7/29/2019 Selulitis Periorbita 3
1/13
RINOSINUSITIS MAKSILARIS DENTOGEN
DENGAN KOMPLIKASI SELULITIS PERIORBITA
Bagian IKTHT-KL Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya/
Departemen KTHT-KL RSUP Dr. Mohammad Hoesin
Palembang
AbstrakRinosinusitis dentogen merupakan suatu infeksi rongga sinus yang disebabkan oleh
adanya penyebaran infeksi dari gigi. Secara anatomis apeks gigi-gigi rahang atassangat dekat dengan dasar sinus, terutama sinus maksilaris. Gigi yang berlubang,
adanya abses atau infeksi di sekitar gigi harus segera diobati sebab masalah gigi di
rahang atas dapat menjalar sampai ke sinus. Komplikasi dari rinosinusitis dapatmenyebar ke orbita dan intrakranial.
Dilaporkan satu kasus rinosinusitis maksilaris detogen dengan komplikasi
selulitis periorbita pada seorang wanita umur 17 tahun dengan keluhan utama keluarnanah yang berbau busuk dari lubang hidung dan adanya riwayat sakit gigi. Telah
dilakukan pengobatan dengan antibiotik yang adekuat.
Kata kunci: rinosinusitis dentogen, komplikasi selulitis periorbita,antibiotik.
Abstract
Dentogen rhinosinusitis is an infection of the sinus cavities caused by the spread ofinfection from the teeth. The anatomical apex of the maxillary teeth are very close to
the basic sinus, especially the maxillary sinus. Untreated cavities, the presence of an
abscess or infection around the teeth should be treated promptly because of dentalproblems in the upper jaw can spread to the sinuses. Complications of rhinosinusitis
can spread to the orbit and intracranial.
Reported one case of dentogen maxillary rhinosinusitis with complications of
cellulitis periorbita in a 17-year-old woman with a chief complaint addresses a foul-smelling pus out of the nostrils and a history of toothache. Has done an adequate
treatment with antibiotics.
Key words: dentogen rhinosinusitis, cellulitis periorbital complications, antibiotic.
1
7/29/2019 Selulitis Periorbita 3
2/13
PENDAHULUAN
Rinosinusitis adalah peradangan pada satu atau lebih mukosa sinus
paranasal.1,2,3 Penyakit rinosinusitis selalu dimulai dengan penyumbatan daerah
kompleks osteomeatal oleh infeksi, obstruksi mekanis atau alergi dan oleh karena
penyebaran infeksi gigi.2,3 Secara anatomis apeks gigi-gigi rahang atas selain
insisivus sangat dekat dengan dasar sinus maksila sehingga bila terjadi karies, abses
atau infeksi di sekitar gigi dapat menjalar sampai ke sinus maksila.2,4 Rinosinusitis
maksilaris dentogen merupakan 10-12% dari kasus rinosinusitis maksila.4,5
Diagnosis rinosinusitis odontogenik harus dipertimbangkan pada individu
dengan gejala rinosinusitis maksila disertai riwayat infeksi odontogenik, bedah
dentoalveolar, bedah periodontal, atau pada pengobatan yang resisten terhadap terapi
sinusitis.5 Diagnosis biasanya membutuhkan evaluasi klinis gigi dan radiografi.4,5
KEKERAPAN
Di Eropa, rinosinusitis diperkirakan mengenai 10-30% populasi. Di Amerika,
lebih dari 30 juta penduduk per tahun menderita rinosinusitis. Wald di Amerika
menjumpai insiden pada orang dewasa antara 10-15% dari seluruh kasus rinosinusitis
yang berasal dari infeksi gigi.6
Ramalinggam di Madras, India mendapatkan bahwa rinosinusitis maksila tipe
dentogen sebanyak 10% kasus yang disebabkan oleh abses gigi dan abses apikal. 7
Becker et al. dari Bonn, Jerman menyatakan 10% infeksi pada sinus maksila
disebabkan oleh penyakit pada akar gigi. Granuloma dental, khususnya pada
premolar kedua dan molar pertama sebagai penyebab rinosinusitis maksila dentogen.8
Highler dari Minnesota, Amerika Serikat menyatakan 10% kasus rinosinusitis
maksila yang terjadi setelah gangguan pada gigi.9
Data dari sub bagian Rinologi THT FKUI RSCM menunjukkan angka
kejadian rinosinusitis yang tinggi yaitu 248 pasien (50%) dari 496 pasien. Farhat di
Medan mendapatkan insiden rinosinusitis dentogen di Departemen THT-KL/RSUP
H. Adam Malik sebesar 13.67%.4
2
7/29/2019 Selulitis Periorbita 3
3/13
Di bagian THT-KL RSMH Palembang dari tahun 2004-2012 didapatkan 2
kasus rinosinusitis dentogen dengan komplikasi masing-masing selulitis orbita dan
periorbita.
ANATOMI
Sinus paranasal merupakan salah satu organ tubuh manusia yang sulit
dideskripsi karena bentuknya sangat bervariasi pada tiap individu. Ada empat pasang
sinus paranasal, mulai dari yang terbesar yaitu sinus maksila, sinus frontal, sinus
etmoid dan sinus sfenoid kanan dan kiri. Sinus paranasal merupakan hasil
pneumatisasi tulang-tulang kepala, sehingga terbentuk rongga di dalam tulang, semua
sinus mempunyai muara ke dalam rongga hidung.1,3,10
Secara embriologik, sinus paranasal berasal dari invaginasi mukosa rongga
hidung dan perkembangannya dimulai pada fetus usia 3-4 bulan, kecuali sinus
sfenoid dan sinus frontal. Sinus maksila dan sinus etmoid telah ada saat bayi lahir,
sedangkan sinus frontal berkembang dari sinus etmoid anterior pada anak yang
berusia kurang lebih 8 tahun. Pneumatisasi sinus sfenoid dimulai pada usia 8-10
tahun dan berasal dari bagian postero-superior rongga hidung. Sinus-sinus ini
umumnya mencapai besar maksimal pada usia antara 15-18 tahun.1,3
Sinus maksila merupakan sinus paranasal yang terbesar. Saat lahir sinus
maksila bervolume 6-8 ml, sinus kemudian berkembang dengan cepat dan akhirnya
mencapai ukuran maksimal, yaitu 15 ml saat dewasa.1,10 Sinus maksila berbentuk
piramid. Dinding anterior sinus ialah permukaan fasial os maksila yang disebut fosa
kanina, dinding posteriornya adalah permukaan infratemporal maksila, dinding
medialnya ialah dinding lateral rongga hidung, dinding superiornya ialah dasar orbita
dan dinding inferiornya ialah prossesus alveolaris dan palatum. Ostium sinus maksila
berada di sebelah superior dinding medial sinus dan bermuara ke hiatus semilunaris
melalui infundibulum etmoid.10,11
Sinus frontal yang terletak di os frontal mulai terbentuk sejak bulan ke-empat
fetus, berasal dari sel-sel resesus frontal atau dari sel-sel infundibulum etmoid.
3
7/29/2019 Selulitis Periorbita 3
4/13
Sesudah lahir, sinus frontal mulai berkembang pada usia 8-10 tahun dan akan
mencapai ukuran maksimal sebelum usia 20 tahun.10,11 Sinus frontal kanan dan kiri
biasanya tidak simetris, satu lebih besar daripada lainnya dan dipisahkan oleh sekat
yang terletak di garis tengah. Kurang lebih 15% orang dewasa hanya mempuyai satu
sinus frontal dan kurang lebih 5% sinus frontalnya tidak berkembang.3,10,11
Ukuran sinus frontal adalah 2,8 cm tingginya, lebarnya 2,4 cm dan dalamnya
2 cm. Sinus frontal biasanya bersekat-sekat dan tepi sinus berlekuk-lekuk. Tidak
adanya gambaran septum-septum atau lekuk-lekuk dinding sinus pada foto rontgen
menunjukkan adanya infeksi sinus. Sinus frontal dipisahkan oleh tulang yang relatif
tipis dari orbita dan fosa serebri anterior, sehingga infeksi dari sinus frontal mudah
menjalar ke daerah ini.3,11 Drainase sinus frontal melalui ostiumnya yang terletak di
resesus frontal, yang berhubungan dengan infundibulum etmoid.10,11
Dari semua sinus paranasal, sinus etmoid yang paling bervariasi dan akhir-
akhir ini dianggap paling penting, karena dapat merupakan fokus infeksi bagi sinus-
sinus lainnya. Pada orang dewasa bentuk sinus etmoid seperti piramid dengan
dasarnya di bagian posterior. Ukurannya dari anterior ke posterior 4-5 cm, tinggi 2.4
cm dan lebarnya 0.5 cm di bagian anterior dan 1.5 cm di bagian posterior.1,3,11
Sinus etmoid berongga-rongga, terdiri dari sel-sel yang menyerupai sarang
tawon, yang terdapat di dalam massa bagian lateral os etmoid, yang terletak diantara
konka media dan dinding medial orbita. Sel-sel ini jumlahnya bervariasi. Berdasarkan
letaknya sinus etmoid dibagi menjadi sinus etmoid anterior yang bermuara di meatus
medius dan sinus etmoid posterior yang bermuara di meatus superior. Sel-sel sinus
etmoid anterior biasanya kecil-kecil dan banyak, letaknya di depan lempeng yang
menghubungkan bagian posterior konka media dengan dinding lateral yang disebut
lamina basalis, sedangkan sel-sel sinus etmoid posterior biasanya lebih besar dan
lebih sedikit jumlahnya dan terletak di posterior dari lamina basalis.10,11
Di bagian terdepan sinus etmoid aterior ada bagian yang sempit, disebut
resesus frontal, yang berhubungan dengan sinus frontal. Sel etmoid yang terbesar
disebut bula etmoid. Di daerah etmoid anterior terdapat suatu penyempitan yang
4
7/29/2019 Selulitis Periorbita 3
5/13
disebut infundibulum, tempat bermuaranya ostium sinus maksila. Pembengkakan atau
peradangan di resesus frontal dapat menyebabkan rinosinusitis frontal dan
pembengkakan di infundibulum dapat menyebabkan rinosinusitis maksila.10 Atap
sinus etmoid yang disebut fovea etmoidalis berbatasan dengan lamina kribrosa.
Dinding lateral sinus adalah lamina papirasea yang sangat tipis dan membatasi sinus
etmoid dari rongga orbita. Di bagian belakang sinus etmoid posterior berbatasan
dengan sinus sfenoid.3,11
Sinus sfenoid terletak dalam os sfenoid di belakang sinus etmoid posterior.
Sinus sfenoid dibagi dua oleh sekat yang disebut septum intersfenoid. ukuranya
adalah 2 cm, tingginya 2.3 cm dan lebarnya 1.7 cm. Volumenya bervariasi dari 5-7.5
ml. Saat sinus berkembang, pembuluh darah dan nervus di bagian lateral os sfenoid
akan menjadi sangat berdekatan dengan rongga sinus dan tampak sebagai indentasi
pada dinding sinus sfenoid.1,11 Batas-batasnya ialah, sebelah superior terdapat fosa
serebri media dan kelenjar hipofisis, sebelah inferiornya atap nasofaring, sebelah
lateral berbatasan dengan sinus kavernosus dan a. karotis interna dan di sebelah
posteriornya berbatasan dengan fosa serebri posterior di daerah pons.3,10
Pada sepertiga tengah dinding lateral hidung yaitu di meatus medius, ada
muara-muara saluran dari sinus maksila, sinus frontal dan sinus etmoid anterior.
Daerah ini rumit dan sempit dan dinamakan kompleks osteomeatal, terdiri dari
infundibulum etmoid yang terdapat di belakang prosesus unsinatus, resesus frontalis,
bula etmoid dan sel-sel etmoid anterior dengan ostiumnya dan ostium sinus
maksila.1,3
Sinus maksila disebut juga antrum Highmore, letaknya dekat akar gigi rahang
atas, maka infeksi gigi mudah menyebar ke sinus, disebut rinosinusitis dentogen.1,10
Lokasi gigi yang terbanyak menyebabkan rinosinusitis maksilaris dentogen adalah
gigi molar pertama, premolar kedua, dan premolar pertama.12 Akar gigi premolar
kedua dan molar pertama berhubungan dekat dengan lantai dari sinus maksila dan
pada sebagian individu berhubungan langsung dengan mukosa sinus maksila
5
7/29/2019 Selulitis Periorbita 3
6/13
sehingga dapat terjadi penyebaran infeksi bakteri langsung dari akar gigi ke dalam
sinus maksila.4,5,12
Dari hasil perhitungan resiko relatif yang dilakukan oleh Primartono dan
Suprihati Semarang, 2003 didapatkan bahwa infeksi gigi premolar atas mempunyai
kemungkinan 12 kali lebih besar untuk terjadi rinosinusitis maksilaris dibandingkan
dengan rinosinusitis maksilaris tanpa infeksi gigi.12
ETIOLOGI
Terjadinya rinosinusitis dentogen dapat melalui beberapa cara antara lain; (1)
penjalaran infeksi gigi, infeksi periapikal gigi maksila dari kaninus sampai gigi molar
tiga atas. Biasanya infeksi lebih sering terjadi pada kasus-kasus akar gigi yang hanya
terpisah dari sinus oleh tulang yang tipis, walaupun kadang-kadang ada juga infeksi
mengenai sinus yang dipisahkan oleh tulang yang tebal. (2) Prosedur ekstraksi gigi,
misalnya terdorong gigi ataupun akar gigi sewaktu akan diusahakan mencabutnya,
atau terbukanya dasar sinus sewaktu dilakukan pencabutan gigi. (3) Penjalaran
penyakit periodontal yaitu adanya penjalaran infeksi dari membran periodontal
melalui tulang spongiosa ke mukosa sinus. (4) Trauma, terutama fraktur maksila yang
mengenai prosesus alveolaris dan sinus maksila. (5) Hubungan langsung gigi maksila
dengan sinus maksila terutama gigi molar tiga terpendam. (6) Adanya benda asing
dalam sinus berupa fragmen akar gigi dan bahan tambalan akibat pengisian saluran
akar yang berlebihan. (7) Osteomielitis akut dan kronis pada maksila. (8) Kista
dentogen yang seringkali meluas ke sinus maksila, seperti kista radikuler dan
folikuler. (9) Neoplasma yang mengadakan infiltrasi ke dalam sinus maksila.4,5,12
PATOFISIOLOGI
Kegagalan transpor mukus dan menurunnya ventilasi sinus merupakan faktor
utama berkembangnya rinosinusitis.3 Rinosinusitis dentogen dapat terjadi melalui dua
cara yaitu yang pertama infeksi gigi yang kronis dapat menimbulkan jaringan
granulasi di dalam mukosa sinus maksilaris, hal ini akan menghambat gerakan silia
6
7/29/2019 Selulitis Periorbita 3
7/13
ke arah ostium dan berarti menghalangi drainase sinus. Gangguan drainase ini akan
mengakibatkan sinus mudah mengalami infeksi. Cara lain yaitu kuman dapat
menyebar secara langsung, hematogen atau limfogen dari granuloma apikal atau
kantong periodontal gigi ke sinus maksila.2,4
Patofisiologi rinosinusitis adalah sebagai berikut: Inflamasi mukosa hidung
menyebabkan pembengkakan dan eksudasi, yang mengakibatkan obstruksi ostium
sinus.2,4,5 Obstruksi ini menyebabkan gangguan ventilasi dan drainase, resorbsi
oksigen yang ada di rongga sinus, kemudian terjadi hipoksia dimana terjadi
penurunan oksigen, pH menurun dan tekanan intra sinus yang negatif, selanjutnya
diikuti peningkatan permeabilitas kapiler, sekresi kelenjar meningkat kemudian
transudasi, peningkatan eksudasi serous, penurunan fungsi silia, akhirnya terjadi
retensi sekresi di sinus yang sangat cocok untuk pertumbuhan kuman.13
DIAGNOSIS
Diagnosis rinosinusitis dentogen ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan nasoendoskopi dan pemeriksaan penunjang.2,3,13 Pada
anamnesis didapatkan riwayat rinore purulen dan biasanya bau, adanya riwayat
infeksi atau trauma pada gigi, sumbatan hidung, nyeri tekanan pada muka, nyeri
kepala, demam, ingus belakang hidung, batuk, anosmia atau hiposmia, nyeri
periorbital dan nyeri gigi. Pemeriksaan rinoskopi merupakan pemeriksaan rutin
untuk melihat tanda patogen pada rongga hidung yaitu pada rinoskopi anterior
didapatkan sekret purulen di meatus medius atau superior atau pada rinoskopi
posterior akan tampak adanya sekret purulen di nasofaring. Pemeriksaan
nasoendoskopi dilakukan untuk menilai kondisi kavum nasi hingga ke nasofaring.
Pemeriksaan ini dapat memperlihatkan dengan jelas keadaan dinding lateral hidung.
Pemeriksaan penunjang dapat berupa pemeriksaan foto sinus paranasal, pemeriksaan
mikrobiologi, pemeriksaan gigi dan pemeriksaan CT scan sinus paranasal.2,13
Sesuai dengan kriteriaAmerican Academy of Otolaryngology Head and Neck
Surgery 1996, yang mana diagnosis rinosinusitis membutuhkan setidaknya 2 faktor
7
7/29/2019 Selulitis Periorbita 3
8/13
mayor atau setidaknya 1 faktor mayor dan 2 faktor minor dari serangkaian gejala dan
tanda klinis, riwayat penyakit gigi geligi, serta temuan radiologi sinus paranasal dan
CT Scan. Selain itu, kadang diperlukan konsultasi dengan departemen kedokteran
gigi untuk mendukung dan membuat diagnosis rinosinusitis dentogen serta
penatalaksanaannya.2,13,14
PENATALAKSANAAN
Prinsip penatalaksanan rinosinusitis dentogen adalah mengatasi masalah gigi,
konservatif dan operatif.13,15 Penatalaksanaan konservatif menurut algoritma dan
prosedur penatalaksanaan rinosinusitis akut, terapi konsevatif medikamentosa berupa
antibiotik empirik selama 2 x 24 jam, diberikan antibiotik lini I seperti amoksisilin
atau kotrimoksazol ditambah dengan terapi tambahan antara lain dekongestan,
mukolitik dan analgetik.13,14 Bila ada perbaikan terapi diteruskan selama 7 14 hari,
bila tidak ada perbaikan diberikan antibiotik lini II seperti amksilin klavulanat,
ampisilin, sulbaktam, cefalosporin generasi ke II atau makrolid selama 7 hari. Bila
ada perbaikan terapi diteurskan selama 7 14 hari, bila tidak ada perbaikan dilakukan
pemeriksaan tambahan berupa rongen polos, CT scan dan pemeriksaan
nasoendoskopi serta dilakukan kultur dan resistensi kuman. Terapi selanjutnya
disesuaikan dengan hasil dari kultur resistensi kuman. Bila terdapat kemungkinan
terjadinya sinusitis berulang maka dilakukan terapi sinusitis kronik.13,14,15
Tindakan operatif dilakukan apabila terapi konservatif tidak mengalami
perbaikan. Pada tindakan operatif bisa dilakukan antara lain; antrostomi meatus
inferior, Caldwell-Luc, etmoidektomi intra dan ekstra nasal, trepanasi sinus frontal
dan bedah sinus endoskopik fungsional (BSEF) yang merupakan perkembangan pesat
dalam bedah sinus. Tehnik BSEF ini dianjurkan pertama kali oleh Messerklinger dan
dipolpulerkan oleh Stammberger dan Kennedy. BSEF adalah operasi pada hidung
dan sinus yang menggunakan endoskopi dengan tujuan menormalkan kembali
ventilasi sinus dan drainase mukosiler dengan cara membuka dan membersihkan
kompleks osteomeatal.13,16,17
8
7/29/2019 Selulitis Periorbita 3
9/13
ALGORITMA DAN PROSEDUR PENATALAKSANAAN SINUSITIS
9
7/29/2019 Selulitis Periorbita 3
10/13
10
7/29/2019 Selulitis Periorbita 3
11/13
Tabel. Algoritma penatalaksanaan sinusitis.14
KOMPLIKASI ORBITA
Meskipun komplikasi rinosinusitis sudah jarang dijumpai pada era antibiotik
sekarang ini, komplikasi serius masih dapat terjadi.4,12 Yang harus diingat komplikasi
rinosinusitis akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas bila tidak mendapatkanpenanganan yang baik dan adekuat.13 Beberapa faktor yang diduga sebagai penyebab
terjadinya komplikasi antara lain; terapi yang tidak adekuat, daya tahan tubuh yang
rendah, virulensi kuman dan penanganan tindakan operatif terlambat dilakukan.13,15
Secara anatomi perbatasan daerah mata dan sinus sangat tipis yaitu batas
medial sinus etmoid dan sfenoid, batas superior sinus frontal dan batas inferior sinus
maksila.1,3 Rinosinusitis merupakan salah satu penyebab utama infeksi orbita. Pada
era pre antibiotik hampir 50 % terjadi komplikasi ke mata, 17 % berlanjut ke
meningen dan 20 % terjadi kebutaan.15,16
Komplikasi ke orbita dapat terjadi pada segala usia, tetapi pada anak-anak
lebih sering.13 Pembengkakan orbita dapat merupakan manifestasi dari ethmoiditis
akut, namun sinusitis frontalis dan sinus maksilaris juga dapat menimbulkan
komplikasi ke orbita. Komplikasi ini dapat melalui dua jalan antara lain secara
langsung melalui dehisensi kongenital ataupun adanya erosi pada tulang
barier terutama lamina papirasea dan secara retrograde tromboplebitis melalui
anyaman pembuluh darah yang berhubungan langsung antara wajah, rongga hidung,
sinus dan orbita.13,15
Chandler dkk. mengelompokkan lima jenis komplikasi ke orbita antara lain;
(1) Selulitis periorbita ditandai dengan gejala yang tampak pembengkakan dan
hiperemis daerah periorbita. (2) Selulitis orbita, tampak adanya proptosis, kemosis,
11
7/29/2019 Selulitis Periorbita 3
12/13
penurunan gerak ekstra okuler. (3) Abses subperiosteal yaitu tertimbunnya pus
diantara periorbita dan dinding tulang orbita, gejala proptosis lebih jelas dan
penurunan gerak bola mata. (4) Abses orbita dengan ditemukan pus yang tertimbun di
dalam orbita, gejalnya optalmoplegi, proptosis dan kebutaan. (5) Trombosis sinus
kavernosus, sama dengan gejala-gejala abses orbita yang disertai tanda-tanda
meningitis.15,16,17
DAFTAR PUSTAKA
1. Soetjipto D, Mangunkusumo E. Sinus Paranasal. Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Telinga-Hidung-Tenggorok, Kepala Leher. Edisi VI. Jakarta, Balai Penerbit
FKUI, 2008; 145-53. 21
2. Mulyarjo, Soejak S. Rinosinusitis. Naskah Lengkap Perkembangan Terkini
Diagnosis dan Penatalaksanaan S. Rinosinusitis. Surabaya, 2006; 1-63.
3. Ekadayu I. Hidung, anatomi dan fisiologi terapan dan penyakit sinus
paranasalis. Dalam: Adam GL. BOIES buku ajar penyakit THT. Jakarta: EGC;
1997. Hal. 173-88, 240-57.
4. Bashiruddin J, Soetjipto D, Rifki N. Abses orbita sebagai komplikasi
rinosinusitis maksila dan etmoid akibat infeksi gigi. Kumpulan Naskah Pertemuan
Ilmiah Tahunan Perhati.
5. US National library of medicine, PubMed. Sinusitis odontogenic origin,
[internet], c2006 September [cited 2012 Maret]. Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/16949963.
6. Wald ER, Rhinitis and acute and chronic rinosinusitis. Pediatric
Otolaryngology 2nd edition. Philadelphia, WB Saunders; 729-44.
7. Ramalinggam KK. Anatomy and physiology of nose and paranasal sinuses. A
Short Practice of Otolaryngology. All India Publishers; 214-31.
8. Becker W, Naumann HH, Pfaltz CR. Clinical aspects of disease of the nose.
In : Ear, nose and throath disease. A pocket reference. New York: Medical
publisher Inc, 1994: 224-7.
12
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/16949963http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/169499637/29/2019 Selulitis Periorbita 3
13/13
9. Hilger PA. Penyakit sinus paranasalis, Dalam: Boies. Buku Ajar THT.
Jakarta: Penerbit buku kedokteran EGC, 1994: 240-60.
10. Dhingra PL, Anatomy of the nose. In: Disease of ear, nose and throat. 2nd ed.
New Delhi: Churchil Livingstone; 2002. P.129-133.
11. Ballenger JJ. Hidung dan sinus paranasal. Dalam: Penyakit telinga, hidung
tenggorok, kepala dan leher ed 13,Jakarta: Binarupa Aksara, 1994; hal 1-27.
12. Farhat, Primartono, Suprihati. Peran Infeksi Gigi Rahang Atas Pada Kejadian
Sinusitis Maksila di RSUP H.Adam Malik Medan. Dalam : Majalah Kedokteran
Nusantara. 2003: Volume 39; No.4, Hal 386-92.
13. Nizar NW, Wardani. Anatomi endoskopik hidung-sinus paranasal dan
patofisiologi sinusitis. Kumpulan Makalah Kursus Bedah Endoskopi Fungsional
(BSEF). Hotel Santika, Jakarta, 1999, hal 1-8.
14. Soetjipto D., Wardhani RS. Guideline Penyakit THT di Indonesia, PP.
PERHATI-KL, 2007, 63.
15. Pinheiro AD, Facer GW, Kern EB. Sinusitis current concept and management.
In: Bailey ed. Otolaryngology- Head and neck surgery. 2nd ed. Philadelphia.
Lippincot-Raven Publisher;1995:441-5.
16. Stammberger H. FESS. In: Endoscopic and surgery of the paranasal sinuses
and anterior skull base-the messerklinger technique and advance application from
Graz School. Tutlingen, Germany, 1996.
17. Sukgi S, Choi, Kenneth M, Grundfast. Complication in sinus diseases.
Diseases of sinuses diagnosis and management. 2001:169-176.
13