I. Pendahuluan
Adat merupakan cerminan jati diri suatu bangsa. Setiap bangsa pasti
memiliki adatnya masing-masing dan berbeda antara satu dan lainnya. Hal inilah
yang menimbulkan kekhasan pada masing-masing bangsa. Indonesia sendiri
sebagai sebuah negara kepulauan memiliki suku yang beragam di mana setiap
suku tersebut memiliki adatnya masing-masing yang berbeda dan memiliki
kekhasan. Hal ini yang menjadi dasar tingkah laku dalam kehidupan sehari-hari
masyarakatnya. Hukum adat sudah ada sejak zaman nenek moyang dan sudah
mengakar pada suku tersebut. Hukum adat oleh masyarakat Indonesia biasanya
hanya disebut adat saja. Dalam pelaksanaan hukum adat terdapat aturan-aturan
dan larangan yang menyangkut kehidupan masyarakatnya. Namun dalam hukum
adat biasanya tidak ada aturan yang tertulis. Semua hanya berdasarkan aturan
turun-temurun yang diingat dan dilaksanakan atas dasar kepatuhan sebagai
anggota suku. Kemajemukan hukum adat juga berpengaruh pada hukum nasional
Indonesia. Sedikit banyak hukum adat juga digunakan sebagai bahan
pertimbangan dalam membuat sebuah aturan hukum di Indonesia. Hukum yang
digunakan biasanya adalah hukum yang dapat berlaku secara umum. Namun
akhir-akhir ini kita sudah mulai meninggalkannya. Hal ini dikarenakan terdapat
banyak perbedaan di antara hukum adat sehingga sulit diterapkan pada satu
daerah ke daerah lain. Hal yang cukup berpengaruh adalah dengan adanya
perkembangan IPTEK yang pesat yang telah merubah pola pikir masyarakat kita.
Selain itu banyak di antara hukum adat yang dirasa sudah tidak relevan lagi
dengan perkembangan zaman modern seperti saat ini.
1
II. Hukum Adat Indonesia
A. Pengertian Hukum Adat
Hukum adat adalah hukum yang berasal dari pola perilaku masyarakat
setempat yang telah mengakar dan mengikat masyarakatnya meskipun tidak
tertulis dan menimbulkan identitas atau kekhasan masyarakatnya.
Dalam arti sempit hkum adat adalah hukum asli yang tidak tertulis yang
memberi pedoman kepada sebagian besar orang Indonesia dalam kehidupan
seharii-hari, dalam hubungan antara satu dengan yang lainnya baik di desa
maupun di kota.
Menurut beberapa ahli pengertian hukum adat adalah sebagai berikut:
1. Menurut Snouck Hurgronje menyebut dengan “adat-recht” atau hukum adat
yaitu adat yang mempunyai sanksi hukum.
2. Menurut van Vollenhoven hukum adat adalah hukum yang tidak bersumber
pada perundang-undangan yang dibuat pemerintah, oleh karenanya tidak
teratur, tidak sempurna dan tidak tegas.
3. Menurut Sumpah Pemuda tahun 1928 hukum adat adalah salah satu dasar
untuk memperkuat persatuan bangsa Indonesia.
4. Menurut Djojodigoeno hukum adat adalah hukum yang bersumber pada
norma kehidupan sehari-hari yang langsung timbul sebagai pernyataan rasa
keadilan dalam hubungan pamrih.
5. Menurut para sarjana hukum dalam buku karya van Vollenhoven adat
adalah sekumpulan peraturan atau hidup dalam suasana peraturan yang
mengatur tingkah laku, mengatur hidup kemasyarakatan yang menentukan
serta mengikat karena mempunyai sanksi.
2
6. Menurut Ter Haar hukum adat adalah keseluruhan peraturan yang menjelma
dalam keputsan-keputusan para Fungsionaris Hukum yang mempunyai
wibawa serta pengaruh dan yang dalam pelaksanaannya berlaku serta-merta
dan dipatuhi dengan sepenuh hati.
7. Menurut Soekanto hukum adat adalah keseluruhan adat yang tidak tertulis
dan hidup dalam masyarakat berupa kesusilaan, kebiasaan dan kelaziman
yang mempunyai akibat hukum.
8. Menurut Roelof van Djik hukum adat adalah istilah untuk menunjukkan
hukum yang tidak dimodifikasi di kalangan orang Indonesia asli dan
kalangan orang Timur asing (Cina, Arab dan lain-lain).
B. Sejarah Hukum Adat di Indonesia
Hukum adat di Indonesia dipengaruhi oleh banyak hal. Mulai dari masuknya
agama Hindu, Budha, Islam hingga masuknya pengaruh dari barat yaitu pada
zaman V.O.C, Inggris dan Hindia Belanda.
1. Zaman Sebelum Pengaruh Budaya Barat
a. Zaman Malaio Polinesia
Zaman di mana nenek moyang bangsa Indonesia mengarungi lautan
luas. Masyarakat percaya pada alam kesaktian yang berupa anggapan
semata dan sifatnya berupa benda kesaktian, paduan kesaktian, sari
kesaktian, sag hyang kesaktian dan pengantara kesaktian.
b. Zaman Hindu dan Budha
Zaman Hindu dan Budha di Indonesia terjadi selama 5 abad. Terjadi
perkembangan pesat karena terdapat kerajaan dan perekonomian.
Banyak ditemukan prasasti-prasasti namun yang menggambarkan adat
3
setempat sangat terbatas jumlahnya dan kurang bisa merepresentasikan
hukum adat saat itu.
c. Zaman Islam
Pada zaman Isam tidak terjadi banyak perubahan pada hukum adat. Hal
ini dikarenakan kuatnya unsure yang tertanam pada zaman Hindu
Budha. Islam hanya mempengaruhi sistem religinya saja namun tidak
merubah adat kebiasaan masyarakat.
2. Zaman Kekuasaan V.O.C
Zaman V.O.C berlaku hukum dalam bentuk plakat berupa pengumuman
atau ordonantie. Hukum ini hanya berlaku di daeran Jakarta dan sekitarnya,
sedangkan daerah pedalaman tetap berlaku hukum adat. Hukum adat yang
berlaku berasarkan ketuhanan, percaya pada karma, ancaman kesaktian, rasa
keselarasan, saling menghormati, dan pelaksanaan hukum berdasar
musyawarah.
3. Zaman Hindia Timur dan Inggris
Tidak jauh berbeda dengan masa V.O.C, pada zaman Hindia Timur dan
Inggris pemerintah juga membuat hukum khusus namun hukum adat juga
masih berlaku.
4. Zaman Hindia Belanda
Pada zaman Hindia Belanda terjadi pula pembuatan hukum khusus seperti
pada zaman sebelumnya. Namun berlaku juga hukum Eropa dan hukum adat
pun masih tetap berlaku asal tidak menyimpang dari hukum buatan dan
hukum Eropa.
4
5. Zaman Setelah Kemerdekaan
Hukum adat Indonesia adalah hukum asli Indonesia yang merupakan
cerminan asli bangsa. Oleh karena itu hukum adat dianggap sebagai
cerminan budaya bangsa yang patut dilestarikan. Sehingga hukum adat
dijadikan dasar dalam pembuatan hukum negara.
C. Pokok-pokok Hukum Adat di Indonesia
Hukum adat Indonesia juga mengatur dalam berbagai bidang kehidupan.
Antara lain hukum kekeluargaan, hukum perkawinan, hukum waris, hukum tanah
dan lain-lain. Namun biasanya tidak dipisahkan secara jelas antara pidana dan
perdata seperti hukum negara.
1. Hukum Kekeluargaan Adat
Keturunan adalah ketunggalan leluhur yang berarti adanya hubungan darah
antara orang seorang dan orang lain. Keturunan adalah unsur yang hakiki pada
serta mutlak pada sebuah klan, suku ataupun kerabat yang menginginkan dirinya
tidak punah, yang menghendaki agar ada generasi penerusnya. Untuk
menghindari hal tersebut dapat pula diadakan adopsi atau pengangkatan anak.
Keturunan memilki hak dan kewajiban tertentu yang sesuai dengan kedudukannya
dalam keluarga tersebut.
Dalam keturunan kita mengenal keturunan garis bapak atau keturunan
patrilineal biasa di daerah Tapanuli (Batak) dan keturunan garis ibu atau
keturunan matrilineal di daerah Minangkabau. Masyarakat yang dalam
kesehariannya hanya mengakui satu garis keturunan disebut unilateral, sedangkan
yang mengakui dari kedua belah pihak disebut bilateral biasa di daerah Jawa dan
Dayak.
Dalam garis keturunan patrilineal keturunan dari garis bapak dianggap
penting, sehingga hubungan kekeluargaan dari pihak bapak jauh lebih erat dan
5
keturunannya dianggap lebih penting, seperti dalam hal warisan. Hal ini juga
berlaku dalam keturunan matrilineal.
Anak adalah hal yang sangat penting untuk melanjutkan keturunan. Oleh
kaena itu dalam adat daerah pada saat terjadi kehamilan akan diadakan upacara-
upacara adat, begitu pula ketika kelahiran dan pada saat perkembangan anak.
Jika terjadi kematian pada orang tua maka dalam pemeliharaan anak diurusi
oleh keluarga terdekat. Dalam matrilineal pemeliharaan diserahkan kepada pihak
ibu, jika patrilineal diserahkan pada pihak bapak. Namun dalam keluarga bilateral
pengasuhan lebih bebas dan biasanya pada kerabat terdekat.
2. Hukum Perkawinan Adat
a. Matrilineal
Dalam matrilineal di mana garis keturunan berasal dari ibu penguasaan
di lapangan sosial semua berasal dari pihak ibu. Hak milik dan persoalan
keluarga semua ditangani dari pihak ibu.
Bentuk perkawinan dalam sistem matrilineal ada 3, yaitu:
Kawin Bertandang
Didasarkan pada prinsip exogami. Exogami adalah suatu sistem
perkawinan di mana seseorang harus kawi dengan anggota klan yang
lain. Dalam perkawinan ini tidak ada seorang pun yang meninggalkan
klannya. Suami hanya bertandang ke klan istri namun tidak menetap.
Semua hak kepemilikan termasuk harta dan hak anak berada di tangan
istri. Tidak ada harta bersama dalam sistem perkawinan ini.
Kawin Menetap
Ini merupakan perkembangan dari sistem kawin bertandang. Pada
sistem ini hilang sifat exogami dan mulai tercipta suasana baru.
6
Mereka membuat rumah terpisah dan suami tinggal menetap. Mulai
ada harta bersama.
Kawin Bebas
Pasangan suami istri maninggalkan klan dan pergi merantau. Meraka
mulai melepaskan diri dari ikatan Adat, ikatan Kelompok, ikatan Klan
dan melepaskan diri dari ikatan Harta Pusaka. Mereka pun biasanya
mulai menerapkan sistem bilateral.
b. Patrilineal
Dalam perkawinan patrilineal dikenal sistem perkawinan eksogami
jujur. Di sini wanita berubah statusnya dari anggota klannya menjadi
anggota klan suami. Hal ini berarti pasangan harus berlainan klan.
Dalam perkawinan eksogami jujur pihak laki-laki memberikan barang
jujur kepada pihak wanita sebagai ganti wanita tersebut. Dalam
pemberian jujur harus melambangkan pengertian, hasrat dan keinginan
secara hukum adat. Benda jujur ini tidak harus yang mahal, namun harus
dapat mengimbangi posisi wanita dalam klan keluarganya.
Kawin jujur mengandung tiga makna:
Yuridis yaitu terjadinya perpindahan klan dari istri mengikuti klan
suami dan dianggap anggota klan suami, sehingga jelas terjadi
perubahan status.
Sosial yaitu mempererat hubungan antar klan, hubungan
kekeluargaan dan dapat menghilangkan permusuhan.
Ekonomis yaitu adanya pertukaran barang.
Penyimpangan dalam perkawinan:
Adanya perkawinan tanpa jujur. Dianggap hina dan anaknya tidak
diakui, tidak sah dan masuk dalam klan ibu.
7
Kawin jujur dengan penjujuran yang ditangguhkan, digadaikan atau
dihutangkan. Jika laki-laki tidak dapat melunasi jujur itu maka ia
harus membayar jujur itu kepada ibunya sendiri.
Penyimpangan yang diperbolehkan adat:
Lampung
Kawin Tegak Tegi
Kawin untuk menghindarkan kepunahan. Di lampung sangat
penting anak laki-laki untuk dapat meneruskan keturunan. Jika
tidak ada maka dilakukan cara-cara yang sesuai hukum adat. Hal
yang dilakukan yaitu menikahkan anak perempuan dengan
bapaknya, menikahkan anak laki-laki dengan janda kakaknya
(ipar), adopsi, penunjukkan pengganti oleh Penghulu Rakyat.
Kawin Tambig Anak / Kawin Ambil Anak
Hukumnya sama dengan Kawin Tegak Tegi
Kawin Jeng Mirul
Mengambil anak sebagai menantu semata-mata hanya sebagai
wali yang mengurus harta namun tidak menjadi pemiliknya. Jika
kelak memiliki anak maka harta akan jatuh ke anaknya.
Kawin Menginjam Jago
Suami hanya sebagai “Jago” untuk mendapatkan keturunan
darinya dan tidak memiliki hak apapun.
Rejang (Bengkulu)
Dengan Kawin Semendo Rajo-Rajo adalah perkawinan yang biasa
dilakukan oleh bangsawan atau klan yang bermusuhan untuk
menghilangkan permusuhan, menjaga martabat, keturunan, kekayaan
8
dan kedudukan. Anak yang lahir menarik keturunan melalui garis
bapak ibu yang sama kuatnya yang akhirnya menjadi sistem
bilateral.
Daerah Semendo (Palembang Barat)
Kawin Juai Dua Negeri Dua, sistem ini juga membawa ke arah
sistem bilateral.
c. Bilateral
Bilateral Jawa
Dengan sistem Kawin Bebas yaitu bebas menikah dengan siapa saja
asal tidak bertentangan dengan kesusilaan setempat dan agama.
Namun juga tidak boleh dilakukan perkawinan jika masih
bersaudara.
Bilateral Kalimantan
Pada masyarakat Dayak terjadi perkawinan Endogami di mana
mereka mengadakan perkawinan satu sama lain di dalam tribe
mereka sendiri (antar keluarga).
Alasan menggunakan sistem endogami:
Dipandang dari sudut keamanan dan pertahanan.
Dipandang dari sudut pemilikan tanah, kebun, sawah dan
sebagainya.
Dipandang dari sudut kemurnian darah.
9
3. Hukum Waris Adat
Hukum waris adalah serangkaian peraturan yang mengatur penerusan dan
pengoperan harta peninggalan atau harta warisan dari sesuatu generasi ke generasi
lain, baik benda material maupun immaterial. Hukum waris mencakup persoalan
tndakan-tindakan mengenai pelimpahan harta benda semasa seseorang masih
hidup. Lembaga yang dipakai adalah hibah. Hibah adalah suatu tindakan hukumn
di dalam rangka hukum waris adat, bila seseorang menghadiahkan bagian tertentu
dari harta waris kepada seseorang yang tidak boleh lebih dari sepertiga dari
seluruh hartanya.
Sistematik hukum adat:
10
Hukum Waris Adat
Dibagi-bagi
(Individual)
Tidak Dibagi-bagi
(Kolektif)
Mayorat Kolektif
Minangkabau,Minahasa,Aceh,Cirebon
Jawa dan Kota Besar Lain
Hibah, Kedudukan Janda, Anak Angkat, Anak Tiri
Mayorat Laki-Laki
Bali, Lampung, Batak
Mayorat Perempuan
Semendo, Dayak, Toraja Barat
a. Harta Waris yang Tidak Dibagi-bagi
Adanya sistem hukum waris yang harta peninggalan tetap tidak dibagi-
bagi adalah ciri khas hukum adat. Setiap anak yang lahir merupakan
peserta dalam gabungan pemilikan Harta Pusaka berupa rumah, tanah,
kebun dan lain-lain berupa perhiasan dan senjata seperti keris dan
tombak. Selain itu nilai materialnya mengandung nilai magis-religio.
b. Mayorat
Pada sistem mayorat juga tidak ada pembagian harta. Seorang anak
tertua menjadi ahli waris yang menggantikan ayahnya tidak saja dalam
hal material menerima kepemilikan harta kekayaan namun juga wajib
memelihara, menafkahi, menyekolahkan, mendidik saudaranya dan atas
segala hal bertindak atas nama ayah almarhum.
Namun ada juga sistem bergiliran, di mana pemakain dan
pengurusan harta peninggalan yang tidak dibagi itu dilaksanakan secara
bergilir di antara para keluarga, sebagian dari harta dipegang sendiri-
sendiri dan kadang-kadang di tangan salah seorang dari mereka
seluruhnya.
c. Harta Warisan Dibagi-bagi
Hibah dan Wasiat
Hibah adalah suatu perbuatan atau tindakan hukum dalam rangka
Hukum Waris, bila seorang pewaris melakukan pengoperan atau
pembagian maupun pembekalan dari harta benda warisan yang
tertentu kepada seseorang tertentu atau ahli waris.
Fungsi hibah:
Sebagai koreksi terhadap hukum waris yang ada maksudnya
adalah karena jalan penghibahan itu, maka timbul kemungkinan
11
untuk sedikit banyak membetulkan aturan-aturan hukum ab
intestaat yang sudah tepat menurut pandangan tradisional dan
religius, namun tidak tepat lagi berhubung dengan perkembangan
dan kemajuan atau tidak memuaskan dan tidak member
pemecahan.
Sebagai tindakan untuk mencapai kepastian hukum yaitu untuk
menjamin kedudukan material dari istri atau janda dan untuk
memastikan para ahli waris mendapat bagian yang adil sehingga
tidak timbul perselisihan.
Tentang kedudukan janda
Kedudukan janda di dalam hukum waris adat adalah orang luar dari
keluarga suaminya, namun ia juga istri dan ibu dari anak-anaknya.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa:
Janda berhak akan jaminan nafkah seumur hidupnya.
Janda berhak menguasai harta peninggalan suaminya, lebih-lebih
jika mempunyai anak.
Janda berhak menahan barang asal suaminya.
Janda berhak menuntut bagian atau menuntut sebesar bagian
anak.
Dengan adanya hak-hak di atas kedudukan janda adalah kuat
meskipun ia bukan ahli waris ia terjamin oleh hak-hak tadi.
Tentang kedudukan anak angkat
Menurut bab tentang hukum adat anak angkat berhak mendapat
sebagian dari gono-gini dan atau mendapat nafkah untuk memulai
suatu usaha. Menurut hukum adatdi Jawa bahwa anak angkat bukan
12
ahli waris terhadap orang tua yang mengangkat tetapi ia mendapat
kauntungan atau hasil sebagai anggota rumah tangga.
Tentang kedudukan anak tiri
Anak tiri tetap ahli waris dari orang tua kandungnya bukan orang tua
tirinya, namun ia hanya sebagai anggota keluarga. Pada bab tentang
hukum adat anak tiri tidak berhak atas warisan bapak tirinya tapi ia
ikut mendapat penghasilan dari bagian harta peninggalan bapak
tirinya yang diberikan kepada ibunya sebagai nafkah janda.
D. Corak dan Kharakteristik Hukum Adat
Menurut F. D Holleman hukum adat memiliki corak dan kharakteristik
sebagai berikut:
1. Komunalistik yaitu manusia dalam hukum adat merupakan makhluk
dalam ikatan kemasyarakatan yang erat sehingga mendahulukan
kepentingan umum daripada kepentingan diri sendiri.
2. Religo-magis yaitu hukum adat selalu berkaitan dengan persoalan magis
spiritualisme di mana perpaduan kata yang mengandung unsure
beberapa sifat atau cara berpikir seperti prelogika, animism, pantangan
dan lain-lain.
3. Visual atau konkrit artinya dalam hukum adat ikatan hukum hanya
ditetapkan dengan sesuatu hal yang dapat dilihat dan nyata.
4. Tunai yaitu masyarakat melakukan transaksi secara tunai.
E. Perbedaan Hukum Adat dengan Hukum Barat
Menurut Soerojo terdapat tiga hal pokok yang menunjukkan perbedaan antara
sistem hukum barat dengan sistem hukum adat:
1. Sistem hukum barat mengenal pembedaan zakelijk rechten dan persoonlijk
rechten, sedangkan sistem hukum adat tidak mengenal pembedaan hak
13
sebagaimana demikian. Hak menurut sistem hukum adat ditentukan menurut
konteks keadaannya.
2. Dalam sistem hukum adat tidak mengenal klasifikasi atau pembidangan hukum
seperti halnya dikotomi menurut Ulpianus yang dianut dalam sistem hukum
barat yakni yang membagi ruang hukum menjadi dua yaitu hukum publik dan
hukum privat.
3. Jika dalam sistem hukum barat dikenal pembedaan pelanggaran hukum
menjadi pelanggaran hukum pidana dan pelanggaran hukum perdata, maka
dalam sistem hukum adat tidak mengenal pembedaan pelanggaran hukum
sebagai demikian. Pelanggaran hukum dalam sistem hukum adat hanya satu,
yakni yang disebut dengan delik adat.
14
III. Pengaruh Kemajuan IPTEK dan Transportasi terhadap
Hukum Adat Indonesia
Telah kita ketahui di atas bahwa hukum adat adalah hukum asli Indonesia
yang telah terdapat sejak zaman dahulu. Hukum adat selalu mengikuti
perkembangan zaman sesuai masa yang terjadi pada saat itu. Selain itu banyak
unsur-unsur baru yang masuk dan berpengaruh pada hukum adat. Namun pada
saat itu hukum adat masih dipegang teguh oleh masyarakat. Hal ini dikarenakan
belum adanya kepastian hukum dan persatuan di antara suku-suku. Masyarakat
hanya mengenal hukum adat dan peraturan lokal dari kerajaan atau pemerintah
yang berlaku pada saat itu dan sifatnya terbatas pada daerah tersebut.
Namun seiring kemajuan zaman perkembangan teknologi dan informasi
(IPTEK) membawa dampak yang sangat banyak. Terciptanya alat transportasi dan
informasi membuat pemikiran orang mulai berubah. Masuknya kebudayaan barat
yang tanpa filter membuat orang menelan mentah-mentah apa yang mereka
dapatakan tanpa berpikir apakah hal tersebut sesuai jika diterapkan di Indonesia
khususnya dengan hukum adat.
Saat ini eksistensi hukum adat mulai berkurang. Orang sudah mulai
berpikir kebarat-baratan dan memiliki sikap individualisme yang tinggi. Hukum
adat dianggap sudah tidak sesuai zaman lagi karena kolot dan kuno. Masuknya
norma baru dari luar serta terdapatnya pemerintahan pusat yang membuat aturan
baru yang lebih universal juga turut berpengaruh pada eksistensi hukum adat.
Globalisasi yang membuat dunia seolah-olah tanpa batas membuat masyarakat
daerah mulai terbuka akan adanya keberagaman dan mulai menerima perbedaan-
perbedaan, bahkan yang ekstrim sekalipun. Infrasrtuktrur yang dibangun
pemerintah termasuk sarana transportasi membuat makin mudahnya akses keluar
masuk masyarakat di pedalaman. Mereka yang keluar mulai terpengaruh dengan
hal baru kemudian membawanya masuk dan memperkenalkannya kepada anggota
suku yang lain. Selain itu banyak pula orang asing yang masuk sehingga
membawa pengaruh mereka kepada penduduk asli.
15
Hal-hal tersebut yang membuat mulai lunturnya hukum adat yang dulu
dijunjung tinggi oleh para masyarakatnya. Mereka mulai senang terhadap hal-hal
yang berbau asing dan kebarat-baratan dan menganggap budaya sendiri kuno.
Hingga kini hanya sedikit hukum adat yang kita ketahui yang masih dipegang
teguh oleh masyarakatnya.
16
IV. Asas Bhineka Tunggal Ika
Seperti kita ketahui Indonesia memiliki falsafah hidup Pancasila yang kita
junjung tinggi. Dalam Pancasila terdapat tulisan Bhineka Tunggal Ika yang berarti
berbeda-beda tetapi tetap satu. Bhineka Tunggal Ika mempunyai arti yang
mendalam jika kita maknai sungguh-sungguh. Bhineka Tunggal Ika memiliki
unsur harmoni, damai dan keindahan. Selain itu Bhineka Tunggal Ika juga
merupakan kunci pokok untuk menginterpretasikan keberagaman demi kesatuan
bangsa.
Ciri khas Bhineka Tunggal Ika adalah menempatkan pluralitas menjadi suatu
kebudayaan bangsa. Keberaneka ragaman adat di Indonesia bukan suatu halangan
untuk pemersatu bangsa. Hukum adat yang merupakan hukum asli Indonesia
bahkan menjadi salah satu faktor pembentuk hukum nasional. Namun kadang kala
timbul masalah karena terdapat banyaknya perbedaan pada masing-masing hukum
adat. Sifat etnosentris sering muncul di masyarakat kita. Seharusnya hal tersebut
dapat dikurangi jika kita benar-benar memaknai arti Bhineka Tunggal Ika.
Saat ini timbul masalah baru, yaitu terancamya eksistensi hukum adat.
Kemajuan IPTEK yang sangat pesat membawa pengaruh yang banyak terhadap
hukum adat. Mulai lunturnya hukum adat serta kesadaran masyarakat untuk
menjaga dan melestarikannya cukup mengkhawatirkan. Seharusnya hukum adat
yang menjadi salah satu cirri bangsa sekarang mulai kehilangan arah karena
ditinggalkan penganutnya. Sikap seperti ini tidak hanya mengancam eksistensi
hukum adat namun juga nasionalisme bangsa.
Oleh karena itu kita sebagai generasi muda seharusnya mulai memaknai betul
apa arti dari Bhineka Tunggal Ika dan mulai meresapi kembali nilai-nilai hukum
adat yang menjadi cirri khas bangsa Indonesia tanpa mengurangi rasa persatuan
kita, sehingga timbul rasa nasionalisme ynag tinggi di masyrakat dan juga
terjaganya kearifan lokal.
17
Daftar Pustaka
Hadikusuma, Hilman. 1983. Sejarah Hukum Adat Indonesia. Bandung: Penerbit
Alumni.
Muhammad, Bushar. 2006. Pokok-Pokok Hukum Adat. Jakarta: PT. Pradnya
Paramita.
Sudiyat, Iman. 1981. Asas-Asas Hukum Adat: Bekal Pengantar. Yogya: Liberty.
Soekanto. 1996. Meninjau Hukum Adat Indonesia: Suatu Pengantar untuk
Mempelajari Hukum Adat. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.
Sukarno, B. 2005. Tinjauan Filosofis Tentang Pancasila sebagai Filsafat.
Surakarta: Sebelas Maret University Press.
http://www.wikipedia .com
18
Top Related