Selulitis Periorbita 3

download Selulitis Periorbita 3

of 13

Transcript of Selulitis Periorbita 3

  • 7/29/2019 Selulitis Periorbita 3

    1/13

    RINOSINUSITIS MAKSILARIS DENTOGEN

    DENGAN KOMPLIKASI SELULITIS PERIORBITA

    Bagian IKTHT-KL Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya/

    Departemen KTHT-KL RSUP Dr. Mohammad Hoesin

    Palembang

    AbstrakRinosinusitis dentogen merupakan suatu infeksi rongga sinus yang disebabkan oleh

    adanya penyebaran infeksi dari gigi. Secara anatomis apeks gigi-gigi rahang atassangat dekat dengan dasar sinus, terutama sinus maksilaris. Gigi yang berlubang,

    adanya abses atau infeksi di sekitar gigi harus segera diobati sebab masalah gigi di

    rahang atas dapat menjalar sampai ke sinus. Komplikasi dari rinosinusitis dapatmenyebar ke orbita dan intrakranial.

    Dilaporkan satu kasus rinosinusitis maksilaris detogen dengan komplikasi

    selulitis periorbita pada seorang wanita umur 17 tahun dengan keluhan utama keluarnanah yang berbau busuk dari lubang hidung dan adanya riwayat sakit gigi. Telah

    dilakukan pengobatan dengan antibiotik yang adekuat.

    Kata kunci: rinosinusitis dentogen, komplikasi selulitis periorbita,antibiotik.

    Abstract

    Dentogen rhinosinusitis is an infection of the sinus cavities caused by the spread ofinfection from the teeth. The anatomical apex of the maxillary teeth are very close to

    the basic sinus, especially the maxillary sinus. Untreated cavities, the presence of an

    abscess or infection around the teeth should be treated promptly because of dentalproblems in the upper jaw can spread to the sinuses. Complications of rhinosinusitis

    can spread to the orbit and intracranial.

    Reported one case of dentogen maxillary rhinosinusitis with complications of

    cellulitis periorbita in a 17-year-old woman with a chief complaint addresses a foul-smelling pus out of the nostrils and a history of toothache. Has done an adequate

    treatment with antibiotics.

    Key words: dentogen rhinosinusitis, cellulitis periorbital complications, antibiotic.

    1

  • 7/29/2019 Selulitis Periorbita 3

    2/13

    PENDAHULUAN

    Rinosinusitis adalah peradangan pada satu atau lebih mukosa sinus

    paranasal.1,2,3 Penyakit rinosinusitis selalu dimulai dengan penyumbatan daerah

    kompleks osteomeatal oleh infeksi, obstruksi mekanis atau alergi dan oleh karena

    penyebaran infeksi gigi.2,3 Secara anatomis apeks gigi-gigi rahang atas selain

    insisivus sangat dekat dengan dasar sinus maksila sehingga bila terjadi karies, abses

    atau infeksi di sekitar gigi dapat menjalar sampai ke sinus maksila.2,4 Rinosinusitis

    maksilaris dentogen merupakan 10-12% dari kasus rinosinusitis maksila.4,5

    Diagnosis rinosinusitis odontogenik harus dipertimbangkan pada individu

    dengan gejala rinosinusitis maksila disertai riwayat infeksi odontogenik, bedah

    dentoalveolar, bedah periodontal, atau pada pengobatan yang resisten terhadap terapi

    sinusitis.5 Diagnosis biasanya membutuhkan evaluasi klinis gigi dan radiografi.4,5

    KEKERAPAN

    Di Eropa, rinosinusitis diperkirakan mengenai 10-30% populasi. Di Amerika,

    lebih dari 30 juta penduduk per tahun menderita rinosinusitis. Wald di Amerika

    menjumpai insiden pada orang dewasa antara 10-15% dari seluruh kasus rinosinusitis

    yang berasal dari infeksi gigi.6

    Ramalinggam di Madras, India mendapatkan bahwa rinosinusitis maksila tipe

    dentogen sebanyak 10% kasus yang disebabkan oleh abses gigi dan abses apikal. 7

    Becker et al. dari Bonn, Jerman menyatakan 10% infeksi pada sinus maksila

    disebabkan oleh penyakit pada akar gigi. Granuloma dental, khususnya pada

    premolar kedua dan molar pertama sebagai penyebab rinosinusitis maksila dentogen.8

    Highler dari Minnesota, Amerika Serikat menyatakan 10% kasus rinosinusitis

    maksila yang terjadi setelah gangguan pada gigi.9

    Data dari sub bagian Rinologi THT FKUI RSCM menunjukkan angka

    kejadian rinosinusitis yang tinggi yaitu 248 pasien (50%) dari 496 pasien. Farhat di

    Medan mendapatkan insiden rinosinusitis dentogen di Departemen THT-KL/RSUP

    H. Adam Malik sebesar 13.67%.4

    2

  • 7/29/2019 Selulitis Periorbita 3

    3/13

    Di bagian THT-KL RSMH Palembang dari tahun 2004-2012 didapatkan 2

    kasus rinosinusitis dentogen dengan komplikasi masing-masing selulitis orbita dan

    periorbita.

    ANATOMI

    Sinus paranasal merupakan salah satu organ tubuh manusia yang sulit

    dideskripsi karena bentuknya sangat bervariasi pada tiap individu. Ada empat pasang

    sinus paranasal, mulai dari yang terbesar yaitu sinus maksila, sinus frontal, sinus

    etmoid dan sinus sfenoid kanan dan kiri. Sinus paranasal merupakan hasil

    pneumatisasi tulang-tulang kepala, sehingga terbentuk rongga di dalam tulang, semua

    sinus mempunyai muara ke dalam rongga hidung.1,3,10

    Secara embriologik, sinus paranasal berasal dari invaginasi mukosa rongga

    hidung dan perkembangannya dimulai pada fetus usia 3-4 bulan, kecuali sinus

    sfenoid dan sinus frontal. Sinus maksila dan sinus etmoid telah ada saat bayi lahir,

    sedangkan sinus frontal berkembang dari sinus etmoid anterior pada anak yang

    berusia kurang lebih 8 tahun. Pneumatisasi sinus sfenoid dimulai pada usia 8-10

    tahun dan berasal dari bagian postero-superior rongga hidung. Sinus-sinus ini

    umumnya mencapai besar maksimal pada usia antara 15-18 tahun.1,3

    Sinus maksila merupakan sinus paranasal yang terbesar. Saat lahir sinus

    maksila bervolume 6-8 ml, sinus kemudian berkembang dengan cepat dan akhirnya

    mencapai ukuran maksimal, yaitu 15 ml saat dewasa.1,10 Sinus maksila berbentuk

    piramid. Dinding anterior sinus ialah permukaan fasial os maksila yang disebut fosa

    kanina, dinding posteriornya adalah permukaan infratemporal maksila, dinding

    medialnya ialah dinding lateral rongga hidung, dinding superiornya ialah dasar orbita

    dan dinding inferiornya ialah prossesus alveolaris dan palatum. Ostium sinus maksila

    berada di sebelah superior dinding medial sinus dan bermuara ke hiatus semilunaris

    melalui infundibulum etmoid.10,11

    Sinus frontal yang terletak di os frontal mulai terbentuk sejak bulan ke-empat

    fetus, berasal dari sel-sel resesus frontal atau dari sel-sel infundibulum etmoid.

    3

  • 7/29/2019 Selulitis Periorbita 3

    4/13

    Sesudah lahir, sinus frontal mulai berkembang pada usia 8-10 tahun dan akan

    mencapai ukuran maksimal sebelum usia 20 tahun.10,11 Sinus frontal kanan dan kiri

    biasanya tidak simetris, satu lebih besar daripada lainnya dan dipisahkan oleh sekat

    yang terletak di garis tengah. Kurang lebih 15% orang dewasa hanya mempuyai satu

    sinus frontal dan kurang lebih 5% sinus frontalnya tidak berkembang.3,10,11

    Ukuran sinus frontal adalah 2,8 cm tingginya, lebarnya 2,4 cm dan dalamnya

    2 cm. Sinus frontal biasanya bersekat-sekat dan tepi sinus berlekuk-lekuk. Tidak

    adanya gambaran septum-septum atau lekuk-lekuk dinding sinus pada foto rontgen

    menunjukkan adanya infeksi sinus. Sinus frontal dipisahkan oleh tulang yang relatif

    tipis dari orbita dan fosa serebri anterior, sehingga infeksi dari sinus frontal mudah

    menjalar ke daerah ini.3,11 Drainase sinus frontal melalui ostiumnya yang terletak di

    resesus frontal, yang berhubungan dengan infundibulum etmoid.10,11

    Dari semua sinus paranasal, sinus etmoid yang paling bervariasi dan akhir-

    akhir ini dianggap paling penting, karena dapat merupakan fokus infeksi bagi sinus-

    sinus lainnya. Pada orang dewasa bentuk sinus etmoid seperti piramid dengan

    dasarnya di bagian posterior. Ukurannya dari anterior ke posterior 4-5 cm, tinggi 2.4

    cm dan lebarnya 0.5 cm di bagian anterior dan 1.5 cm di bagian posterior.1,3,11

    Sinus etmoid berongga-rongga, terdiri dari sel-sel yang menyerupai sarang

    tawon, yang terdapat di dalam massa bagian lateral os etmoid, yang terletak diantara

    konka media dan dinding medial orbita. Sel-sel ini jumlahnya bervariasi. Berdasarkan

    letaknya sinus etmoid dibagi menjadi sinus etmoid anterior yang bermuara di meatus

    medius dan sinus etmoid posterior yang bermuara di meatus superior. Sel-sel sinus

    etmoid anterior biasanya kecil-kecil dan banyak, letaknya di depan lempeng yang

    menghubungkan bagian posterior konka media dengan dinding lateral yang disebut

    lamina basalis, sedangkan sel-sel sinus etmoid posterior biasanya lebih besar dan

    lebih sedikit jumlahnya dan terletak di posterior dari lamina basalis.10,11

    Di bagian terdepan sinus etmoid aterior ada bagian yang sempit, disebut

    resesus frontal, yang berhubungan dengan sinus frontal. Sel etmoid yang terbesar

    disebut bula etmoid. Di daerah etmoid anterior terdapat suatu penyempitan yang

    4

  • 7/29/2019 Selulitis Periorbita 3

    5/13

    disebut infundibulum, tempat bermuaranya ostium sinus maksila. Pembengkakan atau

    peradangan di resesus frontal dapat menyebabkan rinosinusitis frontal dan

    pembengkakan di infundibulum dapat menyebabkan rinosinusitis maksila.10 Atap

    sinus etmoid yang disebut fovea etmoidalis berbatasan dengan lamina kribrosa.

    Dinding lateral sinus adalah lamina papirasea yang sangat tipis dan membatasi sinus

    etmoid dari rongga orbita. Di bagian belakang sinus etmoid posterior berbatasan

    dengan sinus sfenoid.3,11

    Sinus sfenoid terletak dalam os sfenoid di belakang sinus etmoid posterior.

    Sinus sfenoid dibagi dua oleh sekat yang disebut septum intersfenoid. ukuranya

    adalah 2 cm, tingginya 2.3 cm dan lebarnya 1.7 cm. Volumenya bervariasi dari 5-7.5

    ml. Saat sinus berkembang, pembuluh darah dan nervus di bagian lateral os sfenoid

    akan menjadi sangat berdekatan dengan rongga sinus dan tampak sebagai indentasi

    pada dinding sinus sfenoid.1,11 Batas-batasnya ialah, sebelah superior terdapat fosa

    serebri media dan kelenjar hipofisis, sebelah inferiornya atap nasofaring, sebelah

    lateral berbatasan dengan sinus kavernosus dan a. karotis interna dan di sebelah

    posteriornya berbatasan dengan fosa serebri posterior di daerah pons.3,10

    Pada sepertiga tengah dinding lateral hidung yaitu di meatus medius, ada

    muara-muara saluran dari sinus maksila, sinus frontal dan sinus etmoid anterior.

    Daerah ini rumit dan sempit dan dinamakan kompleks osteomeatal, terdiri dari

    infundibulum etmoid yang terdapat di belakang prosesus unsinatus, resesus frontalis,

    bula etmoid dan sel-sel etmoid anterior dengan ostiumnya dan ostium sinus

    maksila.1,3

    Sinus maksila disebut juga antrum Highmore, letaknya dekat akar gigi rahang

    atas, maka infeksi gigi mudah menyebar ke sinus, disebut rinosinusitis dentogen.1,10

    Lokasi gigi yang terbanyak menyebabkan rinosinusitis maksilaris dentogen adalah

    gigi molar pertama, premolar kedua, dan premolar pertama.12 Akar gigi premolar

    kedua dan molar pertama berhubungan dekat dengan lantai dari sinus maksila dan

    pada sebagian individu berhubungan langsung dengan mukosa sinus maksila

    5

  • 7/29/2019 Selulitis Periorbita 3

    6/13

    sehingga dapat terjadi penyebaran infeksi bakteri langsung dari akar gigi ke dalam

    sinus maksila.4,5,12

    Dari hasil perhitungan resiko relatif yang dilakukan oleh Primartono dan

    Suprihati Semarang, 2003 didapatkan bahwa infeksi gigi premolar atas mempunyai

    kemungkinan 12 kali lebih besar untuk terjadi rinosinusitis maksilaris dibandingkan

    dengan rinosinusitis maksilaris tanpa infeksi gigi.12

    ETIOLOGI

    Terjadinya rinosinusitis dentogen dapat melalui beberapa cara antara lain; (1)

    penjalaran infeksi gigi, infeksi periapikal gigi maksila dari kaninus sampai gigi molar

    tiga atas. Biasanya infeksi lebih sering terjadi pada kasus-kasus akar gigi yang hanya

    terpisah dari sinus oleh tulang yang tipis, walaupun kadang-kadang ada juga infeksi

    mengenai sinus yang dipisahkan oleh tulang yang tebal. (2) Prosedur ekstraksi gigi,

    misalnya terdorong gigi ataupun akar gigi sewaktu akan diusahakan mencabutnya,

    atau terbukanya dasar sinus sewaktu dilakukan pencabutan gigi. (3) Penjalaran

    penyakit periodontal yaitu adanya penjalaran infeksi dari membran periodontal

    melalui tulang spongiosa ke mukosa sinus. (4) Trauma, terutama fraktur maksila yang

    mengenai prosesus alveolaris dan sinus maksila. (5) Hubungan langsung gigi maksila

    dengan sinus maksila terutama gigi molar tiga terpendam. (6) Adanya benda asing

    dalam sinus berupa fragmen akar gigi dan bahan tambalan akibat pengisian saluran

    akar yang berlebihan. (7) Osteomielitis akut dan kronis pada maksila. (8) Kista

    dentogen yang seringkali meluas ke sinus maksila, seperti kista radikuler dan

    folikuler. (9) Neoplasma yang mengadakan infiltrasi ke dalam sinus maksila.4,5,12

    PATOFISIOLOGI

    Kegagalan transpor mukus dan menurunnya ventilasi sinus merupakan faktor

    utama berkembangnya rinosinusitis.3 Rinosinusitis dentogen dapat terjadi melalui dua

    cara yaitu yang pertama infeksi gigi yang kronis dapat menimbulkan jaringan

    granulasi di dalam mukosa sinus maksilaris, hal ini akan menghambat gerakan silia

    6

  • 7/29/2019 Selulitis Periorbita 3

    7/13

    ke arah ostium dan berarti menghalangi drainase sinus. Gangguan drainase ini akan

    mengakibatkan sinus mudah mengalami infeksi. Cara lain yaitu kuman dapat

    menyebar secara langsung, hematogen atau limfogen dari granuloma apikal atau

    kantong periodontal gigi ke sinus maksila.2,4

    Patofisiologi rinosinusitis adalah sebagai berikut: Inflamasi mukosa hidung

    menyebabkan pembengkakan dan eksudasi, yang mengakibatkan obstruksi ostium

    sinus.2,4,5 Obstruksi ini menyebabkan gangguan ventilasi dan drainase, resorbsi

    oksigen yang ada di rongga sinus, kemudian terjadi hipoksia dimana terjadi

    penurunan oksigen, pH menurun dan tekanan intra sinus yang negatif, selanjutnya

    diikuti peningkatan permeabilitas kapiler, sekresi kelenjar meningkat kemudian

    transudasi, peningkatan eksudasi serous, penurunan fungsi silia, akhirnya terjadi

    retensi sekresi di sinus yang sangat cocok untuk pertumbuhan kuman.13

    DIAGNOSIS

    Diagnosis rinosinusitis dentogen ditegakkan berdasarkan anamnesis,

    pemeriksaan fisik, pemeriksaan nasoendoskopi dan pemeriksaan penunjang.2,3,13 Pada

    anamnesis didapatkan riwayat rinore purulen dan biasanya bau, adanya riwayat

    infeksi atau trauma pada gigi, sumbatan hidung, nyeri tekanan pada muka, nyeri

    kepala, demam, ingus belakang hidung, batuk, anosmia atau hiposmia, nyeri

    periorbital dan nyeri gigi. Pemeriksaan rinoskopi merupakan pemeriksaan rutin

    untuk melihat tanda patogen pada rongga hidung yaitu pada rinoskopi anterior

    didapatkan sekret purulen di meatus medius atau superior atau pada rinoskopi

    posterior akan tampak adanya sekret purulen di nasofaring. Pemeriksaan

    nasoendoskopi dilakukan untuk menilai kondisi kavum nasi hingga ke nasofaring.

    Pemeriksaan ini dapat memperlihatkan dengan jelas keadaan dinding lateral hidung.

    Pemeriksaan penunjang dapat berupa pemeriksaan foto sinus paranasal, pemeriksaan

    mikrobiologi, pemeriksaan gigi dan pemeriksaan CT scan sinus paranasal.2,13

    Sesuai dengan kriteriaAmerican Academy of Otolaryngology Head and Neck

    Surgery 1996, yang mana diagnosis rinosinusitis membutuhkan setidaknya 2 faktor

    7

  • 7/29/2019 Selulitis Periorbita 3

    8/13

    mayor atau setidaknya 1 faktor mayor dan 2 faktor minor dari serangkaian gejala dan

    tanda klinis, riwayat penyakit gigi geligi, serta temuan radiologi sinus paranasal dan

    CT Scan. Selain itu, kadang diperlukan konsultasi dengan departemen kedokteran

    gigi untuk mendukung dan membuat diagnosis rinosinusitis dentogen serta

    penatalaksanaannya.2,13,14

    PENATALAKSANAAN

    Prinsip penatalaksanan rinosinusitis dentogen adalah mengatasi masalah gigi,

    konservatif dan operatif.13,15 Penatalaksanaan konservatif menurut algoritma dan

    prosedur penatalaksanaan rinosinusitis akut, terapi konsevatif medikamentosa berupa

    antibiotik empirik selama 2 x 24 jam, diberikan antibiotik lini I seperti amoksisilin

    atau kotrimoksazol ditambah dengan terapi tambahan antara lain dekongestan,

    mukolitik dan analgetik.13,14 Bila ada perbaikan terapi diteruskan selama 7 14 hari,

    bila tidak ada perbaikan diberikan antibiotik lini II seperti amksilin klavulanat,

    ampisilin, sulbaktam, cefalosporin generasi ke II atau makrolid selama 7 hari. Bila

    ada perbaikan terapi diteurskan selama 7 14 hari, bila tidak ada perbaikan dilakukan

    pemeriksaan tambahan berupa rongen polos, CT scan dan pemeriksaan

    nasoendoskopi serta dilakukan kultur dan resistensi kuman. Terapi selanjutnya

    disesuaikan dengan hasil dari kultur resistensi kuman. Bila terdapat kemungkinan

    terjadinya sinusitis berulang maka dilakukan terapi sinusitis kronik.13,14,15

    Tindakan operatif dilakukan apabila terapi konservatif tidak mengalami

    perbaikan. Pada tindakan operatif bisa dilakukan antara lain; antrostomi meatus

    inferior, Caldwell-Luc, etmoidektomi intra dan ekstra nasal, trepanasi sinus frontal

    dan bedah sinus endoskopik fungsional (BSEF) yang merupakan perkembangan pesat

    dalam bedah sinus. Tehnik BSEF ini dianjurkan pertama kali oleh Messerklinger dan

    dipolpulerkan oleh Stammberger dan Kennedy. BSEF adalah operasi pada hidung

    dan sinus yang menggunakan endoskopi dengan tujuan menormalkan kembali

    ventilasi sinus dan drainase mukosiler dengan cara membuka dan membersihkan

    kompleks osteomeatal.13,16,17

    8

  • 7/29/2019 Selulitis Periorbita 3

    9/13

    ALGORITMA DAN PROSEDUR PENATALAKSANAAN SINUSITIS

    9

  • 7/29/2019 Selulitis Periorbita 3

    10/13

    10

  • 7/29/2019 Selulitis Periorbita 3

    11/13

    Tabel. Algoritma penatalaksanaan sinusitis.14

    KOMPLIKASI ORBITA

    Meskipun komplikasi rinosinusitis sudah jarang dijumpai pada era antibiotik

    sekarang ini, komplikasi serius masih dapat terjadi.4,12 Yang harus diingat komplikasi

    rinosinusitis akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas bila tidak mendapatkanpenanganan yang baik dan adekuat.13 Beberapa faktor yang diduga sebagai penyebab

    terjadinya komplikasi antara lain; terapi yang tidak adekuat, daya tahan tubuh yang

    rendah, virulensi kuman dan penanganan tindakan operatif terlambat dilakukan.13,15

    Secara anatomi perbatasan daerah mata dan sinus sangat tipis yaitu batas

    medial sinus etmoid dan sfenoid, batas superior sinus frontal dan batas inferior sinus

    maksila.1,3 Rinosinusitis merupakan salah satu penyebab utama infeksi orbita. Pada

    era pre antibiotik hampir 50 % terjadi komplikasi ke mata, 17 % berlanjut ke

    meningen dan 20 % terjadi kebutaan.15,16

    Komplikasi ke orbita dapat terjadi pada segala usia, tetapi pada anak-anak

    lebih sering.13 Pembengkakan orbita dapat merupakan manifestasi dari ethmoiditis

    akut, namun sinusitis frontalis dan sinus maksilaris juga dapat menimbulkan

    komplikasi ke orbita. Komplikasi ini dapat melalui dua jalan antara lain secara

    langsung melalui dehisensi kongenital ataupun adanya erosi pada tulang

    barier terutama lamina papirasea dan secara retrograde tromboplebitis melalui

    anyaman pembuluh darah yang berhubungan langsung antara wajah, rongga hidung,

    sinus dan orbita.13,15

    Chandler dkk. mengelompokkan lima jenis komplikasi ke orbita antara lain;

    (1) Selulitis periorbita ditandai dengan gejala yang tampak pembengkakan dan

    hiperemis daerah periorbita. (2) Selulitis orbita, tampak adanya proptosis, kemosis,

    11

  • 7/29/2019 Selulitis Periorbita 3

    12/13

    penurunan gerak ekstra okuler. (3) Abses subperiosteal yaitu tertimbunnya pus

    diantara periorbita dan dinding tulang orbita, gejala proptosis lebih jelas dan

    penurunan gerak bola mata. (4) Abses orbita dengan ditemukan pus yang tertimbun di

    dalam orbita, gejalnya optalmoplegi, proptosis dan kebutaan. (5) Trombosis sinus

    kavernosus, sama dengan gejala-gejala abses orbita yang disertai tanda-tanda

    meningitis.15,16,17

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Soetjipto D, Mangunkusumo E. Sinus Paranasal. Buku Ajar Ilmu Kesehatan

    Telinga-Hidung-Tenggorok, Kepala Leher. Edisi VI. Jakarta, Balai Penerbit

    FKUI, 2008; 145-53. 21

    2. Mulyarjo, Soejak S. Rinosinusitis. Naskah Lengkap Perkembangan Terkini

    Diagnosis dan Penatalaksanaan S. Rinosinusitis. Surabaya, 2006; 1-63.

    3. Ekadayu I. Hidung, anatomi dan fisiologi terapan dan penyakit sinus

    paranasalis. Dalam: Adam GL. BOIES buku ajar penyakit THT. Jakarta: EGC;

    1997. Hal. 173-88, 240-57.

    4. Bashiruddin J, Soetjipto D, Rifki N. Abses orbita sebagai komplikasi

    rinosinusitis maksila dan etmoid akibat infeksi gigi. Kumpulan Naskah Pertemuan

    Ilmiah Tahunan Perhati.

    5. US National library of medicine, PubMed. Sinusitis odontogenic origin,

    [internet], c2006 September [cited 2012 Maret]. Available from:

    http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/16949963.

    6. Wald ER, Rhinitis and acute and chronic rinosinusitis. Pediatric

    Otolaryngology 2nd edition. Philadelphia, WB Saunders; 729-44.

    7. Ramalinggam KK. Anatomy and physiology of nose and paranasal sinuses. A

    Short Practice of Otolaryngology. All India Publishers; 214-31.

    8. Becker W, Naumann HH, Pfaltz CR. Clinical aspects of disease of the nose.

    In : Ear, nose and throath disease. A pocket reference. New York: Medical

    publisher Inc, 1994: 224-7.

    12

    http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/16949963http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/16949963
  • 7/29/2019 Selulitis Periorbita 3

    13/13

    9. Hilger PA. Penyakit sinus paranasalis, Dalam: Boies. Buku Ajar THT.

    Jakarta: Penerbit buku kedokteran EGC, 1994: 240-60.

    10. Dhingra PL, Anatomy of the nose. In: Disease of ear, nose and throat. 2nd ed.

    New Delhi: Churchil Livingstone; 2002. P.129-133.

    11. Ballenger JJ. Hidung dan sinus paranasal. Dalam: Penyakit telinga, hidung

    tenggorok, kepala dan leher ed 13,Jakarta: Binarupa Aksara, 1994; hal 1-27.

    12. Farhat, Primartono, Suprihati. Peran Infeksi Gigi Rahang Atas Pada Kejadian

    Sinusitis Maksila di RSUP H.Adam Malik Medan. Dalam : Majalah Kedokteran

    Nusantara. 2003: Volume 39; No.4, Hal 386-92.

    13. Nizar NW, Wardani. Anatomi endoskopik hidung-sinus paranasal dan

    patofisiologi sinusitis. Kumpulan Makalah Kursus Bedah Endoskopi Fungsional

    (BSEF). Hotel Santika, Jakarta, 1999, hal 1-8.

    14. Soetjipto D., Wardhani RS. Guideline Penyakit THT di Indonesia, PP.

    PERHATI-KL, 2007, 63.

    15. Pinheiro AD, Facer GW, Kern EB. Sinusitis current concept and management.

    In: Bailey ed. Otolaryngology- Head and neck surgery. 2nd ed. Philadelphia.

    Lippincot-Raven Publisher;1995:441-5.

    16. Stammberger H. FESS. In: Endoscopic and surgery of the paranasal sinuses

    and anterior skull base-the messerklinger technique and advance application from

    Graz School. Tutlingen, Germany, 1996.

    17. Sukgi S, Choi, Kenneth M, Grundfast. Complication in sinus diseases.

    Diseases of sinuses diagnosis and management. 2001:169-176.

    13