreatitis)
6. Perforasi
7. Kolesistitis kronis
8. Hydrops (oedema) kandung empedu
9. Empiema kandung empedu
10. Fistel kolesistoenterik
11. Batu empedu sekunder
12. Ileus batu empedu (gallstone ileus)
13. Pankreatitis
BAB 3
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
1. Aktivitas/Istirahat
Gejala : kelemahan
Tanda : gelisah.
2. Sirkulasi
Gejala/Tanda : takikardia, berkeringat.
3. Eliminasi
Gejala : perubahan warna urine & feses.
Tanda : distensi abdomen, teraba massa pada kuadran kanan atas, urine gelap,
pekat, feses warna tanah liat, steatorea.
4. Makanan/Cairan
Gejala : anoreksia, mual/muntah, tidak toleran terhadap lemak & makanan
pembentukan gas, regurgitasi berulang, nyeri epigastrium, tidak dapat makan,
flatus, dyspepsia.
Tanda : kegemukan, adanya penurunan berat badan.
5. Nyeri/Kenyamanan
Gejala : nyeri abdomen atas berat, dapat menyebar ke punggung atau bahu
kanan, kolik epigastrium tengah sehubungan dengan makan, nyeri mulai tiba-
tiba & biasanya memuncak dalam 30 menit.
Tanda : nyeri lepas, otot tegang atau kaku bila kuadran kanan atas ditekan,
tanda Murphy positif.
6. Pernapasan
Tanda : peningkatan frekuensi pernapasan, penapasan tertekan ditandai oleh
napas pendek, dangkal.
7. Keamanan
Tanda : demam, menggigil, ikterik, dan kulit berkeringat & gatal (pruritus),
kecendrungan perdarahan (kekurangan vit.K).
8. Penyuluhan dan Pembelajaran
Gejala : kecenderungan keluarga untuk terjadi batu empedu, adanya
kehamilan/melahirkan , riwayat DM, penyakit inflamasi usus, diskrasias
darah.
9. Pemeriksaan Diagnostik
a. Darah lengkap : Leukositis sedang (akut).
b. Billirubin & amilase serum : meningkat.
c. Enzim hati serum-AST (SGOT) : ALT (SGOT), LDH : agak meningkat,
alkalin fosfat & S-nukleotidase, ditandai pe obstruksi bilier.
d. Kadar protombin : menurun bila obstruksi aliran empedu dalam usus
menurunkan absorpsi vit. K.
e. Ultrasound : menyatakan kalkuli & distensi empedu/duktus empedu.
f. Kolangiopankreatografi retrograd endoskopik : memperlihatkan
percabangan bilier dengan kanulasi duktus koledukus melalui duodenum.
g. Kolangiografi transhepatik perkutaneus : pembedaan gambaran dengan
fluoroskopi antara penyakit kandung empedu & kanker pangkreas.
h. CT-Scan : dapat menyatakan kista kandung empedu.
i. Scan hati : menunjukkan obstruksi percabangan bilier.
10. Prioritas Keperawatan
a. Menghilangkan nyeri & meningkatkan istirahat.
b. Mempertahankan keseimbangan cairan & elektrolit.
c. Mencegah komplikasi.
d. Memberikan informasi tentang proses penyakit, prognosis.
11. Tujuan Pemulangan
a. Nyeri hilang.
b. Homeostasis meningkat.
c. Komplikasi dicegah/minimal.
d. Proses penyakit, prognosis & program pengobatan dipahami.
3.2 Diagnosa & Intervensi Keperawatan
1. Nyeri (akut) berhubungan dengan agen cedera biologis : obstruksi/spasme
duktus, proses inflamasi, iskemia jaringan/nekrosis.
Hasil yang diharapkan :
a. Melaporkan nyeri hilang.
b. Menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktivitas hiburan
sesuai indikasi untuk situasi individual.
Intervensi :
Mandiri
a. Observasi dan catat lokasi, beratnya (skala 0-10) dan karakter nyeri
(menetap, hilang timbul, kolik).
Rasional : membantu membedakan penyebab nyeri dan memberikan
informasi tentang kemajuan/perbaikan penyakit, terjadinya komplikasi dan
keefektifan intervensi.
b. Catat respon terhadap obat, dan laporkan pada dokter bila nyeri hilang.
Rasional : nyeri berat yang tidak hilang dengan tindakan rutin dapat
menunjukkan terjadinya komplikasi/kebutuhan terhadap intervensi lebih
lanjut.
c. Tingkatkan tirah baring, biarkan pasien melakukan posisi yang nyaman.
Rasional : tirah baring pada posisi fowler rendah menurunkan tekanan intra
abdomen, namun pasien akan melakukan posisi yang menghilangkan nyeri
secara alamiah.
d. Control suhu lingkungan.
Rasional : dingin pada sekitar ruangan membantu meminimalkan
ketidaknyamanan kulit.
e. Dorong menggunakan tehnik relaksasi, contoh : bimbingan imajinasi,
visualisasi, latihan nafas dalam, berikan aktivitas senggang.
Rasional : meningkatkan istirahat, memusatkan kembali perhatian, dapat
meningkatkan koping.
f. Sediakan waktu untuk mendengar dan mempertahankan kontak dengan
pasien sering.
Rasional : membantu dalam menghilangkan cemas dan memusatkan
kembali perhatian yang dapat menghilangkan nyeri.
Kolaborasi
g. Pertahankan status puasa, masukan/pertahankan penghisap NG sesuai
indikasi.
Rasional : membuang sekkret gaster yang merangsang pengeluaran
kolesistokinin dan kontraksi kandung empedu.
h. Berikan obat antikolinergik sesuai indikasi.
Rasional : menghilangkan reflex spasme/kontraksi otot halus dan
membantu dalam manajemen nyeri.
i. Berikan terapi sedatif, contoh: fenobarbital.
Rasional : meningkatkan istirahat dan merilekskan otot halus,
menghilangkan nyeri.
j. Berikan terapi relaksan otot halus, contoh: papaverin (pavabid);
nitrogliserin, amil nitrat.
Rasional: menghilangkan spasme duktus
k. Berikan terapi antibiotic sesuai indikasi
Rasional : untuk mengobati proses infeksi menurunkan inflamasi
l. Siapkan klien untuk intervensi bedah kolesistektomi
Rasional : kolesistektomi dapat diindikasikan sehubungan dengan ukuran
batu dan derajat kerusakan jaringan/adanya nekrosis.
2. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan
kehilangan cairan melalui gaster, muntah, distensi, dan hipermotilitas gaster.
Hasil yang diharapkan :
a. Menunjukkan keseimbangan cairan adekuat dibuktikan oleh tanda vital
stabil.
b. Membrane mukosa lembab.
c. Turgor kulit baik.
d. Pengisian kapiler baik.
e. Mengeluarkan urin cukup dan
f. Tak ada muntah.
Intervensi :
Mandiri
a. Pertahankan masukan dan haluaran akurat, perhatikan haluaran kurang dari
masukan, peningkatan berat jenis urin, nadi perifer, dan pengisian kapiler.
Rasional : memberikan informasi tentang status cairan/volume sirkulasi
dan kebutuhan penggantian.
b. Awasi tanda/gejala peningkatan/berlanjutnya mual/muntah, kram
abdomen, kelemahan, kejang, kejang ringan, kecepatan jantung tak teratur,
parestesia, hipoaktif, atau tak adanya bising usus, depresi pernapasan.
Rasional : muntah berkepanjangan, aspirasi gaster, dan pembatasan
pemasukan oral dapat menimbulkan deficit natrium, kalium, dan klorida.
c. Hindarkan dari lingkungan yang berbau.
Rasional : menurunkan rangsangan pada pusat muntah.
d. Lakukan kebersihan oral dengan pencuci mulut ; berikan minyak.
Rasional: menurunkan kekeringan membrane mukosa, menurunkan risiko
perdarahan oral.
e. Gunakan jarum kecil untuk injeksi dan melakukan tekanan pada bekas
suntikan lebih lama dari biasanya.
Rasional : menurunkan trauma, risiko perdarahan/pembentukan hematom.
f. Kaji perdarahan yang tak biasanya, contoh perdarahan terus-menerus
Pada sisi injeksi, mimisan, perdarahan gusi, ekimosis, ptekie,
hematemesis/melena. Rasional: protombin darah menurun dan waktu
koagulasi memanjang bila aliran empedu terhambat, meningkatkan risiko
perdarahan/hemoragik.
Kolaborasi
g. Pertahankan pasien puasa sesuai keperluan.
Rasional : menurunkan sekresi dan motilitas gaster.
h. Masukkan slang NG hubungkan ke penghisap dan pertahankan sesuai
indikasi
Rasional : memberikan istirahat pada traktus GI (Gastro Intestinal).
i. Berikan antiemetik
Rasional: menurunkan mual dan mencegah muntah
j. Berikan cairan IV , elektrolit
Rasional: mempertahankan volume sirkulasi dan memperbaiki
ketidakseimbangan.
3. Risiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan mual/muntah, dyspepsia, nyeri, gangguan pencernaan
lemak (obstruksi aliran empedu).
Hasil yang diharapkan :
a. Melaporkan mual/muntah hilang.
b. Menunjukkan kemajuan mencapai berat badan atau mempertahankan berat
badan individu yang tepat.
Intervensi :
Mandiri
a. Kaji distensi abdomen, berhati-hati, menolak bergerak.
Rasional : tanda non verbal ketidaknyamanan berhubungan dengan
gangguan pencernaan, nyeri gas.
b. Timbang BB setiap hari.
Rasional : mengidentifikasi kekurangan/kebutuhan nutrisi.
c. Konsul tentang kesukaan/ketidaksukaan pasien, makanan yang
menyebabkan distress, dan jadwal makan yang disukai.
Rasional : melibatkan pasien dalam perencanaan, memampukan pasien
memiliki rasa kontrol dan mendorong untuk makan.
d. Berikan suasana menyenangkan pada saat makan, hilangkan rangsangan
berbau.
Rasional : untuk meningkatkan nafsu makan/menurunkan mual.
e. Jaga kebersihan oral sebelum makan.
Rasional : mulut yang bersih meningkatkan nafsu makan.
f. Ambulasi dan tingkatkan aktivitas sesuai toleransi.
Rasional : membantu dalam mengeluarkan flatus, penurunan distensi
abdomen, mempengaruhi penyembuhan dan rasa sehat dan menurunkan
kemungkinan masalah sekunder sehubungan dengan imobilisasi.
Kolaborasi
g. Konsul dengan ahli diet/tim pendukung nutrisi sesuai indikasi.
Rasional : berguna dalam membuat kebutuhan nutrisi individual melalui
rute yang paling tepat.
h. Mulai diet cair rendah lemak setelah slang NG dilepas.
Rasional : pembatasan lemak menurunkan rangsangan pada kandungan
empedu dan nyeri.
i. Berikan diet sesuai toleransi, biasanya rendah lemak, tinggi serat, batasi
makanan penghasil gas, dan makanan/minuman tinggi lemak
Rasional : memenuhi kebutuhan nutrisi dan meminimalkan rangsangan
pada kandung empedu.
4. Kurang Pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan pengobatan berhubungan
dengan tidak mengenal sumber informasi.
Hasil yang diharapkan :
a. Menyatakan pemahaman proses penyakit, pengobatan, prognosis.
b. Melakukan perubahan pola hidup dan berpartisipasi dalam program
pengobatan.
Intervensi :
Mandiri
a. Berikan penjelasan/alasan tes dan persiapannya.
Rasional : informasi menurunkan cemas, dan rangsangan simpatis.
b. Kaji ulang proses penyakit/prognosis, diskusikan perawatan dan
pengobatan, dorong pertanyaan, ekspresikan masalah.
Rasional : memberikan dasar pengetahuan dimana pasien dapat membuat
pilihan berdasarkan informasi. Komunikasi efektif dan dukungan
turunkan cemas dan tingkatkan penyembuhan.
c. Diskusikan program penurunan berat badan bila diindikasikan.
Rasional : kegemukan adalah fakor risiko yang dihubungkan dengan
kolesistitis, dan penurunan berat badan menguntungkan dalam manajemen
medik terhadap kondisi kronis.
d. Anjurkan pasien untuk menghindari makanan/minuman tinggi lemak
(contoh : susu segar, es krim, mentega, makanan gorengan, kacang polong,
bawang, minuman karbonat), atau zat iritan gaster (contoh : makanan
pedas, kafein, sitrun).
Rasional : mencegah/membatasi terulangnya serangan kandung empedu.
3.3 Implementasi
Implementasi adalah fase ketika perawat melakukan proses asuhan
keperawatan yang sesuai dengan tujuan yang spesifik. Implementasi adalah inisiatif
dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik .
3.4 Evaluasi
Perawat dapat melakukan evaluasi terhadap respon klien dari tindakan
keperawatan yang dilaksanakan pada klien untuk mendapatkan kasus sebagai data
dalam melaksanakan asuhan keperawatan yang berkesinambungan.
Evaluasi adalah proses yang terus menerus karena setiap intervensi dikaji
efektivitasnya dan intervensi alternative digunakan sesuai kebutuhan. Evaluasi
adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang
menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan dan
pelaksanaannya sudah berhasil dicapai.
Evaluasi adalah fase akhir proses keperawatan. Evaluasi dapat dilakukan
dengan menggunakan pendekatan SOAP sebagai pola pikirnya.
S ( Subyektif ) : Respon subjektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan
O ( Obyektif ) : Respon Objektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan
A ( Analisa ) : Analisa ulang atas data subjektif dan objektif untuk menyimpulkan
apakah masalah masih tetap atau muncul masalah baru atau ada data yang
kontradiksi dengan masalah yang ada.
P ( Plan of care ) : Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisa respon
klien
I ( Intervensi ) : Tindakan yang dilakukan perawat untuk kebutuhan klien
E ( Intervensi ) :Respon klien terhadap tindakan perawat
R ( Ressesment ) :Mengubah rencana tindakan keperawatan yang di perlukan.
BAB 4
PENUTUP
4.1 Simpulan
Kolelitiasis atau batu empedu merupakan penyakit yang cukup sering diderita
oleh wanita, terutama usia antara 20-60 tahun. Batu empedu umumnya dibedakan
menjadi 3 jenis, yaitu: Batu kolesterol, batu bilirubin atau batu pigmen coklat dan
batu pimen hitam. Batu kolesterol merupakan yang tersering ditemukan, dengan
kandungan kolesterol lebih dari 70%. Batu empedu dapat ditemukan di dalam
kandung empedu itu sendiri, atau dapat juga ditemukan di saluran-saluran empedu,
seperti duktus sistikus atau duktus koledokus. Sekitar 80% pasien dengan batu
empedu, biasanya asimtomatis. Sedangkan pada yang simtomatik, keluhan
utamanya biasa berupa nyeri di daerah epigastrium, kuadran kanan atas atau
prekordium, dan kolik bilier.
Penyebab dari batu empedu ini belum diketahui secara pasti, tetapi
diperkirakan ada 3 faktor predisposisi terpenting, yaitu: Gangguan metabolisme
yang menyebabkan perubahan komposisi empedu, stasis empedu, dan infeksi
kandung empedu. Adanya faktor resiko terbentuknya batu empedu dikenal dengan
4F yaitu fatty, fourty, fertile dan female.
Ada banyak cara untuk mendeteksi batu empedu, tetapi yang paling
akurat dan sering digunakan adalah ultrasonografi. Tindakan operatif atau
kolesistektomi merupakan terapi pilihan pada pasien dengan batu empedu.
4.2 Saran
Peran perawat dalam penanganan kolelitiasis mencegah terjadinya
kolelitiasis adalah dengan memberikan asuhan keperawatan yang tepat. Asuhan
keperawatan yang tepat untuk klien kolelitiasis harus dilakukan untuk
meminimalisir terjadinya komplikasi serius yang dapat terjadi seiring dengan
kejadian kolelitiasis
DAFTAR PUSTAKA
Doengoes, M.E, MF, Geissler, Ac. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan. EGC : Jakarta.
Mansjoer A. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3 Jilid 2. Jakarta: Media Aesculapius FKUI
Prince, Sylvia dan Lorrane ,Wilson. 2003. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC.
Smeltzer, SC. & Bare, BG. (2002). Keperawatan medikal bedah. EGC : Jakarta.
Wilkinson, Judith M. 2013. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 9. Jakarta: EGC
Kowalak dkk. 2011.Buku Ajar Patofisiologi.Jakarta:EGC
Kumar dkk.2007.Buku Ajar Patologi.jakarta:EGC
Top Related